THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
KOPING MALADAPTIF SAAT DITINGGALKAN KELUARGA SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENURUNAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA Sri Handayani1, Nur Wulan Agustina2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten Korespondensi :
[email protected] 2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten Korespondensi :
[email protected] 1
Abstrak Menua adalah proses alami yang disertai penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Pada umumnya lansia juga sering hidup sendiri karena ditinggal oleh pasangan atau anaknya. Perubahan yang terjadi pada lansia dan kesepian karena ditinggal oleh keluarga atau pasangannya dapat menurunkan koping menjadi maladatif. Koping maladatif apabila tidak ditangani dapat mempengaruhi penurunan kualitas hidup.Penelitian ini menggunakan desain survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian beruapa kuesioner. Sampel penelitian berjumlah 33 lansia yang yang ditinggalkan keluarga yang diambil dengan menggunakan teknik Purpusive sampling. Analisis data menggunakan chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 63,6% responden berusia antara74 - 90 tahun, 79% jenis kelamin perempuan, 54% memiliki koping maladaptif dan 58% memiliki kualitas hidup lansia buruk. Hasil analisis chi square diproleh nilai Pvalue 0,000 < α (0,05). Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa lansia yang memiliki koping maladatif saat ditinggalkan keluarga dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Kata Kunci : Koping, Kualitas hidup, Lansia, Keluarga. depresi (Kuntjoro (2002). Hasil penelitian Iqbal (2014) menemukan bahwa sebanyak I. PENDAHULUAN 46,7% lansia yang tinggal di panti World Health Organization (WHO) mempunyai kualitas hidup buruk. mendefinisikan kualitas hidup sebagai Lansia dengan kualitas hidup yang persepsi individu sesuai dengan tempat buruk akan menyebabkan berbagai tinggal dan berkaitan dengan tujuan, permasalahan, baik fisik maupun harapan, standar yang dimiliki (Salim, psikologis. Permaslahan psikologis yang 2007). Kualitas hidup dapat dilihat dari muncul diantaranya merasa tidak berguna, kesehatan manusia yang saling mudah marah, dan menurunnya interaksi berhubungan yaitu fisik, mental, sosial sosial, sehingga lansia cenderung tidak (Tambariki, 2012). Setiap individu menerima diri sendiri dan depresi (Stanly, memiliki kualitas hidup yang berbeda 2006). tergantung dari masing-masing individu Hasil penelitian Putri (2013) dalam menyikapi. didapatkan bahwa sebanyak 62.1% lansia Gambaran kualitas hidup yang kurang memiliki kualitas kesehatan yang buruk, pada lansia dapat ditunjukan dalam dan sebanyak 70,4% lansia memiliki aktivitas sehari-hari seperti ketergantungan kualitas psikologis buruk. Penurunan obat-obatan, ketergantungan bantuan kualitas hidup pada lansia dapat medis, keterbatasan (Sekarwiri 2008). dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti jenis Gambaran kualitas hidup yang buruk pada kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, lansia wanita yang menonjol adalah mudah status pernikahan, financial, dukungan tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, keluarga dan koping (Mubarak, 2009). kesepian, tidak sabar, tegang, cemas dan
1410
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Keluarga merupakan support sistem bagi lansia dalam mempertahankan kesehatan. Apabila terjadi perubahan dalam keluarga seperti kematian pasangan hidup dan ditinggal anak menikah, maka akan menyebabkan lansia tidak lagi tinggal bersama keluarga. lansia harus melakukan sendiri segala sesuatunya. Kondisi tersebut menyebabkan lansia merasa tidak diperhatikan lagi dan menganggap dirinya sebagai beban bagi keluarga (Lilis, 2011). Lansia yang ditinggal keluarga akan mengakibatkan kesulitan dalam menyelesaikan masalah dan lansia akan mengalami kesepian (Halawa, 2013). Kesepian merupakan perasaan terasing (terisolasi atau perasaan tersisihkan, terpencil dari orang lain, karena merasa berbeda dengan orang lain (Probosuseno, 2007). Perasaan tersisihkan yang tidak segera diatasi akan berdampak pada mekanisme koping lansia. Koping merupakan cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri terhadap perubahan. Reaksi koping lansia terhadap permasalahan sangat bervariasi, dan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya: kesehatan, keyakinan, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dukungan sosial, dan dukungan keluarga (Mu’tadin, 2002). Hasil penelitian Ratna (2007) menunjukan terdapat perbedaan makna hidup antara lansia yang tinggal di panti werdha dengan lansia yang tinggal bersama keluarga. hasil penelitian ini diperkuat penelitian Ekawati (2011) yang menyimpulkan bahwa lansia yang tinggal di panti mempunyai risiko penurunan kualitas hidup dibandingkan dengan lansia yang tinggal bersama dengan keluarga. Mekanisme koping terbagi menjadi dua yaitu mekanisme adaptif dan maladaptif. Mekanisme koping adaptif merupakan mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Lansia yang memiliki koping adaptif ditunjukan dengan kemampan berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif,
UAD, Yogyakarta
teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif (Stuart dan Sundeen, 2011). Sedangkan mekanisme koping maladaptif merupakan respon individu yang dapat meyebabkan disfungsi secara personal, sosial, maupun dalam pekerjaan respon koping maladaptif seperti merasa terasingkan, ketergantungan, dan kurang percaya diri yang dapat mengakibatkan lansia cepat marah, berdiam diri dan menarik diri, akibatnya tubuh menjadi rentan (Gunawan, 2013). Penelitian Noni (2013) mendapatkan data bahwa 59,7% lansia mempunyai mekanisme koping maladaptif (banyak tidur, melamun, hanya terpaku atau diam, tidak mampu menyelesaikan masalah). Hasil wawancara peneliti terhadap beberapa lansia diperoleh informasi bahwa lansia tinggal sendirian dirumah. Selain itu lansia merasa mengalami perubahan psikologis seperti mudah tersinggung, mudah marah, menarik diri (tidak mau mengikuti posyandu lansia). II. KAJIAN LITERATUR 1. Lanjut Usia dan dampak perubahan yang terjadi Menua (Menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita, merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alami, dimulai sejak lahir (Bandiyah, 2009). Berbagai masalah yang ditemukan pada lansia akibat kemunduran fisik ditandai dengan, adanya penurunan sistem organ yang dapat mengakibatkan lansia rentan terhadap penyakit baik yang bersifat akut maupun kronis. Masalah psikologis turut mempengaruhi kehidupan lansia diantaranya adalah harga diri rendah, kecemasan yang tinggi, mudah marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri, kesepian, ketidakberdayaan, ketergantungan, dan kurangnya
1411
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
dukungan dari anggota keluarga. Akibatnya dapat menghilangkan kebahagiaan, harapan dan kemampuan untuk merasakan ketenangan hidup pada lansia, yang akan mempengaruhi kualitas hidup (Stanley, 2005) 2. Kualitas hidup Dimensi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada dimensi kualitas hidup yang terdapat pada World Health Organization Quality of Life Bref version (WHOQoL-BREF). WHOQoL-BREF (Power dalam Lopez & Snyder, 2003) terdapat empat dimensi mengenai kualitas hidup yang meliputi:
1. Kesehatan Fisik, dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. 2. Psikologis, yaitu terkait dengan keadaan mental individu 3. Hubungan Sosial 4. Lingkungan,
UAD, Yogyakarta
efektif akan membantu individu terbebas dari stress yang berkepanjangan. Suatu studi menunjukan bahwa mekanisme koping memilikiketerkaitan dengan respon individu dalam menghadapi masalah (Nurfita, 2007) Koping yang efektif sering kali bervariasi sesuai situasi. Satu mekanisme koping mungkin efektif untuk mengatasi suatu masalah namun belum tentu efektif dengan salah lain. Salah satu dampak dari respon koping yang digunakan ialah perubahan kualitas hidup yang dimiliki individu. III. METODE Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil secara nonprobability sampling tipe purpusive sampling pada lansia di Desa Buntalan Klaten yang memenuhi kriteria. Kriteria inklusi penelitian adalah (1) Memilih
Semakin bertambah usia akan berkurang kesibukan sosialnya, dan itu mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungan yang berdampak pada kebahagiaan, kesepian, dan kebosanan seseorang yang disebabkan oleh rasa tidak diperlukan (Nugroho, 2008). Gambaran kualitas hidup yang buruk pada lansia dapat ditunjukan dalam aktivitas sehari-hari seperti ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, keterbatasan dalam melakukan mobilisasi, ketidaknyamanan, perasaan negatif, sumber finansial, dan tidak mau bersosialisali dengan masyarakat (Sekarwiri 2008). 3. Koping Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan dan respon terhadap situasi yang mengancam. Mekanisme koping sangat penting digunakan oleh individu untuk memecahkan masalah, koping yang
1412
lansia yang ditinggal keluarga (Suami, Anak) < 10 tahun (2) berusia 60 tahun ke atas. Kritera eksklusi penelitian adalah (1) lansia yang mengalami : sakit berat, demensia, gangguan penglihatan dan pendengaran (2) lansia yang menaglami gangguan komunikasi. Besar sampel adalah 33 lansia. Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah (1) kuesioner tertutup untuk mengukur koping (2) WHOQOL -BREF untuk mengukur kualitas hidup. Data yang telah dikumpulkan di analisis dengan menggunakan uji Chi-square.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
IV. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik responden
No 1
2
3
Tabel 1 Karakteristik Responden Kategori f Jenis kelamin - Laki-laki 7 - Perempuan 26 Jumlah 33
21 79 100
Usia - 60 – 74 - 74 – 90 - > 90 Jumlah
11 21 1 33
33,3 63,6 0,1 100
Status pernikahan - Tidak menikah - Janda/duda - Bercerai Jumlah
2 27 4 33
0,6 81,1 18,3 100
%
2. Koping dan kualitas hidup lansia Tabel 2 Koping dan kualitas hidup Lansi
3. Analisis Bivariat Tabel 3 Analisis Koping dengan Kualitas Hidup Lansia
UAD, Yogyakarta
V. PEMBAHASAN 1. Usia Responden Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Nofitri (2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bertambahnya usia akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis seseorang. Peningakatan usia seseorang akan diikuti proses degenaratif yang salah satu akibatnya menyebabkan ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, secara psikologis bertambahnya usia juga akan memunculkan perasaan tidak mampu, merasa lemah, kesepian, jenuh. Berbagai perubahan yang terjadi pada lanjut usia tersebut akan membatasi gerak lanjut usia sehingga menyebabkan lansia menjadi jarang berkomunikasi dengan orang lain (Lilik, 2011). Kondisi tersebut apabila berlangsung terus menerus maka lanjut usia akan mengalami penurunan kualitas hidup. Teori diatas sesuai dengan penelitian bahwa rata-rata usia responden di desa Buntalan Klaten Tengah yaitu 65 ± 2,40265 tahun. Responden yang memiliki rentang usia 60-64 tahun sebanyak (45%) memiliki kualitas hidup buruk, sedangkan responden yang berusia 65-90 tahun sebanyak (64%) memiliki kualitas hidup yang buruk. 2. Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Hasil penelitian yang menunjukkan kualitas hidup buruk didominasi oleh lansia perempuan. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan gender. Secara kodrati seorang istri lebih tergantung kepada suami baik dari sisi ekonomi maupun fisik. Dengan hidup sendiri maka perempuan mempunyai peran
1413
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
ganda dan tidak ada tempat untuk berbagi. Papalia (2008) mengatakan lansia perempuan yang sudah mengalami menopouse dimana kadar estrogen dan progesteron turun. Penurunan kadar estrogen dan progesteron akibatnya mudah marah, sulit tidur, gelisah, rasa khawatir, sulit konsentrasi, nyeri otot sendi, sehingga berdampak psikologis lansia. Hasil penelitian diperoleh data bahwa dari 26 lansia perempuan sebanyak (58%) sering memiliki perasaan negatif dan (65%) sering bergantung dengan obatobatan. Penelitian Nawi (2010) yang menyebutkan bahwa lansia perempuan cenderung memiliki kualitas hidup lebih buruk dibandingkan laki-laki. Didukung pula dengan hasil penelitan Nofiri (2009) kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. 3. Satus Pernikahan Pasangan hidup mempunyai funsi sebagai suporting dalam berbagai hal seperti emosi dan keuangan. Kehilangan pasangan hidup merupakan tantangan emosional yang harus dihadapi oleh lajut usia. Hurlock (2004) menyatakan bahwa penyesuaian terhadap kematian pasangan atau perceraian merupakan hal yang sangat sulit bagi lanjut usia. Dewi, Yusna, Danardi , Suryo, & Czeresna, (2007) menyatakan bahwa janda dan duda lebih rentan untuk mengalami depresi dibanding pasien geriatri dengan status menikah. Hasil penelitian mendapatkan data bahwa koping maladatif lebih banyak dialami oleh lanjut usia janda atu duda dibandingkan dengan lansia yang tidak menikah. 4. Koping Lanjut usia Saat Ditinggalkan Keluarga Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan
1414
UAD, Yogyakarta
(Wahyudi, 2010). Koping terbagi menjadi dua yaitu koping adaptif dan maladaptif. Koping adaptif ditunjukkan dengan kemampuan berkomunikasi yang baik dan memecahkan masalah secara efektif. Sedangkan koping maladaptif ditunjukan dengan rasa percaya diri kurang sehingga mengakibatkan lanjut usia menjadi cepat marah, menarik diri, akibatnya tubuh menjadi rentan dan mengalami penurunan kualitas hidup (Stuart dan Sundeen, 2011). Berdasar hasil penelitian ditemukan bahwa koping maladaptif yang dimilki lansia terlihat pada rasa putus asa (78%), tidak mau bersosialisasi (27%), selalu pasrah dengan masalah yang dihadapi (61%) dan lebih suka menangis untuk mengungkapkan perasaan (61%). Koping maladaptif yang terjadi pada lanjut usia dapat berisiko meneyebbakan gangguan tidur dan kecemasan. Koping maladaptif lanjut usia terjadi karena berkurangnya support system dari keluarga. Lanjut usia yang tidak mendapatkan dukungan atau perawatan dari keluarga menyebabkan lanjut usia sulit mempertahankan kesehatannya (Halawa, 2014). Hasil penelitian bahwa semua lanjut usia hidup sendiri sehingga tidak ada dukungan dari keluarga. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Na’imah (2014) yang mengatakan bahwa faktor munculnya kesepian pada lanjut usia karena lansia yang ditinggal oleh orang-orang yang dicintai, karena meninggal dunia atau bekerja luar kota. Lansia yang ditinggalkan sendiri dirumah akan kehilangan figur yang dapat memberikan perhatian sehingga lansia kehilangan interaksi sosial dan hambatan berkomunikasi. 5. Kualitas Hidup Kualitas hidup adalah ukuran kebahagiaan dan mempunyai lima aspek yaitu: merasa senang dengan aktivitas yang dilakukan sehari-hari,
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
menganggap hidupnya penuh arti dan menerima dengan tulus kondisi hidupnya, mempunyai citra diri yang positif, mempunyai sikap hidup yang optimis dan suasana hati yang bahagia (Tambariki, 2012). Berdasarkan hasil penelitian dieproleh data bahwa 58% lanjut usia mempunyai kualitas hidup yang buruk. Kualitas hidup yang buruk pada lansia terlihat pada kesulitan untuk berjalan sebanyak (43%), tidak cukup uang untuk memenuhi kebutuhan (51%), dan lansia kesulitan tidur karena merasa cemas sebanyak (64%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Siregar (2013) bahwa lansia yang hidup serumah dengan keluarga mempunyai kualitas hidup lebih baik dibandingkan lanjut usia yang hidup sendiri. Lanjut usia yang hidup bersama keluarga seperti anak dan cucu, cenderung lebih dapat menjalani kehidupan lebih optimis. Dalam penelitian Cahayawati (2010) menyatakan lanjut usia yang memiliki dukungan dari keluarga akan memiliki tujuan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan lanjut usia yang tidak dapat dukungan dari keluarga. 6. Pengaruh Koping saat ditinggal keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia Proses penuaan merupakan proses fisiologis yang pasti dialami individu. Proses menua akan diikuti oleh penurunan fungsi fisik, biologis, mental, sosial kesehatan maupun psikologis (Nugroho, 2008). Penurunan fungsi fisik membuat ketidakmampuan lansia untuk beraktivitas dalam kegiatan sehari-hari (Lilik, 2011). Perubahan fungsi psikososial seperti lingkungan tempat tinggal dan hubungan sosial dengan masyarakat (Stanley & Beare 2007). Permasalahan psikologis yang tidak tertangani menyebabkan lansia mengalami kesepian lansia yang kesepian dalam jangka waktu lama akan menyebabkan perubahan koping
1415
UAD, Yogyakarta
yang maladaptif (Maryam, 2008). Hasil penelitian ditemukan bahwa sebanyak 54% lanjut usia mempunyai koping maladaptif. Koping maladaptif yang dimiliki lansia ditunjukkan dengan mudah marah, lanjut usia menangis untuk mengeluarkan perasaan. Lanjut usia dengan koping maladaptif akan mempengaruhi tujuan hidup. Lansia dengan koping maladaptif (61%) memiliki perasaan negatif seperti kesepian, putus asa, cemas dan depresi, selain itu juga (31%) lansia mengatakan tidak berarti hidupnya. Perasaan pasrah dan putus asa akan mempengaruhi semangat dan motivasi dalam beraktivitas bahkan dapat mempengaruhi timbulnya permasalahan kesehatan. Seperti (64%) tidak puas dengan tidurnya, (43%) tidak puas dengan aktivitas merasa kesehatanya sangat buruk. Ketidakpuasan lansia terhadap tidur dan kesahatannya itu akibatnya akan mempengaruhi kualitas hidup lansia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang mempunyai koping maladaptif 89,5% mempunyai kualitas hidup buruk dan responden yang mempunyai koping adaptif sebanyak 71,4% mempunyai kualitas hidup yang baik. Hasil analisis menggunakan uji chi-square diperoleh Pvalue (0,000) <α (0,05) dan nilai OR sebesar 21,5 sehingga bahwa koping maladaptif lanjut usia saat ditinggal keluarga berisiko menurunkan kualitas hidup lansia Penelitan tersebut sejalan dengan penelitian (Sutikno, 2010) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat kuat antara fungsi keluarga dan kualitas hidup lansia. Halawa (2013) mengungkapkan lanjut usia yang ditinggal keluarga akan mengakibatkan lansia kesulitan menyelesaikan masalah atau kegiatan sehari-hari, seperti permasalahan yang berasal dari aspek sosial dan aspek psikologis atau emosional.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
VI. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa : 1. Responden dalam penelitian berusia antara 74 - 90 2. Jenis kelamin responden didominasi oleh perempuan 3. Responden sebagain besar memiliki koping maladaptif 4. Responden sebagian besar memiliki kualitas hidup buruk. 5. Koping lansia saat ditinggal keluarga berisiko menurunkan dengan kualitas hidup lanjut usia VII. SARAN 1. Bagi lanjut Usia Lanjut usia sebaiknya lebih sering untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar agar tidak mengalami kejenuhan 2. Bagi Perawat Komunitas Perawat komunitas sebaiknya memodifikasi program kegiatan posyandu sehingga dapat meningkatkan intensitas pertemuan kader dan lanjut usia. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya sebaiknya melanjutnya menelitian ini dengan memberikan treatment agar kualitas hidup lanjut usia dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
UAD, Yogyakarta
Nofitri, NFM.2009. Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa Pada Lima Wilayah Di Jakarta. Skripsi. www. lib.ui.ac.id/file?file=digital/125595155...%20Gambaran%20kualitas%20%20HA. Diakses 6 juni 2015. Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatri Ed.3.EGC. Jakarta
Nurfita, Eva, (2007), Mekanisme Koping Pasangan Infertilitas Di kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, Universitas Sumatra Utara, Medan http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456 789/14288/1/08E00730.pdf . Diakses 10 Juni 2015 Putri, D.P., Zulfitri, R., Karim, D (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada lansia di Kelurahan Lembah Sari Rumbai Pesisir. http://repository.unri.ac.id/bit strea m/123456789/1883/1/jurnal.pdf. diakses pada 28 Juni 2015 Salim, O.C, Sudharma, NI, Kusumaratna, R.K, & Hidayat, A (2007). Validitas dan Reabilitas World Health Organization Quality of Life-BREF untuk mengukur kualitas hidup lanjut usia. Sekarwiri.2008. Hubungan antara Kualitas Hidup da Sense Of Community Warga Daerah Rawan Banjir DKI Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia
dan
Sutikno, Ekawati. 2010. Hubungan fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia. Tesis. Universitas Sebelas Maret
Hurlock, E. (2004). Psikologi Perkembangan. Erlangga. Jakarta
Stuart & Sundeen, 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Edisi 5). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Bandiyah, S 2009, Lanjut usia keperawatan gerontik, EGC, Jakarta.
Koentjoro, S, Z 2002, Dukungan sosial pada lansia, http://www.epsikologi.com/usia/160802.html, Diakses tanggal 13 Maret 2015
Stanley, M. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Maryam, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
1416
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
WHO (1998) The World Healt Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREFF 1998. Diakses 14 Maret 2015 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development: Perkembangan manusia. (Vol. 2). Salemba Humanika. Jakrat Ratna. Cahyawati. 2010. Perbedaan Makna Hidup Pada Lansia Yang Tinggal Di Panti Werdha Dengan Yang Tinggal Bersama Keluarga. http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jad wal_kuliah/naskah-publikasi-00320144.pdf. Diakses 5 Novemner 2014
1417
UAD, Yogyakarta