BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari pemakai jasa pelayanan (pasien) yang mengharapkan penyembuhan dan pemulihan yang berkualitas dan penyediaan pelayanan kesehatan yang nyaman dan aman. Pelayanan kesehatan berkualitas perlu ditunjang dengan pelayanan keperawatan yang berkualitas, karena peran dan tanggung jawab perawat begitu penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sekitar 40% tenaga yang ada di rumah sakit adalah tenaga keperawatan, dan sebanyak 90% pelayanan yang ada di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Asmuji, 2013). Cherie (2005) mengatakan 90% dari pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasien selama 24 jam. Sejalan dengan Hubert (2006) bahwa 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit diberikan oleh perawat. Salah satu bentuk pelayanan yang diberikan kepada pasien adalah melalui pemberian asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman bagi pasien, keluarga serta masyarakat (Aditama, 2010). Asuhan keperawatan pada pasien tercapai jika perawat taat dan patuh dalam penerapan pedoman patient safety. Kepatuhan perawat merupakan perilaku perawat terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati. Dalam menerapkan asuhan keperawatan di rumah sakit kepatuhan perawat dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu usia, pendidikan dan motivasi (Notoatmojo, 2005). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa jam kerja yang panjang memiliki efek buruk pada kinerja perawat (Wu et al., 2013). Menurut laporan dari National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), 75% yang bekerja lebih dari 40 jam/minggu atau lebih dari 8 jam/hari dapat memiliki efek pada kesehatan pekerja dan keselamatan pasien (Rogers, 2002).
1
2
Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan lainnya (Nursalam, 2014). Menurut Alvarado et al. (2005) komunikasi efektif yang terintegrasi dengan keselamatan pasien dan disosialisasikan secara menyeluruh pada perawat pelaksana akan meningkatkan efektifitas dalam mengkomunikasikan informasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian Bomba & Prakash (2005) kurangnya komunikasi akan menimbulkan ancaman terhadap keselamatan pasien dan kualitas perawatan. Sedangkan menurut Leonard (2004) kegagalan komunikasi adalah penyebab utama kegagalan dalam pemberian pelayanan yang aman. Informasi yang tidak akurat dapat menimbulkan dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius di rumah sakit disebabkan oleh buruknya komunikasi (Alvarado et al., 2005). Handover (serah terima) merupakan bentuk komunikasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien dan memberikan informasi yang relevan pada tim perawat setiap pergantian shift dalam menentukan prioritas pelayanan (Rushton, 2010). Handover yang dilaksanakan dengan baik dapat membantu mengidentifikasi kesalahan serta memfasilitasi kesinambungan perawatan pasien (Alvarado et al., 2005). Berdasarkan penelitian Smith (2008) dimana handover juga memberikana konstribusi dalam audit perawatan untuk kemajuan kesehatan pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Manias & Street (2000) dari 6 perawat di ruang perawatan kritis yang diteliti, informasi yang disampaikan hanya diarahkan pada koordinator perawat saja dan tidak mencangkup semua perawat dalam tim. Dalam penelitian ini koordinator perawat yang shift malam mulai melakukan handover pada jam 07.00 pagi, meskipun perawat yang bertugas pada shift berikutnya (pagi) belum tiba semua. Kejadian seperti ini, masih banyak terjadi di rumah sakit dan berlangsung terus menerus tanpa ada perhatian khusus dan evaluasi dari pihak yang berwenang (manajemen rumah sakit). Kebanyakan kesalahan tidak terlihat atau tidak diketahui karena belum lengkapnya sistem pencatatan dan pelaporan yang ada. Dengan handover diharapkan hal-hal yang
3
berpotensi terjadi risiko bisa teridentifikasi sehingga dapat diantisipasi sebelum terjadi ke pasien. Yudianto
(2005)
melihat
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan handover di RS Hasan Sadikin yaitu 56% pelaksanaan handover kategori baik, dan juga didapatkan faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan pelaksanaan handover yaitu karakteristik jenis kelamin, pengetahuan, sikap, ketersediaan prosedur tetap, dukungan pimpinan dan dukungan teman sejawat, kemudian yang paling berhubungan adalah pengetahuan dan ketersediaan protap. Hasil yang didapatkan ini, hanya dengan menganalisa jawaban responden dari kuisioner yang diberikan tetapi tidak melihat langsung proses handover tersebut. Kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan termasuk perawat, dalam melakukan pelayanan bisa di rumah sakit manapun terjadi dan kapan saja. Masalah yang berkaitan dengan serah terima perawat merupakan keprihatinan internasional, sebagaimana dilaporkan Cohen & Hilligoss (2009) dalam suatu studinya yaitu dari 889 kejadian malpraktek ditemukan 32% akibat kesalahan komunikasi dalam serah terima pasien yang dapat menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat, kesalahpahaman tentang rencana keperawatan, kehilangan informasi serta kesalahan pada tes penunjang. Dilaporkan juga oleh WHO (2007) bahwa terdapat 11% dari 25.000-30.000 kasus pada tahun 19952006 terdapat kesalahan akibat komunikasi pada saat serah terima pasien. Pelaksanaan serah terima pasien diperlukan komunikasi yang efektif, sebagaimana pada Permenkes 1691/MENKES/PER/VIII/2011 dikatakan bahwa sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut: ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan pengurangan risiko pasien jatuh. Kesenjangan yang terjadi pada saat serah terima pasien sering diakibatkan karena komunikasi yang tidak lengkap sehingga dapat menyebabkan gangguan dalam kontinuitas keperawatan yang berpotensi membahayakan pasien.
4
Rumah sakit Wellington Selandia Baru, melaporkan bahwa seorang pria berusia 50 tahun meninggal dunia, disoroti akibat kegagalan komunikasi pada saat pelaksanaan serah terima pasien (Wallis, 2010). Sebanyak 67% terjadi kesalahan pemberian asuhan keperawatan, diantaranya salah informasi tentang pemberian obat yang mengakibatkan alergi. Studi lain mengatakan adanya kejadian nyaris cedera (KNC) yang melibatkan perawat pemula yang diindikasi akibat pelaksanaan serah terima pasien yang kurang optimal (Friesen et al, 2009). Pendapat lain juga mengatakan bahwa pelaksanaan serah terima pasien hanya merupakan rutinitas biasa dan berdasarkan kebiasaan sebelumnya (Evans at al, 2008), dengan demikian kegagalan komunikasi dalam pelaksanaan serah terima pasien, merupakan faktor penyebab terjadinya kecelakaan/cidera (Leonard, 2004). Pelaksanaan serah terima pasien dilakukan berawal dari kantor perawat kemudian dilanjutkan ke ruangan pasien dengan seluruh staf keperawatan (Wallis, 2010). Pelaksanaan serah terima pasien juga dilakukan pada saat pertukaran shift yaitu shift pagi, siang, dan malam, informasi yang diberikan mencakup nama pasien, usia, diagnosa serta asuhan keperawatan dengan menggunakan model ISOBAR (Identification of patient, Situation and status, Observations, Background and history, assessment and action, Responsibility and risk Management) (ACSQHC, 2009). Kejadian nyaris cedera (KNC) merupakan suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya diambil (omission) yang dapat menciderai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, yang disebabkan karena keberuntungan, pencegahan atau peringanan (KKP-RS, 2008). Lebih lanjut dikatakan KNC merupakan suatu kejadian yang berhubungan dengan keamanan pasien yang berpotensi atau mengakibatkan efek diakhir pelayanan, yang dapat dicegah sebelum konsekuensi aktual terjadi atau berkembang (Aspend et al, 2004). Kejadian nyaris cedera (KNC) terjadi sebanyak tujuh sampai seratus kali dibandingkan dengan kejadian tidak diinginkan (KTD) (Aspend et al, 2004). Sejalan dengan Mustikawati (2011) bahwa KNC lebih sering terjadi sebesar 73.7% dibandingkan dengan KTD 26.3%. Bentuk KNC yang didapat dari laporan
5
kejadian: identifikasi pasien tidak sesuai seperti menulis nomor medical record, nama pasien salah, penempelan stiker nama pasien tidak sama dengan penulisan manual, kesalahan penulisan nomor kamar pasien, kesalahan dalam pemberian obat (salah pasien, dosis, jenis obat), sampel darah pasien tertukar dan pasien jatuh. Bentuk KNC yang dilaporkan oleh Shaw (2005) dari total insiden sebanyak 28.998 yang dilaporkan sebanyak (41%) pasien tergelincir, tersandung dan jatuh, (9%) insiden terkait manajemen obat, (8%) indiden terkait sumber dan fasilitas, (7%) terkait pengobatan. Sebuah penelitian di Utah dan Colorado (USA) melaporkan KNC sebanyak 2,9% dimana 6,6% nya meninggal dunia. Sebanyak 44.000 warga Amerika meninggal setiap tahunnya sebagai akibat kesalahan medis (medical error) (IOM, 2000). Di Indonesia data tentang KNC masih sulit didapatkan (KKP-RS, 2008). Laporan insiden keselamatan pasien berdasarkan Provinsi tahun 2007 di temukan Provinsi DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diantara Provinsi lainnya (Jawa Tengah 15,9%, DI Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Aceh 10,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, dan Sulawesi Selatan 0,7%) dan paling banyak ditemukan pada unit penyakit dalam, bedah dan anak yaitu sebesar 56,7% dibandingkan unit kerja lain, sedangkan untuk pelaporan jenis kejadian: KNC lebih banyak dilaporkan sebesar 47,6% dibandingkan dengan KTD sebesar 46,2% (KKP-RS, 2008). Berdasarkan hasil pengamatan yang ditemukan di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara pada saat magang bulan Januari 2014 berkaitan dengan pelaksanaan serah terima perawat adalah seluruh perawat yang bertugas pada saat itu belum semuanya mengikuti pelaksanaan serah terima perawat sesuai dengan standar dan formulir pelaksanaan serah terima perawat. Pelaksanaan serah terima perawat di ruangan belum melibatkan pasien untuk merencanakan tindakan asuhan keperawatan, dan pelaksanaan serah terima pasien belum dilakukan oleh seluruh perawat yang bertugas pada saat itu. Melihat fenomena tersebut, kecenderungan untuk terjadinya kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan akibat pelaksanaan serah terima pasien yang kurang optimal adalah cukup tinggi.
6
Beberapa kasus yang pernah terjadi di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara berkaitan dengan kurang optimalnya pelaksanaan serah terima perawat antara lain adalah kesalahan dalam pemberian obat, kesalahpahaman tentang rencana keperawatan, kehilangan informasi serta kesalahan dalam pemeriksaan penunjang. Kelalaian atau kesalahan diatas tentu yang paling berperan adalah perawat yang melakukan proses handover walaupun mungkin ada faktor lain yang mempengaruhi. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Kepatuhan dan Komunikasi Perawat pada saat Handover terhadap Kejadian Nyaris Cidera (KNC) di ruang Rawat Inap Asoka RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah Bagaimana hubungan handover terhadap kejadian nyaris cidera (KNC) di ruang rawat inap Asoka RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara?
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kepatuhan dan komunikasi perawat pada saat handover terhadap kejadian nyaris cidera (KNC) di ruang rawat inap Asoka RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1. Mengidentifikasi kepatuhan perawat pada saat handover di ruang rawat inap Asoka RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. 2. Mengidentifikasi komunikasi perawat pada saat handover di ruang rawat inap Asoka RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. 3. Teridentifikasinya KNC setelah pelaksanaan handover nursing di ruang rawat inap Asoka RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
7
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat: 1.
Bagi Rumah Sakit Manfaat penelitian ini untuk rumah sakit adalah dapat dilakukannya penataan kembali sistem manajemen pengelolaan ruangan rawat inap dari model rutinitas yang selama ini dilaksanakan, menjadi pelayanan yang lebih profesional. Penerapan ini nantinya diharapkan akan berdampak kepada pengelolaan pelayanan di ruang rawat inap menjadi optimal. Penerapan hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan secara konseptual dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan pendelegasian tugas dan wewenang tenaga keperawatan.
2. Bagi profesi keperawatan Memberi
motivasi
dan
masukan
untuk
tenaga
keperawatan
dalam
meningkatkan kinerja dan profesionalime keperawatan melalui pendidikan berkelanjutan. 3. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini akan memberikan suatu pemahaman tentang pelayanan kesehatan bermutu, profesional dan aman. Masyarakat akan menerima pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dirancang berdasarkan pendekatan fungsi manajemen keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien secara komperhensif dengan menghargai perbedaan dan keragaman budaya.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai proses handover di rumah sakit pernah dilakukan oleh peneliti lain, namun belum cukup banyak. Terdapat beberapa peneliti yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai handover, diantaranya dapat dilihat pada table 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Penulis
Judul
Yudianto, Faktor-faktor yang 2005 berhubungan dengan pelaksanaan operan pasien perawat pelaksana di Perjan Rumah Sakit dr.HSWS Bandung.
Dewi, 2012
Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien terhadap Penerapan Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi
Metode dan Hasil Utama Metode: Kuantitatif crossectional melalui observasi dan wawancara. Hasil Utama: 56% pelaksanaan handover kategori baik, dan juga didapatkan faktorfaktor yang mempunyai hubungan dengan pelaksanaan handover yaitu karakteristik jenis kelamin, pengetahuan, sikap, ketersediaan protap, dukungan pimpinan dan dukungan teman sejawat, kemudian yang paling berhubungan adalah pengetahuan dan ketersediaan protap. Metode: Kuantitatif dengan desain penelitian praeksperimen. Hasil Utama: ada peningkatan yang bermakna pelaksanaan timbang terima dan penerapan keselamatan pasien sebelum dan sesudah perawat pelaksana diberikan pelatihan timbang terima dengan pendekatan komunikasi yang efektif.
8
Persamaan
Perbedaan
Persamaan: Penelitian ini melakukan observasi langsung terhadap pelaksanaan handover
Perbedaan: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Persamaan penelitian pada subjek penelitian dan dilakukan di RS pemerintah.
Perbedaan: - Penelitian ini menganalisis potensial risiko dan pelaksanaan serah terima perawat di ruang rawat inap. - Tidak diberikan pelatihan serah terima kepada perawat pelaksana.
9
Penulis Abugar, 2013
Judul Pelaksanaan Handover pasien di Ruang VIP dan Ruang Penyakit Dalam Badan RS Daerah Kab. Banggai.
Metode dan Hasil Utama Metode: penelitian kualitatif. Hasil utama: hasil penelitian di ruang VIP pelaksanaan handover sudah dilakukan dengan benar, kecuali informasi pasien yang disampaikan masih belum lengkap. Di ruang penyakit dalam pelaksanaan handover belum maksimal.
Persamaan Persamaan: penelitian ini sama-sama menggunakan penelitian kualitatif
Perbedaan Perbedaannya: penelitian ini menggunakan variabel penelitian lebih luas.
10