KONVERSI CITRA KE MUSIK UNTUK DISTRIBUSI MUSIK PADA HANDPHONE Deddy Kurniady)1 Wirawan)2 1 Mahasiswa S-1 Studi Mayor Telekomunikasi Multimedia 2 Supervisor, Dosen, Kepala Laboratorium B.304 Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111 ABSTRAK Pada makalah ini akan dideskripsikan suatu skema baru transfer data dengan menggunakan kamera pada telepon genggam sebagai alternatif baru kanal data. Data dari sumber informasi/konten sumber dikodekan secara sekuensial berupa citra digital kode batang (barcode) dua dimensi (2D), yang ditampilkan pada media display monitor layar datar. Citra-citra sekuensial ini lalu diakusisi oleh kamera yang diarahkan padanya dan didekodekan oleh perangkat lunak pada lingkungan platform eksperimen Matlab. Data yang sudah diunduh akan didekodekan menjadi file sedemikian sehingga akan didapatkan file sebagaimana file asli yang berasal dari sumbernya. Dibandingkan dengan kanal data yang sudah ada seperti CDMA/GPRS, kabel data, Bluetooth, dan Infrared, metode ini benar-benar hanya berdasarkan pada komunikasi visual saja dan sama sekali tanpa memprasyaratkan perangkat keras khusus dan ataupun perencanaan kanal data apapun. Pengguna hanya tinggal mengarahkan kamera telepon genggam pada sumber informasi yang disajikan pada display monitor lalu mengunduhnya. Tantangan teknis dari skema transfer data ini meliputi koreksi distorsi persepsi, kompensasi variasi kontras, dan perancangan perangkat lunak baik encoder maupun dekoder yang efektif dan efisien pada telepon genggam. Implementasi dari prototipe perangkat lunak ini dibatasi hanya pada konten ringtone/musik saja yang diaplikasikan pada lingkungan telepon genggam dengan platform Symbian pada lingkungan Matlab. Kata kunci : pengolahan citra, pengkodean koreksi kesalahan, telekomunikasi multimedia QR Code lebih sering digunakan untuk pengkodean pesan teks singkat seperti
I. PENGANTAR Pada makalah ini akan dipresentasikan apa yang disebut dengan teknologi Video Barcode (VCode) berbasis telepon genggam sebagai model skema baru transfer data. Konten visual dikodekan berupa citra-citra sekuensial yang dijalankan pada sumbu waktu (streaming-barcode) dan didekodekan lagi secara benar, efektif, dan efisien. Konsep ini sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1(a) terlihat file data berupa ringtone/musik dikodekan sebagai 2-D streaming-barcode yang ditampilkan pada layar monitor frame-demi-frame. Frame-frame citra barcode 2-D ini diakusisi dan diunduh dengan cara mengarahkan kamera pada media panel monitor layar [Gambar 1(b) dan (c)]. Perangkat lunak yang sudah tertanam dan terinstal pada telepon genggam mendekodekan frameframe ini dan dan mengubahnya menjadi file baru yang sama dan serupa dengan file aslinya sebagaimana yang terdapat sumber aslinya [Gambar 1(d)]. Melalui cara ini, sejumlah data dapat ditransfer atau diunduh melalui kamera telepon genggam pengguna dengan jalan komunikasi visual tanpa kabel dan ataupun koneksi nirkabel. Nilai signifikan dari makalah ini adalah para pengguna telepon-genggam-berkamera dapat memperoleh konten data dengan baik melalui skema transfer data dengan kameranya kapanpun dan dimanapun. Hal ini khususnya juga sangat bermanfaat bagi para pengiklan atau mereka yang bekerja di dunia periklanan serta penyedia jasa konten sedemikian sehingga mereka bisa menjangkau para konsumen dan kustomer mereka yang masih berada pada lingkungan visual tradisional. Salah satu telepon genggam yang sudah berbasiskan teknologi barcode telah menggunakan barcode 2D berupa DataMatrix[1] ,QR Code[2], dan Kaywa Reader[3].
Gambar 1. Contoh dari Teknologi VCode. (a) Ringtone dikodekan sebagai VCode yang disajikan berupa bingkai pada panel layar datar (TV atau Komputer Personal atau layar handphone), (b) pengguna mulai mengunduh, (c) proses pengunduhan, (d) pengunduhan selesai. Ringtone direkonstruksi dari data yang diunduh. Sumber[4]
jalur yang menghubungkan dengan alamat situs atau informasi kontak seseorang dengan cara memasukkan input teks lalu dikodekan berupa barcode pada satu frame. Dengan cara seperti ini maka jumlah informasi yang akan dikodekan sangat dibatasi. Salah satu keuntungan dari teknologi VCode ini adalah secara teoretis ia bisa tak terbatas dalam hal data yang akan dikodekan dan yang akan ditranmisikan. Dengan demikian teknologi ini sangat potensial untuk bisa mengatasi adanya hambatan sumbatan kapasitas data (debottlenecking) . Pendekatan dari teknologi ini samasekali tidak memprasyaratkan perangkat keras tertentu yang bersifat khusus dan pengguna tidak perlu membayar jalur kanal data tertentu karena teknologi ini hanya benar-benar berbasis komunikasi visual saja. Salah satu alasan diimplentasikannya
1
teknologi ini pada telepon genggam berkamera (smartphone) adalah semakin banyaknya jumlah smartphone yang diproduksi sampai saat ini. Sampai per Juli 2010 telah dilaporkan bahwasanya telepon genggam berkamera telah diproduksi sebanyak ± 325,6 juta unit di seluruh dunia [5]. Oleh karena itu optimalisasi dan maksimalisasi potensi kamera pada telepon genggam diharapkan bisa memberikan kebermanfaatan yang signifikan terutama dari sisi perangkat lunaknya yang bisa diimplementasikan pada berbagai macam dan jenis gadget/perangkat keras. Metode yang dipresentasikan pada makalah ini diharapkan bisa memfasilitasi pengembangan berbagai macam aplikasi dimana para pengguna telepon genggam bisa mendapatkan dan mengkomunikasikan informasi melalui simbol-simbol kode visual pada berbagai domain. Seperti halnya aplikasi khusus, berupa penggunaan pengkodean iklan, pengunduhan data, integrasi langsung antara informasi bergerak dan perdagangan online, dan berbagai macam lainnya. Kemungkinan lainnya dari penggunaan aplikasi ini adalah komunikasi antar individu lebih aman karena data terenkripsi, atau juga bisa digunakan pada distribusi berbagai macam aplikasi-aplikasi kecil seperti peta suatu daerah atau bangunan, audio tur musium, atau pengunduhan jadual kereta setelah sampai pada stasiun atau loket tiket. II. HAL-HAL TERKAIT A.Visi Bergerak dan Pengenalan Pola Topik-topik seperti pengolahan, akuisisi, penyimpanan dan komunikasi citra pada konteks aplikasi di teknologi bergerak telepon-genggam-berkamera telah mengalami perkembangan yang signifikan. Dari aplikasi pengenalan wajah, teks, ramburambu jalan, kode batang, dan kode dua dimensi sampai teknologi VCode (kode batang dua dimensi yang berupa video). Secara umum kesemuanya itu menggunakan hal-hal umum seperti berikut :
Tantangan permasalahan lainnya adalah fokus kamera yang tidak tepat pada saat digunakan. Kamera pada perangkat telepon bergerak didesain untuk mengambil/menangkap gambar atau obyek orang. Untuk alasan ini seringkali default pengaturan fokus lensa lebih dari satu kaki. Untuk menjaga resolusi pada jarak ini, tampilan barkode harus lebih dekat dengan lensa kamera agar lebih jelas dan menghindari gambar yang kabur saat ditangkap kamera. Untuk itu diperlukan metode super-resolusi dalam memecahkan masalah ini dengan tetap menjaga algoritma yang sederhana sehingga bisa diimplementasikan pada perangkat bergerak. Selain itu untuk mengatasi permasalahan ini simbologi kode visual barkode harus dibuat sedemikian handal untuk mencegah terjadinya degradasi citra. 3). Pengenalan Pola Untuk pengenalan pola, fitur dengan invarian geometris sering sekali digunakan karena citra biasanya ditangkap oleh kamera pada sudut yang salah atau serampangan. Invarian geometris digunakan secara implisit dan atau eksplisit untuk riset-riset tentang pengenalan pola. Secara eksplisit fitur ini meliputi deskriptor momen atau Fourier. Sebagai contoh ketika fitur implisit digunakan untuk melokasikan titik berdasarkan titik referensi yang secara umum digunakan untuk mendekodekan barkode dua-dimensi. Contoh nyatanya adalah ketika tepi kanan dan bawah batas hitam serta tepi atas dan kiri batas jejak pada datamatriks terlokasikan maka posisi unit-unit sel lainnya pada datamatriks bisa ditentukan dan infomasi yang dikodekan bisa diterjemahkan. B. Pengkodean Koreksi Kesalahan Citra yang tertangkap oleh kamera telepon genggam/seluler seringkali berkualitas rendah dan menyebabkan distorsi perspektif, derau, dan bayangan. Kesalahan pendekodean tak terelakkan, dan ekstra bit dibutuhkan untuk mengatasi hal ini. Dengan kata lain, data yang dikodekan harus disertai dengan pengontrol koreksi kesalahan. Pengkodean kontrol kesalahan yang lebih dikenal juga sebagai pengkodean koreksi kesalahan adalah teknologi yang sangat penting dalam pengembangan teori informasi. Secara umum, kodekode koreksi kesalahan dapat dibagi menjadi kode konvolusi dan kode blok. Untuk kode konvolusi keseluruhan kode dikonvolusikan. Proses dekonvolusi memprasyaratkan penyimpanan data untuk didekodekan. Untuk kode blok, bitbit pengkoreksi kesalahan berkorespondensi dengan kode informasi aslinya. Pada awalnya, kode konvolusional digunakan secara luas. Saat ini para peneliti telah menyadari bahwasanya mengkombinasikan antara kedua kode tersebut menghasilkan resultan yang terbaik dengan pendekatan limitShannon. Kode LDPC (the Low Density Parity Check) dan Kode Turbo didesain berdasarkan pada ide pengkombinasian ini dan akhirnya digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi seperti eksplorasi ruang angkasa secara lebih mendalam. Akan tetapi, pendekodean kode-kode konvolusiblok ini berdampak pada komputasi yang tingi pada perangkat keras. Khususnya bilangan pecahan akan lebih rumit jika harus didekodekan pada perangkat bergerak telepon-genggam-berkamera yang sangat terbatas dalam hal komputasi dan penyimpanan datanya. Oleh karena itu, kode konvolusi tidak digunakan. Sebagai gantinya – dalam konteks aplikasi pada telepon genggam berkamera - ini digunakan kode blok klasik, yaitu kode Alang-alang Solomon (Reed Solomon) untuk teknologi Video Barcode
1). Lokasi Target Lokasi target kode visual ini dimaksudkan sebagai elemen kunci dari barcode. Misalkan saja pada qr code berupa kotak persegi pada ketiga titik pojoknya, maxicode mempunyai elemen kunci berupa kotak tepat di tengah-tengah barcode, datamatrix berupa pembatas sisi kanan dan bawah yang berwarna hitam sedangkan bagian atas dan kirinya berupa penjejak titik 2). Perbaikan Citra dan Koreksi Distorsi Berbagai permasalahan terkait hasil citra yang dihasilkan oleh kamera CMOS yang relatif murah pada teknologi telepon genggam berkamera adalah kualitas citra yang rendah. Kualitas citra yang rendah ini disebabkan karena pencahayaan yang tidak merata dan kurang baik sehingga mengakibatkan bayang-bayang. Binerisasi adaptif seringkali digunakan untuk mengurangi efek bayangan dan pencahayaan yang kurang merata ini. Permasalahan lainnya adalah distorsi persepsi citra. Ketika pengguna mengambil citra dengan kameranya, maka sudut pengambilan citra sama sekali tidak ideal. Dengan demikian distorsi persepsi citra tak terelakkan terjadi dan perlu koreksi geometris untuk menormalisasikan kembali citra menjadi bentuk citra ideal agar mudah dalam proses pengenalan polanya.
2
Gambar 2. Arsitekstur Sistem[4]
Mengembangkan bagian akuisisi dan pemrosesan citra kodebatang 2-D, termasuk antarmuka penguna, akuisisi, dan perbaikan citra.Dimana termasuk didalamnya deteksi kodebatang, normalisasi, koreksi perspektif untuk proses perekaman, pengenalan pola dan pendekodean. Desain Decoder Pendekodean kode-batang 2-D yang terekam atau tertangkap kamera, bingkai demi bingkai dan merekonstruksikanya menjadi kode aslinya. Desain Integrasi Keseluruhan Algoritma Mengintegrasikan algoritma secara keselurhan pada perangkat telepon kamera bergerak. Evaluasi Unjuk Kerja Sistem Evaluasi dari kinerja sistem ini secara keseluruhan.
ini. Kode Reed-Solomon ini secara luas banyak digunakan pada aplikasi komersial seperti CD, dan VCD. Cara kerja kode Reed-Solomon adalah sebagai berikut. Suatu (n,k) kode ReedSolomon dapat mengkodekan k simbol data dengan n-k simbol untuk koreksi kesalahan. Lebih jelasnya lagi adalah sebagai berikut. -jika lokasi simbol yang salah tidak diketahui lebih lanjut, kode Reed-Solomon mengkoreksi simbolsimbol sebanyak (n-k)/2 -jika lokasi simbol yang salah diketahui lebih lanjut maka kode Reed-Solomon mengkoreksi simbolsimbol sebanyaknya (n-k) Keuntungan lainnya dari kode Reed-Solomon adalah informasi dapat dikodekan dan didekodekan dengan menggunakan aritmatika larik Galois (Galois Field) yang hanya memprasyatkan operasi bilangan bulat. Hal ini sangat penting mengingat perangkat-perangkat bergerak seperti telepon genggam berkamera tidak mendukung operasi bilangan-bilangan pecahan.
A. Proses Pengkodean VCode 1). Partisi Data dan Indeks Frame Untuk mengkodekan file ringtone.wav menjadi VCode maka langkah pertama adalah file ringtone.wav dipartisi menjadi segmen-segmen kecil, diubah menjadi frame-frame kode visual lalu disusun secara sekuensial berupa video (Gambar3). Hal ini bisa divisualisasikan menjadi frame-frame pada suatu Kubus Data (Gambar 4). Indeks frame ditambahkan ke setiap frame berupa bit tambahan yang menjadi informasi urutan frame ketika dikodekan dan didekodekan.
III. ARSITEKSTUR RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK Pada bagian ini akan dideskripsikan perancangan dan implementasi perangkat lunak sistem baik pengkode (encoder) pada sisi desktop/workstation yang berupa panel layar datar maupun pendekode (decoder) pada sisi perangkat pengguna yaitu telepon-genggam-berkamera.
2). Proses Tampilan VCode Proses tampilan VCode adalah tampilan video pada panel monitor layar datar. Daripada menggunakan kode visual 2-D yang sudah ada seperti QR Code ataupun Datamatrix yang bersifat statis dan terbatas, maka akan didesain sendiri simbologi kode visual untuk meningkatkan kapastias datanya. Sebagaimana terlihat pada Gambar 5., kode visual simbologi barcode yang akan digunakan pada makalah ini terdiri dari dua bagian utama yaitu Pembatas Citra yang berfungsi sebagai deteksi pola kode dan Area Data itu sendiri. Area data terdiri dari sel-sel hitam dan putih, dan setiap sel membawa satu bit data yang direpresentasikan hitam dengan 0 dan putih dengan 1.
Arsitekstur Sistem (lihat Gambar 2) Desain Simbologi Kode Batang 2-D (2-D Barcode) Mendesain simbologi kode batang 2-D dengan mempertimbangkan berbagai variasi perangkat keras secara spesifik. Desain Encoder Mengembangkan pengkodean sedemikian sehingga data bisa dikodekan menjadi file dan sebisa mungkin ditampilkan berupa VCode. Desain komponen Display Mengembangkan bagian tampilan sedemikian sehingga kode visual bisa ditampilkan pada panel layar datar. Desain pengembangan komponen akuisisi dan pengolahan citra.
3
Data
Frame ke-n dari Kubus Data
Gambar 3. Partisi Data Gambar 6. Locator VCode (Pembatas Citra, garis hitam luar); sisi kanan adalah tampilan pembesarannya[4] 2). Koreksi Distorsi Persepsi Koreksi distorsi perspektif ini merupakan fungsi proyeksi dari suatu citra hasil rekam/pengunduhan. Yang didalamnya termasuk adanya fungsi transformasi affine sehingga bisa menghasilkan citra ideal sebagaimana aslinya. Langkah awal untuk korekai distorsi perspektif adalah mengkalkulasikan pemetaan antara citra ideal (citra tanpa perspektif) dengan citra non-ideal (citra hasil rekaman/pengunduhan) yang dapat dideksripsikan sebagai suatu matriks homogrsfi H antar bidang. Untuk setiap masukan matriks (i,j), maka peta koordinat homogen H untuk x = (i,j,1) pada koordinat X = Hx. Misalkan diketahui n matriks dengan masukan (xi ,yi, 1) T dan titik citra korespondensinya adalah (Xi, Yi,1)T, dimana i = 1,2,...,n. Cara klasik untuk mengkomputasikan H adalah dengan metode estimasi kehomogenan [6] [7]. Pertama-tama, ubah matriks H sebagai vektor h = (h11, h12, h13, h21, h22, h23, h31, h32, h33)T dan penuhi persamaan Mh = 0...(1) Dimana M ekivalen dengan
Gambar 4. Skema Kubus Data B.Akuisisi VCode Proses akusisi sangat tergantung pada parameter instrinsik kamera telepon genggam. Proses akuisisi ini harus bisa mengoptimalkan kecepatan transfer data yang sangat dipengaruhi oleh aspek resolusi kamera. Cara akusisi VCode sangat sederhana. Pengguna hanya tinggal mengarahkan kamera telepon-genggamnya pada panel layar datar yang menjalankan VCode tepat pada titik tengahnya sedemikian sehingga Pembatas Citra terlihat pada bidang kamera telepon genggam lalu merekamnya. Pada aplikasi yang sudah jadi, dekoder yang sudah tertanam dan terinstall pada telepon genggam akan menerjemahkan dan merekonstruksi menjadi file aslinya. Tapi pada makalah ini hanya dibatasi pada lingkungan set-up eksperimen di platform Matlab saja.
x1 0 x2 0 : : xn 0
C.Proses Pendekodean (Decoding) Sebelum didekodekan tiap frame harus diberi perlakuan koreksi perspektif, perbaikan dan peningkatan kualitas citra serta dikonversi menjadi citra biner. Identifikasi permasalahan yang muncul adalah adannya distorsi perspektif dan pencahayaan yang tidak merata. Distorsi perspektif ini disebabkan adanya pengambilan citra oleh kamera pengguna dimana bidang kamera tidak sejajar dengan bidang panel layar datar yang menampilkan VCode. Sedangkan pencahayaan yang kurang merata menyebabkan bagian tertentu dari frame citra menjadi sangat gelap dan bagian lainnya sangat terang. 1). Deteksi dan Penentuan Pembatas Citra Pembatas Citra atau Pola Lokator kode visual yang digunakan disini adalah berupa kotak hitam yang mengelilingi area data (Gambar6). Untuk mendeteksi ini bisa digunakan Transformasi Hough untuk hasil citra yang mempunyai sudut tidak sebidang dengan panel layar datar VCode. Sedangkan teknik rekayasa lainnya adalah dengan membaca bagian kiri, kanan, atas, dan bawah frame citra lalu diubah menjadi ukuran pixel aslinya untuk citra frame yang diatur dengan sudut sejajar pada waktu pengambilan / perekaman VCode.
y1 0 y2 0 : : yn 0
1 0 1 1 : : 1 0
0 x1 0 x2 : : 0 xn
0 y1 0 y2 : : 0 yn
0 1 0 1 : : 0 1
-x1X1 -x1Y1 -x2X2 -x2Y2 : : -xnXn -xnYn
-y1X1 -y1Y1 -y2X2 -y2Y2 : : -ynXn -ynYn
-X1 -Y1 -X2 -Y2 : : -Xn -Yn
(2) Jika n=4, h adalah vektor nol dari M maka akan didapati solusi unik untuk h (asumsi nilai magnitude h = 1 atau magnitude h33 = 1). Ini berarti hanya diperlukan keempat korrdinat pojok citra (P1, P2, P3, P4) untuk mengkomputasikan H sedemikian sehingga didapat citra ideal.(Lihat Gambar 7).
Gambar 7.(I). Citra ideal (II) Transformasi Affine (III). Transformasi Proyeksi Bidang.[4]
Gambar 5. Frame VCode[4] 4
3). Binerisasi Untuk setiap frame VCode akan dibaca nilai skala keabuannya. Lalu nilai-nilai skala keabuan ini akan dikonversikan menjadi biner (0 atau 1). Karena citra yang tertangkap/terekam oleh kamera berada pada pencahayaan yang tidak merata maka ambang batas tetap yang bersifat global tidak bisa dipakai untuk binerisasi ini. Untuk itu diperlukan ambang batas adaptif dalam binerisasi citra. Ambang batas adaptif ini bisa menggunakan algoritma kmeans clustering (k=2). Atau dengan cara lain, yaitu menggunakan metode Otsu dengan mengintegrasikan rekayasa pelindung citra (kapsul citra) berupa bidang putih luas yang menyelubungi citra sedemikian sehingga bisa menghilangkan efek bayang-bayang pada tiap pojok citra. Lihat Gambar 8 dan 9.
Figure’ Matlab dengan frame rate 20fps lalu direkam dengan menggunakan kamera ponsel Samsung GT-B3210 dalam waktu satu kali putaran. Hasilnya masing-masing adalah berupa file .mp4. File .mp4 ini lalu didekodekan pada lingkungan Matlab. Cara penghitungan berapa lama waktu yang dibutuhkan masing-masing ukuran frame adalah dengan menggunakan pewaktu stopwatch, dimana bersamaan dengan fungsi dekoder dijalankan (ditekan Enter) pewaktu stopwatch seketika itu pula dijalankan. Pewaktu stopwatch akan dihentikan jika file berformat .wav yang merupakan rekonstruksi sinyal VCode telah muncul pada lingkungan folder kerja Matlab. Jadi selisih waktu mulai dan berhenti dari pewaktu stopwatch itulah yang disebut waktu pendekodean. Perlu diketahui bahawasanya frame 48x64 dan 64x64 adalah jenis frame yang belum terkompresi. Untuk frame 48x64 setiap framenya terdiri dari 48 (50Bytes) sinyal suara, sedangkan frame 64x64 setiap framenya terdiri dari 64 sinyal suara (67Bytes). Untuk frame 36x54 dan frame 54x54, kedua frame ini sudah terkompresi. Dimana untuk frame 36x54 terdiri dari 108(112Bytes) sinyal suara, sedangkan frame54x54 terdiri dari 216 (224Bytes) sinyal suara. • Kapasitas Data dalam Satu Frame t (detik) 12
10.8
10
Gambar 8. Citra Hasil Potret Real-Time
7.8
8 6
kapsul citra
Locator/ Pembatas Citra
Total Waktu Pendekodean
6.32
5.8
4 2 Ukuran Frame
0 48x64
64x64
36x56
56x56
Gambar 10. Grafik Kecepatan Pendekodean untuk 20 frame yang diputar dalam 20fps Gambar 9. Kapsul Citra Tabel 1. Kecepatan Pendekodean untuk 20 frame yang diputar dalam 20fps Frame 48x64 64x64 36x54 54x54 t (detik) 5.82 7.86 6.32 10.84 Analisis yang bisa dikemukan dari hasil eksperimen ini (Gambar 10 dan Tabel1) bahwasanaya frame 48x48 bisa didekodekan paling cepat karena frame ini belum terkompresi sehingga program dekoder membacanya jauh lebih cepat Akan tetapi untuk frame 36x54 yang sudah terkompresi selisih waktunya terhadap frame 48x64 tidak jauh berbeda. Dengan demikian analisis lebih lanjut yang bisa dikemukakan adalah sangat memungkinkan membuat kode visual dengan kapasitas yang besar namun tetap bisa cepat untuk didekodekan atau ditransmisikan.
IV. IMPLEMENTASI A. Pengkode (Encoder) Encoder akan diimplementasikan berupa file figure movie pada desktop berupa video format .avi atau figure movie player pada lingkungan Matlab sebagai sumber informasi. B. Pendekode (Decoder) Decoder akan diimplementasikan pada platform Symbian dan diujikan pada Samsung GT-B3210 dengan parameter intrinsik kameranya adalah 2 Mpixel dimana file hasil unduhannya berupa video dengan fromat .mp4. V. EKSPERIMEN DAN ANALISIS A. Kecepatan Transmisi Data Skenario eksperimen pada bagian ini berkenaan dengan kapasitas data dalam tiap frame. Akan dibuat empat ukuran kode visual VCode untuk Lebar X Tinggi yaitu 48x64, 64x64, 36x54, dan 54x54. Masing-masing dari jenis ukuran citra ini berjumlah 20 frame dan akan dijalankan pada ’Movie Player
B. Kehandalan (Robustness) Skenario pengujian yang akan dilakukan pada bagian ini adalah memberi perlakuan kode visual dengan kekontrasan yang berbeda-beda. Ada 10 citra asli yang masing-masing mempunyai level kekontrasan yang berbeda satu dengan lainnya, dimana level kekontrasan diturunkan secara 5
bertahap dari 0-100 dengan nilai penurunan setiap 10. Masingmasing citra ini ditampilkan pada lingkungan Matlab sebagai citra sumber lalu dipotret dengan kamera ponsel. Akan didapatkan 10 citra hasil potret dengan level kekontrasan yang berbeda. Masing-masing citra hasil pemotretan ini didekodekan pada lingkungan Matlab. Dari situ akan diketahui citra hasil potret mana yang tidak bisa didekodekan. Salah satu parameter analisisnya adalah nilai minimal dan maksmal selang keabuan dari citra-citra tersebut. • Kekontrasan Citra
VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada makalah ini, telah didemonstrasikan bahwasanya kamera dapat digunakan sebagai kanal data alternatif untuk proses transfer dan pertukaran data pada telepon genggam (handphone). Kontribusi utama dari makalah ini adalah menyajikan metode baru skema transfer data pada telepon genggam untuk mengunduh data khsususnya data audio berupa ringtone ketika kanal komunikasi lainnya bermasalah atau tidak tersedia, meskipun masih dalam kerangka kerja pada lingkungan platform Matlab dimana dekodernya belum ditanam pada ponsel. Saran Metode ini bisa diujikan pada riset lanjut dengan berbagai macam konten data seperti Java games, film (audiovideo), teks, maupun gambar. Pengembangan lebih lanjut bisa dengan membuat algoritma kode visual yang lebih handal dan berkapasitas besar serta encoder dan decoder yang efektif dan efisien. Selain itu kecepatan transfer datanya bisa ditingkatkan dengan membuat representasi selain warna hitam dan putih, misalkan dengan lima warna utama RGB dan hitam putih. Bisa juga dengan mengintegrasikan faktor kompresi data. DAFTAR PUSTAKA
Gambar 11. Pengaturan kekontrasan citra Selama eksperimen (Gambar 11), dapat diketahui bahwasanya pengaruh cahaya luar, baik pada sumber citra yang dicetak maupun yang terdapat pada monitor panel layar datar , tidak berpengaruh secara signifikan. Kekontrasan ini merupakan resultan dari pencahayaan lingkungan, cahaya dari layar monitor dan cahaya dari lampu kamera pada telepongenggam. Artinya, selama citra masih dalam batas bisa dibedakan oleh program antara warna putih dan hitam,maka citra masih dapat didekodean dengan baik. Meskipun sebenarnya secara kasat mata warna hitam dan putih secara samar-samar masih dapat dibedakan oleh mata, namun pada level kekontrasan tertentu porgam tidak dapat membaca citra tersebut. Dengan demikian jika kekontrasan citra terlalu rendah (semakin gelap) maka pixel/elemen kotak hitam dan putih akan semakin berdekatan dan sulit untuk dibedakan. Frame Terbaca
140 120 100 80 60 40 20 0
[1].h ttp://en.wikipedia.org/wiki/Data_matrix_%28compute 29 [2]. http://id.wikipedia.org/wiki/QR_Code [3]. http://reader.kaywa.com/ [4]. Liu,Xu; Doermann,David; Li, Huiping.”VCode Pervasive Data Transfer Using Video Barcode”. IEEE Transaction on Multimedia Vol. 10 No. 3 April 2008. [5] Gartner, Agustus 2010
Frame Rusak
Selisih Nmax-Nmin
http://www.se-indo.net/showthread.php/10491-NokiaSamsung-Lg-Masih-Rajai-Ponsel-Dunia2010
1
2
3
4
5
6
7
8
9
[6]. A. Criminisi, I.Reid, dan A. Zisserman, “A plane measuring device”, ImageVis. Comput.,vol 17, No 8,pp.625-634,1999 [7].R. M. Haralick, “Determining camera parameters from the perspective projection of a rectangale”, Pattern Recognit.,vol. 22 No. 3 pp. 225-230. Deddy KURNIADY saat ini sedang akan menyelesaikan studi S-1 di Jurusan Teknik Elektro Bidang Studi Mayor Telekomunikasi Multimedia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Bidang penelitian tugas akhir miliknya berkaitan dengan komputer visi dan pola perekaman serta pengenalan pola yang terkonsentrasi pada efisisensi dan efektifitas algoritma pada perangkat telepon bergerak berkamera khususnya pada pembuatan kanal baru alternatif untuk proses transfer data antar perangkat telepon. Komunikasi dengannya bisa dilakukan melalui email di
[email protected].
10
Level Kekontrasan Gambar 12. Grafik Kekontrasan vs Selisih Max-Min Skala Keabuan Tabel 2 Level Kekontrasan dan Nilai Skala Keabuannya 1 0122
2 0120
3 1122
4 0119
5 0118
6 0113
7 0112
8 0109
9 0108
10 2113
Biasanya kekontrasan citra didefinisikan sebagai selang jarak nilai minimal dan maksimal skala keabuan citra. Sedikit saja pengaruh derau cahaya pada citra maka akan mengubah selang nilai minimal dan maksimal skala keabuan citra. Pada eksperimen ini jika selang jarak nilai minimal dan maksimal skala keabuan citra kurang dari 133 maka citra tidak bisa dididekodekan/terbaca.
6