Konsentrasi Kesenian atau latihan dalam berkonsentrasi, bejalar biologi ataupun main billiard, ialah menyisihkan ganguan dan memperhatikan apa yang kamu kerjakan. Jika anda menemukan sesuatu yang tidak anda mengerti dalam bacaan, atau jika anda mengalami kesulitan dalam mendengarkan kuliah, semoga pentunjuk-petunjuk berikut ini bisa menolong anda: Melakukan kebiasaan rutine, jadwal belajar yang efisien Belajar di lingkungan yang tenang Untuk istirahat, kerjakan sesuatu yang lain dari kebiasaan yang anda lakukan (misalnya jalan-jalan sehabis duduk), dan lain-lain Hindari mengelamun dengan menanyakan diri sendiri tentang bahan pelajaran sambil mempelajarinya Sebelum kelas, pelajari catatan dari pertemuan sebelumnya dan baca bahan kuliah yang akan dibahas di kelas sehingga anda dapat mengetahui topik utama yang akan dibahas oleh dosen terlebih dahulu Tunjukan perhatian anda saat di dalam kelas (ekspresi and sikap badan dengan penuh perhatian) untuk medorong semangat belajar anda Hindari ganguan dengan duduk di depan kelas jauh dari ganguan teman sekelas dan dengan memperhatikan dosen sehingga dapat mendengarkan dan menulis catatan yang baik Sumber: J. R. Hayes, The Complete Problem Solver, Franklin Institute Press, 1981 Saran-saran untuk memperbaiki website ini (dengan halaman yang dimaksud)
Konsep atau Pemetaan pikiran untuk belajar I must Create a System, or be enslaved by another Man's Wm Blake 1757 - 1827 English
Kenapa pemetaan? Sebaliknya, pikiran kita bekerja seperti web sites: sekelompok halaman atau ide atau konsep yang dihubungan satu sama lain, atau berpindah sendiri ke kelompok atau web sites yang lain. Pembelajaran mengkombinasikan apa yang telah anda ketahui dengan apa yang ingin anda ketahui, dan menghubungkan informasi baru ini ke dalam gudang pengetahuan kita.
I ng a t a nk i t ak e mud i a nme mpr os e s“ h ubu ng a n”ba r ui nida nme mpe r s i a pk a nunt u k digunakan sewaktu-waktu. Suatu pemetaan pikiran berfokus pada satu ide; Konsep memetakan bekerja dengan beberapa atau banyak hal. Kapan memetakannya? Mengorganizasi suatu subyek Melakukan pembelajaran yang "lebih mendalam" Mengintegrasikan pengetahuan yang lama dan baru Merevisi and mempersiapkan untuk test Mencatat Menggantikan ide-ide baru dalam suatu struktur Mengingat kembali Mengkomunikasikan ide-ide yang kompleks Gunakan pemetaan untuk meletakkan hal-hal secara perspektif, menganalisa hubungan, dan untuk membuat prioritas. Bagaimana saya melakukan pemetaan? Mula-mula tolaklah ide dari suatu garis besar, atau paragraf yang menggunakan kalimatkalimat. Kemudian berpikirlah dengan kata kuncinya atau simbol-simbol yang mewakili ide dan kata-kata. Ambilah sebuah pensil (anda akan menghapus!) dan selembar kertas kosong (tidak bergaris) yang besar atau gunakan papan tulis dan kapur (berwarna): Tulislah kata yang paling penting atau ungkapan pendek atau simbol di bagian tengah. Pikirkan hal ini; lingkarilah. Tuliskan kata-kata penting lainnya di luar lingkaran. (pikirkan halaman-halaman yang berhubungan dalam suatu web sites) Sisakan ruang kosong untuk mengembangkan pemetaan anda untuk: pengembangan lebih lanjut penjelasan item-item yang berkaitan Bekerjalah dengan cepat tanpa menganalisa pekerjaan anda. Ubahlah fase pertama ini. Pikirlah mengenai hubungan item-item yang di luar dengan yang di tengah Hapus dan gantilah dan pendekkan kata-kata pada ide kunci ini
Letakkan kembali item-item penting lebih dekat satu sama lain untuk pengorganisasian yang lebih baik Jika memungkinkan, gunakan warna untuk mengorganisasikan informasi Hubungkan konsep dengan kata-kata untuk memperjelas hubungan Tetaplah bekerja di bagian luar Dengan bebas dan cepat tambahkan kata-kata kunci dan ide-ide lainnya (anda dapat selalu menghapus!) Berpikirlah secara tidak umum: rekatkan halaman-halaman secara bersamaan untuk memperluas pemetaan anda; pecahkan ikatan-ikatan yang ada Kembangkan ke mana arah topik membawa anda –tak terbatas oleh ukuran kertas Ketika anda memperluas pemetaan anda, anda akan cenderung menjadi lebih spesifik dan detail Singkirkan pemetaan tersebut Kemudian, lanjutkan pengembangan dan revisi Berhenti dan pikirlah mengenai hubungan yang anda kembangkan Perluas pemetaan sepanjang waktu (sampai ujian tiba!) Pemetaan ini adalah dokumen pembelajaran pribadi anda Hal ini mengkombinasikan apa yang anda ketahui dengan apa yang anda pelajari dan apa yang mungkin anda butuhkan untuk melengkapi "lukisan" anda
-------------------------------------------------------------------------------Lihat juga pembahasan James Cook University's (North Queensland, Australia) mengenai pemetaan pikiran pada http://www.tsd.jcu.edu.au/netshare/learn/mindmap/ Konsep pemetaan awalnya berasal dari hasil karya David Ausubel (advanced organizers). Konsep teknik pemetaan dikembangkan oleh Joseph D Novak di Cornell. "Konsep pemetaan berasal dari gerakan pembelajaran yang disebut konstruktivisme. Pada umumnya, konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan awal digunakan sebagai dasar untuk mempelajari pengetahuan yang baru. Pada intinya, bagaimana kita berpikir memepengaruhi bagaimana dan apa yang kita pelajari. Konsep pemetaan mengindentifikasikan cara kita berpikir, cara kita melihat hubungan antar pengetahuan." Grayson H. Walker, Concept Mapping and Curriculum Design, Teaching Resource Center, The University of Tennessee at Chattanooga, http://www.utc.edu/TeachingResource-Center/concepts.html, (March 2, 2000). Pemetaan pikiran dikembangkan oleh Tony Buzan: "The Mind Map Book: How to Use Radiant Thinking to Maximize Your Brain's Untapped Potential", Penguin Books, New
York. Informasi lebih lanjut tersedia pada dokumen a Mind Mapping FAQ (Frequently Asked Questions). (http://www.ozemail.com.au/~caveman/Creative/Mindmap/index.html) Saran-saran untuk memperbaiki website ini (dengan halaman yang dimaksud)
Konsep Diri Oleh Jacinta F. Rini Team e-psikologi
Jakarta, 16 Mei 2002 Masalah-masalah rumit yang dialami manusia, seringkali dan bahkan hampir semua, sebenarnya berasal dari dalam diri. Mereka tanpa sadar menciptakan mata rantai masalah yang berakar dari problem konsep diri. Dengan kemampuan berpikir dan menilai, manusia malah suka menilai yang macam-macam terhadap diri sendiri maupun sesuatu atau orang lain –dan bahkan meyakini persepsinya yang belum tentu obyektif. Dari situlah muncul problem seperti inferioritas, kurang percaya diri, dan hobi mengkritik diri sendiri. Artikel berikut akan mengulas tentang konsep diri, apa dan bagaimana konsep diri berpengaruh terhadap munculnya problem yang dialami manusia sehari-hari. Konsep Diri Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain. Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. Proses Pembentukan Konsep Diri Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua yang misalnya : suka memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah, dsb - dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan atau pun kebodohan dirinya. Jadi anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.
Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa dirinya pandai dan selalu berhasil mendapatkan nilai baik, namun s ua t uk e t i k ad i ame nda pa ta n g k ame r a h.Bi s as a j as a a ti t ui aj a d ime r a s a“ bod oh” ,na mu nk a r e nada s a r keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Berbagai faktor dapat mempengaruhi proses pembentukan konsep diri seseorang, seperti : Pola asuh orang tua Pola asuh orang tua seperti sudah diuraikan di atas turut menjadi faktor signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orang tua yang terbaca oleh anak, akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orang tua akan mengundang pertanyaan pada anak, dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai; dan semua itu akibat kekurangan yang ada padanya sehingga orang tua tidak sayang. Kegagalan Kegagalan yang terus menerus dialami seringkali menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan membuat orang merasa dirinya tidak berguna. Depresi Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala sesuatunya, termasuk menilai diri sendiri. Segala situasi atau stimulus yang netral akan dipersepsi secara negatif. Misalnya, tidak diundang ke sebuah pesta, ma k ab e r pi k i rba hwak a r e n as a y a“ mi s k i n”maka saya tidak pantas diundang. Orang yang depresi sulit melihat apakah dirinya mampu survive menjalani kehidupan selanjutnya. Orang yang depresi a k a nme n j a dis u p e rs e n s i t i fda nc e nde r u ngmuda ht e r s i ng g unga t a u“ t e r ma k a n ”uc a pa nor a ng . Kritik internal Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi regulator atau rambu-rambu dalam bertindak dan berperilaku agar keberadaan kita diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi dengan baik. Merubah Konsep Diri Seringkali diri kita sendirilah yang menyebabkan persoalan bertambah rumit dengan berpikir yang tidaktidak terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun, dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalami perubahan ke arah yang lebih positif. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri yang positif : Bersikap obyektif dalam mengenali diri sendiri Jangan abaikan pengalaman positif atau pun keberhasilan sekecil apapun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa Anda dapat membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu sekaligus. Youc an’ tbeal lt hi ngst oal lpeopl e,y ouc an’ tdo all things at once, you just do the best you could in every way.... Hargailah diri sendiri Tidak ada orang lain yang lebih menghargai diri kita selain diri sendiri. Jikalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri sendiri, tidak mampu memandang hal-hal baik dan positif terhadap diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal baik yang ada dalam diri orang lain secara positif? Jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaimana orang lain bisa menghargai diri kita ? Jangan memusuhi diri sendiri
Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustrasi yang dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya. Berpikir positif dan rasional We are what we think. All that we are arises with our thoughts. With our thoughts, we make the world (The Buddha). Jadi, semua itu banyak tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, baik itu persoalan maupun terhadap seseorang. Jadi, kendalikan pikiran kita jika pikiran itu mulai menyesatkan jiwa dan raga. (jp)
Konsep Kerja Cerdas Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 26 Februari 2003 Mula-mula ekonom Itali bernama Vilfredo Pareto (1848 - 1923) itu baru setengah kaget dengan hasil penelitiannya. Bahwa 80% kekayaan negara hanya dinikmati oleh 20% kelompok tertentu dari penduduk. Dengan kata lain, 80% dari penduduk hanya berkesempatan menikmati 20% dari kekayaan negara. Katakanlah kalau diasumsikan jumlah penduduk seluruhnya mencapai 100 juta jiwa, berarti hanya 20 juta jiwa yang kaya raya dengan mendapat 80% kekayaan negara. Sisa penduduk yang berjumlah 80 juta jiwa hidup pas-pasan karena kue negara yang hanya 20% harus dibagi-bagi. Karena setengah kaget dengan hasil penelitian tersebut, Pareto kemudian mengadakan penelitian di lain negara, ternyata hasilnya sama atau hampir sama. Hasil penelitian Pareto ini sejak tahun 1897 akhirnya diresmikan menjadi sebuah rumus atau formula dengan berbagai macam nama: Pareto Principle; The Pareto Law; The 80/20 rule; The Principle of Least Effort; atau The principle of Imbalance. Konon karena Pareto dinilai kurang artikulatif dalam menjajakan temuannya ini berdasarkan perkembangan metodologi dan konteks penelitian, akhirnya mendorong para pakar untuk ikut terjun melengkapi rumus atau temuan yang dinilai sangat berguna bagi pencerahan peradaban manusia ini. Tahun 1949, George K Zipf, seorang professor dari Harvard University, mengembangkan wilayah penelitian dengan menjadikan temuan Pareto sebagai acuan. Hasilnya bahwa manusia, benda-benda, waktu, keahlian, atau semua alat produksi telah memiliki aturan alamiah yang berkaitan antara hasil dan aktivitas dengan jumlah perbandingan mulai dari 80/20 atau 70/30. Contoh: Karena dianggap memberi pencerahan, rumus tersebut lalu diterapkan ke dalam pengembangan pribadi . Ternyata para pakar di bidangnya masing-masing menemukan sesuatu yang kira-kira sama dengan temuan Pareto. Artinya jika bicara hasil, ketepatan proses, dan kualitas maka hal-hal tersebut erat hubungannya dengan how well atau how good are you doing, bukan how often dan how long. Dengan kata lain hasil yang diperoleh ditentukan sejauhmana anda bisa bekerja secara cerdas. Beberapa contoh: Dalam dunia bisnis, untuk merebut pasar anda harus berpikir minimalistis dalam arti ketepatan strategi yang tidak melebihi kebutuhan pasar. Artinya temukan 20% dari strategi yang bisa merebut 80% daya tarik pasar dengan memberi 80% premiun solusi kepada 20% pelanggan setia. Jangan mengobral strategi yang justru menghabiskan 80% cost padahal hanya akan menciptakan 20% rate of return (Mack Hanan, dalam Fast Growth Strategy, McGraw-Hill International, Singapore, 1987). Penelitian dalam hal efektivitas dan efisiensi waktu menemukan bahwa 80% prestasi seseorang di bidang apapun diraih dari 20% waktu yang dikeluarkan. Dan 80% kebahagian hidup ditentukan dari 20% waktu yang digunakan untuk mencarinya. Tanyalah pada diri anda, berapa jumlah waktu yang benar-benar anda gunakan dalam kaitan dengan tujuan anda pergi ke kantor selain waktu macet, ngobrol, atau melamun, atau membicarakan persoalan lain dengan kawan kerja? Jika jawaban anda ternyata menggunakan rumus yang sebaliknya maka anda tidak memiliki perbedaan dengan orang lain dan itu smaa artinya bahwa anda belum menerapkan cara kerja cerdas.
Aplikasi Kerja Cerdas Sebagai bangsa yang agamis sekaligus kaya budaya leluhur, sebenarnya seruan kerja cerdas ini bukanlah barang baru. Tetapi persoalannya lagi - lagi berupa tools yang tidak di-update. Selain disampaikan dengan "bahasa langit" yang seringkali menafikan proses pemahaman secara ilmiah dan alamiah pun juga tidak dilakukan elaborasi kontekstual. Akibatnya pemahaman tentang ajaran agama dan budaya hanya bekerja pada persoalan yang bersifat minoritas dalam kehidupan nyata. Sebelum Pareto mengumumkan hasil penelitiannya dengan formula 80/20, kita sudah diajarkan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan mubazir atau yang tidak perlu. Sayangnya, ajaran mubazir yang kita pahami hanya sebatas kalau kita membuang makanan yang tersisa. Amat jarang kita berpikir mubazir secara profesi, ekonomi, atau strategi. Untuk menjauhkan diri dari tindakan yang mubazir dalam kaitan dengan realisasi kerja cerdas harus dimulai dari langkah-langkah berikut: 1. Fokus pada skala pengembangan Jika anda yakin bahwa diri anda memiliki keunggulan atau bakat alamiah, disamping memiliki kelemahan yang diakibatkan oleh faktor heriditas atau lingkungan, maka yang benar-benar anda butuhkan adalah hidup dengan keunggulan tersebut secara cerdas (living with the advantage competitive factors). Hanya jika anda menemukan strategi hidup dengan keunggulan, maka anda akan keluar dari batas rata-rata prestasi lingkungan. Sebelum itu, paling maksimal yang bisa anda capai adalah kualitas hidup seperti orang lain atau seperti yang diraih oleh sepuluh orang yang anda kenal paling dekat. Lalu ke mana keunggulan tersebut diarahkan? Jelas, keunggulan itu harus diarahkan untuk mengoptimalkan apa yang disebut dalam rumusan Pareto dengan 20% of determining factors (factor penentu). Oleh karena itu, temukan apa saja yang menjadi faktor penentu keberhasilan anda dari sekian daftar kegiatan yang anda lakukan dalam hidup. Tinggalkan hal-hal yang tidak perlu dan fgokuskan hanya pada hal-hal yang berpotensi untuk pengembangan diri.
2. Berani Berkorban Di dalam dunia yang sebesar ini terdapat sekian banyak "persoalan kecil" yang kalau anda tidak berani berkorban untuk memaafkannya bisa jadi persoalan itu akan mendominasi muatan pikiran anda yang akhirnya bisa membuat anda melupakan sisi keunggulan, cita-cita, fokus pengembangan diri, dan lain-lain. Contoh yang paling sederhana dan sering terjadi di depan mata kita adalah ketika sedang di jalan raya. Di luar dari persoalan tabrakan serius, terkadang hanya karena mobilnya tersenggol sedikit saja orang rela membuang banyak waktu dan kebahagiannya pergi ke kantor. Bahkan bisa berkembang ke arah baku hantam. Padahal kalau dimaafkan (mau berkorban sedikit dengan kehilangan uang beberapa ratus ribu saja untuk memperbaiki mobil yang lecet), maka semua urusan selesai. Auditlah pikiran anda, persoalan apa saja yang kalau anda memaafkannya tidak akan merugikan anda secara misi atau visi dan tidak mengganti isi pikiran anda dengan muatan negatif. Untuk mengetahui apakah persoalan yang sedang anda hadapi tidak akan merugikan anda , gunakan standard audit berikut: Apa saja yang menurut anda menjadi prioritas utama dalam kehidupan Apa saja yang menurut anda didefinisikan sebagai persoalan penting dan tidak penting Apa saja yang menurut anda didefinisikan sebagai persoalan darurat dan tidak darurat yang bisa jadi tidak penting dan tidak prioritas Apa saja yang menurut anda didefinisikan sebagai persoalan "sampah" - tidak penting, tidak mendesak dan bukan prioritas utama. Namun dalam hal ini anda perlu menyeleksi secara ketat dan hati-hati, sebab bahayanya kalau anda secara mudah memasukan persoalan ke tong sampah ini maka anda bisa terjebak untuk meninggalkan misi atau fokus hidup hanya karena alasan mempertahankan posisi atau kondisi yang ada. Jika anda terjebak maka akhirnya rumus yang terjadi bukanlah 80/20 tetapi sebaliknya. 3. Membuat Sekat Pembatas Pada akhirnya anda harus menentukan batasan-batasan tentang apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapainya, apa modal yang dimiliki, dan akan kemana anda mengarahkan hidup anda. Dalam proses inilah terjadi seleksi dan pengecualian. Dari sekian luas dunia dan isinya, apa saja yang telah anda seleksi
menjadi hal yang benar-benar anda inginkan sesuai format pondasi personal anda seperti: kiblat hidup, cita-cita, tujuan, target dan tindakan. Semakin jelas anda memiliki format seleksi dan pengecualian, fokus pada pengembangan diri diiringi keberanian berkorban dengan memahami, mengakui, membuang sesuatu yang tidak dibutuhkan dalam diri anda, maka akan semakin jelas wilayah dunia yang menjadi "hak" anda sehingga semakin tersimpulkan apa yang menjadi determining factors to success itu. Artinya faktor penentu semakin sedikit dan semakin sederhana dan biasanya yang sederhana itu justru akan bisa bekerja optimal. Sementara yang cenderung pelik, ruwet dan kompleks biasanya mandul. Semoga berguna. (jp)
Latihan: Motivasi Belajar Waktu masih remaja, kita mempunyai kemampuan untuk belajar dan melihat kelalaian masa lalu. Ketika kita mulai mengikuti ajaran-ajaran keluarga, sekolah, dan lingkungan, motivasi kita di awal tahun berganti dari tujuan kita ke menyenangkan orang lain, dan sering kali keinginan kita untuk belajar penderitaan. Bagaimana anda bisa motivasi diri sendiri? Dengan latihan ini, coba untuk mengakui rasa penemuan anda bertanggung jawab pada pelajaranmu menerima resiko dari belajar dengan kepercayaan, kemampuan, dan otonomi mengakui bahwa "kegagalan" adalah sukses: belajar dari kegagalan alalah dengan jalan yang sama belajar apa merayakan prestasi anda jika dapat mencapai tujuan anda Latihan ini terdiri dari tujuh halaman atau langkah sebagai berikut: (dalam bahasa Inggris) Mulai dengan Definisi 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Motivasi sendiri (English) Motivasi dari luar (English) Proyek deskripsi (English) Penasehat (English) Perkembangan (English) Kesimpualan/Evaluasi (English) Selamat Belajar!
Saran-saran untuk memperbaiki website ini (dengan halaman yang dimaksud)
Makna Belajar Bagi Orang Dewasa Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 4 Februari 2003 "Untuk apa sekolah tinggi, toh akhirnya sama saja, bingung ke mana mencari pekerjaan yang cocok. Ijazah akademik tidak memberi jaminan identitas yang segagah gelarnya. Bahkan sudah tidak lagi bisa dihitung
dengan jari jumlah kawan sesama sopir taksi yang bergelar sarjana. Bukankah hidup itu yang paling pokok adalah memiliki sumber penghasilan yang cukup untuk menutup pengeluaran dan sisanya ditabung buat warisan, benarkan Pak?". Begitulah perkataan yang pernah diucapkan oleh seorang sopir taksi dalam suatu pembicaraan santai. Logika dan pertanyaan pembenar sopir taksi itu bisa dijawab benar dan tidak benar. Kenyataan membuktikan semakin banyak jumlah kaum akademik yang tidak mendapatkan pekerjaan sesuai dengan disiplin ilmu atau gelarnya. Artinya ia menjalani pekerjaan yang semestinya tidak harus dilakukan setelah ia menyandang gelar akademik kebanggaannya. Ambillah contoh jika seorang sarjana pendidikan harus menjadi pedagang es keliling atau seorang sarjana hukum 'mencari' makan dengan menjadi pedagang beras kaki lima. Atau sarjana ekonomi menjadi seorang sopir taksi. Tidak terdapat bentuk pelanggaran undang-undang apapun jika SPd menjadi penjual es keliling, jika SH menjadi penjual beras kaki lima, atau SE menjadi sopir taksi. Mengapa? Banyak alasan yang mendukungnya, antara lain: 1) mencari pekerjaan sama sulitnya dengan menahan godaan untuk mendapatkan tiket surga; 2) hukumnya halal secara juridis; 3) kebutuhan harian sesaat (short term survival) yang tidak bisa ditunda; 4) pandangan lingkungan yang miring jika sarjana nongkrong di rumah. Dan masih banyak lagi alasan lainnya. Menjalani pekerjaan yang tidak sesuai dengan disiplin akademik memang sudah menjadi bentuk pemakluman bersama. Persoalan akan muncul ketika pekerjaan tersebut hanya bisa memenuhi sebagian kecil dari motivasi bekerja, misalnya uang saja atau hanya bebas dari asumsi lingkungan yang tidak-tidak. Di sisi lain, menjadi pengalaman kesyukuran hidup ketika ketidakcocokan tersebut membawa anda ke dalam keadaan yang sesungguhnya menjadi kemujuran tak disengaja. Sudah menerima gaji tinggi, simbol status sosial membanggakan, kemudian seluruh potensi mendapat tempat pemberdayaan secara optimal, meskipun pekerjaan itu tidak sesuai dengan latar belakang akademik anda. Permasalahan timbul ketika individu yang melakoni pekerjaan yang tidak sesuai latar belakang akademiknya dengan motif keterpaksaan semata dalam upaya menghindar tekanan eksternal. Keterpaksaan inilah letak kesalahan yang sebenarnya, bukan bidang atau job title tertentu. Mengapa? Ketika motivasinya hanya terpaksa maka hidup tidak lagi berupa pilihan-pilihan untuk belajar berkembang melainkan kepastian dan kepasrahan. Padahal kepastian dan kepasrahan itu tidak memberinya banyak arti baik material dan nonmaterial. Akan sangat berbeda jika pilihan diarahkan untuk belajar, berubah, dan berkembang. Definisi Belajar Salah satu iklan produk terkenal yang anda lihat kira-kira berbunyi, "Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan". Anda pasti sudah memahami maksud tersiratnya. Tanpa harus anda ciptakan, masa tua akan tiba, tetapi untuk menjadi dewasa anda harus menciptakannya. Bagimana anda menciptakannya? Tidak lain hanyalah belajar dengan basis kehidupan menjadi dewasa. Artinya kehidupan ini harus dijadikan materi untuk belajar dari titik keterbatasan tertentu menuju titik kemampuan berikutnya. Belajar bagi orang dewasa adalah mencari untuk menemukan sesuatu tentang hidup tidak sebagaimana anak-anak yang hanya menerima dan terkadang masih jauh dari isu-isu kehidupan riilnya. Sejumlah definisi atau konsep yang dikemukakan para ahli tentang definisi belajar bagi orang dewasa bisa anda jadikan rujukan, antara lain: 1. Reg Revans (Penggagas Action Learning) Belajar bagi orang dewasa, menurut Reg Revans (1998) adalah proses menanyakan sesuatu bermula dari pengalaman ketidaktahuan tentang apa yang akan dilakukan karena jawaban yang ditemukan saat itu tidak lagi valid untuk mengatasi situasi yang sedang terjadi. Dengan kata lain, "Learning is experiencing by exploration and discovery". 2. Bob Sadino Dalam banyak wawancara yang dikutip oleh sejumlah media cetak, Bob Sadino, seorang pakar di bidang agrobisnis, seringkali melontarkan kata-kata pendek tetapi membutuhkan penjelasan yang tidak cukup dibeberkan dalam satu sessi seminar. Kata-kata itu tidak lain adalah: Cukup lakukan saja! Pernyataan tersebut mengandung makna yang dalam dimana belajar merupakan bentuk transformasi visi ke suatu tindakan lalu berakhir dengan achievement. 3. Charles Handy Dalam bukunya Inside Organization (1999), Charles Handy mengemukakan bahwa siklus belajar orang dewasa diawali dengan mempertanyakan sesuatu dengan kuriositas tinggi; menemukan jawaban-jawaban teoritis; melakukan testing di lapangan; dan terakhir refleksi –sebuah pemahaman mengenai sesuatu yang bekerja dan yang mandul di dalam diri. Thomas Edison, seorang penemu, adalah contoh paling reliable
sepanjang zaman. Dikisahkan bahwa secara pendidikan formal akademik, Edison tergolong siswa yang tidak hebat tetapi ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk mengunjungi perpustakaan publik karena Edison menemukan sesuatu yang lebih bekerja terhadap hidupnya yang ia tidak dapatkan di bangku sekolah. Dengan proses belajar di perpustakaan tersebut Edison menemukan pelajaran tentang relaksasi mental. Meski tidak seorang guru pun yang memahamkannya, tetapi naluri Edison tahu bahwa relaksasi mental lah yang membantunya menciptakan temuan-temuan yang tercatat lebih dari 1000 hak paten hingga ia wafat tahun 1931. 4. Alvin Toffler Penulis buku terkenal ini mendifinisikan belajar sebagai proses mempersiapkan cara atau strategi menghadapi situasi baru. Perangkatnya meliputi pemahaman, aplikasi dari metodologi baru, keahlian, sikap dan nilai. Dari definis-definisi diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa belajar bagi orang dewasa ternyata memiliki berbagai dimensi. Oleh karena itu menjadikan pendidikan (education) sebagai representasi tunggal dari proses belajar tidak jarang meninggalkan warisan mindset yang kurang menguntungkan terutama bagi pihak atau individu yang berkemampuan rata-rata atau minus. Lembaga sekolah, selain menciptakan birokrasi formal yang memberikan stigma bahwa sekolah adalah escalator tunggal yang mahal harganya, juga menunjukkan ketertinggalannya dengan kemajuan yang dicapai oleh dunia luar. Akibatnya timbul gap antara pendidikan dengan tuntutan atau kebutuhan yang ada di masyarakat. Hal inilah yang akhirnya menjadi dasar mengapa pengangguran tidak bisa dihindari lagi. Pendidikan belum sepenuhnya menjadi media yang mampu menterjemahkan makna belajar. Hal ini karena makna belajar yang sesungguhnya adalah melakukan sesuatu, kemudian membebaskan diri dari situasi atau tekanan yang diakibatkan ketidaktahuan. Cara terbaik untuk mempelajari sesuatu adalah dengan melakukannya, seperti yang ditulis oleh Rex dan Carolyin Sikes: "We learn about a city from being there, not from a map or guide book. We learned to walk and talk without reading instructions or following recipes. Learning is doing something, then getting rid of the unwanted parasitic movements". Aplikasi Belajar Merujuk pada sekian pandangan tentang belajar bagi orang dewasa, maka yang perlu anda lakukan adalah menjadikannya sebagai konsep hidup personal yang implementatif berdasarkan situasi dan kondisi yang anda hadapi. Konsep tersebut harus diformulasikan ke dalam pemahaman khusus yang anda rasakan bekerja mengubah hidup dan situasi, seperti yang dialami Edison. Guru anda adalah situasi konkrit yang anda alami dengan materinya berupa tantangan. Inilah makna esensial dari petuah yang sering anda dengar bahwa mencari ilmu itu hukumnya wajib. Ilmu yang tidak memiliki relevansi dengan situasi hidup anda oleh karena itu menjadi tidak wajib. Bagaimana anda mendapatkannya? Ikutilah formulasi berikut: 1. Sadari keadaan anda saat ini Terimalah keadaan atau situasi hidup apapun saat ini dengan penuh kesadaran karena kesadaran itu akan menjadi syarat mutlak untuk menaklukkan segala tantangan yang menghadang. Jika anda menerimanya dengan kepasrahan atau penolakan maka selamanya keadaan atau situasi yang tidak menyenangkan tidak bakal meninggalkan anda. Bahkan lambat laun menciptakan lilitan yang lebih tinggi dari kapasitas anda. Tanpa kesadaran untuk berubah, maka perubahan situasi atau kondisi eksternal hanya memberi anda perubahan dalam waktu singkat dan sisanya anda kembali lagi ke format lama. Bahkan ketika anda naik jabatan mendadak, jabatan tersebut hanya anda rasakan kenikmatannya sebentar lalu anda lupa rasanya. 2. Pahami proses Salah satu pertanda inti dari orang dewasa adalah pemahamannya terhadap bagaimana dunia konkritnya bekerja. Dengan memahami bagaimana sesuatu bekerja menurut hukum alamnya, maka akan membuat anda menjadi bijak menjalani hidup. Tidak lagi berpikir dengan mood atau menerjang kaidah-kaidah hidup yang benar. Di samping itu, pemahaman tersebut akan menyalurkan energi positif ketika proses sedang anda jalani. Di sinilah yang membedakan apakah anda merasakan tantangan sebagai proses untuk dinikmati atau proses yang anda rasakan dengan kepedihan. 3. Kemana anda akan melangkah
Setiap pekerjaan yang anda lakukan, setiap bidang yang anda geluti, setiap profesi yang anda sandang sebenarnya sudah diciptakan tangga kastanya di dalam. Termasuk seperti yang di alami kawan sopir taksi di atas. Ia boleh menjadi sopir , pedagang beras kaki lima, penjual es keliling selamanya meskipun tetap terbuka lebar peluang untuk menjadi manajer atau direktur bahkan pemegang saham di suatu perusahaan. Tangga kasta itulah yang menjadi simbol status anda. Dengan aplikasi prinsip belajar, maka hidup adalah realisasi gagasan, bukan lagi intimidasi orang atau keadaan. Tetaplah berjuang untuk hidup dengan imajinasi anda bukan hidup di dalam sejarah masa lalu atau jebakan realitas sementara. Dengan memahami makna belajar diharapkan anda dapat menjalani hidup anda dengan penuh sukacita dan tidak didasarkan atas unsur keterpaksaan dan kepasrahan. Terlepas apapun profesi yang anda geluti, baik yang sesuai dengan latar belakang akademik maupun tidak, kesuksesan anda akan sangat tergantung pada bagaimana anda memahami hal tersebut sebagai suatu proses belajar. Semoga berguna.(jp) _____________________________
Memahami Bagaimana Virus Kegagalan Berproses Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 28 November 2002 Dalam perjalanan hidupnya setiap orang pasti pernah mengalami apa yang disebut sebagai kegagalan. Bahkan semakin sukses seseorang maka semakin sering orang tersebut mengalami berbagai kegagalan. Perbedaannya adalah pada orang-orang yang dikenal "sukses", mereka mampu menyadari akan kegagalan tersebut lalu segera membenahi diri dan menyusun rencana baru. Sebaliknya bagi orang-orang yang "gagal", mereka tidak menyadari akan kegagalan tersebut, cenderung terlena, tidak membenahi diri dan takut memulai sesuatu yang baru lagi. Selain itu orang-orang gagal cenderung terjebak dalam pola pikir negatif dan tidak mampu keluar dari lingkungan yang negatif. Apakah kegagalan terjadi dalam waktu yang tiba-tiba atau kah sama dengan apa yang disebut kesuksesan yang biasanya baru bisa dicapai setelah berjuang dalam kurun waktu tertentu dan terus-menerus? Lalu bagaimana kita harus menyiasati hal ini sehingga kita memiliki kemampuan untuk menyadari adanya "virus-virus" kegagalan yang menggerogoti kita secara perlahan-lahan? Artikel singkat ini ingin menjawab kedua pertanyaan tersebut sekaligus memberikan alternatif solusi yang bisa anda lakukan agar anda tidak terjebak dalam pilihan-pilihan yang akan membawa anda kepada kehancuran. Dua Hukum Ada dua hukum yang berlaku di planet bumi ini. Pertama, hukum buatan manusia dan kedua, hukum alam. Hukum yang pertama menerima rekayasa, tawar-menawar, dan pembalasan bagi yang melanggarnya pun masih dapat diatur. Hukum kedua amat berbeda dengan hukum pertama. Hukum yang kedua bersifat pasti dan tidak menawarkan kesempatan negosiasi bahkan belas kasihan pun tidak. Jika anda melanggarnya, baik anda tahu atau tidak tahu, sadar atau tidak sadar, maka balasannya pasti akan anda terima sesuai dengan pelanggaran tersebut. Hanya saja balasan itu bersifat tersembunyi dan tidak anda rasakan seketika sehingga sangat mungkin sekali terjadi kelengahan dalam jumlah yang tidak terhitung. Bentuk kelengahan yang tidak disadari itulah yang disebut dengan virus kegagalan. Mengapa disebut virus kegagalan? Karena ibarat virus yang hidup di dalam tubuh seseorang dan menggerogoti tubuhnya secara tahap demi tahap, demikian pula kelengahan yang tidak disadari berproses terus-menerus melalui keputusan, pilihan atau pun tindakan yang dibuat oleh seseorang tanpa sadar akan pembalasan akhir atau dampaknya dalam jangka panjang. Proses Untuk mengetahui bagaimana virus kegagalan berproses di dalam diri anda, berikut adalah kunci utama yang perlu dipahami. Tidak Adanya Kesadaran akan Pembalasan Akhir Kegagalan tidak pernah diciptakan oleh sekali tindakan yang sifatnya sekali jadi. Kegagalan yang anda rasakan dihasilkan dari akumulasi pilihan atau keputusan kecil yang salah dan tidak anda sadari
pembalasan akhirnya. Dalam istilah psikologi dapat dikatakan bahwa kegagalan adalah akibat ketidakmampuan individu dalam memahami reward dan punishment dari tindakan yang dilakukannya. Contoh paling gampang yang dapat dijadikan sebagai ilustrasi tentang hal ini adalah perilaku menabung sejak kecil. Orang yang mau menabung pasti menyadari betul bahwa perilakunya tersebut akan menghasilkan reward berupa keamanan uang simpanan, memperoleh bunga, jumlah uang yang terus bertambah dan kemudahan hidup di hari tua. Sebaliknya orang yang tidak berpikir untuk menabung sejak kecil maka mungkin tidak sadar bahwa ia pasti akan mendapatkan punishment berupa tidak adanya uang simpanan yang cukup untuk hari tua, tidak memperoleh bunga, dsb. Semua orang tentu sudah tahu bahwa pembalasan itu biasanya terjadi di bagian akhir, namun sayangnya tidak banyak orang yang waspada atau eling dengan kondisi tersebut. Kegagalan berproses ketika anda dan kesadaran anda dalam kondisi offline atau disconnected terhadap adanya hukum pembalasan akhir sehingga anda seringkali mengakhiri dengan paksa sesuatu yang telah anda awali dengan sangat cemerlang. Putus asa di tengah jalan, mempertahankan kesalahan dengan mengedepankan sikap egoisme, mencari sesuatu di tempat lain yang sebenarnya sudah anda miliki atau mengumbar pengembaraan yang masih penuh dengan asumsi adalah sejumlah contoh ketidaksadaran tersebut. Kesadaran untuk selalu on-line dengan hukum pembalasan akhir tidak tergantikan oleh skill atau sertifikat akademik apapun yang anda miliki. Buktinya, banyak orang yang anda lihat skillnya terbatas akan tetapi bisa hidup mandiri dengan keterbatasan itu sementara tidak sedikit para penganggur yang mestinya telah dibekali kemampuan dan ketrampilan akademik tinggi tetapi tidak bisa mandiri. Mengapa? Kemandirian adalah balasan akhir bagi orang yang pernah memulai sesuatu! Anda membutuhkan ketrampilan mental untuk membunuh virus kegagalan yang meracuni tubuh anda di samping tetap membutuhkan job skill sebagai penghantar langkah anda menuju kesuksesan.. Belenggu Imajinasi Tidak main-main jika ilmuan sekaliber Einstein mengakui bahwa imajinasi lebih penting dari pengetahuan karena kekuatannya yang begitu dominan membentuk diri anda dalam kaitan gagal dan sukses. Mayoritas manusia dipenjara oleh imajinasi kegagalan tentang dirinya, imajinasi kesengsaraan hidup dan imajinasi negativitas kehidupannya secara umum. Memang faktanya hampir tidak ditemukan kesuksesan yang tidak diawali dengan kegagalan, hanya saja bukan di situ esensinya. Jika anda gagal kemudian kegagalan tersebut anda jadikan stempel terhadap diri anda entah dengan sengaja atau tidak, maka stempel itulah yang menciptakan kegagalan demi kegagalan berikutnya. Karena baik kegagalan atau kesuksesan, keduanya bukanlah materi riil akan tetapi lebih pada persoalan the way of thinking, senses of seeing, sense of feeling, atau sistem keyakinan yang anda anut. Jadi ketika anda menghembuskan imajinasi negatif tentang kegagalan terhadap sesuatu yang ingin anda wujudkan, imajinasi tersebut mengudara di alam ini lalu ditangkap oleh hukum gravitasi bumi yang kemudian menjadi kenyataan di dalam kehidupan anda. Gambaran mengenai hal ini bisa anda pelajari dari kenyataan bahwa semua kreasi diciptakan dari dua hal yaitu penciptaan mental berupa imajinasi atau ide atau gagasan baru kemudian penciptaan fisik. Lingkungan Negatif Pernahkah anda mengamati kenyataan bahwa setiap diadakan pertemuan orang-orang sukses, pasti sebagian besar di antara mereka sudah saling mengenal sebelumnya baik secara langsung atau tidak langsung. Apa yang anda pahami dari kenyataan tersebut? Jawabnya: mereka dibesarkan oleh dan di dalam lingkungan yang sama atau hampir sama. Belajar dari kenyataan tersebut, maka pilihlah lingkungan positif atau berusahalah dengan keras untuk menciptakannya sendiri jika anda belum menemukan. Ingatlah bahwa lingkungan juga memproduksi stempelnya sendiri dan lingkungan juga memiliki hukum alamnya sendiri. Ketika anda masuk ke lingkungan tertentu, maka hukum yang berlaku adalah hukum alam kolektif tertentu seperti kerja sama, kemitraan, persahabatan, percintaan, permusuhan atau lainnya. Maka sama dengan kegagalan, kesuksesan pun tidak mungkin dihasilkan hanya oleh seorang diri. Lingkungan yang sudah diwarnai muatan negatif sama bahayanya dengan ideologi terlarang. Bedanya, penyebar ideologi terlarang bisa langsung dijebloskan ke penjara tetapi penyebar pikiran negatif ada di sekeliling anda dan bisa jadi keberadaannya sangat dekat sekali dengan anda bahkan termasuk di dalam diri anda. Dengan memahami bagaimana virus kegagalan meracuni hidup anda maka paling tidak anda telah menyiapkan pisau untuk membunuhnya dan hal ini membutuhkan perjuangan anda terutama menjaga tombol potensi anda tetap online atau connected . Bisa anda bayangkan betapa halus, kecil, dan tersembunyinya virus itu sampai-sampai dengan jarak yang paling dekat pun masih sulit anda melihatnya di samping bahwa gigitannya pun tidak langsung bisa anda rasakan seketika. Jika ingin sukses maka
tingkatkan kewaspadaan diri untuk mendeteksi adanya virus kegagalan tersebut sebelum ia sempat menggerogoti anda. Semoga berguna. (jp) _____________________________
Memahami Cara Mewujudkan Suatu Gagasan Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 18 Desember 2002 Setiap individu pasti pernah memiliki gagasan atau ide. Bahkan dalam kenyataan banyak ditemui bahwa satu orang mungkin bisa memiliki puluhan gagasan sekaligus. Tanpa memandang tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi sebuah gagasaan akan muncul manakah seseorang dihadapkan pada suatu tantangan atau berada dalam suatu lingkungan baru. Namun dari sekian banyak orang yang memiliki gagasan, hanya sedikit saja yang mampu mewujudkan gagasan tersebut menjadi suatu hasil karya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungannya. Pertanyaannya adalah mengapa tidak semua orang bisa mewujudkan gagasan atau ide tersebut menjadi kenyataan? Tahapan apa saja yang harus dilalui agar gagasan yang cemerlang dapat terwujudkan dan berguna bagi kesejahteraan individu? Artikel singkat ini ditulis untuk mencoba menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut. Menjadi Awal Ga g a s a na d a l a hbuk a n‘ s e s ua t u’t e t a p ii ame n j a d ia wa l ny a .Mi r i pa ng k an oly a ngme nj a dia wa ls e l ur u h hitungan tetapi ia tidak memiliki makna hitungan apapun kecuali jika ia berasosiasi dengan angka lain. Begitu juga dengan gagasan anda. Tanpa diasosiasikan dengan perangkat lain, gagasan akan tetap selamanya menjadi gagasan. Maka tugas anda yang paling utama adalah menjadi pejuang gagasan anda, bukan sekedar memilikinya. Kesalahan umum yang sering terjadi adalah gagasan ditempatkan sebanding dengan sesuatu hingga akhirnya mengakibatkan gagasan tersebut menemui ajal sebelum waktunya. Anda merasa cukup berhenti dengan memilikinya tanpa perjuangan untuk mewujudkannya atau memilih untuk membunuhnya sebelum dikeluarkan judgment lingkungan bahwa gagasan anda tidak akan hidup. Demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka sembunyikan gagasan anda dari siapapun sebelum anda menemukan cara bagaimana gagasan tersebut bisa direalisasikan supaya tidak langsung menjadi santapan virus lingkungan. Tahapan Bagian dari perjuangan terhadap gagasan adalah memahami bagaimana ia bekerja sesuai dengan hukum alamnya sehingga anda menjadi sadar (aware) terhadap sesuatu yang terjadi pada diri anda selama menjalani proses. Tanpa pemahaman yang cukup, maka akan mengakibatkan bongkar pasang gagasan atau cepat tergoda oleh gangguan eksternal yang menggerogoti kegigihan anda memperjuangkan gagasan tersebut. Berikut adalah tahapan proses yang ditempuh gagasan menuju realisasi fisiknya. Tindakan Jika gagasan masih berupa angka nol, bukan sesuatu, maka tindakan adalah angka satu yang berarti sesuatu. Temukan format tindakan tertentu yang menjadi padanan fisik gagasan anda atau yang memperdekat ke arah realisasi riilnya. Seluruh tindakan anda memiliki fungsi bagi gagasan anda meskipun tidak semuanya berhasil. Seperti orang yang sedang memecahkan batu dengan jumlah pukulan yang tidak terhitung. Jika anda mengatakan batu tersebut pecah oleh pukulannya yang terakhir, jelas anda salah. Batu tidak pecah oleh hanya satu pukulan, tetapi beberapa pukulan di mana masing-masing pukulan memiliki maknanya sendiri. Tindakan memiliki daya tarik yang berfungsi untuk mengangkut gagasan anda menuju padanan fisiknya ketika tindakan tersebut sudah anda pahami sebagai habit dalam bentuk aktifitas atau kesibukan. Persoalannya adalah bagaimana anda menciptakan tindakan yang bernilai tinggi bagi gagasan anda sebab terkadang tidak semua tindakan punya relevansi dengan realisasi gagasan, meskipun tidak
berarti bahwa tindakan tersebut sia-sia. Dalam hal ini masalahnya lebih pada suatu tindakan yang efektivitas dan efisiensi. Agar tidak kehilangan relevansi, maka janganlah menjadikan tindakan atau aktivitas atau kesibukan sebagai tujuan, sebaliknya letakkan semua pada perspektif masing-masing secara benar. Tujuan adalah hasil sedangkan tindakan merupakan media untuk mencapainya.Katakanlah jika anda sudah memiliki tujuan, target atau tujuan mikro, dan tindakan, maka pertanyaannya, sejauhmana masingmasing komponen tersebut berfungsi mengarah pada titik fokus anda. Atau lebih singkatnya, sejauhmana aktivititas anda mampu menghasilkan asset bagi hidup anda? Tidak cukup dengan menjaga relevansinya saja, tindakan pun perlu bahan bakar yang dihasilkan dari kematangan spektrum emosi. Kuncinya terdapat pada penggunaan pilihan positif bagi keyakinan, pikiran, mental, sikap, atau perasaan anda. Dengan pilihan tersebut anda mampu mengatasi tantangan atau godaan yang mayoritasnya berupa keragu-raguan, pesimisme, rasa tidak berdaya atau “TheIc an no ta t t i t ude ”, malas, pengecut, atau kekerdilan harga diri yang seringkali muncul di tengah perjuangan hidup anda. Interaksi Jika tindakan berupa angka satu, maka interaksi adalah angka dua. Maksudnya, anda harus menemukan pasangan dari kelompok yang anda pilih untuk merealisasikan gagasan anda. Alasannya sangat jelas, bahwa pertama, anda tidak bisa menjadi hebat di atas gagasan anda dengan seorang diri, dan kedua, semua yang ingin anda wujudkan dengan gagasan tersebut berada di tangan orang lain. Itulah betapa penting peranan interaksi. Riset international membuktikan bahwa keberhasilan suatu gagasan seseorang ditentukan oleh keahlian tekhnis dan keahlian bagaiman anda menciptakan interaksi. Keahlian tekhnis memegang peranan lima belas sampai dua puluh lima persen dan sisanya interaksi. Tanpa interaksi maka mustahil diciptakan kreasi atau prestasi dari gagasan anda. Oleh karena itu keberhasilan suatu gagasan tidak bisa didasarkan dari sudut merah-putih, atau benar-salahnya akan tetapi dari cara bagaimana gagasan itu diinteraksikan ke pikiran orang lain. Interaksi menciptakan experiencing dalam hal business of selling yang di dalamnya mengandung the skill of leadership, the art of networking, marketing, dan promotion yang dibutuhkan layaknya seorang pejuang. Bisa dibayangkan jika Soekarno atau Mahatma Gandhi tidak didukung oleh rakyatnya, bahkan Bill Gate pun bukan manusia pengecualian jika penemuannya tidak mendapat sambutan dari orang banyak untuk sama-sama merealisasikan penggunaan software komputer yang digagasnya. Kreasi Kreasi adalah mome n to f“Aha”yang merupakan angka tiga di mana gagasan anda telah menemukan padanan fisiknya atau sudah bisa bekerja untuk kehidupan anda. Kemerdekaan yang diciptakan Gandhi adalah kreasi termasuk juga putra-putri anda atau pekerjaan yang sekarang menopang hidup anda. Semua itu tercipta setelah muncul gagasan, tindakan, dan interaksi entah dalam bantuk polarisasi, integrasi atau kontradiksi [baca: paradoks] seperti seorang bayi yang pasti dilahirkan dari proses interaksi lawan jenis. Di jagat raya ini hampir tidak ada yang menyamai kedahsyatan gagasan yang telah menemukan padanan fisiknya. Untuk memperoleh pemahaman ini anda tidak perlu harus membuka lembaran sejarah yang telah dipenuhi prestasi spektakuler para nabi yang berjuang dengan gagasannya ratusan tahun lalu dan hingga kini masih diperjuangkan pengikutnya, ilmuan atau industrian yang hasil jerih payahnya telah dimasukkan ke dalam asset dunia, atau nenek moyang keluarga kerajaan Inggris dan Saudi yang seakan-akan direlakan oleh bangsanya untuk memiliki suatu negara tanpa batas. Di sekeliling anda masih banyak manusia yang asal mulanya biasa-biasa tetapi kemudian dibedakan dengan kreasinya sehingga ia tidak hanya sekedar menjadi someone bagi someone akan tetapi menjadi "world" bagi banyak someone. Banyak kepala keluarga yang menjadi world bagi putra-putrinya,demikian pula seorang pengusaha sukses yang menjadi world bagi banyak karyawannya. Sekali lagi, itulah gagasan yang telah menemukan padanan fisiknya. Tetapi jangan berpikir ke tahap kreasi jika anda sudah memilih takdir untuk menjadi pejuang gagasan orang lain alias pengikut. Kedahsyatan kreasi ditentukan oleh seberapa dalam kreasi tersebut menjadi representasi dari orisinilitas anda sehingga ia memiliki akar kokoh ke tanah terlepas di bidang apapun kreasi anda diimplementasikan. Dengan kata lain, kreasi adalah tahapan dari self –realization dan self - actualization yang ditandai dari start di mana kaki anda tidak ragu-ragu lagi menginjak di atas tanah realitas atau di mana keyakinan anda sepenuhnya diberangkatkan dari dalam ke luar. Dengan memahami bagaimana cara mewujudkan sebuah gagasan maka diharapkan gagasan-gagasan yang ada di kepala anda dapat segera terwujudkan. Dengan perwujudan tersebut mudah-mudahan dapat memberikan sumbangan bagi bangsa kita yang memang kaya akan gagasan tetapi sangat miskin realisasinya. Semoga berguna
Memaknai Peristiwa Hidup Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 12 Mei 2003 “ Ev e r ya dv e r s i t y ,e v e r yunpl e a s a n tc i r c u ms t a nc e , e v e r yf a i l ur e ,a n de v e r yphy s i c a lpa i nc a r r i e swi t hi tt he s e e do fa ne qu i v a l e n tbe n e f i t ” . (Ralp Waldo Emerson) Kalimat bijak diatas mungkin sangat mudah dimengerti. Tetapi ketika mengalami kegagalan maka hanya sedikit individu yang bisa mengaplikasikan makna yang terkandung dalam kalimat tersebut. Sama halnya dengan kata bijak yang lain: "Kegagalan adalah sukses yang tertunda". Benarkah? Gagal & Sukses Jika kita mengacu pada kisah kehidupan orang sukes yang kita kenal dan diperkenalkan oleh sejarah maka cenderung diperoleh kesimpulan yang sama bahwa kegagalan adalah peristiwa potensial yang bersifat netral, ‘ h i dde npo t e n t i a le v e n t s ’yang tidak memiliki makna tertentu kecuali setelah diberi pemaknaan oleh kita: nasib, takdir, siksaan, cobaan, tantangan atau pelajaran. Apapun makna yang dibubuhkan pada akhirnya akan kembali pada formula bahwa hidup ini lebih pada memutuskan pilihan dan merasakan konsekuensi. Berdasarkan hidden potential events tersebut maka bisa dimengerti jika Abraham Lincoln baru mencapai cita-cita politiknya pada usia 52 tahun; Soichiro Honda yang sampai cacat tangannya garagara mendesain piston; atau Werner Von Braun penemu roket yang menyebut angka kegagalan 65.121 kali. AMROP International, perusahaan pencari eksekutif senior yang berkantor di 78 negara di dunia termasuk Indonesia, pernah mengeluarkan catatan tentang fluktuasi emosi pencari kerja dari sejak di-PHK sampai menemukan pekerjaan baru. Dihitung, fluktuasi naik-turun itu terjadi sebanyak 26 kali dengan asumsi waktu minimal enam bulan. Pendek kata, gagal dan sukses adalah ritme hidup yang tidak terpisah dari kehidupan semua orang. Lalu apa pembeda antara perjuangan tiada akhir (unstoppable) yang menghasilkan para "pengubah" dunia dengan perjuangan yang dikalahkan rasa putus asa karena kegagalan yang barangkali terjadi hanya sepersekian persen? Menyikapi Kegagalan Penyikapan individu pada momen di mana kegagalan terjadi dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Membiarkan Model penyikapan ini adalah menerima kegagalan dengan kualitas yang rendah berupa membiarkan saja semua terjadi. Sikap ini dihasilkan dari mentalitas yang rendah untuk mendobrak keadaan karena tidak memiliki kemauan yang dibangkitkan di dalam untuk menemukan penyebab yang rasional. Bisa jadi kemauan itu erat kaitannya dengan level pengetahuan dan harapan yang dimiliki orang. Karena jawaban rasional tidak ditemukan, maka cara tunggal yang digunakan untuk memaafkan sikap demikian adalah menempatkan kegagalan dalam wilayah hidup yang tak tersentuh oleh upaya dirinya dengan meyakini titah takdir atau nasib. 2. Menolak Model penyikapan kedua adalah menolak kegagalan.Penolakan itu dilakukan dalam bentuk menyalahkan orang lain, keadaan atau Tuhan sekalipun, karena dirasakan tidak adil memberi perlakuan. Biasanya penolakan itu terjadi akibat keseimbangan hidup yang kurang mendapat perhatian di tingkat intelektual, emosional atau spritual. Meskipun kegagalan dapat dilumpuhkan, tetapi akibat penolakan yang dilakukan, keseimbangan antara usaha dan hasil tidak sebanding. Jika diambil perumpaan maka model hal ini adalah ibarat orang membunuh nyamuk dengan sepucuk pistol. 3. Menerima Model penyikapan ketiga adalah yang paling ideal yaitu menerima kegagalan dengan kualitas yang tinggi. Di sini kegagalan adalah materi pembelajaran-diri atau kurikulum pendidikan situasi. Daam hal ini tentu saja bukan berarti bahwa semakin banyak kegagalan semakin bagus tetapi yang ingin difokuskan adalah bagaimana individu menempatkan kegagalan sebagai proses yang menyertai realisasi gagasan. Bisa jadi fakta fisik menunjukkan peristiwa yang belum / tidak berjalan seperti yang diinginkan oleh perencanaan akan tetapi orang seperti Edison atau orang lain yang bermazhab-hidup sama merebut tanggung jawab untuk mengubah hidup dari cengkraman fakta fisik temporer itu. Seperti dikatakan Dr. Denis Waitley:
"There are two primary choices in life: to accept conditions as they exist, or accept the responsibility for changing them." Munculnya penyikapan yang beragam di atas tidak terjadi secara take for granted begitu saja tetapi dibentuk oleh sekian faktor antara lain: a. Lingkungan Termasuk dalam kategori lingkungan adalah keluarga, masyarakat dan bangsa di mana kita menjadi salah satu komponen yang ikut mempengaruhi dan dipengaruhi. Kualitas model penyikapan lingkungan terhadap persoalan hidup secara umum tergantung tingkat pendidikan, nilai kebudayaan, atau peradaban yang membentuknya. Orang yang dibesarkan oleh lingkungan berbeda bagaimana pun punya format pandangan berbeda tentang persoalan hidup. b. Sistem Struktural Selain lingkungan, faktor sistem struktural yang mengatur organisasi, lembaga, atau perkumpulan sosial tertentu juga ikut andil terutama membentuk karakter mentalitas individu dalam menghadapi hidup dan kegagalan pada khususnya. Mentalitas tinggi akan membentuk kepribadian di mana seseorang menjadi ‘ t he c aus e ’dari peristiwa hidup sementara mentalitas rendah akan membentuk kepribadian sebagai ‘ t hee f f e c t ’ . c. Personal Meskipun tidak bisa dinafikan pengaruh yang dimiliki oleh faktor lingkungan dan sistem struktural, tetapi pengaruh tersebut hanya bersifat menawarkan dan hanya faktor personal-lah yang menentukan keputusan. Sudah jelas kita rasakan, tidak semua pengaruh itu murni negatif atau positif sehingga peranan terbesar t e r da p a tpa dak e ma mp ua nk i t aunt ukme n g hi d upk a nt o mb ol‘ s e l e k s i ’da n‘ pe ng e c ua l i a n’da l a m me mi l i h model penyikapan untuk mendukung di antara yang bekerja untuk merusak atau mandul. Memaknai Kegagalan Tidaklah benar jika dikatakan bahwa ketidakmampuan seseorang mengambil manfaat dari hidden potential yang terjadi dalam suatu peristiwa yang menyebabkan kegagalan semata-mata karena faktor negatif yang diwariskan oleh lingkungan atau sistem struktural yang ada dalam masyarakat. Justru yang dibutuhkan adalah bagaimana kita menciptakan model penyikapan ketiga yang dihasilkan dari pemahaman tentang cara kerja hidup dan dunia. Dalam hal memaknai kegagalan, kesengsaraan, atau peristiwa menyakitkan lainnya, maka langkah-langkah yang kemungkinan besar dapat membantu adalah: 1. Menciptakan Kondisi Makna tidak datang sendiri tetapi sebagai hasil yang diciptakan oleh usaha untuk menemukannya, dalam arti menciptakan kondisi dengan kesadaran bahwa kita sedang menjalani pendidikan situasi untuk mematangkan diri. Kualitas conditioning akan sebanding dengan benefit yang tersimpan di baliknya. Sebelum Ir. Ciputra bercerita riwayat hidupnya dari kecil, rasanya semua orang membayangkan betapa enaknya menjadi sosok yang menyandang sebutan maestro property Indonesia atau Asia Pasifik. Tetapi dengan pengakuan bahwa dirinya adalah manusia yang tidak tahu di mana seorang ayah dimakamkan oleh penjajah kala itu yang akhirnya membuat Ciputra kecil berusia 12 tahun harus hidup tanpa bimbingan ayah, barulah kita sadar bahwa balasan yang diterimanya sekarang ini adalah balasan setimpal. Bocah kecil bernama Ciputra harus jalan kaki sepanjang 7 km karena tujuannya menyelesaikan sekolah dasar. Kata kuncinya bukan pada kematian seorang ayah di sel penjara penjajah akan tetapi kesadaran bahwa dirinya harus merumuskan tujuan, visi, dan misi hidup seorang diri. Andaikan situasi serupa dihadapi oleh kita sendiri, belum tentu kita berani buru-buru membayangkan alangkah enaknya menjadi sosok Ir. Ciputra. 2. Menciptakan Perbedaan Model penyikapan ketiga yang membedakan model pertama dan kedua pun juga tidak disuguhkan tetapi diciptakan oleh kualitas pembeda dalam mengembangkan sembilan sumber daya inti di dalam diri yaitu: Sumber daya material: fisik, raga Sumber daya intelektual: nalar Sumber daya emosional: sikap perasaan Sumber daya spiritual: hati, rohani Sumber daya mental: daya dobrak Sumber daya visual: imajinasi
Sumber daya verbal: komunikasi Sumber daya social: relationship Sumber daya dukungan eksternal: lingkungan dan sistem struktural Banyak hal-hal kecil yang dapat membantu memperbaiki model penyikapan tetapi luput untuk dijalankan k a r e nas i f a tma n us i ay a n gi ng i n‘ jump to concl u s i on’mendapatkan hasil yang besar. Di antaranya adalah kesadaran mendengarkan musik, olah raga, membaca, doa, meditasi, relaksasi senyuman, tepuk tangan atas keberhasilan orang lain, dan lain-lain. 3. Menggunakan Kemampuan Baru Hasil akhir dari pembelajaran diri dengan menjalani pendidikan situasi adalah memiliki kemampuan baru, baik kemampuan hardware skill dan software skill atau makna lain yang anda temukan. Tetapi balasan setimpal dari situasi yang kita rasakan menyakitkan adalah menggunakan kemampuan tersebut untuk menambah nilai plus, competitive advantage, diri kita bagi orang lain. Salah seorang yang pernah berhasil menggunakan kemampuan baru itu adalah prof. Hamka. Mungkin –ini hanya pengandaian –kalau tidak dijebloskan ke penjara, buku tafsir yang menjadi karya fenomenal Hamka tidak pernah rampung. Kalau tidak pernah bangkrut yang membuatnya hidup menggelandang sampai usia 40 tahun, mungkin karya berseri berjudul “TheChi c k e nSou pf orS ou l ”yang saat ini banyak terpampang di sejumlah toko buku di dunia tidak akan dihasilkan oleh Mark Victor Hensen. Tentu bukan penjara atau hidup menggelandang yang membuat kedua sosok di atas merasakan balasan setimpal, tetapi pembelajaran diri dalam memaknai setiap peristiwa hidup yang terjadi justru menjadi kunci untuk mengembangkan sumber daya di dalam diri masing-masing dan hasilnya digunakan demi kesejahteraan orang banyak. Akhir kata, sebaik-baiknya seseorang maka akan sangat baik jika ia dapat belajar dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa hidup guna memberikan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selamat menemukan makna dari peristiwa hidup yang anda alami guna menciptakan competitive advantage bagi diri sendiri dan bermanfaat bagi kesejahteraan orang banyak.(jp) _____________________________
Membaca/Memahami esai Nothing in logic is accidental Ludwig Wittgenstein 1889 - 1951
Proses yang bagus ini dapat diterapkan untuk membaca buku, bab dalam buku, artikel dan lainnya yang berhubungan dengan membaca. Artikel ini diadaptasi dari tulisan M. Les Benedict, Jurusan Sejarah, Ohio State University, atas seijinnya. Apa Judulnya? Apa yang dapat ditangkap dari judulnya mengenai isi esainya? Apa yang telah kamu ketahui tentang topiknya? Apa yang kamu harapkan dari esai ini - apalagi setelah diketahui kapan ditulis dan siapa penulisnya? (lihat poin pertanyaan berikut) Kapan Esai Ditulis? Apakah kamu mengetahui sesuatu hal sehubungan dengan literatur historis topik tersebut pada saat esai ditulis? Bila ya, apa yang kamu harapkan dari esai ini? Siapa Penulisnya? Apa yang kamu harapkan darinya pada esai ini? Apa yang menjadi kepercayaan atau organisasi penulis?
Apa yang menjadi prasangka penulis? Apakah kamu mengetahui karya-karya lain penulis yang sehubungan dengan topik esai tersebut? Baca esainya, tandai informasi yang penting bagimu. Ketika teks yang kamu baca memberikan informasi penting, tandai dan beri catatan: Apa sebenarnya topiknya? Bagaimana topik tersebut berhubungan dengan judul? Apa poin-poin utamanya - kalimat pokoknya? Bukti-bukti apa yang diberikan penulis untuk mendukung kalimat-kalimat pokok? Informasi faktual apa yang ingin kamu simpan? Apakah dalam esai terdapat deskripsi yang bagus tentang sesuatu yang kamu ketahui, atau tidak ketahui, di mana kamu ingin selalu mengingat lokasinya? Bila ya, tandailah. Bila untuk penelitian, buatlah catatan riset pada deskripsi tersebut. Apakah penulis mengutip beberapa sumber yang ingin kamu simpan untuk referensi di masa mendatang? Bila ya, tandailah. Bila untuk penelitian, buatlah daftar pustaka, tidak peduli sekarang atau nanti kamu melakukan review artikel dari kutipan tersebut. Setelah selesai membaca esai, pikirkan: Apa yang telah kamu pelajari? Bagaimana esai ini berhubungan dengan apa yang telah kamu ketahui? Apakah kamu telah mendapatkan argumen yang mendukung esai tersebut? Seandainya kamu tahu tentang topik esai, apakah kamu berpendapat bahwa poin-poin utamanya sudah tepat walaupun argumennya kurang meyakinkan? Apakah kamu dapat memikirkan informasi yang membuatmu ragu terhadap poin-poin utamanya walaupun argumennya sangat meyakinkan? Bagaimana esai ini berhubungan dengan artikel atau esai lain yang telah kamu baca bila dilihat dari literatur historisnya?Artikel ini sebenarnya ditujukan untuk mahasiswa Amerika Serikat karena lingkungan kelas yang digunakan adalah kelas-kelas sekolah di Amerika. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan beberapa tips yang akan dicantumkan dalam artikel tersebut bermanfaat bagi para mahasiswa Indonesia. Dibandingkan dengan kelas-kelas di negara lain, kelas di Amerika Serikat cenderung lebih informal. Namun, ada beberapa aturan dasar yang sebaiknya dilakukan oleh para mahasiswa: Sebelum kelas Kerjakan PR-mu! Bacalah dengan kritis, dan bentuk sendiri pendapatmu. Review catatanmu. Catatan yang digunakan adalah catatan dari pelajaran sebelumnya dan pelajaran hari ini. Bicarakan dengan dosenmu bila kamu mengalami kesulitan belajar Fokuskan pada tugas sebelum kelas Luangkan waktu sebentar untuk mengumpulkan ide-ide pikiran dan persiapkan dirimu untuk topik pembicaraan hari ini. Tulis pertanyaan atau sanggahan yang muncul dalam pikiran pada bagian atas kertas catatanmu yang berguna untuk: persiapan untuk tes yang akan datang, pemahaman konsep tertentu, mendapatkan dasar pengertian suatu topik, pemahaman atau review bacaan topik. Dalam Kelas
Datanglah tepat waktu. Dosen tidak menyukai mahasiswa yang datang terlambat. Tempatkan diri kamu dalam kelas agar dapat memfokuskan diri pada topik hari ini. Cari posisi yang bagus untuk: mendengarkan, bertanya, melihat materi yang dipresentasikan, diskusi - tidak hanya dengan dosen, tapi juga dengan teman kelas. Hindari gangguan yang mungkin akan membuyarkan konsentrasimu (melamun, melihatlihat sekeliling kelas, bicara dengan teman, tukar-menukar "bahasa tulis", tidur-tiduran). Evaluasi ketika mendengar: putuskan mana yang penting dan sebaiknya dicatat dalam buku dan mana yang tidak. Dengarkan selama beberapa waktu dulu sampai kamu yakin mengerti tentang apa yang dikatakan sebelum mencatat. Mintalah penjelasan lebih lanjut bila bingung atau tidak mengerti (tapi bertanyalah ketika dosen sedang berhenti berbicara). Review tujuanmu untuk pelajaran hari ini selama kelas berlangsung: Apakah tujuanmu berhubungan dengan penjelasan pembukaan dari dosen? Apakah pelajaran yang berlangsung menyimpang dari tujuan semula, tujuanmu atau tujuan dosen? Tuliskan daftar yang patut kamu kerjakan, termasuk: tugas-tugas, review konsep sulit, bergabung dengan kelompok belajar, membuat temu janji dengan teman belajar, asisten atau dosen. Salah satu sumber yang sering dicari adalah teman sekelas yang dianggap mampu menyerap dan mengerti pelajaran hari ini. Mintalah bantuan padanya bila dirasa tidak menganggu. Secara periodik, tanyalah pada dirimu sendiri apakah pelajaran yang kamu dapatkan sesuai dengan tujuanmu. Bila kamu merasa tidak puas dengan sebuah kelas atau sebuah mata kuliah pada umumnya, buatlah temu janji dengan dosenmu dan bicarakan harapan-harapanmu. Seawal mungkin, semakin baik. Saran-saran untuk memperbaiki website ini (dengan halaman yang dimaksud)
--------------------------------------------------------------------------------
Membangun Kepemimpinan Hidup Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 13 Maret 2003 Apakah kepemimpinan itu bakat yang dibawa sejak lahir atau diciptakan melalui proses pembelajaran? Perdebatan tersebut sebenarnya sudah berakhir dengan kesimpulan bahwa seorang pemimpin harus diciptakan melalui proses pembelajaran, pelatihan, atau pendidikan. Kesimpulan itu punya dalih sangat kuat termasuk salah satunya berupa The Law of Universe bahwa setiap orang akan dinobatkan menjadi pemimpin terlepas ia siap atau tidak siap. Dalam kehidupan anda, yang paling hampir bisa dipastikan, anda akan menjadi pemimpin keluarga.
Setiap orang ditakdirkan menjadi pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi oleh sekat yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas. Tidak saja negara yang diwarnai demontrasi brutal, tetapi institusi keluarga pun jika kepemimpinan tidak ditemukan, maka kesanggupannya hanya melahirkan bayi-bayi biologis tanpa warisan nilai. Seberat apapun tugas anda sebagai pemimpin, terlepas dari formal - non formalnya atau skala besar kecilnya, maka yang perlu anda lakukan adalah menciptakan persiapan sempurna menjelang peluang menjadi pemimpin datang. Persiapan adalah bagian dari solusi mental sebelum solusi konkrit harus anda lakukan. Bahkan seringkali peluang apapun baru bisa anda dapatkan setelah anda memiliki persiapan mental yang layak untuk menerimanya. Sayangnya bagi sebagain besar individu terkadang justru peluang yang dikejar habis-habisan sementara persiapan mental tidak dilakukan. Contoh kecil misalnya saja dalam pernikahan. Kenyataannya, faktor yang menjadi tolak ukur bagi suatu pernikahan bukanlah usia atau materi meskipun keduanya syarat mutlak, tetapi tetapi lebih itu adalah persiapan untuk menerima moment tersebut. Menyangkut masalah persiapan maka pilihan sepenuhnya berada di bawah kontrol anda; apakah anda mempersiapkan diri sebagai pemimpin atau sama sekali tidak mempersiapkannya. Moment tersebut akan menjemput anda dan konsekuensinya tergantung dari pilihan yang anda ciptakan. Karena kepemimpinan hidup berupa achievement, bukan gift, maka yang perlu anda persiapkan adalah melakukan perbaikan kepemimpinan dari dalam diri anda. Tentang bagaimana proses alamiah yang harus anda jalani, ikutilah beberapa langkah berikut: 1. Belajar Siap Dipimpin Dalam hal kepemimpinan, dunia ini hanya memberikan dua pilihan antara anda dipimpin atau memimpin sesuai dengan kapabilitas, kualitas, dan kekuatan anda. Kekacauan akan segera terjadi ketika anda dipimpin tetapi melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan pemimpin atau sebaliknya. Untuk menjadi pemimpin, maka anda harus mengawalinya dengan kesiapan untuk mau dipimpin. Dalam organisasi, bawahan yang tidak siap dipimpin akan kehilangan kesempatan emas untuk mempelajari bagaimana kelak ia akan menjadi seorang pemimpin. Seluruh waktu dan energinya dihabiskan hanya untuk menciptakan reaksi-reaksi sesaat yang sia-sia. Di bidang politik seringkali terjadi kepemimpinan yang diraih dengan cara yang melupakan proses kesiapan dipimpin akan berakhir dengan cara yang sama dengan ketika ia mendapatkannya. Sebelum anda memimpin orang lain, maka wujud dari kesiapan untuk dipimpin adalah begaimana memimpin diri anda (Personal Mastery). Wilayah yang harus anda kuasai adalah self understanding (pemahaman diri) dan self management (pengelolaan diri) yang meliputi perangkat nilai hidup, tujuan hidup, misi hidup anda. Kedua kemampuan tersebut akan mengantarkan anda menuju pola kehidupan beradab dan efektif. Dengan kata lain, self understanding dan self management pada saat anda dipimpin akan menciptakan tradisi hidup sehat di mana fokus adalah tujuan akhir, bukan lagi egoisme posisi jangka pendek tetapi realisasi misi. Jika tujuan akhir anda adalah kemajuan dan kebahagian, maka tinggalkan tradisi "Ngerumpi" tentang begitu jelasnya kesalahan hidup yang dilakukan oleh pemimpin anda sehingga akan menjadikan anda kabur melihat sesuatu yang perlu anda lengkapi untuk mempersiapkan diri menjadi pemimpin. 2. Belajar Mampu Memimpin Sebutan pemimpin terlepas dari perbedaan definisi, perbedaan status formal dan non-formal, perbedaan strata atau job title-nya, mengarah pada satu pemahaman sebagai sumber solusi suatu urusan. Jadi pemimpin adalah orang yang isi pikirannya berupa solusi bukan masalah yang ia rasakan. Maka syarat mutlak yang bersifat fundamental adalah memiliki paket keahlian dan paket kekuatan. Paket keahlian merujuk pada kualitas personal yang sifatnya internal mulai dari skill, knowledge, attitude, atau lainnya sedangkan paket kekuatan merujuk pada power yang bisa berbentuk kekayaan, networking, atau mungkin kekuatan fisik. Keahlian berguna untuk memimpin kelompok ahli sementara kekuatan berguna untuk memimpin khalayak umum. Kedua paket tersebut yang menjadikan pemimpin sebagai pemilik suatu urusan bukan lagi menjadi bagiannya, mulai dari urusan pribadi, khalayak, system, atau kiblat hidup orang banyak. Karena sebagai pemilik urusan, maka harga seorang pemimpin senilai dengan harga jumlah orang - orang yang dipimpinnya. Satu Mahatma Gandhi atau satu Soekarno nilainya sama dengan jutaan manusia yang mengkuasakan urusan kehidupan kepadanya. Di dunia ini tidak ditemukan calon pemimpin yang siap pakai. Tetapi bisa diselesaikan dengan cara belajar mengembangkan diri. Pemimpin yang berhenti mengembangkan keahlian dan kekuatannya maka akan muncul fenomena di mana tantangan kepemimpinan lebih besar dari kapasitasnya
sehingga akan cepat sampai pada titik di mana ia harus di-disqualified-kan untuk segera diganti. Mengapa? Karena semua keputusan yang dihasilkan dari kepemimpinannya ibarat bumbu ayam goreng yang hanya dipoleskan pada permukaan sehingga rasanya tidak menyeluruh atau meresap hingga ke dalam daging ayam tersebut. Setiap orang tua pernah menjadi anak-anak, setiap atasan pernah menjadi bawahan tetapi tidak semua orang tua dan atasan mampu memimpin ketika ia dinobatkan menjadi pemimpin. Banyak alasan mengapa hal itu terjadi yang antara lain karena keputusan kepemimpinannya kehilangan konteks atau keahlian dan kekuatan memimpin yang digunakan sudah tidak lagi berlaku pada zamannya alias sudah kadaluwarsa. Ketika anda memimpin pahamilah isi pikiran anda ketika menjadi bawahan; ketika anda menjadi atasan jangan lantas melupakan bagaimana anda dahulu menjadi bawahan. Selain itu gunakan keahlian dan kekuatan yang masih relevan untuk kondisi saat itu. 3. Materi Kepemimpinan Institusi atau organisasi apapun yang anda pimpin, termasuk kehidupan anda, membutuhkan materi yang bisa dipelajari untuk kemudian diajarkan kepada pihak yang anda pimpin. Karena semua orang sudah ditakdirkan menjadi pemimpin, maka secara pasti anda memiliki materi kepemimpinan hidup yang bisa diajarkan. Kendalanya, di manakah file materi hidup itu anda simpan? Filing materi yang tidak sistematik akan menyulitkan anda untuk me-recall-nya ketika materi tersebut harus anda ajarkan. Karena tidak anda temukan file-nya, maka setiap kesalahan orang yang anda pimpin akhirnya diselesaikan tergantung mood. Kenyataan membuktikan, ketika orang tua tidak menemukan file materi untuk diajarkan kepada putraputrinya; ketika atasan tidak menemukan file materi untuk diajarkan kepada bawahannya, maka putra-putri atau bawahan anda akan diajar oleh pihak lain. Hal ini tidak menjadi masalah selama pengajaran pihak lain mendukung harapan anda, tetapi bagaimana kalau pengajarannya bertentangan seratus persen dengan nilai, keyakinan, visi, misi anda? Bukan lagi sekedar persoalan yang pantas disalahkan tetapi juga terkadang memalukan. Putra-putri perlu dididik, bukan sekedar diberi makan; bawahan perlu diberdayakan, bukan sekedar diawasi sebab anda di mata mereka adalah pemimpin yang berarti "The world". Di bidang bisnis anda pasti sudah mengenal produk perusahaan raksasa bernama Coca Cola, di mana Roberto Goizueto menjadi CEO-nya. Sebagai CEO, ia dikenal sebagai sosok yang sering menceritakan kepada bawahan mengenai bagaimana kehidupan pribadinya di masa muda bersama sang kakek yang menekankan pentingnya cash flow dan kesederhanaan. Begitu juga Phil Knight, CEO dan Chairman NIKE, yang selalu mengobarkan semangat kemenangan perusahaan yang dipimpinnya itu. Di bidang politik, Martin Luther yang dengan pidatonya berjudul "I Have a Dream" telah memobilisasi power image mengenai kesetaraan kulit hitam dan putih di Amerika. Noel M. Tichy dalam artikel yang diterbitkan oleh The Drucker Foundation and Jossey-Bass, Inc, 1997, menyebutnya dengan istilah "The Power of Story Telling". Bagi orang tua, materi yang anda ajarkan kepada putra-putri itu punya daya akses langsung ke karakter melalui alam bawah sadar. Inilah sebenarnya makna yang harus dipahami ketika anda setuju bahwa keluarga punya peranan penting membentuk karakter anak. Terkadang anda tertipu dengan rule of habit yang sudah habis masa berlakunya yang mengatakan bahwa buah akan jatuh tidak jauh dari pohonnya. Padahal ada angin kencang yang membawa buah itu jatuh ke tempat yang jauh dari pohonnya. Ini berlaku juga untuk wilayah lain mulai dari bisnis, politik, pendidikan dan lain-lain. Oleh karena itu siapkan diri anda dengan materi dan file yang baik sehingga akan menghasilkan buah yang baik pula. Semoga berguna (jp) _____________________________
Membangun Optimisme Membumi Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 21 Januari 2003 Dalam kehidupan sehari-hari sering sekali kita menemui orang-orang yang memiliki optimisme begitu tinggi untuk meraih suatu prestasi tertentu dan cenderung menganggap enteng segala tantangan yang mungkin menghadang. Namun demikian, dibalik sikap optimisme tersebut tidak jarang kita juga menemukan bahwa orang tersebut cenderung tidak memiliki dasar atau landasan kuat untuk mendukung optimismenya yang terefleksi dalam bentuk minimnya
persiapan dan rencana, ketekunan, keras keras, kemampuan yang dimiliki, dst. Akibatnya ia tidak pernah berhasil mencapai prestasi yang tadinya sangat diyakini akan dapat dicapai. Bahkan banyak yang berakhir dengan kekecewaan dan frustrasi mendalam. Jika menilik kondisi diatas maka pasti akan timbul berbagai pertanyaan dalam benak kita. Apakah salah jika seseorang memiliki optimisme yang tinggi? Jika orang tersebut telah memiliki optimisme, lalu hal-hal apa saja yang bisa menghambatnya sehingga gagal mewujudkan cita-cita atau impiannya? Hal-hal inilah yang akan dicoba untuk dibahas dalam artikel ini. Membumi Selamanya anda tidak bisa melepaskan diri dari keterikatan waktu. Masa lalu telah menjadi sejarah. Ia memberi banyak pelajaran tentang suatu hal yang membedakan tetapi jangan sampai anda hidup di dalamnya dan terlilit belenggunya. Sementara masa depan masih berupa wilayah yang penuh misteri dan keajaiban. Masa lalu adalah peta tentang dari mana anda dan masa depan merupakan wilayah tentang kemana anda. Maka tugas anda adalah menggoreskan pena imajinasi tentang masa depan di atas kertas sejarah masa lalu. Optimisme akan masa depan tidak dibangun di atas harapan utopis atau impian kosong karena harapan dan impian seperti itu bersifat gratis dan bisa dimiliki oleh semua orang dalam jumlah sebanyak mungkin. Kalau sekedar bicara harapan dan impian, tentu semua orang ingin makmur, hidup enak, berfoya-foya, terhormat dan digolongkan ahli surga. Namun dalam kenyataan berapa persen yang bisa mewujudkan impian tersebut? Anda pasti tahu jawabannya. Masa depan harus dibangun dengan optimisme alamiah yang membumi dan hanya bisa dijawab oleh kualitas pribadi anda untuk menggunakan masa sekarang ini. Bagaimana cara anda mengisi hari-hari anda di masa sekarang sebenarnya itulah sketsa paling reliable untuk memahami masa depan anda. Langkah Alamiah Bagaimana caranya anda membangun optimisme yang membumi? Ikuti langkah alamiah berikut: 1. Keyakinan Keyakinan seperti apakah yang dibutuhkan saat anda mendesain masa depan? Anda membutuhkan keyakinan faktual sebagai alasan mengapa anda memiliki optimisme yang kuat. Dengan kata lain, jika anda memahami tahapan persoalan dari konsepnya yang paling utuh, berarti anda sudah memahami bagaimana persoalan tersebut akan berakhir. Dale Carnegie menyebutnya ilmu pengetahuan khusus, yaitu pemahaman menyeluruh tentang suatu hal yang spesifik. Ilmu pengetahuan khusus inilah yang menempati level hukum wajib untuk anda cari, yaitu ilmu tentang keadaan hidup anda. Oleh karena itu milikilah alasan-alasan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu hasil sehingga anda merasa layak untuk yakin. Berilah diri anda alasan yang kuat, mengapa anda pantas memiliki keyakinan tentang suatu hal. Batas anda untuk yakin dan raguragu terkadang lebih sering berupa batas kemampuan anda untuk mengetahui bagaimana sesuatu terjadi (how something happens). Para pakar manajemen menyebutnya sebagai kemampuan untuk memahami hasil akhir. Oleh karena itu dibutuhkan data akurat, informasi perkembangan operasional, dan standarisasi solusi bagi kerumitan tekhnis. Dan terus terang, ketika sudah bicara standarisasi, maka referensinya adalah pengalaman dan pengetahuan. Layaknya makhluk lain, anda pun punya data pengalaman tentang “powe ro f s t o r y ”yang dapat anda jadikan sebagai referensi. Selain keyakinan faktual, anda membutuhkan keyakinan mental terutama ketika anda sedang menghadapi pekerjaan yang sifatnya start – up. Mengapa anda membutuhkannya? Seluruh dalil kehidupan menunjukkan “l i f ei sgame ”,meskipun tidak berarti main-main atau sandiwara belaka. Andalah sebagai pemain utama sekaligus penonton. Ketika anda tidak memiliki keyakinan mental maka sangat bisa dipastikan karakter yang anda presentasikan di atas panggung kehidupan ini sulit menciptakan kepuasan internal dan tidak memiliki daya tarik untuk merebut apresiasi penonton. Bagaimana orang lain memberlakukan anda diawali dari bagaimana anda memberlakukan diri anda. Jika anda tidak yakin bahwa anda memiliki kemampuan untuk bermain secara utuh, maka karakter hidup yang anda peragakan adalah karakter ragu-ragu untuk sukses. Dalam teori Samurai, prajurit yang biasanya membunuh musuh adalah prajurit yang punya persiapan penuh untuk mati. Sebaliknya prajurit yang biasanya tertikam oleh pedang musuh adalah mereka yang keyakinannya setengah-setengah. Agama menyebutnya dengan istilah “f a i t h”yang berarti "substance" atau "the peach of real". Keyakinan bahwa anda memiliki kemampuan meraih sukses melahirkan pribadi yang puas terhadap kehidupan dan oleh karena itu energi yang dihasilkan bersifat positif. Energi inilah yang akan melindungi keyakinan anda dari virus yang berupa keragu-raguan, rasa tidak berdaya, pesimisme tidak beralasan, rasa k ha wa t i ry a ngb e r l e bi ha nt e r h a da pt a h a y ul‘j a ng a n-j a ng a n’d a ndi s t r a k s iy a ngme ny e b a bk a na ndat e r s e r e t
dari garis fokus hidup anda. Anda menjadi mudah tergoda oleh banyaknya intimidasi orang atau keadaan karena kaki anda belum sepenuhnya menginjak di atas tanah realitas kehidupan. Selain itu, karakter hidup yang tidak kental juga tidak memiliki daya tarik terhadap orang lain. Pebisnis dengan keyakinan tinggi terkadang bisa merebut pelanggan dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga yang ditawarkan oleh pebisnis amatiran. 2. Kontrol Diri Kontrol diri erat kaitannya dengan bagaimana anda menggunakan pilihan hidup. Disadari atau pun tidak, selama hidup anda selalu disodorkan sejumlah pilihan seiring dengan detak jantung anda. Mana yang akan anda pilih, anda jengkel karena keadaan semrawut atau karena anda jengkel sehingga keadaan menjadi semrawut. Pilihan seluruhnya di tangan anda. Anda berpikir negatif karena keadaan yang negatif atau karena anda berpikir negatif sehingga keadaan menjadi negatif. Terus terang sebagai manusia biasa terkadang anda sering tergelincir ke dalam situasi hidup bahwa realitas adalah monster yang memberi anda kepastian sehingga di hadapannya anda tidak sempat menyadari bahwa realitas adalah hasil pilihan anda. Ketika kontrol diri tidak lagi berada pada kesadaran bahwa realitas adalah hasil dari akumulasi pilihan maka optimisme mulai meninggalkan anda karena energi yang bekerja membentuk format hidup anda berupa energi negatif. Saat itulah anda tergoda untuk memilih keyakinan bahwa lebih besar tentangan ketimbang kemampuan; lebih banyak problem ketimbang solusi; hutang melebihi jumlah pemasukan; keterbatasan lebih berkuasa ketimbang keunggulan anda; dan semua yang anda lakukan pantas dianggap kenihilan belaka. Kondisi tersebut mungkin persis seperti yang pernah dirasakan oleh seorang presiden Amerika ketika negaranya nyaris amburuk tertimbun krisis. Napoleon Hill, sang penasehat pribadi dipanggil untuk berbicara tentang solusi. Saran pertama yang keluar dari mulut pengarang legendaris ini adalah agar sang pr e s i de nme n g e l ua r k a n“ Und a ng -Unda ngWa j i bOp t i mi s me ”me l a wa nk r i s i s .Ba hwaba ng s aAme r i k a adalah bangsa besar dan punya asset yang besarnya melebihi krisis sehingga tidak ada alasan sedikit pun yang membenarkan untuk menyerah. Undang-undang tersebut harus disosialisasikan melalui media massa, lembaga swasta dan pemerintah agar rakyat Amerika menjadi "pede" menatap masa depannya. Napoleonlah yang akhirnya menulis: “Ef f o r to nl yf u lly releases its reward after a person refuses to quit". Jangan heran jika keturunan Amerika sampai kini punya self –confidence lebih besar dari bangsa lain. Merujuk nasehat Napoleon yang punya andil besar terhadap SDM Amerika, maka kesadaran yang anda butuhkan untuk membangun optimisme berupa kesadaran The Law of Farmer (Hukum Petani). Hukum Petani memberi isyarat bahwa tidak ada effect tanpa cause yang bukan sembarang cause tetapi cause yang didukung oleh pengetahuan anda tentang bibit unggul, tanah yang subur dan kecocokan musim selain juga dibutuhkan sistem perawatan. Rawatlah benih yang anda taburkan di atas tanah yang sudah anda yakini kesuburan dan kecocokan musimnya dengan menaburkan pupuk dan pengairan yang cukup. Untuk diri anda, berilah pupuk yang mereknya bernama fokus, komitmen pada tujuan akhir, konsistensi, atau determinasi. Setelah semua anda berikan, istirahatah yang cukup. 3. Kohesi Lingkungan memiliki energi, roh, atau power untuk membentuk anda meskipun akhirnya keputusan tetap di tangan anda. Lingkungan bagaikan penasehat tanpa jabatan. Sayangnya, anda secara alami cenderung terbawa larut oleh lingkungan tanpa keputusan yang kuat untuk menciptakan seleksi. Akibatnya anda menjadi sosok yang diciptakan oleh lingkungan. Sehingga jadilah anda sosok yang biasa-biasa saja dan tidak pernah menempati wilayah posisi decision maker meskipun untuk persoalan anda sebagai the person. Tidak semua energi yang dikeluarkan lingkungan memiliki daya tarik ke hal-hal negatif tetapi kesalahan tentang lingkungan terjadi ketika anda mengabaikan prinsip dasar kebenaran alamiah bahwa dunia ini diciptakan dari hukum partnership, kerja sama bukan sama-sama kerja atau hukum Salome, satu piring untuk semua orang. Maksudnya jika anda hanya memiliki satu lingkungan yang sangat terbatas, maka lingkungan itulah yang menjadi identitas anda. Ibaratnya, seperti katak di dalam tempurung. Padahal satu gagasan hidup menuntut aplikasi sekian perangkat di mana masing-masing perangkat ikut andil sesuai kekuatannya. Terhadap lingkungan, pilihan yang paling bijak adalah, mulailah untuk menemukan lingkungan kondusif untuk pengembangan anda dan jika anda belum atau tidak menemukannya, maka ciptakan sendiri, meskipun keberadaanya di dalam diri. Ciri umum yang menonjol untuk lingkungan kondusif adalah ketika kohesi yang membentuknya didasarkan pada kebenaran alamiah baik cara atau substansinya dan semangat yang dikobarkan adalah perjuangan gagasan yang berarti kesadaran terhadap hukum petani.
Sekokoh apapun konstruksi lingkungan jika substansinya melawan kebenaran alamiah maka hasil akhirnya tidak jauh dengan lingkungan yang dikelola dengan cara-cara melawan kebenaran meskipun bersubstansi benar. Di samping itu lingkungan yang tidak menaruh dukungan utuh terhadap perkembangan anda, sama artinya dengan belenggu. Jika anda tidak menemukan celah yang terbuka untuk mematangkan gagasan perjuangan hidup di rumah, carilah sahabat seperjuangan di luar rumah. Jika sahabat anda tidak bisa menjadi sumber kekuatan untuk pengembangan profesi atau karir atau keuangan, temukan pasangan di tempat lain. Dengan memahami cara-cara di atas, maka penulis berharap bahwa anda dapat membangun optimisme yang membumi sehingga tidak terjadi frustrasi karena anda gagal mencapai apa yang anda inginkan. Selamat mencoba dan semoga berguna. (jp) _____________________________
Membuat Resume Oleh Johanes Papu Team e-psikologi
Jakarta, 10 Juni 2002 Resume atau riwayat singkat yang berisi pengalaman dan ketrampilan yang dimiliki oleh seseorang yang melamar sebuah pekerjaan amatlah menentukan bagi dipilih atau tidaknya si pelamar untuk masuk ke tahapan selanjutnya dalam proses rekrutmen dan seleksi karyawan. Resume yang dibuat dengan baik akan mempermudah pembacanya (baca: recruiter) dalam mengevaluasi qualifikasi yang dimiliki oleh si pelamar. Pentingnya membuat resume yang dirancang secara khusus (bukan menjiplak model resume orang lain) seringkali tidak disadari oleh si pelamar. Dalam banyak kasus masih sering dijumpai bahwa pelamar justru menggunakan format resume yang sudah baku dengan cara membeli formulir resume yang dijual di toko-toko buku atau pun mendownload formulir yang terdapat di websites. Memang hal ini tidaklah sepenuhnya salah, namun demikian si pelamar hendaklah mempertimbangkan apakah format tersebut sudah cocok dengan karakter dirinya. Apa yang terjadi jika ternyata format baku tersebut, setelah diisi oleh pelamar, ternyata justru banyak menyisakan ruang kosong alias tidak dapat diisi semuanya. Bukankah hal demikian justru dapat menyebabkan si pelamar tampak penuh dengan kekurangan di mata si pembaca resume tersebut. Selain itu resume menjadi tidak enak untuk dilihat. Pertanyaan yang patut diajukan kemudian adalah bagaimana membuat resume yang baik sehingga menarik bagi pembaca dan mampu memberikan gambaran tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh sang pelamar. Lalu apa sebenarnya perbedaan antara Resume dan Curricullum Vitae (CV)? Resume vs Curriculum Vitae Secara singkat dapat dikatakan bahwa resume adalah kumpulan atau daftar yang menyangkut riwayat pendidikan dan pekerjaan/karir seseorang dengan penekanan pada keahlian, ketrampilan dan pengalaman yang dimilikinya. Sedangkan Curriculum Vitae adalah kumpulan atau daftar yang berisi riwayat pendidikan, pekerjaan, penghargaan/prestasi/gelar yang pernah diperoleh seseorang dan faktor-faktor lain yang dianggap berguna oleh orang tersebut selama hidupnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada beberapa faktor sebagai berikut: No. Faktor Resume CV 1. Riwayat pendidikan dan Riwayat pendidikan, Materi pekerjaan/karir dengan pekerjaan, penekanan pada keahlian, penghargaan/prestasi/gelar, ketrampilan dan pengalaman yang pernah diperoleh yang dimiliki. seseorang, keanggotaan organisasi, hasil karya dan faktor-faktor lain yang dianggap berguna oleh
seseorang selama hidupnya. Pelamar pemula yang belum memiliki pengalaman kerja Untuk melamar pekerjaan-pekerjaan tertentu seperti Dosen, Guru, Peneliti, Wakil Rakyat, Militer. Di Indonesia, CV merupakan salah satu alat yang digunakan untuk seleksi kenaikan jabatan atau yang dulu popular de ng a nna ma“ Li t s us ” untuk PNS 3. Ditulis secara kronologis atau Pada umumnya ditulis secara Format pun fungsional, atau bisa juga kronologis: pertama masuk kombinasi keduanya sekolah sampai tingkatan terakhir, atau pertama kali bekerja sampai pekerjaan terakhir. 4. Ruang lingkup Informasi yang Ruang lingkup Informasi yang Kedalaman disajikan terbatas tetapi sangat disajikan banyak tetapi tidak Informasi rinci dan mendalam secara rinci dan mendalam 5. Sangat jarang diikutsertakan, Memuat hal-hal pribadi seperti Informasi Pribadi kecuali memang relevan hobby, musik yang disukai, dengan pekerjaan yang dilamar status perkawinan, kebangsaan, tinggi & berat badan, dll. 6. 1 – 2 Halaman 3 –4 halaman Panjang Meski keduanya memiliki perbedaan, namun dalam praktek seringkali perusahaan tidak dapat membedakan mana yang mereka butuhkan, apakah Resume atau CV. Oleh karena itu, pelamar haruslah jeli dalam melihat persoalan tersebut sebab bagaimanapun juga pada akhirnya pelamarlah yang harus menyesuaikan diri dengan perusahaan, bukan sebaliknya. 2.
Penggunaan
Untuk melamar pekerjaan dengan posisi atau jabatan yang menuntut pengalaman dan ketrampilan yang tinggi. Seringkali digunakan untuk jabatan-jabatan pada level managerial
Manfaat Dalam kompetisi memperebutkan pekerjaan ditengah-tengah situasi ekonomi yang tidak menggembirakan saat ini, di tambah lagi dengan banyaknya jumlah pencari kerja, tidak jarang para pengusaha (baca: orang yang mempekerjakan) harus meluangkan banyak waktu untuk menyeleksi para calon pekerja yang berkualitas. Mengingat bahwa satu jabatan yang lowong bisa dilamar oleh ratusan bahkan ribuan pelamar, maka pengusaha sangat mengandalkan resume pelamar untuk menyaring/menyeleksi mereka untuk dipanggil wawancara atau test dalam proses berikutnya. Dengan kondisi demikian maka pelamar yang tidak dapat membuat resume yang dapat menggambarkan kualitas dirinya dalam bentuk resume yang menarik, padat, dan lugas akan sangat kecil kemungkinannya untuk dipanggil. Alangkah sayangnya jika pelamar ternyata sangat menguasai bidang yang dilamarnya tetapi gagal hanya karena resume yang dibuatnya tidak berkenan di hati pengusaha/pembaca. Dengan membuat resume secara menarik, padat dan lugas si pelamar sebenarnya memperoleh manfaat yang sangat besar bagi dirinya karena ia telah mampu: memberikan fakta-fakta tentang latarbelakang pelamar. menunjukkan kualifikasi yang dimiliki sehingga layak untuk memangku jabatan yang dilamar
memperlihatkan tujuan karir yang diinginkannya Beberapa Saran Bagi anda pencari kerja yang mungkin mengalami masalah dalam membuat resume, mungkin ada baiknya anda mempertimbangkan beberapa saran berikut ini: 1) Isi dan Penampilan Nama jabatan & Uraian Jabatan: Tulis nama jabatan anda dan lengkapi dengan penjelasan tentang aktivitas-aktivitas harian Anda. Usahakan untuk menuliskan aktivitas-aktivitas yang dapat diukur. Ingat: Anda harus dapat memberitahu pembaca tentang apa persisnya pekerjaan yang telah anda lakukan Tanggal dan Tempat. Tulislah riwayat pendidikan dan pekerjaan anda secara tepat. Misalnya: kapan anda diterima bekerja dan kapan anda keluar dari perusahaan X, kapan anda menjabat sebagai .... atau kapan anda pindah kerja dari kantor pusat ke kantor cabang. Ingat: Jangan membuat pembaca menebak-nebak kapan anda bekerja dan untuk berapa lama. Rinci. Jelaskan kata-kata atau istilah-istilah teknikal/khusus yang mungkin ada dalam resume anda sedetil mungkin. Proporsional. Tuliskan pekerjaan atau pendidikan sesuai dengan kepentingan si pembaca dan buatlah secara proporsional. Contoh: Jika anda melamar sebagai Marketing Manager hendaklah anda tidak menulis hanya satu paragraph mengenai pekerjaan anda sebagai Sales Manager dan tiga paragraph lainnya tentang kegiatan anda sebagai Trainer. Relevansi. Tuliskan hanya hal-hal yang relevan dengan tuntutan pekerjaan yang anda lamar. Contoh: Tidak perlu menuliskan pengalaman berorganisasi anda selama kuliah meskipun anda menjabat sebagai ketua Senat Mahasiswa selama beberapa periode, jika pekerjaan yang anda lamar tidak berhubungan dengan kemampuan organisasi atau leadership. Explicit. Jangan membuat resume yang membuat pembaca berimajinasi. Contoh: jangan berasumsi bahwa pembaca tahu bahwa anda tamatan Unika Atma Jaya Jakarta, atau Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jika anda tidak menuliskan nama kota bisa jadi pembaca menganggap anda tamatan dari kota lain. Panjang. Pada umumnya resume hanya terdiri dari 2 (dua) halaman. Namun jika memang riwayat karir dan pendidikan yang anda rasa sangat penting untuk ditampilkan menuntut anda untuk memperpanjang, maka 3 (tiga) halaman resume masih dapat diterima. Tanda baca, ejaan, dan tata bahasa. Tidaklah dibenarkan jika dalam resume terjadi kesalahankesalahan menyangkut tanda baca, ejaan maupun tata bahasa. Jika anda menulis resume dalam bahasa Inggris, cobalah minta untuk direview oleh teman/kerabat yang menguasai bahasa tersebut, jika memang anda belum yakin. Mudah dibaca. Resume yang dibuat secara kacau balau menggambarkan pikiran yang tidak jernih dan ketidakmampuan penulis dalam menuangkan isi hatinya. Oleh karena itu sangat penting membuat resume yang mudah dibaca, tidak terpisah-pisah dan logis. Penampilan. Pilihlah format terbaik yang dapat anda tampilkan untuk membuat resume, termasuk disini adalah pemilihan jenis huruf, kertas yang digunakan serta paduan warna (jika menggunakan printer warna). Tampilan resume yang asal-asalan hanya akan berakhir di kotak sampah atau mesin penghancur kertas, meski pengirimnya mungkin memiliki kualifikasi yang sangat baik. 2) Menunjukkan Kualifikasi Untuk lebih meyakinkan pembaca, Anda dapat memberikan penekanan pada beberapa aspek tertentu dari latarbelakang Anda yang relevan dengan pekerjaan dalam rangka memberikan pemahaman kepada pengusaha tentang nilai-nilai potensial anda yang akan berguna bagi si pengusaha atau perusahaannya. Adapun aspek-aspek yang dapat anda tonjolkan adalah: Penghargaan atau reward yang pernah diterima sesuai dengan jabatan yang dilamar. Contoh: jika anda melamar sebagai IT Manager, pihak perusahaan (recruiter) tentu ingin tahu kemampuan anda di bidang teknik dan bagaimana kemampuan tersebut dibandingkan dengan rekan-rekan yang lain. Jika anda pernah menerima penghargaan di bidang tersebut, tuliskanlah. Dengan demikian perusahaan akan tahu dimana tingkatan kemampuan anda. Prestasi Akademik. Tuliskan gelar dan prestasi akademik yang anda raih sertakan juga judul Tugas Akhir/Skripsi/Thesis/Disertasi.
Kemampuan Tambahan. Kemampuan tambahan dapat berupa kemampuan mengoperasikan program komputer atau pelatihan-pelatihan khusus yang pernah diikuti. Keanggotaan dalam organisasi professional. Jika anda terlibat dalam organisasi professional seperti Assiosiasi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM), Ikatan Akuntan Indonesia (AAI), dll yang berguna bagi pembaca, jangan segan untuk menuliskannya. Indikator Kesuksesan. Anda dapat menuliskan berbagai indikator kesuksesan yang pernah anda peroleh, misalnya beasiswa karena kecerdasan anda, dikirim training ke luar negeri karena keberhasilan anda dalam perusahaan, keberhasilan anda menekan biaya operasional di divisi anda, dll. Pengalaman yang berhubungan dengan pekerjaan. Tuliskan semua pengalaman yang pernah anda alami sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang anda lamar. Cth: jika pekerjaan yang anda lamar menuntut anda untuk sering melakukan traveling keluar negeri, pastikan pembaca tahu bahwa anda mahir berbahasa Inggris. 3) Perhatian Khusus Selain kedua faktor yang telah disebutkan diatas, dalam membuat resume pelamar perlu berhati-hati dalam mencantumkan atau menuliskan hal-hal sebagai berikut: Riwayat Gaji (Gaji yang pernah diterima dan yang diharapkan). Dalam hal pencantuman jumlah gaji yang diterima dan yang diharapkan, pelamar harus sangat berhati-hati dalam memutuskan perlu tidaknya mencantumkan hal tersebut dalam resume. Untuk itu pelamar dituntut kejeliannya dalam melihat iklan lowongan kerja atau informasi tentang lowongan kerja tersebut. Pada lowongan kerja yang sudah mencantumkan dengan jelas berapa gaji yang akan diterima pertahun atau per bulan, sebaiknya pelamar tidak perlu membuat riwayat gaji dalam resume yang dibuatnya. Hal itu tentu saja akan sangat berbeda jika di dalam iklan memang mengharuskan pelamar untuk mencantumkan riwayat gaji dan besarnya gaji yang diharapkan. Referensi. Dalam hal pencantuman nama orang yang akan dijadikan referensi, pelamar harus benar-benar yakin bahwa orang tersebut benar-benar mengetahui diri si pelamar dan memiliki pengaruh positif bagi perusahaan yang dilamar. Artinya pelamar tidak boleh asal menyebutkan nama orang sebagai referensi, misalnya: mantan boss/atasan atau dosen. Daripada memaksakan diri untuk menyebut nama-nama orang sebagai referensi, pelamar cukup menuliskan: "Referensi: akan diberikan jika diminta". Dokumen Pendukung. Meskipun tidak ada keharusan bagi pelamar untuk menyertakan dokumen atau bukti-bukti tentang hal-hal yang dituliskan dalam resume, seperti Ijazah, Transkrip Nilai, Sertifikat atau Penghargaan, dll, namun mengingat kondisi di Indonesia maka sebaiknya pelamar menyertakan dokumen pendukung tersebut dalam bentuk photocopy. Hal ini penting untuk meyakinkan pembaca bahwa anda benar-benar menulis resume berdasarkan fakta yang ada. Namun satu hal yang harus diingat dengan baik adalah "jangan sampai dokumen pendukung tersebut menjadi terlalu banyak". Untuk itu anda harus menyeleksi/mensortir dokumen mana yang paling pantas dan relevan untuk dilampirkan. Contoh: Jika anda pernah mengikuti kursus komputer beberapa kali, tidak perlu semua sertifikat dari setiap kursus tersebut anda lampirkan, tetapi cukup salah satu yang paling tinggi tingkatannya. Informasi Pribadi. Pelamar sebaiknya berhati-hati menuliskan hal-hal yang bersifat pribadi. Beberapa hal yang umumnya boleh dituliskan adalah status perkawinan, jumlah anak, kepemilikan kendaraan, kesediaan untuk di relokasi atau melakukan travelling ke luar kota / luar negeri. Di luar hal-hal tersebut pelamar harus benar-benar yakin bahwa informasi pribadi yang ditulisnya akan relevan dengan pekerjaan yang dilamar, jika tidak sebaiknya jangan menulis informasi pribadi tersebut. Para pembaca yang budiman, apapun pilihan karir anda pastikan untuk membuat resume atau pun CV secara maksimal. Bila memang anda merasa belum yakin dengan apa yang telah anda buat selama ini, cobalah buat sekali lagi dan bila perlu minta orang lain untuk menilai Resume atau CV anda tersebut. Selamat Mencoba, semoga anda cepat memperoleh pekerjaan yang diinginkan.(jp)
Membuka Dialog Diri Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 28 Agustus 2003 Kemajuan peradaban selalu menawarkan ruang dialog untuk mencegah terjadinya konflik yang ditimbulkan oleh perbedaan konsep atau persepsi. Ruang dialog itu dimaksudkan sebagai upaya menjembatani kompromi (kesepakatan sinergis) dari gap atau perbedaan. Ketika dialog menemui jalan buntu, maka kemungkinan yang paling dekat adalah gap komunikasi psikologis yang membikin kita tidak produktif atau lebih parah lagi konflik fisik seperti peristiwa di Aceh atau Papua di hari-hari ini. Kalau sudah terjadi konflik fisik, maka yang muncul adalah egoisme separatisme, bukan lagi kemaslahatan kedua belah pihak. Belajar dari peristiwa yang terjadi di Aceh atau Papua, maka dalam skala paling kecil kita pun perlu membuka ruang dialog diri sebelum muncul konflik antara kita dengan diri kita sendiri. Konflik di dalam diri tidak saja menyebabkan separatisme psikologis akan tetapi berdampak pada kerusakan (penyakit) fisik. Juga, separatisme psikologis membuat hubungan kita dengan orang lain mudah tergores oleh k e t e r s i ng g ung a ne g o i s mes e b a g a ir e f l e k s ik e t i da k ha r mo n i s a ni nt e r na l .Pe pa t a hb i j a kb i l a ng :“Pe n de r i t a a n adalah effect dari pikiran yang salah arah sebagai indikasi ketidakharmonisan yang terjadi di dalam diri s e s e o r a ng ” . Media Dialog Media yang sudah lazim digunakan dalam dialog-diri adalah meditasi. Ada sekian cara yang dapat ditempuh untuk menjalani meditasi mulai dari yang diajarkan agama, tradisi atau pengetahuan tertentu (the art) seperti seni bela diri, dll. Tetapi cara meditasi yang paling ampuh (powerful) adalah cara yang kita temukan sendiri dan bebas dari lalu-lalang aturan f or mal i t asdankodekonf or mi t as .S endi r idis i nimemi l i kikonot as i‘ penj i waanper s onal ’ .Dar i praktek yang sudah umum, meditasi dapat didefinisikan sebagai upaya menciptakan sarana menarik diri (baca: membebaskan-diri) dari hambatan yang membuat kita terasing dengan diri kita. Tak pelak lagi, keterasingan demikian telah menyebabkan sensitivitas diri (self sensitivity) seseorang menjadi tumpul. Tidak dapat merasakan apa yang sedang terjadi di dalam dirinya dan apa akibat yang dapat dimunculkan oleh pikiran, perasaan dan keyakinan tertentu. Tidak dapat mengidentifikasi bagaimana sesuatu terjadi dengan label masing-masing. Ketumpulan sensitivitas juga mengakibatkan orang tidak bisa mendengar apa yang disebut “i nnerc r i t i c ” (baca: suara hati kecil). Orang lebih memedomani interpretasi permukaan yang salah akibat intuisi yang dimiliki tidak beroperasi. Keterasingan dengan diri juga akan merenggut kenikmatan relaksasi mental padahal relaksasi mental adalah obat mujarab yang sudah dipraktekkan oleh sebagian orang berprestasi untuk mengundang inspirasi ketika kejumudan (Blokade Mental) melanda, sekaligus sebagai sarana mengundang ide kreatif / inovatif ketika kebosanan menyerbu. Sejarah mencatat, Edison adalah pakar praktisi relaksasi di mana dalam waktu 15 menit menjalani relaksasi, Edison sudah menemukan ide baru. Kecepatan Edison itu tidak bisa dipisahkan dari intensitas, kuantitas dan kualitas relaksasi sebagai latihan mental. Relaksasi mental juga digunakan Einstein untuk bervisualisasi sehingga di r i ny as a mpa ipa dak e s i mp u l a n :“Fa n t a s ia t a ui ma j i na s il e bi hbe k e r j adid a l a md i r i ny ak e t i mba ngi l mu peng e t a h ua n” .Re l a k s a s iy a ngt e l a hd i r e ng g uto l e hk e bi a s a a nh i d upy a ngdi na ma k a no l e hCo v e yde ng a n i s t i l a h‘ k e r a c u na nur g e n s i t a s ’(the-must-do-activity) membuat diri kita bagaikan tong sampah dari masalah (problem). Di mana-mana timbul masalah. Di rumah bermasalah, di kantor bermasalah, di jalan pun bermasalah. Akibat sekian banyak masalah yang menyiksa akhirnya kita merasakan kelelahan mental dan t i da kpuny awa k t ul a g iun t ukbe r c e n g k r a made ng a ndi r is e n di r i .Pa da ha ls e pe r t ipe pa t a hb i l a ng ,“ Ta kk e na l maka taks a y a ng ” .Ke t e r a s i ng a nj ug ame mb ua tk i t ak e h i l a n g a npe l ua ngunt ukme n g e k s pa ns iwi l a y a hy a ng selama ini membatasi diri kita. Wilayah di sini lebih tepat dikatakan keyakinan yang dalam ungkapan lain disebut-sebut sebagai sumber arus (akar motif). Orang tidak dapat berbuat melebihi dari keyakinannya sebab perbuatan adalah aliran arus. Meditasi dapat berperan sebagai upaya menggali keyakinan yang telah terkubur di dalam lumpur yang dapat digunakan untuk mengubah diri. Perlu diakui bahwa semua orang ingin mengubah-diri menjadi lebih baik. Hari ini lebih baik dari kemarin dan esok hari seharusnya lebih baik dari hari ini. Namun mengapa akhirnya tidak semua orang berhasil menjadi lebih baik? Salah satu penyebabnya adalah karena program perubahan diri yang dirancang kurang mengakar pada sumber arus. Artinya bisa jadi perubahan yang terjadi hanya karena ikut-ikutan atau didorong oleh motif permukaan
yang sifatnya hanya mengikuti trend sementara. Program perubahan diri yang tidak (kurang) berakar pada motif pokok diibaratkan seperti orang malas yang tidak bergerak kalau tidak dipecut sehingga dirasakan berat sekali (beban). Bisa dibayangkan, sudah dirasakan beban ditambah lagi mengalami kegagalan. Akhirnya membuat orang malu atau putus dengan coretan agenda-diri yang tidak pernah berhasil. Selain dapat menghilangkan keterasingan, meditasi juga merupakan sarana mengkukuhkan definisi-diri tentang “ wh owear e ”. Selama ini definisi yang kita buat bergantung pada aktivitas, pekerjaan, atau pada definisi yang disodorkan oleh orang lain. Aktivitas, pekerjaan dan kondisi eksternal adalah variabel yang sarat dengan perubahan dan kalau hal demikian kita jadikan patokan untuk mendifinisikan who we are, maka konstruksi definisi-diri kita menjadi compang-camping tak berbentuk. Difinisi diri adalah ungkapan prinsip keyakinan (value), visi, dan tujuan yang terkadang perlu kita pisahkan (baca: selamatkan) dari hiruk-pikuk realitas temporer. Dengan sekian alasan yang diuraikan di atas, maka meditasi seharusnya jangan kita gunakan hanya sebatas sarana untuk menghasilkan daftar dosa, kesalahan masa lalu, atau hukuman diri lainnya yang akan menyebabkan kita membuat kompensasi kebablasan dan mendorong pada rasa takut untuk berbuat. Meditasi adalah ruang memperkuat keinginan untuk memperbaiki diri (re-programme) guna mendekatkan se-obyektif mungkin antara diri yang kita persepsikan (perceived self), diri yang ideal (ideal self) dan diri yang riil (the real self). Ketidakdekatkan ketiga diri tersebut telah membuat kita mudah terperosok dalam lorong diri yang gelap - self-deceived (Carter McNamara: 1999). Isi Dialog Tak ubahnya seperti dialog yang terjadi antara RI & GAM. Di dalam dialog-diri harus tercipta situasi tanya jawab tanpa konsekuensi pada judgment. Tanya jawab itulah yang sering dikenal dengan istilah self questioning, yaitu upaya menyodorkan sejumlah pertanyaan kepada diri kita. Telah sejak lama diakui, pertanyaan memiliki implikasi psikologis tertentu yang dapat digolongkan menjadi implikasi killer (pembunuh) atau implikasi miracle (mukjizat). Perbedaan keduanya, implikasi killer diperoleh dari pertanyaan destructive yang mengarah pada jawaban tanda seru (self-defeating), irrational thinking model untuk mendatangkan masa lalu, atau IF –clause thinking dalam menyikapi masa depan. Untuk memahami lebih jauh tentang pertanyaan yang mengandung implikasi killer adalah ketika orang be r t a ny ak e pa dadi r i ny a( s a da r/t i d a ks a da r ) :“ Ke n a p as a y adi l a h i r k a nt i da ks e be r un t u ngo r a ngl a i n? ” . Ka t a ‘ k e na pa ’dis i n it i d a kme mi l i k ij a wa ba ny a ngr a s i o na l .Se l a i ni t u,‘ k e na pa ’ma l a hme na mba hr a s ap ut us asa, powerless, hopeless, dan dapat membunuh proses nalarisasi, ekplorasi-diri untuk menemukan keunggulan. Pendek kata, killer adalah pertanyaan yang jawabannya tidak mendorong kita untuk meraih solusi atau mendapatkan potret definisi-diri yang lebih baik dan lebih maju. Pertanyaan itu bisa berbentuk variatif yang secara tidak sadar telah kita jadikan acuan / pedoman hidup. Lebih-lebih kalau pertanyaan itu diambil dari pernyataan / ungkapan orang lain yang berbau pengadilan negatif tentang diri kita. Ra s a ny as e pe r t it u l i s a ny a ngt e r u k i rd ia t a sba t u.“Th emo s tda ma g i ngphr a s ei n t hel a ng ua g ei s“I t ’ sa l wa y sbe e ndo net ha twa y ” ,k a t aGr a c eHo pe r .Pe r k a t a a ni t ume ng g a mba r k a n seseorang yang bertanya kepada dirinya / orang lain tentang sebuah maksud tertentu, lalu mendapat j a wa ba nt a ndas e r u :“ Su da hp e r na hd i l a k uk a nda nha s i l ny ag a g a l ! ” Implikasi miracle diperoleh dari pertanyaan constructive yang akan mendatangkan jawaban untuk menarik solusi. Kalau orang sehabis me ng a l a mik e g a g a l a nl a l ube r t a ny ak e p a d ad i r i ny a ,“ Ti nd a k a na pa l a g iy a ng l e b i hc e r da sun t ukdi l a k uk a n ” ,ma k ape r t a ny a a ni t ume mi l i k ibo bo tps i k o l og i sy a ngme ndor ongor a ng tersebut untuk menjalani eksplorasi dari apa yang sudah diketahui atau belum diketahui (evolusi-diri). Umumnya, para pencipta prestasi besar dan kecil di alam raya ini tidak dapat dipisahkan dari upaya mengasah kemampuan mempertanyakan sesuatu untuk menjalani langkah inovatif dan kreatif. Meditasi yang kita jalani dengan mengisi tanya jawab tentang kita dan dengan kita (self questioning) selain dapat mencairkan kebekuan dan memperkokoh definisi, pun juga dapat mempertajam kontrol-diri di mana kita akan secara otomatis dididik oleh kebiasaan untuk mengganti (to substitute) muatan negatif menjadi positif, atau melawan (to challenge) muatan negatif supaya kalah, atau membuat affirmasi (to affirm) muatan positif. Sayangnya, kita dan sistem sosial yang kita masuki cenderung berorientasi pada jawaban. Kalau kita ditanya mengapa kegagalan menimpa, maka hampir dapat dipastikan jawabannya adalah menyangkut ketersediaan modal / alat. Memang jawaban tersebut tidak berarti salah tetapi ada logika hidup yang hilang di sini. Ketersediaan modal (perangkat) adalah jawaban pencapaian (achievement) dari pertanyaan yang mendorong seseorang untuk meraihnya. Kalau pertanyaannya justru menutup, menghalangi, tanda seru, maka jawaban itulah yang akan menjadi pertanyaan dan membentuk lingkaran setan pertanyaan. Kalau kita renungkan, ternyata jawaban dari seluruh persolan hidup yang kita miliki sekarang ini adalah hasil dari pertanyaan yang kita ajukan di masa lalu. Selamat merenungkan. (jp) _____________________________
Memobilisasi Sumber Daya Oleh Ubaydillah, AN Jakarta, 24 Januari 2003 Dalam banyak pernyataan formal atau pun non-formal, anda mungkin sudah seringkali mendengar pidatopidato pejabat atau pun pimpinan perusahaan bahwa sumberdaya manusia atau human capital adalah asset utama organisasi yang dapat menggantikan dominasi asset modal seiring dengan pergeseran turbulansi global. Ditinjau dari kebenaran substansi materialnya, jelas pernyataan tersebut benar terutama di negaranegara di mana seluruh aspek kehidupan masyarakatnya memiliki kandungan pengetahuan tinggi. Henry Ford atau Walt Disney bahkan sudah sejak lama mengakuinya. Hal ini terungkap dalam ucapan: "You can dream, create and build the most wonderful place in the world but it requires people to make the dream a reality." Tapi dalam kenyataannya, apakah anda sudah merasakan aplikasi pidato tersebut dalam pekerjaan sehari-hari? Atau dengan kata lain bagaimana relevansi dan validitasnya terhadap situasi konkrit yang anda geluti setiap hari? Jika kenyataannya pimpinan anda ternyata lebih gelisah ketika kehilangan mesin fotocopy ketimbang harus memecat anda, maka teks pidato tersebut tidak valid bagi anda. Lalu dimana sebetulnya letak kesalahannya? Jangan menyalahkan teks pidato, tetapi mulailah bertanya kepada diri anda, apakah selama ini anda menerima reward dari perusahaan atau orang lain karena anda bekerja keras atau karena anda menciptakan solusi dengan kecerdasan anda. Jika jawaban anda membuktikan bahwa reward diperoleh dengan cara mengeluarkan tenaga secara konvensional yang dikomandoi dengan cemeti jam kerja dan pembatasan tugas dan tanggungjawab atau bekerja berdasarkan instruksi semata, maka human capital seperti itu bagi organisasi lebih tepat disebut cost, bukan asset. Oleh karena itu dapatlah dimengerti jika seorang atasan tidak ragu untuk memecat anak buahnya. Faktor Pembeda Awalnya semua manusia diciptakan sama dalam hal sama-sama memiliki “Th eBa s i cPr i n c i p l eo fHuman Ca pi t a l ”dalam bentuk keunggulan dan keterbatasan hidup. Kemudian sedikit demi sedikit dibedakan oleh faktor-faktor kecil hingga akhirnya terjadi perbedaan diametral antara pencipta problem dan pencipta solusi; antara menjadi asset dan menjadi cost. Faktor pembeda tersebut tidak lain terletak pada bagaimana anda melakukan berbagai upaya untuk memobilisasi sumber daya yang anda miliki. Pada saat anda berhasil dalam memobilisasi sumber daya yang anda miliki, maka pada saat itu pula sumber daya anda akan menjadi asset suatu organiasi atau perusahaan bahkan bagi diri anda sendiri. Jika anda berdiam diri dan membiarkan sumber daya tersebut mencari celah kompensasi sendiri di lapangan maka dapat dipastikan bahwa asset tersebut dapat berubah ke dalam bentuk yang sama sekali tidak memiliki relevansi apapun dengan cita-cita, tujuan, target dan rencana anda. Dengan kata lain, selama potensi yang anda miliki tidak dimobilisasi dengan baik dan hanya menunggu nasib baik menghampiri anda maka potensi tersebut tidak akan pernah menjadi asset. Oleh karena itu, buanglah jauh-jauh pendapat bahwa pembeda itu berupa nasib, takdir, atau apapun namanya sebab nasib atau takdir tidak merasa dirinya pembeda seperti yang anda pahami. Beberapa Kiat Untuk dapat memobilisasi human capital anda, ada baiknya anda ikuti cara-cara berikut ini: 1. Menggunakan Human capital adalah anda dan kehidupan yang anda miliki. Tidak saja sebatas keunggulan bahkan keterbatasan andapun bisa menjadi keunggulan ketika anda menemukan jawaban dari why di balik lipatan what bahwa nothing happens by accident; atau ketika anda telah menemukan pemahaman baru dari sesuatu yang biasa dilihat oleh anda dan orang lain sebagai hal yang biasa-biasa saja. Tetapi terus-terang sumber daya tersebut masih berupa potensi dasar yang menunggu tombol aktivasi untuk di-ON-kan atau ibarat Gold yang menunggu sentuhan Gold Mind supaya memiliki nilai jual yang fantastis. Dalam teori Electrical
Engineering, potensi dasar masih berupa potential energy dan agar menjadi actual energy, maka harus diaktifkan terlebih dahulu. Ibarat battery, selamanya tidak akan menciptakan setrum yang menghasilkan cahaya kalau tidak diaktifkan. Sindiran bijak mengatakan: “Pe nge t ahu any an gt i d akdi a mal k a nbag ai k an poho ny angt i d akbe r b ua h”. Artinya pohon tersebut lebih berupa beban daripada asset. Sama halnya dengan potensi dasar yang anda miliki. Tanpa sentuhan kreativitas, kecerdasan, ketahanan, dan kegigihan mengasahnya, maka keberadaannya adalah beban. Tidak sedikit contoh yang bisa anda saksikan. Banyak ornag yang frustrasi bukan karena perlakuan keadaan tetapi tidak ada yang cocok untuk dilakukan terhadap keadaan tersebut meski ia memiliki begitu banyak potensi. Potensi dasar yang dimiliki semua manusia sangat variatif tergantung dengan disiplin atau pendekatan yang digunakan. Dasar pengembangan diri dimulai dari keyakinan ilmiah bahwa di dalam diri anda sudah diciptakan kemampuan untuk memiliki job skill dan mental skill. Management SDM diawali dengan keyakinan ilmiah bahwa anda memiliki software skill di samping juga hardware skill. Anda punya potensi dasar mulai dari fisik, mental, emosional, intelektual, spiritual, material, visual, moral, atau akses eksternal. Anda hanya tinggal menentukan manakah di antara potensi tersebut yang menjadi keunggulan anda. Menggunakan human capital identik dengan upaya mencerdaskannya melalui proses belajar (learning), bukan sekedar sentuhan pendidikan baik formal atau non-formal. Artinya learning adalah proses mengubah ketidakmampuan masa lalu menjadi bentuk kemampuan baru. Learning bukanlah seperti mengisi kerancang yang kosong supaya penuh tetapi seperti menyalakan api. Learning juga merupakan penemuan sebab-sebab atau faktor yang membedakan antara sesuatu yang berakhir dengan kesuksesan dan kegagalan. Atau secara singkat bisa disimpulkan bahwa learning adalah sebuah proses realisasi gagasan secara bertahap berdasarkan perkembangan kemampuan anda. 2. Menjadikan Masalah hidup yang nilainya mungkin sama besar dengan persoalan jodoh adalah sebutan apakah yang kelak bakal anda sandang. Sebutan dan pasangan hidup, menurut Dale Carnegie merupakan dua hal yang anda peroleh setelah menempuh proses pemilihan secara benar. Alasannya sangat jelas karena keduanya akan menjadi tempat di mana anda mencurahkan energi pengabdian. Semua bayi dilahirkan ke dunia tanpa sebutan atau embel-embel apapun, sampai ia bisa menggunakan keunggulan human capital yang dimiliki dengan menempuh proses hukum petani kemudiann barulah sebutan atau embel-embel tersebut diberikan. Oleh karena itu sebutan tidak dimiliki oleh mereka yang hanya dimotivasi kepentingan jangka pendek dengan dalil logika perut. Pakar psikologi, termasuk Dr. Maxwell Maltz mengistilahkannya dengan Identity (identitas). Ia mengatakan: “Oneo ft het h i n gspe r s o nho l dmo s ti mp o r t an ti st hei de nt i t y ,- that they will behave in accordance with the definition of themselves or their self-image. Tugas anda adalah menciptakan identitas diri dengan menggunakan human capital. Hidup tanpa identitas yang didasarkan pada penggunaan human capital diistilahkan oleh Mark Twin bagai neraka yaitu ketika Tuhan telah menganugerahkan visi yang jelas dalam satu paket human capital tetapi dihambur-hamburkan, dan prestasi yang seharusnya bisa diraih gagal diperoleh karena selam hidup tidak melakukan tindakan apapun. Setelah anda menggunakannya dengan cara dan di dalam hal yang tepat berarti proses terciptanya identitas diri sedang berlangsung . Misalkan anda memiliki potensi postur fisik bagus. Jika anda melatihnya dengan cara-cara yang ditempuh para atlet sesuai disiplin yang ada lalu anda menggunakannya di bidang keolahragaan, maka sebutan atletik sangat rasional bakal anda sandang. Sampai ketika anda tidak menjadi seorang atletik pun karena alasan-alasan khusus, dunia sudah membenarkan langkah anda. Atas dasar sebutan inilah anda akan menerima reward dari orang lain yang oleh para pakar pengembangan pribadi disebut “t oat t r ac ts uc c e s s ” bukan “t op u r s u e ”yang memiliki implikasi memakan cost lebih tinggi. 3. Memberikan Seorang dokter disebut dokter bukan ketika ia menerima sertifikat kedokteran tetapi ketika ia memberikan benefit medis kepada pihak-pihak yang menjadi pasiennya. Seorang businessman disebut pebisnis ketika telah memberikan benefit bisnis kepada customernya. Tokoh bisnis international, Peter Drucker pernah menuturkan: "the purpose of business is to create customer". Artinya benefit bisnis tidak lain adalah berupa solusi atau sesuatu yang membuat orang lain merasa beda. Besar-kecilnya nilai benefit bagi customer akan menciptakan rate of return setimpal bahkan lebih atas sebutan anda. Maka berjasalah tetapi jangan minta jasa. Bagian dari hukum yang mengendalikan dunia ini adalah The Law of Paradox, (John Heider dalam The Tao of Leadership, London: 1986). Salah satu dari bentuk paradoks tersebut adalah bahwa jika anda memberi tidak berarti kehilangan melainkan mempunyai. Tetapi sayangnya paradoks tersebut berlaku pada level realitas esensial yang diistilahkan agama dengan invisible value, atau menurut Reg Regan, penemu Action Learning, disebut sebagai Reflection yaitu new understanding about something. Realitas esensial
adalah realitas hikmah di mana keberadaannya ditutupi sekian data, atau fakta. Maka jangan heran, ketika anda tidak bisa beramal dengan harta, jiwa atau ilmu, bisa jadi beramal dengan senyuman pun sulit. Persoalannya bukan pada apakah anda memiliki atau tidak tetapi semata karena realitas yang anda huni. Dunia ini mengandung lapisan realitas yang bisa dikastakan menjadi lapisan permukaan, lapisan tengah, lapisan dalam. Setiap lapisan memiliki dalilnya masing-masing. Dalil lapisan permukaan bukan berbunyi memberi berarti mempunyai tetapi untuk mempunyai harus dengan cara mengambil dari orang lain, bahkan kalau perlu dengan paksa. Sang pujangga, Ronggowarsito, menggambar kanny adal am “ZamanEdan”.Dal am z amanedant er s ebut ,kal auandat i daki kut ikutan edan, anda menjadi sendirian tanpa bagian. Tetapi, lanjut Ronggowarsito, jangan lupa dibal i kr eal i t asper mukaani t umas i ht er dapatr eal i t ases ens i aly angber dal i l :“s ehebat -hebat anda menggunakan cara merampas untuk mendapatkan hak, maka tidak akan melebihi kehebatan jika anda memperolehnya melalui jalan memberi solusi". The power of giving seringkali dilupakan karena nafsu egoisme yang kuat untuk mendapatkan. Hal ini seringkali membuat orang mengabaikan cara-cara yang pantas dalam mendapatkan sesuatu. Oleh karena itu, temukan cara ilmiah dan wajar untuk mendapatkan sesuatu kalau anda mengharapkan kasta realitas yang terhormat. Cara tersebut adalah business of selling dengan menciptakan paket pelayanan solusi bagi manusia lain yang membutuhkan sesuai dengan sebutan/identitas yang anda miliki. Jangan lupa, paket pelayanan solusi tidak sekedar tahu atau pernah belajar, tetapi dalam bentuk tindakan nyata. Dengan pemahaman terhadap cara-cara memobilisasi sumber daya yang dimiliki diharapkan bahwa anda akan mampu mengaktualisasikan diri secara optimal baik dalam pekerjaan maupun dalam persoalan hidup sehari-hari. Dengan jumlah penduduk negeri ini yang demikian besar maka alangkah besar potensi yang kita miliki. Oleh karena itu mari kita bersama-sama merubah potensi tersebut menjadi asset. Mari memulainya dari diri kita sendiri. Selamat mencoba dan semoga bermanfaat bagi kehidupan anda. (jp) _____________________________
Memotong Penyebab Pengangguran Oleh: Ubaydillah, AN Jakarta, 13 Agustus 2003 Rasanya bukan sekali terjadi di Jakarta atau di kota besar lain bahwa setiap ada pemeran peluang kerja / pembukaan lowongan kerja oleh instansi swasta atau pemerintah yang berskala besar berakhir dengan aksi pengrusakan fasilitas umum atau tempat penyelenggaraan pameran tersebut. Boleh jadi peristiwa tersebut dipicu oleh ketidaksiapan panitia dalam mengantisipasi jumlah pengunjung yang memang tidak sebanding berkali-kali lipat dengan tempat yang disediakan dan jumlah pekerjaan yang ada. Tetapi penyebab utamanya bukan persoalan kursi atau ruangan melainkan luapan kekecewaan pengunjung yang dilatarbelakangi pendapat umum bahwa pemerintah tidak / belum memenuhi tanggung jawabnya untuk memakmurkan rakyatnya dalam menyediakan lapangan kerja. Dan yang paling menyakitkan lagi adalah ketidakadilan di mana banyak aset negeri yang mestinya bisa digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan tetapi karena pelanggaran "orang-orang atas", maka aset itu raib begitu saja. Pendek kata, di balik kemewahan 20% orang dari jumlah penduduk terdapat 80% orang yang sengsara. Kira-kira itulah kurang-lebihnya apa yang membuat orang gampang ngamuk lalu dilampiaskan dengan merusak tempat yang digunakan membuka lowongan pekerjaan atau pameran peluang kerja. Bisa dibayangkan bahwa kalau ada empat puluh juta orang yang berpikir sama seperti itu maka untuk memicu gerakan yang mendorong terjadinya aksi perusakan fasilitas umum hanya membutuhkan satu orang sebagai komando. Tinggal menyulut sedikit sudah meledak. Namun jika perilaku amuk massa seperti itu yang justru terjadi, apa untungnya? Bukankah dengan perilaku tersebut instansi atau perusahaan akan mengurungkan niatnya untuk menyelenggarakan pameran lowongan kerja? Jika ini yang terjadi maka siapakah yang paling dirugikan? Lewat tulisan ini saya ingin mengajak anda baik yang kebetulan masih nganggur atau sudah bekerja untuk melihat fenomena pengangguran dari perspektif kebangsaan dan
perspektif tanggung jawab individu dalam konteks pengembangan diri. Dengan kedua perspektif ini mudah-mudahan susunan tata letak hubungan kita dengan Negara lebih sehat. Perspektif Di satu sisi kita perlu melihat dengan perspektif kebangsaan di mana pengangguran adalah masalah sosial yang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyelesaikannya. Pertanyaannya, bagaimana kalau pemerintah belum / tidak bisa memenuhi tanggung jawab tersebut secara penuh terlepas dari alasan apapun yang menyebabkan? Haruskah kekecewaan kita dilampiaskan dengan cara merusak fasilitas umum yang telah disediakan pemerintah atau swasta? Karena hubungan kita dengan pemerintah adalah hubungan kebangsaan maka hukum yang berlaku adalah hukum wilayah yang mengatur tatanan kebangsaan. Di Negara manapun kita hidup, aksi pengrusakan fasilitas umum akan berhadapan dengan aparat berwenang yang membawa dan menjaga kepentingan bangsa. Dengan kata lain, kalau kita ingin meluruskan penyimpangan yang terjadi di dalam tubuh pemerintah, maka kita harus mengikuti cara atau aturan main yang sudah ditetapkan oleh negara. Aturan main pribadi yang kita praktekkan dalam wilayah hubungan kita dengan pemerintah seperti pengrusakan dan lain-lain, selain akan mendapatkan hukuman, pun juga lapangan pekerjaan tidak langsung diberikan sebagai hadiah. Artinya, malah memperpanjang proses. Kalau toh pemerintah kita anggap salah maka "biarkanlah" kita sebagai warga negara yang menyelesaikannya. Mengapa kita yang harus menyelesaikana? Alasannya adalah ada tuntutan lain yang lebih mendesak di mana pengangguran harus dilihat dari perspektif sebagai pribadi karena kita sendirilah yang langsung merasakan dampaknya. Jika ingin segera keluar dari lingkaran pengangguran maka kita sebagai pribadilah yang paling bertangungjawab untuk melakukannya. Sebagai masalah pribadi, negara manapun di dunia termasuk Amerika yang kaya sains & teknologi atau Saudi Arabia yang kaya sumberdaya alam, tidak bisa menyelesaikan masalah pribadi. Dengan kata lain, kalau negara yang dianggap maju dan hebat saja tidak bisa menyelesaikan, apalagi Indonesia yang terhadap penyelesaian hubungan kebangsaan saja masih banyak yang bolong. Jadi, maksud "membiarkan" bukanlah membiarkan orang lain berbuat sesuatu yang merugikan kita sebagai pribadi tetapi semata-mata hanyalah aplikasi manajemen hidup di mana kita harus memprioritaskan sesuatu yang paling utama dari yang utama. Selain untuk kepentingan manajemen, perspektif personal juga dimaksudkan untuk melahirkan dorongan merebut tanggung jawab hidup. Secara Hukum Alam merebut tanggung jawab hidup meskipun terkadang terasa tidak fair tetapi tidak akan menciptakan kerugian apapun. Keahlian Mental Umumnya lapangan pekerjaan apapun menuntut penguasaan dua keahlian yang bisa dikategorikan dalam keahlian kerja dan keahlian mental. Dari jumlah yang sedemikan membludak orang yang mendatangi pembukaan lamaran pekerjaan hampir dapat dipastikan mereka sudah memiliki keahlian kerja dasar yang diperoleh dari pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Tetapi yang masih dirasakan kurang adalah keahlian mental. Keahlian mental sendiri kalau dirujukkan pada pendapat Gandhi tentang sikap orang terhadap pekerjaan dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu: orang yang bermentalitas mengambil kredit (to take in order to get), minimalistis, dan orang yang menciptakan pemenuhan tanggung jawab hidup (to create in order to get). Hukum yang berlaku pada keduanya dari sejak dunia ini ada sampai hari kiamat tiba adalah Hukum Ketidakseimbangan. Kalau kita masuk ke kelompok pertama, di negara manapun kita hidup persaingannya sudah mencapai tingkat terlalu banyak (hyper) seiring dengan bertambahnya jumlah populasi. Tetapi kalau kita memasuki kelompok kedua, tingkat persaingannya nyaris tidak ada. Senada dengan pendapat Gandhi tersebut, Harry S. Truman (18841972) salah seorang presiden Amerika mengatakan: “Youc anac c omp l i s han y t h i n gi nl i f e ,pr ov i de dt h a t you do not mind who gets the credit." (Anda bisa menyelesaikan apapun demi kepentingan hidup anda a s a l k a na ndat i da kme mi l i k ime nt a l i t a s‘ me ng a mb i l ’da r ior a ngl a i ns e ba g a ij a l a nun t ukme nda p a t k a n) .Apa yang dikatakan Truman tersebut sudah klop dengan bagaimana manusia dan keadaan bekerja. Maksudnya keahlian mental itu disebabkan oleh apa yang terjadi di dalam pikiran seseorang (happens in the mind) tetapi akibatnya berupa apa yang akan diterima di dalam hidup (exists in your life). Secara fisik eksternal, mulanya t i d a kbe r be daa n t a r aor a ngme ng a t a k a n“ Sa y ab i s a ”da na n day a ngme ng a t a k a n“ Sa y at i d a kb i s a ” . Tetapi pada akhirnya akan menghasilkan akibat yang sangat membedakan, bahkan perbedaan itu sebesar orang yang beruntung mendapatkan pekerjaan sesuai bidangnya dengan orang yang masih menganggur. Ajaran teologi menjelaskan bahwa Tuhan pertama kali mengajarkan para nabi untuk memiliki mentalitas bangkit di dalam dirinya lebih dulu sebagai syarat untuk mendapatkan kebangkitan. Ajaran ini bisa kita implementasikan di dalam diri bahwa untuk bangun dari tidur tidak perlu menunggu matahari terbit tetapi
bisa diciptakan oleh keputusan bangun dari dalam kapan pun kita mau. Merebut tanggung jawab tidak perlu menunggu kalau nanti sudah mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan tetapi bisa dimulai dari sekarang. Memotong Kalau yang kita lakukan hanya sebatas jengkel atas perlakuan dan penyimpangan pemerintah dengan seabrek alasan yang kita kumpulkan, maka setidaknya ada tiga masalah yang bisa membatasi kita dalam meningkatkan keahlian mental, yaitu: 1. Pemerintah itu sebenarnya bersifat abstrak. Ia diwakili oleh para pemangku amanat jabatan yang tidak sendirian. Pak Akbar Tanjung itu hanyalah ketua DPR bukan pemilik sehingga tidak bisa mengambil keputusan untuk menyelesaikan pengangguran berdasarkan fakta aktual di dalam dirinya melainkan perlu melibatkan instansi lain dalam konteks negara. Pendek kata, bagaimana kebijakan negara tentang pengangguran dibuat, proses pembuatannya di luar kontrol kita. 2. Reaksi apapun yang kita lontarkan kepada pemerintah hanyalah sebatas posisi anda sebagai warga negara. Dengan demikian amat sulit bagi anda untuk dapat melakukan tindakan menurur cara yang anda kehendaki, sekalipun cara tersebut mungkin paling benar dan efektif. Ibarat jalan raya, meskipun kita ikut membiayai pembangunanya dengan pajak atau retribusi nasional, tetapi jalan raya itu bukan milik kita sebagai individu. 3. Meskipun pengangguran itu adalah masalah sosial suatu negara, tetapi negara tidak merasakan bagaimana rasanya menganggur melainkan orang atau individu yang nganggurlah yang merasakan. Artinya untuk keluar dari lingkaran pengangguran, selain dibutuhkan kesabaran sosial-nasional, justru yang paling penting adalah ketekunan dan tanggung jawab pribadi untuk menyelesaikan masalah yang menimpa diri. Dengan ketiga alasan itu maka tindakan bijak yang dibutuhkan sebagai warga negara dan individu adalah memotong penyebab pengangguran dengan menciptakan mentalitas-diri untuk mencipta (to create). Mentalitas mencipta bagi orang yang masih nganggur adalah memenuhi berbagai tuntutan yang dibutuhkan oleh hukum wilayah pekerjaan dan terus-menerus mengasah keahlian yang kita miliki demi menciptakan sebutan hidup (profesi pribadi). Sementara mentalitas mencipta bagi orang yang sudah bekerja adalah menciptakan usaha untuk mengembangkan keahlian kerja dan keahlian mental ke tingkat yang lebih tinggi supaya tidak terlibat dalam persaingan yang semakin hyper. Jadi tidak selamanya kita harus mengartikan bahwa menciptakan usaha adalah identik dengan mendirikan perusahaan yang menuntut sesuatu yang tidak kita miliki saat ini. Cukup memilih muatan mental untuk menggunakan sebaik mungkin yang kita miliki hari ini. Dengan mentalitas menciptakan ini walaupun kita belum mendapatkan untung tetapi kita sudah beruntung dibanding ketika kita memiliki mentalitas mengambil. Mudah-mudahan kita menjadi orang beruntung.(jp) _____________________________
Memperkokoh Fondasi Personal Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 16 Januari 2003 Dalam sebuah tanya jawab di televisi, ada penelpon yang meresahkan kondisi masyarakat di mana kejahatan telah mengubah citra bangsa yang dikenal peramah; epidemi KKN yang tidak dapat diberangus oleh kekuasaan; professionalitas dan etos kerja produktif hanya sebuah human talk, bukan human commitment.“Padahal ,k at as ipenel pon,kur angapal agiki t a, warisan budaya leluhur telah banyak mengajarkan pemahaman berbasis agama maupun pengetahuan, di samping juga negeri ini subur dan kaya sumber day a”.I nt i ny a,penel pont adi menanyakan dimanakah letak Pancasila dalam kehidupan bangsa ini. “ Be na r ,k a t as a ngna r a sumber menanggapi pertanyaan tersebut, tetapi memang masih ada kelemahan mendasar di tingkat gaya hidup masyarakat di mana sumber-sumber nilai masih dipahami secara parsial. Manajemen hanya dipahami ketika di dalam kantor, leadership hanya di politik, Tuhan hanya disanjung ketika di tempat ibadah, dan Pancasila saat upacara. Inilah split personality, kepribadian yang tanpa format, kocar-kacir. Oleh karena itu perlu dicanangkan kampanye budaya gaya hidup sinergis dan integrative me l a l u ipr og r a mpe mbe r d a y a a n” .
Sayangnya, nara sumber tadi tidak diberi waktu untuk menjelaskan apa itu gaya hidup sinergis atau integrative dan bagaimana memulainya. Tujuan Hidup Pada umumnya kelemahan mendasar dari gaya hidup di sejumlah negara berkembang dan terbelakang adalah individu atau pribadi yang tidak memiliki tatanan personal yang kokoh dan lebih banyak menggunakan senjata blaming others atau kambing hitam, menuding pihak lain sebagai penyebab kekacauan, cenderung menunggu kebijakan atau undang-undang dari penguasa, sehingga perubahan di tingkat individu ke arah yang lebih baik sulit tercipta. Padahal jika saja individu mau menyadari bahwa akan selalu ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi suatu kondisi terburuk sekalipun, maka menuding pihak lain sebagai penyebab kekacauan mungkin dapat dihindarkan. Ralp Marston dalam artikel yang berjudul Choose Your Response (Greatday 2001), menulis, “s el al ut ersisa pekerjaan yang bisa anda lakukan sebagai bagian dari solusi dalam keadaan apapun”.I nt i ny ai amaumengat akanbahwapas t iadas es uat uy angbi s aandal akukanunt uk memperbaiki hidup anda sendiri. Kampanye nasional budaya gaya hidup sinergis dan integrative mungkin hanya merupakan kewenangan penguasa dan mungkin membutuhkan dana besar yang saat ini sangat sulit diperoleh. Oleh karena itu, mungkin saja penantian terhadap kampanye tersebut, kebijakan atau perpu hanya merupakan pekerjaan yang sia-sia. Dengan kondisi demikian maka anda sebaiknya tidak menunggu apapun atau siapa pun untuk memperbaiki hidup anda. Mulailah dari dalam diri sendiri dan lakukan sekarang juga. Bentuklah tatanan pribadi anda dengan baik sehingga andamenjadi pribadi yang tahan uji dan mampu keluar dari berbagai krisis yang menimpa. Pertanyaannya adalah apa yang dapat dijadikan dasar untuk memperkokoh tatanan pribadi atau pondasi personal dan darimana harus memulainya? Jawabnya adalah dengan memiliki rumusan tentang tujuan hidup yang dipahami sebagai gaya hidup, komitmen atau karakter pribadi. Definisi Dalam prakteknya, tujuan hidup diletakkan dalam satu keranjang sampah dengan khayalan, mimpi dan akivitas. Oleh karena itu anda perlu memahami definisi yang membedakannya secara jelas. Dalam Re ad e r ’ sDi ge s tOx f or dDi c t i ona r ydijelaskan bahwa goal (tujuan) adalah obyek personal yang menjadi sasaran utama suatu usaha atau cita-cita. Goal is destination, kawasan dimana kaki anda mendarat. Sementara dream (khayalan atau lamunan) adalah suatu gambar atau peristiwa yang melintas di alam fantasi pikiran anda –bukan sasaran [ Hillary Jones and Frank Gilbert, dalam Choosing Better Life, Oxford 1999]. Sementara aktivitas merupakan media dari goal atau destination. contoh: keberangkatan anda ke bandara untuk mereservasi tiket dengan memilih pesawat tertentu adalah aktivitas dan kota dimana anda akan berhenti itulah yang menjadi tujuan. Mengacu pada definisi di atas segera anda dapat menyimpulkan bahwa nilai hidup seluhur apapun ketika masih dipahami sebagai dream, maka tentu saja ia tidak bisa bekerja mengubah konstruksi realitas. Begitu juga aktivitas. Sangat mustahil membawa rumusan Paretto tentang kerja cerdas di mana 20 % effort mestinya menghasilkan 80 % required result ke dalam budaya kerja anda, selama anda memahami aktivitas sebagai tujuan. Alasan Mendasar Ada tiga alasan mendasar, mengapa rumusan tentang tujuan hidup perlu anda miliki yaitu: kontrol diri, umpan daya tarik, dan sinergi kekuatan. Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang muncul secara tiba-tiba baik dari dalam atau ajakan dari luar, sesuatu yang mestinya tidak memiliki hubungan apapun dengan apa yang benar-benar anda inginkan tetapi menyita banyak energi, waktu dan pikiran. Itulah distraksi –sesuatu yang menggoda anda meninggalkan perhatian pada tujuan. Oleh karena itu diperlukan kontrol diri. Jika anda menyaksikan dunia ini bekerja, mengapa orang kaya malah gampang mendapat kekayaan, orang pintar gampang mendapat kedudukan, dst. Bukan nasib dalam pengertian gift tetapi daya tarik dalam makna achievement. Bahkan mengapa orang yang sudah jahat merasa kesulitan untuk berbuat baik meskipun hanya dengan senyuman yang gratis? Tujuan yang telah anda rumuskan untuk membidik satu ob j e ka k a nme na r i ka n das e c a r a‘ t e r s e mbu ny i ’k ea r a hy a nga nda maksudkan. Dengan satu syarat: setelah anda memiliki persiapan sempurna untuk menerimanya! Semua orang menggantungkan harapan kepada dunia yang bisa dikatakan sama: hidup terhormat, memiliki kemakmuran, meninggalkan warisan yang cukup, dan mati masuk surga. Sama sekali tidak salah dengan harapan itu, sebab semua manusia sudah diberi potensi dasar untuk mencapainya. Anda memiliki imajinasi, pikiran, tindakan, dan perangkat lain. Tetapi persoalannya, bagaimana menyatukan perangkat tersebut
menjadi satu kekuatan utuh untuk mencapai sasaran? Tujuan yang telah anda rumuskan akan menjadi media efektif bagi anda untuk menyatukan seluruh kekuatan yang anda miliki. Merumuskan Dari sekian banyak referensi tekhnis tentang cara merumuskan tujuan hidup, anda dapat mengacu pada formula berikut: 1. Konseptualisasi Mulailah dengan menyusun rumusan secara tertulis tentang apa yang benar-benar anda inginkan. Rumusan tersebut selain tertulis di atas kertas putih, kertas pikiran, juga dinyatakan ke dalam bentuk kalimat positif. Lukislah tujuan anda dengan imajinasi untuk memberi otak kanan anda bekerja secara adil. 2. Keterkaitan Rasional Rumusan tersebut harus memiliki keterkaitan rasional dengan kemampuan dan keberadaan anda saat ini. Sebab jika tidak, akan muncul masa frustrasi yang melelahkan. Keterkaitan rasional adalah sesuatu yang attainable (paling mungkin diraih) berdasarkan kemampuan, keahlian dan kekuatan anda. 3. Spesifik Tujuan harus dirumuskan menjadi bentuk representasi padanan fisik yang khusus dan jelas. Tidaklah cukup hanya dengan menulis bahwa anda ingin kaya atau terhormat karena hal itu tidak memenuhi unsur kejelasan dan spesifik. Dengan kata lain, spesifik yang dimaksudkan disini adalah bahwa rumusan tujuan hidup anda harus memiliki tolok ukur (ada suatu standard yang ingin dicapai)dan measurable (dapat diukur sejauh mana perkembangan anda dalam mendekatakn diri pada tujuan). 4. Bermakna Tujuan hidup harus berupa sesuatu yang relevan dengan kondisi diri anda. Artinya sesuatu tersebut harus berupa objek yang berguna bagi anda. Jika anda sedang menganggur, maka tujuan hidup yang paling bijak adalah mendapatkan atau menciptakan pekerjaan. 5. Batas Waktu Tulislah batas waktu yang jelas, kapan tujuan hidup anda bisa dicapai dengan pentahapannya. Klasifikasikan tujuan hidup anda menjadi tiga: jangka pendek –menengah –jangka panjang. Dengan memahami rumusan tekhnis di atas, bisa saja dielaborasi sesuai kepentingan, cobalah mengaplikasikannya ke dalam wilayah –wilayah sentral. Umumnya manusia memiliki sejumlah wilayah sentral tertentu: karir, keluarga, kesehatan fisik, format lingkungan yang anda pilih, pengembangan SDM, kematangan spiritual dan moral, status social dan budaya. Realisasi Untuk dapat merealisasikan tujuan hidup anda maka diperlukan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Pentahapan Jangan tergoda untuk menjalankan seluruh keinginan sekali dalam satu projek hanya karena nafsu ingin cepat yang hakekatnya malah memperlambat. Pikiran anda hanya akan bekerja untuk satu objek tunggal yang spesifik. Yakinilah, jika anda bisa menyelesaikan persoalan dari bagian yang paling kecil berarti anda mampu menyelesaikan banyak hal yang besar. Persoalannya terkadang langkah pentahapan berdasarkan kemampuan yang sering anda lupakan. Kesuksesan dengan kata lain adalah proses realisasi ide-ide perbaikan secara terusmenerus berdasarkan pentahapan. 2. Visualisasi Visualisasi adalah membendakan sesuatu yang masih gaib melalui penglihatan mental. Lihatlah model rumah yang anda inginkan di kepala anda secara lengkap dengan taman atau letak kamar mandinya. Peganglah erat-erat, semua kreasi diciptakan melalui dua tahap, yaitu tahapan
mental dan terakhir tahapan fisik. Visualisasikan sesuatu yang anda inginkan sampai benarbenar mengalami kristalisasi mental atau feel of becoming or having –merasakan seakan-akan anda sudah menjadi atau memiliki sesuatu yang anda inginkan. Berilah imajinasi anda bekerja untuk membantu bukan melawan anda. 3. Inspirasi Inspirasi adalah percikan ide-ide kreatif yang waktu dan tempatnya jarang anda kenali, kecuali anda sudah melatih-diri dengan pembiasaan. Inspirasi adalah akibat-hasil dari proses pengembangan diri. Inspirasi merupakan penemuan moment um of“Aha”.Inspirasi dapat anda munculkan dengan ‘ c ondi t i oni ng’ .Caranya? Temukan momen khusus yang menjadi kebiasaan untuk membuka dialog-diri, misalnya tengah malam atau di kamar mandi, atau lain. Agendakan untuk bertemu kenalan tanpa konsekuensi atau interest apapun selain silaturrohim. Pelajari sebanyak mungkin prestasi yang dihasilkan. 4. Target Buatlah target pencapaian dari apa yang benar-benar anda inginkan. Memenuhi target bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu, pertama deadline matematis di mana anda menjadikan target sebagai tujuan mikro dengan waktunya yang detail. Kedua dengan cara kristalisasi mental di mana anda SEKARANG ini seakan-akan sudah merasakan vibrasi fisiknya dari apa yang anda inginkan. Jangan sekali-kali mengundang kehadiran virus "NANTI" karena ia seringkali menawarkan bujukan yang berarti tidak pernah terjadi. Dengan berpikir NANTI, anda telah kehi l anganday at ar i kkear ah“Menj adi ”at au“Memi l i ki ”s aati ni . 5. Keyakinan Keyakinan menentukan karakter hidup terutama ketika anda menghadapi tantangan. Karakter sukses diciptakan dari keyakinan sukses dan begitu sebaliknya. Di tengah anda menjalani proses realisasi, mudah sekali virus muncul dan hanya bisa dilawan dengan keyakinan anda. Virus itu adalah rasa ragu-ragu, pesimisme, rasa tidak berdaya melawan tantangan, rasa malas, rasa putus asa, dan pasrah terhadap kemauan realitas. Oleh karena itu, ciptakan keyakinan sukses dengan mendatangkan sejumlah alasan yang bisa diterima oleh keyakinan anda. 6. Kesadaran Proses Kalau anda menyaksikan bahwa ada seseorang yang hanya berjualan air putih bisa hidup mandiri tetapi kemudian anda dapatkan pemegang gelar akademik tidak mandiri, maka pembedanya tidak lain adalah kesadaran proses. Penjual itu telah menempuh proses yang memungkinkan terbentuknya sistem hidup mulai dari mana ia mengambil air lalu kepada siapa ia menjualnya, dst. Sistem bergerak stabil. Keahlian, ketrampilan, atau ijazah akademik tidak bisa mengganti peranan proses oleh karena itu siapa pun anda, maka anda harus tetap menempuh tangga proses yang sudah menjadi undang-undang hukum alam. 7. Interaksi Anda tidak mungkin sukses meraih tujuan tujuan itu seorang diri. Ibarat baterai, sebesar apapun kandungan watt-nya maka selamanya tidak akan menciptakan cahaya selama tidak diinteraksikan dengan perangkat lain yang menjadi pasangannya. Sama juga dengan tujuan anda. Seni bagaimana tujuan anda diinteraksikan kepada pihak lain yang menjadi pesangannya harus anda miliki. Mengapa seni itu diperlukan? Terkadang anda mencipatakan interaksi tujuan bukan dengan pasangannya sehingga melahirkan dua kemungkinan yaitu interaksi tersebut tidak bekerja atau malah merusak tatanan. Uraian singkat di atas setidaknya bisa memberi gambaran bahwa ibarat mendirikan bangunan gedung, maka fondasilah yang pertama kali harus dipikirkan. Tak ubahnya juga dengan hidup anda. Jika anda sudah memahami bahwa setiap hari berpikir untuk mengubah tatanan konstruksi bagian atas, bahkan bisa jadi berniat untuk mengubah bangunan menjadi gedung bertingkat, sudahkah anda memikirkan tentang pondasi personal anda?. Semoga berguna.(jp) _____________________________
Mempertanyakan Pekerjaan Ideal Oleh: Ubaydillah, AN Jakarta, 7 Juli 2003 Penyakit umum yang sering dialami oleh individu adalah tidak/kurang puas dengan apa yang SUDAH didapatkan dan "AKAN" merasakan kepuasan sepenuh hati dengan sesuatu yang nanti didapatkan. Bagi yang belum bekerja kemungkinan besar mendapatkan pekerjaan "apa saja" merupakan kenikmatan tersendiri. Namun setelah pekerjaan didapat, rasa nikmat itu hilang dimakan oleh kecenderugan lain untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan background pendidikan, pengalaman, identitas diri dan standard gaji yang lebih tinggi. Ketika semua itu sudah didapatkan pun tidak berarti masalah selesai sebab masih ada kecenderungan lain lagi yang muncul yaitu mendapatkan pekerjaan ideal. Melalui tulisan ini saya ingin mengajak anda mempertanyakan dua hal. Pertama, adakah pekerjaan ideal itu menurut teritori aktual berdasarkan peta yang sudah ada? Kedua, sehatkah kecenderungan untuk merasa "tidak puas" dengan pekerjaan yang ada sekarang? Definisi Ka l a ume r u j ukpa dade f i n i s it e o r i t i st e n t a nga r t ik a t a“ I de a l ”y a ngs e be na r ny a ,ma k at a t al e t a ky a ng memisahkan realita ideal dan realita aktual tentang pekerjaan yang kita hadapi saat ini sudah benar. Pekerjaan ideal itu ada (dalam arti ‘ i te x i s t s ’ )dan perlu kita adakan (baca:pahami) dalam rumusan konsep (It is conceptualized). Tetapi harus dengan pengakuan tidak akan terjadi ( i tdoe s n’ th ap pe n )dalam arti secara matematis/actual. William James (1842-1909), seorang pakar psikologi, mengatakan iIdeal itu bagaikan bintang di langit. Jangan pernah berpikir tangan anda dapat menggapainya tetapi pilihlah sebagai petunjuk yang harus anda ikuti untuk meraih nasib yang anda pilih. Advance Dictionary menerjemahkan kata ideal sebagai berikut: “( s ome t h i ng)c on t r as t e dwi t hr e a l ,e x i s t i ngo n l yi nt hei ma g i na t i o n;n otl i k et o beac h i e v e d ”.Definisi demikian sudah klop dengan tatanan alamiah di mana langit sebagai destinasi ideal dan bumi adalah kenyataan aktual. Langit itu ada (exist) tetapi tidak satu pun orang dapat menggapainya (happens) secara fisik. Munculnya gap internal di dalam diri seseorang tentang pekerjaannya adalah k e s a l a ha nme ng a r t i k a nda nme n g g una k a ns e nj a t ak a t a‘ i de a l ’ . Ke s e n j a ng a ni n t e r na lt e r j a d ik a r e nao rang memaksakan ideal untuk terjadi secara fisik dan menolak peristiwa aktual dalam arti keinginan untuk membuat tata letak yang sebaliknya. Beberapa kerugian yang akan diterima oleh aksi memutarbalikkan fungsi dan arti ideal ini dalam pekerjaan dapat diprediksikan sebagai berikut: 1. Miskin konteks secara menyeluruh tentang pekerjaan terutama dari mana, bagaimana dan dengan siapa saja pekerjaan akhirnya diselesaikan. Kemiskinan konteks (interconetedness) disebabkan oleh keterbatasan pemahaman atas pekerjaan yang dibatasi oleh pikiran menolak materi pekerjaan. 2. Perasaan tidak bahagia, tidak senang, dan tidak antusias menjalani pekerjaan karena pekerjaan yang telah ditukar dengan waktu, tenaga dan pikiran itu hanya dijiwai setengah-setengah. 3. Tidak yakin dan tidak bangga dengan pekerjaan dan jabatan yang disandangnya sehingga dengan gampang menggunakan senjata pasrah (giving up) atau melempar tanggung jawab kepada orang lain (blaming). 4. Tidak memiliki sikap penilaian rasional atas orang lain dan keadaan di tempat kerja atau mengidap penyakit yang diistilahkan dengan "critical spirit", di seseorang cenderung melihat dari sudut paling negatif tentang dirinya, orang lain dan keadaan. 5. Lebih banyak ruginya ketimbang untungnya baik secara pendapatan material dan non-material. Kalau kita tidak menerima sepenuh hati pekerjaan yang kita jalani bagaimana mungkin orang mempercayai hasil pekerjaan kita? Selain itu, kualitas pengalaman seseorang (yang merupakan komoditi karir) seringkali diwakili oleh “how g ood ” bukan "how long". How good adalah lambang bagaimana orang memaknai peristiwa yang dialami melalui apa yang dilakukan terhadap peristiwa tersebut. Dari uraian di atas rasanya sudah terjawab bahwa anda tidak akan menemukan pekerjaan ideal dari orang lain kecuali anda menc i p t a k a nny as e ndi r iy a ng‘ e x i s t ’s e c a r ae mos i ,me n t a l ,p i k i r a n,s i k a p,da nk e y a k i na n agar rumusan tersebut berfungsi sebagai inspirator/motivator untuk terus maju meraih bentuk kesuksesan pekerjaan yang anda pilih.
Batu Loncatan Pengalaman membuktikan bahwa amat sulit (bahkan mustahil) untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang langsung "meet" dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pada satu saat yang bersamaan. Oleh karena itu untuk mencapainya diperlukan suatu siasat dengan membuat Jembatan Batu Loncatan. Sebenarnya jembatan ini adalah ungkapan dari kecenderungan sehat dengan syarat diletakkan dalam persepektif yang sehat. Bagaimana membedakan yang sehat dan yang tidak sehat? Berikut adalah sebagian dalil yang dapat kita jadikan alat membedakan: 1. Menjadikan pekerjaan hari ini sebagai realita aktual yang disyukuri (accept and acknowledge) atas dorongan keyakinan untuk menemukan makna. Ajaran teologi mengatakan apapun yang kita terima hari ini mengandung makna. Persoalannya makna tersebut seringkali tampil di permukaan berupa peristiwa yang tidak kita inginkan, seperti kegagalan atau penyimpangan terhadap kalkulasi logis. Semua orang dipastikan bisa membenarkan perkatan Antony Robbin yang kira-kira artinya adalah banyak peristiwa yang dulunya kita tolak mati-matian tetapi pada akhirnya kita sadari bahwa peristiwa tersebut kita butuhkan demi kemajuan dan kebaikan kita. Hanya saja yang sering terjadi adalah kita terlambat menyadarinya padahal ada pilihan lain di mana kita bisa langsung menyadari dengan mengubah format keyakinan bahwa: setiap peristiwa pasti ada makna ! 2. Merasakan pekerjaan dengan sepenuh hati (half-full-cup feeling) –menolak perasaan setengahsetengah (half-less-cup-feeling). Memang tidak ada yang dapat memastikan masa depan kita akan menjadi lebih atau lebih buruk, tetapi menurut logika hidup yang benar seseorang harus membangun masa depannya mulai dari hari ini. Kalau kita sudah merasa tersiksa dengan hari ini maka kita telah membangun masa depan dengan rasa tersiksa dan nes t a pas e h i ng g ah a s i l ny aa da l a h…. . ?Ka h l i lGi b r a nme ng a t a k a nor a ngb i s ame r a s a k a nba ha g i ad a n nestapa jauh sebelum orang tersebut benar-benar merasakannya. Bahagia dan nestapa adalah pilihan emosi yang kita tentukan, bukan persoalan pekerjaan. 3. Memikirkan pekerjaan sebagai materi yang perlu dieksplorasi sebagai alat menuju singgasana tingkat pekerjaan yang sering disebut dengan "stay in demand". Memang pada tahapan awal seseorang harus mencari / menemukan pekerjaan kalau ia tidak mampu langsung menciptakannya. Tetapi pada satu titik nanti akan datang sebuah moment di mana orang merasa ‘ ma l u’k a l a uha r ust e r us -menerus mencari. Ia kemudian akan mencoba untuk "dicari" (to attract). Nah...untuk sampai pada tingjkatan tersebut tentu bukan perkara gampang. Kalau alat untuk membuat orang lain tertarik pada anda (baca: pekerjaan) tidak anda bina dari sekarang sementara moment demikian s uda hmu l a imunc u l , ma k a …. ? 4. Menyikapi pekerjaan sebagai pihak yang kita kontrol, bukan sebaliknya. Dengan memegang kendali berarti desain/model masa depan pekerjaan berada di tangan kita. Pengendalian adalah manifestasi dari pikiran, perasaan, dan keyakinan positif. Jadi, pembeda mendasar antara memegang dan melepaskan kontrol (dikontrol) terletak pada unsur positif dan negatif. Kalau kita merasa negatif atas pekerjaan saat ini sama dengan memberi izin kepada perasaan untuk mengontrol kita dan biasanya menghasilkan "bad surprise". 5. Menjalani pekerjaan tetap pada koridor merealisasikan platform kualitas. Contoh dari platform pekerjaan itu adalah anda memilih menjadi specialist, generalist atau lainnya. Praktek yang sering terjadi adalah praktek lompat sana-sini dengan kualitas penguasaan pekerjaan yang masih jauh dari singgasana "in demand" atau lebih tepatnya hanya didorong oleh perbedaan nilai nominal gaji awal, bukan oleh dorongan merealisasikan platform. Sepintas memang telah terjadi perbedaan atau perubahan nasib tetapi esensinya di belakang sama saja. Mengapa? Nasib reward suatu pekerjaan yang kita jalani lebih sering ditentukan oleh kemampuan untuk menciptakan kualitas yang lebih kepada pihak lain bukan dibedakan oleh identitas pekerjaan atau perusahaan. Platform kualitas adalah pernyataan diri tentang sebuah pekerjaan yang kita pilih berdasarkan nilai, tujuan, keunggulan, pengalaman, atau pendidikan. Platform yang kita buat tanpa keputusan dan pondasi kecuali ikut-ikutan atau desakan reaktif kebutuhan sesaat atau penghindaran membuat kita mudah bongkar pasang platform yang tidak mengikuti “Gr owt hCi r c l e ”.Artinya apa yang dilakukan hanya berfungsi seperti candu
yang hanya menenangkan sementara dan karena dunia ini tidak berbeda maka masalah di tempat lama akan juga ditemui di tempat yang baru. Pembelajaran Diri Supaya gap antara realita pekerjaan ideal dan aktual tidak terus membesar dan malah menyerang kita maka jurus yang paling aman adalah mejalani pembelajaran dimana kita memahami kesempurnaan adalah proses usaha yang terus kita lakukan menuju yang lebih sempurna. Beberapa ide berikut bisa kita jadikan acuan untuk melangkah mendekati kesempurnaan pekerjaan: 1. Aktualisasi ideal Cara membuat ideal menjadi actual atau mengaktifkan rumusan ideal supaya bekerja di alam aktual adalah "to live the life in living present". Berpikirlah tentang hari esok, dan merenunglah tentang hari kemarin tetapi ketika sudah bertindak maka fokuskan pada perbaikan hari ini. Bertindak adalah solusi terbaik untuk hari ini sedangkan mengetahui adalah solusi untuk hari esok. Pendek kata, ketika sudah datang saat untuk bertindak, tinggalkan sementara memikirkan (how) atau merenungan (why) tetapi just do it. Honore De Balzac (1799 –1850) , seorang journalist Perancis mengatakan bahwa senjata paling ampuh untuk tetap sabar menghadapi realita yang tidak mempedulikan keadaan kita dan lingkungan yang sering mencaci maki kita adalah mengisi hidup untuk hari ini yang didorong oleh inspirasi merealisasikan rumusan ideal 2. Akselerasi Proses Menyadari proses merupakan alat untuk mempercepat sirkulasi dari unwanted menuju wanted situasi. Menyadari proses juga dapat menyelamatkan kita dari problema yang disebabkan oleh keterlambatan menyadari adanya "the moment of AHA" dari peristiwa yang telah / sedang kita jalani. Menyadari proses artinya melakukan sesuatu (extra effort) dari yang paling mampu kita lakukan untuk memperbaiki keadaan y a ngt i da kk i t ai ng i nk a ns a a ti ni . Se bg a a ic o nt oh,k e t i k aa n d at i da k‘ r e l a ’me n j a d ik a r y a wa nt i ng k a tr e nda h , tangkaplah ketidakrelaan tersebut sebagai isyarat untuk menjadi karyawan tingkat atas dengan melakukan extra-effort yang secara rasional akan mengantarkan anda ke posisi tersebut.. Sekali lagi usaha ekstra tidak s e l a ma ny ame nunt u tun t ukd i pa ha mis e c a r a‘ wa h ’y a ngs a a tj a u hd a r ik e ma mp ua nr i i lk i t a .Ki t ab i s a membaca buku, mempelajari orang lain yang lebih atas tentang bagaimana mereka menyelesaikan masalah pekerjaan untuk dipahami. 3. Kapitalisasi Kekuatan Kapitalisasi kekuatan adalah aplikasi manajemen usaha ekstra. Strategi yang kita jalankan untuk memperbaiki pekerjaan lebih penting ketimbang melakukan sesuatu secara asal-asalan. Kapitalisasi adalah usaha yang kita lakukan untuk menggali lebih dalam kekuatan yang oleh bahasa industri diterjemahkan sebagai langkah menaikannkan daya jual. Atau dengan kata lain, usaha yang kita lakukan untuk menaiki tangga singgasana menuju posisi "stay in demand". Kapitalisasi kekuatan dilakukan dengan cara: a) memperkuat daya tarik spesialisasi pelayanan personal yang mengarah pada apa dan siapa anda; b) memperjelas unsur diferensiasi (keunggulan dan keunikan) sebagai benteng pertahanan menghadapi persaingan; c) menciptakan segmentasi aktivitas, bidang dan jaringan, d) menciptakan konsentrasi hanya pada pengembangan dan perbaikan. Walhasil, ideal atau tidak ideal suatu pekerjaan bagi kita murni urusan memilih bagaimana kita memahami keadaan pekerjaan. Hal terpenting adalah jangan sampai karena kita tidak puas dengan hari ini lalu kepuasan hari depan tidak kita ciptakan mulai sekarang. Padahal seperti dikatakan pepatah, telor hari ini masih lebih baik daripada ayam hari esok. Kenyataan kerap mengajarkan orang yang bisa menerima pekerjaan sebagai telor hari ini lebih sering mendapatkan tawaran yang lebih banyak dan lebih mudah. Bisa jadi telor dan bisa juga langsung ayam. Siapa tahu. Semoga berguna. (jp) _____________________________
Memupuk Rasa Percaya Diri Oleh Jacinta F. Rini Team e-psikologi
Jakarta, 16 Oktober 2002
Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "tidak pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Ruang konseling di website inipun banyak diwarnai dengan pertanyaan seputar kasus-kasus yang berhubungan dengan krisis kepercayaan diri tersebut. Sudah tentu, hilangnya rasa percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri ,“dul us ay at i dakpenakuts eper t ii ni . . . . kenapas ekar angj adibegi ni? ”adaj ug ay ang berkata: "kok saya tidak seperti dia,...yang selalu percaya diri...rasanya selalu saja ada yang kur angdar idi r is ay a. . . s ay amal umenj adidi r is ay a! ”Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam hubungan interpersonal. Jika memang rasa kurnag percaya diri dapat diperbaiki, langkahlangkah apakah yang harus dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan saya jawab dalam artikel ini. Kepercayaan Diri Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “ s a k t i ” .Ra s ap e r c a y adi r iy a ng t i ng g is e be na r ny aha ny ame r uj uk pa daa da ny abe be r a paa s pe kda r i kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa –karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Karakteristik Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang percaya diri Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah : Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain –berani menjadi diri sendiri Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil) Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain) Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag lain dan situasi di luar dirinya Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi. Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang kurang percaya diri Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah: Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri –namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri) Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain) Perkembangan Rasa Percaya Diri Pola Asuh Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri – seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya. Lain halnya dengan orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak, atau suka mengkritik, sering memarahi anak namun kalau anak berbuat baik tidak pernah dipuji, tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai oleh anak, atau pun seolah menunjukkan ketidakpercayaan mereka pada kemampuan dan kemandirian anak dengan sikap overprotective yang makin meningkatkan ketergantungan. Tindakan overprotective orangtua, menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak karena anak tidak belajar mengatasi problem dan tantangannya sendiri –segala sesuatu disediakan dan dibantu orangtua. Anak akan merasa, bahwa dirinya buruk, lemah, tidak dicintai, tidak dibutuhkan, selalu gagal, tidak pernah menyenangkan dan membahagiakan orangtua. Anak akan merasa rendah diri di mata saudara kandungnya yang lain atau di hadapan teman-temannya. Menurut para psikolog, orangtua dan masyarakat seringkali meletakkan standar dan harapan yang kurang realistik terhadap seorang anak atau pun individu. Sikap suka membandingbandingkan anak, mempergunjingkan kelemahan anak, atau pun membicarakan kelebihan anak lain di depan anak sendiri, tanpa sadar menjatuhkan harga diri anak-anak tersebut. Selain itu, tanpa sadar masyarakat sering menciptakan trend yang dijadikan standar patokan sebuah prestasi atau pun penerimaan sosial. Contoh kasus yang riil pernah terjadi di tanah air, ketika seorang anak bunuh diri gara-gara dirinya tidak diterima masuk di jurusan A1 (IPA), meski dia sudah bersekolah di tempat yang elit; rupanya sang orangtua mengharap anaknya diterima di A1 atau paling tidak A2, agar kelak bisa menjadi dokter. Atau, orangtua yang memaksakan anaknya ikut les ini dan itu, hanya karena anak-anak lainnya pun demikian. Situasi ini pada akhirnya mendorong anak tumbuh menjadi individu yang tidak bisa menerima kenyataan dirinya, karena di masa lalu (bahkan hingga kini), setiap orang mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Dengan kata lain, memenuhi harapan sosial. Akhirnya, anak tumbuh menjadi individu yang punya pola pikir : bahwa untuk bisa diterima, dihargai, dicintai, dan diakui, harus menyenangkan orang lain dan mengikuti keinginan mereka. Pada saat individu tersebut ditantang untuk menjadi diri sendiri –mereka tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rasa percaya dirinya begitu lemah, sementara ketakutannya terlalu besar.
Pola Pikir Negatif Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian, bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah peristiwa, amat dipengaruhi oleh cara berpikirnya. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinya lah semua negativisme itu berasal. Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain: Menekankan keharusan-kehar us anpadadi r is endi r i( “s ay ahar usbi s abegi ni . . . s ay ahar us bi s abegi t u”) .Ket i k agagal ,i ndi v i dut er s ebutmer as as el ur uhhi dupdanmas adepanny a hancur. Cara berpikir totalitas dan dualisme:“k al aus ay as ampaigagal ,ber ar t is ay amemang j el ek” Pesimistik yang futuristik : satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya, mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak akan lulus sarjana. Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism : suka mengkritik diri sendiri dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik. Labeling : mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan negatif, s eper t i“s ay amemangbodoh”. . . ”s ay adi t akdi r k anunt ukj adior angs us ah”,ds b. . . . Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain : ketika orang memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya. Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri : senang mengingat dan bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu langsung merasa menjadi orang tidak berguna. Memupuk Rasa Percaya Diri Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangkan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri. 1. Evaluasi diri secara obyektif Bel aj armeni l aidi r is ec ar a oby ekt i fdan j uj ur .S us unl ah daf t ar“k ekay aan” pr i badi ,s eper t i prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua asset-asset berharga Anda dan temukan asset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri Anda, seperti : pola berpikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebabsebab eksternal lain. Hasil analisa dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik. 2. Beri penghargaan yang jujur terhadap diri Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu Anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang
tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri –hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri. 3. Positive thinking Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak Anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nob ody ’ spe r f e c tdan i t ’ sok a yi fIma deami s t ak e . Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan Anda. Hati-hatilah agar masa depan Anda tidak rusak karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di re-view kembali secara logis dan rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar. 4. Gunakan self-affirmation Untuk memerangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya: Saya pasti bisa !! Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya ! Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan Sayalah yang memegang kendali hidup ini Saya bangga pada diri sendiri 5. Berani mengambil resiko Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, Anda bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, Anda tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategistrategi untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya, Anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko ditolak. Jika Anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil resiko. Ingat: No Risk, No Gain. 6. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, k e c e mbur ua n,k e k e c e wa a n,k e k e s a l a n,k e pa h i t a nda nk e pu t u s a s a a n .De ng a n“ b e ba n”s e pe r t ii t u,ba g a i ma na individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-or a ngy a ngme mbua t“ c e mbur u”ha t i ny a .Ol e hs e b a bi t u,be l a j a r l a hbe r s y uk ura t a sa pa p u ny a ng Anda alami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup Anda. 7. Menetapkan tujuan yang realistik Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang Anda tetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan.
Mungkin masih ada beberapa cara lain yang efektif untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Jika anda dapat melakukan beberapa hal serpti yang disarankan di atas, niscaya anada akan terbebas dari krisis kepercayaan diri. Namun demikian satu hal perlu diingat baik-baik adalah jangan sampai anda mengalami over confidence atau rasa percaya diri yang berlebihlebihan/overdosis. Rasa percaya diri yang overdosis bukanlah menggambar kondisi kejiwaan yang sehat karena hal tersebut merupakan rasa percaya diri yang bersifat semu. Rasa percaya diri yang berlebihan pada umumnya tidak bersumber dari potensi diri yang ada, namun lebih didasari oleh tekanan-tekanan yang mungkin datang dari orangtua dan masyarakat (sosial), hingga tanpa sadar mel andas imot i v as ii ndi v i duunt uk“har us ”menj adior angs uks es . Selain itu, persepsi yang keliru pun dapat menimbulkan asumsi yang keliru tentang diri sendiri hingga rasa percaya diri yang begitu besar tidak dilandasi oleh kemampuan yang nyata. Hal ini pun bisa didapat dari lingkungan di mana individu di besarkan, dari teman-teman (peer group) atau dari dirinya sendiri (konsep diri yang tidak sehat). Contohnya, seorang anak yang sejak lahir ditanamkan oleh orangtua, bahwa dirinya adalah spesial, istimewa, pandai, pasti akan menjadi orang sukses, dsb –namun dalam perjalanan waktu anak itu sendiri tidak pernah punya track record of success yang riil dan original (atas dasar usahanya sendiri). Akibatnya, anak tersebut tumbuh menjadi seorang manipulator dan dan otoriter –memperalat, menguasai dan mengendalikan orang lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Rasa percaya diri pada individu seperti itu tidaklah didasarkan oleh real competence, tapi lebih pada faktor-faktor pendukung eksternal, seperti kekayaan, jabatan, koneksi, relasi, back up power keluarga, nama besar orangtua, dsb. Jadi, jika semua atribut itu ditanggalkan, maka sang individu tersebut bukan siapa-siapa. (jp) _____________________________
Mendidik Agar Anak Mandiri Oleh Staff IQEQ
Orang tua mana yang tidak mau melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang mandiri. Tampaknya memang itulah salah satu tujuan yang ingin dicapai orang tua dalam mendidik anakanaknya. Sikap mandiri sudah dapat dibiasakan sejak anak masih kecil: memakai pakaian sendiri, menalikan sepatu dan bermacam pekerjaan-pekerjaan kecil sehari-hari lainnya. Kedengarannya mudah, namun dalam prakteknya pembiasaan ini banyak hambatannya. Tidak jarang orang tua merasa tidak tega atau justru tidak sabar melihat si kecil yang berusaha menalikan sepatunya selama beberapa menit, namun belum juga memperlihatkan keberhasilan. Atau langsung memberi segudang nasehat, lengkap dengan cara pemecahan yang harus dilakukan, ketika anak selesai menceritakan pertengkarannya dengan teman sebangku. Memang masalah yang dihadapi anak sehari-hari dapat dengan mudah diatasi dengan adanya campur tangan orang tua. Namun cara ini tentunya tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Ia akan terbiasa "lari" kepada orang tua apabila menghadapi persoalan, dengan perkataan lain ia terbiasa tergantung pada orang lain, untuk hal-hal yang kecil sekalipun. Lalu upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk membiasakan anak agar tidak cenderung menggantungkan diri pada seseorang, serta mampu mengambil keputusan? Di bawah ini ada beberapa hal yang dapat Anda terapkan untuk melatih anak menjadi mandiri. 6. Beri kesempatan memilih Anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk melakukan pilihan sendiri. Sebaliknya bila ia terbiasa dihadapkan pada beberapa pilihan, ia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri bagi dirinya. Misalnya, sebelum menentukan menu di hari itu, ibu memberi beberapa alternatif masakan yang dapat dipilih anak untuk makan siangnya. Demikian pula dalam memilih pakaian yang akan dipakai untuk pergi ke pesta ulang tahun temannya,
7.
8.
9.
10.
11.
misalnya. Kebiasaan untuk membuat keputusan - keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini akan memudahkan untuk kelak menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal dalam kehidupannya. Hargailah usahanya Hargailah sekecil apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. Orang tua biasanya tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan waktu lama untuk membuka sendiri kaleng permennya. Terutama bila saat itu ibu sedang sibuk di dapur, misalnya. Untuk itu sebaiknya otang tua memberi kesempatan padanya untuk mencoba dan tidak langsung turun tangan untuk membantu membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa untuk membuka kaleng akan lebih mudah kalau menggunakan ujung sendok, misalnya. Kesempatan yang anda berikan ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga akan mendorongnya untuk melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu. Hindari banyak bertanya Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang tua , yang sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian pada si anak, dapat diartikan sebagai sikap yang terlalu banyak mau tahu. Karena itu hindari kesan cerewet. Misalnya, anak yang baru kembali dari sekolah, akan kesal bila diserang dengan pertanyaan - pertanyaan seperti, "Belajar apa saja di sekolah?", dan "Kenapa seragamnya kotor? Pasti kamu berkelaihi lagi di sekolah!" dan seterusnya. Sebaliknya, anak akan senang dan merasa diterima apabila disambut dengan kalimat pendek : "Halo anak ibu sudah pulang sekolah!" Sehingga kalaupun ada hal-hal yang ingin ia ceritakan, dengan sendirinya anak akan menceritakan pada orang tua, tanpa harus di dorong-dorong. Jangan langsung menjawab pertanyaan Meskipun salah tugas orang tua adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada anak, namun sebaiknya orang tua tidak langsung menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan. Sebaliknya, berikan kesempatan padanya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan tugas Andalah untuk mengkoreksinya apabila salah menjawab atau memberi penghargaan kalau ia benar. Kesempatan ini akan melatihnya untuk mencari alternatif-alternatif dari suatu pemecahan masalah. Misalnya, "Bu, kenapa sih, kita harus mandi dua kali sehari? " Biarkan anak memberi beberapa jawaban sesuai dengan apa yang ia ketahui. Dengan demikian pun anak terlatih untuk tidak begitu saja menerima jawaban orang tua, yang akan diterima mereka sebagai satu jawaban yang baku. Dorong untuk melihat alternatif Sebaiknya anak pun tahu bahwa untuk nmengatasi suatu masalah , orang tua bukanlah satu-satunya tempat untuk bertanya. Masih banyak sumber-sumber lain di luar rumah yang dapat membantu untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Untuk itu, cara yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan memberitahu sumber lain yang tepat untuk dimintakan tolong, untuk mengatasi suatu masalah tertentu. Dengan demikian anak tidak akan hanya tergantung pada orang tua, yang bukan tidak mungkin kelak justru akan menyulitkan dirinya sendiri . Misalnya, ketika si anak datang pada orang tua dan mengeluh bahwa sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai. Anda dapat memberi jawaban : "Coba,ya, nanti kita periksa ke bengkel sepeda." Jangan patahkan semangatnya Tak jarang orang tua ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengatakan "mustahil" terhadap apa yang sedang diupayakan anak. Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginan untuk mandiri, dorong ia untuk terus melakukanya. Jangan sekali-kali anda membuatnya kehilangan motivasi atau harapannya mengenai sesuatu yang ingin dicapainya. Jika anak minta ijin Anda, "Bu, Andi mau pulang sekolah ikut mobil antar jemput, bolehkan? " Tindakan untuk menjawab : "Wah, kalau Andi mau naik mobil antar jemput, kan Andi harus bangun pagi dan sampai di rumah lebih siang. Lebih baik tidak usah deh, ya" seperti itu tentunya akan membuat anak kehilangan motivasi untuk mandiri. Sebaliknya ibu berkata "Andi mau naik mobil antar jemput? Wah, kedengarannya menyenangkan, ya. Coba Andi ceritakan pada ibu kenapa andi mau naik mobil antar jemput." Dengan cara ini, paling tidak anak mengetahui bahwa orang tua
sebenarnya mendukung untuk bersikap mandiri. Meskipun akhirnya, dengan alasanalasan yang Anda ajukan, keinginannya tersebut belum dapat di penuhi.
Mengatasi Gap Komunikasi Oleh Ubaydillah, AN Jakarta, 10 Maret 2003 Dalam kehidupan sehari-hari, baik di kantor maupun dalam lingkungan keluarga, seringkali dijumpai adanya gap dalam berkomunikasi. Gap tersebut menyebabkan perbedaan persepsi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dan tidak jarang hal ini menimbulkan kerugian di kedua belah pihak. Jika dilihat secara cermat maka pemicu terjadinya kesenjangan komunikasi tersebut seringkali bukan terletak pada persoalan fakta melainkan sebatas citra yang kemudian membedakan pemahaman terhadap rasa. Sebab faktanya, kedua belah pihak (atasan-bawahan, anak-orangtua, suami-istri, dst) saling membutuhkan dan ketika sudah dijelaskan/dipertemukan, semua persoalan atau mayoritasnya bisa saling memahami. Jika anda menyaksikan pihak-pihak yang saling membenci, maka bisa jadi penyebabnya bukan karena mempunyai watak-watak yang menjadi alasan untuk dibenci tetapi karena faktor komunikasi semata. Karena lebih banyak bisa dikaitkan dengan persoalan bagaimana membentuk citra agar menghasilkan pemahaman rasa yang enak, maka yang dibutuhkan dalam berkomunikasi sebenarnya adalah usaha untuk mengubah diri ke arah yang lebih baik, terutama sikap, tindakan, dan perasaan. Artinya, bagaimana anda memperlakukan orang lain menjadi cermin dari bagaimana anda memperlakukan diri sendiri dan selanjutnya bagaimana orang lain memperlakukan anda merupakan feedback dari perlakuan anda terhadap mereka. Bagaimana caranya mengubah diri ke arah yang lebih baik? Ada baiknya ada perhatikan tiga hal berikut ini: Assertive Secara definitif bisa dijelaskan bahwa sikap assertive merupakan manifestasi dari perbaikan yang serius dalam hal bagaimana anda "memperhitungkan" keberadaan orang lain tanpa sedikitpun mengurangi perhitungan terhadap keberadaan anda dengan cara konstruktif dan fair. Memperhitungkan orang lain artinya mengakui bahwa semua manusia punya hak berbeda dengan kesamaan yang dimiliki, bukan menghakimi perbedaannya. Di sisi lain, dengan pengakuan tersebut tidak berarti anda kehilangan "standing of points". Karena jika kehilangan, bukan lagi assertive, melainkan permissive atau aggressive. Anda mengatakan YA atau TIDAK dengan alasannya masing-masing. Tetapi jangan lupa bahwa pendirian anda tersebut d i un g k a pk a nde ng a nc a r ay a ngpol i t eb u tf i r m.Dis i n i l a hk e a h l i a nme ng g una k a n‘ ba ha s ah i d up’ menentukan. Oleh karena itu diakui bahwa bagaimana orang menggunkan bahasa menjadi cermin kualitas nalarnya. Menyampaikan gagasan perbaikan kepada atasan tentu berbeda bahasanya dengan menyampaikannya di depan rekan kerja. Sikap assertive akan menempatkan anda pada posisi untuk dihormati, bukan untuk dimanfaatkan. Bedanya sangat tipis. Empathy Bagaimana anda menyelami wilayah yang dirasakan oleh orang lain tetapi anda tidak melarutkan diri di dalamnya. Sebagai atasan, dibutuhkan untuk merasakan situasi seperti bagaimana bawahan anda merasakan atau sebaliknya untuk memahami apa yang benar-benar dibutuhkan. Istilah yang lebih memudahkan adalah pengandaian dua arah. Pengandaian ini akan menajamkan sensitivity of feeling. Analogi lain bisa digambarkan bagaimana seorang pengacara yang menjadi pembebas rakyat tertindas. Ia akan menjadi pembebas ketika ia memahami apa yang dirasakan oleh rakyat tertindas itu tetapi segara akan menjadi tertindas jika hanya sekedar merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat yang tertindas. Bedanya sangat tipis. Dalam berkomunikasi dengan lingkungan, maka yang anda butuhkan adalah memahami apa yang dirasakan oleh mitra anda. Untuk bisa memahami menuntut lebih banyak bisa mendengarkan. Stephen Covey mengistilahkan "seek to understand first". Pada prakteknya, orang lebih memilih untuk lebih dulu
dipahami; lebih dulu berbicara tentang dirinya sebelum lebih dulu mendengarkan orang lain; lebih dulu menuntut hak sebelum kewajiban disempurnakan. Bekerjasama Kenyataan sejarah membuktikan bahwa tindakan co-operative (bekerjasama) akhirnya lebih menguntungkan dari pada tindakan konfrontatif ketika konflik menuntut untuk diselesaikan. Jika kenyatannya orang lebih tertarik menyelesaikan urusan komunikasi dengan cara konfrontatif, maka sebagian penyebabnya karena lebih gampang dan lebih singkat selain juga tidak memerlukan kecerdasan dalam kadar tinggi. Dan seringkali cara konfrontatif menjadi penjelasan dari pertarungan egoisme posisi semata bukan untuk menjelaskan jalan menuju realisasi misi, visi, dan tujuan. Padahal yang benar –benar anda butuhkan adalah realisasi dari apa yang anda inginkan bukan egoisme posisi. Ketika anda berhubungan dengan orang lain dalam bentuk apapun, sadarilah bahwa anda berbeda dan begitu mendapatkan persoalan yang menciptakan perbedaan dalam cara memahami dan menyelesaikan, maka pilihannya hanya dua: anda mempertentangkan perbedaan tersebut karena egoisme posisi; atau anda mengubah perbedaan menjadi kekuatan sinergis dengan menciptakan alternative ketiga: saya, kamu, dan kita yang berarti misi dan visi bersama. Sekian kali lagi, bedanya sangat tipis. Semoga berguna. (jp) _____________________________
Mengenal Cara Belajar Individu Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 26 September 2002
Setiap individu adalah unik. Artinya setiap individu memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berpikir dan cara-cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Dalam hal belajar, masingmasing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu dalam dunia pendidikan dikenal berbagai metode untuk dapat memenuhi tuntutan perbedaan individu tersebut. Di negara-negara maju sistem pendidikan bahkan dibuat sedemikian rupa sehingga individu dapat dengan bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dirinya. Di Indonesia seringkali kita mendengar keluhan dari orangtua yang merasa sudah melakukan berbagai cara untuk membuat anaknya menjadi "pintar". Orangtua berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah terbaik. Selain itu anak diikutkan dalam berbagai kursus maupun les privat yang terkadang menyita habis waktu yang seharusnya bisa dipergunakan anak atau remaja untuk bermain atau bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Namun demikian usaha-usaha tersebut seringkali tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan, bahkan ada yang justru menimbulkan masalah bagi anak dan remaja. Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa anak-anak tersebut tidak kunjung-kunjung pintar? Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebabnya adalah ketidaksesuaian cara belajar yang dimiliki oleh sang anak dengan metode belajar yang diterapkan dalam pendidikan yang dijalaninya termasuk kursus atau les privat. Cara belajar yang dimaksudkan disini adalah kombinasi dari bagaimana individu menyerap, lalu mengatur dan mengelola informasi. Otak Sebagai Pusat Belajar Otak manusia adalah kumpulan massa protoplasma yang paling kompleks yang ada di alam semesta. Satu-satunya organ yang dapat mempelajari dirinya sendiri dan jika dirawat dengan baik dalam lingkungan yang menimbulkan rangsangan yang memadai, otak dapat berfungsi secara aktif dan reaktif selama lebih dari seratus tahun. Otak inilah yang menjadi pusat belajar
sehingga harus dijaga dengan baik sampai seumur hidup agar terhindar dari kerusakan. Menurut MacLean, otak manusia memiliki tiga bagian dasar yang seluruhnya dikenal sebagai triune brain/three in one brain (dalam DePorter & Hernacki, 2001). Bagian pertama adalah batang otak, bagian kedua sistem limbik dan yang ketiga adalah neokorteks. Batang otak memiliki kesamaan struktur dengan otak reptil, bagian otak ini bertanggungjawab atas fungsi-fungsi motorik-sensorik-pengetahuan fisik yang berasal dari panca indra. Perilaku yang dikembangkan bagian ini adalah perilaku untuk mempertahankan hidup, dorongan untuk mempertahankan spesies. Disekeliling batang otak terdapat sistem limbik yang sangat kompleks dan luas. Sistem ini berada di bagian tengah otak manusia. Fungsinya bersifat emosional dan kognitif yaitu menyimpan perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampuan belajar. Selain itu sistem ini mengatur bioritme tubuh seperti pola tidur, lapar, haus, tekanan darah, jantung, gairah seksual, temperatur, kimia tubuh, metabolisme dan sistem kekebalan. Sistem limbik adalah panel kontrol dalam penggunaan informasi dari indra penglihatan, pendengaran, sensasi tubuh, perabaan, penciuman sebagai input yang kemudian informasi ini disampaikan ke pemikir dalam otak yaitu neokorteks. Neokorteks terbungkus di sekitar sisi sistem limbik, yang merupkan 80% dari seluruh materi otak. Bagian ini merupakan tempat bersemayamnya pusat kecerdasan manusia. Bagian inilah yang mengatur pesan-pesan yang diterima melalui penglihatan, pendengaran dan sensasi tubuh manusia. Proses yang berasal dari pengaturan ini adalah penalaran, berpikir intelektual, pembuatan keputusan, perilaku normal, bahasa, kendali motorik sadar, dan gagasan non verbal. Dalam neokorteks ini pula kecerdasan yang lebih tinggi berada, diantaranya adalah : kecerdasan linguistik, matematika, spasial/visual, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intrapersonal dan intuisi. Karakteristik Cara Belajar Berdasarkan kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka cara belajar individu dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori. Ketiga kategori tersebut adalah cara belajar visual, auditorial dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya yang memiliki salah satu karakteristik cara belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik cara belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika sang individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik cara belajar dirinya maka akan cepat ia menjadi "pintar" sehingga kursus-kursus atau pun les private secara intensif mungkin tidak diperlukan lagi. Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik cara belajar seperti disebutkan diatas, menurut DePorter & Hernacki (2001), adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Visual Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: rapi dan teratur berbicara dengan cepat mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik teliti dan rinci mementingkan penampilan lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis) merupakan pembaca yang cepat dan tekun lebih suka membaca daripada dibacakan
dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan. jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak' lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam katakata 2. Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Auditorial Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita berbicara dalam irama yang terpola dengan baik berbicara dengan sangat fasih lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik 3. Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Kinestetik Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: berbicara dengan perlahan menanggapi perhatian fisik menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain banyak gerak fisik memiliki perkembangan otot yang baik belajar melalui praktek langsung atau manipulasi menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal) tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut menggunakan kata-kata yang mengandung aksi pada umumnya tulisannya jelek menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik) ingin melakukan segala sesuatu
Dengan mempertimbangkan dan melihat cara belajar apa yang paling menonjol dari diri seseorang maka orangtua atau individu yang bersangkutan (yang sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang karakter cara belajar dirinya) diharapkan dapat bertindak secara arif dan bijaksana dalam memilih metode belajar yang sesuai. Bagi para remaja yang mengalami kesulitan belajar, cobalah untuk mulai merenungkan dan mengingat-ingat kembali apa karakteristik belajar anda yang paling efektif. Setelah itu cobalah untuk membuat rencana atau persiapan yang merupakan kiat belajar anda sehingga dapat mendukung agar kemampuan tersebut dapat terus dikembangkan. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan memanfaat berbagai media pendidikan seperti tape recorder, video, gambar, dll. Selamat mencoba. Semoga bermanfaat. (jp)
Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 25 April 2002
Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 1992) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi. Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya. Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. Apa Sih Kecerdasan Emosional
Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan seharihari. Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Dari beberapa pendapat diatas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. 3 (tiga) unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari : kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain). Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional bukan merupakan lawan kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ, namun keduanya berinteraksi secara dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan di sekolah, tempat kerja, dan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Goleman (1995) mengungkapkan 5 (lima) wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu : Mengenali emosi diri Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah. Mengelola emosi Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila : mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam
mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri. Memotivasi diri Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut : a) cara mengendalikan dorongan hati; b) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; c) kekuatan berfikir positif; d) optimisme; dan e) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya. Mengenali emosi orang lain Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain. Membina hubungan dengan orang lain Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan semacam inilah yang menyebabkan seseroang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan. Dengan memahami komponen-komponen emosional tersebut diatas, diharapkan para remaja dapat menyalurkan emosinya secara proporsional dan efektif. Dengan demikian energi yang dimiliki akan tersalurkan secara baik sehingga mengurangi hal-hal negatif yang dapat merugikan masa depan remaja dan bangsa ini. Semoga. (jp) _________________________
Mengenal Mekanisme Pertahanan Diri Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 5 Juli 2002 Sebagian dari cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress atau pun konflik adalah dengan melakukan mekanisme pertahanan diri baik yang ia lakukan secara sadar atau pun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat dikemukakan oleh Freud sebagai berikut : Such defense mechanisms are put into operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptable impulses may reemerge (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002) Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri. Istilah mekanisme bukan merupakan istilah yang paling tepat karena menyangkut semacam peralatan mekanik. Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang
memandang manusia sebagai mesin yang rumit. Sebenarnya, kita akan membicarakan strategi yang dipelajari individu untuk meminimalkan kecemasan dalam situasi yang tidak dapat mereka tanggulangi s e c a r ae f e k t i f .Te t a p ik a r e na“ me k a ni s mepe r t a h a na nd i r i ”ma s i hme r upa k a ni s t i l a ht e r a pa ny a ngp a l i ng umum maka istilah ini masih akan tetap digunakan. Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya. Represi Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, halhal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya: 12. individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan, 13. berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang menyesakkan dada, 14. lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk, 15. lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif, 16. lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan. Supresi Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impulsimpuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi) Reaction Formation (Pembentukan Reaksi) Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan. Fiksasi Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
Regresi Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidaktidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil). Misalnya anak yang baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai sebagai krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian Menarik Diri Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis. Mengelak Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung. Denial (Menyangkal Kenyataan) Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri. Fantasi Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadangkadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu Rasionalisasi Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk. Intelektualisasi Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang
pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif. Proyeksi Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali dipergunakan pula.
Sumber bacaan: 1. Atkinson Rita L. dan Hilgard E.R. (1999). Pengantar Psikologi. 2. Davidoff Linda L. (1991). Psikologi - Suatu Pengantar. 3. Hall dan Linzey. (1995). Psikologi Kepribadian 1, Teori-teori Psikodinamis. 4. Microsoft Encarta Encyclopedia 2002.
Mengendalikan Amarah Oleh Johanes Papu Team e-psikologi Jakarta, 25 Juni 2003 Kemarahan pada dasarnya merupakan suatu hal yang normal dan pasti pernah dialami oleh semua individu. Di satu sisi manusia memang harus melepaskan semua amarah yang ada di dalam dirinya agar diperoleh suatu kelegaan atau terlepas dari adanya suatu beban berat. Namun di sisi lain tentu saja dituntut cara-cara yang tepat untuk mengungkapkan kemarahan tersebut sebab jika tidak maka hal itu bisa merusak sendi-sendi kehidupan yang mungkin sudah tertata dengan baik. Dengan kata lain individu harus mampu mengendalikan kemarahan tersebut sebelum kemarahan itu justru yang mengendalikan hidupnya. Dalam ruang konseling di website ini banyak sekali para member yang sudah mengalami bagaimana kemarahan sudah mengambil kendali dalam hidup mereka. Beberapa diantaranya menjadi sangat frustrasi karena menyadari bahwa dirinya begitu gampang terpancing untuk marah baik di kantor maupun di rumah sehingga tidak lagi mampu berinteraksi secara baik dengan orang lain (pacar, istri-anak, rekan kerja, maupun atasan-bawahan). Dengan kondisi yang demikian tentu saja si "pemarah" tersebut harus mendapatkan pertolongan dari para profesional sebab ketidakberdayaan untuk mengendalikan amarah sudah menimbulkan masalah baru. Hal seperti ini tentu amat disayangkan mengingat bahwa rasa marah (amarah) sebenarnya bisa dikendalikan ataupun dicarikan cara yang tepat untuk mengeluarkannya. Inilah yang akan dicoba untuk dibahas dalam artikel singkat ini dengan suatu harapan bahwa para pembaca dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Amarah Amarah adalah salahsatu bentuk emosi manusia yang sepenuhnya bersifat normal dan sehat. Setiap individu pasti pernah marah dengan berbagai alasan. Meski merupakan suatu hal yang wajar dan sehat, namun jika tidak dikendalikan dengan tepat dan bersifat destruktif maka amarah akan berpotensi besar untuk menimbulkan masalah baru, seperti masalah di tempat kerja, di keluarga, atau pun hubungan interpersonal. Faktor penyebab mengapa seseorang menjadi marah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: external dan internal. Faktor external adalah hal-hal yang datang dari luar diri sang individu. Contoh: Anda marah kepada atasan atau bawahan anda; anda juga bisa menjadi marah karena terjebak macet atau tertundanya jadwal
penerbangan. Di samping hal-hal external tersebut, kemarahan juga dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang ada di dalam diri anda. Dengan kata lain ada unfinished business yang bisa memicu anda untuk marah. Contoh: ketakutan atau kekuatiran terhadap suatu hal tertentu, ketidakmampuan dalam berinteraksi, adanya pengalaman traumatik atau pun kenangan pahit di masa lalu. Pemberang vs Kalem Sehubungan dengan kemarahan, dalam kehidupan sehari-hari seringkali dijumpai bahwa ada individu-individu tertentu yang sangat gampang marah. Mereka bisa marah terhadap hal apa saja, dengan siapa saja dan kapan saja. Singkat kata mereka ini lebih banyak menunjukkan kemarahan dibandingkan dengan individu-individu lainnya. Individu-individu seperti inilah yang biasa di sebut "Pemberang" atau sering pula disebut sebagai orang yang "emosional" (meski istilah ini menurut saya kurang tepat). Individu-individu ini amat sering terlihat mengomel, menggerutu, memboikot atau menarik diri dari pergaulan, berteriak, bahkan sampai melemparkan barang-barang atau mengeluarkan kata-kata tidak senonoh. Sementara itu kita juga menjumpai bahwa ada individu yang jarang sekali terlihat marah bahkan seolah-olah tidak pernah marah. Mereka tidak meluapkan kemarahan dengan cara meledak-ledak tetapi lebih terlihat tenang-tenang saja (kalem) atau paling-paling hanya sebatas menggerutu atau mengeluh. Individu yang mudah sekali menjadi marah biasanya adalah mereka yang memiliki tingkat toleransi yang rendah terhadap suatu tekanan atau hal-hal yang menyebabkan rasa frustrasi (low tolerance for frustration). Individu seperti ini menganggap bahwa mereka tidak selayaknya menerima kondisi yang tidak menyenangkan. Mereka sangat sulit mengambil hikmah dari situasi yang tidak menyenangkan dan menjadi marah ketika situasi "tidak berpihak" mereka seperti ketika sedang dikritik atau ditegur karena melakukan suatu kesalahan. Adapun faktor yang bisa menjadi penyebab mengapa individu tertentu gampang sekali menjadi marah dapat dibagi dalam beberapa faktor sebagai berikut: 1. Genetik Fakta genetik menunjukkan bahwa beberapa anak memang terlahir dengan karakteristik mudah marah. Hal ini bisa dilihat pada awal-awal tahun kehidupan sang anak. 2. Sosial-Budaya Dalam budaya masyarakat tertentu amarah atau marah sering dianggap sebagai suatu hal yang negatif. Individu seringkali diajarkan bahwa mengungkapkan atau melepaskan kecemasan, depresi atau emosi yang lain adalah baik kecuali kemarahan. Akibatnya individu menjadi tidak pernah belajar bagaimana mengatasi rasa marah ataupun mengekpresikan kemarahan secara konstruktif. 3. Latarbelakang Keluarga Tak bisa dipungkiri bahwa faktor keluarga memainkan peranan yang signifikan terhadap gampang atau tidaknya seseorang menjadi marah. Nampaknya pepatah kuno yang mengatakan bahwa "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" masih berlaku. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu-individu yang gampang marah seringkali berasal dari keluarga yang berantakan dan tidak trampil dalam mengungkapkan emosi ataupun berkomunikasi. Selain itu dijumpai pula bahwa orangtua yang "pemberang" cenderung menghasilkan anak yang pemberang pula (workplaceblue.com). Beberapa Pendekatan Anda tidak mungkin menghilangkan atau menghindari sesuatu yang menjadi penyebab kemarahan. Andapun akan sangat sulit (bahkan tidak mungkin) untuk bisa mengubah orang lain agar tidak membuat anda marah. Satu hal yang bisa ada lakukan adalah mnegndalikan emosi anda sendiri. Dalam rangka menyalurkan dan mengendalikan kemarahan, maka ada tiga pendekatan yang bisa dipilih: 1. Mengekspresikan Kemarahan secara Asertif Mengekspresikan kemarahan anda dengan cara assertif - tidak agresif - merupakan cara yang paling sehat dalam mengungkapkan kemarahan. Untuk bisa melakukan hal ini maka anda harus belajar menentukan kebutuhan-kebutuhan anda dan bagaimana cara mencapainya tanpa harus menyakiti orang lain. Dengan bertindak asertif berarti anda menghormati diri anda sendiri dan orang lain. (baca artikel: Asertivitas) 2. Menahan Amarah dan Mengalihkannya
Hal ini terjadi ketika anda menahan rasa marah, berhenti memikirkannya dan mencoba memfokuskan diri pada sesuatu hal yang positif. Tujuannya adalah agar dapat mengurangi rasa marah yang sedang meluap dan mengubahnya menjadi tindakan yang konstruktif. Contoh: ketika sedang marah maka anda justru bekerja lebih lama dan produktif. Sayangnya cara ini bisa merugikan diri sendiri. Artinya jika kemarahan yang ditekan tersebut sudah sangat banyak dan tidak pernah dikeluarkan maka dapat mengakibatkan hipertensi, depresi atau pun tekanan darah tinggi. 3. Menenangkan Diri Cara lain yang bisa ditempuh dalam mengendalikan kemarahan adalah dengan cara menenangkan diri, menarik nafas dalam-dalam dan mencoba meredakan emosi.. Dalam hal ini ketika amarah datang maka anda segera mengambil jarak dari sumber penyebab kemarahan dan mencoba untuk mengendalikan emosi yang sedang bergejolak di dalam diri anda sendiri. Dengan demikian diharapkan bahwa amarah yang ada di dalam diri anda berangsur-angsur mereda. Mengendalikan Amarah Beberapa hal berikut ini mungkin layak anda pertimbangkan untuk mengendalikan amarah: 1. Relaksasi Melakukan relaksasi terbukti dapat membuat seseroang menjadi tenang dalam menghadapi berbagai situasi yang kurang menyenangkan atau penuh tekanan. Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai variasi, misalnya menarik nafas dalam-dalam, melakukan latihan-latihan ringan untuk mengendurkan otot-otot, atau pun dengan kata-kata: "relaks; tenang aja; take it easy; gak apa-apa kok". 2. Humor Meskipun amarah merupakan suatu hal yang serius tetapi jika anda mau merenungkan atau mencermatinya secara mendalam maka tidak jarang di dalam kemarahan seringkali tersimpan hal-hal yang bisa membuat anda tertawa. Bahkan seringkali anda menemukan bahwa hal-hal yang menjadi penyebab kemarahan adalah suatu hal yang lucu dan sangat sepele. Namun demikian dalam penggunaan humor hendaklah perlu diperhatikan 2 hal: 1) jangan menggunakan humor hanya untuk mentertawakan masalah yang sedang anda hadapi tetapi gunakan humor sebagai suatu cara yang konstruktif untuk menyelesaikan masalah; 2) jangan menggunakan humor-humor yang bersifat kasar atau sarkastik sebab hal itu merupakan bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sehat. 3. Mengubah Cara Pandang Individu yang sedang marah cenderung mengumpat, mengutuk, menyumpah dan mengucapkan berbagai macam kata-kata yang menggambarkan perasaan di dalam hatinya. Ketika sedang marah maka pikiran anda dan tindakan bisa menjadi berlebih-lebihan dan dramatis. Oleh karena itu cobalah mengubah pikiranpikiran yang berlebih-lebihan tersebut dengan suatu yang rasional. Contoh: daripada anda mengatakan: "ah, ini sangat mengerikan, hancur semuanya, ini adalah mimpi buruk bagi saya", cobalah mengubahnya dengan : "ya memang hal ini membuat saya frustrasi, dan saya bisa memahami mengapa saya menjadi marah, tetapi ini bukanlah akhir dari segala-galanya bagi saya dan kemarahan tidak akan mengubah apa-apa". Mengingat bahwa amarah seringkali berubah menjadi irasional maka untuk mengendalikannya dibutuhkan pemikiran yang logis. Semakin anda bisa berpikir logis (bisa mempertimbangkan akibatnya dan berpikir jauh ke depan, dsb) maka akan semakin mudah anda mengendalikan amarah dalam diri. Ingatkan diri anda bahwa apa yang sedang terjadi pasti tidak hanya dialami oleh anda seorang diri dan dunia tidak pernah berpaling dari anda. Apa yang sedang terjadi hanyalah merupakan suatu "tinta merah" dalam kehidupan anda. Ingat-ingat akan hal ini setiap kali anda merasa marah supaya anda bisa mendapat pandangan yang lebih seimbang. 4. Selesaikan Masalah secara Tuntas Mengingat bahwa kemarahan bisa dipicu oleh hal-hal yang datang dari dalam diri seperti adanya masalah yang belum terselesaikan, maka akan sangat baik jika anda menyelesaikan setiap masalah yang muncul sesegara mungkin dan tuntas. Meskipun dalam hidup mungkin ada masalah yang bisa terselesaikan tanpa campurtangan anda secara signifikan, namun alangkah baiknya jika anda membiasakan diri menyelesaikan setiap permasalahan yang berhubungan dengan diri anda. Dengan berkurangnya beban psikologis dalam diri anda maka kemungkinan menjadi marahpun akan berkurang. 5. Melatih cara Berkomunikasi Dalam banyak kasus orang menjadi marah karena kegagalan dalam berkomunikasi. Contoh: ketidaksiapan dalam menghadapi perbedaan pendapat, tidak bersedia menjadi pendengar atau pun selalu berusaha memaksakan kehendak pada orang lain. Hal-hal seperti inilah yang biasanya membuat orang yang marah cenderung mengambil kesimpulan secara cepat dan kesimpulan tersebut seringkali aneh dan tak terduga. Meskipun setiap individu berhak untuk membela diri ketika dikritik atau diajak adu argumentasi, namun
untuk itu diperlukan ketenangan dan sikap untuk tidak merespon secara terburu-buru. Ada baiknya anda mendengarkan secara cermat apa yang ingin disampaikan oleh orang lain, bahkan ketika orang tersebut mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan anda. Hal ini memang memerlukan kesabaran dan sikap rendah hati dari anda, tetapi dampaknya akan sangat bermanfaat sebab ketika tidak timbul amarah dalam diri anda maka situasi yang ada pasti dapat dikendalikan. Hasil positifnya anda menjadi lebih matang dalam berkomunikasi. 6. Mengubah Lingkungan Apa yang dimaksudkan dengan mengubah lingkungan dapat berupa penataan kembali tempat tinggal ataupun tempat kerja anda. Mengubah lingkungan dapat juga berarti merubah aturan main yang berlaku di lingkungan tersebut dan juga termasuk mengubah kebiasaan diri anda sendiri untuk menghindari lingkungan yang tidak menyenangkan atau keluar dari lingkungan tersebut untuk sementara waktu. Contoh: daripada anda menjadi marah-marah kepada rekan kerja karena jenuh dengan kondisi kerja yang ada, maka ada baiknya anda mengambil cuti kerja dan pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Dengan cara ini maka pikiran anda akan menjadi fresh kembali dan siap bekerja tanpa marah-marah. 7. Melakukan Konseling Mengingat bahwa setiap individu memiliki sumber daya yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi yang penuh tekanan maka ketika anda merasa bahwa anda tidak lagi mampu mengendalikan amarah maka ada baiknya jika anda melakukan konseling dengan psikolog atau para profesional lainnya. Melalui bantuan para profesional ini anda mungkin akan diberikan bimbingan bagaimana cara-cara yang tepat dalam mengendalikan amarah agar tidak merusak aspek kehidupan yang lain. Tentu saja hasilnya tidak akan instant tetapi setidaknya hal itu akan membantu anda menjadi lebih baik. Disamping hal-hal yang telah disebutkan diatas, mungkin masih banyak cara yang dapat dilakukan oleh anda untuk mengendali amarah di dalam diri. Salahsatu yang patut dicatat adalah dengan semakin mendekatkan diri pada TUHAN. Dengan kata lain ketika anda berada dalam situasi tidak menyenangkan dan anda ingat bahwa hal tersebut adalah dari TUHAN maka saya yakin anda pasti akan berpikir panjang untuk benar-benar menjadi marah. Akhir kata: anda tidak akan pernah bisa menghilangkan amarah tetapi anda bisa mengendalikannya. Hidup pasti akan selalu diwarnai oleh suka dan duka, frustrasi, kepahitan dan kehilangan, serta tindakan yang tak terduga dari orang lain atau lingkungan. Anda tidak bisa menghindari hal tersebut tetapi anda bisa mengubah cara bagaimana hal itu bisa mempengaruhi diri anda. Mengendalikan amarah akan membuat anda menjadi lebih tenang dan mampu menikmati hidup selamanya. Semoga berguna.....(jp) _________________________
Mengubah Nasib Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 9 Januari 2003 Persoalan nasib masih akan tetap menjadi perdebatan sengit meski sampai hari kiamat tiba. Sebagian memahami sifatnya yang passive-constant dan mutlak, sementara sebagian lagi memahami sifatnya yang active-dynamic dan changeable (dapat diubah). Tidak berhenti pada titik itu saja, beberapa pertanyaan juga timbul, misalnya apakah anda diberi kebebasan untuk menciptakannya atau hanya kekuatan Tuhan lah yang memiliki hak menciptakannya. Masih banyak lagi bentuk kontroversial yang menyelimuti tentang nasib. Apapun pemahaman atau pendapat anda tentang nasib maka tetap saja tidak ada jaminan kemutlakan apakah pemahaman tersebut benar atau salah, sebab untuk hal-hal tertentu memang banyak alasan yang membuat anda meyakini kebenaran dari pemahaman yang anda miliki. Dalam konteks tersebut maka menurut saya bukanlah perjuangan yang sangat penting untuk membawa persoalan pemahaman nasib ini ke meja perundingan agar bisa diciptakan pemahaman tunggal yang representative, karena hampir dipastikan bahwa hal itu tidak akan bisa dicapai. Terlepas dari kontroversi diatas, dalam tulisan ini saya ingin mengajak anda memahami nasib dari suatu perspektif tertentu. Kalau anda menjadikan kehidupan ini sebagai materi belajar, maka cobalah me ma h a mi ny ada r is ud u tpe r s pe k t i fl og i k a :“ Pi l i ha nda nKo n s e k ue ns i ” . Hal itu senada dengan watak
kehidupan, seperti yang pernah ditulis oleh Jermy Kitson dalam sebuah artikelnya: "Destiny is not a matter of chance, it is a matter of choice. It is not a thing to be waited for, it is a thing to be achieved". Ketentuan tentang surga dan neraka pun sebenarnya tidak lepas dari faktor memilih di mana akal, hati, perasaan, pikiran telah disedikan supaya anda menjadikannya alat untuk memilih. Kalau pilihan anda adalah berupa pemahaman bahwa nasib bersifat passive-constant dan sudah menjadi hak bagi kekuatan x di luar diri anda (meskipun tidak berarti benar atau salah), maka pilihan tersebut melahirkan konsekuensi berupa tanda seru yang menyuruh anda berhenti membicarakan apalagi mengubahnya. Sebaliknya jika anda memilih untuk memahami bahwa nasib bersifat active-dynamic dan changeable (meskipun tidak berarti benar-salah), maka pilihan tersebut mempunyai konsekuensi bahwa anda diperintah untuk menemukan jawabanjawabannya. Di sinilah sesungguhnya makna belajar terjadi . Seperti dinyatakan oleh para tokoh pengembangan diri, termasuk Charles Handy yang mengatakan: “Ther e a ll e a r n i ngi ss e l fdi s c ov e r yby e x pl or a t i o n”. Belajar berarti mengubah situasi ke arah yang lebih baik berdasarkan proses kemampuan anda. Dengan memahaminya sebagai materi pembelajaran diri maka nasib adalah situasi tertentu yang terjadi secara repetitive akibat dari pilihan anda terhadap mindset (pola pikir) tertentu. Seperti anda ketahui, mindset adalah satu perangkat software yang cara kerjanya telah memberi ilham pencipta komputer atau mesin fotocopy di mana print-out atau hasil copy-an adalah bentuk fisik dari kandungan materi di dalam layar. Artinya realitas eksternal bukanlah matter of real tetapi lebih merupakan matter of attitude, atau me mi nj a mi s t i l a hSt e phe nCo v e y ,“ Apay a ngt a mpa kdil ua rdi c i pt a k a nd a r ia paa day a ngdida l a m” .Na h , berangkat dari logika tersebut, maka perubahan nasib harus dimulai dari mengubah konstruksi dan substansi software anda. Untuk mengubahnya pelajarilah materi hidup berikut. 1. Kesadaran Sampai tahun 2003 nanti berakhir, kemungkinan besar masih terdapat sembilan wilayah hidup yang dianggap sebagai wilayah berharga di mana warna-warninya ditentukan berdasarkan warna mindset. Kesembilan wilayah hidup tersebut antara lain: kesehatan fisik, kewibawaan professional, kemakmuran finansial, keharmonisan hubungan, ketenangan spiritual, keseimbangan mental, keharuman reputasi moral, kewibawaan kelas sosial, dan apa yang digolongkan oleh lingkungan sebagai calon penghuni surga. Kalau kaitannya dengan nasib, pertanyaan yang patut anda renungkan adalah bagaimana kesadaran anda mendifinisikan hal-hal tersebut yang secara repetitive terjadi di dalam hidup anda selama ini. Dalam hal keuangan, apakah anda selama ini merasakan kemakmuran atau kemelaratan? Apakah anda tipe manusia yang mudah terserang penyakit atau sebaliknya? Apakah anda seorang yang mudah mendapatkan pekerjaan atau sebaliknya? Apakah anda tipe orang yang setiap kali mengakhiri hubungan dengan konflik atau sebaliknya? Apakah anda selama ini digolongkan orang yang layak dipercaya atau sebaliknya? Apakah anda diperlakukan sebagai individu dengan kelas sosial tinggi atau sebaliknya? Apakah anda merasa selama ini orang yang sering rugi atau sebaliknya. Berilah definisi dari kedua situasi yang menyimpan perbedaan diametral tesebut. Terimalah semuanya itu dengan kesadaran tinggi apapun definisi yang anda miliki. Pertanyaan kedua dan paling mendasar bagi anda adalah mengapa keadaan tersebut berlangsung secara berulang-ulang sehingga nampak seperti kemutlakan atau pengecualian. Bahkan terkadang perubahan sekuat apapun yang dilakukan, tetap tidak menembus pada akar pokoknya. Hampir dapat dipastikasn bahwa penyebabnya adalah karena akar pokoknya bukan pada persoalan mengubah situasi eksternal melainkan meningkatkan (upgrading) kualitas personal. Mengapa tidak banyak orang miskin menjadi kaya, tidak banyak orang bodoh menjadi pintar, tidak banyak orang yang berkasta sosial rendah menjadi kasta kelas satu? Padahal mereka awalnya menggunakan udara yang sama untuk bernafas dengan orang kaya, orang pintar, atau orang terhormat. Itulah kebenaran logis yang bisa anda jadikan rujukan bahwa kualitas internal menentukan situasi eksternal. Jika anda bernai jujur maka akan nampak bahwa bukan kemakmuran yang sulit anda dapatkan, tetapi karakter kemelaratan yang terus menyelimuti bahkan anda keloni. Bukan kebahagian yang tidak anda temukan, tetapi rasa nestapa dan rasa tidak memiliki harga diri yang tidak mampu anda lawan. Bukan pekerjaan yang sulit didapatkan tetapi karakter dan keyakinan penganggur yang belum sepenuhnya anda lawan. Jadi persoalannya lebih kepada “howdoy ouf e e la bou ty ou s e l f ?”. Dan itulah “t h emi n d s e t ”,yang perubahannya menjadi awal dari perubahan nasib. 2. Kepemilikan Kesadaran bahwa anda sudah memiliki definisi tertentu tentang nasib anda baru berupa angka nol tetapi tidak berarti sia-sia, karena dari angka tersebut semua hitungan dimulai. Untuk mengubah nasib anda ke arah yang lebih baik, anda masih membutuhkan angka satu, dua, dan tiga. Dan sekali lagi jangan lupa,
perubahan tersebut harus dimulai dari dalam bukan dari perubahan konstruksi keadaan di luar. Langkah anda mengubah situasi eksternal bisa jadi hanya mampu mengubah format situasi tetapi ujung-ujungnya kembali lagi pada pola nasib anda semula. Angka satu yang anda butuhkan adalah merebut kepemilikan hidup. Kepemilikian adalah full responsibility and ownership. Andalah yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup karena andalah yang memilikinya. Jika kepemilikan tidak pernah terjadi pada anda maka kemungkinan besar karena anda menggunakan naskah hidup orang lain atau anda menyerahkan naskah tersebut kepada orang lain. Hal itu menyebabkan muatan mindset anda adalah anda bisa berubah kalau lingkungan atau ada orang lain mengubah anda. Praktek yang sering terjadi adalah berupa penudingan kepada pihak lain atas sesuatu yang menimpa anda, meskipun bisa jadi benar, tetapi jika anda telaah secara cermat dan jujur pernahkah penudingan tersebut berhasil mengubah kehidupan anda ke arah yang lebih baik? Penudingan atau blaming others sama artinya dengan memberi peluang kepada pihak lain untuk mengontrol kehidupan anda. Oleh karena itu amatlah penting bagi anda untuk segera menjadi master bagi kehidupan pada saat anda mulai merebut tanggung jawab hidup. Dari sinilah perubahan akan dimuali. Begitu sudah tertanam rasa tanggung jawab yang penuh atas hidup anda, maka kekuatan yang muncul berupa kekuatan untuk menciptakan situasi tertentu bukan kekuatan untuk membiarkan situasi terjadi. Penyebab yang paling dominan mengapa nasib buruk bisa terjadi secara berulangkali adalah karena anda membiarkan situasi tersebut terjadi dan telah masuk ke dalam sistem keyakinan anda bahwa bukan menjadi tanggung jawab anda untuk mengubahnya. 3. Kristalisasai Seperti apakah perubahan nasib yang anda kehendaki jika anda telah menerima definisinya dan bertanggung jawab penuh untuk menciptakan perubahannya? Perubahan bukanlah tempat di mana anda akan menginjakkan kaki terakhir atau Island of end, tetapi lebih merupakan manner of traveling. Sama juga dengan kesuksesan hidup bahwa ia bukanlah destination, akan tetapi the process of how. Karena berupa quality of process, maka jangan sampai anda masuk ke dalam perangkap utopis yang menawarkan katak a t a‘ na n t i ’ .And ad i bu j ukun t ukme r e nc a na k a npe r u ba h a ns e t e l a ha nd as uk s e sa t a ut i badiisland of end yang berarti tidak akan pernah terjadi. Merubah situasi hidup identik dengan mengubah naskah hidup dan harus mulai anda lakukan dengan me l a wa npa r a d i g ma‘ na n t i ’s e ba g a ipe r t a n daba hwaa n dat i da kme nung g up e r ub a ha ne k s t e r na lt e r j a d i . Awalilah perubahan dengan mulai menulis naskah hidup kedua di atas kertas sejarah dengan tinta imajinasi dan cat visualisasi. Naskah yang sudah anda pinjamkan kepada orang lain anggaplah sudah menjadi sejarah yang berarti pelajaran tetapi jangan sampai anda menjadi terbelenggu oleh keberadaannya. Anda membutuhkan imajinasi dan visualisasi mental tentang format perubahan nasib yang anda kehendaki. Jika anda bertanya anugerah Tuhan yang jarang dimanfaatkan oleh bangsa dunia yang berkasta rendah, maka jawabnya adalah imajinasi dan visualisasi kreatif, meskipun dipersembahkan secara gratis. Akibatnya terciptala ht r a d i s iy a ngme n g ha r g a it a ha y ul‘ j a n g a n-j a ng a n’k e t i mb a n gk e be r a n i a n me n g a mb i lr e s i k o; menghargai pasrah terhadap situasi ketimbang bereksplorasi. Padahal seluruh kemajuan membutuhkan perubahan, meskipun tidak semua perubahan melahirkan kemajuan. Sekarang jika anda sudah tidak menemukan alasan lain untuk menafikan kebenaran bahwa semua kreasi manusia di alam ini diciptakan pertama kali oleh imajinasi mental mulai dari model kursi duduk sampai pesawat tempur, nah begitu juga dengan model perubahan yang ingin anda wujudkan. Kristalisasi mental adalah proses di mana anda menggunakan potensi imajinasi atau visualisasi tentang anda secara bayangan sampai ke tingkat mengkristal ke dalam karakter. Imajinasi adalah apa yang anda inginkan untuk terjadi, “t hewant i n gt o”,bukan apa yang anda miliki saat ini, “t h ef e arf r om”.Jangan hidup di dalam sejarah dan di dalam realitas jika perubahan nasib menjadi agenda anda, tapi hiduplah dengan imajinasi anda untuk mengubah sejarah dan realitas. Pemaparan diatas mungkin tidak lengkap dan masih tersedia cara-cara lain untuk bisa merubah nasib anda. Satu hal yang pasti adalah: Segeralah miliki kendali hidup diri anda sendiri. Jangan pernah menunggu orang lain merubahnya dan cobalah memulai semua itu sekarang juga. Semoga berguna.(jp)
Mengubah Nasib
Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 9 Januari 2003 Persoalan nasib masih akan tetap menjadi perdebatan sengit meski sampai hari kiamat tiba. Sebagian memahami sifatnya yang passive-constant dan mutlak, sementara sebagian lagi memahami sifatnya yang active-dynamic dan changeable (dapat diubah). Tidak berhenti pada titik itu saja, beberapa pertanyaan juga timbul, misalnya apakah anda diberi kebebasan untuk menciptakannya atau hanya kekuatan Tuhan lah yang memiliki hak menciptakannya. Masih banyak lagi bentuk kontroversial yang menyelimuti tentang nasib. Apapun pemahaman atau pendapat anda tentang nasib maka tetap saja tidak ada jaminan kemutlakan apakah pemahaman tersebut benar atau salah, sebab untuk hal-hal tertentu memang banyak alasan yang membuat anda meyakini kebenaran dari pemahaman yang anda miliki. Dalam konteks tersebut maka menurut saya bukanlah perjuangan yang sangat penting untuk membawa persoalan pemahaman nasib ini ke meja perundingan agar bisa diciptakan pemahaman tunggal yang representative, karena hampir dipastikan bahwa hal itu tidak akan bisa dicapai. Terlepas dari kontroversi diatas, dalam tulisan ini saya ingin mengajak anda memahami nasib dari suatu perspektif tertentu. Kalau anda menjadikan kehidupan ini sebagai materi belajar, maka cobalah memahaminya dari sudut pe r s pe k t i fl og i k a :“ Pi l i ha nda nKo ns e k ue n s i ” .Hal itu senada dengan watak kehidupan, seperti yang pernah ditulis oleh Jermy Kitson dalam sebuah artikelnya: "Destiny is not a matter of chance, it is a matter of choice. It is not a thing to be waited for, it is a thing to be achieved". Ketentuan tentang surga dan neraka pun sebenarnya tidak lepas dari faktor memilih di mana akal, hati, perasaan, pikiran telah disedikan supaya anda menjadikannya alat untuk memilih. Kalau pilihan anda adalah berupa pemahaman bahwa nasib bersifat passive-constant dan sudah menjadi hak bagi kekuatan x di luar diri anda (meskipun tidak berarti benar atau salah), maka pilihan tersebut melahirkan konsekuensi berupa tanda seru yang menyuruh anda berhenti membicarakan apalagi mengubahnya. Sebaliknya jika anda memilih untuk memahami bahwa nasib bersifat active-dynamic dan changeable (meskipun tidak berarti benar-salah), maka pilihan tersebut mempunyai konsekuensi bahwa anda diperintah untuk menemukan jawaban-jawabannya. Di sinilah sesungguhnya makna belajar terjadi . Seperti dinyatakan oleh para tokoh pengembangan diri, termasuk Charles Handy yang mengatakan: “Ther e a ll e ar n i ngi ss e l fdi s c ov e r ybye x p l o r a t i on ”.Belajar berarti mengubah situasi ke arah yang lebih baik berdasarkan proses kemampuan anda. Dengan memahaminya sebagai materi pembelajaran diri maka nasib adalah situasi tertentu yang terjadi secara repetitive akibat dari pilihan anda terhadap mindset (pola pikir) tertentu. Seperti anda ketahui, mindset adalah satu perangkat software yang cara kerjanya telah memberi ilham pencipta komputer atau mesin fotocopy di mana print-out atau hasil copy-an adalah bentuk fisik dari kandungan materi di dalam layar. Artinya realitas eksternal bukanlah matter of real tetapi lebih merupakan matter of attitude, atau me mi nj a mi s t i l a hSt e phe nCo v e y ,“ Apay a ngt a mpa kdil ua rdi c i pt a k a nd a r ia paa day a ngdida l a m” .Na h , berangkat dari logika tersebut, maka perubahan nasib harus dimulai dari mengubah konstruksi dan substansi software anda. Untuk mengubahnya pelajarilah materi hidup berikut. 1. Kesadaran Sampai tahun 2003 nanti berakhir, kemungkinan besar masih terdapat sembilan wilayah hidup yang dianggap sebagai wilayah berharga di mana warna-warninya ditentukan berdasarkan warna mindset. Kesembilan wilayah hidup tersebut antara lain: kesehatan fisik, kewibawaan professional, kemakmuran finansial, keharmonisan hubungan, ketenangan spiritual, keseimbangan mental, keharuman reputasi moral, kewibawaan kelas sosial, dan apa yang digolongkan oleh lingkungan sebagai calon penghuni surga. Kalau kaitannya dengan nasib, pertanyaan yang patut anda renungkan adalah bagaimana kesadaran anda mendifinisikan hal-hal tersebut yang secara repetitive terjadi di dalam hidup anda selama ini. Dalam hal keuangan, apakah anda selama ini merasakan kemakmuran atau kemelaratan? Apakah anda tipe manusia yang mudah terserang penyakit atau sebaliknya? Apakah anda seorang yang mudah mendapatkan pekerjaan atau sebaliknya? Apakah anda tipe orang yang setiap kali mengakhiri hubungan dengan konflik atau sebaliknya? Apakah anda selama ini digolongkan orang yang layak dipercaya atau sebaliknya? Apakah anda diperlakukan sebagai individu dengan kelas sosial tinggi atau sebaliknya? Apakah anda
merasa selama ini orang yang sering rugi atau sebaliknya. Berilah definisi dari kedua situasi yang menyimpan perbedaan diametral tesebut. Terimalah semuanya itu dengan kesadaran tinggi apapun definisi yang anda miliki. Pertanyaan kedua dan paling mendasar bagi anda adalah mengapa keadaan tersebut berlangsung secara berulang-ulang sehingga nampak seperti kemutlakan atau pengecualian. Bahkan terkadang perubahan sekuat apapun yang dilakukan, tetap tidak menembus pada akar pokoknya. Hampir dapat dipastikasn bahwa penyebabnya adalah karena akar pokoknya bukan pada persoalan mengubah situasi eksternal melainkan meningkatkan (upgrading) kualitas personal. Mengapa tidak banyak orang miskin menjadi kaya, tidak banyak orang bodoh menjadi pintar, tidak banyak orang yang berkasta sosial rendah menjadi kasta kelas satu? Padahal mereka awalnya menggunakan udara yang sama untuk bernafas dengan orang kaya, orang pintar, atau orang terhormat. Itulah kebenaran logis yang bisa anda jadikan rujukan bahwa kualitas internal menentukan situasi eksternal. Jika anda bernai jujur maka akan nampak bahwa bukan kemakmuran yang sulit anda dapatkan, tetapi karakter kemelaratan yang terus menyelimuti bahkan anda keloni. Bukan kebahagian yang tidak anda temukan, tetapi rasa nestapa dan rasa tidak memiliki harga diri yang tidak mampu anda lawan. Bukan pekerjaan yang sulit didapatkan tetapi karakter dan keyakinan penganggur yang belum sepenuhnya anda lawan. Jadi persoalannya lebih kepada “howdoy ouf e e la bou ty ou s e l f ?”. Dan itulah “t h emi n d s e t ”,yang perubahannya menjadi awal dari perubahan nasib. 2. Kepemilikan Kesadaran bahwa anda sudah memiliki definisi tertentu tentang nasib anda baru berupa angka nol tetapi tidak berarti sia-sia, karena dari angka tersebut semua hitungan dimulai. Untuk mengubah nasib anda ke arah yang lebih baik, anda masih membutuhkan angka satu, dua, dan tiga. Dan sekali lagi jangan lupa, perubahan tersebut harus dimulai dari dalam bukan dari perubahan konstruksi keadaan di luar. Langkah anda mengubah situasi eksternal bisa jadi hanya mampu mengubah format situasi tetapi ujung-ujungnya kembali lagi pada pola nasib anda semula. Angka satu yang anda butuhkan adalah merebut kepemilikan hidup. Kepemilikian adalah full responsibility and ownership. Andalah yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup karena andalah yang memilikinya. Jika kepemilikan tidak pernah terjadi pada anda maka kemungkinan besar karena anda menggunakan naskah hidup orang lain atau anda menyerahkan naskah tersebut kepada orang lain. Hal itu menyebabkan muatan mindset anda adalah anda bisa berubah kalau lingkungan atau ada orang lain mengubah anda. Praktek yang sering terjadi adalah berupa penudingan kepada pihak lain atas sesuatu yang menimpa anda, meskipun bisa jadi benar, tetapi jika anda telaah secara cermat dan jujur pernahkah penudingan tersebut berhasil mengubah kehidupan anda ke arah yang lebih baik? Penudingan atau blaming others sama artinya dengan memberi peluang kepada pihak lain untuk mengontrol kehidupan anda. Oleh karena itu amatlah penting bagi anda untuk segera menjadi master bagi kehidupan pada saat anda mulai merebut tanggung jawab hidup. Dari sinilah perubahan akan dimuali. Begitu sudah tertanam rasa tanggung jawab yang penuh atas hidup anda, maka kekuatan yang muncul berupa kekuatan untuk menciptakan situasi tertentu bukan kekuatan untuk membiarkan situasi terjadi. Penyebab yang paling dominan mengapa nasib buruk bisa terjadi secara berulangkali adalah karena anda membiarkan situasi tersebut terjadi dan telah masuk ke dalam sistem keyakinan anda bahwa bukan menjadi tanggung jawab anda untuk mengubahnya. 3. Kristalisasai Seperti apakah perubahan nasib yang anda kehendaki jika anda telah menerima definisinya dan bertanggung jawab penuh untuk menciptakan perubahannya? Perubahan bukanlah tempat di mana anda akan menginjakkan kaki terakhir atau Island of end, tetapi lebih merupakan manner of traveling. Sama juga dengan kesuksesan hidup bahwa ia bukanlah destination, akan tetapi the process of how. Karena berupa quality of process, maka jangan sampai anda masuk ke dalam perangkap utopis yang menawarkan kata-
k a t a‘ na n t i ’ .And ad i bu j ukun t ukme r e nc a na k a npe r u ba h a ns e t e l a ha nd as uk s e sa t a ut i badiisland of end yang berarti tidak akan pernah terjadi. Merubah situasi hidup identik dengan mengubah naskah hidup dan harus mulai anda lakukan dengan me l a wa npa r a d i g ma‘ na n t i ’s e ba g a ipe r t a n daba hwaa n dat i da kme nung g up e r ub a ha ne k s t e r na lt e r j a d i . Awalilah perubahan dengan mulai menulis naskah hidup kedua di atas kertas sejarah dengan tinta imajinasi dan cat visualisasi. Naskah yang sudah anda pinjamkan kepada orang lain anggaplah sudah menjadi sejarah yang berarti pelajaran tetapi jangan sampai anda menjadi terbelenggu oleh keberadaannya. Anda membutuhkan imajinasi dan visualisasi mental tentang format perubahan nasib yang anda kehendaki. Jika anda bertanya anugerah Tuhan yang jarang dimanfaatkan oleh bangsa dunia yang berkasta rendah, maka jawabnya adalah imajinasi dan visualisasi kreatif, meskipun dipersembahkan secara gratis. Akibatnya t e r c i p t a l a ht r a d i s iy a ngme n g ha r g a it a ha y ul‘ j a n g a n-j a ng a n’k e t i mb a n gk e be r a n i a n me n g a mb i lr e s i k o; menghargai pasrah terhadap situasi ketimbang bereksplorasi. Padahal seluruh kemajuan membutuhkan perubahan, meskipun tidak semua perubahan melahirkan kemajuan. Sekarang jika anda sudah tidak menemukan alasan lain untuk menafikan kebenaran bahwa semua kreasi manusia di alam ini diciptakan pertama kali oleh imajinasi mental mulai dari model kursi duduk sampai pesawat tempur, nah begitu juga dengan model perubahan yang ingin anda wujudkan. Kristalisasi mental adalah proses di mana anda menggunakan potensi imajinasi atau visualisasi tentang anda secara bayangan sampai ke tingkat mengkristal ke dalam karakter. Imajinasi adalah apa yang anda inginkan untuk terjadi, “t hewant i n gt o”,bukan apa yang anda miliki saat ini, “t h ef e arf r om”.Jangan hidup di dalam sejarah dan di dalam realitas jika perubahan nasib menjadi agenda anda, tapi hiduplah dengan imajinasi anda untuk mengubah sejarah dan realitas. Pemaparan diatas mungkin tidak lengkap dan masih tersedia cara-cara lain untuk bisa merubah nasib anda. Satu hal yang pasti adalah: Segeralah miliki kendali hidup diri anda sendiri. Jangan pernah menunggu orang lain merubahnya dan cobalah memulai semua itu sekarang juga. Semoga berguna.(jp)
Menguji Ketahanan Fokus Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 11 April 2003 Dalam bukunya “On l yThePar an oi dS ur v i v e ”(Currency New York :1996), Andy Grove menceritakan banyak hal tentang lingkungan bisnis, keputusan dan eksekusi yang dijalankan dengan posisinya sebagai CEO Intel. Langkah Grove mengubah core business dari chip memory ke microprocessor dinilai banyak pihak sebagai kesuksesan bertindak. Sebelumnya, Intel dihadapkan pada banyak dilemma menghadapi serangan produk Jepang yang telah lebih dulu menguasai pasar chip memory di samping juga dilihat dari resource usaha, manufacture Jepang itu lebih kuat. Saat itu Grove menghadapi tiga pilihan yang sama-sama tidak mudah. Mengambil hikmah dari permainan tersebut diatas, kalau kita semua bisa menciptakan peristiwa dengan instruksi mental terhadap benda kecil, mestinya kita pun bisa menciptakan sesuatu terhadap benda atau hal lain yang berharga, misalnya saja target atau tujuan hidup kita sendiri. Sebab dari permainan itu terbukti bahwa kekuatan internal bisa berkomunikasi untuk menciptakan kesepakatan kinerja dengan kekuatan eksternal dengan syarat dikomunikasikan dengan mengerahkan fokus atau konsentrasi yang mencapai tingkat dominasi tinggi. Persoalannya jelas bahwa untuk mengerahkan fokus pada permainan di atas selain membutuhkan durasi terbatas juga berlangsung tanpa godaan atau tantangan. Kondisi itu tentu amat berbeda dengan target atau tujuan hidup yang biasanya penuh dengan godaan dan tantangan. Apa saja godaan atau tantangan itu? Lalu bagaimana kita mempertahankan diri agar tetap fokus? Situasi: Fair vs Unfair
Ibarat mengarungi lautan, situasi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari bisa normal dalam arti menciptakan perlakuan yang fair dan juga bisa sebaliknya. Dalam situasi fair semua berjalan sebagaimana direncanakan sekaligus tidak ada gangguan ombak yang menciptakan kekhawatian. Pada tingkat ini nyaris tidak ditemukan perbedaan antara nahkoda yang ahli dan amatiran karena bisa sama-sama mengarahkan kapal sesuai peta dan sampai ke tujuan. Dalam situasi seperti ini maka benar apa yang dikatakan orang bahwa laut yang tenang tidak pernah melahirkan pelaut yang tangguh. Tetapi bagaimana kalau tiba-tiba terjadi ombak besar; situasi berkabut; rute tidak pasti dan tidak lagi bisa dijawab kapan bisa sampai ke daerah tujuan? Itulah ilustrasi persoalan situasi yang konkrit. Dalam kondisi konkrit yang demikian, mampukah anda menjaga agar diri tetap fokus; mengerahkan energi konsentrasi di tengah-tengah situasi yang terkadang bisa dikontrol tetapi terkadang liar? Jawabannya mungkin agak sulit untuk anda jawab. Inilah alasan mengapa permainan di atas mungkin tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Kalau diandaikan, kemungkinan besar semua atau mayoritas orang bisa sukses dengan gagasannya kalau situasi selamanya menciptakan perlakuan yang fair dalam arti tidak ada masalah hidup selain melakukan sesuatu untuk memenuhi target agar tujuan tercapai. Untuk bisa memfokus pada tujuan atau hal-hal berharga, pola pandangan anda terhadap situasi tidak boleh tunggal: fair atau unfair. Karena pandangan tunggal sering memberi jebakan berupa pengabaian terhadap pendidikan situasi. Jika anda berpandangan situasi itu hanya fair padahal kenyataannya musibah, godaan, atau pun kesengsaraan bisa menimpa siapa saja tak peduli orang baik; baik-baik; setengah baik; atau orang jahat, maka pandangan anda bertentangan dengan situasi konkrit yang berarti memudahkan jawaban putus asa atau kebencian personal. Dengan memiliki pandangan ganda, maka situasi dapat diletakkan dalam perspektif uji-ketahanan fokus. Konon James O. Jackson, penulis dan senior editor majalah Time, punya ketahanan fokus dan konsentrasi yang mengagumkan. Selain profesinya yang mengharuskannya untuk terus-menerus berhadapan dengan deadline yang ketat, uncertainity, pun juga masalah di luar profesi yang diliputi chaos. Namun dalam kondisi tersebut ia tetap dapat berkonsentrasi, meramu sejumlah besar informasi hanya dalam hitungan jam, dan menghasilkan tulisan bermutu. Sementara ia masih tetap bisa bercanda, dan menyelesaikan masalah orang lain. Tentu masih banyak tokoh sukses yang anda kenal yang dapat berkonsentrasi di tengah gelombang. Lalu apa rahasianya? Sudut Pandang Memetik pelajaran dari kehidupan Jackson, seperti yang dikutip oleh Steven J Stein, dalam The EQ Edge: Emotional Intelligence and Your Success, (Howard E Book: Toronto 2000), bahwa rahasia di balik ketahanannya adalah kepercayaan pada kemampuan sendiri. Yakin pada apa yang dapat dilakukan dengan kualitas terbaik sekaligus tidak membiarkan jebakan emosi menguasai diri akibat orang lain atau situasi. Kemampuan tersebut adalah rumusan sudut pandang sendiri dalam melihat peta situasi yang menyangkut isu tentang orang dan peristiwa. Jika tiba-tiba bawahan atau atasan atau istri atau pembantu anda menelpon bahwa ada orang yang mencari anda dan karena tidak ketemu atau terlalu lama menunggu, maka orang tersebut harus pamitan dengan menampakkan muka kusut. Karena sudut pandang berbeda, 'muka kusut' bisa dilaporkan kepada anda bahwa orang tersebut jengkel atau pantas menerima kasihan. Padahal faktanya adalah sangat mungkin sekali kalau tiba-tiba anda datang dengan membawa sudut pandang sendiri dengan orang itu, maka 'muka kusut' ya hanya sekedar muka kusut tanpa embel-embel jengkel atau pantas dikasihani. Dan begitu mendengar apa maksudnya lalu anda mengatakan YA atau TIDAK, lalu urusan selesai. Belajar dari Jackson, rumusan tentang ketahanan hidup bertumpu pada tiga unsur kunci: 17. Kemampuan merencanakan tindakan positif untuk membatasi dan menampung stress. 18. Kemampuan untuk tetap optimis meskipun mengalami hal-hal negatif atau menghadapi perubahan mendadak 19. Kemampuan untuk merasa bahwa anda bisa mengendalikan atau sekurang-kurangnya mengatasi peristiwa yang menimpulkan stress. Kebanyakan manusia hanya bisa melakukan hal-hal positif atau fokus pada tujuan pada saat situasi fair dan selebihnya sedikit saja situasi berubah, maka berubah pola format tindakan. Kalau situasi hidup hanya berubah sekali tidak apa-apa, tetapi situasi berubah sepanjang hidup. Jadi konsentrasi pun berubah. Kalau konsentrasi berubah, maka jangankan terhadap tujuan hidup, terhadap benda kecil dalam permainan di atas pun tidak bisa menciptakan 'thing happens'. Di sisi lain, tindakan bukanlah peristiwa tunggal melainkan dipicu dari bentuk sudut pandang tertentu. Bukan kemampuan istimewa jika anda punya optimisme di saat situasi normal sebab yang benar-benar dibutuhkan adalah mampukah anda melihat secercah cahaya pada saat situasi terkadang berkabut. Maka melihat situasi disebut "Kemampuan", dalam arti 'quality of
achievement'. Sebelum Teh Sosro dipasarkan konon riset pemasaran perusahaan multinasional tersebut justru mengatakan TIDAK, tetapi sudut pandang Sutjipto Sosrodjojo mengatakan YA. Beberapa Saran Jika persoalan fokus dan konsentrasi berpusat pada orisinilitas sudut pandang tentang orang dan peristiwa, maka yang perlu anda lakukan adalah menjalani pendidikan situasi yang materinya antara lain: Jangan larut; Jangan lari; dan Jangan kalut. Atau menempuh proses pembelajaran diri melalui perubahan situasi. 1. Jangan Larut Untuk bisa fokus pada tujuan hidup di tengah situasi eksternal yang terkadang fair dan unfair, dituntut ketahanan untuk tetap utuh. Jika anda larut di dalamnya maka itu artinya anda terbawa ke dalam situasi; hanyut dan tenggelam di dalamnya. Manusia secara umum punya kecenderungan untuk larut dalam situasi yang diakibatkan oleh kebiasaan reaktif, konformitas dan kehilangan jarak yang memisahkan space personal dan situasi.
Reaktif. Kebiasaan ini merupakan akibat dari pengabaian terhadap pengembangan kesadaran proaktif dalam arti kemampuan untuk memilih. Kesadaran Proaktif bahwa anda sedang berhadapan dengan situasi yang menuntut untuk memilih merupakan modal dasar. Begitu anda kehilangan sudut pandang untuk memilih maka dengan sendirinya anda terbawa oleh sudut pandang 'absolute truth' (kebenaran mutlak) yang berarti munculnya keharusan yang tidak anda sadari untuk larut. Konformitas. Seperti yang sudah sering dijelaskan, konformitas adalah musuh utama kreativitas yang dalam kaitan dengan menjaga fokus dapat bermakna kehilangan keaslian sudut pandang personal. Terimalah kenyataan bahwa untuk persoalan tertentu sudah tercipta sudut pandang kolektif tertentu tetapi yang mestinya tidak boleh anda lakukan adalah mengabaikan kesempatan memunculkan sudut pandang pribadi anda terhadap persoalan tersebut. Bukan dalam konteks 'menentang' untuk 'berlawanan' tetapi murni eksplorasi diri agar anda tidak gampang larut dalam berbagai hal. Kehilangan Jarak. Ketika sudah terformat bahwa anda dan situasi yang sedang muncul sama, maka artinya anda sudah larut. Mengubah situasi dari yang tidak diinginkan terjadi menjadi apa yang anda inginkan terjadi jelas menuntut posisi di mana anda memiliki jarak yang memungkinkan terciptanya kendali terhadap suatu situasi. 2. Jangan Lari Asas praduga mengapa anda tidak diperbolehkan lari dari situasi yang anda anggap sulit adalah karena setiap persolan akan memiliki wilayah polarisasi yang mengandung unsur solusi meskipun juga mengandung unsur persoalan lain. Solusi biasanya sudah memiliki bagian-bagian tertentu sebagaimana juga persoalan, tidak berdiri sendiri. Ketika anda tidak bisa menciptakan solusi secara utuh maka yang tidak boleh anda lakukan adalah menciptakan problem dari situasi yang sudah sarat problem. Sebaliknya anda bisa memilih bagian dari solusi yang dilihat paling sederhana. Ketika sudah kehilangan asas praduga seperti di atas maka tidak ada pilihan lain kecuali anda harus lari dari tanggung jawab untuk menyelesaikan persolan atau pasrah-pasang-badan. Dalam keadaan lari, maka selain merugikan orang lain terkait dengan situasi tersebut, juga di sisi lain telah menyedot energi fokus dari pengembangan diri menjadi penghindaran diri. Oleh karena itu tidak salah jika dikatakan bahwa mengerahkan fokus dan konsentrasi dibutuhkan ketenangan diri. Tanpa ketenangan, maka mudah terjadi pembiasan ke hal lain yang bisa jadi jauh dari esensi pengembangan. Sehingga memang harus dikatakan bahwa upaya yang paling penting adalah menciptakan antisipasi atas kemungkinan munculnya situasi yang membuat anda berpikir untuk lari. 3. Jangan Takut Anda kehilangan kompas yang menunjukkan ke mana arah kiblat yang sebenarnya. Pada situasi demikian maka tidak ada lagi fokus kecuali ketakutan yang tidak beralasan. Ketika ketakukan sudah mendominasi
muatan pikiran, maka jangan salah jika ketakutan tersebut mewakili keinginan. Artinya, jika orang takut gagal tidak berarti menginginkan sukses malainkan justru menginginkan kegagalan terjadi, karena dominasi muatan pikiran berupa ketakutan dan pikiran anda hanya akan bekerja menurut apa yang mendominasi muatannya, terlepas baik atau buruk; tahu atau tidak tahu. Maka diajarkan kepada kita, siapa yang takut terjerumus, ia akan terjerumus. Dengan kata lain, untuk memiliki kemampuan mengerahkan fokus jelas dibutuhkan "Management of Fear". Dalam hal ini maka keberanian bukan berarti tidak ada lagi rasa takut melainkan lebih tepat dipahami sebagai kemampuan menjinakkan rasa takut (the mastery of fear). Tentu sangat beralasan dikatakan 'mastery' karena selama manusia masih hidup maka tetap memiliki rasa takut, tetapi yang dibutuhkan adalah mengelola rasa takut tersebut menjadi kekuatan konstruktif. Dengan pengelolaan, ketakutan bisa menjadi keberanian. Hal Yang penting adalah jangan takut hidup hanya semata karena rasa takut lalu kalut kemudian membuat seluruh kecerdasan anda tumpul. Sebaliknya gunakan ketakukan tersebut menjadi alat menciptakan keberanian bertindak untuk mengatasi situasi yang menganggu fokus pengembangan diri. Dan ini menuntut penemuan sebuah format sudut pandang yang berbeda karena ia akan menjadi pondasi. Begitu anda merasakan getaran rasa takut yang kian mendominasi, cepatlah kembali pada pertanyaan mendasar, sudut pandang model apa yang anda gunakan. Lalu kembali bertanya, mengapa tidak mengganti sudut pandang yang menciptakan keberanian. Belajar dari pengalaman kemenangan para jagoan perang dari sejak masa keemasan Sun Tzu di China lalu Musashi dengan Samurai di Jepang, bahkan sejak peperangan para nabi membawa misi ke-Tuhan-an ditemukan bahwa penguasaan situasi memiliki kontribusi kemenangan terbesar. Artinya apa? Kemenangan atau kekalahan dalam perang sangat sedikit sekali relevansinya dengan kekuatan atau kelemahan musuh tetapi lebih kepada mbagaimana sebuah pasukan menemukan sudut pandang "Kemenangan" yang diyakini bersama. Anda juga punya kesempatan sama untuk menemukan sudut pandang menang atau meraih tujuan hidup. Ketika anda menemukannya maka anda tinggal memfokuskannya dengan energi konsenstrasi yang total kemudian memberi instruksi mental ke arah mana langkah kaki diinginkan. Semoga berguna. (jp) _____________________________
Mengundurkan Diri Oleh Johanes Papu Team e-psikologi
Jakarta, 14 Juli 2003 Pengasuh yang terhormat, saat ini saya sedang bingung karena belum berhasil mendapatkan pekerjaan baru. Saya sudah berhenti bekerja kurang lebih delapan bulan. Saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan tempat saya bekerja karena saya merasa bahwa perusahaan tersebut tidak memberikan apresiasi yang pantas atas prestasi saya. Saya akui pengunduran diri saya tersebut saya lakukan secara emosional sehingga saya tidak memperoleh surat referensi kerja dari atasan saya. Pada awalnya saya sangat yakin bahwa saya pasti akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, namun sekarang saya pesimis karena sudah lama sekali menganggur. Beberapa kali saya dipanggil untuk wawancara kerja tetapi belum satu perusahaan pun yang mau menerima saya. Sayapun kesulitan setiap kali ditanya mengenai referensi kerja. Sementara itu masalah finansial sudah semakin memprihatinkan. Apa yang harus saya lakaukan? Apakah yang terjadi pada saya ada hubungannya dengan proses pengunduran diri saya di perusahaan yang lalu? Kutipan diatas adalah salah satu contoh kasus yang dialami oleh individu (mantan pegawai) sehubungan dengan masalah pengunduran diri. Mengundurkan diri (dalam arti yang sebenarnya: bukan dipaksa mengundurkan diri!) seharusnya tidak perlu meninggalkan masalah seperti yang dikeluhkan di atas. Mengapa demikian? Sebab mengundurkan diri sepenuhnya berada dalam kontrol pihak individu atau pegawai bersangkutan. Artinya sebelum memutuskan mengundurkan diri, individu tersebut pasti sudah melalui serangkaian proses panjang yang memungkinkan dia menyiapkan diri secara lebih matang. Dengan demikian ia seharusnya tidak perlu menjadi pengangguran setelah mengundurkan diri. Hal ini tentu sangat berbeda dengan kondisi ketika si pegawai terpaksa mengalami PHK (baca: dipecat atau dipaksa mengundurkan diri) tanpa
peringatan atau pemberitahuan terlebih dahulu. Apa saja sebenarnya yang harus dipahami dan diantisipasi oleh karyawan yang ingin mengundurkan diri agar tetap memiliki hubungan yang baik dengan mantan atasan/perusahaan dan tidak menghambat perjalanan karirnya di masa yang akan datang? Dan bagaimana mengatasi agar tidak "terlanjur" menjadi pengangguran? Dalam artikel ini saya mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut. 1. Alasan Sebelum mengundurkan diri maka pastikan bahwa alasan pengunduran diri adalah benar-benar tepat. Untuk itu ada dua pertanyaan yang harus dijawab untuk menentukan apakah anda perlu mengundurkan diri atau tidak: 1. Apa yang membuat saya harus bekerja di perusahaan ini? 2. Apakah pekerjaan dan perusahaan ini memungkinkan saya bekerja dengan optimal untuk peningkatan karir saya di masa mendatang? Pertanyaan pertama mengacu pada hal-hal yang anda anggap sebagai faktor-faktor yang bisa memuaskan kebutuhan fisiologis anda seperti gaji, fasilitas, lingkungan tempat kerja atau pun keamanan kerja, lokasi kerja, dsb. Sementara itu pertanyaan kedua lebih mengacu pada faktor-faktor yang bisa memuaskan kebutuhan psikologis seperti kesempatan untuk maju dan berkreativitas, penghargaan atas prestasi kerja, dukungan dari rekan kerja atau pun atasan, suasana kerja yang saling menghormati satu sama lain, flexibilitas kerja, tanggungjawab dan otonomi, sarana kerja, prosedur kerja, dsb. Mengingat bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda maka boleh jadi ada kar y awany angs udah mer as ahar usmenc ar i“per ahu bar u”ket i kaf akt orper t amadi r as akan sudah tidak memadai meskipun faktor kedua sangat memadai. Namun bisa juga terjadi sebaliknya, meskipun faktor pertama sangat memadai tetapi karena faktor yang kedua kurang makai amemi l i hmenc ar i“per ahubar u”.Ter l epasdar if akt ormanay angpal i ngmendomi nas i keputusan anda, namun akan sangat baik jika kedua faktor tersebut dipertimbangkan secara seksama. Anda juga harus tahu betul kondisi yang terjadi di sekitar anda. Contoh: jika anda merasa "underpaid" maka hal itu haruslah didasarkan atas fakta yang ada, baik secara internal (dibandingkan dengan gaji rekan kerja setingkat, dengan pendidikan dan pengalaman yang sama) maupun eksternal (dibandingkan dengan standard gaji pada jabatan sejenis di perusahaan lain yang sejenis). Contoh lain: jika anda merasa tidak memperoleh apresiasi yang sesuai maka hal itupun harus anda lihat berdasarkan kondisi yang ada dalam perusahaan: apakah perusahaan memang sedang dalam kondisi yang "sehat" atau apakah sistem manajemen SDM memang sudah berjalan dengan baik atau pun hal-hal lain yang sudah tertuang dalam kontrak kerja. Jika keduanya memang tidak memadai atau pun tidak tertuang dalam kontrak kerja maka tentu anda tidak bisa serta merta "menuduh" perusahaan tidak mengapresiasi kinerja anda sebab bisa jadi perusahaan memang belum sampai pada tahapan tersebut karena kondisi yang belum memungkinkan. Nah....dalam hal ini anda patut mempertanyakan keputusan anda ketika dahulu memutuskan untuk bekerja di perusahaan tersebut. Sehubungan dengan dua faktor yang telah disebutkan diatas, maka sebelum memutuskan untuk mengundurkan diri ada baiknya anda mempertimbangkan beberapa pertanyaan tambahan, diantaranya adalah sebagai berikut: jika anda mendapat kenaikan gaji atau promosi atau direlokasikan ke tempat lain, apakah anda tetap akan mengundurkan diri? sudah pernahkah anda membahas permasalahan kerja yang anda hadapi dengan atasan anda atau pun pihak lain yang berkompeten guna memperoleh kejelasan tentang karir anda? sudahkah anda memahami dengan baik perjanjian/kontrak kerja dan uraian jabatan anda sehingga tidak membuat asumsi-asumsi pribadi yang bisa menyebabkan anda salah dalam mempersepsikan apa yang anda terima dari perusahaan? Apakah keinginann untuk mengundurkan diri memang datang dari hati nurani anda ataukah lebih pada hal-hal yang bersifat emosional dan situasional? 2. Pekerjaan Baru Setelah memutuskan secara mantap bahwa anda akan mengundurkan diri maka pada saat itu juga anda harus mencari pekerjaan baru, sambil tetap bekerja. Gunakan semua sarana dan networking ataupun koneksi yang ada untuk memperoleh informasi mengenai pekerjaan yang
anda inginkan. Usahakan untuk tetap bertahan di perusahaan lama sampai anda memastikan bahwa anda benar-benar sudah memiliki pekerjaan baru. Biasanya perusahaan baru akan memberikan kesempatan kepada calon pegawai yang masih bekerja untuk menyelesaikan kewajibannya di perusahaan lama. Jangan sampai anda mengajukan surat pengunduran diri sebelum ada pekerjaan baru (kecuali tempat kerja anda benar-benar sudah sangat membahayakan fisik dan mental anda dalam hitungan menit). Jika anda berhenti kerja sebelum memperoleh pekerjaan baru maka sangat besar kemungkinan anda akan menganggur dalam waktu yang tidak tentu, mengingat bahwa lowongan kerja yang tersedia di Indonesia belum sebanding dengan jumlah tenaga kerja. Ketidakpastian akan bertambah rumit manakala bidang keahlian ataupun ketrampilan yang anda miliki ternyata bukan suatu keahlian atau ketrampilan khusus yang sedang "trend" - laku di bursa kerja. 3. Atasan Langsung Pada umumnya sebelum surat pengunduran diri dibuat maka anda terlebih dahulu memberitahukan rencana anda kepada atasan langsung (meski ada juga yang mengajukan surat pengunduran diri baru kemudian membahasnya bersama atasan). Ketika mengetahui bahwa anda akan mengundurkan diri, atasan anda biasanya akan mengklarifikasi apa alasan anda berhenti kerja dan boleh jadi ia juga berusaha meyakinkan anda untuk mempertimbangkan kembali keputusan yang telah anda buat (terutama jika selama bekerja anda memperlihatkan kinerja yang bagus). Dalam hal ini anda tidak perlu bersikap emosional dengan menjelekkan perusahaan atau pun mengatakan bahwa alasan anda mengundurkan diri adalah karena perusahaan tidak "becus". Meskipun secara fakta mungkin hal tersebut benar, namun dalam hal ini anda dituntut kemampuannya untuk berdiplomasi sehingga atasan anda tidak memiliki kesan negatif atau "sakit hati" terhadap anda. Ingatlah bahwa calon atasan baru anda mungkin ingin mengetahui diri anda melalui mantan atasan anda. Jika atasan anda memang tidak menghendaki anda keluar, maka boleh jadi ia akan terkejut dengan keputusan anda. Ia mungkin akan emosional dan konfrontatif terhadap anda. Boleh jadi ia juga menganggap anda telah mengkhianatinya dan sejak itu tidak lagi melihat anda sebagai anggota teamnya. Jika halhal seperti ini yang anda hadapi maka tetaplah bersikap tenang dan pegang teguh keputusan yang telah dibuat. Tetaplah usahakan untuk berbicara dengan tenang dan nada yang datar. Jangan sekali-kali anda menantang atau pun balik menyerang atasan anda, tetapi tekankan bahwa anda akan melakukan serah terima jabatan dan tugas dengan sebaik-baiknya berdasarkan aturan dan ketentuan yang berlaku. Tanamkan dalam benak anda bahwa anda masuk kerja dengan cara yang baik dan berhenti kerja pun harus dilakukan dengan cara yang baik pula. Ingatlah juga bahwa orang cenderung mengingat kesan pertama dan terakhir dari seseorang. Bila kedua kesan tersebut positif maka andalah yang akan menuai manfaatnya. 4. Surat Pengunduran Diri Mengingat bahwa dalam dunia bisnis (baca: perusahaan) ketetapan hukum dinilai berdasarkan hitam di atas putih (tertulis) maka setelah menyampaikan keinginan mengundurkan kepada atasan anda secara lisan, maka anda harus membuat surat pengunduran diri secara resmi. Pastikan bahwa surat tersebut telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya surat pengunduran diri maka anda akan terbebas dari tugas dan tanggungjawab jabatan sejak tanggal yang tercantum dalam surat tersebut. Dengan demikian jika terjadi penyalahgunaan jabatan setelah tanggal tersebut maka anda tidak akan disalahkan. Beberapa hal yang mungkin perlu anda pertimbangkan dalam menulis surat pengunduran diri adalah: Anda pasti memiliki waktu yang cukup untuk membuat surat pengunduran diri. Oleh karena itu pastikan bahwa surat tersebut benar-benar dibuat dengan seksama. Pada umumnya sebuah surat pengunduran diri berisi informasi: nama orang yang dituju (atasan atau HRD), nama pemohon, jabatan yang dipegang, tanggal surat, pemberitahuan tentang kapan hari kerja terakhir anda, ucapan terima kasih dan akhirnya tanda tangan. Jika anda berhenti kerja dengan kondisi yang baik dan merasa perlu untuk mengungkapkan perasaan anda, maka tambahkanlah dengan hal-hal yang positif seperti: terima kasih atas kesempatan dan bimbingan yang diberikan oleh atasan anda selama anda bekerja dan keinginan semoga suatu saat kelak dapat bekerjasama lagi. Jika ternyata anda berhenti kerja dalam kondisi yang kurang menyenangkan maka
usahakanlah untuk tidak menuliskan hal tersebut dalam surat pengunduran diri, tetapi cukup hanya disampaikan secara lisan. Jangan sekali-kali anda membuat komentar-komentar yang bersifat pribadi. Artinya jangan mentang-mentang anda mau keluar lalu dengan seenaknya mengeluarkan unekunek secara resmi di dalam surat pengunduran diri. Ingatlah bahwa surat pengunduran diri anda akan tetap disimpan oleh perusahaan dan sewaktu-waktu bisa saja dilihat oleh lain yang membutuhkan referensi atau informasi tentang anda. 5. Tawaran Baru Dalam beberapa kasus khusus ada pegawai yang surat pengunduran dirinya sudah disetujui oleh atasan langsung, tetapi kemudian tidak disetujui oleh pihak lain yang lebih tinggi karena menilai bahwa pegawai tersebut memiliki kinerja yang baik dan mampu bekerja di posisi atau divisi yang lain (hal ini bisa terjadi hanya jika perusahaan memiliki sistem manajemen SDM yang baik). Dalam kasus seperti ini, anda mungkin mendapatkan tawaran baru (contoh: kenaikan gaji, relokasi kerja, penambahan fasilitas, dsb). Jika ini yang anda alami maka anda harus memikirkan secara seksama dampak yang akan terjadi di kemudian hari. Pikirkan juga apakah tawaran tersebut tidak akan merusak reputasi atau integritas diri anda sendiri di depan atasan langsung maupun rekan sekerja anda (contoh: dianggap mata duitan dan mudah "dirayu" dengan uang, menggunakan isu pengunduran diri hanya untuk memperoleh kenaikan gaji atau promosi). Selain itu jika anda terlanjur telah "diterima" di perusahaan baru maka pikirkanlah apakah kesempatan baru tersebut harus anda lepaskan. Ingatlah bahwa anda mungkin tidak lagi punya peluang untuk bekerja di tempat tersebut jika anda batal mengundurkan diri. Jika semua hal ini telah anda pertimbangkan dengan baik maka apapun keputusan anda kemudian (menerima tawaran baru atau memilih untuk tetap berhenti kerja) pasti tidak akan anda sesali. 6. Golden Shake-Hand Demi menjaga reputasi anda sendiri maka tahapan terakhir yang paling penting anda patuhi adalah komitmen untuk mengikuti semua proses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada umumnya setiap pekerja memiliki surat perjanjian kerja atau kontrak yang mengacu pada peraturan ketenagaan kerja yang berlaku. Di dalam surat perjanjian tersebut telah diatur halhal yang menyangkut masalah pengunduran diri atau berhenti kerja. Contoh: surat pengunduran diri harus diajukan paling lambat 30 hari (tiga puluh) sebelum pemohon berhenti bekerja dan selama kurun waktu tersebut pegawai yang berhenti memiliki kewajiban untuk melatih atau mentransfer ilmunya kepada pegawai baru yang akan menggantikan posisinya. Nah.. dalam kurun waktu itu pula anda harus menyelesaikan segala urusan yang menyangkut klien/customer, finansial atau pun urusan administratif. Gunakan kesempatan tersebut untuk memberikan kesan positif pada rekan kerja dan atasan anda. Pastikan pula bahwa mereka melihat keterlibatan anda dalam serah terima tugas dan tanggungjawab jabatan kepada pengganti anda. Jika semua ini berlangsung dengan lancar maka saya yakin atasan anda akan memberikan surat referensi yang baik untuk anda dan akan memandang anda sebagai seorang profesional. Dengan demikian anda akan memperoleh golden shake-hand dari atasan anda atas nama perusahaan. Atasan anda pun pasti akan senang memberikan informasi tentang diri anda kepada "calon atasan" ketika diminta. Akhir kata, ketika pekerjaan anda di perusahaan tertentu tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis anda maka pengunduran diri mungkin sudah tidak dapat dihindari. Hal tersebut merupakan suatu hal yang lumrah dan normal mengingat bahwa setiap individu pasti menginginkan hal yang terbaik bagi dirinya. Dan hal terbaik tersebut sangat berbeda tingkatannya antara individu yang satu dengan yang lain. Satu hal yang patut diingat adalah jangan sampai keputusan mengundurkan diri justru bisa merusak reputasi diri sendiri dan menghalangi anda untuk memperoleh karir yang mantap di kemudian hari. Dengan pemahaman yang benar tentang proses mengundurkan diri, saya berharap bahwa anda (baca: pembaca) tidak perlu mengalami masalah seperti contoh di atas. Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi anda semua yang saat ini mungkin sedang mempertimbangkan untuk mencari "perahu baru". (jp) _____________________________
Meningkatkan Daya Konsentrasi Oleh Staff IQEQ
Kemampuan berkonsentrasi pasti membawa keberhasilan. Kemampuan ini menghasilkan penguasaan atas situasi, meningkatkan keefisienan, dan memungkinkan Anda memecahkan masalah Anda. Milton Wright berkata, "Ukuran bagi seorang manusia adalah sejauh mana ia dapat berkonsentrasi." Sebelumnya, Emerson menulis, "Konsentrasi adalah rahasia keberhasilan dalam politik, perang, perdagangan, singkatnya dalam semua manajemen urusan manusia." Bila Anda merasa daya konsentrasi Anda lemah, cobalah beberapa saran dari Robert J. Lumsden yang dituliskan dalam bukunya 23 Langkah Menuju Sukses dan Prestasi : Pertama, lakukan segala yang dapat Anda kerjakan untuk mencegah masuknya gangguan. Belajar di dalam ruang duduk di mana radio atau TV dinyalakan atau orang lain tengah berbicara, tidak akan membantu. Bekerjalah sendiri dan usahakan agar ruangan memiliki ventilasi, penerangan, dan kehangatan yang memadai. Sewaktu memulai, tolak godaan untuk bermimpi tentang masa lalu atau masa datang. Jangan biarkan mata Anda menatap berkeliling, tetapi jaga agar tetap menatap ke arah pekerjaan Anda. Anda akan terbantu dengan menuliskan catatan atau menggambar sketsa yang relevan dengan subjek yang Anda hadapi. Salah satu musuh dari konsentrasi adalah kebosanan. Perhatian Anda tidak melayang ke mana-mana selama menonton film atau sewaktu membaca novel yang mencekam. Kebosanana mungkin menyelinap masuk apabila Anda bekerja terlalu lama. Oleh karena itu, batasi waktu belajar selama satu jam; kemudian ambil isitrahat selama sepuluh menit dan kerjakan sesuatu yang berbeda. Anda akan terbantu dengan menetapkan batas waktu. Berikan diri Anda jumlah kerja yang pantas untuk dikerjakan dalam satu jam, satu minggu, satu bulan. Dengan memberikan tantangan kepada diri Anda, Anda telah mendapatkan bantuan untuk emosi Anda, dan rasa harga diri akan terus mendorong Anda. Musuh terakhir dari konsentrasi adalah sikap mengalah. Jangan pernah berpikir negatif seperti - Saya tidak akan pernah menguasainya. Otak Anda lebih mampu dan cakap darpiada yang Anda kira. Jangan takut untuk meregangkannya. Otak akan bangkit karena tuntutan yang lebih berat. Percayalah akan kekuatan Anda sendiri. Hampiri pekerjaan dengan tekad.
Menjaga Reputasi Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 21 Agustus 2003 Reputasi adalah bunyi pendapat umum (baca: orang lain) tentang karakter atau kualitas kita. Dilihat dari sini reputasi adalah akibat yang diciptakan oleh sebab. Kita tidak bisa mengontrol pendapat orang lain tetapi kita bisa mengontrol apa yang kita lakukan yang akan menjadi bahan kesimpulan pendapat orang lain. Keharuman reputasi (baca: fame) diperlukan selama apa yang ingin kita realisasikan membutuhkan keterlibatan orang lain. Keharuman reputasi merupakan bagian dari resource yang bisa menciptakan kredibilitas dari orang lain kepada kita.
Resource itu bisa digunakan atau akan berguna sebagai bagian dari solusi hidup yang dibutuhkan sekarang atau nanti. Pengalaman di lapangan dan juga temuan survey menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan yang hendak menerima karyawan memprioritaskan pegawai yang direferensikan oleh seseorang dengan reputasi good. Gambaran demikian hanyalah petikan contoh dari sekian persoalan hubungan kita dengan orang lain di mana keharuman reputasi dapat memberi kontribusi keputusan orang lain tentang kita. Persoalan yang kemudian kerapkali timbul seputar menjaga keharuman reputasi adalah memanipulasi pendapat orang lain tentang kita. Manipulasi Memanipulasi pendapat berangkat dari tesis berpikir bahwa keharuman reputasi perlu diciptakan dengan mengubah / mengontrol pendapat orang lain. Tesis demikian jelas tidak rasional. Meskipun iklan bisa kita bikin tetapi keputusan tentang bunyi pendapat tetaplah merupakan wilayah yang di luar kontrol. Selain itu, memanipulasi sama dengan mengangkat kedudukan orang lain sebagai penyebab atas diri kita sementara posisi kita bergeser menjadi akibat. Pergeseran posisi ini bisa menghambat proses perkembangan diri untuk menjadi lebih baik dan lebih maju. Pergeseran dapat mengakibatkan praktek menyerahkan naskah-diri asli kepada orang lain. Praktek ini akan mematahkan proses yang bekerja menuju ‘ t h er e a ls e l f ’digantikan oleh proses menciptakan ‘ t hepe r c e i v e ds e l f ’ , definisi-diri bayangan. Padahal di dalam ‘ t her e a ls e l f ’itulah keunggulandiri berada yang akan kita gunakan untuk menelusuri arah menuju ‘ t hei de a ls e l f ’ . Di dalam ‘ t her e a ls e l f ’ itulah kunci fokus dan kepemilikan tanggung jawab hidup bisa kita temukan. Begitu naskah asli kita serahkan maka orang lain akan mengisi sesuai dengan kepentingan pribadinya (self interest). Pergeseran ini juga dapat menyuburkan ketidakyakinan atas prinsip kebenaran yang kita yakini benar. Bentuk ketidakyakinan itu bisa berupa perilaku mencari muka yang pada umumnya kita masukkan ke dalam perilaku terlarang secara moral. Bentuk mencari muka paling halus dan perlu diwaspadai adalah ketika kita khawatir bahwa perilaku mencari muka oleh orang lain akan bisa mengalahkan kita. Kekhawatiran demikian merupakan produk ketidakyakinan akan kebenaran prinsip yang kita yakini benar. Meskipun di mulut kita menyalahkan tetapi kekhawatiran itu bisa mendorong kita melakukan perilaku yang sama apabila muncul kesempatan dan keahlian. Pergeseran posisi juga mengakibatkan munculnya virus ketidakpercayaan diri. Bentuk dari ketidakpercyaan diri adalah apabila kita menjadikan diri kita bukan sebagai sumber kualitas hidup yang kita inginkan. Ketidakpercayaan itu membisikkan kalimat bahwa untuk meraih reputasi yang harum kita membutuhkan sesuatu yang tidak kita miliki saat ini tetapi dimiliki oleh orang lain. Lingkaran setan akibat itu tidak akan ketemu ujung-pangkalnya kalau tidak dipotong dengan penegasan bahwa kita adalah sebab dari kualitas hidup yang kita inginkan. Kalau kita berpikir bahwa menjaga reputasi tanpa manipulasi itu tidak bisa kita lakukan karena kondisi yang melilit hari ini dan lilitan itu diakibatkan oleh keterbatasan dan keterbatasan itu diakibatkan oleh warisan dan warisan itu juga diakibatkan oleh warisan masa lalu, maka yang terjadi hanyalah self excusing yang membawa kita pada wilayah hidup dengan perasaan hampa kemampuan (rasa tidak berdaya). Kalau dikembalikan pada hukum keterkaitan (The law of interconnectedness) di dalam diri kita, maka ketiga akibat pergeseran itu tidak saja bekerja di wilayah hubungan kita dengan orang lain melainkan hubungan kita dengan diri sendiri. Pengalaman Mahatma Gandhi menyimpulkan bahwa anda tidak bisa melakukan sesuatu secara benar di salah satu sendi kehidupan ketika anda melakukan kesalahan di sendi kehidupan lainnya. Contoh yang sering dikemukakan adalah ego kebenaran sendiri. Ternyata hal tersebut tidak bisa kita mengatakan hanya berakibat buruk kepada orang lain akan tetapi dampak buruk paling besar adalah diri kita. Kalau dikaji berdasarkan temuan kecerdasan emosi (Emotional Intelligence) maka egoisme kebenaran sendiri hanya mengakibatkan satu bahaya (tidak langsung) kepada orang lain tetapi tiga bahaya (langsung) kepada kita. Interaksi tidak emphatic adalah dampak buruk yang secara tidak langsung menimpa orang lain. Sementara hilangnya kesadaran diri yang mengakibatkan terkuburnya bakat (keunggulan), hilangnya keseimbangan diri yang mengakibatkan pikiran kita menjadi sampah masalah, dan hilangnya tanggung jawab-diri yang mengakibatkan nasib kita dibentuk oleh orang lain merupakan dampak langsung dari egoisme kebenaran sendiri. Menciptakan Sebab Menjaga reputasi menuntut kreasi sebab yang dapat kita kontrol dari mulai tahap kreasi mental (muatan pikiran, perasaan, keyakinan) dan kreasi fisik (tindakan, pembicaraan, sikap). Orang lain akan membunyikan pendapatnya berdasarkan kesimpulan dari kreasi fisik sementara
hukum alam akan bekerja dari sejak kreasi mental dibuat terlepas kita mengakui atau tidak. Beberapa langkah berikut mungkin bisa kita ciptakan untuk menjaga keharuman reputasi: Karakter Moral Menciptakan sebab keharuman reputasi menuntut kepemilikan karakter moral yang bersumber pada keyakinan atas kebenaran nilai yang bersifat mutlak. Keyakinan berperan sebagai soko guru mengingat kebenaran nilai itu tidak bisa dilihat (invisible) atau sering dijuluki dengan nilai-nilai gaib. Sepintas watak kebenaran nilai ini kontradiktif sebab pikiran kita tidak bisa bekerja kecuali kalau disodorkan materi yang visible (clear-cut objects). Kontradiksi itu baru bisa diselesaikan apabila kita mampu menggunakan pikiran khusus atau keyakinan mendalam yang oleh Napoleon Hill disebut dengan Infinitive Intelligence (penglihatan pikiran khusus). Hanya pikiran khusus yang dapat melihat bahwa kejujuran itu akan membawa keharuman reputasi. Pikiran umum melihat kejujuran itu tidak menguntungkan sama sekali. Pendek kata, watak kebenaran nilai yang tampil secara gaib itu adalah upaya hukum alam untuk membedakan kualitas keyakinan kita bukan untuk menciptakan kontradiksi antara pikiran dan keyakinan. Perbedaan ini dibuktikan dengan pemberlakuan hukum pembalasan akhir. Semua orang sudah tahu dan yakin kalau pembalasan itu selalu di akhir tetapi yang membedakan bukan keyakinan dan pengetahuan tetapi sejauh mana keyakinan itu bekerja membentuk karakter moral. Hal lain yang perlu diingat, karakter moral yang dimaksudkan adalah karakter untuk hidup bukan karakter untuk mati. Kematian tidak membutuhkan karakter mengingat kematian adalah the moment of judgment. Dengan maksud ini maka karakter moral yang kita bangun tidak bisa menafikan aspek keutuhan hubungan antara manusia, Tuhan dan alam. Agar keutuhan tercipta maka kuncinya adalah pendekatan yang sesuai dengan hukum wilayah. Karakter moral kepada manusia tidak cukup kalau hanya menggunakan landasan keyakinan atas substansi kebenaran nilai semata melainkan perlu aplikasi pendekatan manusiawi. Menjaga Keutuhan karakter dapat pula dilakukan dengan meminjam pesanAn t o nyRobb i n :“ Be r pe g a ngt e g uh l a h pa dapr i ns i pa n dat e t a p ig una k a npe n de k a t a nf l e k s i b e lk e t i k adi j a l a nk a n” . Kompetensi Kompetensi dibutuhkan untuk menciptakan sebab keharuman reputasi dan dibutuhkan juga untuk menjaga keutuhan karakter seperti yang disebut di atas. Sumber kompetensi ini adalah karakter mental yang akan kita gunakan untuk menyelesaikan tantangan melalui aplikasi keahlian. Semakin besar keahlian kita menyelesaikan tantangan besar semakin harum reputasi kita di mata orang lain. Kalau karakter mental kita sudah kalah dengan tantangan kecil, tentu tidak akan ada orang lain yang berpendapat good walaupun kita sudah mengiklankan diri kemana-mana karena hukum alam pada akhirnya tidak mengizinkan praktek memanipulasi kompetensi alias tidak bisa dibuat-buat. Isyarat internal yang bisa kita kenali tentang kualitas karakter mental adalah ukuran yang kita ciptakan antara asset internal dan tantangan eksternal. Kalau kita sudah merasa yakin lebih besar dari tantangan hidup yang kita hadapi maka paling tidak kita sudah memiliki kepercayaan diri yang menjadi kunci kompetensi hidup. Meskipun orang bisa menggunakannya untuk menaklukkan gunung tantangan hidup yang membuat orang itu memiliki keharuman reputasi tetapi di sisi lain keunikan yang dimiliki oleh karakter mental adalah kedahsyatan karakter mental itu bisa dimatikan hanya cukup dengan menggunakan lima karakter huruf: TIDAK. Kalau anda mengat akan “TI DAK BI S A” buk an ber ar t ianda t i dak mampu t et apikat a TI DAK dis i ni adal ahkar akt erment al .Kat a“TI DAK”bi s amenghas i l kankes i mpul anment aldimanat ant ang an hidup menjadi lebih perkasa dan lebah besar di hadapan kita. Hal lain yang perlu diingat, karakter moral yang dimaksudkan adalah karakter untuk hidup bukan karakter untuk mati. Kematian tidak membutuhkan karakter mengingat kematian adalah the moment of judgment. Dengan maksud ini maka karakter moral yang kita bangun tidak bisa menafikan aspek keutuhan hubungan antara manusia, Tuhan dan alam. Agar keutuhan tercipta maka kuncinya adalah pendekatan yang sesuai dengan hukum wilayah. Karakter moral kepada manusia tidak cukup kalau hanya menggunakan landasan keyakinan atas substansi kebenaran nilai semata melainkan perlu aplikasi pendekatan manusiawi. Menjaga Keutuhan karakter dapat pula dilakukan dengan memin j a m pe s a nAn t o nyRobb i n :“ Be r pe g a ngt e g uh l a h pa dapr i ns i pa n dat e t a p ig una k a npe n de k a t a nf l e k s i b e lk e t i k adi j a l a nk a n” . Karakter moral dan karakter mental tidak bisa dipisahkan dengan tata letak yang membedakan ant ar a“anakemas ”dan“anakbuangan”.Adabagian hidup tertentu di mana kejujuran tidak cukup untuk mengatasi tantangan karena tantangan itu menunggu kecakapan (kompetensi) dan demikian juga sebaliknya. Kreasi Opini
Keharuman reputasi menuntut kreasi opini untuk menciptakan pengertian orang lain yang lebih benar tentang kita berdasarkan apa yang sebenarnya. Dunia bisnis sering menggunakan seni kreasi opini sebagai metode untuk berkomunikasi dengan pelanggan atau iklan. Aplikasi seni berkomunikasi ini dibutuhkan karena kesalahpahaman orang lain bisa menjadi sumber fitnah yang bisa mencederai keharuman reputasi. Pe pa t a hb i l a ng :“ Ta kk e na lma k at a ks a y a ng ” .Ha ny as a j ap e r l ud i a k u iba hwape r be da a ny a ngme mi s a hk a n antara kreasi opini (the art of communication) dengan memanipulasi opini secara permukaan masih subyektif. Tidak mudah membedakan antara iklan yang menipu dan iklan yang benar-benar iklan. Namun demikian, kita bisa menciptakan perbedaan dari sudut tahapan kreasi (sebab-akibat). Perbedaan pertama berupa perbedaan sebab (essential) yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali diri kita dan Hukum Alam karena terjadi di alam niat internal, semangat dan motivasi. Perbedaan kedua berupa perbedaan akibat yang diketahui oleh orang lain. Kalau sebabnya memanipulasi maka akibat yang diciptakan oleh hukum alam berupa manipulasi. Demikian juga kalau sebabnya berupa kreasi. Hanya saja dengan cara kerja hukum alam yang halus, kesimpulan akhir, dan tidak dramatis itu maka persoalannya adalah, benarkah kita meyakini dengan benar bahwa yang kita yakini itu benar?. Tidak ada orang yang mampu mengajarkan keyakinan kepada kita selama kita memilih tidak yakin. Semoga berguna.(jp) _____________________________
Menjaga Stabilitas Hidup Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 10 Maret 2003 Baik secara pribadi atau organisasi, stabilitas hidup diciptakan dengan terus-menerus menciptakan perubahan internal sebagai jawaban dari siklus perubahan eksternal. Jawaban tersebut harus berupa reaksi yang cocok sebab kalau tidak, perubahan yang anda lakukan untuk menjawab bisa jadi justru berupa problem alias terjadi gap dan instabilitas. Kesimpulannya, kunci reaksi yang cocok tersebut terdapat pada keberanian meninggalkan sebagian norma lama yang tidak memadai dan sebagai gantinya, menciptakan norma baru yang lebih memadai. Lalu apa saja yang harus anda pahami agar terjaga stabilitas hidup anda? The Science of Cybernetics Selama Perang berkecamuk antara tahun 1939 –1945, sebuah investigasi oleh pakar militer Amerika menemukan sistem kontrol yang digunakan untuk mendeteksi serangan musuh yang disebut anti-aircraft. Tidak saja terhadap pesawat melainkan juga peralatan perang lainnya. Semula system ini hanya digunakan sebatas mengatur hubungan antara manusia dan peralatan perang serta bagaimana mereka mengoperasikan. Tetapi kemudian berkembang ke wilayah industri baik pada pribadi dan perusahaan yang kemudian dikenal lebih popular dengan sebutan The Science of Cybernetics. Dari investigasi ditemukan bahwa ciri khas paling menonjol dari sebuah system makhluk hidup, adalah adanya fenomena feedback yang identik dengan proses komunikasi di dalam bisnis atau kehidupan secara menyeluruh. Lebih spesifik, feedback mengacu pada pengertian seperti yang dijelaskan dalam Principles of Management [A.H. Taylor AACCA, GT Britain, 1977] sebagai: automatic response to external change. Contoh: begitu salah satu anggota badan bersentuhan dengan ancaman faktor eksternal misalnya saja api atau lainnya maka secara automatic anda langsung menarik untuk menemukan norma baru yang stabil. Yang perlu disayangkan, Ilmu Sibernetika telah diformulasikan menjadi sebuah paket materi tertentu untuk profesi tertentu dengan berbagai aksesoris teknologi yang tidak dimiliki kecuali kalangan tertentu. Artinya, lebih ditekankan pada aspek penguasaan pada bagaimana benda-mati bekerja. Padahal esensi yang melatarbelakangi Ilmu tersebut sangat berguna bagi umat manusia, terutama dalam hal mengupayakan keseimbangan hidup antara perubahan internal dan eksternal. Artinya bagaimana pribadi atau organisasi bisa menciptakan reaksi yang cocok dengan perubahan eksternal melalui proses komunikasi mental dan pemahaman. Tujuannya tidak lain agar keadaan hidup masing-masing pribadi atau organisasi selalu dalan situasi on-line alias terkontrol secara tepat. Masih melihat dari kacamata sejarah, bahwa hasil investigasi menemukan adanya support system yang telah dipasang di dalam masing-masing makhluk hidup, yang memungkinkan terjadinya proses komunikasi antara manusia, keadaan, benda-benda, hewan, dll. Dalam strategi perang dikatakan bahwa kemenangan
akan menjadi hak milik bagi yang menguasai keadaan. Tentu ini isyarat bahwa sebenarnya telah dipasang networking cable antara manusia dan makhluk hidup lain supaya mereka bisa berkomunikasi. Lalu dari komunikasi inilah jurus yang tepat untuk merumuskan reaksi yang cocok. Hanya seorang pawang bisnis yang bisa menjinakkan bisnis sama ibaratnya dengan pawang harimau atau binatang buas lainnya. Artinya, menguasai keadaan setelah terjadi komunikasi, interaksi, identifikasi dan reaksi. Karena manusia tidak saja sekedar organisme hidup (living organism), tetapi juga the human, maka istilah lain yang lebih popular digunakan adalah reflective, bukan automatic. Artinya anda harus memiliki sensitivity feeling yang tajam pada setiap perubahan eksternal agar bisa menemukan reaksi yang cocok dengan cara mengubah tatanan internal agar terjaga keseimbangan hidup. Reflective artinya sudah terbiasa, conditioned by the habit, dengan membiasakan diri untuk selalu online, connected, atau on. Alasannya adalah karanea perubahan eksternal bisa terjadi di luar kontrol anda. Bisa kapan saja atau dalam bentuk apa saja. Satu-satunya yang bisa anda kontrol adalah diri anda. Kontrol diri artinya anda dengan sadar menentukan pilihan reaksi yang positif. Dengan kontrol diri, minimal anda tidak menambah problem dengan problem yang akan menghasilkan problem baru melainkan memposisikan problem diadu dengan solusi. Lantas bagaimana The Natural Science of Cybernetics bisa diaplikasikan ke dalam kehidupan pribadi atau organisasi? Jika esensinya berupa reflective control to external change, maka anda bisa mengaplikasikannya dengan mengikuti formula “C. Y. T”yang ditawarkan oleh Tom Payne dalam The 7 Dynamic Keys that will Transform Your Life. Formula C.Y.T. adalah singkatan yang berarti: 3. Catch yourself Thinking 4. Control Your Thoughts 5. Create Your Thoughts Jika anda merasakan perubahan yang menuntut jawaban dalam bentuk reaksi yang cocok, maka pertama kali yang perlu anda lakukan adalah menangkap diri anda secara utuh. Menangkap adalah memiliki sense of ownership and responsibility. Anda adalah pemilik dari kehidupan yang anda rasakan saat ini, bukan menjadi bagiannya, dan karena sebagai pemilik maka andalah yang bertanggung terhadap segala hal yang menimpa. Terhadap keadaan hidup yang anda rasakan, pilihannya cuma dua yaitu menerima untuk mengubah atau menerima untuk membiarkan. Kendali kontrol pilihan tersebut sepenuhnya harus anda miliki. Kenyataannya, pilihan tersebut akan memberikan dampak berupa berupa benih-benih konsekuensi hidup sebesar sukses –gagal; benih-benih antara menjadi pencipta perubahan dan menjadi korban perubahan; benih-benih bahagia dan nestapa. Maka, anda harus dalam kondisi sadar dengan pilihan-pilihan itu. Dalam pengertian memiliki keputusan untuk melakukan sesuatu yang punya akses langsung terhadap situasi. Atas dasar pilihan tersebut, maka sejumlah ahli nampaknya sepakat untuk mendeklarasikan bahwa di dunia ini tidak ditemukan realitas dalam arti baik atau buruk, negatif atau positif, menyenangkan atau menyedihkan. Realitas bersifat netral yang bisa anda rasakan menurut makna yang anda bubuhkan. Ant h o nyRobb i nsme ng a t a k a n:“Youc an' ta l wa y sc o n t r olt h ewi n d,b u ty ouc a nc o nt r o ly ou rs a i l s ”. Melengkapi perkataan Robbin tersebut, Jan Tincher mengatakan: “Re al i t yi sf o r pe op l e wi t hn o imagination -- andn o t h i n gi sgoo do rba d,bu tt h i nk i ngma k e si ts o ”.Jadi realitas tidak menciptakan pemaknaan apapun atas dirinya kecuali yang telah anda ciptakan. Wilayah Hidup Agar stabilitas hidup bisa anda rasakan, maka anda perlu memahami apa saja wilayah hidup yang membutuhkan situasi stabil. Dan bagaimana anda meletakkan stabilitas hidup dalam perspective yang proporsional. 1. Wilayah Internal Kalau dipukul rata, semua manusia akan menjadikan sejumlah wilayah hidup seperti fisik, mental, emosional, intelektual, spiritual, sosial dan finansial sebagai zone sentral. Jika keseimbangan tidak terjadi dapat dipastikan bahwa hidup akan mengalami kegoncangan. Sedangkan untuk menemukan kesimbangan harus diwujudkan ke dalam upaya untuk mengembangkannya sesuai porsi yang dibutuhkan baik secara pribadi atau organisasi. 2. Wilayah Eksternal Seperkasa apapun pribadi atau organisasi tidak akan sanggup menghentikan perputaran siklus eksternal. Strategi manajemen bisa tiba-tiba dinyatakan tumpul oleh lingkungan dan persaingan. Dan andapun bisa saja tiba-tiba terkena mental block. Seluruhnya terjadi berada di wilayah yang di luar kontrol anda tetapi
memiliki implikasi terhadap kehidupan pribadi atau organisasi. Contoh sepele adalah fenomena krisis moneter. Semula hanya orang tertentu yang merasa harus bingung menemukan pemecahannya. Tetapi karena belum ketemu, akhirnya berimbas ke mana-mana termasuk harga barang yang anda konsumsi setiap hari. Belajar dari gambaran tersebut, maka dibutuhkan feedback system. Di sinilah lahir potret pribadi antara yang reaktif dan proaktif; antara solution-based atau problem-based living; antara realitas permukan dan realitas esensial. Reaktif adalah feedback yang tidak seimbang dan tidak proporsional. Katakanlah jika biasanya anda berangkat ke kantor bisa dengan nyaman tetapi kemudian tiba-tiba musim hujan terus mengguyur sepanjang hari. Bagi sebagian orang, hujan bisa menjadi masalah yang sebesar ukuran bahagia atau nestapa padahal bisa jadi yang benar-benar dibutuhkan hanya sebuah payung atau rompi. 3. Kualitas Ideal Stabilitas adalah kualitas hidup dan karena berupa kualitas, maka ia berada di alam ideal, bukan realita. Sama halnya seperti kebahagian, kesuksesan atau lainnya. Maksudnya apa? Jadikan ia sebagai acuan pencapaian atau bintang di langit yang anda gunakan cahayanya untuk melangkah di bumi realitas. Sebagai kualitas, maka ia adalah achievement process, bukan one-off target. Bukan wilayah di mana kaki anda akan berakhir, melainkan cara yang anda gunakan menempuhnya, the way of traveling. Ia diberangkatkan dari sebuah paradigma possibility, choice, perbaikan yang berkelanjutan bukan dogma pasti, keniscayaan, atau realitas sebagai kepastian absolut. Sebab kenyataannya, selain kematian tidak ditemukan bentuk masa depan yang pasti. Semoga bermanfaat. (jp) _____________________________
Menyembuhkan Luka Psikologis Akibat PHK di Tempat Kerja Baru Oleh Johanes Papu Team e-psikologi Jakarta, 7 Maret 2002 Karyo akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan baru setelah berjuang selama satu setengah tahun setelah di PHK dari sebuah perusahaan otomotif. Dalam masa-masa perjuangan mendapatkan pekerjaan, ia telah menjalani puluhan kali wawancara dan test tertulis. Beberapa kali ia berhasil melewati beberapa tahap dalam penerimaan karyawan, namun ternyata pada tahap screening akhir ternyata orang lain yang diterima. Namun berkat kegigihan dan semangat pantang menyerah akhirnya ia diterima bekerja di sebuah perusahaan otomotif terkemuka. Teman-teman dan kerabatnya beranggapan bahwa ia adalah seorang yang beruntung karena berhasil mendapatkan pekerjaan dengan jabatan dan bidang pekerjaan yang sama dengan sebelumnya dan bekerja pada perusahaan besar dan terkemuka. Namun bagi Karyo semua itu tidak lagi terasa sebagai suatu "kemenangan". Ia menanggapi keberhasilan tersebut secara biasa-biasa saja. Ia bahkan masih risau memikirkan kelanjutan karirnya di perusahaan tersebut dan meragukan apakah ia mampu berprestasi dengan baik di tempat kerjanya yang baru ini. Bagi anda yang pernah terkena PHK dan kemudian berhasil memperoleh pekerjaan baru, setelah melalui perjuangan yang sangat panjang, mungkin pengalaman Karyo pernah juga anda alami terutama pada saat-saat awal anda diterima bekerja. Perasaan kaget, tidak percaya bahwa itu benar-benar terjadi, ragu apakah setelah diterima akan mampu bekerja dengan baik, sulit mempercayai atasan atau perusahaan baru, atau bahkan mempertanyakan apakah ini benar-benar hasil usaha sendiri atau ada pihak lain yang ikut campur tangan, adalah sebagian gambaran dampak psikologis (saya lebih suka menyebutnya "luka psikologis") yang masih membekas pada individu yang baru diterima kerja pasca PHK. Pertanyaan yang patut diajukan adalah mengapa terjadi reaksi seperti itu dan apa yang sebaiknay dilakukan untuk menyembuhkan luka psikologis yang masih membekas di individu korban PHK tersebut?
Penyebab Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan seseorang untuk membangun kembali rasa aman dan rasa percaya diri terhadap pekerjaan baru yang diperolehnya setelah sekian lama tidak bekerja? Jawabnya sangat tergantung pada faktor apa yang menyebabkan seseorang kehilangan pekerjaan. Bagi mereka yang terkena PHK massal akibat adanya perampingan perusahaan atau merger atau perusahaan bangkrut, mungkin akan merasa bahwa PHK bukanlah suatu kegagalan pribadi, karena itu mereka akan lebih mudah untuk membangun rasa aman dan percaya diri di tempat kerja yang baru. Bagi mereka yang terkena PHK secara tidak hormat mungkin akan merasa sangat malu dan terhina, apalagi jika PHK tersebut terjadi sebagai akibat kelalaian yang tidak disadari si korban. Bagi orang-orang dengan kondisi seperti ini mungkin akan lebih sulit dan dibutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk menumbuhkan kembali kepercayaan diri, rasa aman terhadap pekerjaan barunya dan kepercayaan terhadap rekan kerja serta perusahaan baru. Sebagian dari orang tersebut yang merasa dirinya "sangat berguna dan memiliki harga diri sangat tinggi", mungkin akan terus beranggapan bahwa PHK merupakan kerugian besar bagi perusahaan karena harus kehilangan "orang-orang terbaiknya". Sebagian lagi akan tinggal dalam kemarahan dan sakit hati, berusaha mencari "kambing hitam" atau mulai mengucilkan diri dan dirasuki oleh penyesalan yang mendalam. Sementara itu, bagaimana individu bereaksi dalam menyikapi PHK akan sangat tergantung pada karakter individu masing-masing. Pada umumnya individu seringkali mengidentikkan dirinya dengan identitas perusahaan/organisasi. Kenyataan di lapangan menunjukkan betapa banyak orang yang selalu mengatasnamakan suatu perusahaan/organisasi, terlebih jika perusahaan/organiasi tersebut sudah terkenal, kemanapun ia pergi bahkan untuk urusan pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan. Bagi orang-orang seperti ini pekerjaan merupakan simbol status dan harga diri yang tidak ternilai. Oleh karena itu mereka akan sangat terpukul dan seringkali bertindak kontraproduktif manakala harus kehilangan pekerjaan. Bagi individu yang memandang kehidupan secara sangat pribadi dan subyektif, seperti disebutkan diatas, kehilangan pekerjaan dianggap sebagai penghinaan atau serangan terhadap pribadi. Mereka merasa dilecehkan dan mungkin sangat marah sehingga sulit berpikir secara obyektif. Jika kemarahan tersebut diarahkan pada dirinya sendiri, maka mereka mungkin masih akan terus merasa bahwa dirinya tidak berharga untuk jangka waktu cukup lama meskipun telah memiliki pekerjaan baru. Bagi individu yang memandang setiap kejadian secara obyektif dan rasional serta percaya bahwa segala sesuatu di jagat raya diatur oleh hukum tertentu, bersifat logis dan adil, kehilangan pekerjaan akan berarti kehilangan kendali terhadap diri sendiri dan alam sekitarnya. Kondisi tersebut membuat mereka kehilangan kepercayaan diri dan timbul ketakutan bahwa mereka tidak mungkin lagi dapat kembali ke kondisi seperti sebelum PHK. Dari seluruh individu yang ada dalam satu perusahaan, menurut careerjournal.com, hanya ada sepertiga individu yang mengganggap bahwa pekerjaan adalah alat /kendaraan untuk menjalani kehidupan, bukan sebagai simbol status, stabilitas, penentuan harga diri atau pengendalian terhadap alam sekitar. Bagi individu seperti ini kehilangan pekerjaan tidak menimbulkan reaksi emosional yang kontraproduktif. Kehilangan pekerjaan bagi mereka dianggap sebagai suatu situasi sementara yang tidak nyaman tetapi tidak perlu merasa tertekan. Siklus Karol Wasylyshyn, seorang psikolog, mengatakan bahwa setiap individu, apapun tipe atau temperamennya, akan mengalami suatu siklus yang disebut "DABDA" - denial, anger, bargaining, depression and acceptance - ketika kehilangan pekerjaan. Denial (penolakan) muncul ketika seseorang yang diberitahu akan di PHK mulai berkata: "Ini tidak mungkin terjadi pada saya". Selanjutnya karena penolakan tersebut tidak menghilangkan rasa sakit hati dan tidak menyebabkan realitas yang lebih baik maka timbul "Anger" (kemarahan), individu akan berkata: "Ini tidak adil! Perusahaan tidak dapat melakukan ini terhadap saya!". Namun karena ternyata "perusahaan" dapat saja melakukan PHK, maka si individu akan mencoba mengajukan Bargaining (penawaran): "Ok, jika gaji saya dipotong 25% perbulan, apakah saya masih tetap bisa bekerja?". Pada umumnya sangat jarang penawaran yang diajukan oleh karyawan akan
diterima oleh perusahaan atau majikan. Oleh karena itu ketika penawaran tersebut gagal, maka individu akan memasuki depresi (Depression). Meskipun pada umumnya setiap individu mau tidak mau harus menerima keadaan yang terjadi dan sebenarnya merupakan suatu "happy ending", namun bagi sebagian orang dibutuhkan waktu dan kerja keras yang panjang untuk mencapai tahap penerimaan (Acceptance) tersebut. Banyak diantara individu yang dapat melewati siklus tersebut dengan cepat dan memperoleh kembali keseimbangan hidup (equilibrium). Namun tidak jarang sebagian individu justru terjebak (berlama-lama) dalam salah satu tahap dari siklus tersebut. Mereka mungkin tetap menolak kenyataan dengan mengembangkan pandangan: "Suatu saat perusahaan akan menyadari kesalahannya dan akan datang memohon pada saya untuk bergabung kembali", atau masih tetap penuh amarah: "Awas kalian semua yang memecat saya, saya akan membalas penghinaan ini". Selain itu ada juga yang terjebak dalam depresi berkepanjangan yang sangat merugikan dirinya sendiri. Apa yang Sebaiknya dilakukan? Bagaimana seseorang memperoleh kembali rasa percaya diri dan dapat memiliki kepercayaan terhadap orang lain dan perusahaan sehingga pada akhirnya timbul loyalitas dan komitmen terhadap perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tersebut segera setelah ia diterima bekerja. Usaha-usaha tersebut menyangkut hubungan dengan rekan kerja, atasan/bawahan, dan kepedulian terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Hubungan baik dengan rekan kerja baru dan keinginan yang kuat untuk menjadi bagian dari sebuah team/group dapat membuka jalan bagi terciptanya loyalitas dan komitmen. Namun harus disadari bahwa tidak semua rekan kerja baru memahami apa yang ada dalam pikiran karyawan yang baru. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa mereka salah dalam memahami perasaan karyawan baru yang telah mengalami masa-masa sulit pencarian pekerjaan. Oleh karena itu, tanpa bermaksud meminta rasa belah kasihan atau bertindak defensive, ada baiknya anda (karyawan baru) memberitahu atasan/bawahan dan rekan kerja anda tentang apa yang pernah anda alami di masa lalu. Jika anda termasuk tipe orang yang extrovert (outgoing) proses integrasi dengan perusahaan dan rekan kerja mungkin dapat berlangsung dengan mudah. Tetapi jika anda termasuk orang dengan tipe introvert, mungkin akan agak sulit memulai hubungan dengan rekan kerja yang baru, sehingga tidak jarang dianggap sombong. Namun demikian ini bukanlah suatu pilihan, melainkan suatu kewajiban yang harus dilakukan jika anda ingin memperoleh dukungan dari rekan-rekan baru anda. Jika anda termasuk individu yang rational, seorang pemikir yang obyektif, mungkin ada baiknya anda melakukan analisa terhadap berbagai kejadian dan reaksi anda dalam menyikapi setiap kejadian tersebut. Catatlah faktor-faktor apa yang telah mengakibatkan diri anda terkena PHK, pelajari hal-hal yang dialami selama masa pencarian pekerjaan, apa tujuan yang ingin dicapai dalam beberapa tahun ke depan dan apakah kelebihan atau keuntungan dari jabatan anda yang baru ini. Dengan melakukan analisa tersebut anda akan dapat mengurangi ketakutan yang tidak rasional, mengurangi pikiran-pikiran yang tidak produktif, dan dapat lebih fokus pada kekuatan dan sumber daya individu yang ada saat ini.. Bagi mereka yang merasa kehilangan kendali terhadap diri dan alam sekitarnya sebagai akibat dari kehilangan pekerjaan mungkin akan mengabaikan kesehatan fisik dan jiwa mereka. Meskipun kesehatan jiwa tidak selalu berarti memiliki kondisi fisik yang prima, namun secara faktual akan sangat sulit bagi seseorang untuk peduli terhadap kondisi fisiknya jika ia tidak sejahtera secara mental. Demi meningkatkan kesehatan mental dan fisik, maka setelah mendapatkan pekerjaan baru cobalah melakukan kebiasaan-kebiasaan baru yang berguna bagi keseimbangan fisik dan mental seperti melakukan olahraga atau diet. Akan sangat baik jika anda bergabung dalam kelompok (club) olahraga dimana anda dapat berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain. Suatu teknik yang disebut "Mental Imaging" mungkin akan sangat berguna untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang muncul pada saat anda telah diterima bekerja kembali. Cara kerja teknik ini adalah dengan menyusun skenario (secara mental) tentang suatu kondisi kerja yang stabil, aman, lalu identifikasi perilaku-perilaku produktif yang dapat menunjang anda mencapai
kesuksesan sehingga anda optimis dapat melangkah ke masa depan yang lebih cerah. Sekali skenario tersusun, cobalah berperilaku menurut skenario tersebut. Penyembuhan luka psikologis tentulah harus disertai dengan usaha keras dan perhatian yang sangat serius dari individu yang bersangkutan untuk mengatasi keraguan terhadap dirinya sendiri dan mendapatkan kembali kepercayaan dan komitment terhadap perusahaan. Ingatlah bahwa sekali anda diterima bekerja artinya anda mempunyai kewajiban untuk memberikan yang terbaik dari semua hal yang anda miliki kepada perusahaan seperti yang pernah anda janjikan ketika wawancara atau proses penerimaan karyawan. Pada akhirnya nanti mungkin kontribusi anda akan sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan, karir anda, dan keamanan kerja bagi rekan-rekan yang lainnya. (jp)
Menyiasati Wawancara Kerja Oleh Johanes Papu Team e-psikologi
Jakarta, 22 Maret 2002 Wawancara kerja saat ini merupakan salah satu cara yang sangat populer sebagai salah satu metode untuk menyeleksi karyawan. Bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah wawancara kerja seringkali merupakan metode yang paling diandalkan, mengingat biaya yang dikeluarkan relatif murah dan “us er ”(baca: atasan) dapat langsung bertatap muka dengan si pelamar. Bahkan pada jabatan tertentu wawancara kerja bisa dilakukan berkali-kali, sebelum calon karyawan diputuskan untuk diterima bekerja. Sementara bagi para pencari kerja, wawanc ar a ker j a mung ki ns udah di ang gap s ebagai“menu s ehar i -har i ”y ang har us di l al ui sebelum resmi diterima bekerja. Anehnya, meskipun sudah memahami betul bahwa wawancara merupakan suatu hal yang biasa dilalui dalam melamar pekerjaan, banyak sekali para pelamar yang tidak siap untuk menghadapi wawancara kerja. Tidak jarang mereka merasa langsung gugup bahkan patah semangat ketika dipanggil untuk wawancara, karena sudah seringkali gagal. Forum konseling dalam website ini banyak dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut bagaimana cara menghadapi wawancara kerja. Para penanya tersebut banyak yang menceritakan bahwa mereka telah berkali-kal igag al“mel ewat i ”wawanc ar ak er j ames ki pun diakui bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh “r ec r ui t er ” (petugas rekrutmen & seleksi) relatif sama antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain tempat mereka melamar pekerjaan. Ada juga penanya yang mengatakan bahwa ia berkali-kali selalu lolos dari semua metode seleksi yang lain (test tertulis, psiko test, dan test ketrampilan) tetapi tetap gagal ketika wawancara. Permasalahan diatas menggelitik saya untuk mencari tahu lebih jauh apa sebenarnya wawancara kerja. Mengapa wawancara kerja ini penting dilakukan dan mengapa banyak pelamar yang gagal dalam menjalani wawancara kerja tersebut. Lalu kemudian apa saja yang harus dilakukan oleh para pelamar untuk menyiasati wawancara kerja supaya berhasil. Tujuan Wawancara Kerja Wawancara kerja (job interview) saat ini merupakan salah satu aspek penting dalam proses rekrutmen dan seleksi karyawan. Meskipun validitas wawancara dianggap lebih rendah jika dibandingkan dengan metode seleksi yang lain seperti psiko test, namun wawancara memiliki berbagai kelebihan yang memudahkan petugas seleksi dalam menggunakannya. Apapun penilaian pelamar (calon karyawan), wawancara kerja sebenarnya memberikan suatu kesempatan atau peluang bagi pelamar untuk mengubah lowongan kerja menjadi penawaran kerja. Mengingat bahwa wawancara kerja tersebut merupakan suatu proses pencarian pekerjaan yang memungkinkan pelamar untuk memperoleh akses langsung ke perusahaan (pemberi kerja), maka “p e r f o r manc e ”(baca: proses & hasil)
wawancara kerja merupakan suatu hal yang sangat krusial dalam menentukan apakah pelamar akan diterima atau ditolak. Bagi si pelamar, wawancara kerja memberikan kesempatan kepadanya untuk menjelaskan secara langsung pengalaman, pengetahuan, ketrampilan, dan berbagai faktor lainnya yang berguna untuk meyakinkan perusahaan bahwa dia layak (qualified) untuk melakukan pekerjaan (memegang jabatan) yang ditawarkan. Selain itu wawancara kerja juga memungkinkan pelamar untuk menunjukkan kemampuan interpersonal, professional, dan gaya hidup atau kepribadian pelamar. Jika di dalam CV (Curriculum Vitae) pelamar hanya bisa mengklaim bahwa dirinya memiliki kemampuan komunikasi dan interpersonal yang baik, maka dalam wawancara dia diberi kesempatan untuk membuktikannya. Bagi perusahaan, wawancara kerja merupakan salah satu cara untuk menemukan kecocokan antara karakteristik pelamar dengan dengan persyaratan jabatan yang harus dimiliki pelamar tersebut untuk memegang jabatan / pekerjaan yang ditawarkan. Secara umum tujuan dari wawancara kerja adalah: Untuk mengetahui kepribadian pelamar Mencari informasi relevan yang dituntut dalam persyaratan jabatan Mendapatkan informasi tambahan yang diperlukan bagi jabatan dan perusahaan Membantu perusahaan untuk mengidentifikasi pelamar-pelamar yang layak untuk diberikan penawaran kerja. Teknik Wawancara Kerja Dua teknik wawancara yang biasa dipergunakan perusahaan dalam melakukan wawancara kerja adalah wawancara kerja tradisional dan wawancara kerja behavioral. Dalam prakteknya perusahaan seringkali mengkombinasikan kedua teknik ini untuk memperoleh data yang lebih akurat. Wawancara kerja tradisional menggunakan pertanyaan-pe r t a ny a a nt e r buk as e pe r t i“ me ng a pa a ndai n g i nbe k e r j ad ip e r us a ha a ni n i ” ,d a n“ a pak e l e bi ha nda nk e k ur a ng a na nda ” .Ke s uk s e s a na t a u kegagalan dalam wawancara tradisional akan sangat tergantung pada kemampuan si pelamar dalam berkomunikasi menjawab pertanyaan-pertanyaan, daripada kebenaran atau isi dari jawaban yang diberikan. Selain itu pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih banyak bersifat mengklarifikasikan apa yang ditulis dalam surat lamaran dan CV pelamar. Dalam wawancara kerja tradisional, recruiter biasanya ingin menemukan jawaban atas 3 (tiga) pertanyaan: apakah si pelamar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan, apakah si pelamar memiliki antusias dan etika kerja yang sesuai dengan harapan recruiter, dan apakah si pelamar akan bisa bekerja dalam team dan memiliki kepribadian yang sesuai dengan budaya perusahaan. Wawancara kerja behavioral didasarkan pada teori bahwa “pe r f or ma nc e ”(kinerja) di masa lalu merupakan indikator terbaik untuk meramalkan perilaku pelamar di masa mendatang (baca: ketika bekerja). Wawancara kerja dengan teknik ini sangat sering digunakan untuk merekrut karyawan pada level managerial atau oleh perusahaan yang dalam operasionalnya sangat mengutamakan masalah-masalah kepribadian. Wawancara kerja behavioral dimaksudkan untuk mengetahui respon pelamar terhadap suatu kondisi atau situasi tertentu sehingga pewawancara dapat melihat bagaimana pelamar memandang suatu tantangan/permasalahan dan menemukan solusinya. Pertanyaan-pertanyaan yang biasanya diajukan antara lain: "coba anda ceritakan pengalaman anda k e t i k ag a g a lme nc a p a it a r g e ty a ngdi t e t a pk a n” ,da n“ be r i k a nbe b e r a pac on t o ht e n t a ngha l -hal apa yang anda lakukan ketika anda dipercaya menangani bebera pa p r oy e ks e k a l i g u s ” .Unt uk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut si pelamar perlu mempersiapkan diri untuk mengingat kembali situasi, tindakan dan hasil yang terjadi pada saat yang lalu. Selain itu, sangat penting bagi pelamar untuk memancing pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut dari pewawancara agar dapat menjelaskan secara rinci gambaran situasi yang dihadapinya. Untuk itu diperlukan ketrampilan berkomunikasi yang baik dari si pelamar. Keberhasilan atau kegagalan dalam wawancara ini sangat tergantung pada kemampuan pelamar dalam menggambarkan situasi yang berhubungan dengan pertanyaan pewawancara secara rinci dan terfokus. Dalam wawancara kerja behavioral, si pelamar harus dapat menyusun jawaban yang mencakup 4 (empat) hal: (1) menggambarkan situasi yang terjadi saat itu, (2) menjelaskan tindakan-tindakan yang diambil untuk merespon situasi yang terjadi, (3) menceritakan hasil yang dicapai, dan (4) apa hikmah yang dipetik dari kejadian tersebut (apa yang dipelajari). Dalam wawancara behavioral ini teknik yang paling sering dipergunakan adalah yang disebut S-T-A-R atau S-A-R atau P-A-R. Situation Pelamar diminta untuk menggambarkan situasi yang terjadi atau tugas-tugas
or Problem or Task
Action
Results
yang harus dilaksanakannya pada masa lalu. Pelamar harus menggambarkan situasi atau tugas tersebut secara spesifik, rinci dan mudah dipahami oleh pewawancara. Situasi atau tugas yang digambarkan dapat berasal dari pekerjaan sebelumnya, pengalaman semasa sekolah, pengalaman tertentu, atau berbagai kejadian yang relevan dengan pertanyaan si pewawancara Pelamar diminta untuk menggambarkan tindakan-tindakan yang diambil dalam menghadapi situasi / masalah / tugas di atas. Dalam hal ini pelamar harus bisa memfokuskan pada permasalahan. Meskipun mungkin permasalahan yang ada ditangani oleh beberapa orang atau team, pelamar harus memberikan penjelasan tentang apa saja peranannya dalam team tersebut –jangan mengatakan apa yang telah dilakukan oleh team tetapi apa yang telah dilakukan pelamar sebagai bagian dari team. Pelamar diminta menjelaskan hasil-hasil apa saja yang dicapai. Apa saja hambatan yang terjadi jika hasil tidak tercapai. Apa yang terjadi kemudian setelah permasalahan tersebut selesai dikerjakan. Lalu apa pelajaran yang dapat dipetik oleh pelamar dari kejadian tersebut.
Jenis Wawancara Kerja Dalam dunia kerja, dikenal beberapa tipe wawancara kerja sebagai berikut: Wawancara Seleksi (Screening Interview). Jika pelamar atau kandidat untuk menduduki jabatan berjumlah lebih dari satu orang maka dilakukan wawancara kerja untuk menyeleksi siapa diantara kandidat tersebut merupakan kandidat yang paling qualified sehingga bisa dilanjutkan ke tahap seleksi berikutnya. Wawancara seleksi biasanya berlangsung singkat antara 15 –30 menit. Wawancara Telepon (Telephone Interview). Demi menghemat biaya dan efisiensi waktu, banyak recruiter yang melakukan wawancara kerja melalui telepon. Oleh sebab itu, pelamar harus siap dihubungi sewaktu-waktu, sebab seringkali recruiter tidak memberikan pilihan bagi pelamar untuk menentukan waktu kapan ia siap diwawancarai melalui telepon. Wawancara di Kampus / Sekolah (On-Campus Interview) . Meskipun tidak banyak perusahaan yang melakukan wawancara kerja di kampus, namun untuk perusahaan-perusahaan tertentu yang mencari para lulusan untuk dilatih lebih lanjut, cara ini dinilai sangat efektif karena memberikan akses bagi perusahaan tersebut untuk mendapatkan kandidat terbaik yang mungkin sangat sulit diperoleh jika menunggu para kandidat tersebut datang melamar. Wawancara di Pameran Kerja (Job Fair Interview). Pameran kerja diadakan untuk menjembatani perusahaan dengan para pencari kerja. Pada pameran kerja biasanya, perusahaan memberikan berbagai informasi mengenai perusahaannya, menerima surat lamaran dan CV dari pengunjung (pencari kerja), bahkan tidak jarang para recruiter langsung melakukan wawancara di stand (booth) mereka. Di Indonesia memang pameran seperti ini masih sangat jarang dilaksanakan jika dibandingkan dengan pameran otomotif, rumah maupun furniture. Wawancara di Lokasi Kerja (On-Site Interview). Ketika seorang kandidat telah lolos dalam tahap wawancara seleksi, seringkali perusahaan mengundang kandidat tersebut untuk melihat secara langsung lokasi kerja. Pada kesempatan tersebut recruiter biasanya langsung melakukan wawancara secara mendalam. Bagi pelamar yang belum memiliki pengalaman kerja pada lokasi yang lingkungannya kurang lebih sama, wawancara kerja di lokasi mungkin bisa terasa menakutkan karena mungkin harus melakukan perjalanan dan berada di wilayah yang tidak ia kenal. Wawancara Kelompok (Panel or Group Interview). Wawancara kelompok adalah suatu jenis wawancara kerja dimana para pewawancara (recruiter) terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih. Biasanya wawancara jenis ini dilakukan jika perusahaan memandang bahwa pelamar sudah hampir memenuhi syarat untuk diterima bekerja. Biasanya para penanya dalam wawancara inilah yang memiliki wewenang untuk memutuskan apakah pelamar akan diterima bekerja atau tidak. Wawancara Kasus (Case Interview). Wawancara kerja jenis ini menekankan pada kemampuan analisis dan pemecahan masalah terhadap suatu kasus tertentu. Biasanya dalam wawancara kasus, pelamar diminta untuk berperan sebagai pemegang jabatan yang ditawarkan, lalu diberikan sebuah kasus untuk dicarikan solusinya. Pertanyaan-Pertanyaan Umum
Pada umumnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara kerja sangat tergantung pada teknik apa yang digunakan oleh si pewawancara. Jika menggunakan teknik wawancara kerja tradisional maka pertanyaan-pertanyaan yang seringkali diajukan adalah sebagai berikut: Jelaskan pada saya bagaimana anda menggambarkan diri anda? Apa kelebihan dan kekurangan anda? Apa saja prestasi yang pernah anda raih pada pekerjaan yang terdahulu / ketika sekolah? Mengapa anda berhenti dari perusahaan yang lalu? Apa tugas-tugas anda pada pekerjaan yang lalu? Darimana anda mengetahui perusahaan ini? Mengapa anda tertarik untuk bekerja di perusahaan ini? Jika anda diterima bekerja untuk jabatan ini, apa yang akan anda lakukan? Apa itu professionalisme menurut anda? Apa itu teamwork menurut anda? Apa hoby anda? Dalam wawancara yang menggunakan teknik wawancara kerja behavioral, maka pertanyaan-pertanyaan di atas seringkali ditambahkan dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Ceritakan pada saya/kami kapan anda mengalami suatu situasi yang sangat tidak menyenangkan dan bagaimana anda berhasil keluar dari situasi tersebut. Ceritakan pada saya/kami bagaimana anda meyakinkan klien anda ketika anda melakukan presentasi. Coba anda ceritakan bagaimana anda mengatasi situasi dimana anda harus melakukan banyak tugas dan anda harus membuat prioritas tugas mana yang harus didahulukan. Bisakah anda ceritakan keputusan apa yang paling sulit anda buat dalam setahun terakhir ini? Mengapa demikian? Ceritakan mengapa team anda gagal mencapai target pada tahun sebelumnya dan bagaimana anda memotivasi team tersebut sehingga dapat meraih sukses di tahun berikutnya. Bagaimana cara anda menyelesaikan konflik? Bisa beri contoh? Bisakah anda ceritakan suatu kejadian dimana anda mencoba untuk menyelesaikan suatu tugas dan ternyata gagal? Ceritakan apa yang anda lakukan ketika dipaksa membuat suatu aturan yang tidak menyenangkan bagi karyawan tetapi menguntungkan bagi perusahaan. Sebagai suatu proses yang melibatkan interaksi antara kedua belah pihak, dalam wawancara kerja si pelamar juga biasanya diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Oleh karena itu akan sangat baik jika pelamar mempersiapkan beberapa pertanyaan, misalnya: Apa yang diharapkan dari saya jika saya diterima untuk jabatan ini? Menurut pengalaman di sini, apa yang merupakan tantangan terbesar bagi pemegang jabatan ini? Apakah ada pelatihan (internal maupun eksternal) yang dapat membantu saya untuk lebih berperan jika saya diterima bekerja di perusahaan ini? Adakah ada hal-hal khusus di luar uraian jabatan yang harus saya selesaikan dalam waktu tertentu? Menangani Pertanyaan Bersifat Pribadi Berbeda dengan kondisi di negara-negara barat dimana hak individu sangat dijunjung tinggi dan telah memiliki perangkat hukum sangat memadai tentang hal-hal yang mengatur hak-hak pribadi seseorang sehingga para recruiter (pewawancara) sangat berhati-hati dalam mengajukan pertanyaan, di Indonesia justru sebaliknya. Dalam wawancara kerja di perusahaan-perusahaan di Indonesia seringkali pewawancara justru banyak menggali masalah-masalah yang bersifat pribadi. Contoh: Menanyakan latarbelakang pelamar (orangtua, saudara, istri, anak, status, agama, suku bangsa, umur) adalah merupakan hal yang dianggap biasa. Meskipun seringkali pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak memiliki relevansi dengan jabatan yang dilamar, pelamar harus menyiapkan diri untuk merespon pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tepat dengan caracara yang elegan. Para penanya mungkin saja tidak bermaksud untuk menyudutkan pelamar, tetapi lebih didasarkan pada kepedulian mereka terhadap kecocokan antara pelamar (calon karyawan) dengan budaya yang ada dalam perusahaan. Oleh karena itu jika pelamar ditanyakan mengenai hal-hal yang dirasa tidak berhubungan dengan pekerjaan yang ditawarkan, pelamar harus mampu mengidentifikasi apa makna
dibalik pertanyaan tersebut. Untuk merespon pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, pelamar dapat melakukan beberapa alternatif: Pelamar bisa mengklarifikasi kepada penanya apa relevansi pertanyaan yang diajukan dengan jabatan yang dilamar sehingga penanya dapat menjelaskan lebih jauh hubungannya dengan pekerjaan, lalu berikan jawaban yang tepat. Pelamar dapat menjawab langsung secara diplomatis dengan kesadaran penuh bahwa pertanyaan tersebut memang tidak memiliki hubungan langsung dengan pekerjaan / jabatan yang dilamar. Pelamar bisa juga menolak untuk menjawab pertanyaan tersebut jika dirasa sangat mengganggu privacy pelamar. Jika hal ini terpaksa dilakukan, maka harus dilakukan dengan cara-cara halus dan diplomatis sehingga recruiter tidak merasa dilecehkan karena dianggap telah memberikan pertanyaan yang keliru. Faktor-Faktor Negatif Beberapa faktor, baik fisik maupun psikologis, yang harus diwaspadai oleh pelamar adalah faktor-faktor negatif yang menjadi perhatian pewawancara. Faktor-faktor tersebut misalnya: Penampilan diri yang terlihat tidak professional (dandanan menor, pakaian yang tidak enak dilihat, tidak rapi, dan tidak sesuai suasana) Bersikap angkuh, defensive atau agresif Ogah-ogahan (tidak terlihat antusias atau tertarik dengan materi pembicaraan yang diajukan pewawancara) Gugup Sangat menekankan pada kompensasi yang akan diterima Selalu berusaha mencari-cari alasan atas setiap kegagalan yang pernah dialami di masa lalu Tidak bisa berdiplomasi, tidak matang dan kurang bisa bersopan santun Menyalahkan perusahaan atau bekas atasan atasan dimasa lalu, atau mengeluhkan perubahan teknologi yang cepat Tidak bisa fokus dalam menjawab pertanyaan atau pembicaraan pewawancara Gagal memberikan pertanyaan kepada pewawancara Be r ul a ngk a l ibe r t a ny a :“ a pay a ngd a p a td i be r i k a npe r us a h a a nk e pa das a y ak a l a us a y ame l a k uk a n . . . . . . ? ” Kurang persiapan: gagal memperoleh informasi penting seputar perusahaan, gagal menjawab pertanyaan-pertanyaan pewawancara dan tidak bisa mengajukan pertanyaan bermutu kepada pewawancara. Beberapa Saran Bagi anda pencari kerja yang dipanggil untuk menjalani wawancara kerja, mungkin ada baiknya anda memperhatikan beberapa saran dibawah ini. Lakukan hal-hal berikut: Pastikan anda sudah tahu tempat wawancara Jika tidak diberitahu terlebih dahulu jenis pakaian apa yang harus dipakai, maka gunakan pakaian yang bersifat formal,bersih dan rapi Mempersiapkan diri menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan diajukan pewawancara Usahakan untuk tiba 10 (sepuluh) menit lebih awal, jika terpaksa terlambat karena ada gangguan di perjalanan segera beritahu perusahaan (pewawancara) Sapa satpam atau resepsionis yang anda temui dengan ramah Jika harus mengisi formulir, isilah dengan lengkap dan rapi. Ucapkan salam (selamat pagi / siang / sore) kepada para pewawancara dan jika harus berjabat tangan, jabatlah dengan erat (tidak terlalu keras namun tidak lemas) Tetaplah berdiri sampai anda dipersilakan untuk duduk. Duduk dengan posisi yang tegak dan seimbang Persiapkan surat lamaran dan CV anda Ingat dengan baik nama pewawancara Lakukan kontak mata dengan pewawancara Tetap fokus pada pertanyaan yang diajukan pewawancara Tunjukkan antusiasme dan ketertarikan anda pada jabatan yang dilamar dan pada perusahaan
Gunakan bahasa formal, bukan prokem atau bahasa gaul kecuali anda diwawancarai untuk mampu menggunakan bahasa tersebut Tampilkan hal-hal positif yang pernah anda raih Tunjukkan energi dan rasa percaya diri yang tinggi Tunjukkan apa yang bisa anda perbuat untuk perusahaan bukan apa yang bisa diberikan oleh perusahaan kepada anda Jelaskan serinci mungkin hal-hal yang ditanyakan oleh pewawancara Ajukan beberapa pertanyaan bermutu diseputar pekerjaan anda dan bisnis perusahaan secara umum Berbicara dengan cukup keras sehingga suara jelas terdengar oleh pewawancara Akhiri wawancara dengan menanyakan apa yang harus anda lakukan selanjutnya Ucapkan banyak terima kasih kepada pewawancara atas waktu dan kesempatan yang diberikan kepada anda. Hindari hal-hal berikut: Berasumsi bahwa anda tahu tempat wawancara, padahal anda tidak yakin Tidak melatih diri untuk menjawab pertanyaan yang kira-kira akan diajukan pewawancara Berpakaian seadanya atau berpakaian dan berdandan sangat mencolok Datang terlambat Tidak membawa surat lamaran dan CV Menganggap remeh satpam, resepsionis bahkan pewawancara Menjabat tangan pewawancara dengan lemas dan gemetar Merokok, mengunyah permen atau meludah selama wawancara Duduk selonjor atau bersandar Berbicara terlalu keras atau terlalu lembut Membuat lelucon Me nj a wa bs e k e da r ny as a j a ,s e pe r t i“ y a ”a t a u“ t i da k ”a t a u“ t i da kt a hu”a t a u“ e n t a h l a h” . Terlalu lama berpikir setiap kali menjawab Mengalihkan topik pembicaraan ke hal-hal yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan Menyalahkan mantan atasan, mantan rekan kerja atau perusahaan yang lama Memberikan jawab palsu, berbohong atau memanipulasi data Menanyakan gaji dan fasilitas yang diterima pada saat wawancara seleksi dimana anda belum tahu kemungkinan anda akan diterima atau tidak Memperlihatkan rasa putus asa anda dengan menunjukkan bahwa anda mau bekerja untuk bidang apa saja dan mau melakukan apa saja asal bisa diterima bekerja di perusahaan tersebut Membahas hal-hal negatif dari anda yang akan merugikan diri anda sendiri Mengemukakan hal-hal yang dianggap masih kontroversial Menelpon atau menerima telepon, atau membaca buku selama wawancara Salah menyebut nama pewawancara Tidak mengajukan pertanyaan pada saat diberikan kesempatan untuk bertanya Lupa mengucapkan terima kasih kepada para pewawancara Mengingat bahwa masih banyak calon karyawan yang menghadapi kendala dalam menjalani wawancara kerja, artikel ini diharapkan dapat memberikan sedikit pencerahan bagi mereka sehingga lebih siap dan percaya diri. Saya yakin masih banyak cara-cara yang mungkin belum tertulis dalam artikel ini, namun setidaknya jika anda melaksanakan saran-saran yang ada di atas maka anda akan memiliki bekal yang cukup dalam menghadapi wawancara kerja. Selamat mencoba dan semoga anda sukses diterima bekerja dan menemukan pekerjaan sesuai dengan yang anda inginkan. (jp)
Merdeka atau Mati! Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 19 Agustus 2003 Lebih dari 58 tahun lalu, bangsa Indonesia pernah punya semboyan: Merdeka atau Mati! Dikaji lebih jauh, ternyata semboyan itu tidak sekedar punya arti lebih baik mati daripada tidak merdeka. Kalau dirujukkan pada hukum alam, semboyan itu juga punya arti pilihan hidup. Kalau kita tidak bisa hidup dengan kemerdekaan maka kita akan menjalani hidup dengan kematian. Bentuk kematian hidup itu apabila dirujukkan pada pendapat Robin S. Sharma adalah konflik-diri yang mengakibatkan potensi tidak bisa diaktualkan secara optimal. “Toomanype op l ed i ea t20an dar ebu r i e da t80 .To oman ype op l ec o as t t h r ou ghl i f e , ne v e rma n i f e s t i n gt he i rpo t e n t i a la ndus i n go nl yaf r ac t i o no ft he i rpe r s on alt al e nt s ”. Ajaran kitab suci memberi istilah dengan hari kiamat di mana kebanyakan orang bertanya-t a ny a :“ Me ng a pana s i b s a y as e pe r t ii n i ? ” Secara harfiah, kemerdekaan adalah kemandirian hidup, kebebasan, dan ketegasan. Dalam kamus, kemerdekaan diartikan sebagai self governing, free from intimidation, ac t i ngort h i nk i nguponone ’ sownline. Kemerdekaan hidup seperti yang termaktub dalam teks proklamasi adalah hak (asasi). Menurut hukum sebab akibat hak adalah akibat yang diciptakan oleh sebab bernama kewajiban. Hukum alam menjadikan kewajiban sebagai syarat mutlak mendapatkan hak atau menyuruh mendahulukan kepatuhan terhadap kewajiban ketimbang mendahulukan tuntutan hak. Sayangnya kita secara mental-kultural lebih menomorsatukan hak dari pada kewajiban, minimalnya dalam ungkapan pembahasaan hidup harian. Mulut kita sudah terlatih mengucapkan hak dan kewajiban ketimbang kewajiban dan hak. Secara mindset kita lebih berat memikirkan apa yang tertinggal (dari hak) ketimbang memikirkan apa yang kita tinggalkan (dari kewajiban). Kemandirian Kemerdekaan adalah kemandirian (self governing) yang sering diartikan dengan kalimat berdiri di atas kaki sendiri. Kalimat itu mengisyaratkan bahwa orang yang mandiri itu adalah orang berdiri tegak dengan kakinya. Salah satu lawan kata dari berdiri-tegak adalah lari yang oleh Jalaluddin Rumi, diistilah dalam pu i s i ny ade ng a nk a l i ma tl a r id a r ik e ma ua nb e ba s .“ Se l u r u hma k hl ukme l a r i k a nd i r ida r ik e ma u a nbe ba sda n keberadaan-di r ime r e k ame nu j uk edi r ime r e k ay a ngt a ks a da r ” .Ka l a uk i t ai ng i nbe ba sde ng a nme nc a r i kebebasan maka sebenarnya yang telah kita lakukan adalah menciptakan belenggu karena kebebasan (kemauan bebas atau kemerdekan) adalah pencapaian dari usaha menciptakan diri / memandirikan diri. Lantas, apa yang sering mendorong orang ingin lari dari kemerdekaan untuk mencari kebebasan? Akar penyebabnya adalah kekalahan atas musuh-diri di dalam sehingga ia tidak menjadi self governor. Musuhdiri itu menurut Jim Rohn dalam tulisannya berjudul “Fac i n gt hee ne mywi t h i n”(2002) umumnya ada lima, yaitu ketakutan (fear), kekhawatiran (worry), keragu-raguan (doubt), plin-plan (indecision), dan terlalu hati-hati (over-caution). Kalau ketakutan yang menang maka kita tidak menjadi pemberani padahal keberanian itu dibutuhkan. Kalau kekhawatiran yang menang, kita tidak menjadi orang yang bahagia dengan diri sendiri (happiness manufacture). Kalau keragu-raguan yang menang maka kita tidak menjadi orang yang yakin dengan kebenaran keyakinan. Kalau plin-plan yang menang maka kita tidak menjadi sosok yang telah kita putuskan. Demikian halnya kalau terlalu hati-hati yang menang maka kita tidak pernah menjadi orang yang sederhana, padahal biasanya the simple is the real Kalau dikaitkan dengan pendapat Robin S. Sharma di atas, maka kemerdekaan diri itu tidak bisa dicari tetapi diciptakan dengan menjalani disiplin-diri untuk menemukan / menggunakan keunggulan (potensi). Hukum paradok yang berlaku di sini adalah kemerdekaan itu diperoleh dengan kepatuhan disiplin atau berdiri tegak bukan lari atau bebas dari disiplin. Alasannya, seluruh keunggulan manusia itu baru dapat ditemukan dan digunakan setelah menjalani disiplin pembelajaran untuk memperbaiki yang salah, menambah yang kurang dan menggunakan yang masih nganggur dalam kurun waktu yang tidak bisa secara one-off. Dikaitkan dengan pesan kitab suci di atas, kiamat duniawi itu disebabkan oleh pengabaian / tidak disiplin (indisipliner) untuk menjalani perbaikan yang dikiaskan hanya sekecil biji peluru tetapi akibatnya sebesar hidup merdeka dan hidup mati.. Bebas Intimidasi Kemerdekaan adalah bebas dari intimidasi orang lain yang umumnya berupa intimidasi tanggung jawab (hutang) dan intimidasi tekanan (penjajahan) orang lain. Sudah menjadi titah alam kalau kita diberi jalan merealisasikan keinginan dengan menciptakan kesepakatan dengan orang lain. Sehebat apapun seseorang sebagai pribadi tetapi kalau tidak mendapatkan kesepakatan dengan orang maka kehebatan itu hanya sebatas hebat bagi diri sendiri. Seseorang dipanggil presiden, CEO perusahaan atau menjadi bawahan karena mendapat kesepakatan / dukungan dari / dengan orang lain. Bahkan oleh temuan survey dikatakan
bahwa sebagian besar tawaran rasa bahagia dan nestapa terjadi dari interaksi, lalu sebagian kecilnya dari self accomplishment. Cukup beralasan kalau Michael Angier berani mengatakan, sembilan puluh persen dari problem kemanusiaan adalah masalah ketaatan terhadap kesepakatan yang dibikin dengan orang lain. “You r agreement show your integrity . About 90 percent of world problem result from people do not keeping their agreement" (2002). Tentu maksud dari kata problem di sini adalah hilangnya kemerdekaan karena mencari kebebasan. Setiap kesepakatan yang kita ciptakan dengan orang lain pasti mengandung kontrak tanggung jawab baik secara psikologis atau juridis dan begitu tanggung jawab itu kita abaikan maka yang lahir adalah intimidasi. Tak salah, kalau pesan kenabian mengingatkan agar kita mengantisipasi kemungkinan adanya hutang (tanggung jawab) di mana resource untuk membayar tidak kita miliki. Intimidasi memang dikeluarkan dari orang lain tetapi sebabnya diciptakan oleh bobot ketaatan kita atas kesepakatan. Kalau merujuk pada hukum daya tarik, sebenarnya jurus-hidup yang paling selamat adalah menarik orang lain (to attract) dengan menciptakan daya tarik-diri yang menarik ketertarikan. Pada dasarnya jurus ini lebih mudah kita jalankan hanya saja kebanyakan kita telah biasa lebih dahulu memulai dari start dengan menggunakan jurus yang sebaliknya: mendorong orang lain (to push). Jadi yang terjadi bukan tidak mampu melainkan sudah terlanjur salah memilih start. Meskipun salah tetapi masih sangat terlalu mungkin untuk diperbaiki dengan cara menaikkan kemampuan menaati (the ability of obedience) dan menurunkan janji sehingga masih tersisa peluang untuk memberi orang lain lebih dari sekedar yang kita janjikan. Di sini, musuh kita adalah nafsu untuk mengambil lebih banyak dari pemberian sedikit. Bentuk intimidasi lain adalah penjajahan yang disebabkan oleh kelemahan (personal weakness). Jalan untuk memerdekakan diri dari penjajahan orang lain saat menjalin kesepakatan bukanlah lari menghindari melainkan, seperti disarankan oleh Charles Handy, memperkuat power. Ada tiga power yang bisa kita pilih sesuai keadaan-diri untuk memperkuat bargain position, yaitu: 1) Resource power ( kekayaan, kekuatan fisik, kecantikan, ketampanan, dst); 2) Position power (jabatan, kepemimpinan, pekerjaan, dst); 3) Expert Power (pengetahuan khusus, penguasaan informasi, spesialisasi, dst). Kalau tidak memiliki keseluruhan ambillah yang sebagian tetapi jangan sampai tidak memiliki bagian dari salah satu di antara ketiganya. Senada dengan Charles, pesan bijak juga menyarankan, kalau anda ingin memimpin orang lain maka milikilah power kekayaan dan power ilmu pengetahuan. Kekayaan bisa anda jadikan senjata untuk menyelesaikan persoalan dengan orang lain dalam kategori kelas umum sedangkan ilmu pengetahuan adalah senjata yang bisa anda gunakan untuk menyelesaikan persoalan dengan orang lain dalam kategori kelas khusus. Ketegasan Ketegasan adalah kemampuan menyelaraskan apa yang kita putuskan di tingkat kreasi mental dengan apa yang kita lakukan (eksekusi) di tingkat kreasi fisik sesuai proses yang sudah diakarkan pada prinsip. Kreasi mental baru angka nol kalau tidak diolah berdasarkan proses yang berprinsip tidak beranak menjadi angka satu yang berkelanjutan menjadi dua, tiga dan seterusnya tetapi tetap angka nol atau hanya satu. Dalam praktek harian, hampir seluruh konsep hidup itu bagus tetapi tidak selamanya menghasilkan praktek (hasil) yang bagus. Sebabnya bukan karena tidak tahu atau tidak mampu tetapi kurang tegas dalam memperjuangkan proses menurut akar prinsip. Ketegasan juga punya arti keputusan yang kita putuskan dengan memutuskan atau pilihan hidup yang kita tentukan dengan kesadaran memilih. Masalah pelanggaran yang kerapkali kita lakukan terhadap hukum memilih (baca: life is choice and consequence) adalah lupa atau tidak sadar bahwa kita telah menentukan pilihan. Kepada orang lain dan diri kita mungkin kita masih punya alasan untuk dimaafkan tetapi hukum sebab akibat ini sama sekali tidak punya ampun. Begitu kita memilih terlepas sadar atau tidak sadar, lupa atau ingat, maka pilihan itu secara otomatis menghasilkan konsekuensi. Begitu luasnya wilayah hidup yang tidak terjamah oleh ingatan kita maka ajaran ketuhanan menyediakan pintu dima nado’ ad i k a t a k a ns e ba g a i kekuatan untuk menunda, mengalihkan, membatalkan akibat dari pilihan yang salah tetapi di luar kontrol ingatan kita. Kedua arti ketegasan di atas adalah kemerdekaan. Kalau kita sering menyimpang dari jalur proses yang benar maka kita akan dijajah oleh kesalahan atau kegagalan yang bertubi-tubi. Kita dibikin capek oleh nafsu bongkar-pasang konsep hidup karena praktek coba-coba bukan uji coba. Teori manajemen mengajarkan, buatlah rencana dengan cepat tetapi jangan cepat-cepat mengubah rencana kalau inspirasi untuk mengubah tidak datang dari melakukan rencana. Demikian juga kalau kita sering lupa atau tidak sadar. Agar kita selalu ingat maka langkah yang bisa kita lakukan adalah pembiasaan. Pesan bijak bilang kebiasaan melahirkan kesempurnaan. Pengulangan adalah ibu kesempurnaan.
Akhirnya, kemerdekaan ternyata tidak saja cukup dengan kita peringati tetapi perlu kita tanggapi (response) dengan pilihan untuk memerdekakan diri. Menurut kata pengamat, undangan kepada penjajahan baru adalah kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan dalam arti yang luaaas. Mari memerdekakan diri. Semoga berguna.(jp) _____________________________
Merespon Emosi Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 21 Juni 2002 Kita cenderung lebih menyadari emosi bila upaya kita dalam mencapai tujuan dihambat (marah, sedih, frustrasi, kecewa, dll). Atau sebaliknya bila tujuan kita tercapai (senang, gembira). Bila ditelaah lebih lanjut emosi akan menjadi semakin jelas peranannya bila kita dapat mengingat beberapa hal berikut: 6. Hampir seluruh suka dan duka dalam hidup ini berhubungan dengan emosi 7. Seringkali perilaku manusia dihasilkan oleh kekuatan emosional (meskipun beberapa pandangan menyatakan banyak perilaku berdasarkan alasan logis dan objektif) 8. Seringkali pertentangan antar pribadi dihasilkan karena penonjolan emosi (sombong, marah, cemburu, frustrasi dll) 9. Pertemuan antar pribadi seringkali disebabkan emosi seperti belaskasih, sayang, perasaan tertarik dll. Mengingat hal-hal tersebut maka sangatlah penting bagi individu untuk merespon emosi secara tepat. Dengan kata lain, cara seseorang mengatasi masalah secara emosional akan dapat memperkaya wawasan kehidupannya, namun dapat juga menyusahkan hidupnya sendiri. Bagimana seseroang menyadari, menyampaikan dan mengintegrasikan emosi secara, dapat dilihat dalam contoh berikut ini: Andaikan anda berada dalam situasi sedang bertukar pikiran dengan seorang teman. Dalam pembicaraan tersebut timbul beberapa perbedaan pendapat yang ternyata sangat sulit untuk disamakan. Makin lama suara Anda dan teman Anda makin meninggi dan tekanan darah meningkat. Anda mulai tegang, tindakan apa yang harus anda lakukan? Dalam menghadapi situasi demikian, ada 2 pilihan tindkan anda dalam merespon emosi. Keduanya memiliki dampak yang sangat berbeda bagi anda. Oleh karena itu, cara merespon emosi tersebut dapat dibedakan menjadi "Respon yang Sehat" dan "Respon Tidak sehat". SEHAT TIDAK SEHAT 1. Sadarilah emosi. Anda berpaling sebentar dari 1. Jangan pedulikan reaksi emosional! Perasaan pertengkaran mulut tersebut (mis: pergi keluar ruangan) dan tak ada hubungan dengan perdebatan itu. Lebih baik memperhatikan baik-baik beraneka ragam emosional yang katakan pada diri sendiri; saya tidak tegang sama sedang anda rasakan. Lalu tanyakan pada diri anda: apa yang sekali, kalau anda berkeringat, katakan bahwa suhu aku rasakan? Malu (karena teman anda lebih benar/baik), udara di ruangan panas. Kuburkan perasaan dalamatau takut (ia lebih pandai dan semakin lama semakin dalam dan jangan hiraukan. Merasakan ketegangan marah), merasa lebih (karena anda merasa menang beberapa emosi dalam sebuah diskusi ilmiah tidaklah pantas hal dari kawan anda dan seringkali ia mengakui)? Atau bagi anda seorang intelektual. masih adakah emosi-emosi lainnya yang muncul? 2. Ingkari keberadaan emosi. Katakan pada diri 2. Akuilah emosi. Dengan sadar anda perhatikan emosi anda sendiri dan orang lain; saya tidak marah, tidak! yang terjadi pada saat itu agar anda tahu emosi apakah itu. Emosi lebih mudah diingkari dengan jalan Perkirakan berapa kuat emosi itu. memusatkan perhatian pada jalan perdebatan saja. 3. Selidikilah emosi! Bila anda benar-benar ingin Jangan sampai perhatian dibelokkan oleh emosi! mengetahui banyak-banyak tentang diri sendiri, tanyakan Minumlah obat, bila diperlukan. Karena biasanya mengapa kemarahan terjadi, bagaimana ia masuk pada diri akan tercetus sebagai penyakit maag, asam urat, anda dan dari mana asalnya. Telusurilah jejak asal emosi itu. tekanan darah tinggi, bahkan serangan jantung. Mungkin anda dapat menyingkap seluruh sangkut pautnya 3. Cari terus bahan-bahan penangkis. Orang saat ini, namun anda mungkin akan menjumpai semacam dengan pemikiran sehebat anda, segera akan
rasa rendah diri yang belum pernah anda akui menyerang secara frontal. Saat ini adalah saat keberadaannya. menang atau kalah. Anda perlu memperlambat arus 4. Ungkapkanlah emosi Anda. Apa adanya saja. Tanpa ada kata-kata. Anda tidak boleh menjadi gagap, tetapi interpretasi, tanpa penilaian. Katakan: Ayo kita berhenti andapun tidak boleh berhenti untuk berbicara. sebentar, saya merasa terlalu tegang, jangan-jangan saya Karena kawan anda dapat mengemukakan bukti kuat akan mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak diinginkan dan anda akan kalah. Pusatkan pada perdebatan dan untuk dikatakan. Dalam hal ini penting sekali untuk tidak jangan kendur untuk terus mencekiknya. menuduh atau memberikan penilaian dalam memberitahukan 4. Jika ingin membabi buta dan menghendaki perasaan ini kepada teman anda. Anda tahu pasti bukan perpecahan, salahkan dia. Sebutkan beberapa cacat kawan bicara anda yang salah. Tetapi dalam diri anda sendiri pribadi. Misalnya katakan: tak mungkin terdapat sesuatu hal yang kurang beres. membicarakan hal ini secara tenang dengan dirimu. 5. Integrasikan emosi. Setelah mendengarkan emosi anda, Kamu ini terlalu galak. Kamu tidak pernah setelah menanyakan dan mengungkapkan, sekarang biarkan mendengar pendapat orang lain (memukul rata akal sehat menilai apa yang sebaiknya anda lakukan. seperti ini juga sangat mengena). Kamu pikir kamu Katakan misalnya : mari kita mulai lagi, rupanya tadi saya ini Tuhan, apa! terlampau ngotot, hingga tidak dapat mendengarkan dengan 5. Karena tidak mengaku punya emosi, anda tidak baik. Saya ingin mendengar alasanmu lagi. Atau: kamu tidak perlu repot-repot mencoba menyelidiki reaksikeberatan kalau kita akhiri saja perdebatan ini. Saat ini saya reaksi dari emosi. Meski demikian emosi-emosi merasa mudah tersinggung untuk membicarakan hal yang yang ditekan memerlukan jalan keluar. Maka serius. pergilah saja dengan perkataan gusar, lalu minum dua pil aspirin dan tetap ingat betapa bodohnya kawan anda tadi. Dari kedua respon yang tersebut diatas degan jelas dapat terlihat akibat-akibat yang akan timbul dalam kehidupan individu dari cara merespon emosi. Sebagai orang yang dituntut untuk bersikap dewasa dan sehat tentunya anda sudah tahu respon mana yang akan anda pilih.Dan mulai hari ini anda dapat memulai untuk hidup lebih sehat dan bahagia dalam merespon emosi.(jp)
Narkoba dan Gangguan Jiwa Oleh Staff IQEQ
Tentu Anda sering mendengar tentang istilah "narkoba". Dan Anda sering mendengar pula akan dahsyatnya bahaya narkoba. Tapi seperti apakah narkoba itu, dan apa efek yang dikatakan berbahaya itu ? Berikut ini sedikit uraian untuk melihat narkoba dan efeknya secara psikologis dan mental. Narkoba, singkatan dari narkotika dan obat terlarang. Sebenarnya apakah narkotika itu ? Narkotika adalah obat-obatan yang bekerja pada susunan syaraf pusat dan digunakan sebagai analgetika (pengurang rasa sakit) pada dunia kedokteran. Sedangkan obat terlarang yang biasa disebut dengan Psikotropika, adalah obat-obatan yang mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. Obat-obatan ini termasuk dalam daftar obat G, yang artinya dalam penggunaannya, harus disertai dengan kontrol dosis yang sangat ketat oleh dokter. Jadi, sebenarnya narkotika dan khususnya obat psikotropika adalah obat yang digunakan Psikiater untuk mengobati penyakit-penyakit jiwa (gila). Apa sajakah yang termasuk dalam narkotika dan obat psikotropika ? Anda tentunya sudah banyak mendengar nama-nama ini : ganja, morfin, shabu-shabu, ekstasi, marijuana, putau, kokain, pil koplo, dan sebagainya. Tapi Anda mungkin tidak menyadari, bahwa obat-obatan pengurang rasa sakit yang dijual bebaspun mengandung narkotika, tentunya dalam dosis yang
diatur secara ketat. Seperti yang disebut di atas, narkotika adalah zat yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang bekerja pada susunan syaraf pusat. Beberapa jenis narkotika terbuat dari tumbuhan koka, yang dihasilkan dari hutan-hutan di Amerika Selatan. Contohnya kokain, marijuana, dan sebagainya. Ada juga yang terbuat dari zat kimia, seperti shabu-shabu, putau, morfin, dan ekstasi. Sedangkan ganja dihasilkan dari tanaman ganja yang banyak dimasukkan ke Indonesia dari segitiga emas, yaitu daerah di sekitar perbatasan Thailand, Birma, dan Vietnam. Shabu-shabu sendiri banyak diselundupkan dari China, sedangkan gudang ekstasi adalah Belanda. Narkoba dari sisi psikologis Para pengguna narkoba biasanya adalah "orang yang bermasalah" secara psikologis. Kebanyakan dari mereka adalah penderita depresi, stress berat, dan sejenisnya. Sedangkan para remaja pengguna narkoba, biasanya adalah remaja-remaja yang secara psikologis gagal melewati fase perkembangannya dengan baik. Kebanyakan dari mereka adalah remaja yang tidak mampu mengenali dirinya sendiri, tidak mampu mengenali emosinya sendiri, serta rendah diri. Ternyata, dari sekian banyak remaja dan pemakai narkoba, bila rekaman psikis mereka diulang kembali, didapati bahwa mereka pernah mengalami konflik hebat yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanaknya. Dan dari konflik yang begitu banyak, konflik antara anak-dan orang tuanya secara psikologis, adalah yang terbanyak. Banyak kejadian dimana remaja membenamkan dirinya dalam dunia narkotika hanya untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari orang lain. Bila ditelaah secara mendetail, hal itu hanyalah manifestasi dari kebutuhan mereka akan penghargaan dan pengakuan dari orang tua mereka sendiri. Faktor lainnya adalah contoh yang buruk dari orang tua. Meskipun semua tahu, bahwa untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga yang menjadi tanggungjawab orang tua sangatlah berat, namun sama sekali tidak ada alasan untuk mengabaikan anak demi mencari nafkah. Karena begitu beratnya beban hidup yang harus ditanggung, sehingga setiap kali pulang ke rumah, orang tua tidak memiliki waktu untuk berinteraksi dengan anak-anaknya. Mungkin orang tua berpikir, bahwa mereka bekerja keras hanya untuk anaknya. Tetapi mereka lupa, bahwa saat mereka bekerja, si anak sedang mengalami konflik, dan dia sedang membutuhkan kehadiran serta perlindungan orang tuanya. Tapi ketika orang tua pulang, si anak tidak pernah bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Akibatnya konflik itu menggantung dan terpendam dalam memorinya. Suatu saat, konflik yang belum selesai itu muncul kembali. Dan karena si anak sudah menyadari bahwa ia tidak akan pernah mendapat penyelesaian dari orang tuanya, maka dicarinya penyelesaian dari lingkungan dan teman-temannya. Saat itulah kondisi kejiwaan si anak dalam bahaya. Narkoba dari sisi medis Seperti yang disebut di atas, narkotika dan obat psikotropika adalah OBAT. Zat-zat itu masuk ke dalam tubuh dan ke dalam aliran darah, kemudian beredar ke seluruh bagian tubuh. Bila zat-zat yang beredar ke seluruh tubuh itu dalam dosis yang tepat, tentunya akan berguna bagi organ tubuh yang sakit. Tetapi kasus narkotika dan obat psikotropika adalah kasus penyalahgunaan obat, dimana dosis yang dipakai jauh di atas batas normal. Zat-zat itu beredar ke otak, ke jantung, ke ginjal, dan ke semua bagian tubuh yang ada, dan mengendap di sana. Dan seperti yang bisa diduga, hal itu akan memberikan efek samping yang sangat berbahaya. Menurut survey terakhir, penyalahgunaan narkotika adalah pembunuh nomor satu bagi remaja dan orang-orang yang tergolong usia produktif, jauh di atas penyakit apapun yang ada di dunia ini. Banyaknya kasus kematian ini sebenarnya bukan disebabkan narkotika itu sendiri secara langsung, melainkan karena efek dari adanya zat-zat adiktif tersebut di dalam tubuh. Kebanyakan kasus kematian tersebut adalah pecah pembuluh darah dalam jantung dan otak, gagalnya fungsi
ginjal untuk mengeluarkan zat-zat tersebut dari dalam tubuh, gagalnya fungsi hati dan pankreas, dan kecelakaan akibat gagalnya fungsi otak mengendalikan fungsi-fungsi tubuh yang lain. Secara psikiatri, begitu seseorang memakai narkotika dan obat-obat terlarang, maka ia akan mendapatkan gangguan pada sistem syarafnya. Hal itu akan mempengaruhi perilaku dan kemampuannya mengenali dirinya sendiri dan berinteraksi dengan lingkungannya. Gejala ini sama dengan gejala yang menyerang penderita schizophrenia (penyakit jiwa/gila), seperti depresi berat, halusinasi, pemurung, pemarah, kehilangan motivasi, apatis, dan kehilangan kontrol emosinya. Untuk lebih detailnya, Anda bisa melihat artikel tentang schizophrenia. Di samping itu semua, bila seseorang mulai mencoba narkoba, berarti dia sedang masuk ke dalam suatu lingkaran yang tiada habisnya. Seseorang yang sudah mencoba narkotika dan obat psikotropika secara tidak bertanggungjawab, berarti dalam darahnya sudah mengandung zat-zat tersebut. Pada saat tertentu, tubuh akan meminta untuk diberikan zat itu kembali, dengan dosis yang lebih banyak. Hal ini akan berlangsung terus selama hidupnya, jika orang tersebut tidak menjalani pengobatan dari narkotika. Secara ekonomis, harga obat-obatan tersebut untuk sekali pakai sangat mahal. Jika si pemakai tidak mempunyai uang, dia akan melakukan tindak kejahatan untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya akan zat adiktif tersebut, atau dia akan menjadi pengedarnya. Sementara waktu terus berlalu, tubuhnya membutuhkan dosis semakin banyak, sedangkan jantung, ginjal, hati, dan otaknya semakin tidak sanggup melawan. Akibatnya maut sudah di depan mata. Di samping mempengaruhi mental, narkoba juga memperburuk kondisi tubuh dengan mengacaukan sistem antibodi dan sistem metabolisme tubuh. Akibatnya tubuh lebih mudah terserang penyakit, dan lebih sulit sembuh. Pada pencandu yang sudah berhasil berhenti dari kecanduannya, dapat dilihat bahwa tubuh mereka begitu kurus, respon emosi mereka begitu lamban, dan gigi mereka banyak yang rusak. Kerusakan pada organ tubuh mereka, mungkin bisa diperbaiki seiring berjalannya waktu disertai dengan terapi yang benar. Tetapi kerusakan syaraf pada otaknya cenderung permanen. Seperti yang ditulis dalam artikel perkembangan otak, selsel otak berhenti berkembang pada usia kanak-kanak. Hal inilah yang sangat membuat keluarga penderita dan penderita sendiri putus asa untuk hidup normal. Akibatnya penderita cenderung untuk memakai narkoba kembali, sampai akhirnya maut menjemput. Begitu tidak menguntungkannya penggunaan narkoba secara salah, sehingga hal ini perlu mendapat perhatian bersama. Seperti yang diuraikan di atas, adalah lebih baik kita memberikan lingkungan dan kehidupan yang baik bagi anak-anak kita. Dengan terlewatinya masa kanakkanak dan masa remaja mereka secara baik, mereka akan dengan mudah menolak narkoba, dan mengerti apa yang baik bagi kehidupan mereka. Apakah sekarang sudah terlambat ? Tidak pernah ada kata terlambat untuk hal-hal yang terbaik ...
Office Politics & Faktor Penyebab Oleh: Johanes Papu Team e-psikologi Jakarta, 3 Agustus 2001
Merry adalah seorang analyst computer handal yang bekerja di sebuah perusahaan multinasional. Pada saat ini perusahaan tersebut sedang melakukan perampingan (downsizing). Salah satu bentuk perampingan yang dilakukan adalah dengan melakukan penggabungan beberapa divisi/departemen secara bertahap. Selain itu perusahaan juga membuat kebijakan bahwa pegawai yang keluar, pindah divisi atau pensiun tidak akan diganti. Anto, atasan Merry, menyadari bahwa departemen yang dipimpinnya pasti akan goyang. Rumor yang berkembang menyebutkan bahwa departemennya akan
digabung dengan departemen lain dalam waktu satu tahun. Tidak lama setelah rumor tersebut terdengar, Anto menerima surat permintaan dari Merry untuk ditransfer ke departemen lain yang lebih menjanjikan. Anto menolak permintaan tersebut sebab dia tahu jika Merry keluar maka posisinya tidak akan diganti oleh orang lain dan itu berarti bahwa departemen yang dipimpinnya akan kehilangan satu orang anggota. Dengan semakin berkurangnya jumlah pegawai dalam satu departemen maka hal itu akan semakin memudahkan perusahaan untuk menggabungkan departemen tersebut ke departemen yang lebih besar. Oleh karena itu Anto tetap mempertahankan Merry dengan tidak mengabulkan permintaannya, meski dia sadar bahwa Merry mungkin tidak dapat melakukan apa-apa selama satu tahun. Akibat penolakan tersebut Merry melakukan perlawanan. Ia melakukan manuver dengan menemui calon atasan barunya dan mendorong atasannya tersebut untuk membuka persoalan yang sedang dihadapinya kepada Vice-Presiden HRD. Hasilnya Merry diijinkan untuk pindah (transfer) dan Departemen yang dipimpin Anto digabung ke departemen lain dalam waktu empat bulan-lebih cepat dari waktu satu tahun seperti yang dijadwalkan sebelumnya. Kejadian di atas mungkin pernah menimpa Anda, teman Anda, kerabat atau pun anggota keluarga Anda. Kejadian tersebut juga merupakan salah satu bukti bahwa office politics merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam dunia kerja. Masih banyak bentuk-bentuk office politics yang terjadi dalam perusahaan baik yang dilakukan secara halus dan penuh tanggung jawab maupun yang dilakukan dengan cara-cara kasar dan dapat merusak perusahaan. Pertanyaannya adalah apa sebenarnya yang dimaksud dengan office politics dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal tersebut terjadi? Pengertian Setiap orang yang bekerja menginginkan karirnya terus meningkat dari waktu ke waktu, penghasilan bertambah, dan mendapatkan perlakuan serta penghargaan yang adil dalam penugasan kerja. Sayangnya hal tersebut seringkali tidak berjalan mulus seperti yang diperkirakan. Krisis ekonomi yang mendorong perusahaan untuk melakukan perampingan, restrukturisasi, merger dan akuisisi semakin menambah rumit persaingan diantara para pegawai. Kondisi ini menuntut kemahiran para pegawai (terlebih bagi mereka yang memegang posisi managerial) untuk memainkan peran seperti "politisi" jika ingin tetap exist. Dalam era kompetisi kerja yang semakin tinggi seperti sekarang ini, satu faktor yang harus Anda tambahkan dalam keahlian dan ketrampilan Anda agar dapat sukses dalam pekerjaan adalah kemampuan untuk melakukan office politics. Tentu saja hal tersebut harus dilakukan dalam batas-batas kewajaran serta norma-norma yang berlaku. Bagi sebagian orang "office politics" memiliki konotasi-konotasi negatif seperti kelicikan, kecurangan, dan intrik-intrik untuk menggapai ambisi pribadi. Namun menurut Andrew DuBrin dalam bukunya Winning Office Politics, office politics sebenarya merupakan cara-cara atau metode informal dan kemahiran/kelihaian seseorang dalam mendapatkan kekuasaan atau keuntungan. Politik dimainkan demi untuk memperoleh kekuasaan (power) - kemampuan untuk mengendalikan orang atau sumber daya, atau membuat orang lain melakukan sesuatu seperti yang kita inginkan. Faktor-faktor Penyebab Menurut Andrew DuBrin, office politics dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut: 10. Minimnya sumber daya yang tersedia: sumber daya yang ada dalam perusahaan berupa uang, bahan/material, dan orang (manusia) tentu saja memiliki jumlah terbatas. Dalam keterbatasan tersebut orang cenderung berlomba untuk mendapatkan dan mempertahankan sebanyak mungkin sumber daya yang dianggap pantas untuk dimiliki. Semakin minim sumber daya yang tersedia semakin tinggi ketegangan untuk memperebutkan sumber daya tersebut. 11. Lingkungan kerja yang kompetitif: semakin tinggi tingkat kompetisi dalam perusahaan atau departemen maka setiap orang akan berlomba untuk menjadi yang terbaik sehingga seringkali menggunakan cara-cara tertentu.
12. Standard performance ditetapkan secara subyektif: para pegawai cenderung melakukan office politics jika mereka merasa bahwa cara-cara yang diterapkan manajemen dalam melakukan promosi atau penilaian kinerja tidak adil. 13. Jabatan yang tidak terdefinisi dengan jelas: banyak perusahaan yang menciptakan jabatan-jabatan yang "aneh" dalam arti tidak jelas rincian tugas dan tanggung jawabnya.Jabatan-jabatan tersebut memberikan kesempatan besar bagi si jobholder untuk "bergerilya" dalam perusahaan. 14. Meniru Gaya Atasan: banyak eksekutif yang meniru cara-cara yang dilakukan oleh atasannya untuk mendapatkan kesan yang positif. Cara-cara yang dilakukan misalnya menggunakan pakaian dengan model & merk yang sama, merekrut bawahan dari universitas tertentu, dsb 15. Filosofi WIN-LOSE yang diterapkan perusahaan: semakin perusahaan menerapkan pendekatan win-lose dalam pemberian rewards, semakin besar pegawai akan terlibat dalam praktek office politics. 16. Hasrat untuk berkuasa: keinginan untuk berkuasa merupakan suatu hal yang normal. Untuk mendapatkan kekuasaan, banyak eksekutif terlibat dalam pergelutan office politics tingkat tinggi. 17. Kecenderungan untuk memanipulasi (Machiavellian tendencies): salah satu alasan mendasar mengapa orang terlibat dalam perilaku politik adalah karena adanya dorongan atau kecenderungan untuk memanipulasi orang lain. Manipulasi dalam pengertian disini menunjuk pada segala sesuatu yang dilakukan untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan dengan cara memberikan informasi yang tidak benar atau membuat janji palsu. 18. Tidak adanya keamanan emosional: merasa tidak aman dan kurangnya rasa percaya diri terhadap jabatan atau kemampuan yang dimiliki cenderung membuat seseorang melakukan office politics. 19. Percaya pada kekuatan-kekuatan external: orang-orang dengan tipe "external locus of control" memiliki pandangan bahwa mereka tidak memiliki kontrol yang kuat terhadap apa yang terjadi pada diri mereka sendiri. Orang-orang dengan tipe ini akan cenderung menyalahkan politik (orang lain) ketika mereka mengalami kegagalan. Untuk menghindari terulangnya kegagalan di masa mendatang maka mereka akan dengan antusias melibatkan diri dalam politik. 20. Kebutuhan untuk dihargai: motif utama dibalik manuver-manuver politik yang dilakukan seseorang dalam dunia kerja seringkali adalah kebutuhan untuk dihargai dan diterima oleh orang lain. 21. Ambisi pribadi: keinginan untuk selalu menjadi orang nomor satu dalam departemen atau perusahaan seringkali membuat pegawai atau eksekutif mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan perusahaan. Untuk memuluskan jalannya mereka cenderung melakukan office politics demi menjaga agar posisinya tetap aman. 22. Tidak mau bekerja keras: meskipun office politics dilakukan untuk memperoleh kekuasaan, beberapa pelaku seringkali tidak mau bekerja keras. Dengan bertingkah laku sesuai dengan keinginan atasan, atau pun bermodalkan referensi yang didapat dari atasan yang lebih tinggi dari atasan langsung, mereka cenderung menolak untuk menerima tugas-tugas yang tidak diinginkan.(jp) ____________________________
Panduan Praktis Mewaspadai Anak Hiperaktif Oleh Staff IQEQ
Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut oleh ahlinya ( psikiater anak ), sebelum gejala hiperaktif bisa digolongkan sebagai kelainan atau variasi perkembangan normal. Menurut dr. Dwidjo Saputro, Anda bisa membawa putra-putri Anda berkonsultasi dengan dokter terdekat, bila putra-putri Anda menunjukkan gejala berikut ini : Di Rumah Anak selalu bergerak. Ibaratnya dari bangun tidur sampai tidur kembali, tidak ada waktu untuk "diam". Tingkah laku anak sulit diduga, khususnya emosinya: labil ( rewel tanpa sebab ), mudah "meledak" hanya oleh sedikit masalah, mudah ngadat, ngambeg. Bila bermain, anak cepat sekali bosan. Keinginan anak harus segera dipenuhi, karena toleransinya rendah terhadap perasaan frustasi. Anak sulit berkonsentrasi sewaktu menyelesaikan tugas, sehingga banyak tugasnya tidak pernah selesai. Respons Orang Tua 23. Menganggap anak sulit tidur 24. Menganggap anak sulit belajar, karena sulit menyelesaikan tugasnya dengan baik. 25. Menganggap anak trouble maker 26. Merasa hukuman sering diberikan, namun tidak bermanfaat (tidak berhasil mengubah perilakunya) 27. Merasa frustasi menghadapi anak. Di Kelas Anak tidak mampu berkonsentrasi, perhatiannya mudah beralih. Gagal menyelesaikan tugas (mencatat, ulangan). Suka berjalan-jalan dalam kelas. Sulit "duduk manis" ( suka menoleh kesana kemari, badan / tangan / kaki selalu bergerak ). Mengganggu kelas karena sering interupsi: berteriak memanggil guru, ijin ke kamar kecil. Sering bengong, melamun. Respons Guru 5. Merasa repot karena harus banyak mencurahkan perhatian kepada anak tersebut. 6. Menganggap anak sebagai anak nakal ( sulit diatur, suka mengganggu teman ). 7. Merasa diremehkan karena sering menghukum tetapi tidak diindahkan. Berkonsultasilah dengan dokter terdekat, dokter di puskesmas ataupun posyandu, mereka dapat menyarankan bilamana putra-putri Anda perlu penanganan ahli lebih lanjut.
Paradigma Career Security Oleh Ubaydillah, AN Jakarta, 5 Juni 2003 Dari penggunaan yang lazim istilah paradigma sering diartikan sebagai pola / model tertentu yang kita anut. Paradigma berpikir tertentu akan mempengaruhi sikap, tindakan dan kebiasaann tertentu. Paradigma dengan kata lain sering tidak disadari menjadi 'hukum' dan kita semua adalah anak dari hukum itu. Oleh sebab itu logislah kalau dikatakan, salah satu syarat untuk maju adalah mengganti (baca: menyempurnakan) paradigma lama dengan paradigma baru yang lebih unggul. Dalam hal pekerjaan / karir, sedikitnya ada dua paradigma yang berkembang yaitu job security dan career security. Job security merujuk pada keamanan atas pekerjaan yang dimiliki atau diberikan oleh pihak perusahaan (external), sementara career security merujuk pada keamanan atas bidang karir atau pekerjaan yang dipilih oleh diri sendiri (internal). Dalam paradigma job
security maka kesalahan terbesar adalah munculnya keyakinan bahwa kita bekerja untuk orang lain. Tentu saja pandangan seperti ini sudah kadaluwarsa sebab pijakan perkembangan karir haruslah diciptakan dari diri individu. Pekerjaan memang bisa saja milik perusahaan tetapi karir adalah milik anda". Pola berpikir yang mengedepankan job security seringkali justru menjadi "pembunuh" bagi sumberdaya terbesar yang anda miliki. Adakah yang salah dari paradigma job security itu sampai dijuluki sebagai "pembunuh" sumberdaya individu? Kalau dikatakan salah, haruskah semua orang meninggalkan kantor untuk mendirikan perusahaan sendiri, menjadi business owner, self-employment atau investor seperti yang digambarkan dalam 'paradigm shift' ala Robert Kiyosaki dalam "Cash flow Quadrant" ? Jawabannya tentu tidak mutlak harus demikian. Posisi dan Misi Perbedaan arti job security dan career security akan membentuk pemahaman irrational yang mandul kalau diartikan secara posisi tetapi akan 'klop' kalau diartikan secara misi. Artinya, untuk memahami career security maka anda harus melepaskan diri dari apa pun posisi anda (karyawan, professional, pemilik usaha) dan hanya berpegang pada misi bahwa diri andalah yang menjadi sumber segalanya bagi kelangsungan karir anda. Dengan kata lain, career security adalah ajaran mentalitas berupa The enterprising mental attitude - mentalitas pengusaha. Lagi - lagi kita terjebak dalam arti posisi dengan kalimat pengusaha karena istilah ini sudah dikramatkan sedemikian rupa selama bertahun-tahun sehingga membuat kebanyakan orang takut untuk menyebut dirinya pengusaha, padahal suka atau tidak suka, semua orang adalah pengusaha, pejuang gagasannya. Inilah inti dari paradigma career security. Agar tidak terlalu banyak menghadapi jebakan idiom, maka perubahan paradigma dari job security ke career security harus diatur dengan tata letak (realisasi misi) yang tidak saling berlawanan. Hal itu mengingat bahwa setiap paradigma mengandung nilai plus-minus. Tugas kita adalah mengambil plus dari paradigma lama untuk dijadikan lebih plus dengan paradigma baru. Paradigma job security yang telah menyelimuti kultur kita mewariskan kepercayaan bahwa modal untuk membeli keamanan atas pekerjaan adalah loyalitas dan kerja keras. Pada batas yang terlalu jauh, mentalitas demikian akan 'membutakan' penglihatan terhadap adanya 'gold mine' di dalam diri yang menunggu sentuhan 'gold mind'. Hal lain yang perlu diingat lagi adalah bahwa paradigma merupakan materi ajaran mentalitas yang dimaksudkan untuk mengubah konstruksi pola pikir dan tidak perlu mengubah bentuk tatanan fisik kalau memang secara riil belum mampu dan tidak diperlukan. Paradigma career security mengajarkan perubahan mindset (pola pikir) dari bekerja dengan cemeti perintah menuju ke bekerja atas keinginan untuk memperbaiki diri atau dorongan berprestasi di tempat kerja. Cemeti perintah akan menciptakan karakter 'asking for' dalam arti 'low bargain' yang membuat banyak orang melihat tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai beban hidup. Sementara career security akan menciptakan karakter mental sebagai 'giver'. Tangan "giving" bagaimana pun akan lebih mulia di banding tangan "asking". Hal terakhir yang harus diingat juga adalah bahwa perubahan paradigma sebenarnya merupakan jembatan peradaban dari level rendah ke level yang lebih tinggi. Kalau orang sudah berpegang pada paradigma lebih positif maka kemungkinan besar dapat dikatakan bahwa ia punya potensi lebih besar untuk menciptakan perilaku yang lebih positif dalam merespon keadaan. Sebab keadaan yang sebenarnya terjadi, meskipun kita menganut paradigma job security, tetapi toh kita bisa mudah kehilangan pekerjaan karena keputusan orang lain, kebijakan lembaga, atau bahkan perubahan negara lain. Kalau dikaji untung-ruginya, career security lebih mendorong pada upaya menciptakan persiapan di dalam untuk menghadapi perubahan keadaan di luar sementara job security tidak mendorong demikian atau lebih cenderung pasrah. Artinya perubahan paradigma dari job security ke career security melambangkan tangga peradaban yang lebih atas / lebih untung. Dengan sedikit pertimbangan di atas, rasanya tidak ada ruginya atau bahkan tidak mengandung resiko ancaman keamanan apapun kalau kita sudah bisa menyambut baik ajakan untuk mengganti paradigma kerja dari job security ke career security. Alasan rational dan faktual yang dapat kita jadikan pijakan untuk mengganti paradigma itu adalah kenyataan bahwa pekerjaan tidak lagi menyisakan ruang 'comfort zone' atau paling tidak ukurannya makin sempit . Penyempitan itu bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari persaingan, peristiwa
eksternal, dan perubahan kebijakan. Persaingan yang oleh para ahli diistilahkan sudah mencapai tingkat hyper menuntut kualitas pengecualian. Kualitas rata-rata sudah semakin jauh dari perhitungan. Kalau ada perusahaan membutuhkan - misalnya saja - tenaga accounting dengan kualifikasi S1, tentu semua orang mengatakan mudah. Tetapi kalau ditambah kualifikasinya harus bisa bahasa Inggris, sudah berkurang yang berani mengatakan mudah. Apalagi kalau ditambah dengan pengusaan job skill yang memang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan riil di lapangan, misalnya saja harus menguasai program MYOB, peraturan perpajakan, Brevet A / B, maka dipastikan tidak semua orang mengatakan mudah. Lebih-lebih kalau ditambah embel-embel harus berpenampilan 'menarik'. Ketrampilan Paradigma career security bertumpu pada kekuatan ketrampilan, yaitu mengeluarkan semua sumberdaya internal, keunggulan, dan bakat di tempat kerja agar bisa lebih mendatangkan manfaat dan prestasi bagi diri kita dan bagi orang lain. Ketrampilan diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan tepat dan mahir (Skill is the ability to do something expertly). Arah pengembangan ketrampilan bisa mengacu pada formula yang sudah lazim dengan sedikit penyempurnaan. Di antara formula yang dapat disebutkan di sini adalah: 1. Ketrampilan dan Sikap Ketrampilan kerja (job skill) dipahami sebagai kemampuan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Kalau dielaborasi keterkaitannnya dengan aneka ragam 'human capital' maka job skill lebih banyak diperankan oleh IQ (Intellectual Quotient). Mental skill mengacu pada pengertian leadership skill yaitu kemampuan menyelesaikan urusan benda hidup atau sering disebut software skill seperti misalnya menangani persoalan hubungan dengan manusia. Mental skill lebih banyak diperankan oleh EQ (Emotional Quotient). Dengan paradigma kerja baru maka fokus pengembangan tidak lagi perlu diarahkan pada wilayah dikhotomistik tetapi merebut keduanya dengan menempuh cara belajar melewati garis pembatas definitif itu. Tidak lagi menggunakan jarum jam tetapi sudah saatnya menggunakan kompas. Tidak lagi menganut paradigma mesin tetapi manusia yang benar-benar manusia dengan segala kemampuan untuk memilih yang lebih baik dan tidak lagi berbicara mana yang lebih penting antara job skill dan mental skill. 2. Pikiran dan Tindakan Rasanya sudah tidak asing kalau kita sering membuat definisi tentang kemampuan orang di mana ada orang yang cuma bisa mengerjakan tetapi tidak bisa membuat konsep. Paradigma lama itu tak terasa menjebak kita ke dalam pembatas kemampuan yang menyempitkan. Lebihlebih kalau sudah disikapi secara perang. Si A hanya fasih dengan konsepnya, 'omong-doang' dan sebaliknya si B hanya bisa bekerja tetapi tidak bisa berpikir kritis.. Paradima kerja baru membutuhkan pengalihan focus untuk memperluas batas definitif kemampuan yang tidak lagi hanya bisa mengerjakan atau hanya berpikir melainkan mengasah keduanya. "Jika Morita menciptakan kerajaan Sony tanpa menggunakan jasa konsultan atau Sam Walton yang tak bergelar MBA sukses membangun Wal Mart, maka jawabnya: mereka bukan sekedar people of action tetapi sekaligus people of thought - pemikir yang kritis. 3. Belajar Keahlian ini bertumpu pada keahlian unutk "belajar bagaimana belajar yang sesungguhnya", bukan sekedar 'kesediaan diajar'. Sama sekali bukan sebuah sikap untuk menafikan makna 'kesediaan diajar' yang telah membuat kita menjadi tahu akan tetapi ketika sudah berbicara kunci utama pengembangan manusia (individu / organisasi) maka kunci itu adalah menjadi 'learner'. Dengan menjadi learner, gap yang diciptakan oleh pemahaman dikhotomistik dari sekian acuan pengembangan skill dapat dijembatani. Bahkan sebetulnya fakta alamiyah telah lebih dulu menjelaskan bahwa semua 'gained quality' tidak bisa dilepaskan dari unsur learning di dalamnya termasuk bagaimana cara berjalan kaki bagi bayi. Supaya bisa menjadi learner lagi seperti bayi, maka syarat yang harus dipenuhi adalah kesediaan menjadi 'beginner' yang selalu dapat melihat materi/objek dengan lensa baru (creative) dan tanda tanya (curiosity). "You can learn new things at any time in your life if you're willing to be a beginner. If you actually learn to like being a beginner, the whole world
opens up to you." Kata Barbara Sher. Ada kalanya 'block mental' terjadi bukan karena kita tidak tahu tetapi justru karena kita sudah tahu. (jp) _____________________________
Pede atau Egois? Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 18 Juli 2003 Pendapat para ahli yang diilhami kenyataan menyimpulkan bahwa rasa percaya diri atau sering diistilahkan dengan 'pede' merupakan kualitas personal yang dibutuhkan. Dengan merasa pede berarti kita sudah memulai perjalanan hidup yang berlandaskan pada keunggulan-diri, arah kiblat (direction) yang sudah kita tentukan, fokus hidup yang telah kita pilih, keputusan hidup yang telah kita ambil dan kemudian membuat kita merasa punya hak untuk mendapatkan apa yang benar-benar kita inginkan. Kekuatan pede juga membuat kita yakin bahwa tantangan apapun yang menghadang masih berada dalam kapasitas kita untuk diselesaikan. Tetapi dalam praktek, kata pede sudah mengalami 'over-used' dan tidak jarang didefinisikan secara kabur antara pede yang kita butuhkan dan pede yang seharusnya tidak kita miliki (penyimpangan). Orang sering salah mengalamatkan penilaian antara pede dengan ego-centered (egoisme), menang sendiri atau merasa benar sendiri. Padahal kalau kita telusuri sampai ke akar, perbedaan antara pede yang menyimpang dan pede yang lurus (self confidence) bukan karena persoalan kadar melainkan murni berbeda di tingkat sumber motif. Artinya, baik praktek perilaku, sifat, dan sikap egois bukanlah karena kadar rasa percaya diri yang terlalu kuat melainkan justru karena kurang dari kadar yang dibutuhkan dan akhirnya menyimpang Motif Pede yang menyimpang berangkat dari sumber motif berupa perasaan yang merasa kurang (feeling of lack) secara berlebihan (excessive). Ketika orang membangun asumsi dasar tentang dirinya bahwa ia tidak memiliki kemampuan potensial yang cukup untuk diolah menjadi keunggulan guna mengalahkan tantangan atau meraih apa yang benar-benar diinginkan, maka perasaan tersebut pada kadar yang terus dibiarkan akan menggumpal bersama keyakinan bahwa untuk mendapatkan seseuatu tidak ada jalan lain lagi kecuali mengambil dari luar. Keyakinan demikian akan menghasilkan praktek yang bertabrakan dengan kepentingan orang lain yang memiliki keyakinan serupa. Di level internal, keyakinan demikian sering membuat orang merasa tidak punya alasan untuk menghargai dirinya secara positif, misalnya saja munculnya perasaan Self-laziness atau "The I cannot attitude". Pede yang yang menyimpang (cth: egocentered, dll) juga berangkat dari sumber perasaan yang merasa takut secara berlebihan (feeling of fear). Asumsi personal yang sering dipakai adalah ketika kita mulai merasa bahwa sumber keamanan (penyelesaian masalah) berada di luar diri dan sangat terbatas jumlahnya sehingga sedikit saja tersenggol oleh kepentingan atau keinginan orang lain akan membuat kita merasa sulit memaafkan orang tersebut seumur hidup. Kita menjadi cepat tersinggung dengan letupan amarah yang tidak terkontrol. Rasa takut yang negatif juga sering membuat pagar mental berupa ketakutan menghadapi tantangan yang merupakan risiko hidup. Kedua perasaan itulah yang kemudian menghasilkan kesimpulan rasa rendah diri (inferioritas) yang bisa ditampilkan dalam bentuk perilaku, sifat, atau sikap secara aggressive atau submissive. Orang yang pede dalam arti 'self confidence' bukanlah orang yang tidak memiliki rasa takut atau rasa kurang tetapi ia memiliki kemampuan bagaimana menguasainya (self mastery) agar tetap berada dalam norma kadar yang bisa dikendalikan. Asumsi dasar yang digunakan berangkat dari perasaan memiliki kemampuan (selfsufficient) untuk mengatasi tantangan dan merealisasikan apa yang diinginkan. Rasa Percaya diri seperti inilah yang sebenarnya kita butuhkan. Bedanya lagi, pede yang terakhir adalah murni berupa pencapaian kualitas hidup yang diraih seseorang melalui proses usaha, sementara pede yang menyimpang bisa kita katakan sebagai limbah yang berarti untuk mencapainya tidak diperlukan proses atau usaha pun. Kompas Di dalam diri kita sebenarnya sudah diciptakan kompas (patokan) yang dapat membedakan antara pede yang meyimpang dan pede yang benar-benar kita butuhkan, yaitu:
28. Perasaan (Emotional) 29. Hati (Spiritual) 30. Akal (Intellectual) Ketiga kompas di atas adalah anugerah (kemampuan potensial). Agar bisa bekerja membantu kita dibutuhkan syarat yaitu menciptakan usaha untuk mencerdaskannya secara terus-menerus. Perasaan adalah perangkat internal untuk merasakan impuls atau stimuli (godaan & tawaran) yang dapat membedakan bad dan good. Perasaan tidak memiliki mata tetapi lebih banyak memiliki telinga, 'pendengaran' sehingga ketika sensitivitasnya tajam (dicerdaskan) akan membuat orang langsung bisa merasakan mana pede yang good (confidence) di antara pede yang bad (egoism) meskipun tidak kelihatan. Hati berfungsi untuk memaknai kebenaran hukum alam yang sudah diformalkan atau yang belum. Meskipun manusia bisa meng-elaborasi kebenaran menjadi sekian bentuk sesuai kepentingan masing-masing, tetapi hatilah yang akan berbicara dengan 'suara hati kecil'. Dilihat dari sebutannya saja sudah bisa ditebak mengapa kita jarang mendengarkannya. Sudah lokasinya di dalam, bentuknya kecil selain itu suaranya pun kecil. Kalau tidak dicerdaskan akan membuat telinga kita (perasaan) sulit mendengarkan suara hati apalagi penglihatan. Akal berfungsi untuk menalar antara materi yang tepat (correct) dan yang tidak tepat (incorrect). Akal memiliki banyak penglihatan sehingga dikatakan 'the window', pintu exit-permit yang bisa menyumbangkan muatan perasaan atau keyakinan. Patut diakui di antara penyebab penyimpangan adalah adanya pengetahuan oleh akal yang tidak bisa menghasilkan pemahaman personal secara definitive antara rasa percaya diri dan egoisme. Pengetahuan yang rancau, abstrak, dan berada pada level umum sulit mendorong kita pada keputusan hidup yang definitif. Walhasil kita berperilaku egois karena egois yang kita pahami adalah egois dalam pengertian rasa percaya diri menurut kita. Ketiga kompas internal di atas dapat bekerja secara proporsional (saling mendukung-melengkapi) apabila usaha yang kita jalankan dalam rangka mencerdaskan tidak terjadi anak-emas dan anak tiri atau anak yatim. Pengalaman mengajarkan, perlakuan dikotomis atas kompas internal di atas melahirkan sifat, watak dan perilaku yang kontradiktif dan pincang. Ada orang yang sebagian waktunya digunakan berada di tempat ibadah dengan khusuk tetapi giliran punya persoalan air dengan tetangga perasaannya tidak berfungsi secara proporsional. Beberapa Saran Penyimpangan adalah persoalan manusiawi dan normal tetapi yang sering bikin abnormal adalah kebablasan yang berkelanjutan dan tidak kita perbaiki. Beberapa materi pembelajaran berikut dapat kita jadikan acuan untuk mempertebal rasa percaya diri agar tidak menyimpang ke praktek yang tidak diinginkan: 1. Kebiasaan Memiliki kebiasaan untuk mencerdaskan pikiran, perasaan, dan hati adalah kebutuhan mutlak. Tanpa dicerdaskan tidak berarti stabil sebab impuls dan stimuli dunia terus berubah di mana kalau kita tidak diiringi dengan perubahan diri akan mudah terjebak. Pikiran yang dicerdaskan dengan pengetahuan akan memperbaiki sudut pandang yang akan menjadi sumber rasa percaya diri. Perasaan yang dicerdaskan akan memperbaiki pemahaman 'merasakan' apa yang terjadi pada diri sendiri, orang lain dan dunia (wilayah kita). Hati yang dicerdaskan dengan kebiasaan memaknai akan mempertebal keyakinan bahwa semua yang kita lakukan baik atau buruk, kecil atau besar pada akhirnya akan mendapat balasan. 2. Kekuatan Rasa percaya diri identik dengan kekuatan pribadi (personal power) yang bisa kita bangun dengan menggunakan dua jurus yaitu menyerang dan mempertahankan. Untuk mempertebal rasa percaya diri, jurus menyerang harus kita gunakan untuk melawan kecenderungan internal yang menawarkan godaan untuk menyimpang sementara jurus mempertahankan kita gunakan untuk memperkuat pertahanan dari serangan luar. Penggunaan yang salah dengan membalik fungsi akan memperlemah personal power yang berarti dapat memperlemah rasa percaya diri. 3. Komitmen Memiliki komitmen untuk merealisasikan gagasan ke tindakan secara sirkulatif bisa mempertebal rasa percaya diri dengan syarat sampai mendapat apa yang disebut 'the moment of truth' atau sampai benarbenar berhasil. Apa yang sering menjadi persoalan adalah kita sering menggunakan ideology 'mencoba' tanpa komitmen sampai berhasil. Ideologi demikian sulit diharapkan bisa mempertebal rasa percaya diri. Bahkan kalau sering gagal lalu kita tinggalkan dengan mengganti yang lain dan akhirnya gagal juga malah
akan membuat kita ragu-ragu. Sekelumit penjelasan di atas hanyalah mewakili dari sekian tampilan monitor sikap, perilaku dan sifat yang awalnya dibedakan pada tingkat sumber motif di dalam. Tidak kelihatan, kecil, dan sering kita anggap tidak membahayakan bagi diri kita apalagi orang lain. Meskipun demikian, Tuhan telah memberikan perangkat yang bisa membenahi sebelum akhirnya tampil di monitor. Di luar ketiga perangkat yang sudah ada, terdapat satu perangkat yang inti, yaitu kemauan. Semoga berguna. (jp) _____________________________
Pelecehan Seksual di Tempat Kerja Oleh Johanes Papu Team e-psikologi Jakarta, 2 Oktober 2002 Karena pelecehan seksual pelatih renang top disidang. Demikian judul berita yang dimuat dalam detiksport.com tanggal 25 Juli 2002 yang lalu. Menurut berita tersebut pelatih renang yang dimaksud adalah salah seorang pelatih renang paling top di Australia. Ia diduga melakukan tindakan cabul terhadap murid-muridnya dan diancam dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun. Di Indonesia, kasus-kasus yang menyangkut pelecehan seksual (baik di perusahaan maupun di rumah tangga) memang sudah mulai banyak yang dilaporkan ke pihak yang berwajib atau diekspose oleh media massa. Salah satu kasus pelecehan seksual di tempat kerja yang barubaru ini cukup menghebohkan adalah kasus terbongkarnya gambar hasil rekaman seorang pengusaha Warnet di kota Pati (Jawa Tengah) yang mengharuskan karyawannya mandi di kantor, lalu ia merekam kegiatan tersebut melalui sebuah kamera di kamar mandi tersebut dan menghubungkannya ke komputer di meja kerjanya. Pengusaha warnet tersebut juga membuat kuestioner yang isinya cenderung berkonotasi seksual, misalnya: apakah reaksi anda jika dicium oleh bos anda? Diam saja, ganti membalas, atau dianggap biasa. Ia juga membuat aturan yang cenderung aneh seperti kewajiban mandi di kantor pada jam tertentu, tidak boleh memakai kain panjang atau celana panjang, dsb. (Tabloid Nova, 16 September 2002). Selain itu kasus pelecehan seksual yang pernah mendapatkan tanggapan serius dari berbagai pihak adalah kasus pelecehan seksual yang terjadi di sebuah perusahaan pertambangan emas (PT. KEM) di Kalimantan Timur pada tahun 2000 yang lalu. Kasus tersebut terungkap dari sebuah laporan rahasia yang disusun oleh sebuah tim yang terdiri dari perwakilan pegawai perusahaan serta masyarakat dan diketuai oleh seorang anggota Komnas HAM Indonesia, yang kemudian bocor ke sebuah surat kabar Australia pada bulan Juni 2000. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa sejumlah pekerja tambang bertanggungjawab untuk 16 kasus pelecehan seksual - kebanyakan melibatkan gadis-gadis dibawah umur 16 tahun - selama 10 tahun dari 1987 sampai 1997. Umumnya para gadis tersebut tidak dapat menolak karena mendapat ancaman akan dipecat dari pekerjaan mereka. (Australian Financial Review, 3o June 2000). Definisi Tiga kasus yang disebutkan diatas merupakan gambaran bahwa pelecehan seksual sungguhsungguh ada dan terjadi dalam dunia kerja. Meskipun di Indonesia kasus-kasus pelecehan seksual yang dilaporkan kepada pihak berwajib masih sedikit, namun hal itu tidaklah berarti bahwa pelecehan seksual yang dialami oleh para pekerja atau pegawai perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih sedikit jika dibandingkan dengan di negara-negara lain. Permasalahannya adalah bahwa para pekerja kita masih enggan melaporkan hal tersebut dengan berbagai alasan, termasuk adanya mitos yang mengatakan bahwa pelecehan seksual merupakan suatu yang biasa terjadi kantor dan tidak perlu dibesar-besarkan. Selain itu perangkat hukum kita yang mengatur hal tersebut secara khusus dan rinci juga belum maksimal. Selama ini pelaku hanya bisa dijerat dengan beberapa pasal dalam KHUP: 1) pencabulan (pasal 289-296); 2) penghubungan pencabulan (pasal 295-298 dan pasal 506); persetubuhan dengan wanita di bawah umur (pasal 286-288). Padahal dalam kenyataan, apa yang dimaksud dengan pelecehan
seksual mungkin belum masuk dalam kategori yang dimaksud dalam pasaal-pasal tersebut. Jika kita memperbandingkan dengan aturan hukum tentang pelecehan seksual di USA yang tertuang dalam Title VII of the Federal Civil Rights Act tahun 1964 yang telah diamandemen oleh kongres pada tahun 1991, maka kita dapat melihat betapa hukum disana telah mengatur secara rinci tentang apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual berikut sanksi hukum yang berlaku bagi para pelakunya. Dengan aturan hukum yang jelas dan rinci tersebut maka akan sangat memudahkan korban untuk melaporkan hal-hal apa saja yang dianggap sebagai pelecehan seksual. Pemahaman tentang pelecehan seksual memang sudah seharusnya diatur secara rinci. Hal ini amat berguna sebagai bahan pembuktian di pengadilan jika ada korban yang melaporkan. Oleh karena itu amatlah penting untuk membuat definisi tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan pelecehan seksual tersebut. Secara umum yang dimaksud dengan pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, yakni meliputi: main mata, siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual hingga perkosaan. Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Meskipun pada umumnya para korban pelecehan seksual adalah kaum wanita, namun hal ini tidak berarti bahwa kaum pria kebal (tidak pernah mengalami) terhadap pelecehan seksual (masih ingat film Disclosure dimana si pria menjadi korban?). Dari definisi umum tersebut maka pelecehan seksual di tempat kerja dapat diartikan sebagai segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran, dan penolakan atau penerimaan korban atas perilaku tersebut dijadikan sebagai bahan pertimbangan baik secara implisit maupun ekplisit dalam membuat keputusan menyangkut karir atau pekerjaannya, mengganggu ketenangan bekerja, mengintimidasi, dan menciptakan lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak nyaman bagi si korban. Pelecehan seksual di tempat kerja juga termasuk melakukan diskriminasi gender dalam hal promosi, gaji atau pemberian tugas dan tanggungjawab. Dari definisi tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa ciri utama yang membedakan tindakan "suka sama suka" dengan apa yang disebut sebagai pelecehan seksual di tempat kerja adalah: tidak dikehendaki oleh individu yang menjadi sasaran, seringkali dilakukan dengan disertai janji, iming-iming atau pun ancaman, tanggapan (menolak atau menerima) terhadap tindakan sepihak tersebut dijadikan pertimbangan dalam penentuan karir atau pekerjaan, dampak dari tindakan sepihak tersebut menimbulkan berbagai gejolak psikologis, diantaranya: malu, marah, benci, dendam, hilangnya rasa aman dan nyaman dalam bekerja, dsb. Mitos dan Fakta Meski kasus pelecehan seksual sudah seringkali diekpose oleh media massa, namun dalam masyarakat kita masih banyak yang belum sepenuhnya menyadari bahwa mereka sebenarnya telah menjadi korban pelecehan seksual atau menganggap masalah ini sebagai sesuatu yang serius untuk ditanggapi. Dalam banyak kasus, banyak para korban yang memilih diam dan menganggap biasa perlakuan yang diterima dari atasan ataupun rekan kerja. Contoh: meski tidak senang dan merasa risih ketika mendengarkan lelucon porno atau komentar negatif tentang gender dari rekan kerja atau atasan (biasanya oleh kaum pria), banyak pekerja (baca: wanita) yang memilih diam saja atau bahkan berusaha menyenangi lelucon tersebut meskipun tidak sesuai hati nurani. Hal ini seringkali dianggap oleh si pembuat lelucon tersebut sebagai suatu persetujuan, sehingga ia dengan tanpa ragu pasti akan mengulangi perilakunya tersebut. Selain itu dalam masyarakat masih amat sering kita jumpai orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan seperti bersiul nakal, mencolek, menyentuh atau menepuk bagian tubuh tertentu dari orang lain, meski orang tersebut (korban) tidak suka namun kasus seperti ini jarang sekali dipermasalahkan, bahkan dianggap sebagai suatu hal yang sudah biasa dan selesai dengan sendirinya tanpa penyelesaian hukum.
Perilaku-perilaku tersebut diatas mungkin hanya sebagain dari beberapa cerminan sikap salah kaprah dalam memahami terjadinya pelecehan seksual. Salah kaprah inilah yang mendasari kurangnya pemahaman masyarakat tentang hal-hal yang dianggap sebagai pelecehan seksual, meski fakta menunjukkan berbagai dampak negatif dari perilaku pelecehan seksual tersebut. Beberapa mitos dan fakta tentang pelecehan seksual, diantaranya adalah sebagai berikut: Mitos Fakta pelecehan seksual bukanlah suatu hal yang besar - hal itu hanya cara alami bagaimana wanita dan pria mengungkapkan rasa sayang antara satu dengan lainnya pelecehan seksual akan berhenti jika si korban tidak menghiraukannya kebanyakan orang menyukai bentuk perhatian seksual di tempat kerja. Godaan dan rayuan membuat bekerja menjadi menyenangkan. Jika wanita (korban) berani berkata "tidak", maka pelecehan akan berhenti pelecehan seksual tidak membahayakan. Orang yang menolak hal tersebut adalah individu yang tidak memiliki selera humor atau tidak tahu bagaimana menerima pujian kebijakan atau aturan yang berlaku dalam perusahaan untuk membatasi hal ini hanya akan memberikan pengaruh negatif bagi hubungan persahabatan orang baik-baik tidak mungkin akan menjadi korban pelecehan seksual wanita yang menggunakan pakaian kerja "serba minim" atau "mengundang perhatian", pasti tidak akan bermasalah jika menjadi sasaran pelecehan seksual pelecehan seksual bukan masalah kecil karena dapat menimbulkan berbagai dampak bagi individu seperti malu, tidak nyaman, tidak aman, terancam dan tidak tenang dalam bekerja yang akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas kerja pegawai. jika tidak dilakukan tindakan hukum terhadap para pelaku pelecehan seksual maka perilaku tersebut dapat merusak suasana kerja dan merusak image perusahaan korban pelecehan bukan hanya terjadi pada wanita tetapi bisa juga terjadi pada pria pelecehan seksual dapat berkembang menjadi tindakan-tindakan yang sangat berbahaya seperti pemerkosaan atau hilangnya kesempatan bekerja seseorang korban tidak harus individu yang menjadi sasaran secara langsung tetapi termasuk juga individu yang merasakan dampak perilaku pelecehan tersebut pelecehan seksual bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dilakukan siapa saja, misalnya: atasan, bawahan, rekan kerja, klien, agen, atau supplier pelecehan seksual selalu terjadi dengan cara-cara yang tidak diinginkan oleh si korban Dua Kategori Jika merujuk pada Title VII of Civil Right Act tahun 1964 yang telah diamandemen oleh kongres USA pada tahun 1991, pelecehan seksual di tempat kerja dapat dibedakan menjadi: Quid Pro Quo Pelecehan seksual tipe ini adalah pelecehan seksual yang biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan atau otoritas terhadap korbannya, dengan disertai iming-iming pekerjaan atau kenaikan gaji atau promosi. Biasanya pelaku pelecehan seksual tipe ini adalah supervisor, manager, direktur atau pemilik perusahaan. Dalam hal ini jika janji atau ajakan tidak diterima maka bisa berakibat hilangnya pekerjaan, atau tidak mendapat promosi, atau dimutasikan ke tempat, dan lain sebagainya bagi sang individu yang menjadi sasaran (korban). Dalam kasus seperti ini korban pada umumnya berada dalam posisi yang sangat lemah dan sangat berharap bahwa pelaku akan menepati janjinya. Apa yang terjadi di perusahaan pertambangan emas dan di warnet dalam contoh diatas merupakan pelecehan seksual dalam kategori ini. Hal ini bisa lihat dari ketergantungan korban terhadap pekerjaan yang dijanjikan (diberikan) oleh pelaku. Hostile Work Environment Pelecehan seksual bisa juga terjadi tanpa janji atau iming-iming maupun ancaman. Tetapi dalam lingkungan kerjanya si korban mengalami berbagai tindakan atau perilaku yang membuatnya menjadi tidak tenang dalam bekerja, penuh tekanan, ada rasa permusuhan, tidak memiliki rasa aman dan nyaman dalam melakukan tugas-tugas pekerjaannya, dan sebagainya. Dalam hal ini maka pelaku pelecehan dapat datang dari rekan kerja, atasan, bawahan, maupun
dari pihak ketiga seperti klien atau supplier. Dalam beberapa kasus korban mungkin tidak menyadari hal ini karena pelaku menggunakan berbagai cara dan dalih. Pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh pelatih renang yang disebut dalam contoh di atas dapat digolong dalam kategori ini. Hal ini diindikasikan dengan munculnya rasa tidak aman dan rasa permusuhan dari para anak didik pelatih tersebut yang mengalami pelecehan. Tindakan Pencegahan Mengingat bahwa korban pelecehan seksual akan mengalami berbagai masalah psikologis seperti malu, marah, benci, dendam, trauma, merasa terhina, tersinggung, dan sebagainya maka tentu pelecehan seksual tidak bisa didiamkan dan dianggap hal yang biasa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alison Maddock dari Swansea NHS di Wales, Inggris, menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang mengalami pelecehan seksual, mengalami dampaknya dalam waktu panjang. Bahkan Maddock mengatakan dampak ini bisa bertahan ke masa tua, berpengaruh pada masalah hubungan, orangtua, dan seksual yang bisa meningkatkan kemungkinan anak-anak itu menjadi pelaku di masa mendatang (satunet.com). Dalam konteks dunia kerja maka kasus pelecehan seksual yang dapat berakhir dengan hilangnya pekerjaan bagi si korban karena ia menolak tindakan pelecehan seksual maka itu sama artinya dengan menghilangkan hak asasi manusia dalam persamaan mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tentu saja hal ini akan memberikan dampak yang sangat tidak menyenangkan bagi si korban. Demi mencegah maraknya pelecehan seksual di tempat kerja maka perlu dilakukan berbagai tindakan oleh pihak-pihak terkait, dalam hal ini adalah pihak perusahaan (diwakili oleh HRD atau manajemen) dan pihak individu (pegawai). Perusahaan Mengingat bahwa jika harus menunggu pemerintah dan badan legislatif mengeluarkan undangundang atau peraturan khusus tentang pelecehan seksual pasti memakan waktu yang cukup lama, maka perusahaan harus memulai langkah proaktif untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual di tempat kerja. Hal ini menurut saya amat penting demi menjaga nama baik perusahaan dan juga membangun mental para pegawai di dalam perusahaan. Jika semua perusahaan dapat melakukan hal ini maka secara berangsur-angsur masyarakat umum pasti akan terpengaruh dan mengikuti apa yang telah dilakukan perusahaan. Perusahaan hendaknya memasukkan masalah pelecehan seksual ini ke dalam peraturan perusahaan sehingga menjadi aturan resmi yang berlaku dan diketahui oleh semua pegawai. Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah: Membuat Peraturan Tertulis Perusahaan hendaknya membuat suatu aturan tertulis yang berisi komitmen perusahaan untuk tetap menjaga agar tidak terjadi pelecehan seksual di tempat kerja, pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual, prosedur pengaduan, dan sanksi-sanksi yang akan dijatuhkan kepada para pelaku, bantuan yang bisa diperoleh si korban dan jaminan bahwa pengaduan yang dilakukan bersifat rahasia. Memastikan Semua Pegawai Mengetahui Peraturan tertulis yang telah disusun secara lengkap tidak akan efektif jika tidak disampaikan kepada semua pegawai. Oleh karena itu peraturan tersebut harus dimasukkan ke dalam peraturan perusahaan sehingga setiap individu yang masuk menjadi pegawai dan pegawai lama mengetahui dengan jelas peraturan yang berlaku. Pastikan bahwa pihak manajemen mendistribusikan hal ini kepada para pegawai, supervisor, manager, direktur, klien atau siapa saja yang memiliki hubungan dengan perusahaan. Penegakan Peraturan Sebagus apapun peraturan yang dibuat jika tidak dilakukan penegakan (enforcement) hukum pasti akan mubasir. Amat banyak contoh yang menyangkut hal seperti ini di negeri kita. Oleh karena itu perusahaan (pihak manajemen / HRD) harus benar-benar bertindak serius untuk memastikan bahwa peraturan yang dibuat adalah untuk ditaati (bukan untuk dilanggar). Keluhan yang disampaikan ataupun dugaan adanya pelecehan seksual harus ditindaklanjuti dengan segera dengan cara melakukan investigasi oleh pihak yang ditunjuk (berwenang). Individu Individu memiliki peran sangat vital dalam menentukan apakah dirinya dapat menjadi sasaran pelecehan seksual atau tidak. Oleh sebab itu amat penting bagi individu melakukan berbagai
tindakan agar pelecehan seksual jangan sampai menimpa dirinya. Seandainya pun terjadi musibah, misalnya ia sendiri mengalami hal tersebut, maka setidak-tidaknya ia mesti tahu apa jalan terbaik yang harus ia lakukan sehingga musibah tersebut tidak merusak masa depan dan sendi kehidupannya. Beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh individu adalah: Mempelajari dengan seksama apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual Sebelum mulai bekerja maka pastikan bahwa perusahaan tempat anda bekerja tidak mewajibkan anda melakukan hal-hal yang menjurus pada pelecehan seksual seperti yang terjadi pada kasus Warnet di Pati Berani mengatakan TIDAK untuk setiap tindakan berkonotasi seksual yang ditujukan untuk anda Mampu bertindak assertif dalam menolak tindakan-tindakan yang menjurus pada pelecehan seksual Berani melaporkan pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja anda kepada pihakpihak yang ditunjuk (atasan atau HRD) atau langsung melaporkan kepada kepolisian Menjaga penampilan agar tidak "mengundang" aksi pelecehan seksual Bergabung dalam kelompok yang menentang tindakan-tindakan pelecehan seksual Jika memang anda menjadi korban pelecehaan seksual, maka segera lakukan tindakan sebagai berikut: Katakan kepada pelaku bahwa tindakannya tidak dapat anda terima. Jika anda tidak mampu mengatakan secara verbal maka anda dapat menyampaikannnya melalui surat, email, memo atau SMS. Catat semua kejadian pelecehan yang anda alami secara rinci. Catat identitas pelaku, tempat kejadian, waktu, saksi dan tindakan/perilaku yang dilakukan pelaku terhadap anda. Bicarakan kejadian tersebut dengan orang-orang yang bisa anda percayai, atau laporkan kepada atasan atau pihak berwenang di perusahaan anda dan pastikan bahwa laporan anda ditindaklanjuti. Jika laporan anda tidak mendapat perhatian dari perusahaan maka laporkan kejadian yang anda alami kepada pihak kepolisian. Mungkin masih banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan maupun individu dalam menangani persoalan pelecehan seksual di tempat kerja. Apa yang saya tuliskan diatas masih bisa dilengkapi dengan berbagai kiat yang sesuai untuk kepentingan perusahaan dan individu. Satu hal yang penting untuk dicatat adalah perusahaan dan individu mau melakukan sesuatu untuk mencegah maraknya pelecehan seksual di tempat kerja dengan berbagai alasan yang dibuat-buat oleh si pelaku. Besar harapan saya bahwa bapak-bapak yang terhormat di Senayan bisa menghasilkan undang-undang atau peraturan yang menyangkut pelecehan seksual secara rinci sehingga dapat digunakan dalam dunia kerja. Akhir kata saya mengajak kita semua untuk tidak tinggal diam menghadapi berbagai tindakan yang mengarah pada pelecehan seksual. PROTECT YOURSELF FROM SEXUAL HARRASMENT, DON'T WAIT UNTIL IT HAPPENS BUT DO IT NOW. Semoga berguna.....(jp) _________________________
Pendidikan Seksual Pada Remaja Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 10 Juli 2002
Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumbersumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut. Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet. Memasuki Milenium baru ini sudah selayaknya bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya secara perlahan-lahan harus diubah. Sudah saatnya pandangan semacam ini harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, dll, adalah contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas. Karakteristik Seksual Remaja Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini : Sexual characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia). Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that generally distinguish one sex from the other but are not essential to reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial hair and deeper voices characteristic of men (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002) Pendapat tersebut seiring dengan pendapat Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock, pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain,lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan lain-lain. Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan. Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi. Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks. Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai :
Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.
Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah sebagai berikut : Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu
Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain)
Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.
Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria. Pendidikan Seksual Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar. Tujuan Pendidikan Seksual Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga. Menurut Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991).
Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987) Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut : Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab) Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat. Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja. Beberapa Kiat Para ahli berpendapat bahwa pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri. Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak lakilakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan antara ibu dengan anak lakilakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Kemudian usahakan jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan, kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan. Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan. Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan: Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu. Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolaholah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol
seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional. Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut. Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya. Saya yakin pasti masih ada cara-cara lain yang dapat anda gunakan dalam mendidik anak remaja anda. Akhir kata saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi remaja, orang tua dan pendidik dalam membentuk remaja menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki kualitas kehidupan yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan yang lebih berat di masa yang akan datang. (jp) _________________________
Pengaturan Jadwal Belajar Efektif - tip ini ditujukan bagi siswa/mahasiswa dalam mengatur jadwal belajar secara efektif Pengaturan Waktu adalah membuat dan melakukan jadwal belajar agar dapat mengatur dan memprioritaskan belajarmu dalam konteks membagi waktu dengan aktivitas, keluarga, dan lain-lain. Pedoman: Perhatikan waktumu. Refleksikan bagaimana kamu menghabiskan waktumu. Sadarilah kapan kamu menghabiskan waktumu dengan sia-sia. Ketahuilah kapan kamu produktif. Dengan mengetahui bagaimana kamu menghabiskan waktu dapat membantu untuk: Membuat daftar "Kerjaan". Tulislah hal-hal yang harus kamu kerjakan, kemudian putuskan apa yang dikerjakan sekarang, apa yang dikerjakan nanti, apa yang dikerjakan orang lain, dan apa yang bisa ditunda dulu pengerjaannya. Membuat jadwal harian/mingguan. Catat janji temu, kelas dan pertemuan pada buku/tabel kronologis. Selalu mengetahui jadwal selama sehari, dan selalu pergi tidur dengan mengetahui kamu sudah siap untuk menyambut besok.
Merencanakan jadwal yang lebih panjang. Gunakan jadwal bulanan sehingga kamu selalu bisa merencanakan kegiatanmu lebih dulu. Jadwal ini juga bisa mengingatkanmu untuk membuat waktu luangmu dengan lebih nyaman. Rencana Jadwal Belajar Efektif: Beri waktu yang cukup untuk tidur, makan dan kegiatan hiburan. Prioritaskan tugas-tugas. Luangkan waktu untuk diskusi atau mengulang bahan sebelum kelas. Atur waktu untuk mengulang langsung bahan pelajaran setelah kelas. Ingatlah bahwa kemungkinan terbesar untuk lupa terjadi dalam waktu 24 jam tanpa review. Jadwalkan waktu 50 menit untuk setiap sesi belajar. Pilih tempat yang nyaman (tidak mengganggu konsentrasi) untuk belajar. Rencanakan juga "deadline". Jadwalkan waktu belajarmu sebanyak mungkin pada pagi/siang/sore hari. Jadwalkan review bahan pelajaran mingguan. Hati-hati, jangan sampai diperbudak oleh jadwalmu sendiri! Saran-saran untuk memperbaiki website ini (dengan halaman yang dimaksud)
Pengungkapan Diri Oleh Johanes Papu Team e-psikologi
Jakarta, 12 Juli 2002 Dalam kehidupan sosial di masyarakat, individu seringkali dirundung rasa curiga dan tidak percaya diri yang kuat sehingga tidak berani menyampaikan berbagai gejolak atau pun emosi yang ada di dalam dirinya kepada orang lain, apalagi jika menyangkut hal-hal yang dianggapnya tidak baik untuk diketahui orang lain. Akibatnya individu tersebut lebih banyak memendam berbagai persoalan hidup yang akhirnya seringkali terlalu berat untuk ditanggung sendiri sehingga menimbulkan berbagai masalah psikologis maupun fisiologis. Dalam ruang konseling di website ini, banyak pembaca yang mengatakan bahwa mereka sulit sekali mengungkapkan diri (mengatakan pendapat, perasaan, cita-cita, rasa marah, jengkel, dsb) kepada orang lain, bahkan tidak pernah berbagi informasi jika tidak diminta / ditanya. Hal yang menarik adalah mereka mengakui bahwa kondisi tersebut sangat tidak nyaman dan cenderung membuat mereka dijauhi oleh rekan atau pun anggota keluarganya sendiri. Meskipun di satu sisi mereka merasa ragu dan takut untuk mengungkapkan diri, namun di sisi lain mereka merasa bahwa hal tersebut sangat diperlukan untuk meringankan beban diri sendiri. Menyikapi permasalahan diatas, maka kita perlu mengetahui mengapa pengungkapan diri perlu dilakukan dan mengapa, bagi sebagian individu, hal ini amat sulit untuk dilaksanakan. Pertanyaan mendasar adalah mengapa kita harus memberitahu orang lain tentang diri kita sendiri. Lalu bagaimana cara mengungkapkan diri secara tepat sehingga tidak menimbulkan penyesalan bagi diri sendiri dan menambah beban bagi orang lain. Dasar Pemikiran
Pengungkapan diri atau “s el fdi s c l os ur e”dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri haruslah dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi, atau dengan kata lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan merupakan suatu topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya menampilkan sisi yang baik saja. Untuk menjawab pertanyaan mengapa seseorang perlu memberitahu orang lain tentang dirinya sendiri, maka hal tersebut harus dilihat sebagai suatu siklus yang melibatkan 3 (tiga) hal yaitu pengungkapan diri, hubungan persahabatan dan penerimaan terhadap diri sendiri. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 31. Merupakan suatu hal yang sangat baik jika anda mengatakan kepada teman atau orang lain yang berinteraksi dengan anda bagaimana mereka dapat mempengaruhi anda. Dengan mengungkapkan perasaan dan berbagi pengalaman maka akan dapat semakin mempererat hubungan persahabatan. 32. Penerimaan teman atau orang lain akan memudahkan anda untuk dapat menerima kondisi diri anda sendiri. 33. Karena anda sudah dapat menerima diri sendiri dan merasa nyaman dengan kondisi tersebut, maka anda lebih mudah untuk mengungkapkan diri sehingga hubungan dengan teman anda terasa lebih menyenangkan. 34. Dengan adanya berbagai masukan dari orang lain, rasa aman yang tinggi, dan penerimaan terhadap diri, maka anda akan dapat melihat diri sendiri secara lebih mendalam dan mampu menyelesaikan berbagai masalah hidup. Meski diakui bahwa pengungkapan diri sangat penting bagi perkembangan individu, namun sebagian orang masih enggan untuk melakukannya. Pada dasarnya keengganan atau kesulitan individu dalam mengungkapkan diri banyak dilandasi oleh faktor risiko yang akan diterimanya di kemudian hari, di samping karena belum adanya rasa aman dan kepercayaan pada diri sendiri. Risiko yang dimaksud dapat berupa bocornya informasi yang telah diberikan pada seseorang kepada pihak ketiga padahal informasi tersebut dianggap sangat pribadi oleh si pemberi informasi, atau bisa juga informasi yang disampaikan justru menyinggung perasaan orang lain sehingga dapat mengganggu hubungan interpersonal yang sebelumnya sudah terjalin dengan baik. Selain itu pengungkapan diri pada orang atau kondisi yang tidak tepat justru akan menjadi bumerang bagi si pemberi informasi. Selain faktor risiko, faktor pola asuh juga berperan penting. Dalam keluarga atau lingkungan yang tidak mendukung semangat keterbukaan dan kebiasaan berbagi informasi maka individu akan sulit untuk bisa mengungkapkan diri secara tepat. Itulah sebabnya mengapa sebagian orang amat sulit berbagi informasi dengan orang lain, sekali pun informasi tersebut sangat positif bagi dirinya dan orang lain. Meskipun pengungkapan diri mengandung risiko bagi si pelaku (pemberi informasi) namun para ahli psikologi menganggap bahwa pengungkapan diri sangatlah penting. Hal ini dasarkan pada pendapat yang mengatakan bahwa pengungkapan diri (yang dilakukan secara tepat) merupakan indikasi dari kesehatan mental seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mampu mengungkapkan diri secara tepat terbukti lebih mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya pada diri sendiri, lebih kompeten, extrovert, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif dan percaya terhadap orang lain, lebih obyektif dan terbuka (David Johnson, 1981; dalam mentalhelp.net). Selain itu para ahli psikologi juga meyakini bahwa berbagi informasi dengan orang lain dapat meningkatkan kesehatan jiwa, mencegah penyakit dan mengurangi masalah-masalah psikologis yang menyangkut hubungan interpersonal. Dari segi komunikasi dan pemberian bantuan kepada orang lain, salah satu cara yang dianggap paling tepat dalam membantu orang lain untuk mengungkapkan diri adalah dengan mengungkapkan diri kita
kepada orang tersebut terlebih dahulu. Tanpa keberanian untuk mengungkapan diri maka orang lain akan bertindak yang sama, sehingga tidak tercapai komunikasi yang efektif. Secara lebih lengkap manfaat-manfaat dari pengungkapan diri dapat disebutkan sebagai berikut: 8. Meningkatkan kesadaran diri (self-awareness). Dalam proses pemberian informasi kepada orang lain, anda akan lebih jelas dalam menilai kebutuhan, perasaan, dan hal psikologis dalam diri anda. Selain itu, orang lain akan membantu anda dalam memahami diri anda sendiri, melalui berbagai masukan yang diberikan, terutama jika hal itu dilakukan dengan penuh empati dan jujur. 9. Membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua belah pihak. Keterbukaan merupakan suatu hubungan timbal balik, semakin anda terbuka pada orang lain maka orang lain akan berbuat hal yang sama. Dari keterbukaan tersebut maka akan timbul kepercayaan dari kedua pihak sehingga akhirnya akan terjalin hubungan persahabatan yang sejati. 10. Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi yang memungkinkan seseorang untuk menginformasikan suatu hal kepada orang lain secara jelas dan lengkap tentang bagaimana ia memandang suatu situasi, bagaimana perasaannya tentang hal tersebut, apa yang terjadi, dan apa yang diharapkan. 11. Mengurangi rasa malu dan meningkatkan penerimaan diri (self acceptance). Jika orang lain dapat menerima anda maka kemungkinan besar anda pun dapat menerima diri anda. 12. Memecahkan berbagai konflik dan masalah interpersonal. Jika orang lain mengetahui kebutuhan anda, ketakutan, rasa frustrasi anda, dsb, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk bersimpati atau memberikan bantuan sehingga sesuai dengan apa yang anda harapkan. 13. Memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan. Harap diingat bahwa untuk menyimpan suatu rahasia dibutuhkan energi yang besar dan dalam kondisi demikian seseorang akan lebih cepat marah, tegang, pendiam dan tidak riang. Dengan berbagi informasi hal-hal tersebut akan hilang atau berkurang dengan sendirinya. Beberapa Kiat Bagi anda yang mengalami masalah dalam mengungkapkan diri kepada orang lain, ada 4 (empat) langkah yang dapat anda lakukan agar pengungkapan diri dapat berjalan efektif. Keempat langkah tersebut adalah: Langkah 1: Tanyakan pada diri sendiri, sejauhmana saya akan membuka diri? Hal-hal apa yang bisa saya bagi dengan orang lain dan kepada siapa? Setiap orang memiliki rahasia pribadi. Hal tersebut sangatlah normal karena setiap orang tentu ingin menjaga agar hal-hal khusus tidak perlu diketahui oleh orang lain. Sayangnya banyak rahasia yang sebenarnya justru tidak perlu dirahasiakan karena tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, tetapi karena takut orang lain tidak memahami rahasia tersebut maka rahasia ini disimpan terus-menerus . Hal inilah yang harus diperhatikan oleh anda jika ingin mengungkapkan diri. Langkah 2: Lakukan persiapan sebelum membuka diri. Atasi terlebih dahulu kekhawatiran dan ketakutan anda. Untuk mengatasi kekuatiran, ketakutan atau ketidakpercayaan diri, anda dapat memulai pengungkapan diri dengan memilih topik pembicaraan pada hal-hal yang ringan dan santai. Contohnya: berbagi cerita tentang acara televisi atau film yang disukai, perawatan mobil/motor, kegiatan di sekolah atau kantor, dll. Pada awalnya usahakan untuk tidak mengutarakan berbagai perasaan atau opini pribadi. Jika tahapan ini sudah anda lalui dan
berhasil dengan baik, barulah anda memilih orang yang dapat anda percayai untuk mengemukakan pendapat pribadi maupun perasaan anda tentang suatu hal, misalnya utarakan apa yang anda rasakan dan apa yang anda harapkan dari teman anda. Secara berangsur-angsur lakukan hal tersebut dengan beberapa yang berbeda. Dengan cara ini anda akan menjadi mudah untuk memulai komunikasi dan selanjutnya menjadi terbiasa dalam berbagi informasi. Langkah 3: Tingkatkan terus ketrampilan anda dalam mengungkapkan diri. Pelajari caracara mengungkapkan diri dan bagaimana memberikan masukan yang bermanfaat. Pengungkapan diri melibatkan cara-cara penyampaian informasi yang baik dan jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman bagi orang yang menerima informasi tersebut. Jika anda ingin berbagi informasi maka kemukakan hal itu sejelas-jelasnya, hindari ketidakjujuran, kemukakan dengan bahasa sederhana dan jangan berbelit-belit. Jangan berasumsi bahwa orang lain akan memahami anda, mengetahui perasaan dan kebutuhan anda tanpa harus anda katakan. Ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang dapat membaca pikiran anda. Jadi andalah yang harus mengatakan dan menjelaskan apa perasaan anda, apa kebutuhan anda saat ini dan apa yang anda harapkan dari orang lain. Jika ada hal-hal yang anda rasakan kurang jelas, bertanyalah pada saat ini dan jangan berasumsi. Dalam mengungkapkan diri, secara tidak langsung sebenarnya anda juga memberikan masukan kepada orang lain dan sebaliknya. Oleh karena itu dalam memberikan berbagai masukan kepada teman (orang yang diberi informasi) anda perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Masukan yang diberikan tidak boleh bernada ancaman. Fokuskan pada permasalahan dan bukan pada kepribadian si lawan bicara. Fokus pada masalah yang sedang dibahas, jangan ngalur-ngidul ke masalah-masalah lain atau ke masa lalu Jangan memberi masukan jika tidak diperlukan, tidak mungkin dilaksanakan atau diterima, atau jika usulan tersebut sudah tidak berguna. Berikan hanya masukan yang benar-benar masuk akal, bersifat membangun dan tidak rumit. Langkah 4: Ungkapkan diri anda secara tepat dengan pemilihan waktu dan situasi yang tepat pula. Agar dapat mengungkapkan diri secara tepat pada waktu atau situasi yang tepat, perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: Pertama-tama anda harus memiliki suatu alasan mengapa anda perlu membuka diri. Dengan siapa anda akan berbicara..teman dekat? orangtua? atasan? kenalan baru? atau siapa? Sejauhmana pengungkapan diri anda akan membahayakan diri anda sendiri? Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut maka anda akan dapat mengungkapkan diri secara tepat dan proporsional sehingga akan bermanfaat bagi diri anda dan orang lain. Bagi anda yang sangat sulit membuka diri kepada orang lain, maka akan sangat baik jika anda membuat semacam catatan kecil tentang hal-hal yang telah anda ungkapkan pada orang lain dan pengaruhnya terhadap perkembangan diri anda. Mengingat kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan dengan melihat berbagai manfaat yang akan diperoleh jika seseorang dapat mengungkapkan diri secara tepat, maka tidak ada pilihan lain bagi setiap individu selain belajar untuk dapat mengungkapkan diri. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan diri akan sangat merugikan perkembangan jiwa individu yang bersangkutan. Meskipun demikian, keputusan untuk membuka diri dan berbagi informasi dengan orang lain haruslah dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Dengan melihat beberapa kiat diatas, individu diharapkan dapat memiliki kepercayaan diri dalam membuka diri bagi orang lain sehingga dapat tercipta hubungan interpersonal yang sehat. Bahwa dalam kenyataan pasti ada risiko yang harus ditanggung jika seseorang berani mengungkapkan diri kepada orang
lain, misalnya informasi yang diberikan dimanipulasi oleh si penerima informasi, atau pun dikhianati oleh orang yang sangat dipercayai, tentu tidak dapat dipungkiri. Namun demikian dengan cara-cara yang bijak dan perencanaan yang baik maka hal itu pasti akan dapat dikurangi. Jika diambil persamaan maka pengungkapan diri sama saja dengan jatuh cinta: ada risiko yang harus ditanggung tetapi amat sulit untuk ditolak. Selamat mencoba. (jp) _____________________________
Pensiun dan Pengaruhnya Oleh Jacinta F. Rini Team e-psikologi Jakarta, 2 Oktober 2001
Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan dan memperkuat harga diri). Oleh karenanya, sering terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya, ada yang malahan mengalami problem serius (kejiwaan atau pun fisik). Fakta Sekitar Pensiun 35. Penurunan kesehatan tidak disebabkan secara langsung oleh pensiun, melainkan oleh problem kesehatan yang sebelumnya (sudah) dialami 36. Pensiun sebaliknya dapat meningkatkan kesehatan dengan berkurangnya beban tekanan yang harus dihadapi. 37. Masyarakat mulai memandang bahwa masa pensiun sebenarnya masa yang penuh kesempatan menarik 38. Kemungkinan untuk bersantai berkurang karena waktu cenderung tersita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga 39. Kepuasan perkawinan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi pensiun yang dialami 40. Akan lebih banyak waktu dan kesempatan kebersamaan bagi keluarga/pasangan 41. Pengalokasian ke rumah jompo, meninggalnya pasangan, penyakit serius serta adanya cacat tertentu biasanya menyebabkan perubahan gaya hidup yang drastis Pensiun dan Depresi Dua orang psikolog, yaitu Jungmeen E. Kim, PhD dan Phyllis Moen PhD dari Cornell University meneliti hubungan antara pensiun dengan depresi. Keduanya menemukan: 14. Wanita yang baru pensiun cenderung mengalami depresi lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sudah lama pensiun atau bahkan yang masih bekerja, terutama jika sang suami masih bekerja 15. Pria yang baru pensiun cenderung lebih banyak mengalami konflik perkawinan dibandingkan dengan yang belum pensiun 16. Pria yang baru pensiun namun istrinya masih bekerja cenderung mengalami konflik perkawinan lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang sama-sama baru pensiun namun istrinya tidak bekerja 17. Pria yang pensiun dan kembali bekerja dan mempunyai istri yang tidak bekerja, maka keduanya memiliki semangat lebih tinggi dibandingkan dengan pasangan yang keduanya sama-sama tidak bekerja
Kesimpulan penelitian yang diambil dari para sample mereka menunjukkan bahwa para pria yang sudah berusia setengah abad cenderung memiliki kepuasan hidup lebih tinggi jika istrinya menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga. Prediktor Penentu Terjadinya Masalah Pada Masa Pensiun 1.
Kepuasan kerja dan pekerjaan
Pekerjaan membawa kepuasan tersendiri karena disamping mendatangkan uang dan fasilitas, dapat juga memberikan nilai dan kebanggaan pada diri sendiri (karena berprestasi atau pun kebebasan menuangkan kreativitas). Namun ada catatan, orang yang mengalami problem saat pensiun biasanya justru mereka yang pada dasarnya sudah memiliki kondisi mental yang tidak stabil, konsep diri yang negatif dan rasa kurang percaya diri terutama berkaitan dengan kompetensi diri dan keuangan/penghasilan. Selain itu, masalah harga diri memang sering menjadi akar depresi semasa pensiun karena orang-orang dengan harga diri yang rendah semasa produktifnya cenderung akan jadi overachiever semata-mata untuk membuktikan dirinya sehingga mereka habis-habisan dalam bekerja sehingga mengabaikan sosialisasi dengan sesamanya pula. Pada saat pensiun, mereka merasa kehilangan harga diri dan ditambah kesepian karena tidak punya teman-teman. Pada orang dengan kondisi kejiwaan yang stabil, konsep diri positif, rasa percaya diri kuat serta didukung oleh keuangan yang cukup, maka orang tersebut akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan kondisi pensiun tersebut karena selama tahun-tahun ia bek er j a,i a“menabung”pengal aman,keahlian serta keuangan untuk menghadapi masa pensiun. 2.
Usia
Banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena asumsinya jika sudah tua, maka fisik akan makin lemah, makin banyak penyakit, cepat lupa, penampilan makin tidak menarik dan makin banyak hambatan lain yang membuat hidup makin terbatas. Pensiun sering diidentikkan dengan tanda seseorang memasuki masa tua. Banyak orang mempersepsi secara negatif dengan menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak berguna dan dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas makin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi perusahaan/organisasi tempat mereka bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi seseorang sehingga ia menjadi over sensitif dan subyektif terhadap stimulus yang ditangkap. Kondisi ini lah yang membuat orang jadi sakitsakitan saat pensiun tiba. Memang, masa tua harus dihadapi secara realistis karena tidak mau menghadapi kenyataan bahwa dirinya getting older dan harus pensiun juga membawa masalah serius seperti halnya post power-syndrome dan depresi. Salah satu cara mengatasi persepsi negatif terhadap masa tua adalah dengan mengatakan pada diri sendiri : “Ac ty ourage,butIdon’ twantt oac tol d”
3.
Kesehatan
Beberapa orang peneliti melakukan penelitian dan menemukan bahwa kesehatan mental dan fisik merupakan prekondisi yang mendukung keberhasilan seseorang beradaptasi terhadap perubahan hidup yang disebabkan oleh pensiun. Hal ini masih ditambah dengan persepsi orang tersebut terhadap penyakit atau kondisi fisiknya. Jika ia menganggap bahwa kondisi fisik atau penyakit yang dideritanya itu sebagai hambatan besar dan bersikap pesimistik terhadap hidup, maka ia akan mengalami masa pensiun dengan penuh kesukaran. Menurut hasil penelitian, pensiun tidak menyebabkan orang jadi cepat tua dan sakit-sakitan, karena justru berpotensi meningkatkan
kesehatan karena mereka semakin bisa mengatur waktu untuk berolah tubuh (lihat fakta seputar pensiun). 4.
Persepsi seseorang tentang bagaimana ia akan menyesuaikan diri dengan masa pensiunnya
Hal ini erat berkaitan dengan rencana persiapan yang dibuat jauh sebelum masa pensiun tiba. Menurut para ilmuwan, perencanaan yang dibuat sebelum pensiun (termasuk pola/gaya hidup yang dilakukan) akan memberikan kepuasan dan rasa percaya diri pada individu yang bersangkutan. Bagaimana pun juga, perencanaan untuk masa pensiun bukanlah sesuatu yang berlebihan karena banyak aspek kehidupan yang harus disiapkan, dan dipertahankan seperti keuangan (apa yang akan dilakukan untuk tetap bisa berpenghasilan ? apakah saya mau mencari kerja part time ?), kesehatan (bagaimana cara supaya bisa menjaga kesehatan), spiritualitas (bagaimana supaya saya mempunyai kehidupan rohani yang sehat dan tetap memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan) dan kehidupan sosial (apa kegiatan kebersamaan dengan teman-teman kelak, saya ingin aktif dalam kegiatan seperti apa, dsb). Namun, hal ini juga tidak terlepas dari persepsinya tentang hidup dan tentang dirinya sendiri. Orang yang kurang percaya pada potensi diri sendiri dan kurang mempunyai kompetensi sosial yang baik akan cenderung pesimistik dalam menghadapi masa pensiunnya karena merasa cemas dan ragu, akankah ia mampu menghadapi dan mengatasi perubahan hidup dan membangun kehidupan yang baru. 5.
Status sosial sebelum pensiun
Status sosial berpengaruh terhadap kemampuan seseorang menghadapi masa pensiunnya. Jika semasa kerja ia mempunyai status sosial tertentu sebagai hasil dari prestasi dan kerja keras (sehingga mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari masyarakat atau organisasi), maka ia cenderung lebih memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik (karena konsep diri yang positif dan social network yang baik). Namun jika status sosial itu didapat bukan murni dari hasil jerih payah prestasinya (misalnya lebih karena politis dan uang/harta) maka orang itu justru cenderung mengalami kesulitan saat menghadapi pensiun karena begitu pensiun, maka kebanggaan dirinya lenyap sejalan dengan hilangnya atribut dan fasilitas yang menempel pada dirinya selama ia masih bekerja. Kiat Memasuki Masa Pensiun 1.
2. 3.
4. 5.
6.
7.
Yang paling utama adalah bahwa Anda harus menghadapinya secara rileks. Ketegangan dan kecemasan tidak akan menjadikan segalanya lebih baik. Anda bisa bercermin dan belajar dari pengalaman keberhasilan dan kegagalan di masa lalu, untuk jadi bahan rencana masa depan. Banyak tersenyum dan tertawa akan membuat Anda punya banyak teman yang memberikan keceriaan dalam hidup Jangan terburu-buru dalam menjalani hidup...sebaliknya, nikmatilah setiap moment yang berlalu dalam hidup Anda agar Anda bisa mensyukuri dan merasakan kenikmatan hidup yang sesungguhnya. Buatlah rencana kegiatan setiap hari Lakukanlah kegiatan sosial yang menarik dan mulailah meniti karir di kehidupan pascapensiun disertai optimisme bahwa hidup Anda akan menjadi jauh lebih baik lagi dari sebelumnya Pensiun bukan berarti saat-saat di mana Anda harus mencari akal guna membunuh waktu, sebaliknya Anda harus berpikir bagaimana supaya Anda memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mendatangkan hal-hal terbaik dalam kehidupan Anda selanjutnya. Jangan suka berdiam diri atau membiarkan diri menganggur dan melamun karena hanya akan membangkitkan emosi dan pikiran negatif saja
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
17. 18. 19.
20.
Hilangkan kesepian dan libatkan diri pada orang-orang di dekat Anda Jagalah kondisi dan kesehatan tubuh Anda dengan cara rajin berolah raga dan diet yang baik agar Anda tidak jatuh sakit Kurangi dan hilangkan kebiasaan buruk seperti merokok, mengkonsumsi makanan berlemak tinggi, mengkonsumsi minuman beralkohol atau junk food Pergilah mengunjungi tempat-tempat menarik bersama pasangan atau pun temanteman/sahabat Anda Hubungi teman-teman Anda baik melalui surat, email atau pun telepon. Siapa tahu ada sesuatu yang baru dan menarik yang bisa didapatkan Pertahankan dan kembangkan hobi yang selama ini tidak sempat terlaksana atau ditekuni karena keterbatasan waktu Bacalah buku-buku yang membangkitkan motivasi Anda Lakukan olah raga atau kegiatan kebersamaan dengan teman-teman yang sifatnya santai Jika memungkinkan, ambil kursus singkat yang menarik dan menunjang hobi atau malah dapat membantu meningkatkan ketrampilan yang diperlukan untuk menekuni usaha baru Jangan lepaskan kebiasaan doa Anda dan luangkan waktu setiap hari beberapa kali untuk berbincang-bincang dan berdiskusi dengan Tuhan Jangan biarkan pesimisme menguasai pikiran dan perasaan Anda Coba perhatikan sekitar Anda dan lihatlah, siapa yang sedang membutuhkan perhatian Anda namun selama ini terluput karena kesibukkan Anda? Carilah pula, bagian mana dari hidup Anda yang perlu dibereskan? Meski keluarga Anda tidak pernah meminta bantuan Anda secara langsung bukan berarti Anda tidak dibutuhkan. Jadi, jadilah orang pertama yang berinisiatif untuk terlibat dalam kegiatan rumah tangga. Cobalah untuk memikirkan bisnis atau usaha baru, atau mulai memikirkan untuk menekuni pekerjaan baru yang lebih cocok dengan usia dan hobi Anda. Jika perlu, ajaklah anggota keluarga atau teman-teman terdekat Anda untuk terlibat di dalamnya.(jr)
Penyakit Organisasi Oleh Jacinta F. Rini Team e-psikologi Jakarta, 1 Maret 2002 Dalam dunia bisnis ada berbagai macam fenomena menarik. Ada pengusaha dan/atau perusahaan yang cenderung suka "bermimpi" dalam arti merumuskan tujuan perusahaan setinggi langit tanpa pernah tercapai. Sebaliknya, banyak pula yang terlalu menerima kenyataan, statis dan sangat khawatir terhadap adanya perubahan dan tidak pernah berani bermimpi! Sebenarnya fenomena ini sangat umum di Indonesia, bahkan mungkin mewakili sebagian besar wajah perusahaan Indonesia baik swasta, pemerintah atau pun BUMN. Itulah sebabnya mengapa lebih banyak kredit macet disebabkan oleh pengusaha-pengusaha besar dibandingkan pengusaha kecil. Itu sebabnya pula mengapa perekonomian Indonesia terpuruk dan tidak kunjung bangkit, padahal di negara Asia yang sama-sama terkena krisis ekonomi sudah berhasil melewati masa krisis tersebut bahkan tingkat pertumbuhan ekonominya sudah makin baik, contohnya Thailand dan Korea Selatan. Gejala Menurut William A. Cohen (1993), seorang profesor dari California State University-Los Angeles, sebuah perusahaan atau organisasi dapat di padankan dengan pribadi individu. Seperti hanya kepribadian individu yang dapat mengalami gangguan, demikian juga organisasi. Jika organisasi
itu terserang penyakit, maka orang-orang yang bekerja di dalamnya pasti akan terkena dampaknya secara langsung. Ada bermacam-macam gangguan mental yang dapat dialami oleh organisasi; dan tiap organisasi bisa mengalami gangguan yang berbeda. Beberapa gejala yang kelihatan di antaranya seperti ketiadaan struktur yang jelas dan pasti, tidak adanya suasana saling percaya, kebiasaan mudah memecat karyawan, kebiasaan suka menipu klien atau supplier, membohongi pelanggan dan suka ingkar janji, kelesuan yang dirasakan oleh hampir seluruh karyawan, banyaknya korupsi, membudayanya kolusi dan nepotisme, maraknya isu SARA di dalam organisasi, adanya perlakuan diskriminasi di antara karyawan, adanya kebiasaan menunda keputusan atau pekerjaan, sulitnya memperoleh komitmen atasan dan masih banyak gejala lainnya. Sebab dan Akibat Banyak sekali hal yang dapat menjadi sumber penyakit dalam kehidupan organisasi. Menurut Kernberg, seorang profesor sekaligus psikiater ternama yang sangat dipengaruhi oleh aliran psikoanalisa, suatu organisasi bisa saja mengalami kemunduran karena organisasi tersebut mempunyai "racun" di dalamnya. Racun itu bisa berbentuk gangguan kepribadian yang dialami oleh pimpinan dan kemudian menjalar ke karyawan, bisa juga kebudayaan organisasi itu yang patologis atau kesalaham sistem baik itu sistem pemerintahan ataupun sistem intra organisasi.
Penyandang Cacat dan Pekerjaan Oleh Johanes Papu Team e-psikologi Jakarta, 27 Agustus 2002 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) penyandang cacat Indonesia mendesak kepada semua perusahaan yang beroperasi di Indonesia untuk melaksanakan kewajiban kuota tenaga kerja penyandang cacat. Adapun kuota yang dimaksudkan adalah seperti yang tercantum dalam Surat
Edaran Menakertrans No. 01.KP.01.15/2002 tentang penempatan tenaga kerja penyandang cacat yang mengatakan bahwa setiap perusahaan yang memiliki jumlah karyawan 100 orang atau lebih, wajib mempekerjakan 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan atau kualifikasi pekerjaan atau kurang dari 100 orang jika perusahaan tersebut menggunakan teknologi tinggi. Demikian berita yang dikutip dari www.nakertrans.go.id tanggal 30 April 2002 yang lalu. Kenyataan di atas paling tidak menggambarkan bagaimana kondisi yang dialami oleh para penyandang cacat di Indonesia. Dalam gegap gempitanya kehidupan dunia bisnis seringkali para penyandang cacat tidak mendapatkan perhatian yang cukup bahkan cenderung terlupakan. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Penyandang Cacat yang mengatur kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat untuk memperoleh pekerjaan, namun pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Dari sekitar 20 juta penyandang cacat yang ada di Indonesia, 80% tidak memiliki pekerjaan (dalam www.nakertrans.go.id). Dengan kondisi demikian artinya para penyandang tersebut terpaksa harus menggantungkan hidupnya dari bantuan keluarga atau pun institusi tertentu, yang secara tidak langsung juga akan mempengaruhi produktivitas kerja secara nasional. Mengapa begitu sulit bagi para penyandang cacat untuk bersaing dalam bursa tenaga kerja sekalipun sudah ada kuota yang tersedia? Jika memang harus bersaing dengan para pekerja biasa (tidak cacat) hal-hal apa saja yang harus dilakukan oleh para penyandang cacat untuk dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki kualifikasi yang tepat untuk pekerjaan yang diinginkan? Dalam artikel ini penulis mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam artikel ini maka yang dimaksud penyandang cacat adalah semua individu yang mengalami cacat fisik maupun mental namun memiliki pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh suatu jabatan/pekerjaan serta dapat menjalin hubungan sosial dengan orang lain di sekitarnya secara efektif. Undang-Undang Di setiap negara, baik negara maju maupun negara miskin, selalu ada individu yang memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu yang dalam istilah umum sehari-hari disebut sebagai penyandang cacat. Demi menjaga hak-hak dan kewajiban para penyandang cacat maka pemerintah di setiap negara melindungi para penyandang cacat tersebut dengan perangkat hukum berupa peraturan pemerintah maupun undang-undang. Perangkat hukum di Indonesia yang mengatur tentang kesempatan kerja bagi penyandang cacat sebenarnya sudah cukup memadai. Hal ini terbukti dengan adanya UU RI No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang dalam beberapa pasal juga mengatur tentang kesamaan dan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 13 &14) lengkap dengan sanksi pidana dan administratif (Pasal 28 & 29). Surat Edaran Menakertrans No. 01.KP.01.15/2002 yang berisi tentang kuota pekerja penyandang cacat juga merupakan langkah nyata usaha pemerintah untuk melindungi para penyandang cacat. Menyikapi hal tersebut, tak dapat dipungkiri memang ada beberapa perusahaan atau lembaga yang memberikan tanggapan positif dengan segera melaksanakan aturan tersebut, namun sebagian lagi nampaknya tetap "cuek". Apalagi di tengah-tengah meningkatnya jumlah pengangguran akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sekarang ini, maka semakin sempit pula ruang bagi para pekerja penyandang cacat untuk mendapatkan pekerjaan. Sikap Mengapa banyak penyandang cacat yang gagal memperoleh pekerjaan meski sudah diatur sedemikian rupa dalam perangkat perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Jawabannya tidak lain adalah bermula dari sikap si penyedia pekerjaan atau perusahaan/organisasi. Tak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia usaha/kerja sikaplah yang mendasari berbagai perilaku kerja. Dalam kenyataan, sekarang ini masih banyak orang yang menganggap atau memberi stigma bahwa para penyandang cacat tidak memiliki kualifikasi yang cukup untuk memegang suatu jabatan, lebih banyak merepotkan dan menambah pengeluaran perusahaan (karena harus menyediakan akomodasi atau fasilitas khusus) jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak cacat. Hal-hal inilah yang seringkali membuat para pelamar yang kebetulan penyandang cacat gagal diterima bekerja bahkan sebelum mereka sempat menunjukkan kualifikasinya (cth: lamaran tidak ditanggapi, tidak dipanggil untuk test
atau wawancara padahal sudah memenuhi ketentuan persyaratan jabatan). Mereka kalah bersaing dengan rekan yang tidak cacat meskipun secara akademis sang penyandang cacat ternyata lebih unggul dari rekan tersebut. Beberapa pandangan atau sikap yang ada dalam perusahaan atau si pemberi pekerjaan terhadap penyandang cacat mungkin ada yang benar namun sebagian besar mungkin hanya didasarkan pada mitos atau stigma yang cenderung memojokkan para penyandang cacat. Untuk itu kita perlu membandingkan antara mitos dengan fakta, sebagai berikut: Mitos & Fakta tentang Pekerja Penyandang Cacat MITOS FAKTA Pekerja penyandang cacat lebih sering absen dibandingkan dengan pekerja tidak cacat sehingga bisa mempengaruhi iklim kerja dalam perusahaan Hasil study yang dilakukan di DuPont Corporation menunjukkan bahwa tingkat kehadiran para pekerja penyandang cacat rata-rata 85% atau lebih. Survey lainnya yang dilakukan di perusahaan telepon dan telegraph dengan jumlah karyawan sekitar 2.000 pekerja menunjukkan bahwa para pekerja penyandang cacat lebih kecil tingkat absensinya dibandingkan rekan mereka yang tidak cacat (monster.com). Artinya adalah bahwa para pekerja penyandang cacat tidaklah lebih sering absen dibandingkan pekerja tidak cacat. Para pekerja penyandang cacat membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan. Untuk melatih mereka dibutuhkan waktu lama dan biaya yang tinggi. Setiap pekerja, baik penyandang cacat maupun tidak, akan membutuhkan waktu yang berbeda satu sama lain dalam menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan tanggungjawab baru. Penyandang cacat (asalkan direkrut dengan cara yang benar) tidak membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan pekerja tidak cacat untuk mempelajari suatu tugas tertentu. Mempekerjakan penyandang cacat berarti harus menyediakan fasilitas khusus agar dapat membuat mereka mampu bekerja optimal. Tidak harus. Para penyandang cacat biasanya mampu menyediakan fasilitas, seperti transportasi atau akomodasi lainnya untuk diri mereka sendiri. Pekerja penyandang cacat sulit disupervisi Kemampuan supervisi sangatlah tergantung pada kemampuan sang supervisor sendiri. Supervisor yang mampu mensupervisi para pekerja tidak cacat akan mampu juga mensupervisi para pekerja penyandang cacat. Kinerja pekerja penyandang cacat tidak sebaik pekerja tidak cacat Hasil penelitian di DuPont Corporation menunjukkan bahwa hampir 90% pekerja penyandang cacat mendapatkan predikat "good" atau "excellenct" dalam evaluasi kinerja dari para manajer mereka. Para manajer juga merasa bahwa pekerja penyandang cacat melakukan pekerjaan mereka sama baiknya dengan para pekerja tidak cacat. Merekrut penyandang cacat berarti memperbesar biaya medical insurance Setiap perusahaan tentu memiliki standard tersendiri untuk medical insurance. Medical insurance seharusnya tidak didasarkan pada apakah pekerja merupakan penyandang cacat atau bukan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan hal tersebut seharusnya adalah apakah lingkungan kerja penuh dengan risiko kecelakaan atau hal-hal yang dapat membahayakan jiwa. Selain itu, penyandang cacat tidaklah selalu indentik dengan kunjungan ke dokter dan rumah sakit. Oleh sebab itu tidaklah beralasan jika perusahaan menetapkan standard penentuan medical insurance yang berbeda antara pekerja tidak cacat dengan rekan mereka para pekerja penyandang cacat. Sangatlah sulit menetapkan rentangan gaji yang "fair" untuk pekerja penyandang cacat Penetapan gaji atau pun kompensasi yang diterima pekerja adalah didasarkan pada kinerja dan produktivitas pekerja tersebut. Hal inipun harus diberlakukan sama bagi pekerja penyandang cacat. Tidak ada yang bisa dilakukan jika ternyata pekerja penyandang cacat yang direkrut tidak dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan. Dengan kata lain perusahaan tidak bisa memecat pekerja penyandang cacat yang tidak produktif Pada dasarnya setiap orang, baik cacat maupun normal, ingin dihargai atas hasil karya yang diberikannya. Tidak ada yang ingin terus-menerus hidup menjadi "benalu" bagi perusahaan. Para pekerja penyandang cacat tentu tidak ingin memperoleh pekerjaan hanya semata-mata karena rasa belas kasihan dari si pemberi pekerjaan tersebut (perusahaan). Oleh sebab itu perusahaan tidak harus membuat kemudahan atau pun dispensasi khusus bagi mereka. Mereka harus memenuhi kriteria jabatan yang dibutuhkan dan mau menjalankan disiplin yang ditetapkan perusahaan sama seperti pekerja lain yang tidak cacat. Jika memang mereka tidak dapat menjalankan tugas/pekerjaan sebagaimana mestinya atau melanggar disiplin maka
mereka juga harus diberikan bimbingan, pelatihanan atau teguran dan hukuman, bahkan jika perlu mereka bisa saja di PHK sama seperti semua pekerja lain yang ada dalam perusahaan. Makna Suatu Pekerjaan Diantara para pembaca mungkin ada yang bertanya-tanya; mengapa masalah pekerjaan begitu penting bagi para penyandang cacat? Bukankah sudah menjadi kewajiban dari anggota keluarga untuk menanggung semua biaya dan kebutuhan mereka? Pertanyaan seperti itu sangatlah beralasan mengingat bahwa tidak sedikit dari para penyandang cacat juga berasal dari keluarga yang berkecukupan secara finansial sehingga si penyandang cacat hidup cukup terjamin. Kebutuhan Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka kita harus melihat bahwa kebutuhan individu (baik yang cacat maupun tidak cacat) tidak hanya bersifat fisik, namun lebih jauh dari itu. Abraham Maslow, seorang pakar aliran Humanisme, membagi kebutuhan manusia menjadi 5 bagian yang menurutnya merupakan suatu hirarki dari yang paling rendah (kebutuhan fisiologis dasar) sampai ke paling tinggi (kebutuhan aktualisasi diri). Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow Kebutuhan untuk aktualisasi diri Kebutuhan untuk dihargai Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi Kebutuhan akan rasa aman dan tentram Kebutuhan fisiologis dasar Hirarki kebutuhan tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: Kebutuhan fisiologis dasar: mencakup makanan, pakaian, perumahan dan fasilitasfasilitas dasar lainnya yang berguna untuk kelangsungan hidup individu Kebutuhan akan rasa aman: mencakup lingkungan yang bebas dari segala bentuk ancaman, pekerjaan yang jelas, keamanan atas alat atau instrumen yang dipergunakan dalam beraktivitas. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi: mencakup interaksi dengan anggota keluarga atau teman, kebebasan melakukan aktivitas sosial, kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain Kebutuhan untuk dihargai: mencakup pemberian penghargaan atau reward atas prestasi yang dicapai, mengakui hasil karya individu, mendaptkan status sosial dalam masyarakat Kebutuhan aktualisasi diri: mencakup kesempatan dan kebebasan untuk merealisasikan cita-cita atau harapan individu, kebebasan untuk mengembangkan bakat atau talenta yang dimiliki. Dari hirarki kebutuhan tersebut dapat terlihat bahwa prioritas pemenuhan kebutuhan sangat ditentukan oleh tingkatan kebutuhan yang ada. Artinya individu yang sudah terpenuhi kebutuhan fisiologis dasar secara otomatis akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi dan begitu seterusnya. Pekerjaan Seiring dengan adanya berbagai kebutuhan individu, maka alasan individu untuk bekerja pun menjadi beragam mengikuti kebutuhan tersebut sehingga pekerjaan memiliki makna tertentu bagi individu. Makna suatu pekerjaan bukan lagi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dasar tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi
tingkatannya. Jika dilihat dari sudut pandang psikologi, maka suatu pekerjaan memiliki beberapa makna sebagai berikut: 1. Instrumen (instrumental) Dalam memahami bahwa bekerja adalah suatu alat atau instrumen, maka dapat kita bagi menjadi dua bagian yaitu sebagai alat untuk mendapatkan penghasilan dan sebagai alat untuk melakukan aktivitas. Bahwa bekerja merupakan alat untuk memperoleh penghasilan mungkin tidak perlu saya jelaskan lagi karena hal tersebut sudah merupakan hal yang umum dan sangat terkait dengan kebutuhan fisiologis dasar. Dalam hal bekerja merupakan instrumen untuk beraktivitas, sangatlah jelas bagi kita bahwa dengan bekerja seseorang akan memiliki serangkaian aktivitas yang pasti dan jelas. Dengan bekerja maka semua kegiatan seolah-olah menjadi terprogram. Contoh: orang yang memiliki pekerjaan pasti akan bangun tidur pada jam tertentu, mandi dan sarapan dalam waktu tertentu, lalu berangkat kerja pada jam tertentu, bekerja dengan rentang waktu yang sudah jelas, dan kemudian pulang ke rumahnya pada jam tertentu pula. Semua waktu terlihat diisi dengan optimal dan bermanfaat, sehingga hampir tidak ada ruang untuk meratapi kemalangan hidup atau hal-hal negatif dalam diri individu. Semua itu membuat individu yang bekerja menjadi berbeda dengan individu yang tidak memiliki pekerjaan. Dalam beberapa kasus aktivitas-aktivitas kerja sangat dinikmati dan terasa begitu penting oleh si pekerja sehingga ia rela bekerja (melakukan aktivitas kerja) mesti tidak mendapatkan gaji (bayaran). Dalam hal ini aktivitas tersebutlah yang dianggap sebagai bayaran. 2. Kesenangan (enjoyment) Sejalan dengan aktivitas yang dilakukan sebagai konsekuensi logis dari bekerja, maka tidak jarang individu menemukan berbagai kesenangan dalam bekerja. Pada pekerjaan yang benarbenar sesuai dengan minat dan bakat serta cita-citanya maka aktivitas kerja merupakan hiburan dan pendorong semangat hidup. Dengan kesenangan yang dimilikinya tersebut maka individu akan dapat berfungsi secara optimal sehingga bermanfaat bagi perkembangan jiwanya dan juga memudahkannya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. 3. Pemenuhan diri (self-fulfillment) Setiap orang ingin mengaplikasikan semua talenta yang dimiliki. Dengan bekerja maka individu memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan semua kemampuan yang dimilikinya atau dengan kata lain bekerja memungkinkan seseorang untuk dapat mengaktualisasikan dirinya. Dengan bekerja individu akan terus-menerus meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan diri untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Lewat pekerjaan ia menghasilkan suatu karya cipta dan akan memperoleh pengakuan atau hasil karya tersebut. Dengan demikian maka ia akan semakin memiliki konsep diri yang positif dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. 4. Institusi Sosial (social institution) Tak dapat dipungkiri bahwa pekerjaan menciptakan suatu institusi sosial. Dengan bekerja mau tidak mau individu terikat dalam suatu institusi sosial yang memiliki aturan main tersendiri yang seringkali berbeda antara institusi yang satu dengan yang lain. Dengan bekerja maka relasi sosial akan terbuka lebar dan akan terjalin hubungan interpersonal. Hubungan tersebut memungkinkan individu untuk bisa berbagi pengalamanan, tukar-menukar informasi, bertanya, bahkan memperoleh bimbingan dari orang lain, sehingga memperluas wawasan individu tersebut. Dalam interaksi sosial dalam dunia kerja, sang individu mungkin akan menemukan teman akrab bahkan mungkin juga teman hidup. Selain itu dengan bekerja individu memiliki status sosial yang jelas dan diakui oleh masyarakat, sehingga ia merasa diterima dan menjadi bagian masyarakat. Dengan melihat makna suatu pekerjaan bagi individu dan mengingat asas kesamaan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak, maka kita semua tentu dapat lebih memahami jika Lembaga Bantuan Hukum (LBH) penyandang cacat Indonesia mendesak kepada semua perusahaan yang beroperasi di Indonesia untuk melaksanakan kewajiban kuota tenaga kerja penyandang cacat seperti disebutkan di atas. Pentingnya suatu pekerjaan bagi individu juga tidak memandang apakah seorang penyandang cacat berasal dari keluarga yang mampu atau keluarga tidak mampu, mengingat bahwa bekerja justru memiliki makna yang jauh lebih mendalam dari sekedar masalah finansial. Kesiapan dan Kemampuan
Untuk dapat bersaing dengan para pekerja tidak cacat maka para penyandang cacat tentu harus mempersiapkan segala hal untuk dapat menampilkan potensi yang dimilikinya. Hal tersebut harus dilakukan mengingat bahwa keberhasilan seseorang dalam mendapatkan pekerjaan akan sangat ditentukan oleh kemampuan yang bersangkutan dalam meyakinkan si pemberi pekerjaan (perusahaan) bahwa dialah yang terbaik untuk mengisi jabatan yang tersedia. Hal inipun berlaku untuk semua pencari kerja, termasuk penyandang cacat. Oleh sebab itu penyandang cacat yang mau bekerja harus mempersiapkan hal-hal sebagai berikut: Tingkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan anda melalui pelatihanpelatihan atau pun kursus-kursus yang sesuai. Aktif mencari lowongan pekerjaan yang sesuai. Gunakan berbagai jalur dan teknik mencari pekerjaan, misalnya lewat institusi penyandang cacat, relasi, media massa, dll. Cari tahu dan kenali perusahaan-perusahaan yang berpotensi mempekerjakan para penyandang cacat. Manfaatkan teknologi secara maksimal untuk membantu anda. Satu hal yang sangat membantu saat ini adalah adanya komputer. Dengan keahlian menggunakan komputer maka akan terbuka banyak peluang bagi penyandang cacat untuk bersaing bahkan bisa menjadi lebih ahli dibandingkan orang yang tidak cacat. Jika dipanggil wawancara kerja maka buatlah wawancara tersebut menjadi mudah bagi interviewer (perusahaan) dengan memberitahukan hal-hal apa saja yang harus mereka siapkan untuk anda. Berpakaianlah secara pantas sesuai dengan jabatan atau pekerjaan yang dilamar. Bawalah surat lamaran beserta resume dan bahkan contoh hasil karya yang telah anda buat (jika ada) pada saat wawancara. Antisipasi sikap-sikap negatif terhadap anda. Seperti yang telah disebutkan di atas, maka tidak dapat diingkari bahwa masih ada orang yang memiliki prasangka buruk atau menganggap remeh para penyandang cacat. Menghadapi hal tersebut maka anda harus mempersiapkan mental secara baik sehingga tidak terpancing atau menjadi emosional menanggapi hal tersebut. Fokuskan diri anda hanya pada hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Dengan cara ini perusahaan akan lebih dapat mengenali potensi anda. Atasi pertanyaan-pertanyaan yang "memojokkan" secara elegan. Dalam wawancara kerja tidak tertutup kemungkinan bahwa si interviewer akan bertanya sampai ke halhal yang bersifat pribadi. Contoh: berapa kali dalam sebulan anda harus ke dokter? (maksudnya: mungkin jika sering ke dokter maka jika itu menjadi tanggungan perusahaan tentu akan berat selain itu pekerja pasti akan sering absen). Jika pertanyaan semacam ini diajukan pada anda yang kebetulan penyandang cacat maka pahami terlebih dahulu maksud pertanyaan tersebut dan kemudian jawablah pertanyaan tersebut sejujurnya dan tambahkan dengan kata-kata: "Pak/Bu, saya menjamin bahwa tidak ada hal-hal dalam kehidupan pribadi saya yang akan dapat mengganggu saya dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan perusahaan". Mengingat bahwa para penyandang cacat tidak dapat mempersiapkan diri sendiri tanpa dukungan dari pemerintah dan perusahaan/institusi penyedia lapangan kerja maka sangat perlu kiranya kedua pihak tersebut memberikan dukungan yang maksimal. Bagi pemerintah dukungan untuk memberdayakan para penyandang cacat melalui pelatihan-pelatihan atau pun kursuskursus amat sangat dibutuhkan. Oleh karena itu pemerintah diharapkan menyediakan dana dan sarana yang memadai. Bagi perusahaan, melalui artikel ini penulis ingin mengetuk hati para pembuat keputusan atau pemegang kebijakan di perusahaan untuk bisa memberikan kesempatan kepada para penyandang untuk dapat bekerja sesuai dengan kualifikasi yang ada. Jangan merekrut pekerja penyandang cacat berdasarkan rasa belas kasihan dan tanpa prosedur yang semestinya, tetapi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur rekrutmen dan seleksi yang semestinya sehingga hak-hak dan kewajiban antara perusahaan dan pekerja (penyandang cacat) menjadi terjamin. Selain itu bagi perusahaan yang terpaksa harus menerima kenyataan bahwa ada pekerjanya yang mengalami kecelakaan kerja dan berakhir dengan cacat, maka perlakukan mereka dengan
sepantasnya sesuai dengan jasa dan pengabdian yang telah mereka berikan. Dalam kasus seperti ini hendaknya perusahaan tidak serta merta melakukan PHK dan menggantikan kedudukan pekerja tersebut dengan orang lain yang tidak cacat. Selamat membaca dan semoga berguna. (jp)
Penyesuaian Diri Remaja Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 4 September 2002
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan. Pengertian Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002). Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya. Aspek-aspek Penyesuaian Diri Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut : 1. Penyesuaian Pribadi Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak
obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri. 2. Penyesuaian Sosial Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu. Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok. Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat. Pembentukan Penyesuaian Diri Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Lingkungan Keluarga Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti. Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres. Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman. Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut. Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut. Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya. b. Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawankawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongandorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya. Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya. c. Lingkungan Sekolah Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilainilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu. Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi. (jp)
Peran Psikologi dalam Perusahaan Oleh Johanes Papu Team e-psikologi Jakarta, 1 Maret 2002
Dalam perjalanannya sebagai sebuah ilmu, Psikologi telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan organisasi atau perusahaan. Teori, hasil penelitian dan teknik-teknik atau metode tentang perilaku organisasi telah banyak diaplikasikan oleh perusahaan dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas. Para lulusan Psikologi yang berkarir dalam dunia bisnis juga telah banyak menunjukkan peranan penting mereka dalam pengembangan sumber daya manusia di perusahaan-perusahaan tempat mereka bekerja. Permasalahannya adalah masih banyak orang yang belum dapat melihat peran
tersebut karena memang cenderung "implisit" artinya seringkali tidak langsung dapat dilihat secara finansial. Psikologi Industri dan Organisasi Psikologi dalam pengertian umum adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah-laku manusia. Bagi orang awam seringkali Psikologi disebut dengan ilmu jiwa karena berhubungan dengan hal-hal psikologis/kejiwaan. Sama seperti ilmu-ilmu yang lain, maka Psikologi memiliki beberapa sub bidang seperti Psikologi Pendidikan, Psikologi Klinis, Psikologi Sosial, Psikologi Perkembangan, Psikologi Lintas Budaya, Psikologi Industri & Organisasi, Psikologi Lingkungan, Psikologi Olahraga, dan Psikologi Anak & Remaja. Dari beberapa sub bidang tersebut Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) merupakan bidang khusus yang memfokuskan perhatian pada penerapan-penerapan ilmu Psikologi bagi masalah-masalah individu dalam perusahaan yang secara khusus menyangkut penggunaan sumber daya manusia dan perilaku organisasi. Bagaimana Psikologi Berperan Secara umum berbagai teori, metode dan pendekatan Psikologi dapat dimanfaatkan di berbagai bidang dalam perusahaan. Salah satu hasil riset yang dilakukan terhadap para manager HRD menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden menyebutkan Psikologi Industri dan Organisasi memberikan peran penting pada area-area seperti pengembangan manajemen SDM (rekrutmen, seleksi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan), motivasi kerja, moral dan kepuasan kerja. 30% lagi memandang hubungan industrial sebagai area kontribusi dan yang lainnya menyebutkan peran penting PIO pada disain struktur organisasi dan desain pekerjaan. Hasil riset tersebut di atas mungkin hanya menggambarkan sebagian besar area dimana Psikologi dapat berperan. Satu hal yang belum disebutkan di atas misalnya peran para psikolog dalam menangani individu-individu yang mengalami masalah-masalah psikologis melalui employees assistant program (EAP) atau pun klinik-klinik yang dimiliki oleh perusahaan. Penanganan individu yang mengalami masalah psikologis sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas dan kinerja perusahaan. Hal tersebut sangatlah wajar mengingat bahwa perusahaan digerakan oleh individu-individu yang saling berinteraksi di dalamnya. Dalam kenyataan sehari-hari banyak faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Faktor-faktor tersebut seringkali tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan-pendekatan lain di luar psikologi. Contoh: dalam suatu team yang terdiri dari para pakar yang sangat genius seringkali justru tidak menghasilkan performance yang baik dibandingkan dengan sebuah team yang terdiri dari orang-orang yang berkategori biasa-biasa saja. Bagaimana Psikologi berperan dalam perusahaan, menurut John Miner dalam bukunya Industrial-Organizational Psychology (1992), dapat dirumuskan dalam 4 bagian:
Terlibat dalam proses input : melakukan rekrutmen, seleksi, dan penempatan karyawan. Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada produktivitas: melakukan pelatihan dan pengembangan, menciptakan manajemen keamanan kerja dan teknik-teknik pengawasan kinerja, meningkatkan motivasi dan moral kerja karyawan, menentukan sikapsikap kerja yang baik dan mendorong munculnya kreativitas karyawan.. Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada pemeliharaan: melakukan hubungan industrial (pengusaha-buruhpemerintah), memastikan komunikasi internal perusahaan berlangsung dengan baik, ikut terlibat secara aktif dalam penentuan gaji pegawai dan bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkannya, pelayanan berupa bimbingan, konseling dan therapi bagi karyawan-karyawan yang mengalami masalah-masalah psikologis Terlibat dalam proses output: melakukan penilaian kinerja, mengukur produktivitas perusahaan, mengevaluasi jabatan dan kinerja karyawan. Dengan melihat peran tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa Psikologi berperan dalam semua aspek-aspek individual yang berhubungan dengan pekerjaan dan organisasi. Peran tersebut diatas juga sekaligus menepis anggapan yang mengatakan bahwa para Psikolog yang direkrut oleh perusahaan tidak lebih dari "tukang test dan Interviewer". Meskipun dalam kenyataannya masih sering ditemui bahwa para Psikolog yang ditempatkan di HRD atau Personalia hanya dapat menjalankan fungsinya sebagai recruiter atau petugas yang membayar gaji pegawai semata. Bagaimana para Psikolog memaksimalkan perannya dalam perusahaan merupakan tantangan bagi para profesional di bidang Psikologi untuk bersaing dengan para lulusan dari bidang-bidang ilmu lain seperti Ekonomi, Hukum, dll. (jp) ____________________________
Perilaku Berjudi Oleh Johanes Papu Team e-psikologi
Jakarta, 28 Juni 2002 Perjudian, sama halnya dengan pelacuran, telah ada dimuka bumi sama dengan peradaban manusia (lihat: Sejarah & Jenis Perjudian). Dalam cerita Mahabarata dapat diketahui bahwa Pandawa menjadi kehilangan kerajaan dan dibuang ke hutan selama 13 tahun karena kalah dalam permainan judi melawan Kurawa. Di dunia barat perilaku berjudi sudah dikenal sejak jaman Yunani kuno. Keanekaragaman permainan judi dan tekniknya yang sangat mudah membuat perjudian dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sama seperti bangsa-bangsa lain di dunia, perilaku berjudi juga merebak dalam masyarakat Indonesia. Namun karena hukum yang berlaku di Indonesia tidak mengijinkan adanya perjudian, maka kegiatan tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Perjudian dalam masyarakat Indonesia dapat dijumpai di berbagai lapisan masyarakat. Bentuk-bentuk perjudian pun beraneka ragam, dari yang tradisional seperti
perjudian dadu, sambung ayam, permainan ketangkasan, tebak lagu sampai pada penggunaan teknologi canggih seperti judi melalui telepon genggam atau internet. Bahkan kegiatan-kegiatan olahraga seperti Piala Dunia 2002 (Worldcup 2002) yang baru saja berlangsung tidak ketinggalan dijadikan sebagai lahan untuk melakukan perjudian. Perjudian online di internet pun sudah sangat banyak dikunjungi para penjudi, meskipun tidak diperoleh data apakah pengguna internet Indonesia sering ngebrowse ke situs-situs tersebut. Webstakes.com dan Aceshigh.com merupakan dua nama situs judi online yang telah dikunjungi oleh jutaan pengunjung, sebagai mana dilansir oleh majalah info komputer (dalam Glorianet.org). Dari sekian banyak jumlah pengunjung yang masuk bukan tidak mungkin bahwa pengunjungnya adalah orang Indonesia. Niat pemerintah propinsi DKI Jakarta untuk melokalisasikan perjudian ke sebuah tempat di Kepulauan Seribu beberapa waktu yang lalu, mendapatkan berbagai tanggapan baik pro maupun kontra. Sebagian menyambut baik usulan tersebut dengan alasan agar dapat memonitor kegiatan perjudian seperti yang juga dilakukan oleh negara tetangga seperti Malaysia atau ingin mengulang kembali apa yang pernah dilakukan oleh Gubernur DKI tahun 1967 dengan melokalisasi perjudian liar ke tempat-tempat tertentu. Sebagian lagi menentang dengan keras usulan tersebut karena dengan lokalisasi tersebut pemerintah dianggap mendukung perilaku berjudi, padahal hal tersebut jelas-jelas dilarang oleh undang-undang. Terlepas dari berbagai pendapat yang pro maupun kontra terhadap perjudian, perilaku berjudi menjadi bahan menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat perilaku tersebut sebenarnya amat sulit diberantas. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut ditinjau dari sudut pandang psikologi dan apakah suatu perilaku berjudi dapat dianggap sebagai perilaku yang menyimpang (pathologis). Perjudian di satu pihak sangat terkait dengan kehidupan dunia bawah kita (underworld), tapi di pihak lain dilegalisasi (legitimated world), dan seakan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia rekreasi dan hiburan. Keberanian mengambil risiko dan ketangguhan menghadapi ketidakpastian dalam dunia perjudian dan bisnis merupakan dua elemen yang nuansanya sama, kendati dalam konteks yang amat berbeda. Oleh sebab itu, dalam komunitas masyarakat tertentu perjudian tidak dianggap sebagai perilaku menyimpang yang dapat menimbulkan masalah moral dalam komunitas. Berbeda dengan pendapat tersebut, DSM-IV yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Assocation (APA) justru mengatakan bahwa perilaku berjudi dapat dianggap sebagai gangguan kejiwaaan yang termasuk dalam Impulse Control Disorders, jika perilaku berjudi tersebut sudah tergolong kompulsif. Hal ini didasarkan atas kriteria perilaku yang cenderung dilakukan secara berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, sudah mendarah daging dan sulit untuk ditinggalkan. Definisi Perjudian Setiap perilaku manusia pada dasarnya melibatkan pilihan-pilihan untuk merespon ataukah membiarkan suatu situasi berlalu begitu saja. Pada umumnya setiap pilihan yang diambil akan membawa kepada suatu hasil yang hampir pasti atau dapat diramalkan. Namun demikian ada kalanya pilihan tersebut jatuh pada sesuatu yang tidak dapat diramalkan hasilnya. Jika pilihan yang diambil jatuh pada hal yang demikian maka dapat dikatakan bahwa kita telah memberikan peluang untuk kehilangan sesuatu yang be r ha r g a .De n g a nk a t al a i nk i t at e l a ht e r l i ba td a l a ms ua t u“ pe r j u di a n”(gambling). Perjudian (gambling) dalam kamus Webster didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang melibatkan elemen risiko. Dan risiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Sementara Robert Carson & James Butcher (1992) dalam buku Abnormal Psychology and Modern Life, mendefinisikan perjudian sebagai memasang taruhan atas suatu permainan atau kejadian tertentu dengan harapan memperoleh suatu hasil atau keuntungan yang besar. Apa yang dipertaruhkan dapat saja berupa uang, barang berharga, makanan, dan lain-lain yang dianggap memiliki nilai tinggi dalam suatu komunitas. Definisi serupa dikemukakan oleh Stephen Lea, dkk dalam buku The Individual in the Economy, A Textbook of Economic Psychology (1987). Menurut mereka perjudian tidak lain dan tidak bukan adalah suatu kondisi dimana terdapat potensi kehilangan sesuatu yang berharga atau segala hal yang mengandung risiko. Namun demikian, perbuatan mengambil risiko dalam perilaku berjudi, perlu dibedakan pengertiannya dari perbuatan lain yang juga mengandung risiko. Ketiga unsur dibawah ini mungkin dapat menjadi faktor yang membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang juga mengandung risiko: 42. Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dari yang kalah.
43. Risiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian dimasa mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan/keberuntungan. 44. Risiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan; kekalahan/kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam permainan judi. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perjudian adalah perilaku yang melibatkan adanya risiko kehilangan sesuatu yang berharga dan melibatkan interaksi sosial serta adanya unsur kebebasan untuk memilih apakah akan mengambil risiko kehilangan tersebut atau tidak. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Berjudi Bahwa perilaku berjudi memiliki banyak efek samping yang merugikan bagi si penjudi maupun keluarganya mungkin sudah sangat banyak disadari oleh para penjudi. Anehnya tetap saja mereka menjadi sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi jika sudah terlanjur mencobanya. Dari berbagai hasil penelitian lintas budaya yang telah dilakukan para ahli diperoleh 5 (lima) faktor yang amat berpengaruh dalam memberikan kontribusi pada perilaku berjudi. Kelima faktor tersebut adalah: Faktor Sosial & Ekonomi Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian seringkali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidaklah mengherankan jika pada masa undian SDSB di Indonesia zaman orde baru yang lalu, peminatnya justru lebih banyak dari kalangan masyarakat ekonomi rendah seperti tukang becak, buruh, atau pedagang kaki lima. Dengan modal yang sangat kecil mereka berharap mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya atau menjadi kaya dalam sekejab tanpa usaha yang besar. Selain itu kondisi sosial masyarakat yang menerima perilaku berjudi juga berperan besar terhadap tumbuhnya perilaku tersebut dalam komunitas. Faktor Situasional Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian dan metodemetode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian. Tekanan kelompok membuat sang calon penjudi merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian dengan selalu mengekspose para penjudi yang berhasil menang memberikan kesan kepada calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang biasa, mudah dan dapat terjadi pada siapa saja (padahal kenyataannya kemungkinan menang sangatlah kecil). Peran media massa seperti televisi dan film yang menonjolkan keahlian para penjudi yang "seolah-olah" dapat mengubah setiap peluang menjadi kemenangan atau mengagung-agungkan sosok sang penjudi, telah ikut pula mendorong individu untuk mencoba permainan judi. Faktor Belajar Sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi. Inilah yang dalam teori belajar disebut sebagai Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa perilaku tertentu akan cenderung diperkuat/diulangi bilamana diikuti oleh pemberian hadiah/sesuatu yang menyenangkan. Faktor Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian
yang tidak menentu dan sangat subyektif. Dalam benak mereka selalu tertanam pikiran: "kalau sekarang belum menang pasti di kesempatan berikutnya akan menang, begitu seterusnya". Faktor Persepsi terhadap Ketrampilan Penjudi yang merasa dirinya sangat trampil dalam salah satu atau beberapa jenis permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan dalam permainan judi adalah karena ketrampilan yang dimilikinya. Mereka menilai ketrampilan yang dimiliki akan membuat mereka mampu mengendalikan berbagai situasi untuk mencapai kemenangan (illusion of control). Mereka seringkali tidak dapat membedakan mana kemenangan yang diperoleh karena ketrampilan dan mana yang hanya kebetulan semata. Bagi mereka kekalahan dalam perjudian tidak pernah di hi t ungs e ba g a ik e k a l a ha nt e t a p id i a ng g a ps e ba g a i“ ha mpi rme na ng ” ,s e h i ng g ame r e k aterus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan. Apakah Perilaku Berjudi termasuk Perilaku Pathologis? Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk dalam perilaku yang patologis, maka perlu dipahami terlebih dahulu kadar atau tingkatan penjudi tersebut. Hal ini penting mengingat bahwa perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki kesamaan dengan pola perilaku adiksi. Pada dasarnya ada tiga tingkatan atau tipe penjudi, yaitu: Social Gambler Penjudi tingkat pertamaadal ahpar apenj udiy angmas ukdal am kat egor i“nor mal ”at au seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut membeli lottery (kupon undian), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam pertandingan bola, permainan kartu atau yang lainnya. Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki efek yang negatif terhadap diri maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya masih dapat mengontrol dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi mereka dianggap sebagai pengisi waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan sebagian besar pendapatan mereka ke dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam perjudian pun seringkali karena ingin bersosialisasi dengan teman atau keluarga. Di negara-negara dimana praktek perjudian tidak dilarang dan masyarakat terbuka terhadap suatu penelitian seperti di USA, jumlah populasi penjudi tingkat pertama ini diperkirakan mencapai lebih dari 90% dari orang dewasa.
Problem Gambler Penj udit i ngk atkeduadi s ebuts ebagaipenj udi“ber mas al ah”at auproblem gambler, yaitu perilaku berjudi yang dapat menyebabkan terganggunya kehidupan pribadi, keluarga maupun karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami suatu gangguan kejiwaan (National Council on Problem Gambling USA, 1997). Para penjudi jenis ini seringkali melakukan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah kehidupan. Penjudi bermasalah ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi yang paling tinggi yang disebut penjudi pathologis jika tidak segera disadari dan diambil tindakan terhadap masalah-masalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Menurut penelitian Shaffer, Hall, dan Vanderbilt (1999) yang dimuat dalam American Journal of Public Health, No. 89, ada 3,9% orang dewasa di Amerika Bagian Utara yang termasuk dalam kategori penjudi tingkat kedua ini dan 5% dari jumlah tersebut akhirnya menjadi penjudi patologis. Pathological Gambler Penj udit i ngkatket i gadi s ebuts ebagaipenj udi“pat hol ogi s ”at aupathological gambler atau compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi untuk berjudi dan secara terus-menerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan jumlah
taruhan tanpa dapat mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir, hubungan sosial atau lingkungan disekitarnya. American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan ciriciri pathological gambling sebagai berikut: “The es s ent i alf eat ur esofpat hol ogi c al gambling are a continuous or periodic loss of control over gambling; a progression, in gambling frequency and amounts wagered, in the preoccupation with gambling and in obtaining monies with which to gamble; and a continuation of gambling involvement des pi t eadv er s ec ons equenc es ”. Meskipun pola perilaku berjudi ini tidak melibatkan ketergantungan terhadap suatu zat kimia tertentu, namun menurut para ahli, perilaku berjudi yang sudah masuk dalam tingkatan ketiga dapat digolongkan sebagai suatu perilaku yang bersifat adiksi (addictive disorder). DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-fourth edition) yang dikeluarkan oleh APA menggolongkan pathological gambling ke dalam gangguan mental yang disebut Impulse Control Disorder. Menurut DSM-IV tersebut diperkirakan 1% - 3% dari populasi orang dewasa mengalami gangguan ini. Individu yang didiagnosa mengalami gangguan perilaku jenis ini seringkali diidentifikasi sebagai orang yang sangat kompetitif, sangat memerlukan persetujuan atau pendapat orang lain dan rentan terhadap bentuk perilaku adiksi yang lain. Individu yang sudah masuk dalam kategori penjudi pathologis seringkali diiringi dengan masalah-masalah kesehatan dan emosional. Masalah-masalah tersebut misalnya kecanduan obat (Napza), alkoholik, penyakit saluran pencernaan dan pernafasan, depresi, atau masalah yang berhubungan dengan fungsi seksual (Pasternak & Fleming, dalam Archives of Family Medicine, No. 8, 1999). Adapun kriteria individu yang dapat digolongkan sebagai penjudi yang patologis menurut DSMIV Screen (alat yang digunakan untuk mengukur tingkatan penjudi) adalah jika individu tersebut menunjukkan 5 (lima) faktor atau lebih dari faktor-faktor sebagai berikut:
PREOCCUPATION TOLERANCE WITHDRAWAL ESCAPE CHASING LYING LOSS OF CONTROL ILLEGAL ACTS RISKED SIGNIFICANT RELATIONSHIP BAILOUT
Terobsesi dengan perjudian (cth. sangat terobsesi untuk mengulangi pengalaman berjudi yang pernah dirasakan dimasa lalu, sulit mengalihkan perhatian pada hal-hal lain selain perjudian, atau secara khusuk memikirkan cara-cara untuk memperoleh uang melalui perjudian) Kebutuhan untuk berjudi dengan kecenderungan meningkatkan jumlah uang (taruhan) demi mencapai suatu kenikmatan/kepuasan yang diinginkan Menjadi mudah gelisah dan mudah tersinggung setiapkali mencoba untuk berhenti berjudi Menjadikan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah hidup atau perasaan yang kurang menyenangkan (cth. Perasaan bersalah, tidakberdayaan, cemas, depresi, sedih) Setelah kalah berjudi, cenderung kembali berjudi lagi untuk mengejar kemenangan supaya memperoleh titik impas Berbohong kepada anggota keluarga, konselor atau terapist atau orang lain tentang keterlibatan dirinya dalam perjudian Selalu gagal dalam usaha mengendalikan, mengurangi atau menghentikan perilaku berjudi Terlibat dalam tindakan-tindakan melanggar hukum, seperti penipuan, pencurian, pemalsuan, dsb, demi menunjang biaya finansial untuk berjudi Membahayakan atau menyebabkan rusaknya hubungan persahabatan dengan orang-orang yang sangat berperan dalam kehidupan, hilangnya pekerjaan, putus sekolah atau keluarga menjadi berantakan, atau kesempatan berkarir menjadi hilang Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang kepada dirinya ataupun keluarganya dalam rangka mengurangi beban finansial akibat perjudian
yang dilakukan
Apa yang Dapat Anda Lakukan? Diakui atau pun tidak, praktek perjudian di Indonesia tetap saja tumbuh dan berkembang di seluruh penjuru negeri ini, apalagi dengan tidak kunjung adanya supremasi hukum seperti yang dicita-citakan oleh para kaum reformis selama ini. Dengan semakin banyaknya tempat-tempat perjudian dan tersedianya sarana yang memungkinkan para penjudi untuk berpartisipasi tanpa harus hadir langsung secara fisik di tempat perjudian tersebut (cth. lewat internet atau telepon), maka dapat dipastikan bahwa para penjudi pathologis akan terus bertambah dari hari ke hari. Kenyataan ini tentu saja harus menjadi perhatian serius para professional seperti psikolog, psikiater, konselor atau terapist dalam membimbing para penjudi tersebut supaya dapat kembali ke kehidupan normal. Tugas ini tentu bukan hal yang mudah mengingat di Indonesia belum banyak diperoleh hasil penelitian ataupun referensi tentang sisi-sisi psikologis seorang penjudi karena sample yang mau diteliti tentu amat langka sebagai akibat dari dilarangnya perjudian secara hukum. Namun satu hal terpenting yang harus dilakukan oleh semua pihak adalah bagaimana mencegah supaya diri kita tidak terlibat k e da l a m p e r j ud i a n .I ba r a tk a t ap e p a t a h“ a da l a hl e b i h ba i k me nc e g a h da r i pa da me ng oba t i ” . Dalam menyikapi perilaku berjudi dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa hal yang mungkin perlu anda perhatikan: 18. Mengingat bahwa perjudian amat sulit untuk diberantas, maka hal pertama yg perlu diperhatikan untuk melindungi anggota keluarga agar tidak terlibat dalam perjudian adalah melalui penanaman nilai-nilai luhur di mulai dari keluarga, selaku komunitas terkecil dalam masyarakat. Kalau orangtua dapat menanamkan nilai-nilai luhur pada anak-anak sejak usia dini maka anak akan memiliki kontrol diri dan kontrol sosial yang kuat dalam kehidupannya, sehingga mampu memilih alternatif terbaik yang berguna bagi dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Penanaman nilai-nilai bukan hanya sekedar dilakukan dengan kata-kata tetapi juga lebih penting lagi melalui keteladanan dari orangtua. 19. Mengingat pula bahwa perilaku berjudi sangat erat kaitannya dengan pola pikir seseorang dalam memilih suatu alternatif, maka sangatlah perlu bagi orangtua, pendidik dan para alim ulama untuk mengajarkan pola pikir rasional. Pola pikir rasional yang saya maksudkan adalah mengajarkan seseorang untuk melihat segala sesuatu dari berbagai segi, sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak alternatif yang ditawarkan. Dengan memiliki kemampuan berpikir rasional seseorang tidak akan dengan mudah untuk mengambil jalan pintas. 20. Bagi anda yang merasa sudah sangat sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi, sebaiknya anda tidak segan-segan atau malu untuk meminta bantuan orang-orang professional seperti psikiater, psikolog, konselor atau terapist. Bekerjasamalah dengan mereka untuk melepaskan diri dari masalah perjudian. 21. Jika memang tidak memiliki pengendalian diri yang tinggi maka jangan sekali-kali anda mencoba untuk berjudi, sekalipun itu hanya perilaku berjudi tingkat pertama. Jangan pula menjadikan judi sebagai pelarian dari berbagai masalah kehidupan anda seharihari. Jika memang memiliki masalah mintalah bantuan pada orang-orang professional, bukan pergi ke tempat-tempat perjudian. 22. Perkuat iman kepada Tuhan dan perbanyak kegiatan-kegiatan yang bersifat religius. Dengan meningkatkan iman dan selalu mengingat ajaran agama anda masing-masing maka kemungkinan untuk terlibat perjudian secara kompulsif akan semakin kecil. Semoga berguna. (jp)
Perkelahian Pelajar Oleh Raymond Tambunan, Psi.
Jakarta, 16 Oktober 2001
Pe r k e l a h i a n, a t a uy a ngs e r i ngdi s e bu tt a wu r a n, s e r i ngt e r j a d idia n t a r ap e l a j a r . Ba hk a nbuk a n“ ha ny a ”a nt a r pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus. Dampak perkelahian pelajar Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia. Pandangan umum terhadap penyebab perkelahian pelajar Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah. Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota. Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi k a r e naa d a ny as i t u a s iy a ng“ me ng ha r us k a n”mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian pelajar
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar. 45. Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan. 46. Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya. 47. Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan ( wa l a uda l a mbe nt u kbe r be da )d a l a m“ me n di d i k ”s i s wa ny a . 48. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi. (rt)
Perkembangan Moral Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 21 Juni 2002
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku Tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahaptahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut: 1. Tingkat Pra Konvensional
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap: Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan
Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya sematamata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa me mp e r s oa l k a n ny a .J i kai abe r bu a t“ ba i k ’ ,h a li t uk a r e n aa na kme n i l a i tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas Tahap 2 : Orientasi Relativis-instrumental
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas i nime r upa k a nt e r c e r mi nda l a mbe nt uk :“ j i k ae ng ka ume ngg a r ukpungg u ngk u, na n t ij ug aa k ua k a nme ngg a r ukpu ngg ung mu” . J a dipe r bu a t a nba i kt i da k l a h didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan. 2. Tingkat Konvensional Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap : Tahap 3 : Or i ent as ikes epakat anant ar apr i badiat auor i ent as i“anakmani s ”
Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap g a mba r a ns t e r e o t i pme nge n a ia pai t upe r i l a k uma y or i t a sa t a u“ a l a mi a h” .Pe r i l a k u s e r i ngdi ni l a ime nur u tni a t ny a ,u ng k a pa n“ di abe r ma k s u db a i k ”un t ukpe r t a ma kalinya menjadi penting. Orang menda p a t k a np e r s e t uj ua nd e ng a nme nj a di“ ba i k ” . Tahap 4 : Orientasi hukuman dan ketertiban
Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri. 3. Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip) Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsipprinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini: Tahap 5 : Orientasi kontrak sosial Legalitas
Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan de mok r a t i s ,ha ka d a l a hs oa l“ n i l a i ”da n“ pe nda pa t ”p r i ba di .Ha s i l ny aa d a l a h penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang di s e p a ka t i ,ma kab e r l a k upe r s e t uj ua nb e ba sa t a upu nk o nt r a k .I ni l a h“mor a l i t a s r e s mi ”da r ipe me r i nt a hda npe r un da ng -undangan yang berlaku di setiap negara. Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal
Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual. Berdasarkan penelitian empirisnya tersebut, secara kreatif Kohlberg menggabungkan berbagai gagasan dari Dewey dan Piaget, bahkan berhasil melampaui gagasan-gegasan mereka. Dengan kata lain ia berhasil mengkoreksi gagasan Piaget mengenai tahap perkembangan moral yang dianggap terlalu sederhana.Kohlberg secara tentatif menguraikan sendiri tahap-tahap 4, 5 dan 6 yang ditambahkan pada tiga tahap awal yang telah dikembangkan oleh Piaget. Dewey pernah membagi proses perkembangan moral atas tiga tahap : tahap pramoral, tahap konvensional dan tahap otonom. Selanjutnya Piaget berhasil melukiskan dan menggolongkan seluruh pemikiran moral anak seperti kerangka pemikiran Dewey, : (1) pada tahap pramoral anak belum menyadari keterikatannya pada aturan; (1) tahap konvensional dicirikan dengan ketaatan pada kekuasaan; (3) tahap otonom bersifat terikat pada aturan yang didasarkan pada resiprositas (hubungan timbal balik). Berkat pandangan Dewey dan Piaget maka Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap pertimbangan moral anak dan orang muda seperti yang tertera di atas. Hubungan antara tahap-tahap tersebut bersifat hirarkis, yaitu tiap tahap berikutnya berlandaskan tahaptahap sebelumnya, yang lebih terdiferensiasi lagi dan operasi-operasinya terintegrasi dalam struktur baru. Oleh karena itu, rangkaian tahap membentuk satu urutan dari struktur yang semakin dibeda-bedakan dan diintegrasikan untuk dapat memenuhi fungsi yang sama, yakni menciptakan pertimbangan moral menjadi semakin memadai terhadap dilema moral. Tahap-tahap yang lebih rendah dilampaui dan diintegrasikan kembali oleh tahap yang lebih tinggi. Reintegrasi ini berarti bahwa pribadi yang berada pada tahap moral yang lebih tinggi, mengerti pribadi pada tahap moral yang lebih rendah. Selanjutnya penelitian lintas budaya yang dilakukan di Turki, Israel, Kanada, Inggris, Malaysia, Taiwan, dan Meksiko memberikan kesan kuat bahwa urutan tahap yang tetap dan tidak dapat dibalik itu juga bersifat universal, yakni berlaku untuk semua orang dalam periode historis atau kebudayaan apa pun. Menurut Kohlberg penelitian empirisnya memperlihatkan bahwa tidak setiap individu akan mencapai tahap tertinggi, melainkan hanya minoritas saja, yaitu hanya 5 sampai 10 persen dari seluruh penduduk, bahkan angka inipun masih diragukan kemudian. Diakuinya pula bahwa untuk sementara waktu orang dapat jatuh k e mba l ipa dat a ha pmor a ly a n gl e b i hr e nda h,y a ngdi s e bu ts e ba g a i“ r e g r e s if ung s i o na l ” .Nah, dimana tingkatan moral anda? (jp) _________________________
Perkembangan Psikologi Remaja Oleh M. Ninik Handayani,S.Psi.
Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Untuk mengenal kepribadian remaja perlu diketahui tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain: Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani tidak memiliki teman, dan sebagainya. Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar. Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam tugas perkembangan remaja tersebut. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun). Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya.
Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah "aku" ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya. Selain tugas-tugas perkembangan, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara lain: Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat Emosinya tidak stabil Perkembangan Seksual sangat menonjol Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat) Terikat erat dengan kelompoknya Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu: 1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya: Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi Anak mulai bersikap kritis b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya: Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya Memperhatikan penampilan Sikapnya tidak menentu/plin-plan Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya: Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria 2. Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah: perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis mulai menyadari akan realitas sikapnya mulai jelas tentang hidup mulai nampak bakat dan minatnya Dengan mengetahui tugas perkembangan dan ciri-ciri usia remaja diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.
Permainan Atasan Dalam hubungan kerja antara atasan dengan bawahan tidak jarang terjadi permainan manipulasi dan intimidasi yang dari hari ke hari berkembang semakin rumit. Untuk menjaga kelangsungan karir Anda, maka ada baiknya Anda belajar bagaimana memainkan peran dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan office politic dari pimpinan.
Kasus A: Anda berada dalam pertemuan mingguan dan sedang menyeruput kopi ketika mendadak semua mata memandang Anda. Ternyata Direktur Operasional bertanya mengenai gudang baru yang sangat penting yang ternyata belum kunjung dibuka, dan manajer Anda (yang menyuruh Anda mengesampingkan proyek tersebut) menunjuk Anda sebagai kambing hitamnya. Pelajaran: Menurut Alan Weiss, didalam bukunya Our Emperors Have No Clothes, pimpinan yang tidak bisa mengakui kesalahannya disebabkan oleh perasaan tidak aman (insecure) yang membuatnya tidak bisa menerima ketidaksempurnaan atas segala sesuatu yang dikerjakannya. Pimpinan yang demikian akan cenderung mencari kambing hitam jika terdesak. Hadapi situasi tersebut dengan cara: Terima saja. Karena kalau Anda balas menuding manajer Anda maka hanya akan menambah masalah. Langkah pertama: akui masalah tersebut dengan tenang. Selalu gunakankat aKAMI( mi s .“Yaah,k amibenar -benarcer obohk al ii ni ”) ,unt uk menyatakan bahwa bukan Anda yang gagal tapi departemen Anda. Dan yang bertanggung jawab atas departemen Anda adalah sang manajer! Pecahkan masalah. Kemukakan semua tindakan yang akan ANDA (Jangan gunakan “Kami ”l agi ! )l akukanunt ukmengat as imas al aht er s ebut . Kumpulkan piutang. Begitu selesai pertemuan, katakan pada manajer Anda, mis. “Pak,s enangs ekal is udahbi s amenol ongBapak. ”Dengandemi kian, Anda mengingatkan bahwa Anda telah menjadi bempernya dan mengharapkan balas budi. Hitam diatas putih. Buat secara tertulis setiap perintah pimpinan, hal ini untuk menghindarkan Anda menjadi kambing hitam dan menjaga kelangsungan pekerjaan Anda. Kasus B: Dengan senyum penuh optimistik, pimpinan Anda memberitahukan bahwa dalam waktu dekat Anda akan dipromosi. Untuk itu Anda harus membuktikan bahwa Anda mampu menangani tanggung jawab pekerjaan Anda yang sekarang. Setelah beberapa lama Anda menunggu, ter ny at as emuai t uhany a‘ ang i ns ur ga’ . Pelajaran: Banyak pimpinan yang berpikir bahwa anak buahnya akan bekerja dengan giat jika diberi imingiming kenaikan pangkat. Pimpinan yang seperti ini menganggap memberi umpan dengan cara demikian adalah sah-sah saja. Hadapi situasi tersebut dengan cara: Spesifik. Begitu sang pimpinan mengatakan bahwa Anda akan dipromosi, arahkan pembicaraan pada persyaratannya dan usahakan membuatnya secara formal (tertulis). Argumentasi. Bila terlambat membuat perjanjian tertulis, argumentasikan bahwa dengan promosi Anda akan bisa bekerja lebih efektif. Jika tidak dipromosi yang disertai dengan peningkatan kekuasaan dan anggaran, Anda akan menemui kendala-kendala, mis. tidak dianggap oleh bawahan. Fokuskan argumentasi pada produktivitas dan laba, jangan gaji atau jabatan. Belajar dari pengalaman. Bi l aAndaper nahmendengars angpi mpi nanmember i‘ angi n s ur ga’kepadar ekanker j aAnday angl ai n,j anganper nahmenganggaps er i usbi l aAnda yang mengalaminya. (ls)
EQ dan Kesuksesan Kerja Daniel Goleman dalam bukunya "Emotional Intelligence: Why it Can Matter More than IQ" (Bantam, 1995) mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaan dibutuhkan bukan hanya "cognitive intelligence" tetapi juga "emotional intellegence". Emotional intellegence atau disingkat EQ adalah kemampuan untuk untuk mengendalikan hal-hal negatif seperti kemarahan dan keragu-raguan atau rasa kurang percaya diri dan juga kemampuan untuk memusatkan perhatian pada hal-hal positif seperti rasa percaya diri dan keharmonisan dengan orang-orang disekeliling. Dalam buku berikutnya, "Working With Emotional Intelligence", Goleman menekankan perlunya emotional intelligence dalam dunia kerja, suatu bidang yag seringkali dianggap lebih banyak menggunakan "cara berpikir analitis" daripada melibatkan perasaan atau emosi. Menurutnya setiap orang dalam perusahaan atau organisasi dituntut untuk memiliki EQ yang tinggi. Selain itu Goleman berpendapat bahwa IQ bersifat relatif tetap, sementara EQ dapat berubah sehingga bisa dibentuk dan dipelajari. Pro dan Kontra Pendapat Goleman mendapatkan banyak tanggapan pro dan kontra di kalangan para Psikolog. Beberapa Psikolog memandang pendapat Goleman sangat penting bagi bagi pengembangan ketrampilan atau keahlian dalam suatu pekerjaan, sementara yang lain menganggap bahwa validitas EQ yang menunjang terbentuknya suatu ketrampilan dan keahlian belum terbukti. Ada juga yang tidak sependapat bahwa EQ dapat diajarkan. Bagi mereka hanya kemampuan kognitif dan ketrampilan teknis yang merupakan hal utama yang dapat membuat seseorang menjadi sukses dalam pekerjaan. John Mayer, seorang psikolog dari University of New Hampshire, mendefinisikan EQ secara lebih sederhana. Menurut Mayer, EQ adalah kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri. Sementara Goleman mendefinisikan EQ secara lebih luas, termasuk optimisme, kesadaran, motivasi, empati dan kompetensi dalam melakukan hubungan sosial. Bagi Mayer, traits (kecenderungan) tersebut lebih merupakan kecenderungan kepribadian. Hal tersebut juga didukung oleh Edward Gordon, yang mengatakan bahwa EQ lebih banyak berhubungan dengan kepribadian dan "mood" (suasana hati) yang tidak dapat diubah. Menurut Gordon, perbaikan kemampuan analisis dan kemampuan kognitif, adalah cara terbaik untuk meningkatkan kinerja para pekerja. Menanggapi kritikan tersebut, Goleman mengatakan bahwa kemampuan kognitif mengantarkan seseorang ke "pintu gerbang suatu perusahaan", tetapi kemampuan emosional membantu seseorang untuk mengembangkan diri setelah diterima bekerja dalam sebuah perusahaan. EQ merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis untuk menghasilkan kinerja optimal. Semakin tinggi jabatan seseorang dalam suatu perusahaan, semakin crucial peran EQ. EQ dalam Dunia Kerja Secara khusus, para pemimpin perusahaan membutuhkan EQ tinggi karena mereka mewakili organisasi, berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di luar organisasi dan berperan penting dalam membentuk moral dan disiplin para pekerja. Pemimpin yang memiliki empati akan dapat memahami kebutuhan para pegawainya dan dapat memberikan feedback yang konstruktif . Jenis pekerjaan juga berpengaruh terhadap jenis EQ. Menurut Goleman, untuk dapat sukses dibidang sales dituntut kemampuan berempati guna mengetahui "mood" pelanggan dan kemampuan interpersonal guna memutuskan kapan saat yang paling tepat untuk menawarkan suatu produk dan kapan harus diam. Di lain pihak, untuk dapat sukses menjadi seorang pelukis atau petenis professional individu dituntut untuk memiliki disiplin diri dan motivasi yang tinggi. Mengajarkan EQ Nilai mendasar yang mau dikembangkan dengan menampilkan EQ dalam dunia kerja adalah implikasinya terhadap penyelenggaraan pelatihan-pelatihan. Dengan memperhatikan bahwa EQ berperan aktif bagi kesuksesan seseorang dalam bekerja maka organisasi perlu melakukan
pelatihan-pelatihan EQ. Pada area ini para psikolog dapat mengambil peran besar untuk membantu individu dalam membangun kompetensi emosional yang dibutuhkan oleh pekerjaannya. "EQ mempengaruhi semua aspek yang berhubungan dengan pekerjaan. Bahkan ketika anda bekerja seorang diri, keberhasilan anda akan sangat tergantung pada seberapa besar tingkat kedisiplinan dan motivasi anda sendiri". (jp) _____________________________
Persiapan Masuk Kelas Artikel ini sebenarnya ditujukan untuk mahasiswa Amerika Serikat karena lingkungan kelas yang digunakan adalah kelas-kelas sekolah di Amerika. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan beberapa tips yang akan dicantumkan dalam artikel tersebut bermanfaat bagi para mahasiswa Indonesia. Dibandingkan dengan kelas-kelas di negara lain, kelas di Amerika Serikat cenderung lebih informal. Namun, ada beberapa aturan dasar yang sebaiknya dilakukan oleh para mahasiswa: Sebelum kelas Kerjakan PR-mu! Bacalah dengan kritis, dan bentuk sendiri pendapatmu. Review catatanmu. Catatan yang digunakan adalah catatan dari pelajaran sebelumnya dan pelajaran hari ini. Bicarakan dengan dosenmu bila kamu mengalami kesulitan belajar Fokuskan pada tugas sebelum kelas Luangkan waktu sebentar untuk mengumpulkan ide-ide pikiran dan persiapkan dirimu untuk topik pembicaraan hari ini. Tulis pertanyaan atau sanggahan yang muncul dalam pikiran pada bagian atas kertas catatanmu yang berguna untuk: persiapan untuk tes yang akan datang, pemahaman konsep tertentu, mendapatkan dasar pengertian suatu topik, pemahaman atau review bacaan topik. Dalam Kelas Datanglah tepat waktu. Dosen tidak menyukai mahasiswa yang datang terlambat. Tempatkan diri kamu dalam kelas agar dapat memfokuskan diri pada topik hari ini. Cari posisi yang bagus untuk: mendengarkan, bertanya, melihat materi yang dipresentasikan, diskusi - tidak hanya dengan dosen, tapi juga dengan teman kelas. Hindari gangguan yang mungkin akan membuyarkan konsentrasimu (melamun, melihatlihat sekeliling kelas, bicara dengan teman, tukar-menukar "bahasa tulis", tidur-tiduran).
Evaluasi ketika mendengar: putuskan mana yang penting dan sebaiknya dicatat dalam buku dan mana yang tidak. Dengarkan selama beberapa waktu dulu sampai kamu yakin mengerti tentang apa yang dikatakan sebelum mencatat. Mintalah penjelasan lebih lanjut bila bingung atau tidak mengerti (tapi bertanyalah ketika dosen sedang berhenti berbicara). Review tujuanmu untuk pelajaran hari ini selama kelas berlangsung: Apakah tujuanmu berhubungan dengan penjelasan pembukaan dari dosen? Apakah pelajaran yang berlangsung menyimpang dari tujuan semula, tujuanmu atau tujuan dosen? Tuliskan daftar yang patut kamu kerjakan, termasuk: tugas-tugas, review konsep sulit, bergabung dengan kelompok belajar, membuat temu janji dengan teman belajar, asisten atau dosen. Salah satu sumber yang sering dicari adalah teman sekelas yang dianggap mampu menyerap dan mengerti pelajaran hari ini. Mintalah bantuan padanya bila dirasa tidak menganggu. Secara periodik, tanyalah pada dirimu sendiri apakah pelajaran yang kamu dapatkan sesuai dengan tujuanmu. Bila kamu merasa tidak puas dengan sebuah kelas atau sebuah mata kuliah pada umumnya, buatlah temu janji dengan dosenmu dan bicarakan harapanharapanmu. Seawal mungkin, semakin baik. Institute for Research on Learning (IRL) http://www.irl.org/projects/projects.html, (September 16, 1998) Print a blank form
Presentasi di Kelas -
tip ini ditujukan bagi siswa/mahasiswa dalam membekali dirinya untuk melakukan presentasi di kelas -
Persiapan Buatlah kerangka utama presentasi kamu Bandingkan dengan minat pendengar Ketahui karakteristik dan dasar pengetahuan pendengar: Pembukaanmu harus "menggiring" pendengar pada satu pemikiran. Dari pembukaan ini, tunjukkan pendapat/topik yang akan disampaikan. Kemudian mulailah memasuki argumentasi. Melihat poin di atas, persempit topik presentasimu menjadi beberapa pemikiran utama.
Latihlah presentasimu, entah itu kamu rekam sendiri, atau melakukannya di hadapan beberapa teman. Teknik Presentasi Buat suasana yang santai dan rileks untuk pendengarmu, misalnya dengan guyonan yang relevan, atau ambil perhatian mereka dengan bahasa tubuh atau peristiwa yang dramatik. Gunakan kata ganti "personal" (misalnya kita) dalam memberikan presentasi. Lakukan kontak mata dengan pendengar. Presentasikan topik kamu dengan menggunakan suara yang ramah/akrab, tapi beri variasi sebagai penekanan pada beberapa kata. Gunakan kata/kalimat transisi yang memberitahukan pendengar bahwa kamu akan menuju ke pemikiran yang lain. Berilah pertanyaan-pertanyaan kepada pendengar untuk melibatkan mereka. Ambil kesimpulan sesuai dengan pemikiran/argumentasi yang sudah dipresentasikan. Sisakan waktu untuk pertanyaan, dan mintalah masukkan pada: isi presentasi (ide-ide berhubungan yang mungkin belum disentuh) kesimpulan cara presentasi Penggunaan Alat Audio-visual Bila menggunakan komputer, periksa apakah hardware-nya cocok dengan software yang hendak kamu gunakan. Periksa juga apakah dokumenmu bisa digunakan dengan versi software yang ada. Datanglah lebih pagi, serta periksalah apakah semua alat bantu yang hendak digunakan (audio, visual, komputer) bisa dilihat, didengarkan, dan dimengerti oleh semuanya. Gunakan huruf-huruf sederhana dan berukuran besar agar bisa dibaca dengan mudah (tampilan visual). Perlengkapi setiap pemikiran utamamu dengan material yang bisa ditunjukkan. Jangan membagikan kertas (handout), termasuk kerangka utama, sebelum presentasimu (atau pendengar akan terfokus untuk membacanya daripada mendengarkan presentasimu). Saran-saran untuk memperbaiki website ini (dengan halaman yang dimaksud)
Reformasi Busana Mindset Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 11 September 2003
Busana bukanlah sebatas persoalan kain yang dikenakan seseorang melainkan kreasi design yang sengaja dipilih setelah disesuaikan dengan keadaan seseorang. Meskipun kopyah, dasi, sarung, jilbab atau jean sama-sama kain tetapi orang tidak akan mengenakannya tanpa pemahaman atas pernyataan diri berdasarkan kebiasaan atau hukum yang berlaku. Busana oleh karena itu bisa dikatakan bagian dari simbol yang dapat menjelaskan identitas diri seseorang. Demikian juga dengan busana mindset (kerangka pikir) kita. Bukan sekedar percikan pemikiran, perasaan, atau keyakinan tetapi desain muatan tertentu yang kita pilih menurut selera lalu kita jadikan paradigma hidup. Paradigma inilah yang melahirkan gaya hidup, kebiasaan dan hukum diri (You are the law of yourself). Persoalan yang muncul kemudian adalah hukum alam tidak pernah membedakan apakah kita memilih desain mindset dengan sadar atau tidak. Pokoknya kita akan menerima konsekuensi dari semua pilihan yang kita tentukan. Menengok ke realita aktual, busana hidup yang seharusnya kita tanggalkan adalah busana orang gagal. Mestinya semua orang punya "bakat" sukses di bidang apapun yang dijalaninya, tetapi yang seringkali menghambat adalah membuang busana orang gagal di dalam dirinya. Padahal untuk sukses, tawaran hukum alam yang tidak bisa dinegoisasikan adalah mengganti busana gagal dengan busana sukses. Artinya, bukan sekedar menjiplak warna dan model disain tetapi yang paling dibutuhkan adalah mereformasi paradigma mindset. Perlu kita ingat, kesuksesan seseorang yang terlihat oleh mata kita di luar adalah akibat sementara kesuksesan di dalam diri seseorang adalah penyebab (baca artikel: Antara Sebab & Akibat). Jadi sama sekali tidak cukup mempelajari atau meniru tindakan (baca: busana kain) orang sukses. Produk Mindset Mindset memproduksi paradigma pemahaman tentang nasib. Sebagaimana pernah dijelaskan, nasib adalah bagian keadaan hidup yang terjadi secara sirkulatif dalam diri kita. Berdasarkan hukum memilih, keadaan hidup itu diciptakan dari pilihan desain yang kita tentukan. Kalau dikembalikan pada hukum sebab akibat, keadaan hidup itu adalah akibat. Kapankah busana mindset perlu direformasi? jawabnya adalah ketika kita memahami bahwa nasib adalah penyebab yang menciptakan keadaan diri kita sekarang ini. Meskipun itu hak pilih dan tidak akan ada mahkamah formal yang menghukum tetapi telah bertentangan dengan sejumlah dalil di atas. Di samping itu kalau dilihat dari hukum untung-rugi, pemahaman tentang kemutlakan nasib lebih banyak ruginya ketimbang untungnya. Mengapa? Kalau kita tidak mau berubah, kekuatan eksternal akan memaksa mengubah diri kita. Tekanan dipaksa oleh kekuatan eksternal itulah yang menyebabkan kita tidak bisa menerima sepenuhnya keadaan-diri. Ajaran teologi menjelaskan bahwa sebagian besar manusia sudah merasakan kejutan "hari kiamat" ketika masih di dunia di mana mereka bertanya: "Mengapa hidup saya menjadi begini?". Pertanyaan "mengapa" menandakan adanya konflik internal antara harapan dan kenyataan; antara perubahan di luar dan perubahan di dalam yang tidak sebanding. Munculnya "kiamatdiri" disebabkan oleh akumulasi pengabaian untuk memperbaiki diri atau mereformasi mindset. Pengabaian yang kita lakukan dari sejak kecil hingga dewasa telah membuat pengabaian tersebut lebih perkasa mengubah diri kita. Maka wajarlah bila sebagian dari diri kita belum secara keseluruhan memahami nasib adalah akibat pilihan. (baca juga artikel: Mengubah Nasib) Produk mindset lain adalah kebiasaan atau gaya hidup yang terwakili oleh apa dan bagaimana kita melakukan, membicarakan, dan menyikapi sesuatu yang terjadi di dalam diri, orang lain dan keadaan. Kebiasaan atau gaya hidup oleh sebab itu dikatakan sebagai hukum-diri di mana kita adalah anak dari kebiasaan itu. Teori kreativitas menjelaskan kalau kita melakukan sesuatu dengan cara dan substansi yang sama maka jangan pernah berharap kalau kita akan menerima hasil yang berbeda. Kebiasaan kita hari ini sebenarnya sudah masuk ke CPU kehidupan yang akan menjadi bahan cetakan (print-out) nasib esok hari. Kebiasaan yang perlu kita reformasi adalah kebiasaan orang gagal yang bertentangan dengan keinginan kita menjadi orang sukses. Beberapa dalil yang bisa kita jadikan untuk mempertegas pemahaman mengapa kita perlu mereformasi kebiasaan orang gagal adalah dalil akumulasi, dalil kombinasi dan dalil habituasi yang telah dipelajari para ahli dari kebiasaan orang sukses. Kesuksesan itu diciptakan dari akumulasi kebiasaan sukses kecil-kecil dari sejak apa yang kita lakukan ketika bangun tidur sampai nanti malam. Aristotle berkata: "excellent is not action but habituation". Senada dengan ucapan itu, Fannie Mae mengatakan: “J anganper c ay adenganmagical event atau one turning point. It was combination of things". Mengubah kebiasaan identik dengan
menghancurkan tembok penghalang di dalam diri kita berupa gumpalan raksasa pengabaian yang sudah bertahun-tahun kita bangun. Kalau yang kita inginkan kebiasaan bisa berubah atas inisitif kita tanpa pengorbanan / kerugian maka tidak ada cara lain kecuali menjalani titah hukum di atas. Kecuali kita rela diubah oleh kekuatan peristiwa yang berdaya ledak tinggi, seperti kegagalan fatal atau penyakit. Itupun akan berakhir dengan pilihan kita. Contoh sepele adalah kebiasaan merokok. Umumnya orang baru memilih berhenti setelah penyakit menimpa. Pengamatan para ahli di lapangan menunjukkan bahwa para pemimpin perusahaan yang sudah berkuasa lama dengan kesuksesannya punya kebiasaann gagal yang dapat menghancurkan usaha yang dibangun. Penyebabnya bukan mereka tidak paham manajemen, akunting, peta pasar atau lainnya tetapi menutup diri yang membuat dirinya tidak tahu dengan merasa tahu. Karena tidak ada orang di sekitarnya yang berani mengingatkan kebiasaan itu, maka hanya kalau usahanya bangkrutlah, kesadaran untuk memperbaiki diri muncul. Hambatan Belajar dari perjalanan reformasi di negara kita yang ternyata butuh proses transformasi maka demikian juga proses reformasi atas busana mindset. Proses transformasi adalah hukum alam yang bersifat mutlak. Kemutlakan proses inilah yang sering menciptakan masalah di tingkat pemahaman kita ketika pemahaman itu bertentangan. Dari masalah yang sering muncul mengapa orang gagal mereformasi busana mindset adalah: 1. Jaminan Kemajuan atau kesuksesan diri menuntut perubahan kebiasaan dan paradigma, tetapi tidak semua perubahan dapat menjamin kemajuan, sebab kunci persoalan bukan pada perubahan tetapi keyakinan, perasaan, dan pikiran kita. Lika-liku menjalani proses perubahan dari forrmat lama ke format baru terkadang dipahami sebagai stimuli untuk berpikir lebih baik; atau lebih untung menghentikan langkah yang sudah ada ketimbang melanjutkan karena tidak ada garansi akan menjadi lebih baik. 2. Tujuan Kemauan merubah busana mindset seringkali dipahami sebagai destinasi dari gagal menuju sukses atau dari hidup yang penuh masalah langsung tidak ada masalah. Padahal, perubahan bukanlah tujuan tetapi proses yang harus jalani secara terus-menerus untuk menciptakan prestasi waktu. Hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok menjadi lebih baik dari hari ini dengan memperbaiki paradigma dan kebiasaan hari ini. Salah satu kebohongan hidup yang seringkali menggoda adalah ketika kita memahami bahwa kalau kita sukses maka masalah hidup tidak akan pernah kita hadapi lagi. Padahal sesukses apapun orang dengan gagasannya tidak mungkin bebas dari masalah kecuali mati. 3. Eliminasi Mereformasi busana mindset menuntut eleminasi (penghancuran) busana lama secara total sebagai syarat untuk melahirkan desain busana baru. Hukum alam menegaskan, munculnya musim semi sebagai tanda berakhirnya musim gugur, musim kemarau menggantikan posisi musim hujan. Jika kita ingin mengganti busana mindset baru tetapi tidak ingin membunuh mindset lama, maka pada akhirnya hampir dapat dipastikan bahwa proses reformasi yang kita jalani sering tersandung. Belajar dari reformasi di negeri ini, meskipun sistem diubah tetapi mindset dipertahankan, kenyataannya reformasi menghadapi masalah lingkaran setan. Demikian juga dengan diri kita. Membaca Buku Mereformasi busana mindset dan kebiasaan atau gaya hidup menuntut aplikasi kebiasaan membaca buku sebagai media mendapatkan pengetahuan yang akan diolah di dalam diri menjadi pemahaman untuk dijadikan keputusan atau pengadilan hidup. Di alam ini ada dua buku yang dapat dijadikan sumber bacaan yaitu buku-buku yang sudah diterbitkan dan buku yang belum / tidak diterbitkan tetapi mengandung pengetahuan yang kita butuhkan. Buku yang belum diterbitkan itu adalah watak manusia dan watak keadaan. Kalau anda sudah merasa setengah putus-asa menjalani proses transformasi dari ide ke realisasi karena kegagalan lalu
membaca buku Edison dan ternyata kegagalan anda belum ada apa-apanya ketimbang Edison, maka rasa putus asa itu akan malu dan lalu pergi. Dengan kata lain bukan sekedar asal-asalan membaca buku tetapi yang paling penting merencanakan dengan pilihan sadar tentang materi buku yang akan anda baca. Selain bisa mengubah filosofi hidup seseorang, membaca buku juga dapat dijadikan ajang untuk mempertarungkan ego pemahaman kebenaran sendiri dengan pemahaman orang lain. Kalau ternyata pemahaman orang lain itu lebih benar maka dengan sendirinya kesadaran untuk mengakui kesalahan muncul. Kesadaran-diri merupakan teguran paling perkasa. Membaca buku juga dapat membuat seseorang semakin butuh untuk mengetahui dari persoalan yang dirasakan semakin banyak tidak diketahui yang akan membuat dirinya punya banyak pilihan. Paradoknya, semakin lama orang meninggalkan ajaran membaca buku, semakin merasa tidak butuh mengetahui karena merasa sudah tahu banyak persoalan yang pada hakekatnya tidak tahu. Karena sudah merasa tahu dengan tidak tahu itu, maka pilihan hidup yang sanggup diciptakan semakin sedikit. Meskipun demikian, membaca buku barulah tahapan menanam pepohonan baru bagi kebun mindset. Supaya tanaman itu bisa berbuah dan menjadi hiasan busana baru yang lebih bagus dibutuhkan juga upaya merawat secara kontinyu dan model desain arsitektur visual yang tidak larut oleh sejarah disain masa lalu. Dari pengalaman empiris sebagian besar orang ditemukan bahwa mengubah kebiasaan, gaya hidup, atau paradigma itu sama dengan menerbangkan pesawat. Selain dibutuhkan keberanian menekan tombol start-on, juga sebagian besar bahan bakar yang ada dihabiskan paling banyak ketika saat mau take-off. Begitu anda sudah biasa "terbang" dengan membaca buku, bisa-bisa anda protes kalau disuruh berhenti. Semoga berguna.(jp) _____________________________
Remaja dan Napza Oleh Raymond Tambunan, Psi.
Jakarta, 28 Agustus 2001
Peredaran narkotika di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin marak. Berdasarkan data Badan Koordinasi Narkotika Nasional tahun 2000, ada sekitar 3,5 juta orang penyalahguna narkotika di Indonesia. Diindikasikan, besarnya jumlah ini disebabkan Indonesia –terutama di beberapa kota besar seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar –me nj a did a e r a ht u j ua npa s a rna r k o t i k ai nt e r na s i o na l ,da nb uk a nl a g i“ s e ke da r ”me nj a dit e mpa t transit. Mengkhawatirkannya, target utama pasar narkotika ini adalah para remaja. Misalnya di Jakarta saja, pada tahun 2000 ditenggarai ada lebih dari 166 SMTP dan 172 SLTA yang menjadi pusat peredaran narkotika dengan lebih dari 2000 siswa terlibat di dalamnya. Angka inipun masih akan lebih besar, karena fenomena ini seperti gunung es, yaitu yang tampak hanya permukaannya saja dan sebagian besar yang lain belum terlihat. Diperkirakan setiap 1 penyalahguna narkotika yang dapat diidentifikasi, ada 10 orang lainnya yang belum ketahuan. Dari data singkat mengenai peredaran narkotika di Indonesia dan Jakarta ini, terlihat betapa mengkhawatirkannya ancaman narkotika bagi generasi muda Indonesia (lihat akibat NAPZA). Apalagi kalau melihat akibat-akibat yang ditimbulkannya. Padahal, narkotika hanyalah satu dari beberapa zat berbahaya bila disalahgunakan, di samping alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) Sudah banyak usaha yang dilakukan dalam menangani fenomena ini. Dari segi pencegahan, pihak-pihak yang berwenang sudah melakukan berbagai tindakan untuk menangkal masuknya zat-zat terlarang itu ke Indonesia. Namun, terlepas dari hasil tindakan para aparat itu, keluarga sendiri dapat menciptakan kondisi di mana NAPZA sulit untuk masuk. Sedangkan, bagi yang sudah terlanjur, ada banyak alternatif penanganan untuk pemulihan, baik dari segi medis, psikologis maupun spiritual. Tapi yang paling penting buat remaja sendiri dan orang tua yang anaknya belum terlibat,
J ANGANme ng a ng g a pba hwaha li nit i da ka k a nme ng e na is a y aa t a uke l ua r g as a y a .Hi nd a r imi t o s“ Ah,i t uk a nt e r j a di dike l ua r g al a i ns a j a , s a yada nke l ua r g as a y at i da kmung k i n” . Pe nc e g a ha ns e l a l ul e bi hba i k . Simak lebih lanjut:
Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA Dalam percakapan sehari-hari, sering digunakan istilah narkotika, narkoba, NAZA maupun NAPZA. Secara umum, kesemua istilah itu mengacu pada pengertian yang kurang-lebih sama yaitu penggunaan zatzat tertentu yang mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan ketergantungan (adiksi). Namun dari maraknya berbagai zat yang disalahgunakan di Indonesia akhir-akhir ini, penggunaan istilah narkotika saja kurang tepat karena tidak mencakup alkohol, nikotin dan kurang menegaskan sejumlah zat yang banyak dipakai di Indonesia yaitu zat psikotropika. Karena itu, istilah yang dianggap tepat untuk saat ini adalah NAPZA : narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Beberapa jenis NAPZA yang populer digunakan di Indonesia : Putau : tergolong heroin yang sangat membuat ketergantungan, berbentuk bubuk. Ganja : berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berbentuk tanaman yang dikeringkan. Shabu-shabu: kristal yang berisi methamphetamine. Ekstasi: methylendioxy methamphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul. Pil BK, megadon dan obat-obat depresan sejenis. Pada awalnya, zat-zat ini digunakan untuk tujuan medis seperti penghilang rasa sakit. Namun apabila zatzat ini digunakan secara tetap, bukan untuk tujuan medis atau yang digunakan tanpa mengikuti dosis yang seharusnya, serta dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental dan sikap hidup masyarakat, maka disebut penyalahgunaan NAPZA (drug abuse). Salah satu sifat yang menyertai penyalahgunaan NAPZA adalah ketergantungan (addiction). Misalnya heroin yang ditemukan oleh Henrich Dresser tahun 1875, digunakan untuk menggantikan morfin dalam pembiusan karena diduga heroin tidak menimbulkan ketergantungan. Padahal –keduanya berasal dari opium –heroin justru menimbulkan ketergantungan yang sangat kuat. Sejarah juga menunjukkan bahwa banyak tentara Amerika pasca perang Vietnam menjadi ketergantungan heroin karena zat ini sering digunakan sebagai penghilang rasa sakit selama perang berlangsung. Ciri-ciri ketergantungan NAPZA: Keinginan yang tak tertahankan untuk mengkonsumsi salah satu atau lebih zat yang tergolong NAPZA. Kecenderungan untuk menambah dosis sejalan dengan batas toleransi tubuh yang meningkat. Ketergantungan psikis, yaitu apabila penggunaan NAPZA dihentikan akan menimbulkan kecemasan, depresi dan gejala psikis lain. Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang disebut gejala putus zat (withdrawal syndrome).(rt) ______________________
Ciri-ciri Pengguna NAPZA Secara medis dan hukum, penyalahguna NAPZA harus melewati satu atau serangkaian tes darah orang yang diduga menyalahgunakannya. Tetapi, sebagai orang tua dan guru, penyalahguna NAPZA dapat dikenali dari beberapa ciri fisik, psikologis maupun perilakunya. Beberapa ciri tersebut adalah sebagai berikut. a. Fisik Berat badan turun drastis. Mata cekung dan merah, muka pucat dan bibir kehitaman. Buang air besar dan air kecil kurang lancar.
Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas. Tanda berbintik merah seperti bekas gigitan nyamuk dan ada bekas luka sayatan. Terdapat perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan. Sering batuk-pilek berkepanjangan. Mengeluarkan air mata yang berlebihan. Mengeluarkan keringat yang berlebihan. Kepala sering nyeri, persendian ngilu.
b. Emosi Sangat sensitif dan cepat bosan. Jika ditegur atau dimarahi malah membangkang. Mudah curiga dan cemas Emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul atau berbicara kasar kepada orang disekitarnya, termasuk kepada anggota keluarganya. Ada juga yang berusaha menyakiti diri sendiri.. c. Perilaku Malas dan sering melupakan tanggung jawab/tugas rutinnya. Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga. Di rumah waktunya dihabiskan untuk menyendiri di kamar, toilet, gudang, kamar mandi, ruangruang yang gelap. Nafsu makan tidak menentu. Takut air, jarang mandi. Sering menguap. Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba bersikap manis jika ada maunya, misalnya untuk membeli obat. Sering bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit dan pulang lewat tengah malam. Selalu kehabisan uang, barang-barang pribadinya pun hilang dijual. Suka berbohong dan gampang ingkar janji. Sering mencuri baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun pekerjaan. Di samping itu, kondisi fisik penyalahguna NAPZA akan sangat mudah dikenali dalam keadaan putus obat, terutama narkotika (seperti ganja, putau dan sejenisnya), yaitu dengan ciri-ciri: air mata berlebihan banyaknya lendir dari hidung pupil mata membesar diare bulu kuduk berdiri sukar tidur menguap jantung berdebar-debar ngilu pada sendi Penting untuk diperhatikan, semua ciri-ciri di atas adalah indikator dari penyalahgunaan NAPZA, tapi BUKAN ciri yang dapat menentukan apakah seseorang sudah menyalahgunakan NAPZA. Artinya, perlu kehati-hatian dan kebijaksanaan untuk menggunakan ciri-ciri itu untuk menuduh seseorang terlibat penyalahgunaan NAPZA. Ciri-ciri ini digunakan terutama untuk meningkatkan kewaspadaan serta perhatian orang tua dan guru, untuk kemudian menindaklanjutinya dengan pemeriksaan darah pada lembaga yang berwenang bila seseorang dicurigai (rt) ____________________________
Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas mengapa seseorang menyalahgunakan NAPZA dan ketergantungan. Artinya, mengapa seseorang akhirnya terjebak dalam perilaku ini merupakan sesuatu yang unik dan tidak dapat disamakan begitu saja dengan kasus lainnya. Namun berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang berperan pada penyalahgunaan NAPZA.
Faktor keluarga Dalam percakapan sehari-ha r i , k e l u a r g apa l i ngs e r i ngme n j a d i“ t e r t udu h”t i mbu l ny ape ny a l a hg u na a n NAPZA pada anaknya. Tuduhan ini tampaknya bukan tidak beralasan, karena hasil penelitian dan pengalaman para konselor di lapangan menunjukkan peranan penting dari keluarga dalam kasus-kasus penyalahgunaan NAPZA. Berdasarkan hasil penelitian tim UNIKA Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang beresiko tinggi anggota keluarganya (terutama anaknya yang remaja) terlibat penyalahgunaan NAPZA. Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan NAPZA. Keluarga dengan menejemen keluarga yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya, ayah bilang ya, ibu bilang tidak). Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Di sini peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua –dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri –tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal. Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
Faktor kepribadian Kepribadian penyalahguna NAPZA juga turut berperan dalam perilaku ini. Pada remaja, biasanya penyalahguna NAPZA memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif agresif dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Hal ini juga berkaitan dengan mudahnya ia menyalahkan lingkungan dan lebih melihat faktor-faktor di luar dirinya yang menentukan segala sesuatu. Dalam hal ini, kepribadian yang dependen dan tidak mandiri memainkan peranan penting dalam memandang NAPZA sebagai satu-satunya pemecahan masalah yang dihadapi. Sangat wajar bila dalam usianya remaja membutuhkan pengakuan dari lingkungan sebagai bagian pencarian identitas dirinya. Namun bila ia memiliki kepribadian yang tidak mandiri dan menganggap segala sesuatunya harus diperoleh dari lingkungan, akan sangat memudahkan kelompok teman sebaya untuk mempengaruhinya menyalahgunakan NAPZA. Di sinilah sebenarnya peran keluarga dalam meningkatkan harga diri dan kemandirian pada anak remajanya. Faktor kelompok teman sebaya (peer group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Tekanan kelompok dialami oleh semua orang bukan hanya remaja, karena pada kenyataannya semua orang ingin disukai dan tidak ada yang mau dikucilkan. Kegagalan untuk memenuhi tekanan dari kelompok teman sebaya, seperti berinteraksi dengan kelompok teman yang lebih populer, mencapai prestasi dalam bidang olah raga, sosial dan akademik, dapat menyebabkan frustrasi dan mencari kelompok lain yang dapat menerimanya. Sebaliknya, keberhasilan dari kelompok teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan NAPZA dapat muncul. Faktor kesempatan Ketersediaan NAPZA dan kemudahan memperolehnya juga dapat dikatakan sebagai pemicu. Indonesia yang sudah mendjadi tujuan pasar narkotika internasional, menyebabkan zat-zat ini dengan mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melansir bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk sampai di SD. Penegakan hukum yang belum sepenuhnya berhasil –tentunya dengan berbagai kendalanya –juga turut menyuburkan usaha penjualan NAPZA di Indonesia. Akhirnya, dari beberapa faktor yang sudah diuraikan, tidak ada faktor yang satu-satu berperan dalam setiap kasus penyalahgunaan NAPZA. Ada faktor yang memberikan kesempatan, dan ada faktor pemicu. Biasanya, semua faktor itu berperan. Karena itu, penanganannya pun harus melibatkan berbagai pihak, termasuk keterlibatan aktif orang tua. (rt) __________________________
REMAJA DAN PERILAKU KONSUMTIF Oleh Raymond Tambunan, Psi.
Jakarta, 19 November 2001
Belanja, adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Namun kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja. Pola Hidup Konsumtif Kat a “kons umt i f ”( s ebag aikat as i f at ;lihat akhiran – if) sering diartikan sama dengan kata “kons umer i s me”. Padahal kat a y ang t er akhi ri ni meng acu pada s egal a s es uat u y ang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang kata konsumtif ini. Namun konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Misalnya sebagai ilustrasi, seseorang memiliki penghasilan 500 ribu rupiah. Ia membelanjakan 400 ribu rupiah dalam waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sisa 100 ribu ia belanjakan sepasang sepatu karena sepatu yang dimilikinya untuk bekerja sudah rusak. Dalam hal ini orang tadi belum disebut berperilaku konsumtif. Tapi apabila ia belanjakan untuk sepatu
yang sebenarnya tidak ia butuhkan (apalagi ia membeli sepatu 200 ribu dengan kartu kredit), maka ia dapat disebut berperilaku konsumtif. Contoh ini relatif mudah untuk menentukan apakah seseorang telah berperilaku konsumtif atau tidak. Tapi coba bayangkan seseorang yang memiliki penghasilan 1 juta, untuk memenuhi kebutuhan pokoknya 400 ribu, dan 300 ribu digunakan untuk membeli barang yang tidak dia butuhkan, sedang sisanya digunakan untk menambah modalnya dalam usaha. Apakah ia dapat digolongkan berperilaku konsumtif? Perilaku Konsumtif Remaja Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif. Dari sejumlah hasil penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumsi antara pria dan wanita. Juga terdapat sifat yang berbeda antara pria dan wanita dalam perilaku membeli. Perbedaan tersebut adalah: Pria: Wanita: 49. mudah terpengaruh bujukan penjual 1. lebih tertarik pada warna dan bentuk, 50. sering tertipu karena tidak sabaran bukan pada hal teknis dan kegunaannya dalam memilih barang 2. tidak mudah terbawa arus bujukan 51. mempunyai perasaan kurang enak bila penjual tidak membeli sesuatu setelah 3. menyenangi hal-hal yang romantis memasuki toko daripada obyektif 52. kurang menikmati kegiatran berbelanja 4. cepat merasakan suasana toko sehingga sering terburu-buru mengambil 5. senang melakukan kegiatan berbelanja keputusan membeli. walau hanya window shopping (melihatlihat saja tapi tidak membeli). Daftar ini masih dapat dipertanyakan apakan memang benar ada gaya yang berbeda dalam membeli antara pria dan wanita. Selain itu, penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum mendapatkan hasil yang konsisten apakah remaja pria atau waniata yang lebih banyak membelanjakan uangnya. Apakah Konsumtif Berbahaya? Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya.
Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan s ec ar aber l ebi han.Pepat ah“l ebi hbes arpas akdar i padat i ang”berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja. Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya. Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika. (rt) _________________________
Remaja & Rokok Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 5 Juni 2002
Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan di jumpai orang yang sedang merokok. Bahkan bila orang merokok di sebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun orang tersebut tetap tenang menghembuskan asap rokoknya dan biasanya orangorang yang ada disekelilingnya seringkali tidak perduli. Hal yang memprihatinkan adalah usia mulai merokok yang setiap tahun semakin muda. Bila dulu orang mulai berani merokok biasanya mulai SMP maka sekarang dapat dijumpai anak-anak SD kelas 5 sudah mulai banyak yang merokok secara diam-diam. Bahaya Rokok Kerugian yang ditimbulkan rokok sangat banyak bagi kesehatan. Tapi sayangnya masih saja banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian umum Republika, Selasa 26 Maret 2002 : 19). Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8 –20 mg nikotin dan setelah di bakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25 persen. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia. Nikotin itu di terima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian membaginya ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan rasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotonin. Meningkatnya serotonin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. (Agnes Tineke, Kompas Minggu 5 Mei 2002: 22). Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang.
Efek dari rokok/tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor. Jika dibandingkan zat-zat adiktif lainnya rokok sangatlah rendah pengaruhnya, maka ketergantungan pada rokok tidak begitu dianggap gawat (Roan, Ilmu kedokteran jiwa, Psikiatri, 1979 : 33). Tipe-tipe Perokok Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adlah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6 - 30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 –21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi. Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri,1991) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe tersebut adalah : 53. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Psychological Factor in Smoking, 1978) menambahkan ada 3 sub tipe ini : a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. b. Stimulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan. c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api. 54. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. 55. Perilaku merokok yang adiktif. Oleh Green disebut sebagai psychological Addiction. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya. 56. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benarbenar habis. Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku perokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat digolongkan atas : 6. Merokok di tempat-tempat Umum / Ruang Publik:
Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area.
Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll). Mereka yang berani merokok ditempat tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak
mempunyai tata krama. Bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan secara tersamar mereka tega menyebar "racun" kepada orang lain yang tidak bersalah. 2.
Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi:
Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.
Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi Mengapa Remaja Merokok? 1. Pengaruh 0rangtua Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294). Remaja yang berasal dari keluarga konservatif yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif dengan penekanan pada f al s af ah “ker j akan ur us anmu s endi r i -sendiri", dan yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi figur contoh yaitu sebagai perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak di dapati pada mereka yang tinggal dengan satu orang tua (single parent). Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok bila ibu mereka merokok dari pada ayah yang merokok, hal ini lebih terlihat pada remaja putri (Al Bachri, Buletin RSKO, tahun IX, 1991). 2. Pengaruh teman. Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991) 3. Faktor Kepribadian. Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson, 1999). 4. Pengaruh Iklan. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun IX,1991). Upaya Pencegahan
Dalam upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi dalam diri remaja berhenti atau tidak mencoba untuk merokok, akan membuat mereka mampu untuk tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari teman, media massa atau kebiasaan keluarga/orangtua. Suatu program kampanye anti merokok buat para remaja yang dilakukan oleh Richard Evans (1980) dapat dijadikan contoh dalam melakukan upaya pencegahan agar remaja tidak merokok, karena ternyata program tersebut membawa hasil yang menggembirakan. Kampanye anti merokok ini dilakukan dengan cara membuat berbagai poster, film dan diskusi-diskusi tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan merokok. Lahan yang digunakan untuk kampanye ini adalah sekolah-sekolah, televisi atau radio. Pesan-pesan yang disampaikan meliputi: Meskipun orang tuamu merokok, kamu tidak perlu harus meniru, karena kamu mempunyai akal yang dapat kamu pakai untuk membuat keputusan sendiri. Iklan-iklan merokok sebenarnya menjerumuskan orang. Sebaiknya kamu mulai belajar untuk tidak terpengaruh oleh iklan seperti itu. Kamu tidak harus ikut merokok hanya karena teman-temanmu merokok. Kamu bisa menolak ajakan mereka untuk ikut merokok. Perilaku merokok akan memberikan dampak bagi kesehatan secara jangka pendek maupun jangka panjang yang nantinya akan ditanggung tidak saja oleh diri kamu sendiri tetapi juga akan dapat membebani orang lain (misal: orangtua) Agar remaja dapat memahami pesan-pesan tersebut maka dalam kampanye anti merokok perlu disertai dengan beberapa pelatihan, seperti: Ketrampilan berkomunikasi Kemampuan untuk membuat keputusan sendiri Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan rasa cemas/anxietas Pelatihan untuk berperilaku assertif Kemampuan untuk menghadapi tekanan dari kelompok sebaya, dll Dengan cara-cara diatas remaja akan diajak untuk dapat memiliki kemampuan dan kepercayaan diri dalam menolak berbagai godaan untuk merokok, baik yang datang dari media massa, teman sebaya maupun dari keluarga. Melarang, menghukum, atau pun memaksa remaja untuk tidak merokok hanya akan memberikan dampak yang relatif singkat karena tidak didasari oleh motivasi internal si remaja. (jp) _________________________
Remaja dan Tokoh Idola Sekarang ini remaja tidak lagi mengidolakan tokoh-tokoh yang patut diidolakan seperti seorang politikus ataupun seorang negarawan tapi mereka lebih mengidolakan pada seseorang yang menurut mereka mengerti akan kebutuhan mereka dan gaya hidup mereka seperti seorang seniman (aktor-aktris) atau olahragawan. Demi idola mereka tersebut tak jarang remaja mengikuti gaya berpakaian, penampilan, serta tingkah laku idola mereka. Remaja akan mengikuti segala perkembangan idola mereka, dan akan marah bila melihat idola mereka berbuat kesalahan maupun berbuat sesuatu yang tidak mereka inginkan, karena mereka melihat sosok yang diidolakan harus sesempurna mungkin. Selain itu remaja sulit menerima jika tokoh idola mereka dikritik oleh pihak lain.
Salah satu contoh bagaimana remaja memuja tokoh idolanya dapat terlihat pada banyaknya r emaj a;khus us ny ar emaj a put r iy ang “t er gi l a-gi l a” dengan s al ah-satu grup musik sampaisampai mereka mengkoleksi seluruh benda yang berhubungan dengan grup musik tersebut. Tidak hanya sampai disitu mereka pun rela mengikuti gaya busana grup musik tersebut, meskipun untuk mendapatkannya harus mengorbankan uang jajan atau bahkan uang sekolah. Tak jarang demi seorang tokoh idola remaja rela mengorbankan waktu belajar bahkan sampai sampai berani mempertaruhkan nyawanya demi sebuah tanda tangan seperti yang terjadi belum lama ini pada sebuah acara meet and greet dengan salah satu grup musik mancanegara di sebuah mall di Jakarta. Ribuan remaja ABG yang hanya ingin melihat dari dekat wajah-wajah para idola mereka saling berdesakan dan terlibat aksi dorong-mendorong sehingga mengakibatkan tewasnya beberapa remaja putri. Faktor Penyebab Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa remaja cenderung mengidolakan para celebritis dan rela mengikuti gaya hidup maupun gaya busananya. Beberapa ahli berpendapat bahwa remaja cenderung mengidolakan seseorang di luar lingkungan keluarganya, misalnya seorang pemusik ataupun seorang pemain film, dikarenakan tokoh idola di dalam rumah yakni kedua orang tua, kakak ataupun adiknya, ternyata cenderung tidak layak diidolakan. Beberapa keluarga kini mengalami krisis tokoh idola, karena orang tuanya lebih sering berada di luar rumah daripada mendidik anaknya. Situasi ini diperburuk lagi dengan banyaknya tayangan televisi yang lebih menonjolkan unsur-unsur komersialisme dan hedonisme dibandingkan tayangan bermutu yang penuh ajaran moral dan mendidik. Maraknya penggunaan komputer dan internet yang semakin memberi ruang bagi berkembangnya situs-situs yang tidak mendidik sehingga semakin sulit bagi orangtua untuk mengendalikan perilaku anak-anaknya. Peran media elektronik ini sangat berpengaruh bagi remaja dalam memberikan informasi tentang gaya hidup dan cenderung memberikan penghargaan berlebihan untuk gaya hidup hurahura dan glamour. Gambaran yang ditampilkan dalam sinetron ataupun acara televisi lainnya lebih banyak bersifat meninabobokan masyarakat khususnya remaja pada gaya hidup yang penuh kesia-siaan. Oleh karena itu peran orangtua sangatlah diperlukan dalam mendampingi putra-putrinya selama menjalani masa remaja. Sekali orangtua gagal mengarahkan anak remajanya maka akan dapat berakibat sangat buruk bagi kehidupan remaja di masa mendatang. (jp)
Sederhana Itu Sulit Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 30 Juni 2003 Salah satu bentuk paradok yang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari adalah kenyataan di mana menjalani hidup sederhana (mudah) justru yang paling sulit (The simplest is the most difficult). Padahal kenyataan juga menunjukkan bahwa biasanya konsep yang sederhana lah justru yang bekerja dengan efektif. Konsep yang ruwet, acak-acakan, njelimet justru seringkali bernasib mandul dan menelan banyak biaya. Kita bisa buktikan jumlah waktu dan biaya pulsa telephone yang kita gunakan untuk hal yang jelas dan hal yang tidak jelas. Bisa-bisa berlaku formula Paretto (20:80). Dua puluh persen untuk hal yang jelas dan delapan puluh persen untuk hal yang tidak karuan. Mengapa hal demikian ini bisa terjadi? Hambatan Mudah sekali kita terjebak dalam pola hidup yang tidak sederhana. Banyak alasan yang menjadi penyebabnya. Pertama adalah persepsi lingkungan di mana kesederhanaan berpikir, bersikap, dan dan bertindak dianggap sebagai kelemahan. Bentuk kelemahan yang mewakili persepsi demikian adalah terlalu sembrono, menyepelekan atau miskin. Padahal seperti pepatah leluhur bilang, sederhana bukan berarti miskin tetapi tepat sesuai kebutuhan. Sederhana berpikir dan bersikap juga berbeda dengan
sembrono. Berpikir dan bersikap sederhana lahir dari kematangan dan kedalaman pengetahuan / pemahaman seseorang tentang diri dan wilayahnya sehingga lebih tepat dikatakan sebagai keunggulan. Sementara sembrono lahir dari kedangkalan yang berarti kelemahan. Alasan kedua adalah kualitas-diri. Kualitas diri yang rendah bisa jadi merupakan hambatan utama bagi kesederhanaan. Sebagian di antaranya dapat kita uraikan sebagai berikut: 1. Kecenderungan Liar Sulit memiliki pola hidup sederhana kalau kita tidak mampu menjinakkan kecenderungan yang ingin memperluas wilayah secara liar atau dengan kata lain terlalu serakah untuk menekuni banyak hal sekaligus sementara satu hal belum lagi tuntas. Justru yang lebih banyak kita butuhkan adalah mendalami wilayah. Kita perlu belajar dari kehidupan orang sukses yang rata-rata memulai sesuatu dari satu hal tertentu, baru meluas ke wilayah atau hal berikutnya. Bahkan ada isyarat bahwa perluasan wilayah itu hanya side - effect dari kedalamannya. Contoh: dari sukses di bisnis kemudian di tarik ke politik, sosial, dll. 2. Ketidakpuasan Kecenderungan liar di atas tidak bisa dipisahkan dari unsur ketidakpuasan di dalam diri sang. Seperti yang pernah di tulis oleh Swenson (Creating "White Space in your life, Kathy Paauw: 2002), bahwa ketidakpuasan merupakan penyebab yang menghalangi orang untuk hidup sederhana. Ketidakpuasan di sini diartikan kehilangan margin - space yang kosong untuk membedakan space hidup yang lain. Ketidakpuasan identik dengan ketidakmampuan menciptakan rasa bahagia di dalam. Padahal kebahagian adalah kunci. 3. Rendah Diri Kemungkinan yang paling dekat mengapa orang tidak merasa bahagia dengan dirinya adalah karena adanya rasa rendah diri (Inferioritas). Orang yang punya merasa rendah diri akan mudah terjebak dalam pola hidup yang tidak sederhana dengan cara menipu diri -self deception (Hamacheck: 1987). Praktek hidup yang mudah dikenali dari orang-orang yang rendah diri adalah: a) mengurangi tanggung jawab (taking credit) atau minimalistis, b) terlalu mementingkan diri sendiri (self ego) karena rasa takut, c) beranggapan bahwa orang lainlah yang harus berubah, d) menolak tanggung jawab hidup untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Karakteristik Pertanyaan berikutnya adalah apa yang harus dimiliki oleh seseorang untuk bisa memiliki pola hidup sederhana. Beberapa esensi yang menjadi ciri khas pola hidup sederhana dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Keputusan Esensi ini dapat membedakan antara sederhana, sembrono, terlalu berhati-hati atau bentuk pola pikir, sikap, dan perilaku yang berlebihan lainnya. Kesederhanaan adalah kemampuan menentukan keputusan hidup berdasarkan pada fakta optimal yang nyata dan efektif. Keputusan hidup yang lebih banyak didasarkan pada muatan perasaan pribadi atau ikut-ikutan seringkali tidak sederhana, irrational dan dibumbui muatan 'mestinya'. Padahal keputusan harus menjadi solusi pada persoalan yang bermuataan 'kenyataannya'. Keputusan yang lahir dari kedangkalan pengetahuan dan pemahaman fakta optimal seringkali bukanlah ketukan palu pengadilan solusi melainkan awal dari suatu masalah. Dan sudah menjadi titah alam, persoalan apapun akan menjadi sederhana apabila diterima oleh orang yang berada dalam kapasitas mengambil keputusan. Sederhana di sini berarti jelas antara YA & TIDAK. Orang yang tidak jelas keputusannya (ketidaksederhanaan) akan rentan terhadap berbagai kafatikan, frustasi yang bisa merembet pada stress, konflik dan lain-lain (Bradford dalam Living simply in complex world: 1998 ) 2. Kekokohan Esensi kedua adalah kekokohan pondasi personal yang berisi kejelasan (clear-cut) tujuan & fokus. Seseorang baru bisa berpikir, berbuat dan bersikap sederhana kalau dirinya sudah jelas melihat wilayah di mana ia berdiri. Dengan usia dunia yang makin tua ini dipastikan semakin banyak distraksi dan godaan yang membuat kita mudah mengatakan YA atau pun TIDAk di luar konteks wilayah hidup kita yang sebenarnya. Pondasi inilah yang menjadi sekat personal (Lihat artikel: Membuat Sekat Pembatas). Banyak persoalan kemanusiaan timbul dari sekat personal yang hilang. Mestinya sekat kita dengan orang
lain adalah saling membantu tetapi ketika kita langgar dengan tindakan intervensi, misalnya saja, maka hilanglah kesederhanaan itu. 3. Kemanunggalan Berdasarkan The law of natural fixation ( keteraturan alamiyah), dunia ini satu dan menyatu antara sekian objek yang kelihatannya di tingkat permukaan terpisah. Kita menyatu dengan dunia di luar kita. Kita akan dapat menjalani hidup dengan kesederhanaan kalau kita sudah dapat menyatukan sekat yang terpisah dalam bentuk pemahaman dan pemaknaan. Pemimpin perusahan akan sederhana ketika seluruh urusan usaha yang kelihatannya terpisah berakhir di meja kerjanya yang satu. Sebaliknya akan tidak sederhana apabila laporan tentang keadaan di lapangan yang terpisah tidak menyatu di mejanya. Beberapa Kiat Ada banyak cara untuk memulai hidup sederhana. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah 'tip guideline' yang dikemukakan oleh Julie Jordan Scott ( 2000) sebagai berikut: 1. Merumuskan Tujuan Hidup dan Cara Mencapainya Kita bisa membuat rumusan hidup dengan formula sederhana, yaitu Formula SMART: Jelas (spesific), Terukur, punya padanan fisik (measurable), Bisa dicapai (attainable), Relevan (relevant) Ada tahapan waktu (time-based) 2. Mengidentifikasi dan Menyeleksi Untuk bis ahidup sderhana maka diperlukan kemampuan dalam mengidentifikasi dan menyeleksi bentuk distraksi, toleransi, dan dukungan yang menyangkut obyek berikut: Barang. Survey menunjukkan bahwa perusahaan membuang banyak biaya pada peralatan teknologi yang mestinya belum perlu sehingga hilanglah dimensi kesederhanaan hidup di dalamnya (Progressive Leadership: 2002). Keadaan. Tidak semua keadaan membutuhkan response dari kita. Ada yang perlu dilupakan dan diselesaikan. Cara. Tidak semua pekerjaan harus ditangani sendiri tetapi tidak semua bisa didelegasikan. Ada kalanya - seperti digariskan teori manajemen - to spend money in order to save time atau to spend time in order to save money. Masa Lalu. Dari sekian lembar masa lalu, ada yang masih bisa kita gunakan landasan merumuskan masa depan dan juga ada yang sama sekali tidak berguna. Solusi yang ditawarkan Julie di atas dapat kita lengkapi dengan menaati saran para ahli lain yaitu menulis rumusan tujuan hidup, hasil identifikasi dan seleksi di atas kertas putih (agenda harian). Memang ada benarnya, justru menulis sesuatu yang kelihatannya nyata, mudah, dan dekat dengan diri kita itulah yang terkadang dirasakan sulit. Oleh karena itu tetap dibutuhkan pembelajaran-diri. Mudah-mudahan bisa direnungkan.(jp) _____________________________
Sederhana Itu Sulit Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 30 Juni 2003 Salah satu bentuk paradok yang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari adalah kenyataan di mana menjalani hidup sederhana (mudah) justru yang paling sulit (The simplest is the most difficult). Padahal kenyataan juga menunjukkan bahwa biasanya konsep yang sederhana lah justru yang bekerja dengan efektif. Konsep yang ruwet, acak-acakan, njelimet justru seringkali bernasib mandul dan menelan banyak biaya. Kita bisa buktikan jumlah waktu dan biaya pulsa telephone yang kita gunakan untuk hal yang jelas
dan hal yang tidak jelas. Bisa-bisa berlaku formula Paretto (20:80). Dua puluh persen untuk hal yang jelas dan delapan puluh persen untuk hal yang tidak karuan. Mengapa hal demikian ini bisa terjadi? Hambatan Mudah sekali kita terjebak dalam pola hidup yang tidak sederhana. Banyak alasan yang menjadi penyebabnya. Pertama adalah persepsi lingkungan di mana kesederhanaan berpikir, bersikap, dan dan bertindak dianggap sebagai kelemahan. Bentuk kelemahan yang mewakili persepsi demikian adalah terlalu sembrono, menyepelekan atau miskin. Padahal seperti pepatah leluhur bilang, sederhana bukan berarti miskin tetapi tepat sesuai kebutuhan. Sederhana berpikir dan bersikap juga berbeda dengan sembrono. Berpikir dan bersikap sederhana lahir dari kematangan dan kedalaman pengetahuan / pemahaman seseorang tentang diri dan wilayahnya sehingga lebih tepat dikatakan sebagai keunggulan. Sementara sembrono lahir dari kedangkalan yang berarti kelemahan. Alasan kedua adalah kualitas-diri. Kualitas diri yang rendah bisa jadi merupakan hambatan utama bagi kesederhanaan. Sebagian di antaranya dapat kita uraikan sebagai berikut: 1. Kecenderungan Liar Sulit memiliki pola hidup sederhana kalau kita tidak mampu menjinakkan kecenderungan yang ingin memperluas wilayah secara liar atau dengan kata lain terlalu serakah untuk menekuni banyak hal sekaligus sementara satu hal belum lagi tuntas. Justru yang lebih banyak kita butuhkan adalah mendalami wilayah. Kita perlu belajar dari kehidupan orang sukses yang rata-rata memulai sesuatu dari satu hal tertentu, baru meluas ke wilayah atau hal berikutnya. Bahkan ada isyarat bahwa perluasan wilayah itu hanya side - effect dari kedalamannya. Contoh: dari sukses di bisnis kemudian di tarik ke politik, sosial, dll. 2. Ketidakpuasan Kecenderungan liar di atas tidak bisa dipisahkan dari unsur ketidakpuasan di dalam diri sang. Seperti yang pernah di tulis oleh Swenson (Creating "White Space in your life, Kathy Paauw: 2002), bahwa ketidakpuasan merupakan penyebab yang menghalangi orang untuk hidup sederhana. Ketidakpuasan di sini diartikan kehilangan margin - space yang kosong untuk membedakan space hidup yang lain. Ketidakpuasan identik dengan ketidakmampuan menciptakan rasa bahagia di dalam. Padahal kebahagian adalah kunci. 3. Rendah Diri Kemungkinan yang paling dekat mengapa orang tidak merasa bahagia dengan dirinya adalah karena adanya rasa rendah diri (Inferioritas). Orang yang punya merasa rendah diri akan mudah terjebak dalam pola hidup yang tidak sederhana dengan cara menipu diri -self deception (Hamacheck: 1987). Praktek hidup yang mudah dikenali dari orang-orang yang rendah diri adalah: a) mengurangi tanggung jawab (taking credit) atau minimalistis, b) terlalu mementingkan diri sendiri (self ego) karena rasa takut, c) beranggapan bahwa orang lainlah yang harus berubah, d) menolak tanggung jawab hidup untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Karakteristik Pertanyaan berikutnya adalah apa yang harus dimiliki oleh seseorang untuk bisa memiliki pola hidup sederhana. Beberapa esensi yang menjadi ciri khas pola hidup sederhana dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Keputusan Esensi ini dapat membedakan antara sederhana, sembrono, terlalu berhati-hati atau bentuk pola pikir, sikap, dan perilaku yang berlebihan lainnya. Kesederhanaan adalah kemampuan menentukan keputusan hidup berdasarkan pada fakta optimal yang nyata dan efektif. Keputusan hidup yang lebih banyak didasarkan pada muatan perasaan pribadi atau ikut-ikutan seringkali tidak sederhana, irrational dan dibumbui muatan 'mestinya'. Padahal keputusan harus menjadi solusi pada persoalan yang bermuataan 'kenyataannya'. Keputusan yang lahir dari kedangkalan pengetahuan dan pemahaman fakta optimal seringkali bukanlah ketukan palu pengadilan solusi melainkan awal dari suatu masalah. Dan sudah menjadi titah alam, persoalan apapun akan menjadi sederhana apabila diterima oleh orang yang berada dalam kapasitas mengambil keputusan. Sederhana di sini berarti jelas antara YA & TIDAK. Orang yang tidak jelas keputusannya (ketidaksederhanaan) akan rentan terhadap berbagai kafatikan, frustasi yang bisa merembet pada stress, konflik dan lain-lain (Bradford dalam Living simply in complex world: 1998 )
2. Kekokohan Esensi kedua adalah kekokohan pondasi personal yang berisi kejelasan (clear-cut) tujuan & fokus. Seseorang baru bisa berpikir, berbuat dan bersikap sederhana kalau dirinya sudah jelas melihat wilayah di mana ia berdiri. Dengan usia dunia yang makin tua ini dipastikan semakin banyak distraksi dan godaan yang membuat kita mudah mengatakan YA atau pun TIDAk di luar konteks wilayah hidup kita yang sebenarnya. Pondasi inilah yang menjadi sekat personal (Lihat artikel: Membuat Sekat Pembatas). Banyak persoalan kemanusiaan timbul dari sekat personal yang hilang. Mestinya sekat kita dengan orang lain adalah saling membantu tetapi ketika kita langgar dengan tindakan intervensi, misalnya saja, maka hilanglah kesederhanaan itu. 3. Kemanunggalan Berdasarkan The law of natural fixation ( keteraturan alamiyah), dunia ini satu dan menyatu antara sekian objek yang kelihatannya di tingkat permukaan terpisah. Kita menyatu dengan dunia di luar kita. Kita akan dapat menjalani hidup dengan kesederhanaan kalau kita sudah dapat menyatukan sekat yang terpisah dalam bentuk pemahaman dan pemaknaan. Pemimpin perusahan akan sederhana ketika seluruh urusan usaha yang kelihatannya terpisah berakhir di meja kerjanya yang satu. Sebaliknya akan tidak sederhana apabila laporan tentang keadaan di lapangan yang terpisah tidak menyatu di mejanya. Beberapa Kiat Ada banyak cara untuk memulai hidup sederhana. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah 'tip guideline' yang dikemukakan oleh Julie Jordan Scott ( 2000) sebagai berikut: 1. Merumuskan Tujuan Hidup dan Cara Mencapainya Kita bisa membuat rumusan hidup dengan formula sederhana, yaitu Formula SMART: Jelas (spesific), Terukur, punya padanan fisik (measurable), Bisa dicapai (attainable), Relevan (relevant) Ada tahapan waktu (time-based) 2. Mengidentifikasi dan Menyeleksi Untuk bis ahidup sderhana maka diperlukan kemampuan dalam mengidentifikasi dan menyeleksi bentuk distraksi, toleransi, dan dukungan yang menyangkut obyek berikut: Barang. Survey menunjukkan bahwa perusahaan membuang banyak biaya pada peralatan teknologi yang mestinya belum perlu sehingga hilanglah dimensi kesederhanaan hidup di dalamnya (Progressive Leadership: 2002). Keadaan. Tidak semua keadaan membutuhkan response dari kita. Ada yang perlu dilupakan dan diselesaikan. Cara. Tidak semua pekerjaan harus ditangani sendiri tetapi tidak semua bisa didelegasikan. Ada kalanya - seperti digariskan teori manajemen - to spend money in order to save time atau to spend time in order to save money. Masa Lalu. Dari sekian lembar masa lalu, ada yang masih bisa kita gunakan landasan merumuskan masa depan dan juga ada yang sama sekali tidak berguna. Solusi yang ditawarkan Julie di atas dapat kita lengkapi dengan menaati saran para ahli lain yaitu menulis rumusan tujuan hidup, hasil identifikasi dan seleksi di atas kertas putih (agenda harian). Memang ada benarnya, justru menulis sesuatu yang kelihatannya nyata, mudah, dan dekat dengan diri kita itulah yang terkadang dirasakan sulit. Oleh karena itu tetap dibutuhkan pembelajaran-diri. Mudah-mudahan bisa direnungkan.(jp) _____________________________
Self-Defeating
Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 12 Mei 2003 Seorang pria setengah baya terpaku ketika membaca sebuah kalimat dalam sebuah tabloid yang sedang dibacanya. Kalimat tersebut berbunyi: "Usia empat puluh tahun adalah saat menentukan kelanjutan hidup, tidak lagi mencari-cari tetapi melanjutkan apa yang sudah dirintis". Kalimat tersebut segera membangkitkan ingatan masa lalu ketika kampus mengeluarkan pemecatan sehingga penyelesaian studinya terhambat. Tak hanya itu perjalanan karirnya juga bernasib sama: selalu berakhir di tengah jalan karena berhenti dan diberhentikan akibat bentrok yang akhirnya membuat dia harus menjalani pekerjaan asalasalan dan sampai sekarang belum menemukan suatu kepastian karir. Kalau dipikir panjang, sikap konfrontatif untuk menunjukkan ketidaksetujuan pada orang lain, kejadian di kampus atau di kantor itu, tidaklah seluruhnya salah tetapi yang menjadi bahan renungan mengapa dirinya yang menjadi korban? Renungan di atas bisa jadi mewakili sekian banyak pribadi dan mungkin termasuk anda yang merasa gagal menjaga hubungan dalam hal karir, pendidikan, keluarga, dan lain-lain. Dengan alasan kebenaran yang anda yakini dan atas kesalahan yang dilakukan orang lain mungkin sekali sikap mengakhiri hubungan itu benar tetapi yang perlu anda renungkan lagi adalah sudahkah anda bersikap benar terhadap diri anda sendiri? Kalau akhirnya malah akan membuat perjalanan hidup anda terhambat, padahal perjalanan itu adalah tanggung jawab yang tidak bisa didelegasikan dengan menyalahkan orang lain, lalu siapa yang menanggung semua kerugian? Self-Defeating Self-defeating di sini adalah istilah yang dapat menjelaskan peristiwa khusus berupa "tindakan bunuh diri" dengan klaim hanya karena orang lain telah melakukan kesalahan, bukan karena keinginan diri sendiri untuk menjadi lebih baik. Dalam peristiwa lelaki di atas, persoalan mendasar bukan terletak pada kuantitas dan intensitas bentrok dengan pihak kampus dan pihak perusahaan tetapi akibat cara bentrok yang membuat perjalanan akademik dan karirnya jalan di tempat. Sangat dimungkinkan sikap lelaki di atas terhadap perilaku orang lain punya alasan benar tetapi yang patut disayangkan sikap itu tidak didasari oleh keinginan untuk menjadi lebih baik paska bentrok. Bukankah itu pantas dikatakan sebagai tindakan bunuh diri? Pendek kata, bentrok hanya untuk bentrok atau cerai hanya untuk cerai, seringkali mewariskan karakter dan kepribadian bentrok yang menggeneralisasi semua peristiwa yang menyangkut hubungan dengan pihak lain. Padahal antara bentrok karena pembelaan prinsip kebenaran senilai hidup-mati dengan bentrok pembelaan egoisme sesaat ATAU antara bentrok karena semata orang lain salah dan bentrok karena keinginan untuk memperbaiki diri adalah peristiwa spesifik yang berbeda. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa bentrok dalam arti self-defeating adalah bentrok yang tidak menjadikan aktivitas hubungan sebagai materi untuk meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain. Padahal menjalin hubungan dengan orang lain berperan dominan dalam mempengaruhi sukses atau gagal perlajanan hidup seseorang. Menyimak pendapat para pakar tentang peranan hubungan, meskipun diberikan secara terpisah, tetapi kalau digabungkan kira-kira akan mengarah pada kesimpulan bahwa setiap orang punya tiga wilayah yaitu wilayah public: profesi, bisnis atau lain; wilayah private: keluarga, sahabat, atau teman; dan wilayah secret: anda dengan anda tentang anda (Stephen R. Covey, dalam The Quality Life: 1992). Wilayah pertama dan kedua merupakan wilayah saling memberi-menerima pengaruh (influential zone), dimana kenyataannya mayoritas waktu hidup semua orang dicurahkan. Kalau dikalkulasikan, jumlah pengaruh yang dihasilkan dari interaksi itu mencapai 40 aspek dalam diri setiap orang dimana peranan yang dimainkan cukup besar dalam kaitan dengan sukses-gagal perjalanan seseorang (Anne S. Doody, dalam Peach of Mind- Fact or Fiction: 2001). Bahkan kalau bicara kekuatan yang berperan mempengaruhi sukses-gagal perjalanan hidup, hubungan (relationship) menempati urutan pertama dari tiga kekuatan dominan yang mempengaruhi sukses-gagal perjalanan seseorang sebelum kekuatan lain yaitu: personal integrity dan personal exploration (Keller & Berry, dalam One American in Ten Tells the Other Nine How to Vote, Where to Eat, and What to buy. Free Press: 2003). Urutan itu memang sejalan dengan kebenaran fakta bahwa relationship punya andil besar dalam mempengaruhi pencapaian kualitas hidup di wilayah sentral: karir, keluarga, bisnis, sosial dan lain-lain. Oleh karena itu Alf Cattel mengatakan bahwa jika sudah ditakdirkan semua manusia hidup dengan business of selling maka relationship is product. Senada dengan Cattel, A.H. Smith, mantan presiden perusahaan kereta api di Amerika Serikat, mengatakan: “Ke r e t aa p i ada l ah95% ma nu s i ad an5% be s i ”. Indikasi Terlepas dari alasan apapun yang menyebabkan hubungan anda dengan pihak lain harus berakhir, satu hal yang perlu anda jaga adalah jangan sampai mengakhiri hanya untuk mengakhiri yang justru akan merusak
perkembangan berikutnya. Supaya tidak merusak, rasakanlah sebagian indikasi berikut bekerja di dalam diri anda: 1. Kreasi Seperti yang diakui lelaki di atas bahwa tidak cukup hanya mengandalkan kebenaran yang anda pegang teguh sebagai alasan untuk mengakhiri hubungan dengan si X, tetapi apakah keputusan itu bisa mengaktifkan daya kreasi anda berikutnya? Kalau anda memilih putus hubungan dengan perusahaan tetapi senjata anda hanya menulis surat lamaran yang tidak tahu kapan mendapat jawaban, apalagi sering anda lakukan, benarkan anda merasa tidak menyiksa diri? 2. Kebahagiaan Salah satu sumber kebahagian adalah keharmonisan hubungan dengan orang lain. Dan kebahagiaan adalah sumber kesuksesan, minimalnya sumber kesuksesa di dalam. Tidak sebaliknya. Jika anda memilih mengakhiri hubungan dengan si X, benarkah anda akan merasa lebih bahagia dalam arti yang sebenarnya? Kalau orang bercerai hanya sekali untuk memperbaiki hidup mungkin masih bisa dibenarkan tetapi kalau dilakukan berkali-kali apalagi meninggalkan warisan anak dimana-mana, benarkah peristiwa itu tidak menggangu kebahagiannya? Bahagia dan tidak bahagia adalah spectrum kondisi internal yang pada akhirnya tidak punya kaitan dengan apa yang dirasakan orang lain tetapi kembali pada apa yang anda rasakan tentang diri anda. 3. Kekuatan Musuh yang mengancam kekuatan seseorang secara mayoritas dapat dikatakan bukan musuh dari luar tetapi anda melawan anda. Tidak sulit menemukan jalan untuk mengakhiri hubungan dengan orang lain dengan alasan kalkulasi kekuatan. Tetapi yang perlu anda pertimbangankan adalah karakter bentrok yang diwariskan. Kalau anda sudah biasa dengan karakter dan kebiasaan tertentu maka sulit bagi anda melihat cara lain yang lebih baik. Di samping juga karakter memiliki daya tarik. Karakter bentrok akan selalu mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk bentrok seperti juga penjahat yang senantiasa menemukan jalan untuk berbuat jahat. Padahal fakta alamiyah menunjukkan semakin banyak bentrok yang anda menangkan tidak berarti semakin banyak jumlah kekuatan yang anda dapat, tetapi justru sebaliknya. Pembelajaran Diri Salah satu solusi yang bisa menghindarkan anda dari self-defeating adalah dengan melakukan pembelajaran diri. Prinsip dasar pembelajaran-diri adalah mengaktifkan kemampuan pasif yang sudah disediakan sejak lahir untuk menggapai kualitas hidup lebih baik dari kemarin dan hari ini. Menjaga keharmonisan hubungan menuntut kemampuan manajemen diri yang terus ditingkatkan. Materi yang dapat anda jadikan ajang pembelajaran-diri adalah: 1. Kebiasaan Bereaksi Mayoritas orang menjalankan keputusan didasarkan pada kebiasaan reaksi pertama. Tidak ada masalah kalau kebiasaan itu menghasilkan tindakan yang tidak fatal yang mengarah pada self defeating, tetapi sayangnya reaksi pertama lebih banyak menimbulkan penyesalan di akhir tindakan. Reaksi pertama mencerminkan mentalitas ‘ j u mpt oc onc l u s i on ’yang secara ilmiah telah terbukti banyak mengurangi bobot kualitas keputusan karena lebih kuat mengakar pada kebenaran sendiri dalam arti pertahanan posisi egoisme. Namun demikian, perlu diakui bahwa terlalu lamban menentukan reaksi dalam menyelesaikan hubungan dengan pihak lain juga tidak dijamin keputusan itu lebih berkualitas. Bahkan seringkali lebih bisa diartikan sebagai pengabaian, tidak kritis, dan tidak sensitif, atau hangus. Sebagai pembelajaran, ciptakan kebiasaan mengendapkan persoalan dari luar untuk diolah di dalam sampai benar-benar masak sebelum disuguhkan kepada orang lain. Di sini yang dibutuhkan adalah penguasaan ‘ t h e ar to fc o ok i ng’dalam arti memahami ukuran api dan ukuran kematangan masakan. Kalau dipikir semua orang punya bahan yang sama untuk dimasak tetapi yang benar-benar membedakan adalah kualitas bagaimana orang itu memasak dan seni menyuguhkan. Kalau anda menangkap semua aksi orang lain dengan reaksi yang menjunjung tinggi kepentingan sesaat tanpa pengendapan (baca: dimasak), berarti sama dengan menyuguhkan masakan yang masih mentah. 2. Penguasaan Bahasa Hidup Ucapkan terima kasih kepada lingkungan dan lembaga sekolah yang telah mengajarkan anda kata-kata dan ilmu bahasa. Tetapi tidak cukup dengan menggunakan apa yang telah secara optimal diberikan orang lain
tentang bahasa tetapi anda perlu menjadikan semua pemberian itu sebagai modal dasar memahami bahasa hidup yang mungkin tidak diajarkan tetapi dapat dipelajari (learning the unteachable materials). Anda bisa memahami bahasa hidup dengan mempelajari kultur dan tradisi, mempelajari bagaimana kata-kata menciptakan dampak psikologis atau symbol of status tertentu, dan mempelajari cara pengungkapan kata secara assertive, diplomatis, dan ekspresif. Bahasa adalah the art of serving, seni bagaimana menyajikan keputusan yang yang telah anda masak sebagai reaksi terhadap aksi orang lain. Sebagus apapun masakah yang anda olah tetapi kalau disuguhkan dengan cara yang menunjukkan semangat-bahasa bertentangan maka sangat mungkin melahirkan pemahaman yang berbeda. Sebagai gambaran bahwa setiap orang secara alamiah sebenarnyaa membutuhkan koreksi orang lain dari tindakannya yang salah; tetapi kenyataannya orang menolak untuk dikoreksi sebab yang diinginkan adalah koreksi yang disuguhkan dengan cara yang sesuai keinginannya. 3. Kontrak Rahasia Hubungan dengan orang lain tidak bisa dipisahkan dengan pemahaman isi Kontrak Tak Tertulis yang menciptakan pengaruh riil. Kontrak Tak Tertulis atau Kontrak Rahasia inilah yang sering diistilah dengan Kontrak Psikologis. Menjaga hubungan tidak cukup dengan mengatakan semua yang anda tahu tentang seseorang atau mengatakan semua yang anda tidak tahu atau hanya tahu setengah-setengah. Dan juga tidak cukup dengan memberi reaksi terhadap aksi orang lain atau mengabaikan semua aksi. Oleh karena itu pahamilah ‘ wr i t t e nr u l eo fr e l a t i o ns h i p’untuk ditaati tetapi jangan lupa memahami ‘ t heun wr i t t e nr u l e ’ dalam bentuk pengecualian atau isyarat. Menjaga hubungan yang berjalan sesuai keinginan anda untuk memperbaiki kemampuan dalam menjalin hubungan, dibangun di atas pemahaman bahwa semua orang mengajukan Kontrak Tak Tertulis yang isinya sama: tolong pahami saya. Supaya tidak terjadi bongkar pasang atau bertentangan dengan keinginan anda, maka yang dituntut adalah keberanian berkorban lebih dulu untuk memahami orang lain tanpa syarat. Hanya itu dan titik. Sebab fakta alamiah menunjukkan kalau anda lebih dulu memahami tidak berarti anda yang merugi tetapi justru menjadi jalan untuk dipahami orang lain. Akhir kata, dari uraian diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa menjalin hubungan adalah kualitas yang diperlukan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Karena kualitas-mencapai berarti masih terbuka dipahami sebagai pilihan, maka tidak perlu harus menunggu usia empat puluh tahun untuk memiliki menjalin hubungan yang baik. Tetapi bisa dimulai dari sekarang dengan usia berapa pun. Selamat mencoba.(jp) _____________________________
Sepuluh tips saat ujian Ketika kamu melakukan ujian, kamu sedang mendemonstrasikan kemampuanmu dalam memahami materi kuliah, atau dalam melakukan tugas-tugas tertentu. Ujian memberikan dasar evaluasi dan penilaian terhadap perkembangan belajarmu. Ada beberapa kondisi lingkungan, termasuk sikap dan kondisimu sendiri, yang mempengaruhimu dalam melakukan ujian. Bila kamu ragu terhadap kejujuran ujian, atau kredibilitas ujian tersebut untuk menguji kemampuanmu, temuilah dosen pembimbingmu. Sepuluh tips untuk membantu kamu dalam mengerjakan ujian: Datanglah dengan persiapan yang matang dan lebih awal. Bawalah semua alat tulis yang kamu butuhkan, seperti pensil, pulpen, kalkulator, kamus, jam (tangan), penghapus, tip ex, penggaris, dan lain-lainnya. Perlengkapan ini akan membantumu untuk tetap konsentrasi selama mengerjakan ujian. Tenang dan percaya diri. Ingatkan dirimu bahwa kamu sudah siap sedia dan akan mengerjakan ujian dengan baik.
Bersantailah tapi waspada. Pilihlah kursi atau tempat yang nyaman untuk mengerjakan ujian. Pastikan kamu mendapatkan tempat yang cukup untuk mengerjakannya. Pertahankan posisi duduk tegak. Preview soal-soal ujianmu dulu (bila ujian memiliki waktu tidak terbatas) Luangkan 10% dari keseluruhan waktu ujian untuk membaca soal-soal ujian secara mendalam, tandai kata-kata kunci dan putuskan berapa waktu yang diperlukan untuk menjawab masing-masing soal. Rencanakan untuk mengerjakan soal yang mudah dulu, baru soal yang tersulit. Ketika kamu membaca soal-soal, catat juga ide-ide yang muncul yang akan digunakan sebagai jawaban. Jawab soal-soal ujian secara strategis. Mulai dengan menjawab pertanyaan mudah yang kamu ketahui, kemudian dengan soalsoal yang memiliki nilai tertinggi. Pertanyaan terakhir yang seharusnya kamu kerjakan adalah: soal paling sulit yang membutuhkan waktu lama untuk menulis jawabannya memiliki nilai terkecil Ketika mengerjakan soal-soal pilihan ganda, ketahuilah jawaban yang harus dipilih/ditebak. Mula-mulai, abaikan jawaban yang kamu tahu salah. Tebaklah selalu suatu pilihan jawaban ketika tidak ada hukuman pengurangan nilai, atau ketika tidak ada pilihan jawaban yang dapat kamu abaikan. Jangan menebak suatu pilihan jawaban ketika kamu tidak mengetahui secara pasti dan ketika hukuman pengurangan nilai digunakan. Karena pilihan pertama akan jawabanmu biasanya benar, jangan menggantinya kecuali bila kamu yakin akan koreksi yang kamu lakukan. Ketika mengerjakan soal ujian esai, pikirkan dulu jawabannya sebelum menulis. Buat kerangka jawaban singkat untuk esai dengan mencatat dulu beberapa ide yang ingin kamu tulis. Kemudian nomori ide-ide tersebut untuk mengurutkan mana yang hendak kamu diskusikan dulu. Ketika mengerjakan soal ujian esai, jawab langsung poin utamanya. Tulis kalimat pokokmu pada kalimat pertama. Gunakan paragraf pertama sebagai overview esaimu. Gunakan paragraf-paragraf selanjutnya untuk mendiskusikan poinpoin utama secara mendetil. Dukung poinmu dengan informasi spesifik, contoh, atau kutipan dari bacaan atau catatanmu. Sisihkan 10% waktumu untuk memeriksa ulang jawabanmu. Periksa jawabanmu; hindari keinginan untuk segera meninggalkan kelas segera setelah kamu menjawab semua soal-soal ujian. Periksa lagi bahwa kamu telah menyelesaikan semua pertanyaan. Baca ulang jawabanmu untuk memeriksa ejaan, struktur bahasa dan tanda baca. Untuk jawaban matematika, periksa bila ada kecerobohan (misalnya salah meletakkan desimal). Bandingkan jawaban matematikamu yang sebenarnya dengan penghitungan ringkas. Analisa hasil ujianmu. Setiap ujian dapat membantumu dalam mempersiapkan diri untuk ujian selanjutnya. Putuskan strategi mana yang sesuai denganmu. Tentukan strategi mana yang tidak berhasil dan ubahlah. Gunakan kertas ujian sebelumnya ketika belajar untuk ujian akhir. Saran-saran untuk memperbaiki website ini (dengan halaman yang dimaksud)
Sinergisasi Keunggulan Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 18 September 2003 MESKIPUN syarat menemukan keunggulan harus menjadi diri sendiri (the real self) TETAPI orang tidak akan menjadi dirinya (the real self) hanya dengan seorang diri melainkan mutlak membutuhkan keterlibatan orang lain. MESKIPUN keunggulan menjadi syarat mutlak merealisasikan kesuksesan TETAPI kesuksesan itu tidak bisa direalisasikan hanya dengan keunggulan tunggal melainkan membutuhkan keunggulan orang lain. MESKIPUN manusia punya keinginan umum yang sama TETAPI kesamaan keinginan tersebut tidak bisa diraih tanpa keterlibatan unsur pembeda yang melekat di diri orang lain. Kenyataan demikian adalah ungkapan alam yang mempertegas bahwa sinergisasi keunggulan merupakan alat merealisasikan keinginan. Dalam praktek, meskipun ajaran sinergisasi telah dielaborasi ke sekian kavling formal dan non-formal dengan pemahaman tertentu tetapi tidak mungkin meninggalkan aspek paling mendasar yaitu antara kita dan orang lain yang menggagas untuk melakukan sesuatu demi tercapainya sesuatu yang kita inginkan. Tak pelak lagi, munculnya fenomena sebagian MESKIPUN dan sebagian TETAPI di atas, membuat tata letak hubungan kita dengan orang lain rawan paradok dan penyimpangan. Hubungan kita dengan orang mestinya menjadi sumberdaya (resource) solusi tetapi lebih sering justru menjadi sumberdaya problem. Salah satu hal yang kita lupakan ketika hubungan dengan orang lain terjadi adalah sinergisasi keunggulan. Esensi Sebelum Covey memperkenalkan istilah kebiasaan sinergisasi sebagai cara mewujudkan pola kebiasaan hidup efektif (tercapainya tujuan secara optimal dengan cara yang lebih mudah) sebenarnya Hukum Alam telah mengajarkannya kepada kita melalui peristiwa perkawinan. Satu orang lelaki dan perempuan dengan sinergisasi keunggulan jenis kelamin bisa melahirkan anak lebih dari dua dan bisa menciptakan kreasi hidup baru berupa rumah tangga. Secara ilmiyah, sinergisasi mengandung esensi yang tidak bisa ditinggalkan, antara lain: 1. Transmigrasi mindset Sinergisasi harus diawali dari kemauan merubah model mental, paradigma hidup, dan sistem berpikir dimana kita adalah pemilik tujuan bahkan pemilik kehidupan atau nasib kita (baca artikel: Reformasi Busana Mindset) Dengan menjadi pemilik, maka tanggung jawab menentukan keputusan dan pilihan berada sepenuhnya di tangan kita. Tanggung jawab ownership inilah yang akan melahirkan kesadaran transmigrasi mindset dari sama-sama kerja ke kerja sama. Dari contoh yang disebutkan diatas, meskipun perkawinan merupakan peristiwa alamiah, tetapi tidak akan terjadi begitu saja tanpa diawali perubahan mindset. Begitu perubahan mindset diputuskan maka (kemudian) berubahlah status seseorang. Transmigrasi mindset dalam kaitan dengan sinergisasi keunggulan adalah meletakkan orang lain sebagai miracle bagi diri kita. Einstein bilang: "You can choose everything miracle and nothing miracle". Dengan mengawinkan miracle maka sinergisasi tidak akan membikin anda lebih melarat melainkan lebih makmur luar-dalam kecuali ada penyimpangan terhadap prinsip dasar hukum sinergi. 2. Semangat saling membangun kepercayaan Sinergisasi keunggulan dengan orang lain tidak bisa meninggalkan tuntutan kepercayaan dimana orang harus lebih dulu percaya atas kemampuan dirinya dalam merealisasikan tujuan dan percaya atas kebenaran dari prinsip yang diyakini serta memiliki kualitas yang layak untuk dipercaya. Praktek mengajarkan, kegagalan melangkah untuk menciptakan deal sinergisasi dengan orang lain dari mulai urusan bisnis sampai ke pacaran disebabkan oleh kualitas kepercayaan yang rendah. Logika ilmiahnya, kalau kita tidak percaya kepada diri kita, tentu tidak logis kalau kita menginginkan orang lain percaya. Covey berpendapat, kelayakan dipercaya menuntut kredibilitas keahlian profesi dan kredibilitas nilai. Kredibilitas profesi tidak
bisa direalisasikan sebelum orang memiliki self-confidence bahwa dirinya punya sufficient asset (aset memadai) yang bisa diaktualisasi menjadi sumber solusi hidup. Sementara kredibilitas nilai tidak bisa diraih sebelum orang meyakini kebenaran dari keyakinannya yang terekspresikan ke dalam karakter hidup. Semua orang dipastikan punya keyakinan tetapi hanya sedikit yang benar-benar meyakini kebenaran keyakinanya sehingga mudah mengeluarkan percikan keragu-raguan yang mendorong orang untuk memasuki ideologi "telor-ayam" ketika hendak membuat sinergisasi. 3. Perkawinan keunggulan yang berbeda Sinergisasi bukan menyamakan atas dasar persamaan melainkan matching yang secara harfiah diartikan dengan well-combined with atau to put in competition yang oleh hukum alam diartikan dengan perkawinan lawan jenis untuk membentuk pasangan. Kenyataan mengajarkan bahwa orang yang telah sukses merealisasikan gagasan, rata-rata telah dididik oleh hukum alam yang membuatnya menjadi ahli mengawinkan keunggulan dirinya dengan orang lain yang lebih banyak dan lebih beragam. Teori networking membenarkan bahwa semakin banyak / beragam orang yang kita kenal dan mengenal kita semakin besar kemungkinan terjadinya transaksi peluang. Sinergisasi yang kita jalankan atas kecenderungan persamaan aspek keunggulan atau kelemahan biasanya baru berupa energi potential yang masih perlu direalisasikan menjadi power. 4. Realisasi kekuatan baru yang bernilai lebih Kualitas sebuah sinergisasi (strength) tetaplah ditentukan oleh kreativitas, bukan oleh kuantitas orang yang kita kenal dan bidang yang kita sinergisasikan. Oleh karena itu, kalau menyimak lanjutan dari teori networking di atas, maka akan kita temukan: " I ti sn o twhoy ouk noworwhoe v e nk no wsy ou;i t ’swh o knows that you know what you know". Jadi, buah sinergisasi tidak ditentukan oleh kuantitas aktivitas melainkan kualitas kreativitas yang intinya adalah menciptakan hidup kita menjadi lebih hidup. Hambatan Banyak hambatan yang membuat kebiasaan sinergisasi keunggulan macet atau bubar. Aset keunggulan orang lain seringkali tidak berarti apapun bagi diri kita. Di antara hambatan tersebut adalah: 1. Menolak mengakui kesalahan Menolak adalah ekspresi egoisme kebenaran sendiri yang berarti bertentangan dengan esensi sinergisasi di mana kesalahan bukanlah keunggulan melainkan kelemahan yang baru bisa dihapus ketika pengakuan dan kesadaran dapat diciptakan di dalam diri. Pengakuan kesalahan di depan orang tidaklah sepenting pengakuan yang kita akui. 2. Menolak mengendalikan iri hati Ajaran moral menandaskan, iri hati adalah percikan gerakan internal yang harus dijauhi (baca: dosa). Iri hati terhadap keunggulan orang lain adalah letupan emosi negatif dan ketika letupan tersebut divalidasikan dalam bentuk apapun maka membuat kita dikontrol oleh emosi negatif yang mengantarkan pada pola kebiasaan hidup membandingkan (comparison-game). 3. Menolak mempercayai orang lain Kita melihat apa yang tidak dimiliki oleh orang lain dengan membandingkan apa yang kita mi l i ki .Andr ew Car neg i ebi l ang,“Taks eor angpuny ang akan menjadi pemimpin hebat (bagi dirinya dan orang lain) bila segalanya dikerjakan sendiri dan hanya untuk menginginkan pujian. Pada tingkat yang paling tebal, penyakit ini akan membentuk anggapan untuk menyaingi posisi Tuhan bahwa si A tidak bisa hidup tanpa kita. Padahal orang lain tetap akan bisa hidup tanpa kita selama orang itu bisa bersinergi dengan orang lain juga. 4. Semangat oposisi Pada dasarnya semua orang akan berterima kasih atas masukan korektif yang kita berikan demi kebaikannnya tetapi yang ditolak oleh orang lain adalah semangat dan cara. Seringkali oposisi baik konstruktif atau destruktif tidak dinilai dari substansinya tetapi semangat dan cara. Ketika
yang kita tahu dari orang lain adalah keburukan yang perlu kita kritik dengan semangan oposisi, maka pepatah menyarankan agar kita hidup seorang diri. 5. Mentalitas mengeruk Sinergisasi dalam bentuk apapun harus dibangun di atas landasan mentalitas untuk menciptakan kreasi (to create) yang lebih unggul. Dengan mentalitas ini kita menghormati keunggulan orang lain yang akan menjadi syarat bagi orang lain untuk menghormati kita. Mentalitas mengeruk (to take) adalah realisasi keinginan untuk memanfaatkan orang yang berarti membuat tata letak hubungan antara subjek dan objek. Apa yang harus anda lakukan? Merujuk pada sekelumit penjabaran esensi sinergisasi di atas dan hambatan yang sering menggagalkan realisasi esensi tersebut, maka jelaslah bahwa sinergisasi keunggulan tidak bisa direalisasikan dengan mengandalkan kecenderungan alamiah atau kemampuan potensial melainkan butuh pengasahan keahlian khusus. Tiga keahlian berikut apabila diasah akan membantu anda menciptakan sinergisasi secara efektif: 1. Ketrampilan Intrapersonal Keahlian ini merupakan kemampuan seseorang untuk menemukan perbedaan atau keunggulan yang melekat di dalam dirinya atau how to make deal with the self inside. Ajaran teologi menunjuk tiga software pokok yang menjadi alat manusia mengenal dirinya yaitu: pikiran, perasaan, dan keyakinan dimana eksplorasi ilmiah secara bertahap menemukannya dengan istilah IQ (Intellectual Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (spiritual Quotient). Ketiga software ini kalau dicerdaskan akan melahirkan keahlian intrapersonal di mana orang mengenal lebih akurat tentang dirinya atau menjadi pemilik bagi dirinya. Sebaliknya kalau tidak dicerdaskan akan menjadi liar dan menguasai kita sehingga membuat kita menjadi korban (reaktif). Contoh sepele adalah egoisme kebenaran sendiri. Sepintas, orang lainlah yang menjadi korban tetapi pada hakekatnya orang lain hanya "kecipratan sedikit' tetapi yang paling banyak terkena getahnya adalah kita. Getah itu berupa siksaan pedih di mana kita akan dihukum oleh ketidaktahuan tentang keunggulan yang kita miliki sehingga membuat jarak yang kian jauh antara kita dan realisasi tujuan yang benar-benar kita inginkan. Praktek sinergisasi dengan orang lain pada satu sisi dapat dijadikan ajang pendidikan lanjutan untuk mencerdaskan kemampuan pikiran, perasaan dan hati. Dengan sinergisasi, pikiran kita bisa terbuka dan terdorong untuk maju; perasaan kita menjadi semakin peka terhadap berbagai rangsangan dari luar; dan keyakinan kita bisa bertambah tebal. Mungkin inilah yang bisa diklopkan dengan perkataan Galelio, bahwa esensi pendidikan adalah upaya mengantarkan manusia kepada pengetahuan lebih akurat tentang dirinya. 2. Ketrampilan Interpersonal Kenyataan sering menunjukkan bahwa orang yang tidak merasa bahagia dengan dirinya gampang terusik dengan perbedaan yang melekat pada orang lain alias tidak bahagia dengan orang lain. Demikian juga pikiran dan keyakinan kita. Tidak salah kalau dikatakan, apabila anda terbiasa dengan judgment atas orang lain maka yang sebenarnya anda judge adalah diri anda. Namun demikian, sinergisasi dengan orang lain tidak cukup dengan bermodal perasaan, pikiran dan keyakinan sebab ketiganya tidak mudah dikenali oleh orang lain. Atau membutuhkan media yang memungkinkan terjadi proses interaksi. Perangkat software yang bisa mendukung terciptanya keahlian Interpersonal (how to deal with others effectively) secara umum dapat dilakukan dengan mencerdaskan sikap (attitude) di mana kita menafsirkan dan ditafsirkan, pembicaraan dan tindakan. Di lain pihak, sinergisasi dapat pula dijadikan ajang mencerdaskan ketiganya melalui pemahaman sekian label feedback dari orang lain ketika kita menampilkan sikap tertentu, mengutarakan sesuatu, dan melakukan sesuatu. Konflik adalah salah satu contoh pendidikan diri yang paling riil. Meskipun tidak ada yang menyukainya tetapi konflik kita butuhkan untuk mematangkan perasaan, pikiran dan keyakinan dengan syarat disikapi, dikomunikasikan dan dijalani dengan pemahaman konstruktif. 3. Ketrampilan praktek Ketrampilan praktek (Practical Skill) adalah kemampuan seseorang untuk menjalankan (mentransformasikan) gagasan menjadi tindakan meskipun terkadang tidak terungkapkan (Charles Handy: 1990). Dengan memiliki keahlian ini, sinergisasi tidak terhambat oleh proses terjadinya perdebatan hal-hal sepele yang dapat menggugurkan tujuan atau munculnya penyakit ‘ t hede s e as eofme ’(kalau tidak saya). Merujuk pada esensi sinergisasi di atas, maka keahlian praktek termasuk keahlian kunci yang dibutuhkan.
Ketrampilan praktek bisa diperoleh dengan cara terjun langsung di lapangan atau membiasakan diri dengan menciptakan sinergisasi keunggulan dengan orang lain atau belajar kepada pengalaman kegagalan masa lalu dengan mengaktifkan daya kreatif yang memungkinkan terciptanya transformasi dan alternatif baru. Harus diakui, umumnya keahlian praktek tidak bisa diajarkan tetapi bisa dipelajari melalui praktek. Contoh: meskipun dibutuhkan sekolah montir tetapi keahlian praktek bagaimana menjalankan kendaraan secara smart tidak bisa didapatkan hanya dengan teori. Sinergisasi dalam bentuk apapun harus dibangun di atas landasan mentalitas untuk menciptakan kreasi (to create) yang lebih unggul. Dengan mentalitas ini kita menghormati keunggulan orang lain yang akan menjadi syarat bagi orang lain untuk menghormati kita. Mentalitas mengeruk (to take) adalah realisasi keinginan untuk memanfaatkan orang yang berarti membuat tata letak hubungan antara subjek dan objek. Akhir kata, kesuksesan sinergisasi lebih banyak menuntut perbaikan ke dalam agar bisa menghasilkan pendekatan yang baik atau pendekatan yang dibutuhkan oleh kepentingan sinergisasi. Bukan menuntut perbaikan orang lain agar mengubah pendekatannya kepada kita. Semoga bisa dipraktekkan.(jp) _____________________________
Sistem Belajar "Murder" Ada salah satu tip dalam mengembangkan sistem belajar yang efektif dan efisien. Sistem belajar ini dikenal dengan "MURDER", yang terdiri dari
Mood * Understand * Recall * Digest * Expand * Review Perincian sistem belajar "MURDER" ini, yang diadaptasi dari buku The Complete Problem Solver oleh Bob Nelson, adalah sebagai berikut: Mood - Suasana Hati : Ciptakan selalu mood yang positif untuk belajar. Ini bisa dilakukan dengan menentukan waktu, lingkungan dan sikap belajar yang sesuai dengan pribadimu. Understand –Pemahaman : Tandai informasi bahan pelajaran yang TIDAK kamu mengerti dalam satu unit. Fokuskan pada unit tersebut atau melakukan beberapa kelompok latihan untuk unit itu. Recall - Ulang: Setelah belajar satu unit, berhentilah dan ulang bahan dari unit tersebut dengan kata-kata yang kamu buat SENDIRI. Digest - Telaah: Kembalilah pada unit yang tidak kamu mengerti dan PELAJARI KEMBALI keterangan yang ada. Lihatlah informasi yang terkait pada artikel, buku teks atau sumber lainnya, atau diskusikan dengan teman atau guru/dosen. Expand –Kembangkan : Pada langkah ini, tanyakan tiga persoalan berikut terhadap materi yang telah kamu pelajari:
Andaikan saya bertemu dengan penulis materi tersebut, pertanyaan atau kritik apa yang hendak saya ajukan? Bagaimana saya bisa mengaplikasikan materi tersebut ke dalam hal yang saya sukai? Bagaimana saya bisa membuat informasi ini menjadi menarik dan mudah dipahami oleh siswa/mahasiswa lainnya? Review - Pelajari Kembali : Pelajari kembali materi pelajaran yang sudah dipelajari. Ingatlah strategi yang telah membantu kamu mengerti dan/atau mengingat informasi. Jadi, terapkan strategi tersebut untuk cara belajarmu berikutnya. Saran-saran untuk memperbaiki website ini (dengan halaman yang dimaksud)
Situs Porno dan Kesehatan Mental Oleh Johanes Papu Team e-psikologi
Jakarta, 20 September 2001 Dari sekitar 1,8 juta warga Indonesia yang sudah mengenal dan mengakses internet, 50% diantaranya ternyata tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka situs porno. Demikian yang diungkapkan oleh Richard Kartawijaya, Wakil Presiden Asosiasi Piranti Lunak dan Telematika Indonesia, dalam paparannya pada seminar dies natalis ke-46 Fisipol UGM di Gedung UC, Yogyakarta, Rabu 19/9/2001. Selain mengakses situs porno, menurut Richard, pada 2 - 3 bulan pertama internet lebih banyak digunakan untuk bermain games. Penggunaan internet untuk mengakses situs-situs porno memang sangat sulit untuk dihindari, mengingat bahwa situs-situs semacam itu tersedia sangat banyak dalam dunia maya tersebut. Menurut hasil penelitian Alvin Cooper (1998) dari San Jose Marital and Sexual Centre, yang tertuang dalam bukunya Sexuality and the Internet: Surfing into the new millennium, seks (baca: situs porno) merupakan topik nomor satu yang dicari para pengguna internet di Amerika. Kenyataan yang ada di Indonesia saat ini tampaknya tidak jauh berbeda. Hal itu terlihat dari masuknya situs-situs porno di search engine sebagai Top 10 Website yang paling banyak dikunjungi. Dengan melihat jumlah pengakses situs-situs porno di internet yang cenderung meningkat dari hari ke hari, maka perlu diwaspadai dampak penggunaan teknologi tersebut terhadap kesehatan mental dan hubungan interpersonal si user/netter. Para psikolog dan ahli ilmu-ilmu sosial lainnya telah lama menaruh perhatian pada dampak yang ditimbulkan oleh situs-situs porno atau sering disebut juga sebagai "CYBERSEX". Ada dua pandangan yang muncul sehubungan dengan hal tersebut. Pertama, pandangan yang menganggap situs porno mendorong terjadinya hal-hal yang bersifat patologis bagi user. Pandangan ini cenderung berfokus pada perilaku addictive dan compulsive. Kedua, pandangan yang menganggap bahwa situs porno hanya merupakan sarana untuk mengekplorasi dan mencari informasi mengenai masalah-masalah seksual. Dengan kata lain mengakses situs porno merupakan suatu ekspresi seksual. Patologis Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa situs porno mendorong terjadinya tindak kriminal dan perilaku seks menyimpang. Menurut penelitian, situs porno memungkinkan user/netter untuk melakukan berbagai komunikasi erotik melalui komputer mulai dari tingkatan yang bersifat godaan atau lelucon porno, pencarian dan tukar-menukar informasi mengenai pelayanan seksual sampai pada diskusi terbuka tentang perilaku seks menyimpang. Selain itu
komunikasi melalui internet seringkali digunakan untuk mengeksploitasi pornography yang melibatkan anak-anak dan remaja serta alat yang dipakai untuk menyamarkan identitas seksual seseorang dengan tujuan tertentu. Penelitian pertama yang menyelidiki kecanduan mengakses situs porno dilakukan Bingham dan Piotrowski (1996). Hasil penelitian mereka yang tertuang dalam Psychological Report berjudul On-line sexual addiction: A contemporary enigma mengungkapkan 4 (empat) karakteristik yang terdapat pada individu pecandu situs porno (addicted to cybersex). Keempat karakteristik tersebut adalah: Ketrampilan sosial yang tidak memadai Bergelut dengan fantasi-fantasi yang bersifat seksual Berkomunikasi dengan figur-figur ciptaan hasil imaginasinya sendiri Tidak mampu mengendalikan diri untuk tidak mengakses situs porno Sementara itu penelitian terhadap perilaku kompulsif dalam mengakses situs porno terungkap bahwa perilaku tersebut didorong oleh faktor-faktor seperti kesepian (loneliness), kurang percaya diri (lack of self-esteem), dan kurangnya pengendalian diri terhadap masalah seksual (lack of sexual self-control). Ekspresi Seksual Berbeda dengan pandangan yang menganggap bahwa situs porno mendorong terjadinya masalah yang bersifat patologis, beberapa penulis justru melihat situs porno sebagai tempat yang menyediakan berbagai informasi "supercepat" mengenai masalah-masalah seksual dan sekaligus menawarkan cara-cara yang baru dan tersembunyi (paling tidak user merasa tidak ada orang lain yang tahu) untuk memuaskan keingintahuan seseorang dalam melakukan explorasi seksual. Keberadaan situs porno dinilai dapat membantu pasangan yang mengalami masalah dalam hubungan seksual karena menyediakna berbagai informasi yang terkadang "enggan" untuk dibicarakan secara langsung oleh pasangan tersebut. Menurut Leiblum (1997) dalam Journal of Sex Education and Therapy berjudul Sex and the net: Clinical implications, situs porno merupakan sarana ekspresi seksual yang memiliki rentangan secara kontinum dari sekedar rasa ingin tahu sampai pada perilaku obsesif. Bagi individu yang memerlukan terapi seksual, media seksual on-line seringkali dianggap dapat mengakomodasi hal-hal yang berhubungan dengan isolasi sosial dan ketidakbahagiaan dalam hidup. Lieblum membedakan 3 (tiga) karakter klinis dari para pengakses situs porno. Ketiga profil tersebut adalah: Loners, dimana seseorang (user) menganggap bahwa situs porno dapat menjadi alat untuk mengakomodasi masalah-masalah atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup. Partners, dimana situs porno dianggap sebagai bagian dari pasangan hidup si user. Ketika user mengalami masalah dia dapat mencari solusi melalui situs porno Paraphilics, dimana seseorang tergantung pada situs porno untuk memberikan stimulasi dan kepuasan seksual. Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika seseorang hanya menganggap bahwa situs porno sebagai alat untuk mengakomodasikan masalah-masalah seksual saja maka ia tidak bisa digolongkan sebagai seseorang yang memiliki masalah kejiwaan. Pada tahapan berikut di mana pengguna menganggap situs porno sebagai partner yang bisa digunakan sebagai sarana untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya, sebenarnya individu sudah memasuki titik yang rawan untuk menuju ke tahapan berikutnya (Paraphilics), jika ia tidak mampu mengendalikan diri dan tidak segera menyelesaikan masalah yang ada dengan pasangannya. Sama halnya dengan beberapa perilaku adiksi yang lain (misalnya perjudian, alkoholik), maka jika individu sampai masuk ke tahapan ketiga maka dapat dipastikan bahwa ia memiliki masalah kejiwaan yang menyangkut perilaku adiksi. Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa pengguna internet memiliki berbagai tujuan dan alasan dalam mengakses situs porno. Apakah Anda akan menggunakan situs tersebut untuk tujuantujuan yang positif demi kebahagiaan hidup Anda dan pasangan Anda atau sebaliknya, semua terserah Anda. Berasumsi bahwa semua pengakses internet memiliki masalah-masalah patologis tentu sangat tidak adil. Namun demikian hal yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai situs porno merupakan "menu harian" dalam mengakses internet. Selain itu bagi Anda yang
sudah memiliki pasangan hidup jika mengalami masalah-masalah seksual hendaklah membicarakannya dengan pasangan Anda terlebih dahulu. Mengingat bahwa di Indonesia sampai saat ini belum ada aturan atau tata cara yang mengatur penggunaan teknologi internet ini, maka kendali sepenuhnya ada ditangan Anda. Situs porno yang sudah demikian marak dalam dunia maya tersebut tidak mungkin lagi dapat diblokir atau dihindari seperti yang pernah dilakukan oleh Departemen Penerangan beberapa tahun yang lalu. (jp) _____________________________
Strategi Coping Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 22 Juli 2002
Strategi coping menunjuk pada berbagai upaya , baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Dengan perkataan lain strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Jenis Strategi Coping Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres; dan emotionfocused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau Aids. Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping ,yaitu active & avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action & Palliative). Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping merupakan strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stres dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yang dilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri (lihat artikel: Mengenal Mekanisme Pertahanan Diri) yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambat permasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan terhadap ancaman.
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi. a. Kesehatan Fisik Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar b. Keyakinan atau pandangan positif Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused coping c. Keterampilan Memecahkan masalah Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. d. Keterampilan sosial Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat. e. Dukungan sosial Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya
f. Materi Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli. (jp)
Stress? Belailah Kucing! Oleh RR. Ardiningtiyas Pitaloka** Jakarta, 27 Mei 2003 Bagi penyayang kucing, kalimat diatas mungkin sudah tidak terlalu asing. Namun bagi yang tidak pernah memiliki atau terpaksa menjauhi kucing karena alergi terhadap bulunya, mungkin meragukan dan menganggap judul diatas hanya mitos atau sugesti belaka. Selain kucing, anjing atau binatang berbulu lain, masih banyak binatang peliharaan yang diyakini dapat menjadi obat stress seperti burung atau ikan. Ikan! Siapa yang tak pernah mendengar Lou-Han, si jidat menonjol dengan warna menyolok yang sedang menjadi primadona? Meskipun harganya mahal, sebagian masyarakat Indonesia tidak kehabisan akal untuk mengkoleksinya, termasuk mengalah memi l i hy angl okalbi ars edi ki t‘ mi r i ng’har gany a.Per kut utpunmas i hmenj adii dol as ebagi an penyayang burung dengan suaranya yang indah, sekali lagi menghilangkan stress!
Stress dapat terjadi dalam berbagai kondisi dan situasi, demikian juga pelaku atau individu yang mengalami stress ini. Pelaku stress pun tidak hanya pada seseorang namun juga secara kolektif seperti masyarakat. Hal itu disebabkan karena sumber stress dapat berasal dari apa pun, tergantung dari persepsi penerima. Stress Salah satu pendekatan untuk mengenal stress adalah pendekatan psikologik. Pendekatan psikologik menggambarkan bagaimana cara seseorang mempersepsikan suatu peristiwa atau kondisi, berperan dalam me ne n t uk a ns t r e s s .Ha li n i l a hy a ngdi k e na lde ng a n‘ Mode lPe ni l a i a n’a t a u‘ Pe na f s i r a nSt r e s s ’ . St r e s s dirumuskan sebagai suatu keadaan psikologik yang merupakan representasi dari transaksi khas dan pr ob l e ma t i ka n t a r as e s e or a ngda nl i ng k ung a nny a .Se l y eme ng ung k a p k a na da ny a‘ s t r e s s or ’y a ngme r u pa k a n unsur lingkungan dari stress (1950). Sedangkan hakekat sumber stress dalam pendekatan psikologik adalah semua kondisi atau situasi yang ada dalam kehidupan kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut dapat ditarik kesimpulan bahwa stress merupakan kondisi yang timbul saat seseorang berinteraksi dan dan bertransaksi dengan situasi-situasi yang dihadapinya dengan cara-cara tertentu. Reaksi stress yang muncul mengikuti stress yang dihadapi dapat berupa reaksi fisik, psikologis dan tingkah laku. Stress juga dapat berlangsung dalam jangka waktu pendek atau berkepanjangan. Bila pendek, biasanya tidak menjadi masalah besar namun bila panjang dan tidak dapat dikendalikan maka dapat memunculkan efek-efek negatif seperti depresi, sakit jantung, nafas sesak dan lain sebagainya. Stress yang berakibat negatif dipersepsikan sebagai sesuatu yang merugikan atau menyakitkan dan disebut dengan distress, sedangkan stress yang menghasilkan perasaan menyenangkan, menantang, meningkatkan gairah dan prestasi serta meningkatkan produktivitas disebut dengan uestress (Selye, 1982). Dalam menanggulangi stress, upaya yang harus dilakukan tidak hanya sebatas mengatasi stress saja, namun tersirat juga usaha menyesuaikan dan mengadaptasi secara efektif terhadap tuntutan-tuntutan yang dihadapi. Teman Sejati Karen Allen, seorang peneliti dan guru besar Universitas New York di Buffalo, mengatakan: ”Kamimenangk apbahwaor angmemandang binatang peliharaannya sebagai sumber yang ber har gadanpent i ngdal am dukungans os i al . ”Menur uts t udit er bar uny a,dal am k ondi s is t r es s mungkin seseorang lebih baik bersama binatang kesayangan daripada teman bahkan pasangan. Dalam studi sebelumnya ditemukan pula bahwa seseorang yang memiliki binatang peliharaan, ternyata terdapat tingkat stress yang rendah, bahkan menurunkan angka rata-rata kematian serangan jantung. Allen mengemukakan, kehadiran binatang kesayangan meringankan efek stressor pada detak jantung, tekanan darah dan mempercepat pemulihan ke tingkat mendasar. Binatang peliharaan juga membantu menurunkan ke level garis dasar pemiliknya pada kenaikan kardiovaskular serta meningkatkan kemungkinan pemilik binatang menganggap stressor sebagai se s ua t uy a ng ‘ me na nt a ng ’ da r i pa da ‘ me n g a nc a m’ .La l uba g a i ma n aha li t ub i s at e r j a d i ,a p a k a hme ma ngk a r e nas ug e s t ida nk e pe r c a y a a ny a ng telah berkembang di masyarakat, atau ada hal lain? Binatang kesayangan menurunkan tingkat stress dengan menghadirkan ‘ non j u dgme n t a lc ompa ni on s h i p’ ,dukungan yang sulit dilakukan oleh seorang sahabat atau ba hk a npa s a ng a n.“ Se be s a ra pa punk i t ame y a k i n is e s e or a n gb e r a dapa dapos i s ik i t a ,s e l a l ua dape n i l a i a n a t a ue v a l ua s i , ”k a t aAl l e n( Be ns o n, 20 02) . Cobalah Penelitian Allen telah membuktikan dan menguak misteri keistimewaan binatang kesayangan. Sahabat yang hadir tanpa menghakimi! Tentu saja, karena ia bukanlah manusia, walaupun dapat memberikan respon bila kita mengelus atau menyayanginya. Perawatan yang baik membuat sesorang merasa memiliki, da nb i n a t a ngpe l i ha r a a np unme nj a di‘ me ng e n a lt u a n ny a ’s e hi ng g at e r j a d i l a hpe r s a ha ba t a na nt a rk e dua ny a . Na munde mi k i a nha lt e r s e b u tbuk a nl a hb e r a r t it e ma n‘ ma nu s i a ’t i d a kpe n t i ngl a g i .Ada k a l a ny a , s e s e or a ng membutuhkan diskusi atau umpan balik dari kegundahan hati, namun ada saatnya seseorang hanya ingin di de ng a r ,ha ny abut uh‘ t e mp a ts a mpa h’u n t ukme mbua ngs e mu ay a ngme ny e s a kk a nda da .Na hs a a ti n i l a h binatang kesayangan mungkin bisa membantu. Dengan sentuhan jemari anda ke bulunya yang lembut, liukan mereka saat bermanja di pangkuan, atau lonjakan tubuhnya mengejar bola bisa membuat Anda tertawa lepas, hingga mengendurkan otot-otot yang tegang dan melupakan persoalan hidup yang sedang menghimpit. Binatang peliharaan bisa saja ikan, burung, kucing, anjing, kelinci, atau iguana, terserah pada selera dan juga kemampuan finansial anda, yang penting diketahui kini adalah mereka akan menjadi sahabat yang meredakan stress dan membuat Anda melihat stressor sebagai tantangan hidup, bukan ancaman. Selamat mencoba!(jp) -------------------------------------- Sumber: Soeswondo, Soesmalijah. 1993. Stress Kerja Dalam Era Pembangunan: Pidato
pengukuhan diucapkan pada upacara penerimaan jabatan sebagai guru besar tetap psikologi pada fakultas psikologi Universitas Indonesia di Depok. Benson, Etienne. 2002. Friends Indeed; Social support from pets can lower stresss,
research shows. Monitor On Psychology (A Publication of The American Psychological Association): December 2002: Volume 33 No.11; page 26) **Penulis adalah mahasiswa program Pascasarjana Psikologi Kekhususan Sosial Sains Fakultas Psikologi Universitas Indonesia _________________________
Stress Kerja Oleh Jacinta F. Rini, MSi. Team e-psikologi.com Jakarta, 1 Maret 2002 Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan kebagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang seringkali memicu terjadinya stress kerja. Hasil Penelitian Menurut penelitian Baker dkk (1987), stress yang dialami oleh seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga menyimpulkan bahwa stress akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel kekebalan tubuh, ataupun sel-sel antibodi banyak yang kalah. Dua orang peneliti yaitu Plaut dan Friedman (1981) berhasil menemukan hubungan antara stress dengan kesehatan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa stress sangat berpotensi mempertinggi peluang seseorang untuk terinfeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan sistem autoimmune-nya. Selain itu ditemukan pula bukti penurunan respon antibodi tubuh di saat mood seseorang sedang negatif, dan akan meningkat naik pada saat mood seseorang sedang positif. Peneliti yang lain yaitu Dantzer dan Kelley (1989) berpendapat tentang stress dihubungkan dengan daya tahan tubuh. Katanya, pengaruh stress terhadap daya tahan tubuh ditentukan pula oleh jenis, lamanya, dan frekuensi stress yang dialami seseorang. Peneliti lain juga mengungkapkan, jika stress yang dialami seseorang itu sudah berjalan sangat lama, akan membuat letih health promoting response dan akhirnya melemahkan penyediaan hormon adrenalin dan daya tahan tubuh. Banyak sudah penelitian yang menemukan adanya kaitan sebab-akibat antara stress dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh karenanya, perlu kesadaran penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya. Apakah Stress Kerja? Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu mengalami stress kerja. Namun apakah sebenarnya yang dikategorikan sebagai stress kerja? Menurut Phillip
L. Rice, Penulis buku Stress and Health, seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja jika : Urusan stress yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stress tersebut. Gejala Menurut Terry Beehr dan John Newman (1978) gejala stress kerja dapat di bagi dalam 3 (tiga) aspek, yaitu gejala psikologis, gejala psikis dan perilaku. Gejala Psikologis
Gejala Fisik
Kecemasan, ketegangan
Meningkatnya detak Menunda ataupun menghindari jantung dan tekanan pekerjaan/tugas darah
Bingung, sensitif
Meningkatnya sekresi Penurunan adrenalin dan produktivitas noradrenalin
marah,
Memendam perasaan
Gejala Perilaku
prestasi
dan
Gangguan Meningkatnya penggunaan gastrointestinal, misalnya gangguan minuman keras dan mabuk lambung
Komunikasi tidak Mudah terluka efektif
Perilaku sabotase
Mengurung diri
Mudah lelah secara Meningkatnya frekuensi absensi fisik
Depresi
Kematian
Perilaku makan yang normal (kebanyakan kekurangan)
tidak atau
Merasa terasing Gangguan dan kardiovaskuler mengasingkan diri
Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan
Kebosanan
Gangguan pernafasan
Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi, seperti ngebut, berjudi
Ketidakpuasan kerja
Lebih berkeringat
Lelah mental
Gangguan pada kulit
Penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
Menurunnya fungsi intelektual
Kepala migrain
Kecenderungan bunuh diri
sering Meningkatnya agresivitas, dan kriminalitas
pusing,
Kehilangan daya Kanker konsentrasi Kehilangan spontanitas kreativitas
dan Ketegangan otot
Kehilangan semangat hidup
Probem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur)
Menurunnya harga diri dan rasa percaya diri Dampak Terhadap Perusahaan Sebuah organisasi atau perusahaan dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stress kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stress yang dialami oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang bisa mengalami penyakit, organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan Penyakit Organisasi. Randall Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa: Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja Mengganggu kenormalan aktivitas kerja Menurunkan tingkat produktivitas Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang. Dampak Terhadap Individu Dampak stress kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal Kesehatan Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi dengan sistem kekebalan untuk mencegah serangan penyakit. Istilah "kebal" ini dikemukakan oleh dua orang peneliti yaitu Memmler dan Wood untuk menggambarkan kekuatan yang ada pada tubuh manusia dalam mencegah dan mengatasi pengaruh penyakit tertentu, dengan cara memproduksi antibodi. Sistem kekebalan tubuh manusia ini bekerja sama secara integral dengan sistem fisiologis lain, dan kesemuanya berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang cara kerjanya di atur oleh otak. Seluruh sistem tersebut sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor psikososial seperti stress dan immunocompetence. Istilah immunocompetence ini biasanya digunakan di bidang kedokteran untuk menjelaskan derajat keaktifan dan keefektifan dari sistem kekebalan tubuh.
Jadi, tidak heran jika orang yang mudah stress, mudah pula terserang penyakit. Cobalah Anda mulai memperhatikan diri Anda sendiri, dan tanyakan apakah Anda termasuk di antara orang yang sedang mengalami stress kerja? Dan apakah penyakit yang sering Anda alami merupakan akibat atau pengaruh stress kerja yang berkepanjangan ? Psikologis Stress berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terusmenerus. Menurut istilah psikologi, stress berkepanjangan ini disebut stress kronis. Stress kronis sifatnya menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan-lahan. Stress kronis umumnya terjadi di seputar masalah kemiskinan, kekacauan keluarga, terjebak dalam perkawinan yang tidak bahagia, atau masalah ketidakpuasan kerja. Akibatnya, orang akan terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan. Menurut Miller (1997), seorang peneliti asal Amerika, akar dari stress kronis ini adalah dari pengalaman traumatis di masa lalu yang terinternalisasi, tersimpan terus dalam alam bawah sadar. Hal ini jadi berbahaya karena orang jadi terbiasa "membawa" stress ini kemana saja, dimana saja dan dalam situasi apapun juga; stress kronis ini dianggap sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehingga tidak ada upaya untuk mencari jalan keluarnya lagi. Singkatnya, orang yang menderita stress kronis ini sudah hopeless and helpless. Tidak heran jika para penderita stress kronis akhirnya mengambil keputusan untuk bunuh diri, atau meninggal karena serangan jantung, stroke, kanker, atau tekanan darah tinggi. Jadi, amatilah diri Anda, apakah Anda termasuk orang yang suka membiarkan masalah tanpa dicari jalan keluar yang positif ? Berhati-hatilah akan konsekuensi yang bakal Anda hadapi ! Interaksi Interpersonal Orang yang sedang stress akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stress. Oleh karena itulah, sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik, nasihat, bahkan perilaku orang lain. Obyek yang sama bisa diartikan dan dinilai secara berbeda oleh orang yang sedang stress. Selain itu, orang stress cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stress yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, ia lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi. Tidak heran kalau akibat dari sikapnya ini mereka dijauhkan oleh rekan-rekannya. Respon negatif dari lingkungan ini malah semakin menambah stress yang diderita karena persepsi yang selama ini ia bayangkan ternyata benar, yaitu bahwa ia kurang berharga di mata orang lain, kurang berguna, kurang disukai, kurang beruntung, dan kurang-kurang yang lainnya. Sebuah penelitian terhadap sekelompok karyawan yang bekerja di suatu organisasi menunjukkan, bahwa stress kerja menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antara pihak karyawan dengan pihak manajemen. Tingginya sensitivitas emosi berpotensi menyulut pertikaian dan menghambat kerja sama antara individu satu dengan yang lain. Sumber Stress Untuk memahami sumber stress kerja, kita harus melihat stress kerja ini sebagai interaksi dari beberapa faktor, yaitu stress di pekerjaan itu sendiri sebagai faktor eksternal, dan faktor internal seperti karakter dan persepsi dari karyawan itu sendiri. Dengan kata lain, stress kerja tidak semata-mata disebabkan masalah internal, sebab reaksi terhadap stimulus akan sangat tergantung pada reaksi subyektif individu masing-masing. Beberapa sumber stress yang menurut
Cary Cooper (1983) dianggap sebagai sumber stress kerja adalah stress karena kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi. Kondisi Pekerjaan Lingkungan Kerja. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan. Overload. Sebenarnya overload ini dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam "tegangan tinggi". Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan. Deprivational stress. George Everly dan Daniel Girdano (1980), dua orang ahli dari Amerika memperkenalkan istilah deprivational stress untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial). Pekerjaan Berisiko Tinggi. Ada jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan, seperti pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, pemadam kebakaran, pekerja tambang, bahkan pekerja cleaning service yang biasa menggunakan gondola untuk membersihkan gedung-gedung bertingkat. Pekerjaanpekerjaan ini sangat berpotensi menimbulkan stress kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan. Konflik Peran Ada sebuah penelitian menarik tentang stress kerja menemukan bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, atau yang kurang memiliki struktur yang jelas, mengalami stress karena konflik peran. Mereka stress karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen (Rice, 1992). Kenyataan seperti ini mungkin banyak dialami pekerja di Indonesia, dimana perusahaan atau organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya, sering muncul rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga akhirnya timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. Para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stress lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya, wanita bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Terutama dalam alam kebudayaan Indonesia, wanita sangat dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga banyak wanita karir yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan ekonomi rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stress. Pengembangan Karir Setiap orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. Bayangan akan kesuksesan karir, menjadi fokus perhatian dan penantian dari hari ke hari. Namun pada kenyataannya, impian dan cita-cita mereka untuk mencapai prestasi dan karir yang baik seringkali tidak terlaksana. Alasannya bisa bermacam-macam seperti ketidakjelasan sistem pengembangan karir dan penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan, atau karena sudah “ment ok ”al i ast i dakadakes empat anl agiunt uknai kj abat an. Struktur Organisasi
Gambaran perusahaan Asia dewasa ini masih diwarnai oleh kurangnya struktur organisasi yang jelas. Salah satu sebabnya karena perusahaan di Asia termasuk Indonesia, masih banyak yang berbentuk family business. Kebanyakan (family) business dan bisnis-bisnis lain di Indonesia yang masih sangat konvensional dan penuh dengan budaya nepotisme, minim akan kejelasan struktur yang menjelaskan jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab. Tidak hanya itu, aturan main yang terlalu kaku atau malah tidak jelas, iklim politik perusahaan yang tidak sehat serta minimnya keterlibatan atasan membuat karyawan jadi stress karena merasa seperti anak ayam kehilangan induk - segala sesuatu menjadi tidak jelas. Mengatasi Stress Kerja Stress kerja sekecil apapun juga harus ditangani dengan segera. Seorang ahli terkenal di bidang kesehatan jiwa, Jere Yates (1979,) mengemukakan ada delapan (8) aturan main yang harus diikuti dalam mengatasi stress yaitu: Pertahankan kesehatan tubuh Anda sebaik mungkin, usahakan berbagai cara agar anda tidak jatuh sakit Terimalah diri Anda apa adanya, segala kekurangan dan kelebihan, kegagalan maupun keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan Anda Tetaplah memelihara hubungan persahabatan yang indah dengan seseorang yang Anda anggap paling bisa diajak curhat Lakukan tindakan positif dan konstruktif dalam mengatasi sumber stress Anda di dalam pekerjaan, misalnya segera mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan Tetaplah memelihara hubungan sosial dengan orang-orang di luar lingkungan pekerjaan Anda, misalnya dengan tetangga atau kerabat dekat Berusahalah mempertahankan aktivitas yang kreatif di luar pekerjaan, misalnya berolahraga atau berekreasi Melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang berguna, misalnya kegiatan sosial dan keagamaan Gunakanlah metode analisa yang cukup ilmiah dan rasional dalam melihat atau menganalisa masalah stress kerja Anda. (jp) _____________________________
Teamwork Oleh: Johanes Papu Team e-psikologi Dalam dunia usaha, penggunaan teamwork seringkali merupakan solusi terbaik untuk mencapai suatu kesuksesan. Teamwork yang solid akan memudahkan manajemen dalam mendelegasikan tugas-tugas organisasi. Namun demikian untuk membentuk sebuah team yang solid dibutuhkan komitment tinggi dari manajemen. Hal terpenting adalah bahwa teamwork harus dilihat sebagai suatu sumber daya yang harus dikembangkan dan dibina sama seperti sumber daya lain yang ada dalam perusahaan. Proses pembentukan, pemeliharaan dan pembinaan teamwork harus dilakukan atas dasar kesadaran penuh dari team tersebut sehingga segala sesuatu berjalan secara normal sebagai suatu aktivitas sebuah teamwork, meskipun pada kondisi tertentu manajemen dapat melakukan intervensi. Definisi Teamwork? Secara umum teamwork dapat didefinisikan sebagai kumpulan individu yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Kumpulan individu-individu tersebut memiliki aturan dan mekanisme kerja yang jelas serta saling tergantung antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu sekumpulan orang yang bekerja dalam satu ruangan, bahkan didalam satu proyek, belum tentu
merupakan sebuah teamwork. Terlebih lagi jika kelompok tersebut dikelola secara otoriter, timbul faksi-faksi di dalamnya, dan minimnya interaksi antar anggota kelompok. Ketika seseorang bekerja didalam kelompok (team), akan ada dua isu yang muncul. Pertama adalah adanya tugas-tugas (task) dan masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Hal ini seringkali merupakan topik utama yang menjadi perhatian team. Kedua adalah proses yang terjadi di dalam teamwork itu sendiri, misalnya bagaimana mekanisme kerja atau aturan main sebuah team sebagai suatu unit kerja dari perusahaan, proses interaksi di dalam team, dan lain-lain. Dengan kata lain proses menunjuk pada semangat kerjasama, koordinasi, prosedur yang harus dilakukan dan disepakati seluruh anggota, dan hal-hal lain yang berguna untuk menjaga keharmonisan hubungan antar individu dalam kelompok itu. Tanpa memperhatikan proses maka sebuah teamwork tidak akan memiliki nilai apa-apa bagi perusahaan dan hanya akan menjadi sumber masalah bagi perusahaan dalam pembentukan sebuah teamwork. Sebaliknya jika proses tersebut ada dalam sekumpulan orang yang bekerjasama, maka performance mereka akan meningkat karena akan mendapat dukungan secara teknis maupun moral. Mengapa Teamwork Diperlukan? Teamwork merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang mapan. selain itu ketrampilan dan pengetahuan yang beranekaragam yang dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai tambah yang membuat teamwork lebih menguntungkan jika dibandingkan seorang individu yang brilian sekalipun. Sebuah team dapat dilihat sebagai suatu unit yang mengatur dirinya sendiri. Rentangan ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki anggota dan self monitoring" yang ditunjukkan oleh masing-masing team memungkinkannya untuk diberikan suatu tugas dan tanggungjawab. Bahkan ketika suatu masalah tersebut dapat diputuskan oleh satu orang saja, melibatkan teamwork akan memberikan beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut adalah: pertama keputusan yang dibuat secara bersama-sama akan meningkatkan motivasi team dalam pelaksanaanya. Kedua, keputusan bersama akan lebih mudah dipahami oleh team dibandingkan jika hanya mengandalkan keputusan dari satu orang saja. Bila dilihat dari perspektif individu, dengan masuknya ia kedalam suatu kelompok (team) maka hal tersebut akan menambah semangat juang/motivasi untuk mencapai suatu prestasi yang mungkin tidak akan pernah dapat dicapai seorang diri oleh individu tersebut. Hal ini dapat terjadi karena team mendorong setiap anggotanya untuk memiliki wewenang dan tanggungjawab sehingga meningkatkan harga diri setiap orang. Siklus Hidup Sebuah Teamwork Secara umum perkembangan suatu team dapat dibagi dalam 4 tahap: Forming, adalah tahapan dimana para anggota setuju untuk bergabung dalam suatu team. Karena kelompok baru dibentuk maka setiap orang membawa nilai-nilai, pendapat dan cara kerja sendiri-sendiri. Konflik sangat jarang terjadi, setiap orang masih sungkan, malu-malu, bahkan seringkali ada anggota yang merasa gugup. Kelompok cenderung belum dapat memilih pemimpin (kecuali team yang sudah dipilih ketua kelompoknya terlebih dahulu). Storming, adalah tahapan dimana kekacauan mulai timbul di dalam team. Pemimpin yang telah dipilih seringkali dipertanyakan kemampuannya dan anggota kelompok tidak ragu-ragu untuk mengganti pemimpin yang dinilai tidak mampu. Faksi-faksi mulai terbentuk, terjadi pertentangan karena masalah-masalah pribadi, semua ngotot dengan pendapat masing-masing. Komunikasi yang terjadi sangat sedikit karena masing-masing orang tidak mau lagi menjadi pendengar dan sebagian lagi tidak mau berbicara secara terbuka. Norming, adalah tahapan dimana individu-individu dan sub-group yang ada dalam team mulai merasakan keuntungan bekerja bersama dan berjuang untuk menghindari team tersebut dari kehancuran (bubar). Karena semangat kerjasama sudah mulai timbul, setiap anggota mulai merasa bebas untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya kepada seluruh anggota team. Selain itu semua orang mulai mau menjadi pendengar
yang baik. Mekanisme kerja dan aturan-aturan main ditetapkan dan ditaati seluruh anggota. Performing. Tahapan ini merupakan titik kulminasi dimana team sudah berhasil membangun system yang memungkinkannya untuk dapat bekerja secara produktif dan efisien. Pada tahap ini keberhasilan team akan terlihat dari prestasi yang ditunjukkan. Ketrampilan yang Diperlukan Ada dua ketrampilan utama yang seharusnya dimiliki oleh anggota sebuah teamwork, yaitu: Ketrampilan managerial (Managerial Skills), termasuk kemampuan dalam membuat rencana kerja, menentukan tujuan, memantau kinerja, memonitor perkembangan dan memastikan pekerjaan telah dilakukan secara benar, dan lain-lain. Ketrampilan interpersonal (Interpersonal Skills), termasuk kemampuan berkomunikasi, saling menghargai pendapat orang lain dan kemampuan menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Dengan menjadi anggota suatu organisasi atau perusahaan maka secara tidak langsung Anda sudah menempatkan diri menjadi anggota sebuah teamwork. Nah, sudahkah Anda mempersiapkan diri dengan memiliki ketrampilan-ketrampilan seperti yang disebutkan diatas? (jp) ____________________________
Tetap Percaya Diri Setelah PHK Oleh Johanes Papu, MSi. Team e-psikologi
Jakarta, 1 Maret 2002 Panik, marah, bingung, minder, putus asa, dan masih banyak lagi dampak-dampak psikologis yang terjadi akibat PHK. Ruang konseling di website ini pun dipenuhi oleh banyak permasalahan y angber ki s art ent angber bagaiper as aany angber gej ol akdal am di r is i‘ kor ban”PHK.Bany ak diantara mereka yang merasa sudah sangat putus asa karena sudah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun tidak kunjung memperoleh pekerjaan. Begitu banyak surat lamaran dikirim dan berkali-kali sudah mengikuti test atau wawancara tetapi belum juga diterima bekerja. Ada juga yang mengaku sudah memperoleh pekerjaan tetapi masih merasa kurang yakin apakah dirinya akan bisa bertahan di tempat kerja yang baru tersebut. Kondisi di atas mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita sejak terjadinya krisis ekonomi yang tidak kunjung membaik di negeri ini. Kondisi yang tidak menguntungkan itu telah memaksa terjadinya PHK, baik perorangan maupun massal, sebagai akibat terjadinya merger, perampingan demi efisiensi perusahaan, atau karena perusahaan terpaksa ditutup. Luka Psikologis Meskipun banyak diantara para karyawan yang terkena PHK mendapatkan uang pesangon yang c ukup bes arnamun halt er s ebuts er i ngkal it i dak dapatmengobat i“l uka ps i kol ogi s ”y ang mereka alami. Situasi yang terasa nyaman ketika masih bekerja, seolah lenyap seketika ketika t er j adi PHK. Dar is eor ang y ang begi t u “ber kuas a” dan memiliki banyak anak buah di perusahaan tiba-t i bamenj adis es eor angy angt i dakmemi l i ki“kuas a”dananakbuahl agi .Dar i hari-hari yang diisi dengan kegiatan yang begitu terprogram, tiba-tiba menjadi tidak ada kegiatan lain selain mencari lowongan kerja baru. Situasi ini tidak urung menimbulkan berbagai “l uka ps i kol og i s ”s eper t imer agukan exi s t ens i( keber adaan)di r i ,t er j adikehampaan hi dup, tidak percaya diri, meragukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki selama ini, mudah tersinggung dan seringkali terjadi hubungan yang kurang harmonis dengan anggota keluarga.
Jika keadaan ini terjadi berlarut-larut maka dapat dipastikan bahwa si orang yang terkena PHK akan mengalami krisis kepercayaan diri dan kehilangan motivasi hidup yang berujung pada sulitnya memperoleh pekerjaan baru dan timbulnya berbagai macam masalah di kemudian hari. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan diri orang tersebut sehingga tetap memiliki pandangan hidup yang optimis sehingga ia mampu mendapatkan pekerjaan kembali? Beberapa Saran Apapun alasan anda berhenti bekerja, mengundurkan diri atas inisiatif sendiri atau pun di PHK, anda harus dapat mengendalikan dan menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut, mengontrol dorongan-dorongan dan perasaan yang bergejolak dalam diri anda dan tetap berusaha keras untuk mendapat pekerjaan baru. Untuk mengembalikan karir anda, anda dapat melakukan beberapa langkah praktis seperti membuat resume baru yang lebih inovatif dari sebelumnya, memperluas networking, secara proaktif mencari berbagai sumber yang dapat menjadi jembatan untuk memperoleh pekerjaan baru, dan tidak lupa melakukan kegiatan spiritual memohon petunjuk dari Yang Maha Esa. Bagi anda yang kebetulan mengalami PHK dan belum berhasil mendapatkan pekerjaan, saransaran berikut ini mungkin dapat membantu anda untuk tetap percaya diri dan tidak mudah putus asa dalam mencari pekerjaan: 57. Kenali diri anda dengan seksama sebelum mempromosikan diri. Cobalah bertanya pada diri sendiri:
Apa sebenarnya bakat saya? Jenis pekerjaan seperti apa yang cocok dengan pribadi saya? Apa keahlian dan ketrampilan yang saya miliki untuk menunjang pekerjaan saya nanti?
Dengan menjawab beberapa pertanyaan diatas maka anda akan lebih terfokus dalam mencari jenis pekerjaan dan akan semakin tinggi rasa percaya diri dalam menghadapi wawancara kerja. 2.
3.
4.
Antisipasi emosi-emosi dan perasaan yang berkecamuk dalam diri anda. Kaget, panik, marah, kesal, sedih, hampa, tidak bisa tidur, pusing, depresi, sakit perut, dan beberapa symptom lainnya adalah suatu hal yang normal dialami seseorang ketika baru terkena PHK. Emosi-emosi dan perasaan tersebut akan berangsur-angsur hilang manakal a anda s i buk mel akukan t i ndakan y ang pos i t i fdal am “membur u” pek er j aan baru. Fokus pada hal-hal positif mengenai diri anda. Bangun rasa percaya diri dan sikap optimis anda dengan membaca atau mengingat kembali komentar-komentar positif yang pernah diberikan oleh orang lain ke anda. Ingat kembali hal-hal positif yang pernah dikatakan oleh teman kerja, atasan, atau pelanggan anda. Lihat kembali penghargaan atau prestasi yang pernah anda terima, baik dari perusahaan maupun prestasi sekolah dulu. Lakukan hal-hal ini sesering mungkin selama masa-masa anda mencari pekerjaan. Persiapkan diri secara matang dalam menghadapi wawancara kerja. Wawancara kerja pada umumnya memuat berbagai pertanyaan dari si pewawancara sebagai berikut:
Mengapa anda berhenti dari pekerjaan yang lama? Mengapa anda melamar pekerjaan ini? Apa saja tugas-tugas anda pada pekerjaan yang lalu?
Apa sebenarnya yang anda harapkan dari perusahaan kami? Bagaimana suasana kerja yang ideal untuk pekerjaan ini menurut anda? Apa kelebihan anda? Apa kekurangan anda? Bagaimana anda menggambarkan diri anda? Apa yang anda harapkan dalam 5 (lima) tahun mendatang? Persiapkan diri anda secara seksama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Usahakan untuk mencari jawaban yang paling singkat tetapi langsung pada masalah (to t hepoi nt ) .Bi l adi per l ukanandadapatmel ak ukan“s i mul as i ’dengant emanandaunt uk belajar merespon dengan tepat. Jaga sikap positif anda. Sikap positif sangat vital dalam pencarian pekerjaan. Sekali anda membiarkan diri terlarut dalam kekecewaan, putus asa, dan pesimis maka akan sangat sulit bagi anda untuk melihat segala sesuatu secara jernih dan obyektif. Mungkin dalam hal ini kata-kat as eper t i“s egal as es uat uy ang t er j adipas t iada hi kmahny a’ sangat penting anda ingat. Bagaimanapun jeleknya suatu kejadian pasti ada hal-hal pos i t i fy angmeny er t ai ny a.Bukankah kat aor angbi j ak“k ej adi an adalah seperti koin y angmemi l i k iduas i s iy angber beda’ .Jadi sangat tergantung seseorang melihat dari sisi yang mana. 6. Olahraga. Peribahasa yang mengatakan bahwa dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat mungkin sudah dipercaya oleh semua orang. Berbagai studi yang dilakukan menunjukkan bahwa orang-orang yang sering berolahraga memiliki energi fisik yang lebih banyak dan emosi yang relatif lebih sehat. Oleh karena itu ada baiknya anda melakukan olahraga yang menurut anda paling cocok untuk membuat badan anda menjadi segar. Jika dilakukan secara teratur olahraga dapat memperbaiki penampilan fisik, mempertajam kemampuan mental, mengurangi stress, mengurangi gangguan tidur, dan pada akhirnya dapat membuat seseorang mampu berfungsi secara efektif. 7. Tekankan pada hal-hal positif dalam diri dan perbaiki kelemahan anda. Lakukan apa y ang s er i ng di s ebut ol eh par a ps i kol og s ebagai “S el ec t i v e Per c ept i on”. Ar t i ny a berkonsentrasilah pada hal-hal positif dalam diri anda dan abaikan hal-hal negatif yang dapat merusak ketika anda berbicara dengan orang (recruiter) yang akan mempekerjakan anda. Mulailah dengan mengidentifikasi berbagai kelebihan yang anda miliki sebelum mulai wawancara. Buatlah catatan kecil tentang apa saja yang pernah anda lakukan dan berhasil di pekerjaan anda sebelumnya. Contoh: Saya berhasil menek an bi ay a pr oduks ididi v i s is ay al ebi h dar i25% pada t ahun …. ;S ay a ber has i l membuat program IT yang menjadi standard perusahaan kami; Saya berhasil merancang program pelatihan dan pengembangan untuk seluruh divisi dalam perusahaan; Saya dapat berteman dengan siapa saja tanpa kesulitan, Saya selalu dipercaya oleh atasan, dll. Dengan melakukan hal ini maka akan sangat mudah bagi anda untuk menjawab pertanyaan tentang apa kelebihan anda yang dapat diandalkan jika nanti diterima bekerja. Dari beberapa alternatif di atas mungkin ada yang anda rasa tidak cocok dengan diri anda. Selain itu mungkin masih banyak cara-cara lain yang jitu dalam menyikapi PHK. Semua itu terserah kepada anda, karena andalah yang paling tahu apa yang terbaik yang harus anda lakukan. Selamat mencoba, semoga bermanfaat untuk anda. (jp) _____________________________ 5.
Usia Muda dan Gangguan Karir Oleh Johanes Papu Team e-psikologi Jakarta, 30 Agustus 2002 Jeff bekerja sebagai seorang konsultan IT di sebuah perusahaan yang sangat ternama di Jakarta. Jeff adalah seorang professional berusia muda berotak cemerlang dan menyandang gelar Magister dari sebuah Universitas terkenal di USA. Setelah lulus ia langsung diterima bekerja di perusahaan konsultan tersebut dan sudah dijalaninya selama 1 tahun. Hampir tidak ada hambatan internal yang dialami Jeff dalam bekerja, kecuali masih adanya sikap dari klien (terutama klien yang baru bertemu Jeff) yang seringkali menganggap remeh dan selalu bertanya tentang usia Jeff. Hampir setiap kali ia bertemu dengan para Top Manager (kebanyakan dari mereka sudah berusia senior) maka kesan pertama yang diperoleh Jeff adalah bahwa mereka menganggap remeh dirinya karena dinilai terlalu muda untuk bisa menjadi konsultan. Sikap yang menganggap remeh tersebut baru berangsur-angsur hilang manakala mereka sudah mengetahui siapa Jeff, bagaimana cara ia bekerja dan bagaimana hasil kerjanya. Kenyataan ini tentu saja sangat menggangu Jeff, apalagi jika ia mengingat bahwa dalam bekerja dirinya tidak pernah memandang usia karena baginya hanya ada dua kategori yaitu orang yang tahu dan mampu bekerja dan orang yang tidak memiliki pengetahuan dan tidak mampu bekerja. Selain itu ia merasa memiliki kemampuan akademik yang sangat bagus, apalagi ia adalah lulusan dari sebuah universitas terkenal di luar negeri. Kejadian diatas mungkin sering dialami oleh para professional muda, termasuk anda. Dalam kasus yang berbeda seringkali juga para professional muda dianggap remeh oleh para rekan kerja mereka yang senior. Meski usia bukanlah suatu faktor yang cukup relevan untuk menilai kemampuan seseorang, namun budaya senioritas yang masih sangat melekat dalam masyarakat kita menyebabkan hal ini sulit untuk dihilangkan. Penilaian oleh para senior yang seringkali menganggap remeh professional berusia muda akan bisa memberikan dampak yang sangat merugikan bagi sang professional muda tersebut jika ia tidak menanganinya secara elegan. Kesalahan dalam menyikapi dan menangani kondisi tersebut dapat berakibat gagalnya sang professional muda memperoleh proyek yang diinginkan, tidak mendapat promosi, bahkan bisa justru menjadi rival (lawan) bagi rekan kerjanya sendiri. Oleh karena itu, demi menjaga kelanggengan karir anda, maka anda perlu melakukan beberapa usaha untuk mengubah penilaian para professional senior atau pun rekan kerja anda sehingga mereka menjadi "respect" (hormat) dan kagum karena di usia yang masih muda anda telah mempelajari banyak hal dan kemampuan atau ketrampilan anda sudah tidak kalah dengan mereka. Bagaimana cara membuat mereka kagum dan menghormati anda? Beberapa cara di bawah ini mungkin patut anda pertimbangkan: Kenali Karir Dalam memilih karir anda tentu harus yakin dengan pilihan tersebut. Oleh karena itu anda harus mampu menyusun rencana karir yang jelas bagi anda sendiri. Kenali berbagai hal yang bisa membantu anda dalam pengembangan karir. Namun demikian anda perlu bersikap realistis dan tidak memasang target yang muluk- muluk. Untuk memperoleh kredibilitas tidaklah berarti bahwa anda harus menjadi seorang yang sempurna (perfect); karena tidak ada manusia yang sempurna. Kredibilitas anda akan dinilai berdasarkan pada apa yang anda ketahui dan apa yang tidak ada ketahui dan bagaimana anda menyikapi hal tersebut. Dengan kata lain ada harus bersikap realistis untuk mau mengakui apa yang tidak bisa anda kerjakan dan apa yang bisa anda kerjakan. Jika anda dapat melakukannya maka orang lain (termasuk klien dan rekan kerja senior) pasti akan menaruh "respect" dan percaya pada anda. Ikuti Aturan Dalam dunia kerja selalu ada aturan-aturan main yang berlaku baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Sebagai contoh sederhana adalah cara berpakaian dan cara-cara berkomunikasi
dengan sopan. Sehebat apapun anda atau seberapa banyak pun gelar yang anda sandang, aturan atau norma-norma tersebut tidak boleh anda abaikan. Anda harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan budaya yang ada dalam perusahaan. Jika anda yang kebetulan berusia muda mau mengikuti aturan (cth: bisa berkomunikasi dengan baik dan memiliki cara berpakaian yang pantas) maka gap antara senior dan junior akan dapat diminimalisasikan dengan cepat. Terus Belajar Satu cara paling efektif menghilangkan kritik atau pun pandangan negatif dari orang lain adalah dengan menunjukkan kinerja. Intinya adalah orang lain jarang peduli bagaimana anda mengerjakan tugas atau pekerjaan yang diberikan, tetapi yang menjadi pokok perhatian adalah apakah anda mampu mengerjakan tugas dengan baik. Sekali orang yang mengkritik anda melihat bahwa anda melakukan suatu pekerjaan atau tugas dengan sukses maka ia akan berhenti menganggap remeh dan mengkritik anda. Oleh karena itu lakukan berbagai upaya untuk dapat menunjukkan performa yang optimal. Lakukan semua pekerjaan sekecil apapun tugas yang diberikan dan jangan takut untuk bertanya atau berbagi pengalaman atau pengetahuan dengan orang lain. Teruslah membuka diri untuk menerima informasi atau pengetahuan baru. Gunakan berbagai sarana ada untuk belajar dan meningkatkan kemampuan anda. Hargai Perbedaan Tak bisa dipungkiri bahwa meskipun anda telah melakukan berbagai upaya untuk menghilangkan gap antara senior dan junior, namun tetap saja masih ada perbedaanperbedaan. Dalam hal ini anda tidak perlu berkecil hati, sebab bisa saja hal tersebut mungkin bukan disebabkan oleh anda melainkan memang sudah menjadi karakteristik dari senior anda. Satu-satunya cara untuk membuat anda tidak frustrasi adalah dengan mengakui adanya perbedaan tersebut dan menunjukkan bahwa memang ada perbedaan cara dan gaya kerja antara anda yang berusia muda dengan para senior anda yang berusia lebih tua. Sejauh tidak menyalahi aturan yang berlaku maka kerjakan tugas-tugas yang menurut gaya anda meskipun para senior anda tidak melakukannya. Hal ini kadang-kadang dipandang perlu untuk memberikan penyegaran bagi perusahaan, terutama jika perusahaan tersebut lebih banyak mempekerjakan pegawai yang berusia terbilang senior dan masih memakai pola kerja lama. Selain itu anda pun wajib menghargai senior yang memiliki perbedaan cara dan gaya kerja dengan anda karena hal ini akan turut memperkaya wawasan anda. Bersikap Rendah Hati Dalam bekerja ada banyak kesempatan dimana kita dituntut untuk bersikap rendah hati dengan mau berbagi atau mendelegasikan tugas-tugas kepada orang lain, terutama untuk hal-hal yang bukan menjadi kompetensi kita. Pada saat anda tahu bahwa ada orang lain yang lebih kompeten untuk mempresentasikan suatu materi pada klien anda atau kepada atasan anda, maka tidak ada salahnya jika anda memberikan kesempatan kepada rekan anda tersebut. Selain itu, anda pun harus berani untuk menolak suatu tugas-tugas yang bukan menjadi kompetensi anda. Selain beberapa cara di atas, saya yakin masih ada cara-cara lain yang bisa anda lakukan untuk menjaga kelanggengan karir anda. Akhir kata, usia hanya akan menjadi hambatan karir jika anda membiarkannya. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan keberhasilan anda dalam menunjukkan kompetensi yang anda miliki maka usia berapapun bukan masalah untuk meraih kesuksesan karir. Selamat mencoba dan semoga bermanfaat. (jp) _________________________