Dalam HEC-HMS, proses hujan-limpasan yang terjadi dalam suatu DAS dibagi menjadi enam komponen utama (Gambar 2.3): • Komponen meteorologi • Komponen loss • Komponen direct runoff (limpasan langsung) • Komponen baseflow (aliran dasar) • Komponen routing (penelusuran banjir) • Komponen reservoir Perhitungan pertama dilakukan pada komponen meteorologi. Pada komponen ini, analisis meteorologi dilakukan terhadap data presipitasi, dimana diupayakan agar curah hujan terdistribusi ke seluruh DAS secara spasial (dengan cara interpolasi, ekstrapolasi) dan temporal (pengisian data yang tidak terukur, pembangkit data presipitasi hipotesis). Curah hujan yang terdistribusi spasial dan temporal akan jatuh baik pada pemukaan pervious maupun impervious. Sebagian hujan yang jatuh pada permukaan pervious akan hilang akibat intersepsi, infiltrasi, evaporasi dan transpirasi, yang dimodelkan dalam komponen loss. Curah hujan efektif yang berasal dari komponen loss akan berkontribusi terhadap aliran limpasan langsung dan aliran
airbumi dalam akuifer. Curah hujan yang jatuh pada permukaan impervious akan langsung menjadi limpasan tanpa mengalami berbagai bentuk kehilangan (losses), yang ditransformasi menjadi aliran permukaan (overland flow) dalam komponen direct runoff. Pergerakan air dalam akuifer dimodelkan dalam komponen baseflow. Baik baselow maupun overland flow akan mengalir pada saluran sungai. Proses translation dan attenuation aliran sungai akan disimulasi pada komponen routing. Terakhir, efek dari fasilitas hidrolik (bendungan) dan cekungan alami (danau, kolam, lahan basah) akan dimodelkan dalam komponen reservoir. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2005 sampai dengan Januari 2007, di Laboratorium Klimatologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, Bogor. Daerah kajian penelitian adalah DAS Ciliwung bagian hulu dengan luasan sekitar 148 km2, yang terletak antara 06o05’–06o50’ LS dan 106o40’–107o00’ BT. Secara administratif terletak di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor, Jawa Barat.
Komponen Meteorologi Curah Hujan
Komponen Loss
Komponen Baseflow
Permukaan Pervious
Permukaan Impervious
Losses
Direct Runoff
Komponen Routing
Akuifer
Baseflow
Komponen Direct Runoff
Saluran Sungai
Reservoir Operator
Komponen Reservoir
Outlet DAS
Gambar 2.3 Komponen hujan-limpasan yang direpresentasikan model HEC-HMS (Cunderlik & Simonovic 2004)
5
3.2 Alat dan Bahan Penelitian Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: • • • • • • • •
Data curah hujan harian sesaat (per 30 menit) tahun 2004 dari Stasiun Gadog dan Gunung Mas. Data curah hujan kumulatif harian tahun 2004 dari Stasiun Cilember dan Citeko. Data curah hujan harian tahun 1985-2002 dari Stasiun Katulampa, Citeko dan Gunung Mas. Data tinggi muka air harian sesaat (per jam) tahun 2004 dari Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa. Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004. Peta digital elevation model DAS Ciliwung bagian hulu (90 x 90 m). Peta tanah semi detail DAS Ciliwung bagian hulu tahun 1992. Seperangkat komputer dengan program HEC-HMS, HEC-DSS, ArcView GIS, ER Mapper serta Microsoft Office Excel.
3.3 Metode Penelitian Secara umum, diagram alir metode penelitian ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1. Analisis data presipitasi dan penentuan parameter fisik DAS diperlukan sebagai masukan model HEC-HMS. Selanjutnya hasil model berupa hidrograf aliran, akan disesuaikan dengan hidrograf pengamatan. Proses kalibrasi terhadap parameter-parameter model dilakukan agar hidrograf hasil model mendekati nilai pengamatannya. Untuk itu diperlukan tahap pengujian model, sehingga kemiripan hidograf hasil model dengan pengamatan dapat terukur. Analisis sensitivitas dapat berguna unuk melihat pengaruh perubahan nilai-nilai parameter masukan terhadap parameter hasil model. Pada penelitian ini, analisis sensitivitas HEC-HMS dilakukan terhadap parameter bilangan kurva, dengan pertimbangan bahwa bilangan kurva memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap hidrograf yang dihasilkan suatu DAS. Simulasi hidrograf aliran dilakukan untuk mendapatkan perkiraan debit banjir di masa mendatang berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan dan curah hujan maksimum.
Analisis Presipitasi
Hidrograf Tinggi Muka Air
Parameter DAS
HEC-HMS
Rating Curve Hidrograf Debit Pengamatan
Hidrograf Debit Model
Kalibrasi
Satisfactory?
No
(Pengujian Model) Yes
- Analisis Sensitivitas - Simulasi Hidrograf Aliran Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian
6
3.3.1 Analisis Presipitasi Analisis presipitasi diperlukan sebagai salah satu masukan dalam model HEC-HMS, yaitu menentukan metode perhitungan hujan wilayah. Dalam penelitian ini, curah hujan wilayah ditentukan berdasarkan bobot setiap stasiun hujan yang dihitung menggunakan metode poligon Thiessen.
SCS telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah menjadi empat kelompok hidrologi tanah (Hydrologic Soil Group = HSG). Sifat-sifat tanah berdasarkan pengelompokan HSG tertera pada Tabel 3.1. Kelompok tanah tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga cara berikut: (a) berdasarkan sifat-sifat tanah, (b) peta tanah detail, (c) laju infiltrasi minimum. Tabel 3.2 menyajikan hubungan laju infiltrasi minimum dengan masing-masing kelompok tanah. Tabel 3.1 Kelompok hidrologi tanah menurut SCS dan sifat-sifatnya.
HSG A B C
Gambar 3.2 Konstruksi curah hujan wilayah metode poligon Thiessen
Poligon Thiessen diperoleh dengan cara menarik garis bagi tegak lurus pada sisi-sisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan. Gambar 3.2 menyajikan poligon Thiessen dari 4 stasiun hujan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu. Dalam menentukan perkiraan debit banjir, analisis frekuensi berguna untuk meghitung hujan harian maksimum pada berbagai periode ulang (T). Persamaan analisis frekuensi yang dikemukakan Chow (1964) memerlukan faktor frekuensi (KT) yang nilainya tergantung tipe distribusi. Pada penelitian ini hujan harian maksimum dianggap mengikuti distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, dengan persamaan faktor frekuensi sebagai berikut (Haan 1977): ⎡ T ⎞⎤ ⎛ K T = −0,7797 ⎢0,5772 + ln⎜ ln ⎟⎥ ⎝ T − 1 ⎠⎦ ⎣
3.3.2 Penentuan Bilangan Kurva dan Impervious Area Besarnya bilangan kurva ditentukan berdasarkan metode yang telah dikembangkan oleh Soil Consrvation Service (SCS). McCuen (1982) menyebutkan bahwa bilangan kurva menyatakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah, penggunaan lahan, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya.
D
Sifat-Sifat Tanah Pasir dalam, loess dalam, debu yang beragregat Loess dangkal, lempung berpasir Lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah dan tanah berkadar liat tinggi Tanah- tanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat berat, plastis dan tanah-tanah tertentu
Richard H McCuen (1982) Tabel 3.2 Hubungan laju infiltrasi minimum dengan kelompok tanah menurut SCS
Laju Infiltrasi Minimum (mm/ jam) 203,2 – 304,8 101,6 – 203,2 25,4 – 101,6 0,0 – 25,4
Kelompok Tanah A B C D
Richard H McCuen (1982)
Dalam menentukan keadaan kandungan air tanah (KAT) sebelumnya seringkali dipergunakan keadaan rata-rata daerah aliran pada keadaan tempat dan waktu tertentu (McCuen 1982). SCS menyusun tiga keadaan KAT sebelumnya sebagai berikut: Kondisi I
:
Kondisi II Kondisi III
: :
Tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik layu, telah pernah ditanami dengan hasil memuaskan. Keadaan rata-rata. Hujan lebat atau ringan dan temperatur rendah telah terjadi dalam lima hari terakhir, tanah jenuh air.
7
SCS memberikan batas jumlah curah hujan untuk setiap kondisi KAT sebelumnya seperti pada Tabel 3.3. Pada penelitian ini, perhitungan proses hujan-limpasan dianggap berlangsung pada musim tumbuh. Tabel 3.3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi KAT sebelumnya.
Kondisi I II III
Total curah hujan lima hari sebelumnya (mm) Musim Dorman Musim Tumbuh < 13 < 35 13 – 28 35 – 53 > 28 > 53
Richard H McCuen (1982)
Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi II mengikuti tabel yang disajikan SCS (Lampiran 1). Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi I dan III dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Chow dkk (1988), sebagai berikut:
CN ( I ) =
4,2CN ( II ) 10 − 0,058CN ( II )
dan,
23CN ( II ) CN ( III ) = 10 + 0,13CN ( II ) Untuk DAS yang terdiri dari beberapa macam tipe tanah dan penggunaan lahan, nilai bilangan kurva ditetapkan sebagai nilai composite (gabungan). Bilangan kurva composite ditentukan berdasarkan bobot luas bentuk penggunaan lahan yang ada di dalam DAS (USACE 2001). n
CN composite =
∑ A CN i
i =1
i
n
∑A i =1
i
dimana, CNcomposite ialah bilangan kurva gabungan untuk seluruh DAS, i menyatakan indeks untuk subdivisi dari DAS dengan tipe penggunaan dan jenis tanah yang sama, dan Ai adalah luas subdivisi ke-i. Selain bilangan kurva, parameter yang juga berpengaruh terhadap volume limpasan suatu DAS adalah luas daerah impervious. Impervious area dari suatu DAS adalah luasan dari DAS dimana semua kontribusi dari presipitasi akan menjadi limpasan langsung tanpa mengalami infiltrasi, evaporasi ataupun bentuk kehilangan air lainnya (USACE 2001).
Penentuan impervious area diperkirakan berdasarkan tipe penggunaan lahan dan faktor imperviousness (Tabel 3.4). Tabel 3.4 Faktor penggunaan lahan.
imperviousness
Penggunaan Lahan Hutan Tanah Terbuka Agrikultur Residensial Komersial
berdasarkan
tipe
Faktor Imperviousness (%) 0 5 5 30 80
USACE (2000)
3.3.3 Penyusunan Basin Model Representasi dari kondisi fisik suatu DAS dikonfigurasi dalam basin model. Sistem yang terdiri dari elemen-elemen hidrologi dihubungkan dalam suatu jaringan untuk mensimulasi proses limpasan. Terdapat tujuh elemen hidrologi yang tersedia dalam HECHMS, dimana masing-masing elemen mewakili bagian dari total respon suatu DAS terhadap presipitasi dengan menggunakan sebuah model matematika, yaitu: • Subbasin Subbasin atau subDAS merupakan elemen yang hanya memiliki satu outflow yang diperoleh berdasarkan data meteorologi (curah hujan dan evaporasi) dengan memperhitungkan loss, curah hujan efektif, serta aliran dasar. • Reach Elemen reach yang memiliki satu atau lebih inflow dan hanya satu outflow, merupakan elemen dimana proses routing terjadi. Outflow dihitung menggunakan salah satu dari beberapa metode yang tersedia dalam model saluran terbuka (open channel flow model). • Reservoir Reservoir memiliki satu atau lebih inflow dan satu outflow terhitung. Elemen ini dapat digunakan pada model reservoir, danau dan kolam. • Source Source merupakan elemen yang tidak memiliki inflow dan hanya memiliki satu outflow. Source digunakan untuk merepresentasikan kondisi batas terhadap basin model, misalnya outflow terukur dari reservoir atau tinggi muka air tanah regional yang tidak termodelkan.
8
• Junction Junction dapat memiliki lebih dari satu inflow dan lebih dari satu outflow. Biasanya digunakan untuk merepresentasikan sebuah pertemuan sungai atau aliran. • Diversion Diversion memiliki dua outflow dengan satu atau lebih inflow. Elemen ini dapat digunakan untuk merepresentasikan bendungan yang mengalihkan aliran kedalam kanal-kanal atau saluran. • Sink Sink dapat memiliki lebih dari satu inflow, tetapi tidak ada outflow. Sinks digunakan untuk merepresentasikan titik terendah dari suatu area drainase atau outlet dari suatu basin model. Penyusunan basin model juga mencakup perhitungan pada 4 submodel utama: 1) Loss Model Bagian dari presipitasi yang hilang akibat infiltrasi, intersepsi, evaporasi dan bentuk kehilangan lainnya sebelum menjadi limpasan (precipitation loss) dianalisis dalam loss model. Pada dasarnya perhitungan loss model bertujuan untuk mencari curah hujan efektif, yaitu curah hujan yang menyebabkan terjadinya limpasan. Pada penelitian ini, perhitungan dilakukan menggunakan metode SCS curve number. Perhitungan curah hujan efektif dengan metode SCS mempertimbangkan faktor penggunaan dan penutupan lahan. Curah hujan efektif Pe, dihitung menggunakan persamaan: Pe =
(P − Ia )2 P − Ia + S
dimana P adalah volum total curah hujan, Ia adalah kehilangan air awal atau initial abstraction (initial loss), dan S merupakan potential maximum retention. Nilai Ia dapat ditentukan berdasarkan persamaan: Ia = 0,2 S Potential maximum retention ditentukan berdasarkan parameter bilangan kurva (CN) yang ditentukan berdasarkan tabel bilangan kurva yang disusun oleh SCS untuk berbagai tipe penggunaan dan penutupan lahan. Persamaan empiris untuk menentukan nilai S adalah: 25400 − 254CN S= CN (SI)
2) Direct Runoff Model Perhitungan limpasan langsung yang berasal dari curah hujan efektif dianalisis dalam direct runoff model. Dalam penelitian ini, analisis limpasan langsung dilakukan menggunakan tiga metode hidrograf satuan sintetik, yaitu: Snyder, SCS, dan Clark. • Hidrograf Satuan Snyder Snyder (1938) mengembangkan hidrograf satuan sintetik berdasarkan studinya di daerah pengaliran Appalachian Highlands. Parameter masukan yang diperlukan untuk metode Snyder meliputi time lag dan koefisien puncak. Persamaan time lag yang diperoleh Snyder untuk DAS yang berukuran 10-10.000 mil2 adalah:
t l = C t (Lms Lc )
0,3
dimana, tl =
Ct
=
Lms Lc
= =
time lag (jam), merupakan interval waktu antara saat terjadi curah hujan maksimum sampai dengan saat terjadinya debit puncak, koefisien yang menggambarkan variasi kemiringan dan simpanan DAS, panjang sungai utama (km), panjang saluran utama dari titik terdekat ke pusat DAS (km).
Koefisien Ct memiliki nilai yang bervariasi menurut topografi, dari daerah dataran sampai pegunungan. Nilai Ct hasil penelitian Snyder diperoleh berkisar antara 1,8–2,2 dengan ratarata 2. Semakin curam kemiringan DAS maka akan semakin kecil nilai Ct yang dihasilkan. (Viessman et al 1977). Debit puncak, Qp (cfs), ditentukan berdasarkan fungsi dari time lag, koefisien simpanan Cp, dan luas daerah pengaliran A (mil2), sebagai berikut:
Qp =
640C p A tl
Nilai koefisien simpanan Cp bervariasi antara 0,4 sampai 0,8. Nilai Cp yang besar menunjukkan time lag yang kecil dan berkorelasi dengan nilai Ct yang kecil pula. • Hidrograf Satuan SCS Metode yang dikembangkan oleh Soil Conservation Service untuk pembuatan hidrograf satuan sintetik didasarkan atas hidrograf tak berdimensi (dimensionless), yang
9
merupakan hasil analisis pada sejumlah besar hidrograf satuan alami dari berbagai DAS dengan luas dan kondisi geografis yang beragam. Metode SCS hanya memerlukan penentuan nilai waktu puncak (time to peak atau time of rise, tp) dan debit puncak, Qp. Persamaannya adalah sebagai berikut:
tp = dimana, tp =
D
=
tl
=
D + tl 2 waktu puncak (jam), merupakan selang waktu antara mulai terjadinya hujan sampai debit puncak, durasi hujan (jam), ditentukan dengan persamaan D = 0,133 tc, adalah waktu dengan tc konsentrasi, time lag (jam).
Dan persamaan debit puncak:
Qp = C
A tp
dimana, C merupakan konstanta konversi, bernilai 2,08 dalam SI, atau 484 dalam footpound system, dan A merupakan luas DAS. Persamaan empiris yang digunakan SCS untuk menentukan parameter time lag, adalah: 0 ,8
tl = dimana, Lms = aws = S = CN
=
Lms ( S + 1) 0, 7 1900aws 0,5 panjang sungai utama (ft), kemiringan rata-rata DAS (%), potential maximum retention (in.) = 1000/CN -10, Bilangan kurva untuk berbagai tipe penggunaan lahan.
• Hidrograf Satuan Clark Bentuk hidrograf satuan sintetik model Clark pada dasarnya ditentukan berdasarkan parameter waktu konsentrasi (tc), koefisien simpanan DAS (R) dan diagram luas-waktu. Johnstone and Cross (1949, dalam USACE 2000) mengenalkan salah satu persamaan untuk mencari waktu konsentrasi (jam):
⎛ L ⎞ t c = 5,0⎜⎜ ms ⎟⎟ ⎝ ars ⎠
0,5
dengan Lms adalah panjang sungai utama (mil), dan ars adalah kemiringan saluran atau slope channel (ft/mil).
Clark menunjukkan bahwa nilai parameter koefisien simpanan (storage coefficient, R). dapat dihitung sebagai aliran di titik inflection point pada sisi menurun (falling limb) dari suatu hidrograf dibagi dengan fungsi waktu terhadap aliran (dt/dQ). Diagram luas-waktu menentukan jumlah luasan simpanan DAS yang memberikan kontribusi pada debit luaran DAS sebagai fungsi waktu yang dinyatakan sebagai bagian dari waktu konsentrasi (USACE 2000). Persamaan yang digunakan HEC-HMS untuk kurva luas-waktu adalah: 1, 5 ⎧ ⎫ ⎛t⎞ t ⎪1,414⎜⎜ ⎟⎟ , untuk : t ≤ c ⎪ 2 ⎪ At ⎪ ⎝ tc ⎠ =⎨ ⎬ 1, 5 A ⎪ ⎛ t⎞ tc ⎪ ⎜ ⎟ ⎪1 − 1,414⎜1 − ⎟ , untuk : t ≥ ⎪ 2⎭ ⎝ tc ⎠ ⎩
dimana, At adalah luas kumulatif yang terkontribusi pada waktu t, dan A adalah luas total DAS. 3) Baseflow Model Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang tertunda dari suatu kejadian hujan. Pada penelitian ini, metode perhitungan aliran dasar yang digunakan adalah exponential recession model. Hubungan antara aliran dasar pada periode t (Qt) dan aliran dasar awal/pada t=0 (Qo) adalah (USACE 2000):
Qt = Qo k t dengan k merupakan konstanta resesi. Parameter baseflow model yang diperlukan HEC-HMS sebagai masukan meliputi aliran dasar awal, konstanta resesi dan aliran threshold (aliran saat dimulainya kurva resesi pada sisi yang menurun dari sebuah hidrograf). Ketiga parameter tersebut ditetapkan berdasarkan analisis terhadap hidrograf pengamatan. 4) Routing Model Routing model didasarkan atas konsep penelusuran banjir yang digunakan untuk mensimulasi rambatan gelombang aliran air melalui sungai dan waduk. Penelitian ini menggunakan metode Muskingum yang didasarkan pada persamaan kontinuitas dan hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada inflow dan outflow.
10
Parameter yang diperlukan adalah travel time (k) dan faktor pembobot (x). Travel time atau waktu tempuh aliran dari titik inlet sampai outlet, ditentukan melalui hubungan antara kecepatan aliran (Vw) dengan panjang sungai (L) melalui persamaan:
K=
Objective functions merupakan ukuran kuantitatif bagi goodnes-of-fit yang menunjukkan derajat keragaman antara hidrograf hasil perhitungan dengan data pengamatan (Tabel 3.5). Search methods digunakan untuk meminimalkan objective function dan mendapatkan nilai parameter yang paling sesuai. Pencarian nilai parameter dilakukan dengan cara iterasi melaui proses trial and error. Dua algoritma search methods yang tersedia dalam HEC-HMS adalah univariate-gradient search algorithm dan Nelder and Mead simplex search algorithm.
L Vw
Berdasarkan Hukum Seldon, kecepatan gelombang banjir ditetapkan sebagai berikut:
Vw =
1 dQ B dy
IV. KEADAAN UMUM DAS CILIWUNG BAGIAN HULU
dimana B adalah lebar atas permukaan saluran, dan dQ/dy adalah slope rating curve pada titik representatif saluran. Faktor pembobot (x) dalam metode Muskingum berkisar antara 0 sampai 0,5 dengan rata-rata 0,2 untuk aliran alami. Pada penelitian, penentuan nilai x diperoleh dari hasil trial-error pada saat kalibrasi, dengan menggunakan nilai rata-rata sebagai nilai masukan awal.
4.1 Letak dan Luas Daerah Secara umum sungai Ciliwung mengalir dari arah Selatan ke Utara, melalui wilayah Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kotip Depok dan DKI Jakarta. DAS Ciliwung di sebelah Barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan di sebelah Timur dibatasi DAS Citarum, dengan hulunya di sebelah Selatan yaitu berada di Gunung Gede–Pangrango dan bermuara di Teluk Jakarta. DAS Ciliwung dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Pada Penelitian ini akan dibahas mengenai DAS Ciliwung bagian hulu, meliputi wilayah Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Kedunghalang, mulai dari Desa Tugu sampai SPAS Katulampa, yaitu di sekitar Desa Katulampa, Ciawi, Bogor. Secara geografis DAS Ciliwung bagian Hulu terletak di daerah antara 06o02’ sampai 06o55’ LS dan 106o35’ sampai 107o00’ BT dengan luas wilayah sekitar 148 km2.
3.3.4 Kalibrasi Kalibrasi model merupakan proses penyesuaian nilai-nilai parameter model sampai didapat hasil model yang sama atau mendekati hasil pengamatan. Metode yang digunakan dalam HEC-HMS adalah objective functions dan search methods. Tabel 3.5 Metode perhitungan objective function
Kriteria
Persamaan*)
Sum of absolute errors
Z = ∑ q0 (i ) − qs (i )
Sum of squared residuals Percent error in peak Peak weighted root mean square error objective function
NQ
i =1
NQ
Z = ∑ [q0 (i ) − qs (i)]
2
i =1
Z = 100
qs ( peak ) − q0 ( peak ) q0 ( peak )
USACE (2000) *)
1/
2 ⎧⎪ 1 ⎡ NQ ⎛ q0 (i ) + q 0 ( mean) ⎞⎤ ⎫⎪ ⎟⎟⎥ ⎬ Z =⎨ ⎢∑ (q0 (i ) − qs (i ) ) ⎜⎜ NQ ⎪⎩ ⎝ 2q0 ( mean) ⎠⎦⎥ ⎪⎭ ⎣⎢ i =1
Z = objective function; NQ = jumlah ordinat hidrograf hasil perhitungan; qO(i) = debit observasi; qS(i) = debit hasil perhitungan; qO(peak) = debit puncak observasi; qO(mean) = rata-rata debit observasi; dan qS(peak) = debit puncak hasil perhitungan.
4.2 Iklim Iklim di Daerah Aliran Sungai Ciliwung pada umumnya adalah iklim tropis, dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 19-25oC. Menurut sistem klasifikasi Schmidt–Ferguson, berdasarkan perbandingan jumlah rata-rata bulan basah dengan bulan kering, DAS Ciliwung bagian hulu termasuk ke dalam tipe iklim A. Rata-rata curah hujan wilayah di DAS Ciliwung bagian hulu berkisar antara 122-564 mm/bulan. Bulan basah terjadi selama 8-10 bulan (Agustus–Mei) dengan bulan terbasah Januari, dan bulan lembab 2-4 bulan (Juni– September) dengan bulan terkering adalah Agustus.
11