VOL. 1, NO. 2, JULI 2007
ISSN: 1978 - 3116
EKONOMI & BISNIS VOL. 1, NO. 2, JULI 2007 : 67-118
DAMPAK EKONOMI PEMBANGUNAN PERUMAHAN CASA GRANDE DI KABUPATEN SLEMAN TERHADAP MASYARAKAT DI LUAR PERUMAHAN, TAHUN 2000-2005 (Studi kasus di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman)
Christiana Rini Puspitasari PENGARUH PENDUKUNG ONLINE PADA WEB SITE PENYEDIA LAYANAN TELEKOMUNIKASI DALAM MENINGKATKAN LOYALITAS PELANGGAN Ni Nengah Ami Estikasari ANALISIS DESKRIPTIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI D.I. YOGYAKARTA, TAHUN 2004-2005 Asri Wening Handayani dan Rudy Badrudin INTERPERSONAL NETWORK: KETERKAITANNYA DENGAN PERSONALITY DAN KINERJA BERDASARKAN SUDUT PANDANG SOCIAL RESOURCES THEORY Wisnu Prajogo ANALISIS PERTUMBUHAN EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS EKONOMI Algifari KONTROVERSI PENGGUNAAN RISK-ADJUSTED DISCOUNT RATES (RADR) UNTUK MENDISKONTOKAN CASH FLOWS DALAM CAPITAL BUDGETING Y. Supriyanto
JEB
VOL. 1
NO. 2
Hal. 67-118
JULI 2007
ISSN: 1978 - 3116
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 1, No. 2, Juli 2007
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) EDITOR IN CHIEF Prof. Dr. Djoko Susanto, MSA., Akuntan STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL BOARD MEMBERS Dr. Baldric Siregar, MBA., Akuntan STIE YKPN Yogyakarta
Dr. Soeratno, M.Ec. Universitas Gadjah Mada
Dr. Dody Hapsoro, MSPA., MBA., Akuntan STIE YKPN Yogyakarta
Dr. Harsono, M.Sc. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
MANAGING EDITORS Dra. Sinta Sudarini, MS., Akuntan STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL SECRETARY Drs. Rudy Badrudin, M.Si. STIE YKPN Yogyakarta PUBLISHER Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1100 Fax. (0274) 486155 EDITORIAL ADDRESS Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155 http://www.stieykpn.ac.id O e-mail:
[email protected] Bank Mandiri atas nama STIE YKPN Yogyakarta No. Rekening 137 – 0095042814
Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) terbit sejak tahun 2007. JEB merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN) Yogyakarta. Penerbitan JEB dimaksudkan sebagai media penuangan karya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasil penelitian di bidang ekonomi dan bisnis. Setiap naskah yang dikirimkan ke JEB akan ditelaah oleh MITRA BESTARI yang bidangnya sesuai. Daftar nama MITRA BESTARI akan dicantumkan pada nomor paling akhir dari setiap volume. Penulis akan menerima lima eksemplar cetak lepas (off print) setelah terbit. JEB diterbitkan setahun tiga kali, yaitu pada bulan Maret, Juli, dan Nopember. Harga langganan JEB Rp7.500,- ditambah biaya kirim Rp12.500,- per eksemplar. Berlangganan minimal 1 tahun (volume) atau untuk 3 kali terbitan. Kami memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam mengarsip karya ilmiah dalam bentuk electronic file artikel-artikel yang dimuat pada JEB dengan cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (http://www.stieykpn.ac.id).
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 1, No. 2, Juli 2007
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
DAFTAR ISI
DAMPAK EKONOMI PEMBANGUNAN PERUMAHAN CASA GRANDE DI KABUPATEN SLEMAN TERHADAP MASYARAKAT DI LUAR PERUMAHAN, TAHUN 2000-2005 (Studi kasus di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman) Christiana Rini Puspitasari 67-75 PENGARUH PENDUKUNG ONLINE PADA WEB SITE PENYEDIALAYANAN TELEKOMUNIKASI DALAM MENINGKATKAN LOYALITAS PELANGGAN Ni Nengah Ami Estikasari 77-86 ANALISIS DESKRIPTIFANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI D.I. YOGYAKARTA, TAHUN 2004-2005 Asri Wening Handayani dan Rudy Badrudin 87-97 INTERPERSONAL NETWORK: KETERKAITANNYA DENGAN PERSONALITY DAN KINERJA BERDASARKAN SUDUT PANDANG SOCIAL RESOURCES THEORY Wisnu Prajogo 99-103 ANALISIS PERTUMBUHAN EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS EKONOMI Algifari 105-112 KONTROVERSI PENGGUNAAN RISK-ADJUSTED DISCOUNT RATES (RADR) UNTUK MENDISKONTOKAN CASH FLOWS DALAM CAPITAL BUDGETING Y. Supriyanto 113-118
ISSN: 1978-3116 DAMPAK EKONOMI PEMBANGUNAN PERUMAHAN CASA GRANDE............... (Christiana Rini Puspitasari)
Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Hal. 67-75
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
DAMPAK EKONOMI PEMBANGUNAN PERUMAHAN CASA GRANDE DI KABUPATEN SLEMAN TERHADAP MASYARAKAT DI LUAR PERUMAHAN, TAHUN 2000-2005 (Studi Kasus di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman) Christiana Rini Puspitasari Bappeda Kabupaten Sleman, Jalan Parasamya Nomor 1, Beran, Sleman, Yogyakarta 55511 Telepon +62 274 868800, 869533, Fax +62 274 868800 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This research aims to discover an impact of economies the build of Casa Grande Housing to out of the community of property at the Region of Sleman in 20002005 especially to analyze the income development level per family per day before and after the build of housing to know how much the level of work opportunity creation after the build of housing, and to know how far utilities public sector give to out of the community of property. In accordance to the analysis result the income per family per day to community out of Casa Grande Housing before in among of Rp269,591,- and after there are property became to Rp323,500,- the means income per family per day to community out of Casa Grande Housing increase to be Rp53,909,-. The analysis result to be there are property is able to create to be work opportunity and a new business opportunity. It is the fact that the government with stake holders should more build to housing in accordance Development Plan the Region of the Government will be open to productive economies and work opportunity to out of community will be increase the income in accordance the good live standard. The Region of Government must be to look many public facilities than more good better and will be can useful to all community out and in the property. Keywords: work opportunity, the income per family level
PENDAHULUAN Pembangunan di Kabupaten Sleman mengalami pertumbuhan yang cukup pesat karena Kabupaten Sleman mempunyai banyak kelebihan, misalnya banyaknya Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, obyek wisata yang mempesona, serta usaha di bidang properti yang menarik dan menjanjikan bagi investor. Kabupaten Sleman merupakan wilayah hulu Provinsi DIY dengan Luas wilayah 574,82 km2 atau 18% dari luas wilayah Provinsi DIY. Kabupaten Sleman terdiri 17 wilayah kecamatan, 86 desa dan 1.212 dusun. Berdasarkan data Kantor Badan Pengendalian Pertanahan Daerah (BPPD) Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa kawasan Kecamatan Depok Kabupaten Sleman merupakan kawasan yang paling banyak mengalami perubahan pertumbuhan wilayah. Oleh karena itu, kawasan Kecamatan Depok dipilih peneliti sebagai bahan dan obyek penulisan penelitian ini. Proporsi penggunaan lahan Tahun 2004, sawah 23.255 ha, tegalan 6.417 ha, pekarangan 18.956 ha, dan lain-lain 8.854 ha. Jumlah luas lahan sawah di Kabupaten Sleman mengalami penurunan rata-rata 10,75%. Perubahan fungsi lahan di Kabupaten Sleman paling banyak terjadi di Kecamatan Depok. Rata-rata jiwa per rumah tangga 3,83 artinya setiap rumah tangga dihuni 4 orang.. Berdasarkan data penduduk awal tahun, migrasi, penduduk akhir tahun, dan pertambahannya per kecamatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2002-2004 menunjukkan bahwa Kecamatan
67
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 67-75
Depok memiliki jumlah penduduk sebanyak 115.109 jiwa pada awal tahun dan 117.281 jiwa di akhir tahun 2004 dengan pertambahan jiwa 2.172 jiwa atau 1,89%. Migrasi di Kecamatan Depok mempunyai jumlah pendatang terbesar yaitu 2.679 jiwa dan jumlah penduduk pindah 1.459 jiwa pada tahun 2004. Setelah melihat data perubahan peralihan fungsi lahan, tata guna tanah, jumlah penduduk, dan persebaran penduduk di Kabupaten Sleman, peneliti tertarik untuk meneliti dampak ekonomi yang akan terjadi dengan adanya pembangunan perumahan di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Peneliti tertarik untuk meneliti apakah terjadi peningkatan atau penurunan pendapatan masyarakat di sekitarnya, apakah terjadi peluang kesempatan kerja terhadap masyarakat di sekitarnya, serta seberapa besar manfaat yang diperoleh masyarakat di luar perumahan dengan berdirinya perumahan di wilayah tersebut. Untuk membatasi lingkup yang akan diteliti, penulis memfokuskan kepada masyarakat di sekitar lingkungan Perumahan Casa Grande dengan jarak radius maksimum dua kilometer sebagai obyek dalam penelitian ini. Berdasar penjelasan pendahuluan maka dirumuskan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui (1) Perkembangan tingkat pendapatan per KK sebelum dan sesudah adanya pembangunan Perumahan Casa Grande, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman; (2) Tingkat penciptaan kesempatan kerja setelah adanya pembangunan Perumahan Casa Grande, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman; dan (3) Seberapa banyak manfaat yang didapatkan masyarakat yang berada di luar Perumahan Casa Grande, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah (1) Untuk menganalisis dampak pembangunan Perumahan Casa Grande terhadap perkembangan aspek ekonomi terhadap masyarakat di luar perumahan pada periode sebelum dan setelah adanya pembangunan perumahan di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman; (2) Untuk menambah bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam pemanfaatan perumahan sebagai bagian dari penunjang untuk peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya dalam bidang perumahan dan pemukiman di Kabupaten Sleman; dan (3) Sebagai informasi untuk memberikan gambaran bagi
68
pengembang pembangunan perumahan di Kabupaten Sleman sehingga sesuai dengan kondisi lingkungan sosial ekonomi bagi masyarakat sekitar. MATERI DAN METODE PENELITIAN Dampak positif bagi masyarakat adalah penyerapan tenaga kerja. Dampak negatif yang ditimbulkan bergesernya pola konsumsi masyarakat desa menjadi lebih konsumtif (demonstration effect negatif). Kehidupan masyarakat desa yang guyup rukun dan gotong royong menjadi lebih individualistik dan hedonis. Menurut Kirmanto, isu-isu perkembangan permukiman yang ada pada saat ini adalah (1) Adanya perbedaan peluang antarpelaku pembangunan yang ditunjukkan dengan terjadinya ketimpangan layanan infrastruktur, layanan perkotaan, perumahan, dan ruang untuk kesempatan berusaha (2) Konflik kepentingan yang disebabkan kebijakan yang memihak kepada kepentingan suatu kelompok; (3) Lokasi tanah dan ruang yang kurang tepat; (4)Terjadinya masalah lingkungan yang serius pada daerah tingkat urbanisasi, dan industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam; dan (5) Tersisihnya komunitas lokal karena orientasi pembangunan yang terfokus pada pengejaran target proyek pembangunan baru (Kirmanto, 7-11 : 2002). Teori lokasi pertama adalah yang dikenal sebagai proses pembentukan sistem kota (Reksohadiprodjo dan Karseno, 1997: 72). Pusat kota itu ada karena berbagai jasa penting harus disediakan bagi tanah atau lingkungan sekitarnya. Kegiatan desa yaitu pemakaian ekstensif tanah untuk pertanian dan tidak ada ekonomi aglomerasi. Kegiatan kota yaitu pemakaian intensif tanah sifatnya ekonomi aglo-merasi. Mereka yang melakukan kegiatan-kegiatan tersebut saling membutuhkan hasil kegiatan masing-masing. Kualitas tanah sama dan ongkos transfer proporsional dengan jarak. Kegiatan desa dan permintaan terhadap hasil kota berdistribusi yang sama. Menurut Tarigan (2005:122-123), teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara
DAMPAK EKONOMI PEMBANGUNAN PERUMAHAN CASA GRANDE............... (Christiana Rini Puspitasari)
keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value). Berdasarkan tinjauan pustaka di atas disusun landasan teori dan kerangka konseptual penelitian sebagai pokok-pokok pikiran dari tinjauan pustaka. Pembangunan perumahan yang pesat di Kabupaten Sleman sebagai salah satu upaya memenuhi kebutuhan dasar telah memberikan peluang bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi yang dapat memberikan pendapatan yang memadai. Menurut Kirmanto, pembangunan perumahan dan permukiman mampu mendorong lebih dari seratus macam kegiatan industri (Kirmanto, 5-7: 2002). Menurut Ibnu Subiyanto, Pemerintah Kabupaten Sleman mempersilahkan pembangunan real estate kelas menengah ke atas untuk menciptakan demand (permintaan) pasar property, serta untuk mengkongkretkan permintaan atas rumah yang makin tinggi di Sleman. Hal ini akan memperkuat perekonomian masyarakat, karena pembangunan rumah/real estate berarti memunculkan kesempatan kerja dan penguatan uang riil (Ibnu Subianto, 3: 2005). Dampak suatu pembangunan yang menyangkut kehidupan masyarakat dapat berupa dampak fisik, sosial, maupun ekonomi (BPS, 1999). Penelitian ini menggunakan 2 alat analisis, yaitu uji statistik dan deskriptif. Uji statistik untuk menguji tujuan pertama digunakan alat analisis statistik, yaitu uji beda dua rata-rata (mean) dengan jumlah sampel (n1; n2 e” 30). Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis tujuan penelitian kedua dilihat dari tolok ukur aspek dampak pembangunan perumahan yang mampu menciptakan kesempatan kerja: (1) persentase jumlah KK perubahan yang terjadi dengan adanya perumahan; (2) persentase jumlah KK menyatakan setuju dengan adanya pembangunan perumahan; (3) persentase jumlah KK menyatakan mempunyai usaha produktif setelah ada perumahan; (4) persentase jumlah KK sebelum ada perumahan belum bekerja dan mendapat pekerjaan setelah ada perumahan; serta (5) persentase jumlah KK berpendapat dengan adanya perumahan ini mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Analisis tujuan penelitian ketiga dilihat dari tolok ukur aspek dampak pembangunan perumahan terhadap manfaat pada masyarakat sekitar perumahan yaitu persentase jumlah KK yang menyatakan mendapat manfaat dengan adanya pembangunan perumahan di wilayahnya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Wawancara dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada warga atau masyarakat yang berada di luar kawasan perumahan di daerah Maguwoharjo, Depok, Sleman. Sampling design yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Pemilihan sampel dilakukan kepada penduduk asli atau warga masyarakat di luar Perumahan Casa Grande yang tinggal atau menetap di wilayah tersebut minimal sebelum tahun 2000, sehingga dapat membandingkan keadaan sebelum dan setelah adanya pembangunan Perumahan Casa Grande. Banyaknya penduduk ketiga dusun yaitu Dusun Pugeran, Karangnongko, dan Krodan yang berada di dekat Perumahan Casa Grande adalah 1333 jiwa, sedangkan penduduk asli adalah 60% atau sebanyak kurang lebih 700 jiwa. Berdasar pertimbangan tiga kepala dusun setempat maka dipilihlah 11 RT yaitu RT 3, 5, 8, dan 11 untuk Dusun Pugeran, RT 9, 10, dan 11 untuk Dusun Karangnongko, dan RT 12,13,14, dan 15 untuk Dusun Krodan. Masing-masing tiap RT di Dusun Pugeran dan Karangnongko dipilih 10 KK dengan pertimbangan bahwa responden terpilih dianggap cakap untuk diajak diskusi. Sedangkan untuk Dusun Krodan dipilih masing-masing untuk RT 12 sebanyak 6 KK serta RT 13,14, dan 15 masing-masing sebanyak 5 KK. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 91 KK. Jarak radius dua kilometer dari obyek penelitian ini dianggap paling banyak mendapat dampak atau pengaruh dari pembangunan Perumahan Casa Grande. Dampak atau pengaruh tersebut meliputi; a) pendapatan masyarakat sekitar; b) peluang kesempatan kerja baru; dan c) penciptaan lapangan usaha baru. Variabel Operasional Penelitian, yaitu (1) Perumahan kelas menengah ke atas di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman tahun 20002005 dengan jumlah kavling lebih dari 20 unit rumah, Perumahan Casa Grande; (2) Pendapatan per KK adalah jumlah pendapatan yang diperoleh satu keluarga per hari masyarakat di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman yang berada di luar perumahan; dan (3) Kesempatan kerja adalah peluang yang dimiliki oleh seseorang warga masyarakat di luar perumahan di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman untuk melakukan kegiatan ekonomi sehingga memperoleh penghasilan. Metode pengumpulan data
69
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 67-75
dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan jalan mendatangi responden (sample) yang dianggap mewakili, melakukan wawancara, dan menyebarkan kuesioner penelitian. Untuk mendapatkan gambaran lokasi penelitian dalam penelitian ini maka dijelaskan deskripsi wilayah dan keadaan sosial ekonomi Kabupaten Sleman secara umum, yaitu (1) deskripsi wilayah, Kabupaten Sleman terdiri dari 17 wilayah kecamatan, 86 desa, dan 1.212 dusun. Kecamatan Depok merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan di Kabupaten Sleman yang mempunyai 3 Desa, yaitu Desa Maguwoharjo, Desa Caturtunggal, dan Desa Condongcatur. Desa Maguwoharjo merupakan desa yang dipilih banyak investor dalam mengembangkan usaha properti kelas menengah ke atas seperti Perumahan Casa Grande yang mulai dibangun Tahun 2003 dengan 464 unit kavling, harga paling rendah satu unit rumah adalah Rp1.000.000.000,- dengan jenis tipe terkecil 195/240; (2) keadaan sosial ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) dengan tahun 2000 sebagai tahun dasar mengalami kenaikan rata-rata per tahun 4,56% yaitu dari Rp1.453,85 milyar tahun 2000 menjadi Rp1.737,75 milyar tahun 2004. PDRB per kapita menurut harga konstan (ADHK) dengan tahun 2000 sebagai tahun dasarnya meningkat 13,50% atau rata-rata per tahun 3,22% yaitu dari Rp1.710.058 tahun 2000 menjadi Rp1.940.911 tahun 2004. Sektor yang menjadi penyumbang paling dominan bagi perekonomian Kabupaten Sleman selama tahun 2000-2004 adalah sektor konstruksi. Jumlah penduduk di Kabupaten Sleman pertengahan tahun 2004 menurut BPS Kabupaten Sleman 895.327 jiwa terdiri 443.471 jiwa laki-laki dan 451.856 jiwa perempuan, berhimpun dalam keluarga (rumah tangga) 232.519. Kecamatan Depok mempunyai jumlah penduduk 115.109 jiwa penduduk pada awal tahun dan 117.281 jiwa di akhir tahun 2004 dengan pertambahan jiwa 2.172 jiwa atau 1,89%. Migrasi yang terjadi di Kecamatan Depok mempunyai jumlah pendatang terbesar yaitu 2.679 jiwa dan jumlah penduduk yang pindah sebesar 1.459 jiwa pada tahun 2004. Desa Maguwoharjo merupakan salah satu desa dari tiga desa di Kecamatan Depok, yang mempunyai luas wilayah 15.010 km2 dengan jumlah penduduk 25.389 jiwa dan kepadatan penduduk 1.691 jiwa per km2. Desa
70
ini merupakan desa yang paling padat jumlah penduduknya dibandingkan dengan kedua desa lainnya di Kecamatan Depok. HASILANALISIS Data yang terkumpul melalui kuesioner dan wawancara kepada 91 responden masyarakat yang berada di luar Perumahan Casa Grande dapat dianalisis berdasarkan 4 kelompok, yaitu (1) identitas responden; (2) profil responden sebelum ada perumahan; (3) profil responden setelah ada perumahan; dan (4) manfaat penyediaan fasilitas umum dengan adanya perumahan. Penjelasan responden sebanyak 91 KK sebagai sampel dari populasi sebanyak 1.333 KK adalah sebagai berikut (1) usia responden, responden yang berusia 20-30 tahun 8 KK atau 9%, responden dengan usia 3150 tahun 52 KK atau 57%, sedangkan responden dengan usia lebih dari 51 tahun 31 KK atau 34%; (2) pekerjaan, komposisi jenis pekerjaan reponden meliputi, 13 KK petani atau 14%, buruh 10 KK atau 11%, dagang 1 KK atau 1%, PNS 22 KK atau 24%, TNI 2 KK atau 2%, wiraswasta 3 KK atau 3%, pensiunan 1 KK atau 1%, swasta 25 KK atau 28%, guru/dosen 2 KK atau 2% dan lainnya (mahasiswa, belum bekerja, baru saja tamat sekolah, serta tenaga part time)) sebanyak 12 KK atau 14%; (3) jenjang pendidikan, berdasarkan komposisi jenjang pendidikan responden, responden menyatakan tidak dapat menamatkan sekolah ditingkat Sekolah Dasar 9 KK (10%), 10 KK (12%) tamat SD, SLTP 13 KK (15%), SLTA 37 KK (39%), D2 dan D3 5 KK (5%), serta Sarjana 17 KK (19%). Profil responden sebelum ada perumahan, yaitu jumlah keluarga yang mempunyai kegiatan ekonomi produktif diperoleh hasil bahwa masyarakat di luar perumahan yang mempunyai usaha produktif sebelum ada perumahan di wilayah mereka 13 KK dan 78 KK tidak mempunyai usaha produktif. Responden yang menyatakan mempunyai usaha produktif menggunakan modal kurang dari Rp500.000,- sebanyak 2 KK, modal antara Rp500.000,- - Rp1.000.000,- 2 KK, modal antara Rp1.000.000,- - Rp2.000.000,- 1 KK, serta dengan modal lebih dari Rp2.000.000,- 8 KK. Jumlah anggota keluarga yang bekerja, dalam satu keluarga menyatakan sudah atau ada yang bekerja 55 KK dan 36 KK tidak atau belum ada yang bekerja. Selain kepala keluarga, ayah atau suami yang bekerja 26 KK, ada 25 KK yang
DAMPAK EKONOMI PEMBANGUNAN PERUMAHAN CASA GRANDE............... (Christiana Rini Puspitasari)
menyatakan istri atau ibu bekerja, sedangkan 6 KK menyatakan anak dalam keluarga sudah bekerja dan 3 KK menyatakan saudara mereka yang tinggal dalam satu rumah tersebut sudah bekerja sebelum ada perumahan. Penghasilan KK per hari dan tabungan diperoleh data 1 KK menyatakan tidak ada penghasilan, 4 KK penghasilan kurang dari Rp10.000,-/hari, 10 KK penghasilan hanya Rp10.000,-/hari, dan 76 KK penghasilan lebih dari Rp10.000,-/hari. Pendapatan ratarata per hari Rp269.591,-. Keluarga yang menyatakan sudah dapat menabung atau menyisihkan sebagian penghasilannya 34 KK dan yang menyatakan tidak dapat atau belum dapat menyisihkan sebagian penghasilannya 57 KK. Tempat berbelanja dan cara berbelanja memberi gambaran mengenai kemampuan responden dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Diperoleh hasil sebanyak 4 KK berbelanja pada pedagang keliling, 52 KK berbelanja pada pasar desa, 68 KK berbelanja di warung, dan 26 KK berbelanja di supermarket. Cara beli yang digunakan responden adalah 45 KK menyatakan mampu membeli peralatan rumah tangga (sepeda motor, mebel, TV, dan lain-lain) menggunakan cara tunai, 62 KK menyatakan dengan cara kredit, dan 1 KK menyatakan selain tunai dan kredit yaitu meminta kepada orang tua. Profil responden setelah ada perumahan yaitu responden yang menyatakan tidak tahu sama sekali bahwa mereka mengetahui adanya perubahan yang terjadi dengan adanya perumahan di wilayahnya 1 KK, kurang jelas 8 KK, sekedar tahu sebanyak 46 KK, dan sangat jelas tahu adanya perubahan sebanyak 35 KK. Responden mengetahui adanya perubahan 18 KK mendapat informasi dari perangkat desa, 76 KK dari warga masyarakat lingkungan sekitar perumahan, 52 KK dari perasaan hati atau diri sendiri, serta 3 KK mengetahui dari surat kabar atau media masa. Perubahan dan kecenderungan yang dirasakan responden sebanyak 55 KK menyatakan perubahan mengenai masalah ekonomi, 9 KK menyatakan perubahan situasi dan kondisi, 77 KK masalah lingkungan sekitar, serta 3 KK pola hidup atau perilaku warga. Responden yang menyatakan mempunyai kecenderungan positif 58 KK, kecenderungan negatif 60 KK, dan yang menyatakan tidak tahu 6 KK. Tanggapan responden terhadap pembangunan perumahan memberikan informasi bahwa masyarakat
sekitar perumahan mempunyai beberapa pendapat yang menyatakan setuju dan tidak setuju adanya keberadaan pembangunan pembangunan. Responden yang menyatakan setuju 37 KK, kurang setuju 56 KK, tidak setuju 4 KK, serta yang menyatakan lain-lain (tata ruang dan wilayah tersusun rapi sesuai rencana pemda) tidak ada. Sebagian dari responden yang menyatakan setuju mempunyai alasan dapat ikut menikmati fasilitas umum dan fasilitas sosial penunjang perumahan 10 KK, dengan alasan mampu menambah lapangan usaha baru 31 KK , mampu menciptakan lapangan kerja 58 KK, serta alasan membuat kenaikan harga tanah sekitar sebanyak 10 KK. Responden yang menyatakan tidak setuju dengan alasan wilayah akan menjadi padat adalah sebanyak 5 KK, yang menyatakan terjadi gap sebanyak 40 KK dan yang menyatakan hasil pertanian menurun sebanyak 13 KK yang ternyata yang beralasan ini adalah yang mempunyai pekerjaan sebagai petani. Pemahaman responden dengan istilah dampak ekonomi sejumlah 44 KK menyatakan mengetahui maksud dari istilah dampak ekonomi tersebut dan yang tidak mengetahui 43 KK. Kegiatan ekonomi produktif, modal, dan asal modal responden setelah adanya perumahan sebanyak 18 KK memiliki usaha produktif, 67 KK tidak memiliki usaha produktif, dan sudah mempunyai usaha produktif sebelum ada perumahan 6 KK. Modal responden bagi yang memiliki usaha produktif Rp500.000,- sampai dengan Rp1.000.000,- 5 KK, Rp1.000.000,- - Rp2.000.000,- 5 KK dan responden dengan modal lebih dari Rp2.000.000,- 8 KK. Asal modal, 2 KK dari orang tua atau warisan, 4 KK meminjam famili atau saudara ataupun keluarganya, 1 KK meminjam koperasi, 3 KK meminjam bank, serta 11 KK mengambil simpanan atau tabungan pribadi. Pencari nafkah setelah ada perumahan menurut pernyataan responden yang mendapat pekerjaan setelah adanya perumahan 50 KK dan yang menyatakan tidak 41 KK. 50 KK mendapat pekerjaan setelah adanya perumahan ada 6 KK yang bekerja adalah suami atau ayah, 10 KK yang bekerja istri, 5 KK yang bekerja anak atau saudara kandung, serta 33 KK yang bekerja adalah saudara ataupun tetangga. Penghasilan KK rata-rata per hari dan tabungan yang diperoleh responden setelah adanya perumahan 62 KK menyatakan sama saja, 1 KK kurang dari Rp10.000,- per hari, 1 KK hanya Rp10.000,- per hari, serta 27 KK berpenghasilan lebih
71
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 67-75
dari Rp10.000,- per hari dengan rata-rata pendapatan per hari responden sebanyak Rp323.500,-. Keluarga yang menyatakan sudah dapat menabung atau menyisihkan sebagian penghasilannya 35 KK dan yang menyatakan tidak dapat atau belum dapat menyisihkan sebagian penghasilannya 56 KK. Jumlah penciptaan lapangan kerja mampu menciptakan lapangan pekerjaan adalah 81 KK sedangkan yang menyatakan tidak mampu menciptakan lapangan kerja adalah 10 KK. Lapangan kerja yang tercipta berlokasi di dalam dan di luar perumahan. Sebanyak 76 KK menyatakan di dalam perumahan, 43 KK menyatakan berlokasi di luar perumahan, dan di dalam maupun di luar sebanyak 28 KK. Lokasi penciptaan lapangan kerja dan jenis pekerjaa ada beberapa macam jenis pekerjaan yang tercipta di dalam perumahan. Responden yang menyatakan sebagai satpam atau petugas jaga malam 74 KK, sebagai tukang cuci dan setrika 54 KK, sebagai pembantu rumah tangga atau tukang kebun 17 KK, sebagai baby sitter 1 KK, sebagai sopir 8 KK, sebagai tenaga pocokan 28 KK, sebagai penjual keliling 8 KK, dan yang menyatakan jenis pekerjaan selain yang tersebut di atas tidak ada. Jenis pekerjaan yang tercipta di luar perumahan menurut responden, yang menyatakan jenis pekerjaan sebagai penjaga wartel 29 KK, jenis pekerjaan sebagai pramuniaga toko atau warung kelontong 69 KK, sebagai tukang becak atau ojek 5 KK, sebagai penjual atau pedagang keliling 5 KK, dan yang menyatakan jenis pekerjaan selain yang tersebut di atas ada 2 KK. Manfaat adanya perumahan yang dapat dirasakan warga di luar perumahan dapat berupa fasilitas umum seperti lampu penerangan, jaringan telepon, jaringan PDAM, ataupun konblokisasi. Ternyata pernyataan responden didapatkan tidak ada yang merasakan berkelimpahan manfaat yang diperoleh warga di luar perumahan, sedangkan yang merasa menerima banyak manfaat 44 KK, merasakan sedikit sekali manfaatnya 42 KK, merasakan tidak ada manfaatnya 5 KK. Fasilitas umum yang disediakan pemerintah daerah dalam rangka adanya perumahan menurut 3 KK responden tidak memadai, 39 KK kurang memadai, 22 KK cukup memadai, tidak ada responden yang menyatakan sangat memadai, serta 27 KK menyatakan bahwa fasilitas umum dari pemerintah daerah sudah ada sebelum ada perumahan.
72
PEMBAHASAN Uji ini digunakan untuk melihat perbedaan pendapatan masyarakat yang berada di luar Perumahan Casa Grande sebelum dan setelah adanya perumahan tersebut per KK dengan jarak radius maksimal 2 km tersebut. Semenjak adanya perumahan terlihat adanya peningkatan yang signifikan nilai nominal pendapatan yang sejalan dengan semakin besarnya pendapatan per KK. Berdasarkan data 91 KK diketahui rata-rata pendapatan per KK sampel sebelum dan sesudah adanya perumahan di 3 dusun, yaitu uji beda dua ratarata dengan menggunakan uji-z menunjukkan ada perbedaan signifikan antara rata-rata pendapatan KK per hari sebelum ada perumahan dengan rata-rata pendapatan KK per hari setelah ada pembangunan perumahan, ditunjukkan oleh nilai Z hit (3,90) e” Z tabel (± 1,96). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan. Tujuan kedua didapatkan hasil; 1) ada 1 KK (1%) menyatakan tidak tahu sama sekali bahwa di wilayah mereka telah terjadi perubahan dengan adanya perumahan, 8 KK (9%) menyatakan kurang jelas, 46 KK (48%) menyatakan hanya sekedar tahu, dan 35 KK (36%) menyatakan sangat jelas mengetahui; 2) ada 37 KK (39%) menyatakan setuju dengan adanya pembangunan perumahan di wilayah mereka, 56 KK (59%) menyatakan kurang setuju, dan 4 KK (5%) menyatakan tidak setuju; 3) ada 18 KK (20%) menyatakan mempunyai usaha produktif setelah ada perumahan di wilayahnya, 67 KK (69%) menyatakan tidak mempunyai usaha produktif, dan 6 KK (7%) menyatakan mempunyai usaha produktif sejak sebelum ada perumahan; 4) 50 KK (53%) menyatakan bahwa sebelum ada perumahan belum bekerja dan mendapat pekerjaan setelah ada perumahan di wilayahnya serta sebanyak 41 KK (43%) menyatakan tidak mendapatkan mendapat pekerjaan setelah ada perumahan; 5) 81 KK (84%) berpendapat dengan adanya perumahan ini mampu menciptakan lapangan pekerjaan sedangkan 10 KK (12%) menyatakan tidak mampu menciptakan lapangan kerja. Berdasarkan tolok ukur aspek dampak pembangunan perumahan terhadap penciptaan lapangan kerja yang dinyatakan oleh 84% responden maka dapat disimpulkan dengan adanya perumahan mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
DAMPAK EKONOMI PEMBANGUNAN PERUMAHAN CASA GRANDE............... (Christiana Rini Puspitasari)
Analisis tujuan penelitian ketiga diperoleh hasil tidak ada warga masyarakat di luar perumahan yang menyatakan mendapat berkelimpahan manfaat dengan adanya perumahan, 44 KK (46%) merasa telah menerima banyak manfaat, 42 KK (45%) merasa sedikit sekali manfaat yang diterima dan ada 5 KK (7%) merasa tidak ada manfaat yang diterima. Berdasarkan pernyataan responden, dapat disimpulkan bahwa pembangunan perumahan di Desa Maguwoharjo, Depok, Sleman tidak memberikan berkelimpahan manfaat kepada masyarakat di sekitarnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan Perumahan Casa Grande di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman mampu meningkatkan pendapatan masyarakat yang berada di luar perumahan. Hal ini dibuktikan dengan hasil perbandingan sebelum ada perumahan di wilayah itu mempunyai pendapatan KK rata-rata per hari sejumlah warga masyarakat yang dianggap bisa mewakili sebagai responden dari sebesar Rp269.591,dan sesudah adanya perumahan di wilayah ini mempunyai pendapatan KK rata-rata per hari menjadi sebesar Rp323.500,- yang berarti bahwa pendapatan KK rata-rata per hari masyarakat di luar perumahan tersebut meningkat Rp53.909,-. Berdasarkan jumlah penyebaran kuesioner terhadap 91 KK atau 411 jiwa, maksudnya 91 responden yang mewakili tiap keluarga terdapat jumlah seluruh anggota keluarga sebanyak 411 jiwa, didapatkan hasil bahwa dengan adanya perumahan dapat menciptakan lapangan usaha baru dan lapangan kerja. Hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan responden yang menyatakan mampu menciptakan lapangan usaha baru dengan mempunyai usaha ekonomi produktif setelah adanya perumahan sebanyak 18 KK atau 20% sedangkan pernyataan responden yang menyatakan mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak 58 KK atau 60% pendapat responden. Selain bukti seperti tersebut di atas, berdasarkan pernyataan responden yang menyatakan mendapat pekerjaan setelah adanya perumahan sebanyak 50 KK atau 52%. Keberadaan perumahan menurut pendapat responden mampu menciptakan pekerjaan sebanyak 81 KK (85%) dan
hanya 10 KK (12%) yang menyatakan tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Lapangan kerja yang tersedia menurut 76 KK (78%) menyatakan ada di dalam lingkup perumahan dan 43 KK (45%) menyatakan di luar perumahan. Lapangan kerja yang berada di dalam lingkup perumahan adalah satpam atau tenaga penjaga malam menurut 74 KK (76%) responden, tukang cuci dan setrika menurut 54 KK (57%) responden, pembantu rumah tangga dan tukang kebun menurut 17 KK (19%) responden, baby sitter menurut 1 KK responden, sopir menurut 8 KK (10%) responden, tenaga pocokan menurut 28 KK (31%) responden, dan penjual keliling menurut 8 KK (10%) responden. Lapangan kerja yang berada di luar perumahan adalah penjaga wartel menurut 29 KK (31%) responden, pramuniaga toko ataupun warung kelontong menurut 69 KK (71%) responden, tukang becak ataupun ojek menurut 5 KK (7%) responden, penjual keliling menurut 5 KK (7%) responden, serta lain-lain menurut 2 KK (3%). Responden yang menyatakan tidak setuju adanya pembangunan perumahan dengan alasan wilayah menjadi padat, tidak tertata, bahkan kumuh 5 KK (7%), dengan alasan terjadi adanya gap antarwarga dalam perumahan dengan warga di luar perumahan sebanyak 40 KK (43%). Menurut masyarakat di luar perumahan, tidak ada yang merasakan berkelimpahan manfaat, sedangkan yang merasa menerima banyak manfaat ada 44 KK (47%), yang merasakan sedikit sekali manfaatnya ada 42 KK (45%), dan yang merasakan tidak ada manfaatnya sebanyak 5 KK (7%), hal ini dikarenakan fasilitas umum yang disediakan pemerintah daerah dalam rangka adanya perumahan menurut 3 KK (5%) responden tidak memadai, 39 KK (41%) responden menyatakan kurang memadai, 22 KK (24%) menyatakan cukup memadai, tidak ada responden yang menyatakan sangat memadai, serta 27 KK (30%) responden menyatakan bahwa fasilitas umum dari pemerintah daerah sudah ada sebelum ada perumahan. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan beberapa kebijakan yang perlu mendapat perhatian, yaitu (1) Adanya pembangunan perumahan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar perumahan serta mampu menciptakan lapangan usaha dan lapangan kerja baru bagi masyarakat yang berada
73
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 67-75
di luar perumahan. Oleh karena itu, harus dilakukan peningkatan pembangunan perumahan yang sesuai Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman sehingga dapat membuka peluang membuka usaha ekonomi produktif dan kesempatan kerja lebih banyak lagi kepada warga sekita. sehingga pendapatan masyarakat sekitar lebih meningkat sesuai standar kehidupan yang lebih layak lagi. Para pengembang perumahan juga diharapkan lebih memperhatikan fasilitas-fasilitas umum yang lebih baik dan mencukupi sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat yang tidak hanya bagi yang berada di dalam perumahan tetapi juga bagi masyarakat yang berada di luar atau sekitar perumahan; (2) Karena penelitian ini hanya meneliti dampak ekonomi pembangunan perumahan terhadap masyarakat di luar perumahan diharapkan kepada penelitian yang akan datang untuk melihat dan meneliti dampak sosial.
DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Anggito, 1997, Pembangunan Berkelanjutan dan Perencanaan Energi Masa Depan, Makalah pada Seminar Mencari Mencari Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Tahun 1997. Amin, Abubakar A. Moh. 2003, “Analisis nilai lokasi perumahan dan factor-faktor yang mempengaruhinya (Studi kasus Real Estate di Makasar)”, Tesis S-2, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta, Tidak dipublikasikan. APTIK, 1986, Pengantar Metodologi Penelitian, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Arsyad, Lincolin, 1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Pertama, BPEF, Yogyakarta.
74
Djarwanto Ps., dan Subagyo, Pangestu., 1993, Statistik Induktif, Edisi keempat, Cetakan Keempat, BPFE, Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajad, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, FEUGM, Penerbit Erlangga, Jakarta. Kirmanto, Djoko, 2002, “Pembangunan Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan Lingkungan Strategis dalam Pencegahan Banjir di Perkotaan”, Makalah Seminar Peduli Banjir “Forest”, Jakarta. Mangkoesoebroto, G., 1988, Ekonomi Publik : Suatu Analisis Teoritis, PAU – Studi Ekonomi, Yogyakarta. Munir, Badrul, 2002, Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah, Penerbit Bappeda Propinsi NTB, Mataram. Musgrave, RA., PB Musgrave, 1989. Public Finance in Theory and Practise 3th ed. Mc. Graw Hill Book Co. New York, USA. Nurdewi, 2004, “Dampak Ekonomi Pemekaran Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah”, Tesis S-2, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta, Tidak dipublikasikan. Reksohadiprodjo, Sukanto, dan Karseno., A.R., 1997, Ekonomi Perkotaan, Edisi ketiga, Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta. Schilling, Joseph, 2005, “Revitalizing Vacant Propretis and Substandart Building”, Amerika.
Badan Pusat Statistik, 1999, Statistik Lingkungan Hidup, BPS, Jakarta.
Setiawan, Bakti, 2004, Peningkatan Kapasitas Perencanaan Pembangunan, Makalah Workshop, Kabupaten Sleman.
Djamin, Z., 1992, Perencanaan dan Analisa Proyek, Edisi Kedua, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Soeratno, dan Arsyad, L., 1993, Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
DAMPAK EKONOMI PEMBANGUNAN PERUMAHAN CASA GRANDE............... (Christiana Rini Puspitasari)
Subianto, Ibnu, 2005, “Di Kabupaten Sleman Sudah Tak Ada Kemiskinan?”, Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Supranto, J, 1983, Tehnik Riset Pemasaran dan Ranalan Penjualan , Ghalia Indonesia, Jakarta. Swink, Rodney, 2004, “A healthy downtown today is going to be a mix of commercial and residential and the traditional institutional uses like government and churches. The broader the mix, the healthier the downtown”, Economic Development, Ashevill downtown. Tambunan, M. 2000, Indonesian’s New Challengers and Opportunities in East A18, no. 2 Transaction Periodicals Consortium The Dept. of East Asian Languages and Cultures Rutgers – The States University of New Jersen, USA. Tarigan, Robinson, 2005, Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, P., M., 2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan, Terjemahan, Erlangga, Jakarta. Zielenbach, Sean, 2004, “Measuring the Impact of Community Development”, Housing Research Foundation, London.
75
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 67-75
76
ISSN: 1978-3116 PENGARUH PENDUKUNG ONLINE PADA WEB SITE PENYEDIA LAYANAN...................(Ni Nengah Ami Estikasari)
Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Hal. 77-86
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH PENDUKUNG ONLINE PADA WEB SITE PENYEDIA LAYANAN TELEKOMUNIKASI DALAM MENINGKATKAN LOYALITAS PELANGGAN Ni Nengah Ami Estikasari Magister Manajemen STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan, Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62274 486155 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This research explores the effect of customer satisfaction with online supporting service on customer loyalty to the provider, the effect of customer value and enjoyment with online supporting service on customer satisfaction, and also the effect of e-service quality dimension on customer enjoyment, value and satisfaction with online supporting service of mobile telecommunication service provider in Indonesia. The research has been identified customer characteristic based on age and gender. Convenience and purposive sampling was determined, using questionnaire instrument which are sent by mail questionnaires (using mailing list) and Personally administered questionaires. A total of 221 subjects successfully complete of the survey. The result of this research, show that all the variables have siginificant effects except responsiveness, no significant relationship could be found between responsiveness and online satisfaction. Most of the respondents who joined the survey are students which are telkomsel customer (43,9%), male (63%), and young (age under 25 years old) (75%). Keywords: customer suppor, customer loyalt, customer satisfactio, E-service quality dimension, online service.
PENDAHULUAN Kemajuan teknologi mengakibatkan layanan yang ditawarkan operator seluler semakin beragam dan kompleks misalnya MMS, nada sambung, nada dering, logo, applikasi java, tones, dan themes. Mulai dari teknologi generasi 1 (1G) hingga saat ini generasi 3 (3G), telah memberikan efisiensi dan kapasitas jaringan yang lebih tinggi, menambah kemampuan jelajah, kecepatan transfer data yang lebih tinggi, peningkatan pada kualitas layanan, dan mendukung kebutuhan internet bergerak (video call, mobile tv, dan mobile download). Peningkatan kompleksitas pada produk dan jasa, mengakibatkan konsumen membutuhkan layanan pendukung (Loomba, 1996; Goffin dan New, 2001). Konsumen menjadi semakin menyadari hak dan kebutuhan untuk mendapatkan pendukung yang berkualitas tinggi. Bagi perusahaan, menciptakan dan menyediakan layanan pendukung adalah mahal, namun hal ini dapat memberikan sejumlah keuntungan yang nantinya dapat menutupi biaya yang dikeluarkan pada layanan pendukung. Pendukung yang berkualitas tinggi akan menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan yang berpotensi meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan (van Riel et al., 2004; Daugherty, Ellinger dan Plair, 1997). Pelanggan yang merasa puas cenderung lebih loyal jika dibandingkan
77
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 77-86
dengan pelanggan yang tidak puas (Anderson et al., 1994) dan peningkatan loyalitas pelanggan akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan (Reicheld dan Schefter, 2000). Menyediakan pendukung yang berkualitas tinggi akan membantu perusahaan untuk membedakan diri dari pesaing, serta dapat menetapkan harga yang lebih tinggi pada produk dan jasa inti yang ditawarkan. Selain hal itu, layanan pendukung yang berkualitas tinggi mampu memberikan pendapatan yang besar bagi perusahaan melalui penjualan pada pembaruan produk (ugrades) serta penjualan produk dan jasa tambahan (Goffin, 1999). Kehadiran teknologi menciptakan cara-cara yang baru dalam penyampaian jasa, yaitu dapat lebih mudah dicapai (accessible), lebih sesuai (convenience), dan lebih produktif (productive) (Bitner, 2001). Menurut Rust dan Lemon (2001), peran internet menjadi sangat penting yaitu sebagai sarana bertukar informasi. Internet tidak hanya berfungsi sebagai media periklanan, namun juga sebagai layanan komunikasi 2 arah, personalisasi berdasarkan komunikasi 2 arah, serta kemampuan penyesuaian waktu dalam komunikasi antara konsumen dan perusahaan. Batasan waktu berkomunikasi antara perusahaan dan konsumen dapat ditekan, daya respon perusahaan terhadap konsumen dalam menjawab pertanyaan yang diajukan konsumen menjadi lebih mudah serta memberikan keunggulan personalization dan customization. Hal tersebut menyebabkan internet sangat sesuai untuk dijadikan sebagai media layanan pendukung, yaitu sebagai pertukaran komunikasi dan informasi sebagai elemen penting bagi layanan pendukung (van Riel et al., 2004). MATERI DAN METODE PENELITIAN Menurut van Riel et al. (2004), layanan pendukung telah dikonsepkan sama dengan layanan pelanggan (customer services), pendukung pelanggan (customer support), pendukung produk (product support), pendukung teknis (technical support) dan secara produktif dikonsepkan mulai dari dikotomi antara layanan inti dan peripheral. Dalam banyak hal, produk atau jasa inti dapat dibedakan. Produk inti biasanya didukung oleh berbagai produk pheriperal. Produk pheriperal digunakan untuk meningkatkan nilai penawaran total. Karena jasa inti seringkali tidak dapat dibedakan dengan perusahaan pesaing, maka pilihan
78
konsumen terhadap jasa ditentukan oleh peripheral. Gronroos (2000) mengatakan, peripheral dibagi menjadi dua kategori, yaitu layanan pemudah (facilitating service) dan layanan pendukung (supporting service). Pembagian dua kategori tersebut tergantung apakah layanan tersebut diwajibkan (mandatory) pada penjualan dan pemakaian dari layanan inti atau tidak. Layanan atau produk pemudah adalah mandatory. Sementara layanan pendukung adalah tidak mandatory, karena tujuan dari layanan pendukung adalah untuk membedakan paket layanan dari pesaing lain dan meningkatkan kualitas serta nilai dari total penawaran. Menurut Goffin dan New (2001), dukungan terjadi, sebelum, selama, dan setelah penjualan produk inti baik itu berwujud maupun tidak berwujud. Terdapat tujuh elemen kunci dari pendukung pelanggan, yaitu pemasangan (installation), pelatihan bagi pengguna (user training), dokumentasi (documentation), pemeliharaan (maintenance) dan perbaikan (repair), pendukung on-line (on-line support), dan jaminan (warranty), upgrades. Pendukung online dapat didefinisikan sebagai kombinasi definisi antara layanan elektronik serta layanan pelanggan tradisional, sebagai seluruh aspek layanan online yaitu keseluruhan petunjuk dan pertemuan online yang terjadi sebelum, selama, atau sesudah penyampaian secara online maupun secara offline dari barang atau jasa yang disediakan agar menjamin bahwa pelanggan memperoleh penggunaan barang yang terbebas dari masalah serta mendapatkan jawaban mengenai masalah dan pertanyaan (van Riel et al., 2004). Kepuasan adalah faktor penting dalam mempengaruhi loyalitas konsumen. Kepuasan telah dipertimbangkan sebagai anteseden dari intensi perilaku (Zeithaml et al., 1996). Kepuasan konsumen dilihat dari sudut pandang hubungan, sebagai hasil dari evaluasi dari satuan jasa yang ditawarkan penyedia (van Riel et al., 2004). Dalam kepuasan, konsumsi akan memenuhi kebutuhan, keinginan, tujuan, atau seterusnya dan pemenuhan ini dirasakan menyenangkan. Kepuasan yang mempengaruhi loyalitas adalah kepuasan yang berkali-kali atau kumulatif. Layanan inti menjadi alasan yang penting dalam menciptakan kesepakatan antara konsumen dengan perusahaan. Layanan pendukung adalah bagian dari kesatuan layanan yang ditawarkan, sehingga disimpulkan tanggapan konsumen terhadap
PENGARUH PENDUKUNG ONLINE PADA WEB SITE PENYEDIA LAYANAN...................(Ni Nengah Ami Estikasari)
kualitas dari layanan pendukung akan sama dengan kualitas layanan inti dan akan mempengaruhi kepuasan serta loyalitas konsumen terhadap penyedia (Sweeney, 1999). Hipotesis penelitian pertama yang diajukan adalah: Ha1: Kepuasan pelanggan terhadap pendukung online berpengaruh positif pada loyalitas pelanggan terhadap penyedia. Kepuasan konsumen didefinisikan sebagai pemenuhan yang menyenangkan dari kebutuhan atau tujuan (Oliver, 1999). Berdasarkan definisi ini secara tidak langsung menjelaskan suatu hasil dari evaluasi atau perbandingan konsumen atas apa yang telah mereka berikan dan yang mereka terima (Zeithaml, 1988). Dapat dirumuskan hipotesis penelitian kedua, yaitu: Ha2: Nilai pelanggan terhadap pendukung online berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online. Chandler dalam Oliver et al. (1997), mengatakan bahwa kesenangan pelanggan (customer delight) adalah reaksi dari konsumen saat mereka menerima jasa atau produk, selain merasa terpuaskan, konsumen juga mendapatkan nilai yang tidak diharapkan atau kepuasan yang tidak diduga sebelumnya. Demikian halnya dengan pemakai internet cenderung merasa menikmati dalam mengeksplorasi teknologi baru, adanya elemen hiburan dan kesenangan akan menciptakan suatu pengalaman ketika menggunakan web site. Dengan menciptakan pengalaman ini, akan meningkatkan loyalitas dan durasi kunjungan ke web site (Hoffman dan Novak, 1996). Dapat dirumuskan bahwa pengaruh hedonis ini memegang peranan penting dalam menciptakan kepuasan, maka hipotesis penelitian ketiga, adalah: Ha3: Kesenangan pelanggan terhadap pendukung online berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online. Parasuraman et al. (1985), pertama kali mengenalkan kualitas jasa, yaitu sebagai ukuran seberapa baik tingkat pemberian jasa yang sesuai dengan harapan konsumen. Pemberian jasa berarti penyesuaian dengan harapan konsumen secara konsisten. Kualitas layanan adalah derajat ketidakcocokan antara harapan normatif pelanggan pada layanan dan persepsi pelanggan pada kinerja layanan yang diterima. Berdasarkan kombinasi teoritis dan riset empiris yang dilakukan, akhirnya
menghasilkan 22 item skala SERVQUAL, kemudian secara luas dapat dierima dan digunakan. Kualitas jasa diukur dalam lima dimensi kualitas, yaitu tangibles, keandalan (reliability), daya respon (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Zeithaml et al. (2002), mengembangkan e-SERVQUAL, merupakan model konseptual yang dikembangkan untuk lingkungan e-tailing. Proses ini menciptakan 7 karakter kualitas, yaitu efisiensi (efficiency), pencapaian (fulfillment), keandalan (reliability), privasi (privacy), daya respon (responsiveness), pembayaran ganti rugi (compensation), dan hubungan (contact). Dalam penelitian van Riel et al. (2004), mengklasifikasikan 4 dimensi kualitas e-service (e-quality dimension). Dimensi tersebut diidentifikasi untuk dapat diterapkan secara umum pada layanan pendukung online. Dimensi tersebut adalah daya guna (usability), e-scape design, customization, jaminan (assurance), dan daya respon (responsiveness). Daya guna dalam jasa adalah bagaimana konsumen bisa menemukan web site pendukung dan mengaksesnya (Zeithaml et al., 2000). Pada saat menemukan dan mengakses, pelanggan membutuhkan arahan melalui e-service scape atau e-scape. Dimensi ease of navigation, mengacu pada seberapa besar usaha yang dilakukan konsumen dalam mencari site. Arahan tersebut misalnya berupa help functions, search engine, dan FAQ. Agar jasa tersebut berguna, maka harus dapat diandalkan, yaitu membutuhkan fungsi teknikal, link, serta supply yang benar, seperti misalnya menyediakan informasi yang lengkap dapat dimengerti dan up-to-date. Kurangnya daya guna pada web site akan menyebabkan konsumen merasa kebingungan terhadap pencarian kebutuhan mereka dalam web site, serta konsumen menjadi enggan untuk kembali mengunjungi web site tersebut (Reicheld and Schefter, 2000). Didukung oleh van Riel et al. ( 2004), yang menyatakan bahwa kurangnya daya guna dari jasa, dapat meningkatkan distress, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu: Ha4a: Daya guna terhadap pendukung online berpengaruh positif pada kesenangan pelanggan terhadap pendukung online. E-scape design mencerminkan bagaimana informasi tersebut dapat disampaikan melalui penggunaan warna, layout, gambar, dan tulisan sebagai suatu seni (Zang dan Thang, 2006). E-scape design
79
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 77-86
mencerminkan pengaturan yang baik dan secara keseluruhan memiliki tampilan yang jelas pada jasa yang ditawarkan sehingga e-scape akan memberikan kontribusi bagi kesenangan konsumen. Ha4b: E-scape design terhadap pendukung online berpengaruh positif pada kesenangan pelanggan terhadap pendukung online. Dimensi customization ini meliputi seberapa jauh dan mudah, site mengakomodasi pilihan konsumen, dan seberapa baik site didesain untuk kelompok pemakai (Zeithaml et al., 2000). Van Riel et al. (2004), memasukkan unsur flexibility ke dalam dimensi tersebut yang berhubungan dengan luasnya pilihan jasa yang ditawarkan. Apabila pilihan jasa cukup luas, konsumen dapat memilih sesuai dengan pilihan jasa yang ditawarkan. Berdasarkan hal tersebut, customization dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen. Ha5a: Customization terhadap pendukung online berpengaruh positif pada nilai pelanggan terhadap pendukung online. Transaksi yang dilakukan secara online akan menimbulkan resiko dan ketidakpastian yang tinggi. Konsumen tidak dapat melihat representatif jasa, ukuran, ruangan toko atau kantor secara fisik, dan tidak dapat menyentuh ataupun melihat produk yang ditawarkan. Konsumen hanya percaya terhadap produk yang ditawarkan melalui gambar yang disajikan pada web site serta jaminan dari penyedia. Konsumen yang percaya akan bersedia memberikan data pribadi (privacy) mereka kepada perusahaan, dimana data tersebut akan dipergunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan hubungan dengan konsumen dan menawarkan produk atau jasa yang disesuaikan dengan pilihan konsumen (Reichheld dan Schefter, 2000). Dengan demikian, perusahaan hendaknya menepati janji mereka dan menyediakan informasi yang jujur serta dapat dipercaya (Bitner, 1995). Pada transaksi online, jaminan akan sangat berkaitan dengan security/privacy dan menyediakan informasi yang dapat dipercaya. Ha5b: Jaminan terhadap pendukung online berpengaruh positif pada nilai pelanggan terhadap pendukung online. Daya respon berhubungan dengan berhubungan dengan kemampuan secara online perusahaan dalam merespon masalah yang dihadapi pelanggan (van Riel et al., 2004; Zeithaml et al., 2000).
80
Dalam layanan pendukung, kecepatan perusahaan dalam merespon, penyediaan sarana bantuan terhadap masalah yang timbul, dan pemeliharaan merupakan kualitas yang sangat utama. Diharapkan web site pendukung merupakan sarana komunikasi yang efisien dan efektif antara perusahaan dan konsumen. Ha6: Daya respon terhadap pendukung online berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online. H5a+ Customization
Nilai online Jaminan
H5b+ H2+ H4a+
Daya guna
E-scape
H1+ Kesenangan online
Kepuasan online
Loyalitas
H4b+ H6+ Daya respon
Gambar 1 Model Penelitian Sumber: Diadaptasi dari van Riel et al., (2004) Tabel 1 Hasil Pengujian Variabel Daya Guna E-Scape Daya Respon Customization Jaminan Kesenangan online Nilai online Kepuasan online Loyalitas
Koefisien Alpha 0,8890 0,8541 0,8017 0,8434 0,9218 0,8399 0,8709 0,7195 0,8379
Status Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Responden penelitian ditentukan secara convenience sampling dan purposive sampling dengan tipe yang digunakan adalah judgment sampling. Responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah menggunakan web site layanan telekomunikasi mereka, misalnya (1) Pernah mencari informasi yang dibutuhkan dalam web site; (2) Pernah berinteraksi dengan penyedia layanan, maupun
PENGARUH PENDUKUNG ONLINE PADA WEB SITE PENYEDIA LAYANAN...................(Ni Nengah Ami Estikasari)
dengan konsumen lainnya, misalnya melalui email forum, chat room, sebagai sarana pembelajaran, diskusi, atau bertukar informasi; dan (3) Pernah menggunakan layanan tambahan yang disediakan dalam web site, baik yang bersifat hiburan ataupun dukungan yang mereka butuhkan. Misalnya SMS, WAP, download nada panggil, nada tunggu, logo, setting GPRS, MMS. (van Riel et al., 2004). Pengumpulan data diperoleh dengan cara membagikan daftar pertanyaan (kuesioner) untuk ditanggapi dan diisi oleh responden. Kuesioner disampaikan dengan mengkombinasikan 2 cara, yaitu mail questionnaires melalui 2 milis (
[email protected], TCENTRES@ yahoogroups.com) dan personally administered questionaires. Butir-butir pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan butir-butir pengukuran yang digunakan oleh van Riel et al., (2004). Hal ini memberikan dukungan bahwa butir-butir pengukuran yang dijadikan indikator konstruk terbukti memiliki validitas isi (content validity), yaitu butir-butir pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang mencukupi dan representatif yang telah sesuai dengan konsep teoritis (Sekaran, 2000). Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa indikator-indikator pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi oleh van Riel et al., (2004). Penilaian reliabilitas dilakukan dengan konsistensi internal ukuran yang diuji dengan melihat Cronbach’s Alpha dengan jumlah sampel uji coba instrumen sebanyak 50 responden. Suatu instrumen penelitian dinyatakan reliabel apabila nilai alpha > 0,70 (Hair et al., 1998). Hasil yang diperoleh dari pengujian reliabilitas instrumen penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien reliabilitas >0,70 maka instrumen penelitian tersebut dinyatakan reliabel.
540 anggota), dan milis ITCENTER sebanyak 20 dengan respon rate 0,21% (memiliki 9750 anggota). Kuesioner yang dapat digunakan untuk dianalisis adalah 21 kuesioner yaitu 10 atau 1,85% pada milis STIE YKPN dan 11 atau 0,11% pada milis ITCENTER. Total kuesioner yang layak digunakan untuk analisis dalam penelitian ini adalah 221 kuesioner. Sebagian besar responden yang menggunakan pendukung online adalah konsumen Telkomsel sebesar 43,9% sedangkan jumlah responden terendah merupakan konsumen Bakrie Telecom yaitu sebesar 0,5%. Tabel 2 Penyedia Layanan dalam Survei Penyedia Telkomsel Indosat Excelmindo Mobile-8 Telecom Telekomunikasi Indonesia Bakrie Telecom Total
Web Site Responden www.telkomsel.com 97 www.klub-mentari.com 41 www.m3-access.com 34 6 www.matrix-centro.com www.xl.co.id 34 www.mobile-8.com 6 www.telkomflexi.com 2 www.myesia.com 1 221
Presentase 43,9% 18,6% 15,4% 2,7% 15,4% 2,7% 0,9% 0,5% 100%
Sebagian besar yang pernah menggunakan layanan web site penyedia jasa telekomunikasi mereka adalah responden laki-laki dengan presentase sebesar 63%, sedangkan responden perempuan sebesar 37%. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh tingkat penggunaan internet pada laki-laki yang cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan (Kennedy et al., 2003 ; Fallows, 2005) Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
HASILANALISIS Kuesioner disampaikan dengan cara personally administered. Jumlah kuesioner disebarkan sebanyak 350 eksemplar dan 342 yang kembali, maka respon rate sebesar 97,7%. Setelah dilakukan proses editing, kuesioner yang dapat digunakan untuk analisis adalah 200 eksemplar atau 57,14%. Kuesioner yang disampaikan dengan cara mail questionaires dikirimkan melalui 2 milis. Kuesioner yang kembali pada milis STIE YKPN sebanyak 20 dengan respon rate 3,7% (memiliki
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Total Persentase 140 63% 81 37% 121 100%
Sebagian besar responden yang pernah menggunakan web site pendukung online penyedia jasa telekomunikasi mereka adalah berusia muda, yaitu di bawah 25 tahun dengan jumlah presentase 75%,
81
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 77-86
sedangkan jumlah responden terendah terdapat pada usia 36-45 tahun dengan jumlah presentase sebesar 1%. Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan tingkat pengguna internet pada pengguna berusia muda lebih tinggi (Fallows, 2005). Usia lebih muda memiliki peluang yang lebih besar dalam menggunakan internet dan memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk mencoba hal-hal baru, terutama teknologi. Tabel 4 Distribusi Profil Responden Berdasarkan Usia Usia < 25 tahun 25-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun >55 tahun Total
Jumlah Persentase 165 75% 54 24% 2 1% 0 0% 0 0% 221 100%
Regresi digunakan untuk mencari pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini terdapat 4 analisis regresi yang digunakan , yaitu:
Tabel 7 Uji Regresi Berganda Pengaruh Kesenangan, Nilai, dan Daya Respon Pendukung Online pada Kepuasan Pendukung Online
Variabel
Koefisi Probabilitas en beta E 0,296 0,000 V 0,282 0,000 R 0,053 0,423 R2 = 0,252 Adjusted R2 = 0,242 Sig. F = 0,000 Tabel 8 Uji Regresi Berganda Pengaruh Daya Guna dan E-Scape Pendukung Online pada Kesenangan Pendukung Online Variabel Koefisien Probabilitas beta U 0,389 0,000 ES 0,287 0,000 R2 = 0,278 Adjusted R2 = 0,272 Sig. F = 0,000
Tabel 5 Persamaan Regresi
L = β1S S = β2V + β3E + β4R E = β5U + β6ES V = β7C + β8A
(1) (2) (3) (4)
Tabel 6 Uji Regresi Sederhana Pengaruh Kepuasan Pendukung Online pada Loyalitas terhadap Jasa Telekomunikasi Secara Keseluruhan
Variabel Koefisien beta S 0,354 R2 = Adjusted R2 = Sig. F =
82
Tabel 9 Uji Regresi Berganda Pengaruh Jaminan dan Customization Pendukung Online pada Nilai Pendukung Online Variabel Koefisien Probabilitas beta A 0,239 0,000 C 0,413 0,000 R2 = 0,267 Adjusted R2 = 0,260 Sig. F = 0,000
Probabilitas 0,000 0,125 0,121 0,000
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisi regresi diatas, secara keseluruhan sig F sebesar 0,000 artinya F signifikan karena sig. F < 0,05 sehingga satu atau lebih variabel independen akan mempengaruhi variabel dependen.
PENGARUH PENDUKUNG ONLINE PADA WEB SITE PENYEDIA LAYANAN...................(Ni Nengah Ami Estikasari)
Hasil analisis regresi menunjukkan variabel loyalitas memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (tabel 5) jauh di bawah tingkat signifikansi á = 0,05. Variabel nilai memiliki sig-t 0,000 (tabel 6) jauh lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 0,05 yang artinya signifikan. Variabel kesenangan memiliki sig-t 0,000 (tabel 6) < dari 0,05 artinya signifikan, kesenangan pelanggan terhadap pendukung online berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online secara signifikan. Variabel daya guna dan escape memiliki sig-t 0,000 (tabel 7) < dari 0,05 artinya signifikan, daya guna dan e-scape terhadap pendukung online berpengaruh positif pada kesenangan pelanggan terhadap pendukung online secara signifikan. Variabel customization memiliki sig-t 0,000 (tabel 8) < dari 0,05 artinya signifikan, customization dan jaminan terhadap pendukung online berpengaruh positif pada nilai pelanggan terhadap pendukung online secara signifikan. Variabel daya respon memiliki sig-t 0,423 (tabel 6) > 0,05 artinya tidak signifikan, daya respon terhadap pendukung online tidak berpengaruh pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online. Hal ini dapat terjadi karena varian daya respon yang rendah sedangkan varian yang tinggi pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online, mengakibatkan daya respon tidak berpengaruh secara langsung pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online. Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar responden konsumen yang pernah menggunakan layanan pendukung online adalah laki-laki, namun tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada kualitas layanan elektronik (daya guna, e-scape, customization, jaminan, dan daya respon), kesenangan, kepuasan pelanggan terhadap layanan pendukung online, serta loyalitas pelanggan terhadap penyedia layanan. Berdasarkan usia, sebagian besar responden konsumen yang pernah menggunakan layanan pendukung online adalah berusia muda (<25 tahun), namun tidak terdapat perbedaan antara usia terhadap kualitas layanan elektronik (daya guna, e-scape, customization, jaminan, dan daya respon), kesenangan, kepuasan pelanggan terhadap layanan pendukung online, serta loyalitas pelanggan terhadap penyedia layanan. Kepuasan pelanggan terhadap pendukung online secara signifikan berpengaruh positif terhadap
loyalitas pelanggan terhadap penyedia layanan. Hal ini disebabkan karena layanan pendukung adalah bagian dari keseluruhan layanan yang disediakan oleh penyedia jasa, sehingga kepuasan pada layanan pendukung akan memberikan kontribusi kepuasan pada keseluruhan layanan. Dengan dilakukan secara online, akan semakin mudah bagi konsumen untuk menggunakan layanan pendukung penyedia jasa mereka. Nilai pelanggan terhadap pendukung online secara signifikan berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online. Hal ini disebabkan karena adanya layanan pendukung online akan memberikan manfaat yang lebih besar jika dibandingkan dengan biaya telah dikeluarkan oleh konsumen, sehingga konsumen akan merasakan hasil yang telah didapat lebih besar dari yang mereka harapkan pada layanan pendukung online. Kesenangan pelanggan terhadap pendukung online terbukti secara signifikan berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online. Hal ini disebabkan karena web site dapat didesain sedemikian rupa sehingga membuat layanan online menjadi menyenangkan untuk digunakan, konsumen akan merasa nyaman dan menikmati saat surfing pada web site, sehingga akan menimbulkan pengalaman positif bagi konsumen yang membuat konsumen akan kembali mengunjungi web site. Daya guna dan E-Scape terhadap pendukung online secara signifikan berpengaruh positif pada kesenangan pelanggan terhadap pendukung online. Hal ini disebabkan karena, semakin mudahnya konsumen dalam mengakses dan menggunakan layanan pendukung online misalnya konsumen mendapatkan apa yang mereka butuhkan dalam web site dengan mudah dan cepat, menu bantuan, informasi dasar (FAQ dan alamat kontak) yang mudah untuk dicari, informasi yang disajikan lengkap, selalu diperbaharui, serta mudah dipahami oleh konsumen. Dengan demikian, konsumen tidak akan merasa kesulitan untuk mendapatkan layanan-layanan yang mereka butuhkan pada web site. Demikian pula, dengan adanya pengaturan dan tampilan yang baik dalam menawarkan layanan, misalnya warna, tulisan, gambar, susunan yang indah dan menarik, adanya animasi, dan audio dalam penyajian layanan. Customization dan Jaminan terhadap pendukung online secara signifikan berpengaruh positif pada nilai pelanggan terhadap pendukung
83
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 77-86
online. Hal ini disebabkan karena variasi pilihan layanan pendukung online yang tinggi memungkinkan konsumen mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Semakin banyak web site pendukung menyediakan layanan, semakin konsumen akan mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian, layanan online dirasakan semakin bernilai bagi konsumen. Demikian halnya dengan jaminan, karena layanan disajikan secara online akan menimbulkan resiko ketidakpastian yang tinggi, konsumen percaya bahwa dengan bersedia memberikan data pribadi mereka, perusahaan akan menggunakan data pribadi tersebut untuk meningkatkan hubungan dengan konsumen, menawarkan produk yang disesuaikan dengan pilihan konsumen. Daya respon terhadap pendukung online secara signifikan tidak berpengaruh pada kepuasan pelanggan terhadap online. Hal ini dapat terjadi karena varian daya respon yang rendah sedangkan varian yang tinggi pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online, mengakibatkan daya respon tidak berpengaruh secara langsung pada kepuasan pelanggan terhadap pendukung online. Responden lebih menyukai online untuk mendapatkan hiburan dari layanan pendukung yang ditawarkan web site pendukung, responden konsumen mungkin merasa bahwa respon perusahaan dalam menjawab permasalahan yang mereka ajukan masih rendah (terlihat dari hasil mean daya respon yang paling rendah di antara semua variabel), sehingga responden konsumen akan lebih menyukai untuk mendapatkan solusi permasalahan yang mereka hadapi terhadap layanan telekomunikasinya dengan langsung menelpon atau menemui representatif jasa mereka. Hal ini dikarenakan permasalahan dapat lebih cepat terselesaikan. Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan, ditemukan sebagian besar responden konsumen yang pernah menggunakan layanan pendukung online adalah responden konsumen dari Tekomsel (43,9%), laki-laki (63%), dan berusia < 25 tahun (75%). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian memberikan beberapa implikasi bagi manajer, bahwa pada web site penyedia layanan telekomunikasi, layanan-layanan pendukung online
84
memberikan pengaruh yang kuat pada kepuasan online dan serta berguna untuk mempertahankan konsumen. Oleh karena itu, sangat penting untuk bagi perusahaan untuk menawarkan layanan pendukung yang berkualitas tinggi. Hal ini disebabkan sebagian besar konsumen yang menggunakan layanan online (pada industi layanan telekomunikasi) adalah berusia muda, serta memiliki kesiapan terhadap teknologi. Hasil dari penelitian ini, menyarankan manajer untuk menawarkan layanan pendukung yang lebih bervariasi agar semakin bisa menjawab kebutuhan konsumen, serta memberikan jaminan yang tinggi. Manajer hendaknya menawarkan layanan online yang terbebas dari gangguan, lebih mudah dalam akses dan penggunaannya serta disajikan dengan tampilan desain yang baik karena akan menambah kesenangan konsumen, misalnya pada saat konsumen menemui kesulitan dalam penggunaan layanan, mereka membutuhkan solusi yang cepat dan efisien. Mempertimbangkan dengan baik dalam pemberian pop-ups, iklan banner, serta fitur lain pada web site yang bersifat menganggu dan tidak berkaitan dengan layanan pendukung Saran Hal yang menjadi keterbatasan serta saran dalam penelitian ini adalah dalam pembagian kuesioner sering dijumpai responden yang mengisi dengan tidak teliti karena disebabkan oleh aktifitas maupun kesibukan mereka sehingga hal ini akan mengakibatkan banyak kuesioner yang tidak dapat digunakan. Oleh karena itu, sebaiknya manfaatkan waktu yang cukup dalam pembagian kuesioner sehingga diperoleh kuesioner yang layak untuk dianalisis. Memiliki kemampuan generalisasi yang terbatas, sehingga dibutuhkan sampel yang lebih besar dan lebih heterogen. Responden konsumen dalam penelitian cenderung homogen yaitu sebagian besar mahasiswa dan berusia muda, sebaiknya pada penelitian berikutnya agar memperluas karakteristik responden misalnya motivasi, pengalaman penggunaan layanan online, frekuensi penggunaan layanan online, tingkat pendidikan, pekerjaan, serta pendapatan. Hal ini, dikarenakan karakteristik konsumen dapat mempengaruhi persepsi serta evaluasi konsumen pada layanan-layanan online yang disampaikan melalui web site (Zeithaml et al., 2002).
PENGARUH PENDUKUNG ONLINE PADA WEB SITE PENYEDIA LAYANAN...................(Ni Nengah Ami Estikasari)
Validitas hasil dari penelitian ini tergantung dari besarnya peranan layanan pendukung online pada layanan intinya, maka pada penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti layanan pendukung dengan layanan atau produk inti yang berbeda-beda. Adanya media internet yang lain seperti GPRS, memberikan peluang dalam menyampaikan layanan pendukung online, penelitian selanjutnya hendaknya meneliti bagaimana pengaruhnya terhadap nilai, kesenangan, yang akan menentukan kepuasan online layanan pendukung serta loyalitas konsumen terhadap layanan telekomunikasi secara keseluruhan melalui media tersebut.
tribution and Logistics Management, Vol. 29, No. 6: 374–97. —————. dan C. New (2001), “Customer Support and New Product Development – an Exploratory Study”, International Journal of Operations and Production Management, Vol. 21, No. 3: 275–301. Grönroos, C., F. Heinonen, K. Isoniemi dan M. Lindholm (2000), “The Netoffer Model: A Case Example from the Virtual Marketspace”, Management Decision, Vol. 38, No. 4: 243–52.
DAFTAR PUSTAKA
Hair, J.F., R.E. Anderson., R.L. Tatham., dan W. C. Black (1998), Multivariate Data Analysis, Fifth Edition. Prentice-Hall International. Inc.
Anderson, R. E. dan S. S. Srinivasan (2003), “E-Satisfaction and E-Loyalty: A Contigency Framework”, Psychology and Marketing, Vol. 20 (February): 123 – 138.
Hoffman, D.L. dan Novak (1996), “Marketing in Hypermedia Computer-Mediated Environments: Conceptual Foundations”, Journal of Marketing, Vol. 60, No.7: 50 – 68.
Bitner, M.J. (1995), “Relationship Marketing: It’s All About Promises”, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 23, No. 4: 246–51.
Kennedy, T., B. Welman dan K. Klement (2003), “Gendering the Digital Divide”, IT&Society, Vol.1, pp. 72 – 96, dalam <www.ITandSociety.com> diakses 25 Februari 2007.
——————. (2001), “Service Technology: Opportunities and Paradoxes”, Managing Service Quality, Vol. 11, No. 6: 375–79. Daugherty P.J., A.E. Ellinger dan Q.J. Plair (1997), “Using Service to Create Loyalty with Key Accounts”, International Journal of Logistics Management, Vol. 8, No. 2: 83–91. Fallows, D. (2005), “Women are Cacthing Up to Men in Most Measures of Online Life. Men Like the Internet for Experiences it Offers, While Women Like it for Human Connection it Promotes” , Pew Internet & American Life Project, dalam <www.pewinternet.org> diakses 25 Februari 2007. Goffin, K. (1999), “Customer Support – a Cross-Industry Study of Distribution Channels and Strategies”, International Journal of Physical Dis-
Loomba, A.P. (1996), “Linkages Between Product Distribution and Service Support Functions”, International Journal of Physical Distribution and Logistics Management, Vol. 26, No. 4: 4– 22. Oliver, R.L. (1999), “Whence Customer Loyalty?”, Journal of Marketing, Vol. 63, Special Issue: 33–44. ——————, R.T. Rust dan S. Varki (1997), “Customer Delight: Foundations, Findings, and Managerial Insight”, Journal of Retailing, Vol. 73, Issue 3. Parasuraman A., L.L. Berry dan V.A. Zeithaml (1985), “A Conceptual Model of Service Quality and its Implications for Future Research”, Journal of Marketing , Vol. 49: 41 – 50.
85
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 77-86
Reicheld, F.F. dan P. Schefter (2000), “E-Loyalty: Your Secret Weapon on the Web”, Havard Business Review: 105-113. Rust, R.T. dan K.N. Lemon (2001), “E-service and the Consumer”, International Journal of Electronic Commerce, Vol. 5, No. 3: 85–101. Sweeney, J.C., G.N. Soutar, dan L.W. Johnson (1999), “The Role of Perceived Risk in the Quality-value Relationship: a Study in a Retail Environment”, Journal of Retailing, Vol. 75, No. 1: 77–105. Van Riel, A.C.R., J. Lemmink, S. Streukens, dan V. Liljander (2004), “Boost Customer Loyalty with Online Support: The Case of Mobile Telecoms Providers”, Int. J. Internet Marketing and Advertising, Vol. 1, No. 1: 4-23. Zang, X. dan Y. Tang (2006), Customer Perceived Eservice Quality in Online Shopping, Master Thesis Marketing, Lulea University of Technology, dalam
diakses 10 Oktober 2006.
86
Zeithaml, V.A.(1988), “ Consumer Perceptions of Price, Quality and Value: a Means-End Model and Synthesis of Evidence”, Journal of Marketing, Vol. 52, July: 2-22. ————, A. Parasuraman dan A. Malhotra (2000), “A Conceptual Framework for Understanding Eservice Quality: Implications for Future Research and Managerial Practice”, Working Paper, Report Nr.00 – 115 (Cambridge, MA, Marketing Science Institute). ————, A. Parasuraman dan A. Malhotra (2002), “Service Quality Delivery Through Websites: A Critical Review of Extant Knowledge”, Journal of The Academy of Marketing Science, Vol. 301: 362 – 375. ————, L.L. Berry and A. Parasuraman (1996), “The Behavioral Consequences of Service Quality”, Journal of Marketing, Vol. 60, April: 31–46.
ISSN: 1978-3116 ANALISIS DESKRIPTIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN...............................(Asri Wening Handayani & Rudy Badrudin)
Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Hal. 87-97
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
ANALISIS DESKRIPTIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI D.I. YOGYAKARTA, TAHUN 2004-2005 Asri Wening Handayani Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail: [email protected]
Rudy Badrudin Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail: [email protected]
ABSTRAK Otonomi daerah per 1 Januari 2001 memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk menangani pembangunan di daerah termasuk dalam mengelola keuangan daerah (APBD) menjadi lebih mandiri. Program pembangunan sebagai unsur pos belanja dalam APBD membutuhkan pos pendapatan dan pembiayaan dalam APBD. Penilaian keberhasilan berbagai program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah daerah dapat dilakukan dengan cara melakukan proses auditing untuk dinilai oleh profesi akuntansi untuk menegaskan sejauh mana standar akuntansi pemerintahan telah diaplikasikan dengan semestinya dan apakah pos-pos laporan keuangan tersebut telah memenuhi standar kewajaran yang berlaku bagi operasi sebuah pemerintahan daerah. Di samping itu, penilaian keberhasilan juga dapat dilakukan melalui analisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Penelitian ini akan menganalisis kinerja pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mengelola keuangan daerahnya dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD Kabupaten/
Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut melalui Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) serta Analisis Rasio Keserasian (RK) yang meliputi Analisis Rasio Belanja Rutin (RBR) dan Analisis Rasio Belanja Pembangunan (RBP). Kata kunci: Otonomi daerah, RKKD, RK, RBR, RBP.
PENDAHULUAN Selama hampir lebih dari dua dasawarsa (sejak tahun 1970an) proses pembangunan di Indonesia, terjadi pertumbuhan perekonomian yang secara bertahap meningkat dengan pesatnya. Bahkan beberapa tahun sebelum krisis terjadi, mesin pertumbuhan ekonomi telah terpacu melebihi daya dukung kapasitasnya dengan segala akibat yang harus ditanggung seperti melonjaknya utang luar negeri dan ketimpangan pembangunan antarwilayah di Indonesia. Ketimpangan pembangunan antarwilayah ini tidak dapat dibiarkan dan dianggap sebagai sesuatu yang given, karena rawannya masalah ketidakpuasan masyarakat belakangan ini terhadap pola pembangunan nasional
87
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 87-97
yang dikembangkan pada masa orde baru selama lebih dari 30 tahun. Tuntutan desentralisasi dan hak otonomi untuk mengatur dan merencanakan pembangunan daerah merupakan suatu keputusan politik yang rasional sehingga perlu diantisipasi persiapannya secara matang. Sentralisasi berbagai keputusan pemerintah dan lembaga publik/departemen pada tingkat pusat juga memperbesar inefisiensi, antara lain dengan semakin banyaknya proyek pembangunan di daerah yang tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar propinsi di luar Jawa tidak berdaya dalam melaksanakan program-program pembangunannya secara swakelola mengingat keterbatasan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam menggali dan menggunakan dana pembangunan daerah. Permasalahan ketimpangan dan segala bentuk ketidakadilan pembangunan kemudian semakin muncul ke permukaan, khususnya dengan tumbangnya era pemerintahan orde baru. Aspirasi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri secara lebih mandiri muncul tak terelakkan, antara lain dengan keinginan beberapa daerah untuk mendapatkan hak otonomi penuh dari Pemerintah Pusat dalam menjalankan roda pemerintahan daerahnya. Tuntutan tersebut dijawab dengan dikeluarkannya UndangUndang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua Undang-Undang tersebut mengatur ketentuan pelaksanaan otonomi kepada pemerintah di daerah, khususnya daerah Kabupaten dan Kota yang lebih luas dibandingkan dengan UndangUndang No. 5 Tahun 1974. Kedua Undang-Undang tersebut kemudian direvisi, yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. Apabila sebelumnya pemahaman desentralisasi adalah terbatas pada azas dekonsentrasi dan azas delegasi atau pelimpahan wewenang dalam pengambilan keputusan dan administrasi pelaksanaan fungsi-fungsi kepemerintahan kepada intitusi semi otonom di daerah, maka setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
88
dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah bentuk desentralisasi yang dimaksud adalah desentralisasi yang lebih luas yang ingin dicapai oleh para wakil rakyat dan pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah pusat melimpahkan wewenang dalam pengambilan keputusan, pembiayaan, dan manajemen kepada daerah otonom. Salah satu implementasi paket undangundang tentang otonomi daerah adalah bentuk pengelolaan keuangan daerah. APBD sangat berperan bagi terselenggaranya pembangunan di daerah kabupaten/kota itu sendiri. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk memilih judul Analisis Deskriptif APBD Kabupaten/Kota di Propinsi D.I Yogyakarta Tahun 2004-2005. Adapun dipilihnya tahun 2004-2005 karena pada tahun tersebut tepat tiga tahun lamanya setelah UU tentang otonomi daerah pertama kali diberlakukannya per 1 Januari 2001. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran umum mengenai APBD Kabupaten/Kota di Propinsi D.I Yogyakarta Tahun 2004-2005”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan APBD Kabupaten/Kota di Propinsi D.I Yogyakarta Tahun 2004-2005. Manfaat penelitian adalah sebagai bahan masukan kepada instansi terkait untuk merumuskan kebijakan pembangunan potensi daerah yang ada di Kabupaten/ Kota di Propinsi D.I Yogyakarta dan sebagai bahan referensi bagi pembaca ataupun peneliti lain dalam menganalisis pembangunan perekonomian daerah. MASALAH DAN PEMBAHASAN Data adalah semua hasil observasi atau pengukuran yang telah dicatat untuk suatu keperluan tertentu (Lincolin Arsyad,1993;72). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari dalam instansi yang berkaitan serta lembaga lain yang menunjang dan data sekunder yang telah diolah lebih lanjut yang kemudian diterbitkan/ dilaporkan suatu lembaga (Algifari,1997;5). Data yang dimaksud dapat berupa jurnal, literatur, dan artikel. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data studi dokumentasi yang mempelajari beberapa dokumen dan naskah dari instansi-instansi yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti dan studi
ANALISIS DESKRIPTIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN...............................(Asri Wening Handayani & Rudy Badrudin)
kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku serta sumber lain seperti artikel, literatur, jurnal, dan situs internet dalam usaha mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan teori atau konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti. Analisis yang dipergunakan adalah analisis statistika deskriptif, yaitu dengan mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data agar pihak lain dapat dengan mudah memperoleh gambaran mengenai sifat (karakteristik) obyek dari data tersebut. Penyajiannya dapat berupa ukuran, tabel, grafik, gambar, dan lain sebagainya (Algifari,1997;6). Pengertian daerah berbeda-beda tergantung pada aspek tinjauannya. Berdasarkan aspek ekonomi, daerah mempunyai tiga pengertian, yaitu (1) Daerah Homogen, suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana kegiatan ekonomi terjadi dan di dalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan per kapita, sosial-budaya, geografis, dan sebagainya; (2) Daerah Nodal, suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi; dan (3) Daerah Perencanaan atau Daerah Administrasi, suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi tertentu seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan daerah di sini didasarkan oleh pembagian administratif suatu negara (Lincolin Arsyad,2004;297). Dalam praktik, pengertian ketiga lebih banyak digunakan dalam membahas perencanaan pembangunan ekomomi, karena (1) Dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai lembaga pemerintah. Oleh karena itu, akan lebih praktis jika suatu negara dipecah menjadi beberapa daerah ekonomi berdasarkan suatu administratif yang ada dan (2) Daerah yang batasannya ditentukan secara administratif lebih mudah dianalisis, karena biasanya pengunpulan data di berbagai daerah dalam suatu negara pembagiannya didasarkan pada satuan administratif. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Lincolin Arsyad, 2004; 298). Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakankebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yang mencakup pembentukan institusiinstitusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaanperusahaan baru. Saat ini tidak ada suatu teori pun yang mampu untuk menjelaskan pembangunan eknomi daerah secara komperhensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu kita untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakekatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metoda dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu. Dalam menganalisis perekonomian suatu daerah terdapat beberapa kendala yang menjadikan analisis ini sangat sulit. Adapun kendala-kendala tersebut adalah (1) Data tentang daerah sangat terbatas, kondisi ini sangat dimungkinkan terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal. Dengan data yang sangat terbatas sangat sukar untuk menggunakan metoda yang telah dikembangkan dalam memberikan gambaran mengenai perekonomian suatu daerah; (2) Data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, hal ini terjadi karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis
89
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 87-97
perekonomian secara nasional; (3) Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan, dal ini disebabkan oleh perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh; dan (4) Data yang terbatas sulit untuk dipercaya, Keadaan seperti ini menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian suatu daerah (Lincolin Arsyad, 2004; hal 299). Teori Ekonomi Neo Klasik menjelaskan bahwa terdapat dua konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah. Adapun dua konsep tersebut adalah keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiah jika modal dapat mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul berdasarkan teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/
batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Teori Tempat Sentral menganggap bahwa ada hirarki tempat. Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori Kausasi kumulatif menjelaskan bahwa kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative causation) ini. Kekuatankekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daerah tersebut (daerah maju versus daerah terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerahdaerah lainnya. Hal ini disebut Mydral (1957) sebagai backwash effect. Model Daya tarik adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasar terhadap industrialis melalui pemberian subsidi dan insentif. Teori-teori pembangunan ekonomi daerah tersebut tidak mampu untuk menjelaskan kegiatankegiatan ekonomi daerah secara tuntas dan komperhensif. Oleh karena itu, dirumuskan suatu pendekatan alternatif terhadap teori pembangunan ekonomi daerah. Pendekatan alternatif ini merupakan sintesa dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah ada. Pendekatan alternatif terhadap teori pembangunan ekonomi daerah dapat disajikan sebagai berikut:
Tabel 1 Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Sumber: Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, Ed. 4, BP STIE YKPN., Yogyakarta, 1999, hal. 302.
90
ANALISIS DESKRIPTIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN...............................(Asri Wening Handayani & Rudy Badrudin)
Teori pembiayaan pembangunan daerah menekankan pada proses pembentukan modal. Modal inilah yang kemudian digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan secara makro di Indonesia adalah (1) Ekspor, sebagai penganut sistem ekonomi terbuka, lalu lintas perdagangan internasional sangat berperan penting dalam perekonomian dan pembangunan di Indonesia. Seberapa besar peran tersebut dapat terlihat dari kontribusi ekspor yang sangat besar terhadap devisa Indonesia (terutama pada tahun 1970-an, kontribusi ekspor mencapai 80%); (2) Bantuan Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing (PMA), di masa awal orde baru, para penentu kebijakan menghadapi kelangkaan modal dan sumber pembiayaan pembangunan. Tabungan domestik waktu itu begitu rendah dan tidak dapat diharapkan meningkat dalam waktu singkat. Jalan keluarnya adalah pembiayaan pembangunan dari sumbersumber luar negeri, dalam bentuk bantuan luar negeri dan PMA; (3) Tabungan Domestik diperoleh dari sektor pemerintah dan sektor masyarakat. Tabungan pemerintah yang dimaksud adalah tabungan pemerintah dalam APBN, sebagai selisih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Sedangkan tabungan masarakat merupakan akumulasi dari Tabanas, Taska, dan Deposito Berjangka (Mudrajad Kuncoro,1997, hal. 215). Secara mikro, sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah tak jauh berbeda. Hanya saja ruang lingkupnya yang lebih kecil, yaitu dalam skala daerah (wilayah regional). Adapun sumber-sumber pembiayaan tersebut adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang bersumber dari Pendapatan asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Penerimaan lain-lain yang sah. Namun hingga saat ini penerimaan
yang berasal dari pinjaman daerah belum diijinkan oleh pemerintah pusat dan partisipasi masyarakat daerah yang berupa tabungan masyarakat daerah. Tugas pemerintah daerah adalah menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan layanan sosial masyarakat. Dalam menjalankan tugas tersebut, pemerintah daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai. Penilaian tersebut ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai kinerja pemerintah daerah itu sendiri. Penilaian dapat dilakukan dengan cara melakukan proses auditing untuk dinilai oleh profesi akuntansi untuk menegaskan sejauh mana standar akuntansi pemerintahan telah diaplikasikan dengan semestinya dan apakah pos-pos laporan keuangan tersebut telah memenuhi standar kewajaran yang berlaku bagi operasi sebuah pemerintahan daerah. Selain dilakukan proses auditing terhadap laporan keuangan juga dapat dilakukan proses analisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Hasil analisis rasio keuangan APBD suatu daerah dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam (1) Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah; (2) Mengukur efektifitas dan efesiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah; (3) Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerah; (4) Mengukur kontribusi masingmasing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah; dan (5) Melihat pertumbuhan/ perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Struktur penerimaan pada APBD Kabupaten/ Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2004 dan 2005:
Tabel 2 Struktur Penerimaan pada APBD Kabupaten/Kota di Propinsi D. I. Yogyakarta, Tahun 2004 dan 2005
Sumber: BPS DIY, Indikator Ekonomi DIY tahun 2005. Data diolah.
91
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 87-97
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa kontribusi masing-masing sumber penerimaan APBD tiap Kabupaten/Kota pada tahun 2004 dan 2005 mengalami perubahan (peningkatan/penurunan). Perubahan kontribusi sumber-sumber penerimaan APBD tersebut adalah:
pada tahun berikutnya. Sedangkan kontribusi terbesar ke dua adalah PAD, yaitu sebesar 7,7% pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 7,9% pada tahun 2005. Kontribusi terkecil berasal dari pos pendapatan lainlain yang sah yang mengalami peningkatan sebesar 2,3% dari tahun 2004 menjadi 7,7% pada tahun 2005.
a.
b.
Kabupaten Bantul Grafik 1 Struktur Penerimaan APBD Kabupaten Bantul tahun 2004 5.4%
Kabupaten Sleman Grafik 3 Struktur Penerimaan APBD Kabupaten Sleman tahun 2004
7.7%
6,3%
79,3%
86.9%
PAD
PAD
Dana Perimbangan
Dana Perimbangan
Pendapatan Lain-lain yang sah
Pendapatan Lain-lain yang sah
Grafik 2 Struktur Penerimaan APBD Kabupaten Bantul tahun 2005
Grafik 4 Struktur Penerimaan APBD Kabupaten Sleman tahun 2005
7,7%
3,9%
7,9%
83,4%
13,6%
82,5%
PAD
PAD
Dana Perimbangan
Dana Perimbangan
Pendapatan Lain-lain yang sah
Pendapatan Lain-lain yang sah
Berdasarkan grafik 1 dan 2, nampak bahwa kontribusi terbesar penerimaan APBD Kabupaten Bantul baik pada tahun 2004 maupun tahun 2005 adalah dari pos dana perimbangan walaupun mengalami penurunan sebesar 3,5%, yaitu sebesar 86,9% pada tahun 2004 dan 83,4%
92
14,4%
Berdasarkan Grafik 3 dan 4, kontribusi penerimaan APBD terbesar di Kabupaten Sleman adalah berasal dari dana perimbangan sebesar 79,3% pada tahun 2004 yang kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2005 menjadi 82,5%. Peringkat kedua adalah PAD yang
ANALISIS DESKRIPTIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN...............................(Asri Wening Handayani & Rudy Badrudin)
mengalami penurunan sebesar 0,8% menjadi 82,5% pada tahun 2005. Kontribusi terendah berasal dari pos pendapatan lain-lain yang sah, yaitu sebesar 6,3% pada tahun 2004 dan mengalami penurunan pada tahun berikutnya sebesar 2,4% menjadi 3,9%. c.
yang mengalami peningkatan sebesar 0,1% dari tahun sebelumnya. d.
Kabupaten Gunung Kidul Grafik 7 Struktur Penerimaan APBD Kabupaten Gunung Kidul tahun 2004
Kota Yogyakarta Grafik 5 Struktur Penerimaan APBD Kota Yogyakarta tahun 2004 5,3%
5,2% 5,8%
21,6% 89,0%
PAD
73,1%
Dana Perimbangan
PAD
Pendapatan Lain-lain yang sah
Dana Perimbangan Pendapatan Lain-lain yang sah
Grafik 6 Struktur Penerimaan APBD Kota Yogyakarta tahun 2005 5,4%
Grafik 8 Struktur Penerimaan APBD Kabupaten Gunung Kidul tahun 2005
4,2% 7,0%
22,2% 88,8%
72,4% PAD
PAD
Dana Perimbangan
Dana Perimbangan
Pendapatan Lain-lain yang sah
Pendapatan Lain-lain yang sah
Berdasarkan Grafik 5 dan 6, kontribusi penerimaan APBD Kota Yogyakarta terbesar bersumber dari dana perimbangan yang mengalami penurunan sebesar 0,7% pada tahun 2005 menjadi 72,4%. Kemudian disusul oleh pos PAD sebesar 21,6% pada tahun 2004 yang mengalami peningkatan pada tahun berikutnya menjadi 21,6%. Kontribusi terkecil bersumber dari pendapatan lain-lain yang sah, yaitu sebesar 5,4% pada tahun 2005
Berdasarkan Grafik 7 dan 8, dapat dilihat bahwa kontribusi penerimaan APBD Kabupaten Gunung Kidul terendah berasal dari pos pendapatan lain-lain yang sah, yaitu sebesar 5,2% pada tahun 2004 dan 4,2% pada tahun 2005. Kontribusi terbesar kedua bersumber dari pos PAD yang mengalami peningkatan pada tahun 2005 sebesar 1,2%. Sedang kontribusi terbesar berasal dari pos dana perimbangan yang turun sebesar 0,2% dari tahun 2004.
93
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 87-97
e.
Kabupaten Kulon Progo Grafik 9 Struktur Penerimaan APBD Kabupaten Kulon Progo tahun 2004
9,4%
6,7%
83,9%
PAD Dana Perimbangan Pendapatan Lain-lain yang sah
Grafik 10 Struktur Penerimaan APBD Kabupaten Kulon Progo tahun 2005
4,7%
wakil rakyat; (2) Eksekutif sebagai landasan dalam penyusunan APBD berikutnya; (3) Pemerintahan pusat/ propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah; (4) Calon kreditor yang bersedia memberikan pinjaman atau pembelian obligasi yang ditawarkan pemerintah daerah; (5) Calon investor yang bersedia melakukan investasi di daerah. Rasio keuangan APBD yang dapat dikembangkan dari rasio keuangan perusahaan antara lain rasio Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dan Rasio Keserasian. Analisis terhadap APBD yang disebut dengan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menunjukkan (1) Kemampuan pemerintah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,pembangunan, dan layanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah; (2) Ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern; (3) Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah; (4) Tingkat kesejahteraan masyarakat; dan (5) RKKD menunjukkan rasio antara PAD dan Pendapatan Daerah.
7,6%
Pendapatan Asli Derah RKKD = 87,7%
PAD Dana Perimbangan Pendapatan Lain-lain yang sah
Berdasarkan Grafik 9 dan 10, kontribusi penerimaan APBD terbesar di Kabupaten Kulon Progo adalah berasal dari dana perimbangan sebesar 83,9% pada tahun 2004 yang kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2005 menjadi 87,7%. Peringkat kedua adalah pendapatan lain-lain yang sah yang mengalami penurunan sebesar 4,7% menjadi 4,7% pada tahun 2005. Kontribusi terendah berasal dari pos PAD, yaitu sebesar 6,7% pada tahun 2004 dan mengalami peningkatan pada tahun berikutnya sebesar 0,9% menjadi 7,6%. Hasil analisis rasio keuangan APBD suatu daerah dapat disampaikan kepada (1) DPRD sebagai
94
Pendapatan Daerah Hasil perhitungan RKKD pada APBD Kabupaten/Kota di Propinsi D.I Yogyakarta pada tahun 2004 dan 2005: Tabel 3 RKKD Kabupaten/Kota di Propinsi DIY pada APBD Tahun 2004 dan 2005
ANALISIS DESKRIPTIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN...............................(Asri Wening Handayani & Rudy Badrudin)
Berdasarkan Tabel 3, nampak bahwa RKKD pada APBD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta dari tahun 2004 ke 2005 mengalami peningkatan. Pada Kabupaten Bantul, RKKD meningkat dari 7,7% menjadi 7,9%. Pada Kabupaten Gunung Kidul kenaikan RKKD mencapai 1,2%, yaitu dari 5,8% menjadi 7,0%. Sedangkan pada Kabupaten Kulon Progo, RKKD meningkat menjadi 7,6% pada tahun 2005 dari sebesar 6,7% pada tahun 2004. Pada Kota Yogyakarta, RKKD meningkat sebesar 0,6% dari tahun 2004 ke 2005. Peningkatan RKKD pada Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta dari tahun 2004 ke 2005 menunjukkan bahwa (1) Pemerintah Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta semakin mampu dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan layanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah; (2) Ketergantungan Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta terhadap sumber dana ekstern semakin menurun; (3) Tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta dalam pembangunan daerah semakin tinggi; dan (4) Tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta semakin meningkat. Berdasarkan Tabel 3, nampak bahwa RKKD pada APBD Kabupaten Sleman mengalami penurunan dari tahun 2004 ke 2005 sebesar 0,8%. Penurunan RKKD pada Kabupaten Sleman tersebut menunjukkan bahwa (1) Kemampuan pemerintah Kabupaten Sleman dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan layanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah mengalami penurunan; (2) Ketergantungan Kabupaten Sleman terhadap sumber dana ekstern semakin meningkat; (3) Tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten sleman dalam pembangunan daerah semakin rendah; dan (4) Tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sleman semakin menurun. Analisis terhadap APBD yang disebut dengan rasio keserasian (RK) menunjukkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dana belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin (Rasio Belanja Rutin atau RBR) berarti semakin kecil persentase dana belanja investasi atau belanja pembangunan (Rasio Belanja Pembangunan atau RBP) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat, dan sebaliknya. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD =
Total Belanja Rutin Total APBD
Rasio Belanja Pembangunan = terhadap APBD
Total Belanja Pembangunan Total APBD
Hasil perhitungan Rasio Keserasian pada APBD Kabupaten/Kota di Propinsi D.I Yogyakarta tahun 2004 dan 2005 disajikan pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4 RK pada APBD Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004 dan 2005
95
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 87-97
Berdasarkan Tabel 4, nampak kondisi RBR dan RBP pada masing-masing Kabupaten/Kota di Propinsi D.I Yogyakarta. RBR Kota Yogyakarta dari tahun anggaran 2004 ke 2005 naik dari 15,76% menjadi 16,15% sedang RBP Kota Yogyakarta dari tahun anggaran 2004 ke 2005 mengalami penurunan dari 84,24% menjadi 83,85%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti semakin kecil persentase dana belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat. Artinya, pembangunan di Kota Yogyakarta menunjukkan penurunan orientasi tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah. RBR Kabupaten Sleman mengalami penurunan, yaitu sebesar 24,82% pada tahun anggaran 2004 menjadi 24,03% pada tahun anggaran 2005. Sedang RBP Kabupaten Sleman mengalami peningkatan dari tahun anggaran 2004 ke 2005 sebesar 0,79%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti semakin besar persentase dana belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat. Artinya, pembangunan di Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa pembangunan semakin berorientasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah. RBR Kabupaten Gunung Kidul mengalami peningkatan pesat dari 18,71% pada tahun anggaran 2004 menjadi 68,78% pada tahun anggaran berikutnya. sedang RBP Kabupaten Gunung Kidul mengalami penurunan yang begitu tajam, yaitu sebesar 50,07%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti semakin kecil persentase dana belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat. Artinya, pembangunan di Kabupaten Gunung Kidul menunjukkan penurunan orientasi tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah. RBR Kabupaten Bantul mengalami penurunan dari tahun anggaran 2004 ke 2005 sebesar 1,44% dan RBP Kabupaten Bantul meningkat dari tahun anggaran 2004 ke 2005 sebesar 4,19%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti semakin besar persentase dana
96
belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat. Artinya, pembangunan di Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa pembangunan semakin berorientasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah. RBR Kabupaten Kulon Progo mengalami peningkatan dari 12,70% pada tahun anggaran 2004 menjadi 13,49% pada tahun anggaran berikutnya. Sedang RBP Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan sebesar 0,79% dari tahun anggaran sebelumnya menjadi 86,51% pada tahun anggaran 2005. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti semakin kecil persentase dana belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat. Artinya, pembangunan di Kabupaten Kulon Progo menunjukkan penurunan orientasi tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah. SIMPULAN Berdasarkan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa kontribusi terbesar penerimaan APBD Kabupaten Bantul baik pada tahun 2004 maupun tahun 2005 adalah dari pos dana perimbangan. Sedangkan kontribusi terbesar ke dua adalah PAD dan kontribusi terkecil berasal dari pos pendapatan lain-lain yang sah. Kontribusi penerimaan APBD terbesar di Kabupaten Sleman pada tahun 2004 dan 2005 berasal dari dana perimbangan lalu disusul oleh pos PAD dan kontribusi terendah berasal dari pos pendapatan lainlain yang sah. Kontribusi penerimaan APBD tahun 2004 dan 2005 Kota Yogyakarta terbesar bersumber dari dana perimbangan kemudian disusul dari pos PAD dan kontribusi terkecil bersumber dari pendapatan lain-lain yang sah. Kontribusi penerimaan APBD tahun 2004 dan 2005 Kabupaten Gunung Kidul terendah berasal dari pos pendapatan lain-lain yang sah, kontribusi terbesar kedua bersumber dari pos PAD, sedang kontribusi terbesar berasal dari pos dana perimbangan yang turun sebesar 0,2% dari tahun 2004. Kontribusi penerimaan APBD terbesar di Kabupaten Sleman berasal dari dana perimbangan, peringkat kedua adalah pos pendapatan lain-lain yang sah. Sedangkan kontribusi terendah berasal dari pos PAD.
ANALISIS DESKRIPTIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN...............................(Asri Wening Handayani & Rudy Badrudin)
Berdasarkan analisis RKKD terhadap APBD Propinsi D.I Yogyakarta tahun 2004 dan 2005, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta semakin mampu dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan layanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Sedangkan kemampuan Kabupaten Sleman untuk membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan layanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan mengalami penurunan. Ketergantungan Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta terhadap sumber dana ekstern semakin menurun. Sedangkan Kabupaten Sleman semakin tergantung pada dana ekstern. Tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta dalam pembangunan daerah semakin tinggi. Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Sleman dalam pembangunan daerah semakin rendah. Tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta semakin meningkat. Sedangkan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sleman semakin menurun. Berdasarkan analisis RK (RBR dan RBP) terhadap APBD Propinsi D.I Yogyakarta tahun 2004 dan 2005 dapat terlihat bahwa orientasi pembangunan masing-masing Kabupaten/Kota adalah Pembangunan di Kota Yogyakarta menunjukkan penurunan orientasi tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah. Pembangunan di Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa pembangunan semakin berorientasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah. Pembangunan di Kabupaten Gunung Kidul menunjukkan penurunan orientasi tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah. Pembangunan di Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa pembangunan semakin berorientasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah. Pembangunan di Kabupaten Kulon Progo menunjukkan penurunan orientasi tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sebagai obyek pembangunan daerah.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin. Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. BP STIE YKPN. Yogyakarta. 2004. Algifari. Statistika Ekonomi 1. Edisi 2. BP STIE YKPN. Yogyakarta. 1997. Badan Pusat Statistik Propinsi DIY. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Tingkat I 1990/19911993/1994. Jakarta. 1995. _________. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2005. Yogyakarta. 2006. _________. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2004. Yogyakarta. 2005. _________. Indikator Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta 2005. Yogyakarta. 2007. http://www.google.com. Strategi Investasi Untuk Menarik Investor. _________.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. _________.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Khasanah, Mufidhatul. Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD): Kasus APBD Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo, Tahun 2004 dan 2005. “Jurnal Akuntansi & Manajemen STIE YKPN Yogyakarta. Vol 18, No.1, April 2007”: 4350. Kuncoro, Mudrajad. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan Kebijakan. BP UPP AMP YKPN. Yogyakarta. 1997.
97
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 87-97
98
ISSN: 1978-3116 INTERPERSONAL NETWORK: KETERKAITANNYA DENGAN PERSONALITY DAN...................(Wisnu Prajogo)
Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Hal. 99-103
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
INTERPERSONAL NETWORK: KETERKAITANNYA DENGAN PERSONALITY DAN KINERJA BERDASARKAN SUDUT PANDANG SOCIAL RESOURCES THEORY Wisnu Prajogo Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail: [email protected]
ABSTRACT Social resources theory states that there are resources available in social network. People who have wide interpersonal network will be able to utilize those resources, so they will get advantage in doing their jobs better than others who cannot utilize those resources. However, research exploring antecedents of interpersonal network is still limited. This research examines employee’s personality measured by proactive personality as an antecedent of interpersonal network and the network’s effect to performance measured by inrole performance. The result shows that proactive personality is a predictor to interpersonal network and the network has positive influence to in-role performance.
kerjanya. Adanya hubungan antara network dan kinerja didukung oleh riset-riset yang antara lain dilakukan oleh Granovetter (1973); Belliveau, O’Reilly, dan Wade (1996); Burt (1997); Podolny dan Baron (1997); Gabbay dan Zuckerman (1998); Seibert, Kraimer, dan Liden (2001); dan Chua (2002). Bagaimanapun, riset yang mengeksplorasi hal-hal yang mempengaruhi interpersonal network masih sangat terbatas. Riset ini akan mencoba menguji personality yang diukur dengan proactive personality sebagai salah satu anteseden untuk interpersonal network dan pengaruh interpersonal network pada kinerja yang diukur dengan in-role performance. MATERI DAN METODE PENELITIAN
Keywords: interpersonal network, proactive personality, in-role performance.
PENDAHULUAN Konsep dasar social resources theory mengemukakan bahwa, ada sumberdaya yang melekat pada suatu interpersonal network (hubungan interpersonal) antarorang (Lin, 1982 seperti dikutip Lin, 1999). Jika seseorang memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan rekan kerja, dia akan berkinerja dengan lebih optimal karena dia mendapatkan sumberdaya dari network yang dimilikinya dalam bentuk informasi, sarana penunjang pekerjaan, ataupun dukungan dari rekan
Kepribadian merupakan faktor yang ada di dalam diri setiap orang, yang akan mempengaruhi perilaku orang tersebut (Greenberg, 2003). Kepribadian yang proaktif (proactive personality) merupakan salah satu sifat kepribadian yang dicirikan dengan adanya inisiatif seseorang dalam berbagai kegiatan yang dijalaninya (Seibert et al., 2001). Keinginan untuk selalu mengambil inisiatif muncul dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam pekerjaannya. Hal ini mengakibatkan orang dengan kepribadian yang proaktif seringkali menolak status quo dan selalu berusaha memperbaiki kondisi lingkungan yang dihadapinya (Bateman & Crant, 1993; Thompson, 2005). Dengan demikian, dalam kehidupan sehari-hari, orang yang proaktif akan cenderung berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya. Dalam
99
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 99-103
kehidupan kerjanya, dia akan selalu memperbaiki cara kerja dan berusaha melakukan yang terbaik dari waktu ke waktu. Karyawan dengan kepribadian yang proaktif akan berusaha untuk mencapai kinerja yang baik. Dalam upaya mencapai kinerja baik, jika diperlukan dia akan membina hubungan interpersonal yang baik dengan rekan kerjanya. Hal ini didukung social resouces theory (Lin 1982, seperti dikutip dalam Lin, 1999) yang mengemukakan bahwa ada sumberdaya yang melekat dalam suatu hubungan sosial. Karyawan yang memiliki hubungan interpersonal yang baik, akan mampu memanfaatkan sumberdaya tersebut, sehingga dapat berkinerja lebih baik. Dengan demikian, semakin proaktif kepribadian seseorang, interpersonal network nya akan semakin baik. Oleh karena itu, dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut: H1: Proactive personality akan berpengaruh positif pada interpersonal network. In-role performance merupakan ukuran kinerja yang terkait langsung dengan pekerjaan seseorang yaitu seberapa baik karyawan menjalankan tugas sesuai deskripsi tugasnya dan hasil yang dicapainya. Interpersonal network yang baik akan mempengaruhi inrole performance karena dua hal (Adler & Kwon, 2002). Pertama, network akan memfasilitasi akses ke sumber informasi yang lebih luas, sehingga meningkatkan kualitas, relevansi, serta ketepatan waktu informasi yang diperlukan dalam menunjang kinerja. Kedua, network membentuk pengaruh, kendali, dan kekuasaan pada pihak yang memilikinya, yang memungkinkan pihak yang memiliki network yang luas memperoleh dukungan dalam bekerja. Hal ini mengakibatkan orang dengan interpersonal network yang baik akan mampu berkinerja lebih baik. Dengan demikian, semakin baik interpersonal network seseorang, in-role performance nya akan semakin baik. Oleh karena itu, dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut: H2: Interpersonal Network akan berpengaruh positif pada in-role performance. Prosedur pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan convinience sampling dengan mencari reponden pada lokasi tertentu tanpa ada pertimbanganpertimbangan khusus dan hanya didasarkan pertimbangan kemudahan mencari reponden.
100
HASIL PENELITIAN Berdasarkan jumlah responden sebanyak 60 kuesioner yang diedarkan ke karyawan administrasi suatu perguruan tinggi swasta, sebanyak 51 kuesioner kembali dan dapat diolah. Jumlah responden ini sudah muncukupi batas minimum untuk diolah dengan path analysis, karena sudah melebihi batas minimal data yaitu lima kali jumlah parameter yang diestimasi (Hair, 1998). Data demografis responden disajikan dalam Tabel 1 berikut: Tabel 1 Data Demografis Responden KATEGORI Jenis Kelamin Usia
Status Perkawinan Pendidikan Terakhir
Masa Kerja
KLASIFIKASI Laki-laki Perempuan < 40 tahun 40 – 50 tahun > 50 tahun Menikah Tidak Menikah SMP SMA D1 D3 S1 Di bawah 10 tahun 10 -20 tahun DI atas 20 ta hun
JUMLAH 25 26 29 17 5 45 6 1 28 6 11 5 15 22 14
Sumber: Data primer. Variabel yang dijelaskan (dependent variable) dalam penelitian ini adalah in-role performance sebagai ukuran kinerja yang terkait langsung dengan pekerjaan seseorang yaitu seberapa baik seorang karyawan menjalankan tugasnya. Variabel in-role performance diukur dengan item-item pertanyaan yang dikembangkan oleh Williams dan Anderson (1991). Variabel penjelas (independent variable) dalam penelitian ini adalah proactive personality dan interpersonal network. Proactive personality diukur dengan item-item pertanyaan yang dikembangkan oleh Bateman dan Crant (1993). Interpersonal network diukur dengan item-item sebagai adaptasi dari itemitem yang dikembangkan oleh Chua (2002).
INTERPERSONAL NETWORK: KETERKAITANNYA DENGAN PERSONALITY DAN...................(Wisnu Prajogo)
Skala yang digunakan untuk seluruh instrumen diseragamkan menjadi kisaran 1 - 5. Nilai 1 dengan penjelasan bahwa responden sangat tidak setuju dengan item pernyataan tertentu, nilai 3 netral, dan nilai 5 dengan penjelasan bahwa responden sangat setuju dengan item pernyataan tertentu. Analisis faktor dilakukan untuk menguji validitas item-item pernyataan dan dilanjutkan dengan penghitungan nilai reliabilitas (alpha) untuk tiap variabel. Hasil analisis faktor disajikan pada Tabel 2.
PEMBAHASAN Tabel 3 menunjukkan statistik deskriptif seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Nilai korelasi antara variabel independen dan variabel dependennya yang signifikan menunjukkan bahwa pengujian dengan path analysis dapat dilakukan. Bagan 1 menunjukkan hasil pengujian hipotesis dengan path analysis yang diolah dengan program AMOS versi 6.0.
Tabel 2 Hasil Analisis Faktor
VARIABEL Proactive Personality
ALPHA 0,85
KODE KEP 1
N2 N3 IR 1
Menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepada saya dengan baik.
IR 2 IR 3 IR 4
Memenuhi tanggung jawab yang dijabarkan dalam deskripsi kerja. Melaksanakan tugas-tugas yang seharusnya saya lakukan. Memenuhi tuntutan kinerja yang ditentukan dalam pekerjaan. Terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang secara langsung akan mempengaruhi evaluasi kinerja saya. Memberi semangat pada rekan kerja saat mereka patah semangat.
KEP 3 KEP 4 KEP 5 KEP 6 KEP 7 KEP 8 KEP 9 KEP 10
In-Role Performance
0,91
0,90
Selalu mencari cara-cara baru untuk meningkatkan kehidupan saya. Dimanapun berada, saya selalu menjadi tenaga yang bisa diandalkan untuk perubahan menjadi yang lebih baik. Tidak ada hal lain yang membuat saya takjub selain melihat ide-ide saya menjadi kenyataan. Jika melihat suatu hal yang tidak benar, saya akan memperbaikinya. Tanpa memperdulikan seberapa anehnya, jika saya percaya pada suatu hal, saya akan mewujudkannya. Senang memperjuangkan ide-ide saya meskipun ditentang orang lain. Unggul dalam melihat kesempatan-kesempatan baru. Selalu mencari cara-cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu. Jika percaya pada suatu ide, tidak ada satu halangan pun yang dapat menghalangi saya mewujudkan ide tersebut. Dapat mengidentifikasi suatu kesempatan sebelum orang lain dapat menemukannya. Biasa bertegur sapa dengan sesama karyawan di perusahaan tempat saya bekerja. Bergaul dengan baik dengan karyawan dari bagian yang sama. Bergaul dengan baik dengan karyawan dari bagian lain.
KEP 2
Interpersonal Network
PERNYATAAN
N1
IR 5 ER 5
101
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 99-103
karyawan yang dimilikinya untuk menjadi semakin proaktif dengan berbagai program pengembangan kepribadian.
Tabel 3 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Rata-rata
Standar
Deviasi
1
2
1. Proactive Personality
3.9
0.56
1
2. Interpersonal Network
3.9
0.46
.417(**)
3. Performance
3.8
0.62
.356(**)
3
1 .260(*) 1
**p< 0.01 *p< 0.1
0,46**
INTERPERSONAL NETWORK
0,30*
W
PROACTIVE PERSONALITY
W
Bagan 1 Hasil Pengujian Hipotesis
DAFTAR PUSTAKA IN-ROLE PERFORMANCE
**p< 0.01 *p< 0.05 Hasil analisis memberikan dukungan untuk hipotesis pertama, bahwa proactive personality berpengaruh positif pada interpersonal network (â=0,46; p<0,01). Hasil analisis juga mendukung hipotesis kedua, bahwa interpersonal network berpengaruh positif pada in-role performance (â=0,30; p<0,05). Hasil penelitian ini menguatkan social resouces theory yang mengemukakan bahwa ada sumberdaya yang melekat pada suatu interpersonal network. Seorang dengan kepribadian yang proaktif, akan berusaha menjalin kerjasama dengan rekan kerjanya, dalam rangka mencapai kinerja yang baik. Keberadaan interpersonal network yang baik, mengakibatkan orang dapat memperoleh dukungan dari rekan kerjanya. Dukungan tersebut akan memampukannya mencapai kinerja yang baik. Dengan demikian, hubungan simultan yang ada antara proactive personality mempengaruhi interpersonal network mempengaruhi in-role performance didukung dalam penelitian ini. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pimpinan perusahaan perlu mencari karyawan dengan kepribadian yang proaktif atau membentuk kepribadian
102
Saran Pimpinan perusahaan perlu membuat prosedur kerja yang memungkinkan setiap karyawan membentuk interpersonal network yang baik satu sama lain, karena hal ini akan mempengaruhi kinerja karyawan tersebut.
Adler, P.S., & Kwon, S.W. 2002. Social Capital: Prospects for A New Concept. Academy of Management Review, 27(1):17- 40. Arbuckle, J.L. 2005. Amos 6.0 User’s Guide. Amos Development Corporation. Bateman, T.S. & Crant, J.M. 1993. The Proactive Component of Organizational Behavior: A Measure and Correlates. Journal of Organizational Behavior, 14(2):103-118. Belliveau, M.A., O’Reilly, C.A. III, & Wade, J.B. 1996. Social Capital at The Top: Effects of Social Similarity and Status on CEO Compensation. Academy of Management Journal, 39: 1568-1593. Chua, A. 2002. The Influence of Social Interaction on Knowledge Creation. Journal of Intellectual Capital, 3(4): 375-392. Gabbay, S.M., & Zuckerman, E.W. 1998. Social Capital and Opportunity in R&D: The Contingent Effect of Contact Density on Mobility Expectation. Social Science Research, 27: 189-217. Granovetter, M.S. 1973. The Strength of Weak Ties. American Journal of Sociology, 78(6): 13601380. Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. dan Black, W.C. 1998. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall.
INTERPERSONAL NETWORK: KETERKAITANNYA DENGAN PERSONALITY DAN...................(Wisnu Prajogo)
Lin, N. 1999. Building A Network Theory of Social Capital. Connections, 22(1): 28-51. Seibert, S.E., Kraimer, M.L., & Crant, J.M. 2001. What Do Proactive People Do? A Longitudinal Model Linking Proactive Personality and Career Success. Personnel Psychology, 54: 845-874. Thompson, J.A. 2005. Proactive Personality and Job Performance: A Social Capital Perspective. Journal of Applied Psychology, 90(5): 1011-1017. Williams, L.J. dan Anderson, S.E. 1991. Job Satisfaction and Organizational Commitment as Predictors of Organizational Citizenship and In-Role Behaviors. Journal of Management, 17(3): 601617.
103
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 99-103
104
ISSN: 1978-3116 ANALISIS PERTUMBUHAN EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN..................(Algifari)
Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Hal. 105-112
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
ANALISIS PERTUMBUHAN EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS EKONOMI Algifari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail: [email protected]
ABSTRACT The objective of this research is to investigate the growth of Indonesian export before the economic crisis (1990-1997) and after the economic crisis (19992006). Indonesian economy has a good performance before economic crisis (as a Asia Tiger). Since 1999, the government of Indonesia has tried to recover Indonesian economy. Based on the argument, two hypotheses are developed. The first, Indonesian export increased significantly before the economic crisis. Second Indonesian export increased significantly after the economic crisis. In this research, the log-lin regression model (growth model) was used to determine the rate of export growth. The result of statistical testing indicates that Indonesian export increase significantly at lavel 10,9% average per year before the economic crisis. So, Indonesian export increase significantly at level 8,9% average per year after the economic crisis. Keywords: export growth, Indonesian export, economic crisis, log-lin regression model.
PENDAHULUAN Ekspor merupakan aktivitas ekonomi yang sangat penting bagi suatu negara. Ekspor mampu menggerakkan roda perekonomain melalu berbagai aspek (Tambunan, 2001). Pertama adalah aspek yang berkaitan dengan kemampuan ekspor dalam
menghasilkan devisa yang sangat dibutuhkan untuk membiayai impor. Barang yang diimpor akan digunakan dalam proses produksi. Devisa yang diperoleh dari ekspor juga dapat digunakan untuk membiayai impor barang konsumsi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi daripada pertumbuhan impor akan memperkuat cadangan devisa. Hal ini berarti akan meningkatkan kemampuan perekonomian mengimpor barang-barang yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Peningkatan kegiatan produksi di dalam negeri akan meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan pajak bagi pemerintah, dan pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua adalah dari aspek perluasan pasar. Semakin luas pangsa pasar bagi produk suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut memiliki kesempatan untuk berproduksi pada skala ekonomis (economic of scale) untuk menekan biaya produksi. Dengan demikian, produk dalam negeri dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun di pasar luar negeri. Ketiga adalah ekspor dapat meningkatkan inovasi bagi perusahaan dalam negeri. Perusahaan yang memasarkan produknya di pasar luar negeri akan berusaha menyesuaikan produknya terhadap selera konsumen di pasar luar negeri. Hal ini mendorong perusahaan melakukan inovasi produk sehingga produk yang dihasilkan oleh perusahaan di dalam negeri menjadi beragam. Dengan banyaknya manfaat yang diperoleh dari kegiatan ekspor tersebut, maka Indonesia perlu
105
JEB Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 105-112
meningkatkan ekspor (baik dalam satuan nilai maupun dalam satuan volume) dari waktu ke waktu. Namun demikian usaha peningkatan ekspor Indonesia saat ini tidaklah mudah, karena masih terdapat banyak hambatan, di antaranya adalah masih rendahnya diversifikasi dan kualitas produk ekspor, masih terbatasnya akses pasar, terjadinya praktik ekspor dan impor illegal, masih banyaknya praktik proteksionisme dalam bentuk blok perdagangan dan persaingan tidak sehat, serta subsidi terselubung dari negara maju, relokasi investasi industri ke negara-negara pesaing baru akibat dari iklim usaha di Indonesia yang kurang kondusif, adanya hambatan non tarif yang ditandai dengan isu lingkungan seperti ecolabelling, ketentuan Sanitary and Phytosanitary, isu pekerja anak, dan masih lemahnya kemampuan negosiasi delegasi Indonesia di forum internasional. Pemerintah selalu berusaha meningkatkan ekspor Indonesia. Usaha pemerintah meningkatkan ekspor Indonesia tahun 2007 ini tertuang dalam Rencana Kerja Pembangunan (RKP) tahun 2007. Arah kebijakan pembangunan tahun 2007 di bidang perdagangan luar negeri mencakup promosi dagang dan penyelenggaraan Pusat Promosi Ekspor (Indonesian Trade Promotion Center/ITPC) di 20 kota dagang utama dunia, penelitian pasar ekspor, pengembangan produk, peningkatan partisipasi aktif dalam perundingan di berbagai forum internasional dan melakukan Trade Policy Review, optimalisasi fungsi tim nasional perundingan perdagangan internasional, peningkatan ekspor non-migas, dan investasi, penanggulangan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), anti dumping, dan fasilitasi penyelesaian sengketa dagang, tindaklanjut perundingan kerjasama perdagangan bilateral, dan persiapan pengembangan dan pembentukan National Single Window dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan ASEAN Single Window (termasuk sistem dan jaringan pertukaran data/dokumen). Nilai ekspor Indonesia secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan nilai ekspor Indonesia tahun 1995-2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
106
Tabel 1 Nilai Ekspor Indonesia, 1995 – 2006 (Juta US$)
Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000
Nilai 45.418,00 49.814,80 53.443,60 48.847,60 48.665,40 62.124,00
% 13.39% 9.68% 7.28% -8.60% -0.37% 27.66%
Tahun Nilai 2001 56.320,90 2002 57.158,80 2003 61.058,20 2004 71.584,60 2005 85.660,00 2006 100.700,00
% -9.34% 1.49% 6.82% 17.24% 19.66% 17.56%
Sumber: - Statistik Indonesia 2005/2006. - Laporan Bulanan, Kadin Indonesia, Pebruari 2007. Berdasarkan data pada Tabel 1, nilai ekspor Indonesia mengalami fluktuasi. Fluktuasi nilai ekspor Indonesia nampak sekali terjadi pada masa di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi, yaitu dalam rentang tahun 1997-1999. Nilai ekspor Indonesia mengalami pertumbuhan negatif sebesar 8,6% terjadi pada tahun 1998, yaitu dari US$53.443,6 juta pada tahun 1997 menjadi US$48.847,6 juta pada tahun 1998. Penurunan nilai ekspor Indonesia berlanjut pada tahun 1999, namun dalam persentase yang relative kecil. Nilai ekspor Indonesia tahun 1999 mengalami penurunan sebesar 0,37%, yaitu dari US$48.847,6 juta pada tahun 1998 menjadi US$48.665,4 juta pada tahun 1999. Memasuki tahun 2000, nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pada tahun 2000, nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 27,66%, yaitu dari US$48.665,4 juta pada tahun 1999 menjadi US$62.124,0 juta pada tahun 2000. Tahun 2001 nilai ekspor Indonesia menurun kembali, yaitu sebesar 9,34% dibandingkan dengan tahun 2000. Mulai tahun 2002, nilai ekspor Indonesia selalu meningkat hingga saat ini. Negara tujuan utama ekspor Indonesia saat ini masih relatif sama dengan negara tujuan utama pada masa yang lalu, yaitu Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat. Tabel 2 berisi data mengenai nilai ekspor Indonesia ke beberapa negara yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia.
ANALISIS PERTUMBUHAN EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN..................(Algifari)
Tabel 2 Nilai Ekspor berdasarkan Negara Tujuan Utama, Tahun 2003-2005. (Juta US$)
Negara Tujuan Singapura Jepang Amerika Serikat Lain-lain Total Ekspor
2003 5.399,70 13.603,50 7.373,70 34.661,30 61.038,20
Tahun 2004 6.001,20 15.962,10 8.767,30 40.854,00 71.584,60
2005 7.836,60 18.049,10 9.868,50 49.905,80 85.660,00
Sumber: Statistik Indonesia Tahun 2005/2006. Diolah. Nilai ekspor Indonesia ke semua negara tujuan utama ekspor, yaitu Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Nilai ekspor Indonesia ke Singapura pada tahun 2004 meningkat sebesar 11,1% dibandingkan dengan tahun 2003, yaitu dari US$5.399,7 pada tahun 2003 menjadi US$6.001,2 pada tahun 2004. Kenaikan nilai ekspor ke Singapura ini berlanjut pada tahun berikutnya. Nilai ekspor Indonesia ke Singapura pada tahun 2005 meningkat sebesar 30,6% dibandingkan dengan tahun 2004, yaitu dari US$6.001,2 pada tahun 2004 menjadi US$7.836,6 pada tahun 2005. Nilai ekspor Indonesia ke Jepang pada tahun 2004 meningkat sebesar 17,3% dibandingkan dengan tahun 2003, yaitu dari US$13.603,5 pada tahun 2003 menjadi US$15.962,10 pada tahun 2004. Kenaikan nilai ekspor ke Jepang ini berlanjut pada tahun berikutnya. Nilai ekspor Indonesia ke Jepang pada tahun 2005 meningkat sebesar 13,1% dibandingkan dengan tahun 2004, yaitu dari US$15.962,1 pada tahun 2004 menjadi US$18.049,1 pada tahun 2005. Nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun 2004 meningkat sebesar 18,9% dibandingkan dengan tahun 2003, yaitu dari US$7.373,70 pada tahun 2003 menjadi US$8.767,30 pada tahun 2004. Kenaikan nilai ekspor ke Singapura ini berlanjut pada tahun berikutnya. Nilai ekspor Indonesia ke Singapura pada tahun 2005 meningkat sebesar 12,6% dibandingkan dengan tahun 2004, yaitu dari US$8.767,30 pada tahun 2004 menjadi US$9.868,50 pada tahun 2005. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kenaikan nilai ekspor dalam dua periode, yaitu periode
sebelum krisis ekonomi dan periode sesudah krisis ekonomi. Nilai ekspor Indonesia mengalami kenaikan rata-rata per tahun secara signifikan, baik dalam periode sebelum krisis ekonomi maupun sesudah krisis ekonomi. Kenaikan nilai ekspor yang signifikan pada periode sebelum krisis ekonomi berkaitan dengan kenyataan bahwa perekonomian Indonesia dianggap memiliki perkembangan yang mengagumkan sampai dengan tahun 1997. Sedangkan kenaikan nilai ekspor Indonesia secara signifikan pada perode setelah krisis ekonomi berkaitan dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia. Upaya pemerintah hingga saat ini menunjukkan tanda-tanda yang mengembirakan, jika dilihat dari berbagai indikator ekonomi makro. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa saat ini perekonomian Indonesia sedang dalam kondisi pemulihan (recovery). MATERI DAN METODE PENELITIAN Perekonomian Indonesia mengalami masa kejayaannya pada awal tahun sampai dengan pertengahan tahun 1990-an. Berdasarkan perkembangan ekonomian Indonesia yang dilihat dari berbagai indikator ekonomi makro mengakibatkan Indonesia masuk ke dalam kategori negara industri baru (new industrial country). Bahkan Bank Dunia (World Bank) meramal pada tahun 2005 perekonomian Indonesia termasuk dalam kelompok 20 negara yang ekonominya terkuat di dunia (club tweenty) dan pada tahun 2020 Indonesia termasuk 5 negara yang ekonominya terkuat di dunia (big five). Namun demikian, pertengahan tahun 1997 perekonomian Indonesia mulai dilanda krisis ekonomi dan berlanjut menjadi krisis multidimensi. Citra gemilang perekonomian Indonesia yang dibangun cukup lama sirna dalam waktu yang sangat singkat. Pada tahun 1998 perekonomian Indonesia mengalami resesi. Berdasarkan argumentasi ini dirumuskan hipotesis bahwa pada masa sebelum krisis ekonomi, ekspor Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam penelitian ini, periode sebelum krisis ekonomi ádalah dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1997. Krisis ekonomi yang melanda perekonomian Indonesia berlanjut hingga kepada krisis politik. Pada tahun 1998 terjadi pergantian kepemimpinan nasional. Pemerintahan yang baru hingga saat ini berusaha untuk
107
JEB Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 105-112
mengeluarkan Indonesia dari kondisi krisis ini dengan berbagai strategi dan kebijakan. Nampaknya usaha pemerintah memperbaikan kinerja perekonomian Indonesia membuahkan hasil. Hal ini ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator ekonomi makro Indonesia. Berdasarkan argumentasi ini dirumuskan hipótesis bahwa perekonomian Indonesia saat ini sedang mengalami pemulihan (recovery) yang di antaranya ditunjukkan oleh meningkatnya ekspor Indonesia secara signifikan. Dalam penelitian ini, periode setelah krisis ekonomi adalah dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2006. Gambar 1 berikut ini menunjukkan perkembangan nilai ekspor, nilai impor, dan produksi nasional (GDP) Indonesia tahun 2002-2006.
Gambar 1 Perkembangan Ekspor, Impor, GDP Indonesia Tahun 2002-2006 Sumber: Laporan Bulanan Kadin Indonesia, Februari 2007. Diolah. Nampak pada Gambar 1, nilai ekspor, nilai impor, dan produksi nasional (GDP) dari tahun ke tahun mengalami perkembangan dengan arah yang sama. Berdasarkan grafik tersebut, nilai ekspor, nilai impor, dan produksi nasional meningkat dari tahun ke tahun selama periode 2002-2006. Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa ekspor memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian. Kegiatan ekspor dapat mendatangkan devisa yang akan memperkuat cadangan devisa. Perekonomian yang memiliki banyak cadangan devisa, berarti perekonomian tersebut memiliki kemampuan tinggi dalam rangka mengimpor barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
108
perekonomian tersebut. Berdasarkan argumentasi ini dirumuskan hipotesis bahwa terdapat korelasi positif antara ekspor dengan impor. Ekspor merupakan permintaan produk dalam negeri oleh penduduk luar negeri. Semakin tinggi ekspor, maka semakin tinggi pula permintaan penduduk luar negeri terhadap produk dalam negeri. Untuk memenuhi permintaan luar negeri tersebut, perusahaan dalam negeri berusaha meningkatkan produksinya. Berdasarkan argumetasi ini dirumuskan bahwa terdapat korelasi positif antara ekspor dengan produksi nasional. Impor barang atau jasa bagi suatu perekonomian digunakan untuk kegiatan produksi bagi perusahaanperusahaan di dalam negeri. Dengan demikian, jika impor barang dan jasa meningkat maka akan meningkatkan produksi nasional. Berdasarkan argumentasi ini dirumuskan hipotesis bahwa terdapat korelasi positif antara impor dengan produksi nasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua periode, yaitu periode sebelum krisis ekonomi yang dialami Indonesia (Tahun 1990-1997) dan periode sesudah krisis ekonomi (tahun 1999-2006). Tahun 1998 tidak digunakan dalam analisis. Pertimbangannya adalah bahwa penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dugaan bahwa pada masa sebelum krisis ekonomi, perekonomian Indonesia dinilai oleh berbagai pihak, termasuk Bank Dunia, sebagai negara yang memiliki kinerja yang menakjubkan (miracle). Kinerja perekonomian Indonesia ditunjukan oleh indikator ekonomi makro Indonesia yang di antaranya adalah pertumbuhan nilai ekspor. Analisis terhadap data ekspor pada periode setelah krisis ekonomi bertujuan untuk mengetahui apakah perekonomian Indonesia sampai saat ini telah melewati tahap depresi yang terjadi pada tahun 1998 dan sedang mengalami perbaikan (recovery) di mulai tahun 1999. Untuk mengukur laju pertumbuhan nilai ekspor Indonesia kedua periode analisis digunakan model regresi semi-log, yaitu model regresi log-lin. Bentuk umum persamaan regresi log-lin adalah (Gujarati, 1998) lnY = β0 + β1t β0 menunjukkan nilai Y pada awal periode dan β1 menunjukkan pertumbuhan Y per periode (tahun). Jika β1 bernilai positif (β 1 > 0) berarti Y mengalami pertumbuhan positif (meningkat). Sebaliknya, jika β1
ANALISIS PERTUMBUHAN EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN..................(Algifari)
bernilai negatif (β 1 < 0) berarti Y mengalami pertumbuhan negatif (menurun). Y tidak mengalami pertumbuhan jika β1 bernilai nol (β1 = 0). Variabel t menunjukkan tahun (periode) yang diamati. Untuk periode tahun 1990-1997, nilai t adalah 1, 2, 3, ... berturutturut untuk tahun 1990, 1991, 1992, .... Demikian juga halnya dengan nilai t pada periode tahun 1999-2005, nilai t adalah 1, 2, 3, ... berturut-turut untuk tahun 1999, 2000, 2001, .... dan seterusnya. Dalam membuat persamaan regresi estimasi, data observasi mengenai nilai ekspor diubah ke dalam bentuk natural log (ln). Kemudian nilai variabel ekspor yang telah transpormasi ke dalam bentuk ln diregres terhadap t. Untuk pengujian terhadap korelasi antara nilai ekspor dan nilai impor, antara ekspor dengan produksi nasional, dan antara impor dengan produksi nasional digunakan data mengenai nilai ekspor, nilai impor, dan produksi nasional dalam periode tahun 1973 sampai dengan tahun 2005. Nilai produksi nasional menggunakan gross domestic product (GDP). Korelasi antarvariabel yang dianalisis menggunakan analisis korelasi bivariat. Besarnya koefisien korelasi ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut (Algifari, 2002):
rXY =
n ∑ XY - ∑ X ∑ Y n ∑ X 2 - ( ∑ X ) 2 n ∑ Y 2 - ( ∑ Y )2
Nilai t statistik untuk mengujian korelasi antarvariabel yang diamati menggunakan rumus sebagai berikut:
t=
r n−2 1− r2
Jika nilai mutlak t statistik lebih besar daripada nilai mutlak t kritis (diperoleh dari tabel distribusi t), maka kesimpulan dari pengujian tersebut adalah terdapat korelasi antara dua variabel yang diamati. HASILANALISIS Penelitian ini bertujuan untuk menguji dugaan bahwa nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan hingga menjelang perekonomian Indonesia
dilanda krisis ekonomi (1990-1997). Di samping itu, penelitian ini juga ingin membuktikan bahwa saat ini perekonomian Indonesia sedang mengalami perbaikan (recovery) setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatkan nilai ekspor Indonesia yang signifikan dari tahun 1999 hingga sekarang. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Statistik Indonesia Tahun 2005/2006 terbitan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia dan Laporan Ekonomi Bulanan, Januari 2007 oleh Kadin Indonesia. Nilai ekspor sebagai variabel dependen dan tahun (t) sebagai variabel independen. Hasil regresi antara nilai ekspor dalam bentuk natural log (ln) terhadap t dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Analisis yang pertama dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam periode tahun 19901997 (periode sebelum krisis ekonomi). Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan hasil regresi antara nilai ekspor Indonesia (dalam bentuk natural log) dan tahun (t). Hasil perhitungan terhadap data observasi seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Ringkasan Hasil Perhitungan Data Observasi Besaran Statistik Konstanta Koefisien Regresi Kesalahan Standar Koefisien Regresi t Statistik Sig. R Square
1990-1997 9,9430 0,1090 0,004 25,779***) 0,000 0,99
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan terhadap data observasi seperti pada Tabel 3, persamaan regresi estimasi ekspor untuk periode tahun 1990-1997 adalah sebagai berikut: lnExport = 9,943 + 0,109t Besarnya koefisien regresi estimasi nilai ekspor berdasarkan persamaan regresi estimasi tersebut adalah 0,109. Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan
109
JEB Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 105-112
ini dapat diinterpretasikan bahwa ekspor Indonesia dalam periode tahun 1990-1997 mengalami pertumbuhan positif (meningkat) rata-rata sebesar 10,9% per tahun. Pengujian terhadap dugaan bahwa nilai ekspor Indonesia meningkat secara signifikan selama periode tahun 1990-1997 dilakukan dengan uji t. Nilai t statistik dari hasil perhitungan adalah 25,779 (bertanda ***) menunjukkan signifikan pada a = 1%. Demikian juga jika dilihat dari besarnya nilai probabilitas (Sig.) sama dengan 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa pengujian terhadap koefisien regresi estimasi sangat singnifikan. Pengujuan terhadap koefisien regresi estimasi tersebut membuktikan bahwa nilai ekspor Indonesia sebelum masa krisis ekonomi mengalami peningkatan yang signifikan pada tingkat rata-rata 10,9% per tahun. Analisis yang kedua dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa saat ini ekonomi Indonesia mengalami pemulihan. Salah satu indikatornya adalah terjadinya peningkatan nilai ekspor yang signifikan. Periode pengamatan adalah nilai ekspor dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2006. Tabel 4 berikut ini berisi hasil perhitungan dari data observasi. Tabel 4 Ringkasan Hasil Perhitungan Data Observasi Besaran Statistik Konstanta Koefisien Regresi Kesalahan Standar Koefisien Regresi t Statistik Sig. R Square
1990-1997 10,699 0,089 0,016 5,414***) 0,002 0,830
Keterangan: ***) signifikan pada a = 1%. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap data observasi seperti pada Tabel 4, persamaan regresi estimasi ekspor untuk periode tahun 1999-2006 adalah sebagai berikut:
lnExport = 10,699 + 0,089t
110
Besarnya koefisien regresi estimasi nilai ekspor berdasarkan persamaan regresi estimasi tersebut adalah 0,089. Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan ini dapat diinterpretasikan bahwa ekspor Indonesia dalam periode tahun 1999-2006 mengalami pertumbuhan positif (meningkat) rata-rata sebesar 8,9% per tahun. Pengujian terhadap dugaan bahwa nilai ekspor Indonesia meningkat secara signifikan selama periode tahun 1999-2006 dilakukan dengan uji t. Nilai t statistik dari hasil perhitungan adalah 5,414 (bertanda ***) menunjukkan signifikan pada a = 1%. Demikian juga jika dilihat dari besarnya nilai probabilitas (Sig.) sama dengan 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa pengujian terhadap koefisien regresi estimasi sangat singnifikan. Pengujian terhadap koefisien regresi estimasi tersebut membuktikan bahwa nilai ekspor Indonesia setelah masa krisis ekonomi mengalami peningkatan yang signifikan pada tingkat rata-rata 8,9% per tahun. Pengujian terhadap korelasi antara ekspor dengan impor, ekspor dengan produksi nasional, dan impor dengan produksi nasional menggunakan hasil perhitungan terhadap data observasi seperti yang terdapat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Ringkasan Hasil Perhitungan Data Observasi Variabel EKSPOR dan GDP EKSPOR dan IMPOR IMPOR dan GDP
Koefisien Korelasi (r)
Niliat t Statistik
0,915 0,946 0,789
12,63***) 16,25***) 9,63***)
Keterangan: ***) signifikan pada a = 1%. Berdasarkan Tabel 5, besarnya koefisien korelasi antara nilai ekspor dengan produksi nasional adalah 0,915. Besarnya koefisien korelasi ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara nilai ekspor dengan produksi nasional. Dengan memperhatikan nilai t statistik untuk pengujian korelasi antara nilai ekspor dengan produksi nasional adalah 12,63 menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara nilai ekspor dengan produksi nasional. Besarnya nilai kritis untuk a = 1% dan degree of freedom 31 adalah 2,326).
ANALISIS PERTUMBUHAN EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN..................(Algifari)
Besarnya koefisien korelasi antara nilai ekspor dengan nilai impor adalah 0,946. Besarnya koefisien korelasi yang tinggi antara nilai ekspor dan nilai impor ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara nilai ekspor dengan nilai impor. Dengan memperhatikan nilai t statistik untuk pengujian korelasi antara nilai ekspor dengan impor adalah 16,25 menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara nilai ekspor dengan nilai impor. Berdasarkan keterangan pada bagian bawah tabel, nilai t statistik yang bertanda *** menunjukkan korelasi antara dua variabel yang diamati signifikan pada a = 1%. Besarnya koefisien korelasi antara nilai impor dengan produksi nasional adalah 0,789. Besarnya koefisien korelasi yang tinggi antara nilai impor dengan produksi nasional ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara nilai impor dengan produksi nasional. Dengan memperhatikan nilai t statistik untuk pengujian korelasi antara nilai impor dengan produksi nasional adalah 9,63 menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara nilai impor dengan produksi nasional. Nilai t statistik untuk korelasi antara nilai impor dengan produksi nasional bertanda ***. Hal ini berarti nilai impor dan produksi nasional berkorelasi positif yang signifikan pada tingkat signifikansi (a) 1%. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kinerja ekspor Indonesia sebelum krisis ekonomi sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya nilai ekspor dari tahun ke tahun selama periode tahun 1009-1997. Berdasarkan hasil pengujian secara statistik diperoleh kesimpulan bahwa nilai ekspor Indonesia meningkat secara signifikan pada tingkat rata-rata per tahun sebesar 10,9%. Upaya pemerintah untuk keluar dari krisis ekonomi yang melanda perekonomian Indonesia sebagai lanjutan dari krisis ekonomi membuahkan hasil. Hal ini terbukti dari hasil pengujian secara statistik diperoleh kesimpulan bahwa nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan secarta signifikan dari tahun ke tahun selama periode tahun 1999-2006 pada tingkat rata-rata per tahun sebesar 8,9%. Kegiatan ekspor Indonesia dapat mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi secara nasional. Perolehan devisa dari kegiatan ekspor akan menambah cadarngan devisa Indonesia. Devisa diperlukan untuk mengimpor barang yang dibutuhkan di dalam negeri,
baik untuk konsumsi maupun untuk kegiatan produksi. Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh kesimpulan terdapat korelasi positif antara nilai ekspor dengan nilai impor. Artinya, jika nilai ekspor tinggi ada kecenderungan nilai impor juga tinggi. Hasil pengujian korelasi antara nilai impor dengan produksi nasional diperoleh informasi bahwa terdapat korelasi positif yang sangat kuat antara nilai impor dengan produksi nasional. Artinya, nilai impor yang tinggi memiliki kecenderungan produksi nasional juga tinggi. Pengujian terhadap korelasi antara nilai ekspor dengan nilai impor menunjukkan hasil bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara nilai ekspor dengan nilai impor. Artinya terdapat kecenderungan jika nilai ekspor tinggi, maka nilai impor juga tinggi. Hal ini dimungkinkan, karena peningkatan ekspor akan meningkatkan perolehan devisa dan akan meningkatkan cadangan devisa. Dengan meningkatnya cadangan devisa berarti kemampuan membeli barang dan jasa dari luar negeri (impor) juga meningkat. Ekspor memiliki peran yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Ekspor dapat mendorong berkembangnya kegiatan produksi nasional, meningkatkan pemanfaatan sumberdaya ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus betul-betul berusaha agar eksor Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Kebijakan pemerintah harus difokuskan pada masalahmasalah yang menghambat kegiatan ekspor, seperti banyaknya pungutan liar, peraturan (tata niaga) ekspor, hambatan tarif atau pun non tarif yang diterapkan di negara tujuan ekspor, dan kesulitan eksportir atau perusahaan dalam negeri mengakses pesar luar negeri. Saran Kelemahan dari penelitian ini adalah bahwa analisis dilakukan hanya terhadap tingkat perkembangan nilai ekspor saja. Penelitian ini tidak mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor Indonesia. Oleh karena itu, penulis menyarankan untuk penelitian yang akan datang perlu dilakukan kajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor Indonesia. Dengan demikian, hasil kajiannya dapat digunakan oleh pemerintah sebagai bahan untuk membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan ekspor Indonesia.
111
JEB Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 105-112
DAFTAR PUSTAKA Algifari. 2000. Analisis Regresi: Teori, Kasus, dan Solusi. Edisi 2. BPFE. Yogyakarta. ______. 2003. Statistika Induktif. Edisi 2. BP AMP YKPN. Yogyakarta Biro Pusat Statistik. 2006. Statistik Indonesia 2005-2006. Jakarta. Carbaugh, J. R.. 1999. International Economics. SouthWestern Collage Publishing. 7th Ed. Ohio. Departemen Keuangan RI. 2007. Nota Keuangan dan APBN Republik Indonesia Tahun Anggara 2007, Jakarta. Gujarati D. N. 1995. Basic Econometrics. Third Edition. McGraw Hill Inc. New York. Tulus Tambunan. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris. LP3ES. Jakarta.
112
ISSN: 1978-3116 KONTROVERSI PENGGUNAAN RISK-ADJUSTED DISCOUNT RATES (RADR)..................(Y. Supriyanto)
Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Hal. 113-118
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
KONTROVERSI PENGGUNAAN RISK-ADJUSTED DISCOUNT RATES (RADR) UNTUK MENDISKONTOKAN CASH FLOWS DALAM CAPITAL BUDGETING Y. Supriyanto Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail: [email protected]
ABSTRACT In capital budgeting, two opposite views have been advocated on how to discount negative and positive cash flows. According to “the incorrect view”, cash outflows (CFout) should be discounted at progressively lower risk-adjusted discount rate (RADR) as they become progressively more risky, and cash inflows (CFin) should be discounted at progressively higher RADR as they become progressively more risky. Thus the RADR applied to similarly risky for future cash flows is different for CFin and CFout. The other side view, i.e. “the correct view”, has two proofs that discount rates remain unchanged regardless of the sign of the cash flows. Another word, the correct RADR for future cash flows is independent of whether the flow is a CFin and CFout. Contrary to a widely disseminated view in some popular textbooks and elsewhere, cash outflows are not especially safe (nor risky), and accordingly cash outflows should not be discounted at especially low RADR. This paper analyzes capital budgeting within a portfolio model in which cash inflows and cash outflows appear as “long” and “short” portfolio position, respectively, and proves that cash outflows are neither more nor less intrinsically risky than cash inflows. Keywords: cash flows, capital budgeting, portfolio, risk-adjusted discounted rate.
PENDAHULUAN Dalam capital budgeting, penggunaan risk-adjusted discount rates (RADR) sangat umum dalam praktik bisnis. Penggunaan RADR didasarkan pada asumsi bahwa para investor akan mensyaratkan return yang lebih tinggi jika proyek-proyek investasi dipandang memiliki risiko yang semakin tinggi di masa yang akan datang (Shim and Siegel, 2007). Meskipun asumsi tersebut dapat diterima dan dipahami dengan mudah, namun asumsi ini tidak menjelaskan lebih lanjut tentang penggunaan RADR untuk mendiskontokan cash flow negatif (untuk selanjutnya disebut cash outflows, CFout) dan cash flow positif (untuk selanjutnya disebut cash inflows, CFin). Apakah pendiskontoan kedua cash flows sebaiknya menggunakan RADR yang sama atau berbeda. Masalah ini menjadi pemicu munculnya kontoversi penggunaan RADR untuk mendiskontokan cashflows dalam capital budgeting. Sebagian ahli manajemen keuangan sependapat dengan pernyataan bahwa metoda RADR akan memberikan hasil yang “tepat” (right yield) jika metoda ini digunakan “secara benar” (used correctly), namun sebagian lain masih belum dapat menerima pendapat tersebut. Kontroversi ini terutama ditunjukkan pada penggunaan metoda RADR untuk mendiskonto-kan semua nilai cash flows. Semua nilai cash inflows seharusnya didiskontokan dengan RADR yang lebih tinggi karena di masa yang akan datang tingkat risiko CFin akan semakin meningkat (Ariel, 1998).
113
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 113-118
Di antara para akademisi sendiri belum ada keseragaman simpulan (un-equivocable conclusion) apakah nilai CFout mensyaratkan tingkat diskonto (discount rate) yang lebih tinggi atau lebih rendah jika risiko CFin meningkat (Gallagher and Zumwalt, 1991). Masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat yang telah lama berlangsung di dalam literatur akademik (Haley, 1984). Dua posisi yang benar-benar berlawanan tersebut ditegaskan dan dinyatakan dalam textbooks yang sekarang ini justru digunakan sebagai buku referensi untuk mengajar di berbagai perguruan tinggi (Ariel, 1998). Artikel ini menguraikan adanya perbedaan pendapat apakah RADR harus tinggi atau rendah dengan meningkatnya risiko CFin dalam capital budgeting. Artikel ini juga mengidentifikasi dan mengkoreksi kesalahan ekonomi yang dapat mengarahkan kepada pandangan yang salah. Artikel ini dibagi menjadi lima bagian. Pendahuluan ini merupakan bagian pertama yang menunjukkan pemahaman secara umum bahwa dalam praktik bisnis, penggunaan RADR sangat diperlukan. Oleh karena itu, RADR harus digunakan secara tepat untuk mendapatkan hasil yang realistis. Bagian kedua menunjukkan dua pandangan yang benar-benar berbeda atas metoda yang benar untuk mendikontokan CFout, termasuk pernyataan-pernyataan dari beberapa textbooks yang menganut pandangan yang salah. Bagian berikutnya menjelaskan dua argumen yang menunjukkan bahwa CFin dan CFout dengan risiko yang sama harus didiskontokan dengan RADR yang sama. Bagian keempat menjelaskan pendekatan CAPM dalam portfolio dan bagian terakhir merupakan implikasi dan penutup. MASALAH DAN PEMBAHASAN Dalam capital budgeting, ada dua posisi atau pandangan yang saling berlawanan, yaitu “pandangan salah” dan “pandangan benar” 2, mengenai bagaimana mendiskontokan cashflows dengan linear pricing rule,
2
114
seperti capital assets pricing model (CAPM) atau arbitrage pricing theory (APT). Perbedaan pandang-an ini terletak pada masalah argumen penggunaan RADR, baik untuk CFout maupun untuk CFin (Ariel, 1998). “PANDANGAN SALAH”: CF out sebaiknya didiskontokan dengan RADR yang lebih rendah dan CFin sebaiknya didiskontokan dengan RADR yang lebih tinggi karena CFout dan CFin keduanya akan semakin berisiko di masa yang akan datang. Jadi, RADR yang digunakan untuk mendiskontokan nilai-nilai CFout dan CFin sebaiknya berbeda meskipun kedua cash flow (CF) tersebut memiliki risiko yang sama di masa yang akan datang. “PANDANGAN BENAR”: Discount rate yang digunakan untuk mendiskontokan CF di masa yang akan datang bersifat independen terhadap CF, apakah untuk CFout atau CFin. Hal ini dapat dijelaskan dengan kemiripan logika sebagai berikut: Jika f(CFin,Rm) merupakan distribusi probabilitas gabungan antara CFin dan R m, maka RADR yang digunakan pada CF in seharusnya akan sama jika RADR digunakan pada CF yang lain, yaitu f(CFout,Rm). Dalam hal ini, CFout didefinisikan sebagai CFin negatif, sehingga CFout = – CFin. Jadi, CFin mengacu pada CFout namun dengan arah yang berbeda. Seringkali kesalahan-kesalahan yang menyulitkan dan membingungkan muncul dari penerapan yang keliru atas prinsip-prinsip yang sehat. Dalam hal ini, sebuah argumen yang sangat menarik terlihat cukup mendukung “pandangan salah” (Brigham and Gapenski, 1993): If we want to penalize a cash outflow for higherthan-average risk, then the outflow must have a higher present value, not a lower value. Therefore a cash outflow that has a higher-than-average risk must be evaluated with a lower-than-average cost of capital. Pada buku teks lain, sebuah argumen lain justru menyatakan pandangan yang berbeda dari argumen yang telah dinyatakan sebelumnya (Weston and Copeland, 1992):
Sebutan “pandangan salah” dan “pandangan benar” hendaknya difahami sebagai tanda konsistensi atas penggunaan linear pricing rule (seperti CAPM atau APT). Dalam artikel ini, inkonsistenansi atas penggunaan linear pricing rule ini diistilahkan sebagai “pandangan salah”.
KONTROVERSI PENGGUNAAN RISK-ADJUSTED DISCOUNT RATES (RADR)..................(Y. Supriyanto)
Should “riskier” cost streams be discounted at a higher or a lower rate …? Our results indicate that the project with the greater variance in costs has lower systematic risk for the project as a whole … Since [this project] has the lower beta, it will also have the lower risk-adjusted rate … As long as the absolute value of the cost stream is positively correlated with the economy, more variable costs will be discounted at a lower risk-adjusted rate. Kutipan pertama mengisyaratkan bahwa jika tingkat risiko CFin di masa yang akan datang meningkat berarti semua risiko proyek juga meningkat. Karena meningkatnya risiko proyek akan menurunkan present value proyek, maka CFout harus didiskontokan dengan discount rate yang lebih rendah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Kutipan kedua, sebagai “pandangan benar”, menunjukkan bahwa jika CFout dan CFin sebuah proyek di masa yang akan datang keduanya menghadapi risiko tinggi (mungkin karena keduanya berkorelasi dengan kondisi ekonomi secara keseluruhan), maka proyek tersebut akan akan memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan proyekproyek sejenis yang cash flowsnya (CFout dan CFin) berkorelasi negatif. Meningkatnya variabilitas CFout akan meningkatkan keamanan proyek secara keseluruhan. Oleh karena itu, kutipan kedua tersebut menyimpulkan bahwa CFin dengan risiko tinggi di masa yang akan datang memerlukan discount rate yang lebih rendah. Kedua kutipan tersebut menggunakan dasar pemikiran yang berasal dari prinsip CAPM. Kajian lebih lanjut dari masalah ini adalah jika CFin dengan risiko sistematik tinggi (artinya memiliki beta tinggi) memerlukan discount rate tinggi, maka CFout (sebagai CF-in negatif) akan memiliki beta negatif, sehingga CFout harus didiskontokan dengan discount rate yang lebih rendah. Sebagai contoh, jika CFin memiliki kovarian positif terhadap pasar (artinya COV(CFin,Rm) > 0), maka CFout yang didefinisikan sebagai CFout = –CFin akan memiliki kovarian negatif terhadap pasar, sehingga COV(CFout,Rm) = COV(–CFin,Rm) = –COV(CFin,Rm). Jadi, argumen yang salah tersebut menyimpulkan bahwa jika kovarian CFout terhadap pasar adalah negatif, maka keadaan ini akan menurunkan risiko keseluruhan proyek, dan karenanya memerlukan discount rate yang lebih rendah.
Untuk selanjutnya, artikel ini akan mengidentifikasi argumen yang salah dan benar. Argumen yang benar menunjukkan bahwa CFout harus didiskontokan dengan discount rate yang lebih tinggi (bukan lebih rendah) karena variabilitas sistematiknya naik. Pada bagian selanjutnya, artikel ini juga akan menunjukkan bahwa beta CAPM dari CFout dan CFin akan sama, βout = βin. Argumen “salah” menunjukkan bukti bahwa jika CFin dan CFout dengan risiko yang sama di masa yang akan datang harus menggunakan discount rate yang berbeda. Namun dua bukti lain, dengan pendekatan yang berbeda seperti diuraikan berikut ini, memberi kesimpulan yang sebaliknya, yaitu jika CFin dan CFout dengan risiko yang sama akan memiliki RADR persis sama. “NO ARBITRAGE PRINCIPLE” (Berry and Dyson, 1980). Misalkan CFin adalah variabel acak cash inflow yang diterima dalam satu periode saja dan CFout menunjukkan cash outflow yang didefinisikan sebagai CF out = –CF in. Untuk menyederhanakan analisis, diasumsikan semua CFin bernilai positif, yang secara matematis CFin dapat dinyatakan dengan CFin > 0 untuk semua nilai CFin sehingga CFout akan selalu bernilai negatif, CFout < 0. Jika CFin berkorelasi positif terhadap pasar, berarti COV(CFin,Rm) > 0 dan COV(CFout,Rm) < 0. Jika kin dan kout menunjukkan discount rate yang benar untuk CFin dan CFout, maka present value kedua cash flows tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Vin = E(CFin)/(1 + kin) dan Vout = E(CFout)/(1 + kout) ..........................................(1) Dengan menjumlahkan kedua cash flows sama dengan nol, (CFin + CFout) = 0, berarti jumlah present value kedua cash flows juga akan sama dengan nol, Vsum = Vin + Vout = 0. Selanjutnya, dengan menyusun E(CFin) = –E(CFout), maka persamaan (1) dapat dimodifikasi menjadi: E(CFin)/Vin = (1 + kin) dan –E(CFout)/–Vout = (1 + kout) ...........................................(2) sehingga kin = kout. Dari analisis ini diperoleh dua kesimpulan bahwa: (a) RADR yang benar adalah sama untuk kedua cash flows dan (b) RADR bersifat independen terhadap arah cash flows, positif atau negatif.
115
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 113-118
“CERTAINTY EQUIVALENT VERSION OF THE CAPM” (Robichek and Myers, 1966; Fama and Miller, 1972). Pendekatan certainty equivalent version of the CAPM (CEQ version of the CAPM) ini menunjukkan kepastian bahwa untuk mendiskontokan nilai-nilai CFin dan CF out di masa yang akan datang, keduanya memerlukan discount rate yang sama. Dengan tanda yang sama seperti bukti sebelumnya, nilai CEQ untuk CFin dapat dirumuskan sebagai berikut: Vin = [E(CFin) – λ × COV(CFin,Rm)](1 + Rf) ...........(3) λ menunjukkan harga pasar dan didefinisikan sebagai λ = [E(Rm) – Rf]/VAR(Rm). Selanjutnya, rumus (3) di atas dapat digunakan untuk menghitung Vout dengan cara mensubstitusi CFin dengan CFout sebagai berikut: Vout = [E(CFout) – λ × COV(CFout,Rm)](1 + Rf) = [–E(CFin) – λ× –COV(CFin,Rm)](1 + Rf) = –[E(CFin) – λ × COV(CFin,Rm)](1 + Rf) = –Vin .............................................................. (4) Jadi, Vout = –Vin. Dengan pemahaman E(CFout) = –E(CFin) dan dengan persamaan pada rumus (2) di atas, E(CFin)/ Vin = (1 + kin) dan –E(CFout)/–Vout = (1 + kout), maka kin = kout yang keduanya menunjukkan CAPM RADR yang sesuai untuk mendiskontokan CFin dan CFout. Pendekatan NAP dan CEQ memberikan kesimpulan yang sama bahwa k in = k out. Dengan kata lain, pendiskontoan nilai CFin dan CFout di masa yang akan datang harus menggunakan RADR yang sama. Jika nilai CFin dan CFout dengan risiko sama di masa yang akan datang didiskontokan dengan RADR yang berbeda, berarti terjadi inkon-sistensi dengan CAPM. Kondisi ini akan mengakibatkan net present value (NPV) menjadi lebih rendah. Namun demikian, analisis masalah seperti ini belum lengkap karena analisis ini masih harus mengidentifikasi premis sempurna yang dapat mengarah pada pandangan atau pendapat yang salah. Dalam model CAPM, sebuah proyek diperlakukan sebagai portfolio atas semua cash flowsnya. “Pandangan salah”, seperti dikemukakan di
3
116
bagian depan, muncul dari analogi yang tidak benar antara CFin dan CFout pada satu sisi, dan beta sekuritas positif dan negatif pada sisi lain. “Pandangan salah” memberi kesimpulan sebagai berikut: Jika CFin memiliki kovarian positif terhadap pasar, maka negatif dari CFin ini, yaitu CFout, akan memiliki kovarian negatif terhadap pasar. Jadi, jika CFout = –CFin, maka COV(CFin,Rm) > 0 dan COV(CFout,Rm) < 0. Karena CFin memiliki kovarian positif terhadap pasar, berarti beta CFin adalah positif. Selanjutnya, “pandangan salah” tersebut masih melanjutkan bahwa CFout (dengan risiko yang mirip dengan CFin tersebut) dengan kovarian negatif pasti memiliki beta negatif. Oleh karena itu, CFin harus didiskontokan dengan tingkat RADR sebagai berikut: RADR = {1 + Rf + [E(Rm) – Rf] × |β|}......................... (5) sedangkan CFout akan memiliki beta negatif3 dan harus didiskontokan dengan tingkat RADR yang lebih rendah, yaitu RADR = {1 + Rf – [E(Rm) – Rf] × –|β|}.........................(6) Kesalahan dalam argumen ini adalah bahwa argumen ini tidak dapat membedakan antara dua tipe posisi portfolio yang berbeda, yang keduanya memiliki beta negatif. Beta portfolio (βp) dinyatakan dengan βp = Σ wi × βi. (Wi menunjukkan weight atau proporsi aktiva dalam portfolio). Oleh karena itu, dua tipe posisi portfolio ini akan menurunkan beta portfolio, yang masingmasing posisi menjadi bagian dari portfolio ini: 1. Tipe I : Long position suatu aktiva dengan beta negatif, yaitu w > 0 dan β < 0. 2. Tipe II : Short position suatu aktiva dengan beta positif, yaitu w < 0 dan β > 0. Sebuah proyek dapat dinilai sebagai portfolio beberapa sekuritas, yang masing-masing sekuritas memiliki cash flows di masa yang akan datang. Net present value (NPV) merupakan nilai portfolio. Ini sering membingungkan antara posisi sekuritas Tipe I dan Tipe II, yang keduanya memiliki beta negatif dalam proyek portfolio. Ini merupakan inti dari “pandangan salah” yaitu bahwa CFin dan CFout dengan risiko sama memiliki RADR yang berbeda.
Untuk menghindari ambiguitas yang menunjukkan tanda + atau –, β dalam rumus ditulis dengan nilai absolut; β negatif akan ditulis –|β|. Ini sesuai dengan argumen yang dikutip dari Weston and Copeland, 1992.
KONTROVERSI PENGGUNAAN RISK-ADJUSTED DISCOUNT RATES (RADR)..................(Y. Supriyanto)
Present value cash inflows (PVCFin) positif sesuai dengan long position dalam aktiva nilai positif pada proyek portfolio. Nilai negatif CFout dinyatakan sebagai short position dalam aktiva nilai positif pada proyek portfolio. Jadi, meskipun beta CFin dan CFout independen, namun tanda “weight” (w) aktiva tersebut dalam proyek portfolio berubah tergantung pada apakah nilai CF positif (long position) atau negatif (short position). Dalam teori CAPM, aktiva dengan nilai negatif tidak dapat secara langsung dinilai dengan penentuan harga SML (security market line). SML menggunakan asumsi bahwa aktiva merupakan net supply positif dan bahwa pada berbagai rate of return, supply tersebut akan dipertahankan dalam bentuk portfolio. Rate ini kemudian akan menjadi SML equilibrium. Sebaliknya, tidak ada return yang dapat mempengaruhi mempertahankan aktiva yang bernilai negatif. Dengan pendekatan CAPM, E(R) sebuah saham atau proyek dirumuskan dengan pertimbangan risiko sebagai berikut (Horne, 1995): Ri = Rf + (Rm – Rf) × β .................................................(7) Mengembangkan persamaan (7) tersebut, portfolio saham atau portfolio proyek memiliki equilibrium rate of return sebagai berikut: E(Rp) = Σ wi × E(Ri) = Σ wi × [Rf + (Rm – Rf) × βi]......(8) wi menunjukkan weight atau proporsi aktiva atau saham ke i dalam portfolio. Dengan substitusi persamaan E(Ri) = [E(P1) – P0]/P0] untuk return satu periode ke dalam persa-maan (8), persamaan expected return portfolio akan menjadi:
E(Rp) = Σ wi × {[E(P1) – P0]/P0} = Σ wi × [Rf + (Rm – Rf) × β] .......................... (9) Sisi kanan persamaan ini terdiri atas empat sub kasus dengan return CAPM yang wajar untuk aktiva dengan beta positif dan negatif yang dipegang untuk long dan short. Supaya lebih jelas bagaimana menentukan expexpected return pada keempat sub kasus, berikut ini disajikan sebuah ilustrasi dengan asumsi: Rf = 4% dan E(Rm) = 12%. Jika β = +1 atau β = –1, return yang diharapkan dapat dihitung dengan rumus di atas. Kasus I dengan beta +1 dan kasus II dengan beta –1 menunjukkan return portfolio yang mempertahankan aktiva tunggal jangka panjang. Sedang kasus III dengan beta +1 dan kasus IV dengan beta –1 menunjukkan return pada aktiva yang sama tetapi untuk jangka pendek. Secara aljabar, E(R) kasus III dan IV diperoleh berturut-turut sebagai negatif dari E(R) kasus I dan II, karena jumlah E(R) kasus I dan III (dan jumlah E(R) kasus II dan IV) akan menghasilkan flat position (bukan jangka panjang, juga bukan jangka pendek) yang memberikan return nol. Kasus III merupakan kasus yang cukup menarik. Kasus ini memberi expected return untuk posisi jangka pendek dalam aktiva dengan beta positif. Dengan kata lain, kasus ini dapat menunjukkan fair return suatu aktiva dalam portfolio sebagai claim atas cash flow yang berisiko dimasa yang akan datang. –Rf sebagai komponen return menunjukkan biaya modal (cost of capital) untuk posisi jangka pandek. (Rm – Rf) × –|βi| akan menambah besarnya return karena posisi jangka pendek memiliki risiko sistematik negatif meskipun aktiva itu sendiri memiliki risiko sistematik positif. Dengan menghitung beta portfolio βp = Ówi × βi maka
Tabel 1 Ilustrasi Menentukan Expexpected Return
Kasus I II III IV
Posisi portfolio Long: wi = +1 Long: wi = +1 Short: wi = –1 Short: wi = –1
Beta untuk aktiva ke i βi > 0 βi < 0 βi > 0 βi < 0
E(R) pada posisi tertentu dengan wi × [Rf + (Rm – Rf) × βi] +[Rf + (Rm – Rf) × βi] +[Rf + (Rm – Rf) × βi] –[Rf + (Rm – Rf) × βi] –[Rf + (Rm – Rf) × βi]
Contoh numerik menghitung E(R) dengan β = +1 atau –1 +[4% + 8% × (+1)] = +12% +[4% + 8% × (–1)] = –4% –[4% + 8% × (+1)] = –12% –[4% + 8% × (–1)] = +4%
117
JEB, Vol. 1, No. 2, Juli 2007: 113-118
posisi jangka pendek memiliki proporsi negatif, w < 0 sehingga saham yang dipertahankan dalam posisi jangka pendek dengan beta positif akan memberikan return negatif, wi × βi < 0. Meskipun posisi portfolio kasus II dan IV memiliki beta negatif, namun keduanya memiliki fair rate of return yang berbeda. Kekacauan dua kasus ini merupakan sumber kesalahan dalam textbooks seperti yang telah ditunjukkan di bagian depan.
DAFTAR PUSTAKA Ariel, R., 1998. Risk-Adjusted Discount Rates and the Present Value of Risky Costs. The Financial Review 33: 17-30. Berry, R.H., and R.G. Dyson, 1980. On the Negative Risk Premium for Risk-Adjusted Discount Rates. Journal of Business Finance and Accounting 7: 427-436.
SIMPULAN Meskipun dengan mudah dipahami bahwa penggunaan RADR secara benar (used correctly) akan memberikan hasil yang tepat (right yield) dalam praktik bisnis, namun secara teoris berbagai textbooks manajemen keuangan justru tidak menunjukkan keseragaman konsep. Dua konsep penggunaan RADR yang berbeda, yang disebut sebagai “pandangan benar” dan “pandangan salah”, masing-masing memiliki alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. “Pandangan salah” menyatakan bahwa CFout sebaiknya didiskontokan dengan RADR yang lebih rendah dan CFin sebaiknya didiskontokan dengan RADR yang lebih tinggi karena CFout dan CFin keduanya akan semakin berisiko di masa yang akan datang. Jadi, RADR yang digunakan untuk mendiskontokan nilai-nilai CFout dan CFin sebaiknya berbeda meskipun kedua cash flow (CF) tersebut memiliki risiko yang sama di masa yang akan datang. “Pandangan benar” dengan dua pendekatan telah memberikan kesimpulan yang sebaliknya. Pendekatan NAP memberi dua kesimpulan: (1) RADR yang benar adalah sama untuk CFin dan CFout meskipun kedua CF tersebut memiliki risiko yang sama dan (2) RADR bersifat independen terhadap arah cash flows. Pendekatan CEQ memberi kesimpulan bahwa kin = kout, yang keduanya menunjukkan RADR dan digunakan untuk mendiskontokan CFin dan CFout. Perbedaan kedua pandangan yang saling berlawanan tersebut dalam portfolio semakin nampak, terutama jika investor mempertahankan aktivanya dalam jangka panjang atau jangka pendek. Expected return pada setiap posisi portfolio, jangka panjang atau jangka pendek, dapat berbeda tergantung pada beta portfolio positif atau negatif. Bagi investor, pemahaman mengenai posisi portfolio untuk jangka panjang dan jangka pendek menjadi sangat penting.
118
Brigham, E.F., and L.C. Gapenski 1993. Intermediate Financial Management, Dryden Press, New York. Fama, E.F., and M.H. Miller, 1972. The Theory of Finance, Dryden Press, Hinsdale: IL. Gallagher, T.J., and J.K. Zumwalt, 1991. Risk-Adjusted Discount Rates. Journal of Business Finance and Accounting 26: 105-114. Haley, C.W., 1984. Valuation and Risk-Adjusted Discount Rates. Journal of Business Finance and Accounting 11: 347-353. Horne, J.C., and J.M. Wachowicz, Jr. 1995. Fundamentals of Financial Management, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Robicheck, A.A. and S.C. Myers, 1966. Conceptual Problems in the Use of Risk-Adjusted Discount Rates. Journal of Finance 21: 727-730. Shim, Jae K., and Joel G. Siegel, 2007. Financial Management, Third edition, (McGraw-Hill, New York. Weston, J.F., and T.E. Copeland, 1992. Managerial Finance, Ninth edition. Dryden Press, New York.
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 1, No. 2, Juli 2007
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
INDEKS PENULIS DAN ARTIKEL JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Harjanti, Theresia Tri dan Eduardus Tandelilin, pp. 1-10, Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth Opportunity, Profitability, dan Business Risk pada Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Studi Kasus di BEJ. Dewi, Kurnia, pp. 11-22, Pengaruh Pengetahuan tentang Taktik Pemasang Iklan, Penghargaan Diri, Kerentanan Konsumen, dan Pengetahuan Produk Konsumen pada Skeptisme Remaja terhadap Iklan Televisi. Khasanah, Mufidhatul, pp. 23-31, Analisis Nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada Investasi di Kabupaten Sleman, Tahun 2000-2004. Yusuf, Muhammad, pp. 33-48, Metodologi Event Study: Telaah Metodologi di Bidang Ekonomi dan Keuangan. Kusumawati, Rini, pp. 49-58, Analisis Pengaruh Image, Kualitas yang Dipersepsikan, Harapan Nasabah pada Kepuasan Nasabah dan Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah dan Perilaku Beralih Merek Norpratiwi, AM Vianey, pp. 59-65, Aspek Value Added Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum.
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 1, No. 2, Juli 2007
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) Ketentuan Umum 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan. Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah. 4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary Jurnal Akuntansi & Manajemen (JAM) Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 O Fax. (0274) 486155 e-mail: [email protected] Standar Penulisan 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama pada lembar terpisah di bagian akhir naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel. Urutan Penulisan Naskah 1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata. Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak di tengah-tengah tanpa titik. 4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan e-mail.
ISSN: 1978-3116 Vol. 1, No. 2, Juli 2007
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14.
Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrak mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Badrudin (2006); Subagyo dkk. (2004). Materi dan Metode ditulis lengkap. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana. Ilustrasi: a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.). d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel. e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik. f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI). Daftar Pustaka a. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat. b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. c. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JAM/JEB berikut ini:
Jurnal Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67.
ISSN: 1978-3116 Vol. 1, No. 2, Juli 2007
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Buku Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince. Prosiding Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas Peternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60. Artikel dalam Buku Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York. Skripsi/Tesis/Disertasi Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta. Internet Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005. Dokumen [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005.
Mekanisme Seleksi Naskah 1. 2. 3.
Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima atau ditolak. 4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah (MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit. 5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Members dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidak diterima/ditolak). 6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi ketidaksesuaian di antara MITRA BESTARI. 7. Keputusan penolakan Editorial Board Members dikirimkan kepada penulis. 8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. 9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Editorial Board Members ke Managing Editors. 10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 11. Naskah siap dicetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.