PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober
KONSEP PEMIDANAAN TERHADAP PECANDU NARKOTIKA MENURUT UU NO 22 THN 1997 Oleh: Titik Suharti ABSTRACT Number Law 22 Year 1997 about Narcotic differentiate in the case of crime sanction to misuse in a state of depending and misuse a do not in depending and referred mention pecandu narcotic. Conception the crime to like a narcotic more emphasis at rehabilitating medical, rehabilitate the social and also medication. Conception the such crime have mirrored the target punish by proporsional between justice target, target of benefit and certainty target. Keyword: Conception The Crime, like a Narcotic
kesehatan, namun apabila disalah-
PENDAHULUAN Kejahatan narkotika merupakan
gunakan akan menimbulkan akibat yang
kejahatan yang bersifat transnasional
sangat merugikan masyarakat, bahkan
yang dilakukan dengan menggunakan
dapat menimbulkan bahaya yang lebih
modus operandi yang cerdik dan
besar bagi kehidupan dan nilai-nilai
teknologi yang canggih. Penyalahgunaan
budaya bangsa.
narkotika dan peredaran gelap narkotika
Menurut Undang-undang Nomor
telah membawa implikasi dan dampak
22 Tahun 1997 tentang narkotika
negatif yang dapat merusak kehidupan
mendefinisikan narkotika sebagai zat atau
bermasyarakat, terutama generasi muda.
obat yang berasal dari tanaman atau bukan
Generasi muda adalah bagian dari
tanaman baik sintetis maupun semisintetis
masyarakar yang menjadi generasi
yang dapat menyebabkan penurunan atau
penerus bangsa dan sebagai calon
perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
pemimpin negara di masa depan.
mengurangi sampai menghilangkan rasa
Walaupun narkotika sangat
nyeri, dan dapat menimbulkan
dibutuhkan dalam hal pengembangan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
ilmu pengetahuan maupun untuk
beberapa golongan, yaitu narkotika
kepentingan pengobatan dan pelayanan
golongan I, narkotika golongan II dan
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
339
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober narkotika golongan III.
menggunakan atau menyalahgunakan
Narkotika golongan I adalah
narkotika dan dalam keadaan ke-
narkotika yang hanya dapat digunakan
tergantungan pada narkotika, baik secara
untuk tujuan pengembangan ilmu
fisik maupun psikis. Adapun yang
pengetahuan dan tidak digunakan dalam
dimaksud dengan ketergantungan
terapi, serta mempunyai potensi sangat
narkotika adalah gejala dorongan untuk
tinggi mengakibatkan ketergantungan.
menggunakan narkotika secara terus
Narkotika golongan II adalah narkotika
menerus, toleransi dan gejala putus
yang berkhasiat pengobatan digunakan
narkotika apabila penggunaan dihentikan.
sebagai pilihan terakhir dan dapat
Pemakai atau pecandu narkotika di-
digunakan dalam terapi dan atau untuk
golongkan sebagai pelaku tindak pidana
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
dalam kejahatan tanpa korban, sehingga
serta mempunyai potensi tinggi meng-
pelaku termasuk juga sebagai korban.
akibatkan ketergantungan. RUMUSAN MASALAH
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan
Berdasarkan uraian pada pokok
dan banyak digunakan dalam terapi dan
pendahuluan, dapat dirumuskan per-
atau tujuan pengembangan ilmu penge-
masalahan, bagaimana konsep pe-
tahuan serta mempunyai potensi ringan
midanaan pecandu narkotika menurut
mengakibatkan ketergantungan.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika membedakan
PEMBAHASAN
subyek hukum pidana adalah orang dan
1. Pengaturan Pecandu sebagai Pelaku
korporasi, yang dikategorikan kedalam
Tindak Pidana Narkotika
golongan pengedar dan pemakai atau
Undang-undang Nomor 22 Tahun
pecandu. Orang sebagai pelaku tindak
1997 tentang narkotika mengatur bahwa
pidana narkotika adalah orang yang
penyalahguna narkotika adalah orang
menggunakan narkotika tanpa sepenge-
yang menggunakan narkotika tanpa
tahuan dan pengawasan dokter, sedang-
sepengetahuan dan pengawasan dokter.
kan pecandu adalah orang yang
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
Penyalahguna narkotika meliputi pemakai
340
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober yang tidak dalam ketergantungan dan
Yang dimaksud dengan meng-
pemakai yang dalam ketergantungan.
gunakan narkotika bagi dirinya sendiri
Pemakai yang dalam ketergantungan
adalah penggunaan narkotika yang
disebut pecandu. Jadi pecandu adalah
dilakukan oleh seseorang tanpa melalui
orang yang menggunakan atau menyalah
pengawasan dokter, dan jika orang yang
gunakan narkotika dan dalam keadaan
bersangkutan menderita ketergantungan,
ketergantungan pada narkotika, baik
maka dia harus menjalani rehabilitasi baik
secara fisik maupun psikis. Adapun yang
medis maupun sosial, dan pengobatan
dimaksud dengan ketergantungan
serta rehabilitasi bagi yang bersangkutan
narkotika adalah gejala dorongan untuk
akan diperhitungkan sebagai masa
menggunakan narkotika secara terus
menjalani pidana.
menerus, toleransi dan gejala putus
Pasal 86 Undang-undang Nomor
narkotika apabila penggunaan di-
22 Tahun 1997 menyebutkan bahwa (1)
hentikan. Pecandu dibedakan antara
orang tua atau wali pecandu yang belum
pecandu yang belum cukup umur dan
cukup umur sebagaimana dimaksud
pecandu yang telah cukup umur.
dalam pasal 46 ayat (1) yang sengaja tidak
Pasal 85 Undang-undang Nomor
melapor, dipidana dengan pidana
22 Tahun 1997 menyebutkan bahwa
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
barangsiapa tanpa hak dan melawan
denda paling banyak satu juta rupiah. (2)
hukum: a. menggunakan narkotika
Pecandu narkotika yang belum cukup
golongan I bagi diri sendiri, dipidana
umur dan telah dilaporkan oleh orang tua
dengan pidana penjara paling lama 4
atau walinya sebagaimana dimaksud
(empat) tahun; b. menggunakan
dalam pasal 46 ayat (1) tidak dituntut
narkotika golongan II bagi diri sendiri,
pidana.
dipidana dengan pidana penjara paling
Pasal 46 ayat (1) Undang-undang
lama 2 (dua) tahun; c. menggunakan
Nomor 22 Tahun 1997 menyebutkan
narkotika golongan III bagi diri sendiri,
bahwa orang tua atau wali dari pecandu
dipidana dengan pidana penjara paling
narkotika yang belum cukup umur wajib
lama 1 (satu) tahun.
melaporkannya kepada pejabat yang
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
341
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapat-
dapat disimpulkan bahwa Undang-undang
kan pengobatan dan atau perawatan.
Narkotika membedakan penyalahguna
Pasal 88 Undang-undang Nomor
narkotika meliputi penyalahguna narkotika
22 Tahun 1997 menyebutkan bahwa (1)
yang tidak dalam ketergantungan dan
pecandu narkotika yang telah cukup umur
penyalahguna narkotika yang dalam
dan dengan sengaja tidak melaporkan diri
ketergantungan. Penyalahguna narkotika
sebagaimana dimaksud dalam pasal 46
yang dalam ketergantungan disebut
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
pecandu. Pecandu dibedakan pecancu
paling lama 6 (enam) bulan atau denda
yang telah cukup umur dan pecandu yang
paling banyak dua juta rupiah. (2)
belum cukup umur. Yang dimaksud dengan
keluarga pecandu narkotika sebagaimana
belum cukup umur menurut Undang-
dimaksud dalam ayat (1) yang dengan
undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
sengaja tidak melaporkan pecandu
Pengadilan Anak adalah belum berusia 18
narkotika tersebut dipidana dengan
tahun dan belum pernah menikah.
pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
Pada dasarnya, penyalahguna
bulan atau denda paling banyak satu juta
narkotika yang tidak dalam keadaan
rupiah. Adapun yang dimaksud dengan
ketergantungan akan dikenakan sanksi
keluarga adalah orang tua atau wali dari
pidana yang berbeda sesuai dengan
pecandu narkotika.
golongan narkotika yang dipakai. Pasal 85
Pasal 46 ayat (2) Undang-undang
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997
Nomor 22 Tahun 1997 menyebutkan
hanya memberikan sanksi pidana penjara
bahwa pecandu narkotika yang telah
tanpa alternatif sanksi pidana denda.
cukup umur wajib melaporkan diri atau
Undang-undang Nomor 22 Tahun
dilaporkan oleh keluarganya kepada
1997 mewajibkan adanya pelaporan
pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah
tentang adanya pecandu narkotika
untuk mendapatkan pengobatan dan atau
kepada pejabat yang ditunjuk oleh
perawatan.
pemerintah untuk
mendapatkan
Berdasarkan uraian pasal 46, pasal
pengobatan atau perawatan. Kewajiban
85, pasal 86 dan pasal 88 Undang-undang
pelaporan tersebut ditujukan kepada
Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika,
orang tua atau wali pecandu narkotika,
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
342
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober baik pecandu narkotika yang belum cukup
yang berjudul Hukum Penitensier
umur maupun pecandu narkotika yang
Indonesia, mendefinisikan arti kata pidana
telah cukup umur.
atau straf menurut hukum positip adalah
Hapusnya hak penuntutan ter-
”een bijzonder leed, tegen den overtreder
hadap pecandu narkotika belum cukup
van een door den staat gehandhaafd
umur apabila orang tua atau walinya telah
rechtsvoorschrift, op den enkelen grond
melaporkan kepada pejabat yang ditunjuk
van die overtreding, van wege den staat als
pemerintah untuk mendapatkan peng-
handhaver der openbare rechtsorde, door
obatan dan atau perawatan. Hal demikian
met met de rechtsbedeeling belaste gezag
tidak berlaku bagi pecandu narkotika yang
uit te speken” dan dapat diartikan bahwa
telah cukup umur, bahkan pecandu
pidana adalah suatu penderitaan yang
narkotika yang telah cukup umur dengan
bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh
sengaja tidak melaporkan diri akan
kekuasaan yang berwenang untuk
dikenakan sanksi pidana kurungan atau
menjatuhkan pidana atas nama negara
sanksi pidana denda. Selain itu juga
sebagai
dikenakan tuntutan pidana sebagaimana
ketertiban hukum umum bagi seorang
ketentuan pasal 85 Undang-undang
pelanggar, yakni semata-mata karena
Nomor 22 Tahun 1997.
orang tersebut telah melanggar suatu
penanggung jawab dari
peraturan hukum yang harus ditegakkan
2. Konsep dan Tujuan Pemidanaan
oleh negara.(Lamintang, 1988:47) Pemidanaan berasal dari kata
Pasal 10 Kitab Undang-undang
”pidana” yang mendapat awalan ”pe” dan
Hukum Pidana menyebutkan ada dua jenis
akhiran ”an”. Kata ”pidana” berarti hal
pidana, yaitu pidana pokok dan pidana
yang ”dipidanakan”, yaitu oleh instansi
tambahan. Pidana pokok
yang berkuasa dilimpahkan kepada
pidana mati, pidana penjara, pidana
seorang oknum sebagai hal yang tidak
kurungan dan pidana denda, sedangkan
enak dirasakannya dan juga hal yang
pidana tambahan terdiri dari pidana
tidak sehari-hari dilimpahkan.(Wirjono
pencabutan hak-hak tertentu, pidana
Prodjodikoro, 2003:1)
perampasan barang-barang tertentu dan
Menurut van Hamel sebagaimana
pidana pengumuman putusan hakim.
dikutib oleh Lamintang dalam bukunya
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
terdiri dari
Pemidanaan mempunyai arti
343
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober penjatuhan pidana. Perkataan ”pe-
menjatuhkan pidana yang didasarkan
midanaan” mempunyai arti sama dengan
pada teori pemidanaan. Dalam hukum
perkataan ”penghukuman”, sebagaimana
pidana dikenal ada tiga teori pemidanaan,
dimaksud oleh Sudarto bahwa peng-
yaitu a. Teori absolut atau teori mutlak
hukuman berasal dari kata ”hukum”,
(vergeldingstheorie);
sehingga dapat diartikan sebagai
teori nisbi (doeltheorie); c. Teori gabungan
menetapkan
(verenigings / gemengde theorien)
hukum atau memutuskan
tentang hukumnya (berechten).
Peng-
.
b. Teori relatif atau
Teori absolut atau teori mutlak
hukuman dalam hal ini mempunyai makna
(vergeldingstheorie) mendasarkan bahwa
sama dengan sentence atau veroordeling.
yang dianggap sebagai dasar
(Lamintang, 1988: 49)
pidana adalah sifat pembalasan. Pidana
daripada
Pada dasarnya terdapat tiga
adalah suatu pembalasan. Penjatuhan
pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin
pidana dibenarkan karena telah terjadi
dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu:
suatu kejahatan, dan dengan adanya
a. Untuk memperbaiki pribadi dari
kejahatan telah menggoncangkan
penjahatnya itu sendiri; b. Untuk membuat
masyarakat. Apabila seseorang telah
orag menjadi jera untuk melakukan
melakukan kejahatan, maka karena
kejahatan; dan c. Untuk membuat
perbuatannya itu akan menimbulkan
penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak
penderitaan terhadap anggota masyarakat
mampu untuk melakukan kejahatan-
yang lain.
kejahatan yang lain, yaitu penjahat-
Untuk mengembalikan pada
penjahat yang dengan cara-cara yang lain
keadaan sebagimana sebelum terjadi
sudah tidak dapat diperbaiki lagi
kejahatan, maka penderitaan harus
.(Lamintang, 1988:23)
dibalas dengan suatu penderitaan pula,
Berkaitan dengan penjatuhan
yaitu yang terdiri dari suatu pidana atau
pidana atau pemidanaan, maka yang
nestapa dan pidana tersebut harus
menjadi permasalahan adalah mengapa
dirasakan sebagai suatu nestapa oleh
pelaku perbuatan pidana harus dikenakan
pelakunya.
sanksi pidana. Hal tersebut terkait dengan
Teori relatif atau teori nisbi
subjectief strafrecht, yaitu hak atau
(doeltheorie) mendasarkan pada tujuan
wewenang untuk menentukan atau
dari penjatuhan pidana. Adapun tujuan
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
344
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober
pokok dari pemidanaan adalah sebagai
gabungan adalah pertama, teori relatif
berikut: a. Untuk mempertahankan
menimbulkan ketidakadilan; kedua,
ketertiban masyarakat; b. Untuk
kepuasan masyarakat diabaikan; ketiga,
memperbaiki kerugian yang diderita oleh
sulit dilaksanakan dalam praktek. (Hermien
masyarakat sebagai akibat dari terjadinya
Hadiati Koeswadji, 1995: 7-12)
kejahatan; c. Untuk memperbaiki si
Setiap penjatuhan pidana kepada
penjahat; d. Untuk membinasakan si
pelaku kejahatan selalu dikaitkan dengan
penjahat; e. Untuk mencegah kejahatan.
perumusan kejahatan itu sendiri dalam
Tujuan mencegah kejahatan dari
peraturan perundang-undangan pidana.
teori relatif dapat dirinci lebih lanjut dalam
Sebagaimana dinyatakan oleh Hans
dua jenis, yaitu pertama, Algemene atau
Kelsen bahwa sanksi dibuat sebagai
generale preventie adalah pencegahan
konsekuensi dari perbuatan yang dianggap
yang ditujukan secara umum kepada
merugikan masyarakat dan yang menurut
masyarakat, sehingga sifat pencegahan-
maksud-maksud dari tata hukum harus
nya bersifat umum;
kedua, Bijzondere
dihindarkan. Dalam teori hukum pidana
atau speciale preventie adalah pen-
dikenal asas mala in se, yaitu perbuatan
cegahan yang ditujukan kepada si
yang dengan sendirinya dianggap jahat,
penjahat itu sendiri (pencegahan
dan mala prohibita, yaitu perbuatan yang
khusus).
dianggap jahat hanya karena perbuatan
Teori gabungan (verenigings / gemengde theorien) mencakup dua teori,
tersebut dilarang oleh suatu tata sosial positif.(Hans Kelsen, 1995: 51)
yaitu teori absolut dan teori relatif.
Menurut hukum pidana dari
Menurut pandangan teori gabungan,
masyarakat beradab, sanksi biasanya
kelemahan teori absolut adalah pertama,
ditetapkan hanya untuk kasus-kasus di
dapat menimbulkan ketidakadilan; kedua,
mana akibat yang tidak dikehendaki oleh
apabila yang menjadi dasar dari teori
masyarakat telah ditimbulkan oleh si
absolut adalah untuk pembalasan, maka
penjahat, baik disengaja ataupun tidak
mengapa hanya negara yang mempunyai
(dengan maksud atau tanpa maksud untuk
hak menjatuhkan pidana. Adapun
menimbulkan akibat tersebut). Jika maksud
kelemahan teori relatif menurut teori
atau niat itu penting bagi pelaksanaan
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
345
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober kejahatan, maka suatu sikap mental yang
perasaan takut akan sanksi dapat
nyata pada pihak si penjahat merupakan
mencegah orang melakukan delik.(Hans
unsur isi dari delik tersebut. Dalam hal ini
Kelsen, 1995:54-55)
delik dikualifikasikan secara psikologis.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja
Apabila akibat yang tidak dikehendaki oleh
sebagiamana dikutib Bernard Arief
masyarakat telah ditimbulkan bukan
Sidharta dalam disertasinya, menyatakan
dengan maksud, juga bukan karena
bahwa tujuan hukum berdasarkan cita
kekurang hati-hatian, maka tidak ada
hukum Pancasila adalah untuk
sanksi yang harus dijalankan terhadap
memberikan pengayoman kepada
orang yang perbuatannya menebabkan
manusia, yaitu melindungi manusia
akibat tersebut.
secara pasif (negatif) dengan mencegah
Hal ini mensyaratkan prinsip
tindakan sewenang-wenang, dan secara
bahwa sanksi harus diancamkan hanya
aktif (positif) dengan menciptakan kondisi
terhadap penjahat, yaitu orang yang
kemasyarakatan yang manusiawi yang
karena tindakannya atau kelalaiannya
memungkinkan proses kemasyarakatan
sendiri untuk bertindak, secara langsung
berlangsug secara wajar sehingga secara
atau tidak langsung menimbulkan akibat
adil tiap manusia memperoleh ke-
yang membahayakan masyarakat. Prinsip
sempatan yang luas dan sama untuk
bahwa sanksi diancamkan terhadap
mengembangkan
seseorang individu yang perbuatannya
kemanusiaannya secara utuh.(Bernard
dipandang mem-bahayakan masyarakat,
Arief Sidharta, 1996:225)
seluruh potensi
dan bahwa dengan demikian dapat
Dalam ilmu hukum terdapat 3 (tiga)
didefinisikan delik menurut hukum sebagai
aliran konvensional tentang tujuan hukum,
perbuatan individu terhadap siapa sanksi
yaitu: aliran etis, aliran utilitis dan aliran
sebagai konsekuensi dari perbuatan
normatif dogmatik. Aliran etis meng-
tersebut, apakah maksud sanksi tersebut
anggap bahwa pada asasnya tujuan
retrbusi atau pevensi melalui tindakan
hukum adalah semata-mata untuk
pencegah-an. Hanya jika kejahatan sanksi
mencapai keadilan. Aliran utilitis
dijatuhkan kepada pelaku kejahatan
menganggap bahwa pada asasnya tujuan
bahwa tuntutan retribusi terpenuhi dan
hukum adalah semata-mata untuk
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
346
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober menciptakan kemanfaatan
atau
penyalahguna narkotika golongan III
kebahagiaan warga. Aliran normatif
sebagaimana diatur dalam pasal 85
dogmatik menganggap bahwa pada
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997.
asasnya tujuan hukum adalah semata-
Bagi penyalahguna narkotika golongan I
mata untuk menciptakan kepastian
dikenakan sanksi pidana penjara paling
hukum.(Achmad Ali, 1996:84)
lama 4 (empat) tahun, penyalahguna narkotika golongan II dikenakan sanksi
3. Konsep Pemidanaan Terhadap
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun,
Pecandu Narkotika
dan bagi penyalahguna narkotika golongan III dikenakan sanksi pidana
Pasal 1 angka 14 Undang-undang
penjara 1 (satu) tahun.
No 22 Tahun 1997 menyebutkan
Bagi penyalahguna narkotika yang
penyalahguna narkotika adalah orang
menderita ketergantungan, atau pecandu
yang menggunakan narkotika tanpa
narkotika, maka dia harus menjalani
sepengetahuan dan pengawasan dokter.
rehabilitasi baik rehabilitasi medis maupun
Penyalahguna narkotika meliputi pemakai
rehabilitasi sosial, serta pengobatan. Masa
yang tidak dalam ketergantungan dan
rehabilitasi bagi pecandu akan di-
pemakai yang dalam ketergantungan.
perhitungkan sebagai masa menjalani
Pemakai yang dalam ketergantungan
pidana.
disebut pecandu. Jadi pecandu adalah
Pecandu narkotika yang telah
orang yang menggunakan atau menyalah-
cukup umur dan dengan sengaja tidak
gunakan narkotika dan dalam keadaan
melaporkan diri dipidana dengan pidana
ketergantungan pada narkotika, baik
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
secara fisik maupun psikis. Pecandu
denda paling banyak dua juta rupiah.
dibedakan antara pecandu yang belum
Adapun bagi pecandu narkotika yang
cukup umur dan pecandu yang telah cukup
belum cukup umur dan telah dilaporkan
umur.
oleh orang tua atau walinya tidak dituntut
Konsep pemidanaan terhadap
pidana.
penyalahguna narkotika, dibedakan
Pemidanaan terhadap pecandu
antara penyalahguna narkotika golongan
narkotika mempunyai arti penghukuman
I, penyalahguna narkotika golongan II dan
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
347
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober
terhadap korban kejahatan. Dalam hal ini
dengan penjatuhan sanksi pidana penjara
bisa dikategorikan pada kejahatan tanpa
dapat mencapai tujuan memperbaiki
korban, sehingga yang menjadi korban
pribadi dari pecandu narkotika sebagai-
adalah pelaku itu sendiri. Pada kasus
mana dianut teori relatif atau teori nisbi.
pecandu narkotika, akibat yang tidak
PENUTUP
dikehendaki oleh masyarakat tidak Berdasarkan uraian tersebut di
ditimbulkan secara langsung oleh pelaku,
atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
baik sengaja maupun tidak sengaja. Apabila akibat yang tidak dike-
pertama, Undang-undang Nomor 22
hendaki oleh masyarakat telah di-
Tahun 1997 tentang narkotika mengatur
timbulkan bukan dengan maksud, juga
bahwa penyalahguna narkotika adalah
bukan karena kekurang hati-hatian, maka
orang yang menggunakan narkotika tanpa
tidak ada sanksi yang harus dijalankan
sepengetahuan dan pengawasan dokter.
terhadap orang yang perbuatannya
Penyalahguna narkotika meliputi pemakai
menebabkan akibat tersebut. Hal ini
yang tidak dalam ketergantungan dan
mensyaratkan prinsip bahwa sanksi harus
pemakai yang dalam ketergantungan.
diancamkan
hanya terhadap penjahat,
Pemakai yang dalam ketergantungan
yaitu orang yang karena tindakannya atau
disebut pecandu. Kedua, bagi penyalah-
kelalaiannya sendiri untuk bertindak,
guna narkotika yang menderita keter-
secara langsung atau tidak langsung
gantungan, atau pecandu narkotika, maka
menimbulkan akibat yang membahaya-
dia harus menjalani rehabilitasi baik
kan masyarakat. Penjatuhan sanksi
rehabilitasi medis maupun rehabilitasi
pidana terhadap pecandu narkotika tidak
sosial, serta pengobatan. Masa rehabi-
akan pernah mencapai tujuan hukumnya,
litasi bagi pecandu akan diperhitungkan
terutama tujuan kemanfaatan dan
sebagai masa menjalani pidana.
keadilan bagi pelaku. Salah satu tujuan
Penjatuhan sanksi pidana ter-
yang ingin dicapai dengan suatu
hadap pecandu narkotika tidak akan
pemidanaan adalah untuk memperbaiki
pernah mencapai tujuan hukumnya,
pribadi dari penjahatnya itu sendiri,
terutama tujuan kemanfaatan dan
sehingga perlu dipertanyakan apakah
keadilan bagi pelaku. Salah satu tujuan
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
348
Titik Suharti
PERSPEKTIF Volume X No.4 Tahun 2005 Edisi Oktober Hans Kelsen (alih bahasa oleh Somardi), Teori Hukum Murni, dasar-dasar ilmu hukum normatif sebagai ilmu hukum empirik – deskriptif, Rimdi Press, 1995
yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan adalah untuk memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri, karena pemidanaan terhadap pecandu
Hermien Hadiati Koeswadji, Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995
narkotika mempunyai arti penghukuman terhadap korban kejahatan. DAFTAR PUSTAKA
Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, CV Armico, Bandung, 1988
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Chandra Pratama, Jakarta, 1996
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pdana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Fundasi dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 1996
Konsep Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika Menurut UU No 22 Thn 1997
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1997 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698
349
Titik Suharti