KOMUNITAS BELANAK Awal terbentuk Komunitas Belanak Waktu itu di Padang terdapat kelompok-kelompok rombongan dosen dikampus Universitas Negeri Padang yanga gayanya kita sebut Wakidi-an, lalu ada Taman Budaya Padang. Semua informasi tentang seni yang dikirim ke UNP berakhir hanya di dosen-dosennya saja, dan yang dikrim ke taman budaya habis di kelompok Pentagona, kelompok yang lebih tua dari Komunitas Belanak. Waktu itu di gang Belanak tahun 2002, berkumpulah seniman-seniman muda, tujuannya adalah untuk membuka informasi. Misalnya kegiatan-kegiatan atau newsleter senirupa dari kota di Jakarta, di Jogja dan lainnya dapat diakses. Lalu tahun 2003 Komunitas Belanak mengadakan pameran sekaligun hari peresmian, waktu itu pameran "First Step" dengan kurator Kuss Indarto. Jadi sebenarnya nama Belanak bukan hanya diambil dari gang Belanak, tapi juga mengambil filosofi ikan belanak yang selalu bergerombol dan saat ia pindah ke sungai lain tetap namanya ikan belanak. Selain itu biasanya dalam sekumpulan ikan belanak ada satu atau dua ikan yang melompat keluar air, ini dianalogikan kawan-kawan kami yang misalnya pindah ke Jogja lalu kembali kesini. Setelah terbukanya informasi-informas tadi, kami mulai terbuka dengan siapa saja yang ingin bekerja sama, seperti Cemeti, ruru, Taring Padi, dll. Di Minang ada kebudayaan merantau, begitu juga dengan belanak, jadi anggotanya tidak harus berada dan tinggal di Padang, jadi generasinya tetap berubah. Misal saya juga pergi ke Jogja dan masuk kelompok Sakato, tapi saya masih anggota Belanak. Kedepannya Komunitas Belanak juga ingin menjadi institusi seeprti Taman Budaya dan UNP. Disini anggota-anggota kami nantinya bisa menjadi guru, desainer, penulis, dll tapi di didik di Komunitas Belanak. Secara struktur kami juga mengadopsi budaya Minang, jadi semua berkedudukan sama. Misal ada yang mau bikin proyek, tidak perlu lewat ketua, semua bisa jadi ketua. Syarat menajdi anggota Komunitas Belanak kita sepakat semua harus aktif membuat sesuatu dan menyumbangkan waktunya, misal dalam sehari menggunakan waktunya selama beberapa jam untuk memikirkan Komunitas Belanak. Sumber dana kami juga macam-macam, pernah mau ada event dan kami mencari dana lewat mengamen. Kami belum memiliki kas dan anggaran untuk mempersiapkan pameran. Pengaruh adanya Komunitas Belanak untuk seniman-seniman Padang Padang, kalau menurut kami ini seperti berdiri dibelakang tembok, karena tidak kelihatan. Supaya kelihatan kami harus mencari ganjal , caranya dengan membuat berbagai event. Cemeti pernah datang kesini karena tau dari event yang kita buat. Lalu misalnya ada komunitas Sarueh di Padang Panjang yang dulunya juga anggota Komunitas Belanak, Itu juga merupakan efek dari adanya komuniats ini. Kegiatan-kegiatan di Komunitas Belanak Yang pertama kita mengadakan pendidikan kesenian sesama anggota. Disini agak susah mencari referensi ilmu seni dari toko buku, karena yang ada hanya toko buku umum, di perpus UNP selama saya kuliah 8 tahun juga belum pernah berganti atau bertambah koleksinya. Jadi ada pendidikan kesenian dari anggota yang tidak didapat dari kampus. Selain membentuk jadi seniman kami juga ingin mensupport
anggotanya menjadi profesi lain, seperti tahun 2005 diadakan workshop penulisan kritik seni. Lalu kami pernah membuat acara bersama seniman Sigit Pius berjudul Gedebook. Lalu acara-acara pameran yang lain. Kami ingin membidani lahirnya kelompok-kelompok lain, misalnya berpameran 5 orang, dengan penulis dari Komunitas Belanak dan Komunitas Belanak membuat wacananya, dokumentasinya, dll. jadi kami juga melakukan semacam kerja EO. Perubahan berkesenian Pertemuan-pertemuan Komunitas Belanak dengan oraganisasi lain misal di Yogya, membuat kami mengenal bentuk-bentuk seni yang lain. Kalau sebelumnya hanya ada cat diatas kanvas, kami kemudian tahu akan instalasi, mixed media, video art, dll. Jadi bahasanya lebih beragam. Jika dibandingkan dengan kelompok Petagona, mereka masih banyak karyanya berupa cat diatas kanvas. Kalau dari segi konsep kami tidak mengharuskan menggarap tema tertentu misal, sosial atau politik. Disini seperti kampung, semua seniman bebas mencari tema karyanya. Diskusi-diskusi di Komunitas Belanak Kami juga sering mengadakan diskusi, misalanya saat kami mau bikin event ultah Komunitas Belanak, kami berdisuksi mengenai bentuk dan teknis acara hingga kami sepakat membuat kemping seni yang nantinya akan diadakan di Bukit Tinggi. Lalu lahir lagi ide kita yang akan mengagkat Wakidi. Semua merupakan ide bersama-sama. Selain itu kami juga ada diskusi tentang bedah karya masing-masing. Lalu kami juga membuat simulasi ujian kompre seperti dikampus. Seperti pra kompre, untuk mahasiswa anggota Belanak. Jadi kami memajang karya-karya dan membacakan makalahnya, lalu ditanggapi dan “dicincang halus-halus” oleh anggota Belanak lainnya, supaya makin kuat konsepnya. Jadi intinya diskusinya persoalan teknis dan konsep karya. Misalanya juga ada tamu datang dari luar kota, kami minta untuk membuat diskusi, tentang perkembangan seni rupa dikotanya. Kami juga sering meminta tamu-tamu kampus untuk bikin diskusi disini juga. Struktur Organisasi Disini ada posisi ketua tapi lebih sebagai koordinator. Kalau misal ada ide-ide bisa dishare secara langsung, tidak perlu harus lewat ketua, jadi ketua lebih sebagai formalitas. Sebenernya ini juga diadopsi dari kehidupan Minang yang tidak ada rajanya. tapi dengan situasi ini kami tetap bertahan. Komunitas Belanak bukan hanya beriorientasi pada seni rupa saja, walaupun awal berdirinya disebut Komunitas Seni Rupa Belanak, karena disini juga ada yang fokus pada musik, desain, dll maka kami rubah menjadi Komunitas Belanak. Event disini juga bukan hanya seni rupa tapi juga ada event musik seperti orchestra. Kami juga berkolaborasi lintas disiplin, misalnya dengan fakultas Fisip Universitas Andalas, waktu itu kami membuat performance. Masalah jumlah anggota kami, kami tidak tahu secra pasti, karena kelompok ini sangat terbuka seperti kampung, ada yang datang ada yang pergi. Biasanya setiap anak kampus otomatis menjadi anggota kelompok ini. Hubungan Komunitas Belanak dengan pemerintah, komuitas atau seniman lain Seperti awalnya didirikan, kelompok ini adalah untuk menyaingi ke dua institusi UNP dan Taman Budaya. Mereka juga melihat awalnya adanya persaingan dan sedikit
bersebrangan dengan kita. Tapi seiring berjalannya waktu mereka mulai menerima keberadaan kami yang muda. Awalnya mereka juga berkomentar negatif dengan karya-karya kita yang non lukis, karena sebagian karya mereka adalah lukis. Tapi lama kelamaan hubungan kami dengan Taman Budaya membaik, karena mereka sadar bahwa komunitas yang ada di Sumatra Barat salah satunya ya Komunitas Belanak ini. Mereka baru menyadari Belanak juga penting buat mereka. Msalahnya kalau mahasiswa belajar ke dosen kan yang dipelajari ilmu-ilmu yang sudah lama dan tidak berkembang, kalau disini kami kan lumayan update. Walaupun perpusatakaan kami kecil tapi update terus. Sebagian besar anggota Komunitas Belanak juga dari kampus. Kegiatan Komunitas Belanak saat ini Kami sedang menyiapakan acara ulang tahun. Biasanya setiap 5 tahun sekali ingin dirayakan secara besar-besaran,karena kami cukup punya energi yang terkumpul selama 5 tahun sekali. Untuk acara ulang tahun berikutnya adalah kemping seni di Wakidi spot. Idenya bahwa kami menyadari bahwa seni rupa Padang di awali dari seniman Wakidi sebagai seorang seniman modern. Lalu kami akan menggadakan kemping ditempat biasanya Wakidi menggambar landscape, dan kami ingin melihatnya dengan perspektif sekarang. Kami mengundang seluruh anggota Belanak untuk ikut serta, siappa saja yang bisa hadir. Kami juga berusaha agar event ini bisa menjadi event nasional. Gagasan berkelompok dari Komunitas Belanak Kami selalu melakukan regenerasi, misal dengan anggota senior kami yang sudah bekerja, maka akan timbul generasi-generasu baru dan kami memperat tali silturahmi diantara kita. Permasalahan seni rupa di Padang Salah satu permasalah seni rupa di Padang adalah minimnya event-event seni rupa, dikarenakan juga minimnya ruang untuk berpameran. Satu-satunya galeri yang masih bertahan adalah Taman Budaya milik pemerintah. Waktu ada booming seni rupa tahun 2008 mulai muncul banyak galeri komersil disini. tapi sayangnya booming hanya terjadi sebentar, setelah itu mereka tutup lagi. Jadi Komunitas Belanak juga buat sebuah galeri disini namanya Galeri Kandang, dengan pendapat kami bahwa galeri itu tidak harus seperti yang di Taman Budaya. Kalau bicara booming , pasti ada sisi negatifnya, saat booming , banyak galeri galeri komersil di Jakarta mencomot satu-satu seniman disini, untuk pameran disana, jadi event disini semakin berkurang. Sekarang kami di Belanak ingin membangun iklim kesenian lagi dari awal, bikin kelompok-kelompok kecil, pameran sendiri bisa dikamar kos atau dirumah, yang penting ada dokumentasi, lalu ada yang mengunggah. Disini belum banyak media seni rupa untuk mendapat informasi, oleh karenanya Belanak lalu membuat buletin bernama Ketjimpung yang terbit setiap 2 bulan didistribusikan ke sekolah-sekolah. Dengan ukuran A5 beberapa lembar, buletin ini diberikan gratis. Kami sering menitipkan pada loper koran untuk disebar ke tempat lebih luas dan supaya informasi ini sampai ke orang banyak. Antusisme dan apresiasi masyarakat akan seni rupa Apresiasi masyarakat disini cukup bagus, setiap kita buat pameran di Taman Budaya banyak masyarakat umum yang datang, walaupun kami lebih banyak bikin acara di kampus, karena di institusi pemerintah birokrasinya sulit, harus bikin
proposal dsb. Masyarakat juga sudah mulai menerima anak-anak seni rupa, misal di lingkungan tetangga sini, walaupun mereka rambutnya gondrong dan pakai kendaraan ribut. Salah satu cara mengenalkan seni rupa ke masyarakat yang lebih luas juga kita lakukan, misalnya ada anggota Komunitas Belanak yang jadi guru, jika ada pameran di Belanak, mereka akan membawa siswa-siswanya untuk menonton pameran seni rupa atau siswanya ditarik mengikuti program-program di Komunitas Belanak Jadi ya apresiasi masyarakat disini lumayan, tapi belum ada yang mengkoleksi. Pandangan ke depan Komunitas Belanak Kami ingin disini nanti bisa menjadi Art Centre, pusat arsip dan dokumentasi baik seniman maupun pameran, lalu cita-cita kami bikin sekolah informal, berbeda dengan sekolah-sekolah yang ada, karena banyak teman-eman berasal dari pendidikan seni rupa. Karena belanak ini sebuah institusi, inginnya institusi ini berkembang lebih besar. Kami juga ingin memperluas akses kerjasama, misalnnya dengan kelompok Sakato di Yogyakarta yang nantinya membuat event bersama, tapi kami menitik beratkan event itu terjadi disini untk membangun atmosfir kesenian, karena kami merasa kesenian di Padang juga cukup bagus. Peran pemerintah dalam seni rupa dan Komunitas Belanak Peran pemerintah disni bisa dikatakan hanya melalui galeri Taman Budaya. Proporsi untuk seni rupa pun terbilang sedikit diantara padatnya acara di Taman Budaya. Selain seni rupa mereka juga punya event untuk seni disabilitas, seni pertunjukan dan seni tradisional. Tapi kami sebisa mungkin menjalin kerjasama dengan mereka. Setiap ada pameran disini , kami selalu mengundang mereka, baik lewat undangan atau via telpon, walaupun dari 10 undangan hanya 1 mereka datang. Tapi kami menyadari yang butuh untuk pameran itu kan seniman bukan mereka. Seniman juga butuh penulis, kurator, dsb, dan Belanak ingin membangun sebuah iklim kesenian disini. Kadang saat kita mau bikin event dikampus pun dipersulit, padahal itu juga institusi pemerintah juga, ini terutama oleh dosen-dosen yang tua karena dianggap pameran ini tidak penting. Padahal kampus sendiri tidak pernah bikin acara yang bagus. Pandangan Komunitas Belanak tentang Galnas Kami yang disini seniman yang lahir di Belanak, berkembang di Belanak, memiliki orientasi untuk pameran di Galnas karena CV kami akan terangkat kalau pernah pameran disana. Buat saya pribadi Galnas seharusnya bisa menjadi wadah kesenian dan pusat informasi secara nasional. Sebelumnya saya pernah mencoba membuat proposal untuk pameran di Galnas, tapi gagal terus, kebetulan ada undangan pameran "Embrio" jadi ini kesempatan yang untuk bekerja sama dengan Galnas, tetapi setelah pengalaman kemarin, ternyata Galnas tidak seperti yang saya pikir. Disana masih banyak kekurangan dan ketidak profesionalan. MIsal pemberitahuan untuk ikut berpameran juga mendadak, hanya 1 minggu sebelum acara, padahal kami harus mencari data-data yang banyak, lalu setelah kami tiba disana konsep acara pamerannya pun belum jelas. Harapan tentang Galnas adalah bisa memberi ruang untuk tiap-tiap daerah, ruang secara fisik disana. Tapi selain itu untuk beberapa event dengan daerah kenapa tidak dibuat didaerah itu sendiri, misal pameran Borneo, kenapa tidak Galnas bekerja sama dengan Kalimantan dan bikin event di Kalimantan, karena Galnas kan ingin membangun iklim kesenian nasional, jadi tidak harus selalu di Jakarta. Jadi
terasa kalau Indonesia itu memang luas dari pulau ke pulau, tidak hanya berorientasi ke Jakarta.