KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM FALSAFAH ZIKI GURU BURA PADA MASYARAKAT MBOJO (BIMA, NTB) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegururan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: Yan Yan Supriatman 109011000212
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAK
Nama : Yan Yan Supriatman, NIM : 109011000212, Konsep Pendidikan Akhlak dalam Falsafah Ziki Guru Bura pada Masyarakat Mbojo (Bima, NTB). Akhlak sangat penting dalam kehidupan manusia. Berakhlak mulia sebagai salah satu dari kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya dan sebagai salah satu tujuan dari pendidikan, juga sebagai refleksi kehidupan bermasyarakat yang berperadaban. Oleh sebab itu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana konsep pendidikan akhlak yang terdapat dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat mbojo (Bima, NTB) lebih khususnya pada daerah Bima bagian timur yaitu kecamatan sape. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan falsafah ziki guru bura tentang konsep pendidikan akhlak pada dan mengetahui lebih dalam tentang fungsi dan peran falasafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB). Adapun teknik pengumpulan yang penulis gunakan adalah dengan wawancara dan observasi langsung ke lapangan. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode history dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di kecamatan Sape kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat, penulis temukan terkait dengan konsep akhlak dalam falsafah ziki guru bura adalah bahwa ziki guru bura merupakan satu konsep akhlak yang tercipta atas dasar (penyatuan) nilai-nilai agama, sejarah, dan budaya masyarakat Mbojo (Bima, NTB) dalam kehidupannya sehari-hari. Ziki guru bura sebagai salah satu bentuk konsep akhlak pada masyarakat yang menjadi pedoman bagi masyarakat dalam bersikap dan tingkah laku ditengah tengah kehidupan masyarakat sosial.
i
ABSTRACT
Name : Yan Yan Supriatman, NIM : 109011000212, Konsep Pendidikan Akhlak dalam Falsafah Ziki Guru Bura pada Masyarakat Mbojo (Bima, NTB). Morals is very important in human life. Morality as one of the human sense of completeness with meaning real and as one of the goals of education, also as a reflection of civilized social life. Therefore, the issues raised in this paper is how the concept of moral education contained in philosophy ziki guru bura pada masyarakat mbojo (Bima, NTB) more specifically on the eastern area of the district Bima is sape. The purpose of this study is to know the idea of philosophy ziki guru bura about the concept of moral education and learn more about the function and the role falasafah ziki guru bura on society Mbojo (Bima, NTB). The technique used in compile the author is with interviews and direct observation to field. Data collected then analyzed using the method of history with a qualitative descriptive approach. Based on the results of research conducted by the author in the district Sape Bima regency, West Nusa Tenggara, I have found associated with the concept of morality in philosophy ziki guru bura is that ziki guru bura is a moral concept that is created on the basis of (unification) religious values, history, and culture of the community Mbojo (Bima, NTB) in their everyday lives. Ziki guru bura as one form of the concept of morality in society that guide people in attitude and behavior amid the social life of the community.
ii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim
Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmatNya, Zat Yang Maha menggenggam segala sesuatu yang zahir dan yang tersembunyi di atas dan atau dibalik jagad raya semesta alam, zat Yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Sang Sabda, Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, serta bagi seluruh Umat Islam yang terlena maupun terjaga dari dan atas sunnahnya. Alhamdulillahirrabil „alamin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolonganNya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dalam
paruh
waktu
yang
tak
terhitung.
Tanpa
rahmat
pertolonganNya, tidaklah mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak dalam Falsafah Ziki Guru Bura pada Masyarakat Mbojo (Bima NTB).” Skripsi ini, penulis gunakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan yang ditempuh Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Dan sudah sepatutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan yang tak terputus, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan disetiap detik waktu yang bergerak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayahanda (Umar AR) dan Ibunda tercinta (Ma'ani) yang telah mendidik dan membimbing anakda, serta dengan susah payah menyekolahkan anakda sampai jenjang bangku kuliyah. Semoga Allah Swt. melimpahkan seluruh rahmat dan kasih sayang-Nya kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta. 2. Ibu Nurlena, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Marhamah Shaleh Lc, MA., Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Dr. Muhammad Dahlan, M.Hum., dosen penasehat akademik yang telah membina dan memberikan nasihat selama kuliah. 6. Bapak Drs. Masan AF., M.Pd., dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan dalam penulisan skripsi. 7. Para dosen jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama kuliah. 8. K.H. Ramli Ahmad, M.A.P., guru, pembimbing dan penasihat penulis semenjak di bangku sekolah sampai sekarang. 9. Tuan guru H. Ridwan Umar dan Khotib To‟i (Ust. Idham) yang telah membantu memberikan data dan pengetahuan dalam proses penelitian. 10. Para senior Bima yang ada di Jakarta (kakanda Fandri Maryatno dan istrinya Nurliati, Bang Ahmad Zakaria, Arman, Hanafi, Najmul Wathan, ust. Hakim) dan kawan-kawan (Adhar, Khairul Anam, M. Hisyam, Rosyidah, Abd. Halik, dan Ahmadin) yang sedikit banyak memberikan andil bagi terwujudnya Skripsi ini. 11. Teman-teman seperjuangan yang ada di kelas maupun di organisasi IPAHNasional dan IPAH-Jabodetabek, Birch Institute, dan AMPIQU yang sedikit banyak mempengaruhi pola pikir penulis. Akhirnya penulis berharap semoga penulisan skripsi ini, dapat memberikan faedah kepada seluruh civitas akademika dan seluruh lapisan masyarakat yang membaca juga dapat menjadi bahan rujukan untuk penulisan karya ilmiah yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Wallahu A'lam.
Jakarta,10 Juni 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK .........................................................................................................i ABSTRACT .......................................................................................................ii KATA PENGANTAR .......................................................................................iii DAFTAR ISI ......................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1 B. Identifikasi Masalah .................................................................................7 C. Pembatasan Masalah ................................................................................7 D. Perumusan Masalah .................................................................................8 E. Tujuan Penelitian .....................................................................................8 F. Kegunaan Penelitian ................................................................................8
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Teori-Teori yang Relevan dengan Variabel yang Diteliti .......................10 1. Pendidikan Akhlak ..............................................................................10 a. Pengertian Pendidikan Akhlak .........................................................10 b. Macam-Macam Akhlak ...................................................................14 c. Dasar Pendidikan Akhlak .................................................................16 d. Tujuan Pendidikan Akhlak .............................................................18 e. Metode Pedndidikan Akhlak ............................................................19 f. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ...............22 2. Ziki Guru Bura ...................................................................................33 a. Pengertian Ziki Guru Bura ...............................................................33 b. Sejarah dan Perkembangan Ziki Guru Bura ....................................34 3. Sekilas tentang Mbojo (Bima, NTB) ...................................................37 a. Geografis ..........................................................................................37 b. Motto dan Pandangan Hidup Masyarakat .........................................40 c. Mbojo Kini, Dulu dan Esok .............................................................42 d. Sejarah Masuknya Islam di Dana Mbojo (Bima, NTB) ...................44
v
B. Hasil Penelitian yang Relevan .................................................................49 C. Kerangka Berpikir ...................................................................................50
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................52 B. Metode Penelitian ...................................................................................52 C. Unit Analisis ...........................................................................................53 D. Instrumen Penelitian ...............................................................................53 E. Teknik Pengumpulan Data .....................................................................54 F. Teknik Analisa Data ...............................................................................54 G.Teknik Penulisan .....................................................................................55
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Temuan Penelitian ..................................................................................56 1. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Falsafah Ziki Guru Bura .............56 2. Korelasi Ziki Guru Bura dengan Al-Qur’an dan Hadits .....................59 3. Ziki Guru Bura sebagai Meetode Pendidikan Akhlak ........................61 B. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ...............................................63 1. Ziki Guru Bura sebagai Pembina Akhlak Dou Mbojo (Masyarakat Bima) .................................................................................................63 2. Implementasi Nilai Akhlak dalam Falsafah Ziki Guru Bura pada Dou Mbojo (Masyarakat Bima) .................................................................72
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................81 B. Implikasi .................................................................................................82 C. Saran-saran .............................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana
untuk
membentuk,
dan
mengembangkan
karakteristik manusia yang yang tangguh dan unggul dalam ilmu pengetahuan (intelektualitas), amal, ibadah, harta kekayaan, sikap dan terlebih prilaku-sopan santun kepada diri, keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar. Tanpa pendidikan yang memadai, manusia akan jatuh harkat dan martabatnya dihadapan manusia lain, karena pendidikan adalah upaya untuk mewujudkan eksistensi diri dan menumbuh-kembangkan kedewasaan melalui penanaman pengetahuan, nilainilai kebudayaan dan keagamaan serta sebagai bekal untuk hidup di masa yang akan datang dibawah bimbingan seorang pendidik. Karena pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam rangka untuk membina dan mengararahkan peserta didik guna menjadikan peserta didik menjadi manusia yang berilmu pengetahuan tinggi, berkarakter, bertanggungjawab, bijak, dan berakhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan orang lain. Secara lebih filosofis Muhammad Natsir menerangkan dalam tulisannya Ideologi Pendidikan Islam sebagaimana yang dikutip oleh Azyumadri Azra, menyatakan bahwa: “yang dinamakan pendidikan adalah suatu
2
pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”.1 Akhlak sangat penting dalam kehidupan manusia. Berakhlak mulia sebagai salah satu dari kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya dan sebagai salah satu tujuan pendidikan juga sebagai
refleksi kehidupan
bermasyarakat yang berperadaban. Maka sandaran umat Islam dalam mengambil contoh figur yang terbaik dalam akhlak adalah Rasulullah saw. Beliau adalah sebaik-baiknya manusia yang pernah hidup di dunia karena akhlaknya beliau adalah akhlak al-Quran dan langsung dididik oleh Sang Maha Pendidik. Sebagaimana firman Allah:
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam/68 ayat 4). Dan penjelasan tentang akhlak Nabi juga banyak diterangkan oleh hadits beliau, diantaranya yang paling populer adalah :
“Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (H.R. Malik). Akhlak sebagaimana menurut Imam al-Ghazali seperti yang dikutip oleh Ahmad Mustofa merupakan perbuatan yang lahir secara reflek dan tiba dari seseorang tanpa pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu,2 mempunyai peran yang sangat signifikan dalam mencapai keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt., dan menggapai kebahagiaan baik sebagai individu maupun masyarakat. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: “Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan kepada pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan kepada Tuhan 1
Azyumardi Azra, Pendidikan Isam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), cet. IV, h. 4 2 Ahmad Musthafa, Akhlaq Tasawuf, (Bandung; Pustaka Setia, 1997), cet. V, h. 11-12
3
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.”3 Dengan merujuk pernyataan di atas, bahwasannya berakhlak mulia sangatlah sulit untuk ditimbulkan karena perlu proses yang sangat panjang dan dengan proses yang berkelanjutan, tidak boleh setengah-setengah. Karena pembentukan akhlak yang mulia itu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Menanamkan akhlak mulia kepada peserta didik adalah proses belajar, pembelajaran, dan pendidikan yang guru sebagai pendidik harus kompeten dan mampu menciptakan susana pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga hasil belajar yang didapatkan bisa maksimal dan dapat mereka (peserta didik) optimalkan secara baik. Berangkat dari tujuan pendidikan di atas kalau dibandingkan dengan keadaan masyarakat Indonesia sekarang ini, sangat jauh dari kata berakhlak mulia. Karena kita lihat fenomena yang terjadi di sekitar kita banyak terjadi kerusuhan, korupsi, pelecehan seksual, penjarahan, pemakaian obat-obatan terlarang, minum minuman keras, free sex menjadi tren generasi muda sekarang, hamil diluar nikah dan aborsi sudah menjadi biasa dan bahkan tawuran antar pelajar menjadi kebanggan tersendiri. Fenomena-fenomena seperti itu membangkitkan rasapenasaran yang amat mendalam di hati sanubari penulis, sehingga penulis membaca kembali karyakarya yang telah ditulis oleh para pendidik yang telah berpengalaman dalam mendidik, membimbing dan mengarahkan peserta didik dengan semaksimal mungkin dan juga menelaah kembali kecerdasan dan kearifan lokal (local wisdem) yang mulai lemah dan tercabut dari akar budayanya oleh datangnya westernisani dan modernisasi pendidikan yang berorientasi pada lieralisasi dan kapitalisasi pendidikan. Kita cenderung lupa dan meninggalkan warisan leluhur kita yang sangat berharga, sehingga kita tidak tahu lagi apa yang telah diwariskan oleh para leluhur kita dahulu. Padahal kita menikmati hidup sekarang berkat kerja keras yang 3
Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 3-4
4
dilakukan oleh para leluhur dan pelaku sejarah di masa lalu. Bukankah kita tahu dan sering kita dengar sebuah pepatah “belajarlah dari pengalaman, karaena pengalaman adalah guru yang terbaik”, baik itu pengalaman pribadi atau orang lain. Karena pengalaman itu adalah sejarah, sesuatu yang telah terjadi. Apa jadinya kalau masyarakat kita sampai tidak menghargai sejarah bangsa. Masyarakat zaman sekarang bisa hidup seperti sekarang karena adanya sejarah yang telah dibuat oleh para pelaku sejarah di masa lalu. Bangsa yang arif dan bijak adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya. Bangsa-bangsa yang hidup di masa lalu mengalami puncak kejayaannya karena senantiasa belajar dari masa lalu. Firman Allah swt.:
”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orangorang yang mempunyai akal.” (Q.S. Yusuf/12 ayat 111). Abraham Lincoln mantan president Amerika pernah
mengatakan seperti
yang dikutip oleh Ghazali Ama La Nora bahwa “one can not escape history” (tidak ada satu orang pun yang bisa menghindari sejarah). Dan dipertegas oleh mantan president Indonesia, Soekarno; “Bukan saja tidak mungkin menghindar dari sejarah, tetapi jangan sekali-kali kita meninggalkan sejarah.”4 Bahkan dalam buku Soerakrno The Leadership Seckrets Of yang dikutip oleh Argawi Kandito bahwa Soekarno juga pernah mengatakan “JASMERAH” (jangan sekalikali melupakan sejarah).5 Akan tetapi tidak sedikit diantara kita yang terlalu silau dengan kemajuan yang ditimbulkan oleh negara-negara modern dan mengkonsumsinya dengan mentah, karena yang seperti itu juga belum tentu cocok dengan kebiasaan dan karakteristik bangsa kita. Masyarakat kita yang terlalu banyak mengkomsumsi berbagai paham dan budaya dari luar, mengakibatkan masyarakatnya cenderung
4
Ghazali Ama La Nora, Mutiara Donggo; Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry, (Jakarta: NCI Perss, 2008), h.24 5 Argawi Kandito, Soekarno”The Leadership Secrets Of” (Depok: Oncor Semesta Ilmu, 20011), cet. I, h. vi
5
mengenyampingkan dan meninggalkan paham dan budaya bangsa dan daerahnya. Bahkan tidak sedikit masyarakatnya yang lupa dan tidak tahu bagaima kecendrungan dan kebudayaan yang telah ditanamkan oleh para tokoh dan pendahulu mereka. Dan tidak sedikit juga masyarakatnya yang melenceng dari koridor kehidupan berbudaya dan bermasyarakat. Padahal nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang telah diciptakan oleh para pendahulu kita dari berbagai suku dan budaya yang tersebar luas diseluruh nusantara ini telah menjadi pegangan dan sandaran masyarakat Indonesia, terlebih khusus penulis menitik beratkan pada karakteristik masyarakat Mbojo6 (Bima NTB) dalam menerjemahkan dan memahami pesan-pesan pendidikan yang pernah diciptakan oleh tokoh-tokoh yangpernah hidup di Mbojo yang menggambarkan bentuk dari kehidupan masyarakatnya pada zaman dahulu yang tidak bertentangan dengan model kehidupan sekarang, dan bisa sejalan bahkan masyarakat Mbojo sekarang bisa menjadikannya contoh mengembangkannya, yaitu salah satunya adalah dziki guru bura, sehingga bisa dikembangkan sebagai konsep pendidikan yang bermoral dan dapat menciptakan generasi bangsa yang berakhlak mulia, jujur, bertanggungjawab, dan berkarakter. Menurut Ahmad Tafsir : “Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam pandangan Islam adalah kepribadian.kepribadian itu kompenennya ada tiga, yaitu tahu (pengetahuan), sikap, dan prilaku. Yang dimaksud dengan kepribadian utuh adalah bila penhetahuan sama dengan sikap dan prilaku. Dan kepribadian pecah adalah bila pengetahuan sama dengan sikap, tapi tidak sama dengan prilakunya. Atau pengetahuan tidak sama dengan sikap, dan tidak sama dengan prilaku.”7 Penulis beranggapan bahwa kehancuran moral bangsa ini akibat dari pola pendidikan yang tidak seimbang antara pengembangan intelektualitas dengan peningkatan budipekerti (akhlak mulia), walaupun dalam undang-undang kita tercantum jelas bahwa proses pendidikan bertujuan untuk menciptakan manusia yang unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dan berbudipekerti luhur, sehingga 6
Ada yang mengatakan Mbojo itu berasal dari bahasa Jawa, yaitu bojo yang artinya pasangan. Ada juga yang mengatakan Mbojo itu berasal dari bahasa lokal, yaitu babuju yang artinya berbukit-bukit. Dan untuk selanjutnya penulis akan menelitinya. 7 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Berspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 20011), cet. I, h. iv
6
mereka (peserta didik) bisa berguna bagi kehidapan bermasyarakat, agama dan bangsa, tapi hal itu hanya ada dalam tulisan saja. Kenyataan yang kita dapatkan di lapangan sangat berbeda dari apa yang kita harapkan. Pendidikan yang ada sekarang hanya cenderung mengembangkan ranah kognitifnya saja tanpa menghiraukan sisi afektifnya. Yang lebih pahit lagi, para pendidik juga tidak jarang hanya mengejar untuk menyampaikan materi pengajaran tentang akhlak. Padahal pendidikan akhlak bukanlah rangkaian teori dan materi yang susah, sehingga terkesan menakutkan bagi peserta didik. Akan tetapai akhlak adalah contoh praktis dari seorang pendidik yang lahir dari hati sanubari yang suci tanpa dibuat-buat, sehingga harapan itu akan menjadi sebuah kenyataan dan bukan harapan yang kosong. Pada level keluarga, sekolah dan masyarakat pendidikan akhlak bertumpuk pada figuritas yang akan memberikan warna terhadap pola perilaku anak (peserta didik), dalam hal ini Azyumardi Azra memberikan tiga cara untuk meningkatkan nilai-nilai moral dan akhlak, yaitu: “Pertama, menerapkan pendekatan modeling atau exemplary atau uswatun hasanah. Yakni, mensosialisasikan lingkungan sekolah untuk menghidupkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model dan keteladanan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain di lingkungan sekolah hendaknya mampu menjadi uswah hasanah yang hidup (living exemplary) bagi setiap peserta didik; Kedua menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus terang tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk; Ketiga menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character based education). Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan character based approach ke dalam setiap pelajaran yang ada disamping matapelajaranmatapelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, sejarah, pancasila dan sebagainya.”8 Penulis tidak memprioritaskan terhadap moderenitas pandidikan, baik yang bersumber dari Barat maupun dari Timur. Akan tetapi penulis ingin menggabungkan keduanya, agar kita menjadi manusia yang menghargai warisan leluhur yang selaras dengan ajaran Islam dan sekaligus terbuka terhadap pandangan baru.
8
Azyumardi Azra, “Paradigma Baru Pendidikan Demokrastisasi” (Jakarta: Kompas, 2006 ), h. 176-177.
Nasional
Rekonstruksi
dan
7
Maka dari penjelasan tersebut diatas dan keinginan untuk melestarikan warisan budaya yang luhur penulis mengangkat judul skripsi ini yaitu: “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM FALSAFAH ZIKI GURU BURA PADA MASYARAKAT MBOJO (BIMA, NTB)”
B. Identifikasi Masalah 1.
Akhlak mulia sebagai salah satu dari tujuan pendidikan nasional kian terabaikan.
2.
Nilai-nilai lokal (local wisdom) yang mulai tercerabut dari akar budaya bangsa dan terlebih khusus lagi dalam pesan pendidikan akhlak.
3.
Westernisasi dan modernisasi yang tidak terbendung dikonsumsi tanpa disaring terlebih dahulu mengakibatkan masyarakat kian meninggalkan warisan budaya daerahnya yang menjadi warisan nenek moyangnya.
4.
Pola pendidikan yang tidak seimbang antara pengembangan intelektualitas dengan peningkatan budipekerti (akhlak mulia) mengakibatkan kehancuran moral bangsa.
5.
Konsep pendidikan akhlak dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB)
C. Pembatasan Masalah Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang ziki guru bura, sebagai konsep pendidikan akhlak, maka perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian agar persoalan penelitian dapat dikaji lebih mendalam, yaitu hanya mengkaji dalam kaitannya dengan pendidikan saja dan yang lebih khusus lagi adalah pesan dan nilai-nilai akhlak yang terkandung di dalamnya.
D. Perumusan Masalah Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka di sini penulis memberikan perumusan masalah, yaitu : Bagaimana konsep pendidikan akhlak dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB).?
8
E. Tujuan Penelitian Dengan memahami perumusan masalah, maka dalam penelitian karya ilmiah ini, tardapat bebarapa tujuan yang mendasar dan manfaat dari penelitian tersebut. Adapun Tujuannya adalah : Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB).
F. Kegunaan Penelitian Setelah mengetahui tujuan yang dicapai setelah dilakukan penelitian tentang konsep penididikan akhlak dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB) sehingga bisa digunakan sebagai acuan atau konsep falsafah hidup masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari agar teciptanya keseimbangan masyarakat dalam menjalankan kehidupan duniawi dengan akhiratnya. Karena kehidupan manusia di dunia ini hanya semata-mata untuk mengabdikan diri kepada Allah swt.
9
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Teori-Teori yang Relevan dengan Variabel yang Diteliti 1.
Pendidikan Akhlak
a.
Pengertian Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak terdiri dari dua suku kata, yaitu pendidikan dan akhlak.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia “pendidikan” berasal dari kata “didik” yang mempunyai makna ganda, yaitu; 1) Mendidik yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran; 2) Didikan : hasil didik, anak atau cara mendidik; 3) Pendidik yaitu orang yang mendidik. Kemudian kata “didik” tersebut diberi awalan pe dan akhiran an yang artinya sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1 Atau perbuatan yang mengandung ilmu pemeliharaan, asuhan, pimpinan dan latihan karakter.2 Dalam undang-undang, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dalam rangka untuk memiliki kekuatan 1 2
250.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua tahun 1991, Jakarta. h. 232. W.J.S. Poerwardarmita, Kamus Umum Bahasa Indinesia. (Jakarta: Balai Pustaka 1996). h.
10
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan lain untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3 Dalam bahasa arab pendidikan disebut “Tarbiyah”. Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar:
يــَرْبــُو- رَبــَىartinya bertambah, tumbuh رَبـِيَ يـَرْبـَى
artinya menjadi besar
ُ يَــرُّب- َ رَّبartinya memperbaiki, menguasai, menuntun, menjaga, dan memelihara. 4 Tarbiyah dari segi bahasa mengandungmakna pertumbuhan agar menjadi besar (lebih maju) sehingga dapat memperbaiki, memelihara, dan menuntun ke arah yang lebih baik dan sukses. Dilihat dari segi fungsinya, berasal dari kata َاَلـّرَّب artinya al-Malik (raja, penguasa), as-Sayyid (tuan), al-Mudabbir (pengatur), alQayyim (penanggungjawab), al-Mu‟min (pemberi nikmat). Istilah Tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau pendampingan (asistensi) terhadap peserta didik sehingga dapat mengantarkan peserta didik ke arah yang lebih baik.5 Namun ada juga sebagian memasukan pengajaran dalam proses pendidikan yang mana dalam bahasa arab disebut “ta‟lim” yang berasal dari akar kata “„alama” yang berarati membuat orang lain mengetahui. Dalam al-Quran ditegaskan bahwa Allah mengajarkan Nabi Adam dengan menggunakan kata َعَّلَـــم َيعّْلِـيـــم-
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
3
Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006), h.5 4 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989), cet. VIII, h. 136. 5 Wajidi Sayadi, Hadits Tarbawi; Pesan-Pesan Nabi saw. Tentang Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), cet. I, h. 11.
11
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (Q.S. Al-Baqarah/2 ayat 31). Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan arahnya untuk membentuk pribadi, sedangkan pengajaran adalah memberi pengetahuan kepada seseorang agar mempunyai ilmu pengetahuan, jadi kalau dikatakan pengajaran akhlak, maka pengajaran akhlak tersebut berarti ilmu pengetahuan mengenai akhlak. Pendidikan di sekolah umumnya menggunakan pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, jadi pengertian pendidikan lebih luas dari pada pengajaran. Sebagian dari pakar pendidikan seperti Hasan Langgulung seperti yang dikutip oleh Wajidi Sayadi lebih cenderung pada istilah “ta‟dib” yang berarti membimbing dan mengarahkan dari pada kata “tarbiyah”.6 Adapun pengertian akhlak menurut etimologi diambil dari bahasa arab yang berasal dari akar kata “kholaqo, yakhluqu, khuliqan yang artinya : budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat”.7 Sedangkan menurut Moh. Ardani, akhlak adalah tabi‟at, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama.8 Dalam pergaulan dalam masyarakat, akhlak diartikan dengan budi pekerti atau sopan santun. Tapi para pakar kesusilaan masing-masing memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai akhlak namun masih tetap bersandar pada pokok masalah. Dan secara terminology, beberapa ulama mendefinisikannya antara lain : Menurut Ibnu Maskawaih, yang dikutip oleh Ahmad Mustofa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatanperbuatan tanpa melalui pertimbangan dan pemikiran (terlebih dahulu). Menurut Imam Al-Ghazali, Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan dengan mudah dengan tidak
6
Wajidi Sayadi, Hadits Tarbawi; Pesan-Pesan Nabi saw...,h. 12 Lois Ma‟luf, Almunjid fil Lughah Wal „Alam, (Darul Masyrik Beirut Libanon, 2000). h. 194 8 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat & Tasawuf, (Jakarta; KArya Mulia, 2005), cet. II,h. 25 7
12
memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).9 Sedangkan menurut Al-Farabi, seperti yang dikutip oleh Moh. Ardani menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh semua orang.10 Dari beberapa pengertian diatas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah ajaran tentang baik dan buruk terhadap sesuatu perbuatan atau perkataan seseorang yang timbul dalam jiwanya tanpa paksaan dan tekanan dari luar. Walaupun sumber penggerak akhlak atau karakter seseorang datang dari dalam jiwa. Namun proses pembentukannya sedikit banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, seperti; pendidikan yang ditempuh, buku yang
dibaca dan teman serta keluarga yang menjadi tempat membagi rasa.
Akhlak baik adalah perilaku seseorang yang dapat menghasilkan perbuatanperbuatan baik dan terpuji, baik menurut akal maupun tuntunan agama. Sedangkan akhlak yang tercela adalah perilaku seseorang yang menghasilkan sesuatu perbuatan yang jelek dan tidak terpuji. Jadi, pada hakikatnya akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga darinya akan timbul berbagai macam perbuatan yang spontanitas, mudah tanpa dibuat-buat dan tidak membutuhkan pemikiran terlebih dahulu. Dengan
merujuk
pada
pengertian
pendidikan
dan
akhlak,
penulis
menyimpulkan bahwa pengertian pendidikan akhlak adalah usaha berupa bimbingan atau bantuan yang diberikan oleh pendidik terhadap anak didiknya yang berkaitan dengan masalah budi pekerti sehingga jasmani dan rohaninya dapat berkembang menjadi pribadi utama (insan kamil) sesuai dengan ajaran agama Islam.
9
Ahmad Musthafa, Akhlaq Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), cet. V, h. 11-12 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai, . . .h. 29
10
13
b. Macam-macam Akhlak Dalam Islam, yang menjadi dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa sifat seseorang itu baik atau buruk adalah al-Quran dan al-Sunnah. Apa yang baik menurut al-Quran dan Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk menurut al-Quran dan Sunnah berarti tidak baik dan harus dijauhi. Pribadi Nabi Muhammad saw. adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk pribadi masingmasing. Begitu juga pribadi sahabat-sahabat beliau, dapat kita jadikan contoh teladan, karena mereka semua mempedomani al-Quran dan Sunnah Nabi saw. Akhlak terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Akhlak Mulia (al-Karimah) Akhlak al-karimah, ialah segala tingkah laku yang terpuji (yang baik) yang biasa dinamakan ”fadlilah”. Akhlak yang baik umpamanya: benar, amanah, menepati janji, sabar (tabah), pemaaf, pemurah, dan lain-lain sifat dan sikap yang baik. Akhlak al-karimah atau dalam bahasa indonesianya itu akhlak mulia sangat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Akhlak mulia itu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya: a)
Akhlak Kepada Allah Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar
dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain. Diantaranya cara kita berakhlak kepada Allah yaitu dengan cara melakukan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, tawakal, dan bertawadu. Karena hanya dengan seperti itulah manusia bisa berterima ksaih kepada Allah yang telah memberikan kehidupan dan semua yang dibutuhkan oleh manusia.
14
b) Akhlak Kepada Diri Sendiri Diantara akhlak kita kepada diri sendiri adalah dengan cara menjaga lahir batin, harus berani membela yang baik, rajin bekerja dan mengamalkan ilmunya, bergaul dengan orang baik, berusaha mencari nafkah yang halal, jujur dan benar dalam perilaku. c)
Akhlak Kepada Sesama Manusia Akhlak kepada sesama manusia adalah salah satu kunci terpenting bagaimana
kita dapat mengarungi kehidupan di dunia. Akhlak kepada sesama manusia diantaranya adalah Berbuat baik terhadap ibu dan bapak, berbuat baik terhadap teman, dan berbuat baik terhadap sahabat. 11 d) Akhlak Kepada Sesama Makhluk Di dalam kehidupan kita di dunia ini, kita juga perlu memperhatikan bagaimana kita juga berakhlak kepada sesama makhluk yaitu dengan cara sayang kepada hewan, tumbuh-tumbuhan dengan cara memperlakukannya dengan semestinya. Tidak merusak, yang akan mengakibatkan alam tidak ramah lagi dengan manusia. Seperti halnya terjadi berbagai bencana alam.12 e)
Sabar Ada pribahasa yang mengatakan bahwa kesabaran itu pahit laksana jadam,
namun akibatnya lebih manis dari paada madu. Ungkapan tersebut memberikan gambaran betapa hikmah dari kesabaran sebagai fadilah. Kesabaran dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu sebagai berikut : 1)
Sabar menanggung beratnya melaksanakan kewajiban.
2)
Sabar dalam menanggung musibah dan cobaan.
3)
Sabar dalam menahan penganiayaan darorang lain.
4)
Sabar dalam menanggung kemiskinan dan kepapaan.13
11
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai, . . .h. 49-57 Ana Suryana, Materi Pendidikan Agama Islam. (Tasikmalaya: STAI, 2007), h. 73-74 13 M. Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2007), cet. I, h. 41-42. 12
15
2) Akhlak Tercela (al-Madzmumah) Akhlak yang buruk adalah racun yang membawa pemiliknya ke jalan syaitan dan penyakit yang menghancurkan kebahagian umat manusia. Untuk itu ada sendi-sendi yang patutu diketahui yang menjadi sumber timbulnya perbuatanperbuatan yang tidak baik. Sendi-sendi akhlak tercela tersebut adalah : a)
Khubtsan wa jarbazan (keji dan pintar busuk) dan balhan (bodoh), yaiut keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan hal yang benar diantara yang salah karena bodohnya di dalam urusan ikhtiariah.
b) Tahawwur (berani tapi sembrono), jubun (penakut) dan khauran (lemah, tidak bertenaga), yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki akal. c)
Syarhan (rakus) dan jumud (beku), yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik oleh akal dan syari‟at agama, berarti ia bisa berkelebihan atau sama sekali tidak berfungsi.
d) Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing oleh hikmah, yaitu kebalikan dari adil. 14 Keadaan-keadaan akhlak ini adalah pangkal yang menentukan corak hidup manusia. Dengan itu manusia dapat mengetahui yang baik dan yang buruk, dapat membedakan mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak, mana yang hak dan yang bathil. Yang kesemuanya itu adalah hal yang khusus untuk manusia.
14
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai, . . .h. 64
16
c.
Dasar Pendidikan Akhlak Ajaran agama Islam menjadikan Al-Quran dan Al-Sunah sebagai dua sumber
pokok dasar pendidikan akhlak sementara di luar dari keduanya adalah sebagai tambahan (sekunder), yang benar dan sesui dengan ajaran Islam maka diterima dan kalau salah maka ditolak, karena kebahagiaan umat Islam apabila mereka berpegang teguh pada dua sumber tersebut. Al-Quran adalah firman Allah yang diturukan pada nabi Muhammad saw., melalui malaikat Jibril as., yang berisi tentang aturan pokok ajaran Islam yang merupakan sumber utama nilai-nilai akhlak sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. AlQuran diturunkan untuk membimbing umat manusia ke jalan yang lurus sebagaimana firmanNya yang menceritakan nasehat Lukman pada anaknya di bawah ini:
“Wahai anakku! dirikanlah sholat dan perintahkanlah manusia untuk berbuat baik dan cegahlah mereka berbuat munkar (kerusakan) dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan”.(Q.S. Lukman/31 ayat 17) Firman Allah pada ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa al-Quran adalah kitab petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, maka sangat wajar kalau al-Quran menjadi sumber atau dasar utama pendidikan akhlak. Adapun sumber pendidikan akhlak yang kedua adalah al-Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw., setelah beliau diangkat menjadi rasul yang terdiri dair perkataan, perbuatan maupun persetujuannya (Takrir).15 Karena Hadits juga berfungsi sebagai penjelas terhadap pesan-pesan al-
15
Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001), h. 37.
17
Quran yang bersifat mujmal (global) sehingga bisa dipahami dan di praktekan oleh kaum muslimin dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini acuan umat Islam dalam berakhlak yaitu akhlaknya Nabi Muhammad SAW., sebagaimana yang diterangkan dalam al-Quran surat:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagiorang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Q.S. Al-Ahzab/33 21). Menurut M. Yatim Abdullah tentang akhlak pribadi Rasulullah sendiri telah dijelaskan oleh „Aisya ra., yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dari „Aisyah ra., berkata : Sesungguhnya akhlak rasulullah itu adalah al-Quran. Hadits Rasulullah meliputi perkataan, dan tingkah laku beliau, merupakan sumberakhlak yang kedua setelah al-Quran. Karena setiap perkataan dan perbuatan beliau senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah.16 Seperti dijelaskan dalam alQuran:
٥
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Q.S. An-Najm/53 ayat 3-4). Maka sudah menjadi keharusan bagi para pendidik untuk mengikuti jejak baginda rasul dalam mendidik umat yang berakhlak karimah, sehingga peserta didik menjadi manusia yang paripurna ilmu dan akhlaknya.
16
M. Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 4-5.
18
d. Tujuan Pendidikan Akhlak Muncul kembalinya gagasan tentang pendidikan budi pekerti (akhlak) harus diakui berkaitan erat dengan semakin berkembangnya padangan dalam masyarakat luas, bahwa pendidikan nasional dalam berbagai jenjang, khususnya jenjang menengah dan tinggi, “telah gagal” dalam membantuk peserta didik yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Dan lebih jauh lagi banyak peserta didik sering dinilai tidak hanya kurang memiliki kesantunan, baik di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat, tetapi juga sering terlibat dalam tindakan kekerasan massal, dan tawuran. Maka dari problem-problem di atas itulah pendidikan akhlak ini diarahkan, dengan tujuan untuk menciptakan manusia yang selaras atara kognitif, afektif dan sikomotoriknya, dalam arti bahwa pendidik dan peserta didik diarahkan untuk mengaktualisasikan pikiran dan ucapannya dalam bentuk perbuatan nyata sehingga menjadi manusia yang sholeh lahir dan batin. Menurut M.Yatim Abdullah, dari segi tujuan akhir setiap ibadah adalah pembinaan takwa, yaitu melaksanakan segala perintah agama dan menjauhi segala apayang dilarang. Berarti dalam hal ini menjauhi segala perbuatan jahat atau akhlak tercela dan melaksanakan segala perbuatan yang baik atau akhlak terpuji. Orang yang bertakwa berarti oarang yang berakhlak mulia yang hal ini dapat memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat.17 Jadi, tujuan dari pendidikan akhlak adalah menjadikan pesarta didik dan masyarakat pada umumnya berbudipekerti luhur, berakhlak mulia, semakin bijak, dan bisa menghargai antar sesama serta menambah ketakwaan kepada Allah. Karena yang seperti itu akan membawa kebahagiaan dunia dan diakhirat kelak.
17
M. Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 5-6.
19
e.
Metode Pendidikan Akhlak Dalam kamus ilmiah, metode adalah cara yang teratur dan stigmatis untuk
melakukan sesuatu atau dapat disebut juga dengan cara kerja.18 Menurut Abuddin Nata, metode diartikan sebagai berbagai cara atau langkah yang digunakan dalam menyampaikan suatu gagasan, pemikiran atau wawasan yang disusun secara sistematik dan terencana bedasarkan pada teori, konsep, dan prinsip tertentu yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu terkait.19 Dalam pendidikan metode adalah cara seorang pendidik dalam melakukan proses pembelajaran dan menyampaikan pelajaran kepadapeserta didiknya. Dan diantara banyak meode yang digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut penulis, metode yang baik dan tepat untuk digunakan dalam metode pendidikan akhlak, adalah : 1) Metode Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh, yaitu seseorang dijadikan sebagai teladan atau contoh bagi para peserta didik, bisa pendidik (orang tua, guru, kiyai, ustadz, dan serupa dengannya) atau teman dalam kelompok peserta didik itu sendiri. Metode keteladanan memiliki peran yang sangat signifikan dalam upaya keberhasilan atau pembentukan akhlak mulia. Karena secara psikologis, peserta didik banyak meniru dan mencontoh prilaku sosok figurnya.
20
Dalam konteks ini, seorang yang paling cocok
dijadikan sebagai figur teladan paling baik adalah Rasulullah SAW., sendiri. Karena Rasulullah adalah sebaik-baiknya budi pekerti yang ada seperti yang telah penulis terangkan di atas. Selain itu, seorang pendidik juga dituntut untuk menampilakan budipekerti mulia atau akhlak al-karimah sehingga dapat dijadikan contoh teladan dan diikuti oleh para peserta didiknya. 2) Metode kisah atau cerita yaitu suatu cara dalam menyampaiakan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang sebenarnya atau hanya rekaan saja. Para pendidik 18
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer..., h. 308. Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. I, h.176. 20 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. I, h. 117-124. 19
20
sekarang juga dituntut untuk pandai berkisah tentang kehidupan-kehidupan yang pernah terjadi dimasa lalu, menyelarasaskan tema dan materi dengan cerita atau tema cerita dengan materi serta menjelaskan kisah yang telah diceritakan tersebut mana yang baik untuk ditiru dan mana yang buruk untuk dijauhi oleh pesarta didik. Sehingga hal tersebut dapat berdampak pada kehidupan sekarang dan yang akan datang.21 Rasulullah ketika memberikan pelajaran kepada para sahabatnya, beliau sering kali bercerita tentang kehidupan dan insiden-insiden yang pernah terjadi di masa lalu. 3) Metode cerita atau kisah, dianggap akan lebih membekas dalam jiwa oarangorang atau peserta didik yang mendengarkannya serta lebih menarik perhatian (konsentrasi) mereka.22 Seperti yang telah diterangkan Allah dalam firmannya:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisahkisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orangorang yang beriman.” (Q.S. Hud/11 ayat 120). 4) Metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran yang telah ditentukan.23 Peserta didik sejak lahir bahkan ketika masih dalam kandungan ibunya sudah dibekali dengan fitrah tauhid yang murni. Fitrah yang ada pada diri anak atau peserta didik akan berkurang bahkan hilang kalau tidak ada lingkungan yang mengasah dan mengarahkanya, maka disinilah pentingnya pembiasaan dalam pendidikan akhlak agar anak atau peserta didik terbiasa tumbuh dengan nilai-nilai keimanan yang murni, berakhlak dengan akhlak Islam, sehingga ia menjadi pribadi yang utama (insan kamil). Pengarahan dan 21
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi..., h. 160-164. Abdul Fattah Abu Ghuddah, 40 Metode Pendidikan dan..., h. 211. 23 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi..., h. 110 22
21
pembiasa mutlak dilakukan oleh orang tua sebagai pendidik pertama bagi putra/putrinya sebelum mereka mengenal lingkungan luar, kalu tidak dilakukan pembisaan sejak dini maka institusi keluarga sebagai sekolah pertama akan hancur nilainya. Oleh sebab itu, pembinaan yang baik terhadap peserta didik hendaklah dilakukan sejak dini dan seca kontiniu. 5) Metode nasihat dan peringatan yaitu para pendidik harus dapat memberikan nasihat dan peringatan terhadap peserta didiknya. Karena Agama Islam sendiri adalah agama nasehat (addiinun nashihah), melalui kitab suci alQuran Allah swt., menjalin interaksi dengan pembacanya melalui nasehatnasehat yang relevan dan konstruktif terhadap keadaan masyarakat. Maka pendidikan akhlak yang bertumpu pada nasehat atau petuah yang menggunakan media bahasa tutur maupun bahasa tulis sangat besar pengaruhnya dalam membuka cakrawala kesadaran anak atau peserta didik. Seperti kematangan emosional, kepekaan sosial dan keutamaan akhlak karimah dapat dengan mudah disampaikan dengan nasehat. 24 Hal ini juga telah diterangkan dalam al-Quran : )
(
“Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu memberikan manfaat kepada orang-orang beriman.” (Q.S. Adz-dzaariyat/51 ayat 55). 6) Metode drill (Latihan) bermaksud agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadimilik peserta didik dan dikuasai sepenuhnya. Yang berfungsi untuk memberikan umpan balik dan menentukan angka kemajuan peserta didik, serta untuk menentukan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat dan mengenal situasi latar belakang dari peserta didik. 25 Dalam hal ini, seorang pendidik memberikan latihan berupa pengimplementasian atau yang bersifat psikomotorik terhadap pesan-pesan akhlak mulia yang telah dipelajari 24
Abdul Fattah Abu Ghuddah, 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran Rasulullah SAW., Terj. dari Ar-Rasul Al-Mu‟alim SAW. wa Aslibuha fil Ta‟lim, oleh Mochtar Zoerni, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2009), cet. X, h. 205-208. 25 Zakiah Daradjat,dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. IV, h. 302-304.
22
sebelumnya. Bagaimana seorang berakhlak terhadaporang tuanya, guru, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, teman, alam dan sebagainya.
f.
Aspek-aspek yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Segala yang kita alami dan kita dapatkan dikehidupan kita, baik itu
pendidikan, sikap, karakter, pasti ada yang mempengaruhi terbentuknya hal itu. Begitupun dengan akhlak, diantara aspek yang mempengaruhi terbentuknya akhlak adalah sebagai berikut: 1) Dasar Bawaan (Turunan/Genetik) Seorang bayi telah diwarnai dengan unsur-unsur yang diturunkan oleh kedua orang tuanya dan diwarnai oleh perkembangan dalam kandungan ibunya yang menjadi dasar pembentukan akhlak seseorang.26 Tingkah laku manusia adalah sikap seseorang yang dimanifestasikan dalam perbuatan dan tingkah laku. Secara fitrah manusia, seseorang telah dilahirkan dalam keadaan suci dan kecendrungan untuk melakukan kebaikan. Manusia tidak diwarisi dosa dari orang tuanya, karena itu bertentangan dengan hukum keadilan Tuhan. Manusia hidup di bumi dengan dibekali akal, pikiran dan iman kepada Allah. Keimanan tersebut dalam perjalanan hidup manusia dapat bertambah atau berkurang tergantung pada lingkungan dan manusia itu sendiri. Bawaan (turunan) yaitu dimana orang-orang membawa turunan dengan beberapa sifat yang bersamaan. Seperti bentuk, pancaindera, perasaan, akal dan kehendak. Dengan sifat-sifat yang diturunkan ini,manusia dapat mengalahkan alam di dalam beberapa perkara, sedangkan binatang tidak dapat menghadapinya. Kenapa anak bisa pandai, karena salah satunya dipengaruhi oleh sifat-sifat dan saraf-saraf yang diwariskan oleh orang tuanya. Dalam mewarisi sifat pokok dari kedua orang tuanya, si anak tidak menerimanya dengan 100%, sebab antara 26
Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri padaRemaja, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), cet. I, h. 129.
23
kedua orang tua terkadang memiliki sifat yang berlawanan. Di dalam turunan, kedua orang tua mempunyai beberapa sifat yang tertentu, dan tidak nampak sifat ini pada anak-anaknya, akan tetapi nampak pada cucu-cucunya dan cucucucunya.27 2) Insting dan Naluri Menurut bahasa, insting berarti kemampuan berbuat pada sesuatu yang dibawa sejak lahir, merupakan pemuasan nafsu, dorongan-dorongan nafsu, dan dorongan psikologis. Insting juga merupakan kesanggupan melakukan hal yang kompleks tanpa dilihat sebelumnya, terarah kepada satu tujuan yang berarti bagi subjek tidak didasari langsung secara mekanis.28 Menurut James, insting adalah suatu sifat yang menyampaikan pada tujuan dan cara berpikir.29 Insting merupakan kemampuan dibimbing oleh
naluri.
Binatang mempunyai
dibawa sejak lahir yang
insting
untuk
memenuhi
kebutuhannya seperti makan, minum, memperbanyak keturunan, mengenali kawan dan lawan yang bersifat tetap dan tidak berubah-rubah. Sedang pada manusia, menjadi faktor tingkah laku dalam melakukan aktifitas dalam mengenali sesama manusia yang dapat berubah dan dapat dibentuk secara intensif. Masingmasing makhluk dapat mempertahankan dirinya melalui instingnya agar tetap hidup dan tidak mati.Dalam insting terdapat tiga unsur yang bersifat psikis, yaitu mengenal (kognisi), kehendak (konasi), dan perasaan (emosi). Unsur-unsur tersebut terdapat juga pada binatang. Insting terdiri dari empat pola khusus, yaitu: a)
Sumber insting, yang berasal darikondisi jasmaniahuntuk melakukan kecendrungan, lama-lama akan menjadi sebuah kebutuhan.
b) Tujuan insting, adalah menghilangkan rangsangan jasmaniah, untuk menghilangkan perasaan tidak enak yang timbul karena adanya tekanan batinyang disebabkan oleh meningkatnya energi pada tubuh. c)
Objek insting, merupakan segala aktivitas yang mengantar keinginan dan memilah-milah agar keinginannya dapat terpenuhi. 27
Ahmad Musthafa, Akhlaq Tasawuf..., h. 88-91. M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h.76. 29 Zakiah Daradjat, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), h. 273 28
24
d) Gerak insting, yang bergantung pada itensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Insting pada tingkat tertentu dapat berubah-ubah, bisa jadi ia hidup dan bisa juga ia mati. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut: a)
Insting hidup, yang berfungsi melayani kebutuhan individu untuk tetaphidup dan memperpanjang ras dan keturunan, seperti insting makan, minum, dan seksual. Dalam Islam, hal ini telah diatur dalam al-Quran agar dapat dibedakan dengan binatang.
)
(
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah/2 ayat 168).
)
(
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah/2 ayat 223). b) Insting mati atau dapat disebut juga sebagai insting merusak. Fungsi insting ini tidak begitu jeas jika dibandingkan dengan insting hidup, karena insting ini tidak terlalu terkenal. Suatu derivatif insting-insting mati yang terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah pengurusan diri yang diubah dengan objek substansi. Dalam ilmu akhlak, insting berarti akal pikiran. Akal dapat memperkuat akidah, namun harus ditopang dengan ilmu, amal dan takwa kepada Allah. Allah
25
memuliakan akal dengan menjadikannya sebagai sarana tanggung jawab. Akal adalah jalinan pikir dan rasa yang menjadikan manusia berlaku, berbuat, membentuk suatu kelompok dan membina kebudayaan. Naluri merupakan asas tingkah laku perbuatan manusia. Naluri dapat diartikan sebagai kemauan tak sadar yang dapat melahirkan perbuatan mencapai tujuan tanpa berpikit ke arah tujuan dan tanpa dipengaruhi oleh latihan berbuat. Tingkah laku perbuatan manusia sehari-hari dapat ditunjukkan oleh naluri sebagai pendorong. Misalnya, tindakan makan adalah naluri lapar dan tindakan berpakaian adalah naluri malu, dan demikian pula tindakan-tindakan yang lain adalah didorong dengan naluri. Banyak juga insting yang mendorong prilaku perbuatan yang menjurus kepada akhlak mulia maupun akhlak tercela, tergantung pada orangyang mengendalikannya. Karena naluri itu berakar pada hati naluri manusia pada dua asas pokok, yaitu naluri asas keselamatan, dan naluri asas kesenangan.30 3) Lingkungan Dalam pengertian psikologi, lingkungan adalah segalasesuatu yang ada didalam atau diluar individu yang bersifat mempengaruhi sikap, tingkah laku atau perkembangannya, yang wujudnya dapat berupa benda-benda, obyek-obyek alam, manusia dan karyanya.31 Lingkungan juga dapat disebut dengan suatu yang melingkungi tubuh yang hidup. Lingkungan tumbuh-tumbuhan oleh adanya tanah dan udaranya, dan lingkungan manusia adalah apa yang melingkunginya dari negri, lautan, sungai, bangsa dan masyarakat. Lingkungan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaiut: a)
Lingkungan alam. Alam adalah segala ciptaan Tuhan baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Lingkungan alam dapat menghalangi maupun mendukung bakat dan prestasi seseorang. Alam dapat membentuk kpribadian manusia sesuai dengan lingkungan alamnya. Setiap lingkungan alam punya 30
M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 76-81. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2006), cet. IV, h. 34. 31
26
potensi masing-masing, misalnya masyarakat yang tinggaldi lingkungan laut cenderung memenuhi kehidupannya dari laut. Begitupun masyarakat yang berada dilingkungan pegunungan akan memaksimalkan potensi yang ada di lingkungannya, ataupun masyarakat yang berada di lingkungan perkotaan. Masing-masing lingkungan tempat hidup akan berbeda-beda dalam hal kebiasaan dan tingkah laku. b) Lingkungan pergaulan. Lingkungan ini mengandung susunan pergaulan meliputi manusia di rumah, sekolah, kantor dan tempat kerja. Lingkungan pergaulan dapat mengubah keyakinan, akal, pikiran, adat istiadat, pengetahuan dan akhlak. Lingkungan pergaulan dapat membuahkan kemajuan dan kemunduran bagi manusia. Lingkungan pergaulan yang banyak membentuk kemajuan pikiran dan teknologi, namun juga dapat menjadikan prilaku baik dan buruk seseorang. Lingkungan pergaulan sendiri dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yang tentunya semua lingkungn itu dapat berpengaruh terhadat budipekerti dan akhlak seseorang. Lingkungan tersebt adalah: 1)
Lingkungan dalam rumah tangga.
2)
Lingkungan sekolah.
3)
Lingkungan pekerjaan.
4)
Lingkungan organisasi.
5)
Lingkungan jamaah.
6)
Lingkungan ekonomi atau perdagangan.
7)
Lingkungan pergaulan bebas/umum. Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan Islam dan akhlak yang
tidak sedikit pengaruhnya terhadap peserta didik. Lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap peserta didik dapat dibedakan menjadi tigakelompok : 1) Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama. 2) Lingkungan yang berpegang teguh terhadap agama. 3) Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan standar dan hidudalam lingkungan agama.
27
Oleh sebab itu, lingkungan merupakan aspek yang penting dalam budipekerti dan akhlak. Lihatlah dengan siapa berhubungan, dimana beradaptasi, dan akalahrus dapat membedakan dan menempatkannya sesuai dengan fitrah manusia.32 4) Adat dan Kebiasaan Menurut kamus ilmiah, adat adalah himpunan kaidah-kaidah sosial yangterdapat dalam masyarakat luas yang telah berjalan sejak dulu dan tidak termasuk hukum syara‟.33 Adat menurut Nasraen yang dikutip oleh M. Yatim Abdullah adalah suatu pandangan hidup yang mempunyai ketentuan-ketentuan objektif, kokoh dan benar serta mengandung nilai mendidik yang besar terhadap seseorang dalam masyarakat.34 Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan lancar yang diawali oleh pertimbangan akal dan perencanaan yang matang sehingga seolah-olah berjalan dengan sendirinya. Pada umumnya pembentukan kebiasaan itu dibantuoleh refleks-refleks, maka refleks itu menjadi khas dasar dari pembentukan kebiasaan. Akhirnya, kebiasaan itu berlangsung dengan sendirinya secara otomatis dan mekanis, terlepas dari pemikiran dan kesadaran, namun sewaktu-waktu pikiran dan kesadaran bisa difungsikan laki untuk memberikan pengarahan baru untuk pembentukan kebiasaan baru yang lainnya.35 Adat yang telah menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang yang hidup didalamnya. Semua kebiasaan baik dan buruk akan menjadi adat kebiasaan karena adanya suatu kecendrungan hati terhadapnya danmenerima kecendrungan tersebut dengan disertai perbuatan berulang-ulang. Kebiasaan tersebut ditentukan oleh lingkungan sosial, kebudayaan dan dikembangkan manusia sejak lahir. Adat merupakan
32
M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 89-91. Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), cet.I, h. 11. 34 M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 85. 35 M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 86-88. 33
28
hukum-hukum yang ditetapkan untuk mengatur hubungan perorangan, hubungan masyarakat dan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia. 5) Kehendak dan Takdir a) Kehendak Kehendak menurut bahasa (etimologi) adalah kemauan, keinginan, dan harapan yang keras. Kehendak yaitu fungsi jiwa untuk mencapai sesuatu yang merupakan kekeuatan dari dalam hati, yang bertautan dengan pikiran dan perasaan. Kehendak merupakan salah satu fungsi kejiwaan dari kekuatan aktivitas jiwa dalam kelompok trikotomi yang dinamakan konasi. Sesuatu kekuatan yang dapat melakukan gerakan, kekuatan yang timbul dari dalam diri manusia. Melakukan sesuatu perbuatan yang diinginkan maupun yang dihindari itu dinamakan dengan kehendak. Kehendak adalah sesuatu kekuatan yang mendorong melakukan perbuatan untuk mencapai suatu tujuan, baik tujuan tersebut yang bersifat positif maupun negatif. Kehendak merupakan sesuatu kekuatan dari beberapa kekuatan, seperti listrik dan magnet. Penggerak itu timbul kemudian menghasilkan kehendak dan segala sifat manusia. Kehendak mempunyai dua macam perbuatan, yaitu: (1)
Perbuatan yang menjadi pendorong, yaitu kadang-kadang mendorong kekuatan manusia agar melakukan sesuatu perbuatan seperti membaca, mengarang, melukis atau pidato.
(2)
Perbuatan menjadi penolak, yaitu terkadang mencegah perbuatan-perbuatan di atas seperti dengan melarang berkata atau berbuat. Kekuatan kehendak adalah rahasia kemenangan dalam hidup dan tanda bukti
bagi orang-orang yang besar. Apabila kehendak itu sakit dan cenderung kehendak tersebut ditunjukan kepada keburukan, maka kehendak tersebut dapat diobati dengan beberapa macam, di antaranya: (1)
Bila kehendak itu lemah, dapat diperkuat dengan latihan.
(2)
Kehendak dihidupkan dengan agama, dengan menjalankan syari‟at sehingga dapat terbimbing kepada hal yang baik.
29
(3)
Memperkenalkan jiwa pada jalan yang baik dan menghindari jalan yang buruk menurut ajaran agama. Allah SWT yang Maha Kuasa di seluruh alam semesta ini. Dia mengatur
segala sesuatu dengan kebijaksanaan dan kehendak-Nya, maka dari itu semua yang terjadi di alam semesta ini berjalan sesuai dengan kehendak yang telah direncanakan. Sejak semula Allah telah membuat peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dalam alam dan berjalan sesuai kehendaknya masing-masing. Allah yang menciptakan dan bebas memilih siapa pun dari makhluk-Nya sesuai dengan apa yang telah dikehendaki, karena Dia adalah pengatur secara mutlak. Tidak satu pun diantara makhluk-Nya mampu memiliki hak untuk memilih sesuai dengan kehendak-Nya. Allah berfirman:
( “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yunus/10 ayat 107). Dari ayat di atas, Allah berkehendak mengatur seluruh lingkungan kerajaanNya, ini adalah hak mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Apabila seorang itu ditimpa bencana, tidak ada yang dapat menyelamatkannya selain Allah. Dan sebaliknya, apabila Allah menghendaki seseorang memperoleh kebaikan, tidak satu pun juga yang dapat menghalangi-Nya. Kehendak
bukanlah
sesuatu
kekuatan,tetapi
merupakan
tempat
penerapanseluruh kekuatan. Tuhan telah menciptakan dengan kehendak. Oleh karena itu, yang disebut dengan kehendak dalam diri pada hakikatnya adalah sesuatu kekuatan Tuhan, jika ada rahasia yang dapat dipelajari di balik misteri dunia, rahasia itu adalah kehendak-Nya.
30
b) Takdir Takdir adalah ketetapan Tuhan, sesuatu yang telah ditetapkan tuhan sebelumnya atau nasib manusia. Secara bahasa, takdir adalah ketentuan jiwa, yaitu sesuatu peraturan tertentu yang telah dibuat Allah swt., baik dari aspek struktural maupun dari aspek fungsional unutk segala yang ada di alam semesta ini. Imam Nawawi,memberikan definisi takdir sebagai sesuatu yang maujud ini adalah kehendak Allah, telah digariskan sejak zaman qidam dahulu. Allah Maha Mengetahui apasaja yang akan terjadi atas segala sesuatu dalam waktu yang telah ditentukan sesuai dengan garis yang telah ditentukan-Nya. Berbagai macam peristiwa yang terjadi di alam ini, ada yang sehat, sakit, miskin, kaya,susah, senang, dan lain sebagainya merupakan takdir Tuhan. Tidak ada yang bisa melampaui kekuasan-Nya, segala kejadian yang telah terjadi maupun yang akan terjadi telah digariskan menurut garis yang telah ditentukanNya. Garis takdir itu gaib bagi manusia, tak seorang pun yang mengetahui takdir yang telah ditentukan Tuhan bagi dirinya, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya besok. Walaupun takdir telah ditentukan, namun tuhan juga memberi kuasa kepada makhluk ciptaan-Nya agar berusaha dan berikhtiar. Allah berfirman:
)
(
“. . . Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”(Q.S. Ar-Ra‟d/13 ayat 11).
31
Ada enam tingkatan Tuhan menciptakan kadar dan takdir-Nya, yaitu sebagai berikut: 1)
Kadar yang diciptakan Allah pada Azal. Sebelum terjadi segala sesuatu, belum ada langit dan bumi, belum ada surga dan neraka. Dikala itu Allah telah menjadikan qadar untuk membuat alam dengan sebaik-baiknya.
2)
Pentakdiran sebelum terjadinya langit dan bumi, sedangkan ‟arsy sudah diciptakan.
3)
Pentakdiran yang dilakukan Tuhan tentang celaka dan bahagia yang ditentukan Tuhan sebelum manusia dijadikan.
4)
Qadar yang ditemukan Tuhan terhadap manusia tentang amal,kecelakaan dan kebahagiaan ketika di dalam rahim ibu.
5)
Pentakdiran yang dilakukan Tuhan disetiap malam qadar, pentakdiran ini dinamakan pentakdiran Hauly (takdir Tuhan).
6)
Takdir yang ditemukan Tuhan untuk setiap hari atau takdir Yaumy. Keenam takdir ini sudah diatur oleh Allah sedemekian elok, dan adil,
sehingga manusia dan seluruh makhluk tinggal menjalaninya sesuai dengan hukum alam yang telah berlaku. Makna takdir adalah sesuatu peraturan tertentu yang telah dibuat oleh Allah untuk segala yang ada di alam semesta yang maujud. Peraturan-peraturan tersebut merupakan undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang diikatkan di dalamnya antara sebab dengan masalahnya, dan antara sebab dan akibatnya. Hal itu diciptakan supaya kekuatan dan kecakapan manusia itu dapat dicapai untuk menyadari adanya ketentuan dan peraturan-peraturan Tuhan yang dilaksanakan untuk membina dan membangun akhlak baik dengan bersendikan ajaran-Nya.36
36
M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 92-97.
32
2.
Ziki Guru Bura
a.
Pengertian Ziki Guru Bura Secara etimologi, ziki guru bura adalah gabungan dari tiga suku kata yang
dari tiga bahasa yang berbeda yaitu bahasa Arab, Indonesia dan bahasa Bima (Nggahi Mbojo) sehingga gabungan ketiga suku kata tersebut anggap sebagai bahasa Mbojo (Bima). 1) Ziki, berasal dari bahasa Arab yang asal katanya dari dzikir artinya mengingat, oleh masyarakat Mbojo menyebutnya dengan ziki karena masyarakat Mbojo dalam percakapannya sehari-hari jarang menggunakan huruf konsonan pada akhir suatu suku kata,37 itu dibuktikan dengan hampir semua nama kampung di dana Mbojo huruf akhirnya tidak menggunakan huruf konsonan. Ziki dalam kehidupan masyarakat Mbojo sendiri diidentik dengan berkumpul dalam sebuah majelis untuk melaksanakan ngaji atau do‟a bersama.38 2) Guru adalah bahasa Indoneria yang memiliki makna sebagai sesorang yang menyampaikan ilmu dan pendidikan serta seseorang yang dapat dijadikan sebagai teladan yang baik. 3) Bura berasal dari bahasa Bima sendiri yang arti sempitnya adalah putih, suci, bersih, sedang dalam arti luasnya adalah kebaikan yang mengantarkan kepada kesucian dan kemurnian. Menurut Ahmad Zakaria, ziki guru bura (dzikir dari guru putih) adalah sejenis gurindam (gurindam dua belas milik Raja Ali Haji yang sangat terkenal dalam kesusuteraan melayu lama) yang bercerita tentang keluhuran akhlak dan bekal bagi hidup masa depan (akhirat), secara etimologi dziki berasal dari kata dzikir karena lidah orang bima cenderung menghilangkan akhiran suatu kata atua kalimat dalam bertutur hingga dzikir di sebut dziki, yang bermakna mengingat. Mengingat akan kehidupan yang lebih suci (bura: putih) yang telah diajarkan oleh para guru yang mendapatkan predikat mursyid. Menurut Khotib To‟i, ziki guru bura atau yang akrab juga disebut sebagai dali dou mbojo adalah Syair yang di dalamnya memuat pesan-pesan moral untuk 37
Wawancara dengan Ahmad Zakaria selaku orang asli sape (sekarang di Jakarta) yang terlebih dahulu mendalami dan mengkaji tentang ziki guru bura. Pada hari jum‟at tanggal 16 November 2012, jam 2siang. 38 Wawancara dengan Hanafi (skripsi dan tesisnya membahas tentang budaya Mbojo). Pada hari rabu tanggal 21 November jam 8 malam.
33
mengatur kehidupan masyarakat Bima, menyampaikan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam al-Quran dan hadits sebagai sumber utama ajaran Islam dengan syair, yang dalam bahasa Bimanya adalah kapatu.39 Menurut penulis, ziki guru bura adalah syair yang bersifat tasawuf, seperti halnya syair-syair yang diciptakan oleh Hamzah Fansuri40 dalam menggambarkan proses penghambaan diri manusia kepada Allah swt., sehingga menjadi insan kamil. Di dalam ziki guru bura termuat tatanan dan peraturan hidup atau falsafah hidup bagi masyarakat Mbojo dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam segi duniawi maupun ukhrawi. Jadi, secara terminologi, ziki guru bura adalah syair yang di dalamnya termuat ajaran-ajaran yang dijadikan sebagai falsafah hidup dan petuah bagi masyarakat yang disampaikan oleh seorang yang telah mendapatkan gelar mursyid yang dapat dijadikan sebagai contoh teladan yang baik dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. b. Sejarah dan Perkembangan Ziki Guru Bura Pada masa kesultanan Sultan Ismail (1819-1854 M.), syair atau yang biasa disebut oleh dou Mbojo sebagai dali dibuat atau disampaikan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat yang religious dan cinta tanah air. Karena pada tanggal 11 April 1815 waktu itu terjadi kejadian dahsyat yang meluluh lantahkan pulau Sumbawa yaitu meletusnya gungung Tambora selama 3 hari 2 malam41 yang mengakibatkan sekitar setengah dari penduduk yang ada di pulau Sumbawa meninggal dunia. Dan masyarakat yang mayoritasnya sebagai petani tidak bisa bertani dan berladang selama lima tahun sehingga didera kelaparan yang berkepanjangan. Akibatnya, kekayaan masyarakat seperti emas, tembaga, dijual dengan harga yang tidak seberapa dan banyak terjadi pelanggaran sosisal 39
Wawancara dengan pak Idham atau akrab dipanggil dengan Khotib to‟i, Jum‟at tanggal 22 Maret 2013 di Sape. 40 Hamzah Fansuri adalah seorang sufi yang berasal dari KotaBarus di Aceh Barat Daya yang diperkirakan hidup sebelum tahun 1630-an. Selanjutnya baca, M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 31-36. 41 Abdullah Tajeb BA., Sejarah Bima Dana Mbojo,(Jakarta: PT Harapan Masa PGRI Jakarta, 1995), cet.I, h. 236.
34
seperti menjual anak-istri kepada para pendatang hanya untuk memenuhi kebutuhan makan pada saat itu.42 Selain itu juga, sekitar tahun 1830 yaitu hampir sezaman dengan syair-syair yang dikarang oleh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi di Malaka dan Singapura, dan oleh Syaikh Abdullah Al-Misri di Batavia. Ketika itu syair-syair di Bima ditulis untuk menceritakan kisah-kisah kesaksian dan menggambarkan kehidupan di Kerajaan dan masyarakat Bima. Dalam mengisahkan tentang lingkungan pengarang syair itu sendiri menceritakan tentang hal-ihwal kaum bangsawan Bima dan para pembesar kerajaan dan tugasnya masing-masing serta para kerabatnya.
43
Pada akhir abad ke XIX, syair di Bima tersebar dan berkembang
hampir diseluruh daerahnya terutama di daerah Bima bagian timur yang oleh masyarakatnya mengenalnya dengan istilah ziki guru bura atau dali dou mbojo. Tidak banyak yang tau pasti bagaimana terciptanya istilah ziki guru bura. Khotib To‟i berpendapat bahwa istilah ziki guru bura berawal dari meninggalnya seorang mubaligh yang menyebarkan ajaran Islam dengan syair di daerah Bima bagian timur (sape dan sekitarnya). Nilai-nilai dan pesan akhlak yang beliau sampaikan dengan syair sebagai kenangan dan ingatan sendiri bagi masyarakat. Selama hidupnya, tidak ada yang meragukan kesalehan dan kebaikannya kepada masyarakat serta akhlaknya menjadi panutan bagi masyarakatnya. Kain kafan berwarna putih yang membungkus jasadnya dianggap sebagai simbol untuk memulai keidupan baru yang sebelumnya harus dipersiapkan oleh kita dikehidupan sekarang.44 Seiring dengan perkembangannya, ziki guru bura dijadikan sebagai metode dakwah yang sangat efektif kepada masyarakat Bima. Karena dalam pelaksanaannya, masyarakat senang dengan pesan-pesan akhlak yang termuat
42
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kerajaan Tradisinoal di Indonesia: Bima, (Jakarta: CV. Putra Sejati Raya, 1997), h. 91-92. 43 Henri Cambert-Loir, Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2004), cet. II, h. 232. 44 Wawancara dengan pak Idham atau akrab dipanggil dengan Khotib To‟i, Jum‟at tanggal 22 Maret 2013 di Sape.
35
dalam al-Quran dan hadits dijabarkan kedalam syair-syair yang menyentuh dan mudah dipahami oleh masyarakat, bahkan orang yang menyampaikan ziki guru bura tersebut sering diminta untuk memberikan fatwanya dalam permasalahan yang terjadi di kalangan masyarakat. Hal seperti ini terlaksana dalam masyarakat sekian lama sehingga masyarakat teratur dan tentram karena banyak paran tokoh teladan yang dijadikan contoh dan model dalam berakhlak.
45
Akan tetapi pada
awal tahun 19-an terjadi banyak perang saudara di Bima yang dipropagandakan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu yang mengakibatkan banyak para tokoh agama turun langsung dalam peperangan sehingga sempat fakum sampai awal tahun 90an karena banyak para tokoh agama tersebut meninggal dunia.46 Dan tidak banyak generasi pada waktu itu yang tidak paham dengan ziki guru bura baik dalam teori maupun praktiknya. Dewasa ini, tidak banyak masyarakat yang mengetahui apa dan bagaimana itu ziki guru bura. Bahkan ketika dilaksanakannya ziki guru bura tersebut, masyarakat banyak yang tidak mengetahui itu adalah ziki guru bura yang telah menjadi adat dan kebiasaan masyarakat dahulu. Dan sangat disayangkan juga, para pemimpin yang mengatur daerah secara organisir tidak mengetahui pula tentang ziki guru bura. Hanya bebrapa masyarakat dari kaum tua saja yang mengetahui tentang hal ini. Walaupun begitu, dari beberapa masyarakat yang mengetahuinya masih melaksanaknnya dalam beberapa acara adat untuk meberikan nasihat dan peringatan serta melestarikan adat dan potensi kearifan lokal pada masyarakat.
45
Wawancara dengan pak Idham atau akrab dipanggil dengan Khotib to‟i, Jum‟at tanggal 22 Maret 2013 di Sape. 46 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kerajaan..., h. 99-108.
36
3.
Sekilas Tentang Mbojo (Bima, NTB)
a.
Geografis
1) Letak dan Luas Daerah Bima berada di ujung Timur Pulau Sumbawa, salah satu pulau di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, selain Pulau Lombok dan pulau kecil lainnya. Luas wilayah Bima pada saat sekarang diperkirakan 4.596,90 km² atau 1/3 dari luas Pulau Sumbawa. Bima terletak di tengah-tengah Kepulauan Nusantara dan di tengah-tengah gugusan pulau-pulau yang sebelum tahun 1950 bernama Sunda Kecil (Bali, NTB, dan NTT sekarang). Samudera Indonesia di Selatan, Laut Flores di Utara, Kabupaten Dompu dan Kabupaten Sumbawa di Barat, dan Selat Sape di Timur.47
Peta Bima NTB Secara sosiologis dan antropologis budaya, Pulau Sumbawa tiga kali lebih luas dari Pulau Bali, dihuni oleh dua kelompok etnis, yaitu; etnis Samawa (Tau Samawa) yang menghuni bagian Barat (Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat) dan etnis Mbojo (dou Mbojo) di bagian Tengah dan Timur (Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu). Pulau Sumbawa menjadi sangat penting mengingat keberadaannya di antara dua keyakinan ideologi yang berbeda, yaitu; antara keyakinan agama Hindu (Bali) dan Kristen (Flores, NTT). 47
M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam di Dana Mbojo (Bima) (1540-1950), (Bogor: CV Binasti, 2008), h. 11.
37
2) Keadaan Alam Alam Bima mempunyai keelokan tersendiri, di sepanjang pesisir terdapat banyak teluk. Dari sekian banyak teluk, yang paling menonjol adalah Teluk Bima, Teluk Sape, Teluk Waworada, ketiga teluk itu sejak abad 11 M48 telah berperan sebagai pelabuhan alam yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai penjuru negeri.49 Daratan yang unik dengan gugusan pegunungan dan perbukitan yang sejuk. Di antara gugusan pegunungan itu, terdapat gunung berapi yang paling terkenal yaitu Gunung Tambora, pada tanggal 11 April tahun 1815 meletus dengan dahsyat dan menghancurkan Kerajaan Tambora, Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Pekat. Selain Gunung Tambora, terdapat pula Gunung Sangiang50 yang terletak di daerah bima bagian utara (sekarang Kec. Wera). Luas dataran rendah ± 30% dari luas wilayah Bima, dulu dikenal subur, namun kini berubah kering, akibat kemarau setiap tahunnya. Lahan pertanian beralih fungsi sebagai daerah pemukiman dan perkantoran, akibatnya wilayah Bima semakin sempit dan berkurang. 3) Sosial Budaya Selain masyarakat pribumi (Dou Mbojo), daerah Bima juga didiami oleh pendatang-pendatang yang terdiri dari beragam suku (etnik) seperti Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, Sasak dan Manggarai yang mendiami daerah pesisir pantai.51 Menurut M. Hilir Ismail, Suku Mbojo dikenal sebagai suku yang taat agama, hampir seluruh masyarakat menganut agama Islam. Suku Mbojo memiliki pandangan hidup “Maja Labo Dahu”. Malu dan takut melanggar larangan agama dan adat-istiadat.52 Jika terdapat masyarakat melanggar norma agama dan adat, 48
Abad 11 M, perkembangan politik di Nusantara bagian Barat memberi peluang bagi Bima untuk memanfaatkan potensi geografis yang dimilikinya. Pada masa pemerintahan Raja Erlangga politik ofensif Sriwijaya berakhir, sehingga antara kedua kerajaan besar terjalin perdamaian. Erlangga berusaha memajukan perniagaan di Nusantara bagian Timur melalui jalur selatan. Akibatnya perairan laut Flores menjadi ramai, dan pelabuhan Bima yang tenang menjadi pusat niaga di Nusantara. 49 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 12. 50 Abdullah Tajeb, Sejarah Bima Dana Mbojo...,h. 9-12. 51 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kerajaan..., h.16 52 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 13.
38
misalnya, laki-laki beristri selingkuh (zina) dikenakan hukum agama (dera)53, hukum adat (senda)54, dan sangsi sosial (dikucilkan atau diusir). Penduduk asli Bima yang masih bertahan dengan adat dan budaya tersendiri adalah suku Donggo (dou Donggo). Mereka bermukim di sepanjang pesisir Utara Bima, sebagian besar mendiami daerah pegunungan di sebelah Barat Kota Bima, mereka disebut dou Donggo (Orang Pegunungan). Jumlah mereka tidak sebanyak suku Mbojo, mereka sekitar 15%.55 Orang Donggo terbagi menjadi dua kelompok, dou Donggo Ipa (Barat) di sekitar Gunung Ro‟o Salunga dan Gunung Soromandi. Sementara di sekitar Gunung Lambitu disebut dou Donggo Ele (masyarakat Donggo Timur). Pendatang yang berabad-abad telah bermukim di Bima adalah suku Makassar, Bugis, Melayu, dan Arab. Jumlah mereka sekitar 10% dari keseluruhan masyarakat Bima. Kehadiran suku Melayu bersamaan dengan berdirinya Kesultanan di Bima, pada tanggal 5 Juli 1640.56 Secara bersamaan, etnis Cina pun ikut datang ke Bima, Jumlah mereka jauh lebih sedikit dari etnis pendatang lain, sekitar 5%. Mereka terkenal sebagai pedagang dan pengusaha. Dan sejak abad ke-16 oleh Raja Ma Nggampo Jawa57 membuka lahan pertanian baru secara luas dan diperuntukkan bagi rakyat umum. Oleh karena itu, mata pencahariaan pokok masyarakat Bima sejak dahulu adalah bertani. Masyarakat menanam padi, kacang, jagung, kemiri, dan bawang dalam jumlah besar. Tanaman lain adalah kapas, indigo, langa, dan kasumba untuk bahan pewarna merah dan oranye. Hasil lain adalah garam, yang merupakan bahan ekspor yang penting.58
53
Hukuman di dera merupakan hukum syariat dalam Islam; dipukul atau dicambuk. Senda adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku pembunuhan, penganiyaan, mencuri dalam istana, melanggar susila dalam istana, perzinaan, dan perbuatan makar. Juga diartikan sebagai hukum pembuangan atau diasingkan dari masyarakat umum, atau dijatuhi hukuman mati. (A. Tajib, 1995:203). 55 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 14. 56 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 15. 57 Ma Nggampo Jawa berarti “yang menghimpun Jawa”. Raja Bima yang juga merangkap menjadi Raja di Jawa. 58 Siti Maryam R. Salahuddin, Hukum Adat. Undang-Undang Bandar Bima, (Mataram: Lengge, 2004), h. 128-129. 54
39
b. Motto dan Pegangan Hidup Masyarakat Etika dalam kehidupan dou Mbojo dapat dikenal melalui penelusuran makna sesanti59 dan beberapa motto yang sudah ada sejak zaman kesultanan Bima. Ajaran tersebut merupakan tuntunan tata kehidupan yang beradab dan dilandasi nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat serta mengandung norma-norma sebagai prisai rohani dan sara pengendalian diri bagi setiap dou Mbojo. Sesanti kehidupan dou Mbojo terungkap dalam bahasa Bima (Nggahi Mbojo) yang berbunyi : “Maja Labo Dahu”. Dalam sesanti tersebut ada dua kata kunci, yaitu : Maja dan Dahu. Secara harfiah, Maja berarti “malu” dan Dahu berarti “takut = takwa”.60 Maja Labo Dahu berisi perintah kepada seluruh lapisan masyarakat yang telah mengikrarkan kalimat tauhid untuk mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam urusan ibadah maupun muamalah. Karena sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah, mereka harus merasa malu dan takut kepada Allah, pada manusia yang lain (masyarakat), alam, lingkungan dan pada dirinya sendiri untuk melakukan hal-hal yang melanggar ajaran Islam.61 Sesanti “Maja Labo Dahu” yang merupakan sumber ajaran etika dalam kehidupan masyarakat Bima, aktualisasinya dijabarkan dalam berbagai motto yang merupakan wahana pendorong semangat dan kegigihan tekad untuk berbuat baik, berwatak kesatria, memupuk rasa solidaritas sosisal, mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi, menjaga kelestarian alam, dan banyak yang lainnya. Motto yang berasal dari sesanti “Maja Labo Dahu” tersebut telah menjadi etika pemerintahan adat Dana Mbojo.62
59
Sesanti adalah suatu ajaran etika yang mengandung nilai-nilai utama yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. 60 Djamaluddin Sahidu, Kampung Orang Bima, (Mataram: 2008), cet. II, h. 52-53. 61 M. Hilir Ismail, Menggali Pustaka Terpendam (Butir-Butir Mutiara Budaya Mbojo), (Bima: 2001), h. 46-47. 62 Djamaluddin Sahidu, Kampung Orang Bima...,h. 55.
40
Berikut
adalah
beberapa
motto
dalam
kehidupan
masyarakatdan
pemerintahan Bima yang diungkapkan dalam bahasa Bima : 1)
Tahora nahu, sura dou labo dana, yang bermaksud mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi atau golongan. Motto ini diucapkan oleh seorang pemimpin dalam mengemban tugas yang telah dititipkan oleh orang banyak kepadanya.
2)
Su‟u sa wa‟u tundu sa Wale, yang bermaksud seberat apa pun tugas dan kewajiban itu harus dijunjung dan dilaksanakan. Hal inilah yang menjadi sikap kesatria yang dikenal sebagai ciri,watakdan semangat kerja dou Mbojo (Masyarakat Bima).
3)
Taki ndei kataho, ana di wangga ndei toho, yang bermaksud betapapun seorang pemimpin mencintai anak-istrinya, namun tugas dan amanat yang telah dititipkan kepadanya harus diutamakan.
4)
Ka tupa taho, sama tewe sama lembo, yang bermaksud semangat gotong royong (ringan sama dijinjing berat sama dipikul). Hal seperti ini membentuk watak masyarakat menjadi cinta kebersamaan dan solidaritas sosial.
5)
Ntanda sama eda sabua, yang bermaksud bahwa semua warga masyarakat itu pada dasarnya mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Tidak ada perbedaan dalam pemberian pelayanan antara yang kaya dengan yang miskin, status, jabatan dan sebagainya. Pemimpin hendaknya memberikan pelayanan yang sama kepada warganya tanpa pandang bulu. Hal ini mencerminkan sikap kepemimpinan masyarakat Bima yang adil, membina persatuan dan kesatuan.
6)
Ndinga pahu labo rawi, mengandung pengertian bahwa seseorang akan mendapatkan hasil sesuai dengan usahanya. Hal ini sebagai motivasi dan pendorong masyarakat Bima dalam bekerja dan berikhtiar untuk mendapatkan hasil yang maksimal sesuai dengan yang direncanakan.
7)
Nggahi rawi pahu, mengandung pengertian bahwa apabila seseorang telah menyatakan tekad atau sesuatu janji maka harus diiringi dengan kerja keras agar apa yang telah diucapkan atau dijanjikan dapat dilaksanakan,
41
dan apabila ia ingkar dengan apa yang telah dijanjikannya atau perkataannya tidak sesuai dengan perbuatannya, maka seumur hidupnya tidak akan dipercaya oleh orang. Hal ini sebagai pengingat agar masyarakat Bima selalu berusaha untuk berkata yang baik dan berhati-hati dengan ucapannya agar tidak menjadi bumerang baginya kelak. 8)
Renta ba rera, ka poda na ade, ka rawi ba weki, mengandung pengertian bahwa apa yang diucapkan harus diyakini kebenarannya dan sanggup dikerjakan oleh anggota badan. Hal tersebut sebagai pembina sikap masyarakat Bima agar selalu bertanggungjawab, mentaati peraturan, dan menepati janji.63
c.
Mbojo Dulu, Kini dan Esok Mbojo (Bima, NTB) terletak di tengah jalur maritim yang melintasi
Kepulauan Indonesia, sehingga menjadi tempat persinggahan penting dalam jaringan perdagangan Malaka ke Maluku. Sejumlah peninggalan (prasasti dan catatan BO) membuktikan pelabuhan Bima telah disinggahi sekitar abad ke-10 M. Ketika orang-orang Portugis mulai menjelajahi Kepulauan Nusantara, Bima telah menjadi pusat perdagangan yang berarti.64 Dalam catatan BO Istana, dikatakan, bahwa Bima telah melewati berbagai macam sistem politik pemerintahan. Dimulai dari Masa Naka (zaman prasejarah),65 pada abad VIII M. Bima sudah berinteraksi dengan Raja Sanjaya66 di Jawa Tengah.67 Kemudian, masa Ncuhi (proto-sejarah). Kata Ncuhi berasal dari bahasa Mbojo yang sinonim dengan kata “Ncuri”68 dan kata “Suri”69. Secara terminologis kata Ncuhi mengandung dua pengertian. Pertama; kepala suku atau 63
Djamaluddin Sahidu, Kampung Orang Bima...,h. 55-61 Henri Chambert Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, BO‟ Sangaji Kai. Catatan Kerajaan Bima, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), h. xiii-xiv. 65 Hasil penelitian para arkeolog dari Balai Arkeologi Denpasar Bali yang melakukan penelitian pada Situs Wadu Nocu Renda (Prasasti batu tempat menumbuk padi di desa Renda) dan Wadu Nocu Ncera (Prasasti batu tempat menumbuk padi di desa Ncera) Kecamatan Belo, diketahui bahwa kehidupan telah dimulai sekitar 2500 tahun silam atau ± 500 tahun SM. 66 Tidak disebutkan dari kerajaan mana. Tercatat dalam BO ketika itu Bima dikalahkan oleh Raja Sanjaya di Jawa Tengah. 67 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 19. 68 “Ncuri” artinya, tunas baru yang tumbuh dari dahan utama. 69 “Suri” artinya, tunas yang baru tumbuh atau mekar. 64
42
pemimpin agama. Kedua, Ncuhi adalah nama suatu zaman yang berlangsung sejak abad ke-8 M sampai dengan berlakunya sistem pemerintah kerajaan pada abad ke11 M.70 Dari masa Naka dan Ncuhi, sistem pemerintahan Bima beralih menjadi sistem Kerajaan. Kerajaan dipimpin oleh seorang tokoh yang dipilih melalui “mbolo ro dampa” (musyawarah). Tokoh terpilih diberi gelar “Sangaji” (Raja), dalam menjalankan tugas raja harus berpedoman pada norma agama dan sistem adat istiadat yang telah dianut bersama. Pemerintah kerajaan berubah perlahan bersamaan dengan masuknya Islam di tanah Bima. Pada tanggal 15 Rabi‟ul Awal 1030 H (7 Februari 1620), Putra mahkota (Jena Teke) La Ka‟I (Abdul Kahir) dan tiga orang saudaranya mengucapkan dua kalimat syahadat dihadapan para mubalig tersebut. Sejak saat itu pemerintahan dijalankan berdasarkan Islam yang berlangsung selama ± 310 tahun. Masuknya Islam telah membawa dampak dan pengaruh yang besar pada corak pemerintahan dan tatanan sosial masyarakat Bima. Dari catatan BO Istana dikatakan, pada tanggal 11 Jumadil Awal 1028 H (26 April 1618) Islam pertama kali masuk melalui Sape. Mubalig yang bernama Daeng Mangali bersama tiga orang utusan Sultan Gowa datang menyampaikan berita bahwa Raja Gowa, Tallo, Luwu, dan Bone telah memeluk Islam, dan kerajaan Bima diharapkan mengikuti jejak mereka.71 Kedatangan mubalig Islam itu tertulis di dalam kitab BO sebagai berikut: “Hijratun Nabi SAW 1028 hari bulan Jumadil-awal telah datang dipelabuhan Sape saudara Daeng Mangali di Bugis Sape dengan orang Luwu dan Tallo dan Bone untuk berdagang. Kemudian pada malam hari datang menghadap Ruma Bumi Jara yang memegang Sape untuk menyampaikan Ci‟lo kain bugis dan keris serta membawa agama Islam Kerajaan Gowa. Dan Tallo, dan Luwu, dan Bone sudah masuk Islam dan Daeng Malabo dan keluarganya sudah masuk Islam seluruhnya…..,”. Pada masa sekarang Bima merupakan salah satu kabupaten dari enam kabupaten yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sistem politik dan pemerintah telah mengalami perubahan. Perubahan adalah kemajuan diakibatkan pembaruan yang dilakukan masyarakat itu sendiri. Pemerintah dan masyarakat 70 71
M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 21. M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 56-65.
43
Bima saat ini tengah dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan yang terus berubah dan asing. Dan unsur kebudayaan tersebut perlahan menjadi satu budaya baru yang diterima sebagai budaya sendiri. d. Sejarah Masuknya Islam di Dana Mbojo Para penulis sejarah Barat dan Indonesia berpendapat bahwa agama Islammasuk ke Indonesia dibawa oleh orang arab sendiri.72 Di Dana Mbojo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bima sendiri terdapat masalah yang timbul disebabkan kurangnya informasi-informasi atau referensi-referensi dari catatancatatan lokal Mbojo tentang bagaimana sejarah dan proses masuknya Islam di Dana Mbojo. Untuk membantu menjelaskan sejarah masuknya Islam di Bima terdapat dua sumber catatan lokal Mbojo yang dapat kita pedomani yaitu catatan BO Istana dan BO Melayu.73 Dari sumber yang pertama (BO Istana) hanya mencantumkan keterangan bahwa masuknya Islam di Dana Mbojo, itu ditandai dengan kehadiran para Muballig dari Tallo, Luwu dan Bone di Sape (nama daerah di ujung timur Bima) pada tanggal 11 Jumadil Awal1028 H. (26 April 1618 M.), para Muballigh itu adalah Daeng Mangali dari Bugis bersama tiga orang masing-masing berasal dari Tallo, Luwu dan Bone. Dimana kehadiran mereka atas perintah Sultan Gowa untuk manyampaikan berita bahwa Raja Gowa, Tallo, Luwu dan Bone sudah memeluk agama Islam. Kemudian diberitakan pula bahwa pada tanggal 15 Rabi‟ul Awal 1030 H. (7 Februari 1621), Putra Jena Teke La Ka‟I bersama pengikutnya mengucapkan dua kalimat Syahadat dihadapan para Muballigh itu.74 Dari peristiwa itu, keempat orang petinggi kerajaan tersebut mengganti nama sesuai nama Islam: 1) La Ka‟i (Ruma Ma Bata Wadu) menjadi Abdul Kahir 2) La Mbila menjadi Jalaluddin 72
Abdullah Tajeb BA., Sejarah Bima Dana Mbojo...,h.105 BO adalah catatan lama kerajaan/kesultanan Bima, terkenal dengan BO‟ Sangaji Kai. Bo masih ada sampai sekarang ditulis tahun 1055 H (+ tahun 1645) masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (Sultan II), kemudian disalin ulang dan dilanjutkan oleh para sultan sesudahnya. 74 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam ..., h. 56. 73
44
3) Bumi Jara Mbojo Sape menjadi Awaluddin 4) Manuru Bata menjadi Sirajuddin, yang kemudian menjadi Sultan Dompu. Menurut silsilah ia adalah putera Ma Wa‟a Tonggo (Raja Dompu) dengan Isterinya, Puteri Raja Bima Ma Wa‟a Ndapa. 75 Dari sumber BO Melayu juga tidak memberikan informasi yang memadai, hanya menjelaskan tentang peranan Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro dalam penyiaran Islam di Dana Mbojo pada masa Sultan Abdul Kahir (Sultan Bima I). kemudian keterangan tentang
peranan Ulama Melayu anak cucu Datuk Ri
Bandang dan Datuk Ri Tiro dalam meneruskan perjuangan Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro yang sudah kembali ke Makassar. Untuk mengatasi kebuntuan yang ada, maka perlu penulis jelaskan catatan-cacatan lokal dari daerah yang pernah menjadi pusat penyiaran Islam pada abad 16 M, yaitu cacatan dari Demak dan Ternate.76 Berdasarkan keterangan dari cacatan lokal yang dimiliki, ternyata pada tahap awal kedatangan Islam di Dana Mbojo, peranan Demak dan Ternate sangat besar. Para Muballigh dan pedagang dari dua negeri tersebut silih berganti datang menyiarkan Islam di Dana Mbojo juga para pedagang Bima pun memliki andil dalam penyiaran Islam tahap awal. Secara kronologis penulis akan memaparkan proses kedatangan Islam di Dana Mbojo, yaitu sebagai berikut: 1) Tahap Pertama Dari Demak Sejak jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, Demak mengambil alih peranan Malaka sebagai pusat penyiaran Islam di Asia Tenggara, dan sejak itu pula Demak berhasil mengislamkan daerah-daerah di Jawa Barat dan di daerah-daerah Nusantara bagian timur seperti Ternate dan Tidore. Menurut Tome Pires yang berkunjung ke Bima pada tahun 1513 M. pada masa itu pelabuhan Bima telah ramai dikunjungi oleh para pedagang Nusantara, begitupun para pedagang Bima menjual barang dagangannya ke Ternate, Banda dan Malaka serta singgah disetiap pelabuhan di wilayah Nusantara. Kemungkinan para 75
M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, (Mataram: Lengge, 2004), cet. I, h. 52 76 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam ..., h. 56
45
pedagang Demak datang ke Dana Mbojo selain berdagang juga untuk menyiarkan Islam.77 2) Tahap Kedua Dari Ternate Ternate merupakan satu-satunya Negara Islam di Nusantara bagian timur, yang pada abad 16 M. muncul sebagai pusat penyiaran Islam. Menurut catatan Raja-Raja Ternate, pada masa pemerintahan Sultan Kahirun, Sultan Ternate ketiga (1536-1570) telah dibentuk aliansi Aceh-Demak-Ternate, dan juga telah dibentuk lembaga kerjasama Al Maru Lokalul Molukiyah yang diperluas istilahnya khalifah Imperium Nusantara. Aliansi ini dibentuk untuk meningkatkan kerjasama antara tiga Negara Islam itu dalam menyebarluaskan Islam di Nusantara, selain untuk kepentingan perniagaan.78 Pada Masa Sultan Babullah (1570-1583), Sultan Ternate keempat, usaha penyiaran Islam semakin ditingkatkan dan pada masa beliaulah, para muballigh dan pedagang Ternate meningkatkan dakwah di Dana Mbojo. Pada masa pemerintahan Sultan Babullah ini, Ternate meraih kejayaan dengan memperluas wilayah kekuasaan, sehingga kira-kira pada tahun 1850 M. menguasai kepulauan yang tidak kurang dari 72 banyaknya. Diantara 72 pulau (negeri) yang dikuasai Babullah disebutkan Sangaji Kore di Nusa Tenggara Barat dan Sangaji Mena Di Bali.79 Kemungkinan yang dimaksud dengan Sangaji Kore di Nusa Tenggara Barat dalam kutipan ini adalah nama lain dari Sanggar dan kalau kemungkinan itu benar, maka pada masa itu Kore (Sanggar) dan Dana Mbojo sudah didatangi oleh para muballigh Ternate untuk menyiarkan Agama Islam. Dari dua referensi dan catatan Raja-raja dan informasi BO‟ di atas, penulis memberikan sebuah kesimpulan bahwa Islam masuk dan menyebarkan sayap ke tanah Bima sekitar abad XVI lewat para muballigh dari Demak dan Ternate, namun permasalahannya adalah Islam yang datang dari dua daerah ini tidak menyentuh keluarga kerajaan akan tetapi sebatas dakwah kepada rakyat. Sehingga 77
M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam ..., h. 57-60 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam ..., h. 61 79 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam ..., h. 62-65 78
46
sampai masuknya abad XVII Islam tidak begitu berpangaruh di tanah Bima dan resminya Islam masuk di tanah Bima sekitar tahun 1621 yaitu pada tanggal 15 Rabi‟ul Awal 1030 H. (7 Februari 1621), yang ditandai dengan syahadatnya Putra Jena Teke La Ka‟I bersama pengikutnya dihadapan para Muballigh itu yang di utus oleh Sultan Alauddin Gowa, namun pada saat itu Bima dalam keadaan goncang (politiknya) karena La Ka‟I sedang dikejar oleh pamannya sendiri yaitu Salisi yang berambisi untuk menjadi Raja, dia (La Ka‟i) hendak dibunuh karena dianggap penghalang baginya untuk mewujudkan impiannya menjadi penguasa, hal itu terjadi setelah dia (Salisi) berhasil membunuh kakaknya La Ka‟I yang merupakan Putera Mahkota juga dari Raja Samara. Demi membantu penyiaran Islam di Bima, maka Jena Teke Abdul kahir meminta bantuan kepada Sultan Alauddin untuk membantu melawan Salisi dan tidak lama kemudian Sultan Alauddin mengirim ekspedisi untuk menyerang Salisi dan pengikutnya setelah misi perdamaian yang dikirim oleh Sultan Alauddin (Sultan I) di bawah pimpinan Lo‟mo Mandalle tidak berhasil, ekspedisi bersenjata dikirim dari Makassar sebanyak tiga kali.80 Dua ekspedisi tersebut gagal dan karena merasa keamanan Abdul Kahir terancam, maka Sultan Abdul Kahir beserta pengikutnya hijrah ke Makassar. Di Makassar beliau mendalami Islam dari tiga orang ulama Minangkabau yaitu Datuk Ri Bandang, Datuk Ri Tiro dan Datuk Ri Patimang. Kemudian tokoh muda Islam ini dinikahkan dengan puteri bangsawan Makassar, adik dari permaisuri Sultan Gowa yang bernama Daeng Sikontu, puteri Karaeng Kussuarang. Dari pernikahan itu lahir seorang putera yang diberi nama oleh orang Makassar “I Ambella” dengan nama Islam Abdul Khair Sirajuddin. Dialah yang kelak akan melanjutkan perjuangan ayahnya Abdul Kahir.81 Setelah lama meninggalkan tanah Bima dan pada akhirnya tokoh-tokoh masyarakat Bima datang untuk kembali meminta bantuan kepada sultan Makssar, maka sekitar tahun 1640 (Muharram 1050 H) dikirimlah ekpedisi yang ketiga di 80 81
M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima..., h. 60 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 79
47
bawah pimpinan Arrasulli (Karisulli) dan Jalaluddin (La Mbila). Ekspedisi ini berhasil mengalahkan kejahatan Salisi, Salisi bersama pengikutnya berhasil melarikan diri sampai ke Dompu. Ia terus dikejar oleh pengikut Abdul Kahir hingga Salisi terpaksa melarikan diri ke Desa Mata (wilayah Sumbawa) dan tinggal di Mata sampai dia meninggal.82 Setelah berita kemanangan Jamaluddin (La Mbila) terdengar di Makassar, maka Sultan Makassar II Muhammad Said (anak Sultan Alauddin pengganti ayahnya yang telah meninggal) mengirimkan Abdul Kahir dan Bumi Jara (Awaluddin) kembali ke tanah tumpah darah (Bima) tercinta dan setelah tiga bulan kemenangan ekspedisi ketiga, yaitu pada tanggal 15 Rabi‟ul Awal 1050 (5 Juli 1640 M) Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I oleh Majelis Hadat Dana Mbojo dan mulai saat itu berdirilah Negara Islam yang bernama Kesultanan berdasarkan ajaran Islam dan adat (sistim budaya) yang Islami.83 Jadi walaupun Islam di tanah Bima telah tersiar sejak abad XVI, namun baru diproklamirkan secara resmi pada abad XVII yaitu 5 Juli 1640 M. yang sampai sekarang dijadikan sebagai hari jadi Bima.
B. Hasil Penelitian yang Relevan Untuk mendukung penelaahan yang lebih mendetail, penulis berusaha melakukan kajian terhadap beberapa pustaka ataupun hasil pemelitian yang relevan dengan topik penulisan karya ilmiah ini. Buku-buku dan karya ilmiah yang sebelumnya pernah ditulis dan ditelusuri sebagai bahan perbandingan maupun rujukan dalam penulisan karya ilmiah ini, yakni: Dalam skripsi yang berjudul Pergeseran Budaya Rimpu (Cadar ala Mbojo) dan Pengarugnya terhadap Pendidikan Akhlak Remaja. Ditulis oleh Hanafi di Institut PTIQ Jakarta pada tahun 2008. Inti pembahasan dalam skripsi ini adalah Membahas tentang bagaimana budaya Bima (Mbojo) yang dikenal dengan budayanya yang kental dengan warna Islam sehingga apapun bentuk budaya dan kebiasaan asing sulit
82 83
M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima..., h.60 M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima..., h.81
48
untuk masuk ke dalam kebiasaan masyarakat Mbojo setempat (masa dulu). Dalam hal pakaian atau style, dou Mbojo dikenal dengan pakaiannya yang longgar dan menutup aurat yang disebut dengan Budaya “Rimpu84”. Budaya ini adalah budaya yang secara turun temurun yang diwasiatkan oleh nenek moyang Dou Mbojo terdahulu yang diproklamirkan sebagai budaya Mbojo yang Islami sejak tahun 1640 M. yang dipertahankan dan dilestarikan hingga sekarang karena budaya Rimpu ini terbukti mampu merubah dan menjaga kaum wanita dewasa (hawa) suku Mbojo dari hal-hal yang tidak diperkenankan oleh Islam seperti memamerkan aurat kepada yang bukan mahram dan hal-hal yang berbau maksiat dan mampu menjadikan gadis-gadis suku Mbojo sebagai perempuan yang berakhlak mulia. Budaya Rimpu ini sejalan dengan budaya dan kewajiban dalam Islam yaitu kewajiban menutup aurat atau berhijab (berjilbab) yang dalam AlQuran dan Hadis Nabi banyak kita jumpai perintah berjilbab atau menutup aurat, larangan memperlihatkan aurat kepada bukan mahram, berpakaian yang berbentuk (ketat) dan sejenisnya. Dalam buku yang berjudul Pantun Melayu; Titik Temu Islam dan Budaya Lokal Nusantara yang ditulis oleh Abd. Rachman Abror yang berisi 400 halaman dan dicetak pada tahun 2009. Buku ini membahas tentang bagaimana pantun merupakan salah satu generasi puisi Melayu tradisional yang paling akrab dengan kehidupan orang Melayu. Demikian dekatnya hubungan pantun dan manusia Melayu sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pantin adalah Melayu dari segi manusia dan dunianya. Karena itu, pantun menjadi sarana yang paling efektif dalam mendokumentasikan dan mensosialisasikan nilai-nilai luhur agama dan adat kepada masyarakat Melayu. Ajaran-ajaran kehidupan dan agama disampaikan dengan sesuatu kebiasaan masyarakat dan yang masyarakat senangi yaitu dengan berpantun. Menyampaikan beberapa ajaran agama dengan berpantun, masyarakat yang mendengarkan ajaran-ajaran yang disampaikan mudah dipahami sehingga dapat dilaksanakannya.
84
Rimpu adalah sejenis kerudung yang berbentuk cadar dari sarung tradisional (kain tenun) yang dipakai oleh kaum hawa untuk menutup aurat ketika meninggalkan kediaman.
49
Perbedaan dari tulisan pertama di atas dengan apa yang penulis teliti adalah terletak pada subyek yang diteliti yang pertama membahas tentang budaya rimpu (cadar/jilbab ala Bima) sedangkan penulis membahas tentang budaya Bima lainnya yaitu ziki guru bura (syair tasawuf yang terdapat di Bima). Yang membedakan dengan karya yang kedua di atas adalah obyek atau sasaran dari yang diteliti dan fokus pembahasannya.
C. Kerangka Berfikir Otonomi daerah memberikan paradigma baru bagi setiap daerah untuk menata kembali kehidupannya dalam segala aspek, seperti : keadilan, pemberdayaan dan penanggulangan kemiskinan, sosial budaya maupun agama serta peningkatan mutu pendidikan, dan yang paling pokok adalah otonomi pendidikan yang sesui dengan nilai-nilai luhur dan etika yang dianut oleh masyarakat setempat, sehingga mereka tidak tercerabut dari akar budayanya, dan pada sisi lain mereka mampu bersaing secara sehat dengan daerah lain di nusantara ini, disamping itu nilai-nilai yang baik ini bisa ditularkan kepada masyarakat lain di seluruh wilayah Indonesia. Maka, penulis menyimpulkan untuk sementara, bahwa ziki guru bura merupakan solusi untuk menjawab berbagai krisis kepercayaan sebagian besar peserta didik secara khusus dan masyarakat umunya terhadap perilaku pendidik yang terkadang tidak sejalan dengan ranah pendidikan yang mengusung nilai-nilai etika dan moral akhlak yang luhur. Karena guru adalah orang yang harus digugu dan ditiru, maka seyogyanya mereka bersikap dan berbuat sesuai dengan apa yang mereka ucapkan, sehingga peserta didik tidak hanya dijejalin dengan petuah-petuah kosong tentang akhlak, akan tetapi mereka (peserta didik) sangat membutuhkan akhlak yang hidup, yaitu contoh teladan (qudwatun hasanah/uswatun hasanah) yang lansung dari pendidik itu sendiri.
50
Ziki guru bura juga sarat dengan nilai-nilai pendidikan agama Islam dan nilai-nilai pendidikan nasional kita yang menjunjung tinggi warisan budaya yang baik dan benar. Karena budaya adalah cermin jati diri suatu bangsa, maka warisan budaya yang terkandung dalam kearifan lokal (local wisdom) harus dijaga dan dilestarikan. Orang yang tidak menghargai budaya sendiri adalah ciri orang yang tidak percaya diri, dan orang yang tidak percaya diri adalah termasuk orang yang lemah. Disamping itu masyarakat Mbojo menganggap falsafah ziki guru bura adalah sebagai cermin dari tata nilai yang menjadi kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Walaupun pada akhir-akhir ini nilai-nilai tersebut mulai terkikis ditengah kancah kehidupan masyarakat Mbojo itu sendiri, karenan disebabkan oleh desakan westernisasi, globalisasi budaya dan informasi yang tidak terkendali.
51
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Dalam penulisan karya Ilmiah ini, penulis melakukan studi kepustakaan tentang sejarah dan budaya peninggalan daerah Bima, dan melakukan proses penelitian di daerah Bima, yaitu tepatnya di kecamatan Sape, untuk mengumpulkan data yang penulis butuhkan, proses pengumpulan data dan menelitinya selama 4 (empat) bulan. Terhitung mulai tanggal 22 Januari 2013 sampai tanggal 22 Mei 2013.
B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode sejarah (history) dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Sejarah itu sendiri adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang telah terjadi. Menurut, M. Nazir, Metode sejarah merupakan suatu usaha untuk memberikan interpretasi dari bagian trend yang naik-turun dari suatu status kadaan di masa yang lampau untuk memperoleh suatu generalisasi yang berguna untuk memahami kenyataan sejarah, membandingkan dengan keadaan sekarang dan dapat meramalkan keadaan yang akan datang.1 Sedangkan menurut Winarno Surakhmad, metode sejarah adalah sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa atau gagasan yang timbu di masa lampau, untuk 1
Moh. Nazir, Ph.D., Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 20011), cet. VII, h. 48
52
menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha untuk memahami kenyataankenyataan sejarah, dapat juga memeahami keadaan sekarang dan meramalkan keadaan yang akan datang.2 Jadi, metode sejarah adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk memehami gejala-gejala atau fenomena-fenomena yang timbul dari keadaan masa lampau sehinnga dapat mempengaruhi keadaan sekarang, dan dapat juga digunakan sebagai ramalan untuk keadaan yang akan datang.
C. Unit Analisis Unit analisis dalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian.3 Dalam hal ini subjek yang diteliti oleh penulis adalah masyarakat Bima (dou Mbojo) di kota dan kabupaten Bima secara umum dan khususnya adalah masyarakat Sape di kecamatan Sape sebagai sasaran pokok penulis untuk diteliti dan dijadikan sebagai populasi atau sampel. Dalam hal ini juga penulis menentukan ustadz Idham sebagai purposeful sampling4 yaitu dalam upaya penulis dalam memperoleh data tentang masalah yang diteliti memerlukan sumber data yang memiliki klasifikasi spesifik atau keriteria khusus untuk diperoleh dalam penelitian.
D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah: pertama, observasi atau pengamatan yaitu suatu teknik pengumpulan data dengann jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan atau gejala-gejala yang terjadi dengan menggunakan selruh pancaindra (melihat, mendengar, merasakan, mencium, mengecap).5 Kedua, interview atau wawancara yaitu dialog yang dilakukan oleh pewawancara dengan yang diwawancara atau narasumber untuk mendapatkan 2
Andi Prastowo, M.Pd.I., Memahami Metode-Metode Penelitian, Suatu Tinjauan Teritis dan Praktis, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), cet. I, h. 108. 3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatak Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet.XIII, h. 143. 4 Purposeful sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Selanjutnya baca; Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D (Bandung: Alfabeta,2008). 5 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), cet. III, h. 220.
53
suatu informasi tertentu.6 Ketiga, dokumentasi adalah berasal dari kata dokumen yang berarti barang-barang tertulis yaitu mencari informasi dengan menggunakan tulisan-tulisan yang ada.
E. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan permasalahan yang dibahas dan dikaji, maka dalam pengumpulan data karya ilmiah ini penulis melakukan. Pertama, observasi langsung atau pengamatan langsung, yaitu mengadakan pengamatan terhadap nilai-nilai ziki guru bura yang diterapkan dalam kehidupan sosial masyarakat Bima dan Dompu, terlebih khusus masyarakat di kecamatan Sape, baik secara tersirat maupu tersurat. Kedua, penulis melakukan wawancara atau interview kepada para tokoh masyarakat di Bima yang dianggap paham dengan ziki guru bura.
Ketiga,
penulis
mengadakan
pengamatan
terhadap
dokumentasi-
dokumentasi yang ada di Bima, baik yang berupa suatu tulisan utuh maupun tulisan-tulisan yang masih terpencar yang berkaitan tentang ziki guru bura.
F. Teknik Analisa Data Penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan penelitian sejarah (history), pertama, mendefinisikan dan merumuskan masalah. Dalam hal ini peneliti mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri apakah metode sejarah yang digunakan adalah metode yang tepat dan terbaik? Apakah data yangakan diperlukan cukup tersedia dan dapat diperoleh? Dan apakah hasilpenelitian cukup berguna? Kedua, merumuskan tujuan penelitian yaitu menghubungkannya dengan teori. Ketiga, merumuskan hipotesis sebagai keterangan keterangan sementara yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis akan diuji dengan mengetahui secara pasti kebenaran faktual yang spesifik, peristiwa yang relevan dan mengaturnya sedemikian rupa untukmenentukan apakah keberadaan variabel bebas memiliki efek terhadap variabel tak terbatas. Keempat, mengumpulkan data, mencangkup penyatuan secara logis semuabukti yang dikumpulkan dari dokumen atau rekaman sehingga dapat dipilah atau disaring yaitu mendahulukan data primer baru ditunjang dengan data skunder. Menguraikan data apa yang perlu dikaji dan data 6
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian.., h. 155.
54
apa yang perlu dicari, dimana, dan bagaimana mengumpulkannya, mengolah dan menganalisis data. Kelima, evaluasi data, yaitu data yang dikumpulkan perlu dievaluasi dengan melakukan tekhnik internalmaupun eksternal. Keenam, interpretasi dan generalisasi, yaitu dengan menganalisa data dengan membuat interpretasi dan generalisasi dari fenomena-fenomena yang telah diselidiki dan diteliti. Ketujuh laporan, yaitu penulis menuliskan laporan yang bersikap objektif sehingga dapat dijadika sebagai bahan acuan terhadap masyarakat yang diteliti yaitu dalam hal ini masyarakat Bima dan para pembaca dengan cara melakukan eksplorasi terhadap nilai-nilai ziki guru bura sebagai pandangan hidup yang diaktualisasikan dengan semangat keagamaan di tengah-tengah masyarakat Mbojo sehingga mengkristalisasi dalam sebuah sikap akhlak yang harus dipertahankan dan dilestarikan.
G. Teknik Penulisan Secara teknik, penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.
55
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Temuan Penelitian 1. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Falsafah Ziki Guru Bura Sikap menilai atas segala sesuatu didorong oleh faktor-faktor yang sudah merupakan potensi dan kecendrungan suatu masyarakat. Pada masyarakat Bima sendiri menganggap pesan dari ziki guru bura pada tataran kehidupan masyarakat Bima tercermin dalam berbagai kegiatan keagamaan, dan sosial kemasyarakatan, seperti; ketauhidan, ibadah, kebersamaan dalam gotong royong, keharmonisan dalam bermasyarakat dan bertetangga. Dalam hal Karawi Kaboju (gotong royong) masyarakat Bima selalu bersama dan ketika pimpinan keluarga berhalangan hadir, maka harus digantikan oleh salah seorang anak laki-laki atau anggota keluarga lainnya, karena ketidakhadiran dalam dalam gotong royong merupakan sebuah aib bagi masyarakat. Dalam hal yang lain dapat kita lihat dari kebiasaan masyarakat yang memiliki hajat (acara), maka hala yang pertama dilakukan adalah Mbolo Ro Dampa atau Mafaka Ro Dampa (musyawarah untuk mufakat bersama keluarga dan masyarakat).
56
Hal di atas
menunjukkan bahwa seberapapun banyaknya pengaruh dari
budaya luar akan tetapi sedikit banyaknya ziki guru bura masih eksis dalam masyarakat Bima, walaupun tidak seperti masa lalu (masa kesultanan). Namun dari beberapa hal di atas diharapkan dapat menjadikan motivasi bagi masyarakat secara umum dan bima pada khususnya untuk lebih menggali, melestarikan serta mangembangkan lebih dalam lagi tentang kebersmaan dan pengamalan adat dan budaya local yang baik. Sehingga lingkungan dan masyarakatnya tidak hilang kpribadian dan karakternya (local wisdom). Bila ziki guru bura dikaitkan dalam lingkup pendidikan, maka tidak akan lepas dari falsafah maja labo dahu yang menjadi akar dari pegangan hidup masyarakat Bima ini memiliki visi dan misi yang sama dengan pendidikan secara umum yaitu apa yang kita kenal dengan tiga ranah pendidikan (kognitif, afektif dan psikomotorik). a.
Ranah Kognitif Ranah kognitif merupakan salah satu target atau tujuan pendidikan dan
pangajaran yang menitikberatkan ketercapaian anak didik dalam hal pengetahuan. Dalam ziki guru bura memiliki sebuah tujuan dan misi dalam peningkatan pengetahuan terhadap masyarakat secara umum dan anak-anak pada khususnya. Hal ini terlihat ketika orang tua Dou Mbojo (Masyarakat Bima) mendidik dan menanamkan nilai maja labo dahu kepada anak-nya dengan cara memberikan motivasi dengan menjelaskan bahwa tujuan hidup ini adalah tiada lain hanyalah untuk mendapatkan kebahagiaan di duania dan terlebih lagi di akhirat nanti. Hal itu hanya bisa diraih dengan menuntut ilmu dan mengamalkan pesan yang terdapat pada ziki guru bura terhadap diri sendiri, orang tua, keluarga, dan masyarakat secara umum jika tidak menjadi orang yang berguna dan yang paling besar adalah malu ketika tidak bisa membaca al-Quran karena kebiasaan orang Bima adalah harus bisa ngaji (membaca al-Quran) sebelum masuk sekolah dasar. Seperti dalam syairnya:
57
Au ndei samadata na warasi dou made Katu‟u sangajaku karo‟a ndei ngaji Simpa to‟ina horu ba baca weata huruf Simpana tarimaku ndei to‟i ba Ruma Maina made ta lingi kaiku ade. Artinya: Apa yang kita ingat seandainya ada orang yang meninggal Kusengajakan diri al-Quran untuk mengaji Semoga saja menjadi pembela huruf yang dibaca Semoga saja ku diterima oleh Allah Datangnya maut kita kan mereasa sepi. b.
Ranah Afektif Dalam pendidikan, afektif merupakan sebuah tujuan pendidikan setelah
tercapainya tujuan kognitif yaitu tingkat penghayatan terhadap kognitif. Pesan yang terdapat dalam ziki guru bura, ranah afektif ini merupakan sebuah bentuk penghayatan dalam ajarannya itu sendiri yang kelak mengantarkan pelakunya kepada perubahan tingkah laku. Karena dalam pelaksanaannya juga masyarakat Bima dalam kesehariannya mengajarkan anak dan generasi mudanya untuk "Nggahi Rawi Pahu" (perbuatan yang sesuai dengan perkataan) dengan cara memberikan contoh yang baik kepada anak yang sesuai dengan nilai falsafah tersebut. Dengan demikian seorang anak akan merasa malu dan takut bila mana berbuat
yang tidak sesuai dengan perkataan sehingga akan menjadikannya
sebagai manusia dewasa yang berkarakter dan berakhlak mulia. c.
Ranah Psikomotorik Psikomotor berarti perilaku dan perbuatan. Dalam pendidikan dikenal dengan
tujuan pengajaran yang merupakan bentuk kongkrit dari apa yang telah dipelajari dan diajarakan oleh seoaraang pendidik. Begitupun dalam ziki guru bura memiliki tujuan dan fisi misi yang sama dengan pendidikan yaitu terbentuknya pribadi Maloa Ro Sale (pribadi yang cerdas dan shaleh), ini merupakaan bentuk kongkrit dari pendidikan yang dilahirkan oleh ziki guru bura. Dalam kebiasan Dou Mbojo (terutama masa dulu) bahwa anak yang disunat paling lambat adalah umur 7-8 tahun dan sudah harus Hata Karo'a (khatam al-Quran) dan harus melaksanakan
58
sholat (terutama sholat wajib) di masjid, disamping itu mereka harus memperbaiki bacaan Al-Quran kepada ulama atau guru ngaji. Beberapa hal di atas merupakan sebuah bentuk keteladanan yang diberikan dou mbojo dalam mendidik anak dan generasi mereka, yang kesemua itu adalah cerminan dan bentuk pengamalaan dari falsafah hidup dou Mbojo.
2.
Korelasi Ziki Guru Bura dengan al-Quran dan Hadits Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam berkewajiban untuk menerapkan
semua ajaran Islam dalam kehidupannya. Kewajiban religius ini berawal ketika seseorang memastikan dirinya memeluk agama Islam yang berarti menundukan dirinya ke dalam ajaran-ajaran Islam. Keharusan sosial merupakan implikasi dari eksistensi umat Islam sebagai bagian dari umat manusia di dunia. Perbedaan agama, status sosial, mamupun etnis atau ras bukanlah sesuatu yang membedakan, tetapi menjadi inspirasi untuk mengembangkan sikap toleransi, termasuk dalam bidang pembentukan sistem sosial-budaya dalam masyarakat. Islam dengan al-Quran dan Hadist adalah suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak dapat pula ditinggalkan. Dari hal terkecil atau dalam masalah prinsip yang lebih besar yang menjadi dasar bagi kehidupan dan masyarakat. Ia suatu sistem yang sempurna yang mencakup kegiatan orangperorangan, keluarga, masyarakat dan kehidupan yang lebih luas, yaitu alam semesta. Islam menentukan hukum-hukum berbagai macam hubungan dalam segala bidang ini, dan mengadakan peraturan-peraturan yang mengatur hubunganhubungan. Kerana itu, dalam kehidupan Islam menjadi mustahil untuk memisahkan aqidah yang terdapat dalam hati nurani individu dan hukum yang mengendalikan kehidupan sosialnya. Al-Quran dan Hadist telah melahirkan bagi manusia Bima satu pandangan hidup baru yang termuat dalam ziki guru bura, sebagaimana memaknai kehidupan manusia yang tidak terlepas dari pengaruh-mempengaruhi antara satu sama lain, baik oleh alam dan lingkungan, atau dari manusia satu dengan manusia lainnya. Tentang nilai dan tatanan sosial, Islam dengan al-Quran dan Hadist sebagaimana ia telah melahirkan bagi kemanusiaan sebuah realitas sosial yang unik, realitas
59
yang dapat berubah sedemikian cepat dari realitas masyarakat yang kompleks (jahiliyah) menjadi satu realitas kemanusiaan yang berbudi-baik dan sederhana (Islam). Nilai al-Quran dan Hadist memberikan acuan hidup, yang kemudian banyak ditafsirkan dalam berbagai cara sehingga pesan di dalamnya mudah dipahami. Di Bima sendiri, dilakukan dengan ziki guru bura mulai dari tahun 1800-an yang dilakukan oleh para Khotib pada zama sultan Ismail. Hal itulah yang tebaik yang mampu dilakukan (ulama dan sultan) pada saat itu, karena mengingat kebutuhan masyarakat. Ziki guru bura diciptakan berdasarkan nilai-nilai al-Quran dan Hadist memiliki dua alasan dasar, yaitu alasan praktis sebagai pintu masuk ke dalam kehidupan sosial masyarakat untuk lebih mudah menanamkan ajaran Islam yang tidak bertentangan serta menyatu dengan nilai-nilai budaya. Alasan kedua adalah alasan ideologis, dimana Islam harus menjadi agama masyarakat menggantikan kepercayaan lama, sehingga nilai ajarannya harus dibangun dari perasaan yang merepresentasikan kandungan budaya masyarakat. Ziki guru bura diciptakan untuk menjawab problem sosial masyarakat, sekaligus upaya dalam penjabaran ajaran al-Quran dan Hadist atas realitas sosial yang baru dihadapi oleh masyarakat Bima. Realitas inilah yang mengharuskan para ulama memodifikasi cara dan pranata sosial, karena perubahan kondisi sosial masyarakat merupakan salah satu hal yang mengharuskan adanya perubahan dalam membumikan perintah dan ajaran agama Islam. Dalam ziki guru bura yang berisi ajaran-ajaran kepada seluruh lapisan masyarakat yang telah mengikrarkan kalimat tauhid, adalah untuk melindugi masyarakat dari tindakan yang tidak terjangkau oleh akal pikiran masyarakat umum (awam). Selain itu, ziki guru bura menjadi perangkat dasar dari nilai-nilai yang termuat dalam al-Quran dan Hadist sehingga masyarakat bima mudah memahaminya dan dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, ketaatan pada pemimpin dan ulama, serta serta sikap toleransi kepada sesama masyarakat dalam etika kehidupan sosial sehari-hari, baik dalam urusan ubudiah dan muamalah. Sebab dalam upaya memperkaya khasanah dengan memasukkan nilai-nilai Islami tidak akan bermakna apa-apa, apabila tidak diikuti dengan penyempurnaan
60
norma agama dan masyarakat. Karena itu Sultan sebagai penguasa, bersama ulama dalam menyebarluaskan ajaran agama menggunakan metodologi seperti kias (analogi) untuk menyusun berbagai norma dan peraturan yang bersumber dari hukum Islam (al-Quran, Sunnah, Ijma') tersebut, agar dapat dijadikan hukum adat (hadat)1 yang diterima oleh masyarakat. Aspek yang berbeda antara budaya lokal dengan ajaran Islam diselesaikan melalui adaptasi sebagaimana yang dilakukan alQuran dan Hadist pada masa-masa awal perkembangan Islam di Arab. Sehingga perbedaan diantara keduanya tidak bertentangan dengan nilai ketauhidan. Praktek budaya lokal menjadi basis implemetasi bagi ajaran agama Islam. Keberadaan ziki guru bura sebagai tradisi atau pranata sosial-budaya yang sudah ada tetap dipertahankan selama tidak bertentangan dengan ajaran yang universal dari alQuran dan Hadist. 3.
Ziki Guru Bura Sebagai Metode Pendidikan Akhlak Tidak banyak orang yang langsung dapat memahami pesan yang terkandung
dalam al-Quran dengan mudah. Ajaran yang terdapat di dalamnya tidak serta merta bisa langsung dikonsumsi begitu saja oleh umat muslim. Ada beberapa bagian ayat (mutasyabihat) yang perlu untuk mendapatkan penafsiran untuk memahami pesan yang terdapat di dalamnya, begitu pula dengan hadits. Ziki guru bura sebagai salah satu cara untuk memudahkan penyampaian ajara tersebut sehingga mudah dicerna dan dipahami oleh masyarakat awam. Ziki guru bura adalah salah satu dari banyak cara untuk menyampaikan nilainilai akhlak yang terkandung dalam al-Quran dan Hadits. Dengan ziki guru bura yang dijadikan sebagai metode penyampaiannya, peserta didik (masyarakat umum) dapat menyerap dengan lebih cepat dari apa yang dimaksud oleh sesuatu ayat yang disampaikan oleh seorang pendidik. Karena metode ziki guru bura sangat efektif dan disenangi oleh para peserta didik. Pada praktiknya, dalam ziki guru bura terdapat 3 metode penyapaian pendidikan akhlak. 1) Keteladanan, dalam menyampaikan isi ziki guru bura kepada peserta didik sesorang terlebih dahulu paham dengan torinya, terlebih 1
M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, (Mataram: Lengge, 2004). cet.I, h.75
61
dengan pengaplikasiannya dalam kehidupan. Sehingga orang tersebut penuh dengan kebijaksanaan, dalam kehidupannya dipenuhi dengan akhlak terpuji dan meninggalkan segala macam bentuk perbuatan tercela sehingga peserta didiknya dapat menjadikannya sebagai teladan yang patut untuk diteladani. Hal yang seperti itu telah menjadi keharusan yang dimiliki oleh seseorang yang akan menyampaikan isi ziki guru bura. Karena apabila seseorang yang dalam menyampaikan isi dari ziki guru bura tidak mengaplikasikannya terlebih dahulu dalamkehidupannya sehari-hari, peserta didiknya pun enggan untuk menerima pesan yang disampaikannya apalagi jadikannya sebagai contoh teladan. Seperti halnya yang diterangkan dalam al-Quran. 2) Analogi, pesan dan ajran yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits diolah sedemikian rupa dalam ziki guru bura, membandingkannya dengan kehidupan nyata yang di alami oleh masyarakat sehingga peserta didik yang dalam hal ini adalah masyarakat Bima mudah untuk memahami pesan yang disampaikan serta dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Syair, dalam proses pendidikan seorang peserta didik, seorang pendidik terlebih dahulu mengetahui kesiapan peserta didik dan mengetahui apayang diinginkan dan disenangi oleh peserta didik. Syair adalah salah satu yang disukai oleh masyarakat Bima, oleh sebab itu juga ziki guru bura berbentuk syair Islami yang menggambarkan pesan dan ajaran yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits. Sehingga ketika dalam proses pendidikan peserta didik telah siap untuk menerima dan melaksanakan proses pendidikan dengan baik serta mereka senang untuk menjalaninya. Dan ajaran yang mereka dapatkan dalam proses pendidikan tersebut dapat diserap dan dipahami oleh peserta didik, karena mereka senang dengan prosesnya serta akan menumbuhkan rasa penasarannya untuk mengikuti proses pendidikan dan memperoleh pengajaran selanjutnya. B. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian 1.
Fungsi dan Peran Falsafah Ziki Guru Bura pada Masyarakat Mbojo (Bima, NTB)
a.
Ziki Guru Bura Sebagai Pembina Akhlak Dou Mbojo (Masyarakat Bima)
62
Ziki guru bura menganggap manusia adalah sebagai salah satu kekuatan alam, dengan kerja dan iradahnya, iman dan kesalehannya, ibadah dan aktivitasnya. Manusia juga merupakan kekuatan yang memiliki dampak yang positif, yang berkaitan dengan sunnahtullah yang komprehensif bagi alam semesta. Semuanya bekerja secara teratur dan harmonis, serta menghasilkan buah yang sempurna ketika bertemu dan terpadu. Akan tetapi, manusia juga bisa menimbulkan dampak yang merusak dan mengoncangkan, merusak kehidupan, menyebarkan kesengsaraan dan nestapa di antara manusia apabila berpisah dan berbenturan. Sejalan dengan hal di atas, ziki guru bura sebagai pembina akhlak masyarakat Bima menitik beratkan pada fitrah manusia itu sendiri dan mengembangkan fungsi manusia, yaitu : 1) Menyadarkan manusia sebagai makhluk sosial yang harus mengadakan interrelasi dan komunikasi dengan sesama dalam kehidupan bermasyarakat. Mengajarkan tentang persaudaraan, persamaan,
gotong royong dan
musyawarah sebagai upaya pembentuk masyarakat menjadi satu kesatuan hidupyang utuh. Sepertihalnya dalam firman Allah :
“Sesungguhnya (agama Tauhid) Ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah Aku.” (Q.S. Al-Anbiya/21 ayat 92). 2) Menyadarkan manusia sebagai makhluk individu, yaitu makhluk yang tinggal di tengah makhluk lain yang memerankan fungsi dan tanggungjawabnya sebagai makhluk yang utama di antara makhluk lainnya dan sebagai khalifah dimuka bumi yang menjaga kelestarian dan keseimbangan kehidupan di Bumi. 3) Dan lebih penting lagi, mengajarkan manusia sebagai hamba Allah. Karena manusia adalah makhluk Homo divinans (makhluk yang berketuhanan), sikap
63
dan watak kereligiusnya perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu menjiwai kehidupannya.2 Bima dalam penyebarluasan ajaran Islam (dengan caranya sendiri) mampu merubah dan menata kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan berarti sehingga dapat dinikmati secara arif dan bijaksana. Allah berfirman:
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Anfal/8 ayat 53). Ayat di atas dapat dimengerti bahwa terjadinya hubungan yang erat antara amalan manusia dan perasaan manusia itu sendirilah yang mampu memberikan perubahan di dalam kehidupannya. Terjadinya peristiwa-peristiwa alam dalam bingkai sunnah Ilahi tidak terlepas dari peran dan fungsi manusia yang meletakan alam sebagai anugerah kekuasaan Allah yang meliputi seluruhnya. Manusia sebagai penentu atau perubah, apakah alam menjadi satu kenikmatan yang bisa bermanfaat dan dikembangkan atau sebagai satu ranah yang tidak bernilai dan dieksploitasi. Manusia dengan tatanan agama yang ada, menjadi makhluk yang mampu merubah, memaknai, dan memanfaatkan potensi diri dan akal yang diberikan oleh Allah. Karena dasar yang menjadi asas bagi agama dan ajaran Islam, disepanjang sejarah umat manusia, ialah “Tiada Tuhan Selain Allah” dengan pengertian mengesakan Allah swt., dengan sifat-Nya sebagai Tuhan, sebagai Penguasa, sebagai Pendidik, sebagai Pelindung yang mempunyai kuasa mutlak di dalam kekuasaan-Nya. Karena kalimat dasar itu menegaskan bahwa manusia di dalam
2
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Praktis dan Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet.III, h. 23-26.
64
hati, di dalam gerak-gerik, dan di dalam bentuk ibadah lainnya, hanya tertuju pada keesaan Allah. Pengakuan “Tiada Tuhan Melainkan Allah” ini tidak akan tampak dalam kenyataan fisik manusia kecuali diyakini melalui hati dan sifatnya yang hakiki. Artinya, seluruh hidup manusia diserahkan dan dirujukkan kepada Allah swt., semata-mata. Manusia tidak melakukan sesuatu urusan dalam hidup selain menyerahkan dan mengembalikannya kepada hukum Allah. Dan hukum Allah tersebut adalah satu sumber pedoman yang lebih baik dari hukum yang direkareka oleh manusia. Ini adalah rangkaian dari pengakuan bahwa “Muhammad adalah Utusan Allah”. Ini juga menjadi dasar yang dijelmakan oleh Islam di dalam diri setiap insan mukmin. Hal-hal yang mendasar seperti hal di atas yang menjadi dasar bagi tujuan ziki guru bura sehingga menimbulkan rasa maja labo dahu (malu dan takut) sebagai salah satu implementasinya tetap tertanam di dalam hati sanubari setiap masyarakat Bima. Sebab, untuk mengetahui perasaan malu dan takut yang dimunculkan oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Allah tersebut hanya bisa didapatkan atau dilihat dari pola perilaku, sikap keseharian, dan memantau sifat pergaulan sosial masyarakat itu sendiri. Maka, garis yang menyatukan satu persamaan tersebutlah yang menjadi acuan dalam ziki guru bura untuk tetap hidup di dalam masyarakat sebagai alat penghubung bagi nilai dan ajara agama Islam dengan budaya. Keduanya, antara ajaran langit dan kebiasaan bumi menjadi satu konsep yang lengkap dan sempurna bagi kehidupan manusia Bima, yang apabila dilaksanakan dengan seksama di segala elemen kehidupan masyarakat, maka masyarakat akan selalu mampu merubah kehidupan berdasarkan restu dan ridha Allah sesuai dengan firman-Nya dalam ayat al-Quran di atas. Karena tanpa pedoman yang bertautan satu sama lain, setiap diri pribadi manusia akan selalu menghadapi segala cabang kehidupan baik individu maupun sosial. Oleh karenannya, setiap sistem sosial masyarakat mempunyai gagasan tentang pranata masyarakat yang mengawasi sisi-sisi kehidupan sosialnya.
65
Meskipun setiap sistem tidak terlepas dari permasalahan yang ditimbulkan dari penerapannya apabila tidak sesuai dengan watak dan pengaruhnya bagi kebutuhan masyarakat. Namun, setiap sistem mempunyai penyelesaian untuk menghadapi persoalan dan masalah yang ditimbulkan darinya. Menjadi tidak logis, jika ziki guru bura tidak menjadi perangkat untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perubahan sosial masyarakat yang ditimbulkan oleh pergesekan budaya dan kepercayaan dari masyarakat Bima itu sendiri. Islam melalui penyampaian ziki guru bura menjadi solusi sekaligus sistem yang mengatur tatanan kemasyarakatan yang lengkap, yang saling jalin-menjalin dan saling mendukung antara nilai-nilai yang tafsirkan dari al-Quran dan Hadist. Sehingga dapat dikatakan bahwa ziki guru bura adalah sistem sosial masyarakat yang Islami yang digagas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Yang menjadi dasar dan hukum itu adalah aqidah itu sendiri. Aqidah itu sendiri kalau terdapat dalam hati nurani, maka ia berusaha untuk menyatakan diri dalam hidup nyata dalam bentuk hukum. Kedua hal itu tidak dapat dipisahkan dalam wujud Islam. Kenyataan ini sendiri telah cukup untuk menggariskan jalan yang ditempuh dalam menghayati ajaran dan nilai Islam. Di sisi lain, Islam dalam perkembangannya akan terus berhadapan dengan masalah-masalah pelik yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan yang sangat cepat yang dibawa ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Maka, menjadi penting untuk menjadikan agama sebagai penekanan atas keimanan atau keyakinan yang menekankan peraturan tentang cara hidup dan berbagi. Kombinasi kedua hal itu, antara keyakinan dan peraturan merupakan definisi yang lebih memadai tentang agama. Sebab agama adalah sistem kepercayaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut. Dalam hubungan yang saling mengikat di antara keduanyalah yang menjadikan agama Islam dapat dengan mudah diterima dan dijalankan oleh masyarakat Bima, agama Islam selain sebagai peraturan tentang cara hidup baik lahir maupun batin adalah merupakan cahaya dan tempat untuk menemukan jalan kembali kepada Allah. Sehingga tepatlah diyakini bahwa di dalam diri Rasulullah
66
saw terdapat suri teladan yang baik dan benar bagi setiap Muslim. Dari pengertian inilah, maka antara isi dan bentuk manusia bukan yang independen, tidak terpisah antara niat, kerja, dan hasil. Manusia dan segala aktifitasnya adalah makhluk yang menumbuhkan kesatuan perilaku dalam adab dan adat kebiasaan. Dalam ziki guru bura, Islam adalah aqidah revolusioner yang aktif, dalam arti yang lain; kalau Islam (hidayah) menyentuh hati manusia dengan cara yang benar sesuai kebutuhan, maka dalam diri dan hati manusia akan terjadi suatu gerak revolusi ke arah yang lebih positif. Revolusi dalam konsepsi, revolusi dalam perasaan, revolusi dalam cara menjalani kehidupan, dan revolusi dalam kaitannya dengan hubungan individu dan kelompok masyarakat sosial. Dengan ziki guru bura adalah cara revolusi yang berdasarkan persamaan mutlak antara seluruh umat manusia. Seseorang tidak lebih baik dari yang lainnya selain dengan ketaqwaan-nya kepada Allah. Berdasarkan kehormatan itulah, manusia yang memiliki perasaan malu dan takut kepada Allah tidak akan meninggalkan seorang makhlukpun di atas dunia, melainkan dengan suatu kejadian dan nilai yang diliputi oleh kekuasaan Allah. Dengan ziki guru bura menjadikan masyarakat Bima tidak ingin tinggal diam sampai ajaran dan nilai Islam benar-benar dimengerti dan mampu direalisasikan menjadi sebuah amalan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam pengertian inilah, Islam dilihat sebagai aqidah revolusioner yang aktif dan dinamis bagi kelangsungan cita-cita masyarakat Bima yang berakhlak mulia. Orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh, kemudian mereka orangorang yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah yang tinggi. Kalimat Allah tidak akan dapat ditegakkan, selain ketidakadilan dan keaniayaan telah dihilangkan daripadanya, sampai seluruh manusia tidak merasa lebih dari orang lain selain kerana ketaqwaan. Orang-orang yang melihat ketidak-adilan di sepanjang jalan, dan bertemu dengan kesewenang-wenangan di setiap saat, dan mereka tidak menggerakkan tangan maupun lidah, padahal mereka itu mampu
67
untuk menggerakkan tangan dan lidah, mereka ini adalah orang-orang yang hatinya tidak malu dan takut kepada Allah dan kemurkaan Allah yang disebabkan oleh kejahatan manusia. b. Ziki Guru Bura Sebagai Pemersatu Masyarakat Kebudayaan, Islam dan masyarakat merupakan komponen yang menyatukan kebutuhan fisik maupun non-fisik. Di dalamnya terkandung gagasan dan cita-cita masyarakat untuk mengatur kehidupan agama, lingkungan, dan masyarakat itu sendiri. Melaluinya, budaya dan agama menjadi kekuatan dalam membangun kehidupan yang lebih baik dan mapan secara sosial dan agama. Kebudayaan, yang merupakan hasil cipta karya manusia di dalam memenuhi segala kebutuhannya sejak abad ke-16, memiliki landasan dan ajaran yang disampaikan secara pelan dan khusus dari generasi ke generasi, sebut saja sesanti, semacam pantun (kapantu) yang selalu mewarnai kehidupan masyarakat Bima sebelum dan sesudahnya. Ajaran dan nilai yang mengajarkan etika kehidupan tersebut tetap dipertahankan sebagai suatu warisan nenek moyang yang tinggi nilainya hingga saat ini. Ajaran yang terkandung dalam sesanti tersebut berkembang dengan sendirinya berkat adanya kesesuaiannya dengan ajaran dan nilai agama Islam. Melestarikan nilai budaya masa lalu menjadi penting sebagai upaya menjaga jati diri daerah (Bima) dan bangsa dari degradasi moral, karena kalau suatu masyarakat sudah tidak menghiraukan nilai-nilai budaya maka pertanda bahwa masyarakat tersebut sudah tidak lagi mempunyai keasadaran mempertahankan jati diri sebagai sebuah bangsa yang patut memiliki kedaulatan. Masyarakat yang tidak mempunyai jati diri adalah masyakat yang labil dan mudah terombang ambing oleh arus informasi serta globalisasi yang tida sesuai dengan kedar kemanusiaan serta kebiasaan masyarakat setempat. Adat kebiasaan (budaya) adalah norma yang meletakkan pondasi prilaku mendasar di tengah-tengah kehidupan masyarakat sehari-hari, sehingga intrik apapun yang terjadi di dalam hubungan masyarakat dapat terbaca dan terbatas pada kesepahaman yang bisa diselami secara bersama-sama. Sehingga peralihan
68
tingkah laku, dan tujuan hubungan sosial dapat di terima atau tidak, diinginkan ataupun tidak diinginkan, dan bisa dianggap baik atau dianggap buruk3 dalam kegiatan hidup sehari-hari. Agar nilai-nilai yang tertanam dalam ziki guru bura tersebut tetap lestari dan tidak musnah serta usang oleh gempuran zaman, maka perlu ada kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkannya dalam ranah apapun di berbagai lapisan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga nilai budaya dan sejarah tersebut dapat dipertahankan sebagai gerbang penjaga kerusakan moral dan identitas generasi muda (kekinian). Dan upaya masyarakat Bima itu sendiri untuk melindungi arti penting nilai agama dan budaya terhadap kekuatan-kekuatan (budaya) lain yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Kekuatan-kekuatan tersembunyi dalam masyarakat tidak selamanya baik. Untuk menghadapi kekuatan-kekuatan yang buruk, manusia harus melindungi diri dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berlaku di dalam pergaulan hidupnya. Agama Islam melalui kebudayaan ziki guru bur telah mengatur agar masyarakat dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan Tuhannya. Hal inilah, yang membuat ziki guru bura mejadi satu tata nilai yang mengatur seluruh komponen hidup masyarakat Bima, yang di dalamnya terkandung gagasan dan cita-cita agama yang mengatur pola hubungan masyarakat dengan dimensi keilahiaan, dimensi alamiah dan dimensi kemanusiaan. Dalam mempertahankan kebudayaan, agama dijadikan sebagai kekuatan untuk membangun diri, pengerahuan, dan semangat hidup bagi masyarakat. Konsep dasar ini yang menjadi perpaduan antara agama dan budaya sehingga bisa dijadikan sebagai pandangan hidup bagi masyarakat sejak lama. Ziki guru bura yang di dalamnya terkandung berbagai makna dan kelestarian serta semangat kesatuan manusia dengan alam, baik dalam tindakan-tindakannya 3
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma Dalam Pendidikan Islam Dan Sains Sosial, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 91.
69
maupun pemikirannya untuk melindungi diri terhadap pengrusakan lingkungan alam dan sesama. Walaupun pada permulaannya, manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak di dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Dalam ziki guru bura telah mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu dan penting untuk melanggengkan tata-nilai masyarakat yang tertib dalam pola dan hubungan masing-masing individu masyarakat. Islam mengajarkan manusia untuk mengingat kembali bagaimana manusia diciptakan untuk menjadi serangkaian pemimpin yang memiliki tindak laku mulia agar dunia dan sesama makhluk dapat berbangsa dan berkarib kerabat secara erat. Dengan ziki guru bura, implementasi ajaran Islam mudah dicerna oleh masyarakat Bima sehingga terciptalah budaya malu dan takut kepada Allah dan kejahatan. Malu dan takut merupakan tempat kembali ke dalam hati yang dipenuhi oleh perasaan yang halus, sehingga akan lebih mendekatkan diri manusia kepada rasa persaudaraan antarsesama, “Muslim adalah cermin bagi muslim lainnya”.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisa’/4 ayat 1) Seorang harus bertanggung jawab untuk menjadi pribadi yang saling mengawasi, saling membagi kebaikan, dan saling menjamin keamanan antar sesama, dan apapun yang dilakukannya. Perpaduan antara manusia lain dengan dirinya adalah satu sistem pendidikan yang membangunkan hati nurani dan perasaan seseorang, persis sebagaimana ia membangunkan dan menidurkan dirinya dalam aktifitasnya sehari-hari. Meski kebebasan dan pertanggungjawab adalah dua tonggak utama suatu peribadi yang merdeka untuk melakukan apapun,
70
namun bukan berarti manusia dapat bebas melakukan apa saja tanpa kendali agama dan masyarakat. Pada penampakan lahirnya, ini terlihat sebagai suatu perpaduan
individual,
tetapi
pada
hakikatnya
adalah
suatu
perpaduan
kemasyarakatan dengan pengertiannya yang luas yang dimaksudkan oleh Islam yang terdapat di dalam al-Quran.
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu Telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka dia akan menerangkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah/5 ayat 105). Hal di atas berkaitan dengan tata laku individu dalam bentuk relasi sosialnya dengan masyarakat. Karena pengaruh tindakan individu akan mempunyai akibat yang berkaitan langsung dengan ranah sosial kemasyarakatan tempat individu itu hidup. Dengan demikian, membangun hati nurani dan mempertajam perasaan, mengarahkan individu kepada kecintaan, kerjasama dan saling hormat menghormati antar masyarakat adalah tanggungjawab sosial yang tercermin di dalam kepribadian individu, kerana itulah ziki guru bura mendapati individu dalam keadaan siap dalam bentuk sebaik-baiknya untuk menjadi suri tauladan bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian, nilai-nilai sosial sebagai jembatan penjelas hubungan masyarakat tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk norma atau aturan hidup yang mudah diperluas ke dalam penghayatan hidup berkeluarga dan bermasyarakat.
71
2.
Implementasi Nilai Akhlak pada Ziki Guru Bura dalam Kehidupan Masyarakat Manusia adalah makhluk budaya dan makhluk sosial. Manusia saling
berinteraksi dan membutuhkan antara satu dengan yang lainnya baik dari segi jasmani maupun rohani. Manusiadalam hubungannya dengan sesamanya dan alam sekitar tidak mungkin melakukan sikap netral atau apatis. Kecendrungankecendrungan untuk simpati, empati, antipati ataupun netral itu sendirimerupakan sikap. Dan setiap sikap adalah konsekuensi dari pada suatu penilaian.4 Manusia juga dianggap sebagai makhluk yang eksis, aktif, dan kratif. Dengan eksistensinya manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan yang sulit untuk diprediksi hasil yang akan ia capai. Akan tetapi, manusia adalah juga makhluk yang memiliki pertimbangan akal logika dalam menafsirkan antara kenyataan sebagai takdir dan atau harapan sebagai kehendak bebas. Dengan itu, manusia melakukan persiapan-persiapan tertentu agar mendapatkan keseimbangan pikiran dan jiwa. Misalnya, ia mengambil satu jalan yang memiliki tingkat resiko paling kecil dalam melakukan sesuatu agar tidak berakibat buruk pada dirinya. Atau dalam
meningkatkan
martabatnya
ke
puncak
kesempurnaan,
manusia
menggunakan manhaj Ilahi untuk menyesuaikan aktivitas dan kegiatan hidupnya, atau untuk memuliakan dirinya dan fitrahnya serta unsur-unsur yang ada di dalamnya agar supaya tidak bertentangan dengan pandangan umum dan agama. Manusia dalam kehidupannya tidak terpisahkan dari dari filsafat, karena ajaran filsafat menjangkau masa depan umat manusia dalam bentuk-bentuk ideologi. Manusia dalam berbangsa dan bernegara semuanya hidup sebagai pengabdi setia nilai-nilai filsafat tertentu sebagai ideologi masing-masing,5 tak terkecuali berbagai daerah di Nusantara termasuk dou Mbojo (Masyarakat Bima). Masalah pandangan hidup atau ideologi (falsafah) menggerakan pemikiran orang banyak. Pemimpin negara, ekonom, sosiolog, dan lain sebagainya. Entah sebagai unsur penghambat atau menjadi unsur yang diintegrasikan kedalam 4
Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Pancasila,(Surabaya: Usaha Nasional, 1986), cet.III, h.14-15. 5 Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan ...,h.127-128
Filsafat
Pendidikan
72
permasalahan yang sedang dihadapi. Karena secara umum filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Kebenaran itu dapat kita ketahui dengan pendidikan. Dan pendidikan itu sendiri tidak terlepas dari nilai-nilai kebudayaan yang di junjung tinggi semua lapisan masyarakat sehingga kebenaan itu juga dapat kita ketahui dalam suatu kebudayaan tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah pesan nilai-nilai ziki guru bura yang tertanam dalam masyarakat Mbojo yang selalu menyelaraskan antara pengajaran agama dengan adat istiadat (sara dana mbojo), sehingga melahirkan tata laku yang bisa diterima oleh semua kalangan tanpa harus kehilangan identitas budaya maupun sejarah yang telah mendarah daging secara turun temurun. Awalnya ziki guru bura membahas tentang masalah kematian dan masalah akhirat yang akan dihadapi oleh manusia setelah meninggal dunia.6 Karena, selain pesan yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits yang dijadikan sebagai acuan dan nasihat dalam kehidupan, mati atau maut juga dinggap sebagai nasihat yang ampuh bagi manusia. Seiring dengan perkembangannya, nilai-nilai akhlak pun dibahas dalam ziki guru bura sehingga menjadi sebuah tatanan nilai yang mengatur tatacara hidup masyarakat dari segala aspek, terutama aspek agama dan kerohanian. Ziki guru bura terus berkembang dan berubah seiring dengan kemajuan zaman, baik berkembang ke atas; dalam arti selalu dilestarikan berbagai kalangan (pemerintah dan masyarakat adat) atau sebaliknya berkembang ke bawah; yang berarti ditinggalkan oleh generasi setelahnya (gandrung akan modernitas). Bagaimanapun model dan bentuk
perkembangannya, nilai-nilai
kebudayaan tersebut sangat berharga bagi kehidupan masyarakat Mbojo, apabila dihayati secara penuh oleh berbagai pihak sebagai lembaga non-formal ditengah masyarakat sebagai penimbang bagi kebudayaan lain (luar) yang telah bercampur akibat interaksi sosial yang semakin ketat antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya.
6
Wawancara dengan H. Ridwan Umar di Sape tanggal 22 maret 2013.
73
Pendidikan akhlak yang termuat dalam falsafah ziki guru bura dapat kita lihat dari pesan-pesan yang termuat di dalamnya, seperti ; a.
Akhlak kepada Allah, memperdalam akidah dan keyakinan. Melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah yang beriman seperti shalat, zakat, puasa, belajar dan memperdalam pengetahuan dengan mengkaji al-Quran dari berbagai pesan-pesan yang ada di dalamnya. Kabuneku ngupa ruma ta ma ngepa Rawi taho ba adempa ndei ma loa eda Nggahi ra sodimpa weana hidi Nggahi gurupa ma bade weana liri Nakapoda batuku ba rawi taho ba weki Nggara sarogasi ndei ne‟eta kambeke Tana‟o ra loapu ma kamocira Islam Ndawipu sampa ndei wa‟a loja ra kasimpa Mbaina da loja lumbata moti ma na‟e lembo Ampona rombo laona ndei saroga islam Artinya: Bagaima mencari Tuhan kita kan ngepa Akhlak baik yang ikhlas yang bisa melihat Berkata dan bertanya dimana tempatNya Perkataan guru yang hanya tau tempatNya Yang diiringi dengan diri berakhlak baik Kalau pun syurga yang kita cari Belajar dan pahamilah yang bisa menyelamatkan Islam Bikinlah perahu untuk membawa kita mengaruni dan berusaha Agar tidak sembarangan mengarungi lautan lepas Agar lurus jalannya ke syurga Islam. Hal di atas menerangkan bahwa ketika seseorang ingin mencari tau
bagaimana mengetahui wujud keberadaan Tuhan, maka mereka tidak akan pernah mendapatkannya. Karena dalam al-Quran pun tidak ditemukan ayat yang menerangkan tentang wujud Tuhan. Maka dengan taqwa dan melaksanakan kebaikanlah seseorang bisa mempercayai wujud-Nya. Walaupun kita mencari tau dengan bertanya kepada guru kita, pasti mereka akan menjawab dengan menyuruh kita untuk selalu berbuat baik selama kita hidup di dunia ini. Karena yang demikian dapat dipahami ketika ayat yang menjelaskan tentang diskusi yang terjadi antara Nabi Ibrahim as., dan penguasa masanya (Namrud).
74
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang (Namrud dari Babilonia) yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) Karena Allah Telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”(Q.S. Al-Baqarah/1 ayat 258). Dan dalam penekanan keyakinan dan ketaatan serta tanda penghambaan diri seseorang kepada Allah swt., harus dapat menyertakan nama Allah dalam semua tindakan dan aktifitas kehidupan sehari-hari seperti yang dilafalkan dalam ziki guru bura di bawah ini. Bismillah ndei tampuu kai baca Alhamdulillah ndua mbua kai roi Ndei doho kambolo ade wohana sigi Warasi ma eli beku ma cambe ulu Huruf lam ma kidi wea alu Huruf „ain ma kidi wea iu Ruma lailahaillallah mpa ndei ewu be ulu Artinya: Bismillah untuk memulai membaca Alhamdulillah dua hal untuk memuji Untuk duduk khalakoh ditengah Masjid Seandainya ada yang bunyi mana yang menjawab dulu Huruf lam yang menegakkan jiwa Huruf „ain yang menegakkan rasa Allah lailahaillallah yang akan menghempaskan dulu
75
Maksudnya bahwa ketika sesorang dalam memulai aktifitas kesehariannya dengan menyebut nama Allah. setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Karena dengan sifat ar-Rahman (Maha Pemurah) Allah kita mendapatkan limpahan karunia-Nya kepada makhluk-Nya dan dengan sifat arRahim (Maha Penyayang) Allah kita selalu mendapatkan limpahan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya. Dan ketika mengakhiri segala sesuatu aktifitas keseharian kita juga hendaknya dibarengi dengan ucapan Alhamdulillah sebagai tanda rasa syukur kita sebagai hamba-Nya yang telah diberikan banyak rahmat dankaruniaNya dan sebagai tanda kita meyakini keberadaan dan kekuasaan Allah swt. b.
Akhlak kepada orang tua, terlebih menjunjung tinggi seorang ibu yang sangat berpengaruh dalam kelangsungan dan perkembangan hidup manusia pada umumnya. Seperti dalam ziki guru bura bagaimana seharusnya besikap kepada orang tua. Podasi ana ra nggana kataho ba Ina Aina tio kaesemu ma sampe raka asa Tana‟o sangajapu sambea ma labo ngaji Baina suju roko dei pana Anaraka
Artinya: Seandainya benar anak yang dilahirkan oleh Ibu Jangan menatapnya yang sampaike arah mulut Belajar dengan sungguh shalat dan mengaji Supaya tidak sujud dan ruku‟ di panasnya neraka
Ziki guru bura di atas menjelaskan bahwa kalau memang benar anak dari rahim ibu, diwajibkan bagi seorang anak untuk menjunjung tinggi orang tuanya, hargai mereka, lindungi dan rawatlah kedua orang tua kita ketika mereka beranjak
76
tua seperti halnya kepada mereka menjaga dan memelihara kita sewaktu kecil, terlebih kepada sang Ibu yang mengandung kita selama sembilan bulan. Seorang anak harus bisa menjaga sikapnya kepada sang Ibu, karena sang ibu dengan kasihsayangnya bisa menjadikan orang biasa menjadi luar biasa. Menjaga ucapan dan tingkah laku kita, jangan sampai dengan ucapan dan tingkah laku kita menyinggung dan menyakiti perasaan sang Ibu baik itu dilakukan dengan tidak sengaja. Bahkan untuk mengekspresikan kelalaian dan kemalasan kita kepadanya dengan mengucapkan “ah” pun dilarang Allah swt,. seperti dalam firman-Nya:
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”(Q.S. Al-Isra/17 ayat 23). Dijelaskan lagi dalam hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw., lalu bertanya „(Ya Rasulullah), siapakah orang yang lebih berhak diperlakukan baik dan tulus?‟ kemudian Rasulullah saw., bersabda, „Ibumu‟. Laki-laki itu bertanya lagi, lalu siapa? Rasulullah bersabda, „Ibumu‟. Laki-laki itu bertanya lagi, kemudian siapa? Rasulullah saw., menjawab. Lalu ayahmu.” (HR. Muslim) 7 Dalam surat Lukman ayat 14 juga menjelaskan bahwa anak diharuskan untuk berbakti, memuliakan, menghormati kedua orang tuanya, karena merekalah yang memelihara, merawat sejak kecil. Bila anak telah berani berbuat dosa kepada orang tuanya, ini berarti telah terjadi penyimpangan dengan mental anak. Padahal berterima kasih adalah paling mudah dari pada membalas budi. Membalas budi 7
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penerjemah; Ma’ruf Abdul Jalil, Ahmad Junaidi, Ringkasan Shahih Muslim Edisi Lengkap (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2009), cet.I, h.1255.
77
adalah perbuatan yang paling sukar karena budi oarng tua kepada kita sangat tak terhingga.8 Seorang anak tidak mungkin dapat dan tidak akan sampai mampu membalas budi kedua orang tuanya, walaupun anak tersebut mewaqafkan seluruh umurnya bagi keduanya. Inilah ayat yang mengisyaratkan itu:
... “...Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam dua tahun....” (Q.S. Luqman/31 ayat 14). Ayat ini menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung dan dahsyat. Seorang Ibu dengan tabiat-nya harus menanggung beban yang lebih berat dan lebih kompleks. Namun luar biasa, ia tetap menanggungnya dengan senang hati dan cinta yang lebih dalam, lembut dan halus.9 Allah memerintahkan untuk berbakti kepada orang tua, tetapi disini Allah hanya menjelaskan penyebab mengapa harus berbakti kepada ibu saja. Hal yang demikian itu karena kesukaran yang diterima oleh ibu adalah lebih besar daripada kesukaran yang dialami oleh seorang ayah. Derita ibu adalah sejak bayi masih dalam kandungan, waktu melahirkan dan masa menyusui sampai bayinya berumur sekitar dua tahun. Karenanya, Nabi menandaskan kepada orang yang bertanya: “Siapakah yang lebih berhak menerima baktiku?” Jawab Nabi: “yang lebih berhak menerima baktimu adalah ibumu.” Tiga kali Nabi menekankan yang demikian itu, dan barulah pada kali yang keempat Nabi mengatakan “Kepada ayahmu”.10 Dijelaskan juga dalam ayat 15 bahwa berbakti terhadap orang tua adalah wajib apabila kebaktian itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang melanggar syariat Islam. Jadi apabila tidak menuruti perintah orang tua untuk berbuat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam seperti berbuat kemusyrikan maka ini
8
Umar Hasyim, Anak Shaleh II :Cara Mendidik Anak dalam Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983), h. 137-138. 9 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur‟an, Terj. As‟ad Yasin dan Abdul Aziz Salim basyarahil, di Bawah Naungan Al-Quran, h. 174. 10 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-Quranul Karim, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 3208.
78
tidak tergolong ke dalam golongan anak yang durhaka.11 Ayat ini juga menjelaskan untuk mengharuskan si anak melayani orang tua yang kafir secara baik walaupun tidak boleh si anak mengikuti orang tua dalam kekafiran.12 Selanjutnya pada
bait terakhir dianjurkan untuk mendirikan shalat dan
belajar al-Quran dengan tekun karena hal itu sangat berpengaruh juga terhadap tingkah laku seseorang baik kepada Ibu-Bapaknya maupun kepada orang lain agar tidak menyesal dikemudian hari nanti. Seperti dalam firman Allah swt., :
“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al-Ankabut/29 ayat 45). c.
Akhlak kepada guru, seseorang harus bertingkah laku yang selayaknya dilakukan oleh seorang murid, sehingga apa yang diterima dapat bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Guru adalah seseorang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dari semua kalangan dan berbagai profesi. Baik dari kalangan tua, muda, kaya, miskin, petani, dokter, polisi, presiden pernah mempunyai guru dan bahkan seumur hidup mereka juga membutuhkan seorang guru. Oleh sebab itu, di dalam ziki guru bura mengatur bagaimana akhlak seorang murid terhadap gurunya. Jaga ka tahopu nggahi ra toho Aina rea ra wura dei dou ma wara Tana‟o sa okopu loaku ndedi raka uku Na ipisi ba rongana ti wara au ndedi ringa Bunesi fare ma mburi ese wati ipi ntauna isi Ndedeku cara na doho tando guru Au ra tei na aina campa tau Ka de‟e kanggoripu loa kaimu raka nggaro 11
Umar Hasyim, Anak Shaleh II :Cara Mendidik Anak dalam Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983), h. 138. 12 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al-Bayan: Tafsir Penjelas..., h. 929.
79
Artinya: Jagalah omongan yang dibicarakan Jangan asal disebarkan kepada orang banyak Belajar dengan patuh supaya dapat diukur Kalu cepat sampainya tidak ada apa-apa yang dapat didengar Seperti padi yang di berbuah tidak jelas berisi Begitulah caranya duduk di depan guru Apa yang diajarkan jangan dulu dipotong Dengarlah sampai selesai agar kamu bisa mendapatkan kebun Ziki guru bura di atas menggambarkan bagaimana seorang murid bersikap kepada gurunya. Seorang murid dituntut harus sopan dalam bertutur kata, santun dalam tingkah laku, selalu menyimak dengan baik apa yang disampaikan kepadanya dan tidak memotong pembicaraan guru ketika sedang menyampaikan sebuah ilmu. Karena ketika seseoang belum selesai menyampaikan sesuatu, maka sesuatu yang datang itu akan kurang dipahami apabila dan sedikit pemahaman di dalamnya. Seperti halnya yang terjadi ketika nabi Musa yang sedang berguru kepada nabi Khidir, kalo seandainya nabi Musa pada waktu sedikit bersabar dalam penjelasan gurunya, mungkin akan banyak lagi pelajaran yang didapat oleh nabi Musa dan diketahui banyak orang sampai hari ini. Wallahu „alam bi shawab. Ketika dalam proses menerima pelajaran, seorang jangan sekali-kali datang kepada guru dengan menyombongkan diri dengan menganggap bahwa kita memiliki banyak ilmu sehingga mengaggap bahwa yang akan disampaikan oleh guru kita adalah sesuatu yang biasa saja sehingga kita melalaikan suatu ilmu atau pelajaran dan meremehkan guru yang hendak menyampaikan suatu ilmu kepada kita. Karena dalam hadits pun seperti yang dikutip oleh Abd. Majid Khon Rasulullah saw., pernah bersabda bahwa: “Barang siapa telah diajari panah memanah kemudian ia tinggalkannya, maka ia tidak tergolong umatku atau sungguh ia durhaka.” (HR. Muslim).13 Rasulullah telah menerangkan kepada umatnya untuk tidak mengabaikan dan meremehkan suatu ilmu. Panah memanah dalam hadis di atas dijadikan suatu ilmu
13
Abdul Majid Khon, Hadist Tarbawi hadis-hadis pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2012),h.114.
80
yang dibutuhkan pada zaman itu, dan pada zaman sekarang banyak sekali ilmu yang Begitu pun dalam hal-hal lain yang berhubungan langsung dengan keduniaan diatur dalam ziki guru bura dengan demikian baiknya sehingga orang yang melaksanakannya dapat menjadi bekal untuk hari nanti. Karena dalam ziki guru bura, segala bentuk kehidupan yang bersifat duniawi dilaksanakan semata-mata untuk persiapan diakhirat nanti.
81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Peran ziki guru bura memberikan pesan, makna, batasan, dan tujuan dari konsep akhlak sosial budaya dan masyarakat Bima tidak terlepas dari nilai agama sehingga menimbulkan konsep baru dalam pengamalan ajaran Islam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ziki guru bura dengan muatan utamanya adalah alQur’an dan al-Hadist membentuk satu etika kemasyarakatan yang inheren bagi budaya, sejarah, agama, dan alam semesta (daerah). Hal ini telah menimbulkan perasaan yang merupakan implementasi dari ajaran ziki guru bura dan merupakan penyatuan yang dilatarbelakangi oleh nilai sejarah-budaya dan agama yang dipertanggung jawabkan melalui pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat. Tata laku atau etika sosial dan akhlak dalam ziki guru bura telah memainkan peranannya dengan pondasi dasar, yaitu; pribadi yang taat kepada perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarangNya sebagai perwujudan takwa kepada Allah. Pengimplementasian ketakwaan tersebut dengan berbuat baik kepada sesama dan saling menghargai perbedaan tanpa memandang golongan atau kelompok. Selain itu, mengajarkan manusia agar selalu mengingat tentang maut supaya setiap pekerjaan, perbuatan serta segala sesuatu dalm kehidupannya tidak sia-sia, akan tetapi harus bernilai ibadah supaya menjadikannya bekal di akhirat nanti.
82
B. Saran 1.
Upaya penerapan akhlak yang termuat dalam ziki guru bura sebagai bentuk pengamalan atas ajaran agama, dan pelestarian warisan sejarah budaya agar tetap (bisa) dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat Bima khususnya. Menjadi kewajiban para pemimpin, tokoh, kaum intelektual dan pemerhati sejarah budaya untuk menerapkan konsep akhlak dalam ziki guru bura. Karena ziki guru bura merupakan kekayaan budaya yang tercipta untuk memudahkan masyarakat dalam memahami ajaran Islam.
2.
Agar agama, sejarah, maupun budaya yang melatarbelakangi lahirnya konsep ziki guru bura sebagai implementasi akhlak dalam kehidupan masyarakat dan wilayah dapat terus digali kembali, dipertahankan, dan diimplementasikan dengan melakukan langkah-langkah khusus dan terencana, dalam rangka mengubah tata laku kepemimpinan dan masyarakat (daerah) kekinian agar lebih dekat kepada masyarakat serta mampu membangun wilayah yang dipimpinnya dengan kebijaksanaan yang merata.
3.
Ziki guru bura harus menjadi bagian yang berperan penting dalam masyarakat, karena melalui pesan yang ada pada ziki guru bura, sikap dan akhlak
masyarakat dan pemimpin dapat menyatu untuk membangun
kehidupan yang lebih baik, dan diharapkan dapat terus diwariskan secara turun temurun di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, masyarakat Bima dapat menentukan laju perubahan daerahnya. Setidaknya, pesan dari ziki guru bura dapat menjadi seperangkat aturan baku yang dimiliki bersama di dalam masyarakat di tengah kehidupan keseharian masyarakat Bima. 4.
Minimnya sumber dan data yang didapat oleh penulis membuat hasil karya tulis ini jauh dari kata sempurna, sehingga perlu adanya pengkajian lebih dalam lagi bagi siapa saja yang membaca dan berniat untuk mengkajinya lebih lanjut dan lebih dalam lagi.
83
C. Implikasi Berhubungan dengan kesimpulan di atas, bahwa falsafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB) dijadikan sebagai konsep dan tolokukur masyarakat dalam tingkah laku sebagai insan yang islami. Hal ini telah diimplementasi oleh masyarakat Bima dalam kehidupannya sehari-hari sejak zaman sultan Ismail (tahun 1819 M.), akan tetapi dewasa ini hal tersebut hampir hilang karena masyarakatnya yang tidak peka dengan budaya dan kebiasaan baik, serta sejarah yang telah diciptakan para pendahulu mereka. Oleh sebab itu perlu adanya perhatian khusus dari semua kalangan di Bima agar ziki guru bura tidak hilang di tengah kerasnya modernitas.
84
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Yatim, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), cet. I. Ama La Nora, Ghazali, Mutiara Donggo; Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry, (Jakarta: NCI Perss, 2008). Agustiani, Hendriati, Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri padaRemaja, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), cet. I. Ardani, Moh., Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat & Tasawuf, (Jakarta; KArya Mulia, 2005), cet. II. Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. I. Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Praktis dan Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet.III. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatak Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet.XIII. Azra, Azyumardi, Pendidikan Isam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), cet. IV. _____________, “Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokrastisasi” (Jakarta: Kompas, 2006 ). Cambert-Loir, Henri, Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah,
(Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2004), cet. II. _____________, dan Siti Maryam R. Salahuddin, BO’ Sangaji Kai. Catatan Kerajaan Bima, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000). Daradjat, Zakiah, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002). _____________, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. IV.
85
Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kerajaan Tradisinoal di Indonesia: Bima, (Jakarta: CV. Putra Sejati Raya, 1997). Fattah Abu Ghuddah, Abdul, 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran Rasulullah SAW., Terj. dari Ar-Rasul Al-Mu’alim SAW. wa Aslibuha fil Ta’lim, oleh Mochtar Zoerni, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2009), cet. X. Ismail, M. Hilir, Kebangkitan Islam di Dana Mbojo (Bima) (1540-1950), (Bogor: CV Binasti, 2008). ___________, Menggali Pustaka Terpendam (Butir-Butir Mutiara Budaya Mbojo), (Bima: 2001). ___________, Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, (Mataram: Lengge, 2004), cet. I. Kandito, Argawi, Soekarno”The Leadership Secrets Of” (Depok: Oncor Semesta Ilmu, 20011), cet. I. Kementrian Agama RI, Al-qur’an Terjamahan dan Tafsir Perkata, (Jakarta: Hilal 2010). Langgulung, Hasan, Peralihan Paradigma Dalam Pendidikan Islam Dan Sains Sosial, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002). Majid, Abdul, & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Berspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 20011), cet. I. Maryam R. Salahuddin, Siti, Hukum Adat. Undang-Undang Bandar Bima, (Mataram: Lengge, 2004). Ma’luf, Lois, Almunjid fil Lughah Wal ‘Alam, (Darul Masyrik Beirut Libanon, 2000). Musthafa, Ahmad, Akhlaq Tasawuf, (Bandung; Pustaka Setia, 1997), cet. V. Nata, Abuddin, Perspektif Islam tentang Kencana, 2009), cet. I.
Strategi Pembelajaran, (Jakarta:
86
Nazir, Moh., Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 20011), cet. VII. Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,(Surabaya: Usaha Nasional, 1986), cet.III. Prastowo, Andi, Memahami Metode-Metode Penelitian, Suatu Tinjauan Teritis dan Praktis, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), cet. I. Sabri, M. Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2006), cet. IV. Sahidu, Djamaluddin, Kampung Orang Bima, (Mataram: Lengge, 2008), cet. II. Sayadi, Wajidi, Hadits Tarbawi; Pesan-Pesan Nabi saw. Tentang Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), cet. I. Suryana, Ana, Materi Pendidikan Agama Islam. (Tasikmalaya: STAI, 2007). Syaodih Sukmadinata, Nana, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), cet. III. Tajeb BA., Abdullah, Sejarah Bima Dana Mbojo,(Jakarta: PT Harapan Masa PGRI Jakarta, 1995), cet.I. Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), cet.I. W.J.S. Poerwardarmita, Kamus Umum Bahasa Indinesia. (Jakarta: Balai Pustaka 1996). Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989), cet. VIII. Yuslem, Nawir, Ulumul Hadits, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001).