Bahan Ajar Mata Diklat: Jejaring Kerja
KONFLIK KEPENTINGAN HUMAS DAN MEDIA (WARTAWAN): SEPERTI ANJING DAN KUCING ATAU ROMEO DAN YULIET? Oleh: Wardjito Soeharso
Dalam organisasi modern, nampaknya kehumasan sudah menjadi suatu kebutuhan primer. Sebagai kegiatan yang banyak berkait dengan publik (internal maupun eksternal) kehumasan harus mampu menangani bagaimana menjaga hubungan yang baik dengan publik. Dengan publik internal, yaitu semua anggota yang ada dalam organisasi, humas dituntut dapat melakukan konsolidasi agar semua anggota organisasi bergerak ke arah sama untuk mencapai tujuan organisasi Sementara itu, dengan publik eksternal, yaitu semua stake-holders yang ada di luar organisasi, humas juga dituntut mampu menjaga hubungan, bahkan membina hubungan, agar semua stake-holder di luar dapat menerima (acceptance) keberadaan organisasi, yang selanjutnya mereka memiliki persepsi (perception), dan opini (opinion), dan akhirnya terbangun citra (image) yang baik tentang organisasi di mata publik. Dengan demikian, tugas dan fungsi humas dalam organisasi yang terutama adalah bagaimana caranya membuat publik internal menjadi solid sehingga mudah bergerak bersama untuk memajukan organisasi; dan bagaimana caranya membuat publik eksternal semakin percaya sehingga muncul penerimaan, persepsi, opini, dan citra yang positif terhadap organisasi. Sudah barang tentu tugas humas yang seperti itu tidaklah ringan. Karena tugas itu menyangkut eksistensi organisasi. Apabila humasnya bagus, dapat dipastikan, organisasi akan bergerak dengan enak karena ada dorongan dab dukungan penuh dari dalam dan ada penerimaan dari luar. Sebaliknya, apabila humasnya buruk, dapat dipastikan organisasi akan bergerak terseok-seok karena tidak ada dorongan dan dukungan dari dalam, dan tidak ada penerimaan dari luar. Menyadari betapa pentingnya humas, seorang pimpinan organisasi mestinya memberdayakan humas sedemikian rupa, artinya memberinya akses yang penuh untuk melakukan tugasnya, dan sekaligus memberikan pengertian bahwa tugas dan fungsi humas itu menjadi kewajiban seluruh anggota oerganisasi untuk menjalankannya. Artinya, walaupun sudah ada bagian atau divisi tersendiri yang melakukan kegiatan kehumasan, tetapi pada dasarnya semua anggota organisasi,
dari direktur utama sampai tukang sapu, memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga citra organisasi. Salah satu kegiatan humas yang sangat penting adalah berhubungan dengan media. Media adalah partner yang utama dari humas. Dengan media humas dapat memberikan informasi setiap saat tentang berbagai kegiatan organisasi agar berita tentang organisasi muncul di media dan diketahui luas oleh masyarakat atau publik. Jadi sudah semestinya seorang petugas humas membangun kerjasama yang baik dengan wartawan. Kerjasama itu sifatnya sinergis, saling membutuhkan, saling menguntungkan. Humas menyediakan informasi, wartawan mencari informasi, adalah hubungan yang ideal. Namun ternyata tidaklah sesederhana itu dalam prakteknya. Sering terjadi antara petugas humas dan wartawan muncul pertentangan pendapat atau konflik. Petugas humas menginginkan informasinya dapat muncul di media setiap saat diperlukan, tetapi wartawan tidak mau memuat informasi itu di medianya. Konflik itu muncul karena adanya perbedaan kepentingan atau orientasi antara petugas humas dan wartawan. Media dan humas Sudah disebutkan bahwa media memegang peranan sangat penting dalam kehumasan. Fungsi media yang utama dalam kehumasan adalah sebagai alat humas untuk menyampaikan dan menyebar-luaskan informasi atau berita kepada publik. Melalui media humas akan mampu mencapai publiknya seluas mungkin. Sifat media yang menjangkau publik dalam wilayah yang luas sangat membantu humas untuk berkomunikasi dengan publik. Memang biasanya humas juga membuat media internal sendiri, apakah itu berupa majalah, buletin, bahkan stasiun radio, untuk berhubungan langsung dengan publik, tetapi media internal sendiri tidaklah cukup. Stake-holders yang beragam bentuk dan tempat di luar organisasi juga membutuhkan informasi atau berita, dan biasanya mereka tidak terjangkau seluruhnya oleh media internal. Dengan demikian, media lain yang ada di luar akan sangat membantu humas dalam proses penyebarluasan informasi atau berita yang ingin disampaikannya kepada publik. Media mainstream Ada bermacam-macam model media. Model yang umum adalah media yang memberikan informasi atau berita kepada publik dengan gaya yang umum dan standard, dengan pertimbangan publiknya adalah seluruh lapisan masyarakat, walaupun terkadang diarahkan pada segmentasi publik yang lebih spesifik.
Model media yang umum ini menyajikan informasi atau berita dengan memakai kaidah-kaidah penyampaian berita yang dapat diterima publik, artinya beritanya adalah berita-berita yang penting untuk diketahui publik, bahasanya adalah bahasa yang mudah dicerna publik, dan format beritanya adalah format yang sudah familiar di mata publik. Media seperti ini biasa disebut sebagai media mainstream (arus utama). Contohnya adalah kompas, sinar harapan, republik, pikiran rakyat, suara merdeka, jawa pos, tempo, gatra, forum dsb (media cetak), radio republik indonesia, televisi ri, tv one, metro tv (media elektronik). Media mainstream ini lebih menitikberatkan sajian kepada pembaca berupa berita (sebagai informasi) dan pendidikan (sebagai tambahan pengetahuan). Media seperti ini memberikan “hak untuk tahu” (the right to know} kepada masyarakat, tentang berbagai perkembangan yang terjadi. Dengan demikian, aspek hiburan hanya sebagai sajian selingan saja Media kuning Model media di luar media mainstream adalah yang populer dengan sebutan media kuning. Media kuning adalah media yang lebih banyak mengeksploitasi berita-berita bernuansa kekerasan (sadisme), kriminalitas, dan pornografi. Mengapa disebut media kuning? Karena media seperti ini biasanya berbentuk koran atau majalah dengan tampilan fisik berwarna-warni, merah, hijau, biru, kuning, untuk menarik mata pembacanya. Mungkin karena dulu di negara-negara barat sana koran seperti ini dominan warna kuningnya, maka disebut koran kuning (yellow newspaper). Di Indonesia juga banyak media kuning bermunculan, kebanyakan juga berbentuk koran, ada beberapa berupa majalah. Koran-koran ini juga mudah ditandai dengan tampilannya yang berwarna-warni, berita yang disajikan juga lebih banyak tentang pembunuhan, perampokan, perkosaan, dan berita-berita lain yang tidak jauh dari kriteria itu. Khusus di Indonesia mungkin dapat ditambahkan koran dan majalah yang juga banyak menyajikan berita bernuansa gaib, supra-natural, magic, dsb. Pada dasarnya koran dan majalah seperti itu juga bisa dimasukkan dalam kategori media kuning. Contoh-contoh koran ini antara lain, pos kota, terbit, meteor, seks dan kriminalitas, fakta, alam gaib, dsb Media kuning ini lebih mengarah pada sajian berita-berita yang sensasional tapi menghibur, dengan sedikit pertimbangan sebagai sumber informasi sarana pendidikan untuk pembaca.
Media profit Media profit adalah model media yang orientasi utamanya adalah mencari keuntungan tanpa peduli dengan kepentingan pembaca. Media seperti ini menyajikan berita dan gambar vulgar, yang menurut standard umum tidak pantas disajikan kepada publik. Media profit lebih banyak mengekspose seks dan pornografi. Di negara-negara barat, media seperti ini sering berbentuk majalah dengan tulisan dan gambar porno, cassette dan cakram video porno. Dalam media ini hubungan seks laki-laki dan wanita ditampilkan secara vulgar, tanpa sensor, dan bahkan dengan gaya dramatisasi yang berlebihan. Di Indonesia media profit dilarang terbit oleh undang-undang, tetapi bukan berarti media semacam ini tidak ada. Media seperti ini diterbitkan dan beredar secara gelap, karena memang dapat merusak mental dan moral pembaca, terutama yang belum dewasa dan masih di bawah umur. Di samping media dari luar negeri yang beredar secara gelap, ternyata juga sudah ada media dalam negeri (majalah, vcd) yang berisi seks dan pornografi ini, beredar di kalangan anak muda. Media profit ini jelas orientasi utamanya adalah hiburan, mendapatkan untung banyak, tanpa peduli akibat yang ditimbulkan olehnya. Media baru Media baru sering juga disebut multi media. Media ini sebagai gabungan media telekomunikasi (telepon) dengan perangkat komputer. Karena gabungan dua sistem inilah, media ini juga sering disebut sebagai media hibrida, yang populer dengan nama internet. Media baru atau multi media ini termasuk media canggih yang daya jangkaunya tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Informasi tersedia lengkap disana dan dapat diakses kapan dan dimana saja, selama tersedia perangkat komputer dan jaringan telepon. Hampir semua organisasi sekarang sudah membangun portal website (sebutan untuk isi internet milik organisasi). Karena adanya di dalam sistem komputer, internet juga sering disebut dunia maya, ada dan bisa disentuh dengan indera mata dan telinga, tetapi tidak tersentuh dengan indera lainnya. Untuk berkomunikasi melalui internet, orang dapat melakukannya dengan menggunakan fasilitas surat elektronik (e-mail). Dengan e-mail orang dapat berkomunikasi dengan cepat, mudah, dan murah ke seluruh penjuru dunia. E-mail
telah mengubah pola komunikasi manusia modern sedemikian rupa sehingga interaksi orang perorang di seluruh dunia sekarang ini semakin tinggi frekuensinya. Di samping memberikan kecepatan dan kemudahan berkomunikasi, mempermudah mencari informasi, internet membawa pengaruh negatif yang mengerikan. Segala macam informasi tersedia di sana, sehingga orang dapat mencari informasi apa saja sesuai selera dan kebutuhannya. Tiadanya sensor memungkinkan orang mengakses informasi yang potensial membahayakan diri sendiri. Oleh karena itu, sikap hati-hati dan waspada sangat diperlukan apabila kita ingin masuk dunia maya internet. Kita harus pandai-pandai memilih, informasi macam apa yang kita perlukan. Dengan kata lain, media baru ini berisi lengkap, baik dari sisi informasi, edukasi, maupun hiburan, semua tersedia dan terhidang dengan bebas. Hubungan Humas Dengan Media Bahwa salah satu fungsi humas adalah membangun hubungan sinergis dengan media. Membangun di sini termasuk bagaimana memilih media yang tepat sebagai alat penyampai berita, sekaligus berkoordinasi dengan orang-orang media atau wartawan untuk memberikan informasi agar informasi itu dimuat sebagai berita oleh wartawan. Pilihan media yang tepat akan membuat kerja humas efektif. Sebaliknya, pilihan media yang tidak tepat akan membuat kerja humas sia-sia. Supaya pilihan media itu efektif, petugas humas harus tahu setiap ciri atau karakteristik media yang akan dipilihnya. Oleh karena itu, dalam berhubungan dengan wartawan, petugas humas juga dituntut kejeliannya. Wartawan dari media macam apa yang harus diajak kerjasama. Yang jelas petugas humas harus membina kerjasama dengan wartawan-wartawan dari media mainstream. Sedang dengan kelompok wartawan yang tidak jelas medianya, sebaiknya petugas humas mengambil jarak, jangan terlalu dekat, karena tidak banyak makna yang diperoleh dari berhubungan dengajn mereka. Kendala Hubungan Humas dengan Media Sebagai dua institusi yang berbeda, sudah barang tentu humas dan media mengalami pasang surut dalam menjalin hubungan kerjanya. Suatu saat, hubungan mereka sangat mesra seperti romeo dan yuliet. Tetapi di waktu yang lain, hubungan mereka penuh diwarnai konflik seperti anjing dan kucing. Mengapa pasang surut hubungan itu terjadi? Jawabnya hanya satu: adanya perbedaan sangat mendasar dari paradigma berpikir dan melihat persoalan yang dihadapi antara keduanya. Orientasi keduanya sangat bertentangan, terutama dalam menyikapi informasi dan berita.
Orientasi humas Humas adalah bagian dari organisasi, yang sudah barang tentu setiap gerak langkahnya adalah manifestasi dari visi dan misi organisasinya. Apakah itu humas lembaga pemerintah atau humas lembaga non-pemerintah, semuanya memiliki tugas dan fungsi sama, yaitu membangun opini publik untuk menciptakan citra (image) positif dari lembaganya. Karena fungsi dan tugas humas adalah menciptakan citra dengan membangun opini publik, sudah seharusnya apabila semua informasi dan berita yang bersumber dari humas adalah berita-berita yang bernuansa berita positif, berita bagus, berita kesuksesan, berita tentang prestasi, dan semacamnya. Sangat jarang muncul berita negatif, berita buruk, berita kegagalan, yang bersumber dari humas. Kalaupun ada, berita semacam ini seringkali berbentuk ucapan maaf dan penyesalan organisasi atas kesalahannya dan berjanji untuk memperbaiki dan tidak mengulang kesalahan serupa. Walaupun isi berita bernuansa negatif, tetap saja humas seringkali mengemasnya sedemikian rupa agar tetap memberikan nilai lebih di mata publik. Menjadi sangat wajar, apabila humas selalu berorientasi pada penyebaran berita positif, dan menghindari, bahkan menutupi berita negatif. Prinsip humas adalah, bagaimanapun kondisi yang ada di dalam organisasi, tetapi di mata publik (wartawan dan media), organisasi harus selalu tampak bagus dan tampil meyakinkan. Motto humas adalah: good news is good news; bad news is disaster. Orientasi media Kalau humas orientasinya ke dalam, bagaimana membangun citra positif organisasi dengan menyampaikan berita positif, sebaliknya media orientasinya keluar, bagaimana dapat memenuhi keingintahuan pembaca. Pembaca adalah raja bagi media. Tanpa pembaca, media tidak berarti apa-apa. Wajar saja apabila media cenderung memanjakan pembaca dengan berita yang disajikan. The public right to know, hak publik untuk mengetahui informasi, adalah pegangan utama media dalam menyajikan berita. Media memberikan informasi terbaru kepada pembaca tentang segala hal yang menyangkut hajat hidup publik. Jadi setiap ada informasi baru yang menyangkut kehidupan masyarakat, atau ada peristiwa yang potensial mendapatkan perhatian publik, media akan segera memburu dan
memberitakannya. Kalau media tidak menyajikan berita yang memenuhi kriteria the public right to know ini, dapat dipastikan, media itu akan ditinggalkan pembaca, dan artinya itu adalah bencana bagi media. Good news is bad news. Bagi media berita paling bagus adalah berita buruk, berita negatif, yang merangsang publik untuk mengikuti berita-berita selanjutnya. Bagi publik pun, berita yang menarik adalah berita yang bernuansa negatif, berita korupsi, bencana alam, kecelakaan, konspirasi politik, perebutan kekuasaan, dan semacamnya. Man makes news, adalah prinsip lain dari media. Artinya, orang-orang tertentu yang sudah banyak dikenal publik, atau profesi-profesi tertentu yang cukup familiar di mata publik, dan public figures seperti pejabat, artis, adalah orang-orang yang cukup menarik untuk diberitakan. Apapun tingkah laku mereka, baik atau buruk, akan menjadi berita yang menarik bagi pembaca. Agenda setting, adalah kemampuan media untuk membangun atau mengarahkan opini publik sesuai keinginan yang dikehendaki media. Sering terjadi sebuah koran secara berturut-turut dalam beberapa kali edisinya memuat berita tentang suatu persoalan yang sama berulang-ulang. Ini adalah usaha media untuk mengarahkan pembaca pada sebuah opini mengenai berita yang dimuatnya terus menerus. Dengan cara ini, opini publik digiring oleh media ke arah yang dikehendaki media tersebut. Mengangkat yang lemah, menekan yang kuat, adalah juga salah satu kegemaran media. Kalau ada konflik, media cenderung membela pihak yang lemah dan menyudutkan pihak yang kuat atau berkuasa. Dalam hampir kasus sengketa antara pemerintah dan rakyat, media selalu memihak rakyat dan mengkritik pemerintah. Motto media adalah: bad news is good news. Konflik orientasi media dan humas Di mata humas, berita yang ingin dimunculkan adalah berita positif, berita bagus, success story, yang dapat menggiring opini publik menuju terciptanya citra organisasi yang bagus. Di mata media, berita bagus adalah berita biasa, bahkan sering dianggap bukan berita. Berita bagus adalah berita yang kurang menantang, berita yang kurang diperhatikan publik, sehingga media meliputnya biasa-biasa saja. Karena perbedaan orientasi inilah, sering humas dan media terlibat konflik kepentingan. Humas menutupi berita negatif, sedang wartawan memburu berita negatif. Humas senang memberikan berita positif, sedang wartawan tidak suka dengan berita positif. Humas melindungi kepentingan organisasi, wartawan memenuhi kepentingan publik. Humas cenderung berpihak pada yang kuat, wartawan cenderung membela yang lemah. Humas cenderung bekerja lamban
karena harus sangat hati-hati memberikan informasi ke publik, sebaliknya media dituntut bekerja cepat untuk mencapai deadline (tenggat waktu) dan persaingan kecepatan berita dengan media lain. Hubungan yang Harmonis Humas dengan Media Untuk menjaga agar hubungan kerja keduanya tetap baik dan saling menguntungkan, perlu adanya langkah-langkah konkrit dari keduanya untuk mengurangi kemungkinan munculnya konflik itu. Menjadi seorang petugas humas memang bukan hal yang mudah, demikian pula menjadi seorang wartawan juga bukan hal yang mudah. Keduanya memiliki spesifikasi tersendiri menurut tugas dan fungsinya. Kalaupun ada perbedaan orientasi antara keduanya dalam memandang berita, hal itu semestinya tidak harus menjadikan keduanya berhadapan secara frontal dalam melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing. Ada celah yang dapat ditembus, ada jarak yang dapat dijembatani untuk menghubungkan keduanya dalam sebuah kerjasama yang sinergis. Keduanya perlu menanamkan kesadaran pada diri masing-masing, sebuah pemahaman dan pengertian akan tugas dan fungsinya sendiri. Bahwa humas selalu memberikan berita positif, tak perlu diingkari oleh wartawan. Bahwa wartawan selalu memburu berita negatif, harus dimengerti oleh petugas humas. Pemahaman dan pengertian akan tugas dan fungsi masing-masing akan membantu keduanya dalam menjalin hubungan kerja. Masing-masing mengerti posisinya, dan akan saling menghargai dan menghormati ketika satu pihak tidak dapat memenuhi keinginan pihak lainnya. Yang jelas kerjasama sinergis perlu dipertahankan terus. Humas tetap harus menjadi sumber informasi yang baik bagi wartawan. Humas harus selalu berusaha memberikan berita bernilai tinggi untuk konsumsi publik. Di sisi lain, wartawan harus tetap menjadi pencari berita yang gigih, dan menyajikan berita yang diperolehnya dari humas, kalau memang berita itu menarik untuk diketahui publik. Wartawan tidak perlu mendesak apalagi memaksa petugas humas untuk memberikan berita negatif. Kalaupun seorang wartawan memperoleh berita negatif dari sumber lain, sebaiknya tetap melakukan cross-check, konfirmasi atas akurasi berita yang diperolehnya dari sumber lain itu. Dengan pola hubungan yang saling menghormati dan menghargai seperti itu, niscaya akan terjalin hubungan yang harmonis antara petugas humas dan wartawan. Hanya perlu dicatat, hubungan harmonis tersebut harus dilandasi kejujuran dan kepercayaan, bukan rekayasa yang biasanya diwarnai unsur
penyuapan (bribery) oleh petugas humas, atau pemerasan (blackmail) oleh wartawan. Dengan kerjasama sinergis, antara humas dan wartawan akan saling isi-mengisi, memberi-menerima, berbagi, sehingga yang muncul kemudian adalah pola hubungan (partnership) kemitraan yang saling menguntungkan. Jadi bagaimana menjalin hubungan antara humas dan wartawan itu semuanya tergantung dari keduanya. Mau seperti anjing dan kucing, atau seperti Romeo dan Yuliet?
DAFTAR PUSTAKA
1. F. Rachmadi (1986): Public Relations, Jakarta, Gramedia. 2. Lauren Kessler; Duncan McDonald (1988): When Words Collide, A Journalist’s Guide to Grammar and Style. New York, Wardworth, Inc. 3. Memahami dan memaknai Kebebasan Pers, PWI Jateng, 2003. 4. Sedia Willing Barus (1996): Jurnalistik, Petunjuk Praktis Menulis Berita, CV. Jakarta, Mini Abadi Jaya. 5. UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Departemen Penerangan RI, 1999. 6. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia dan Penafsirannya, PWI 1995.