ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI-INDUSTRI UNGGULAN KOTA SURAKARTA Muhammad Arif1), Yuni Prihadi Utomo2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta email:
[email protected] 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta email:
[email protected] 1
Abstract
Surakarta is a city that has potential force as a center of economic activity; in this case the role of the industrial sector is still dominant in the formation of the city budget together with the trade sector, so that the industrial sector is still the driving force of the economy in Surakarta. This study describes the industries that became the basis of Surakarta, based on the analyst; at a regional scale, Surakarta has five leading industries i.e. food and beverage industry (ISIC 15), textiles and textile products / miscellaneous (ISIC 17), apparel (ISIC 18), printing (ISIC 22), and the furniture industry (ISIC 36). The second phase of the study was to analyze the pattern of spatial concentration based on elements of labor and industrial units, where the approach is done with a Geographic Information System (GIS) through Moran Index criteria. Results in the second phase are; the concentration of leading (basis) industrial in Surakarta located 4 Districts: (1) Mojosongo and Jebres; (2) Laweyan and Pajang (3) the District Tipes, and (4) Pasar Kliwon. The spatial distribution based on labor, explaining that the highest concentration of workers are located in Kerten and Laweyan, then spread the surrounding region as Pajang and Sondakan. The third stage of the study describes the spatial concentration of industries in Surakarta, at this stage, the approach made by the Geographic Information Systems and Entrophi Theil methods, the results of the third phase describes the locations of concentrated seed industry in Surakarta. Keywords: driving force, ISIC, Basis Industry, LQ, moran index, entrophi theil, SIG 1.
PENDAHULUAN
Kota Surakarta sebagai pusat Wilayah Pengembangan (WP) VIII, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis Surakarta terletak pada persimpangan jalur transportasi regional dan sekaligus sebagai daerah tujuan dan bangkitan pergerakan, sebagai dampaknya pertumbuhan ekonomi, aktivitas, serta pertumbuhan fisik kota di Surakarta melaju pesat. Selain hal tersebut Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki potensi cukup besar sebagai pusat kegiatan ekonomi, dalam hal ini peran sektor industri masih dominan pada pembentukan APBD kota bersama dengan sektor Perdagangan, sehingga sektor industri masih merupakan driving force perekonomian di Kota Surakarta.
Menurut Arif (2014) sektor industri Kota Surakarta secara umum, disebutkan tumbuh sebesar 7 persen dalam kurun waktu 1993-2011, dalam pertumbuhan tersebut kontribusi nilai tambah sektor industri tertinggi terdapat pada wilayah Kecamatan Serengan dengan luas area industri sebesar 5.35 ha dan nilai pertumbuhan sebesar 88 persen. Lebih lanjut dijelaskan konsentrasi industri dengan intensitas tinggi terjadi pada Kelurahan Semanggi (Kecamatan Pasar Kliwon) dimana wilayah ini berbatasan dengan Kecamatan Serengan, sehingga dalam kesimpulannya arah perkembangan industri Kota Surakarta adalah menuju Kecamatan Serengan dengan didukung keterkaitannya dengan wilayah Kecamatan Pasar Kliwon.
35
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
Tabel 1. Struktur Ekonomi Surakarta Atas Dasar Harga Berlaku (Persen) Sectors
2008
2009
2010
1. Pertanian
0,06
0,06
0,06
0,05
0,05
0,048
2. Pertambangan
0,04
0,03
0,03
0,03
0,03
0.03
23,27
21,98
20,94
24,3
23,5
23,1
3. Industri 4. Listrik, Gas & Air
2011
2012
2013
2,57
2,57
2,61
2,4
2,4
2,4
5. Bangunan
14,44
14,8
14,49
13,25
13,3
13,3
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
25,12
25,04
25,72
27,1
27,3
28
11,2
11,11
11,13
10,2
10,2
10,2
8. Keuangan
10,93
10,99
11,3
10,2
10,7
10,9
9. Jasa - jasa
12,38
13,42
13,74
12,3
12,4
12,1
100
100
100
100
100
100
7. Pengangkutan dan Komunikasi
TOTAL Data: BPS, PDRB Kota Surakarta berbagai edisi
Gambar 1. Pertumbuhan Sektor Industri Berdasarkan Luasan Penggunaan Lahan Kota Surakarta Tahun 1993-2011
Sumber: (Arif, Muhammad 2015) Pertumbuhan industri unggulan menjadi perhatian khusus dalam perkembangan perekonomian suatu wilayah, mengingat sektor inilah yang dapat menjadi tumpuan dalam pembentukan dan pertumbuhan ekonomi. Dalam skala regional, Surakarta memiliki industri potensial ber-
36
skala ekspor yang cukup banyak, sebagaimana di sebutkan dalam Tabel 2, pada tabel tersebut dijelaskan bahwa Kota Surakarta memiliki industri berorientasi ekspor yang terkelompok dalam 10 kategori ISIC (International Standard Industrial Classification).
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
Tabel 2. Nilai Produksi Berdasarkan Kelompok ISIC Industri Kota Surakarta atas Dasar Harga Berlaku (Persen)
Kelompok Industri ISIC 15 16 17 18 19 20 21 22 24 25
Nilai Produksi (dalam ribuan)
Sektoral Makanan dan Minuman Pengolahan Tembakau Tekstil Pakaian Jadi Kulit dan Barang dari Kulit Kayu, barang dari kayu, anyaman Kertas dan Barang dari Kertas Penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman Kimia dan Barang dari kimia Karet dan barang dari karet Total Surakarta
90.852.476 842.725 143.110.910 364.633.106 77.840.905 144.138.380 333.046.528
Kontribusi Sektor ( %) 5,4% 0,1% 8,6% 21,8% 4,7% 8,6% 19,9%
138.812.242
8,3%
295.888.623 81.766.857
17,7% 4,9%
1.670.932.752
100%
Data: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, diolah Rumusan Masalah Diketahuinya sektor unggulan menjadi dasar permasalahan yang akan diteliti dalam riset ini, tahapan ini menggunakan metode perhitungan LQ (Location Quotient) untuk
menetapkan industri apa yang menjadi unggulan di Surakarta, dengan telah
diketahuinya industri ungulan, perkembangan industri dan pertumbuhan ekonomi akan lebih terfokus. Output akhir dalam kajian ini adalah mendeteksi pola distribusi spasial (wilayah) dan konsentrasi industri unggulan berdasarkan lokasi dan arah perkembangannya dengan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan model klasifikasi Moran Index dan Entrophi Teil. Tujuan Penelitian Mengacu pada beberapa fenomena yang telah dipaparkan, secara umum tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah mengetahui jenis dan mendeteksi konsentrasi wilayah industri unggulan Kota Surakarta. Hasil yang diharapkan adalah: pertama, diketahuinya industri unggulan Surakarta,
kedua, diketahuinya pola konsentrasi spasial industri unggulan Kota Surakarta, ketiga diketahuinya konsentrasi jenis industri unggulanKota Surakarta. Untuk mencapai tujuan tersebut maka tahapan penelitian yang harus dilakukan yaitu; (1) Mengetahui industri yang menjadi unggulan di Kota Surakarta; (2) Mengetahui pola distribusi spasial (keruangan) Industri unggulan Kota Surakarta. (3) Mengetahui pola konsentrasi spasial masing-masing industri unggulan Kota Surakarta. Pentingnya Penelitian Dilakukan Penelitian ini penting dilakukan karena proses perkembangan wilayah konsentrasi industri yang tidak seimbang akan berdampak pada ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar wilayah, meningkatnya urbanisasi, dan terjadinya alih fungsi lahan yang cepat. Dampak-dampak tersebut telah terjadi di Surakarta, wilayah yang diindikasikan terdapat konsentrasi industri mempunyai rata-rata pertumbuhan ekonominya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Wilayah Serengan misalnya telah banyak
37
Universty Research Coloquium 2016 mengalami alih fungsi lahan dari non industri menjadi kawasan industri. Penelitian ini mencoba mendeteksi arah dan konsentrasi pertumbuhan industri unggulan di Kota Surakarta, dengan diketahuinya pola tersebut diharapkan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk mendesain kebijakan tentang penataan wilayah industri di Surakarta agar dapat tertata secara spasial, struktural, dan berkelanjutan (sustainability).
2.
KAJIAN LITERATUR
Para ahli ekonomi geografi melakukan studi utuk mengetahui ketergantungan antara transportasi geografi dari suatu daerah dengan lokasi aktifitas sektor industri didaerah tersebut. Perpindahan barangbarang dan orang-orang merupakan aktifitas sangat penting dalam ekonomi klasik maupun moderen. Ekonomi klasik menyangkut kegiatan berskala kecil dan merupakan transfer barang berskala lokal. Industri moderen berkaitan dengan aktifitas ekonomi berskala besar dan meliputi berbagai macam perpindahan barang secara internasional (Wheeler & Muller, 1986: 72), dalam Wahyudin (2004). Masih dalam Wahyudin (2004), disebutkan pula bahwa konsentrasi spasial menyangkut sifat dan fungsi koneksi antartempat di dunia. Ullman (1957), mengemukakan tiga konsep interaksi spasial yaitu: complementary, transferability and intervening opportunity. Konsep complementary mengacu pada pendapat Bertil Ohlin, bahwa masing-masing daerah merupakan komplemen bagi daerah lainnya. Jika terjadi kelebihan permintaan pada suatu daerah, akan dipenuhi oleh daerah lainnya. Konsep transferability merupakan transfer kemampuan dari daerah ke daerah lain. Hambatan utama dari konsep ini adalah adanya jarak (range) antara daerah asal dengan daerah
38
ISSN 2407-9189 tujuan. Semakin dekat jarak antar daerah, tingkat interaksi cenderung semakin tinggi, demikian juga sebaliknya. Konsep terakir adalah intervening opportunity, konsep ini mengacu pada teori migrasi Samuel A. Stouffer (1940) yang mengatakan “ no necessary relationship betwen distance and mobility, but the number of persons going a given distance is directly propotional to the number of opportunities at that distance and inversely proportional to the number of intervening opportunities between origin and destination. Arif dan Soeratno (2015), telah melakukan penelitian tentang pergerakan spasial 4 sektor ekonomi yaitu; sektor jasa, perdagangan, industri dan konsentrasi pemukiman penduduk di Kota Surakarta, metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah permodelan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan pendekatan patrent analysis pada tahun 1994 sampai dengan tahun 2010. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pemukiman mengarah pada Kecamatan Jebres, Banjarsari, dan Serengan. Sektor jasa dan perdagangan mengarah dan mengelompok pada Kecamatan Serengan dan Laweyan, sedangkan sektor industri terkonsentrasi di wilayah Serengan dan sebagian wilayah Pasar Kliwon. Penelitian tersebut menjelaskan pula tentang analisis kegunaan lahan tertinggi (highest used), dimana kegunaan lahan tertinggi sektor jasa terletak pada Kecamatan Pasar Kliwon dan Banjarsari, sedangkan sektor perdagangan dan industri terdapat pada wilayah Pasar Kliwon dan Serengan. Ferdyansyah, Deny dan Santoso, Eko B. (2013). Melakukan penelitian tentang Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan di Propinsi Jawa Timur dengan melakukan identifikasi daerah konsentrasi kegiatan industri, mengukur besarnya indeks
ISSN 2407-9189 spesialisasi dan aglomerasi pendekatan yang dilaigunakan dalam penelitian tersebut adalah Static Location Quotient (SLQ) dan Dinamic Location Quotient (DLQ), dan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil tersebut ini menunjukkan bahwa kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit, dan alas kaki memiliki pola kegiatan industri unggulan yang terspesialisasi di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Tuluagung. Wahyudin (2004), mencoba mengungkap pola spasial industri manufaktur berorientasi ekspor di Indonesia, hasil dari penelitian ini adalah bahwa lokasi industri manufaktur yang berorientasi ekspor di Indonesia tahun 1990 hingga tahun 1999 cenderung mengumpul di tiga pulau utama, yaitu Jawa, sumatra, dan Kalimantan. Daerah industri di pulau Jawa tahun 1990 terkonsentrasi di bagian barat (Jawa Barat dan DKI Jakarta) dan bagian timur (Jawa Timur). Pada tahun 1999 terjadi perubahan pola, dimana daerah industri berstrata sangat tinggi di Pulau Jawa terkonsentrasi hanya dibagian barat Pulau Jawa (Jawa Barat dan DKI Jakarta). Di Sumatra hanya Propinsi Sumatra Utara saja yang berada pada strata sangat tinggi tahun 1990, pada 1999 berpindah ke Propinsi Riau. Kalimantan pada tahun 1990 dan tahun 1999 tidak mempunyai propinsi pengekspor industri manufaktur yang berada pada strata tinggi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, tingkat ekspor paling tinggi pada tahun 1990 berlokasi di sekitar pusat – pusat perdagangan, dan sebagian besar dekat dengan kota pelabuhan, misalnya; Jakarta Utara, Deli Serdang, Surabaya, palembang, Medan, Musi Banyu Asin, dan sebagainya. Lebih lanjut dikemukakan oleh Wahyudin, bahwa tren indeks entropi total yang menurun sejak tahun awal pengamatan 1990 hingga tahun 1999 mencerminkan adanya
Universty Research Coloquium 2016 peningkatan penyebaran industri manufaktur yang berorientasi ekspor di Indonesia, dengan kata lain, pada tahun pengamatan menunjukan konsentrasi spasial yang cenderung semakin menurun.
3.
METODE PENELITIAN
Metodologi dalam studi ini mengunakan desain penelitian data sekunder hasil survey industri dan stastistik daerah dalam angka hasil publikasi Badan Pusat Statistik Kota Surakarta dalam beberapa Tahun. Studi ini telah dilakukan dengan dua tahap, Tahap pertama adalah mengetahui industri unggulan Kota Surakarta berdasarkan kategori ISIC, pendekatan dilakukan dengan metode Shift Shared dan Location Quotient (LQ), menggunakan data kelompok industri ISIC pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 yang kemudian dibandingkan dengan kelompok yang sama pada level regional (Propinsi Jawa Tengah). Tahap kedua adalah mengetahui pola spasial konsentrasi industri unggulan di Surakarta, dalam tahap ini pendekatan dilakukan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), data yang digunakan adalah jumlah unit sektor industri unggulan pada masing-masing wilayah penelitian.
Analisis Indistri Unggulan Analisis untuk menentukan industri unggulan Surakartadilakukan dengan menggunakan metode LQ, konsep analisis metode LQ ini dipakai untuk mengklasifikasikan komoditas sektor industri unggulan pada wilayah tertentu dibandingkan dengan wilayah regional (Bendavid-Val,1991).
LQ
vi / Vi vt / Vt
Dimana vi adalah nilai output sektor industri di Propinsi Jawa Tengah; Vi adalah nilai output total (PDRB sektor industri) di Propinsi Jawa Tengah; vt adalah nilai output
39
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016 sektor industri yang sama di Kota Surakarta; dan Vt adalah nilai output total (PDRB sektor industri) Kota Surakarta. Kriteria pengukuran dari nilai LQ yang dihasilkan mengacu kepada kriteria yang dikemukakan BendavidVal, sebagai berikut: Bila nilai LQ suatu komoditas > 1 maka komoditas yang bersangkutan lebih terspesialisasi dibandingkan di tingkat regional, sehingga merupakan komoditas unggulan bagi daerah; Bila nilai LQ suatu komoditas < 1 maka komoditas yang bersangkutan tidak terspesialisasi, sehingga bukan merupakan komoditas unggulan. Bila nilai LQ suatu komoditas = 1 maka komoditas yang bersangkutan sama tingkat spesialisasinya dengan tingkat regional. Dalam kaitanya dengan pembahasan yang dilakukan, bila nilai LQ > 1 maka sektor tersebut merupakan sektor unggulan di daerah dan potensi untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Apabila nilai LQ < 1 maka sektor tersebut bukan merupakan sektor unggulan dan kurang potensial dikembangkan sebagai pengerak perekonomian daerah (Kuncoro, 2000). Analisis distribusi spasial sektor industri (Entropi Theil) Analisis distribusi spasial sektor industri ini dilakukan untuk mengetahui pola konsentrasi geografis industri unggulan di Kota Surakarta. Merujuk dari penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2002), untuk mengetahui distribusi konsentrasi spasial suatu wilayah dapat digunakan indeks ketidakmerataan entropi Theil. Lebih lanjut dikekukakan oleh kuncoro, indeks ini mempunyai kelebihan dapat menyajikan lebih dari satu titik pada suatu waktu, dapat digunakan untuk melihat perbandingan selama waktu tertentu, dan menyediakan secara rinci dalam sub unit geografis yang
40
lebih kecil. Indeks tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut;
ly j
n
ij 1
y ij log
y ij Nd
Dimana : I(yj) adalah indeks entropi keseluruhan atas kesenjangan spasial Kota Surakarta. yij adalah jumlah tenaga kerja sektor industri unggulan Kecamatan i terhadap seluruh jumlah tenaga kerja sektor industri unggulan yang ada Surakarta. Nd adalah jumlah seluruh kecamatan di Surakarta. Sedangkan untuk menjawab tujuan ketiga, digunakan metode pengukuran pemusatan titik spasial antar kecamatan di Kota Surakarta rumus yang digunakan adalah; p
Y
l yj
p 1
d
log
Yd
N rj
Nd
y ij y ij Yd Yd log N rj p 1 ij p Y d p
Yd adalah jumlah unit industri unggulan masing-masing kecamatan dalam Kota Surakarta p ; N rj adalah jumlah seluruh unit industri seluruh kecamatan di Surakarta. Nilai indeks entropi berkisar antara 0 sampai dengan 1, dimana nilai 0 mengindikasikan terjadinya pemusatan secara spasial. (Kuncoro, 2002).
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kota Surakarta merupakan daerah urban yang menjadi simpul beberapa wilayah hinterlandnya, dengan demikian Surakarta adalah daerah pusat pertumbuhan yang menjadi bangkitan bagi wilayah disekitar Surakarta. Sebagaimana teori yang berlaku dalam ekonomi regional tentang pusat pertumbuhan, disebutkan bahwa daerah pusat pertumbuhan merupakan pusat kegiatan keekonomian dimana banyak barang dan jasa terkonentrasi dan membentuk suatu kegiatan ekonomi. Konsekuensinya adalah terjadinya
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
magnetic force yang menarik individu atau dikemukakan Bendavid-Val, sebagai berikut: institusi yang berorientasi pada kemudahan Bila nilai LQ suatu komoditas >1 maka dalam menunjang kegiatan mereka, sehingga komoditas yang bersangkutan lebih wilayah ini menjadi wilayah padat penduduk terspesialisasi dibandingkan ditingkat bersama dengan aktifitasnya (Yunus, regional, sehingga merupakan komoditas 2008:53). Data PDRB Surakarta Tahun 2014 unggulan bagi daerah. Hasil analisis industri menunjukkan bahwa perekonomian Kota unggulan Kota Surakarta dirangkum dalam Surakarta berkembang dengan ditopang oleh Tabel 3, temuan dari kajian ini mendukung dua sektor inti, yaitu sektor Perdagangan dan temuan yang sebelumnya dipublikasikan industri. Gambar 1. Pe ta administrsi Kota Surakarta
Sumber: Kantor Lin gkungan H id up, Bappeda Kota Sura karta
Identifikasi Industri Unggulan Kota Surakarta Analisis industri unggulan dalam penelitian ini menggunakan analisis Leverage Quotient (LQ), dimana konsep ini memiliki kemampuan dalam mengklasifikasikan komoditas sektor industri unggulan pada wilayah tertentu dibandingkan dengan wilayah regional (Bendavid-Val,1991). Kriteria pengukuran dari nilai LQ yang dihasilkan mengacu kepada kriteria yang
oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta pada Tahun 2014, dimana dalam skala regional Surakarta memiliki lima industri unggulan di wilayah Jawa Tengah, kelima industri tersebut adalah: makanan dan minuman (ISIC 15), tekstil dan produk tekstil/aneka (ISIC 17), pakaian jadi (ISIC 18), percetakan (ISIC 22), dan industri mebel/furniture (ISIC 36).
41
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
Tabel 3 Analisis Industri Unggulan Kota Surakarta ISIC
KBLI 2009
JUMLAH PERUSAHAAN
TENAGA KERJA (ORANG)
VALUE ADDED (Rp. 000)
1
2
3
4
5
15
Makanan dan Minuman
463
3.073
227.354.000
17
Tekstil dan Produk Tekstil
376
4.831
256.350.000
18
Pakaian Jadi
219
2.067
941.787.902
22
Percetakan
198
1.543
287.796.000
839
53.660.306
36
Mebel/ Furniture 132 Sumber: Surakarta dalam Angka, beberapa tahun (diolah)
Pola Spasial Konsentrasi Industri Unggulan Kota Surakarta
dengan unit analisis Desa/ Kelurahan pada Tahun 20142.
Diketahuinya industri unggulan Kota Surakarta, menjadi dasar pada kegiatan analisis tahap-tahap selanjutnya, pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis bentuk dan pola spasial (kewilayahan) konsentrasi industri unggulan Kota Surakarta, dimana pendekatan dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) berdasarkan jumlah unit industri (Gambar 2) dan jumlah tenaga kerja sektor industri unggulan Kota Surakarta (Gambar 3). Analisis ini membagi unit data menjadi lima kategori berdasarkan kriteria natural breaks (Jenks)1 dengan dikombinasikan dengan metode entrophy theil yaitu Konsentrasi Sangat Tinggi bernilai 6,5persen sampai dengan 9,2persen; Konsentrasi Tinggi bernilai 3,6persen sampai 5,6persen; Konsentrasi Sedang 1,8persen hingga 2,6persen; Konsentrasi Rendah bernilai antara 0,9persen hingga 1,6persen.
Dalam Gambar tersebut ditunjukkan wilayah yang memiliki Konsen-trasi sangat Tinggi berada di 4 Kecamatan yaitu: (1) Mojosongo dan Jebres Kecamatan Jebres, pada wilayah ini terdapat 182 unit penghasil produk unggulan dengan dominasi industri makanan dan minuman serta industri mebeler; (2) Laweyan dan Pajang Kecamatan Laweyan, daerah ini memiliki konsentrasi spasial industri unggulan yang sangat tinggi yaitu sebanyak 158 unit dengan dominasi sektor industri pakain jadi (ISIC 18) dan industri makanan dan minuman (ISIC 15); (3) Tipes Kecamatan Serengan, wilayah Tipes terklasifikasi dalam wilayah yang memiliki konsentrasi industri unggulan yang sangat tinggi karena wilayah ini memiliki unit industri sebanyak 80 unit yang didominasi oleh sektor industri pakaian jadi; (4) Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon, sektor industri unggulan di wilayah Semanggi didominasi oleh industri makanan dan minuman, industri pakaian jadi, dan industri tekstil, dengan jumlah total sebanyak 63 unit.
Konsentrasi Spasial Industri Unggulan Kota Surakarta Hasil analisis pada gambar 2, mendasarkan pada banyaknya wilayah yang memiliki unit-unit industri yang menghasilkan produk unggulan di Kota Surakarta 1
Natural Break (Jenks) ArcGIS 9.3 classification for spatial distributions data per unit analysis
42
2
Data Disperindag Kota Surakarta Tahun 2014, berdasarkan Survey Tahun 2012 sd 2013
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
Gambar 2. Konsentrasi Spasial Industri Unggulan berdasarkan Banyaknya Unit Industri Kota Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna LahanKota Surakarta, dianalisis
Wilayah yang terklasifikasi dalam konsentasi tinggi terdapat pada 3 wilayah, yaitu Sondakan Kecamatan Laweyan, Nusukan dan Kadipiro Kecamatan Banjarsari, dan Danukusuman Kecamatan Serengan. Jika dilihat letaknya secara spasial wilayah-wilayah dengan klasifikasi industri tinggi ini memiliki keterkaitan secara geografis dengan wilayah berkategori sangat tinggi kecuali Tipes dan Semanggi, kemudian jika dicermati lebih lanjut industriindustri yang terdapat dalam wilayah inipun sama, sehingga muncul kemungkinan terdapatnya kluster-kluster industri yang saling berafiliasi pada wilayah-wilayah tersebut. Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 2, nampak konsentrasi wilayah yang memiliki industri unggulan mengelompok
pada sebelah utara dan selatan Kota Surakarta, sedangkan wilayah tengah Kota hanya terkategori dalam kelompok sedang dan rendah, hal ini menjelaskan bahwa wilayah tengah Kota Surakarta bukan merupakan wilayah industri. Distribusi spasial tenaga kerja industri unggulan Kota Surakarta sebagaimana dalam Gambar 3, menjelaskan bahwa konsentrasi tertinggi tenaga kerja industri unggulan berada diwilayah Kerten dan Laweyan Kecamatan Laweyan, kemudian menjalar diwilayah sekitarnya seperti Pajang dan Sondakan, bagian utara Kota Surakarta (Kadipiro, Mojosongo dan Jebres) terklasifikasi dalam konsentrasi tinggi bersama dengan Semanggi, Danukusuman dan Tipes, sementara wilayah tengah kota,
43
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
Gambar 3. Konsentrasi Spasial Industri Unggulan berdasarkan Banyaknya Tenaga Kerja Kota Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna Lahan Kota Surakarta, dianalisis
terkelompok dalam klasifikasi sedangrendah. Jika dikaitkan dengan hasil analisis unit industri unggulan Kota Surakarta pada Gambar 2, Kerten tidak termasuk dalam wilayah yang memiliki unit industri unggulan tinggi namun Kerten memiliki konsentrasi tenaga kerja yang paling tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada industri unggulan berskala besar dan bersifat padat karya yang terdapat di Kerten. Mendasarkan dari beberapa temuan hasil analisis pada Gambar 2, dan 3 diatas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) daerah yang memiliki kriteria sangat Tinggi dan Tinggi berdasarkan kriteria analisis terletak dipinggir atau berbatasan langsung dengan hinterland Kota Surakarta sedang wilayah pusat kota justru tidak
44
memiliki konsentrasi spasial sebesar wilayah pinggirnya; (2) terdapat konsentrasi industri yang menglompok diwilayah utara dan selatan Kota Surakarta baik berdasarkan unit industri dan tenaga kerja pada industri unggulan Kota Surakarta, dimana hal ini menunjukkan terdapatnya kluster beberapa sektor industri pada wilayah-wilayah tersebut. Dalam mendukung kesimpulan tersebut, analisis konsentrasi wilayah akan dilakukan pada masing-masing unit industri. Industri Makanan dan Minuman (ISIC15) Industri makanan dan minuman di Kota Surakarta berkembang cukup signifikan dalam periode observasi, industri ini merupakan sektor industri terbanyak berdasarkan jumlah perusahaan dibandingkan
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
Gambar 4. Distribusi Spasial Industri Makanan dan Minuman Kota Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna Lahan Kota Surakarta, dianalisis
dengan industri unggulan lainnya, tercatat sebanyak 463 jumlah perusahaan yang bergerak dalam sektor ini dengan daya serap tenaga kerja sebanyak 3.073 pekerja dan menghasilkan value added senilai Rp227.354 .000.000. Hasil analisis distribusi spasial industri makanan dan minuman Kota Surakarta pada Gambar 4 menunjukkan bahwa Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres adalah wilayah yang memiliki konsentrasi spasial tertinggi berdasarkan jumlah unit industri, sedangkan wilayah berkriteria Konsentrasi Tinggi terletak di Kelurahan Pajang Kecamatan Laweyan. Pola distribusi spasial yang terbentuk dari hasil analisis menjelaskan bahwa industri makanan dan minuman Surakarta menyebar dihampir seluruh wilayah Surakarta dengan kategori
konsentrasi sedang hingga rendah, hanya Mojosongo dan Pajang yang terindikasi mengalami pemusatan industri makanan dan minuman. Data Survey Industri Kota Surakarta Disperindang Surakarta yang digunakan sebagai dasar penelitian ini menunjukkan bahwa Kecamatan Jebres merupakan wilayah penghasil makanan olahan berupa tahu, tempe, olahan roti dan makanan ringan dimana sebagian besar tenaga kerja subsektor makanan dan minuman di wilayah ini terserap pada produk makanan tahu tempe. Perbandingan data dengan hasil analisis penelitian meyimpulkan bahwa Jebres merupakan daerah dimana terdapat kluster atau sentra industri makanan dan minuman dengan produk andalan tahu dan tempe yang berpusat di Kelurahan Mojosongo.
45
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016 Sebagaimana hasil analisis SIG pada Gambar 4, terindikasi pola yang mengelompok pada titik di Kelurahan Pajang. Temuan ini menyimpulkan bahwa industri makanan dan minuman di wilayah Laweyan memiliki pola yang memusat, yaitu di Kelurahan Pajang. Tentang jenis industri yang berlokasi di Kelurahan Pajang sebagaimana Data Survey Industri Kota Surakarta yang digunakan dalam penelitian ini mengungkap bahwa Pajang merupakan daerah yang memiliki beragam jenis industri makan diantaranya adalah industri roti, makanan ringan dan pengolahan tahu, tidak ditemukan salah satu diantara industri tersebut yang mendominasi.
Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil/Aneka Industri tekstil dan produk tekstil/ aneka (ISIC 17), merupakan industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Kota Surakarta. Berdasarkan Tabel 3, sektor ini mampu menampung sebanyak 4.831 tenaga kerja, atau sekitar 40 persen dari seluruh tenaga kerja sektor industri unggulan di Surakarta. Pola distribusi spasial pada industri ini mirip dengan persebaran industri makanan dan minuman yang terkonsentrasi hanya pada beberapa titik. Hasil analisis konsentrasi spasial ISIC 17 adalah sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 5. Analisis SIG tentang pola konsentrasi wilayah atau persebaran lokasi industri tekstil dan aneka tertinggi teridentifikasi di wilayah Tipes
Gambar 5. Distribusi Spasial Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna Lahan Kota Surakarta, dianalisis
46
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
Kecamatan Serenan, berdasarkan data BPS Kota Surakarta, wilayah Tipes merupakan wilayah penghasil produk-produk tekstil dan turunannya, pada wilayah ini kontribusi industri tekstil terhadap pembentukan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja sangat terasa, terutama pekerja perempuan yang tidak terdidik. Wilayah lain dengan konsentrasi industri tekstil dan aneka berkategori tinggi terdapat di wilayah Mojosongo Kecamatan Jebres dan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon. Lebih lanjut, konsentrasi yang terjadi pada analisis ini mengindikasikan bahwa masing-masing wilayah tidak berbatasan secara langsung, sehingga dapat disimpulkan bahwa industri tekstil dan produk tekstil Kota Surakarta tidak berkonjungsi secara spasial sehingga tidak mengindikasikan terjadinya keterkaitan antar wilayah.
Industri Pakaian Jadi (ISIC18)
Industri pakaian jadi telah menjadi penopang kegiatan perekonomian dan perdagangan di Kota Surakarta sejak berabad lampau, hasil industri ini tidak hanya merupakan industri unggulan melainkan telah menjadi primadona dan benchmark (ikon) Surakarta. Produk andalan dari sektor ini adalah batik, sebagaimana analisis pada Tabel 3, sektor industri ini mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp941.787.902.000. Sentra-sentra industri pakaian jadi berkembang pesat seiring makin populernya produk dari sektor ini, dalam analisis konsentrasi wilayah dengan SIG, dapat diketahui bagaimana pola spasial industri ini terkelompok. Gambar 6 menunjukkan pola konsentrasi unit produksi pakaian jadi Surakarta, dimana dapat diketahui terjadinya pemusatan
Gambar 6. Konsentrasi Spasial Industri Pakaian Jadi Kota Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna Lahan Kota Surakarta, dianalisis
47
Universty Research Coloquium 2016 dengan area yang cukup luas meliputi beberapa wilayah. Secara spasial konsentrasi wilayah tersebut mencakup wilayah Kecamatan Laweyan dengan penopang sebanyak empat titik yaitu; Laweyan, Sondakan, Pajang, dan Kerten dengan konsentrasi tertinggi diwilayah Laweyan. Wilayah Kecamatan Pasar Kliwon meliputi Kauman, Sangkrah, dan Semanggi serta wilayah Serengan yang terpusat di Tipes. Berdasarkan hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa Kota Surakarta memiliki 2 kluster dengan 4 sentra wilayah industri pakaian jadi, melihat besarnya kontribusi yang dihasilkan pada sektor ini dapat diartikan bahwa industri pakaian jadi merupakan industri yang dominan terhadap pendapatan daerah Surakarta, sehingga perlu adanya regulasi yang tepat dalam mengatur keberlanjutan (sustainability) industri ini. Wilayah-wilayah dalam sentra industri pakaian jadi sebagaimana dalam Gambar 6, merupakan daerah yang secara spasial memiliki keterkaitan satu sama lain jika dianalisis menggunakan analisis geografis, namun perlu dilakukan pula analisis untuk mengidentifikasi wilayah mana diantara sentra-sentra tersebut yang dapat menjadi core centre sektor industri pakaian jadi di wilayah Kota Surakarta, untuk itu pada penelitian lebih lanjut, akan dilakuakan analisis agglomeration index diantara sentra tersebut dalam menentukan wilayah utama yang menjadi core centre indutsri pakaian jadi Kota Surakarta dengan mempertimbangkan aspek-aspek pembentuknya. Industri Penerbitan, Percetakan, dan Reproduksi (ISIC 22) Industri Penerbitan, Percetakan, dan Reproduksi merupakan salah satu industri yang memiliki cakupan dan bidang alur pekerjaan yang sangat luas, namun secara singkat industri ini dapat diartikan sebagai
48
ISSN 2407-9189 sebuah industri yang memiliki kumpulan aktivitas ekonomi terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi, David (2002). Perkembangan industri ini di Surakarta banyak sekali dipengaruhi oleh keterlibatan kondisi sosial budaya Surakarta, fungsi kota Surakarta yang berperan sebagai kota budaya dan pendidikan berdampak sangat besar dalam perkembangan sektor ini. Hasil analisis konsentrasi spasial industri penerbitan, percetakan, dan reproduksi sebagaimana gambar 7, menjelaskan keadaan yang menyebar (dispersed) pada seluruh wilayah Kota Surakarta, hal tersebut berindikasi pada tidak terjadinya sentra ataupun kluster pada sektor ini. Gambar 7 menunjukkan bahwa wilayah dengan jumlah industri terbanyak pada sektor ini terdapat pada wilayah Sudiroprajan, yang berikat dengan Kedung lembu dan Kampung baru. Konsentrasi yang cukup tinggi terjadi pula di wilayah Tegalharjo dengan wilayah pendukung di Desa Gilingan, sedangkan wilayah lainya terkategori dalam kelompok konsentrasi sedang hingga sangat rendah. Dari sisi tenaga kerja, sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Arif dan Utomo (2015) tentang konsentrasi tenaga kerja sektor industri Percetakan dan Penerbitan di Kota Surakarta, menunjukkan bahwa nilai konsentrasi tenaga kerja sektor penerbitan, percetakan, dan reproduksi terdistribusi merata di seluruh wilayah Kota Surakarta dengan derajat sedang hingga rendah. Mendasarkan hasil analisis tersebut dapat diartikan bahwa pada sektor industri ini tidak terjadi konsentrasi tenaga kerja, melihat kecenderungannya, dapat diartikan bahwa sektor ini tidak menyerap tenaga kerja sebanyak sektor lain, dengan kata lain sektor industri penerbitan, percetakan, dan reproduksi adalah industri padat modal yang banyak menggunakan teknologi moderen atau mesin daripada modal tenaga kerja.
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016
Gambar 7 Konsentrasi Spasial Industri Penerbitan, dan Percetakan Kota Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna Lahan Kota Surakarta, dianalisis
Gambar 8. Konsentrasi Spasial Industri Furniture dan Industri Pengolahan Lainnya
49
ISSN 2407-9189
Universty Research Coloquium 2016 Industri Furniture dan Industri Pengolahan Lainnya (ISIC 36) Industri unggulan terakhir berdasarkan analisis pada penelitian ini adalah industri furniture dan industri pengolahan lainnya. Kota Surakarta memiliki banyak industri furniture yang secara regional menjadi produk unggulan, namun furniture Kota Surakarta sedikit berbeda dengan sentra furniture di wilayah Jawa Tengah, dimana produk yang dihasilkan lebih banyak berupa furniture artistik sebagai bentuk hiasan dan industri kreatif berbahan dasar kayu dan turunannya. Analisis spasial industri furnitur dan pengolahan lainnya sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 8, menjelaskan beberapa titik konsentrasi spasial berkategori tinggi, dimana berarti wilayah tersebut secara spaial menjadi tempat dimana terdapat banyak produsen yang menghasilkan produk furniture dan pengolahan lainnya di Surakarta. Wilayah-wilayah tersebut adalah; Jebres dan Joyotakan.
Sejalan dengan peneitian Arif dan Utomo (2015) yang menjelaskan konsentrasi tenaga kerja Industri Furniture Kota Surakarta, berdasarkan score entrophi pemusatan wilayah tenaga kerja industri furniture dan pengolahan lain terdapat pada 5 wilayah, hal ini. Wilayah-wilayah tersebut adalah; Jebres, Joyotakan, Gilingan, Sriwedari, dan Kadipiro. Jebres merupakan wilayah dengan nilai entrophi tenaga kerja tertinggi, sehingga sebagian besar tenaga kerja sektor furniture terkonsentrasi pada wilayah ini, kemudian diikuti oleh wilayah lain. Hasil ini menguatkan analisis spasial konsentrasi industri pada Gambar 8, dimana jebres menjadi wilayah yang memiliki unit produksi terbanyak di Surakarta, dengan demikian temuan ini
50
menjelaskan bahwa Jebres memiliki sentra industri yang terpusat dan mengelompok pada Kelurahan Jebres. Kontribusi sektoral tenaga kerja tinggi juga terdapat di Kelurahan Joyotakan, pada wilayah ini tenaga kerja dan unit produksi terkategori dalam kelompok tinggi, menjelaskan juga bahwa wilayah ini terdapat aktivitas industri furniture dan dan industri pengolahan lain yang cukup signifikan. Selain kedua wilayah tersebut Kelurahan Gilingan dan Sriwedari memiliki nilai entrophi tinggi, pada kedua wilayah ini furniture yang menghasilkan jenis industri kreatif berbahan dasar kayu dan turunannya terkonsentrasi. 5.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dengan mengacu metode pelaksanaan kegiatan penelitian pada bagian metodologi, maka kesimpulan yang diperolah dalam studi ini dijabarkan dalam poin-poin sebagai berikut: Tujuan Pertama identifikasi industri yang menjadi unggulan di Kota Surakarta Hasil analisis industri unggulan dalam studi ini menemukan bahwa dalam skala regional Surakarta memiliki lima industri unggulan diwilayah Jawa Tengah, kelima industri tersebut adalah: makanan dan minuman (ISIC 15), tekstil dan produk tekstil/aneka (ISIC 17), pakaian jadi (ISIC 18), percetakan (ISIC 22), dan industri mebel/furniture (ISIC 36). Tujuan Kedua penelitian, tentang pola distribusi spasial (keruangan) Industri unggulan Kota Surakarta 1. Hasil analisis konsentrasi unit industri unggulan Kota Surakarta, menunjukkan wilayah Konsentrasi sangat Tinggi
ISSN 2407-9189 berada di 4 Kecamatan yaitu: (1) Mojosongo dan Jebres Kecamatan Jebres; (2) Laweyan dan Pajang Kecamatan Laweyan; (3) Tipes Kecamatan Serengan, dan (4) Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon. 2. Distribusi spasial tenaga kerja industri unggulan Kota Surakarta sebagaimana dalam Gambar 3, menjelaskan bahwa konsentrasi tertinggi tenaga kerja industri unggulan berada diwilayah Kerten dan Laweyan Kecamatan Laweyan, kemudian menjalar diwilayah sekitarnya seperti Pajang dan Sondakan, bagian utara Kota Surakarta (Kadipiro, Mojosongo dan Jebres) terklasifikasi dalam konsentrasi tinggi bersama dengan Semanggi, Danukusuman dan Tipes, sementara wilayah tengah kota, terkelompok dalam klasifikasi sedangrendah Tujuan Ketiga tentang konsentrasi spasial masing-masing sektor industri unggulan Kota surakarta 1. Analisis distribusi spasial industri makanan dan minuman Kota Surakarta menunjukkan bahwa Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres adalah wilayah yang memiliki konsentrasi spasial tertinggi berdasarkan jumlah unit industri, sedangkan wilayah berkriteria Konsentrasi Tinggi terletak di Kelurahan Pajang Kecamatan Laweyan. Pola distribusi spasial yang terbentuk dari hasil analisis menjelaskan bahwa industri makanan dan minuman Surakarta menyebar dihampir seluruh wilayah Surakarta dengan kategori konsentrasi sedang hingga rendah, hanya Mojosongo dan Pajang yang terindikasi mengalami pemusatan industri makanan dan minuman.
Universty Research Coloquium 2016 2. Analisis Sistem Informasi Geografis tentang pola konsentrasi wilayah atau persebaran lokasi industri tekstil dan aneka tertinggi teridentifikasi di wilayah Tipes Kecamatan Serenan. Wilayah lain dengan konsentrasi industri tekstil dan aneka berkategori tinggi terdapat di wilayah Mojosongo Kecamatan Jebres dan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon. 3. Pola konsentrasi pada industri pakaian jadi, diketahui terjadi pemusatan dengan area yang cukup luas meliputi beberapa wilayah. Secara spasial konsentrasi wilayah tersebut mencakup wilayah Kecamatan Laweyan dengan penopang sebanyak empat titik yaitu; Laweyan, Sondakan, Pajang, dan Kerten dengan konsentrasi tertinggi diwilayah Laweyan. Wilayah Kecamatan Pasar Kliwon meliputi Kauman, Sangkrah, dan Semanggi serta wilayah Serengan yang terpusat di Desa Tipes. 4. Industri penerbitan, percetakan, dan reproduksi sebagaimana gambar 7, menjelaskan keadaan yang menyebar (dispersed) pada seluruh wilayah Kota Surakarta, wilayah dengan jumlah industri terbanyak pada sektor ini terdapat pada wilayah Sudiroprajan, yang berikat dengan Kedung lembu dan Kampung baru. Konsentrasi yang cukup tinggi terjadi pula di wilayah Tegalharjo dengan wilayah pendukung di Desa Gilingan, sedangkan wilayah lainya terkategori dalam kelompok konsentrasi sedang hingga sangat rendah 5. Industri furnitur dan pengolahan lainnya sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 8, menjelaskan bahwa industri ini terkonsentrasi di wilayah Jebres dan Joyotakan.
51
Universty Research Coloquium 2016 6.
REFERENSI
[1]
Adisasmita, Raharjo H. 2005. DasarDasar Ekonomi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta.
[2]
Arif, Muhammad; Soeratno 2015. “Perkembangan Spasial Penggunaan Lahan Real Estat dan Perekonomian Kota Surakarta, The 2nd University Research Coloquium, Colloquium LPPM PTM/PTA Se Jawa Tengah dan Yogyakarta ISSN 2407-9189, Semarang 29 Agustus 2015.
[3]
Arif, Muhammad; Utomo, Yuni Prihadi, 2015. Konsentrasi dan Model Pergerakan Wilayah Industri Unggulan Kota Surakarta Berdasarkan Analisis Highest and Best Used dan Sistem Informasi Geografis. Penelitian Reguler Kompetitif UMS. Tidak dipublikasikan.
[4]
Arsyad, Lincolin. 1988. Ekonomi Pembangunan. Cetakan Pertama, STIE YKPN Yogyakarta.
[5]
Baltagi, B. H, (2003), “Econometric Analysis of Panel Data”, Second Edition, John Wiley & Sons, LTD, The Atrium, Southerm Gate, Chichester West Sussex PO198SQ, England.
[6]
BPS (Badan Pusat Statistik), Statistik Industri Kota Surakarta, berbagai edisi.
[7]
BPS (Badan Pusat Statistik), Kota Surakarta dalam Angka, berbagai edisi.
[8]
Bradley, Rebecca & Gans, Joshua S. 1996. Growth in Australian Cities, the Economic Record, the Economic Society of Australia, Vol. 74 (226).
[9]
52
Deny Ferdyansyah dan Eko B. Santoso. Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan di Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus: Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki). Jurnal Teknik POMITS Volume. 2, Nomor. 1, Tahun 2013
ISSN 2407-9189 [10] Glaeser, Kallal H.D, Scheinkman J.A, & Shleifer A. 1992. Growth in Cities, Journal of Political economy, 100 (6), 1126-1152. [11] Green, William. 2000. Econometric Analysis, Fourt Edition, New JerseyUSA. [12] Hanson Gordon, 1998. North American Economic Integration and Industry Location, NBER Working Paper Series, Working Paper No. 6587. [13] Hayter, Roger. 1997. The Dynamics of Industrial Location, the Factory, the Firm and the Production System. Chichester; John Wiley, Western Geographical Press. [14] Hesmondhalgh, David, 2002. The Cultural Industries, SAGE [15] Juoro, U, 1989. Perkembangan Studi Ekonomi Aglomerasi dan Implikasi Bagi Perkembangan Perkotaan di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. 37, No. 2 [16] Kim, S. (1995). Expansion of Markets and the Geographic Distribution of Economic Activities: The Trens in U.S Regional Manufacturing Structure, 1860-1987. Quarterly Journal of Economics, 110, 881-908. [17] Krugman, P. (1995). Development, Geography, and Economic Theory. Cambridge and London: The MIT Press. [18] Krugman. 1998. Space: the Final Frontier. Journal of Economic Perspectives, 12(2), 161-174. [19] Kuncoro, Mudrajat., (2000), The Economic of Industrial Aglomeration and Clustering, 1976-1996: the Case of Indonesia (Java), Unpublised PhD thesis, the University of Melbourne, Melbourne [20] Kuncoro, M, 2002. Analisis Spasial dan Regional, Studi Aglomerasi dan
ISSN 2407-9189 Kluster Industri Indonesia., UPP AMP YKPN. Yogyakarta. [21] Malecki. 1991. Technology and Economic Development: the Dynamics of Local, Regional, and National Change. New York: John Wiley & Sonc, Inc. [22] Malmberg A. and Maskell P. 1997. Towards and Explanation of Industry Agglomeraion and Regional Spezialitation, European Planning Studies, Vol. 5, No. 1, P. 25-41. [23] Martin P. and Ottavianno. 2001. Growth and Agglomeration, International Economic Review 42, No. 4, PP 947-968. [24] McGee T.G. 1991. The Emergence of Desakota Regions in Asia. Expanding a Hypotesis. Honolulu: University of Hawai Press. [25] Mills, Edwin S. and Hamilton, Bruce W. 1989. Urban Economic. Harper Collin, 4th edition.
Universty Research Coloquium 2016 Penguatan Kebijakan Publik dalam Perspektif Nasional dan Global, Program Studi Ilmu ekonomi Pascasarjana FEUI dan ISEI, 8-9 Desember [31] Smith, D. and R. Florida, 1994, Agglomeration and Industry Location: An Econometric Analysis of Japanese-affiliated manufacturing establishments in automotive-related industries, Journal of Urban Economics 36, 23-41 [32] Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta. [33] Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh, Erlangga, Jakarta. [34] Wahyudin. 2004. Industri dan Orientasi Ekspor: Dinamika dan Analisis Spasial, Muhammadiyah University Pers. Surakarta.
[26] O’ Sullivan, Arthur, 1996. Urban Economic, Third Edition, Irwin, United States of America. [27] Sbergami, Federica. 2002. Agglomeration and Economic Growth: Some Puzzles, Graduate Institute of International Studies, Geneva. [28] Schmitz, H. (1995). Small Shoemakers and Fordist Giants: A Tale of a Supercluster. World Development, 23(1), 9-28. [29] Simanjuntak, Payaman. 2001. Pengantar Ekonomi SDM, LPFE UI. Jakarta. [30] Sitanggang, Ignatia, R dan Nachrowi, Djalal, N, (2004), “Pengaruh Struktur Ekonomi Pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral: Analisis Model Demometrik di 30 Propinsi pada Sektor di Indonesia”, Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I, “Perubahan Struktural dalam rangka Penyehatan Ekonomi”,
53