STULOS 12/1 (April 2013) 167-192
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA DAN GURU PADA PENGEMBANGAN KECERDASAN SOSIAL ANAK (PENELITIAN PADA SMP KRISTEN DI KOTA BANDUNG) Junihot M. Simanjuntak Abstrak: Penelitian ini memfokuskan kajian pada kontribusi kompetensi pedagogi orang tua di keluarga dan guru sebagai pendidik di sekolah terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analisis. Penelitian dilakukan pada siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama Kristen di Kota Bandung, yaitu sebanyak 98 siswa-siswi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kontribusi kompetensi pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga pada kategori sedang (32%) dan kompetensi pedagogi guru sebagai pendidik di sekolah pada kategori sedang (35%) Dan kompetensi pedagogi secara bersama-sama terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada kategori sangat kuat (37%). Kata kunci: Pedagogi, orang tua, guru, anak, kecerdasan sosial.
PENDAHULUAN Pengalaman sosial awal yang buruk, masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga juga memberi dampak negatif bagi perkembangan anak. “Masalahmasalah sosial, seperti pertikaian dalam keluarga, perceraian dan kemiskinan, juga mempengaruhi perkembangan kompetensi sosial anak.”1 Singkatnya “Bila rumah kurang memberikan model perilaku untuk ditiru, anak akan mengalami hambatan serius dalam penyesuaian sosialnya di luar rumah”.2
1 Didi Tarsidi, Perkembangan Kompetensi Sosial pada Anak dokumen online: httpfile.upi.eduDirektoriat%20-%20FIPJUR.%20PEND.%20LUAR%20BIASA19510601 1979031%20%20DIDI%20TARSIDIMakalh%26artikel_Tarsidi_PL, diakses 28 september 2010. 2 Juliana Hindradjat, “Handout Psikologi Perkembangan” STT. Kharisma, [t.th]), 26.
168
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
Hal lain yang menghambat perkembangan sosial anak ialah kurangnya interaksi dan komunikasi antara orang tua dan anak-anak. Kurangnya interaksi dapat membuat anak tidak memiliki keterampilan dalam berkomunikasi dengan orang lain, karena perkembangan kompetensi sosial pada anak dimulai sejak saat awal masa kehidupannya, hal ini sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang terdekat dilingkungannya. “Salah satu penyebab dari kurangnya komunikasi ini dikarenakan kesibukan orang tua mengejar cita-cita, menempuh pendidikan, mengembangkan usaha, mengurus bisnis, meningkatkan karier, serta kesibukan lain menyita banyak waktu….”3
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa kompetensi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak di rumah dan kompetensi pedagogi guru sebagai pendidik disekolah merupakan faktor yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku sosial peserta didik. Penulis merumuskan masalah pokok, Apakah kontribusi orang tua Kristen sebagai pendidik anak dan kontribusi guru sebagai pendidik anak di sekolah pada kecerdasan sosial anak? LANDASAN TEORI Pengertian Kecerdasan Sosial Graha mendefinisikan kecerdasan sosial sebagai kemampuan seseorang berinteraksi dengan oranglain, kemampuan untuk bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya, mampu menempatkan dan menyesuaikan diri, dapat beradaptasi dengan lingkungan, memahami dan peka terhadap orang lain.4 Sedangkan Tony Buzan mendefinisikan kecerdasan sosial sebagai “The Socially Intelligent person is a superb conversationalist and listener, able to relate successfully with the wider world. Socially Intelligent people are comfortable with others from different backgrounds, 3 Tonci R. Salawaney, Apakah Rumah Tangga anda Bahagia? (Solo: Lembaga Literatur Baptis, 1998), 43. 4 Graha, Keberhasilan Anak di Tangan Orang tua, 45.
JURNAL TEOLOGI STULOS
169
ages, cultures and social strata, and (more importantly) are able to make those people feel relaxed and comfortable around them.”5 Kosmitzki dan John dalam tulisannya mengatakan, beberapa dimensi yang dimiliki oleh orang yang memiliki kecerdasan sosial, yaitu: “Understands people's thoughts, feelings, and intentions well;is good at dealing with people; Has extensive knowledge of rules and norms in human relations; is good at taking the perspective of other people; adapts well in social situations; is warm and caring; and Is open to new experiences, ideas, and values.6
Berdasarkan pendapat di atas, kecerdasan sosial dapat disimpulkan pengertiannya sebagai kemampuan seseorang untuk membangun hubungan di lingkungannya, mampu berkomunikasi dengan baik, mampu beradaptasi, memahami norma-norma yang berlaku, memahami orang lain dari berbagai latar belakang yang berbeda, hangat dan peduli terhadap orang lain. Indikator kecerdasan sosial Indikator kecerdasan sosial meliputi mampu menjalin hubungan sosial dengan baik, mampu berempati, mampu beradaptasi diberbagai situasi sosial, mampu memecahkan masalah yang terjadi, memiliki keterampilan berkomunikasi. 1. Mampu Menjalin Hubungan Sosial Dengan Baik Seorang anak yang memiliki kecerdasan sosial akan mudah bergaul dengan teman-temanya, “orang-orang yang terampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar,”7 ia bisa menerima kebenaran orang lain, seperti menerima keberadaan dirinya sendiri, karena untuk dapat menerima keberadaan orang lain, orang tersebut harus dapat menerima dirinya sendiri terlebih dahulu “just 5 Tony Buzan, The Power of Social Intelligence (New York: HarperCollins Pub., 2002), 4-5. 6 http://socrates.berkeley.edu/~kihlstrm/social_ intelligence.htm, diakses 10 Mei 2011. 7 Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), 167.
170
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
as it is essential to accept the facts about ourselves, it also is important to accept the facts about other people.”8 Selain itu, ia juga mampu bekerja sama dengan baik, kerja sama yang dimaksud adalah saling menerima, saling memahami kemampuan masing-masing, saling membantu dan tolong-menolong sehingga tercipta kerukunan satu dengan yang lain.9 Selain dapat membangun hubungan yang baik, hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah mempertahankan hubungan yang baik tersebut, “untuk sukses dalam membina dan mempertahankan hubungan, anak perlu memahami norma-norma sosial yang ada, sehingga anak dapat bertingkah laku yang benar dalam situasi sosial.”10
2. Mampu Berempati Empati adalah “kemampuan memahami perasaan orang lain, diungkapkan anak ketika mereka melihat orang lain terluka atau sedih, mereka ikut merasakan penderitaan orang lain.” 11 Jadi, berempati merupakan tindakan seseorang yang perduli terhadap keadaan orang lain, merasakan apa yang orang lain rasakan, bersedia menolong, dan memberikan motivasi yang positif bagi teman-teman yang mengalami kesulitan. Rasa empati merupakan sifat yang Yesus ajarkan selama Dia melayani di dunia, hati-Nya selalu memiliki belas kasih dan keperdulian kepada manusia (Mat 9:13, 36), Rasul Paulus juga menuliskan, “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan 8 Harold Blake Walker, Power To Manage Yourself (Evanston: Harper & Row, Publisher, 1967), 71. 9 “Bentuk Hubungan Sosial dan Pranata Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat,” http://www.crayonpedia.org/mw/bentuk-bentuk_hubungan_sosial_dan_pranata_sosial_dal am_kehidupan_masyarakat, diakses 29 April 20011. 10 Safaria, Interpersonal Intelligence (Yogyakarta: Amara Books, 2005), 65. 11 Ibid, 103-104.
JURNAL TEOLOGI STULOS
171
orang yang menangis! (Rm. 12:15),” dengan demikian empati merupakan tindakan manusia yang hidup dalam kasih.
3. Mampu Beradaptasi Diberbagai Situasi Sosial Pada dasarnya setiap manusia akan selalu berada dalam situasi yang berbeda-beda, orang yang pandai dalam bersosialisasi tentunya tidak merasa malu jika berada di lingkungan yang baru, karena ia mampu beradaptasi dengan lingkungan di manapun dia berada, beradaptasi adalah penyesuaian diri terhadap lingkungan, manusia adalah makhluk yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sedangkan situasi sosial adalah kondisi di mana berlangsungnya hubungan antara individu yang satu dengan yang lain atau terjadi hubungan dua individu atau lebih. Penyesuaian diri di dalam situasi sosial tidak berarti menjadi sama dengan apa yang lingkungan lakukan, melainkan memahami keadaan dan kebiasaan-kebiasaan baik atau buruk yang dilakukan di lingkungan tertentu, kemudian ia tampil untuk memberikan pengaruh yang positif (1 Kor. 9:20-23).
4. Mampu Memecahkan Masalah yang Terjadi Dalam setiap hubungan sosial masalah akan selalu ada, karena setiap manusia memiliki kepentingan yang berbeda-beda, namun orang yang memiliki kecerdasan sosial mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam hubungan tersebut orang yang mempunyai kemampuan ini hebat dalam mencapai kesepakatan, dalam mengatasi atau menengahi perbantahan; mereka cakap dalam bidang diplomasi. 12 Safaria mengatakan, bahwa orang yang memiliki kecerdasan sosial mampu memahami dan mencari pemecahan masalah yang efektif dalam suatu interaksi sosial, sehingga masalah-masalah tersebut tidak menghambat apalagi menghancurkan 12
Daniel Goleman, Emotional Intelligence, 166.
172
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
relasi sosial yang telah dibangun, tentu saja pemecahan masalah yang ditawarkan adalah pendekatan win-win solution.13
5. Memiliki Keterampilan Berkomunikasi Keterampilan berkomunikasi yang dimiliki adalah kemampuan berkomunikasi yang mencakup mendengarkan secara efektif dan berbicara secara efektif.14 Mendengarkan secara efektif berarti mendengarkan dengan aktif menerima rangsangan (stimulus) telinga (aural) dalam bentuk gelombang suara (audio), mendengarkan menuntut perhatian, mendengarkan menegaskan bahwa seseorang menyerap rangsangan dan memprosesnya kemudian memberi umpan balik kepada pembicara.15 Sedangkan berbicara secara efektif adalah tindakan penyampaian pesan yang dapat dimengerti dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh pada suatu tempat dan kesempatan tertentu.
Idikator Kompetensi pedagogik Orang tua Sebagai Pendidik Orang tua mempunyai peran yang penting dalam perkembangan anak-anak, termasuk perkembangan sosialnya, Alkitab menjelaskan tentang bagaimana orang tua memberikan teladan dalam hal ini, sehingga anak-anaknya berhasil dalam membangun relasi sosial dimanapun dia berada. Peranan orang tua sebagai pendidik dalam keluarga meliputi: mendidik, memberikan rasa aman, memenuhi kebutuhan jasmani, memberikan bimbingan rohani, membangun komunikasi yang baik, mengembangkan bakat anak, memberikan kasih sayang, memberikan bimbingan hidup bermasyarakat, membangun persahabatan.
13
Safaria, Interpersonal Intelligence, 24-25. Indragiri A, Kecerdasan Optimal, 51. 15 Safaria, Interpersonal Intelligence, 164. 14
JURNAL TEOLOGI STULOS
173
1. Mengajar Dalam keluarga ayah dan ibu adalah pendidik dan pengajar bagi anak agar anak bertumbuh dalam segi pengetahuan, sikap hidup, karakter dan keterampilan dasar.16 Hal-hal yang perlu diajarkan adalah mengenai dasar-dasar Iman Kristen, yaitu: kesatu, mengajarkan keberadaan Tuhan sebagai pencipta dunia ini (Kej. 1; Rom. 11:36), mengajarkan anak untuk berdoa, membaca Alkitab dan beribadah dan mengajarkan bahwa manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang mulia serta mengajarkan tentang dosa dan keselamatan, kedua, mengajarkan tentang ajaran Yesus, yang meliputi ajaran tentang baptisan, penumpangan tangan, ajaran kebangkitan orang mati, dan ajaran tentang hukuman yang kekal pada akhir zaman;17 Ketiga, mengajarkan anak untuk melayani Tuhan, yaitu terlibat dalam kelompok paduan suara Sekolah Minggu di gereja atau di sekolah, jika memiliki talenta menyanyi,18 Hal penting lain yang harus orang tua berikan kepada anaknya adalah bimbingan hidup bermasyarakat “anak diajar untuk hidup bermasyarakat, jangan menjadi eksklusif atau tertutup. Anak diajarkan doktrin-doktrin tentang hubungan sosial, dengan sasaran menjadi seperti Kristus.”19
2. Memberikan contoh Rohani untuk persahabatan Selain kebutuhan jasmani, orang tua juga bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan rohani yaitu, membantu pertumbuhan iman mereka. Orang tua harus membangun persahabatan dengan anak-anaknya, adalah orang tua yang dapat memberikan teladan kasih, pengorbanan, kepedulian, saling membantu dalam kebersamaan, menerima satu sama lain, saling mengampuni dan memiliki kesetiaan untuk tetap mengasihi 16
Junihot Simanjuntak, “Hand Out Profesi Keguruan,” 15. Toni Tedjo, Hand Out Katekese (Bandung: STT-Kharisma, 2009), 4. 18 Lidya, et. al. Tuhan Penolongku 4 (Yogyakarta: ANDI, 2006), 154. 19 Tim Pennyusun, “Diktat Pelayanan Remaja Pemuda” (Bandung: STT-Kharisma, 2008), 14. 17
174
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
satu sama lain. Ini adalah dasar dalam membangun sebuah hubungan persahabatan yang perlu diajarkan orang tua kepada anak-anak agar mereka mampu menyongsong masa depan yang lebih baik,20 khususnya dalam membangun relasi persahabatan di keluarga maupun lingkungan sosialnya. Ini adalah proyek percontohan keluarga
3. Memberikan Bimbingan Hidup Bermasyarakat Adapun hal-hal yang perlu dibimbing orang tua kepada anak-anaknya adalah: (1) memperkenalkan Tuhan, dan takut akan Tuhan (Ul. 6:4-9), karena jika anak kenal, taat, dan takut akan Tuhan, di manapun mereka nanti, itu tameng yang kuat untuk menolak hal buruk yang akan menjerumuskan mereka.21 (2), mengajarkan citra diri yang positif kepada anak. Membangun citra diri positif merupakan hal yang sangat dibutuhkan bagi anak. (3) memberikan teladan dalam pergaulan sosial, dengan bersikap ramah dan santun terhadap orang lain (4) memberikan tanggung jawab, “merupakan faktor yang penting.” 22 Pemberian tanggung jawab kepada anak akan membuatnya menjadi pribadi yang dewasa, yang mengerti, bahwa dalam kehidupan ada hal-hal yang menjadi kewajibannya untuk dilakukan, baik di rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat. (5) menerapkan disiplin, dengan disiplin anak diharapkan dapat mengikuti peraturan yang ada.”23 Adapun nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi pedoman hidup anak adalah kasih, mengasihi Tuhan dan juga sesama manusia seperti diri sendiri dalam berelasi, seperti: “Berusaha hidup damai dengan orang… (Ibr. 12:14-15)… Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, hendaklah dibuang dari antara kamu… tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain (Ef. 20
Elisa B. Surbakti, Konseling Praktis (Bandung: Kalam Hidup, 2008), 180. Tan, Smart Parenting, 128. 22 Rice, Mengendalikan Tingkah Laku Anak, 48. 23 Fitzhugh Dodson, Mendisiplin anak Dengan Kasih Sayang, dit, oleh Hadisubrata (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 1. 21
JURNAL TEOLOGI STULOS
175
4:31-32)… hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasih dalam hal saling membantu (Ef. 4:2).”24
Kompetensi Pedagogik Guru Kompetensi pedagogik guru dapat disimpulkan sebagai pengetahuan, kemampuan dan kecakapan guru yang berkaitan dengan kinerja efektif dan unggul dalam mengelola pembelajaran yang mendidik; mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kompetensi” adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. 25 Sedangkan menurut Syah, kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hokum. Kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.26 Sedangkan “pedagogik” menurut kamus yang sama adalah ilmu pendidikan; ilmu pengajaran: menguasai pengetahuan – merupakan salah satu syarat yang penting bagi seorang guru; bersifat mendidik.27 Pada hakikatnya, istilah dalam dunia pendidikan, pedagogik berarti “pendidikan” dan pedagogia yang artinya “Ilmu Pendidikan”. Dalam Standar Pendidikan Nasional, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir (a), sebagaimana yang dikutip oleh Mulyasa, dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta 24
Wright, Komunikasi Kunci Pernikahan Bahagia, terj. Okdriati Handoyo (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 1998), 222-223. 25 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 453. 26 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 229. 27 Tim Penyusun, Kamus Besar, 657.
176
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.28 Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.29 Indikator dalam kompetensi pedagogik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yakni: menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media sumber, menguasai landasan kependidikan, pengelolaan interaksi belajar mengajar, menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.”30 Untuk memperoleh data yang jelas dan sesuai dengan permasalahan penelitian, maka terlebih dahulu ditetapkan variabel-variabel dari permasalahan yang akan diteliti. Variabel penelitian ada tiga yaitu; Pertama, kontribusi kompetensi pedagogi orang tua (variabel X1). Yang akan penulis teliti dari kompetensi pedagogi orang tua adalah apakah ada kontribusi, ketika orang tua yang menerapkan unsur-unsur kompetensi pedagogiknya terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak didik Kedua, kontribusi komptensi guru (variable X2). Yang akan penulis teliti dari kompetensi pedagogi guru adalah apakah ada kontribusi, ketika guru yang menerapkan unsur-unsur kompetensi pedagogiknya terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak didik.
28
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 75. 29 Trianto, Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi dan Kesejahteraan (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), 85. 30 Subarna, Pengaruh Kompetensi Profesional, http://subarna-edu. blogspot.com/2011/04/ pengaruh-kompetensi-profesional-dan.html, diakses tanggal 20 April 2011.
JURNAL TEOLOGI STULOS
177
Kedua, hasil belajar siswa (variabel Y). Yang dimaksud dengan pengembangan kercerdasan sosial anak adalah apakah ada perubahan sosial pada anak didik, yang dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya ketika diterapkan kompetensi pedagogik orang tua dan guru tersebut. Hubungan antar variable adalah bebas. Variabel bebas yang dimaksud adalah hubungan kompetensi pedagogi orang tua dan guru dengan hasil belajar siswa dalam pengembangan kecerdasan sosial anak.Apabila digambarkan maka hubungan antar variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut: Kompetensi Pedagogi orang tua sebagai Pendidik dalam Keluarga (X1)
Kompetensi Pedagogi Guru sebagai Pendidik di Sekolah (X2)
R1y Pengembangan Kecerdasan Sosial Anak (Y)
R1,2y
R2y
METODOLOGI Dalam penelitian ini, Penulis akan melaksanakan penelitian pada bulan April 2011 sampai dengan September 2011, dengan rincian kegiatan seperti berikut ini: No
KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7
Proposal dan Penelitian Studi Pustaka Penjajakan Uji Validitas Penyebaran Angket Pengumpulan Angket Pengolahan Data
Jul
Ags
2011 Sep Okt
Nop
Des
178
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
Lokasi penelitian ini adalah satuan pendidikan SMP Kristen di kota Bandung Jawa Barat. Dalam penelitian ini sumber data diambil dari lima SMP Kristen berdasarkan wilayah/lokasi yaitu SMPK Trimulia (wilayah selatan), SMPK Baptis (wilayah timur), SMPK Rehobot (wilayah tengah), SMPK Pelita Bangsa (wilayah utara). Jenis penelitian yang digunakan Penulis adalah asosiatif kausal, hal ini karena berkenaan dengan judul yang telah ditetapkan. Sugiyono menuliskan, bahwa: “Sugiyono menuliskan, bahwa; “Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi di sini, ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan dependen (dipengaruhi).”31 Teknik sampling yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampel acak sederhana (simple random sampling),“Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.”32 Untuk menentukan jumlah sampel, Penulis menggunakan rumus simple random sample estimasi proporsi, sebagai berikut:
n
N.~ p (1 ~ p) ~ ( N 1) D p (1 ~ p) Di mana: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi
~ p 0,5
31
Ibid, 56. Ibid, 118.
32
JURNAL TEOLOGI STULOS
D
B2 4
(0,05) 2 4
179
= 0,000625
B = taraf kesalahan (bound of error) = 0,05% ”33 Dengan memperhatikan rumus di atas maka besarnya sampel yang diambil dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
n
130 x0,5(1 0,5) (130 1)0,000625 0,5(1 0,5)
n
130 x0,25 0,080625 0,25
n
32,5 0,330625
n 98,298676 Jadi jumlah sampelnya 98,298676 Dibulatkan menjadi: 98 orang.
Pengujian Hipotesis 1. Hipotesis pertama, terdapat kontribusi yang positif dan signifikan antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga (X1) terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung (Y). Selanjutnya hubungan antara X1 dan Y dinotasikan R1y. Untuk menilai kontribusi antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga (X1) terhadap pengembangan kecerdasan sosial 33
Moh. Nazir, Metodologi Penelitian(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), . 344.
180
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung (Y), digunakan rumus korelasi sederhana product moment dari Karl Pearson. Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan bantuan Microsoft Office Excel 2007, maka didapati ∑XY = 2374,811 ∑X2 = 4569,622 ∑Y2 = 3862,9055
Selanjutnya, angka-angka yang didapat tersebut dimasukkan ke dalam rumus korelasi sederhana product moment dari Karl Pearson seperti berikut: r1
r1
r1
r1
xy x y 2
2
2374,811 456,622.3862,9055
2374,811 17652017,96 2374,811 4201,43
r1 = 0,5652
Kemudian harga r1yaitu 0,5652 sebagai thitung dibandingkan dengan ttabel dengan taraf siginifikan sebesar 5%, yaitu 0,202. Ditemukan bahwa thitung> ttabel, atau 0,5652 > 0,202, artinya:
JURNAL TEOLOGI STULOS
181
H0 ditolak karena thitung> ttabel, artinya terdapat hubungan yang positif dan siginifikan antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada korelasi positif sebesar 0,5652 antara kontribusi kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung. Untuk memberikan penafsiran terhadap korelasi antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung digunakan pedoman Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi. Dari tabel tersebut ditemukan bahwa hubungan antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung ada pada taraf yang sedang. Untuk melihat berapa persen kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung maka analisis korelasi tersebut dimasukkan ke dalam rumus Koefisien Determinasi yang besarnya adalah kuadrat dari koefisien korelasinya dikali seratus persen. Maka r12 adalah sebesar 0,32. Hal ini berarti pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga memberi kontribusi 32% terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung 2. Hipotesis kedua, terdapat hubungan yang positif dan siginifikan antara kontribusi pedagogi guru sebagai pendidik anak di sekolah (X 2) terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung (Y). Selanjutnya hubungan antara X2 dan Y dinotasikan R2y. Untuk menilai hubungan antara kontribusi pedagogi guru sebagai pendidik anak di sekolah (X2) terhadap pengembangan kecerdasan sosial
182
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung (Y), dugunakan rumus Korelasi Sederhana Product Moment dari Karl Pearson. Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan bantuan Microsoft Office Excel 2007, maka didapati ∑XY= 2452,674 ∑X2 = 4493,432 ∑Y2 = 3862,9055
Selanjutnya, angka-angka yang didapat tersebut dimasukkan ke dalam rumus korelasi sederhana product moment dari Karl Pearson seperti berikut: r2
r2
r2
r2
xy x y 2
2
2452,674 4493,432.3862,9055
2452,674 17357703,2
2452,674 4166,2576
r2 = 0,5886
Kemudian harga r2 yaitu 0,5886 sebagai thitung dibandingkan dengan ttabel dengan taraf siginifikan sebesar 5%, yaitu 0,202. Ditemukan bahwa thitung> ttabel, atau 0,5886> 0,202, artinya: H0 ditolak karena thitung> ttabel, artinya terdapat hubungan yang positif dan siginifikan antara kontribusi pedagogi guru sebagai pendidik di sekolah terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung.
JURNAL TEOLOGI STULOS
183
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada korelasi positif sebesar 0,5886, antara kontribusi kontribusi pedagogi guru sebagai pendidik di sekolah terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung. Untuk memberikan penafsiran terhadap korelasi antara kontribusi pedagogi guru sebagai pendidik di sekolah terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung digunakan pedoman Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi. Dari tabel tersebut ditemukan bahwa hubungan antara kontribusi pedagogi guru sebagai pendidik di sekolah terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung ada pada taraf yang sedang. Untuk melihat berapa persen kontribusi pedagogi guru sebagai pendidik di sekolah terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung maka analisis korelasi tersebut dimasukkan ke dalam rumus Koefisien Determinasi yang besarnya adalah kuadrat dari koefisien korelasinya dikali seratus persen. Maka r22 adalah sebesar 0,35. Hal ini berarti pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga memberi kontribusi 35% terhadap tingkat kecerdasan anak pada SMP Kristen di Kota Bandung 3. Hipotesis ketiga, terdapat hubungan yang posiitif dan siginifikan antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga (X1) dan kontribusi guru sebagai pendidik anak di sekolah (X2) secara bersama-sama terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung (Y). Selanjutnya hubungan antara X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap Y dinotasikan R1,2y. Untuk menilai hubungan antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga (X1) dan kontribusi guru sebagai pendidik anak di sekolah (X2) secara bersama-sama terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung (Y), digunakan rumus Korelasi Ganda Peoduct Moment dari Karl Pearson.
184
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
Adapun rumus yang digunakan adalah:
Dimana:
ryx
1
ryx
2
= 0,5652 = 0,5886
rx1x2 = 0,7729 Selanjutnya, angka-angka tersebut dimasukkan kedalam rumus:
JURNAL TEOLOGI STULOS
185
Kemudian harga R yaitu 0,613 sebagai sebagai thitung dibandingkan dengan ttabel dengan taraf siginifikan sebesar 5%, yaitu 0,202. Ditemukan bahwa thitung> ttabel, atau 0,613 > 0,202, artinya: H0 ditolak karena thitung> ttabel, artinya terdapat hubungan yang positif dan siginifikan antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga dan kontribusi guru sebagai pendidik anak di sekolah secara bersama-sama terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada korelasi positif sebesar 0,613, antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga dan kontribusi guru sebagai pendidik anak di sekolah secara bersama-sama terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung. Untuk memberikan penafsiran terhadap korelasi antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga dan kontribusi guru sebagai pendidik anak di sekolah secara bersama-sama terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung digunakan pedoman Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Dari table tersebut ditemukan bahwa hubungan kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga dan kontribusi guru sebagai pendidik anak di sekolah secara bersama- sama terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung ada pada taraf yang kuat. Untuk melihat berapa pesenkah pengaruh kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga dan kontribusi guru sebagai pendidik anak di sekolah secara bersama-sama terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung maka analisis korelasi tersebut dimasukkan ke dalam rumus Koefisien Determinasi yang besarnya adalah kuadarad dari koefisien korelasinya dikali seratus persen. Maka R2 adalah sebesar 0,37. Hal ini berarti
186
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga dan kontribusi guru sebagai pendidik anak di sekolah secara bersama-sama memberi pengaruh sebesar 37% terhadap terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertama, terdapat kontribusi yang positif dan signifikan antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung. Hal ini terbukti dari uji signifikan di mana diperoleh bahwa nilai thitungsebesar 0,5652 > dari ttabel sebesar 0,202 dengan siginifikan 0,05 sebagai standar dari penelitian ini. Dengan demikian, disimpulkan bahwa hipostesa penelitian yang peneliti kemukakan terbukti. Artinya, Peran orang tua sangat dibutuhkan bagi perkembangan anak, orang tua hendaknya memberikan teladan pertama dalam berperilaku sosial, karena jika hal itu tidak diberikan maka akan ada kesulitan yang dihadapi oleh seorang anak di luar rumah. “Bila perilaku sosial yang buruk dikembangkan di rumah, anak akan menemui kesulitan untuk melakukan penyesuaian sosial yang baik di luar rumah, meskipun dia diberi motivasi untuk melakukannya. Bila rumah kurang memberikan model perilaku untuk ditiru, anak akan mengalami hambatan serius dalam penyesuaian sosialnya di luar rumah.34
Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menciptakan manusia itu menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:26). Manusia sebagai gambar Allah memiliki sifat sosial, ia selalu mencari sahabat untuk bersekutu. Manusia menemukan persekutuan ini dengan Allah (Kej. 3:8) dan juga dengan sesama manusia (Kej. 2:18). Dengan semakin bertambahnya usia, maka tingkat hubungan sosial juga berkembang, karena itu orang tua dan keluarga 34
Juliana Hindradjat, “Hand Out Psikologi Perkembangan” STT Kharisma, Bandung [t. th]), 26.
JURNAL TEOLOGI STULOS
187
diharapkan dapat memberi teladan bagi anak-anak untuk belajar hidup bermasyarakat, karena keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak.35
Kedua, terdapat kontribusi yang positif dan signifikan antara kontribusi pedagogi guru sebagai pendidik di sekolah terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung. Hal ini terbukti dari uji signifikan di mana diperoleh bahwa nilai thitungsebesar 0,5886> dari ttabel sebesar 0,202 dengan siginifikan 0,05 sebagai standar dari penelitian ini. Dengan demikian, disimpulkan bahwa hipostesa penelitian yang peneliti kemukakan terbukti. Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang diterapkan oleh para guru saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman guru sebagai pendidik tentang karakteristik individu. Salah satu karakteristik penting dari individu yang perlu dipahami oleh guru adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami kecerdasan anak didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan.
Artinya, Guru yang profesional harus mampu menjadi landasan perubahan untuk memacu pertumbuhan kualitas anak-anak bangsa yang menghargai hukum, adat kebiasaan yang santun, memahami adanya pluralitas, pada akhirnya dapat membangun negara yang damai dan anti kekerasan. Situasi yang demikian guru harus ikut bertanggung jawab karena tugas guru meningkatkan kecerdasan rakyat (baca: keceradsan sosial). Mereka adalah produk guru dimasa lampau, guru dan dosen di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. harus berjuangekstra keras untuk melaksanakan tugas sucinya agar dimasa depan hal yang negatif tak terjadi lagi.
35
Lilian Sara, Menghargai Alam Sekitar Ciptaan Tuhan (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 38-39.
188
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
Pentingnya kompetensi ini dikarenakan guru merupakan figur manusia sumber yang menempati posisi sekaligus memegang peranan penting dalam pendidikan.36 Hal ini dikarenakan kewenangan dan tanggung jawab membimbing dan membina anak didik dipercayakan kepada guru. Sehingga seorang guru haruslah totalitas dalam mengajar di kelasnya walaupun itu sangat berat. Lebih-lebih di era globalisasi ini perubahan informasi, keadaan dan budaya terus berkembang. Pendidikan dipacu untuk melahirkan peserta didik yang mapan baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik/balance antara kemampuan IQ, EQ dan SQ agar mereka tidak gagap terhadap perubahan yang terus terjadi dan mereka mampu memfilter serta menyesuaikan dengan keilmuannya yang di dapat. Disamping itu guru Kristen dalam proses belajar mengajar juga memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis dalam melaksanakan tugas mendidik dan mengajar. Guru sebagai pendidik yaitu orang yang berusaha mewujudkan budi pekerti yang baik atau penyelarasan antara beriman dan berilmu atau sebagai pembentuk nilai-nilai moral (transfer of values). Sedangkan sebagai pengajarguru Kristen merupakan orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan kepadapeserta didik sehingga peserta didik mengerti, memahami, menghayati dandapat mengamalkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge).
Bila guru Kristen memiliki kompetensi sosial, maka hal ini akan diteladani oleh para murid. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, peserta didik perlu diperkenalkan dengan kecerdasan sosial (sosial intelegence), agar mereka memiliki hati nurani, rasa peduli, empati dan simpati kepada sesama. Pribadi yang memiliki kecerdasan sosial ditandai adanya hubungan yang kuat dengan Allah, memberi manfaat kepada lingkungan, dan menghasilkan karya untuk membangun orang lain. Mereka santun dan peduli sesama, jujur dan bersih dalam berperilaku. 36
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 1
JURNAL TEOLOGI STULOS
189
Orang tua Kristen hendaknya menyadari pentingnya waktu-waktu di mana ada komunikasi dan kebersamaan, guna membangun hubungan baik antara orang tua dan anak-anak, dengan demikian anak mengerti bahwa dirinya adalah bagian dari kelompok sosial dalam keluarga. Dari penjelasan di atas, maka orang tua hendaknya tidak memberikan contoh yang buruk dalam rumah tangga, melainkan mempraktekkan perilaku yang baik yang dapat diteladan anak-anaknya.
Ketiga, terdapat kontribusi yang positif dan signifikan antara kontribusi pedagogi orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga dan kontribusi pedagogi guru sebagai pendidik di sekolah terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak pada SMPK Kristen di Kota Bandung. Hal ini terbukti dari uji signifikan di mana diperoleh bahwa nilai thitungsebesar 0,613 > dari ttabel sebesar 0,202 dengan siginifikan 0,05 sebagai standar dari penelitian ini. Dengan demikian, disimpulkan bahwa hipostesa penelitian yang peneliti kemukakan terbukti. Artinya Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya. Oleh karenanya program pendidikan dan pembelajaran seperti yang berlangsung saat ini harus lebih diarahkan atau lebih berorientasi kepada invidu peserta didik. Persoalan lain terkait dengan tugas pendidikan dalam mencerdaskan sosial anak adalah bahwa seringnya didapati bahwa para orang tua lebih memikirkan kecerdasan intelektual anaknya, anak setiap harinya disibukkan dengan aktivitas belajar dan les privat, sehingga tidak ada waktu untuk bergaul dengan teman-temannya.
190
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA
“Seorang anak yang disibukkan dengan aktivitas belajar dan menambah les privat ini dan itu, memang akan memacu kecerdasan intelektualnya, akan tetapi mereka kehilangan masa bermainnya dan bergaul dengan teman-temannya dan sudah barang tentu akan berpengaruh kepada perkembangan jiwa sebagai bagian dari mahkluk sosial.” 37
KESIMPULAN Dalam konteks pembinaan anak, orang tua menjadi model ideal yang paling jelas bagi anak karena mengingat perannya yang sangat besar dalam mendampingi anak bagaimana ia belajar hidup cerdas sesuai dengan firman Tuhan. Menurut Alkitab, secara khusus dalam Amsal 1:8, tanggungjawab pendidikan anak pertama-tama dan terutama terletak pada orangtua, yaitu ayah dan ibu. Allah sendirilah yang telah meletakkan tugas untuk merawat, mengasuh, dan mendidik anak-anak ke dalam tangan orang tua. Merekalah yang harus mempersiapkan anak-anak mereka agar hidup berkenan kepada Allah. Besaran kontribusi antara kompetensi pedagogi guru sebagai pendidik di sekolah terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak di SMP Kristen kota Bandung ada pada tingkat yang rendah. Ini berarti bahwa komptensi guru sebagai pendidik di sekolah terhadap pengembangan kecerdasan sosial anak merupakan faktor yang kurang berkontribusi karena merupakan faktor eksternal. Oleh karena itu kompetensi pedagogi guru sebagai pendidik merupakan variabel yang harus dioptimalkan dan diperhatikan dalam memprediksi pengembangan kecerdasan sosial anak.
37
Akhmand Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Sosial Bagi Anak (Yogyakarta: Kata Hati, 2010), 11.
JURNAL TEOLOGI STULOS
191
DAFTAR PUSTAKA TERPILIH
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik. Jakarta: Rineka Cipta, 2005 Dobson, James. Masalah Membesarkan Anak. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2005 Elmubarok, Zaim. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta, 2008. Heath, W. Stanley. Teologi Pendidikan. Bandung: Kalam Hidup. 2005. Sidjabat B. Samuel. Strategi Pendidikan Kristen.Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1996. Tripp, Tedd. Menggembalakan Anak Anda. Malang: Gandum Mas, 2002. Ward, Ted. Nilai Hidup Dimulai Dari Keluarga. Malang: Gandum Mas. 1997. Azzet, Akhmad Muhaimin. Mengembangkan Kecerdasan Sosial Bagi Anak. Jogjakarta: Katahati, 2010. Indragiri A. Kecerdasan Optimal. Jogjakarta: Starbook, 2010. Safaria. Interpersonal Intelligence. Yogyakarta: Amara Books, 2005. Santoso, Slamet. Teori-teori Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama, 2010.
192
KONTRIBUSI KOMPETENSI PEDAGOGI ORANG TUA