KONSEP AL-QUR’AN TENTANG IBAD AL-RAHMAN DAN URGENSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM. (Telaah Surat al-Furqon Ayat 63-74).
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I.)
Oleh
Oleh ARIS MUNANDAR NIM 11107029
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2011
KONSEP AL-QUR’AN TENTANG IBAD AL-RAHMAN DAN URGENSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM. (Telaah Surat al-Furqon Ayat 63-74).
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I.)
Oleh
Oleh ARIS MUNANDAR NIM 11107029
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2011
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama
:
Aris Munandar
NIM
:
11107029
Jurusan
:
Tarbiyah
Program studi
:
Pendidikan Agama Islam (PAI).
Judul
:
KONSEP AL-QUR’AN TENTANG IBAD AL-RAHMAN DAN URGENSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH
SURAT AL-FURQON AYAT 63-74).
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 10 Agustus 2011 Pembimbing
Prof. Dr. H. Budihardjo, M. Ag. NIP. 19541002 198403 1 001
SKRIPSI KONSEP AL-QUR’AN TENTANG IBAD AL-RAHMAN DAN URGENSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM. (TELAAH SURAT AL-FURQON AYAT 63-74). DISUSUN OLEH ARIS MUNANDAR NIM: 11107029 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Kependidikan Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 23 September 2011 dan dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Suwardi, M. Pd.
____________________
Sekretaris Penguji
: Dra. Siti Zumrotun, M. Ag
____________________
Penguji I
: Winarno, S. Si. M. Pd.
____________________
Penguji II
: Dra. Nur Hasanah, M. Pd.
____________________
Penguji III
: Prof. Dr. H. Budihardjo, M. Ag.
____________________
Salatiga,23 september 2011. Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M. Ag NIP. 19580827 198303 1 002
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Aris Munandar
NIM
: 11107029
Jurusan
: Tarbiyah
Program studi
: Pendidikan Agama Islam (PAI).
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 10 Agustus 2011 Yang menyatakan,
Aris Munandar 11107029
MOTTO
وَﻣِﻤﱠﺎ زَادَﻧِﻲَ ﻓَﺨْﺮًا وَﺗِﯿْﮭًﺎ وَﻛِﺪْتُ ﺑِﺎَﺧْﻤُﺼَﻲﱠ اَﻃَﺎءُ اﻟﺜﱡﺮَﯾﱠﺎ ”ْدُﺧُﻮْﻟِﻲْ ﺗَﺤْﺖَ ﻗَﻮْﻟِﻚَ “ﯾَﺎ ﻋِﺒَﺎدِي ﺎوَاِنْ ﺻَﺒَﺮْتُ اَﺣْﻤَﺪُ ﻟِﻲَ ﻧَﺒِﯿ Satu hal yang amat menambah banggaku dan megahku Sehingga serasa berpijak kakiku diatas bintang timur Ialah engkau masukkan daku dalam daftar “Hai Hambaku” Dan engkau telah jadikan Ahmad (Muhammad) menjadi Nabiku.
PERSEMBAHAN
Teruntuk Ibu Bapakku yang tercinta, yang mencurahkan kasih sayang terhadapku. Mendidikku dengan penuh kesabaran. Semoga Allah SWT memuliakan keduanya Saudara-saudariku. Para dosen-dosenku. Sahabat-sahabat seperjuanganku.
Kata Pengantar
Puji syukur “Alhamdulillah”, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan petunjuk, kelancaran, serta nikmat yang tak terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tiada daya dan kekuatan melainkan dari Allah SWT Yang Maha Kuasa. Penulis berharap dengan adanya skripsi ini yang berjudul “KONSEP ALQUR’AN TENTANG IBAD AL-RAHMAN DAN URGENSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
(TELAAH SURAT AL-FURQON AYAT 63-74)”, bisa
memberikan andil dan sumbangsih dalam pendidikan Islam. Mengingat betapa besarnya dan luasnya aspek pendidikan Islam, maka penulis berharap suatu saat bisa mengembangkan skripsi ini lebih luas dan komplek dalam suatu buku. Dalam penulisan skripsi ini, penulis sampaikan banyak terima kasih kepada mereka yang yang telah terlibat dalam penulisan skripsi ini, baik keterlibatan moral, emosional dan akademis. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bpk. Dr. Imam Sutomo, M. Ag. Selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Bpk. Prof. Dr. H. Budihardjo, M. Ag. Selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini. 3. Ibu. Dra. Siti Asdiqoh, selaku Ketua Progdi PAI. 4. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah PAI STAIN Salatiga yang telah memberikan Pelayanan Studi Kuliyah. 5. Ibu dan bapak tercinta yang telah memberikan dorongan moril maupun materiil sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Semua pihak yang telah terlibat dalam penulisan skripsi ini.
Akhirnya hanya ucapan Jazakumullohu khoiron katsiron teriring doa dan salam, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya, dan pada pembaca pada umumnya.
Salatiga, 10 Agustus 2011 Yang menyatakan,
Aris Munandar 11107029
ABSTRAK
Munandar, Aris. 2011. Konsep Al-Qur’an Tentang Ibad Al-Rahman dan Urgensinya Terhadap Pendidikan Islam. (Telaah Surat al-Furqon Ayat 63-74). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: (1) Prof. Dr. H. Budihardjo. M.Ag.
Kata kunci: Konsep al-Qur’an, Ibad al-Rahman, Pendidikan Islam. Penelitian ini merupakan upaya penggalian dan pengembangan dari konsep al-Qur’an yang bermakna bagi pendidikan Islam. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1). Bagaimana konsep al-Qur’an tentang Ibad al-Rahman dalam surat al-Furqon ayat 63-74. (2). Bagaimana konsep pendidikan Islam. (3). Apa urgensi konsep tersebut terhadap pendidikan Islam. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan riset kepustakaan (Library Research). Penelitian ini menguraikan tentang sifat dan sikap seorang hamba Allah SWT yang harus dijadikan pedoman dan teladan dalam menjalani kehidupan ini. Pemahaman dan pengetahuan tentang konsep ini merupakan kunci dalam pengembangan pendidikan Islam. Karena dalam konsep ini disajikan berbagai contoh perilaku, gambaran mulia seorang hamba dalam aspek kehidupan dalam hubungan vertical dan horizontal. Selama ini penulis belum pernah mendapati pembahasan tentang konsep tersebut yang secara khusus menggali dan mengembangkan lebih luas serta membahas secara panjang lebar konsep tersebut beserta urgensinya terhadap pendidikan Islam. Penulis menilai bahwa dalam konsep tersebut terdapat nilai-nilai agama, ibadah dan mu’amalah. Konsep tersebut merupakan suatu paket yang secara singkat dan padat yang tertuang dalam al-Qur’an yang wajib untuk ditelaah, dipahami, dimengerti, dan diamalkan. Berdasarkan konsep al-Qur’an tentang Ibad al-Rahman, maka konsep al-Quran tentang Ibad al-Rahman yang merupakan telaah dari surat alFurqon, mempunyai urgensi terhadap pendidikan Islam diantaranya adalah sebagai keteladanan sikap dan sifat dalam mengarungi kehidupan sebagai hamba Allah dan sebagai pembinaan serta pembentukan insan kamil (manusia sempurna). Dalam pembinaan dan pembentukan insan kamil terdapat beberapa sub pokok yang dibahas yaitu pembinaan keimanan, katauhidan, akidah, pembinaan akhlak, pembinaan ibadah, dan pembinaan pribadi sosial.
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i HALAMAN LEMBAR BERLOGO .................................................................... ii HALAMAN JUDUL .......................................................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................ vi HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................. vii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ viii KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix ABSTRAK ......................................................................................................... xi DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B.
Rumusan Masalah .............................................................................. 7
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................................ 7
D. Penegasan Istilah ................................................................................ 8 E.
Metode Penulisan ............................................................................. 16
F.
Sistematika Penulisan ....................................................................... 19
BAB II. KONSEP AL-QUR’AN TENTANG IBAD AL-RAHMAN AYAT 63-74. A. Pengertian Ibad Al-Rahman ...................................................... 21
B. Ayat-Ayat Al-Qur’an Tentang Ibad Al-Rahman ................................. 25 C. Sifat-Sifat Ibad Al-Rahman ................................................................ 27 BAB III. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan........................................................................ 43 B. Pengertian Pendidikan Islam .............................................................. 45 C. Tujuan Pendidikan Islam.................................................................... 47 D. Sumber Pendidikan Islam................................................................... 50 E. Dasar-Dasar Pendidikan Islam ........................................................... 54 F. Aspek Pendidikan Islam ..................................................................... 56 G. Tanggung Jawab Pendidikan Islam..................................................... 80 BAB IV. URGENSI KONSEP IBAD AL-RAHMAN TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM. A. Konsep Ibad Al-Rahman Sebagai Teladan (Uswah Hasanah)….. ........ 88 B. Konsep Ibad Al-Rahman Sebagai Pembentukan Kepribadian Insan Kamil ....................................................................................... 90
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... 106 B. Saran-Saran ..................................................................................... 107 C. Kata Penutup ................................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keberadaan ilmu dan pemahaman seseorang sangatlah berpengaruh terhadap segala tingkah laku dan perbuatan manusia. Seseorang yang tanpa ilmu pengetahuan serta pemahaman akan hakekat dirinya dan tujuan hidupnya niscaya ia akan tersesat dari jalan kebenaran dan akan mengalami kesulitan dalam perjalanan hidupnya, bahkan lebih dari itu ia tidak mengerti, mengetahui, memahami dirinya sendiri untuk apa ia diciptakan di dunia, siapa dirinya sebenarnya dan apa tujuan hidupnya. Pribadi seorang muslim yang mulia adalah berilmu. Ilmu inilah yang membukakan kepada jalan kebenaran dan kebaikan, menerangi jalan-jalan kehidupan sehingga ia bisa melewatinya di bawah petunjuk yang benar. Dengan ilmu pula kepribadian
seorang muslim menjadi meningkat, begitu pula
kedudukannya akan semakin tinggi, karena Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berillmu dengan beberapa derajat. Firman Allah SWT:
tb qè=yJ ÷ès? $yJ Î/ ª! $#ur 4;M »y_ u‘yŠ zO ù=Ïèø9$# (#qè?ré& tûïÏ%©!$#ur öN ä3 ZÏB (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# ª! $# Æì sùötƒ ÇÊÊÈ ×ŽÎ7yz
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q. S. Al-Mujadilah/58: 11). Sebagai dasar kepribadian muslim, ilmu menyebabkan seseorang itu takut kepada Allah SWT sepanjang ia selalu tulus, jujur, serta mengakui kekuasaan Allah SWT. Manakala ilmu itu telah membuahkan rasa takut kepada Allah SWT, maka manusia akan memandang kehidupan dengan penuh kesadaran serta pemahaman, lalu bersikap jujur dalam perkataan dan ikhlas dalam beramal.
ِاﻟْﻌِﻠْﻢُ ھُﻮَ اﻟﻄﱠﺮِﯾْﻖُ اﻟﻄﱠﺒِﯿْﻌِﻲُّ ﻟِﻠﺮﱠﻗِﻲﱢ اﻟْﺒَﺸَﺮِي وَاﺳْﺘِﻐْﻼلُ اﻟﻄﱠﺎﻗَﺔِ اﻟْﻜَﺎﻣِﻨَﺔِ ﻓِﻲْ ھﺬَا اﻟْﻜَﻮْن .ٍ وَﺑِﺪُوْنِ اﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺗَﻜُﻮْنُ اﻟْﺤَﯿَﺎةُ ﺳَﺎذِﺟَﺔً ﻏَﻔْﻼ ﻣِﻦْ ﻛُﻞﱢ ﺟَﻤَﺎلٍ وَﻛَﻤَﺎل.ِﻟِﻤَﻨْﻔَﻌَﺔِ اﻟْﻺﻧْﺴَﺎنِ وَﺳَﻌَﺎدَﺗِﮫ ﯾَﻤْﺸِﻲْ ﻓِﻲْ ﻏَﯿْﺮِ ﻧُﻮْرٍ وَﯾَﻀْﺮِبُ ﻋَﻠَﻲ,ِوَﺑِﻐَﯿْﺮِهِ ﯾَﻘْﺘَﺮِبُ اﻟْﻺﻧْﺴَﺎﻧِﻲﱡ ﻣِﻦَ اﻟْﺤَﯿَﻮَانِ اﻟْﻸﻋْﺠَﻢ .ِ وَﻻ َﯾْﺴَﺘَﻤْﺘِﻊُ ﺑِﻤُﺒَﺎھَﺠِﮭَﺎ وَﻻ ﯾُﺤَﻘﱢﻖُ ﻗَﻮْلَ اﷲ,ﻏَﯿْﺮِ ھُﺪَي Artinya: “Ilmu adalah sebuah jalan yang asli bagi peningkatan sifat kemanusiaan, dan mendatangkan kemampuan (kekuatan) yang tersebunyi dalam alam ini untuk kemanfaatan manusia dan kebahagiaannya. Dan tanpa ilmu kehidupan menjadi hampa, lalai dari segala keindahan dan kesempurnaan. Dan tanpanya, sifat kemanusian mendekati sifat kebinatangan. Ia berjalan tanpa suatu cahaya (petunjuk), beramal tanpa suatu hidayah,…Ia tidak puas dengan kebagusannya, ia tidak memberikan hak terhadap perkataan Allah SWT”. (Lajnah Wizarah al-Tarbiyah, 1976 : 45). Ilmu mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa kemanusiaan serta kecemerlangannya. Ilmu sangat berperan bagi pendidikan serta penguatan jiwa. Ilmu pun berperan pula bagi hati manusia yang paling dalam, karena ia mengusir perasaan was-was dan rasa tidak percaya diri.
Dengan ilmu, kepribadian seorang muslim menjadi meningkat, begitu pula kedudukannya akan semakin bertambah tinggi. Dengannya terbentuklah ketauhidan yang merupakan landasan dasar Islam dan subtansinya. Al-Qur’an banyak menjelaskan tentang hakekat manusia diciptakan di dunia. Ia pun menerangkan tentang bagaimana manusia harus berbuat, berperilaku baik dan beramal sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Untuk mengetahui serta memahami tentang hakekat penciptaan manusia, maka harus menggunakan petunjuk dan pedoman yang sahih dan rajih. Dalam hal ini adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasullullah SAW. Dengan Al-Qur’an manusia bisa mengetahui akan eksistensinya yaitu sebagai hamba Allah SWT yang mempunyai tugas untuk beribadah, menyembah kepada Allah SWT dan sebagai “kholifatullah fil ardhi”.
ÇÎÏÈ Èb r߉ ç7÷èu‹Ï9 žw Î) }§ RM} $#ur £` Ågø:$# àM ø)n=yz $tBur Artinya: ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. ( Q. S. Adz-Dzariyat/51: 56 ). Begitu pula Firman Allah SWT pada ayat lain yang menunjukkan tentang tujuan penciptaan manusia:
` tB $pkŽÏù ã@ yèøgrBr& (#þqä9$s% (Zpxÿ‹Î=yz ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû ×@ Ïã %y` ’ÎoTÎ) Ïps3 Í´¯»n=yJ ù=Ï9 š•/u‘ tA $s% øŒÎ)ur $tB ãN n=ôã r& þ’ÎoTÎ) tA $s% (y7 s9 ⨠Ïd‰ s)çRur x8 ω ôJ pt¿2 ßx Îm7|¡ çR ß` øtwUur uä!$tBÏe$!$# à7 Ïÿó¡ o„ur $pkŽÏù ߉ Å¡ øÿムÇÌÉÈ tb qßJ n=÷ès? Ÿw Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: ‘Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’." (Q. S. Al-Baqarah/2: 30). Dengan demikian nyatalah bahwa kedudukan manusia adalah sebagai hamba (Abdun) yang harus selalu taat dan patuh melaksanakan semua perintah Allah SWT dan selalu menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Allah sebagai tempat untuk meminta pertolongan, tempat berdoa serta tempat bergantung dari segala sesuatu, karena hanya Dialah yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang yaitu al-Rahman dan al-Rahim. Al-Rahman merupakan salah satu diantara sifat dan nama Allah SWT yang
agung. Kata tersebut hanya berhak disematkan dan dinisbatkan hanya
kepada Allah SWT semata karena hanya Dialah yang mempunyai sifat kasih sayang yang sangat besar terhadap seluruh makhluk-Nya, entah itu terhadap manusia (mukmin maupun kafir), dan selian dari keduanya tersebut. Kata dan sifat itu banyak disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Rahman, Allah berfirman:
ÇÍÈ tb $u‹t6ø9$# çmyJ ¯=tã ÇÌÈ z` »|¡ SM} $# šY
n=y{
ÇËÈ tb #uäöà)ø9$# zN ¯=tæ ÇÊÈ ß` »oH÷q §9$#
Artinya: 1. (Tuhan) yang Maha Pemurah. 2. yang telah mengajarkan Al-Quran. 3. Dia menciptakan manusia. 4. mengajarnya pandai berbicara. (Q. S. AlRahman/55: 1-4 ). Kesimpulan ayat tersebut bahwa ada beberapa hal yang sangat urgent dan crusial untuk diketahui yaitu; Pertama, Allah SWT menggunakan kata al-Rahman yang berarti Maha Pengasih. Sedang Maha Pengasih merupakan sifat Allah yang Agung. Kata tersebut juga disebut pertama kali dalam Asmaul husna dari pada nama-nama yang lain. ”Syekh Muhammad Abduh mengatakan bahwa ’al-Rahman berarti Allah pencurah rahmat yang sempurna, tapi sifatnya sementara dan yang dicurahkannya kepada semua makhluk’. Dapat berarti bahwa Allah SWT mencurahkan rahmat yang sempurna dan menyeluruh, tetapi tidak langgeng terus-menerus. Rahmat menyeluruh tersebut menyentuh semua manusia baik mukmin maupun kafir, bahkan menyentuh seluruh makhluk di alam raya. Tetapi karena ketidak langgengannya atau kesempurnaannya, maka ia hanya berupa rahmat di dunia saja”. (Quraish Shihab, 2002: 455). Adapun hal yang membedakan antara arti kata al-Rahman dengan alRahim adalah pertama, bahwa al-Rahman menunjukkan sifat kasih sayang Allah yang bersifat sementara atau tidak kekal. Dan kasih sayang-Nya tertuju pada semua manusia baik mu’min maupun kafir. Sedang al-Rahim menunjukkan sifat kasih sayang Allah yang bersifat kekal dan abadi. Dan kasih sayang-Nya hanya teruntuk orang-orang mu’min.
Kedua, bahwa ayat tersebut mengindikasikan tentang pendidikan yakni subjek dari pendidikan adalah Allah al-Rahman, sedang yang menjadi objeknya adalah manusia itu sendiri yang berkedudukan sebagai hamba Allah al-Rahman. Untuk bisa menjadi hamba Allah al-Rahman yang berkedudukan sebagai objek pendidikan atau yang dididik, maka perlu sekali adanya kesadaran akan eksistensinya dan pengetahuan tentang bagaimana menjadi hamba Allah alRahman yang sebenarnya, sehingga setelah gelar hamba Allah al-Rahman pantas disandangnya, maka diharapkan ia menjadi hamba yang berpendidikan disamping hamba Allah al-Rahman. Al-Qur’an banyak memberikan contoh dan teladan tentang kriteriakriteria orang-orang yang masuk dalam kategori hamba-hamba Allah Al- Rahman yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang
apabila hal itu dilaksanakan dan
dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka akan sangat berpengaruh dalam kesehariannya, sehingga pendidikan Islam bisa terbentuk dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakpahaman seorang hamba terhadap apa yang ditetapkan Allah SWT dalam al-Qur’an berupa hukum, norma, nilai-nilai agama yaitu ibadah dan mu’amalah, maka bagaimana hal tersebut bisa mengantarkan seorang itu untuk menjadi hamba yang sempurna yang mampu mengatur bumi dengan sebaikbaiknya. Peran seorang hamba yang berpendidikan akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan kehidupan dan nasib sebuah bangsa dan Negara. Apabila
dalam suatu bangsa tersebut pendidikannya baik dan terarah, maka nasib bangsa itu menjadi baik pula. Dan kemajuan suatu bangsa akan sangat bergantung pada pendidikan yang diterapkan dan dijalankan oleh manusia di dalamnya. Tujuan pokok dan utama dari pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. (al-Abrasyi, 1970: 1). Untuk bisa melakukan semua itu maka penting sekali adanya pengambilan contoh atau teladan, baik itu yang bersumber langsung dari Al-Qur’an maupun dari al–Hadits
atau al-Sunnah.
Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Ahzab menyatakan:
tÅz Fy $# tPöqu‹ø9$#ur ©! $# (#qã_ ötƒ tb %x. ` yJ Ïj9 ×puZ|¡ ym îouqó™ é& «! $# ÉA qß™ u‘ ’Îû öN ä3 s9 tb %x. ôx‰ s)©9 ÇËÊÈ #ZŽÏVx. ©! $# tx.sŒur Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q. S. Al-Ahzab/33: 21). Dengan demikian sangatlah urgent dan penting adanya teladan yang baik. Tanpa adanya hal itu, maka pendidikan Islam kurang bisa berkembang dengan baik. Karena dalam pendidikan Islam bersumber utama pada al-Qur’an dan alSunnah yang mana keduanya banyak terdapat di dalamnya berbagai teladan dan contoh-contoh yang baik yang pantas untuk ditiru terutama dalam hal pendidikan. Maka nilai-nilai dasar pendidikan tidaklah terlepas dari dua hal tersebut. Berawal dari fenomena tersebut di atas, mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Konsep al-Qur’an Tentang Ibad
al-Rahman Dan Urgensinya Terhadap Pendidikan Islam. (Telaah Surat al-Furqon Ayat 63-74)”. B. RumusanMasalah. Setelah mengetahui latar belakang masalah tersebut, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah konsep Al-Qur’an tentang Ibad Al-Rahman?
2.
Bagaimanakah konsep pendidikan Islam?
3.
Apa urgensi konsep Ibad Al-Rahman terhadap pendidikan Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan. Bertolak dari uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui konsep al-Qur’an tentang Ibad Al-Rahman. 2. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam. 3. Untuk mengetahui apa urgensi konsep tersebut terhadap pendidikan Islam. Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam upaya menggali ajaran Islam yang murni dan dapat menghadapi tantangan zaman. 2. Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam eksplorasi hakekat Ibad Al-Rahman (hamba Allah) secara umum dan mempertemukannya dengan konsep Ibad al-Rahman dalam pandangan atau perspektif al-Qur’an.
3. Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam memotivasi kehidupan yang dijalani secara sadar akan nilai-nilai Ibad al-Rahman, sehingga fitrah manusia dapat dituntun dan diarahkan menurut syariat Islam. 4. Diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif langkah untuk mengupayakan pribadi muslim yang ber-akhlaqulkarimah. D. Penegasan Istilah. Untuk menghindari kesalahpahaman dari kerangka yang telah penulis paparkan maka demi terciptanya sebuah persepsi yang sama dalam penulisan skripsi ini, kiranya perlu adanya penjelasan dari judul yang penulis angkat, sehingga akan memudahkan untuk memahami penulisan skripsi ini
dengan
penjelasan sebagai berikut: 1. Konsep. Kata konsep berasal dari bahasa Inggris. Dalam kamus al-Maurid disebutkan bahwa kata concept dalam bahasa Arab diartikan sebagai ٌ ﻓِﻜْﺮَة, ﻓِﻜْﺮَ ٌة ٌ ﻋَﺎﻣَﺔ, ٌ ﻣَﻔْﮭُﻮْم, ٌ ﺗَﺼَﻮﱡر, ٌ اِدْرَاك, ﻓَﮭْ ٌﻢyang berarti pemahaman, pengertian, gambaran, kepahaman, pemikiran umum. (Ba’albaki, 1973: 202). Konsep secara harfiah sama dengan ’pengertian’, hasil ’tangkapan’ pikiran terhadap sesuatu atau gejala tertentu. Konsep kadang-kadang disebut ide umum atau gagasan atau gambaran fikiran tentang sesuatu secara umum, sehingga dapat dibedakan cirinya dari yang lain. (Mestika Zed, 2004: 87).
Konsep adalah pemahaman atau ikhtiyar buah pikiran tentang suatu masalah. (Poerwadarminta, 1982: 520). Konsep yang penulis maksud adalah ide atau gagasan pokok yang ada dalam al-Qur’an Dapat dikatakan bahwa konsep merupakan ide tentang sesuatu dalam pikiran. Dan konsep mengandung penafsiran dan penilaian. 2. Al-Qur’an . Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai redaksi-Nya kepada Nabi Muhammad SAW dan diterima oleh umat Islam secara tawatur. (Quraish Shihab,1997: 42). Adapun mengenai arti al-Qur’an secara bahasa, Abdul Wahhab Khalaf (1996: 22), mengatakan bahwa: “Lafazh al-Qur’an dalam bahasa Arab diambil dari kata () ﻗَﺮَأ. Seperti lafazh ( ُ) اﻟْﻐُﻔْﺮَان, juga diambil dari kata ( َ) ﻏَﻔَﺮ. Jadi urutannya ( وَﻗُﺮْآﻧًﺎ-ً ﻗِﺮَاءَة-ُ ﯾَﻘْﺮَأ-َ) ﻗَﺮَأ. Seperti dalam ayat al-Quran yang berbunyi:
ÇÊÑÈ ¼çmtR#uäöè% ôì Î7¨?$sù çm»tRù&ts% #sŒÎ*sù ÇÊÐÈ ¼çmtR#uäöè%ur ¼çmyè÷Hsd $uZøŠn=tã ¨b Î) Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. (Q. S. alQiyamah/: 17-18). Al-Qur’an adalah kalam (diktum) Allah SWT yang diturunkan oleh-Nya dengan perantara malaikat jibril ke dalam hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah dengan lafazh (kata–kata) bahasa Arab dan dengan makna yang benar, agar menjadi hujjah Rasul SAW dalam pengakuannya sebagai Rasulullah. Juga sebagai undang-undang yang dijadikan pedoman ummat manusia dan sebagai amal ibadah bila dibacanya. Ia ditadwinkan diantara dua lembar mushaf yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas yang telah sampai kepada kita secara tawatur, baik dengan bentuk tulisan atau
lisan, dari generasi ke generasi lain, dengan tetap terpelihara dari perubahan dan penggantian”. Sedangkan menurut T. M. Hasbi ash-Shiddieqy (1994: 1), al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari yang diartikan isim maf’ul yaitu maqru’ artinya yang dibaca. 3. Ibad. Kata Ibad (ٌ )ﻋِﺒَﺎدberasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jama’ dari kata abdun ( ) ﻋَﺒْ ٌﺪyang berarti hamba. Kata tersebut terbentuk dari pola kata ( ً ) ﻋَ َﺒﺪَ ﯾَﻌْﺒُﺪُ ﻋِﺒَﺎدَةdalam Mu’jam Maqayisu fi al-Lughah (T, t: 728) disebutkan bahwa arti kata tersebut adalah "yang dimiliki" ( ُ) اﻟْﻤَﻤْﻠُﻮْك. Sedang kata tersebut berarti juga ”pelayan tuannya” ( ُ) ﺧَﺪَمُ ﻣَﻮْﻻَه. Dari kata itu bisa diartikan sebagai hamba dari tuannya, sedang arti hamba adalah budak belian, abdi. (Poerwadarminta, 2006: 400). Jadi hamba Allah SWT maksudnya adalah orang yang mengabdi kepada Allah SWT (Aprilia Senja, t. t: 345). 4. Al-Rahman kata al-Rahman ( ُ ) اﻟﺮﱠﺣْﻤَﺎنberasal dari kata Rahima ( َ ) رَﺣِﻢyang berarti mengasihi, menyanyangi. Dari akar kata Rahima tersebut membentuk dua kata yang berbeda. Yang pertama yaitu kata Rahman yang terbentuk dari wazan fa’laan ( ٌ) ﻓَﻌْﻼَن, dan yang kedua adalah kata Rahim yang terbentuk dari wazan fa’iil ( ٌ) ﻓَﻌِﯿْﻞ.dari kedua kata tersebut, walaupun artinya hampir sama, akan tetapi dalam penggunaannya berbeda
Pebedaan makna di atas ditarik dari perbedaan pola kata. Pola kata seperti rahman ( ٌ) رَﺣْﻤَﺎن, ta’ban ( ٌ) ﺗَﻌْﺒَﺎ ن, athsyan (
ٌ) ﻋَﻄْﺸَﺎن, dan lain
sebagainya mengandung makna ’ kesementaraan’. Berbeda halnya dengan pola kata rahim ( ٌ) رَﺣِﯿْﻢ, karim ( ٌ) ﻛَﺮِﯾْﻢ, ’adzim ( ٌ) ﻋَﻈِﯿْﻢ, kesemuanya memberi kesan ’kelanggengan’. (Quraish Shihab, 1997: 14). Al-Rahman adalah salah satu sifat dan nama Allah SWT yang berarti Allah SWT yang bersifat belas kasihan atau Pengasih
(
Poerwadarminta, 2006: 937). Al-Rahman merupakan nama atau sifat yang hanya disandarkan kepada Allah SWT semata. Dalam hal ini, kata tersebut berarti hanya Allah SWT yang kasih sayang dan rahmat-Nya meliputi segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, entah itu terhadap manusia, binatang, maupun tumbuh-tumbuhan. Kata ini juga menunjukkan sifat kasih sayang Allah SWT kepada seluruh umat manusia baik mukmin maupun kafir. (Ambary et all, 2003: 117). ”Al-Rahman berarti Allah pencurah rahmat yang sempurna, tapi sifatnya sementara dan yang dicurahkannya kepada semua makhluk. Dapat berarti bahwa Allah swt mencurahkan rahmat yang sempurna dan menyeluruh, tetapi tidak langgeng terus-menerus. Rahmat menyeluruh tersebut menyentuh semua manusia baik mukmin maupun kafir, bahkan menyentuh seluruh makhluk di alam raya”. (Quraish Shihab, 2002: 455).
5. Urgensi.
Urgensi adalah hal yang mendesak, hal yang sangat penting (Ambary et all, 1993: 1056). Urgensi yang penulis maksudkan adalah hal yang sangat penting yang apabila ditinggalkan akan menimbulkan dampak dan akibat yang buruk. 6. Pendidikan. Para pakar pendidikan banyak mengetengahkan dan memaparkan tentang ta’rif, pengertian atau definisi dari pendidikan. Mereka memaparkan nya dari sudut pandang yang berbeda-beda. Akan tetapi berujung pada satu titik temu yang menjadi sumbernya yaitu pendidikan. Kata pendidikan dalam bahasa arab adalah al-Tarbiyah ( ُ) اﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿَﺔ. Sedang Al-Tarbiyah ( ُ ) اﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿَﺔadalah masdar dari
( ) رَﺑَﻲyang artinya
pendidikan. Kata tersebut memiliki beberapa arti antara lain mengasuh, mendidik, dan memelihara. Selain kata itu ada kata-kata yang sejenis dengannya yaitu ( ) رَبﱠyang artinya memiliki, memimpin, memperbaiki, dan menambah. Adapun untuk
kata
( ) رَﺑَﺎmempunyai arti tumbuh, dan
berkembang. Jadi bisa dikatakan bahwa al-Tarbiyah ( ُ ) اﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿَﺔadalah memelihara, mengembangkan potensi manusia dan fitrahnya dengan tahapantahapan atau jenjang-jenjang sehingga menuju pada tujuan akhir yaitu kesempurnaan.
Pengertian atau definisi dari pendidikan adalah proses kegiatan yang dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan,
seirama dengan
perkembangan anak (Achmadi, 1987: 5). “John S. Brubacher berpendapat bahwa pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan kemudian disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan”. (Suwarno, 2006: 20). Kutipan yang diambil oleh Suwarno dari John S Brubacher merupakan pendapat yang memaparkan tentang pendidikan dari segi atau sudut pandang sebuah proses yang selalu berkesinambungan. Proses tersebut bisa melalui kebiasaan-kebiasaan yang baik yang dilakukan dalam kesehariaanya. Jadi secara keseluruhan bahwa pendidikan tersebut dibangun dari segala hal yang terdapat dari kehidupan, baik itu berupa nilai-nilai ataupun norma-norma kehidupan. “Pendidikan merupakan proses sepanjang hayat sebagai perwujudan pembentukan diri secara utuh, maksudnya pengembangan segenap potensi dalam rangka penentuan semua kemitraan manusia sebagai individu, sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan”. (Suwarno, 2006: 20). Sedang pengertian pendidikan dari sudut pandang yang lain adalah bahwa pendidikan merupakan bentuk dari usaha yang terencana, terpadu, tersistem, terprogram dalam mewujudkan pengembangan potensi manusia sehingga menjadi manusia sempurna (Insan Kamil).
7. Islam. Istilah Islam berasal dari kata bahasa Arab
ُ ﯾَﺴْﻠَﻢ- َ( ﺳَﻠِﻢsalima-
yaslamu) yang berarti berserah diri kepada Allah SWT. Dari kata tersebut bisa mempunyai beberapa makna selian dari berserah diri kepada Allah SWT, yaitu selamat, damai,sentosa,dan salam. “Akar kata Islam adalah S-L-M ( ٌﺳِﻠْﻢ ) yang diucapkan ‘silm’, berarti damai; terbuhul dari kata ‘aslama’ yang mengandung arti telah menyerah, yakni berserah diri kepada kehendak-Nya. Sedang kemungkinan makna lain adalah menjadi rukun satu dengan yang lainnya, membuat damai. Al-Islam atau Islam adalah agama yang membawa kedamaian bagi umat manusia, selama mereka berserah diri kepada Tuhan”. (Ahmad et all, 2002: 3). Secara eksistensi, Islam adalah nama Agama. (Anshari, 1991: 23). Jadi kata Islam dapat berarti, Pertama: penyerahan diri kepada Allah SWT dan pasrah serta tunduk pada-Nya. Kedua: kata tersebut bisa berarti keselamatan. Ketiga: damai atau kedamaian. Keempat: arti kata tersebut adalah agama Islam itu sendiri. Islam adalah Agama dunia dan agama akhirat. Yaitu agama yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan manusia (materi dan spiritual) di dunia dan akhirat. (Anshari, 1989: 182). Agama tersebut mengandung syariat yang membawa kepada kejayaandan kebahagiaan manusia. Berisi syariat yang berupa ibadah dan mua’malah, yang merupakan agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya.
Islam adalah Agama da’wah, dakwah lisan, dakwah tulisan, dakwah lukisan, dan dakwah Ihsan. Islam pun juga agama Islah (pembinaan dan pembenaran). Islah dalam lapangan ‘aqidah, ibadah, mu’amalah. (Anshari, 1989: 176). 8. Pendidikan Islam Pendidikan Islam lebih banyak dikenal dan dimengerti dengan berbagai pengertian yang menjelaskan dalam pandangan atau perspektif masing-masing. Dalam pengertian bahasa dapat diartikan sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’lim, al-Ta’dib, al-Riadhoh. (Muhaimin & Mujib, 1993: 127). Sedangkan definisinya atau pengertiannya adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. (Muhaimin & Mujib, 1993: 136). Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Insan Kamil) sesuai dengan norma Islam. (Achmadi, 1992: 20). Sedang dalam pengertian yang lain bisa didefinisikan sebagai berikut yakni sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin hidupnya dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. (Arifin, 1993: 10).
Pendidikan Islam adalah bimbingan sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. (Marimba, 1981: 23). Dengan demikian bisa disimpulkan dan dikonklusikan bahwa pendidikan
Islam
adalah
suatu
proses
penggalian,
pembentukan,
pendayagunaan, dan pengembangan fikir, dzikir, dan kreasi manusia melalui pengajaran, bimbingan, latihan, dan pengabdian yang dilandasi, didasari dan dinafasi oleh nilai-nilai ajaran Islam yang luhur sehingga terbentuk pribadi muslim yang sejati dan paripurna, mampu menciptakan kemajuan, mengontrol, mengatur, mengembangkan dan merekayasa kehidupan, yang dilakukan sepanjang waktu dan zaman dengan penuh rasa semangat dan tanggung jawab yang tinggi semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. E. Metode Penulisan. 1. Teknik pengumpulan data. Sebagai penelitian pustaka atau Library Research, maka teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui benda-benda tertulis. (Arikunto, 1989: 104). Dalam hal ini penulis klasifikasikan kepada sumber data primer dan sekunder. Data primer, yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut. (Amirin, 1990: 132) Sumber data primer sebagai suatu informasi yang dikumpulkan peneliti
langsung
dari
sumbernya.
(Warsito,
1992:
94).
Diperoleh
dengan
mengumpulkan data asli, dimana dalam penelitian ini penulis mendapatkan teks yang ada dalam al-Qur’an yang secara langsung memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas yaitu surah al-Furqon ayat 63-74. Adapun data sekunder, yakni data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data tersebut. (Amirin, 1990: 132). Data sekunder sebagai suatu informasi yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. (Warsito, 1992: 94). Diperoleh dengan mengumpulkan data berupa berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli Islam yang merupakan penafsiran mereka atas teks-teks al-Qur’an yang pada suatu aspek memiliki persamaan dan pada aspek lain berbeda. Disamping itu penulis juga mengambil data dari para ahli yang berkaitan dengan masalah tersebut diatas. 2. Metode Analisis Data. a. Metode Content Analisys. Untuk dapat memberikan gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang permasalahan yang dibahas, penulis melakukan analisa data yang ada dengan melakukan penelitian berdasarkan atas isinya atau disebut Content Analisys. (Arikunto, 1994: 85). Analisis konten adalah teknik penelitian yang digunakan untuk referensi yang replikabel dan valid dari data pada konteksnya. Peneliti mencari bentuk dan struktur serta pola yang beraturan dalam teks dan membuat kesimpulan atas dasar keteraturan yang ditemukan itu. (Moleong, 2009: 279).
Alat yang digunakan pada Content analisys ini adalah analisis Ibad al-Rahman dengan pendekatan “tafsir maudhu’i (tematik).” b. Metode Interpretasi. Dalam penelitian ini penulis banyak menemukan data kepustakaan, baik data primer maupun sekunder, data-data tersebut perlu diinterpretasikan dalam upaya penting untuk menyingkap kebenaran. Isi buku diselami, untuk dengan setepat mungkin menangkap arti dan nuansa uraian yang disajikannya. (Bakker & Achmadi, 1990: 69). Dalam hal ini kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran tentang konsep Ibad al-Rahman, urgensinya terhadap pendidikan Islam. c. Metode Tafsir Maudhu’i (Tematik) Definisi dari tafsir maudhu’i adalah menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayatayat tersebut. (al-Farmawi, 1996: 36). Ada dua bentuk kajian tafsir maudhu’i yaitu: 1)
Pembahasan mengenai satu surat secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan korelasi antara berbagai masalah yang dikandungnya, sehingga surat itu tampak dalam bentuknya yang betul-betul utuh dan cermat.
2)
Menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama membicarakan satu masalah tertentu; ayat-ayat tersebut disusun
sedemikian rupa dan diletakkan di bawah satu tema bahasan. (alFarmawi, 1996: 35-36). Adapun penulis menggunakan cara kajian yang kedua. Untuk langkahlangkah penafsirannya yaitu dengan meneliti ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh seginya, menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama membicarakan satu masalah tertentu dan melakukan analisis terhadapnya, agar penulis mendapatkan kejelasan pokok permasalahan, sehingga dapat dengan mudah dan betul-betul menguasainya, memahami maksud yang terdalam darinya. F. Sistematika Penulisan. Untuk mempermudah penulisan ilmiah yang sistematis dan konsisten dari keseluruhan isi skripsi ini, maka disusun sistematika penulisan. Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab, yang perinciannya sebagai berikut; Bab I adalah pendahuluan yang merupakan gambaran umum tentang keseluruhan dari isi skripsi ini yang terdiri dari pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan penelitian, penegasan istilah, metodologi penulisan penelitian, dan sistematika penulisan penelitian Bab II membahas tentang Konsep al-Qur’an tentang Ibad al-Rahman terdiri dari pengertian Ibad al-Rahman, ayat-ayat al-Qur’an tentang Ibad alRahman dalam surat al-Furqon ayat 63-74, sifat-sifat Ibad al-Rahman dalam surat al-Furqon ayat 63-74.
Bab III membahas tentang konsep pendidikan Islam terdiri
dari
pengertian pendidikan dan pendidikan Islam, dasar-dasar pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, aspek-aspek pendidikan Islam, sumber-sumber pendidikan Islam, dan tanggung-jawab pendidikan Islam. Bab IV membahas tentang Urgensi konsep Ibad al-Rahman terhadap pendidikan Islam. Terdiri dari konsep Ibad al-Rahman sebagai teladan, dan Sebagai pembentukan kepribadian Insan kamil. Bab V Penutup berisi kesimpulan, saran-saran, dan kata penutup.
BAB II KONSEP AL-QUR’AN TENTANG IBAD AL-RAHMAN DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-FURQON AYAT 63-74.
A. Pengertian tentang Ibad al-Rahman. Sebelum membahas konsep tersebut secara rinci dan detail maka alangkah baiknya penulis mengetengahkan pengertian dari Ibad al-Rahman. Kata Ibad al-Rahman ( ِ) ﻋِﺒَﺎدُ اﻟﺮﱠﺣْﻤَﺎنmerupakan kata bahasa Arab yang yang terdiri dari modhof dan mudhof ilaih ( Idhofah/) ِاﺿَﺎﻓَ ٌﺔ. Kata tersebut terdiri dari dua kata yang berbeda makna digabung sehingga menjadi satu kata yang bermakna satu. Kata Ibad (ٌ )ﻋِﺒَﺎدberasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jama’ dari kata abdun ( ٌ ) ﻋَﺒْﺪyang berarti hamba. Kata tersebut terbentuk dari pola kata ( ً ) ﻋَﺒَﺪَ ﯾَﻌْﺒُﺪُ ﻋِﺒَﺎدَةdalam Mu’jam Maqayisu fi al-Lughah (T, t: 728), disebutkan bahwa arti kata tersebut adalah "yang dimiliki" ( ُ) اﻟْﻤَﻤْﻠُﻮْك. Sedang kata tersebut berarti juga ”pelayan tuannya” ( ُ) ﺧَﺪَمُ ﻣَﻮْﻻَه. Dari kata itu bisa diartikan sebagai hamba dari tuannya, sedang arti hamba adalah budak belian, abdi. (WJS Poerwadarminta, 2006: 400). Jadi hamba Allah SWT maksudnya adalah orang yang mengabdi kepada Allah SWT (Aprilia Senja, t. t: 345). Sedang kata al-Rahman ( ُ ) اﻟﺮﱠﺣْﻤَﺎنberasal dari kata Rahima ( َ ) رَﺣِﻢyang berarti mengasihi, menyanyangi. Dari akar kata Rahima tersebut membentuk dua
kata yang berbeda. Yang pertama yaitu kata Rahman yang terbentuk dari wazan fa’laan ( ٌ) ﻓَﻌْﻼَن, dan yang kedua adalah kata Rahim yang terbentuk dari wazan fa’iil ( ٌ) ﻓَﻌِﯿْﻞ.dari kedua kata tersebut, walaupun artinya hampir sama, akan tetapi dalam penggunaannya berbeda. Perbedaan makna di atas ditarik dari perbedaan pola kata. Pola kata seperti rahman ( ٌ) رَﺣْﻤَﺎن, ta’ban ( ٌ) ﺗَﻌْﺒَﺎ ن, athsyan ( ٌ) ﻋَﻄْﺸَﺎن, dan lain sebagainya mengandung makna ’ kesementaraan’. Berbeda halnya dengan pola kata rahim (
ٌ) رَﺣِﯿْﻢ, karim (
ٌ) ﻛَﺮِﯾْﻢ, ’adzim (
ٌ) ﻋَﻈِﯿْﻢ, kesemuanya memberi kesan
’kelanggengan’. (Quraish Shihab, 1997: 14). Al-Rahman berarti Allah pencurah rahmat yang sempurna, akan tetapi sifatnya sementara,tidak kekal nan abadi dan rahmat tersebut dicurahkan kepada semua makhluk di dunia saja. Dengan demikian dapat berarti bahwa Allah SWT mencurahkan rahmat yang sempurna dan menyeluruh, tetapi tidak langgeng terusmenerus. Rahmat menyeluruh tersebut menyentuh semua manusia baik mukmin maupun kafir, bahkan menyentuh seluruh makhluk di Alam raya ini yang berupa hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dalam beberapa kitab tafsir banyak dijelaskan tentang makna al-Rahman ( ُ ) اﻟﺮﱠﺣْﻤَﺎنsebagai Maha Kasih di Dunia dan akhirat. Secara puitis al-Rahman adalah Maha kasih tanpa pilih kasih, artinya biarpun hamba-Nya kafir, Allah SWT tetap kasih kepada mereka. (Rachman, 2006: 2820).
Malatief (2011) mengatakan perbedaan antara al-Rahman dengan alRahim adalah sebagai berikut: Bahwa istilah Al-Rahman bermakna: 1. Kasih sayang yang meliputi seluruh universum. 2. Terjadi secara terus menerus. 3. Untuk semua makhluk, tanpa kualifikasi kerja. 4. Hanya berlaku pada tuhan. 5. Diberikan pada yang beriman, kafir, maupun musyrik. 6. Menyangkut kehidupan di dunia Sedangkan istilah Al-Rahim bermakna: 1. Kasih sayang yang terbatas cakupannya. 2. Terjadi secara repetitive. 3. Hanya terjadi sebagai respon terhadap tindakan seseorang. 4. Berlaku pada Tuhan maupun manusia. 5. Hanya untuk mukmin. 6. Menyangkut kehidupan di akhirat. Seorang yang menghayati bahwa Allah SWT adalah al-Rahman (Tuhan Pemberi rahmat kepada makhluk-makhluk-Nya dalam kehidupan dunia) akan berusaha memantapkan pada dirinya sifat al-Rahman dan kasih sayang, sehingga menjadi ciri kepribadiannya. Selanjutnya ia tak akan ragu untuk mencurahkan rahmat kasih sayang itu kepada sesama manusia tanpa membedakan suku, ras,
agama dan tingkat keimanan, serta memberi rahmat dan kasih sayang kepada makhluk-makhluk lain baik yang hidup maupun yang telah mati. Adapun untuk pengertian tentang Ibad al-Rahman yang berarti hambahamba Allah SWT yang Maha Pengasih adalah mereka orang-orang atau hambahamba yang beriman dan beramal shalih. Mereka adalah orang-orang yang insaf. (Hamka, 1983: 57). Mereka adalah hamba yang menyadari dan merasa bahwa diri mereka kecil di hadapan kebesaran Allah SWT, yang bersedia dengan segala kerelaan hati untuk menjadi hamba Allah SWT Tuhan Maha Pemurah. ”Ibad al-Rahman, maksudnya orang-orang beriman yang memuja dan mengabdikan diri kepada Allah semata-mata beribadat kepadanya dengan segala keikhlasan dan kesungguhan hati. Mereka beribadah di malam hari, mendengarkan ajaran-ajaran Tuhan dengan sangat hati-hati. Tiada tertarik kepada perbuatan dosa dan pekerjaan yang tiada berguna. Senantiasa pula berdoa kepada tuhan, supaya terhindar dari siksaan neraka dan memperoleh keluarga dan turunan yang menjadi cahaya mata. Orang-orang itu akan ditempatkan nanti di anjung yang tinggi dalam syurga, tempat yang penuh kenikmatan dan kehormatan. Mereka itu adalah manusia yang patut menjadi contoh teladan”. (Fachruddin, 1985: 147). Dapat dikatakan bahwa Ibad al-Rahman adalah hamba-hamba mukmin yang memiliki sifat-sifat yang mulia, taat, shalih, berakhlak terpuji, memiliki kasih sayang yang besar terhadap sesama makhluk Tuhan, yang berhak untuk mendapatkan kasih sayang-Nya, keridhoan-Nya, rahmat-Nya, dan mendapatkan kenikmatan yang besar berupa syurga-Nya. Buah yang dihasilkan dari peneladanan sifat al-Rahman pada diri seseorang, akan menjadikannya memercikkan dan menyebarkan rahmat dan kasih sayang kepada hamba-hamba Allah dan makhluk yang lain selain dirinya. Dengan
sifat tersebut akan memberikan ketentraman dan kedamaian dalam diri, jiwa, dan kehidupan mereka.
B. Ayat-ayat al-Qur’an tentang Ibad Al-Rahman dalam surat Al-Furqon ayat 6374. 1. Ayat pertama.
ãN ßgt6sÛ %s{
#sŒÎ)ur $ZRöqyd ÇÚ ö‘F{ $# ’n?tã tb qà± ôJ tƒ šú
ïÏ%©!$# Ç` »uH÷q §9$# ߊ$t7Ïã ur
ÇÏÌÈ $VJ »n=y™ (#qä9$s% šc
qè=Îg»yf ø9$#
Artinya: Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orangorang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orangorang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. 2. Ayat ke-dua.
ÇÏÍÈ $VJ »uŠÏ%ur #Y‰ ¤f ß™ óO ÎgÎn/tÏ9 šc
qçG‹Î6tƒ z` ƒÏ%©!$#ur
Artinya: Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. 3. Ayat ke-tiga.
$·B#txî tb %x. $ygt/#x‹ tã žc
Î) (tL©èygy_ z> #x‹ tã $¨Ytã ô$ ÎŽñÀ $# $uZ/u‘ tb qä9qà)tƒ šú
ïÏ%©!$#ur
ÇÏÏÈ $YB$s)ãBur #vs)tGó¡ ãB ôN uä!$y™ $yg¯RÎ) ÇÏÎÈ Artinya: Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, jauhkan azab Jahannam dari Kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang
kekal". Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. 4. Ayat ke-empat.
ÇÏÐÈ $YB#uqs% šÏ9ºsŒ šú
÷üt/ tb %Ÿ2 ur (#rçŽäIø)tƒ öN s9ur (#qèùÌó¡ ç„öN s9 (#qà)xÿRr& !#sŒÎ) tûïÏ%©!$#ur
Artinya: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah antara yang demikian. 5. Ayat ke-lima.
ª! $# tP§ym ÓÉL©9$# }§ øÿ¨Z9$# tb qè=çFø)tƒ Ÿw ur tyz #uä $·g»s9Î) «! $# yì tB šc ÇÏÑÈ $YB$rOr& t, ù=tƒ y7 Ï9ºsŒ ö@ yèøÿtƒ ` tBur 4šc
qãã ô‰ tƒ Ÿw tûïÏ%©!$#ur qçR÷“tƒ Ÿw ur Èd, ys ø9$Î/ žw Î)
Artinya: Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). 6. Ayat ke-enam.
ÇÐËÈ $YB#tÅ2
(#r“sD Èqøó¯=9$$Î/ (#r“sD #sŒÎ)ur u‘r–“9$# šc
r߉ ygô± o„Ÿw šú
ïÏ%©!$#ur
Artinya: Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatanperbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. 7. Ayat ke-tujuh.
ÇÐÌÈ $ZR$uŠôJ ã ur $tJ ß¹ $ygøŠn=tæ (#r”σs† óO s9 óO ÎgÎn/u‘ ÏM »tƒ$t«Î/ (#rãÅe2 èŒ #sŒÎ) šú
ïÏ%©!$#ur
Artinya: Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta. 8. Ayat ke-delapan.
$oYù=yèô_ $#ur &ú
ãüôã r& no§è% $oYÏG»ƒÍh‘èŒur $uZÅ_ ºurø—r& ô` ÏB $oYs9 ó= yd $oY/u‘ šc
qä9qà)tƒ tûïÏ%©!$#ur
ÇÐÍÈ $·B$tBÎ) šú
üÉ)FßJ ù=Ï9
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
C. Sifat-sifat Ibad Al-Rahman dalam surat al-Furqon ayat 63-74. Dalam ayat-ayat ini terdapat banyak sifat-sifat yang mengindikasikan sifat dan perbuatan mereka yang mulia lagi
terhormat yang merupakan
pencerminan dari diri yang menjadi teladan yang telah disematkan dan digambarkan oleh Allah SWT untuk dijadikan teladan serta contoh bagi seluruh manusia agar mereka dapat mengikuti, meneladani sehingga dapat menggapai kecintaan dan keridhoan-Nya, sedang Allah adalah maksud dan tujuan yang utama. Adapun sifat-sifat yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut yang menjadi pembahasan antara lain: 1. Merendahkan Hati.
ãN ßgt6sÛ %s{
#sŒÎ)ur $ZRöqyd ÇÚ ö‘F{ $# ’n?tã tb qà± ôJ tƒ šú
ïÏ%©!$# Ç` »uH÷q §9$# ߊ$t7Ïã ur
ÇÏÌÈ $VJ »n=y™ (#qä9$s% šc
qè=Îg»yf ø9$#
Artinya: Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Sifat yang pertama dari hamba Allah Al-Rahman adalah rendah hati, tidak angkuh, dan tidak pula sombong. Sifat ini adalah sifat seseorang yang berjalan di muka bumi dengan lemah lembut, rendah hati, serta penuh wibawa. Ia berjalan dimuka bumi dengan khusyu’ dan khudhu’. mereka adalah orang yang berjalan dengan lemah lembut, tenang dan khudhu’, mereka tidak memperlihatkan sikap sombong dan congkak (arogan) serta bergaul dengan sesama secara akrab dan ramah. (ash-Shiddieqy, 2000: 2907). Namun bukan berarti mereka berjalan seperti orang yang sakit yang dibuat-buat karena riya. Mereka berjalan dengan rendah hati yaitu dengan tenang dan mantap. (alRifa’i, 2000: 561). Firman Allah SWT:
¨@ ä. = Ïtä† Ÿw ©! $# ¨b Î) ($·m ttB ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû Ä· ôJ s? Ÿw ur Ĩ $¨Z=Ï9 š‚ £‰ s{ öÏiè|Á è? Ÿw ur ts3 Rr& ¨b Î) 4y7 Ï?öq|¹ ` ÏB ôÙ àÒ øî $#ur šÍ‹ô± tB ’Îû ô‰ ÅÁ ø%$#ur
ÇÊÑÈ 9‘qã‚ sù 5A $tFøƒèC
ÇÊÒÈ ÎŽÏJ ptø:$# ßN öq|Á s9 ÏN ºuqô¹ F{ $# Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q. S. Luqman: 18-19 ).
Dan disebutkan pula di dalam hadits Nabi SAW:
ُ ﻓَﻤَﺎ اَدْرَﻛْﺘُﻢ،ُاِذَا اَﺗَﯿْﺘُﻢُ اﻟﺼﱠﻼَةَ ﻓَﻼَ ﺗَﺄْﺗُﻮْاھَﺎ وَ اَﻧْﺘُﻢْ ﺗَﺴْﻌَﻮْنَ وَأْﺗُﻮْاھَﺎ ﺗَﻤْﺸُﻮْنَ وَ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢُ اﻟﺴّﻜِﯿْﻨَﺔ .ﻓَﺼَﻠﱡﻮْا وَ ﻣَﺎ ﻓَﺎ ﺗَﻜُﻢْ ﻓَﺎﻗْﻀُﻮْا Artinya: “Apabila kamu pergi untuk sholat, maka janganlah berjalan dengan cepat berjalan dengan tenang. Rekaat mana saja yang kamu sempat ikuti sholatlah dan apa yang tertinggal maka lengkapilah”. (H. R. An-Nasa’i: 114115). Sifat ini pun bisa dikatakan tawadhu’ yaitu tiada membanggabanggakan diri dengan karena berketurunan baik, berpangkat tinggi, berpengetahuan tinggi, berharta dan berkepandaian. (ash-Shidddieqy, 2000: 445). Sifat tawadhu’ berarti sifat merendahkan hati, bukan merendahkan diri. Rendah hati merupakan sifat yang sangat terpuji. Sifat ini sangat berbeda dengan sifat rendah diri. Keduanya merupakan sifat yang hampir sama, akan tetapi keduanya sangatlah berbeda. Yunahar Ilyas (2007: 123) mengatakan tentang sifat rendah hati atau tawadhu’: “Tawadhu’ artinya rendah hati, lawan dari sombong atau takabur. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain, sementara orang yang sombong menghargai dirinya secara berlebihan. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri sekalipun dalam praktiknya orang yang hati cenderung merendahkan dirinya di hadapan orang lain, tapi sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri”. Kemudian sifat selanjutnya yang merupakan gabungan dari sifat yang pertama tadi adalah sifat seseorang yang apabila orang-orang jahil menyapa mereka dengan sapaan yang tidak baik, tidak wajar atau perkataan yang mengundang amarah mereka berucap salam yakni mereka membiarkannya dan
meninggalkannya dan mereka berdoa untuk keselamatan semua pihak. Ia pun tidak terpengaruh dengan perkataan dan perbuatan mereka. Kata ( َ ) اﻟْﺠَﺎھِﻠُﻮْنadalah bentuk jama’dari kata( ُ ) اﻟْﺠَﺎھِﻞyang terambil dari kata jahila ( َ ) ﺟَﮭِﻞyang berarti orang yang bodoh atau tidak tahu terhadap sesuatu. (Mahmud Yunus, 1990: 93). Kata tersebut digunakan dalam al-Qur’an bukan sekedar arti tersebut, akan tetapi juga dalam arti lain yaitu pelaku atau orang yang kehilangan kontrol dan pengendalian dirinya, sehingga melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik itu atas dorongan nafsu kepentingan sementara, amarah, kebencian,
maupun kejelekan pandangan. Istilah tersebut juga
digunakan bagi orang-orang yang mengabaikan nilai-nilai ajaran Islami, yaitu orang-orang yang secara pengetahuan mengerti dan tahu akan tetapi ia tidak mau untuk melaksanakan ajaran-ajaran tersebut. 2. Gemar bertahajud di malam-malamnya.
ÇÏÍÈ $VJ »uŠÏ%ur #Y‰ ¤f ß™ óO ÎgÎn/tÏ9 šc
qçG‹Î6tƒ z` ƒÏ%©!$#ur
Artinya: “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Ayat
tersebut
mengindisikan
bahwa
hamba
Allah
selalu
menghidupkan malam-malamnya. Ia selalu istiqomah dan rajin mengerjakan ibadah malam yaitu dengan mengerjakan sholat sunnah. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT.
tb qà)ÏÿZムöN ßg»uZø%y—u‘ $£J ÏBur $YèyJ sÛ ur $]ùöqyz öN åk®5u‘ tb qãã ô‰ tƒ Æì Å_ $ŸÒ yJ ø9$# Ç` tã öN ßgç/qãZã_ 4’nû$yf tFs? ÇÊÏÈ Artinya: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan”. (Q. S. Al-Sajadah/32: 16). Mereka berdiri dan sujud karena Allah SWT. Mereka melakukannya karena Allah semata, bukan karena mencari keridhoan selainNya, walaupun hanya dengan dua rekaat saja dari sholat sunnah. Al-Kalbi mengatakan barang siapa mengerjakan sholat dua rekaat setelah magrib dan empat rekaat sesudah isya’ berarti ia telah bermalam dengan bangun bersujud kepada Allah SWT. (alMaraghi, 1974: 1989).
Firman Allah dalam al-Qur’an:
ö@ è% 3¾ÏmÎn/u‘ spuH÷q u‘ (#qã_ ötƒur notÅz Fy $# â‘x‹ øts† $VJ ͬ!$s%ur #Y‰ É` $y™ È@ ø‹©9$# uä!$tR#uä ìM ÏZ»s% uqèd `ô ¨Br& ÇÒÈ É= »t7ø9F{ $# (#qä9'ré& ã©.x‹ tGtƒ $yJ ¯RÎ) 3tb qßJ n=ôètƒ Ÿw tûïÏ%©!$#ur tb qçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$# “ ÈqtGó¡ o„ö@ yd Artinya: “(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orangorang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Q. S. Al-Zumar/39: 9). Firman Allah SWT pada ayat yang lain.:
ÇÊÑÈ tb rãÏÿøótGó¡ o„öLèe Í‘$ptôž F{ $Î/ur ÇÊÐÈ tb qãèyf öku‰ $tB È@ ø‹©9$# z` ÏiB Wx ‹Î=s% (#qçR%x. Artinya: “Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar”. (Q. S. Al-Dzariat/51: 17). Ibnu Abbas berkata; “Barang siapa bersembahyang dua rekaat atau lebih sesudah sembahyang Isya’ maka ia dipandang telah menyembah Allah pada malam hari (sembahyang malam) sambil sujud dan berdiri”
(ash-
Shidddieqy, 2000: 2908). Ber-tahajud merupakan amalan bagi seseorang untuk memperoleh derajat dan pangkat yang mulia disisi Allah SWT. Seorang hamba yang menyadari dan menyakini hal tersebut pastilah akan meningkatkan kadar keimanan dan ibadahnya dengan selalu menghidupkan malam-malamnya dengan melakukan salat tahajud. Mereka akan bersemangat untuk memperoleh kemuliaan dengannya lantaran firman Allah SWT:
ÇÐÒÈ #YŠqßJ øt¤C $YB$s)tB y7 •/u‘ y7 sWyèö7tƒ b r& #Ó|¤ tã y7 ©9 \'s#Ïù$tR ¾ÏmÎ/ ô‰ ¤f ygtFsù È@ ø‹©9$# z` ÏBur Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji”. (Q. S. Al-Isra’/17: 79). 3. Selalu takut dengan berdoa kepada-Nya.
$·B#txî tb %x. $ygt/#x‹ tã žc
Î) (tL©èygy_ z> #x‹ tã $¨Ytã ô$ ÎŽñÀ $# $uZ/u‘ tb qä9qà)tƒ šú
ïÏ%©!$#ur
ÇÏÏÈ $YB$s)ãBur #vs)tGó¡ ãB ôN uä!$y™ $yg¯RÎ) ÇÏÎÈ
Artinya: “Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Tuhan Kami, jauhkan azab Jahannam dari Kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal’. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman”. Setelah ayat-ayat sebelumnya menguraikan aktivitas dan kegiatan amal Ibad al-Rahman pada malam dan siang hari terhadap makhluk dan kholiq. Ayat ini menggambarkan sikap dan watak kejiwaan mereka. Walaupun ibadah mereka terhadap Allah SWT demikian tulus dan baik, namun mereka tetap merasa prihatin dan takut akan siksa Allah yang mana siksa-Nya adalah kebinasaan yang kekal sedang neraka merupakan tempat bermukim yang paling jelek. Hamba Allah SWT yang benar-benar beriman akan selalu senantiasa merasa takut kepada Allah dan tidak merasa aman terhadap ancaman-Nya. Mereka selalu berdzikir dan menyebut nama Allah dalam setiap keadaan, baik itu dalam waktu susah maupun senang, suka maupun duka. Maka mereka selalu menyebut nama Allah SWT, merasa takut kepada adzab-Nya dan selalu memohon ‘Wahai Tuhan kami palingkanlah kami dari azhab Jahannam yang disediakan untuk orang-orang durhaka’.
(ash-Shidddieqy, 2000: 2908).
Permohonan agar dijauhkan dari siksa neraka, mengandung makna permohonan untuk meningkatkan amal kebaikan mereka, serta pemeliharaan dari godaan setan, karena keduanya itulah yang dapat menyelamatkan seseorang dari siksa api neraka. (Quraish Shihab, 2002: 532).
4. Tidak boros dan tidak kikir.
ÇÏÐÈ $YB#uqs% šÏ9ºsŒ šú
÷üt/ tb %Ÿ2 ur (#rçŽäIø)tƒ öN s9ur (#qèùÌó¡ ç„öN s9 (#qà)xÿRr& !#sŒÎ) tûïÏ%©!$#ur
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. Ayat ini mengisyaratkan bahwa sifat ini menunjukkan rasa pemurah dan juga tidak kikir serta tidak berlebihan. Hal ini bisa dikatakan dengan istilah sederhana atau I’tidal. Sifat sederhana dalam segala lini dan aspek kehidupan merupakan sebuah keutamaan dan fadhilah dalam diri seseorang. Syekh Musthafa al-Ghalayini (1976: 167) mengatakan: “Sikap I’tidal atau berlaku sedang dalam berfikir, makan, minum, pakaian, berbelanja, atau memberikan sesuatu, juga dalam semua persoalan yang hissyi (dapat dilakukan oleh jasmani) itulah yang dinamakan fadhilah atau keutamaan”. Dalam
hal
iqtishadiyah
(ekonomi),
Seorang
muslim
yang
berkepribadian lurus dan benar senantiasa menjaga harta yang dititipkan Allah SWT kepadanya, ia membelanjakan harta tersebut pada jalan yang benar, serta menggunakannya sesuai dengan syariat agama. Ia pun tidak berlebihan dalam membelanjakan hartanya dan tidak pelit, karena senantiasa mengikuti cara-cara yang digariskan al-Qur’an yang berasal dari Allah SWT. (Hasyim, 2004: 121). Hamba-hamba Allah SWT yang benar-benar beriman tidak akan melampaui batas dalam mengeluarkan hartanya dan tidak pula berlaku kikir terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap keluarganya dan orang lain.
Mereka mengeluarkan nafkah secara seimbang, tidak melampaui batas dan tidak pula sangat kurang dari batas. (ash-Shidddieqy, 2000: 2909). Sebuah kesederhanaan yang terdapat pada diri seseorang merupakan keindahan yang terpantul dari sebuah keimanan. Dikala ia berharta banyak, ia akan menginfakkan sebagian dari hartanya sehingga kebutuhan hidupnya tidaklah berlebih-lebihan. Ia pun tidak akan menghambur-hamburkan hartanya pada jalan yang tidak berfaedah dan tidak bermanfaat, sehingga ia bebas dari sifat mubadzir, sedangkan perbuatan mubadzir tersebut akan menyeret pelakunya kepada kekufuran, karena dengan begitu seolah-olah ia tidak mensyukuri karunia dan rizki yang telah Allah Ta’ala berikan padanya. Firman Allah SWT:
¨b Î)
ÇËÏÈ #·ƒÉ‹ ö7s? ö‘Éj‹ t7è? Ÿw ur È@ ‹Î6¡ 9$# tûøó$#ur tûüÅ3 ó¡ ÏJ ø9$#ur ¼çm¤)ym 4’n1öà)ø9$# #sŒ ÏN #uäur ÇËÐÈ #Y‘qàÿx. ¾ÏmÎn/tÏ9 ß` »sÜ ø‹¤± 9$# tb %x.ur (ÈûüÏÜ »u‹¤± 9$# tb ºuq÷z Î) (#þqçR%x. tûïÍ‘Éj‹ t6ßJ ø9$# Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemborospemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Q. S. Al-Isra’/17: 26-27).
5. Menjauhkan dari dosa-dosa besar (Syirik, Membunuh, dan Berzina).
ª! $# tP§ym ÓÉL©9$# }§ øÿ¨Z9$# tb qè=çFø)tƒ Ÿw ur tyz #uä $·g»s9Î) «! $# yì tB šc ÇÏÑÈ $YB$rOr& t, ù=tƒ y7 Ï9ºsŒ ö@ yèøÿtƒ ` tBur 4šc
qãã ô‰ tƒ Ÿw tûïÏ%©!$#ur qçR÷“tƒ Ÿw ur Èd, ys ø9$Î/ žw Î)
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)”. Setelah menyebut sifat-sifat mereka yang terpuji dalam hal yang berkaitan dengan pokok-pokok ketaatan dan kepatuhan mereka terhadap Allah SWT, sekarang akan diuraikan keterhindaran mereka dari pokok kedurhakaan dan kemaksiatan serta kedzaliman yaitu syirik, membunuh jiwa yang tidak halal, dan berzina. Ketauhidan merupakan hal yang menjadi tujuan diutusnya para nabi dan rasul. Para nabi dan rasul diutus oleh Allah SWT kepada umatnya adalah untuk tujuan dan misi utama yang sangat penting yaitu mendakwahkan nilainilai ketauhidan kepada umat manusia dan melarang mereka melakukan kesyirikan baik yang berupa kenyakinan maupun perbuatan amaliah seperti penyembahan terhadap selain Allah SWT. Istilah “syirik” atau mempersekutukan Allah SWT dengan selain-Nya, banyak disebutkan dan dipaparkan dalam al-Qur’an. Hal tersebut merupakan bentuk kedzaliman yang paling besar. Firman Allah SWT:
ÒO ŠÏà tã íO ù=Ýà s9 x8 ÷ŽÅe³ 9$# žc
Î) («! $Î/ õ8 ÎŽô³ è@ Ÿw ¢Óo_ç6»tƒ ¼çmÝà Ïètƒ uqèd ur ¾ÏmÏZö/ew ß` »yJ ø)ä9 tA $s% øŒÎ)ur ÇÊÌÈ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Q. S. Luqman/31: 13). Adapun membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT dan berzina, merupakan perbuatan yang dipandang termasuk dosa-dosa besar dalam hubungannya terhadap sesama manusia. Islam telah melarang perbuatan tersebut dan mengancam terhadap orang yang melakukannya dengan ancaman berupa balasan di akhirat berupa siksa neraka dan adzab Allah di dunia dan di akhirat. Firman Allah SWT:
Ïmø‹n=tã ª! $# |= ÅÒ xî ur $pkŽÏù #V$Î#»yz ÞO ¨Yygy_ ¼çnät!#t“yf sù #Y‰ ÏdJ yètG•B $YYÏB÷sãB ö@ çFø)tƒ ` tBur ÇÒÌÈ $VJ ŠÏà tã $¹/#x‹ tã ¼çms9 £‰ tã r&ur ¼çmuZyès9ur Artinya: “Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (Q. S. Al-Nisa’/4: 39). Mempersekutukan Allah SWT, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT dan berzina dipandang sebagai induk dosa-dosa besar (ashShidddieqy, 2000: 2910). Sebagaimana yang telah nabi Muhammad sebutkan di dalam haiditsnya yang menerangkan tentang dosa-dosa besar yaitu:
,ِ وَﻋُﻘُﻮْقُ اﻟْﻮَاﻟِﺪَﯾْﻦ,ِ ﻗَﺎلَ اﻟﺸﱢﺮْكُ ﺑِﺎﷲ,ً ﺛَﻼث,ِ اَﻻ اُﻧَﺒﱢﺌُﻜُﻢْ ﺑِﺎَﻛْﺒَﺮِ اﻟْﻜَﺒَﺎﺋِﺮ، م،ﻗﺎَلَ رَﺳُﻮْلُ اﷲِ ص .ِوَ ﺷَﮭَﺎدَةُ اﻟﺰّوُرِ اَوْ ﻗَﻮْلُ اﻟﺰﱡوْر Artinya: “Rasulullah SAW berkata maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar?. (beliau mengatakannya tiga kali). Rasul berkata berbuat syirik terhadap Allah SWT, mendurhakai orang tua, dan kesaksian palsu atau perkataan palsu”. (H. R. Muslim, t, t: 144-145).
6. Tidak bersaksi palsu.
ÇÐËÈ $YB#tÅ2
(#r“sD Èqøó¯=9$$Î/ (#r“sD #sŒÎ)ur u‘r–“9$# šc
r߉ ygô± o„Ÿw šú
ïÏ%©!$#ur
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatanperbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”. Sifat
selanjutnya
dari
hamba
Allah
al-Rahman
yaitu
yang
berhubungan dengan sesama manusia dan sosial kemayarakatan (mu’amalah ma’a al-nas) adalah tidak menjadi saksi palsu, bersumpah palsu, dan menyaksikan perbuatan yang jelek. Ia akan selalu menjaga harga diri, kemuliaan, serta kehormatan lingkungannya dengan tidak melakukan perbuatan jelek tersebut, serta tidak menanggapi perkataan dan perbuatan yang tidak wajar. Terdapat banyak sekali makna al-Zur yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu syirik, penyembahan terhadap berhala, berdusta, fasik, kafir, kaya, khamer, kebathilan, pertemuan dalam keburukan, hari raya kaum musrik, dan kesaksian palsu. (al-Rifa’i, 2000: 567). Adapun makna al-Zur yang berarti sumpah palsu adalah sumpah yang diyakini dustanya oleh yang bersumpah itu sendiri (ash-Shidddieqy, 2000: 597). Dalam al-Qur’an telah diterangkan dan diungkapkan larangan tentang sumpah palsu, karena hal itu sangat berbahaya, buruk sekali dan bahkan sumpah palsu tersebut setara dengan berbagai macam kemaksiatan dan dosa-
dosa besar, seperti menyekutukan Allah SWT. (Hasyim, 2004: 653). Larangan sumpah palsu tersebut bahkan langsung setelah larangan syirik. Firman Allah SWT:
ÇÌÉÈ Í‘r–“9$# š^ öqs% (#qç6Ï^tFô_ $#ur Ç` »rO÷rF{ $# z` ÏB š[
ô_ Íh9$# (#qç6Ï^tFô_ $sù
Artinya: “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta”. (Q. S. Al-Hajj/22: 30). Sumpah palsu merupakan dosa besar yang sangat bertentangan dengan Islam, karena Islam mengajarkan untuk memberikan kesaksian yang benar, melarang menyembunyikan kebenaran. Demi kebenaran, tidak diragukan lagi bahwa sumpah palsu itu sangat berbahaya, merusak tatanan kehidupan yang adil, serta menghinakan suatu kebenaran, karena dengan sumpah palsu ini hukum dan keputusan bisa dipalsukan dan dibeli. Bagi orang-orang yang baik, sumpah palsu (kesaksian) palsu jelas merupakan sebuah kedzhaliman. Betapa banyak orang baik masuk ke penjara karena sumpah palsu dan tidak sedikit dari orang-orang yang bersalah dan berdosa bisa luput, lepas, bebas dan tidak mendapat hukuman disebabkan lantaran sumpah palsu. Sedang makna al-Zur yang lain bisa diartikan sebagai perbuatan jelek atau keburukan. Maka ayat tersebut bisa diartikan ; “Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan yang jelek atau keburukan”. (al-Rifa’i, 2000: 567). Dengan begitu, maka dapat dinyatakan bahwa mereka tidak menyaksikan
keburukan. Apabila mereka bertemu dengan orang yang mengerjakan perbuatan yang tidak bermanfaat, maka mereka melewatinya saja dengan tidak terpengaruh padanya, sedang mereka melewatinya dengan menjaga kemuliaan dan kehormatan diri. 7. Menyambut ayat-ayat Allah dengan sepenuh hati.
ÇÐÌÈ $ZR$uŠôJ ã ur $tJ ß¹ $ygøŠn=tæ (#r”σs† óO s9 óO ÎgÎn/u‘ ÏM »tƒ$t«Î/ (#rãÅe2 èŒ #sŒÎ) šú
ïÏ%©!$#ur
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta”. Seorang yang cerdas adalah manakala ia mendapatkan suatu pelajaran yang berharga dan bermanfaat maka ia akan mengambilnya dan menerimanya entah dari siapapun kebenaran dan pelajaran itu berasal dan bersumber, apalagi kebenaran tersebut berasal dan bersumber dari Allah SWT baik yang berupa ayat-ayat-Nya. Dalam ayat ini disebutkan bahwa hamba Allah al-Rahman adalah seorang yang terbuka hatinya untuk menerima peringatan, teguran, dan saran yang tertuju padanya. Ia akan selalu melapangkan dadanya untuk menerima seruan yang ditujukan padanya dengan sepenuh hati dan tidak berpura-pura seolah orang yang buta dan tuli yang tidak mendengar dan menanggapi seruan tersebut yang tertuju padanya. Oleh karena ia menerima peringatan, teguran, saran dan nasihat dengan sepenuh hati, tidak menolaknya, maka ia akan
menyaring dan memilah mana hal yang baik dan mana hal yang buruk sehingga dengan demikian ia memperoleh manfaat yang banyak serta mendapatkan kebaikan yang melimpah. 8. Berdoa agar selalu memperoleh anak, istri yang shalih.
$oYù=yèô_ $#ur &ú
ãüôã r& no§è% $oYÏG»ƒÍh‘èŒur $uZÅ_ ºurø—r& ô` ÏB $oYs9 ó= yd $oY/u‘ šc
qä9qà)tƒ tûïÏ%©!$#ur
ÇÐÍÈ $·B$tBÎ) šú
üÉ)FßJ ù=Ï9
Artinya: “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. Setelah menyebut sekian banyak sifat-sifat terpuji Ibad al-Rahman, ayat ini mengakhiri uraian tentang sifat itu dengan menampilkan perhatian mereka kepada keluarga serta masyarakat dengan harapan agar mereka dihiasi dengan sifat-sifat terpuji sehingga dapat diteladani dan dicontoh. “Islam menganjurkan umatnya untuk mendirikan sebuah keluarga atas dasar Iman, Islam dan Ihsan, dimana ketiga unsur ini didasari atas nama cinta, kasih dan sayang. Pada gilirannya, hal ini akan menumbuhkan kerja sama yang baik antar suami istri dengan modal utama cinta, kasih sayang, saling percaya dan saling menghormati karena setiap manusia adalah bersaudara satu sama lain”. (Kisyik, 2005: 120). Ayat tersebut menyatakan bahwa hamba-hamba Allah yang terpuji itu adalah mereka yang senantiasa berharap dan berdoa agar Allah SWT memberikan anak-anak yang salih, yang menjadi penyejuk hati, penawar sedih dan kegundahan, dan berharap untuk memberikan
istri yang selalu taat
terhadap suaminya sehingga ia bisa menjadi pemimpin bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Dari beberapa sifat-sifat terpuji tersebut, maka bisa dikonklusikan dan dipahami bahwa hamba-hamba Allah SWT (Ibad al-Rahman) adalah mereka yang bertaqwa yaitu hamba yang selalu baik dalam berinteraksi terhadap khaliqnya, tidak berbuat kesyirikan, mereka mentaati segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Akhlak mereka terhadap Allah SWT yaitu berupa menjauhi kesyirikan terhadap-Nya, tidak menyembah Allah bersama dengan yang lain. Mereka selalu menghidupkan malam-malamnya dengan selalu bersujud dan berdiri yakni melakukan shalat. Mereka selalu membawa sifat shalat kedalam kehidupan mereka yaitu dengan selalu merendahkan hati, tidak berjalan dengan kesombongan dan kecongkakan. Hati mereka selalu bertawajuh kepada Allah SWT, berharap dan berdoa agar terjauhkan dari adzab api Neraka. Dengan ketawajuhan dan kerendahan hati, mereka selalu menerima segala kebaikan tanpa memandang dari mana kebaikan itu berasal. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka akan menerima dengan sepenuh hati. Dengan begitu keimanan mereka akan selalu bertambah dan menjadi kuat. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an:
¼çmçG»tƒ#uä öN ÍköŽn=tã ôM u‹Î=è? #sŒÎ)ur öN åkæ5qè=è% ôM n=Å_ ur ª! $# tÏ.èŒ #sŒÎ) tûïÏ%©!$# šc
qãZÏB÷sßJ ø9$# $yJ ¯RÎ)
ÇËÈ tb qè=©.uqtGtƒ óO ÎgÎn/u‘ 4’n?tã ur $YZ»yJ ƒÎ) öN åkøEyŠ#y— Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayatayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (Q. S. Al-Anfal/8: 2). Dalam inetraksi mereka terhadap sesama manusia, mereka pun juga memperhatikan dan
mengindahkannya sehingga hubungan mereka selalu
terpelihara dengan baik dan sempurna. Dalam interaksi terhadap sesama manusia, mereka pun memperhatikan dari tata cara, norma, dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga mereka menjadi orang atau hamba yang baik dalam hubungannya dengan manusia dan dalam hubungan mereka terhadap khaliq-Nya.
BAB III KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN. Dalam setiap lini kehidupan tidaklah terlepas dari persoalan pendidikan. Pendidikan merupakan satu hal yang sangat mendominasi segala bentuk perbuatan dan hasilnya. Dalam berinteraksi kepada sang khaliq, maka sangat diperlukan sebuah pendidikan. Dalam mu’amalah dan ibadah juga sangat dibutuhkan sebuah pendidikan agar setiap apa yang dilaksanakannya mewujudkan apa yang diinginkannya dan dicita-citakannya. Pendidikan merupakan persoalan penting bagi semua umat manusia. pendidikan selalu menjadi tumpuan dan harapan untuk mengembangkan individu dan masyarakat. Pendidikan pun juga menjadi alat untuk memajukan peradaban, mengembangkan masyarakat dan membuat generasi mampu untuk berbuat banyak bagi kepentingan dan urusan mereka, baik itu dalam hal pemecahan masalah dan lain sebagainya. Para pakar pendidikan banyak mengetengahkan dan memaparkan tentang ta’rif, pengertian atau definisi dari pendidikan. Mereka memaparkannya dari sudut pandang yang berbeda-beda. Akan tetapi berujung pada satu titik temu yang menjadi sumbernya yaitu pendidikan. Kata pendidikan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-Tarbiyah.( ُ) اﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿَﺔ.
Al-Tarbiyah ( ُ ) اﻟﺘﱠﺮْﺑِ َﯿﺔadalah masdar dari
( ) رَﺑَﻲyang artinya
pendidikan. Kata tersebut memiliki beberapa arti antara lain mengasuh, mendidik, dan memelihara. Selain kata itu ada kata-kata yang sejenis dengannya yaitu ( ) رَبﱠ yang artinya memiliki, memimpin, memperbaiki, dan menambah. Adapun untuk kata ( ) رَﺑَﺎmempunyai arti tumbuh, dan berkembang. Jadi bisa dikatakan bahwa al-Tarbiyah ( ُ ) اﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿَﺔadalah memelihara, mengembangkan potensi manusia dan fitrahnya dengan tahapan-tahapan atau jenjang-jenjang sehingga menuju pada tujuan akhir yaitu kesempurnaan. Moh. Roqib (2009: 14) menandaskan tentang makna pendidikan: “Pendidikan yang dalam bahasa Arab disebut tarbiyah merupakan derivasi dari kata rabb seperti dinyatakan dalam QS. Fatihah (1):2, Allah Sebagai Tuhan semesta alam (Rabb al-‘Alamin), yaitu Tuhan yang mengatur dan mendidik seluruh alam. Allah memberikan informasi tentang arti penting perencanaan, penertiban, dan peningkatan kualitas alam. Manusia diharapkan selalu memuji kepada Tuhan yang mendidik alam semesta karenanya manusia juga harus terdidik agar memiliki kemampuan untuk memahami alam yang telah dididik oleh Allah sekaligus mampu mendekatkan diri kepada Allah Sang Pendidik Sejati. Sebagai makhluk Tuhan, manusia idealnya melakukan internalisasi secara kontinu (istiqamah) terhadap nilai-nilai ilahiyah agar mencapai derajat insan kamil (manusia paripurna) sesuai dengan kehendak Allah SWT”. Pengertian atau definisi dari pendidikan adalah proses kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, seirama dengan perkembangan anak (Achmadi, 1987: 5). “Pendidikan merupakan proses sepanjang hayat sebagai perwujudan pembentukan diri secara utuh, maksudnya pengembangan segenap potensi dalam rangka penentuan semua kemitraan manusia sebagai individu,
sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan.” 2006: 20).
(Suwarno,
Sedang pengertian pendidikan dari sudut pandang yang lain adalah bahwa pendidikan merupakan bentuk dari usaha yang terencana, terpadu, tersistem, terprogram dalam mewujudkan pengembangan potensi manusia sehingga menjadi manusia sempurna (Insan Kamil). Adapun pendapat Umar Bakri dalam karangannya yaitu Tafsir Madrasi (2001: 3) tentang pendidikan atau al-Tarbiyah ( ُ ) اﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿَﺔia menyatakan bahwa:
.ِاﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿَﺔُ ھِﻲَ اِﺑْﻼغُ ﺷَﺊْ ٍاِﻟَﻲ ﻛَﻤَﺎﻟِﮫ Artinya: “Pendidikan adalah menyampaikan (membawa, menjadikan) segala sesuatu kepada kesempurnaan”. Dari berbagai pendapat-pendapat tersebut di atas, maka bisa disimpulkan pada satu hal sebagaimana yang telah dinyatakan dan dipaparkan oleh Umar Bakri bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang bertujuan untuk membawa dan menjadikan manusia kepada kesempurnaan, baik itu dalam bidang Ibadah maupun mu’amalah. B. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM. Untuk mengetahui tentang seluk-beluk pendidikan Islam sangat diperlukan pengetahuan terlebih dahulu tentang beberapa hal mengenai konsep dasar pendidikan Islam sehingga dapat memperjelas usaha-usaha yang harus dilakukan dalam pendidikan Islam.
Secara definitive, para pakar pendidikan Islam berbeda pendapat dalam menginterpretasikan pendidikan Islam. Perbedaannya tak lain hanya terletak pada perbedaan sudut pandang. Diantara mereka ada yang mendefinisikannya dengan mengkonotasikan berbagai istilah bahasa, ada juga yang melihat dari keberadaan dan hakekat kehidupan manusia di dunia ini, dan ada pula yang melihat dari segi proses kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan Islam ( ُ ) اﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿَﺔُ اﻹﺳْﻼﻣِﯿَﺔlebih banyak dikenal dengan berbagai pengertian dan definisi yang menjelaskan dalam pandangan (perspektif) masing-masing. Dalam pengertian bahasa dapat diartikan sebagai al-Tarbiyah, alTa’lima, al-Ta’dib, dan al-Riadhoh. (Muhaimin & Mujib, 1993: 127) Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama (Marimba, 1989: 23). Pendidikan Islam adalah system pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kehidupannya. (Arifin, 1993: 10). Sedang menurut Achmadi (1992: 14), pendidikan Islam diartikan sebagai usaha-usaha yang lebih ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan subjek didik lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaranajaran Islam.
Jadi dari berbagai pengertian pendidikan Islam di atas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan, pendayagunaan, dan pengembangan fikir, dzikir, dan kreasi manusia melalui pengajaran, bimbingan, latihan, dan pengabdian yang dilandasi dan dinafasi oleh nilai-nilai ajaran Islam sehingga terbentuk pribadi muslim yang sejati, mampu mengontrol, mengatur, dan merekayasa kehidupan, yang dilakukan sepanjang zaman dengan penuh tanggung jawab semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Hasil yang dicapai dari pendidikan Islam adalah kemajuan peradaban manusia yang membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara sempurna lahir dan batin, material, spiritual, dan moral sebagai pencerminan dari nilai-nilai ajaran Islam. C. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM. Apa yang telah diungkapkan oleh beberapa pendapat tentang pengertian pendidikan Islam mengimplikasikan kepada penjelasan selanjutnya yaitu tujuan pendidikan Islam. Tujuan ini sebagai arah dan misi pendidikan Islam dalam proses kemanusiaannya dan sesuai dengan apa yang harus menjadi tanggung jawab manusia di bumi, maka tujuan pendidikan Islam pun tidak lepas dari makna dan tujuan manusia hidup di dunia. Pendidikan Islam dibangun dan digerakkan oleh al-Qur’an dan al-Hadits, karena keduanya merupakan sumber hukum dan pengetahuan yang lengkap dan komplek, mencakup berbagai aspek dan segi kehidupan. Keduanya menjadi
petunjuk yang tidak akan pernah ada habisnya, yang tetap eksis dan ada bagi manusia dalam mengarungi kehidupannya. Hakikat manusia dididik adalah untuk mencapai tujuan hidupnya. (alAbrasyi, 1970: 1). Yakni mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Imam Bawani mengatakan bahwa M. Athiyah al-Abrasi menyimpulkan lima tujuan umum pendidikan Islam yaitu: 1. Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia. mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam. Tapi ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak mementingkan pendidikan jasmani, akal, ilmu, atau segi-segi praktis lainnya, melainkan tetap memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti halnya yang lainnya. 2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Ruang lingkup pendidikan dalam pandangan Islam tidaklah sempit dan terbatas pada pendidikan agama saja melainkan pada pendidikan dunia juga. 3. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaaan segi manfaat, atau yang lebih terkenal sekarang dengan nama tujuan vokasional dan profesional. 4. Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan rasa ingin tahu (curiosity), serta memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri. 5. Mempersiapkan pelajar dari segi profesioanal, teknikal, dan pertukangan supaya dapat menguasai profesi dan pekerjaan yang yang membutuhkan keterampilan. (Bawani & Anshori, 1991: 86-87).
Adapun menurut pendapat Ali al-Jumbulati (2002: 37-38) mengenai tujuan pendidikan, ia menyatakan bahwa tujuan pendidikan mencakup dua dimensi yaitu : 1) Tujuan keagamaan: Bahwa setiap muslim pada hakekatnya adalah insan agama yang bercita-cita, berpikir, dan beramal untuk kehidupan akhiratnya, berdasarkan atas petunjuk dari wahyu Allah SWT yang benar dan suci melalui rasul-Nya. Tujuan ini difokuskan dan diorentasikan pada pembentukan pribadi musliam yang sanggup melaksanakan dan memenuhi syariat Islami melalui proses pendidikan Islam. 2) Tujuan keduniaan: Tujuan ini seperti yang telah dinyatakan dalam tujuan pendidikan modern saat ini yang mengarah pada pekerjaan yang berguna, untuk mempersiapkan anak didik untuk masa depan. Tujuan ini diharapkan lebih menuju pada gerakan amaliah yang bermanfaat bagi pendidikan. Ada beberapa hal yang kiranya menjadi rumusan dalam tujuan pendidikan Islam yang harus diperhatikan sehingga hasil yang optimal bisa diperoleh sesempurna mungkin antara lain: 1. Tujuan sebagai arah dan tujuan sebagai sesuatu yang akan dicapai. Maksud dari tujuan sebagai arah adalah tujuan yang merupakan arah perkembangan subjek didik. (Achmadi, 1992: 85). Tujuan sebagai arah ini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan subjek didik, kebutuhannya, perhatiannya, perasaanya, bahkan lingkungannya.
Sedang tujuan sebagai sesuatu yang akan dituju atau dicapai adalah perubahan tingkah laku, sikap dan kepribadianya sebagaimana yang diharapkan setelah subjek didik mengalami pendidikan. 2. Tujuan sementara atau perantara dan tujuan akhir. Tujuan sementara hampir sama dengan tujuan sebagai arah, karena tujuan tersebut menghantarkan dan membawa kepada tujuan berikutnya. Sesungguhnya untuk mencapai tujuan akhir membutuhkan proses panjang dan berkesinambungan, karena begitu sukar dan sulit untuk mencapai sesuatu yang sangat luas dan panjang tanpa dengan suatu proses dalam pencapaiannya. Dalam pendidikan biasanya tujuan akhir disesuaikan dengan filsafat pendidikan atau filsafat hidup bangsa tersebut yang melaksanakan pendidikan. Sedangkan dalam Islam tujuan akhir pendidikan disesuaikan dengan konsep ilahi atau ketuhanan. Tujuan akhir ini berkaitan dengan penciptaan manusia di muka bumi ini, yaitu membentuk manusia sejati, manusia yang ”abid” yang selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, meletakkan sifat-sifat Allah dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadinya, serta merealisasikan sifat-sifatNya dalam setiap menjalankan fungsi-fungsi kehidupannya, yaitu sebagai ”kholifatullah fil ardhi”. “Tujuan utama dalam pendidikan Islam itu sejalan dengan aliran-aliran modern. Dalam dunia pendidikan dewasa ini, dimana Islam telah menghargai ilmu dan ulama, mengangkat kedudukan ilmu sampai pada tingkat peribadatan, memperhatikan dengan sungguh-sungguh segala jenis
pendidikan terutama pendidikan rohani, kemerdekaan, dan budi pekerti”. (al-Abrasi,1970:11). D. SUMBER PENDIDIKAN ISLAM. Sebagaimana cabang-cabang pengetahuan Islam yang lain seperti hukum, ekonomi, politik, filsafat dan sains dan yang lainnya segala persoalan dalam ilmu pendidikan, juga dikembalikan pada sumbernya yang asli atau autentik yang dapat dijadikan sebagai hujjah dalam merumuskan konsep baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis dan dapat dijadikan pedoman dalam tata hidup beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ada beberapa sumber yang dijadikan pedoman dalam pendidikan Islam. Sumber-sumber tersebutanatara lain sebagai berikut: 1. Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan Islam yang pertama yang memiliki keistimewaan dan keunggulan yaitu: Menghormati akal manusia, menjadi bimbingan ilmiah. tidak menentang fitrah manusia, memanusiakan manusia, menggunakan cerita-cerita (kisah-kisah) untuk tujuan pendidikan Islam dan memelihara keperluan-keperluan sosial. Al-Qur’an atau yang dikenal dengan kitabullah merupakan sumber utama dari ajaran –ajaran hukum Islam.
.َﻛِﺘَﺎبُ اﷲِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻲ وَ ﺳُﻨﱠﺔُ رَﺳُﻮْﻟِﮫِ ﻋَﻠَﯿْﮫِ اﻟﺴﱠﻼمُ ھُﻤَﺎ ﻣَﺼْﺪَرُ اﻟﺘﱠﺸْﺮِﯾْﻊِ ﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻤِﯿَْﻦ Artinya: “Kitab Allah (al-Qur’an) dan sunnah rasul-Nya keduanya adalah sumber hukum Syariat”. (Lajnah Wizarah al-Tarbiyyah, 1976: 118).
ٌاﻟْﻘُﺮْآنُ اﻟْﻜَﺮِﯾْﻢُ ھُﻮَ اﻟْﻤَﺮَاﺟِﻊُ اْﻷوﱠلُ ﻓِﻲْ اﻟﺘﱠﺸْﺮِﯾْﻊِ اﻹﺳْﻼﻣِﻲﱢ ِﻷﻧﱠﮫُ دُﺳْﺘُﻮْرٌ ﺳَﻤَﺎوِي ٍ…ﻓَﻜَﺎنَ اﻟْﻘُﺮْآنُ اﻟْﻜَﺮِﯾْﻢُ ﺧَﯿْﺮَ ھَﺎد.ﻀﻤَﻦُ ﺳَﻌَﺎدَةُ اﻟْﻔَﺮْدِ وَ اﻟْﻤُﺠْﺘَﻤَﻊِ وَاﻹﻧْﺴَﺎﻧِﯿﱠﺔِ ﻛُﻠﱢﮭَﺎ ْ َﺗ ِ وَﻛَﺎنَ ﻣُﺼَﺤﱢﺤًﺎ ﻟِﻠْﻌَﻘَﺎﺋِﺪِ اﻟﺪﱢﯾْﻨِﯿﱠﺔِ وَﻣَﻨْﻈَﻤًﺎ ﻟِﻠﺮﱠوَاﺑِﻂِ اﻹﺟْﺘِﻤَﺎﻋِﯿَﺔ,ﻟِﻠْﻤُﺠْﺘَﻤَﻊِ اﻹﻧْﺴَﺎﻧِﻲﱢ .ِوَاﻟﺪﱠوْﻟِﯿﱠِﺔ Artinya: “Al-Qur’an Al-Karim adalah tempat rujukan pertama di dalam hukum syariat Islam karena ia merupakan pedoman (undangundang) samawi. Ia menjamin kebahagiaan seseorang dan masyarakat dan insan manusia seluruhya….maka al-Qur’an al-Karim merupakan sebaik-baik pemberi petunjuk bagi masyarakat, umat manusia. Ia pun menjadi pembenar (pentashih) bagi akidah-akidah agama dan menjadi peraturan untuk mengikat masyarakat dan Negara”. (Lajnah Wizarati al-Tarbiyah, 1976: 219). 2. Al-Sunnah. Al-Sunnah merupakan pencerminan dari segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri teladan yang baik dan menjadi profil pribadi muslim yang sempurna. Firman Allah SAW:
tÅz Fy $# tPöqu‹ø9$#ur ©! $# (#qã_ ötƒ tb %x. ` yJ Ïj9 ×puZ|¡ ym îouqó™ é& «! $# ÉA qß™ u‘ ’Îû öN ä3 s9 tb %x. ô‰ s)©9 ÇËÊÈ #ZŽÏVx. ©! $# tx.sŒur Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Q. S. AlAhzab/32: 21).
Dengan keteladanan yang baik maka hal tersebut merupakan salah satu alat pendidikan yang paling efektif dalam pembentukan pribadi manusia yang sempurna. Disamping al-Sunnah sebagai teladan yang harus dilakukan dan dijadikan panduan hidup, maka al-Sunnah juga sebagai penjelas konsep yang lebih rinci dari konsep al-Qur’an yang masih global dan umum. 3. Sahabat-sahabat Nabi. Generasi sahabat Nabi merupakan sebaik baik generasi manusia. Pola dan pemikiran mereka masih dekat dengan Nabi Muhammad SAW, sehingga pola dan pemikiran mereka patut dan pantas untuk menjadi contoh dan menjadi rujukan serta bahan pertimbangan dalam dalam melaksanakan aktivitas kependidikan. Nabi Muhammad SAW bersabda :
ﻓَﻌَﻠَ ْﯿﻜُﻢْ ﺑِﺴُﻨﱠﺘِﻲْ وَﺳُﻨﱠﺔِ الءﺧُﻠَﻔَﺂءِ اﻟﺮﱠاﺷِﺪِﯾْﻦَ اﻟْﻤَﮭْﺪِﯾﱢﯿْﻦَ ﺑَﻌْﺪِيْ ﺗَﻤَﺴﱠﻜُﻮْا ﺑِﮭَﺎ وَﻋَﻀﱡﻮْا ِﻋَﻠَﯿْﮭَﺎ ﺑِﺎ ﻟﻨﱠﻮَاﺟِﺪ Artinya: “Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap sunnah-ku, dan sunnah Khulafa’u al-Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudah-ku. Berpeganglah dengan sunnah itu dan gigitlah dengan gigi gerahammu sekuat-kuatnya”. (al-Tirmidzi, t, t: 43). 4. Kemaslahatan umat. Maksud dari kemaslahatan umat disini adalah segala sesuatu yang bisa memberikan manfaat dan mencegah serta menghindari dari kemudhorotan atau bahaya.
Karena pendidikan berupaya untuk mengembangkan potensi dan sumber daya insani sehingga terbentuk Insan kamil (manusia sempurna), maka segala sesuatu yang bisa membawa dan menghantarkan kepada kesempurnaan serta mendatangkan kebaikan atau maslahah baik itu untuk individu ataupun untuk kelompok bisa dijadikan sebagai sumber dan bahan rujukan dalam pendidikan Islam. 5. Nilai-nilai kebiasaan masyarakat. Kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat bisa dijadikan sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Nilai-nilai dan norma-norma dalam suatu masyarakat pun bisa menjadi sumber pendidikan Islam selama nilai-nilai kebiasaan masyarakat itu tidak bertentangan dengan nash-nash al-Quran dan al-Hadits yang tentunya pun kebiasaan masyarakat yang baik yang berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. 6. Pemikir-pemikir Islam (Cendekiawan Muslim). Di dalam pendidikan, tidak bisa terlepas dari upaya pewarisan ilmu pengetahuan dan teknologi dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Karena itu, pendidikan Islam harus bisa mewariskan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut kepada anak didik, serta mengamanahkannya untuk mengembangkan di masa yang akan datang. Menyimak hubungan antara cendekiawan muslim dengan pendidikan Islam, nyatalah bahwa mereka menduduki posisi yang tak kalah pentingnya dari sumber-sumber pendidikan yang lainnya. Dari hasil pemikiran mereka jua
ilmu pendidikan dan pengetahuan maupun teknologi bisa berkembang pesat dan tersebar ke segala penjuru alam. E. DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM. Dasar atau pondasi merupakan bentuk awal tegaknya suatu bangunan, baik itu yang berbentuk lembaga, organisasi, kontruksi, dan lain-lainya. Keberadaannya sangatlah urgent dan crucial karena ia menjadi sandaran dan penopang utama dalam suatu bangunan. Dalam hal pendidikan Islam, maka dasar tersebut menjadi acuan yang harus di perhatikan dan dilaksanakan. Sehingga segala aktifitas dan perencanaan pendidikan bisa terarah dan terukur agar tidak melenceng dari tujuan awal dan utama dari pendidikan Islam tersebut. Untuk pengertian dasar-dasar pendidikan Islam, maka dapat disimpulkan bahwa: “Yang dimaksud dengan dasar pendidikan Islam adalah pandangan yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan dalam rangka penyusunan teori perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dari kehidupan, karena secara kodrati manusia adalah makhluk pedagogic. Sebagai dasar pendidikannya tidak lain adalah nilai-nilai tertinggi yang dijadikan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa dimana pendidikan itu berlaku”. (Achmadi, 1992: 55). Dengan adanya dasar, maka menjadi sumber segala peraturan yang akan diciptakan. Di samping itu untuk menjamin bangunan pendidikan agar bisa berdiri dengan teguh sehingga tidak mudah untuk di simpangkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar.
Oleh karena yang dibicarakan disini adalah pendidikan Islam, maka dasar atau pandangan hidup yang mendasari seluruh pendidikan Islam adalah nilai-nilai tertinggi yang dijadikan pandangan hidup seorang muslim dimana hal tersebut berlaku. Adapun al-Qur’an dan al-Sunnah merupakan dua sumber utama dalam pendidikan Islam karena keduanya merupakan pedoman yang haq dari Tuhan dan rasul-Nya.
.َﻛِﺘَﺎبُ اﷲِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻲ وَ ﺳُﻨﱠﺔُ رَﺳُﻮْﻟِﮫِ ﻋَﻠَﯿْﮫِ اﻟﺴﱠﻼمُ ھُﻤَﺎ ﻣَﺼْﺪَرُ اﻟﺘﱠﺸْﺮِﯾْﻊِ ﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻤِﯿْﻦ Artinya: “Kitab Allah (al-Qur’an) dan sunnah rasul-Nya keduanya adalah sumber hukum Syariat”. ( Lajnah Wizarah al-Tarbiyyah, 1976: 118). Dengan adanya kedua hal tersebut diharapkan agar manusia tidak melenceng dari jalur dan aturan yang telah ditetapkan secara haq, mengingat bahwa eksistensi kehidupan manusia di muka bumi ini adalah untuk beribadah dan sebagai “kholifatullah” di Bumi. Firman Allah SWT:
ÇÌÉÈ … Zpxÿ‹Î=yz ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû×@ Ïã %y` ’ÎoTÎ) Ïps3 Í´¯»n=yJ ù=Ï9 š•/u‘ tA $s% øŒÎ)ur Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (Q. S. Al-Baqarah/2: 30). F. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN ISLAM. Ada beberapa aspek dalam pendidikan Islam yang mana aspek-aspek tersebut sangat penting untuk diketahui dan dimanifestaiskan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan keimanan ( ‘Aqidah ) Kata ‘aqidah secara bahasa berarti ikatan. Secara terminologi berarti landasan yang mengikat, yaitu keimanan. ‘Aqidah juga sebagai ketentuan dasar mengenai keimanan seorang muslim, landasan dari segala perilakunya. Bahkan aqidah sebenarnya merupakan landasan bagi ketentuan syariah yang merupakan pedoman bagi seseorang berperilaku di muka bumi. (Daradjat, 1993: 317). Pendidikan Iman disini maksudnya adalah penanaman kedalam diri anak didik tentang ‘aqidah ketauhidan atau kepercayaan kepada Allah SWT bahwa Allah SWT itu Esa dan hanya Dialah yang berhak untuk di puja dan disembah, sehingga dapat menjadi dasar yang kokoh di dalam jiwanya. ‘Aqidah tauhid yang kokoh yang tertanam dalam jiwa dan diri anak didik akan mewarnai dalam kehidupannya sehari-hari. Menurut al-Ghozali sebagaimana yang dikutip oleh Zainuddin dkk, bahwa Iman adalah mengucapkan dengan lisan, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan. (Zainuddin dkk, 1991: 97). Amal perbuatan akan dapat melengkapi dan menyempurnakan iman, karena dengan amal tersebut iman seseorang dapat bertambah dan berkurang. Apabila amal perbuatan seseorang meningkat dan bertambah, maka Iman pun akan meningkat dan bertambah. Demikian pula sebaliknya. Pendidikan
keimanan
merupakan
salah
satu
usaha
untuk
mengembangkan potensi dasar manusia sebagai makhluk religious (makhluk yang beragama). Firman Allah SWT:
È, ù=yÜ Ï9 Ÿ@ ƒÏ‰ ö7s? Ÿw 4$pköŽn=tæ }¨ $¨Z9$# tsÜ sù ÓÉL©9$# «! $# |N tôÜ Ïù 4$Zÿ‹ÏZym ÈûïÏe$#Ï9 y7 ygô_ ur óO Ï%r'sù ÇÌÉÈ tb qßJ n=ôètƒ Ÿw Ĩ $¨Z9$# uŽsYò2 r& Æ
Å3 »s9ur ÞO ÍhŠs)ø9$# Úú
ïÏe$!$# šÏ9ºsŒ 4«! $#
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Q. S. Al-Rum/30: 30). Maksud dari fitrah Allah tersebut adalah ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu Agama Tauhid. Apabila ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu merupakan bentuk dari ketidakwajaran. Mereka tidak beragama tauhid disebabkan karena telah terpengaruh, terkontaminasi oleh lingkungan mereka. Hal ini sebagaimana sabda Nabi
ِﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﻣَﻮْﻟُﻮْدٍ اِﻻّ ﯾُﻮْﻟَﺪُ ﻋَﻠَﻲ اﻟْﻔِﻄْﺮَةِ ﻓَﺎَﺑَﻮَاهُ ﯾُﮭَﻮﱢدَاﻧِﮫِ اَوْ ﯾُﻨَﺼﱢﺮَاﻧِﮫِ اَوْ ﯾُﻤَﺠﱢﺴَﺎﻧِﮫ Artinya: “Tidaklah seorang anak itu dilahirkan kecuali ia berada dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia yahudi, nasrani, atau majusi”. (H. R. Bukhori, t, t: 413). Pendidikan keimanan merupakan pendidikan yang pertama dan yang paling utama untuk diberikan sedini mungkin kepada anak didik. Dengan pendidikan keimanan, maka akan terbentuk keyakinan kepada Allah SWT sehingga dapat diteladani sikap dan tingkah laku serta kepribadian anak didik. Dengan pendidikan keimanan, maka manusia akan bisa menjadikan hidup dan kehidupan ini menjadi sesuatu yang bernilai ibadah serta bertaqwa dengan
sebenar-benar taqwa dan berakhlak mulia dalam rangka untuk mendapatkan rahmat Allah SWT dan menggapai keridhoan-Nya. Pembentukan iman seharusnya dimulai sejak anak berada dalam kandungan. Sejalan dengan pertumbuhannya, kepribadian anak sangatlah terpengaruh oleh kondisi seorang ibu yang mengandung anaknya tersebut. Kesehatan mental bayi di kemudian hari sangatlah dipengaruhi oleh keadaan, sikap, dan emosi ibu ketika ia mengandungnya. “Berbagai hasil pengamatan para pakar kejiwaan menunjukkan bahwa janin yang di dalam kandungan telah mendapat pengaruh dari keadaan, sikap, dan emosi ibu yang mengandungnya. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi kesehatan mental bayi di kemudian hari”. (Daradjat, 1993: 55). Keimanan merupakan pondasi dan dasar ilmu pengetahuan serta aspekaspek pendidikan lainnya. Ia pun merupakan pedoman dan pandangan hidup seorang muslim, sehingga dalam menghayati dan mengamalkan harus berlandaskan pada keimanan yang kuat dan kokoh. Bahkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pun harus dilandasi dengan keimanan. Apabila ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat tanpa adanya keimanan yang kuat maka ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut tidak akan banyak memberikan manfaat yang baik, justru sebaliknya akan menjadi bumerang yang akan merugikan diri sendiri dan menyebabkan jauh dari Allah SWT.
‘Aqidah memiliki enam aspek yaitu adalah keimanan pada Allah, pada para malaikat-Nya, iman kepada para rasul utusan-Nya, pada hari akhir, dan iman kepada ketentuan yang telah dikehendaki-Nya. (Hafizh, 1988: 109). Ada beberapa langkah dalam pembentukan ‘aqidah atau keimanan pada diri seorang anak diantaranya adalah: a. Mengajarkan kalimat tauhid kepada anak. Zakiah Daradjat (1976: 87) berpendapat bahwa anak yang sering mendengar orang tuanya mengucapkan nama Allah, maka ia akan mengenal nama Allah. Masalah ketauhidan merupakan masalah yang sangat pokok dan utama yang harus diberikan dan ditanamkan pada diri seorang anak.seorang anak bisa didjarkan dan dikenalkan serta dididik melalui kebiasaan yang berhubungan dengan masalah ketauhidan cerita, nasehat, dll. Dengan kebiasaan tersebut akan menumbuhkan rasa kesadaran anak dalam beribadah terhadap Allah SWT. b. Menanamkan kecintaan anak kepada Allah SWT. Dengan menanamkan rasa cinta kepada Allah dalam diri seorang anak, maka ia akan selalu mengharap, meminta dan berdoa kepada-Nya. Hatinya akan tertuju pada Allah SWT. Dengan penghayatan kepada Allah dalam diri anak yaitu suatu keyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak untuk dicintai melebihi segalanya, maka ketauhidan dan keimanan itu akan tertanam kuat pada sanubari anak sehingga akan memunculkan segala tingkah laku dan perbuatan yang diniatkan hanya kepada Allah SWT
c. Menanamkan kecintaan anak kepada Rasulullah SAW. Setiap manusia terutama seorang anak, sangatlah membutuhkan suatu cerminan hidup dan teladan yang terbagus dalam kehidupannya. Oleh karena itu penanaman kecintaan kepada nabi Muhammad SAW merupakan pilihan terbaik dalam bidang akhlak dll. 2. Pendidikan Ibadah. Agama dan ibadah merupakan dua hal yang sangat vital dalam suatu kehidupan. Keduanya akan selalu berjalan seiring dan bersejajar. Ibadah dan agama tidak bisa dipisahkan karena satu dengan yang lainnya merupakan penopang dan penyempurna diantara keduanya. Apabila hanya ada salah satu saja diantara keduanya, maka fungsi salah satunya tidak akan berguna. Jadi dengan ibadah, maka agama akan terbangun tegak dan kokoh. Dan begitu juga sebaliknya, dengan agama, maka ibadah akan terarah dan terpusat pada sasaran dan tujuan yang haq. Ibadah merupakan jalan untuk tercapainya kepada tempat tujuan dan sasaran. Ibadah pun juga menjadi alat dan pengatur hubungan seorang hamba kepada sang khaliq. “Ibadah dalam Islam merupakan jalan hidup yang sempurna. Nilai hakiki ibadah terletak pada keterpaduan antara tingkah laku, perbuatan, dan pikiran, antara tujuan dan alat, serta teori dan aplikasi. Islam dengan tegas memandang amal (aktivitas) bernilai ibadah apabila dalam pelaksanaannya manusia menjalin hubungan dengan tuhannya serta bertujuan merealisasi kebaikan bagi dirinya dan masyarakatnya”. (Aly & Munzier, 2003: 155).
Dari pernyataan tersebut maka hal tersebut bisa diperkuat dengan firman Allah SWT yang menyatakan bahwa ibadah itu tidaklah hanya berkutat pada interaksi terhadap Allah semata, akan tetapi juga interaksi terhadap sesama manusia.
«! $Î/ z` tB#uä ô` tB §ŽÉ9ø9$# £` Å3 »s9ur É> ÌøóyJ ø9$#ur É- ÎŽô³ yJ ø9$# Ÿ@ t6Ï% öN ä3 yd qã_ ãr (#q—9uqè? b r& §ŽÉ9ø9$# }§ øŠ©9 “ ÍrsŒ ¾ÏmÎm6ãm 4’n?tã tA $yJ ø9$# ’tA#uäur z` ¿Íh‹Î;¨Z9$#ur É= »tGÅ3 ø9$#ur Ïpx6 Í´¯»n=yJ ø9$#ur ÌÅz Fy $# ÏQ öqu‹ø9$#ur uQ $s%r&ur ÅU $s%Ìh9$# ’Îûur tû ,Î#ͬ!$¡ 9$#ur È@ ‹Î6¡ 9$# tûøó$#ur tûüÅ3 »|¡ yJ ø9$#ur 4’yJ »tGuŠø9$#ur 4† n1öà)ø9$# ’Îû tûïÎŽÉ9»¢Á 9$#ur ((#r߉ yg»tã #sŒÎ) öN Ïd ω ôgyèÎ/ šc
qèùqßJ ø9$#ur no4qŸ2 ¨“9$# ’tA#uäur no4qn=¢Á 9$#
tb qà)GßJ ø9$# ãN èd y7 Í´¯»s9'ré&ur ((#qè%y‰ |¹ tûïÏ%©!$# y7 Í´¯»s9'ré& 3Ĩ ù't7ø9$# tûüÏn ur Ïä!#§ŽœØ 9$#ur Ïä!$y™ ù't7ø9$# ÇÊÐÐÈ Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”. (Q. S. Al-Baqarah/2: 177). Dari ayat tersebut maka nyatalah bahwa bentuk suatu ibadah bukanlah hanya pada menghadapkan wajah ke arah timur dan barat (shalat, ritual keagamaan), akan tetapi bentuk dari ibadah itu bermacam-macam dan
komprehensif serta tidak berkutat pada bentuk ritual keagamaan saja, melainkan pada berbagai bentuk dan segi. Bentuk dari ibadah sangatlah luas dan menyeluruh tidak hanya terbatas pada salah satu hal saja, melainkan berbagai aspek bisa masuk dalam kategori ibadah. “Beribadah tidaklah terbatas hanya pada berbagi tata cara peribadatan yang telah ditentukan semata, melainkan mempunyai makna yang lebih menyeluruh dan luas, meliputi seluruh aktivitas perbuatan, karsa dan rasa, semua aktivitas hidupnya ditujukan buat Tuhan, diperhatikan sekali apa yang diperbolehkan-Nya, menjaga diri dari segala yang membuatNya marah, dan mengerjakan segala yang disenangi-Nya”. (Qutub, 1984: 21-22). Hal ini serupa dengan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang di kutip oleh Mu’amal Hamidi (1982: 1). “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memaparkan bahwa ibadah adalah sebuah kata yang menyeluruh, meliputi apa saja yang dicintai dan diridhai Allah, menyangkut seluruh ucapan dan perbuatan yang tidak tampak maupun yang tampak, seperti: shalat, zakat, puasa, haji, berkata-kata yang benar, menunaikan amanat, berbuat baik kepada kedua orang tua, bersilaturahmi, memenuhi janji, menyuruh berbuat baik, melarang dari perbuatan yang mungkar, berperang melawan kekufuran dan kemunafikan, lemah lembut terhadap tetangga dan anak yatim, menyantuni orang-orang miskin, ibnu sabil, hamba sahaya dan binatang, serta doa, dzikir,membaca al-Qur’an dsb”. Abdul Fattah Jalal (1988: 123-124) mengatakan tentang pengertian, definisi dari ibadah dan cakupan dari ibadah bahwa “Sebenarnya ibadah itu mencakup segala amal, pikiran, atau perasaan manusia, selama semua itu dihadapakan kepada Allah SWT. Ibadah adalah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan bahkan
bagian apapun dari perilakunya dalam mengabarkan diri kepada Allah SWT”. Jadi ibadah merupakan multidimensi dari kehidupan. Ibadah tidak terbatas pada masalah ritual semata, akan tetapi mencakup segala aktivitas dalam hubungannya dengan individu, sosial dan ritual yang dilandasi nilai-nilai Islam. Dengan demikian Pendidikan ibadah sangatlah urgent dan crucial untuk diberikan kepada anak didik agar supaya anak didik mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik, sehingga setiap dan seluruh aktivitas hidupnya diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT.
ÇÎÏÈ Èb r߉ ç7÷èu‹Ï9 žw Î) }§ RM} $#ur £` Ågø:$# àM ø)n=yz $tBur Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q. S. Al-Dzariyat/51: 56). Dalam pembinaan dan pendidikan ibadah, maka ada beberapa aspek yang harus dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya antara lain: a. Pembinaan Ibadah Shalat. Pelaksanaan perintah shalat bagi anak-anak dengan persuasi, mengajak dan membimbing mereka untuk melakukan shalat. (Daradjat, 1993: 163). Dengan pembiasaan anak terhadap ibadah shalat, maka seorang anak akan merasa mudah dan ringan untuk menjalankan ibadah tersebut secara kontinyu dan istiqamah.
ﻋﻠَﻲ ﺗَﺮْﻛِﮭَﺎ اِذَا ﺑَﻠَﻐُﻮْا َ ْﻣُﺮُوْا ﺻِﺒْﯿَﺎ ﻧَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟﺼﱠﻼةِ اِذَا ﺑَﻠَﻐُﻮْا ﺳَﺒْﻊَ ﺳِﻨِﯿْﻦَ وَ اﺿْﺮِﺑُﻮْاھُﻢ .ٍﺗِﺴْﻊ Artinya: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila telah mencapai umur tujuh tahun, dan pukulah mereka bila meninggalkannya apabila telah berumur sepuluh tahun”. (H.R. Hambali, 1978: 180). b. Pembinaan Ibadah Puasa. Ibadah puasa adalah ibadah yang berhubungan dengan jasmani. Seorang anak yang dibiasakan dengan ibadah puasa, maka hal ini akan menguatkan jasmaninya dan menjernihkan pikirannya. Dengan berpuasa, ia akan belajar merasakan bagaimana keadaan orang-orang yang berada dalam kelaparan. Sehingga dengan begitu seorang anak akan menyadari bahwa betapa berharganya makanan dan minuman, sehingga ia bisa menghindari dari sikap boros dan menghambur-hamburkan harta. Ia akan menolong dan memberi serta menyantuni orang
yang
lemah,
mengasihinya dan
menolongnya. c. Pembinaan Ibadah Zakat. Pembinaan ibadah zakat sangatlah penting mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam setiap kehidupannya. Ibadah zakat melatih anak untuk bersikap dermawan dan menumbuhkan sikap jiwa kepahlawanan. Seorang anak yang selalu berderma dan mengeluarkan zakat akan merasa bahwa harta yang dimilikinya terdapat hak orang lain juga yang perlu untuk di berikan.
d. Pembinaan Ibadah Haji. Seorang anak yang mulai dibiasakan dengan belajar dan latihan secara kontinyu dan teratur, maka ia akan sangat mudah dalam melaksanakan suatu hal yang dirasa berat. Anak yang selalu dilatih dan dibiasakan melaksanakan ibadah haji atau berlatih melakukan ibadah haji, maka kelak ketika ia telah beranjak dewasa akan mudah dalam melaksanakan ibadah haji tersebut. Adapun mengenai Ruang lingkup ibadah pada dasarnya tergolong menjadi dua golongan. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Sidik Tono, Dkk (1998: 7), bahwa ruang lingkup ibadah ada dua yaitu: a. Ibadah Umum, artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridhaan Allah. Unsur terpenting dalam melaksanakan segala aktivitas kehidupan di dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah niat yang ikhlas untuk memenuhi tuntutan agama dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan yang haram. b. Ibadah Khusus, artinya ibadah yang macam dan cara pelaksanaanya ditentukan dalam syara’ (ditentukan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). Ibadah khusus ini bersifat tetap dan mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan tuntutan yang ada, tidak boleh mengubah, menambah, mengurangi, seperti tuntutan bersuci (wudhu), Salat, Puasa Ramadhan, ketentuan nisab zakat
3. Pendidikan akhlak. Kata akhlak secara bahasa berasal dari kata ( َ ) ﺧَﻠَﻖkhalaqa yang kata asalnya adalah ( ٌ ) ﺧُﻠُﻖkhuluqun yang berarti perangai, atau ( ٌ ) ﺧَﻠْﻖkholqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara etimologi akhlak berarti perangai, adat, tabiat atau system perilaku yang dibuat. (Darajat, 1993: 235). “Akhlak adalah suatu daya yang telah bersemi dalam jiwa orang hingga dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa berfikir dan direnungkan lagi. Bila timbul dari padanya itu perbuatanperbuatan mulia dan baik dalam pandangan akal syara’ dinamakan akhlakul mahmudah (baik) terpuji, sebaliknya hal yang timbul itu perbuatan-perbuatan buruk menurut pandangan akal dan syara’ maka perbuatan itu dinamakan akhlakul madzmumah (buruk) tercela”. (Paudgrobogan, 5 oktober, 2010). Abu Bakar Jabir al-Jazairi (1964: 140) mengatakan dalam kitabnya Minhajul Muslim tentang pengertian akhlak yakni:
ٍاﻟْﺨُﻠُﻖُ ھَﯿﱢﺌَﺔٌ رَاﺳِﺨَﺔٌ ﻓِﻲْ اﻟﻨﱠﻔْﺲِ ﺗَﺼْﺪُرُﻋَﻨْﮭَﺎ اﻷﻓْﻌَﺎلُ اﻹرَادِﯾَﺔُ اﻹﺧْﺘِﯿَﺎرِﯾَﺔُ ﻣِﻦْ َﺣَﺴَﻨَﺔ ٍوَ ﺳَﯿﱢﺌَﺔٍ وَ ﺟَﻤِﯿْﻠَﺔٍ وَ ﻗَﺒِﯿْﺤَﺔ Artinya: “Akhlak adalah sifat yang didalam jiwa yang melahirkan atau menimbulkan darinya perbuatan-perbuatan kemauan yang terpilih dari perbuatan yang baik dan buruk, bagus dan jelek”. Sedangkan definisi akhlak menurut Imam al-Ghozali (1991: 58) dalam kitabnya Ihya’ ‘ulum al-din adalah:
ٍ ﻋَﻨْﮭَﺎ ﺗَﺼْﺪُرُ اﻷﻓْﻌَﺎلُ ﺑِﺴُﮭُﻮْﻟَﺔٍ وَ ﯾُﺴْﺮ,ًاﻟْﺨُُﻠﻖُ ﻋِﺒَﺎرَةٌ ﻋَﻦِ ھَﯿﱢﺌَﺔٍ ﻓِﻲْ اﻟﻨﱠﻔْﺲِ رَاﺳِﺨَﺔ ُ ﻓَﺎِنْ ﻛَﺎﻧَﺖِ اﻟْﮭَﯿﱢﺌَﺔُ ﺑِﺤَﯿْﺚُ ﺗَﺼْﺪُرُ ﻋَﻨْﮭَﺎ اﻷﻓْﻌَﺎل.ٍﻣِﻦْ ﻏَﯿْﺮِ ﺣَﺎﺟَﺔٍ اِﻟَﻲ ﻓِﻜْﺮٍ وَ رُؤْﯾَﺔ ُ وَاِنْ ﻛَﺎنَ اﻟﺼﱠﺎدِر. ﺳُﻤِﯿَﺖْ ﺗِﻠْﻚَ اﻟْﮭَﯿﱢﺌَﺔُ ﺧُﻠُﻘًﺎ ﺣَﺴَﻨًﺎ,اﻟْﺠَﻤِﯿْﻠَﺔُ اﻟْﻤَﺤْﻤُﻮْدَةُ ﻋَﻘْﻼ وَ ﺷَﺮْﻋًﺎ .ﺳَﯿﱢﺌًﺎ
ﺳُﻤِﯿَﺖِ اﻟْﮭَﯿﱢﺌَﺔُ اﻟﱠﺘِﻲْ ھِﻲَ اﻟْﻤَﺼْﺪَرُ ﺧُﻠُﻘًﺎ,ُﻋَﻨْﮭَﺎ اﻷﻓْﻌَﺎلُ اﻟْﻘَﺒِﯿْﺤَﺔ
Artinya: "Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila bersumber darinya perbuatan-perbuatan yang baik lagi terpuji sesuai akal dan syariat (hukum syara’), maka hal tersebut dinamakan akhlak yang bagus. Dan apabila bersumber darinya perbuatan-perbuatan yang jelek, maka hal tersebut dinamakan akhlak yang buruk". Maksud dari pendidikan akhlak disini adalah suatu bimbingan pengenalan untuk mengembangkan potensi dasar manusia agar memilki kehendak dan kemauan jiwa yang dapat menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa memikirkan dan memerlukan pertimbangan akal pikiran. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan terpuji yang menunjang kepribadian yang mulia dan utama. Firman Allah SWT:
ÇÍÈ 5O ŠÏà tã @, è=äz 4’n?yès9 y7 ¯RÎ)ur Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q. S. Al-Qolam/68: 4). Di dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati dan akhlak adalah pantulan dan manifestasi dari iman, baik itu dalam bentuk ucapan, perilaku, perbuatan maupun sifat. Akhlak
merupakan bukti dan manifestasi dari keimanan yang berada pada diri seseorang yang dilakukan dengan kesadaran dan sukarela hanya karena Allah SWT. Diantara akhlak-akhlak yang terpuji yang harus dimiliki dan dijiwai oleh seorang muslim agar menjadi manusia yang sempurna (insan kamil) antara lain: a. Akhlak kepada Allah yaitu dengan menyakini bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah SWT semata, melaksanakan segala perintah-Nya yang disampaikan melalui al-Qur’an dan lisan para rasul-Nya, merendahkan diri kepada Allah SWT disertai dengan mahabbah (kecintaan) yang tinggi kepada-Nya. Melaksanakan segala amal perbuatan yang diridhai dan dicintai oleh-Nya, baik berupa ucapan maupun perbuatan, baik yang lahir maupun yang batin. Adapun akhlak kepada Allah SWT dapat diwujudkan dengan beberapa hal diantaranya: 1) Ibadah kepada Allah SWT. Ibadah
adalah
perkara
tauqifiyah.
Yaitu
sesuatu
yang
disyariatkan berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah (Salamulloh, 2008: 5). Akhlak kepada Allah adalah dengan melaksanakan ibadah yang telah disyariatkan dan telah diwajibkan kepada manusia. Ibadah tersebut bisa berupa ibadah yang telah ditentukan dalam nash al-Qur’an dan juga ibadah yang tidak dinashkan dalam al-Qur’an.
2) Cinta kepada Allah SWT. Cinta kepada Allah bisa dipupuk melalui perenungan terhadap tanda-tanda kebesaran-Nya yang tersebar diseluruh alam raya. Pada saat yang sama kecintaan kepada Allah bisa dimanifestasikan kedalam bentuk amal salih dan akhlak yang mulia di dalam seluruh aspek kehidupan. 3) Mengesakan Allah SWT. Sesungguhnya Nabi Muhammad dan seluruh nabi dan rasul diutus oleh Allah kepada manusia untuk menyampaikan kalimat tauhid, yaitu menyuruh untuk menyembah dan meyakini bahwa hanya Allah lah yang pantas untuk disembah bukan yang lain. 4) Bersyukur Kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT memberikan rizki dan karunia kepada manusia sangatlah banyak dan luas. Apabila manusia itu menghitungnya maka ia tidak akan bisa menghitungnya walaupun dengan alat secanggih apapun. Firman Allah SWT:
!$yd qÝÁ øtéB3Ÿw «! $# |M yJ ÷èÏR (#r‘‰ ãès? b Î)ur 4çnqßJ çGø9r'y™ $tB Èe@ à2
` ÏiB Nä3 9s?#uäur
Artinya: “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya”. (Q. S. Ibrahim/14: 34). 5) Takut kepada Allah SWT.
Orang yang takut kepada Allah memiliki beberapa tanda diantaranya adalah sebagai berikut: a) Lisan. Seorang yang takut kepada Allah SWT akan menjaga lisannya dengan baik karena takut apabila lisannya mengucapkan perkataan yang yang dapat mendatangkan murka Allah SWT. Ia akan selalu menjaga lisannya dari perkataan dusta, ghibah, dan perkataan yang tidak bermanfaat. b) Perut. Seorang mukmin yang baik tidak akan memasukkan makanan dan minuman dari sesuatu yang tidak halal ke dalam perutnya.
(#qè=à2 ù'tGÏ9 ÏQ $¤6 çtø:$#’n<Î)!$ygÎ/ (#qä9ô‰ è?ur È@ ÏÜ »t6ø9$Î/ Nä3 oY÷t/ Nä3 s9ºuqøBr&(#þqè=ä.ù's? Ÿw ur ÇÊÑÑÈ tb qßJ n=÷ès? óO çFRr&ur ÉO øOM} $Î/ Ĩ $¨Y9$#ÉA ºuqøBr&ô` ÏiB $Z)ƒÌsù Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”. (Q. S. AlBaqarah/2: 188).
c) Kaki dan Tangan. Seorang mukmin yang takut kepada allah pasti ia akan selalu menjaga kaki dan tangannya dari hal-hal yang diharamkan seperti mencuri, merampok dll.
(#qçR%x. $yJ Î/ Nßgè=ã_ ö‘r& ߉ pkô¶ s?ur öN Ík‰É‰ ÷ƒr& !$uZßJ Ïk=s3 è?ur öN ÎgÏd ºuqøùr& #’n?tã ÞO ÏFøƒwU tPöqu‹ø9$# ÇÏÎÈ tb qç6Å¡ õ3 tƒ Artinya: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”. (Q. S. Yasin/36: 56). d) Panca Indera. Panca indera merupakan anugerah Allah yang sangat besar yang diberikan kepada manusia dan makhluk lainnya. Seorang mukmin yang takut kepada Allah pasti ia akan menjaga panca inderanya yaitu pendengarannya, pengihatannya, dll.
4’s1ø—r& y7 Ï9ºsŒ 4óO ßgy_ rãèù (#qÝà xÿøts†ur ôM Ïd Ì»|Á ö/r&ô` ÏB (#q‘Ò äótƒ šú
üÏZÏB÷sßJ ù=Ïj9 @ è%
ÇÌÉÈ tb qãèoYóÁ tƒ $yJ Î/ 7ŽÎ7yz ©! $#¨b Î)3öN çlm; Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (Q. S. al-Nur/24: 30).
Sedang dalam ayat yang lain yang menandakan bahwa segala panca indera akan dimintai pertanggung jawaban disebutkan di dalam al-Qur’an yaitu:
‘@ ä. yŠ#xsàÿø9$#ur uŽ|Ç t7ø9$#ur yì ôJ ¡ 9$# ¨b Î) 4íO ù=Ïæ ¾ÏmÎ/ y7 s9 }§ øŠs9 $tB ß# ø)s? Ÿw ur ÇÌÏÈ Zw qä«ó¡ tB çm÷Ytã tb %x. y7 Í´¯»s9'ré& Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Q. S. Al-Isra’/17: 36). e) Hati. Seorang mukmin, pastilah selalu menjaga hatinya. Ia akan menjaganya dari segala kotoran dan penyakit hati. Hati adalah penentu segala amal dan tindakan. Apabila hati itu baik maka baiklah seluruh tindakannya. Begitu juga sebaliknya, apabila hati itu jelek, maka jeleklah seluruh tindakannya. b. Akhlak kepada Rasul yaitu seperti juga akhlak kepada Allah, maka akhlak kepada Nabi Muhammad SAW tentu saja pertama-tama ialah beriman kepada Muhammad SAW yaitu percaya bahwa beliau adalah betul nabi dan rasul (utusan) Allah kepada seluruh manusia.
(Tatapangarsa,
1980: 85). Adapun akhlak kepada Nabi dapat diwujudkan dalam beberpa hal antara lain:
1) Mengimani dan menjalankan ajarannya. Mengimani dan melaksanakan ajaran yang dibawa oleh nabi merupakan hal yang sangat pokok dan kelaziman bagi seorang mukmin dalam agama Islam. Karena dengan mengimani dan menjalankan ajarannya, maka berarti ia telah melaksanakan satu dari rukun iman yaitu iman kepada Nabi dan para utusan Allah SWT. Sedangkan bentuk dari keimanan adalah dengan melaksankan ibadah dan ajaran yang telah ditetapkan. 2) Mencintainya. Nabi merupakan sarana dan wasilah yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Jadi apabila seseorang itu mengaku mencintai Allah SWT, maka ia pun juga harus mencintai Nabi dan para utusan Allah serta menjalankan ajaran dan sunnahnya.
3ö/ä3 t/qçRèŒ ö/ä3 s9 öÏÿøótƒur ª! $# ãN ä3 ö7Î6ós ム‘ ÏRqãèÎ7¨?$sù ©! $# tb q™7Ås è? óO çFZä. b Î) ö@ è% ÇÌÊÈ ÒO ‹Ïm §‘ Ö‘qàÿxî ª! $#ur Artinya: “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q. S. Ali-Imran/3: 31).
3) Memperbanyak Shalawat terhadapnya. Seorang yang berakhlak baik kepada Rasul hendaknya selalu memberikan pujian dan shalawat terhadapnya. Firman Allah SWT:
Ïmø‹n=tã (#q=|¹ (#qãZtB#uä šú
ïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ 4ÄcÓÉ<¨Z9$# ’n?tã tb q=|Á ム¼çmtGx6 Í´¯»n=tBur ©! $#¨b Î) ÇÎÏÈ $¸J ŠÎ=ó¡ n@(#qßJ Ïk=y™ ur
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (Q. S AlAhzab/33: 56). Dengan demikian, shalawat merupakan sebuah kewajiban bagi orang yang beriman.“Shalawat artinya: Kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari Malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orangorang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan: Allahuma shalli ala Muhammad”. 4) Meneladani akhlaknya. Rasulullah diutus oleh Allah SWT mepunyai tujuan yaitu untuk menyempurnakan akhlak. Akhlak beliau sangatlah mulia, Oleh karena itu hal inilah yang wajib untuk ditiru dan dicontoh oleh seorang mukmin. 5) Mengikuti Sunnah Rasul dan menjauhi Bid’ah. Bagi seorang muslim mengikuti sunnah merupakan suatu kewajiban, sebab mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan
Allah dan rasul-NYa adalah suatu kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan.
¨b Î) (©! $# (#qà)¨?$#ur 4(#qßgtFR$$sù çm÷Ytã öN ä3 9pktX $tBur çnrä‹ ã‚ sù ãA qß™ §9$# ãN ä3 9s?#uä !$tBur ÇÐÈ É> $s)Ïèø9$# ߉ ƒÏ‰ x© ©! $# Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”. (Q. S. Al-Hasr/59: 7). c. Akhlak terhadap orang tua, yaitu dengan berbuat baik dan berterima kasih atas segala apa yang telah diberikan oleh orang tua, baik itu berupa kasih sayang, cinta, dan segala apa yang menjadi kebutuhannya dikala kecilnya dan sebagainya. Firman Allah SWT:
Èû÷ütB%tæ ’Îû ¼çmè=»|Á Ïùur 9` ÷d ur 4’n?tã $·Z÷d ur ¼çm•Bé& çm÷Fn=uHxq Ïm÷ƒy‰ Ï9ºuqÎ/ z` »|¡ SM} $# $uZøŠ¢¹ urur ÇÊÍÈ çŽÅÁ yJ ø9$# ¥’n<Î) y7 ÷ƒy‰ Ï9ºuqÎ9ur ’Í< öà6 ô© $# Èb r& Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Q. S. Luqman/31: 14). d. Akhlak terhadap orang lain, yaitu berupa adab, sopan santun dalam bergaul, tidak sombong, tidak angkuh, berjalan sederhana dan bersuara lembut. Firman Allah SWT:
¨@ ä. = Ïtä† Ÿw ©! $# ¨b Î) ($·m ttB ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû Ä· ôJ s? Ÿw ur Ĩ $¨Z=Ï9 š‚ £‰ s{ öÏiè|Á è? Ÿw ur ts3 Rr& ¨b Î) 4y7 Ï?öq|¹ ` ÏB ôÙ àÒ øî $#ur šÍ‹ô± tB ’Îû ô‰ ÅÁ ø%$#ur
ÇÊÑÈ 9‘qã‚ sù 5A $tFøƒèC
ÇÊÒÈ ÎŽÏJ ptø:$# ßN öq|Á s9 ÏN ºuqô¹ F{ $# Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (Q. S. Luqman/31: 18-19). Adapun mengenai tujuan pembinaan akhlak, sebagaimana yang dinyatakan oleh Abdul Hamid al-Shoidi al-Zantaniy (1984: 760-761), ia mengatakan bahwa tujuan tersebut diantaranya adalah: 1. اِﺻْﻼحُ ﻣَﺎ ﺑَﯿْﻦَ اﻟْﻔَﺮْدِ وَ رَﺑﱢﮫِ ﻋَﺰﱠ وَ ﺟَﻞﱠ. Memperbaiki sesuatu antara seseorang dengan Tuhannya. 2. ِﺗَﻜْﻮِﯾْﻦُ اﻟﺮﱠﻗِﯿْﺐِ اﻷﺧْﻼقِ اﻟﺬﱠاﺗِﻲﱢ اﻟﻨﱠﺎﺑِﻊِ ﻣِﻦْ َﺿِﻤْﯿِﺮِ اﻟْﻔَﺮْد. Membentuk pengawasan akhlak pribadi yang muncul atau bersumber dari perasaan diri. 3. ِﺗَﻘْﻮِﯾَﺔُ اِرَاَدَةِ اﻟْﻔَﺮْد. Memperkuat kemauan diri. 4. ِﺗَﺮْﻗِﯿﱠﺔُ اﻟﺴﱡﻠُﻮْكِ اﻹﻧْﺴَﺎﻧِﻲﱢ وَ ﺗَﺮْﺷِﯿْﺪِه. Meningkatkan suluk (tingkah laku) manusia dan memberikannya petunjuk.
5. ﺗَﺮْﻗِﯿﱠﺔُ اﻟﻨّﻔَْﺲِ اﻟْﺒَﺸَﺮِﯾﱠﺔِ وَ ﺗَﻘْﻮِﯾَﺔُ ﻋِﻔﱠﺘِﮭَﺎ. Meningkatkan diri atau jiwa kemanusiaan dan memperkuat rasa penjagaan dirinya. 6. ِﻏَﺮْسُ اﻷﺧْﻼقِ اﻟْﻜَﺮِﯾْﻤَﺔِ وَ اﻟﺼﱢﻔَﺎتِ اﻟْﺤَﻤِﯿْﺪَةِ وَ اﻟْﻔَﺎﺿِﻠَﺔ. Menanamkan akhlak yang mulia dan sifat-sifat yang terpuji serta sebuah keutamaan. 7. ِﺗَﻨْﺸِﺌَﺔُ اﻟْﻔَﺮْدِ ﻋَﻠَﻲ اﻟﺸﱡﻌُﻮْرِ ﺑِﺎﻟْﻤَﺴْﺆُوْﻟِﯿَﺔِ اﻟْﺨُﻠُﻘِﯿﱠﺔِ ﺗِﺠَﺎهُ اﻟْﺠَﻤَﺎ ﻋَﺔ. Menumbuhkan perasaan diri dengan sebuah tanggung jawab moral terhadap masyarakat sosial. 8. ِﺗَﻜْﻮِﯾْﻦُ اﻟْﺠَﻤَﺎﻋَﺔِ اﻟْﻔَﺎﺿِﻠَﺔِ اﻟﱠﺘِﻲْ ﺗَﺄْﺗَﻤِﺮُ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوْفِ وَﺗَﺘَﻨَﺎھَﻲ ﻋَﻦِ اﻟْﻤُﻨْﻜَﺮ. Membentuk jamaah yang utama yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dengan demikian tujuan pendidikan akhlaq adalah untuk membina seseorang dengan ajaran akhlaq Islam sehingga terbina dan terbentuk akhlaq yang terpuji sebagaimana tujuan Nabi Muhammad SAW diutus yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia sehingga bisa ditiru, dicontoh, dan diteladani oleh seluruh umatnya. 4. Pendidikan Akal. Maksud dari pendidikan akal ini adalah pembinaan akal manusia yang digunakan untuk memunculkan ide, kekreativitasan, pemikiran, teori-teori
keilmuan dengan jalan pembuktian dan pencarian kebenaran sehingga matang dan sempurna dalam pemikirannya dan sadar akan sifat keilmiahannya. Seseorang
yang dikatakan berakal
adalah ketika
ia mampu
mengendalikan dirinya sendiri dan menahan hawa nafsunya dari segala perbuataan yang jelek dan tidak bagus.
ُاﻟْﻌَﺎﻗِﻞُ ھُﻮَ اﻟﱠﺬِيْ ﯾَﻤْﻠِﻚُ ﻧَﻔْﺴَﮫُ وَ ﯾُﻘَﮭﱢﺮُ ھَﻮَاھَﺎ وَﯾُﺘَﺎِﺑﻌُﮭَﺎ ﺑِﺎﻟْﻤُﺤَﺎﺳَﺒَﺔِ وَﯾَﻌْﻤَﻞُ ﻣَﺎ ﯾَﺮْﺿَﺎهُ اﻟﺸﱠﺮْع .ُاﻟْﺤَﻜِﯿْﻢ Artinya: “Seorang yang berakal itu adalah orang yang mapu mengendalikan dirinya, memaksa (menahan) hawa nafsu (keinginanya) dan menyertainya dengan muhasabah, serta beramal dengan apa yang diridhai oleh syariat hukum Allah”. (Lajnah Wizarah al-Tarbiyah, 1976: 114). Seorang yang berakal pastilah ia akan mempersiapkan bekal yang banyak dalam hidupnya guna kehidupan setelah kematian. Oleh karena kesadaranya terhadap agama, ia menahan diri dari segala bentuk kejelekan dan segala hal yang menjadi larangan dalam syariat agama islam. Ia tidak beranganangan bahwa pasti Allah akan memberikan segala kekebahagiaan dalam kehidupannya, dan merasa bahwa allah akan mengampuni segala dosa-dosanya tanpa ia bertaubat dengan sebenar-benar taubat. Orang yang berakal pasti tidak akan mengira bahwa ia pasti kelak akan masuk syurga tanpa terlebih dahulu mengalami ujian yang sangat besar sebagaiman ujian allah yang diberikan terhadap orang-orang mukmin sebelumnya. Ia menyadari betul firman Allah SWT:
ãN åk÷J¡ ¨B (Nä3 Î=ö6s% ` ÏB (#öqn=yz tûïÏ%©!$# ã@ sW¨B Nä3 Ï?ù'tƒ $£J s9ur sp¨Yyf ø9$# (#qè=äz ô‰ s? b r& óO çFö6Å¡ ym ÷Pr& 3«! $# çŽóÇ nS4ÓtLtB ¼çmyètB (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$#ur ãA qß™ §9$# tA qà)tƒ 4Ó®Lym (#qä9Ì“ø9ã—ur âä!#§ŽœØ 9$#ur âä!$y™ ù't7ø9$# ÇËÊÍÈ Ò= ƒÌs% «! $# uŽóÇ nS¨b Î) Iw r& Artinya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Q. S. alBaqarah/2: 214). Perihal orang yang berakal sangat berbeda dengan orang yang bodoh. Perihal orang-orang yang bodoh adalah bahwa ia akan selalu berangan-angan kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya. Perihal keduanya telah disebutkan di dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yaitu:
.ِاﻟْﻜَﯿﱢﺲُ ﻣَﻦْ دَانَ ﻧَﻔْﺴَﮫُ وَﻋَﻤِﻞَ ﻟِﻤَﺎ ﺑَﻌْﺪَ اﻟْﻤَﻮْتِ وَاﻟْﻌَﺎﺟِﺰُ ﻣَﻦْ اَﺗْﺒَﻊَ ﻧَﻔْﺴَﮫُ ھَﻮَاھَﺎ وَﺗَﻤَﻨﱠﻲ ﻋَﻠَﻲ اﷲ Artinya:”Seorang yang berakal itu adalah orang yang menahan nafsunya (keinginannya), dan mengerjakan segala sesuatu (beramal) untuk sesudah kematian”. (H. R. al-Tirmidzi, t. t: 55). Akal
merupakan
sumber
ilmu
pengetahuan,
teknologi,
dan
kebudayaan. Akal dapat dipergunakan untuk menemukan dan menciptakan alatalat yang berguna dan bermanfaat untuk menghadapi segala masalah dan problema yang dialami oleh manusia. Maka dari itu pendidikan akal sangat penting sekali dalam rangka untuk mengembangkan potensi dan keilmuan. Dengan akal maka manusia mampu dan dapat mengenal tanda-tanda kebesaran
dan kekuasaan Allah SWT serta melihat ayat-ayat-Nya yang berada di alam semesta ini.
É= »t6ø9F{ $# ’Í<'rT[{ ;M »tƒUy Í‘$pk¨]9$#ur È@ øŠ©9$# É# »n=ÏF÷z $#ur ÇÚ ö‘F{ $#ur ÏN ºuq»yJ ¡ 9$# È, ù=yz ’Îû žc
Î) ÇÊÒÉÈ
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (Q. S. Ali Imran/3: 190). 5. Pendidikan Sosial. Secara kodrati manusia adalah makhluk sosial, dalam arti bahwa ia tidak dapat hidup sendirian melainkan membutuhkan orang lain. Manusia senantiasa ingin hidup dalam kelompok-kelompok atau masyarakat, baik itu berupa kelompok kecil seperti tetangga, maupun kelompok besar yaitu masyarakat. Hal ini dikarenakan manusia tidak mampu mengusahakan sendiri seluruh kebutuhan hidupnya.
¨b Î) 4(#þqèùu‘$yètGÏ9 Ÿ@ ͬ!$t7s%ur $\/qãèä© öN ä3 »oYù=yèy_ ur 4Ós\Ré&ur 9x.sŒ ` ÏiB /ä3 »oYø)n=yz $¯RÎ) ⨠$¨Z9$# $pkš‰r'¯»tƒ ÇÊÌÈ ×ŽÎ7yz îLìÎ=tã ©! $# ¨b Î) 4öN ä3 9s)ø?r& «! $# y‰ YÏã ö/ä3 tBtò2 r& Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q. S. AlHujurat/49: 13).
Pendidikan sosial disini dimaksudkan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk menumbuh-kembangkan potensi dasar sosial anak didik agar menjadi orang yang mampu hidup bermasyarakat dan juga bermanfaat bagi lingkungan masyarakatnya dengan tanpa mengindahkan nilai-nilai dan normanorma kemasyarakatan yang berlaku. 6. Pendidikan Jasmani. Aspek jasmaniah merupakan salah satu dasar pokok untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, karena dengan jasmani yang sehat dan kuat manusia mampu melaksanakan tugasnya sebagai “kholifah” di muka bumi ini. Adapun tujuan dari pendidikan jasmani menurut al-Ghozali adalah untuk mengadakan keselarasan antara jiwa dan raga, antara jasmani dan rohani, dan bukan hanya kesehatan jasmani semata (Zainuddin dkk, 1991: 127). Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa seorang muslim yang kuat itu lebih disukai oleh Allah SWT dari pada seorang mukmin yang lemah.
.ِاﻟْﻤُﺆْﻣِﻦُ اﻟْﻘَﻮِيﱡ ﺧَﯿْﺮٌ وَ اَﺣَﺐﱡ اِﻟَﻲ اﷲِ ﻣِﻦَ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻦِ اﻟﻀﱠﻌِﯿْﻒ Artinya: “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh allah swt daripada seorang mukmin yang lemah”. (Imam Muslim, t,t: 2052). Dengan demikian maka jelaslah bahwa dengan pendidikan jasmaniah diharapkan anak mampu menggunakan kemampuan fisik untuk menjalankan perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan beribadah kepada-Nya.
G. TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN ISLAM. Manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat berdiri sendiri dalam mencukupi kebutuhannya. Dalam kehidupannya, manusia selalu membutuhkan orang lain selain dirinya. Ia pun terkait dengan yang lain baik lingkungan maupun keluarga. Dalam hal ini, keberlangsungan pendidikan setidaknya terkait dengan beberapa unsur diantaranya adalah hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan orang lain (keluarga dan masyarakat luas). Al-Qur’an melalui salah satu ayatnya menegaskan bahwa pendidikan sebagai proses internalisasi dan penyemaian nilai-nilai dalam diri manusia harus diawali dari lembaga yang terkecil yaitu mulai dari diri sendiri kemudian berkembang kepada keluarga dan baru kepada masyarakat secara luas. Firman Allah SWT:
$pköŽn=tæ äou‘$yf Ïtø:$#ur ⨠$¨Z9$# $yd ߊqè%ur #Y‘$tR ö/ä3 ‹Î=÷d r&ur ö/ä3 |¡ àÿRr& (#þqè% (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ ÇÏÈ tb râsD÷sム$tB tb qè=yèøÿtƒur öN èd ttBr& !$tB ©! $# tb qÝÁ ÷ètƒ žw ׊#y‰ Ï© Ôâ Ÿx Ïî îps3 Í´¯»n=tB Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q. S. Al-Tahrim/66: 6). Dan juga disebutkan pada ayat yang lain yang mengindikasikan hal yang serupa bahwa pendidikan itu juga harus dimulai dari hal yang terkecil dan terdekat. Firman Allah SWT:
ÇËÊÍÈ šú
üÎ/tø%F{ $# y7 s?uŽÏ± tã ö‘É‹ Rr&ur
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. ( Q. S. Al-Syu’ara/26: 214). Ayat tersebut di atas memberikan gambaran bahwa dakwah dan pendidikan harus diawali dari lembaga yang paling kecil yaitu diri sendiri, keluarga menuju yang besar dan luas. Adapun mengenai tangggung jawab
pendidikan,
maka
hal
itu
dilimpahkan kepada beberapa golongan yaitu antara lain sebagai berikut: 1. Diri sendiri. Menurut kaidah fiqih, bahwa setiap orang mukallaf itu dibebani oleh syariat atau telah berlaku hukum baginya. Dengan demikian setiap orang mukalaf bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam. Firman Allah SWT:
ÇËÊÈ ×ûüÏd u‘ |= |¡ x. $oÿÏ3 ¤› ÍöD$# ‘@ ä. Artinya: “Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”. (Q. S. AlThur/52: 21). Apabila hal tersebut dikaitkan dengan pendidikan, maka berarti setiap orang dewasa bertanggung jawab untuk mendidik diri sendiri yaitu dengan cara mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya,baik dalam bidang agama maupun yang bersifat keduniaan.
Seorang dewasa haruslah belajar untuk membina diri sendiri secara mandiri tanpa harus disuruh dan diperintah oleh orang lain, karena setiap manusia pun akan mempertanggung-jawabkan atas dirinya, amal serta perbuatannya. Firman Allah SWT:
tb %x. y7 Í´¯»s9'ré& ‘@ ä. yŠ#xsàÿø9$#ur uŽ|Ç t7ø9$#ur yì ôJ ¡ 9$# ¨b Î) 4íO ù=Ïæ ¾ÏmÎ/ y7 s9 }§ øŠs9 $tB ß# ø)s? Ÿw ur ÇÌÏÈ Zw qä«ó¡ tB çm÷Ytã Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Q. S. Al-Isra’/17: 36). 2. Orang Tua atau Keluarga. Orang tua atau keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan kepribadian anak, karena sebagaian besar kehidupan anak berada di tengah-tengah keluarganya. Dan dari merekalah seorang anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.
ِ دَاﺋِﻢُ اﻟْﺒَﺤْﺚ،ِ ﻓَﮭُﻮَ دَاﺋِﻢُ اﻟﺴﱡﺆَال,ِاﻟﻄِّ ْﻔﻞُ ﯾَﺘَﻌَﻠﱠﻢُ ﻣِﻦْ اُﺳْﺮَﺗِﮫِ ﻛُﻞﱠ ﻣَﺎ ﯾَﺤْﺘَﺎجُ اِﻟَﻲ ﻣَﻌْﺮِﻓَﺘِﮫ ْ وَھُﻮَ ﯾَﻠْﺠَﺄُ اِﻟَﻲ وَاﻟِﺪَﯾْﮫِ اَوْ ﻣَﻦْ ھُﻢْ ﻓِﻲْ ﻣَﻘَﺎﻣِﮭِﻢ- وَﻻ ﺳَﻤَﺎ ﻓِﻲْ اﻟﺴﱠﻨَﻮَاتِ اﻟْﻸوْﻟَﻲ،ِوَاﻟﺘﱠﻨْﻘِﯿْﺐ .ْ ﯾَﺴْﺄَﻟُﮭُﻢْ وَ ﯾَﺴْﺘَﺮْﺷِﺪُﺑِﮭِﻢ- ِﻣِﻦَ اﻟْﻜِﺒَﺎر Artinya: “Seorang anak belajar dari keluarganya apa yang ia butuhkan dari pengertiannya. Dia akan selalu bertanya, mencari, dan menyelidiki. Apalagi pada umur-umur pertama (awal-awal)- Dan dia berlindung kepada kedua orang tuanya atau kepada orang yang lebih besar - Ia
akan bertanya dan meminta petujuk kepada mereka". Majid, 1976: 85).
(Aziz &
Untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepribadian anak, maka orang tua harus menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sendiri. Suasana edukatif yang dimaksud adalah orang tua yang mampu menciptakan pola hidup dan tata pergaulan dalam keluarga dengan baik sejak anak dalam kandungan sampai dewasa.
©! $# (#qà)Gu‹ù=sù öN ÎgøŠn=tæ (#qèù%s{ $¸ÿ»yèÅÊ ZpƒÍh‘èŒ óO ÎgÏÿù=yz ô` ÏB (#qä.ts? öqs9 šú
ïÏ%©!$# |· ÷‚ u‹ø9ur
ÇÒÈ #´‰ ƒÏ‰ y™ Zw öqs% (#qä9qà)u‹ø9ur Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”. (Q. S. Al-Nisa’/4: 9). Tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka : a. Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia. b. Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya.
c. Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya. d. Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim. (Daradjat, dkk, 1996: 38). 3. Masyarakat. Secara umum masyarakat adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi dengan sesama untuk tujuan. Secara sederhana, masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama.setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan agama. (Daradjat, 1996: 44). Anggota masyarakat terdiri dari berbagai ragam pendidikan, profesi, keahlian, suku bangsa, kebudayaan, agama, maupun lapisan masyarakat yang majemuk. Masyarakat merupakan satu faktor pokok yang mempengaruhi pendidikan. Masyarakat pun merupakan tempat berlangsungnya pendidikan. Ada dua macam kebutuhan pokok yang sangat diharapkan oleh pendidikan dari masyarakat yaitu Pertama, Situasi cultural yang mendukung proses internalisasi nilai-nilai dan norma-norma hukum yang dijunjung tinggi oleh masyarakat yang bersangkutan. Kedua, Wahana perluasan hidup, penguasaan ilmu pengetahuan dan berbagai ketrampilan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. (Achmadi, 1992: 95).
Selain didalam keluarga, anak berinteraksi sosial yang lebih luas di masyarakat. Dalam interaksi inilah anak akan mengenal berbagai macam nilai, norma dan perilaku di dalam masyarakat, baik positif maupun negatif. Jadi keberhasilan suatu pendidikan masyarakat juga ikut menjadi penentu keberhasilan anak dalam pendidikannya.
4Ìs3 YßJ ø9$# Ç` tã tb öqyg÷Ztƒur Å$ rã÷èpRùQ$Î/ tb rããBù'tƒur ÎŽösƒø:$# ’n<Î) tb qãã ô‰ tƒ ×p¨Bé& öN ä3 YÏiB ` ä3 tFø9ur ÇÊÉÍÈ šc
qßs Î=øÿßJ ø9$# ãN èd y7 Í´¯»s9'ré&ur
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q. S. Ali-Imran: 104). 4. Pemerintah. Dalam Islam tanggung jawab pemerintah dalam pendidikan ini didasarkan atas adanya hak dan kewajiban antara rakyat dan pemerintah (penguasa) setelah amanat di serahkan kepada pemerintah. Firman Allah SWT:
÷Läêôã t“»uZs? b Î*sù (óO ä3 ZÏB ÍöDF{ $# ’Í<'ré&ur tA qß™ §9$# (#qãè‹ÏÛ r&ur ©! $# (#qãè‹ÏÛ r& (#þqãYtB#uä tûïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ ׎öyz y7 Ï9ºsŒ 4ÌÅz Fy $# ÏQ öqu‹ø9$#ur «! $Î/ tb qãZÏB÷sè? ÷LäêYä. b Î) ÉA qß™ §9$#ur «! $# ’n<Î) çnr–Šãsù &äóÓx« ’Îû ÇÎÒÈ ¸x ƒÍrù's? ß` |¡ ôm r&ur Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q. S. AlNisa’/4: 59). Zakiah Daradjat (1996:45) mengatakan tentang tanggung jawab pemerintah dan penguasa dari suatu masyarakat. ….”Bahwa pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakekatnya merupakan tanggung jawab moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok sosial. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajaran Islam, secara implisit mengandung pula tanggung jawab pendidikan”. Dalam bab IV bagian pendidikan, GBHN menetapkan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. (Noor Syam, dkk, 1981: 126). Jadi tanggung jawab pemerintah dalam pendidikan secara garis besar mencakup dua tugas pokok yaitu: a. Mengusahakan
pemerataan
kesempatan
rakyat
untuk
memperoleh
pendidikan. b. Mengusahakan peningkatan kualitas pendidikan. Mengingat betapa besarnya tanggung pemerintah dalam bidang pendidikan, maka Undang-undang system pendidikan nasional disebutkan bahwa pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
BAB IV URGENSI KONSEP IBAD AL-RAHMAN TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
A. Konsep Ibad al-Rahman sebagai Teladan ( Uswah Hasanah ). Dalam konsep al-Qur’an tentang Ibad al-Rahman tersebut banyak disebutkan berbagai macam perilaku, perbuatan, sifat, dan sikap yang sangat mulia, yang keseluruhannya bisa menjadi teladan dan panduan cerminan dari hamba-hamba Allah SWT yang shalih. Allah SWT telah menjadikan gambaran yang menakjubkan berupa hamba-hamba yang akan mendapatkan kasih sayang serta cinta-Nya baik di dunia maupun di akhirat kepada seluruh manusia agar mereka meniru dan menjadi seperti apa yang telah Allah SWT cerminkan dalam al-Qur’an. Adapun teladan yang bisa diambil dari konsep tersebut yang berupa interaksi atau hubungannya terhadap Allah SWT antara lain adalah sebagai berikut: 1. Shalat. 2. Berdoa. 3. Mentauhidkan Allah SWT (tidak berlaku syirik). 4. Menyambut ayat-ayat Allah dengan ketawajuhan pada-Nya
Sedangkan teladan yang bisa diambil dari konsep tersebut yang berupa mu’amalah mereka atau interaksi mereka tehadap sesama manusia antara lain sebagai berikut: 1. Selalu merendahkan hati terhadap manusia. 2. Tidak berjalan dengan congkak dan sombong. 3. Menghormati sesama manusia. 4. Berinfaq, bersedekah terhadap sesama manusia dengan bersifat sederhana. 5. Tidak melakukan tindak pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT. 6. Tidak melakukan perzinahan. 7. Selalu terbuka untuk menerima peringatan dan saran yang tertuju padanya. 8. Keinginan untuk mendapatkan keturunan yang shalih dan menjadi pemimpin yang baik terhadap keluarga dan masyarakat. Adapun keteladanan yang secara khusus dapat dituangkan dan dapat diterapkan pada dunia pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Ibadah Anak Didik. Dalam masalah pendidikan ibadah, anak didik bisa diberikan gambaran dan contoh beribadah yang sangat dicintai dan diridhoi oleh Allah SWT. Dalam konsep Ibad al-Rahman pendidikan ibadah menjadi satu hal yang sangat perlu untuk dikaji dan diamalkan. Pengetahuan dan pelatihan serta pengamalan ibadah yang dilakukan oleh anak didik semenjak kecil akan sangat berdampak dan membekas pada diri anak didik. Pengamalan akan
bentuk-bentuk ibadah tersebut akan terasa ringan dan mudah manakala semenjak kecilnya seorang anak didik dilatih dan dibiasakan dengan hal itu, seperti contoh pelatihan sholat, infak, berdoa. Pendidikan Sosial Anak Didik. Sebuah contoh dan keteladan yang baik dalam bersosialisasi dan berinteraksi terhadap masyarakat mutlak diperlukan adanya. Anak didik yang mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik terhadap guru, teman, keluarga, dan masyarakat, pastilah akan mendapat penghormatan, kasih sayang, dan rasa kebersamaan. Dalam konsep Ibad al-Rahman di sebutkan bagaimana cara bersosialisasi dan berinteraksi serta berakhlak yang baik terhadap Allah Tuhan Semesta Alam, serta terhadap sesama manusia. Pendidikan Islam bisa mengadopsi dari konsep tersebut dan mengembangkan, menanamkan pada diri peserta didik hal tersebut sehingga lebih tercipta suasana keindahan. 2. Materi Pendidikan Islam. Dalam konsep tersebut terdapat banyak hal yang bisa dijadikan sebagai materi pendidikan Islam. Materi tersebut dapat dimasukkan kedalam kurikulum pendidikan Islam, mengingat konsep tersebut terdapat sub-sub, kajian, dan bidang aqidah, ibadah dan mu’amalah, sehingga konsep tersebut sangatlah penting untuk dijadikan materi pendidikan Islam, dimana dalam satu paket tersebut terdapat berbagai masalah pokok agama yaitu aqidah, ibadah dan mu’amalah.
B. Konsep Ibad al-Rahman sebagai Pembentukan kepribadian Insan kamil. Salah satu tujuan dari pendidikan islam adalah membentuk pribadi seorang anak didik menjadi mulia dalam tingkah lakunya, akhlaknya, sifat dan sikapnya. Oleh karena itu konsep Ibad al-Rahman tersebut memiliki nilai-nilai pendidikan yang sangat penting yang tertuang dan terkandung dalam setiap ayatnya. Nilai-nilai tersebut meliputi beberapa hal yang wajib diperhatikan bagi seluruh pendidik, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pembinaan Iman (‘Aqidah). Kata ‘Aqidah secara bahasa berarti ikatan. Secara terminologi berarti landasan yang mengikat, yaitu keimanan. ‘Aqidah juga sebagai ketentuan dasar mengenai keimanan seorang muslim, landasan dari segala perilakunya. Bahkan ‘aqidah sebenarnya merupakan landasan bagi ketentuan syariah yang merupakan pedoman bagi seseorang berperilaku di muka bumi. (Daradjat, 1993: 317). Iman merupakan pangkal dari segala macam ibadah karena ia mendasari segala bentuk dan dasar tujuan dari segala amal. Amal yang baik dan banyak tanpa adanya keimanan kepada Allah, maka seperti halnya menyandarkan baju tanpa gantungan, maka bagaimana akan bisa tersandarkan dan tergantung. Begitu juga sebaliknya, iman tanpa amal maka seperti halnya sandaran atau gantungan tanpa ada baju atau sesuatu yang akan disandarkan dan digantungkan, maka apa yang akan disandarkan dan digantungkan. Maka keimanan dan amal (ibadah) adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Dari permisalan tersebut, maka perihal keimanan merupakan dasar pokok dari segala amal. Dalam pendidikan Islam keimanan menempati dan menduduki dasar utama yang harus diperhatikan dan ditanamkan ke dalam jiwa dan diri anak didik sejak dini. Dengan begitu diharapkan seorang anak didik melakukan perbuatan berdasarkan pada keimanan yang benar kepada Allah SWT. Dalam hal pembinaan keimanan, maka pendidikan Islam bisa merujuk pada ayat ( َ ) وَاﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﻻ ﯾَﺪْﻋُﻮَْ ﻣَﻊَ اﷲِ اِﻟﮭًﺎ ءَاﺧَﺮdan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesembahan yang lain. Ayat tersebut mengandung konsep keimanan kepada Allah SWT dan ketauhidan pada-Nya. Ayat tersebut menerangkan tentang manusia yang masuk pada daftar hambahamba Allah al-Rahman, ayat tersebut juga menjelaskan kepada manusia agar tidak mempersekutukan-Nya, menyeru dan berdoa kepada sesembahan selain kepada Allah SWT. Hal ini akan sangat berpengaruh pada perbuatan dan tingkah laku anak didik. Manakala anak didik telah tertanam keimanan dan aqidah yang kuat yang terhunjam pada dirinya, maka hal itu akan mendorong seorang anak didik untuk selalu konsisten terhadap keimanan, perbuatan, dan tingkah lakunya. Ia akan memegang erat prinsip kebenaran dan aturan yang telah ditetapkan oleh agama, dan akan menjauhi serta menghindari perbuatan yang bertentangan dengan aturan yang telah ditetapkan oleh agama.
Kata ً دَﻋْﻮَة-ْ ﯾَﺪْﻋُﻮ- دَﻋَﺎdari ayat
َ ﻻ ﯾَﺪْﻋُﻮْنmengandung beberapa
makna. Makna yang pertama, kata tersebut berarti menyeru, mengajak, mendakwahkan kepada Allah. Dari arti kata tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa manusia terutama seorang guru atau pengajar haruslah hanya menyeru kepada kebajikan dan mengajak kepada keimanan terhadap Allah semata. Hal tersebut juga berlaku kepada anak didik agar mereka selalu dapat mengajak teman dan orang lain kepada kebaikan dan berbuat sesuai dengan ketentuan agama. Sedang makna yang kedua, kata
ً دُﻋَﺎء-ْ ﯾَﺪْﻋُﻮ- دَﻋَﺎbisa berarti
berdoa, yaitu berdoa, memohon, meminta. Dan dalam ayat yang lain disebutkan yaitu
َ وَاﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﯾَﻘُﻮْﻟُﻮْنَ رَﺑﱠﻨَﺎ اﺻْﺮِفْ ﻋَﻨﱠﺎ ﻋَﺬَابَ ﺟَ َﮭﻨﱠﻢayat tersebut
menyimpulkan bahwa disitu terkandung suatu doa dan permintaan dari seorang hamba atau manusia kepada Tuhannya, dalam hal ini adalah seorang mukmin yang berdoa meminta kepada Allah agar ia dijauhkan dari api neraka. Berdoa merupakan salah satu sarana yang bisa menanamkan dan memperkuat keimanan karena dengan berdoa, seseorang menyerahkan urusannya dan menghadapkan diri kepada Allah. Dengan begitu secara tidak langsung ia hanya meminta kepada Allah, tidak dengan yang lain. Oleh karena tujuan dari pendidikan Islam adalah menjadikan anak didik kuat dalam keimanannya terhadap Allah SWT, maka ayat ini bisa dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut yaitu memperkuat
keyakinan dan menaruh harapan penuh hanya kepada allah semata yakni dengan berdoa sebagaimana penjelasan di atas. Seorang anak didik yang telah terbiasa berdoa dan meminta hanya kepada Allah SWT, maka dengan itu akan sangat menguatkan tali keimanan dan kepercayaan kepada Allah SWT. Sedangkan ayat yang lain yang juga menyatakan doa yaitu adalah
وَاﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﯾَﻘُﻮْﻟُﻮْنَ رَﺑﱠﻨَﺎ ھَﺐْ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ اَزْوَاﺟِﻨَﺎوَذُرﱢﯾﱠﺎﺗِﻨَﺎ ﻗُﺮﱠةَ اَﻋْﯿُﻦٍ وَاﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻟِﻠْﻤُﺘﱠﻘِﯿْﻦَ اِﻣَﺎﻣًﺎ. Ayat tersebut merupakan doa, permintaan, pengharapan kepada Allah agar Allah SWT memberikan keturunan anak-anak yang shalih dan istri yang menjadi penyejuk hati dan pelipur lara. Oleh karena salah satu tujuan yang terpenting dalam pendidikan Islam adalah pencapaian keimanan yang baik dan benar dalam diri seorang muslim terutama subyek dari pendidikan Islam yaitu anak didik, maka ayat ini sangatlah berguna dalam pembentukan keimanan dan ketauhidan dalam diri manusia terutama anak didik. Apabila iman dalam diri sesorang itu baik dan benar maka ia akan mampu untuk melaksanakan rukun-rukun Islam secara sempurna dan terarah.
…. ٍوَاﻹﯾْﻤَﺎنُ اﻟﺼﱠﺤِﯿْﺢُ ھُﻮَ اﻟﱠﺬِيْ ﯾَﺴْﺘَﻄِﯿْﻊُ ﺗُﺆَدﱠي ﻓِﯿْﮫِ اَرْﻛَﺎُنُ اﻹﺳْﻼمِ ﻋَﻦْ ﻋَﻘِﯿْﺪَة Artinya: “Dan keimanan yang benar adalah yang bisa dilaksanakan di dalamnya rukun-rukun Islam tentang aqidah”….( Lajnah Wizarah alTarbiyah, 1976: 45).
Maka masalah keimanan merupakan masalah yang sangat penting bagi pendidikan Islam ditinjau dari segi materi, proses, dan hasil yang akan dicapai. 2. Pembinaan Akhlak. Dengan adanya akhlak, maka sebuah kehidupan akan terwarnai dan terhiasi. Apabila seseorang berakhlak sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, maka ia telah mendapatkan jaminan berupa syurga. Akhlak yang baik merupakan suatu hal yang akan memasukkan manusia ke dalam syurga. Seorang pendidik atau pengajar menjadi cerminan bagi peserta didiknya. Apabila akhlak dan tingkah laku seorang pengajar atau pendidik itu jelek, maka hal tersebut akan berdampak pada pribadi peserta didiknya. Karena seorang anak didik akan melihat, mencontoh, serta mengekspresikan apa yang masuk kedalam dirinya berupa tindakan yang seperti apa yang ia lihat. Apalagi seorang pengajar yang menjadi panutan bagi dirinya, maka ia akan mencontoh segala apa yang ia dapatkan dari panutannya. Adapun ayat yang menandakan tentang masalah akhlak yaitu yang berbunyi اﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﯾَﻤْﺸُﻮْنَ ﻋَﻠَﻲ اﻻرْضِ ھَﻮْﻧًﺎ وَاِذَا ﺧَﺎﻃَﺒَﮭُﻢُ اﻟْﺠَﺎھِﻠُﻮْنَ ﻗَﺎﻟُﻮْا ﺳَﻼﻣًﺎ. Ayat tersebut menerangkan bagaimana cara berakhlak dan bersikap dalam pergaulan dalam bermasyarakat. Ayat tersebut memberikan tuntunan yang tepat dalam bertindak, bersikap, berjalan dan berperasaan. Oleh karena tujuan
daripada pendidikan Islam adalah menciptakan manusia yang beradab, berakhlak mulia, mampu untuk menahan dan mengendalikan hawa nafsu serta amarah, mampu untuk berakhlak terhadap Allah SWT dan terhadap makhlukNya. Maka ayat ini memberikan tuntunan dalam hal tersebut. Ia menuntun manusia agar ia tidak berjalan dimuka bumi ini dengan congkak dan sombong. Ia menyuruh manusia untuk meninggalkan sesuatu yang tidak berguna dan tidak berfaedah, sehingga manusia tidak terjerumus dalam kesalahan. Dalam pendidikan Islam sangat mengedepankan arti sebuah akhlak, tingkah laku (suluk), tindak-tanduk, sopan santun, serta adab adab dan tata cara baik dalam pergaulan sesama manusia. Dari ayat tersebut dapat diambil satu nilai yang sangat utama yaitu tentang adab, tata cara dan akhlak seorang anak didik terhadap orang lain. Seorang anak didik yang bisa menempatkan diri dan memposisikan dirinya, maka akan sangat mudah baginya dalam berinteraksi ter4hadap sesame murid, dan mampu untuk bergaul dengan pengajar, guru, pendidik dengan tata cara yang sepatutnya dilakukan oleh seorang anak didik terhadap guru atau pengjarnya. Adapun ayat وَاﻟﱠﺬِﯾْﻦَ اِذَا اَﻧْﻔَﻘُﻮْا ﻟَﻢْ ﯾُﺴْﺮِﻓُﻮْا وَﻟَﻢْ ﯾَﻘْﺘُﺮُوْا وَﻛَﺎنَ ﺑَﯿْﻦَ ذَﻟِﻚَ ﻗَﻮَاﻣًﺎ, menandakan bahwa sifat kesederhanaan adalah sifat yang sangat indah. Sifat kesederhanaan adalah sifat yang diajarkan dalam pendidikan Islam. Bagaimana seseorang itu dididik dan dibina dengan kesederhanaan, baik itu
dalam hal duniawi maupun ukhrawi. Kesederhanaan merupakan sifat diantara dua sifat yang tercela yaitu boros atau mewah, dan pelit. Dengan ayat tersebut, memberikan cerminan bagi pendidikan Islam yaitu berupa kesederhanaan dalam berbagai hal. Dalam hal pengajaran tidaklah berlebihan baik itu berupa waktu, dan tugas yang diberikan seorang guru terhadap anak didiknya, sehingga memberatkan anak didik. Dari ayat tersebut pendidikan Islam bisa mengambil pelajaran darinya yaitu dalam cara mendidik anak agar tidak terlalu bebas dan juga tidak terlalu dikekang. Dalam proses internalisasi ilmu pun juga demikian, yaitu tidak harus memaksakan anak didik untuk terjun pada bidang yang ia tidak mampu melaksanakannya. Akan tetapi selalu dibimbing dengan jalan memberikan jalan tengah yaitu selalu mengontrol dan memberikan dorongan berupa usaha-usaha untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Adapun ayat ﺎ وَﻋُﻤْﯿَﺎﻧًﺎوَاﻟﱠﺬِﯾْﻦَ اِذَا ذُﻛﱢﺮُوْا ﺑِﺎﯾَﺎتِ رَﺑﱢﮭِﻢْ ﻟَﻢْ ﯾَﺨِﺮﱡوْا ﻋَﻠَﯿْﮭَﺎ ﺻُﻤ memberikan himbauan agar manusia selalu terbuka hatinya dalam menerima saran dan kritk yang ditujukan kepadanya. Dalam pendidikan Islam, mencari dan mengambil ilmu tidaklah harus kepada orang yang berpangkat, berkelas dll, akan tetapi dalam mencarinya tidaklah terbatas pada suatu hal saja melainkan terhadap siapa saja tanpa memandang status dan pangkatnya. Ayat itu juga memerintahkan agar manusia tidaklah berpura-pura dan enggan untuk
menerima suatu kebenaran serta berpaling dari ayat-ayat Allah yang telah disebutkan kepadanya. Hal tersebut juga berlaku pada seorang pengajar atau pendidik, manakala ia menerima saran dan kritik baik itu mengenai cara pengajaran dan lain sebagainya, maka hendaklah mau untuk menerima dan memperbaiki kesalahannya. Dengan ayat tersebut seorang pengajar, pendidik dan anak didik diharapkan agar mempunyai rasa keterbukaan dan berlapang diri. Berjiwa ksatria dan penuh dengan tanggung jawab. Berlaku mulia dengan tidak berbuat sombong berupa mengingkari suatu kebenaran yang ditujukan terhadapnya. 3. Pembinaan Ibadah dan Agama. Agama dan ibadah merupakan dua hal yang sangat vital dalam suatu kehidupan. Keduanya akan selalu berjalan seiring dan bersejajar. Ibadah dan agama tidak bisa dipisahkan karena satu dengan yang lainnya merupakan penopang, penguat, dan penyempurna diantara keduanya. Apabila hanya ada salah satu saja diantara keduanya, maka fungsi salah satunya tidak akan berguna dan tidak seimbang. Ibadah merupakan suatu jalan dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjadi sebab adanya perhatian Allah terhadap hamba-Nya. Sebagaimana yang telah tertuang dalam firman Allah SWT dalam penghujung surat al-Furqon disebutkan bahwa Allah SWT tidak akan mengindahkan dan memperhatikan manusia kalau tidak karena ibadahnya.
ÇÐÐÈ $JB#t“Ï9 ãb qà6 tƒ t$ öq|¡ sù óO çFö/¤‹ x. ô‰ s)sù (öN à2 ät!$tã ߊ Ÿw öqs9 ’În1u‘ ö/ä3 Î/ (#àst7÷ètƒ $tB ö@ è% Artinya: “Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): "Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), Padahal kamu sungguh telah mendustakanNya? karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)". (Q. S. Al-Furqon/25: 77). Muhammad Nasib al-Rifa’i (2000: 569-570) mengemukakan pendapatnya mengenai ayat tersebut bahwa sesungguhnya Dia (Allah SWT) telah menciptakanmu supaya kamu beribadah kepadanya. Dia tidak akan memperhatikan dan simpati kepadamu jika kamu tidak menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia menciptakan seluruh makhluk agar menyembah-Nya. Ayat yang berbunyi وَاﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﯾَﺒِﯿْﺘُﻮْنَ ﻟِﺮَﺑﱢﮭِﻢْ ﺳُﺠﱠﺪًا وَﻗِﯿَﺎﻣًﺎ, memberikan gambaran tentang perilaku seorang manusia terhadap Khaliqnya. Ia melakukan ibadah dengan bersujud dan berdiri yakni melakukan shalat. Dalam pendidikan Islam, salah satu hal yang menjadi tujuan darinya adalah pembentukan dan pembinaan jasmani yang sehat dan kuat. Dengan shalat, maka seseorang terutama anak didik akan mengambil keuntungan berupa kesehatan yang akan diperoleh melalui gerakan shalat. “Shalat merupakan aktivitas biologis yang mengoptimalkan pelaksanaan fungsi-fungsi rohani dan jasmani manusia”. (Ahmad, 2007: 39). Lebih lanjut lagi Hilmy alKhuly (2007: 93) menandaskan bahwa “Shalat dengan gerakan-gerakannya yang meliputi berdiri, ruku’, sujud, dan duduk adalah sejenis olah raga yang bila dijaga oleh manusia dan dilaksanakan dengan cara sempurna, mak aakanbermanfaat pada kesehatan badan”.
Sebagaimana pendidikan membentuk manusia untuk menjadi manusia yang berkepribadian yang baik, berdisiplin baik waktu ataupun yang lainnya, maka ibadah shalat juga membentuk manusia terutama anak didik berlaku dan bersikap seperti halnya apa yang dicitakan oleh pendidikan Islam, yaitu membentuk manusia yang berdisiplin, dan berkepribadian mulia. Dalam hal ini, Sentot Haryanto (2003: 91) mengatakan: “Kepribadian seseorang senantiasa perlu dibentuk sepanjang hayatnya, dan pembentukannya bukan merupakan pekerjaan yang mudah, shalat merupakan kegiatan mingguan, kegiatan bulanan, atau kegiatan amalan tahunan (Shalat Idul Fitri dan Idul Adha) dapat sebagai sarana pembentukan kepribadian, yaitu manusia yang bercirikan : disiplin, taat waktu, bekerja kras, mencintai kebersihan, senantiasa berkata baik, membentuk pribadi ‘allahu akbar’”. Dalam dunia kependidikan, faktor kedisiplinan merupakan factor yang sangat penting dalam keberhasilannya. Lembaga pendidikan Islam yang tidak disiplin dalam mengerjakan tugas dan perannya, akan sangat berpengaruh pada kinerjanya sebagai penggerak pengajaran dan pendidikan. Apabila seorang pengajar atau pendidik tidak mempunyai sifat kedisiplinan yang tinggi, maka dalam hal pengajaran tidak akan berjalan efektif. Begitu pula seorang anak didik yang tidak disiplin, maka bagaimana akan mendapatkan ilmu yang disampaikan oleh pengajar dengan sempurna. Dengan ibadah shalat seseorang dilatih dan dituntut untuk selalu bisa berdisiplin dan istiqomah dalam menjalankan kewajibannya. Dengan begitu lembaga pendidikan, anak didik, pengajar, didik untuk selalu melaksanakan tugas dan kewajiban mereka dengan baik, disiplin melalui ibadah shalat.
Ibadah merupakan pembentuk jiwa keistiqomahan dalam proses mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjadikan manusia mampu untuk menyeimbangkan antara amal untuk dunia dan amal untuk akhirat Abdullah Ulwan dalam kitabnya Tarbiyatu al-Aulad fi al-Islam (1979: 673) mengatakan:
ِ“وَﻻ ﺷَﻚﱠ اَنﱠ اﻟْﻌِﺒَﺎدَاتِ ﺑِﻜُﻠِﯿﱠﺘِﮭَﺎ وَاﻟْﻸذْﻛَﺎرِ وَاﻟْﻸوْرَادِ ﺑِﺠُﻤْﻠَﺘِﮭَﺎ وَﺗِﻼوَةِ اﻟْﻘُﺮْآن اﻟْﻜَﺮِﯾْﻢِ وَﺗَﺪَﺑﱡﺮِهِ ﻓِﻲْ اﻧَﺂءِ اﻟﻠﱠﯿْﻞِ وَاَﻃْﺮَاف اﻟﻨﱠﮭَﺎرِ وَاﺗﱢﺸْﻌَﺎرِ اﻟْﻌَﻈَﻤَﺔِ اﻹﻟﮭِﯿﺔِ ﻓِﻲْ ﻛُﻞﱢ ِﻇُﺮُوْفٍ وَ اﻻﺣْﻮَالِ وَاﻹﯾْﻘَﺎنِ ﺑِﺎﻟْﻤَﻮْتِ وَﻣَﺎ ﺑَﻌْﺪَهُ وَاﻹﯾْﻤَﺎنِ ﺑِﻌَﺬَابِ اﻟْﻘَﺒْﺮِ وَﺳُﺆَال ِﻣَﻠَﻜَﯿْﻦِ وَاﻻﻋْﺘِﻘَﺎدِ ﺑِﻌَﻮَاﻟِﻢِ اﻷﺧِﺮَةِ وَاَھْﻮَالِ ﯾَﻮْمِ اﻟْﻘِﯿَﺎﻣَﺔِ…ﻛُﻞﱡ ذَاﻟِﻚَ ﯾُﻮْﻟِﺪُ ﻓِﻲْ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻦ ْاِﺳْﺘِﻤْﺮَارِﯾﱠﺔَ اﻟْﻤُﺮَاﻗَﺒَﺔِ اﷲِ ﻋَﺰﱠ وَﺟَﻞﱠ وَ َﺗْﺠَﻌَﻞُ ﻣِﻨْﮫُ اﻹﻧْﺴَﺎن اﻟْﻤُﺴْﺘَﻘِﯿْﻢ اﻟْﻤُﺘَﻮَازِن اﻟﱠﺬِي َﯾَﺒْﻨِﻲ ﺗَﻮَازُﻧَﮫُ ﻓِﻲْ اﻟْﺤَﯿَﺎةِ ﻋَﻠَﻲ اﻟﺘﱠﻮْﻓِﯿْﻖِ ﺑَﯿْﻦَ ﻣَﻄَﺎﻟِﺐِ اﻟﺮﱡوْحِ وَﻣَﻄَﺎﻟِﺐِ اﻟْﺠِﺴْﻢِ وَﺑَﯿْﻦ .”ٍﻓَﯿُﺆَدﱢيَ ﻛُﻞﱡ ذِي ﺣَﻖﱟ ﺣَﻘﱠﮫُ ﺑِﻼ اِھْﻤَﺎلٍ وَﻻ ﺗَﻘْﺼِﯿْﺮ...ِاﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻟِﻠﺪﱡﻧْﯿَﺎ وَ اﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻟِﻼﺧِﺮَة Artinya: “Dan tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya ibadahibadah dengan segala keseluruhannya, dzikir-dzikir dan wirid-wirid dengan jumlah bilangannya, membaca al-Qur’an al-Karim dan mentadaburinya di malam dan siang hari, merasakan keagungan Tuhan di setiap tempat dan keadaan, keyakinan terhadap kematian dan apa sesudahnya, beriman terhadap adanya adzab kubur dan pertanyaan dua malaikat, yakin terhadap alam-alam akhirat dan keadaan hari kiyamat…semua itu akan melahirkan di dalam diri seorang mukmin keistiqomahan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan hal itu akan menjadikan manusia yang lurus lagi penuh pertimbangan yang membangun keseimbangannya dalam kehidupan berdasarkan pada kesepakatan (keserasian) antara tuntutan ruh dan tuntutan jasad, antara amal untuk dunia dan amal untuk akhirat…maka seorang mempunyai hak akan melaksanakan haknya tanpa sikap meremehkan dan menganggap enteng” . Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa:
ْاِنﱠ اﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿﱠﺔَ ﺑِﺎﻟْﻌِﺒَﺎدَةِ وَاﻟﺘﱠﺄدِﯾْﺐِ ھِﻲَ ﻣِﻦْ اَﻗْﻮَمِ دَﻋَﺎﺋِﻢِ اﻟﺘﱠﺮْﺑِﯿﱠﺔِ وَﻣِﻦْ اَﻣْﺘَﻦِ وَﺳَﺎﺋِﻠِﮭَﺎ ﻓِﻲ ِﺣﻈَﺔِ وَاﻟْﻤُﻼﺣَﻘَﺔ َ ﺗَﻨْﺸِﺌَﺔِ اﻟْﻮَﻟَﺪِ اِﯾْﻤَﺎﻧِﯿًﺎ وَﺗَﻘْﻮِﯾْﻤِﮫِ ﺧُﻠُﻘِﯿًﺎ ذَاﻟِﻚَ ﻻﻧﱠﮭَﺎ ﺗَﻌْﺘَﻤِﺪُ ﻋَﻠَﻲ اﻟْﻤُﻼ ٍوَﺗَﻘُﻮْمُ ﻋَﻠَﻲ اﻟﺘﱠﺮْﻏِﯿْﺐِ وَ اﻟﺘَﺮﱠھِﯿْﺐِ وَﺗَﻨْﻄَﻠِﻖُ ﻣِﻦْ ﻣُﻨْﻄَﻠَﻘَﺎتِ اِرْﺷَﺎدِﯾﱠﺔٍ وَﺗَﻮْﺟِﯿْﮭِﯿﱠﺔ Artinya: “Sesungguhnya pendidikan dengan ibadah dan adab adalah termasuk sandaran dari pendidikan yang paling kuat, dan merupakan sarananya yang paling kokoh dalam perkembangan keimanan anak dan penguatannya dalam hal akhlak. Hal itu disebabkan karena bersandar pada perhatian dan bersandar pada motivasi dan semangat serta bertolak pada tempat-tempat petunjuk dan bimbingan”. (Ulwan, 1979: 673). 4. Pembinaan Kepribadian Sosial. Pendidikan sosial melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial, ekonomi, dan politik dalam rangka menegakkan aqidah Islam yang betul dan hukum-hukum agama yang dapat meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. (Langgulung, 1986: 376). Dengan konsep ibad al-rahman, anak didik akan dilatih untuk membentuk pribadi yang sosial, mampu untuk berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya, mengenal dengan jeli segala bentuk aturan, norma serta nilai-nilai yang berlaku dalam sosial masyarakat, sehingga bisa menghindari dan menjauhi tindak dan perbuatan yang jelek Firman Allah:
¨b Î) 4(#þqèùu‘$yètGÏ9 Ÿ@ ͬ!$t7s%ur $\/qãèä© öN ä3 »oYù=yèy_ ur 4Ós\Ré&ur 9x.sŒ ` ÏiB /ä3 »oYø)n=yz $¯RÎ) ⨠$¨Z9$# $pkš‰r'¯»tƒ ÇÊÌÈ ×ŽÎ7yz îLìÎ=tã ©! $# ¨b Î) 4öN ä3 9s)ø?r& «! $# y‰ YÏã ö/ä3 tBtò2 r& Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q. S. Al-Hujurat /49: 13). “Dalam menjalankan fungsinya , pendidikan bersandar pada dua dimensi asasi, yaitu tabiat individu dan lingkungan sosial. Kepribadian individu tidak lain merupakan hasil interaksi antara tabiat (nature) kemanusiaanya dan faktor-faktor lingkungan; artinya, tingkah laku manusia merupakan produk interaksi antara tabiat dan lingkungan sosialnya. Ini adalah karakteristik proses pendidikan. Tanpa interaksi tersebut pendidikan tidak akan dapat berfungsi. Oleh sebab itu, di dalam kepribadian manusia dan lingkungan sosial perlu ada fleksibilitas dan elastisitas yang memungkinkan pembentukan kepribadian manusia secara benar”. (Aly & Munzier, 2003: 176). Dari ayat وَاﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﻻ ﯾَﺸْﮭَﺪُوْنَ اﻟﺰﱡوْرَ وَاِذَا ﻣَﺮﱡوْا ﺑِﺎﻟﱠﻐْﻮِ ﻣَﺮﱡوْا ﻛِﺮَاﻣًﺎ, bisa dikonklusikan bahwa manusia dilarang untuk bersaksi palsu, menyaksikan perbuatan jelek, serta apabila bertemu dengan perbuatan jelek atau perbuatan yang sia-sia, tidak ada gunanya, maka hendaklah tidak terpengaruh olehnya dan harus meninggalkannya. Dalam pendidikan Islam terdapat anjuran untuk berbuat baik dan meninggalkan sesuatu yang jelek dan tidak bermanfaat, baik itu di dalam pengajaran maupun diluar pengajaran. Menjauhi dari perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Allah SWT memerintahkan terhadap seorang muslim untuk saling tolong-menolong. Allah SWT berfirman:
(©! $# (#qà)¨?$#ur 4Èb ºurô‰ ãèø9$#ur ÉO øOM} $# ’n?tã (#qçRur$yès? Ÿw ur (3“ uqø)G9$#ur ÎhŽÉ9ø9$# ’n?tã (#qçRur$yès?ur ÇËÈ É> $s)Ïèø9$# ߉ ƒÏ‰ x© ©! $# ¨b Î)
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksaNya”. (Q. S. al- Maidah/5: 2). Dari ayat tersebut terdapat perintah untuk mengadakan hubungan interaksi terhadap manusia dengan baik, yakni saling tolong menolong dalam kebaikan dan bukan saling tolong menolong dalam kejelekan. Hal tersebut bisa dicerminkan melalui hubungan baik antara pengajar dengan pengajar, anak didik dengan anak didik, dan hubungan baik antara guru dengan anak didik. Perbuatan membunuh dan perzinahan bisa dikategorikan sebagai interaksi yang jelek antara sesama manusia. Karena perbuatan tersebut menyalahi aturan agama, merusak tatanan moral, dan merugikan orang lain. Maka ayat َوَاﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﻻ ﯾَﻘْﺘُﻠُﻮْنَ اﻟﻨﱠﻔْﺲَ اﻟﱠﺘِﻲْ ﺣَﺮﱠمَ اﷲُ إﻻﱠ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖﱢ وَﻻ ﯾَﺰْﻧُﻮْن mengandung larangan terhadap sesama manusia untuk melakukan tindakan tercela tersebut. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yaitu memuliakan dan memanusiakan manusia, yaitu menghormati, menghargai, dan menyayangi orang lain. Dengan ayat tersebut pendidikan Islam haruslah mampu untuk menciptakan sebuah kedamaian antara anak didik dengan guru, dll. Konsep-konsep tersebut mempunyai nilai-nilai yang dibutuhkan dalam pendidikan Islam. Nilai-nilai tersebut berupa gambaran, contoh, dan
teladan kehidupan dalam interaksi mereka terhadap Allah SWT dan interaksi mereka terhadap sesama manusia. Nilai-nilai tersebut juga menjadi cara untuk membentuk kepribadian yang luhur, manusia yang sempurna, dan sifat serta sikap seorang pendidik dalam mendidik anak didiknya. Konsep tersebut mengindikasikan pada pembinaan keimanan, ibadah, mu’amalah, karakter, sikap, sifat, dan pembinaan akhlak yang mulia. Hal itulah yang hendak diraih dan dicapai oleh pendidikan Islam. Dengan demikian, maka konsep tersebut berjalan seiring dan sejajar dengan arah tujuan pendidikan Islam. Mengingat bahwa konsep tersebut memilki persamaan tujuan dengan pendidikan Islam, maka konsep tersebut menjadi dasar dalam pembinaan kepribadian menuju manusia yang sempurna (Insan kamil).
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN. 1. Konsep Ibad al-Rahman merupakan gambaran, cerminan, teladan sifat,sikap, gagasan tentang seorang hamba Allah SWT Yang Maha Pengasih, yang mempunyai kesempurnaan diri sebagai seorang hamba yang mulia. Ia merupakan cerminan dan hasil dari buah sifat Allah AlRahman. Kesempurnaan tersebut tertuang dalam jiwa mereka yang mewujudkan kepribadian yang shalih melalui akhlak mereka dalam interaksi terhadap Allah SWT
dan sesama manusia. Mereka adalah
hamba-hamba yang akan mendapatkan kenikmatan yang sangat besar berupa syurga dan kenikmatan-kenikmatan yang akan Allah berikan kepada mereka. Oleh karena ketaatan, kepatuhan mereka terhadap-Nya dan kesungguhan mereka dalam beribadah serta kemauan mereka dalam meninggalkan larangan-larangan-Nya, maka mereka termasuk dalam seruan daftar hamba-hamba Allah Al-Rahman. 2. Konsep
Pendidikan
Islam
yaitu
membawa, menyampaikan,
dan
menjadikan sesuatu kepada sebuah kesempurnaan, baik kesempurnaan dalam hal pengetahuan, sifat, sikap, tingkah laku perbuatan (kognitif, afektif, dan psikomotorik) sehingga manusia dapat melaksanakan tujuan
penciptaannya yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjadi pengatur di muka bumi (Khalifah fi al-Ardh.) 3. Urgensi konsep al-Qur’an tentang Ibad al-Rahman (telaah surat al-Furqon Ayat 63-74) terhadap pendidikan Islam adalah pertama: Sebagai teladan (uswah hasanah) yang berupa teladan dalam interaksi kepada Allah SWT dan interaksi kepada sesama manusia. Kedua: Pembentukan kepribadian insan kamil berupa pembinaan iman (‘aqidah), akhlak, ibadah dan agama, dan kepribadian sosial. B. SARAN-SARAN. Dari kajian ini akhirnya penulis memberikan saran-saran. Dengan adanya hal tersebut diharapkan bisa memberikan andil dalam pengembangan pendidikan Islam secara umum dan ijmal sehingga pendidikan Islam mampu mewujudkan tujuan utamanya yaitu membawa dan menyampaikan manusia kapada sebuah kesempurnaan jiwa (insan kamil). Saran-saran tersebut antara lain: 1. Bagi orang tua. Bagi orang tua seyogyanya menyadari akan besarnya tanggung jawab mereka terhadap pengajaran dan pendidikan anak-anak mereka. Pendidikan tidaklah sekedar proses internalisasi ilmu pada diri anak, akan tetapi lebih dari itu yaitu menjadikan anak cerdas dalam berfikir, pandai dalam membawa diri dan mampu dalam menjaga harkat dan martabatnya. Dalam mendidik dan mengajarkan ilmu kepada anaknya orang tua tidak
boleh hanya merujuk pada hal keduniaan saja, akan tetapi cobalah untuk mengenalkan lebih jauh tentang konsep Ibad al-Rahman. Karena di dalamnya banyak terkandung pokok-pokok ajaran Islam. Dan hendaknya setiap orang tua menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihanlatihan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya, karena dengan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laut sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya. Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik buat anak cenderung melakukan perbuatan yang baik seperti latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah, dibiasakan sejak kecil sehingga lambat laun akan merasa senang dan terdorong oleh sikap tersebut untuk melakukannya atas dasar keinginan dari hati nurani yang ikhlas. 2. Bagi masyarakat. Masyarakat sebagai medan dan lingkungan untuk menerapkan apa yang telah dikuasai dari berbagi kemampuan, dan ladang dalam menerapkan teori yang telah ada. Maka masyarakat hendaknya mendorong dan menciptakan suasana yang kondusif bagi anak didik sehingga ia
mampu mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya sehinga tujuan dari pendidikan Islam mudah tercapai secara maksimal.
3. Bagi lembaga pendidikan (guru, pengajar, dll). Lembaga pendidikan seyogyanya menjadikan konsep Ibad al-Rahman sebagai salah satu bahan ajar dan materi yang harus dikuasai dan dipelajari serta diamalkan dalam setiap kehidupan anak. Dengan selalu bekerja sama dengan orang tua dalam memberikan pembinaan, acuan, dan bimbingan terhadap anak, maka diharapkan akan mampu untuk mewujudkan anak didik yang handal dalam berbagai ranah pendidikan. 4. Bagi pemerintah. Pemerintah harus lebih serius terhadap masalah pendidikan. Suatu bangsa dan Negara tidak akan pernah maju apabila dalam masalah pendidikan tidak diunggulkan dan tidak diperhatikan. Salah satu kesulitan yang dialami oleh berbagai lembaga pendidikan adalah minimnya dukungan dana pendidikan. Maka setiap pemerintah baik daerah maupun pusat haruslah memperhatikan secara nyata akan hal ini demi kemajuan sumber daya manusianya. Kemajuan bangsa dan Negara terletak pada sumber daya manusianya, sedang sumber daya manusia itu apabila lemah dalam tiga ranah pendidikan (kognitif, afektif, dan psikomotorik), maka mau dibawa kemana bangsa dan Negara ini.
C. PENUTUP. Syukur “Alhamdulillah” penulis ucapkan dan panjatkan kehadirat Allah SWT atas terselesainya penulisan skripsi ini yang berjudul “Konsep alQur’an Tentang Ibad al-Rahman dan Urgensinya terhadap Pendidikan Islam. (Telaah Surat al-Furqon Ayat 63-74)”. Penulis berharap dalam penulisan skripsi yang sedikit ini bisa memberikan sumbangan dan tambahan pengetahuan mengenai konsep alQur’an tentang Ibad al-Rahman yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang sangat tinggi dan berharga, sehingga memiliki pengaruh dan andil dalam dunia pendidikan Islam dan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahanyang terdapatdi dalamnya. Untuk itu penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang kontruktif guna perbaikann skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan tentang pendidikan Islam khususnya bagi penulis, dan umumnya bagi para pendidik dan pembaca dimanapun berada. Amin..!.
Daftar Pustaka.
Achmadi. 1987a. Ilmu Pendidikan Islam. Salatiga: IAIN Walisongo Press. ________.1992b. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media & IAIN Walisongo Press. Ahmad, Yusuf al-Hajj. 2007. Kemikjizatan Ibadah dalam Islam. Alih Bahasa. Tim Kreatif Kauka. Yogyakarta: Kauka. Al-Abrasy, M. Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Alih Bahasa: H. Bustami A. Gani & Djohar Bahry. Jakarta: Bulan Bintang. Al-Bukhori. Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Baridzibah. T, t. Shahih Bukhori. Beirut (Libanon): Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Al-Farmawi, Abdul al-Hayy. 1996. Metode Tafsir Mawdhu’iy: Sebuah pengantar. Terj. Suryan, A. Jumrah. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Al-Ghalayini, Musthafa. 1976. Bimbingan Menuju Akhlak yang Luhur. Terj. Rathomy Moh. Abdai. Semarang: CV Toha Putra. Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. 1991. Ihya’ ‘Ulum Al-Din. Beirut (Libanon): Dar Al-Fikr. Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, 1964. Minhajul Muslim. Beirut: Dar Al-Fikr. Al-Jumbulati, Ali & Abdul Futuh at-Tuwaanisi. 2002. Perbandingan Pendidikan Islam. Terj. H. Arifin M. Jakarta: Rineka Cipta . Al-Khuly, Hilmy. 2077. Mukjizat Kesembuhan dalam Gerakan Shalat. Terj. Abu Firli Bassam Taqiy. (Ed.). Kasimun. Yogyakarta: Hikam Pustaka. Al-Maraghi, Ahmad Mustofa. 1989. Tafsir al-Maraghi. Semarang: CV Toha Putra. Al-Nasa’i. T, t. Sunan al-Nasa’i. Beirut (Libanon): Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Terj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani. Al-Tarbiyyah, Lajnah Wizarah (Panitia Kementrian Pendidikan). 1976. AlTarbiyah al-Islamiyah: Li al-Shoffi al-Tsalisi al-Tsanawi. Kuwait: Wizaratu al-Tarbiyah. Al-Tirmidzi. T. t. Al-Jami’ al-Shahih: Sunan al-Tirmidzi Li Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah. Juz: 5. Beirut (Libanon): Dar alKutub al-‘Ilmiyyah. Aly, Hery Noer. H. Munzier S. 2003. Watak Pendidikan Islam. Jakarta Utara: Friska Agung Insani. Al-Zantaniy, Abdul Hamid al-Shoidi. 1984. Usus Al-Tarbiyah al-Islamiyyah fi al-Sunnah al-Nabawiyyah. Tunis (Libiya): Al-Dar Al-‘Arabiyyah li al-Kitab. Ambary, Hasan Muarif. (et all.). 2003. Suplemen Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Amirin, Tatang M. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers. Amru, Syihabuddin Abu. 1994. Al-Maqaayiisu fi al-Lughah: Li Abi al-Husain Ahmad bin Faaris bin Zakariyaa. Beirut (Libanon): Dar al-Fikr. Anshari, Endang Saifuddin. 1992. Kuliah al-Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta: CV. Rajawali. Arifin. H. M. 1993. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis, dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi.1994. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Ofset. Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur. (Eds.). H. Nourouzzaman Shiddieqy & H. Z. Fuad Hasbi ashshiddieqy. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Aziz, Shalih Abdul, Abdul Aziz Abdul Majid. 1976. Al-Tarbiyah Wa Turuqu Al-Tadris. Mesir: Dar Al-Ma’arif.
Ba’albaki, Munir. 1973. Al-Mawrid: A Modern English-Arabic Dictionary. Beirut: Dar el-Ilm lil- Malayen. Bakker, Anton & Achmadi Charis Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Bakri, Umar. 2001. Al-Tafsir al-Madrasiy. Gontor Ponorogo: Darussalam. Bawani, Imam & Isa Anshari. 1991. Cendekiawan Muslim dalam Perspektif Pendidikan Islam. Surabaya: Bina Ilmu Offset. Daradjat, Zakiah, 1995a. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama. _______.Dkk. 1996b. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Fachruddin, HS. 1985. Membentuk Moral: Bimbingan Al-Qur’an. T, kt: PT. Bina Aksara. Haryanto, Sentot. 2003. Terapi Religious: Psikologi Shalat: Kajian AspekAspek Psikologis Ibadah Shalat. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Hasyim, Ahmad Umar. 2004. Menjadi Muslim Kaffah. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI UMY. Jalal, Abdul Fatah. 1988. Min Al-Ushul Al-Tarbawiyyah fi Al-Islam. Terj. Hery Noer Aly. Bandung: CV. Diponegoro. Khallaf, Abdul wahhab. 1996. Kaidah-Kaidah Hukum Islam: (Ilmu Ushulul Fiqh) Terj. al-Barsany Noer Iskandar, Mansoer Moh. Tolchah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Khurshid, Ahmad. Dkk. 2002. Islam: Sifat, Prinsip Dasar, dan Jalan Menuju Kebenaran. Terj. Budiman A. Nasir & Utami Mujibah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kisyik, Abdul Hamid. 2005. Bimbingan Islam Keluarga Sakinah. Terj. Nursida Ida. Bandung: Al-Bayan PT Mizan Pustaka. Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi, Filsafat, dan Pendidikan. Bandung: Pustaka Al-Husna.
Malatief. 2011. Perbedaan al-Rahman dan al-Rahim. (Online). mal4tief.blogspot.com/2011/04/blog-post.html. diakses pada 25 April 2011. Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhaimin, Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Tri Genda Karya. Poerwadarminta, WJS. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Qutub, Muhammad. 1984. System Pendidikan Islam. Terj. Harun Salman. Bandung: Al-Ma’arif. Rachmad. Budhy Munawar. (Eds.). 2006. Ensiklopedi Nurcholis Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban. Jakarta: Mizan. Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integrative di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang. Salamulloh, M. Alaika. Ed. 2008. Seri Indahnya Akhlak Islami: Akhlak Hubungan Vertikal. Fathur Rahman. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Shihab, Muhammad Quraish. 1997a. Tafsir al-Qur’an al-Karim: Tafsir Atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu. Bandung : Pustaka Hidayah. ______. 2002b. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati. Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz. Syam , Muhammad Noor. Dkk. 1981. Konsep Pendidikan Seumur Hidup dalam Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan Usaha Nasional. Malang: Usaha Offset Printing.
Tatapangarsa, Humaidi. 1980. Akhlaq yang Mulia. Surabaya: PT. Bina Ilmu. Ulwan, Abdullah. 1979. Al-Tarbiyatu al-Auladi fi al-Islami. Beirut (Libanon): Dar al-Salam. Zainuddin. Dkk. 1991. Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghozali. Jakarta: Bumi Aksara. Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
RIWAYAT HIDUP
Nama
:
Aris Munandar
Tempat/tanggal. Lahir
:
Boyolali 18 Januari 1986
Alamat
:
Randukuning, Glintang, Sambi, Boyolali
Pendidikan
:
TK. Aisiyah . Laweyan. Solo. Lulus Th (1990-1991) SD Negeri 02. Glintang. Lulus Th (1995-1996) MTsN Wonotoro, Catur, Sambi. Lulus Th (1998-1999) KMI Ta’mirul Islam Surakarta. Lulus Th (2004-2005)