Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat
KONTROVERSI HUKUM ISLAM DI KALANGAN SAHABAT Oleh: Rafid Abbas Dosen Tetap Fakultas Syari’ah IAIN Jember Email:
[email protected] Abstrak Larangan penulisan hadis bersamaan dengan penulisan alQur’an sehingga menyebabkan kekhawatiran Nabi SAW bahwa al-Qur’an akan tercampur dengan hadis. Karena alasan itulah, untuk saat itu semua hadis dilarang ditulis. Adapun alasan lainnya tidak semua hadis redaksinya berasal dari Nabi saw, ada juga redaksinya dari sahabat, dan redaksi sahabat ini ada yang kontroversial di antara mereka sendiri, oleh karena itu harus dikaji ulang. Karena ada beberapa pemahaman yang berbeda ketika memahami sesuatu yang berasal dari Nabi, sedangkan para sahabat hanya mengandalkan hafalan saja. Hal ini menyebabkan mereka berbeda dalam berijtihad tentang hukum Islam. Perbedaan mereka dalam berijtihad ini sudah sampai pada taraf saling mengkritik di antara mereka. Sebagai contoh, anak zina adalah anak yang tercela, mayit dihukum karena tangisan keluarganya, orang yang tidak melakukan salat witr dianggap bukan bagian dari golongannya, pelarangan salat sunah setelah Ashar dan Subuh. Semua perbedaan itu berpengaruh bagi masyarakat dan harus dibahas dalam hukum Islam. Untuk itulah, perlu ada tinjauan ulang hadis yang berhubungan dengan masalah tersebut. Kata Kunci: Kontroversi, Hukum, Zina, Mayat, Witr, Sunnah.
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
87
Rafid Abbas Pendahuluan Berangkat dari sumber hukum Islam yang utama, yaitu alQur’an, telah dijelaskan oleh hadis, dalam arti bahwa ketika memahami ayat al-Qur’an akan diketahui dengan jelas berbagai peristiwa yang terjadi di zaman Rasul, karena itu keduanya disebut sumber hukum Islam. Tidak dibenarkan seorang muslim yang menyandarkan suatu hadis Nabi SAW, tanpa menyelidiki keabshahannya dan juga harus dibuktikan dengan penyelidikan terhadap sanad dan matannya1, kemudian mengambil keputusan dengan menggunakan kaidah dan nash yang lebih kuat, apakah hadisnya shahih, atau hasan ataukah dla’if yang tidak boleh dipakai 2. Perkembangan periwayatan hadis dari Muhkarrij 3, sampai ke sahabat kualitasnya tidaklah sama, sekalipun sama-sama sahih. Penyebabnya banyak, terutama ada pada diri Rasul diterima oleh Sahabat, disampaikan kepada rawi-rawi lainnya hingga sampai mukharrij, jika hadisnya shahih berarti sesuai surat an-Najm: 3 dan 4, yang artinya berbunyi: “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.4 Segala apa saja yang disandarkan pada Rasulullah SAW disebut matan, matan ini ada yang asli redaksi Rasul, dan ada yang
1
2
3
4
Sanad: rentetan atau kumpulan rawi-rawi (orang yang meriwayatkan hadis), sedangkan matan adalah isi hadis. Lihat: Mahmud athThakhkhaan: Taisir Mustholah al-Hadis. (Kuwait: al-Ma’arif, 1985). Dasar-dasar dan kaidahnya bersumber dari nash al-Qur’an, seperti dalam s. Al-Hujurat: 6.(jika datang orang fasik membawa berita, hendaklah diperiksa terlebih dahulu…). Mukharrij adalah: Rawi dan sekaligus ahli hadis yang mencatat hadis dalam kitabnya, dan hadis-hadis yang dicatat itu bisa dalam bentuk ucapan, atau tingkah laku atau taqrir Nabi saw. Dan ada juga yang mengartikannya dengan berakhirnya ucapan tentang hadis dari rentetan para perawi hadis yang sampai kepada ahli hadis kemudian dicatat dalam kitabnya. Lihat: Mahmud ath-Thakhkhaan: Taisir Mustholah al-Hadis. (Kuwait: al-Ma’arif, 1985), hal: 16. Al-Qur’an dan Terjenmahannya kedalam bahasa Indoensia, Depag, R.I. 1999. 53:3-4.
88 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat redaksi Sahabat, semua itu tidak lepas dari kemampuan Sahabat dalam menangkap peristiwa yang terjadi pada diri Rasulullah SAW. Jika diselidiki lebih lanjut, akan semakin jelas, mana yang benar dari Rasul SAW, dan mana saja yang bukan dari Rasul, baik karena putus sanadnya atau matannya bertentangan dengan yang lebih shahih atau karena Sahabat yang salah menafsirkannya. Jika mengamalkan hadis-hadis yang lemah dari sisi matan atau yang bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis yang shahih, maka hal ini memerlukan pemecahan tersendiri, sehubungan dengan masalah ini Jamal al-Banna berpendapat: Jika hadisnya dianggap lemah oleh ulama’, namun tidak bertentangan isinya dengan al-Qur’an, maka dianggap shahih5. Pendapat Jamal al-Banna ini ada benarnya, di samping kesalahannya yang tidak menggunakan kaidah studi hadis, tetapi yang paling tepat, semua hadis memerlukan pembuktian kebenaran, penyebabnya, di awal Islam, kaum Muslimin sebagian besar hanya memusatkan perhatian pada al-Qur’an, hanya sebagian kecil saja Sahabat yang diperbolehkan mengumpulkan hadis-hadis. Dari itu pengumpulan hadis adalah setelah al-Qur’an terkumpul dan beredar, sehubungan dengan masalah ini Rasulullah SAW bersabda yang berbunyi:
5
Jamal Al-Banna: Nahwa al-Fiqh al-Jadid,: as-Sunnah wa Dauruha fi al-Fiqh Jadid.(Kairo: Dar al-Fikr al-Islamy, 1997). Dalam buku ini dirumuskan secara praktis dan termasuk sanggahan dari pendapat Imam Syafi’ie yang mengatakan bahwa Sunnah merupakan kitab yang paling abshah setelah al-Qur’an, pendapat ini disalahkan oleh Jamal al-Banna, ia mengatakan bahwa: Al-Qur’an merupakan satu-satunya sumber kebenaran yang bersifat otoritatif, sedangkan sunnah masih menimbulkan pertentangan dikalangan ulama’ tentang kedudukannya. Oleh karena itu, diperlukan cara pandang baru terhadap sunnah. Yaitu dengan menggunakan paradigma al-Qur’an, bukan paradigma perawi hadis,. Jika hadis-hadis tersebut sejalan dengan al-Qur’an, maka dianggap shahih, walau terdapat kelemahannya, dan yang tidak sejalan dengannya, dianggap lemah. Sedangkan penggunaan matan sebuah hadis itu merupakan barometer keshahihannya.
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
89
Rafid Abbas
َو مَو ن، لَ تَك ت ُب ُوو ا عَنو:أ َن َر سُو َل للاِ " ص" قَا َل:عَن أ َبِى َس ِع ي ِد ال ُخ د ِر ي ،َب َع ل َ َو لَ َح َر َج َو َم ن َك ذ، غَي َر ال قُر آ ِن فَل يَم ُح ه ُ َو َح د ث ُو ا عَن، َب عَن َ َك ت 6 . ار ِ ُم تَ َع م دًا فَل يَتَبَو أ َم قَ َع َده ُ ِم نَ الن
Dari Abi Said al-Khudry, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kamu tulis dariku, barangsiapa menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakanlah apa yang dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya di neraka. Larangan menulis hadis dikarenakan khawatir bercampur dengan al-Qur’an dan hanya diperintah untuk menyampaikannya saja, berakibat pada pencarian suatu hadis harus dibuktikan kebenarannya, karena ketika pembukuan hadis itu banyak terjadi kepentingan dan hanya mengandalkan pada hafalan saja. Oleh karena itu suatu hadis itu harus dilihat dari dua sisi yaitu: Wurud dan Dalalah. 7 Dan sesuai dengan
6Al-Hafidl
Abdul Azim bin Abdul Qawi Zakiyuddin al-Mundziri, Mukhtasar Shahih Muslim.(Riyadl: Dar Ibni Khuzaimah, 1994 M),146. 7 Wurud adalah yang berkaitan dengan asal usul suatu hadis, apakah benarbenar dari Nabi SAW ataukah tidak. Untuk itu diperlukan dua metode yaitu: kritik matan dan sanad. (matan adalah isi hadis, yaitu harus diadakan penelitian secara cermat tentang asal usul suatu hadis berdasarkan teks yang dibawa oleh periwayatnya, sedangkan sanad adalah rentetan rawirawi atau orang yang meriwayatkan suatu hadis, sehubungan dengan masalah ini harus diadakan penelitian secara cermat tentang asal usul rentetan periwayatnya, atau rawi. Jadi tujuan akhir dalam penelitian ini adalah apakah suatu hadis itu bisa diterima ataukah tidak ?). dan juga harus dilihar dari sisi Dalalah yaitu: yang berkaitan dengan makna yang ditunjukkan oleh suatu hadis, yang dinyatakan diterima berdasarkan penelitian terhadap Wurudnya, sehingga kajian terhadap Dalalah suatu hadis bisa dilakukan bila hadis yang bersangkutan telah diuji wurudnya dan telah diketahui hasilnya.sehubungan dengan masalah ini akan muncul dua metode, yaitu: tekstual dan kontekstual (tekstual adalah memahami suatu hadis berdasarkan makna verbal dari teks hadis yang bersangkutan. Sedangkan metode kontekstual yaitu: cara memahami suatu hadis yang berdasarkan pada konteks yang melingkupi hadis yang bersangkutan. Tujuannya apakah suatu hadis itu dapat diterima ataukah tidak ? sehubungan dengan masalah ini lihat: Mahmud at-Tahakhkhan: Taisir
90 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat firman Allah yang pada intinya jika orang fasik membawa berita, maka harus diselidiki terlebih dahulu. 8 Ayat di atas sebagai petunjuk adanya kritik sanad dan matan hadis, ibarat dua sisi mata uang, yang tidak dapat dipisahkan, meskipun bisa dibedakan, namun dalam prakteknya, ulama’ lebih banyak menekankan pada kritik sanadnya, ada juga yang berkaitan dengan kritik matan, sehingga masalah ini sering menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hadis. Di satu pihak membenarkannya bahwa titik persoalannya terletak pada sanadnya, namun di sisi lainnya menekankan pada kritik sanad dan matan suatu hadis secara bersama-sama.9 Semua persoalan itu tidak lepas dari peran Sahabat dalam menafsirkan sesuatu yang datang dari Rasul, mereka juga tidak terhindar dari kesalahan, karena mereka manusia biasa, dan juga masalah kodifikasi hadis itu bukan merupakan hal yang biasa, mereka lebih mengandalkan pada hafalan, dan Mustholah Hadis. Atau: Shalahuddin Ibnu Ahmad al-Idlibi: Manhaj Naqd ind Ulama’ al-Hadis al-Nabawi.(Mesir, Dar-Kutub, 1994). 8 . Q.S. 49: 6. Perintah jika orang fasik membawa berita, maka hendalah diperiksa terlebih dahulu. 9 Ibid, Ad-Dzabbi, jika hanya menggunakan kritik terhadap sanad saja seperti yang dilakukan terhadap Ibnu Khaldun, dan jika melakukan kritik terhadap sanad dan matan seperti yang dilakukan oleh Musthofa asSiba’ie, Abu Syu’bah. Sedangkan orang yang pertama kali melakukan metode kritik matan suatu hadis adalah Ibnu al-Qayyim (wafat 751 H/ 1350 M) dalam bukunya: Al-Mannar al-Munif. Dan juga Ibn al-Madini menulis kitab: Al-Ilal. Al-Madini ini adalah salah seorang dari guru Bukhari, dan buku yang ditulisnya ini adalah termasuk kritik matan suatu hadis secara luas, dalam buku ini sepintas kelihatannya mengkritik matan suatu hadis, namun ternyata fokusnya pada kritik sanad. Kemudian AzZarkasi dengan karyanya: Al-Ijabah Fi Ma Istadrakathu as-Syayyidah Aisyah ala Shahabah. Buku ini lebih praktis, namun kedua karya di atas ( selain Ibn Qayyim) sangat terbatas isinya bila dikaitkan dengan kebutuhan praktik studi kritik matan hadis. Kemudian disusul oleh Shalahuddin al-Idlibi, dalam karyanya: Manhaj Naqd al-Matn Ind Ulama’ al-Hadis an-Nabawi. (1403H/1983M). buku ini mempunyai banyak kelebihan sehingga banyak diterjemahkan kedalam berbagai macam bahasa, sebab dalam buku ini lebih lengkap membahas kritik matan suatu hadis.
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
91
Rafid Abbas kekuatan hafalan ini adalah merupakan ciri khusus dari Sahabat. Cara Sahabat dalam menerima hadis dari Rasul itu adakalanya secara langsung dan ada pula yang tidak, yakni melalui perantara dari Sahabat lain kemudian menyampaikan kepada Sahabat lain juga dan ada pula yang tidak disampaikan kepada orang lain, karena mempunyai pandangan yang berbeda, dari sini ada dua corak pandang, pertama: sikap diamnya Sahabat yang menerimanya itu tanpa adanya komentar, kedua: ada pula yang mengingkarinya, bahkan mengkritiknya sebagai satu kesalahan dari Sahabat yang bersangkutan, karena mempunyai corak pandang yang berbeda. 10 Letak permasalahannya ketika menyampaikan sesuatu dari Rasul itu disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah mereka menggunakan redaksi yang berbeda dari yang dimaksud oleh Rasul, sehingga hadisnya juga tidak asli redaksi Rasul atau mungkin ketika meriwayatkan hadis itu tidak mengetahui latar belakang timbulnya hadis, atau dengan menyertakan komentar terhadap hadis yang diriwayatkannya sehingga menjadi kesatuan hadis. Semua kemungkinan itu akan memunculkan kritik hadis di antara mereka dalam berbagai masalah hukum Islam. Dari itu, menimbulkan kontroversi dan perlu dicari kebenarannya. Kritik Matan Hadis Di kalangan Sahabat. Membahas hadis-hadis versi Sahabat, dan disampaikan kepada Sahabat lainnya, begitu pula sebaliknya. Dari itu secara tidak langsung sunnah akan terkontrol kebenarannya, selanjutnya mereka berpegang teguh dengan hadis yang diterimanya. Jika suatu hadis itu terjadi kekeliruan di antara Sahabat, hal itu dikarenakan beberapa sebab, di antaranya: 10
. Phil Kamaruddin Amin: Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Matan Hadis.(Jakarta Selatan:Hikmah, 2009), 401. dan lihat juga Shalahuddin alIdlibi.
92 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat adanya nasakh hadis, tetapi Sahabat tidak mengetahuinya, atau satu hadis yang diberi komentar oleh yang membawa berita sehingga menjadi masalah, karena masuk ke dalam suatu hadis sehingga pendengar menduga bahwa komentar itu berasal dari Rasulullah SAW yang bernilai marfu’ (dari Rasulullah SAW) atau satu hadis yang lafalnya mengalami kekeliruan, sehingga maknanya yang dikandungnya juga mengalami perubahan, atau dalam satu hadis Sahabat mengalami kebimbangan sehingga hadis yang diriwayatkannya juga mengalami kekeliruan, misalnya Sahabat tidak menerima hadis langsung dari Rasul.11 Dari itu semua, muncul kritik matan hadis yang ditolak oleh Sahabat lainnya, dalam hal ini Sahabat bisa mengoreksi diri dengan menarik riwayatnya, pada sisi lainnya ada yang tidak menarik riwayatnya, karena sudah merasa yakin riwayatnya benar. Kritik matan Hadis Menurut Aisyah.12 Aisyah memiliki keistimewaan berupa kecerdasan, daya hafal yang kuat, banyak riwayatnya, juga menafsirkan hadis-
11 12
. Ibid. Adz-Dzabbi, 112-113. . Ibid. Adz-Dzabbi, 114. dalam bukunya disebutkan bahwa Aisyah binti Abu Bakar, lahir setelah 4 atau 5 tahun Muhammad diangkat menjadi Rasul. Rasul mengikatnya dalam pernikahan pada saat ia berumur 7 tahun, di bulan Syawwal tahun pertama hijriah, dan mengawininya pada saat ia berumur 9 tahun. Ia mendampingi Rasul selama 8 tahun 5 bulan. Banyak kalangan sahabat dan tabi’in mengambil riwayat darinya, bahkan pakar fikih di kalangan sahabat jika mendapati kesulitan dalam bidang hukum dan apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah SAW mereka banyak yang merujuk kepadanya. Abu Musa al-Asy’ari berkata: Jika kami menemukan kesulitan dalam sebuah hadis, maka kami bertanya kepada Aisyah, dan ternyata dia mempunyai pengetahuan yang sangat luas. Anak dari saudara Aisyah Urwah bin Zubair berkata: Aku tidak pernah melihat manusia yang mengerti tentang al-Qur’an, cerita-cerita bangsa Arab dan nasab selain Aisyah. Ia meninggal pada saat berusia 57 tahun, tepatnya tahun 58 hijriah. (Thabaqat al-Hufadz nomor 13, al-Ishabah karya Ibnu Hajar: 8/16-21 dan al-Ijabah fi Ma Istadrakathu Aisyah ala al-Shahabah karya al-Zarkasyi, 37-70).
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
93
Rafid Abbas hadis Rasul. Seperti kritik Aisyah tentang Hisab dalam surat alInsyiqaq: 8, Satu hadis Rasulullah SAW berbunyi:
.) ب َ ب عُذ َ ( َم ن ُح و ِس: "ص" قَا َل، َ ِللا عَن هَا أَن الن ب فَ َس و فَ ي ُ َحا َسبُ ِح َسابًا يَ ِس ي ًر ا؟:س يَق ُو ُل للا ُ تَ َعالَى َ أ َ َولَي 13 .) اب يَه لِك َ ش ال ِح َس َ ِ َمن نُوق:ال َعر ضُ َو لَ ِك ن
عَن عَا ِئ َش َة رضى ُ فَق ُل:ُ قَالَت عَائ َش ة :ت َ (إ ٍن َما َذ لِك: فَقَا َل.
Diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Nabi pernah bersabda: Siapapun yang diperhitungkan (dihisab) amal perbuatannya pasti akan disiksa. Aisyah berkata: kemudian saya bertanya, tidakkah Allah SWT berfirman: (yang artinya): ...maka dia akan diperhitungkan amal perbuatannya dengan mudah.(s. Al-Insyiqaq (84): 8), Rasulullah SAW menjawab: Ayat tersebut maksudnya sekedar diperlihatkan catatan amal perbuatannya, tetapi siapapun yang dipanggil untuk diperhitungkan amal perbuatannya pasti dia akan celaka.
س أ َ َحد َ (لَي:"للا "ص ِ قَا َل َر سُو ُل:عَن عَائِ َش َة رضى للا عَنهَا قَالَت 14 )ك َ َي ُ َحا َسبُ إِل هَل Diriwayatkan dari Aisyah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Siapapun yang diperiksa pasti akan celaka (masuk neraka). Nash di atas merupakan bukti bahwa kecerdasan Aisyah mampu membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis, berangkat dari permasalahan inilah bimbingan Rasulullah SAW membuatnya semakin tajam pemikirannya..
13.
Al-Imam Zainuddin Ahmad bin Abduk laltif Az_Zabidi, Mukhtasar Shahih al-Bukhari.(Riyadl: Dar As-Salam, 1996 M /417 H),50. 14 Ibid. 891. maksud hadis di atas adalah sebagaimana yang disebutkan pada hadis yang di atasnya, yaitu orang yang diperiksa dengan sungguhsungguh, maka setiap orang pasti akan celaka.
94 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat Kritik Aisyah Terhadap Riwayat Abu Hurairah.15 Abu Hurairah adalah Sahabat yang tidak disibukkan dengan urusan duniawi, karenanya dia senantiasa mendampingi Rasulullah SAW, dan Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW, walau sejak masuk Islam dia hanya 15
Hasan bin Ali Al-Kattani, Ar-Radd ‘ala Ath-Tha’in Fi Abu Hurairah. Penerjemah Muhammad Muhtadi, Abu Hurairah di hujat, (Solo, Multazam, 2009), 31-34), Abu Hurairah masuk Islam saat ia berumur 26 th, ketika itu tahun ke 7 H, ia datang ke kota Madinah, sehari setelah Rasulullah SAW memenangkan pertempuran Khaibar melawan kaum Yahudi, ia masuk Islam atas peran Thufail bin Amr Ad-Dausi. Menurut Adz-Dzabbi: ulama’ berbeda pendapat tentang nama aslinya, sedangkan nama yang sering dipakai adalah Abu Hurairah, sedangkan namanya ketika masih Jahiliyah adalah: Abdus Syams bin Shakr, lalu Rasulullah SAW menamainya dengan nama Abdurrahman, di dari suku Dauws, termasuk penduduk Yaman. Banyak di kalangan sahabat dan ahli hadis yang menimba ilmu darinya dalam catatan sejarah lebih dari 800 orang yang menimba ilmu darinya. Imam Adz-Dzahabi berkata: karakter Abu Hurairah sebagai seorang ahli fiqh, mujtahid, hafid, sahabat Rasulullah SAW sekaligus penghafal hadis terpecaya. (Adz-Dzahabi adalah: seorang yang dikenal sebagai peneliti hadis yang terkait dengan ilmu Rijalul Hadis). Dan banyak lagi yang memuji kelebihan dari sahabat Abu Hurairah. Dan di antara sahabat yang banyak meriwayatkan hadis ada tujuh orang sahabat, yaitu: Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Aisyah, Ibnu Abbas, Jabir, Abu Said al-Khudry, dan Abu Hurairah sendiri dalam catatan ahli hadis, seperti perkataan Ibnu Hazm dalam Jami’us Sirah, bahwa dia telah meriwayatkan hadis sebanyak 5374 hadis, dari sekian banyak hadis itu yang diriwayatkan oleh Bukhari sebanyak 325 hadis, sedangkan yang diriwayatkan oleh Muslim sebanyak 189 hadis. Muhammad Dhiya’urrahman al-‘Azami, Abu Hurairah Fi Dhau’I Marwiyyatihi. (Beirut:Dar al-Ilmi Atsaqafi, 76), 43. Muhammad bin Dhiya’urrahman adalah seorang peneliti baru, yang meneliti hadis riwayat oleh Abu Hurairah dengan melakukan penelitian terhadap musnad dari penyusunan kitab-kitab enam (kutubus Sittah) ia menemukan hadis-hadis dalam riwayat Abu Hurairah hanya mencapai 1336 hadis saja. Dan Muhammad Dhiya’urrahman memberikan komentara bahwa: ada sejumlah riwayat yang benar dari Abu Hurairah dalam kitab al-Mustadrak oleh Hakim, Sunan Baihaqi, Sunan Ad-Daraquthni, dan kitab lainnya, menurut Muhammad Dhiya’urrahman bahwa ia berani memastikan hadishadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tidak mencapai 2000 hadis. Jadi ada kemungkinan yang disebutkan tidak mencapai 2000 hadis ini dikhususkan hadis-hadis shahih saja.
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
95
Rafid Abbas tiga tahun lebih mendampingi Rasulullah SAW, dan dia juga banyak mengambil hadis dari Sahabat lainnya. Adapun hadishadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ini tidak semuanya dibenarkan oleh Sahabat lainnya seperti Aisyah, ia pernah membuat kritikan terhadap hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, berikut di bawah ini ada beberapa riwayat Abu Hurairah yang dibantah oleh Aisyah Radliallahu ‘Anha, yaitu Kritik Anak Zina, Pihak Ketiga yang Keji. Dalam satu riwayat16 Aisyah mendengar Abu Hurairah berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya cambuk demi menegakkan agama Allah lebih Aku sukai daripada memerintahkan zina lalu memerdekakan anaknya, Rasul juga bersabda: Anak zina merupakan yang terkeji diantara tiga orang. …, Ketika Aisyah mendengar Abu Hurairah berbicara demikian ini ia membantah bahwasanya Abu Hurairah kurang baik ketika mendengar hadis ini dari Rasulullah SAW redaksinya tidak begitu, Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya memberikan sebuah cambuk demi menegakkan agama Allah lebih Aku sukai daripada memerdekakan anak zina.17 Riwayat hadis di atas sebenarnya ada kaitannya dengan firman Allah yang artinya berbunyi: Artinya: Tetapi Dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu Apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, 18 Dari ayat di atas Rasul ditanya: wahai Rasulullah SAW kami tidak memiliki budak-budak yang akan kami merdekakan, namun ada di antara kami budak wanita, bagaimana jika kami memerintahkannya untuk berzina dan setelah melahirkan anaknya kami memerdekakannya? Mendengar hal itu Rasul menjawab: sesungguhnya memberikan sebuah cambuk demi menegakkan agama Allah lebih Aku sukai daripada
Lihat al-Hakim dalam al-Mustadrak. Ibid. Adzabbi, 87. 18 Q.S.: 90: 11-13. 16 17
96 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat memerintahkan budak untuk berzina, lalu memerdekakan anaknya. 19 Sedangkan anak zina merupakan ketiga yang terkeji, seharusnya tidak begitu, kata Aisyah: mulanya peristiwa itu terjadi ketika ada seorang munafik yang menyakiti hati Nabi SAW lalu Nabi SAW bersabda: Siapa yang bisa mengemukakan alasan kepadaku mengenai orang itu ? lalu ada yang menyampaikan kepada beliau bahwa orang itu bersama anak zina, kemudian Rasul bersabda: Dia yang terkeji di antara tiga orang itu.20 Ketika berita tentang anak zina yang disampaikan oleh Abu Hurairah itu sampai kepada Aisyah, ia bercerita tentang anak zina: saat itu ada seorang munafik menyakiti Rasulullah SAW maka beliau bertanya: Siapa fulan yang menyakitiku? dikatakan kepada beliau: Wahai Rasulullah dia adalah orang yang bersama dengan anak zina, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya dia (anak zina itu) termasuk pihak ketiga yang buruk. Kemudian Aisyah membacakan firman Allah dalam surat al-An’am: 164. Sehubungan dengan masalah di atas Allah SWT berfirman yang artinya berbunyi: Artinya: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian
Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud 2,(Kairo, Dar al-Syuruq, 2005), 75. 20 Ibid, Ad-Damsyqi. Abu Dawud meriwayatkan hadis dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: anak zina itu pihak ketiga yang buruk, Abu Hurairah berkata: mengangkat tangan dengan membawa cemeti di jalan Allah itu lebih aku sukai daripada memerdekakan anak zina. Bahkan Adzabbi dalam bukunya mengatakan bahwa: Abu Naim meriwayatkan dalam al-Hilyah dari Mujahid dari Abu Hurairah secara marfu’: anak zina tidak masuk surga. Menurut peneliti: kedua riwayat ini nilainya mardud (tertolak), sebab bertentangan dengan al-Qur’an surat alAn’am: 164, bahwa seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. 19
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
97
Rafid Abbas kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan." 21 Sehubungan dengan masalah ini ada satu hadis shahih dalam riwayat Bukhari yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya itu Yahudi, Nasrani dan Majusi. Dalam riwayat lain Aisyah pernah ditanya tentang anak zina, ia menjawab 22
ش ْيئََالَتَزرََ ََواز َرةََو ْز َرىَأ ْخ َرى ََ َلَي َ ََسَ َعلَ ْيهََمنََْ َخط ْيئَةََأَبَ َو ْيه
Artinya: Tidak ada (tanggungan/kesalahan) atas anak dari kesalahan Bapak dan Ibunya, seseorang tidak menanggung dosa orang lain. Dari bantahan ayat maupun hadis di atas menunjukkan bahwa Aisyah menolak riwayat Abu Hurairah yang akan berpengaruh terhadap hadis yang disampaikannya. Penolakan Aisyah terhadap riwayat Abu Hurairah itu di samping adanya ayat dan hadis di atas, juga ayat lain yang artinya berbunyi: Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. 23 Jadi bersedekah dengan sebuah cambuk lebih disukai oleh Rasulullah SAW dari pada memerdekakan anak zina, dan jika anak zina dilakukan oleh orang yang fasik maka ia tidak termasuk anak fasik maupun terkeji. Dan Aisyah membetulkan riwayat Abu Hurairah dengan kedua nash di atas, menjelaskan sebab turunnya ayat, karena apa yang disampaikannya itu bertentangan dengan ayat al-Qur’an, sedangkan apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW itu tidak mungkin bertentangan dengan ayat, jadi yang salah dalam memahami nash itu adalah Abu Hurairah sendiri, namun hal itu tidak perlu untuk dibesarkannya, karena pada intinya kata Rasul bahwa orang yang terbaik adalah yang sezaman denganku 21S.
6: 164. Lihat da-Dzabbi: 318-319. Al-Baihaqi meriwayatkan secara mursal bahwa kedua orang tua anak zina itu telah masuk Islam tetapi anak itu tidak masuk Islam, dari itu Rasulullah SAW mengemukakan hadis ini. 22Al-Muhalla: 4: 213. Lihat: Abdul Qadir Hasan: Kata Berjawab 1 – 5 (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), 432. 23 Q.S. 53: 39.
98 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat Mayat akan disiksa oleh karena tangisan keluarganya Menangisi mayat dalam riwayat Hakim dari Abu Hurairah (hadis ini diriwayatkan secara marfu’) berbunyi: “ Sesungguhnya mayat akan disiksa karena tangisan 24 (keluarganya yang masih hidup)” . Hadis lain yang semakna dengan hadis di atas berbunyi:
قَب ِر ِه بِ َما نِي َح َع لَيِ ِه،ِ ال َم يتَ ي ُ َعذبُ ف: " ص" قَا َل،َِن اب ِن ُع َم َر ع َِن الن ب ِ ع )(متفق عليه.
Artinya: Dari Ibnu Umar dari Nabi SAW sabdanya: Mayit itu diazab di dalam kuburnya dengan sebab diratapi atasnya. (Muttafaq ‘Alaih).25 Hadis yang semakna dengan hadis di atas berbunyi:
(متفق.، إِن ال َم يتَ ي ُ َع ذبُ بِب ُ َكا ِء ال َح:َو عَن ُع َم َر أ َن َر سُو ُل للاِ "ص" قَا َل )عليه
Artinya: Dari Umar Bahwa Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya mayit itu disiksa karena tangisan orang hidup. (Ahmad, Bukhari, Muslim). 26 Hadis yang semakna dengan hadis di atas, berbunyi:
إ ِن ال َم يتَ يُ َع ذبُ بِب ُ َكا ِء أ َه ِل ِه َع لَي ِه: " ص" قَا َل،َِن اب ِن ُع َم َر َع ِن النب ِ ع )(متفق عليه.
Artinya: Dari Ibnu Umar dari Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya mayit itu disiksa karena tangisan keluarganya. (H.R. Ahmad, Bukhari, Muslim). 27
Ibid, Adzabbi, 88. A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram.(Bandung:C.V.Diponegoro, 1987), 297. hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Mughirah bin Syu’bah dengan redaksi seperti itu. 26 A.Qadir Hasan dkk Terjemah Nailul Authar 3.(Surabaya, Bina Ilmu, 1980), 1142. 27 Ibid. Menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Bulughul Maram, hadis no: 613, disebutkan bahwa Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadis yang semacam ini dari Mughirah bin Syu’bah. 24 25
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
99
Rafid Abbas Hadis yang semakna dengan hadis di atas, berbunyi:
ت ِ إِ َذا قَا َل، إِن ال َميتَ يُ َعذبُ ِببُ َكا ِء ال َح::" "ص،عَن أَ ِبى ُمو َسى أَن الن ِب ُ َو َحبذ ال َمي ََوقَيِ َل لَه ُ أَنت ت ُ َوا َع:ُالنائِ َحة ُاس َباه ِ َاص َرهُ َوا َك ِ َوان ُضدَاه )اسبُ َها ؟ (رواه أحمد ُ َع ِ َاصرُ هَا؟ أَنَتَ َك ِ ض ُدهَا ؟ أَنتَ ن
Artinya: Dari Abu Musa, bahwa Nabi SAW bersabda: Mayit disiksa karena ditangisi orang yang hidup, yaitu ketika yang meratap itu berkata: wahai penanggungjawabku, wahai penolongku, wahai pelindungku, ditarik mayit itu dan dikatakan kepadanya: Engkau adalah penanggungjawabnya, engkau penolongnya, engkau pelindungnya. 28 Dalam riwayat lain berbunyi:
ُ َما ِمن َميتٍ يَ ُم: لَف ٍظ،َِو ف َو ا َج بَالَه ُ َوا ُم س نَدَاه ُ أَو:وت فَيَق ُو ُم بَاقِي ِهم فَيَق ُو ُل ) (رواه الترمذي. َنَح َو َذ لِكَ إِل َو كِل بِهِ َم لَ َكا ِن يَل ِه َز انِهِ أ َهَ َك َذ ُك نت
Artinya: Dan dalam satu lafal dikatakan: Tidak seorang mayitpun yang mati lalu bangkitlah yang menangisinya sambil berkata: Wahai pelindungku, wahai saudaraku, dan sebagainya, melainkan dua malaikat diserahi untuk memukulnya (sambil berkata): apakah betul engkau begitu ? (HR. Tirmidzi)29 Syarah dalam Nailul Authar: 330 dijelaskan bahwa barangsiapa diratapi, maka ia akan disiksa karena ratapan kepadanya itu, dhahirnya bahwa mayit akan disiksa karena ditangisi keluarganya. Sebagian ulama’ salaf berkata: mereka mengambil dhahir hadis-hadis di atas, sedangkan jumhur ulama’ berpendapat bahwa: dengan menta’wil hadis-hadis tersebut, yakni untuk orang-orang yang berwasiat ditangisi. Sedangkan al-Khattabi berkata: maksud hadis tersebut adalah: permulaan disiksanya mayit itu terjadi di saat ia ditangisi oleh keluarganya. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa: yang demikian itu khusus untuk orang kafir, bukan untuk orang Ibid, Hasan, Nailul Authar, 1143. Ibid, 1144. 30 Ibid, Hasan, 1145-1146. penjelasan mengenai hadis-hadis tentang menangisi atau meratapi mayit. 28 29
100 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat mukmin, sedangkan sebagian ulama’ yang lain berpendapat bahwa: yang demikian itu terjadi untuk orang-orang yang tidak mau melarang keluarganya dari menangisi. Adapun makna azab dalam hadis di atas itu menurut sebagian ulama’ berkata: makna azab itu adalah celaan malaikat kepadanya. Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Barie: Ta’wilta’wil ini masih mungkin untuk dikompromikan sehingga tergantung kepada keadaan masing-masing individu misalnya: pertama: orang yang kebiasaannya meratap, lalu keluarganya ikut meratap, bahkan ia mewasiatkan untuk diratapi, maka ia akan disiksa karena perbuatannya itu. Kedua: orang yang dlalim, lalu kejelekannya disebut, maka ia disiksa karena disebut kejelekannya itu. Ketiga: orang yang mengetahui keluarganya meratap, tetapi ia membiarkannya, kemudian jika ia rela terhadap yang demikian itu maka ia dapat dikategorikan dengan golongan pertama, tetapi jika ia tidak rela, maka ia disiksa dengan satu celaan mengapa ia mengabaikannya. Keempat: orang yang lepas dari semuanya itu dan berhati-hati, lalu ia mencegah keluarganya dari berbuat durhaka, tetapi keluarganya tetap menentang dan melakukan yang demikian itu, maka ia disiksa dengan perasaan sedih karena melihat perbuatan keluarganya yang menyalahi perintahnya serta keberaniannya dalam durhaka kepada Allah. 31 Penolakan Aisyah terhadap riwayat tersebut didasarkan pada firman Allah SWT yang artinya berbunyi: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan." 32
31 32
Ibid. Q.S. 6 (al-An’am): 164.
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
101
Rafid Abbas Ayat yang semakna dengan ayat di atas artinya berbunyi: Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." 33 Dari beberapa riwayat hadis Abu Hurairah dan lainnya di atas telah diralat oleh Aisyah yakni dianggap adanya satu kesalahan karena tidak melihat sebab-sebab turunnya ayat, dan Aisyah melakukan kritikan terhadap isi hadisnya. Di antara kritikannya itu sebagaimana ayat dalam surat al-An’am: 164 di atas sangat bertentangan dengan beberapa hadis tentang mayit disiksa dengan sebab tangisan keluarganya itu. Yang benar dalam masalah ini sebagaimana satu hadis berbunyi:
ٍ َمر َر سُو ُل للاِ "ص" َع لَى يَه ُو ِد ية: للا ُ عَنهَا قَالَت، ِ عَن عَائِ َش ةَ َر َ ض 34 . قَب ِر هَا،ِ إ ِن هُم لَيَب ُك ونَ َع لَي هَا َو إ ِنهَا لَتُع ذبُ ف: َع لَي هَا أ َه لُهَا فَقَا َل، يَب ِك
Dari Aisyah r.a. berkata: Rasulullah SAW pernah melewati kuburan seorang perempuan Yahudi yang ditangisi oleh keluarganya, kemudian Rasulullah SAW bersabda: Mereka menangis di atas kuburnya, sedangkan dia disiksa di dalam kuburnya. Berdasarkan kedua nash shahih di atas, yakni ayat dalam surat al-Maidah: 164, dan hadis riwayat Aisyah tersebut, semakin jelas bahwa Aisyah menolak riwayat hadis Abu
33 34
Q.S. : (al-Baqarah): 286. Ibid. Bukhari. 303. hadis no: 655.
102 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat Hurairah dan Sahabat lainnya yang menyatakan bahwa mayat disiksa oleh karena tangisan keluarganya. Hal ini dikarenakan dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain, bahkan Aisyah telah menjelaskan asbabul wurud dari ayat tersebut, yang menyatakan bahwa: ketika Rasulullah SAW melewati kuburan seorang perempuan Yahudi yang ditangisi oleh keluarganya, kemudian Rasulullah SAW bersabda: mereka menangis di atas kuburnya, sedangkan dia disiksa di dalam kuburnya. Berdasarkan hadis Aisyah yang menjelaskan asbabul wurud hadis di atas yang menjelaskan tentang kisah kuburan perempuan Yahudi yang ditangisi oleh keluarganya di atas, semakin jelas bahwa pendapat Aisyah lebih kuat, sebab tidak bertentangan dengan ayat dalam surat al-An’am: 164 di atas, sedangkan pendapat Abu Hurairah dan Sahabat lainnya tentang isi hadisnya bertentangan dengan ayat al-Qur’an. Jadi Aisyah sebenarnya dalam melakukan kritik terhadap Sahabat tersebut tidak bermaksud menyalahkannya, akan tetapi kritikannya itu bermaksud membetulkannya, hal ini sebagaimana satu hadis berbunyi:
، ِ للا ُ عَنه ُ َما أ َن هَا َس ِم َعت عَائِ َشةَ َر، ض ِ ت عَب ِد الر ح َم ِن َر ِ عَن عَم َرةَ بِن َ ض إِن ال َم يتَ يُ َع ذبُ بِب ُ َكا ِء:للا ُ عَن هَا ( َو ُذ كِ َر لَهَا أ َن عَب َد للاِ بنَ ُع َم َر يَق ُو ُل َع ِب ِد الر ح َم ن أ َما إ ِن هُ لَم يَك ِذب،ِ يَغ فِ ُر للاُ ِأل ب:ُ ) قَالَت عَائِ َش ة، ال َح أ َو أَخ طَأ َ إ ِن َما َمر َر سُو ُل للاِ "ص" َع لَى َيه ُو ِد ي ِة ي ُب َك ى َع لَيهَا،َ َو لَ ِك ن هُ نَ ِس 35 ) قَب ِر هَا،ِ (إ ِن ه ُم لَيَب ُكونَ َع لَي هَا َو إ ِنهَا لَتُ َع ذبُ ف:فَقَا َل
Artinya: Dari Amrah binti Abdurrahman r.a. bahwa dia pernah mendengar Aisyah r.a. dari Abdullah bin Umar mengatakan: Sesungguhnya orang mati itu disiksa dengan sebab tangisan orang hidup, lalu Aisyah mengatakan: semoga Allah mengampuni Abu Abdurrahman, dia tidak berdusta, tetapi dia lupa atau tidak sengaja bersalah. Sebenarnya Rasulullah SAW pernah lewat dengan mayat perempuan Yahudi yang diratapi, lalu beliau bersabda: 35
.Ibid. Bukhari, 465
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
103
Rafid Abbas mereka meratapi mayat perempuan Yahudi itu dan sungguh mayat tersebut akan disiksa di dalam kuburnya. Di samping kebenaran riwayat Aisyah di atas, ia juga meriwayatkan satu hadis yang berbunyi:
للا لَيَ ِز ي ُد ِ عَن عَائِ َش َة َر َ إ ِن َما قَا َل َرسُو ُل للاِ "ص" إ ِن: للا ُ عَنهَا قَالَت،َ ض ) (متفق عليه.األ َكافِ َر َع َذ ابًا بِي ُ َكا ِء َع لَي ِه
Artinya: Dari Aisyah ia berkata: Sesungguhnya tidak lain Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah menambah azab orang kafir karena tangisan keluarganya kepadanya. 36 jika melihat hadis Aisyah yang menyatakan mayat orang kafir disiksa karena tangisan keluarganya itu, penyebabnya adalah mayat itu orang kafir, sedangkan orang kafir tetap akan disiksa. Kritik Aisyah kepada beberapa orang Sahabat di atas, juga sependapat dengan Abdullah bin Abbas, walau tidak semua orang menerima kritik Aisyah yang dibenarkan oleh Ibnu Abbas, namun di sini semakin jelas bahwa kritik Aisyah itu ditopang oleh ayat al-Qur’an, jadi pendapatnya itu lebih kuat. Dan juga dalam teori studi hadis dikatakan bahwa:
ص ِح ي ُح َ
ض ِعي فُ ال َم ت ِن َ ا ِإل س نَاد37: sanadnya shahih akan tetapi isi hadisnya
bertentangan dengan nash yang lebih kuat. Jika memperhatikan teori studi hadis di atas, maka jalan satu-satunya adalah mengumpulkan semua nash yang nampak bertentangan, setelah itu dipilih mana nash yang lebih kuat, dalam hal ini dipilih ayat al-Qur’an yang menjelaskan masalah ini kemudian ditunjang oleh hadis dari Aisyah,,dalam hal ini yang bertentangan itu hukumnya diturunkan atau tidak dipakai dari sisi hukumnya.
. Ibid, Qadir. 1142. Muttafak Alaih dalam buku ini ada tiga: Bukhari, Muslim, dan Ahmad. 37 . Muhammad Mahmud Bakar, Asbabul Raddul Hadis wa Ma Yantiju ‘Anha Min Anwa’.(Riyadl: Dar Thayyibah Lin-Nashr wat Tauzi’, tt), 14. 36
104 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat Kesimpulan Dalam pernyataan Rasulullah SAW orang yang paling baik adalah Sahabat, kemudian orang-orang yang mengikutinya dan seterusnya. Pernyataan yang paling baik ini dimaksudkan baik dari sisi akhlak, keilmuannya tentang Islam, kedekatannya dengan Rasulullah SAW, serta penyebaran Islam, dari itu Rasulullah SAW berani memberikan kepercayaan kepada Sahabat di awal pembentukan hukum Islam bahwa jangan kamu tulis dariku kecuali al-Qur’an, pada kenyataannya hanya sebagian kecil Sahabat yang dibolehkan menulis hadis, bahkan perintah Rasulullah SAW sampaikanlah dariku itu dapat dibuktikan akan kebenarannya, dari itu mereka termasuk orang yang paling baik, karena diantara mereka terjadi saling kritik dalam kebenaran dari berita yang sampai kepada mereka, yakni kebenaran isi atau matan hadisnya. Kritik matan hadis yang sampai kepada mereka itu menunjukkan pola fikir Sahabat itu berbeda-beda, di antara mereka ada yang menguasai hadis beserta ayat al-Qur’an, ada yang hanya lebih banyak mengusai hadis, ada yang penguasaan hadisnya banyak, akan tetapi ketika menyampaikan berita atau hadis dalam bentuk redaksinya sendiri hingga sampai kepada kaum Muslimin, dengan bermacam-macam perbedaan. Namun semua itu harus disikapi dengan melihat sisi sanad dan matannya. Jika sanadnya shahih, maka matannya itu apakah juga shahih, jika bertentangan dengan yang lebih shahih, maka matan hadis itu bagaimana menyikapinya, semua itu masih memerlukan penetelitian kembali, akan tetapi jika sanadnya itu dlaif, maka matannya itu tidak boleh dipakai, baik untuk fadla’ilul a’mal maupun dijadikan sebagai hujjah. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian kembali. Bahwa: Anak zina itu tidak dapat dikatakan sebagai anak yang keji, sebab yang keji itu adalah kedua orang tuanya. Tentang hadis yang menyebutkan bahwa mayat akan disiksa oleh karena tangisan keluarganya itu, riwayatnya dari Abu Hurairah, Umar bin Khattab, Ibnu Umar, Abu Musa, mereka tidak
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
105
Rafid Abbas mengetahui asbabul wurudnya. Mereka hanya mencatat dari apa yang mereka dengar saja. sedangkan ulama’ berikutnya dalam memahaminya berbeda-beda. Begitu pula dengan masalah lainnya kaum muslimin harus cermat dalam menyikapinya
106 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
Kontroversi Hukum Islam di Kalangan Sahabat Daftar Pustaka A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram. (Bandung:C.V.Diponegoro, 1987). Abdul Qadir Hasan: Kata Berjawab 1 – 5 (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007) Al-Hafidl Abdul Azim bin Abdul Qawi Zakiyuddin al-Mundziri, Mukhtasar Shahih Muslim.(Riyadl: Dar Ibni Khuzaimah, 1994 M) Al-Imam Zainuddin Ahmad bin Abduk laltif Az_Zabidi, Mukhtasar Shahih al-Bukhari.(Riyadl: Dar As-Salam, 1996 M /417 H) Al-Qur’an dan Terjemahannya kedalam bahasa Indoensia, Depag, R.I. 1999. Az-Zarkasi dengan karyanya: Al-Ijabah Fi Ma Istadrakathu asSyayyidah Aisyah ala Shahabah. Hasan bin Ali Al-Kattani, Ar-Radd ‘ala Ath-Tha’in Fi Abu Hurairah. Penerjemah Muhammad Muhtadi, Abu Hurairah di hujat, (Solo, Multazam, 2009) Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud 2,(Kairo, Dar al-Syuruq, 2005) Jamal Al-Banna: Nahwa al-Fiqh al-Jadid,: as-Sunnah wa Dauruha fi alFiqh Jadid. (Kairo: Dar al-Fikr al-Islamy, 1997). Mahmud ath-Thakhkhaan: Taisir Mustholah al-Hadis. (Kuwait: alMa’arif, 1985). Mahmud at-Tahakhkhan: Taisir Mustholah Hadis, (Mesir, Dar AlFikr, tt) Muhammad Dhiya’urrahman al-‘Azami, Abu Hurairah Fi Dhau’I Marwiyyatihi. (Beirut:Dar al-Ilmi Atsaqafi, 76). Muhammad Nashiruddin al-Bani, Shahih Sunan at-Tirmidzi, (pen:Ahmad Yuswaji, Jakarta: Putaka Azam, 2003) Phil Kamaruddin Amin: Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Matan Hadis.(Jakarta Selatan:Hikmah, 2009) Shalahuddin al-Idlibi, dalam karyanya: Manhaj Naqd al-Matn ‘Ind Ulama’ al-Hadis an-Nabawi. (1403H/1983M).
Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015
107
Rafid Abbas Shalahuddin Ibnu Ahmad al-Idlibi: Manhaj Naqd ‘ind Ulama’ alHadis al-Nabawi.(Mesir, Dar-Kutub, 1994). Yusuf Qardlawi, Al-Madkhal Li Dirasah as-Sunnah an-Nabawiyah. (Kairo, Maktabah Wahbah, 1991), 171.
108 Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1 April 2015