KONSEP HOMESCHOOLING MENURUT DR. SETO MULYADI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam
O IAIN WALISONG SEMARANG
Oleh :
HIMMATUL ALIYAH NIM : 3103117
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008
ABSTRAK Himmatul Aliyah (NIM : 3103117). Konsep Homeschooling Menurut Dr. seto Mulyadi Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Skripsi. Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Konsep homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi, (2) Konsep homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi dalam perspektif pendidikan Islam. Penelitian ini bersifat kualitatif, menggunakan pendekatan studi tokoh dengan teknik Content Analysis yang merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi untuk memecahkan atau mencari solusi suatu permasalahan. Data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan pendekatan deduktif dan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep homeschooling Dr. Seto Mulyadi terdapat keterkaitan erat dengan konsep pendidikan Islam yaitu : (1) Konsep homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi adalah pembelajaran yang dilakukan di rumah dengan anak sebagai peserta didik dan orang tua sebagai fasilitator. Namun pembelajarannya dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Spektrum dari homeschooling sangat lebar. Siswa dapat belajar tidak hanya di rumah tetapi di berbagai tempat dia melakukan kegiatan. Dengan waktu yang fleksibel, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Guru yang mengajar anak tidak terbatas hanya orang tua saja, tetapi orang yang dituakan di rumah, seperti: kakak, tetangga, atau kerabat lain, bahkan juga bisa mengundang guru privat. Dalam praktiknya, homeschooling Kak Seto menggunakan Kurikulum dari Depdiknas (KTSP 2006) yang dimodifikasi dengan teori psikologi dan perkembangan anak, teori belajar, perkembangan IPTEK dan isu-isu lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan menganut teori Active Learning, Fun Learning, dan Contextual Teaching Learning .(2) Pendidikan integral bagi pendidikan anak adalah pendidikan berdasarkan nilai-nilai Islam yang bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah sebagai rujukan dan pendidikan yang ditawarkan oleh Dr. Seto Mulyadi sangat erat keterlibatannya dengan konsep Pendidikan Islam yang telah ada. Terutama dalam hal tanggung jawab pendidikan anak, metode dan prinsip kurikulum yang digunakan. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti, dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
ii
Ahmad Muthohar, M.Ag. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) Eksemplar Hal : Naskah Skripsi A.n Sdri Himmatul Aliyah Kepada Yth. Dekan Tarbiyah IAIN Walisongo Di Semarang
Fakultas
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi saudara : Nama
: Himmatul Aliyah
Nim
: 3103117
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: KONSEP HOMESCHOOLING MENURUT DR. SETO MULYADI DALAM
PERSPEKTIF
PENDIDIKAN ISLAM Dengan ini saya mohon skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqosahkan. Demikian harap menjadi maklum.. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang,
Januari 2008
Pembimbing
Ahmad Muthohar, M.Ag NIP. 150 276 929
iii
IAIN WALISONGO SEMARANG
DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS TARBIYAH Alamat: Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan, Telp. 024-7601295 Semarang 50185
PENGESAHAN Nama : Himmatul Aliyah NIM : 3103117 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi: KONSEP HOMESCHOOLING MENURUT DR. SETO MULYADI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal: 24 Januari 2008 dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) guna memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah. Semarang, 4 Februari 2008 Dewan Penguji Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, M.Pd. NIP. 150 170 474
Siti Tarwiyah NIP. 150 290 932
Penguji I
Penguji II
Dra. Siti Mariam, M.Pd. NIP. 150 257 372
Dra. Muntholi’ah, M.Pd. NIP. 150 263 166 Pembimbing
Ahmad Muthohar, M.Ag NIP. 150 276 929
iv
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak mengandung materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai bahan rujukan.
Semarang, 25 Desember 2007 Deklarator
HIMMATUL ALIYAH NIM. 3103117
v
MOTTO
(٦ :)اﻟﺗﺤﺮﻳم...ﻴﺎاﻴﻬﺎ اﻟذﻴﻦ اﻤﻨﻮا ﻗوا أﻧﻓﺳآم وأهﻟﻳآم ﻧﺎﺮا Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At-Tahrim: 6)1
1
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Surat At-Tahrim ayat 6, (Semarang: Alwaah,1995), hlm. 951.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, segenap keluarganya, sahabat dan seluruh umat manusia. Konsep homeschooling yang dekemukakan oleh Dr. Seto Mulyadi, merupakan format pendidikan alternatif. Melalui homeschooling anak tidak sekedar menjalankan kegiatan bersekolah dirumah, melainkan bisa dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Tujuan pokok homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi adalah memenuhi hak anak dalam memperoleh pendidikan. Setidaknya ada tiga manfaat yang di dapatkan dari homeschooling. Pertama, homeschooling mengingatkan atau menyadarkan para orang tua bahwa pendidikan untuk anak tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada sekolah formal, karena orang tua adalah penanggung jawab utama dalam pendidikan anak. Kedua, homeschooling dapat menampung anak yang karena alasan tertentu tidak dapat belajar di sekolah formal. Ketiga, homeschooling dapat menjadi sparring partner sekolah-sekolah formal dan non formal dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu dengan segala keterbatasan, bahan, sumber, dan kemampuan, penulis mengkaji dan menelaah konsep homeschooling Dr. Seto Mulyadi tersebut dalam perspektif pendidikan Islam, yang tentunya masih jauh dari sempurna. Atas selesainya penulisan skripsi ini, dengan penuh rasa tawadlu’, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Ibnu Hadjar, M.Ed, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
vii
2. Ahmad Muthohar, M.Ag, selaku pembimbing dalam penulisan skripsi, yang telah mengarahkan dan membimbing dengan penuh keikhlasan. 3. Drs. Ikhrom, M.Ag, selaku Wali Studi. 4. Dr. Seto Mulyadi, selaku nara sumber dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kerjasama dan birokrasi yang baik. 5. Segenap Dosen serta karyawan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 6. Bapak (Almarhum), Ibu, serta saudara tercinta yang telah memberikan kasih sayang, motivasi dan do’a restu. 7. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama penulis studi di IAIN Walisongo Semarang. Penulis tidak dapat memberikan balasan apapun, kecuali ucapan terima kasih dan permohonan maaf, semoga Allah SWT menerima dan meridloi amal kebaikan mereka serta selalu dalam lindungan-Nya. Dalam penulisan skripsi ini, tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun tulisannya. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis menerima saran-saran konstruktif demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah penulis memohon dan berserah diri, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, dunia pendidikan dan pembaca pada umumnya. Semarang, 7 januari 2008 Penulis, Himmatul Aliyah
viii
PERSEMBAHAN Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada : 1. Bapak Nashori (Almarhum) dan Ibu Ngatini tercinta yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dan selalu mendoakan dari lahir sampai akhir hayat demi kesuksesan dan keberhasilan penulis. 2. Kakak-kakakku tersayang (Kakak Agus+Mbak Erna, Mas Budi+Mbak Indah, Mbak Ety+Mas Syaiful, Mbak Eny), dan Mas Halim, Nyak Nur Faizah, Anisa Latief, Anggi, dan Mbak Nikmah sekeluarga, keponakankeponakanku yang lucu dan selalu membawa ceria hari-hariku (Dianis, Daffa, Tsaqif, dan Tata). Terima kasih atas semangat dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini. 3. Teman-teman seperjuanganku : Anis Ikhwa, Ainiah, Rina, Tyas, Jannah, Noor, Iin, Ani, Firin, Rif’an, Maftukhah, teman-teman kost “Astree” Depag, teman-teman PPL,dan teman-teman KKN. SEMANGAT!!! 4. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini.
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................... i HALAMAN ABSTRAK..................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iv HALAMAN DEKLARASI ................................................................................ v HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vii HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................................... ix DAFTAR ISI....................................................................................................... x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................... 1 B. Penegasan Istilah .................................................................... 6 C. Pokok Permasalahan............................................................... 7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 8 E. Tinjauan Pustaka.................................................................... 8 F. Metode Penelitian .................................................................. 10
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM DAN HOMESCHOOLING A. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam .......................................... 13 2. Dasar Pendidikan Islam ................................................. 16 3. Tujuan Pendidikan Islam................................................. 20 4. Tanggung Jawab Pendidikan Islam................................. 22 B. Konsep Homeschooling 1. Pengertian Homeschooling ............................................. 28 2. Sejarah Homeschooling .................................................. 32 3. Klasifikasi Homeschooling ............................................. 36 4. Payung Hukum Homeschooling ..................................... 39 5. Kurikulum Homeschooling............................................. 40
x
BAB III
KONSEP HOMESCHOOLING MENURUT DR. SETO MULYADI A. Biografi Dr. Seto Mulyadi 1. Latar Belakang Kehidupan Dr. Seto Mulyadi................. 46 2. Pendidikan, Pengalaman Hidup dan Karya-Karya Dr. Seto Mulyadi ........................................................................... 47 B. Konsep Homeschooling Menurut Dr. Seto Mulyadi 1. Pengertian Homeschooling ............................................. 52 2. Latar Belakang Homeschooling Kak Seto ...................... 57 3. Tujuan Homeschooling Kak Seto ................................... 61 4. Strategi Homeschooling Kak Seto .................................. 62 5. Kurikulum Homeschooling Kak Seto ............................. 65 6. Evaluasi Homeschooling Kak Seto................................. 69 7. Manfaat Homeschooling ................................................. 71
BAB IV
KONSEP HOMESCHOOLING MENURUT DR. SETO MULYADI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM A. Islam dan Homeschooling..................................................... 74 B. Pendidikan Islam 1. Pendidikan Anak ............................................................. 75 2. Metode Pendidikan ......................................................... 81 3. Kurikulum Pendidikan .................................................... 84
BAB V
PENUTUP A. Simpulan ............................................................................... 87 B. Saran-saran............................................................................ 89 C. Penutup.................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang penting, dimana setiap manusia berhak untuk mendapatkannya. Islam sebagai agama kesejatian manusia menempatkan masalah pendidikan pada tempat yang pertama dalam ajarannya. Sebagaimana diisyaratkan dalam wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalam ayat tersebut mengandung perintah untuk mencerdaskan manusia lewat proses baca dan tulis, yang kemudian melalui proses itu manusia bisa mengembangkan ilmunya. Sebagian orang berpendapat bahwa sekolah merupakan satu-satunya pusat pendidikan, karena sekolah merupakan lembaga yang diperuntukkan secara khusus bagi pendidikan. Pada kenyataannya terdapat banyak pusat pendidikan seperti keluarga, tetangga, kampung halaman, lingkungan dan sekolah, disamping masjid, tempat-tempat pertemuan, media massa (seperti surat kabar, radio, dan televisi), dan lain-lain yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pendidikan dan pembentukan kepribadian individu.1 Namun tetap saja masyarakat masih menganggap sekolah sebagai satusatunya sarana pendidikan yang sangat ampuh untuk memperoleh pendidikan. Ada asumsi bahwa orang yang tidak bersekolah maka orang tersebut tidak berpendidikan. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan pendidikan itu sendiri? Pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Oleh karena itu pendidikan tidak harus didapat melalui bangku sekolah saja. Ada juga sebagian masyarakat yang kritis terhadap lembaga pendidikan formal itu. Mereka berpendapat bahwa sekolah itu mengukung dan 1
Hery Noer Aly, H. Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), hlm. 197.
2 menjajah anak. Banyak anak yang secara potensial dapat berpikir mendalam, kreatif, dan memiliki sikap yang sopan santun, kemudian berubah drastis setelah masuk di gerbang sekolah. Anak-anak dipaksa belajar apa saja dalam tempo yang telah ditetapkan dan diikat dengan belenggu kurikulum yang ketat, hanya untuk mengejar skor tertentu yang ditetapkan sebagai batas kelulusan dalam Ujian Nasional (UN). Dengan keadaaan demikian anak akan merasa dan mengalami tekanan ketika potensi itu tidak tersalurkan di tempat yang benar. Sebagaimana yang dialami seorang anak usia 15 tahun bernama M. Izza Ahsin yang merasa dirinya terpenjara dalam sekolah formal. Hal ini karena ia mempunyai bakat untuk menulis yang tidak dapat tersalurkan dan diasah bila ia terus berada dalam sekolah formal tersebut. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari penjara itu.2 Belum lagi adanya gejala komersialisasi pendidikan atau perdagangan ilmu di sekolah, misalnya saat sekolah mewajibkan anak untuk membayar sejumlah diktat atau buku. Sekolah juga sering membebani anak didik. Tugas rumah atau yang sering disebut PR kadang sering menjadi masalah tersendiri bagi anak. Bayangkan dalam satu hari ada dua atau tiga guru memberikan PR masing-masing sepuluh soal, belum lagi di hari berikutnya PR tersebut semakin bertambah. Hal ini bisa menjadikan anak tidak merasa fun dalam belajar karena dihadapkan pada kewajiban yang memaksa. Kesan lain dari sekolah formal adalah hanya disikapi sebagai lahan untuk mencari ijazah dan mencetak sarjana saja. Namun itu semua bukan semata-mata kesalahan sekolah saja. Semua itu sebagian dari kelemahan sekolah, tetapi sekolah juga mempunyai peran yang penting dalam proses bersosialisasi dan mengembangkan diri. Seperti kata Syafinuddin al-Mandari bahwa sekolah yang mengukung, membebani, menguras, maupun membius, bebarengan dengan suasana rumah yang tidak akrab dengan hawa keilmuwan dan perilaku mulia, menjadikan anak ibarat bergantung pada dahan yang rapuh.3 2 3
M. Izza Ahsin, Dunia Tanpa Sekolah, (Bandung: Read!, 2007), Cet.1, hlm. 30. Syafinuddin al-Mandari, Rumahku Sekolahku, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004), hlm. 4.
3 Dari berbagai masalah di muka, maka muncullah berbagai alternatif pendidikan. Sebagai solusi untuk mencari format pendidikan yang benar-benar baik untuk anak-anak. Salah satu yang sedang marak di perbincangkan adalah homeschooling. Sebenarnya istilah homeschooling ini bukanlah hal yang baru lagi. Jika kita menelusuri biografi para tokoh yang berpengaruh di masa lalu, sesungguhnya merekapun ditempa dengan pendidikan “dirumah”, meskipun formatnya berbeda dengan yang sekarang, seperti Ki Hajar Dewantara dan Buya Hamka. Model pendidikan homeschooling ini tanggung jawabnya secara penuh berada di tangan orang tua, tidak diserahkan kepada pihak lain sebagaimana sekolah formal. Karena model pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak sesungguhnya hanya bisa dipenuhi oleh orang yang peduli dan sangat memahami anak. Dan tidak ada orang yang paling peduli dan paham tentang anak-anak kecuali orang yang mengasuhnya; dan jika anak itu diasuh oleh orang tuanya, tentu orang tualah yang paling mengerti mereka. Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama mempunyai peranan yang penting untuk menolong pertumbuhan anak-anaknya baik secara fisik maupun psikis. Karena anak adalah amanat Allah yang dititipkan kepada orang tuanya. Mereka dilahirkan dalam keadaan fitrah dan tergantung pada orang tualah untuk menjaga atau merusak fitrah itu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
اﺨﺑﺮﻨﻲ اﺒﻮ: ﺤﺪﺛﻧﺎﻋﺒﺪاﻦاﺨﺑﺮﻧﺎﻋﺒﺪاﷲ اﺨﺑﺮﻨﺎ ﻴﻮﻨﺲﻋﻦ اﻠﺰهﺮي ﻗﺎﻞ ﻗﺎﻞ ﺮﺴﻮﻞ: ﺳﺎﻠﻣﺔ ﺒﻦ ﻋﺒﺪاﻠﺮﺤﻤﻦ اﻦ اﺒﻮهﺮﻴﺮة ﺮﻀﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻞ ﻤﺎ ﻤﻦ ﻤﻮﻟﻮﺪ إﻻ ﻴﻮﻠﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻓﻄﺮة ﻓﺎﺑﻮاﻩ: اﷲ ﺻﻠﯽاﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺴﻠﻢ 4
(ﻴﻬﻮداﻨﻪ اوﻳﻧﺼﺮا ﻧﻪ ا و ﻳﻣﺠﺴﺎﻧﻪ )ﺮﻮاﻩاﻟﺑﺧﺎﺮى
“Telah menceritakan kepada kita Abdan, telah mengabarkan kepada kita Abdullah, telah mengabarkan kepada kita Yunus dari Zuhri, telah 4
hlm.413.
Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz 1, (Beirut-Libanon: Darul Kutub Ilmayah, t.th),
4 mengabarkan kepada kami Abu salamah bin Abdurrohman, sesungguhnya Abu Hurairah ra. berkata: Tiada seorangpun anak yang lahir kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari). Orang tua juga mempunyai peran yang penting dalam menentukan nasib anak-anaknya dikemudian hari. Jika diibaratkan dengan sebuah kapal, orang tua itu adalah nahkoda dalam keluarganya. Maka tugas orang tua untuk menetapkan kemana kapal itu akan berlabuh. Apa yang harus disiapkan untuk menempuh samudera luas yang penuh dengan tantangan dan bagaimana caranya agar semua penumpang kapal mampu menghadapi segala tantangan itu sehingga tiba selamat di tempat tujuan. Ilmu pengetahuan, kesabaran, kasih sayang, dan ketulusan, serta tanggung jawab yang tinggi adalah modal untuk membawa diri dan keluarga pada keselamatan itu.5 Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an Surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
(٦ :)اﻟﺗﺤﺮﻳم...ﻴﺎاﻴﻬﺎ اﻟذﻴﻦ اﻤﻨﻮا ﻗوا أﻧﻓﺳآم وأهﻟﻳآم ﻧﺎﺮا “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6)6 Begitu besarnya peran orang tua dalam pendidikan anak-anaknya, sehingga tidak salah jika orang mulai memperbincangkan homeschooling. Sekarang ini tidak sedikit keluarga yang telah menerapkan homeschooling, diantaranya adalah seorang Psikolog anak dan juga Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dr. Seto Mulyadi. Pria yang lebih akrab dipanggil “Kak Seto” ini telah menerapkan homeschooling kepada tiga anaknya. Menurut Kak Seto, homeschooling merupakan salah satu alternatif pendidikan masa depan. Hal ini karena homeschooling ini lebih fleksibel, artinya proses pembelajarannya dapat dilakukan di rumah atau dimanapun asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti di rumah, serta waktunya disesuaikan dengan
5
Maya Pujiati, “Mendidik Anak adalah Sebuah Investasi”, Selasa 20 Desember 2005, http://my.opera.com/madrasah-keluarga/blog/show.dml/91758 , 20 April 2007 6 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Surat At-Tahrim ayat 6, (Semarang: Alwaah,1995), hlm. 951.
5 kesiapan anak sehingga anak merasa senang dan nyaman dalam belajar.7 Mengenai kredibilitas homeschooling
ini sudah diakui oleh
pemerintah. Pemerintah sudah mengakui bahwa ada tiga sistem pendidikan di Indonesia yaitu pendidikan formal atau yang sering kita kenal dengan SD, SMP, SMA. Ada juga pendidikan nonformal atau disebut dengan kursuskursus dan sanggar, dan yang ketiga adalah pendidikan informal yaitu pendidikan dalam bentuk keluarga, termasuk didalamnya homeschooling. Semua itu telah disahkan dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No. 20/2003). Bagi anak homeschooler tidak perlu khawatir jika ingin masuk ke perguruan tinggi di mana saja. Dalam pasal 27 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa pendidikan informal akan diakui setara dengan pendidikan formal jika mereka mengikuti ujian dari Diknas yaitu mengikuti ujian kesetaraan. Paket A setara SD, paket B setara SMP, dan paket C setara SMA. Hal ini telah dibuktikan oleh anak pertama Kak Seto yang mengikuti homeschooling. “Jadi untuk mengikuti ujian nasional kesetaraan itu, mereka cukup mendaftar melalui dinas pendidikan setempat, hasilnya seratus persen setara. Anak saya yang mengikuti ujian paket B dan paket C, sekarang ini sudah masuk di Lim Kok Wing University, Universitas desain di Kuala Lumpur”. Ujar Kak Seto.8 Di dalam homeschooling
orang tua berperan sebagai guru utama,
walaupun kadang juga memakai jasa guru privat, namun tanggung jawabnya tetap berada di tangan orang tua. Akan tetapi fungsi guru disini adalah sebagai fasilitator dalam membimbing anak untuk belajar. Buku-buku dan latihan soal hanya dijadikan sarana pendukung dalam belajar, bukan sebagai target yang harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan materi dan kurikulumnya disusun sesuai dengan minat si anak. Anak dilibatkan dalam penyusunannya, sehingga anak akan senang dalam belajar. Meskipun anak
7 Mutiara Dwi R, “Belajar Tidak Harus di Sekolah Formal”, Tabloid Mom&Kiddie, edisi 14, tahun 1, 12-25 Maret 2007, hlm. 14. 8 Ibid.
6 diberi kebebasan dalam memilih waktu belajar dan materi apa yang akan dipelajari,namun bukan berarti anak belajar semaunya sendiri. Mereka tetap dilatih bertanggung jawab dengan pilihannya tersebut. Karena pada dasarnya orang-orang yang diizinkan membuat keputusan mengenai cara bersikap dapat bekerja lebih kompeten dan lebih efektif dari pada mereka yang perilakunya dikendalikan dengan ketat dan dinilai orang.9 Dalam konteks pendidikan Islam, tanggung jawab pendidikan yang paling utama ada di tangan orang tua. Berdasarkan hal itu penulis merasa ada singkronisasi antara konsep homeschooling dengan pendidikan Islam. Berangkat dari pemikiran yang sederhana tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam bagaimana konsep homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi dan bagaimana konsep tersebut jika ditinjau dalam perspektif pendidikan Islam. Sehingga penulis memberi judul skripsi ini: KONSEP
HOMESCHOOLING
MENURUT
DR.
SETO
MULYADI
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM.
B. Penegasan Istilah Pada bagian ini penulis mencoba memberikan batasan-batasan yang terdapat pada judul penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman dalam memberikan interpretasi analisis tentang judul diatas. Istilah yang perlu dijelaskan meliputi: 1. Homeschooling Menurut Dr. Seto Mulyadi, secara etimologis homeschooling
adalah
sekolah yang diadakan di rumah. Tapi secara hakiki, homeschooling adalah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subjek melalui pendidikan secara ‘at home’. Walaupun namanya homeschooling, tetapi anak tidak hanya belajar di rumah, melainkan bisa belajar di mana saja asalkan situasi dan kondisinya nyaman dan menyenangkan seperti di
9
Mary Griffith, Belajar Tanpa Sekolah: Bagaimana Memanfaatkan Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas Anak Anda, (Bandung: Nuansa,2005), hlm. 588.
7 rumah. Jam belajarnya pun fleksibel mulai bangun tidur sampai tidur lagi.10 Dengan kata lain homeschooling ini merupakan model pembelajaran yang sangat memperhatikan keadaan anak yang ingin belajar. Dengan cara belajar yang fleksibel ini akan membuat anak merasa senang dan nyaman tanpa paksaan, sehingga hasil yang didapatpun akan lebih optimal. Model pembelajaran ini juga melatih anak untuk belajar mandiri dan menumbuhkan rasa cinta akan belajar. 2. Perspektif Perspektif adalah: 1). Cara melukiskan suatu benda dan sebagainya pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata tiga dimensi (panjang, lebar, dan tinggi); sudut pandang, pandangan.11 Dalam hal ini yang dimaksud adalah sudut pandang, yaitu homeschooling dilihat dari sudut pandang pendidikan Islam. 3. Pendidikan Islam Menurut Prof. Achmadi, Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.12 Maksudnya bahwa pendidikan Islam adalah segala usaha yang dilaksanakan terus menerus untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki manusia supaya menjadi pribadi yang sempurna dengan tetap berpegang pada norma dan syariat Islam.
C. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di muka, pokok permasalahan skripsi yang akan dibahas adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah konsep homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi? 10
Mutiara Dwi R, Tabloid Mom&Kiddie, loc. cit. Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), Cet.9, hlm 1049-1054. 12 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 28-29. 11
8 b. Bagaimanakah konsep homeschooling Dr. Seto Mulyadi dalam perspektif pendidikan Islam?.
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukan adanya hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui konsep homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi. b. Mengetahui konsep homeschooling Dr. Seto Mulyadi dalam perspektif pendidikan Islam. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: a. Memberi informasi tentang
model pendidikan alternatif, yaitu
homeschooling. b. Menyadarkan kembali para orang tua akan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya c. Memperluas
cakrawala
dalam
bidang
pendidikan,
khususnya
pendidikan anak.
E. Tinjauan Pustaka Homeschooling, merupakan istilah yang cukup baru dalam dunia pendidikan di Indonesia, walaupun akar dari filosofinya telah ada sejak zaman dahulu. Oleh karena itu belum banyak penelitian ilmiah yang mengkaji tentang homeschooling. Walaupun ada sebagian yang telah membahasnya, namun sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian ilmiah yang khusus mengkaji tentang konsep homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi dalam perspektif pendidikan Islam. Berikut ini beberapa kajian mengenai homeschooling yang dapat penulis paparkan:
9 Skripsi yang berjudul “Gambaran Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya pada Remaja yang Mengikuti Pendidikan Homeschooling”, yang di tulis Yosi Molina, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 2006. Hasil penilitian yang didapat menunjukkan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya pada dua orang subjek penelitian kurang optimal.13 Skripsi Saudara Binky Paramitha Iskandar, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 2007, yang berjudul “Penyesuaian Diri Remaja yang Beralih dari Sekolah Formal ke Homeschooling”. Kesimpulan dari penelitian ini menyebutkan penyesuaian diri remaja pada awal peralihan antara sekolah formal ke homeschooling mengalami kesulitan, namun setelah berlangsung lama, mereka bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya tersebut.14 Skripsi yang berjudul “Penyesuaian Sosial Remaja Homeschool Majemuk dan Homeschool Tunggal”, ditulis oleh Fina Franti Wowor, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 2007. Penelitian ini berusaha membandingkan bagaimana sosialisasi remaja yang mengikuti homeschool majemuk dengan homeschool tunggal. Kesimpulan yang didapat menyebutkan bahwa sosialisasi remaja homeschool majemuk lebih baik dari pada homeschool tunggal. Hal ini karena ruang lingkup homeschool majemuk lebih luas dari pada homeschool tunggal.15
13
Email dari Lulu Tri Wulandari, Kepala Perpustakaan Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 31 Januari 2008. 14 Ibid. 15 Ibid.
10 Walaupun skripsi tersebut telah menyinggung homeschooling, akan tetapi pembahasan tentang homeschooling Kak Seto tidak dijelaskan dengan rinci dan tidak ada yang mencoba mencari relevansi homeschooling dengan pendidikan Islam.
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian
ini
bersifat
kualitatif,
yaitu
sebagaimana
yang
didefinisikan oleh Bogdan dan Taylor ialah proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.16 Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi tokoh, yaitu meneliti kehidupan seseorang dan hubungannya dengan masyarakat. Dalam penelitian ini diteliti sifat-sifat, watak, pengaruh, baik pengaruh lingkungan maupun pengaruh pemikiran, dan ide-ide dari subjek penelitian dalam masa hidupnya serta pembentukan watak figur yang diterima selama hayatnya.17 2. Metode Pengumpulan Data a. Metode Wawancara Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya/pewawancara dengan si penjawab/responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).18
16
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kulitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 3. 17 Moh Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 62. 18 Ibid, hlm 234.
11 Penulis mengadakan wawancara via faximili dan email dengan Dr. Seto
Mulyadi,
untuk
mencari
informasi
mengenai
konsep
homeschooling. b. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data mengenai dalam bentuk bahan tertulis dan film, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.19 Data yang dikumpulkan penulis meliputi: 1) Data primer, yaitu sumber-sumber langsung yang ditulis dari tangan pertama. Dalam penelitian ini sumber primernya adalah buku-buku dan artikel-artikel karya Dr. Seto Mulyadi yang didapat dari berbagai surat kabar dan internet. Diantaranya adalah buku yang berjudul : Homeschooling Keluarga Kak Seto: Mudah, Murah, Meriah, dan Direstui Pemerintah. 2) Data sekunder, yaitu sumber yang mengutip sumber lain dari bahan-bahan bacaan. Sumber ini digunakan guna mendukung penelitian ini. Sebagai sumber sekundernya antara lain: “Kak Seto Sahabat Anak-Anak” karya Evi Manai, Homeschooling : A Leap for Better Learning, Lompatan Cara Belajar” karya Sumardiono, “Belajar Tanpa Sekolah: Bagaimana Memanfaatkan Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas Anak Anda” karya Mary Griffith,dan “Rumahku Sekolahku” karya Syafinuddin Al-Mandari. Data yang diperoleh dikumpulkan dan untuk mendukung hasil penelitian yang valid, analisis yang kritis, dan wawasan yang luas. Penulis menggunakan beberapa metode analisis penelitian yang saling mendukung satu sama lain. 3. Analisis Data Setelah data dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah analisis data. Dalam tahap ini penulis menggunakan beberapa metode yang dianggap representatif untuk menyelesaikan pembahasan penelitian ini, diantaranya: 19
Lexy J. Moleong, op. cit., hlm 161.
12 a. Content Analysis, yaitu telaah sistematis atas catatan-catatan atau dokumen-dokumen sebagai sumber data.20 Menurut Holsti, content analisis adalah teknik apa pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara obyektif dan sistematis.21Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, mempelajari dan kemudian melakukan sintesis terhadap apa yang diselidiki. Analisis
ini digunakan untuk
menganalisis pandangan Dr. Seto Mulyadi tentang homeschooling dalam sudut pandang pendidikan Islam dengan cara membandingkan atau menghubungkan antara keduanya. Content analysis ini secara teknis mencakup upaya: 1) Klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi 2) Menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi 3) Menggunakan teknik analisis tertentu untuk membuat prediksi.22 b. Metode Interpretatif, yaitu metode yang menggunakan karya tokoh kemudian
diselami,
untuk
menangkap
dimaksudkan tokoh secara khas.
arti
dan
nuansa
yng
23
Metode ini penulis gunakan untuk menginterpretasikan maksud dan pendapat dari pemikiran Dr. Seto Mulyadi. Langkah-langkah yang ditempuh adalah: 1) Mengumpulkan sumber-sumber data berupa karya yang membahas pemikiran Dr. Seto Mulyadi tentang homeschooling. 2) Membaca
dan
menyelami
karya
tersebut
kemudian
mengungkapkan dari uraian yang disajikannya.
20
John W. Best, Metodologi Penelitian dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 133. 21 Lexy j. Moleong, op. cit., hlm. 163. 22 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991), hlm 49. 23 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm.63.
13
BAB II PENDIDIKAN ISLAM DAN HOMESCHOOLING
A. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Sebagai langkah awal untuk mengetahui suatu konsep perlu diketahui definisi terlebih dahulu. Di dalam agama Islam sekurangkurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menandai konsep pendidikan, yaitu : tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib.1 Kata tarbiyah merupakan bentuk masdar dari fi’il madhi rabba yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata dasar raiba dan dari segi kandungannya sama artinya dengan kata rabba yang merupakan nama Tuhan. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 24, yang berbunyi:
ﻮﺤﻓﺾ ﻟﻬﻤﺎ ﺠﻧﺎح اﻠذﻞ ﻤﻦ اﻟﺮﺤﻤﺔ ﻮﻗﻞ ﺮﺐ ا ﺮﺤﻤﻬﻤﺎ آﻤﺎ ﴾٢٤:ﺮﺒﻴﻨﻲ ﺻﻐﻴﺮا ﴿اﻹﺴﺮاﺀ “Dan rendahkanlah dirimu dengan penuh kasih sayang terhadap kedua orang tuamu. Dan doakanlah (untuk mereka) : “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memeliharaku dengan sayangnya pada waktu aku masih kecil”.(QS. Al-Isra’ : 24)2 Dari pengertian diatas, kata rabbayani merupakan bentuk madhi, dan mudhariknya murobbi, sehingga istlah at-tarbiyah menurut ayat diatas adalah mengasuh, menanggung, membesarkan yang merupakan amanah Allah yang diberikan kepada orang tua.
1
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Logos,1999 ), Cet.1, hlm. 3. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya,Surat Al-Isra’ ayat 24,op. cit., hlm. 428. 2
14 Menurut Ahmad Tafsir sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin kata tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan, dan mendidik yang kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau alama.3 Kata ta’lim berasal dari kata kerja alama.4 Dari segi linguistik menurut Naquib al-Attas istilah alama atau ilmu merupakan: From the point of view of linguistic usage, we must see the fact that term ilm has been applied in Islam to encompass the totality of lifethe spiritual, intelectual, religious, cultural, individual and socialmeans that its character is universal, and that it is necessary to guide man to his salvation.5 Dari segi linguistik, kita harus melihat fakta bahwa istilah ilm diterapkan dalam Islam mencakup keseluruhan hidup-spiritual, intelektual, agama, budaya, individual dan sosial-yang bersifat universal untuk menuntun hidup manusia menuju keselamatan. Istilah ta’dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam ditawarkan oleh Naquib al-Attas. Istilah ta’dib ini menngacu pada kata adab dan variatifnya, menurut al-Attas sebagaimana dikutip Jalaluddin, mendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisi yang sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah laku secara proporsional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya . Menurut alAttas selanjutnya, bahwa pendidikan Islam lebih tepat berorientasi pada ta’dib. Tarbiyah dalam pandangannya mencakup obyek yang lebih luas, bukan hanya terbatas pada manusia, tapi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib hanya mencakup pengertian pendidikan untuk manusia.6 Sedangkan menurut istilah, secara filosofis makna rabb yang berarti Allah sebagai pendidik seluruh ciptaanNya. Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, sebagaimana dikutip Muhaimin, mendefinisikan attarbiyah sebagai upaya mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna, kebahagiaan hidup, cinta tanah air, kekuatan raga, kesempurnaan etika, sistematik dalam berfikir, tajam berperasaan, giat 3
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 70. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet.3, hlm.25. 5 Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Aims and Objectives Of Islamic Education, (Jeddah: King Abdul Azis University, 1979), hlm. 37. 6 Jalaluddin , op. cit., hlm. 71. 4
15 dalam berekreasi, toleransi pada yang lain, berkompetisi dalam mengungkapkan berkreativitas.
bahasa
tulis
dan
bahasa
lisan,
dan
terampil
7
Dari segi istilah pengertian at-tarbiyah menurut Mustafa AlGhulayani adalah
اﻠﺘﺮﺒﻳﺔ هﻲ ﻏﺮﺲ اﻷﺧﻼ ﻖ اﻠﻔﺎﺿﻠﺔ ﻔﻲ ﻧﻔﻮﺲ اﻠﻨﺎﺸﺌﻴﻦ ﻮﺴﻘﻴﻬﺎ ﺑﻣﺎﺀ اﻹﺮﺷﺎﺪ ﻮاﻠﻧﺼﻴﺣﺔ ﺣﺘﻰ ﺘﺼﺒﺢ ﻤﻟآﺔ ﻤﻦ ﻤﻟآﺎﺖ اﻟﻧﻔﺲ ﺜﻢ 8
.ﺘآوﻦ ﺛﻤراﺗﻬﺎ اﻠﻔﺿﻴﻟﺔ ﻮاﻟﺨﻴر و ﺤﺐ اﻠﻌﻤﻞ ﻠﻨﻔﻊ اﻟوﻃﻦ
Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat hingga (didikan yang mereka terima) menjadi malakah (hal-hal yang meresap) dalam jiwa, kemudian malakah itu membuahkan kemuliaan, kebaikan, serta cinta beramal untuk kepentingan negara. Sementara menurut beberapa pakar, pendidikan Islam sendiri diartikan diantaranya: a. Prof. Dr. Achmadi Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma islam.9 b. Abdurrahman an-Nahlawi Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah SWT.10 7
Muhaimin, Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm.131. 8 Musthafa Al-Ghulayani, Idlat An-Nasyi-in, (Pekalongan: Maktabah Rajamurah, 1953), hlm. 189. 9 Achmadi , Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.28. 10 Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, terj. Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm. 26.
16 c. Zuhairini Pendidikan islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembangunan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam, memikirkan, memutuskan, dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.11 Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa pendidikan Islam itu merupakan suatu rangkaian usaha yang dilakukan secara terusmenerus untuk membimbing dan mengembangkan segala potensi manusia,baik secara lahir dan batin, sehingga terjadi perubahan yang positif dalam kehidupannya dan menjadikan hidup lebih bermakna menuju kebahagiaan. Proses tersebut senantiasa dilandasi dengan nilai-nilai Islam yang melahirkan norma-norma syari’ah dan akhlaqul karimah untuk mempersiapkan kehidupan dunia akhirat.
2. Dasar Pendidikan Islam Setiap usaha, tindakan dan kegiatan yang disengaja untuk mencapai tujuan harus mempunyai landasan atau dasar yang dijadikan sebagai acuan dan pedoman yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan yang merupakan usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan yang kuat kemana tujuan pendidikan itu akan dicapai. Dasar pendidikan Islam adalah Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW (selanjutnya disebut sunnah) dan ra’yu (hasil pikir manusia).12 Tiga sumber
ini
harus
digunakan
secara
hierarkis.
Al-Qur’an
harus
didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan tidak ditemukan di dalam Al-Qur’an, maka harus dicari dalam sunnah; apabila tidak juga ditemukan barulah digunakan ra’yu. Sunnah tidak akan bertentangan dengan al-Qur’an, dan ra’yu tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah. 11
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1991), Cet. 2,
hlm.152.
12
Hery Noer Aly, op. cit., hlm. 30.
17 a. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah kalam Allah yang yang bernilai mu’jizat, diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang tertulis pada mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir. Membacanya terhitung ibadah, diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.13 Al-Qur'an merupakan rahmat dan petunjuk bagi umat manusia di dunia dan akhirat. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari’ah.14 Ajaran-ajaran yang berkaitan dengan keimanan tidak banyak dibicarakan dalam Al-Qur’an. Sebab keimanan adalah masalah pribadi manusia, sedangkan selaras dengan amal perbuatan disebutkan dalam Al-Qur’an. Hal ini membuktikan bahwa amal itu yang paling banyak dilaksanakan. Karena semua perbuatan, baik yang berhubungan dengan sang Khaliq, diri sendiri dan sesama manusia, serta makhluk lainya itu semua termasuk dalam ruang lingkup syari’ah. Dalam ruang lingkup ini terdapat tiga pokok masalah, yaitu: ibadah (perbuatan yang berhubungan dengan Allah), mu’amalah (perbuatan yang berhubungan selain dengan Allah), dan akhlak (perbuatan pergaulan).
yang
menyangkut
etika dan
budi pekerti
dalam
15
Pendidikan merupakan usaha atau tindakan untuk membentuk manusia, maka pendidikan termasuk dalam ruang lingkup mu’amalah. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan pendidikan. Sebagaimana diilustrasikan 13
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shobuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, terj. Muhammad Qodirun Nur,(Jakarta: Pustaka Amani, 1988), hlm. 11. 14 Zakiah daradjat, op. cit., hlm. 19. 15 Ibid., hlm. 20.
18 dalam QS. Luqman ayat 12-19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak, ibadat, sosial, dan ilmu pengetahuan. b. Sunnah Al-qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang utama tidak membahas segala persoalan secara rinci. Sebagian pembahasannya digambarkan secara global saja, sehingga seringkali manusia menemukan kesulitan dalam memahaminya. Hal ini dialami oleh para sahabat sebagai generasi pertama penerima Al-Qur’an. Oleh karenanya, mereka meminta penjelasan kepada Rasulullah SAW, yang memang diberi otoritas untuk itu. Penjelasan itu disebut as-sunnah. Secara bahasa berarti atthariqah yang berarti jalan.16 Menurut istilah as-sunnah berarti perkataan, perbuatan, maupun pengakuan Rasulullah SAW. Yang dimaksud dengan pengakuan itu adalah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.17 Para ulama mengatakan bahwa kedudukan Sunnah terhadap AlQur’an adalah sebagai penjelas. Sunnah merupakan sumber kedua setelah Al-Qur’an yang juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunnah merupakan cerminan dari segala tingakah laku dan perbuatan Rasulullah SAW yang patut diikuti oleh setiap muslim. Oleh karena itu pendidik muslim menganggap sejarah Rasulullah SAW sangat penting dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam sesudahnya. Oleh karena sunnah merupakan sumber kedua bagi cara pembinaan pribadi muslim, 16 17
Hery Noer ALy, op. cit., hlm. 40 Zakiah Daradjat, op. cit., hlm. 20.
19 maka sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Untuk itu ijtihad masih terbuka dan perlu ditingkatkan dalam memahaminya, termasuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan. c. Ra’yu Ra’yu
adalah
hasil
pikir
manusia.
Berpikir
dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’ah Islam pada suatu masalah yang belum ditegaskan hukumnya, baik dalam AlQur’an maupun Sunnah disebut dengan istilah ijtihad. Istilah ini berasal dari para fuqoha. Ijtihad dalam hal ini meliputi segala aspek pendidikan yang merupakan suatu hal yang amat penting dan harus mendapat perhatian bagi manusia. Namun ijtihad tersebut harus berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah serta harus mengikuti kaidahkaidah yang telah diatur oleh mujtahid. Banyak masalah yang dulu tidak dijumpai pada masa Rasulullah, kini muncul seiring dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah Rasul wafat. Sasaran ijtihad adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan yang senantiasa berkembang, sebagaimana ijtihad dalam bidang pendidikan. Ijtihad dalam bidang pendidikann harus bersumber pada AlQur’an dan Sunnah yang diproses oleh para pakar pendidikan Islam dan ijtihad tersebut harus berkaitan dengan kebutuhan hidup pada suatu tempat dalam situasi dan kondisi tertentu. Dalam teori-teori hasil ijtihad itu harus dikaitkan dengan ajaran Islam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ijtihad dalam bidang pendidikan semakin dibutuhkan, sebab dengan berputarnya roda kehidupan menunjukkan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia. Sementara sistem pendidikan di satu pihak harus senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu dan teknologi yang berkembang cepat. Namun di pihak lain dituntut agar tetap konsisten dan sesuai dengan ajaran Islam.
20 Problem semacam itulah yang menuntut mujtahid muslim dalam bidang pendidikan agar peka dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, serta tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
3. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan adalah dunia cita, yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan. Tujuan dalam proses kependidikan Islam adalah realitas (citacita) yang mengandung nilai-nilai islami yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap.18 Dalam tujuan pendidikan suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir. Tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat dan singkat seperti terbentuknya kepribadian manusia utama. Ini berarti tujuan pendidikan Islam itu diharapkan harus menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat, serta senang mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan Islam menurut Al-Qur’an dan Hadits dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Tujuan
pertama
adalah
menumbuhkan
dan
mengembangkan
ketaqwaan kepada Allah SWT. b. Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah SWT. c. Membina dan memupuk akhlakul karimah. d. Menumbuhkan kesadaran ilmiah melalui kegiatan penelitian, baik terhadap kehidupan manusia, alam maupun kehidupan makhluk Allah semesta.19 Menurut Mohd. Athiya El-Abrasyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam menyimpulkan lima tujuan asasi yaitu: 18
Arifin, Ilmu Pendidikan: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), Edisi Revisi, hlm. 54. 19 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), Cet. 1, hlm. 101-103.
21 a. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat c. Persiapan untuk mencapai rizki dan pemeliharaan segi segi pemanfaaatan d. Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada belajar dan memuaskan keinginan hati untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu e. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis dan perusahaan supaya ia dapat menguasai profesi tertentu, supaya ia dapat mencari rizki dalam hidup dan hidup dengan mulia disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.20 Sementara
menurut
beberapa
para
ahli
pendidikan
Islam
mengemukakan tujuan akhir pendidikan Islam itu dalam redaksi yang berbeda: a. Zakiah Daradjat berpendapat bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Insan kamil yang mati akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.21 b. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam ialah kesempurnaan insan di dunia dan akhirat. Manusia dapat mencapai kesempurnaan melalui pencarian keutamaan dengan menggunakan ilmu. Keutamaaan itu akan memberinya kebahagian di dunia serta mendekatkannya kepada Allah, sehingga dia akan mendapat pula kebahagiaan akhirat.22 c. Mohd. Athiyah Al-Abrasyi berpendapat bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam ialah tercapainya akhlak yang sempurna atau keutamaan.23 20
Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. H. Bustami A. Gani, Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. 7, hlm. 1-4. 21 Zakiah Daradjat, op. cit., hlm. 30. 22 Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara. 1991), Cet. 1, hlm. 48-49. 23 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, op. cit,. hlm. 10.
22 d. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam ialah terbentuknya kepribadian muslim.24 Dari beberapa pendapat di muka maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu menjadi manusia yang diridhai Allah SWT. Atau dengan kata lain bahwa tujuan pendidikan islam adalah membentuk manusia yang sempurna dengan meningkatkan taraf kehidupan manusia melalui seluruh aspek-aspek yang ada sehingga sampai pada tujuan yang telah ditetapkan dengan proses tahap demi tahap. Manusia akan mencapai kematangan hidup setelah mendapatkan bimbingan dan usaha melalui proses pendidikan.
4. Tanggung Jawab Pendidikan Islam Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik ialah membantu anak didik didalam perkembangan daya-dayanya dan di dalam penetapan nilai. Bantuan dan bimbingan itu dilaksanakan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat. Bimbingan tersebut bertujuan untuk membantu anak menjadi orang dewasa mandiri dalam kehidupan. Perlu diingat bahwa anak, manusia muda, bukan dewasa kecil yang akan dibesarkan melainkan anak yang akan didewasakan. Let boys be boys and girls be girls, they are not small adults.25 a. Keluarga Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anakanak mereka, karena dari merekalah anak-anak mula-mula menerima pendidikan dan bimbingan. Di dalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih 24
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1989), Cet. 8, hlm 20. 25 P.J. Suwarno, dkk, (eds), Sekolah: Mengajar Atau Mendidik, (Yogyakarta, Kanisius, 1998), hlm.64.
23 muda. Karena pada usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya yaitu orang tua dan anggota lain. Dalam pandangan Islam anak adalah amanat Allah yang dititipkan kepada orang tuanya. Oleh karenanya orang tua harus menjaga dan memeliharanya. Sebab manusia adalah milik Allah, maka mereka harus mengantar anaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri pada Allah SWT. Pada umumnya pendidikan dalam keluarga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya
memberikan kemungkinan alami membangun situasi
pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan saling mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.26 Perasaan ini dijadikan Allah sebagai asas kehidupan psikis, sosial, dan fisik makhluk hidup. Perasaan inilah yang membuat orang tua mampu bersabar dalam memelihara, mengasuh, mendidik anak serta memperhatikan segala kemaslahatannya. Pendidikan yang dilaksanakan orang tua terhadap anak atas dorongan kasih sayang itu selanjutnya dilembagakan oleh Islam dalam bentuk kewajiban yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Di dalam Al-Qur'an sendiri telah banyak disebutkan mengenai hal ini. Disamping dalam surat at-Tahrim ayat 6, dinyatakan pula dalam surat Thaha ayat 132, yang berbunyi
﴾١٣٢:﴿ﻄﻪ...وأﻣﺮأهﻠﻚ ﺑﺎﻠﺻﻟﻮة ﻮا ﺻﻄﺒرﻋﻟﻳﻬﺎ “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya…”( Q.S. Thaha : 6)27
26
Zakiah Daradjat,dkk, op. cit, hlm. 35. Departemen Agama Republik indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Surat Thaha ayat 132, (Semarang, CV. Alwaah, 1995), hlm. 492. 27
24 Keluarga sebagai pusat pendidikan tidak hanya berpengaruh pada tahun-tahun pertama dari kehidupan anak. Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak ini berlangsung terus sepanjang hayat. Keluarga merupakan pusat pendidikan urgen yang pengaruhnya selalu terbawa kedalam pusat pendidikan dan lembaga sosial lainnya. Dilihat dari tanggung jawab orang tua terhadap anak, maka tanggung jawab itu pada dasarnya tidak dapat dipikulkan kepada orang lain. Sebab guru dan pemimpin umat dalam memikul tanggung jawab hanyalah merupakan keikutsertaan. Dengan kata lain, tanggung jawab pendidikan yang dipikul oleh para pendidikan selain orang tua adalah pelimpahan tanggung jawab orang tua karena satu dan lain hal tidak mungkin melaksanakan pendidikan anaknya secara sempurna. Pendidikan yang menjadi tanggung jawab orang tua, menurut Zakiah Daradjat dan kawan-kawan, sekurang-kurangnya dalam bentuk sebagai berikut: 1). Memelihara dan membesarkan anak. Hal ini merupakan bentuk yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia. 2). Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dari penyelewengan kehidupan dan tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya. 3). Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak mendapat peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya. 4). Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidupnya.28 Melihat lingkup tanggung jawab pendidikan Islam yang meliputi kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas, maka ada 28
Zakiah Daradjat, op.cit., hlm.38.
25 kemungkinan para orang tua tidak dapat memikulnya sendiri secara “sempurna”, terlebih dalam masyarakat yang senantiasa berkembang maju. Kenyataan telah membuka peluang kepada orang lain (pendidik selain orang tua) untuk ikut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Namun demikian perlu diingat bahwa setiap orang tua tidak dapat mengelakkan tanggung jawab itu. Artinya pada akhirnya, betapun juga, tanggung jawab pendidikan itu berada dan kembali terpulang kepada orang tua. b. Guru Guru adalah orang yang menerima amanat orang tua untuk mendidik anaknya. Namun guru bukan hanya penerima amanat dari orang tua untuk mendidik anaknya saja, melainkan dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya. Jadi predikat guru yang melekat pada seseorang didasarkan atas amanat yang diserahkan orang lain kepadanya. Tanpa amanat itu, seseorang tidak disebut guru. Dengan kata lain keberadaannya sebagi guru tergantung pada amanat orang lain. Di zaman sekarang jabatan guru sudah menjadi profesi yang menjadi sumber mata pencaharian. Guru bukan hanya penerima amanat pendidikan melainkan juga orang yang menyediakan dirinya sebagai pendidik yang profesional. Ketika orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah, ini berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Oleh karena itu orang tua tidak akan mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/sekolah. Agama Islam sangat menghargai orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan (guru/ulama), sehingga mereka pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11
إﺬا ﻗﻴل اﻨﺷﺰﻮا ﻓﺎﻧﺷﺰوا ﻳرﻓﻊ اﷲ اﻟﺬﻴﻦ اﻤﻨﻮا ﻤﻨآﻢ ﻮاﻠﺬﻴﻦ... (١١:﴿اﻠﻤﺠﺎﺪﻟﺔ...اﻮﺘوا اﻟﻌﻠﻢ دﺮﺠت
26 “Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat”. ( Q.S. Al-Mujadalah:11).29 Tugas guru menurut Abdullah Ulwan, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly, ialah melaksanakan pendidikan ilmiah, karena ilmu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian dan emansipasi harkat manusia. Dalam kaitan dengan tugasnya guru hendaknya mencontoh peranan yang telah dilakukan para nabi dan pengikutnya.30 Untuk menjadi seorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan. Tugas guru menuntut banyak persyaratan, baik profesional, biologis, psikologis, maupun paedagogis-diktatis. Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, secara umum untuk menjadi seorang guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang diibebankan orang tua kepadanya adalah bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, sehat jasmaniahnya, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.31 Meskipun anak sudah memasuki dunia sekolah, dan sebagian tanggung jawab orang tua telah dibebankan pada guru, orang tua harus tetap bertanggung jawab atas pendidikan anaknya. Oleh karenanya perlu kerjasama antara keluarga dan sekolah. Pemahaman yang benar terhadap posisi masing-masing dari keluarga dan sekolah dapat membantu dalam mengatasi persoalan dan kendala. Dalam hal ini para orang tua perlu disadarkan untuk ikut serta secara aktif dalam mendorong terwujudnya misi sekolah dan menolongnya dalam menghadapi persoalan sekolah.
29
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Surat AlMujadalah ayat 11, op. cit, hlm. 910. 30 Hery Noer Aly, op. cit, hlm. 95. 31 Zakiah Daradjat, op. cit, hlm. 41.
27 c. Masyarakat Secara
sederhana,
masyarakat
dapat
diartikan
sebagai
kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaaan dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Masyarakat besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak. Terutama para pemimpin masyarakat atau para penguasa yang ada di dalamnya. Ini berarti pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan hakikatnya merupakan tanggung jawab moral dari setiap orang dewasa, baik sebagai perseorangan maupun kelompok sosial. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa jam dalam sehari lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Corak dan ragam yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap dan minat, maupun sebagai pembentukan kesusilaaan dan keagamaan. Sebagian pengalaman yang diperoleh dari masyarakat adalah secara tidak langsung atau tidak disengaja. Oleh karena itu hal ini tidak dapat dimasukkan dalam kategori pendidikan, tetapi hanya sebagai kategori pergaulan. Akan tetapi sebagian besar dari pengalaman di masyarakat itu dapat merupakan pendidikan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu berupa bimbingan secara sadar. Pada taraf-taraf sebelum kedewasaan tercapai , bimbingan secara sadar itu dilakukan oleh orang lain, yaitu pemimpin-pemimpin masyarakat. Sedangkan pada masa dewasa bimbingan tersebut lebih bersifat sendiri, membentuk kebiasaan sendiri,mencari sumber-sumber pengetahuan sendiri akan nilai kemasyarakatan, kesusilaan dan keagamaan.
28 Diantara badan-badan pendidikan kemasyarakatan adalah: pramuka, perkumpulan pemuda dan pemudi, perkumpulan olah raga dan kesenian, kesempatan berjamaah dan perkumpulan keagamaan. Dengan demikian jelaslah bahwa tanggung jawab pendidikan Islam bersifat perseorangan dan sosial sekaligus. Selanjutnya siapa yang memiliki syarat-syarat tanggung jawab ini tidak hanya bertanggung jawab terhadap perbuatan dan perbaikan dirinya, tetapi juga bertanggung jawab terhadap perbuatan orang-orang yang berada di bawah perintah, pengawasan, tanggung jawab, dan perbaikan masyarakat.
B. Konsep Homeschooling 1. Pengertian Homeschooling Homeschooling merupakan bahasa Inggris yang terdiri dari kata home dan school. Dalam kamus bahasa Inggris homeschooling merupakan bentuk kata kerja, homeschooling is to instruct (a pupil, for example) in an educational program outside of established schools, especially in the home.32 Homeschooling berarti membimbing ( misalnya: seorang murid) dalam program pendidikan di luar sekolah-sekolah umum, khususnya dilaksanakan
di
rumah.
Banyak
istilah
yang
digunakan
untuk
menyebutkan homeschooling. Ada home education dan home-based learning/home-based education.33 Home education is the education of children at home, typically by parents or guardians, rather than in a public or private school.34 (Pendidikan rumah adalah pendidikan bagi anak yang dilaksanakan di rumah, tidak seperti sekolah umum baik negeri / swasta, jenis pendidikan
32 The Free Online Dictionary, “Definition of Homeschooling” http://www.thefreedictionary.com/homeschool , 12 juni 2007. 33 Sumardiono, “Pengertian Homeschooling”, http://www.sumardiono.com/index.php?option=com_content&task=view&id=287&itemid=79. 20 April 2007. 34 Wikipedia, “Homeschooling”, http://en.wikipedia.org/wiki/homeschooling. 12 Juni 2007.
29 ini biasanya dilaksanakan dengan menitikberatkan peran orang tua atau pembimbing). Sedangkan pengertian home-based education dapat digambarkan dengan a). sebuah komitmen bagi orang tua untuk mendidik anak-anaknya sendiri, b). pendidikan berbasis keluarga dan biasanya orang tua sebagai pemimpinnya (tetapi kadang siswa juga sebagai pemimpin), c). suasana yang kondusif untuk mencapai kemandirian, d). secara umum tidak berada dalam kelas konvensional dan tidak di setting dalam suatu institusi.35 Berbagai istilah yang digunakan untuk menunjukan arti homeschooling bukanlah hal yang perlu diperdebatkan, karena semua itu yang terpenting adalah esensi dari maknanya yang sama. Dalam bahasa Indonesia istilah yang diperkenalkan oleh Depdiknas adalah sekolah rumah. Istilah ini juga digunakan oleh asosiasi homeschooling yang bernama ASAH PENA (Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia). Penggunaan terminologi sekolah rumah kelihatannya merupakan usaha penterjemahan dari homeschooling dengan memberi nama sekolah rumah. Asosiasi yang paling umum terbentuk di masyarakat ketika mendengar istilah ini adalah bersekolah dirumah. Persepsi selanjutnya yang biasanya terbentuk adalah orang tua menjadi guru bagi anak-anaknya sendiri. Memang tidak salah dengan persepsi tersebut karena merupakan salah satu pengertian homeschooling. Tetapi, sebenarnya homeschooling jauh lebih luas daripada sekedar sekolah di rumah atau orang tua yang mendidik anaknya sendiri. Salah satu pengertian umum homeschooling adalah sebuah keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dengan berbasis rumah. Pada homeschooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses anak; sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah. Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama, akan tetapi pendidikan homeschooling tidak hanya dan tidak harus dilakukan orang 35 www.homeedsa.com, “Definition of Homeschooling” http://www.homeedsa.com/Article/HS%20Teaching%20Strategies.asp#Definition%20f%20HS. 12 Juni 2007
30 tua sendiri. Selain dilakukan sendiri, orang tua juga bisa mengundang guru privat, mendaftarkan pada kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang, dan sebagainya. Sesuai namanya homeschooling memang berpusat di rumah. Tapi proses homeschooling tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan homeschooling anaknya. Beberapa orang pemerhati pendidikan merumuskan homeschooling sebagai berikut: a. Ella Yulaelawati (Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas RI) Homeschooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilaksanakan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar mengajar pun berlangsung dalam suasana yang kondusif.36 b. Drg. Sri Utami Soedarsono Djamaluddin Homeschooling ialah pilihan program pendidikan yang fleksibel dan bervariasi yang mencerminkan adanya keanekaragaman manusia dalam memilih metode yang dipakai.37 c. Sumardiono Homeschooling atau sekolah mandiri adalah ketika anak-anak tidak tergantung pada sistem sekolah formal yang ada sekarang, tetapi memutuskan sendiri (bersama orang tua sebagai mentornya) mengenal apa yang dipelajari, bagaimana cara belajar, waktu belajar dan di mana proses belajarnya.38 Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa homeschooling merupakan alternatif pendidikan yang fleksibel, tidak kaku dalam proses belajarnya. Bagaimana cara atau metode belajar yang akan
36
[email protected], “Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah”, http://news.indosiar.com/news_read.htm?id=60082, 12 Juni 2007. 37 Hendrie Suheryana,”Home-Schooling Solusi Pendidikan Untuk yang Tidak Puas di Sekolah Formal”, Tabloid Mom & Kiddie, edisi 14, tahun 1, 12-25 Maret 2007, hlm. 12. 38 Sumardiono, “Homeschooling , Sekolah Rumah/Mandiri,” http://www.sekolahrumah.com/index.php?option=com_content&task=category&sactionied=4&id =13&itemid=31., 12 Juni 2007.
31 dipakai?, kapan waktu belajar?, dan di mana kegiatan belajar itu dilaksanakan?, semua itu disesuaikan dengan kondisi dan keadaan anak. Sehingga akan muncul perasaan fun dan nyaman dalam belajar. Dengan demikian anak juga dijadikan subjek dalam pembelajarannya, dan tidak lupa bahwa dalam homeschooling orang tua berperan sebagai penanggung jawab utama. Berikut ini persamaan dan perbedaan homeschooling dengan sekolah reguler: a. Persamaan 1) Sekolah dan homeschooling merupakan model pendidikan anak 2) Sekolah dan homeschooling bertujuan untuk mencari kebaikan bagi anak-anak 3) Sama-sama dapat mengantarkan anak-anak pada tujuan pendidikan b. Perbedaaan 1) Sistem
di
sekolah
terstandarisasi,
sistem
homeschooling
customized sesuai dengan kebutuhan anak dan kondisi orang tua 2) Pengelolaan
di
sekolah
terpusat
(kurikulumnya
diatur),
pengelolaan homeschooling tergantung pada orang tua (orang tua memilih sendiri kurikulum dan materi ajar untuk anak) 3) Jadwal
belajar
di
sekolah
telah
tertentu,
jadwal
belajar
homeschooling tergantung kesepakatan orang tua dan anak 4) Tanggung jawab pendidikan di sekolah didelegasikan orang tua kepada guru dan sekolah, pada homeschooling tanggung jawab sepenuhnya ada pada orang tua 5) Di sekolah peran orang tua relatif minimal karena pendidikan dijalankan oleh sistem dan guru; pada homeschooling peran orang tua sangat vital dalam menentukan keberhasilan pendidikan anak 6) Pada model belajar di sekolah, sistem sudah mapan dan orang tua tinggal memilih/mengikuti; pada homeschooling membutuhkan komitmen dan kreativitas orang tua untuk mendesain dan melaksanakan homeschooling sesuai kebutuhan anak.
32
2. Sejarah Homeschooling Pendidikan di rumah bukanlah hal baru. Sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) sebagaimana dikenal pada saat ini, pendidikan dilaksanakan dengan berbasis rumah. Pada zaman Yunani, sekolah (skhole) artinya menggunakan waktu senggang secara khusus untuk belajar (Leisure devoted to learning). Awalnya memang diadakan di rumah, bersama ibu dan bapak, yang disebut dengan schola materna.39 Lalu karena orang tua mulai sibuk mencari nafkah, maka anak-anak dicarikan tempat pengasuhan anak dimana ada orang yang pandai dalam hal tertentu. Sehingga schola materna berubah menjadi schola in loco parentis (lembaga pengasuhan anak di luar rumah sebagai ganti orang tua). Sebelum jenis pekerjaan di sektor formal mulai bermunculan, kebutuhan akan pendidikan formal belum terlalu besar, kurikulum atau muatan pendidikan lebih menitikberatkan pada life skill (keterampilan hidup) sebagai bekal untuk memenuhi kebutuhan hidup serta etika perilaku yang didasarkan pada nilai-nilai agama ataupun adat kebiasaan masyarakat masing-masing. Proses belajarnya sendiri dilakukan dirumah masingmasing oleh orang tua maupun keluarga besar. Hanya ketika anak-anak dianggap perlu memiliki keterampilan tambahan, orang tua mengirimnya “berguru” kepada orang-orang yang memang ahli di bidangnya.40 Selain itu para bangsawan zaman dahulu biasa mengundang guru privat untuk mengajar anak-anaknya. Itulah jejak homeschooling masa lalu. Sejak perkembangan revolusi industri, terjadi proses sistematisasi pendidikan dan proses belajar. Perkembangan ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan serta usaha untuk memasuki proses pembelajaran selama berabad-abad menghasilkan sebuah evolusi sistem pendidikan yang 39
Schola materna adalah tingkatan pendidikan awal dalam keluarga dengan diasuh oleh ibunya sendiri sampai batas umur tertentu, biasanya untuk anak prasekolah. Istilah ini dikemukakan oleh Amos Comenius. Lihat www.glorianet,org/mau/kliping/klipbers.html, dan http://fuadinotkamal.wordpress.com/2007/12/31/sekolah-sebagai-rumah-kedua/. 40 Jurnal Madrasah Kelurga, “Melirik Kembali Homeschooling”, http://my.opera.com/madrasah-keluarga/blog/melirik-kembali-homeschooling , 20 April 2007.
33 kemudian kita kenal sebagai sekolah. Sekolah adalah salah satu representasi institusional dari nilai-nilai modern yang dipegang manusia saat ini. Sehingga institusi modern sekolah adalah solusi untuk mengatasi keterbatasan keluarga dalam mendidik anaknya secara sadar dan terencana. Walaupun sekolah menjadi institusi pendidikan yang terbukti bermanfaat bagi kemanusiaan, tetapi sekolah bukanlah satu-satunya cara bagi anak untuk memperoleh pendidikan. Sekolah merupakan salah satu cara anak untuk belajar dan memperoleh pendidikan. Sebagai sebuah institusi/sistem belajar, sekolah tidaklah sempurna. Itulah sebabnya selalu ada pembaruan untuk memperbaiki sistem pendidikan. Berbagai filsafat dan pemikiran terus lahir, serta berinteraksi dengan kondisi sosial yang dialami oleh masyarakat. Di Amerika Serikat, gelombang pertama homeschooling terjadi pada era 1960-an. Tepatnya pada tahun 1964, John Caldwell Holt mengemukakan pemikirannya bahwa anak-anak belajar lebih baik jika tanpa instruksi sebagaimana sekolah. Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak disebabkan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh eksistensi sekolah itu sendiri. Ini tertuang dalam karya pertamanya “How Children Fail”.41 Banyak pemikiran muncul mempertanyaan efektifitas sekolah pada masa itu, diantaranya adalah Dr. Raymon dan Dorothy Moore, seorang psikolog perkembangan dan peneliti pendidikan. Mereka melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua untuk menyekolahkan anak lebih awal (Early Childhood
Education).
Penelitian
mereka
menunjukkan
bahwa
memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8 sampai 12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya bagi laki-laki( karena keterlambatan kedewasaan
41
Sumardiono, Homeschooling : A Leap for Better Learning, Lompatan Cara Belajar, (Jakarta: PT Elex Media komputindo), hlm.20.
34 mereka).42 Hasil penelitian tersebut dipublikasikan pertama kali pada tahun 1975 dalam buku “Better Late Than Early”. Kemudian pada 1977, Holt mulai mempublikasikan buletin berita sebanyak empat halaman yang di sebut Growing Without Schooling (Tumbuh Tanpa Sekolah) untuk keluarga yang menginginkan ide-ide dan dukungan untuk membantu anak-anak mereka belajar di luar sekolah. Ideide Holt mempengaruhi banyak orang tua yang juga memikirkan hal yang serupa. Dalam waktu enam bulan, GWS, punya hampir lima ratus pelanggan. Istilah yang digunakan Holt pada waktu itu adalah unschooling (pendidikan tanpa sekolah). Pada awalnya Holt menggunakan kata “pendidikan
tanpa
sekolah”
untuk
menggambarkan
tindakan
mengeluarkan anak seseorang dari sekolah, tapi hal ini segera menjadi sinonim untuk “sekolah-di-rumah” (homeschooling). Selama dua dekade terakhir, arti istilah itu telah menyempit, sehingga unschooling mengacu pada gaya khusus sekolah di rumah yang dianjurkan Holt, berdasarkan pembelajaran yang berpusat pada anak.43 Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan, pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah. Keadaan pergaulan sosial di sekolah yang tidak sehat juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan homeschooling. Walaupun awalnya dipersepsi sebagai keluarga konservatif dan menyendiri (isolationists), homeschooling terus tumbuh dan membuktikan diri sebagai sistem yang efektif dan dapat dijalankan. Praktisi homeschooling
pun
bervariasi;
dengan
berbagai
alasan
memilih
homeschooling dengan berbagai latar belakang sosial dan profesi.44 Di Indonesia, belum ada penelitian secara khusus yang meneliti akar perkembangan homeschooling. Sebagai istilah, homeschooling adalah 42
Ibid,hlm. 21. Mary Griffith, op.cit., hlm.11. 44 Sumardiono, op. cit, hlm.23. 43
35 sebuah istilah yang relatif baru dalam khazanah pendidikan Indonesia. Tetapi
jika
dirunut
esensi
dari
filosofi,
model
dan
praktik
penyelenggaraannya, homeschooling bukanlah sebuah hal yang baru. Dengan merunut konsep-konsep kunci homeschooling, kita mendapati bentuk-bentuk praktik homeschooling yang pernah ada di Indonesia. Sebelum pendidikan Belanda hadir di bumi tercinta ini, homeschooling sudah berkembang di Indonesia. Di pesantren misalnya, banyak kyai, buya dan tuan guru secara khusus mendidik anaknya dirumah. Begitu pula para pendekar dan bangsawan zaman dahulu. Mereka melakukan itu semua agar ilmunya dapat diturunkan kepada anaknya, bukan orang lain. Saat ini, perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua memiliki semakin banyak pilihan untuk pendidikan anaknya. Banyak keluarga Indonesia belajar ke luar negeri menyelenggarakan homeschooling untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Selain itu ketidakpuasan terhadap kualitas pendidikan di sekolah formal juga menjadi pemicu bagi keluarga Indonesia untuk menyelenggarakan homeschooling yang dinilai lebih dapat mencapai tujuan pendidikan yang direncanakan oleh keluarga. Ada beberapa teori yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling, salah satunya adalah teori yang digagas oleh Howard Gardner, yaitu Multiple Intelligences.45 Teori ini berusaha mengubah cara pandang terhadap kecerdasan seseorang. Seseorang tidak hanya dapat dikatakan cerdas manakala ia cerdas secara kognitif saja. Menurut teori ini setiap manusia memiliki satu atau lebih jenis kecerdasan yang menonjol, dan kecerdasan-kecerdasan lain yang biasa atau kurang. Sehingga jika seorang anak tidak memiliki satu kecerdasan, misalnya kecerdasan logika45
Teori ini muncul pada tahun 1983, oleh Gardner, dalam bukunya Frame of Mind., ia mengungkapkan ada tujuh kecerdasan manusia, yaitu: kecerdasan linguistik, kecerdasan logikamatematika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-tubuh, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Lihat Linda Campbell,et. al, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences, terj. Tim Intuisi, (Depok: Intuisi Press, 2006), hlm.2-3.
36 matematika, tidak berarti anak tersebut bodoh. Sangat dimungkinkan anak tersebut memiliki jenis-jenis kecerdasan lain yang menonjol. Teori ini sejalan dengan homeschooling yang menghargai keunikan individual seorang anak.
3. Klasifikasi Homeschooling Berdasarkan jenisnya, homeschooling dibedakan menjadi tiga, yaitu homeschooling tunggal, homeschooling majemuk dan komunitas homeschooling. a. Homeschooling Tunggal Dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan dan alasan khusus yang tak dapat diketahui atau dikompromikan dengan komunitas homeschooling lain. Alasan lain, karena lokasi atau tempat tinggal si pelaku homeschooling yang tidak memungkinkan berhubungan dengan komunitas homeschooling lain. 1). Pengajar Bisa ayah, ibu atau keduanya. Tapi jika keduanya sama-sama bekerja, harus ada pilihan lain. Dalam arti ada orang yang bisa dipercaya yang bisa mengelola kegiatan anak, baik itu tante, paman, nenek, atau anggota keluarga lain. 2). Kelebihan Anak bisa belajar kapan saja, di mana saja, dan dengan siapa saja. 3). Kekurangan Bila anak hanya menjalani kegiatan homeschooling di rumah (tidak bergabung dengan komunitas lain), dikhawatirkan berpengaruh pada kemampuan pergaulan atau sosialisasinya. Disamping itu anak juga tidak memiliki kesempatan untuk bersaing atau berkompetisi dengan orang lain.
37 4). Tantangan a) Sulitnya memperoleh dukungan atau tempat bertanya, berbagi, dan berbanding keberhasilan b) Kurangnya tempat sosialisasi untuk mengekspresikan diri sebagai syarat pendewasaan c) Orang tua harus melakukan penilaian hasil pendidikan dan mengusahakan penyetaraan. b. Homeschooling Majemuk Yaitu homeschooling yang terdiri atas dua keluarga atau lebih.Untuk kegiatan tertentu dilaksanakan oleh dua keluarga atau lebih. Sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing. Alasannya, ada kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melaksanakan kegiatan bersama. Misalnya kegiatan olah raga, musik/ seni, sosial, ataupun kegiatan keagamaan. 1). Pengajar Sama seperti homeschooling jenis tunggal, dilakukan orang tua. 2). Kelebihan Ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas 3). Kelemahan Relatif tidak ditemui persoalan 4). Tantangan a) Perlu kompromi dan fleksibelitas jadwal, suasana, fasilitas, dan kegiatan tertentu b) Perlu ahli dalam bidang tertentu walaupun kehadiran orang tua harus tetap ada c) Anak-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus harus menyesuaikan menerima
atau
menerima
perbedaan-perbedaan
lingkungan lainnya
lainnya
sebagai
dan
proses
pembentukan jati diri d) Orang tua masing-masing penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri penyetaraannya.
38 c. Komunitas Homeschooling Jenis ini merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus dan bahan ajar. Termasuk meramu kegiatan pokok (olah raga, seni dan bahasa), menyediakan sarana dan prasarana serta jadwal pembelajaran. 1). Pengajar Bisa orang tua, bisa juga orang lain yang mampu berperan sebagai fasilitator utama dalam kegiatan anak 2). Kelebihan a) Tersedia fasilitas pendukung pembelajaran yang lebih baik, seperti bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, fasilitas olah raga dan kesenian. b) Dukungan yang lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk saling mengajar sesuai keahlian masing-masing. 3). Kekurangan Dikhawatirkan komunitas ini tergelincir menjadi sekolah formal, karena terstruktur atau terjadwal, seperti mengadakan kegiatan seminggu dua kali, dan sebagainya. 4). Tantangan a) Perlu kompromi dan fleksibelitas jadwal, suasana, fasilitas, dan kegiatan tertentu yang dapat dilaksanakan bersama-sama b) Perlunya pengawasan yang profesional sehingga perlu keahlian dalam bidang tertentu walaupun kehadiran orang tua harus tetap ada c) Anak-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus harus menyesuaikan menerima
atau
menerima
perbedaan-perbedaan
lingkungan lainnya
lainnya
sebagai
dan
proses
pembentukan jati diri.46
46
Hilman, “Pilih-Pilih Homeschooling”, Tabloid Nakita, No. 430/TH IX/30 Juni 2007,
hlm. 7.
39 Kini tidak kurang dari enam jutaan komunitas homeschooling di seluruh
dunia,
termasuk
di
Indonesia.
Beberapa
komunitas
homeschooling yang terorganisasi dengan baik di Indonesia adalah: 1). Homeschooling Kak Seto, Selapa Knowledge (SK) yang berada di Jl. Ciputat Raya No.40, Jakarta 2). Morning Star Academy, yang berada di Jakarta dan Surabaya 3). PKBM Yayasan Pelita Ilmu, Bogor 4). Langkahku, Kebayoran Baru 5). Ibnu Amanah, Cengkareng Jakarta 6). Cerdas, Bekasi Timur 7). Mutiara, Medan 8). Nanda Dian Nusantara, Jakarta Timur.47 Dari ketiga jenis homeschooling tersebut dapat dipilih sesuai dengan tipe belajar anak. Karena setiap anak itu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Telah disebutkan bahwa Al-Qur’an mengakui adanya perbedaan dan kemampuan pada setiap individu.48 Maka dalam bidang pergaulan dan dalam segala segi kehidupan termasuk pendidikan terdapat seruan yang jelas dan tegas tentang keharusan setiap individu untuk bertanggung jawab atas apa yang dapat dilaksanakan tanpa suatu beban diluar kemampuannya.
(٢٨٦: ) اﻟﺒﻘﺮة.... ﻻ ﻳﻜﻠﻒ اﷲ ﻧﻔﺴﺎ اﻻ وﺳﻌﻬﺎ “Allah tidak membebani seseorang melainkan kesanggupannya.”( QS. Al-baqarah: 286).49
sesuai
dengan
4. Payung Hukum Homeschooling Amerika merupakan salah satu negara yang sudah secara terbuka menerima konsep pendidikan di rumah, dengan menyediakan layanan ujian penyetaraan untuk setiap anak dari beragam usia. Di Indonesia 47
Ibid, hlm.6. Fadhil al-Jamali Muhammad, Konsep Pendidikan Qur’ani, terj. Judi al-Falasari, (Solo: Ramadhani, 1993), Cet. 1, hlm.109. 49 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Surat Al-Baqarah ayat 286, op. cit, hlm. 54. 48
40 sendiri ujian persamaan paket A, B, dan C untuk sementara ini cukup membantu masyarakat pelaku homeschooling untuk mengurus legalisasi pendidikan anak-anak mereka, walaupun hal itu bukanlah target yang utama. Homeschooling di Indonesia diakui berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( UU Sisdiknas No.20/2003). Dalam pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Homeschooling sendiri termasuk dalam pendidikan informal karena merupakan bentuk pendidikan keluarga. Sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 27 ayat 1 yaitu kegiatan pendidikan informal dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Dilanjutkan dalam pasal 27 ayat 2 bahwa hasil
pendidikan sebagaimana dimaksud ayat 1 diakui sama dengan
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.50 Jadi para homeschooller (pelaku homeschooling) tidak perlu khawatir lagi mengenai legalitas dan kesetaraan homeschooling. Apabila suatu saat mereka ingin masuk dalam sekolah formal, mereka bisa mengikuti ujian nasional pendidikan kesetaraan.
5. Kurikulum Homeschooling Pada dasarnya homeschooling merupakan pendidikan yang fleksibel. Mengenai penyusunan kurikulum pun diserahkan kepada masing-masing keluarga. Disesuaikan dengan kebutuhan, bakat serta minat anak. Namun ada hal-hal yang mendasar yang harus ditanamkan secara universal pada semua anak, yaitu kegemaran akan belajar dan akhlak yang baik.51 50
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 18. 51 Maya Pujiati, “Mendidik Anak Adalah Sebuah Investasi”, http://my.opera.com/madrasah-keluarga/blog/show.dml/91758 , 20 April 2007.
41 Belajar merupakan sebuah proses pendewasaan yng memerlukan latihan dan bimbingan, sebagaimana yang dikatakan Elizabeth B. Hurlock, Learning is development that comes from exercise and effort. Through learning, children acquire competence in using their hereditary resources. They must, however, have opportunities to learn.52 Belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan. Akan tetapi harus mendapatkan kesempatan untuk belajar. Orang tua yang siap membimbing anak-anaknya dalam proses belajar anak-anaknya memang akan sedikit sibuk dengan buku-buku dan sumber-sumber pengetahuan lainnya. Karena anak-anak yang belajar di rumah biasanya memiliki rasa ingin tahu yang lebih banyak terhadap apa yang mereka temui. Seperti yang dituturkan Linda Dobson dalam bukunya “Homeschooling : The Early Years”, guru (dalam hal ini orang tua) lebih sering menempatkan dirinya bukan sebagai pemecah persoalan atau pemberi jawaban. Guru hanya memposisikan dirinya sebagai pemandu yang mungkin juga masih harus belajar lagi ketika data atau kesimpulan tidak bisa ditemukan. Guru tidak segan untuk berkata tidak tahu dan selanjutnya mengajak anak-anak untuk bersama mencari tahu. Fun itulah kunci dalam belajar. Temuan Jeannette Vos dan Gordon Dryden
tentang
pembelajaran
semakin
menguatkan
kelebihan
pembelajaran individual yang paling mungkin dilaksanakan di rumah. Vos dan rekannya tersebut mengatakan bahwa belajar akan efektif jika dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan. Kondisi itu bisa terwujud jika guru dan muridnya berada dalam keadaan senang mengajar dan ingin belajar.53 Dalam homeschooling, sebagai orang tua harus banyak belajar, bukan hanya tentang bagaimana cara mengajari anak, tetapi yang lebih 52
Elizabeth B. Hurlock, Child Development, (Japan: McGraw-Hill Book Company , 1978), hlm. 28. 53 Gordon Dryden, Jeannette Vos, Revolusi Cara Belajar: Belajar akan Efektif kalau Anda Dalam Keadaan Fun, Bagian I: Keajaiban Pikiran,(,Bandung: Kaifa, 2001), hlm.23.
42 penting lagi adalah bagaimana orang tua itu menjadi lebih dulu tahu, memahami, dan melakukan apa yang ingin diajarkan kepada anak. Oleh karena itu orang tua harus mencari berbagai informasi dari sumber-sumber manapun yang dibutuhkan. Bisa dengan cara bertanya kepada teman, berkonsultasi dengan ahli, pergi ke toko buku, membaca literatur, menonton VCD, datang ke perpustakaan, mencari di internet, aktif dalam forum, datang ke seminar dan mengikuti kursus.54 Sebagai sebuah ide tentang sikap belajar, homeschooling sebenarnya adalah pembudayaan. Artinya, homeschooling adalah proses panjang, proses pengulangan terus menerus, penanaman kebiasaan positif yang
berlangsung
selam
bertahun-tahun.
Karena
pada
dasarnya
homeschooling adalah a life-long learning process atau proses belajar sepanjang hayat. Jadi agar anak-anak senang belajar, maka orang tua harus memulainya dengan contoh nyata. Karena anak-anak itu belajar dari meniru. Seorang anak tentu tidak mudah menerima anjuran kebaikan orang tuanya jika ternyata perbuatan orang tua mereka bertolak belakang dengan apa yang diperintahkan. Homeschooling dapat diterapkan bagi anak di berbagai jenjang pendidikan yaitu SD, SMP, dan SMA, bahkan juga untuk anak usia dini. Selain itu juga cocok bagi anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus, seperti autis; dan untuk anak-anak yang berbakat, seperti: artis, atlet dan sebagainya. Sedangkan kurikulum yang digunakan dalam Homeschooling dapat menggunakan berbagai kurikulum, tidak ada patokan khusus bagi setiap keluarga homeschooling dalam memakai kurikulum. Bisa jadi ada dua anak homeschooling yang sama-sama setingkat SD menggunakan kurikulum yang berbeda. Namun secara global kurikulum yang biasa mereka gunakan antara lain kurikulum dari Depdiknas, kurikulum yang
54
Sumardiono, “Orang Tua Juga Homeschooling”, http://www.sumardiono.com/ , 12 Juni
2007
43 berasal dari luar negeri, dan kombinasi penggunaan kurikulum. Sebagaimana yang dijelaskan oleh departemen pendidikan nasional.55 a. Kurikulum dari Depdiknas Kurikulum dari Depdiknas yang digunakan dapat berupa kurikulum pendidikan formal atau kurikulum Pendidikan Kesetaraan. Dalam menerapkan kurikulum dapat dilakukan secara lebih meluas atau mendalam bergantung pada minat, potensi, dan kebutuhan peserta didik. Kurikulum Pendidikan Kesetaraan yang dapat digunakan homeschooling adalah Kurikulum Pendidikan Kesetaran Paket A, Paket B, dan Paket C. Diperlukan usaha yang maksimal untuk menyusun rancangan belajar yang disesuaikan dengan jadwal dan kegiatan belajar, tata cara kegiatan belajar mengajar dan penetapan penilaian keberhasilan dari setiap tahapan pembelajaran. b. Kurikulum homeschooling Yang Berasal dari Luar Negeri Kurikulum yang paling mudah dipakai adalah Kurikulum satu Tahunan yang sudah dirancang oleh Penerbit yang khusus menerbitkan kurikulum untuk peserta didik homeschooling
dan itu hanya bisa
diperoleh secara luas di Amerika Serikat. Dalam setiap paket kurikulum homeschooling biasanya sudah disediakan panduan untuk guru, buku kerja untuk murid dan buku-buku referensi dari setiap mata pelajaran dasar. Di dalam paket tersebut juga sudah disediakan test, kuis dan bahan ujian untuk menilai apakah peserta didik sudah menguasai bahan dasar yang tersedia. Dari kemampuan membaca dan menalar maka peserta didik dan guru akan mengembangkan kurikulum sendiri yang akan memaksimalkan kemampuan anak untuk belajar menguasai bahan dan menemukan solusi dari persoalan yang dihadapi.
55
Sekolahmaya (Depdiknas RI), “Homeschooling”, http://www.sekolahmaya.net/data/home/%20schooling.pdf., 29 Oktober 2007
44 Setiap anggota homeschooling tetap dapat mengkombinasikan setiap mata pelajaran dari Penerbit yang berbeda-beda sehingga memenuhi kebutuhan dan kemampuan anggota Sekolahrumah. c. Kombinasi Penggunaan Kurikulum Kombinasi penggunaan dapat dilakukan dengan menambahkan kurikulum luar negeri pada kurikulum dari Depdiknas atau sebaliknya menambahkan kurikulum yang penting pada kurikulum luar negeri. Meskipun ada kebebasan bagi tiap keluarga untuk menyusun kurikulum, ada baiknya jika kurikulum itu disesuaikan dengan kompetensi yang telah ditetapkan oleh Depdiknas. Meskipun standar isi kurikulum itu berfungsi sebagai standar minimal atau sebagai garis pedoman saja. Hal ini diterapkan sebagai antisipasi jika suatu saat pelaku homeschooling ingin mengikuti
ujian
kesetaraan.
Jika
keluarga
homeschooling
ingin
menggunakan kurikulum Diknas sebagai acuan, kurikulum itu dapat diambil gratis di situs www.puskur.net. Berikut ini standar isi kurikulum yang ada dalam setiap jenjang pendidikan berdasarkan kurikulum dari Depdiknas: 1. Tingkat SD dan MI, meliputi: Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, dan Pendidikan Jasmani. 2. Tingkat SMP dan MTs, meliputi: Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, TI dan K, dan Keterampilan . 3. Tingkat SMA dan MA, meliputi: Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, Seni budaya, Pendidikan Jasmani, Keterampilan, TI dan K, Program bahasa pilihan, meliputi: bahasa Indonesia, Perancis, Arab, Jepang, Jerman, Mandarin.
45 Adapun persyaratan bagi peserta homeschooling yang akan ikut dalam ujian kesetaraan antara lain harus memiliki laporan hasil belajar berupa portofolio, transkrip, rapor, sertifikat, surat penghargaan, surat keterangan tentang keiktusertaan dalam pelatihan, pergelaran, pameran, lomba olimpiade, dan kegiatan unjuk prestasi lainnya atau hasil tes kelayakan untuk mengikuti ujian nasional. Jadi orang tua yang anakanaknya
mengikuti
homeschooling
harus
rajin
mendata
dan
mendokumentasi berbagai kegiatan anak. Karena dokumentasi ini kelak akan bermanfaat sebagai laporan hasil belajar yang menjadi salah satu syarat ujian nasional pendidikan kesetaraan. Ujian kesetaraan ini bisa dilaksanakan dengan penyelenggara dari Dinas Pendidikan wilayah tempat tinggal, komunitas homeschooling, atau situs www.sekolahmaya.net yang dikelola Departemen Pendidikan.56 Oleh karena itu, perlu pertimbangan yang matang sebelum seseorang memutuskan untuk
menerapkan homeschooling kepada
anaknya. Kalaupun homeschooling menjadi pilihan, hendaknya sematamata demi kebutuhan atau kepentingan anak dan kemauan anak, bukan karena gengsi orang tua yang ingin mengikuti tren pendidikan yang ada sekarang.
56
Hilman, “Kesetaraan Homeschooling”, Tabloid Nakita,log.cit, hlm. 6.
46
47
48
BAB III KONSEP HOMESCHOOLING MENURUT DR. SETO MULYADI
A. Biografi Dr. Seto Mulyadi 1. Latar Belakang Kehidupan Dr. Seto Mulyadi Dr. Seto Mulyadi adalah seorang psikolog anak yang sangat dekat dengan dunia anak, sehingga dia dikenal sebagai sahabat dan pendidik anak-anak. Dr. Seto Mulyadi yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Kak Seto” ini pada awalnya bercita-cita menjadi dokter. Namun pada akhirnya ia memilih untuk mendedikasikan hidupnya demi kemajuan anak-anak. Kak Seto lahir di Klaten Jawa Tengah, 28 Agustus 1951, dari seorang ibu yang bernama Mariati dan seorang ayah yang bernama Mulyadi, pria asal Kebumen yang menjadi pimpinan umum di Perusahaan Perkebunan Tembakau Negara di Klaten yang bernama Klattensche Cultuur Maatscappij.1 Kak Seto merupakan anak kembar. Saudara kembarnya bernama Kresno Mulyadi, yang kini telah menjadi seorang dokter. Nama Seto dan Kresno tersebut diambil atas usulan dari Soeradji, seorang dokter yang membantu persalinan Mariati. Bayi yang lahir lebih dulu kulitnya tampak lebih putih dibandingkan dengan bayi kedua yang kulitnya berwarna kemerah-merahan. Kemudian mengacu pada perbedaan warna kulit itulah maka bayi yang usianya lebih tua lima menit diberi nama “Seto” dan adiknya diberi nama “Kresno”. Dalam bahasa jawa Seto berarti putih dan Kresno artinya hitam. Lalu dibelakang nama tersebut dibubuhi nama Mulyadi, yang tidak lain adalah ayah kedua bayi tersebut.2 Selain mempunyai saudara kembar ia juga mempunyai seorang kakak yang bernama Makruf Budiharjo, yang usianya berselang 16 bulan 1
Evi Manai, Kak Seto Sahabat Anak-anak, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), hlm.
2
Ibid, hlm. 17.
15.
47
dari mereka, dan seorang adik yang bernama Arief Budiman. Namun ketika Kak Seto berusia empat tahun dan Arief tiga tahun, adik kesayangannya itu meninggal. Peristiwa ini sangat membekas dihati dan ingatan Kak Seto. Sehingga dari sini muncullah benih-benih rasa sayang dan cinta dalam dirinya kepada anak-anak ketika dewasa sampai sekarang ini. Kak Seto dan Kresno tidak hanya mirip secara fisik saja. Sejak kecil mereka tumbuh menjadi anak kembar yang kompak, solider, dan satu sama lain tidak pernah mau ketinggalan dari saudara kembarnya. Keduanya dikenal sebagai anak yang tidak bisa diam dan bengal. Akibat kebengalannya, Kak Seto pernah jatuh saat bermain sampai kening kirinya sobek. Seakan tak mau kalah, sehari kemudian Kresno juga terluka di bagian dagunya. Untuk menutupi luka bekas jahitan, potongan rambut Kak Seto dibuat ala “The Beatles”, kemudian Kresno juga tak mau ketinggalan, ia juga memilih model rambut yang serupa. Sampai sekarang model rambut tersebut masih dipertahankan sebagai ciri khas Kak Seto.
2. Pendidikan, Pengalaman Hidup dan Karya-Karya Dr. Seto Mulyadi Indahnya masa kecil, ternyata tak berlanjut pada kehidupan berikutnya. Perjalanan hidup Kak Seto di masa muda penuh liku yang pahit. Ayahnya, Mulyadi, meninggal pada 1966 saat Kak Seto masih berusia empat belas tahun yang baru lulus dari SMP di Klaten. Ekonomi keluarganya mulai kembang kempis. Untuk mengatasi tekanan ekonomi ini, Kak Seto bersama kakak dan saudara kembarnya dititipkan di rumah bibinya di Surabaya.3 Meskipun sebagai seorang muslim, namun ketika di Surabaya atas bantuan seorang pastur, Makruf, Seto dan Kresno diterima masuk di SMA St. Louis. Sekolah yang diperuntukkan bagi murid pria dan dikenal sebagai sekolah anak-anak orang berada di Surabaya. Demi meringankan 3
Tokoh Indonesia DotCom, Ensiklopedi, “Seto Mulyadi Sahabat Anak-Anak”, http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/seto-mulyadi/indeks.html , 10 April 2007
48
beban bibinya, juga untuk biaya sekolah, Kak Seto tak malu menjadi pedagang asongan yang berkeliling di jalan-jalan, setelah ia pulang sekolah. Ia aktif pula mengisi sebuah rubrik untuk anak-anak di majalah “Bahagia” yang terbit di Surabaya. Dari sanalah mulanya Seto memakai nama Kak Seto dan sampai sekarang pun nama tersebut masih tetap dipakai. Walau sekolah sambil bekerja, Kak Seto tetap aktif di OSIS bersama saudara kembarnya. Bahkan Kak Seto berhasil menjadi ketua OSIS dan Kresno sebagai sekretarisnya. Setelah lulus SMA mereka berkumpul kembali dengan ibunya. Lulus dari SMA, Seto ingin melanjutkan studinya di Fakultas Kedokteran. Tapi cita-citanya kandas, tatkala ia tidak diterima di fakultas kedokteran, baik di Universitas Airlangga maupun Universitas Indonesia. Sementara Kresno diterima di Universitas Airlangga. Diam-diam kegagalannya itu membuat Kak Seto kecewa dan kehilangan rasa percaya dirinya. Hingga akhirnya, pada tanggal 28 Maret 1970, ia pergi tanpa pamit menuju Jakarta, hanya dengan meninggalkan surat untuk ibunya.4 Di Jakarta Kak Seto mencoba mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Mulai dari menjadi tukang batu, tukang semir sepatu, sampai menjadi pembantu rumah tangga di sebuah keluarga. Meskipun demikian, ia tetap berusaha untuk mendaftar di fakultas kedokteran Universitas Indonesia di tahun berikutnya. Akan tetapi kegagalan masih menyertainya. Hingga suatu ketika, ia melihat Ibu Kasur dalam acara sebuah televisi, “Taman Indira”, ia merasa tertarik dan secara refleks telah membangkitkan keinginan yang benih-benihnya sudah tertanam dalam diri Kak Seto, yaitu kecintaannya pada dunia anak-anak. Lalu ia pun mencari rumah Bu Kasur dengan niat berguru. Pak Kasur yang waktu itu menerimanya membawa ia ke Taman Kanak-Kanak 4
Evi Manai, op. cit, hlm.48.
49
Situ Lembang Jakarta Pusat pada tanggal 4 April 1970. Akhirnya ia pun menjadi asisten Pak Kasur. Bermula dari sinilah Kak Seto mulai aktif dalam dunia anak-anak. Kegagalan masuk fakultas kedokteran Universitas Indonesia membuatnya putar haluan dengan memasuki fakultas Psikologi Universitas Indonesia, atas saran Pak Kasur. Ia diterima pada tahun 1972 lalu memperoleh gelar sarjana Psikologi pada tahun 1981. Kemudian melanjutkan lagi di Program Pasca Sarjana dan lulus Magister Bidang Psikologi tahun 1989. Terakhir Ia meraih gelar Doktor Bidang Psikologi di Universitas yang sama pada tahun 1993. Secara singkat, riwayat pendidikan Kak Seto adalah sebagai berikut: a. SD Ngepos, Klaten (1963) b. SMP Klaten (1966) c. SMA St. Louis, Surabaya (1969) d. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (S.1, 1981) e. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia (Magister, Bidang Psikologi, 1989) f.
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia (Doktor, Bidang Psikologi, 1993).5 Saat menjadi asisten Pak Kasur, sebagai pendidik dan pengasuh
anak Kak Seto juga menjadi pembantu dan pengasuh anak di rumah Direktur Bank Indonesia saat itu, Soeksmono. Bersama Pak Kasur Kak Seto lebih menumpahkan rasa kecintaannya pada anak-anak. Pilihannya pun makin mantap saat ia mengasuh acara Aneka Ria Taman KanakKanak di TVRI bersama Henny Purwonegoro. Di sana Kak Seto mendongeng, belajar sambil bernyanyi dan bermain sulap bersama anakanak. Dengan bonekanya Si Komo berikut lagunya, ia makin lekat dengan anak-anak dan ekonominya mulai membaik hingga ia berhasil
5
Tokoh Indonesia DotCom, Ensiklopedi, “Seto Mulyadi Sahabat Anak-Anak”, op.cit.
50
meraih gelar sarjana psikologi. Kemudian ia mengundurkan diri dari keluarga Soeksmono pada 1979. Lalu ia mulai mampu mengontrak rumah sendiri di bilangan Mayestik. Dengan kehidupan yang membaik dan menyandang gelar sarjana, kreatifitas Kak Seto makin menemukan lahan untuk berkembang. Semua modal tadi membuat ia semakin serius menjalani porofesinya sebagai pendidik anak. Beragam ide ditelurkan, antara lain: organisasi “Nakula Sadewa”. Sebuah organisasi yang menghimpun anak kembar. Berdiri pada tanggal 2 Februari 1984 (jika dijumlahkan 1+9+8+4,jadi 22) pada pukul 22.22. Kini, setiap tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Anak Kembar. Pada tahun itu pula Kak Seto mendapat kepercayaan dari Ibu Tien Soeharto untuk mengetuai pelaksanaan pembangunan Istana Anak-Anak Indonesia, yang sampai saat ini masih tetap berdiri megah di TMII sebagai pusat kegiatan anak. Ada satu lagi karya Kak Seto yaitu ia mendirikan sebuah TK yang benama TK Mutiara Indonesia pada 16 Juni 1982. Pada tahun 1987, Kak Seto menikahi Deviana, yang usianya terpaut 18 tahun. Tepat pada hari pernikahannya, pasangan pengantin baru tersebut melaksanakan nazarnya yaitu mendongeng di panti asuhan. Membaiknya keadaan ekonomi, kemudian Kak Seto membeli sebuah rumah tinggal di kawasan Cireundeu. Akan tetapi rumah itu tidak ia nikmati sendiri, sebagian dimanfaatkan untuk sarana bermain anakanak. Di lahan seluas 2000 meter persegi itu ada perosotan, ayunan, ruang kelas, kolam renang mini, layaknya TK. Semua ruangan didekorasi dengan warna-warna ceria dan benar-benar membuat anak-anak merasa di alam fantasi mereka. Di sanalah keempat buah hatinya : Eka Putri Duta Sari, Bimo Dwi Putra Utama, Shelomita Kartika Putri Maharani, dan Nindya Putri Catur Permatasari, menikmati masa kecilnya. Di dalam keluarga , ia menjadikan anak-anaknya sebagai sahabat dan guru. Hubungannya dengan buah hatinya itu ia tuangkan dalam sebuah
51
buku “Anakku, Sahabatku, dan Guruku”(1997). Di buku itu ia menuliskan betapa anak dapat menjadi sahabat dalam berbagi masalah. Anak juga bisa menjadi guru untuk belajar tentang kreatifitas, spontanitas, kebebasan berpikir, pemaaf, tidak pendendam, dan mempunyai kasih sayang yang tulus.6 Kedekatannya pada anak-anak membuat Kak Seto kian merasakan kebutuhan untuk perkembangan anak. Ia mengharapkan anak-anak dipenuhi hak-hak mereka yaitu: hak memperoleh suasana gembira, hak bermain, hak untuk tumbuh dan berkembang dalam suasana tenang tanpa paksaan. Sebagai seorang pakar psikologi anak yang bergelar doktor, ia kerap menjadi pembicara dalam seminar, menulis artikel dan buku. Karya yang
terbaru
ia
kemukakan
adalah
buku
yang
yang
berjudul
“Homeschooling Keluarga Kak Seto: Mudah, Murah, Meriah,dan Direstui Pemerintah”. Di buku tersebut Kak Seto berbagi pengalaman tentang mendidik anaknya secara homeschooling, suatu konsep dan model pembelajaran yang menjadikan anak sebagai subjek belajar, dengan fleksibelitas dalam pembelajarannya yang mulai marak diperbincangkan orang saat ini. Atas pengabdiannya pada dunia anak-anak, Kak Seto telah dianugerahi sejumlah penghargaan, antara lain: a. Orang Muda Berkarya Indonesia, Kategori pengabdian pada Dunia Anak-anak dari presiden RI (1987) b. The Outstanding Young Person of the World, Amsterdam, Kategori Contribution to World Peace, dari Jaycess International (1987) c. Peace Messenger Award, New York, Kategori Social Activity dari World Children’s Day Fondation dan Unicef. Kemudian pada 1998 Kak Seto dipercaya menjadi Ketua Komnas Perlindungan Anak, yang membela berbagai kepentingan anak. Terakhir ia ditunjuk sebagai Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan 6
Tokoh Indonesia DotCom, Ensiklopedi, “Seto Mulyadi Sahabat Anak-Anak”, Ibid..
52
Alternatif (ASAH PENA), yaitu sebuah asosiasi bagi anak-anak yang menjalankan homeschooling/ sekolah rumah dan pendidikan alternatif. Misi utama ASAH PENA Indonesia, dengan bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Kebijakan Inovasi Pendidikan Depdiknas, adalah mengembangkan homeschooling dan pendidikan alternatif demi memberi manfaat terbesar bagi anak didik dan masyarakat pada umumnya. ASAH PENA ini dirikan di Jakarta 4 Mei 2006.7 ASAH PENA Indonesia telah menyiapkan serangkaian program untuk membangun kesadaran masyarakat tentang perlunya menyediakan alternatif pendekatan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Termasuk di dalam program itu adalah seminar dan workshop yang akan dapat diikuti oleh para orang tua dan anggota masyarakat lain, berbagai pelatihan untuk orang tua, metode evaluasi belajar anak , dan banyak lagi program lainnya.
B. Konsep Homeschooling Menurut Dr. Seto Mulyadi 1. Pengertian Homeschooling Mendidik anak, bagi Dr. Seto Mulyadi, adalah menciptakan sebuah generasi baru. Bila anak diarahkan dan dididik sesuai potensinya yang telah diberikan Allah, bukan tidak mungkin ia akan tumbuh menjadi seorang pemimpin cerdas yang dapat membangun bangsa.8 Anak tetaplah anak, bukan dewasa mini, ia tidak bisa dianggap sebagai orang dewasa yang sudah berpikiran matang. Dunia anak adalah dunia bermain yang menyenangkan. Ia beranggapan, sambil bermain, anak-anak akan belajar dengan efektif. Sehingga pendidikan menjadi sesuatu yang menyenangkan dan tidak akan ada lagi phobia (ketakutan) anak terhadap pelajaran dan sekolah.
7
Nasrullah Nara, “Sekolah-Rumahan Minta Pengakuan Kesetaraan”, dalam Chris Verdiansyah,(ed), Homeschooling : Rumah Kelasku, Dunia Sekolaku,(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2007), hlm.57. 8 Seto Mulyadi, “Tulisan Anak Seto Mulyadi”, http://dimasnugraha.wordpress.com/2007/05/25/tulisan-anak-seto-mulyadi/, 18 September 2007
53
Adanya berbagai ketakutan anak-anak terhadap sekolah dan berbagai alasan lainya yang mengkritisi pendidikan di sekolah, menjadikan banyak orang mencari format pendidikan yang sesuai dengan anak mereka. Diantara alternatif pendidikan itu adalah homeschooling, suatu istilah yang mulai cukup dikenal saat ini. Sebagian besar orang mengartikan homeschooling itu sebagai sekolah yang diadakan di rumah dengan orang tua sebagai gurunya. Menurut Dr. Seto Mulyadi, secara etimologis homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah. Namun secara hakiki, homeschooling merupakan sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara ‘at home’. Konsep dari homeschooling ini adalah pembelajarannya dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Spektrum dari homeschooling sangat lebar. Siswa dapat belajar tidak hanya di rumah tetapi di berbagai tempat dia melakukan kegiatan. Dengan waktu yang fleksibel, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bahkan untuk mengajarpun tidak tertutup hanya orang tua tetapi orang yang dituakan di rumah, bisa kakak, tetangga, atau kerabat lainnya.9 Keunggulan secara individual inilah yang memberi makna bagi terintegrasinya mata pelajaran kepada peserta didik.10 Salah satu tujuan dari pendidikan adalah kemampuan belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat ini dapat dicapai apabila peserta didik terlatih belajar mandiri dalam penguasaan keterampilan dan pengetahuan, pengambilan keputusan, dan berinteraksi dengan lingkungan. Dalam homeschooling semua itu akan terlaksana, karena siswa terbiasa dengan pembelajaran yang mandiri yang melunturkan ketergantungan untuk selalu belajar “tatap muka” dan klasikal dalam frekuensi yang tinggi. Hal ini memungkinkan mereka untuk belajar dimana saja, dengan siapa saja dan dapat memutuskan untuk belajar dalam lingkup komunitas dari skala terbatas hingga yang lebih luas. 9
Wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via faximili, 20 Desember 2007.
[email protected], “Penerapan Homeschooling”, op. cit.,.
10
54
Kak Seto mengatakan perlu adanya dukungan penuh dari orang tua untuk belajar, menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, memelihara minat dan antusias belajar anak. Karena dibalik kemudahan, homeschooling juga memerlukan kesabaran orang tua, kerja sama antar anggota keluarga, dan konsisten dalam penanaman kebiasaan. Orang tua harus menjadikan anak sebagai teman belajar dan menempatkan diri sebagai fasilitator. Orang tua harus memahami anak sebagai individu yang unik, dimana setiap anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang berbeda satu dengan yang lain, namun saling melengkapi dan berharga. Sehingga dapat diibaratkan sebagai bunga-bunga aneka warna di suatu taman yang indah, mereka tumbuh dan merekah bersama.11 Selain memahami anak sebagai individu yang unik, menurut Kak Seto ada beberapa catatan lagi yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya memahami anak, yaitu: pada dasarnya anak ingin dihargai, dunia anak adalah dunia bermain, anak-anak adalah bukan orang dewasa mini, anak-anak mudah sekali meniru, dan anak-anak pada dasarnya sangat kreatif.12 Oleh karena itu unsur keteladanan dari orang tua berada pada posisi teratas. Orang tua harus memperhatikan metode yang tepat dalam memberikan pembelajaran bagi anak-anaknya. Bagi Kak Seto ada lima syarat keberhasilan untuk orang tua yang ingin menjalankan homeschooling yaitu: mencintai anak-anak, kreatif, bersahabat dengan anak, memahami anak, dan memiliki kemauan untuk mengetahui standar kompetensi dan standar isi kurikulum nasional yang sudah diakui dan disahkan.13 Banyak kisah-kisah yang didasarkan pada penelitian, menunjukkan bahwa setiap anak bahkan sejak berada di dalam kandungan sudah 11
Makalah Seto Mulyadi, “ Mengoptimalkan Perkembangan Kecerdasan Pada Anak Sejak Usia Dini”, dalam Doni Riadi, “Setiap Anak Adalah Cerdas”, http://doniriadi.blogspot.com/ , 26 Juni 2007. 12 Evi Manai, op. cit.,hlm.131-132. 13 Seto Mulyadi, Homeschooling Keluarga Kak Seto: Mudah, Murah, Meriah, dan Direstui Pemerintah,(Bandung: Kaifa, 2007), Cet. 1,, hlm.162.
55
memiliki hasrat untuk belajar. Belajar memang berawal dari rumah. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika orang tua merupakan guru pertama bagi putra putrinya dan rumah sebagai tempat belajar paling awal bagi anakanak perlu dipola sedemikian rupa sehingga membuat anak-anak dapat belajar secara alamiah dan mengasyikkan. Rumah sebagai basis pendidikan akan dapat dicapai dengan diantaranya
dengan
cara
melengkapi
fasilitas
pendidikan
dan
mengembangkan budaya ilmiah di dalam rumah.14 a. Melengkapi fasilitas pendidikan 1) Tempat belajar yang menyenangkan Untuk mendapatkan tempat belajar yang menyenangkan tidak harus mahal. Seperangkat meja kursi sederhana yang dilengkapi rak atau buku sudah bisa diciptakan sebagai meja belajar. Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan, penataannya harus disesuaikan dengan kebutuhan anak. Misalkan, anak suka warna biru dan gambar-gambar kartun, maka beri kesempatan mereka memilih dan membuat sendiri hiasan di sekitar tempat belajarnya. Semakin baik dan menarik keberdaan fasilitas pendidikan ini, anak akan merasa bahwa kegiatan belajar adalah satu hal yang istimewa dalam keluarga. Selanjutnya, ini akan semakin memacu motivasi belajarnya. 2) Media informasi Ilmu pengetahuan tidak bisa lepas kaitannya dengan media informasi. Karena dari sinilah sebagian besar ilmu pengetahuan diperoleh. Media-media ini bisa berupa televisi, radio, komputer, buku dan majalah. Seperti layaknya setiap media, setiap informasi yang disediakan tidak semuanya dibutuhkan oleh anak. Bahkan ada yang cenderung merusak anak. Itulah sebabnya, tindakan seleksi perlu dilakukan orang tua.
14
Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak, (Jakarta: Pustaka Inti, 2005), Cet. 4, hlm. 174.
56
3) Perpustakaan Minimal
ada
buku-buku
yang
dikoleksi.
Sebagai
upaya
menumbuhkan motivasi kependididkan anak, buku adalah sarana yang paling tepat. Akan tetapi keberadaan buku ini jangan sampai hanya sekedar pajangan belaka. b. Budaya Ilmiah Setelah
fasilitas
tersedia,
yang
diperlukan
berikutnya
adalah
pembentukan budaya ilmiah di rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku dan pembiasaan dari anggota-anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa diantaranya: 1) Budaya Islami Satu-satunya cara terbaik untuk memberikan pendidikan keimanan, nilai-nilai moral, adalah dengan teladan langsung. Ajaran tentang shalat misalnya, akan mudah diajarkan jika orang tua langsung mempraktikannya. Menanamkan kebiasaan shalat dan mengkaji Al-Qur’an, kebiasaan membaca do’a sehari-hari, maupun hafalan surat-surat pendek, tak lagi memerlukan waktu yang dialokasikan khusus untuk itu, tetapi sudah langsung diterapkan di sela-sela kegiatan sehari-hari. Maka bagi orang tua yang sesibuk apapun, tetap memiliki kesempatan untuk memberikan pendidikan keimanan kepada anak-anaknya. 2) Budaya belajar Belajar bukanlah hanya untuk anak saja. Orang tua dan anggota lain perlu memberikan teladan. Orang dewasa harus menunjukkan kepada anak-anak bahwa merekapun gemar belajar. 3) Jam baca Membudayakan jam baca pun sangat baik untuk dilakukan. Bisa diseragamkan waktunya untuk seluruh anggota keluarga, atau juga tidak. Hanya saja durasi waktunya ditetapkan setiap harinya. 4) Gairah cerita
57
Kegiatan bercerita memiliki manfaat yang besar sekali yaitu: sebagai wahana meluaskan cakrawala berpikir anak, media orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai moral, meningkatkan kecintaan anak terhadap buku, dan memelihara rasa keingintahuan mereka. 5) Gairah rasa ingin tahu Rasa ingin tahu anak akan terpancing jika mereka menerima informasi yang menarik. Orang tua bisa mengupayakan hal ini menggunakan sarana media informasi. Bisa diperkuat lagi lewat pancingan-pancingan yang diberikan orang tua. Secara umum homeschooling ada bukanlah sebagai saingan bagi sekolah formal, ini merupakan salah satu alternatif pendidikan. Homeschooling dapat tetap seiring sejalan dengan sekolah formal. Bahkan menurut Terri Lynn Bittner, penulis buku Homeschooling: Take a Deep Breath. You Can Do This!, kini telah berkembang apa yang disebut sebagai homeschooling part time atau afterschooling. Anak-anak tetap dapat menjalankan kegiatan belajarnya di sekolah formal, namun apa yang kurang di sekolah formal dapat ditambal di pelaksanaan homeschooling. Dengan kata lain homeschooling dapat dijalankan untuk mendukung kegiatan sekolah formal.15
2. Latar Belakang Homeschooling Kak Seto Pembelajaran formal di sekolah mempunyai banyak keunggulan. Namun pembelajaran tersebut juga memiliki kelemahan, terutama dalam menyediakan bimbingan dan layanan belajar secara individual kepada peserta didik. Pembelajaran yang dilakukan secara klasikal sering menyebabkan peserta didik yang mempunyai hambatan belajar kurang mendapat perhatian intensif. Pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah memberlakukan seperangkat aturan yang sangat mengikat peserta didik. Penerapan disiplin yang terlalu kaku, banyaknya aturan yang terlalu mengikat dan suasana 15
Seto Mulyadi, op. cit., hlm. 42.
58
belajar yang terlalu formal, tanpa disadari seringkali membebani dan memasung kreativitas peserta didik. Persaingan antar peserta didik yang dibanggun dalam iklim sekolah menyebabkan sebagian peserta didik merasa ”stress” sehingga lebih memandang belajar sebagai kewajiban dan beban, bukan sebagai kebutuhan. Kemudian mereka kehilangan kreativitas alamiahnya. Pembelajaran yang dilakukan di sebagian sekolah formal juga sering terlepas dari konteks kehidupan sosial dan lingkungan sehari-hari peserta didik. Hal ini menyebabkan peserta didik kesulitan dalam memaknai dan menerapkan materi yang diperoleh dalam situasi yang nyata. Pembelajaran di sekolah formal kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan secara langsung materi pelajaran dalam aktivitas sehari-hari. Selain dari itu terbatasnya alokasi waktu pembelajaran di sekolah menyebabkan fungsi monitoring guru terhadap anak dalam menerapkan materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat menyebabkan materi pelajaran hanya dipelajari peserta didik sebagai hafalan. Keterbatasan
waktu
pada
pembelajaran
formal
seringkali
menyebabkan guru lebih terfokus pada penyelesaian materi pelajaran, sehingga sangat kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
banyak
berlatih,
melaksanakan
praktek,
dan
melakukan
penyelidikan. Selain dari itu keterbatasan waktu pada pembelajaran formal seringkali
menyebabkan
dipentingkan
bila
penguasaan
dibandingkan
pengetahuan
dengan
menjadi
pengembangan
lebih sikap,
keterampilan dan kepribadian. Sebagian anak dengan gaya belajar, bakat, karakteristik yang unik memerlukan pembelajaran dengan pendekatan individual. Hal ini berlaku pula untuk para anak yang memiliki hambatan dan masalah khusus dalam belajar.16 16
Inda Susanti, “Penuhi Hak Belajar Via Homeschooling”, http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/kids/penuhi-hak-belajar-via-hs-3.html, 12 Juni 2007
59
Singkat kata, homeschooling muncul akibat keterbatasan peserta didik yang tidak dapat diakomodir oleh sekolah formal, misalnya keterbatasan fisik dan psikologis. Selain itu ada penyebab lain misalnya sekolah formal yang menekankan uniformitas yang kadang tidak dapat diterima oleh siswa dan orang tua yang memiliki keunikan yang tinggi, misalnya perbedaan ideologi, agama, aktifitas/ kesibukan anak di luar jam sekolah, dan sebagainya.17 Berkenaan dengan hal tersebut pemerintah telah menawarkan alternatif solusi berupa pembelajaran individual yang dapat dilakukan di rumah (homeschooling) sesuai dengan Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Homeschooling pada dasarnya tidak hanya dibutuhkan oleh anak didik dengan hambatan belajar tertentu, tetapi juga sangat dibutuhkan oleh anak didik manapun untuk bertumbuh kembang secara optimal baik dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepribadian. Homeschooling memungkinkan anak didik untuk belajar lebih banyak, lebih bermakna, lebih kreatif dan gembira. Materi pelajaran yang dikaji secara aplikatif dalam kehidupan nyata anak didik memberikan bekal yang lebih berkualitas bagi kesuksesan dan kehidupan anak didik tersebut di masyarakat. Menurut pengalaman Kak Seto saat pertama kali memutuskan homeschooling untuk putri pertamanya, Minuk, waktu itu putrinya berumur lima belas tahun dan masih duduk di kelas 3 SMP di sebuah sekolah favorit dan berstatus ”Nasional Plus”. Namun, ternyata tidak semua sekolah favorit selalu membuat anak senang belajar. Minuk sangat frustasi karena dia merasa memiliki potensi unggul di bidang kesenian, namun nilai kesenian yang diperoleh di sekolah hanya empat. Selain masalah itu, juga masih banyak masalah lain yang akhirnya membuat Minuk ”mogok” sekolah. Akhirnya setelah mencari berbagai informasi, Kak Seto memutuskan mengizinkan Minuk untuk sementara beristirahat dulu di rumah dan tidak perlu sekolah. 17
Wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via faximili, op. cit.
60
Melalui berbagai informasi, akhirnya kami melihat peluang adanya kegiatan belajar di rumah yang dikenal dengan istalah homeschooling. Di dalam negeri sendiri ternyata dikenal adanya Pendididikan Kesetaraan yang memungkinkan anak-anak tetap memperoleh ijazah melalui Ujian Nasional Kesetaraan. Akhirnya Minuk masuk komunitas homeschooling setempat yang bernama PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dan sekaligus kemudian berhasil ikut Ujian Kesetaraan untuk Paket B serta lulus.18 Melihat kegembiraan Minuk mengikuti homeschooling, membuat kedua anak Kak Seto yang nomor tiga dan empat , yaitu Shasa dan Dhea, berkeinginan
mengikuti
jejak
kakaknya.
Mereka
pun
kemudian
memutuskan untuk belajar dengan cara homeschooling. Sementara Bimo, anak nomor dua, tetap lebih senang masuk di sekolah formal. Kini putri pertama Kak Seto tersebut sudah masuk di Lim Kok Wing University, universitas desain di Kuala Lumpur. Setelah lama bergelut dalam dunia anak, dan mencari format pendidikan yang baik bagi mereka, maka pada tanggal 4 April 2007, Kak Seto mendirikan sebuah komunitas homeschooling yang bernama ”Homeschooling Kak Seto”. Homeschooling ini berada di Knowledge Center Selapa Polri Jl. Ciputat Raya No. 40 Jakarta Selatan.19 Tujuan didirikan komunitas ini adalah untuk membantu para homeschooler dalam melakukan pembelajaran di rumah serta memfasilitasi proses administrasi dalam hal Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) di Departemen Pendidikan Nasional. Homeschooling Kak Seto menjadikan orang tua sebagai guru dan teman belajar bagi putra-putrinya. Hal ini memungkinkan terciptanya hubungan emosi yang kuat dan kasih sayang selama pembelajaran. Kondisi tersebut menciptakan perasaan sangat nyaman bagi anak didik untuk mengekspresikan secara penuh kreativitas dan kemampuan berpikirnya. Materi pelajaran yang diintegrasikan dalam aktivitas kegiatan rutin sehari-hari seperti bermain, bercerita, menggambar, mandi, memasak 18
Seto Mulyadi, op. cit.,hlm. 118. Zali, “Komunitas Homeschooling”, Tabloid Nakita, op. cit.,hlm.6.
19
61
dan lain-lain, menyebabkan anak didik tidak merasa sedang belajar. Homeschooling Kak Seto memungkinkan anak didik mempelajari materi pelajaran secara lebih bermakna, terintegrasi dengan kehidupannya seharisehari sehingga dapat digunakan untuk membentuk kebiasaan berpikir dan bertindak pada anak didik tersebut. Para peserta didik yang mengikuti homeschooling Kak Seto terdaftar secara resmi sebagai peserta didik ”Sekolah Mutiara Indonesia” asuhan Kak Seto sendiri. Para lulusannya memiliki legalitas untuk mengikuti ujian dan melanjutkan sekolah ke jenjang sekolah formal. Saat ini homeschooling Kak Seto hanya bisa menampung anak-anak usia SD, SMP, dan SMA.20 Kedua putri Kak Seto juga tergabung dan aktif dalam komunitas tersebut, yaitu Shelomita (Kelas VI SD) dan Nindya Putri (Kelas IV SD).
3. Tujuan Homeschooling Kak Seto Homeschooling Kak Seto ini mempunyai tujuan sebagai berikut:21 a. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, menyenangkan dan menantang bagi anak didik sesuai dengan kepribadian, gaya belajar, kekuatan, dan keterbatasan yang dimilikinya. b. Mempelajari materi pelajaran secara langsung dalam setting kehidupan nyata sehingga lebih bermakna dan berguna dalam kehidupan anak didik. c. Meningkatkan kreativitas, kemampuan berpikir, dan sikap serta mengembangkan kepribadian peserta didik. d. Membina dan meningkatkan hubungan baik antara orangtua dan anak didik sehingga tercipta keluarga yang harmonis. e. Mengembangkan bakat, potensi, dan kebiasaan-kebiasaan belajar anak didik secara alamiah.
20
Wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via faximili, op. cit. Sekolahmaya (Depdiknas RI), “Homeschooling”, op. cit.
21
62
f. Mengatasi keterbatasan, kelemahan, dan hambatan emosional anak didik sehingga anak didik tersebut dapat mencapai hasil belajar yang optimal. g. Mempersiapkan kemampuan peserta didik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk melanjutkan studi pada jenjang yang lebih tinggi. h. Membekali peserta didik dengan kemampuan memecahkan masalah lingkungan
sesuai
dengan
tingkat
perkembangannya
demi
kehidupannya di masa depan. 4. Strategi Homeschooling Kak Seto Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam homeschooling terdapat fleksibelitas dalam waktu dan tempat pembelajarannya. Maka dalam homeschooling Kak Seto ini para peserta didiknya akan belajar seminggu dua kali di Selapa Knowledge selama 3 jam bersama kakak-kakak pendamping dan sisanya mereka dapat mengeksplorasi dan memperdalam materi di rumah bersama keluarga.22 Homeschooling Kak Seto secara singkat bertujuan untuk mengembangkan kreativitas, kemampuan berpikir dan kepribadian peserta didik sesuai dengan kekuatan khas individual peserta didik tersebut. Metode pembelajaran Kak Seto telah dirancang sedemikian rupa sehingga kelemahan anak didik dan hambatan-hambatan belajarnya dapat diatasi dengan baik.23 Metode pembelajaran yang diterapkan di sana adalah Active Learning, Fun Learning, dan Contextual Teaching Learning (CTL).24 Melalui pendekatan Active Learning, siswa dipacu untuk proaktif terhadap pembelajaran di komunitas melalui diskusi dan permainan berkelompok. Fun Learning di terapkan agar anak didik merasa senang belajar, tidak
22
Indira Permanasari, Ester Lince Napitupulu, “Sekolah-Rumah, Pilihan untuk Kembangkan Potensi Anak”, dalam Chris Verdiansyah, (ed), op. cit., hlm. 4. 23 Sekolahmaya (Depdiknas RI), “Homeschooling”, op. cit. 24 Wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via faximili,op. cit.
63
terbebani sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal, dan melalui CTL memungkinkan anak untuk menerapkan secara langsung materi pelajaran dalam aktivitas sehari-harinya. Strategi homeschooling Kak Seto membagi pelaksanaan kegiatan ke dalam tiga kegiatan besar25, yaitu: a. Kegiatan Belajar di Rumah 1) Kegiatan Peserta Didik Peserta
didik
belajar
di
rumah
sambil
bermain.
Waktu
pembelajaran dapat diatur sefleksibel mungkin sesuai dengan kondisi dan kesiapan belajar peserta didik. Aktivitas pembelajaran peserta didik terintegrasi dalam kegiatan rutin sehari-hari seperti bangun tidur, makan, bermain, membantu ibu memasak, menonton, jalan-jalan ke mall, belanja ke supermarket, bersepeda, tamasya, mengunjungi saudara, berkebun, berenang, dan lain-lain. Secara umum metode belajar yang digunakan adalah : permainan, praktek, bermain peran, diskusi, penyelidikan, bercerita, membaca, dan pengamatan. 2) Kegiatan Orang Tua Orang tua membimbing peserta didik belajar di rumah melalui permainan, diskusi, dan praktek langsung dalam aktivitas seharihari. Orang tua berperan dalam mencatat kemajuan dan menilai peserta didik. Orang tua juga berperan dalam mengumpulkan dan mendokumentasikan hasil karya peserta didik seperti jurnal, gambar, diary, puisi, poster, kliping dan lain-lain dalam bentuk portofolio (kumpulan hasil karya/ karya terbaik peserta didik yang diurutkan sesuai urutan waktu). Hasil karya peserta didik ini merupakan bukti kemampuan peserta didik yang dapat ditunjukkan pada kegiatan tutorial atau dipublikasikan pada kegiatan pameran.
25
Sekolahmaya (Depdiknas RI), op. cit.
64
b. Kegiatan Tutorial Untuk memantau program pembelajaran di rumah serta membekali orang tua dan peserta didik dengan berbagai kemampuan yang diperlukan, dilaksanakan kegiatan tutorial. Kegiatan tutorial dilakukan sekali dalam sebulan. Pada kegiatan tutorial dilakukan pula penilaian akhir peserta didik (evaluasi sumatif). Evaluasi sumatif tersebut dimaksudkan untuk menilai pencapaian kompetensi belajar peserta didik. Untuk memudahkan orang tua, kegiatan tutorial peserta didik dan orangtua dilaksanakan secara serempak (dalam waktu yang bersamaan). Kegiatan tutorial ini juga merupakan kegiatan tatap muka peserta didik homeschooling Kak Seto dengan para pembimbing/ tutor di sana. Metode belajar yang dikembangkan dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik tidak merasa sedang belajar. Metode pembelajaran
dititikberatkan
pada
kegiatan-kegiatan
bermain,
penyelidikan dan penerapan konsep secara langsung. 1) Kegiatan tutorial peserta didik Kegiatan tutorial untuk peserta didik ditujukan untuk a) mengatasi permasalahan peserta didik dalam pembelajaran di rumah; b) memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik; c) mengevaluasi pencapaian kompetensi peserta didik; d) dan membekali peserta didik dengan kemampuan bergaul, bekerja sama, dan lain-lain. Pada
kegiatan
tutorial
ini
dilaksanakan
juga
kegiatan
ekstrakurikuler yang dapat diikuti oleh peserta didik seperti olah raga, bermain drama, menggambar, bermain sulap, dan sebagainya. 2) Kegiatan tutorial orang tua Kegiatan tutorial untuk orang tua ditujukan untuk: a) mengatasi permasalahan orang tua dalam membimbing pembelajaran di rumah; b) membekali orang tua dengan kemampuan didaktis (pengajaran) yang diperlukan; c) mendiskusikan tentang kemajuan
65
belajar
peserta
didik;
d)
merencanakan
perbaikan
dan
pengembangan peserta didik bersama Kak Seto dan team. c. Kegiatan Intermezzo Intermezzo adalah kegiatan-kegiatan hiburan yang ditujukan untuk memberikan penyegaran terhadap siswa dan orang tua. Setelah mengikuti kegiatan intermezzo ini diharapkan siswa dan orangtua memiliki semangat dan energi baru untuk belajar di rumah. Kegiatan intermezzo juga dapat memperkuat semangat kebersamaan orang tua dan peserta didik. Kegiatan yang dilakukan pada intermezzo antara lain adalah lomba anak-orang tua, outbond, perayaan/ pesta keberhasilan, pameran hasil karya peserta didik, rekreasi, dan lain-lain. 4. Kurikulum Homeschooling Kak Seto Kurikulum Homeschooling Kak Seto merupakan pengembangan kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (KTSP 2006) yang telah dimodifikasi, disesuaikan dan dipadukan dengan pendekatan Kak Seto. Metode Kak Seto menampilkan keterpaduan antara kurikulum nasional, teori psikologi dan perkembangan, serta perkembangan lingkungan sosial anak didik yang dinamis.26 Melihat cara yang dilakukan Kak Seto, maka homeschooling yang ia gunakan termasuk jenis electic schooling atau unschooling maupun deschooling.27 Electic schooling memberikan kesempatan pada keluarga untuk mendesain sendiri program homeschooling yang sesuai, dengan memilih atau menggabungkan dari sistem yang ada. Unschooling yaitu berangkat dari keyakinan bahwa anak-anak memiliki keinginan natural untuk belajar dan jika keinginan itu difasilitasi dan dikenalkan dengan pengalaman di dunia nyata, maka mereka akan belajar lebih banyak
26
Wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via faximili, op. cit. Seto Mulyadi, op. cit., hlm. 122.
27
66
daripada melalui metode lainnya. Unschooling tidak berangkat dari texbook, tetapi dari minat anak yang difasilitasi.28 Alasan Kak Seto memilih unschooling karena ia berpendapat bahwa pada dasarnya setiap anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat basar. Rasa ingin tahu ini merupakan potensi yang luar biasa untuk belajar pada setiap anak. Rasa ingin tahu ini jangan sampai terhenti dan harus dikembangkan melalui pendekatan yang penuh kasih sayang serta suasana belajar yang menyenangkan. Dengan cara ini, anak akan senantiasa terlibat aktif untuk belajar dan memiliki semangat belajar yang tinggi.29 Contoh sederhana dari metode ini misalnya: mengamati perilaku anak-anak jalanan, suasana belanja di pasar, cara kerja pengemudi bus, dan sebagainya. Kemudian setelah pengamatan usai, anak diminta untuk menuliskan komentar dan analisisnya. Bentuk pembelajaran lain adalah anak diajak untuk berkreativitas dengan karton atau dus bekas. Barangbarang itu kemudian dibuat menjadi aneka benda yang bermakna seperti tempat pensil, vas bunga, tempat sedok makan, dan sebagainya. Disini ternyata anak tidak hanya berperan sebagai murid, namun bisa pula sebagai guru yang mengajarkan pengetahuannya kepada anak lain atau juga kepada orang tuanya sendiri. Tidak seperti di sekolah formal yang klasikal, dimana para peserta didik harus duduk berbaris menghadap ke arah guru. Dalam kegiatan tutorial, peserta didik tidak selalu dipisahkan dalam kelas tertentu. Semua belajar bersama sesuai dengan tema pembelajaran yang diinginkan hari itu dan tentu saja tidak ada seragam sekolah. Siswa homeschooling dapat bersosialisasi dengan pendekatan multiclassroom, siswa yang kelasnya lebih rendah mampu bersosialisasi dengan teman-teman seniornya. Di homeschooling Kak Seto tidak ada senioritas, sehingga para siswa dapat
28
Sumardiono, “Model Homeschooling”, http://www.sumardiono.com/index.php?option=com_content&task=view&id=299&Itemid=79, 12 Juni 2007 29 Seto Mulyadi, op. cit., hlm.126.
67
lintas kelas dengan spektrum sosialisasi yang lebar dibandingkan sekolah formal. Menurut Ella Yulaelawati, ada lima pelajaran wajib yang tak bisa ditinggalkan oleh homeschooling, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, dan Bahasa Inggris. Untuk yang lain boleh dikembangkan sesuai potensi dan kebutuhan. Selain itu untuk homeschooling Paket A, peserta didiknya juga harus memiliki keterampilan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Paket B memiliki keterampilan memenuhi dunia kerja, dan Paket C memiliki kemampuan berwirausaha.30 Oleh karena itu di Homeschooling Kak Seto, materi pelajaran yang diberikan bagi peserta didiknya meliputi: a. Agama (sesuai agama yang dianut peserta didik) dan budi pekerti b. Kewarganegaraan dan kepribadian c. Bahasa dan sastra Indonesia d. Bahasa Inggris e. Sains f. IPS g. Matematika h. Olah raga i. Seni dan budaya. Metode pembelajaran unik yang dikembangkan oleh Kak Seto, diarahkan untuk pencapaian kompetensi peserta didik sebagai berikut:31 a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. b. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri serta mampu mengatasi segala kekurangan dan mengembangkan kelebihan yang dimiliki tersebut c. Menunjukkan sikap percaya diri
30
Sumardiono, op. cit., hlm. 159. Sekolahmaya (Depdiknas RI), “Homeschooling”, op. cit.
31
68
d. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. e. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional. f. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif. g. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. h. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. i. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. j. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial. k. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab. l. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. m. Menghargai karya seni dan budaya nasional. n. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya. o. Menerapkan
hidup
bersih,
sehat,
bugar,
aman,
dan
dapat
memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat. p. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun. q. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat. r. Menghargai adanya perbedaan pendapat. s. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis. t. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana. u. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan selanjutnya.
69
5. Evaluasi Homeschooling Setiap proses pendidikan, pada akhirnya harus diadakan evaluasi. Hal ini merupakan kegiatan untuk mengetahui keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Homeschooling sesungguhnya merupakan ajang menanamkan rasa cinta belajar pada anak, karena dalam homeschooling anak dilatih untuk belajar mandiri dengan orangtua sebagai fasilitator. Oleh karena itu sebuah nilai bukanlah tujuan utama yang ingin dicapai dalam belajar, melainkan makna dari proses belajar itu sendiri yang lebih ditekankan. Dalam homeschooling Kak Seto manajemen kelas dibuat sedemikian rupa, tidak seperti sekolah formal pada umumnya. Untuk kelas SD,sistem pembelajarannya adalah tematik. Oleh karena itu dibuat sistem circle, yaitu kelas 1 digabung dengan kelas 2, kelas 3 dengan kelas 4, dan kelas 5 dengan kelas 6. Namun di awal kelas, semua anak digabung untuk bermain games dan story telling. Untuk anak SMP dan SMA manajemen kelas sangat terkait dengan materi yang disampaikan. Apabila materi itu bersifat umum dan general, seperti inspiring story, communication skills, dan life skills lainnya, maka kelas 1,2, dan 3 SMP digabung, begitu juga dengan kelas di SMA. Bahkan untuk inspiring story, kelas SMP dan SMA digabung. Inspiring story adalah pertemuan di komunitas yang membahas topik-topik khusus dengan mendatangkan tokoh-tokoh yang terkait dengan topik tersebut.32 Model unschooling yang Kak Seto terapkan, memungkinkan anak untuk mengeksplor segala potensinya melalui kegiatan yang ia lakukan. Kemudian untuk mengetahui sejauh mana anak bisa mencapai keberhasilan dalam belajar, orang tua dapat mengamati dan mencatat setiap kegiatan belajar anak. Pengukuran dan penilaian itu dilakukan dalam situasi alamiah pada saat anak belajar sehingga anak dapat terbebas dari tekanan dan mereka dapat menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya. 32
Wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via email, 11 Januari 2008.
70
Dalam homeschooling Kak Seto, pada dasarnya evaluasi tersebut diadakan oleh orang tua masing-masing peserta didik dan dari pihak homeschooling Kak Seto sendiri. Orang tua harus rajin mendata dan mendokumentasikan berbagai kegiatan yang dilakukan anak. Dokumentasi itu kelak bermanfaat sebagai laporan hasil belajar yang menjadi salah satu syarat mengikuti UNPK. Bentuk dokumentasi tersebut seperti: jurnal kegiatan anak, gambar, diary, puisi, poster, kliping dan lain-lain dalam bentuk portofolio (kumpulan hasil karya/ karya terbaik peserta didik yang diurutkan sesuai urutan waktu). Menurut Kak Seto, proses pembelajaran yang diterapkan dalam homeschooling, lebih bersifat aplikatif. Hal ini dapat menjadikan anak lebih mudah memahami makna yang sesungguhnya. Contoh pembelajaran yang dilakukan dalam homecshooling adalah: anak diajak untuk mengamati suasana belanja di pasar.33 Dari sana anak akan belajar berbagai ha, di antaranya: a. Matematika: Menjumlahkan harga barang yang dibeli. b. Ekonomi: Adanya tawar menawar barang, sebagai bentuk dari prinsip ekonomi. c. Biologi: Mengenal berbagai macam sayuran. Kemudian setelah pengamatan selesai, sebagai evaluasinya, anak diminta untuk menuliskan komentar dan analisisnya. Hasil dari komentar dan analisis tersebut kemudian dimasukkan dalam portofolio. Penilaian orang tua tersebut termasuk dalam evaluasi formatif. Penilaian kemajuan anak dapat dilakukan melalui quiz, teka-teki silang, tanya jawab, dan permainan. Hasil karya peserta didik yang telah dikumpulkan tadi merupakan bukti kemampuan peserta didik yang dapat ditunjukkan pada kegiatan tutorial atau dipublikasikan pada kegiatan pameran.
33
Seto Mulyadi, log. cit., hlm 126.
71
Sementara penilaian akhir (evaluasi sumatif) dilakukan bersamasama pada kegiatan tatap muka (tutorial) untuk menilai penguasaan kompetensi peserta didik. Evaluasi sumatif ini dilakukan tiga bulan sekali ( dua kali dalam enam bulan).34 Jadi homeschooling Kak Seto melakukan evaluasi dengan memperhatikan performa peserta didik sehari-hari, portofolio, evaluasi mid semester, dan final tes. Untuk tes ini ada yang berupa tes lisan, take home exam (pekerjaan rumah), dengan cara memberikan soal-oal essay yang melihat kemampuan memecahkan masalah. Evaluasi ini dilakukan oleh tutor.35
6. Manfaat Homeschooling Menurut Kak Seto, homeschooling mempunyai banyak manfaat bagi para pelakunya. Manfaat itu adalah: pertama, anak-anak benar-benar dapat dijadikan subjek dalam kegiatan belajar; kedua, objek yang dipelajari sungguh sangat luas; ketiga, orang tua dapat berperan penting dalam menanamkan kecintaan belajar kepada anaknya sejak sangat dini; keempat, penyelenggaraannya fleksibel; dan kelima, sangat cocok dengan strategi belajar contextual teaching and learning.36 a. Anak-Anak Menjadi Subjek Belajar Selama ini ada kesan, ketika anak belajar dia seolah menjadi objek kuikulum. Dengan kata lain, kegiatan belajar–mengajar yang selama ini diselenggarakan bukan menjadikan kurikulum itu untuk anak, bahkan sebaliknya anak untuk kurikulum. Akibatnya, terjadilah kegiatan belajar yang “memaksa” anak. Melalui homeschooling, anak-anak benar-benar diberi peluang untuk menentukan materi-materi yang ingin dipelajarinya dan memilih gaya belajar37 yg sesuai dengan mereka. Dengan menjadikan anak sebagai 34
Sekolahmaya (Depdiknas RI), op. cit. wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via email, op. cit. 36 Seto Mulyadi. op cit., hlm. 42-44. 37 Gaya belajar anak meliputi tipe belajar somatic/ kinestis, auditif, visual dan intelektual. 35
72
subjek dalam belajar, belajar si anak pun dapat berlangsung dalam keadaan nyaman dan menyenangkan. b. Objek Yang Dipelajari Sangat Luas Homeschooling akan membawa anak-anak untuk belajar kedunia nyata, di alam yang sangat terbuka. Di samping itu, objek yang dipelajarinya pun bisa sangat luas. Meskipun pada saat ini telah menjamur sekolah formal yang memanfaatkan alam sebagai media belajar, namun ketika anak-anak tersebut mulai memasuki pendidikan yang lebih tinggi, merekapun kembali lagi berhadapan dengan ruang kelas yang kaku dan tertutup. Homeschooling dapat membebaskan anak untuk belajar apa saja sesuai minat dan hal-hal yang disukainya. Sesekali mereka bisa berkunjung ke berbagai tempat yang menjadi objek pelajaran, seperti persawahan, taman burung, kebun binatang, stadion olah raga dan tempat lain yang menarik perhatiannya. c. Ajang Menanamkan Cinta Belajar Homeschooling dapat menyadarkan kepada para orang tua bahwa belajar bisa dilakukan dimana saja, termasuk di rumah. Bahkan, untuk menanamkan rasa cinta belajar kepada anak sejak dini hanya orangtualah yang mungkin paling layak untuk mewujudkannya. Secara naluriah anak sejak berada di kandungan ibunya sudah dilengkapi dengan kemauan kuat untuk belajar. Namun jika lingkungan di rumahnya tidak mendukung, ada kemungkinan kemauan kuat itu semakin lama semakin hilang dan akhirnya tidak ada lagi semangat atau rasa cinta belajar dalam diri si anak. Oleh karena itu orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi putra-putrinya. d. Memberikan Kemudahan Belajar Karena Fleksibel Sebagai bentuk dari sistem pendidikan informal, kunci utama penyelenggaraan homeschooling adalah adanya kelenturan atau fleksibilitas. Jadi tidak boleh kaku dan terlalu berstruktur sebagaimana sekolah formal. Apabila anak merasa bosan belajar di rumah, maka
73
anak bisa diajak keluar rumah mengunjungi berbagai tempat yang menarik. Kemudian dari berbagai perjalanan tersebut, anak diminta untuk membuat catatan perjalanan atau karangan menarik berdasarkan pengalaman itu. Hal ini masih ditambah dengan ketidakketatan waktu untuk belajar. Meski kedisiplinan dan tanggung jawab tetap di tekankan dalam homeschooling dengan membuat jadwal-jadwal belajar, namun kekakuan bisa diminimalkan. e. Mendukung Belajar Secara Kontekstual Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.38 Dengan konsep itu, di harapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam hal ini, Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Homeschooling sangat memungkinkan untuk menampung sekaligus mendukung kegiatan tersebut.
38
hlm.2
Nurhadi, Pendekatan Kontekstual, (Jakarta: Departeman Pendidikan Nasioanal, 2002),
BAB IV KONSEP HOMESCHOOLING MENURUT DR. SETO MULYADI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
A. Islam dan Homeschooling Jika dilihat dari segi normatif, maka ajaran islam sarat dengan muatan-muatan nilai dan norma, baik untuk pendidikan individu maupun masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits. Hadits yang menjelaskan tentang wajibnya mencari ilmu, misalnya, tidak dibatasi oleh ras, golongan maupun jenis kelamin. Demikian juga dengan hadits yang menyatakan bahwa belajar tidak dibatasi waktu, artinya masa pendidikan dimulai dari ayunan hingga liang lahat. Juga hadits yang menyatakan bahwa pendidikan Islam tidak mengenal batasan tempat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Tuntutlah ilmu walau sampai negeri Cina”. Hal ini menunjukkan adanya konsep pendidikan seumur hidup (long life education). Homeschooling, menurut Dr. Seto Mulyadi, merupakan sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subjek melalui pendidikan secara at home. Melalui homeschooling ini anak-anak tidak hanya dapat belajar di rumah, melainkan bisa belajar di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja asalkan situasi dan kondisinya nyaman dan menyenangkan seperti di rumah. Dari pengertian tersebut, maka dapat dilihat bahwa homeschooling sebagai
sebuah
ide
tentang
sikap
belajar,
sebenarnya
merupakan
pembudayaan. Artinya, homeschooling merupakan proses yang panjang, proses penanaman kebiasaan positif yang berlangsung bertahun-tahun. Karena pada dasarnya homeschooling adalah proses belajar sepanjang hayat. Dengan kata lain, homeschooling merupakan salah satu penerapan dari konsep belajar seumur hidup, sebagaimana yang ada dan sesuai dengan konsep pendidikan Islam itu sendiri. oleh karena itu homeschooling yang diterapkan sekarang ini tidaklah bertentangan dengan Islam.
75
B. Pendidilkan Islam Dari berbagai pembahasan yang telah disampaikan di muka, maka dapat diambil beberapa point yang penulis analisis berkaitan dengan homeschooling ditinjau dari pendidikan Islam.
1. Pendidikan Anak Dr. Seto Mulyadi sebagai seorang psikolog sekaligus pendidik telah lama berkecimpung dalam dunia anak dan pendidikan. Ia menilai anak sebagai pribadi yang unik, setiap anak adalah individu yang memililki potensi-potensi yang berbeda satu dengan yang lain yang Allah ciptakan untuk dikembangkan dan dipergunakan dalam kehidupannya. Dr. Seto Mulyadi memandang anak sebagai sosok amanah Allah kepada para pendidik untuk diarahkan kepada hal-hal yang tidak bertentangan dengan fitrahnya. Mereka memerlukan proses pendidikan sebagai upaya mengembangkan dirinya menuju proses kedewasaannya. Proses pendidikan yang diberikan kepada anak haruslah sesuai dengan perkembangan dan potensi individual anak. Menurut Dr. Seto Mulyadi belajar merupakan hak anak, bukan kewajiban. Sehingga anak harus merasa senang menjalankan proses tersebut tanpa ada tekanan dan paksaan. Abdullah Nashih Ulwan juga sangat memperhatikan bakat fitrah anak. Setiap anak itu terdapat kesenjangan dalam hal kecerdasan dan kemampuan. Seorang pendidik yang bijaksana akan mampu menempatkan anak di tempat yang sesuai dengan bakat dan kecenderungannya di lingkungan yang kodusif.1 Oleh karena itu para pendidik harus menyadari dan memahami akan hal itu, agar dalam proses pendidikan yang ada dapat berlangsung secara baik dan mencapai hasil yang maksimal. Selain itu perlu juga mengoptimalkan segala sarana pendidikan yang ada. 1
Abdullah Nashih Ulwan, pendidikan Anak Menurut Islam: Kaidah-Kaidah Dasar, terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), Cet. 1, hlm.352.
76 Diantara sarana-sarana pokok pendidikan adalah rumah, sekolah, masyarakat, dan lingkungan. Rumah merupakan sarana terpenting dan utama dalam mempengaruhi anak di awal-awal pertumbuhannya, karena di rumahlah anak banyak menghabiskan waktunya bersama orang tua dibandingkan dengan waktu-waktu yang lain diluar rumah. Dan karena orang tualah yang paling berpengaruh kepada kepribadian anak.2 Homeschooling
merupakan
suatu
format
pendidikan
yang
mengedepankan peran orang tua dalam proses pembelajarannya. Orang tua merupakan guru utama yang bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya. Walaupun mereka tidak harus berada di dekat anak selama 24 jam. Mereka tidak harus dan selalu mengajarkan semua pelajaran sendiri, tetapi juga bisa menggunakan jasa orang lain, seperti guru privat. Kak Seto mengatakan perlu adanya dukungan penuh dari orang tua untuk belajar, menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, dan memelihara minat dan antusias belajar anak. Karena dibalik kemudahan, homeschooling juga memerlukan kesabaran orang tua, kerja sama antar anggota keluarga, dan konsisten dalam penanaman kebiasaan. Orang tua harus menjadikan anak sebagai teman belajar dan menempat diri sebagai fasilitator. Orang tua harus memahami anak sebagai individu yang unik, dimana setiap anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang berbeda satu dengan yang lain, namun saling melengkapi dan berharga. Sehingga dapat diibaratkan sebagai bunga-bunga aneka warna di suatu taman yang indah, mereka tumbuh dan merekah bersama.3 Selain memahami anak sebagai individu yang unik, menurut Kak Seto ada beberapa catatan lagi yang perlu diperhatikan dalam kaitannya denga upaya memahami anak, yaitu: pada dasarnya anak ingin dihargai, 2
Khalid Ahmad asy-Syantut, Rumah Pilar Utama Pendidikan Islam, terj.A Rosyad Nurdin, Y. Nurbayan,(Jakarta:Robbani Press,1994), Cet. 5, hlm.6 3 Makalah Seto Mulyadi, “ Mengoptimalkan Perkembangan Kecerdasan Pada Anak Sejak Usia Dini”,dalam Doni Riadi, “Setiap Anak Adalah Cerdas”, op.cit.
77 dunia anak adalah dunia bermain, anak-anak adalah bukan orang dewasa mini, anak-anak mudah sekali meniru, dan anak-anak pada dasarnya sangat kreatif.4 Oleh karena itu unsur keteladanan dari orang tua berada pada posisi teratas. Orang tua harus memperhatikan metode yang tepat dalam memberikan pembelajaran bagi anak-anaknya. Dengan kata lain Kak Seto berpendapat bahwa peran orang tua sangatlah besar dalam membimbing dan mengarahkan anak-anak mereka dalam belajar. Hal
ini
sejalan
dengan
konsep
pendidikan
Islam,
yang
menempatkan peran orang tua (bapak dan ibu) sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak. Kedua orang tua harus mempersiapkan dengan persiapan yang baik dalam menyelesaikan permasalahan atau beban hidup. Mereka akan diancam dengan siksa yang sangat pedih manakala orang tua melalaikan dan meremehkan serta mengkhianati tanggung jawabnya .5 Al-Ghazali mengatakan: “Dan anak adalah suatu amanat Tuhan kepada kedua orang tuanya, hatinya suci bagaikan juhar yang indah sederhana dan bersih dari segala goresan dan bentuk. Ia masih menerima segala apa yang digoreskan kepadanya dan cenderung kepada setiap hal yang ditujukan kepadanya”6 Dari perkataan Al-Ghazali di atas, dapat dinyatakan bahwa tanggung jawab keluarga, dalam hal ini orang tua, terhadap pendidikan anaknya meliputi dua hal, yaitu: a. Anak lahir dalam keadaan suci, bersih dan sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa anak lahir dalam keadaan tidak berdaya dan belum dapat berbuat apa-apa, sehingga masih sangat menggantungkan diri pada orang yang lebih dewasa. Orang tua tempat menggantungkan 4 5
hlm.142.
6
Evi Manai,op.cit., hlm 131-132. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiytul Aulad Fil Islam, juz.1,(Beirut: Darussalam, 1893),
Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. 1, hlm. 88-89.
78 diri dan tempat berlindung anak secara wajar berdasarkan atas adanya hubungan antara anak dan kedua orang tuanya. b. Kelahiran anak di dunia, merupakan akibat langsung dari perbuatan kedua orang tua. Oleh karena itu orang tua bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pendidikan anaknya sebagai amanat Tuhan yang wajib dilaksanakan. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6.
( ٦: )اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ...ﻳﺎاﻳﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦ اﻣﻨﻮا ﻗﻮا اﻧﻔﺴﻜﻢ و اهﻠﻴﻜﻢ ﻧﺎرا “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.(QS. At-Tahrim:6)7 Orang tua
(bapak dan ibu) harus saling membantu dalam
membangun rumah tangganya. Seorang ibu selalu berperilaku dan menjaga wewenangnya dengan karakter kewanitaannya dalam mengurus rumah tangganya serta selalu memperhatikan pendidikan anak-anaknya.8 Ibu merupakan sosok yang paling dekat dengan anak-anaknya. Ia mengandung selama sembilan bulan, menyusui dan merawatnya hingga mereka dewasa. Rasa kasih sayang yang tumbuh dari seorang ibu akan selalu diataati dan ditiru oleh anak-anaknya. Selain peran ibu yang begitu besar, peran bapak juga tidak kalah penting. Menurut Abdullah Nashih Ulwan, bapak/ suami harus berperilaku dan menjaga wewenangnya sesuai dengan karakter seorang laki-laki, menjaga keluarga dari perubahan zaman dan mempersiapkan anak menjadi anak yang shaleh serta menjaga hati seorang anak dengan iman dan ajaran-ajaran Islam.9 Rasulullah SAW sangat perhatian mengenai masalah ini dengan banyaknya perintah dan wasiat terhadap pentingnya perhatian kepada anak dan wajib bagi orang tua agar selalu memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Salah satu haditsnya adalah: 7
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat At-Tahrim ayat 6, (Semarang : Alwaah,1995),hlm.951. 8 Abdullah Nashih Ulwan,op.cit., hlm 33. 9 Ibid, hlm. 34.
79
.ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﺑﻦ ﻋﻴﺎش. ﺣﺪﺛﻨﺎ اﻟﻌﺒﺎس ﺑﻦ اﻟﻮﻟﻴﺪ اﻟﺪﻣﺸﻘﻰ ﺳﻤﻌﺖ. اﺧﺒﺮﻧﻰ اﻟﺤﺎرث ﺑﻦ اﻟﻨﻌﻤﺎن.ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﺎرة اﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻳﺤﺪث ﻋﻦ رﺳﻮل ا ﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ 10
( اآﺮﻣﻮا اوﻻدآﻢ واﺣﺴﻨﻮا ادﺑﻬﻢ )رواﻩ اﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ:ﻗﺎل
“Telah mengabarkan kepada kita Abbas bin Walid ad-Damasyqi,telah mengabarkan kepada kita Ali bin Ayyasy, telah mengabarkan kepada kita Sa’id bin Umarah, telah mengabarkan kepadaku Harits bin Nu’man. Saya mendengar Anas bin Malik menngabarkan dari Rasulullah SAW, bersabda: Muliakanlah anak-anakmu sekalian dan baikkanlah adab mereka. ( HR. Ibnu Majah). Dalam pepatah Arab dikenal al umu madrasatun (ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya). Ini bukan berarti hanya ibu saja yang bertanggung jawab, secara lebih luas, rumahlah sebenar-benarnya tempat pendidikan paling utama dengan berbagai anggota yang ada di dalamnya. Adanya ikatan batin dan kasih sayang antar tiap anggota keluarga, terutama ibu dan anak, maka akan menjadikan anak lebih nyaman dan senang belajar. Kak Seto mengutip pendapat seorang pakar pendidikan berkebangsaan Jepang, Sinichi Suzuki. Menurut Suzuki, belajarlah seperti ibu yang mengajarkan anak-anak berbicara, mereka mengajarkan bahasa tidak dengan kekerasan tapi dengan peluk manja dan kasih sayang11 Oleh karena itu menurut analisis penulis konsep homeschooling yang dikemukakan Kak Seto tersebut, dapat diperhitungkan sebagai alternatif pendidikan bagi anak. Setiap orang harus merubah mainstream tentang pendidikan, jangan lagi menganggap sekolah sebagai satu-satunya tempat pendidikan, akan tetapi menerapkan prinsip “setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah”. Pandangan yang demikian,
10
Hafidz Abi Abdillah Muhammad,, Sunan Ibnu Majah ,juz 2, Beirut-Libanon: Darul fikr, t.th , hlm. 1211. 11 Republika online, “Homeschooling Bagi Anak Usia Dini”, http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=2’54401&kat_id=105&kat_id= 147&kat_1d2=417,18 September 2007.
80 kemudian akan melahirkan pandangan yang lebih luas tentang pendidikan. Karena pendidikan itu berlangsung sepanjang hayat. Namun di sisi lain, karena homeschooling merupakan suatu konsep belajar mandiri yang ada dalam keluarga, maka ada konsekwensi yang besar dan kemauan yang keras dari para pelakunya, terutama bagi orang tua, mulai dari memperluas cakrawala pengetahuan tentang berbagai hal, termasuk kurikulum, dan mengusahakan fasilitas belajar. Hal ini karena posisi orang tua sebagai penanggung jawab utama, yang berfungsi sebagai pembimbing dan fasilitator. Sedangkan analisis penulis, di zaman sekarang ini banyak orang tua yang sibuk kerja, sehingga frekuensi untuk bertemu anak mereka sedikit, selain itu tidak semua orang tua mempunyai kemampuan baik dari segi finansial maupun pengetahuan didaktis. Oleh karena itu, orang tua harus benar-benar berfikir dengan matang
jika
hendak
menerapkan
homeschooling.
Karena
dalam
homeschooling memerlukan komitmen yang besar serta persiapan yang matang dari orang tua dan anak. Homeschooling memang akan sangat cocok diterapkan bagi anak-anak yang kurang puas dengan sekolah formal yang ada, misalnya: anak-anak yang mempunyai trauma dengan sekolah formal, anak-anak berbakat (seperti: artis, model, dan atlet), dan anak-anak yang berkebutuhan khusus (seperti : autis dan tuna grahita). Jadi sebelum memutuskan homeschooling, penulis sarankan, hal ini benar-benar berdasarkan atas keinginan, serta kebutuhan bakat dan minat anak, bukan sekedar mengikuti tren pendidikan yang ada. Dari uraian di atas mengenai pendidikan anak dan tanggung jawab pendidikan, menurut peneliti dalam konsep homeschooling Dr. Seto Mulyadi telah mencakup apa yang menjadi pandangan pendidikan Islam. Keduanya sama-sama memposisikan anak dalam tempat yang mulia dan orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak, disebabkan adanya anak di dunia mengakibatkan konsekuensi bagi para pendidik (dalam hal ini orang tua), sebuah konsekuensi yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di yaumil akhir nanti.
81
2. Metode Pendidikan Dalam proses pendidikan, metode merupakan faktor yang ikut menentukan keberhasilan. Pendidikan yang bijaksana, sudah tentu akan terus mencari berbagai metode alternatif yang lebih efektif dan mencari pedoman-pedoman
pendidikan
yang
berpengaruh
dalam
upaya
mempersiapkan anak secara mental, moral, saintifikal, spiritual, dan sosial, sehingga
anak
tersebut
mampu
meraih
puncak
kesempurnaan,
12
kedewasaan, dan kematangan berfikir.
Homeschooling yang Kak Seto laksanakan sangat memperhatikan metode yang benar-benar cocok dan sesuai dengan anak. Secara garis besar metode pembelajaran yang diterapkan yang diterapkan di sana adalah Active Learning, Fun Learning, dan Contextual Teaching Learning (CTL). Melalui pendekatan Active Learning, siswa dipacu untuk proaktif tehadap pembelajaran di komunitas melalui diskusi dan permainan berkelompok. Fun learning diterapkan agar anak didik merasa senang belajar, tidak terbebani sehingga dapat mencapai hasil belajar yang amksimal, dan melalui CTL memungkinkan anak untuk menerapkan secara langsung materi pelajaran dalam aktifitas sehari-harinya. Metode tersebut dilaksanakan dengan asumsi bahwa anak akan lebih menguasai pelajaran jika ia melakukan tindakan langsung. Selain itu homeschooling sangat melibatkan orang tua dalam proses
pembelajarannya,
maka
perilaku
orang
tua
juga
harus
mencerminkan teladan bagi anak-anaknya. Karena karakteristik anak itu selalu meniru apa yang dilakukan orang tuanya,karena “meniru” adalah cara mendidik yang paling efektif untuk anak kecil dan dewasa, terutama pada anak kecil terhadap orang tuanya. Seorang anak mula-mula hanya meniru orang tuanya atau orang yang berada di sekelilingnya pada saat ia kecil, ia akan berusaha meniru mereka dalam hal yang kecil maupun besar, dan
12
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam : Kaidah-kaidh Dasar terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992),hlm.1
82 mengambil jalan hidupnya dengan mengikuti perilaku, kebiasaan serta sifat orang yang disukainya. Kepribadiannya akan diwarnai oleh kepribadian orang yang menguasai pikiran dan perasaannya. Meniru terlihat jelas pada anakanak dalam ibadah dan akhlak, juga tingkah laku.
Salah satu kegiatan yang unik dari homeschooling Kak Seto adalah adanya kegiatan intermezzo, yaitu kegiatan-kegiatan hiburan yang ditujukan untuk memberikan penyegaran terhadap peserta didik dan orang tua. Kegiatan ini juga bisa merupakan imbalan dan penghargaan bagi peserta didik atas kerja kerasnya dalam belajar, yaitu dengan adanya bentuk kegiatan pameran hasil karya anak. Secara umum metode pembelajaran yang digunakan dalam homeschooling Kak Seto adalah: a. Permainan b. Praktik c. Bermain peran d. Diskusi e. Penyelidikan f. Bercerita g. Membaca h. Pengamatan i. Cipta hasil karya j. Teladan k. Pembiasaan Rasulullah SAW, dalam menerapkan metode pendidikan yang diberikan kepada anak dilakukan secara berjenjang sesuai dengan usianya masing-masing,13 yaitu: a. Anak usia 0-7 tahun
13
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. 1, hlm 225.
83 Rasulullah menekankan peran orang tua bagi anak usia ini, yakni dengan cara belajar sambil bermain dan pembiasaan. Jika dalam kesehariannya anak sudah terbiasa melakukan hal-hal yang baik, maka akan terpatri sampai dewasa kelak. b. Anak usia 7-14 tahun Pada tahap ini Rasulullah menekankan pada pembentukan disiplin dan moral. Dalam hal ini perlu adanya penerapan ilmu dan amal, sehingga perlu pemberian teori dan praktek langsung. Salah satu contoh yang tepat adalah perintah mengerjakan shalat. c. Anak usia 14-21 tahun Rasulullah menandaskan pada usia ini bimbingan dilakukan secara dialogis, misalnya diskusi atau musyawarah layaknya teman sebaya. d. Usia 21 tahun ke atas Pada tahap usia ini, Rasulullah membimbing dengan cara “Bil Hikmah, Mauidzatul hasanah dan Wazahidatul biya Ahsan”, yaitu susunan kata yang logis dan sesuai kenyataan, menyentuh hati serta menyampaikan dengan cara diskusi; karena yang dihadapi adalah manusia dewasa, maka bimbingan dan pendidikan pun harus disampaikan dengan cara bijaksana. Dari beberapa metode pembelajaran yang dipakai Kak Seto dalam homeschooling tersebut sesungguhnya mencakup metode-metode yang digunakan dalam pendidikan Islam, sebagaimana yang diterapkan Rasulullah, yaitu metode keteladanan, pembiasaan, nasihat/perhatian, dan hukuman.14 Namun metode hukuman tersebut bukanlah berarti hukuman kekerasan, melainkan metode yang berhubungan dengan pujian dan penghargaan. Meode ini merupakan imbalan atau tanggapan terhadap orang lain, yang dibagi menjadi dua yaitu penghargaan (reward/targhib) dan hukuman (punishment/tarhib).15
14 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Jilid II, (Bandung: Asy-Syifa’,1988), hlm. 2 15 Heri Jauhari Muchtar, op. cit., hlm .21
84 Metode keteladanan dalam homeschooling tercermin lewat sikap orang tua yang menjadi pembimbing dan fasilitator pada saat anak belajar di rumah, yang harus bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya. Metode pembiasaan dapat dilihat dari adanya sikap belajar yang dilakukan seharihari secara mandiri oleh anak dan itu dilakukan secara terus menerus. Metode nasihat/pemberian perhatian dapat jelas terlihat pada keterlibatan orang tua dalam pembelajaran, karena orang tua harus selalu memantau anak dalam belajar. Wujud dari perhatian itu adalah adanya pujian dan penghargaan untuk anak atas segala hasil kegiatan yang dilakukan. Hal ini juga merupakan salah satu wujud dari metode hukuman.
3. Kurikulum Pendidikan Kurikulum adalah suatu landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.16 Suatu kurikulum pendidikan, hendaknya mengandung beberapa unsur utama seperti isi mata pelajaran, metode mengajar dan metode penilaian.17 Kesemuanya harus tersusun dan mengacu pada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan pembentukannya. Dalam homeschooling Kak Seto digunakan kurikulum KTSP 2006 yang telah dimodifiksi. Kurikulum tersebut dipadukan dengan teori psikologi dan perkembangan anak, teori belajar, perkembangan IPTEK, dan isu lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Sehingga setiap potensi dan bakat anak dapat tersalurkan dengan optimal. Kompetensi yang harus dicapai pun tidak lepas dari berbagai kebutuhan anak dan apa yang diterapkan dalam pembelajaran di
sana bersifat
aplikatif. Berpegang pada konsep unschooling, yang berangkat dari 16
H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,(Jakarta: Ciputat Press, 2002),Cet.1, hlm.56. 17 Hasan Langgulung,Azas-azas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1992), hlm.304.
85 keyakinan bahwa anak itu mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan keinginan yang natural untuk belajar, maka sebagai pendidik
harus
memfasilitasinya dan memperkenalkan mereka dengan dunia nyata. Jika penulis analisis dari berbagai kompetensi yang ingin dicapai dalam homeschooling Kak Seto, dapat disimpulkan bahwa tujuan utamanya adalah pembentukan akhlak yaitu penyaluran potensi yang ada pada setiap anak. Cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut lebih ditekankan pada tindakan nyata (bersifat aplikatif). Kurikulum yang disusun pun dibuat sedemikian rupa sehingga kebutuhan dan hak anak sangat dihargai. Homeschooling Kak Seto sangat menghargai perbedaan individu tiap anak. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-baqarah ayat 286.
(٢٨٦: ) اﻟﺒﻘﺮة.... ﻻ ﻳﻜﻠﻒ اﷲ ﻧﻔﺴﺎ اﻻ وﺳﻌﻬﺎ “Allah tidak membebani seseorang kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah:286)
melainkan
sesuai
dengan
Dengan kata lain kurikulum disusun berdasarkan anak. Anak tidak dijadikan objek kurikulum, melainkan subjek kurikulum. Dari paparan di atas, penulis dapat menarik benang merah antara konsep kurikulum yang dipakai dalam homeschooling Kak Seto dengan kurikulum pendidikan Islam. Salah satu unsur kurikulum yang sangat penting dalam pendidikan Islam adalah unsur keteladanan. Dalam homeschooling Kak Seto keteladanan tersebut juga menjadi faktor terpenting dalam proses pembelajarannya. Secara prinsip, kurikulum yang ada dalam homeschooling Kak Seto telah sesuai dengan prinsip kurikulum pendidikan Islam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Syaibany tentang prinsip-prinsip kurikulum Islam, yaitu :18 a. Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti, tujuan dan kandungan, kaedah, alat dan tehniknya.
18
Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintng, 1979), Cet. 1.hlm 520-521.
86 b. Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian, pengembangan serta bimbingan segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual. Begitu juga cakupan kandungannya termasuk bidang ilmu, tugas, dan kegiatan yang bermacam-macam. c. Adanya prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang ilmu dan seni, pengalaman dan kegiatan pengajaran yang bermacammacam. d. Menekankan
konsep
menyeluruh
dan
keseimbangan
pada
kandungannya yang tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu teoritis, baik yang bersifat aqli mupun naqli, tetapi juga meliputi seni halus, aktifitas pendidikan jasmani, latihan militer, teknik, pertukangan, bahasa asing, dan lain-lain. e. Pemeliharaan
perbedaan individual diantara pelajar-pelajar dalam
bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan, juga kesesuaian antara kurikulum dengan alam sekitar dan masyarakat. Berdasarkan
bab-bab
sebelumnya,
kesimpulan, bahwa homeschooling
penulis
dapat
menarik
yang diterapkan oleh Dr. Seto
Mulyadi berdasarkan nilai-nilai pendidikan Islam. Berdasarkan analisis peneliti, didapat banyak kemiripan antara konsep homeschooling Dr. Seto Mulyadi dengan konsep pendidikan Islam. Sehingga secara tidak langsung konsep homeschooling Dr. Seto Mulyadi mempunyai kaitan erat dengan pendidikan Islam.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Dari uraian yang terdapat pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan : 1. Konsep homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi adalah pembelajaran yang dilakukan di rumah dengan anak sebagai peserta didik dan orang tua sebagai fasilitator. Namun pembelajarannya dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Spektrum dari homeschooling sangat lebar. Siswa dapat belajar tidak hanya di rumah tetapi di berbagai tempat dia melakukan kegiatan. Dengan waktu yang fleksibel, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Guru yang mengajar anak tidak terbatas hanya orang tua saja, tetapi orang yang dituakan di rumah, seperti: kakak, tatangga, atau kerabat lain, bahkan juga bisa mengundang guru privat. Dalam praktiknya, homeschooling Kak Seto menggunakan Kurikulum KTSP 2006 yang dimodifikasi dengan teori psikologi dan perkembangan anak, teori belajar, perkembangan IPTEK dan isu-isu lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan menganut teori Active Learning, Fun Learning, dan Contextual Teaching Learning. 2. Konsep homeschooling menurut Dr. Seto Mulyadi dalam perspektif pendidikan Islam. Homeschooling sebagai ide tentang sikap belajar, sebenarnya merupakan pembudayaan. Artinya, homeschooling adalah proses panjang penanaman kebiasaan positif yang berlangsung bertahun-tahun. Oleh karena itu homeschooling merupakan salah satu penerapan konsep pendidikan sepanjang hayat sebagaimana yang ada dalam konsep pendidikan Islam. Yaitu masa pendidikan itu dimulai dari ayunan hingga liang lahat. Ditinjau dari sudut pandang pendidikan Islam, ada beberapa hal yang relevan antara homeschooling dan pendidikan Islam, yaitu :
88
a. Pendidikan Anak Homeschooling merupakan pembelajaran yang berbasis keluarga. Dalam homeschooling setiap anggota keluarga mempunyai peran yang penting terutama orang tua. Menurut Dr. Seto mulyadi, dalam homeschooling
orang tua mempunyai peran ganda, yaitu sebagai
orang tua dan fasilitator dalam pembelajaran bagi siswa di rumah. Orang tua sebagai penanggung jawab utama dalam pembelajaran setiap anaknya,harus bisa memilih dan mengatur strategi pembelajaran, guna mengantarkan anak pada tercapainya potensi yng ada pada masing-masing individu. Hal ini sejalan dengan pendidikan Islam, dimana menempatkan orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak. Anak merupakan amanah yng harus dijaga dan dipelihara pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Sebagaimana yang di jelaskn dlam Al-Qur’an Surat At-Tahrim ayat 6. Pendidikan adalah hak yang harus ditunaikan orang tuanya, terutama ibu, “Al Ummu madrasatun (Ibu itu ibarat sebuah sekolah). Pendidikan yang diberikan pada anak tidak terbatas hanya saat anak masih kecil, hingga ia dewasa pun orang tua masih berkewajiban untuk mendidik mereka, hanya saja caranya yang berbeda. Karena apa yang ditanamkan pada anak ketika masih kecil, akan terbawa kelak saat mereka dewasa b. Metode Pendidikan Anak Homeschooling ada sebagai bagian pilihan anak untuk dapat belajar sesuai
keinginannnya,
homeschooling
juga
merupakan
upaya
pemenuhan hak anak untuk belajar dengan gayanya masing-masing. Tujuan pokoknya adalah untuk memenuhi hak anak untuk belajar. Karena semua anak pada dasarnya senang belajar. Hanya cara dan gayanya saja yang tidak sama. Oleh karena itu dalam homeschooling Kak Seto menerapkan metode active learning, fun learning dan CTL. Dengan metode tersebut anak diajak aktif dalam diskusi, praktik, menciptakan suatu hasil karya dan menerapkan konsep dalam aktifitas sehari-hari. Satu hal yang unik dalam homeschooling Kak Seto ini
89
adalah adanya kegiatan intermezzo yang merupakan aktifitas penyegaran kembali ketika anak-anak mulai jenuh dengan aktivitas belajar. Homeschooling merupakan pembelajaran yang berbasis rumah, oleh karena itu teladan dari para anggota keluarga sangat mempengaruhi. Sehingga dari sini penulis dapat melihat adanya kesamaan antara metode yang dipakai Kak Seto dalam homeschooling dengan metode pendidikan Islam, yaitu metode keteladanan, pembiasaan, nasihat atau perhatian dan hukuman. c. Kurikulum Pendidikan Kurikulum yang digunakan dalam homeschooling Kak Seto adalah Kurikulum Nasional (KTSP 2006) yang telah dimodifikasi. Kurikulum tersebut dipadukan dengan teori psikologi dan perkembangan anak, teori belajar, perkembangan IPTEK, dan isu lingkungan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Sehingga setiap potensi dan bakat anak dapat tersalurkan dengan optimal. Kompetensi yang harus dicapai pun tidak lepas dari berbagai kebutuhan anak dan bersifat aplikatif. dengan tujuan pembentukan akhlak sebagai inti tujuan utamanya. Sehingga anak bukanlah objek kurikulum, tetapi subjek kurikulum. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip kurikulum pendidikan islam, yaitu adanya kesesuaian antara memposisikan peserta didik sebagai subjek pembelajaran. Selain itu jika di tinjau lebih dalam, kurikulum homeschooling tersebut sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
B. Saran-Saran 1. Menurut penulis konsep homeschooling yang ditawarkan Dr. Seto Mulyadi dapat menjadi salah satu pilihan format pendidikan bagi anak, terutama bagi anak-anak yang mempunyai keunikan tinggi, misalnya bagi anak yang mempunyai keterbatasan fisik dan psikologis dan bagi anakanak yang berbakat. Namun janganlah menerapkan homeschooling hanya karena mengikuti tren saja.
90
2. Bagi para orang tua, perlu diingat lagi bahwa peran orang tua terhadap pendidikan anak-anak sangatlah signifikan, Oleh karena itu dengan homeschooling ini diharapkan bisa menyadarkan kembali arti penting tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya. 3. Dibalik berbagai kelebihan homeschooling yang ditawarkan, tentu masih banyak kekurangan disana. Oleh karena itu para pendidik harus mencari format dan metode yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak.
C. Penutup Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, karena atas ridha dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi yang penulis susun masih jauh dari sempurna. Oleh Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi diri penulis dan pembaca sekalian. Amin.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Ahsin, M. Izza, Dunia Tanpa Sekolah, Bandung: Read!, 2007, Cet.1. Al-Abrasyi, Mohd. Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. H. Bustami A. Gani, Djohar Bahry, Jakarta: Bulan Bintang, 1993. Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz 1, Beirut-Libanon: Darul Kutub Ilmayah, t.th. Al-Ghulayani, Musthafa, Idlat An-Nasyi-in, Pekalongan: Maktabah Rajamurah, 1953. Al-Jamali Muhammad, Fadhil, Konsep Pendidikan Qur’ani, terj. Judi al-Falasari, Solo: Ramadhani, 1993. Al-Mandari, Syafinuddin, Rumahku Sekolahku, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004. Al-Naquib al-Attas, Syed Muhammad, Aims and Objectives Of Education, Jeddah: King Abdul Azis University, 1979.
Islamic
Al-Syaibany, Omar Mohammad At-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam,terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, terj. Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Arifin, Ilmu Pendidikan: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003. Ash-Shobuni, Syaikh Muhammad Ali, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, terj. Muhammad Qodirun Nur, Jakarta: Pustaka Amani, 1988. Asy-Syantut, Khalid Ahmad, Rumah Pilar Utama Pendidikan Islam,terj. A Rosyad Nurdin, Y. Nurbayan, Jakarta: Robbani Press, 1994. Best, John W., Metodologi Penelitian dan Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996. Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, Cet.3. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: Alwaah,1995.
Dryden, Gordon, Vos, Jeannette, Revolusi Cara Belajar: Belajar akan Efektif kalau Anda Dalam Keadaan Fun, Bagian I: Keajaiban Pikiran,Bandung: Kaifa, 2001. Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1991, Cet.9. Griffith,Mary, Belajar Tanpa Sekolah: Bagaimana Memanfaatkan Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas Anak Anda, Bandung: Nuansa, 2005 Homeedsa.com, “Definition of Homeschooling” http://www.homeedsa.com/Article/HS%20Teaching%20Strategies.asp#De finition%20f%20HS, 12 Juni 2007 Hurlock, Elizabeth B., Child Development, Japan: McGraw-Hill Book Company , 1978. Istadi, Irawati, Istimewakan Setiap Anak, Jakarta: Pustaka Inti, 2005. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001. Jurnal
Madrasah Keluarga, “Melirik Kembali Homeschooling”, http://my.opera.com/madrasah-keluarga/blog/melirik-kembalihomeschooling , 20 April 2007.
Langgulung, Hasan, Azas-Azas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992. Manai, Evi, Kak Seto Sahabat Anak-anak, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001. Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT AlMa’arif, 1989. Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kulitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000. Muchtar, Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Muhadjir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991. Muhaimin, Mujib, Abdul, Pemikiran Pendidikan islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya, 1993. Muhammad, Hafidz Abi Abdillah, Sunan Ibnu Majah ,juz 2, Beirut-Libanon: Darul Fikr, t.th Mulyadi, Seto, Homeschooling Keluarga Kak Seto: Mudah, Murah, Meriah, dan Direstuai Pemerintah,Bandung: Kaifa, 2007.
_______, “Tulisan Anak Seto Mulyadi”, http://dimasnugraha.wordpress.com/2007/05/25/tulisan-anak-setomulyadi/, 18 September 2007. _______, Makalah, “ Mengoptimalkan Perkembangan Kecerdasan Pada Anak Sejak Usia Dini”, dalam Doni Riadi, “Setiap Anak Adalah Cerdas”, http://doniriadi.blogspot.com/ , 26 Juni 2007. Nazir, Moh, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
[email protected], “Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah”, http://news.indosiar.com/news_read.htm?id=60082, 12 Juni 2007. Nizar, H. Samsul, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002. Noer Aly, Hery, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999, Cet.1. _________, H. Munzier S, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2000. Nurhadi, Pendekatan Kontekstual, Jakarta: Departeman Pendidikan Nasioanal, 2002. Pujiati, Maya, “Mendidik Anak adalah Sebuah Investasi”, Selasa 20 Desember 2005, http://my.opera.com/madrasah-keluarga/blog/show.dml/91758, 20 April 2007 Republika online, “Homeschooling Bagi Anak Usia Dini”, http://www.republika.coid/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=2’54401 &kat_id=105&kat_id=147&kat_id2=417, 18 September 2007. Sekolahmaya (Depdiknas RI), “Homeschooling”, http://www.sekolahmaya.net/data/home/%20schooling.pdf., 29 Oktober 2007 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1992. Sumardiono, “Pengertian Homeschooling”, http://www.sumardiono.com/index.php?option=com_content&task=view &id=287&itemid=79. 20 April 2007. ________, “Homeschooling , Sekolah Rumah/Mandiri,” http://www.sekolahrumah.com/index.php?option=com_content&task=cate gory&sactionied=4&id=13&itemid=31., 12 Juni 2007. ________, Homeschooling : A Leap for Better Learning, Lompatan Cara Belajar,Jakarta: PT Elex Media komputindo, 2007.
________, “Model Homeschooling”, http://www.sumardiono.com/index.php?option=com_content&task=view &id=299&Itemid=79 Susanti, Inda, “Penuhi Hak Belajar Via Homeschooling”, http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/kids/penuhi-hak-belajar-via-hs-3.html, 12 Juni 2007 Suwarno,P.J. dkk, (eds), Sekolah: Mengajar Atau Mendidik, Yogyakarta: Kanisius, 1998.The Free Online Dictionary, “Definition of Homeschooling” http://www.thefreedictionary.com/homeschool , 12 juni 2007. Tabloid Mom&Kiddie, edisi 14, tahun 1, 12-25 Maret 2007. Tabloid Nakita, No. 430/TH IX/ 30 Juni 2007 Tokoh
Indonesia, Ensiklopedi, “Seto Mulyadi”, http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/seto-mulyadi/indeks.html , 10 April 2007
Ulwan,Abdullah Nashih, Tarbiyatul Aulad Fil Islam ,juz. 1, Beirut: Darussalam, 1893. Ulwan,Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Menurut Islam: Kaidah-Kaidah Dasar terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Bandung: Citra Umbara, 2003. Verdiansyah, Chris,(ed), Homeschooling : Rumah Kelasku, Dunia Sekolaku, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2007. Wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via faximili, 20 Desember 2007. Wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via email, 11 Januari 2008. Wikipedia, “Homeschooling”, http://en.wikipedia.org/wiki/homeschooling. 12 Juni 2007. Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali ,Jakarta: Bumi Aksara. 1991. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1991, Cet. 2.
Daftar wawancara dengan Dr. Seto Mulyadi via faximili dan email 1. Bagaimanakah konsep homeschooling menurut Kak Seto? 2. Apa yang melatarbelakangi munculnya homeschooling? 3. Sekarang ini, sebagaimana kita ketahui, Kak Seto telah mendirikan komunitas homeschooling. Apakah putri-putri Kak Seto juga ikut dalam komunitas tersebut? 4. Apakah tujuan didirikannya Homeschooling Kak Seto? 5. Dalam komunitas homeschooling Kak Seto, dapat menampung anak dari jenjang pendidikan apa saja? Dan Bagaimana kurikulum yang digunakan bagi tiap jenjang? 6. Bagaimana metode dan strategi pembelajarannya? 7. Bagaimana peran orang tua dalam Homeschooling Kak Seto? 8. Selama ini banyak orang beranggapan bahwa anak-anak yang ikut homeschooling kurang dapat bersosialisasi dengan kawan-kawan lainnya. Bagaimana menurut Anda? 9. Bagaimana manajemen kelas di homeschooling Kak Seto? 10. Bagaimana sistem evaluasi di sana?
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Himmatul Aliiyah
NIM
: 3103117
Tempat/ Tanggal Lahir
: Kendal 17 Juli 1985
Alamat
: Johorejo RT. 02 RW. 1 Gemuh Kendal 51356
Pendidikan
: MI Johorejo, Gemuh-Kendal. Lulus tahun 1997. MTs. Negeri Kendal. Lulus Tahun 2000. MAN Kendal. Lulus tahun 2003. IAIN Walisongo Semarang, Fakultas Tarbiyah.