Jurnal Pendidikan IPA: METAMORFOSA VOL 2 NO 1, April 2007, h.29-38
KONTRIBUSI WACANA MULTIMEDIA TERHADAP PEMAHAMAN DAN RETENSI SISWA (Studi Kasus pada Pembelajaran Hereditas di Kelas 3 MTs Cimahi) Oleh Yanti Herlanti (Staf Pengajar Pendidikan Biologi, FTIK UIN Syarif Hidaytulloh Jakarta, Penerima beasiswa IISEP 2003-2006)
Nuryani Y. Rustaman (Staf pengajar Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia)
Wawan Setiawan (Staf pengajar Jurusan Ilmu Komputer, Universitas PendidikanIndonesia)
Abstract This study due to know contribution of computer multimedia towards consept understanding and retention. About 52 students of MTs Cimahi were involved in this study. They were separated in two groups i.e. Group of non multimedia (n=26) and group of multimedia (n=26). Multimedia reduced interaction between teacher and students untill 59,62%. It may caused concept understanding of multimedia group lower than non multimedia group. Retention of multimedia group higher than non multimedia group. So multimedia as imagery tools is good for student retention, so multimedia as aids is important in learning activity. Key words: Concept Understanding, Retention, Multimedia
Pendahuluan Bahar et al 1 mengemukakan bahwa genetika merupakan materi yang sulit dimengerti oleh sebagian besar siswa sekolah menengah. konsep genetika bersifat esoterik dan abstrak,
Kesulitan ini disebabkan
yang meliputi obyek-obyek yang
mikroskopik dan proses-proses di luar pengalaman siswa sehari-hari.
Konsep genetika
termasuk salah satu konsep yang sukar dipresentasikan dalam bentuk praktikum secara 1
C.Y. Tsui & D.F. Treagust, Learning Genetics with Computer Dragon, Journal of Biological Education, 2003, 2(37), p.96-98.
ISBN: 1907-9-168
2 hands on. Jika pun dipaksakan untuk praktikum secara hands on waktu yang tersedia tidak mungkin memadai. Misalnya penemuan prinsip Mendel I dan II melalui hibridisasi tidak mungkin dilakukan dalam waktu 4X3 jam pelajaran per minggu. Oleh karena itu dibutuhkan bentuk presentasi yang dapat menggambarkan proses yang terjadi pada hibridisasi Mendel dalam waktu yang tidak terlalu lama. Presentasi dengan bantuan komputer multimedia merupakan salah satu cara yang dapat digunakan. Komputer multimedia mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan bentuk video atau gambar dua dimensi lainnya. Keunggulan komputer multimedia diantaranya adalah adanya pelibatan berbagai organ tubuh mulai telinga (audio), mata (visual), dan tangan (kinetik).
Pelibatan berbagai organ ini membuat informasi lebih mudah
dimengerti 2 . De Porter 3 mengungkapkan manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual), sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30%,
dari yang didengarnya hanya 20%, dan dari yang dibaca hanya 10%.
Keunggulan lain multimedia adalah kemampuan layar komputer untuk menyajikan sebuah tampilan berupa teks nonsekuensial, nonlinear, dan multidimensional dengan percabangan tautan dan simpul secara interaktif.
Tampilan tersebut akan membuat
pengguna (user) lebih leluasa memilih, mensintesis, dan mengelaborasi pengetahuanpengetahuan yang ingin dipahaminya 4 (Mc Clintock, 1992).
Beberapa program
komputer (software) menyediakan tautan (hyperlink) yang menghubungkan antara satu simpul (node) atau file
dengan simpul atau file lainnya, sehingga user memiliki
keleluasan untuk melakukan pemilihan dan pengelaborasian. Keleluasan ini memberikan peluang untuk menggunakan komputer tidak sekedar sebagai tools tetapi sebagai tutor dalam proses belajar mengajar. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi penggunaan komputer multimedia terhadap pemahaman konsep dan retensi siswa. Wacana yang disajikan dalam bentuk multimedia dibuat dengan teknik historis. Materi subyek yang disajikan dengan menggunakan teknik historis ini diistilahkan dengan “Berpetualang Bersama Mendel”. Pada studi ini materi “Berpetualang Bersama Mendel” disajikan dalam bentuk wacana multimedia. Studi ini juga akan memaparkan, “Apakah pemahaman dan retensi 2
N. Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004). B. De Potter, Quantum Teaching (terjemahan), (Bandung: Kaifa-Mizan, 2000). 4 R. Mc Clintock, Power and Pedagogy: Transforming Education through Information Technology, ( New York: Institute for Teaching Technologies, 2000). 3
3 siswa yang belajar dengan menggunakan wacana multimedia lebih baik dari pada wacana non multimedia?” Pustaka Wacana multimedia melalui komputer mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan penggunaan media lainnya. Keunggulan utama terletak pada pengendalian komputer berada di tangan siswa, sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya. Ini yang membuat desain tampilan multimedia mampu mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran. Arsyad 5 mengemukakan, komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena ia dapat memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan intruksi, seperti yang diinginkan. Iklim afektif ini akan melibatkan penggambaran ulang berbagai objek yang ada dalam pikiran siswa. Keunggulan lain dari tampilan multimedia pada layar komputer adalah kemampuan menghadirkan obyek-obyek yang sebenarnya tidak ada secara fisik atau diistilahkan dengan imagery.
Menurut Matlin 6 imagery refers to the mental
representations of objects or actions that are not physically present. Secara kognitif pembelajaran dengan menggunakan mental imagery akan meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi-materi pelajaran yang ada. Wacana multimedia dapat dibuat dengan berbagai program komputer, salah satunya adalah program power point. Program Microsoft Power Point adalah program komputer yang biasa digunakan untuk kebutuhan presentasi.
Para pendidik
menggunakan program ini sebagai media untuk menampilkan gambar-gambar bergerak (animasi) kepada para siswanya. Pada kurikulum 2004, program Microsoft Power Point termasuk salah satu program yang dipelajari oleh siswa SMP. Program Microsoft Power Point bukan program yang asing bagi guru maupun siswa. Program ini menampilkan menu-menu yang berguna dalam pembuatan wacana multimedia yang bersifat tutorial. Menu-menu tersebut adalah menu animasi; menu untuk memasukkan (import file) suara, video, dan gambar animasi; dan menu tautan (hyperlink) untuk menghubungkan antara 5 6
Ibid 2. M.W. Matlin, Cognition, (Fort Worth: Harcourt Brace Publishers, 1994).
4 satu simpul (node) atau file dengan simpul atau file lainnya. Menu-menu ini menjadikan program Microsoft Power Point tidak hanya berperan sebagai alat presentasi (tools) tetapi dapat dikembangkan menjadi tutor. Keunggulan multimedia sebagai tutor disebutkan oleh Taylor 7 : “Computer presents information to be learned, prompts students to respond, evaluates their response, and from this evaluation determines what to present next. Often, the computer also keeps records on students’ preformance, has access to a wide range of material to be presented in a pre-specified scope and sequence, and individualizes to accomodate a variety of student differences” Contoh peranan multimedia sebagai tutor dapat dilihat pada Gambar 1. Pengguna (User) dibimbing oleh ikon tutorial (Mendel) untuk menemukan prinsip-prinsip asortasi Mendel. Pada sisi lain, user diberikan keleluasan untuk mengakses berbagai informasi yang ingin diketahuinya, dari menu-menu yang ada di bagian bawah dan samping tampilan.
Pilihan konsep Genetika Mendel yang dapat diakses
Pilihan menu yang bisa diakses siswa
Siswa dibimbing untuk menemukan kesalahan dugaan Mendel
Gambar 1. Contoh Tampilan yang Membimbing Siswa Menemukan Prinsip 7
D.C. Caverly, Technology in Learning Assistance Centers: Past, Present, Future. (Tucson: University Learning Center, University of Arizona, 1995).
5 Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan komputer dalam pembelajaran genetika telah dilakukan sebelumnya oleh Tsui dan Treagust (2001; 2003).
Hasil
penelitian Tsui dan Treagust 8 terhadap 24 orang siswa sekolah menengah atas di Perth, Australia menunjukkan bahwa para siswa menyukai pembelajaran genetika menggunakan komputer. Para siswa menyukai pembelajaran genetika menggunakan komputer, karena komputer dapat menghadirkan gambaran yang selama ini sangat abstrak. Penelitian Tsui dan Treagust 9 menunjukkan bahwa motivasi dan prestasi siswa dalam belajar genetika meningkat ketika pembelajaran genetika menggunakan komputer. Pada pembelajaran dengan menggunakan komputer, guru lebih banyak berperan aktif sebagai pemandu, siswa lebih berperan aktif untuk mengetahui lebih dalam materi-materi yang ingin diketahuinya melalui komputer. Penelitian Tsui dan Treagust 10 juga menemukan bahwa kemampuan reasoning siswa yang belajar genetika dengan menggunakan komputer meningkat dari 25,5% pada saat pre test menjadi 54,9% pada saat post test. Metodologi Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen. Lima puluh dua orang siswa MTs Cimahi dilibatkan dalam penelitian ini. Siswa-siswa tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok siswa yang proses belajar mengajarnya menggunakan komputer multimedia (n=26) dan yang tidak menggunakan komputer multimedia (n=26). Wacana multimedia dibuat dengan menggunakan program Microsoft Power Point 2003 dan beberapa animasinya dibuat dengan program Macromedia Flash 7.0. Wacana multimedia ini berkapasitas 99,1 Mb.
Wacana multimedia dibuat dengan karakter
tutorial, sehingga siswa dapat mengakses wacana
tersebut secara mandiri dengan
mengikuti instruksi-instruksi yang tertera pada tampilan multimedia. Kuantitas interaksi yang terjadi selama proses belajar mengajar baik pada kelompok non multimedia, maupun pada kelompok multimedia diukur dengan menggunakan Verbal Interaction Category System berdasarkan Flanders 11 . Pemahaman siswa dan retensi siswa diukur dengan menggunakan 18 buah soal pilihan ganda yang 8
Ibid 1. Ibid 1. 10 C.Y. Tsui & D.F. Treagust, Teaching and Learning Reasoning in Genetics with Multiple External Representations, Paper presented at the Australian Association of Research in Education, (2001), [On line]. Tersedia: http:\\www.aare.edu.au\01pap\tsu01462.htm [9 Oktober 2003]. 11 N. Siregar, Pedagogi Materi-Subyek: Dasar-dasar Pengembangan PBM, Bahan Kuliah Pedagogi Materi Subyek, (Bandung: PPS UPI, 1999). 9
6 sudah tervalidasi, dan mempunyai reliabilitas yang tinggi (0.727).
Soal mempunyai
tingkat kesukaran 30% mudah, 35% sedang,dan 25% sukar. Tes pemahaman (post test) dilakukan pascapembelajaran selesai, sedangkan retest dilakukan setelah dua minggu pembelajaran berhenti. Skor retensi dihitung dengan cara membagi skor retest dengan post test, kemudian dikalikan dengan 100 12 . Pemahaman konsep yang diukur adalah kemampuan interpretasi dan inferensi, soal dibuat dengan berpedoman pada Bloom yang telah direvisi 13 . Data hasil pre test, post test, dan retest bersifat normal tetapi tidak homogen, oleh karena itu diguna uji statistik Mann Whitney untuk melihat ada tidaknya perbedaan antara kedua kelompok perlakuan. Uji regresi digunakan untuk melihat seberapa besar variabel IQ dan teknik penyajian mempengaruhi pemahaman konsep dan retensi siswa. Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara IQ dan teknik penyajian dengan pemahaman konsep dan retensi siswa. Semua uji statistik dilakukan dengan bantuan program SPSS 11.0 Versi Windows. Hasil dan Pembahasan Hasil pre test, post test, dan retest pada kedua kelompok non multimedia dan multimedia dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 memperlihatkan rata-rata pre test kelompok multimedia lebih tinggi dari pada kelompok non multimedia, tetapi hasil post test kelompok multimedia lebih kecil dari pada kelompok non multimedia.
Ini
menunjukkan peningkatan pemahaman pada kelompok multimedia lebih rendah (0,61) dari pada kelompok non multimedia (0,69), walaupun hasil uji Mann Whitney perbedaan ini tidak signifikan (U=187,5 dan Asymp. Sig = 0.595). Gambar 1 memperlihatkan rata-rata pemahaman konsep (post test) kelompok non multimedia lebih baik daripada kelompok multimedia, walaupun perbedaannya tidak signifikan (U = 303,51 dan Asymp. Sig = 0,524). Pengukuran pemahaman konsep siswa didasarkan pada kemampuan interpretasi dan inferensi.
Gambar 2 memperlihatkan
bahwa perbedaan pemahman konsep antara kelompok non multimedia dan multimedia adalah pada kemampuan inferensi. Kemampuan inferensi kelompok non multimedia
12
J. Deese, Psychology of Learning, ( New York: Addison Wesley Longman, 1959), p. 239 L.W. Anderson & D.R. Krathwohl, A Taxonomy for Learning Teaching and Assesing, a revision of Bloom’s taxonomy of educational objective, (New York: Longman, 2001), p.70-74. 13
7 lebih tinggi dari pada kelompok multimedia. Inferensi berkaitan dengan kemampuan memperkirakan hasil persilangan berdasarkan prinsip Mendel I dan II.
Tingginya
kemampuan inferensi kelompok non multimedia erat kaitannya dengan tingginya (439 buah) interaksi antara pengajar dan pembelajar dalam mengembangkan materi, sehingga siswa memahami substansi materi subyek sebagai pengetahuan prosedural.
Pada
kelompok multimedia jumlah interaksi antara pengajar dan pembelajar dalam mengembangkan materi, hanya 161 buah interaksi, sehingga siswa kurang memahami substansi materi subyek sebagai pengetahuan prosedural.
rata-rata berdasarkan persentasi
90 78.63 75.43
80
82.69 76.71
70 60 50 40
kelompok historis non multimedia
36.33 31.62
kelompok historis multimedia
30 20 10 0 pre test
retest
post test
Gambar 1. Rata-rata Pre test, Post Test, dan Retest pada Kelompok Multimedia dan Non Multimedia Gambar 1 memperlihatkan rata-rata hasil retest kelompok multimedia lebih besar dari pada kelompok non multimedia.
Berdasarkan nilai retensi, rata-rata retensi
kelompok multimedia pun lebih baik dari pada kelompok non multimedia. Rata-rata retensi kelompok non multimedia berkurang
2,87%,
sebaliknya pada kelompok
multimedia terjadi peningkatan retensi sebesar 10,29%. Retensi siswa pada kelompok multimedia lebih tinggi dari pada kelompok non multimedia, ini menandakan tampilan-tampilan multimedia yang mempunyai kekuatan imagery, terbukti mampu menyimpan lebih lama abstraksi-abstraksi konsep di dalam struktur kognitif siswa. Retensi siswa juga lebih baik pada kelompok pengguna wacana multimedia karena keunggulan multimedia sebagaimana yang dikemukakan Arsyad 14 dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena ia dapat 14
Ibid 2.
8 memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan intruksi, seperti yang diinginkan. Iklim afektif ini akan melibatkan penggambaran ulang berbagai objek yang ada dalam pikiran siswa. Kesempatan siswa untuk mengolah materi-materi yang ada sehingga dipahami dengan jalan pengulangan-pengualangan inilah yang membuat tingkat retensi siswa lebih baik. Anderson 15 mengemukakan seseorang yang telah memperoleh materi dan mengolah materi sehingga ia memahami materi dengan baik, maka hal ini dapat mengurangi lupa.
rata-rata berdasarkan persentasi
84
82.69
82 80 77.4
78
Interpretasi Inferensi
76 73.85
73.85
74 72 70 68 66
kelompok non multimedia
kelompok multimedia
Gambar 2. Kemampuan Interpretasi dan Inferensi pada Kelompok non Multimedia dan Multimedia
Multimedia mampu mengurangi peran pengajar di kelas. Tabel 1 memperlihatkan jumlah interaksi yang terjadi di dalam kelas pada kelompok multimedia lebih sedikit dari pada kelompok non multimedia, ini berarti pula sebanyak 59,62% peran tutorial pengajar telah diambil alih oleh komputer multimedia. Peran komputer multimedia sebagai tutor terlihat dari aktifitas siswa selama pembelajaran. Siswa membaca dengan teliti tampilan pada layar komputer, sebanyak 50% siswa menuliskan ulang tampilan-tampilan tersebut di buku catatannya. 15
R. Anderson, Teaching in The Science of Learning, (New York: Harper and Row Publishers, 1973), p. 458-460.
9 Tabel 1. Kuantitas interaksi Verbal Pengajar dan Pembelajar pada Kelompok non multimedia dan multimedia Non
Multimedia
Multimedia n
n
pembelajar
69
22
Tanya-Jawab antara pembelajar dan pengajar
422
158
Diskusi atau tanya jawab antar pembelajar
17
3
Lainnya
22
31
Jumlah interaksi seluruhnya
530
214
Tipe Interaksi
Pengajara memberikan penjelasan kepada
Keterangan: n = jumlah interaksi Pada penelitian ini ditemukan kelemahan dalam pembelajaran dengan multimedia. Kelemahannya adalah jumlah siswa yang tuntas belajar pada kelompok multimedia lebih kecil (65,38%) dibandingkan kelompok non multimedia (80,77%). Ini berarti pemahaman siswa pengguna multimedia lebih rendah dibandingkan dengan non pengguna multimedia, dari hasil rata-rata pemahaman pada Gambar 1 tampak bahwa, rata-rata pemahaman kelompok pengguna multimedia lebih rendah dari pada non pengguna. Hasil observasi dan wawancara pun menunjukkan, walaupun 100% siswa menyatakan memahami materi yang ditampilan di layar komputer, tetapi hanya 57,69% siswa yang mampu mengerjakan soal-soal pada lembar kerja siswa tanpa mengalami kesulitan. Penyebab rendahnya pemahaman siswa adalah peran tutorial multimedia yang terlalu besar yaitu mencapai 59,62%, sehingga komunikasi antara siswa dan pengajar dalam membangun pengetahuan menjadi berkurang.
Begitupun saling membangun
pengertahuan antar siswa, hanya terjadi pada 46,15% siswa yang sering melakukan diskusi dengan teman terdekatnya. Padahal interaksi dan komunikasi antara pengajarpembelajar atau sebaliknya dan antara pembelajar-pembelajar
adalah sarana untuk
10 membangun pengetahuan.
Pada penelitian selanjutnya disarankan agar interaksi
pengajar-pembelajar dan pembelajar-pembelajar tetap dijaga pada porsi 50%-60%, dengan memberikan peluang kepada siswa untuk melakukan diskusi dan tanya jawab dengan pengajar atau dengan pembelajar lainnya. Kesimpulan Penggunaan multimedia dalam pembelajaran memberikan kontribusi yang positif pada retensi. Keunggulan multimedia dalam imagery tools dan penyedia iklim afektif untuk pembelajaran, membuat siswa mampu lebih lama menyimpan abstraksi konsep dalam struktur kognitifnya. Multimedia yang berperan sebagai tutor mengurangi peran pengajar sebanyak 59,62%.
Berkurangnya peran pengajar ini berkontribusi negatif
terhadap pemahaman siswa, sehingga jumlah siswa yang tuntas belajar pada kelompok multimedia lebih sedikit (65,38%) dari pada kelompok non multimedia (80,77%). Peran komputer multimedia sebagai tutor hanya dipahami oleh 57,69% siswa, sedangkan sisanya masih membutuhkan pengajar sebagai tutor.
Referensi Anderson, R, Teaching in The Science of Learning, (New York: Harper and Row Publishers, 1973). Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R., A Taxonomy for Learning Teaching and Assesing, a revision of Bloom’s taxonomy of educational objective. (New York: Longman, 2001). Arsyad, N., Media Pembelajaran. (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004). Caverly, D.C., Technology in Learning Assistance Centers: Past, Present, Future, (Tucson: University Learning Center, University of Arizona, 1995). Deese, J., Psychology of Learning, (New York: Addison Wesley Longman, 1959). De Potter, B., Quantum Teaching (terjemahan). (Bandung: Kaifa-Mizan, 2000). Matlin, M.W., Cognition, (Fort Worth: Harcourt Brace Publishers, 1994). Mc Clintock, R., Power and Pedagogy: Transforming Education through Information Technology. (New York: Institute for Teaching Technologies, 2000).
11 Siregar, N. Pedagogi Materi-Subyek: Dasar-dasar Pengembangan PBM, Bahan Kuliah Pedagogi Materi Subyek, (Bandung: PPS UPI, 1999). Tsui, C.Y., & Treagust, D.F., . Learning Genetics with Computer Dragon. Journal of Biological Education, 2003, 2(37), 96-98.