1
KONSEPSI MANUSIA Pengkajian tentang manusia dan potensi yang dimilikinya merupakan hal yang menarik. Manusia telah mencurahkan perhatian yang sangat besar untuk memahami dirinya sendiri. Pemahaman manusia tentang dirinya sangat menentukan corak perilaku manusia itu dalam menjalani kehidupannya. Pemahaman itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan mendasar tentang apa, siapa, dari mana, hendak kemana, dan bagaimana manusia itu seharusnya berperilaku dan menyikapi kehidupan yang dijalaninya. Jawaban atas pertanyaan mendasar itulah yang sangat menentukan perilaku manusia, cara bersikap, dan akhlaknya. Hal ini pula yang menentukan corak masyarakat manusia ketika menyelesaikan problematika kehidupannya, sehingga kita dapat melihat perbedaan mendasar tipologi masyarakat Islam yang religius dengan masyarakat yang menganut faham sekulerisme-liberalisme, dan masyarakat sosialisme-komunisme. Manusia merupakan makhluk unik yang berbeda dengan makhluk lainnya. Manusia merupakan makhluk berakal dan memiliki norma/aturan dalam kehidupannya. Keberadaan kedua hal itu tentu merupakan faktor menentukan sebagai mahluk yang tertinggi dan mulia, sehingga berbeda dengan makhluk lainnya. Allah SWT. berfirman:
ن َ ْ ُِْـُو َ َ َو ِ َأُِْـُْ َأ َ ْت ُِِِْْـ ٌ َ ض ءَا ِ ْر%َ َْو ِ ا
"Dan di bumi itu terdapat ayat-ayat (tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan juga pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tiada memperhatikan" (QS Adz Dzariyat: 20-21) Akal merupakan kemampuan manusia melakukan proses berfikir dalam upaya memahami sesuatu yang terdapat di sekelilingnya. Oleh sebab itu, berfikir merupakan proses yang melibatkan 4 faktor yang terintegrasi dalam diri manusia, yaitu otak, alat-alat indera, adanya fakta (realitas), dan adanya pemahaman sebelumnya tentang sesuatu. Pada aspek kemampuan berfikir inilah, maka manusia senantiasa berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan mendasar di atas tadi. Berfikir berupaya memberikan jawaban mengenai pertanyaan siapa manusia, apa, bagaimana, dari mana, mau apa, dan hendak kemana manusia itu. Berkaitan dengan upaya mencari jawaban tentang identitas manusia, para ilmuwan telah membicarakan manusia ini berdasarkan perspektif mereka. Terdapat sederetan filosof dan pakar berbagai disiplin ilmu mengemukakan pandangannya mengenai manusia. Beberapa pandangan itu di antaranya adalah sebagai berikut:
1
1. Aristoteles (384-322 SM.) memberikan pandangan bahwa manusia adalah hewan berakal sehat yang mengeluarkan pendapatnya dan berbicara berdasarkan akal pikiran (the animal that reason) atau dengan kata lain manusia itu adalah hewan yang berorganisasi, bermasyarakat (zoon polituicon). 2. Thomas Hobbes mengatakan bahwa manusia homo homini lupus, yaitu serigala bagi sesamanya. Dengan kata lain ia mengklasifikasikan manusia pada golongan yang berkarakter seperti binatang (serigala). 3. Neitzsche dan Julien Offroy de Lametterie mengatakan bahwa manusia adalah binatang yang tidak ditentukan tugasnya terlebih dahulu. . | Tubagus Chaeru Nugraha; Unpad
4. Linnaeus menyatakan manusia sebagai homo sapiens, yaitu mahluk yang berbudi. 5. Bergson dan Franklin menyatakan bahwa manusia merupakan homo faber ( tool making animal), yaitu dia merupakan hewan yang dapat membuat perkakas atau alat. 6. Charles Darwin menyatakan bahwa manusia merupakan proses akhir dari evolusi hewan bersel satu dan salah satu tahapan proses tersebut sebelum menjadi manusia berada pada tahapan sebangsa dengan kera. 7. Banyak pendapat lain yang berkenaan dengan manusia ini di antaranya manusia adalah homo ludens (yang suka bermain), homo religius (suka beragama), homo divinans, homo economicus, homo delegaus (yang bisa menyerahkan kerja dan kekuasaan kepada orang lain), homo economicus (tunduk kepada aturan ekonomi dan bersifat ekonomis) Pandangan para ilmuwan itu menunjukkan simpulan yang sama, yaitu meletakan posisi manusia dan karakter yang dimilikinya sejajar dengan hewan. Simpulan itu mencerminkan ketergesaan, sehingga definisi tentang manusia itu sendiri menjadi tidak memuaskan akal dan jiwa, bahkan merendahkan kedudukan dan martabat manusia itu sendiri Sebagai seorang muslim pendapat tersebut tidk berterima karena bertolak belakang dengan ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. sebagai sumber pokok dan mutlak yang wajib dijadikan sebagai rujukan dan fondasi dalam membangun pemahaman manusia dan seluruh problematika kehidupannya. MANUSIA DALAM PANDANGAN AL-QURA’N Al-Qur’an Al-Karim mengungkapkan 3 (tiga) kata tentang manusia, yaitu a) Al Insaan beserta beberapa bentuk derivasinya (Insun, naas, atau unaas), b) Basyar, dan c) Bani Adam (Zuriyat Adam). Kata Insaan berasal dari akar kata (root) UNS yang secara etimologis memiliki pengertian (basic meaning) jinak, harmoni, dan tampak. Dengan demikian, kata Al Insaan menunjuk pada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan (Shihab, 1999: 280). Selanjutnya dinyatakan pula, kata basyar berasal dari akar kata B Sy R yang memiliki pengertian penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama terdapat pula kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamakan basyar karena kulitnya tampak jelas. Berkenaan dengan hal itu Quraiys Shihab berpendapat bahwa basar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Berpijak pada hal ini, difahami bahwa pelimpahan tugas kekhalifahan di muka bumi ini diserahkan kepada basar (manusia). Untuk mengetahui gambaran jelas mengenai apa, mengapa, hendak kemana manusia, perhatikan ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim tentang hal tersebut.
2
3
a. Mengapa manusia diciptakan,
ُ7َـ*ُ ِـْ)َ َ(ْ ُِْـ'ُ ِ ـْ)َ َو َْـِـ+ْ, َ َُْا َأ.ً ََِْـ/ ض ِ ْر%َ ْ ٌ* ِ ا0 ِ َ1 23 ِإ.ِ َ 5ِ 6َِْ 7 َ 89َو ِإذْ َ َل َر ن َ َُْْـ+ َ Bَ َ( َُْ0 َأ23 َ َل ِإ7 َ َ ُس3'َـAُ ك َو َ 'ِ =ْـ َ 9ِ ُ>3(َ? َء َو َ=ُْ َُـ3'ا
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi'. Mereka berkata: `Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menimbulkan pertumpahan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: `Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui`" (QS Al-Baqarah:30)
2ِH ِ(ْ رُوJِ ِ ُKْLَ َ ُ َوJُMْ َّ N َ ذَاGِ َ ن ٍ ُْ(َ Gٍَ H َ ْ(ِ َْ ٍلI َ ْ(ِ ًاC َ 9َ D ٌ َِ/ 2ِّ ِإ.ِ َ 5ِ َِْ 7 َ ُّ9َوِإذْ َ َل َر ”Dan
َ 'ِ 1 ِ َN ُJَ ُا+Aَ َ
(ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ” Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud“ (QS. Al Hijr:28-29)
Dengan demikian keberadaan manusia dalam kehidupan dunia ini adalah disebabkan kehendak Allah dalam rangka untuk menjadi khalifatullah atau wakil Allah di muka bumi untuk memakmurkan serta memanfaatkan (mengelola) alam semesta. Hal itu semua merupakan perwujudan dari ibadah manusia kepada Allah sepanjang manusia menaati seluruh aturan Allah SWT. b. Dari apa dan Bagaimana manusia diciptakan, Al-Qur’an Al-Karim menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari saripati tanah. Terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang hal ini, di antaranya adalah Surat Al- Mu‘minun 12-14, Al-Hajj:5, Ar-Ruum:20, Al-an‘am:2, Al-A‘raaf:, AsSajdah: 7. Perhatikan ayat-ayat Al Qur-an berikut yang menjelaskan tentang hal tersebut :
.ً َـAَ0 َ .َ َْـO8ْـَ اAَ/ َ QُR ٍ ِ ََا ٍر َ( ِْـ.ً َ ْOُ ُPَْـ+َ 1 َ QُR ٍ ِْـS ْ(ِ .ٍ َ َ ُN ْ(ِ ن َ َْـTِ ْـَْ اAَ/ َ ْ'Aَ َ َو
ك َ َـَ َرM َ َ َـ/Z ًـAْ/ َ ُPَْـUَـCْ َأQُR َ َم َ=ًْـW+ِ َْْ ا َ َ َ ً(َW0 ِ .َ َـXْYُْْـَ اAَL َ َ .ً َـXْYُ( .َ َـAَ+َ ْـَ اAَL َ َ
َ ِْـAَِLَْـُ اHا[ُ َأ
3
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari tanah). Lalu Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, lalu segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Lalu Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Mahasuci Allah, Pencipta Yang Paling Baik " (QS AlMu`minun:12-14) . | Tubagus Chaeru Nugraha; Unpad
ْ(ِ َّ ُR .ٍ Aَ َ0 َ ْ(ِ َّ ُR .ٍ َ ْOُ ْ(ِ َّ ُR ب ٍ َْآُْ (ِْ َُاAَ/ َ َّ Gِ َ ^ ِ ْ+َ ْ ا َ (ِ _ ٍ ْ َر2ِ ُْMَُْ َأ ُّ)َ ا َّسُ ِإنْ آ
َّ ُR ْS ِ ُُْ1ِ ْLُ َّ ُR ًّ َ ُ( *ٍ 1 َ َءُ ِإَ َأCَ َ( َ ِمHْر% ا2ِ ُّAِ ُ َُْ َو َ ِّ َ ُِ .ٍ Aَ َّL َ ُ( ِ ْ` َ َو.ٍ Aَ َّL َ ُ( .ٍ Xَ ْYُ(
ً َو َ َىdْb َ ٍ ْ0 ِ 'ِ ْ+9َ ْ(ِ َ َْ+َ َْ ِ ِ ُُ+ْ َ َ ّ َو ِ(ُْْ َ(ْ ُ َدُّ ِإَ َأرْ َذ ِل اMَ ُ ْ(َ ُْْ(ِ ُ َ'ّآُْ َوbُا َأXُْMَ ِ ”Hai
h ٍ ِ)9َ ج ٍ ْْ ِ(ْ آُ ِ*ّ َزوKMَ َ ْْ َوَأK9َ ّتْ َو َرeَ Mَ َْْ)َ اَْ َء اه0 َ َْeَ ْذَا َأGَِ ض هَ ِ( َ' ًة َ ْر%ا
manusia, jika kamu dalam keraguan kebangkitan kubur maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah kemudian setetes mani kemudian segumpal darah kemudian segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami air diatasnya , hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan bermacam tumbuhan yang indah (QS.Al Hajj:5)
Tahapan-tahapan yang dipahami sain, yaitu terjadi pertemuan spermatozoa (laki-laki) dengan ovum (wanita). Sel telur (ovum) dibuahi spermatozoa sehingga terbentuk zygote yang kemudian berkembang menjadi embrio dan janin manusia. Pada suatu tahap proses pembentukan manusia tersebut, Allah meniupkan ruh sebagaimana firmanNya: ”Kemudian
ن َ ُُْوC َ َ( َِ َ' َةdِ ْ %َْ َر وَا9% وَاkَ ّْ َ َ* َُُ ا+َ 1 َ َوJِ H ِ ِ(ْ رُوJِ ِ l َ َ َ ُ َوP َّاN َ َّ ُR
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)Nya, dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikitu sekali bersyukur“ (As Sajadah:9) Hadits Rasulullah SAW. yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menjelaskan lebih rinci lagi, yaitu : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya 40 hari sebagai nutfah, kemudian sebagai ’alaqah (segumpal darah) seperti itu pula (40 hari), lalu sebagai mudghah (segumpal daging) seperti itu, kemudian diutus Malaikat kepadanya, lalu Malaikat itu meniupkan ruh ke dalam tubuhnya“
"
Pada tahapan selanjutnya, janin setelah menjalani masa dalam kandungan selama 9 bulan 10 hari kemudian lahir sebagai seorang bayi yang berkembang menjadi seorang balita, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua-renta dan kemudian kembali kepada Allah. c. Untuk apa manusia diciptakan,
ن َ ْْـُ'ُو+َ ِ QB ِإm َ ْTِ َو اQ, ِ ُ اKْـAَ/ َ َ( َو
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku semata" (QS Adz-Dzariyat:56) 4
5
Berdasarkan ayat di atas disimpulkan bahwa asal muasal manusia itu dari Allah SWT. Dengan demikian, manusia mempunyai visi dan misi, serta fungsi-peran yang harus dijalankannya, yaitu beribadah kepada Allah SWT., Dzat Pencipta alam semesta dan manusia. Hal ini pun menunjukkan bahwa pada suatu saat manusia akan kembali kepada-Nya untuk mempertanggungjawabkan seluruh amanah (beban tugas) yang telah Allah berikan kepadanya. PERJALANAN HIDUP MANUSIA Al-Qur’an Al-Karim mengungkapkan rentang perjalanan manusia dari awal sampai akhir. Berkaitan dengan hal ini Allah SWT. berfirman:
2ِ َ( َُْ D َ َ/ َ ِيpَّن هُ َ ا َ ُ+1 َ ُْ Jِ َُْ َّ ِإR ُِْْ=ُ َّ ُR ُُْMُِ َّ ُR َُْْآHUَ َ ً ُْ َأ(َْاMُْ َوآJِ َِّ9 ن َ َ ُُْوn َ َْآ ٌ ِ0 َ ْ ٍء2b َ ّ*ِ ُ9ِ َ ُت َوه ٍ َوَاN َ kَ ْN َ ّ َ ُ َّاه َ َ َّ ِء َ َى ِإَ اMَ ْNُ َّ اR ً+ِ1 َ ض ِ ْر%ا
”Mengapa
kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkanNya kembali, kemudian kepadaNyalah kamu dikembalikan. Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia beristiwa menuju langit, lalu dijadikanNya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu ” (QS.Al Baqarah:28-29)
Berdasarkan hal itu maka kita dapat melihat bahwa perjalanan kehidupan manusia menempuh beberapa tahapan, yaitu : a. Alam ruh.
?َْ' ِ)ـb َ َ9َ ُْ َُْا39َ 9ِ ُKَ َأُِْـ ِ)ْ َأَْـ0 َ ُْْ)َـ'ُهbَـ)ُْ َو َأMQ 3ُ)ـُْ ِر ِهْ ذُرq ْ(ِ َد َمZ ِ9َ ْ(ِ 7 َ ـ89 َرpَ / َ َو ِإذْ َأ
َ َْا `َ ِِـpْ َه0 َ ـQُ آQ ِإ.ِ َ(َـAِ ُـْـُْا َـْ َم اA َ َْأن
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam dari tulang punggungnya, dan Tuhan mengambil kesaksian dari mereka. Ia berkata: `Bukankah Aku Tuhanmu?' Mereka (ruh-ruh) menjawab, Benar, kami bersaksi. (itu terjadi) agar nanti di hari kiamat kamu tidak mengatakan bahwa Kami lengah terhadap hal ini." (QS AlA`raaf:172) Para ulama menyatakan bahwa kejadian yang dimaksud pada ayat di atas adalah pada masa ketika manusia berada di alam ruh. Kejadian ini wallahu a’,lam kapan terjadinya, akan tetapi bukanlah suatu hal yang layak untuk dipungkiri karena dalam jangka satu hari saja manusia seringkali melupakan apa yang telah diperbuatnya. Menurut para Ulama keadaan manusia pada alam ini belum mempunyai jasad seperti ketika ia berada di alam dunia. 5
b. Alam Dunia
َْـ8'= َْ ِة ا َ )ُْ ِ اMَ َـCْ+ِ (َ ُْ)َْـ9َ ََْ=ُْ ََـ
"Dan telah membagi kehidupan mereka pada kehidupan dunia" (QS Az Zukhruf:32)
. | Tubagus Chaeru Nugraha; Unpad
Pada alam ini manusia tampil sebagaimana sosok yang kita lihat. Di alam dunia, manusia membuktikan kesaksiannya ketika di alam ruh dan untuk itu Allah SWT. menurunkan petunjuk-Nya melalui para Nabi dan Rasul-Nya. Di alam dunia pula, manusia mengemban tugas sebagai: 1. Hamba Allah, yaitu secara totalitas mengabdikan seluruh kehidupannya hanya kepada dan bagi Allah SWT., lain tidak. Pengabdian ini tentu saja diwujudkan dengan cara menaati dan menjalani setiap aturan hukum Allah SWT., sehingga setiap kegiatannya senantiasa diikat dengan ketentuan/aturan-aturan-Nya. Kondisi inilah yang menyebabkan amal manusia tersebut menjadi bernilai di hadapan Allah SWT. dan manakala tidak terikat dengan aturan –aturanNya, maka amal menjadi sesuatu yang sia-sia bagaikan fatamorgana. 2. Khalifatullah, yaitu hamba Allah yang mengelola, mengatur, dan memanfaatkan kekayaan alam yang telah diamanahkan Allah SWT. kepada manusia. Tentu saja, dalam mengelola alam semesta agar dapat menjamin kehidupan manusia yang harmoni dan serasi dengan fitrah yang dimiliki, sehingga tercipta kesejahteraan kehidupan manusia baik secara lahiriah maupun bathiniyah, haruslah berdasarkan pada petunjukNya. Dalam pengelolaan alam tersebut manusia memanfaat setiap potensi yang dimilikinya, baik akal maupun panca inderanya semaksimal mungkin dengan senantiasa mengacu kepada aturan serta hukum yang berasal dari Pencipta (Al Khaliq) manusia. Kedua tugas di atas tidak bisa di pilah-pilah, keduanya harus menyatu, seiring, dan sejalan. Hal ini disebabkan pada kenyataannya bahwa manusia tidak bisa lepas dari petunjuk dan bimbingan Allah SWT. untuk sampai pada titik kebahagiaannya yang hakiki, yaitu keridlaanNya. c. Alam Barzah
ن َ ُْـrَ+ُْ خ ِإَ َْ ِم ٌ ْ َز9َ ْ)ِ 5ِ Zََو ِ(ْ َور
"Padahal di belakang mereka ada barzah hingga hari mereka akan dibangkitkan" (QS AlMu`minun:100)
Alam ini adalah alam yang (akan) kita lalui setelah kematian menjemput kita. Alam ini adalah alam penantian pada hari persidangan kelak (hari penghitungan amalan-amalan manusia yang harus dipertanggungjawabkan). Rasulullah bersabda : ”Jika
J0' >I ' او وJ9 k 0 او. ر1 .'I : ثR ( J0 KOAدم اZ 9اذا (ت ا
seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali 3 aspek, yaitu (1) shadaqah Jariah, (2) ilmu bermanfaat (yang diamalkan), (3) anak yang shaleh yang mendoakannya.
6
7
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda: ”Yang
pertama kali ditanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari Qiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka ia beruntung dan apabila shalatnya buruk maka ia akan merugi“ (HR. Turmudzi) d. Alam Akhirat
QنUَ9ِ َْ َ َره/ثُ َأ3'= َ ُ pٍ dِ (َ َْ َ)ََ( َُْنTِ َْـَ)َ َو َ َل اAْRرْضُ َأ%َ ا.ِ 1 َ َ ْ/َاَ)َ َو َأeْرْضُ ِز%َ اK ِ َeِ ُِْإذَا ز
ْ*َْـ+َ ْ(َ ُ َوPَ َ ًْا/ َ ٍةQـ َل َذرAَ ْr(ِ ْ*َْـ+َ َْ َ ُْ)ََْـ0ُ َوْا َأ3 ً َـMْbسُ َأQ َْ'ُرُ اpٍ dِ (َ َْ َ)َ َHْ أَو7 َ Q9َر ُPَ َ اvb َ ٍةQَـ َل َذرAْr(ِ
"Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya yang dahsyat, dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya, dan manusia bertanya, mengapa bumi jadi begini? Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan yang demikian itu kepadanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka balasan pekerjaan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarah niscaya ia akan mendapat balasan dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarah ia akan melihat balasannya pula ". (QS Az-Zalzalah:1-8) Pada Alam Akhirat manusia hidup sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya di dunia. Alam ini bersifat kekal karena manusia akan hidup selamanya, alam keadilan bagi manusia karena Allah menegakkan keadilan kepada makhlukNya, alam panen, karena manusia akan menuai hasil panen yang benihnya telah ia tebarkan ketika di dunia. Alangkah beruntung orang-orang yang telah berhasil meraih/memetik janji-Nya, yaitu kembali ke sebaik-baiknya tempat (keridhaan-Nya). Akan tetapi merugi dan celaka orang-orang yang gagal dalam meraih janji-Nya dan ia termasuk ke dalam keabadian neraka jahanam. POTENSI MANUSIA Manusia memiliki potensi untuk melaksanakan aktivitas kehidupannya. Potensi ini terbagi ke dalam dua kategori, yaitu :
7
1. Potensi yang berkaitan dengan kebutuhan jasmani yang harus segera dipenuhi kebutuhannya, sebab jika tidak dipenuhi manusia akan mati. Potensi ini disebut kebutuhan jasmani (Hajatul 'Udlowiyah). Dilihat dari cara pemuasannya, dorongan Hajatul 'Udlowiyah berasal dari dalam dirinya (internal). Misalnya seseorang ingin makan, maka yang menyebabkan keinginan itu adalah rasa lapar. Jadi, meskipun tersedia makanan yang lezat-lezat, tetapi jika tidak ada rasa lapar tersebut, maka seseorang tidak akan makan. Hal ini berlaku bagi kebutuhan fisik yang lainnya, misalnya haus dan mengantuk. Dengan demikian, pada kadar tertentu keperluan jasmani ini harus dipenuhi karena merupakan keperluan yang asasi. Oleh sebab itu, jika sesuatu yang hukum asalnya haram maka dalam keadaan terpaksa (darurat) . | Tubagus Chaeru Nugraha; Unpad
dapat berubah menjadi halal. Karena, apabila keperluan asasi itu tidak dipenuhi maka mengakibatkan kematian. Allah SWT. berfirman: ”Maka
ٌ ِ ُ ٌر َر َ َ َّن ا َّ ِ َ ٍ ْ ٍ ِ ََ ُ! َ" ْ َ #ٍ $ َ َ % ْ !َ &ِ "َّ ُ' ْ ا ِ َ َ
siapa saja yang dalam keadaan terpaksa, karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“ (Al Maaidah: 3)
Ayat di atas dijelaskan dalam kaitannya dengan keharaman bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang tidak disembelih atas nama Allah, yang kemudian dibolehkan jika dalam keadaan terpaksa (darurat), karena mempertahankan hidup yang jika tidak memakannya, ia mati. Demikian pula Rasulullah tidak menjatuhkan sanksi hukuman kepada orang yang melakukan pencurian pada saat panceklik, karena berkaitan dengan memenuhi kebutuhan asasinya tersebut. Rasul SAW... bersabda: ”Tidak
ada hukum potong tangan (bagi pencuri yang jika ia mencuri) pada masa panceklik yang sangat“ (HR. Muslim)
Itu pula yang dilakukan Umar bin Khatthab, ketika seseorang mencuri karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan asasinya. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa memenuhi keperluan jasmani merupakan pemenuhan yang harus dilakukan, sebab jika tidak maka orang tersebut mengalami kematian. Dalam memenuhi kebutuhan jasamani ini bagi seorang muslim harus memenuhinya sesuai dengan aturan Allah SWT., yaitu makanan dan minuman yang halal dan thayyibah (baik); baik zat dan cara memperolehnya tidak keluar dari aturan syara‘. 2. Potensi diri yang pemenuhannya tidak segera. Manusia tidak mati jika tidak dipenuhi, tetapi hanya akan menimbulkan kegelisahan (dan pada taraf tertentu manusia bisa tergoncang jiwanya) saja. Potensi ini disebut dengan naluri (Gharizah). Naluri merupakan hal berbeda dengan kebutuhan jasmani dalam hal rangsangan yang menggerakkannya. Rangsangan naluri berasal dari luar tubuh manusia (sifatnya eksternal), sementara kebutuhan jasmani rangsangannya berasal dari dalam tubuh (internal). Keberadaan naluri ini merupakan hal yang fitrah agar manusia dapat mempertahankan eksistensinya, berketurunan, dan mencari petunjuk berkenaan dengan keberadaan Al-Khalik (Pencipta). Naluri ini tidak dapat langsung diindera dengan panca indera, namun keberadaan naluri ini dapat difahami manusia melalui kesan atau kenyataan tampak. Allah SWT. menjelaskan naluri tersebut melalui beberapa ayat yang dinyatakan dalam Al-Quran, antara lain:
ن َ ُbِ ْ+َ َّ (ِ ِ َو, َ ّC َ ا َ (ِ ُُ ً َو9 َ ِل, ِ ْ ا َ (ِ ِيpL ِ ّ َ ن ا ِ ِإَ ا َّ=ْ ِ* َأ7 َ ُّ9َ َرHَْوَأو
”Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah: ”Buatlah sarang di bukit-bukit, di pohonpohon kayu, dan tempat-tempat yang dibikin manusia“ (QS. An Nahl:68).
Ayat ini memiliki pengertian bahwa Allah SWT. telah memberikan potensi yang khas kepada hewan, sehingga memungkinkan hewan tersebut membuat sarang untuk tempat berlindung atau tempat tinggal agar ia dapat melindungi diri dari 8
9
serangan makhluk lainnya. Ini merupakan kenyataan tentang keberadaan naluri mempertahankan diri (gharizatul Baqa‘). Di samping itu Allah pun menjelaskan tentang keberadaan naluri yang berkenaan dengan mempertahankan keturunan dan kasih sayang. Hal ini terdapat dalam beberapa ayat di antaranya:
)ْ'ِي0 َ ُ ََلB َ َل2ِMَّ ّس ِإ(َ(ً َ َل َو ِ(ْ ذُ ِر ِ َّ ِ 7 َ ُ0 ِ َ1 2ِّ ّ َ َل ِإ َ ُ)َّ َ Uَ َ ت ٍ ََِ 9ِ ُJُّ9َْاهِ َ َر9َ ِإMَ ْ9َوِإ ِذ ا
َ ِِّW َ ا
”Dan ingatlah, ketika Ibrahim diuji dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: ”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia“. Ibrahim berkata: ”(Dan saya mohon juga) dari keturunanku“. Allah berfirman: ”Janjiku ini tidak mengenai orang-orang yang zalim“ (QS Al Baqarah:124).
Kecintaan Ibrahim as. kepada keturunannya merupakan fakta yang membuktikan keberadaan naluri ini, yaitu naluri mempertahankan keturunan yang ditetapkan Allah SWT. bagi manusia dan makhluk lainnya. Demikian halnya, ketika Allah menjelaskan tentang kisah Nabi Yusuf as. dengan Zulaikha, isteri seorang pembesar Mesir:
ََ ِد0 ِ ْ(ِ ُJَّ َ َء ِإCْ=َ ُْ اُّ َء وَاJْ0 َ ف َ ِ َْ ِ 7 َ ِpَ َآJِ ّ9ِ ن َر َ َُْه9 َأنْ َرأَىBَْ َ)9ِ َّ َو َهJِ 9ِ ْKَّ 'ْ َهAَ ََو
”Sesungguhnya
َ َِْLُْا
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda dari Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih“ (QS. Yusuf:24).
Dorongan hawa nafsu yang terdapat pada manusia merupakan bukti adanya naluri tersebut di atas. Pada persoalan yang lain, Allah SWT. berfiman:
*َ +َ 1 َ ِ(ْ َْ*ُ َوJِ َُْ ِإ0ْ'َ ن َ َ (َ آ2 َ َِ ُJْ(ِ .ً َ ْ+ِ ُJََّ / َ ُ َّ ِإذَاR Jِ َُْ (ُ ًِ ِإJّ9َ َ َر0ُ ٌّ َدx ن َ َْTّ اm َ (َ َوِإذَا ”Dan
ب ا َّ ِر ِ َ=ْI ِ(ْ َأ7 َ َّ ك َِ ِإ َ ِ ُْ9ِ kْ ّMَ َ َ ْ*ُ Jِ ِِN َ ْ0 َ ّ*َ Y ِ ُِ ِ َأْ'َادًاJَِّ
apabila manusia dituimpa kesusahan, maka ia memohon kepada Tuhannya dengan kembali kepadaNya. Kemudian apabila Tuhan memberi nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kesusahan yang dia pernah berdoa kepadaNya untuk menghilangkan sebelum itu, dan dia mengada-ada sekutu bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalanNya. Katakanlah : ‘bersenang-senanglah dengan kekafiranmu untuk beberapa saat, sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka’” (QS. Az Zumar:8).
9
Kembali kepada Allah serta mengungkapkan segala keluh-kesah dan penderitaan hidup yang dialaminya kepadaNya disebabkan tertimpa malapetaka atau musibah, maka ini kenyataan adanya naluri beragama (gharizah tadayyun). Ayat ini menjelaskan kebiasaan manusia, yaitu berdoa atau memohon kepadanya ketika ditimpa kemalangan atau penderitaan, dan musibah. Hanya saja jika penderitaannya . | Tubagus Chaeru Nugraha; Unpad
tersebut hilang maka biasanya Allah pun di tinggalkan dan hilang pula dalam kehidupannya. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa naluri yang dimiliki manusia terdiri atas: 1.
Naluri beragama (Gharizah Tadayun) Setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk mensucikan, mengagungkan, serta menghormati sesuatu. Bentuk pensucian, pengagungan, serta penghormatan ini bermacam-macam. Ada yang menyembah matahari, api, serta batu-batu keramat. Ada yang mementingkan seluruh hidupnya dicurahkan untuk uang, jabatan, ketenaran,dan kekuasaan. Ada dengan mendirikan patung (idolanya), dan sebagainya. Naluri beragama ini, dituntun oleh Allah SWT. dengan melalui pedoman Al Qur`an, yaitu harus disalurkan melalui iabadah kepada Allah SWT. Dengan tuntunan diinul Islam saja. Sebab Islam mengatur naluri ini dengan menjelaskan siapa yang wajib diibadahi dan ditaati , yaitu hanya Allah SWT. semata, bukan yang lainnya. 2. Naluri mempertahankan keturunan dan kasih sayang (Gharizah Nau') Perwujudan naluri itu berupa adanya jalinan kasih sayang, cinta, dan rasa cinta yang terjadi antara pria dan wanita. Begitu pula adanya kecenderungan manusia untuk melanjutkan keturunan, diwujudkan dalam pernikahan. Pemenuhanan terhadap naluri ini, Islam memberikan pedoman dalam melaksanakannya. Islam memberikan aturan pergaulan laki-laki dan wanita, terutama dalam kaitannya dengan hubungan kejenisan (laki-laki dan wanita) dan berinteraksi di antara keduanya. Pedoman aturan ini berasal dari syariat Allah SWT. yang menurunkan kepada manusia aturan dan hukum yang benar, sesuai dengan fitrah manusia. 3. Naluri mempertahankan diri (Gharizah Baqo') Penampakan naluri ini adalah kecenderungan manusia untuk melawan terhadap sesuatu yang mengancam dirinya atau yang akan mengambil haknya. Ciri adanya naluri ini adalah manusia memiliki rasa takut, ingin dipuji, ingin berkuasa, dll. Dengan adanya naluri ini, Islam telah menjelaskan aturan secara terperinci, terutama dalam hubungan manusia dengan manusia (hablum minannas), sehingga dalam syariat Islam memuat adanya sistem hukum, sistem politik, sistem ekonomi, sistem pemerintahan, dan lain sebagainya. Potensi lain adalah berkaitan dnegan keberadaan akal. Akal merupakan kemampuan manusia untuk melakukan aktivitas proses berfikir dengan melibatkan beberapa aspek, yaitu otak, panca indera, fakta yang diindera, dan informasi sebelumnya tentang sesuatu. Jadi, akal bukan organ tubuh, melainkan merupakan kemampuan manusia untuk berfikir, memahami, mengambil pelajaran, dan kesimpulan tentang sesuatu. Berdasarkan hal itu, Islam telah membimbing manusia dalam memfungsikan naluri-naluri yang dimilikinya sehingga tidak keluar dari tujuan awal naluri itu diberikan Allah SWT. kepada manusia yaitu, sebagai sarana untuk pengabdian manusia kepadaNya; mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. 10