THYROTOXIC PERIODIC PARALYSIS Melati Silvanni Nasution, M Aron Pase, Santi Syafril, Dharma Lindarto, Guntur Ginting Divisi Endokrinologi & Metabolik FK USU-RSUPHAM
Definisi Thyrotoxic periodic paralysis (TPP) adalah paralisis lokal ataupun general yang terjadi secara episodik dan berulang disertai dengan hipokalemia dan memiliki kaitan dengan komplikasi tirotoksikosis.1,2 TPP merupakan suatu kondisi yang serius dan merupakan komplikasi hipertiroidisme yang berpotensi fatal akibat dari perpindahan kalium dalam jumlah besar dari ruang ekstraseluler ke intraseluler. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada laki-laki keturunan Asia. Kebanyakan dari pasien-pasien TPP ini justru tidak mengalami secara jelas gejala dan tanda hipertiroidisme.2,3
Epidemiologi TPP merupakan suatu komplikasi tirotoksikosis yang cukup dikenal pada populasi masyarakat di Asia termasuk Cina, Jepang, Vietnam, Filipina dan Korea. Angka kejadinnya pada pasien dengan tirotoksikosis di jepang dan cina adalah 1,8 dan 1,9%.3 Sedangkan secara keseluruhan, di Asia dijumpai insidensi TPP sebanyak 2% dari seluruh populasi penderita tirotoksikosis.4 Angka kejadian secara keseluruhan di seluruh wilayah negara-negara Barat tidak diketahui, namun di Amerika Utara, angka kejadiannya pada pasien tirotoksikosis dilaporkan sebesar 0,1-0,2%. Beberapa kasus yang terjadi secara sporadis pernah dilaporkan pada penduduk ras Kaukasia, Afro-Amerika, Indian-Amerika, serta Hispanik. Populasi masyarakat Indian-Amerika diperkirakan memiliki resiko lebih tinggi terhadap kejadian TPP, hal ini disebabkan adanya bukti bahwa nenek moyang masyarakat indian-amerika berasal dari Asia yang bermigrasi ke Amerika Utara 11.000-23.000 tahun yang lalu. 3
1
Meskipun tirotoksikosis sendiri lebih banyak dijumpai pada populasi wanita, namun angka kejadian TPP sendiri lebih sering dijumpai pada laki-laki. Di Cina pada tahun 1967, TPP terjadi pada 13% pasien tirotoksikosis sedangkan pada wanita hanya 0,17%. Pada tahun 1957, beberapa publikasi menuliskan insidensi TPP pada penderita tirotoksikosis di Jepang yakni 8,67% pada pria dan 0,4% pada wanita. Secara keseluruhan, rasio angka kejadian TPP antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 17:1 hingga 70:1. Namun belakangan ini terdapat penurunan insidensi TPP di jepang pada tahun 1991 yakni sebesar 4,4% pada lakilaki dan 0,04% pada perempuan.2,3
Patogenesis Patogenesis TPP hingga saat ini masih belum jelas. Hipokalemia terjadi sebagai akibat perpindahan kalium yang masif dari kompartemen ekstraseluler ke intraseluler terutama sel otot. Hal ini terjadi diyakini sebagai akibat peningkatan aktifitas pompa natriumkalium-adenosin trifosfatase (Na/K-ATPase) (gambar 1). Berbagai data menunjukkan adanya peningkatan dalam jumlah serta aktifitas pompa Na/K-ATPase pada pasien TPP. Peningkatan jumlah dan aktifitas tersebut berbeda signifikan dengan pasien tirotoksikosis tanpa TPP. Jika keadaan tirotoksikosisnya telah berhasil dikendalikan, maka aktifitas Na/K-ATPase akan kembali pada kadar yang serupa dengan orang normal. Hormon tiroid dapat meningkatkan aktifitas Na/K-ATPase pada otot rangka, hati dan ginjal sehingga menyebabkan influks kalium ke ruang intraseluler. Subunit Na/K-ATPase yang terutama diekspresikan pada keadaan ini antara lain subunit α1, α2, β1, β2, dan β4. Pada kelima gen subunit ini terlihat adanya peningkatan aktifitas thyroid hormone-responsive elements (TREs). Peningkatan aktifitas Na/K-ATPase oleh hormon tiroid ini terjadi melalui mekanisme transkripisional dan paska-transkripsional.3
2
Gambar 1. Mekanisme kelemahan otot akut pada thyrotoxic periodic paralysis. Dikutip dari: Lam L, Nair R J, Tingle L. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc (Bayl Univ Med Cent) 2006;19:126–129
Peningkatan aktifitas dan jumlah pompa Na/K-ATPase dan pengaruhnya terhadap kecepatan influks kalium semestinya dapat diimbangi dengan proses homeostasis dimana efluks kalium juga seharusnya meningkat. Oleh karena itu, seharusnya terdapat faktor lain yang berperan dimana pada TPP terjadi pula gangguan proses efluks kalium. Beberapa studi menunjukkan pada kasus TPP dan FHPP terjadi penurunan efluks kalium melalui gerbang Kir pada sel-sel otot interkostal. Selain itu, diketahui bahwa insulin dan katekolamin juga ternyata tidak hanya meningkatkan kerja Na/K-ATPase namun memiliki efek menghambat gerbang Kir juga. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat mutasi gen yang mengkode gerbang Kir yang spesifik pada otot rangka yakni Kir2.6 pada pasien TPP. Hal ini berkaitan dengan serangan akut paralisis.5
3
Gambar 2. Penurunan jumlah gerbang efluks kalium. Peningkatan aktifitas Na/K-ATPase menyebabkan hipokalemia inisial, sementara penurunan gerbang keluar Kir disebabkan oleh hipokalemia inisial itu sendiri, mutasi yang mengakibatkan penurunan fungsi, serta inhibisi hormon (insulin, adrenergik) sehingga kalium terperangkap dalam sel. Dikutip dari : Vijayakumar A, Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic periodic paralysis: clinical challenges. Hindawi Publishing Corporation. Journal of Thyroid Research Volume 2014, Article ID 649502, 6 pages http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502
Selain itu, hormon tiroid juga dapat mempengaruhi Na/K-ATPase melalui rangsangan katekolamin. Hal ini dikarenakan pada tirotoksikosis, terdapat peningkatan respon βadrenergik, sehingga pengobatan dengan agen penghambat β-adrenergik non-selektif dapat mencegah dan mengobati serangan paralisis. Selain peningkatan respon adrenergik, pada pasien TPP terdapat respon insulin yang berlebihan terhadap masukan glukosa oral dibandingkan dengan pasien dengan tirotoksikosis tanpa TPP. Insulin telah diketahui mampu untuk meningkatkan aktifitas Na/K-ATPase, oleh karena itu dapat dimengerti bagaimana insulin dapat menyebabkan influks kalium ke intrasel. Respon hirperinsulinemia inilah yang menjelaskan hubungan antara TPP dengan riwayat konsumsi makanan berkarbohidrat tinggi ataupun cemilan-cemilan manis. Selanjutnya, olahraga merupakan suatu keadaan yang dapat melepaskan kalium ke ekstrasel dari sel-sel otot rangka sedangkan istrahat akan mendorong pengembalian kalium ke dalam sel. Hal ini menjelaskan mengapa beistirahat setelah olahraga
4
dapat mencetuskan terjadinya serangan paralisis dan bila olahraga tetap dilanjutkan, maka serangan paralisis dapat dicegah.2,3 Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa pasien-pasien TPP memiliki beberapa faktor predisposisi (pemicu) yang dapat meningkatkan aktifitas Na/K-ATPase, baik melalui rangsangan hormon tiroid secara langsung, ataupun secara tidak langsung melalui stimulasi adrenergik, insulin dan aktifitas fisik.3
Gambaran Klinis Pasien TPP biasanya laki-laki dewasa berusia 20-40 tahun, namun demikian ada pula yang melaporkan kejadiannya pada usia remaja. Serangannya berupa kelemahan otot mulai dari ringan hingga kelumpuhan total yang bersifat episodik, sementara dan berulang (tabel 1). 2,3
Tabel 1. Diagnosis TPP Manifestasi klinis TPP Gambaran umum Laki-laki usia dewasa muda (20-40 tahun) Sporadis, tidak ditemukan anggota keluarga yang memiliki gejala yang serupa Paralisis akut berulang yang kembali sembuh sempurna Keterlibatan anggota gerak > batang tubuh Dipicu oleh asupan karbohidrat dalam jumlah besar, diet tinggi garam, alkohol serta aktifitas fisik berat Riwayat hipertiroidisme pada keluarga Gambaran klinis hipertiroidisme (lebih sering tidak terlalu jelas) Pemeriksaan Laboratorium Hipokalemia, hipofosfatemia serta hipomagnesemia (ringan) Keseimbangan asam basa normal Jumlah ekskresi kalium rendah (rasio kalium dan kreatinin urin rendah, TTKG rendah) Hipofoasfaturia Hiperkalsiuria Pemeriksaan tiroid abnormal (TSH rendah, T4 dan T3 total maupun bebas meningkat, ambilan T3 meningkat) Elektrodiagnostik Elektrokardiograf Sinus takikardia
5
Perubahan terkait hipokalemia : gelombang U prominen, interval PR memanjang, amplitudo gelombang P meningkat, kompleks QRS melebar Blok atrioventrikuler derajat satu Aritmia atrium dan ventrikuler Elektromiografi : gabungan potensial aksi otot gelombang rendah tanpa adanya perubahan setelah pemberian epinefrin TTKG : transtubular potassium gradien (merupakan indeks semikuantitatif aktifitas sekretori kalium yang dapat dihitung dengan rumus [K+ urin/(osmolalitas urin/osmolalitas plasma)]/K+ plasma); TSH : Thyroid stimulating hormone; T4: tiroksin serum: T3: triiodotironin. Dikutip dari: Vijayakumar A, Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic periodic paralysis: clinical challenges. Hindawi Publishing Corporation. Journal of Thyroid Research Volume 2014, Article ID 649502, 6 pages http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502. Goldberger ZD. An electrocardiogram triad in thyrotoxic periodic paralysis. Circulation. 2007;115:e179e180. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.106.652396.
Keterlibatan otot-otot proksimal lebih berat dibanding dengan otot-otot distal. Gejala yang muncul awalnya menyerang ekstremitas bawah kemudian berlanjut ke otot panggul dan ekstremitas atas. Fungsi sensoris tidak terganggu. Otot-otot yang terlibat bisa saja tidak simetris. Kelumpuhan yang terjadi saat pasien datang ke dokter dapat berupa tetraparesis yang menyerupai sindroma Gullain-Barre, mielitis transversum serta kompresi akut sumsum tulang ataupun histeria. Fungsi saluran cerna dan saluran kemih tidak pernah terganggu. Otototot pernafasan jarang terlibat namun kelumpuhan total otot-otot pernafasan serta mata pernah dilaporkan pada serangan yang berat. durasi serangan dapat berlangsung dalam beberapa jam hingga 72 jam, dimana terdapat episode sembuh sempurna di antara serangan. Serangan yang terjadi dapat didahului dengan gejala-gejala prodromal seperti nyeri, kram, serta kaku pada otot yang terlibat. Pada kebanyakan pasien, didapati penurunan yang nyata bahkan menghilangnya refleks tendon dalam.3 Serangan TPP biasanya muncul beberapa jam setelah pasien makan dalam jumlah yang banyak, cemilan-cemilan manis, alkohol, aktiitas fisik berat ataupun saat bangun pagi hari. Serangan yang terjadi akibat dipicu oleh olahraga yang berat terjadi bukan di saat pasien tersebut berolahraga namun saat pasien beristirahat, dan serangan tersebut bisa saja tidak terjadi jika pasien melanjutkan kembali olahraganya. Pada daerah subtropis, variasi 6
jumlah kasus pada tiap musim kemungkinan terjadi akibat adanya peningkatan jumlah aktifitas di luar rumah atau jumlah konsumsi minuman yang manis saat musim panas. TPP hanya terjadi jika pasien dalam kondisi hipertiroidisme. Jika kadar hormon tiroid sudah mencapai nilai normal (eutiroid), maka serangan tidak akan muncul. Kelumpuhan yang terjadi pada TPP mirip dengan gejala yang juga terjadi pada familial hypokalemic periodic paralysis (FHPP) kecuali bahwa pada TPP terdapat bukti hipertiroidisme (tabel 2). 3,4 Selain itu, TPP merupakan suatu kondisi yang diturunkan secara autosomal dominan pada ras kaukasia sedangkan TPP merupakan suatu penyakit yang sporadis dan jarang diturunkan secara familial.2,3
Tabel 2. Perbedaan antara TPP dan FHPP TPP
FHPP
Usia (tahun)
20-40
<20
Distribusi jenis kelamin
Predominan laki-laki
Tidak berbeda
Hereditas
Sporadis
Autosomal dominan
Etnisitas
Asia, Indian-Amerika/Hispanik,
Kaukasia, Asia
Kaukasia Riwayat keluarga
Riwayat tirotoksikosis
Riwayat paralisis hipokalemik
Gambaran klinis hipertiroidisme
Ada
Tidak ada
Predisposisi genetik
Berkaitan dengan SNPs dari Cav1.1
Mutasi Cav1.1 (R5258H, R1239H,
(-476A G, intron 2 nt 57G
R1239G),
A, intron 26 nt 67A G)
R672G, R672H), Kv3.4 (R83H)
Nav1.4
(R669H,
TPP : Thyrotoxic periodic paralysis, FHPP : Familial hypokalemic periodic paralysis. Dikutip dari: Lam L, Nair R J, Tingle L. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc (Bayl Univ Med Cent) 2006;19:126–129
Pemeriksaan Penunjang Hipertiroidisme Adanya bukti hipertiroidisme merupakan perbedaan yang mendasar antara TPP dan FHPP. Hormon tiroid pada sebagian besar pasien TPP hanya meningkat sedikit. Studi-studi sebelumnya menunjukkan hanya 10% penderita TPP dengan gejala tirotoksikosis, sedangkan selebihnya tanpa gejala. Hal yang demikian mnyebabkan TPP sulit didiagnosis pada awal 7
pemeriksaan. Mayoritas kasus hipertiroidisme yang berkaitan dengan TPP adalah penyakit Graves, meskipun kondisi lain seperti tiroiditis, struma nodular toksik, adenoma toksik, tumor pituitari yang mensekresi TSH, mengkonsumsi preparat T 4, serta kesalahan dalam pemberian Iodine dapat pula bertindak sebagai penyebab. 3
Elektrolit Tanda utama dari TPP adalah hipokalemia. Nilai kalium pada saat pemeriksaan awal biasanya kurang dari 3 mmol/liter bahkan bisa mencapai 1,1 mmol/liter. Kadang-kadang, apabila pasien telah memasuki fase penyembuhan dari paralisisnya, kalium serum dapat kembali normal. Hipokalemia terjadi bukan akibat kehilangan kalium dari tubuh melainkan akibat perpindahan yang masif ke dalam sel. Ekskresi kalium urin pada keadaan ini normal atau justru rendah, sementara keseimbangan asam basa juga normal. Demikian pula tidak dijumpai kehilangan kalium dari feses pada keadaan ini. beratnya paralisis memiliki korelasi positif dengan beratnya hipokalemia, namun beratnya hipokalemia tidak memiliki kaitan dengan beratnya tirotoksikosis ataupun tingginya kadar hormon tiroid. Aritmia ventrikuler yang mengancam jiwa dan berakibat fatal akibat hipokalemia pernah dilaporkan. 3 Selain hipokalemia, dapat pula terjadi hipofosfatemia dan hipomagnesemia. Hipofosfatemia yang terjadi bervariasi mulai dari ringan hingga sedang (0,36-0,77 mmol/liter). Kadar fosfat serum ini dapat kembali normal jika pasien telah memasuki fase penyembuhan meskipun tanpa suplementasi. Hal ini telah dipastikan berdasarkan terjadinya hiperfosfatemia rebound pada pasien yang telah memasuki fase penyembuhan setelah sebelumnya mendapat terapi preparat fosfat. Pada TPP, hipofosfatemia yang terjadi kemungkinan akibat influks fosfat ke dalam sel mengikuti proses transport masuknya kalium. Proses terjadinya hipomagnesemia juga hampir sama dengan hipofosfatemia, namun influks magnesium ke dalam sel lebih disebabkan karena peningkatan aktifitas katekolamin yang
8
dilepas selama adanya stress. Pemeriksaan elektrolit urin akan didapat hiperkalsiuruia serta hipofosfaturia.3,4 Pada duapertiga TPP dapat dijumpai juga adanya peningkatan kadar kreatinin fosfokinase yang berasal dari otot, khususnya jika faktor pemicunya adalah aktifitas fisik. Komplikasi berupa rhabdomiolisis juga dapat terjadi pada serangan yang berat. 3
Pemeriksaan elektrodiagnostik Elektromiogram (EMG) yang dilakukan saat kelemahan/kelumpuhan spontan sedang berlangsung akan menunjukkan gambaran khas perubahan miopati dengan gambaran penurunan amplitudo potensial aksi gabungan otot rangka, hal ini tidak akan berubah setelah pemberian/stimulasi epinefrin. Sintem konduksi syaraf dalam keadaan ini terlihat normal termasuk juga tidak terdapat keterlibatan sistem syaraf tepi. Sama halnya dengan FHPP, uji latihan dapat menghasilkan abnormalitas pada gambaran EMG pada saat munculnya paralisis. Gangguan respon otot ini, dapat membaik jika pasien dalam keadaan eutiroid. 3 Gambaran abnormal pada elektrokargiogram (EKG) lebih banyak dijumpai pada TPP dibandingkan pada hypokalemic periodic paralysis akibat penyebab lainnya. Kelainankelainan EKG yang dapat ditemukan pada TPP antara lain : sinus takikardia, gelombang U yang menonjol, pemanjangan interval PR, peningkatan amplitudo gelombang P, peningkatan voltase QRS, kompleks QRS yang melebar, aritmia ventrikel, serta blok atriventrikuler derajat satu.3,4,7
9
Gambar 3. EKG 12 sadapan memperlihatkan irama sinus takikardia, pemanjangan interval PR : 240 ms (sebagian gelombang P tertutupi oleh kompleks gelombang repolarisasi sebelumnya), depresi segmen ST serta pemanjangan interval QT-U : 440 ms. Dikutip dari: Goldberger ZD. An electrocardiogram triad in thyrotoxic periodic paralysis. Circulation. 2007;115:e179-e180. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.106.652396
Diagnosa Banding Diagnosa banding kelumpuhan akut/paralisis yang terjadi tanpa mengetahui nilai kalium serum dapat mencakup pada gangguan tautan neuromuskuler, penyakit-penyakit saraf spinalis, polineuropati, miopati akut primer serta gangguan psikiatrik maupun gangguan fungsional (tabel 3).8 Tabel 3. Diagnosa banding kelumpuhan akut Diagnosa banding kelumpuhan akut Gangguan tautan neuromuskuler Myasthenia gravis Intoksikasi organofosfat Intoksikasi botulismus Sindroma Eaton-Lambert Penyakit saraf spinalis Mielitis transversal Poliomielitis Tumor metastasis Tumor primer tulang belakang
10
Sklerosis lateral amiotropik Polineuropati Paralisis periodik Gangguan elektrolit Mioglobinuria Polimiositis Miopati alkoholik Distropi muskuler Gangguan psikiatik dan fungsional Pura-pura sakit Gangguan konversi Sindroma Munchausen Dikutip dari : Wimmer PJ, Mannow AE, Bredenderg AE. Thyrotoxic periodic paralysis. Hospital Physician, July 2001; hal 53-57 , 69.
Diagnosa banding hipokalemia dapat dilihat berdasarkan proses terjadinya hipokalemia tersebut. Kalium dapat berkurang akibat pergeseran trans-seluler, kehilangan kalium melalui ginjal ataupun gastrointestinal (tabel 3). Secara umum paralisis periodik hipokalemik (hypoPP) dapat dibagi menjadi hypoPP familial dan non-familial. hypoPP familial lebih banyak terjadi ada kelompok ras kaukasia non-hispanik sedangkan hypoPP non-familial termasuk juga TPP seperti telah disebutkan lebih banyak pada negara-negara Asia.4,5
Tabel 4. Diagnosa banding paralisis hipokalemik Proses ketidakseimbangan kalium
Penyebab
Pergeseran tran-seluler
Obat-obatan (tokolitik, toksisitas teofilin, toksisitas kloroquin, kelebihan dosis insulin Thyrotoxic periodic paralysis Familial periodic paralysis Sporadic periodic paralysis Keracunan barium
Kehilangan kalium melalui ginjal
Obat-obatan : diuretik Hiperaldosteronisme primer Pseudohiperaldosteronisme : konsumsi akar manis
11
Sindroma Bartter, sindroma Gitelman Renal tubular asidosis Lain-lain : Sindroma nefrotik, nekrosis tubular akut, ketoasidosis diabetik, serta ureterosigmoidostomi Kehilangan kalium melalui saluran
Penyakit celiac,
gatrointestinal
Tropical sprue Diare infeksius : enteritis karena Salmonella, enteritis karena Strongyloides, enterokolitis karena Yersinia Sindroma short bowel
Dikutip dari : Vijayakumar A, Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic periodic paralysis: clinical challenges. Hindawi Publishing Corporation. Journal of Thyroid Research Volume 2014, Article ID 649502, 6 pages http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502. Wimmer PJ, Mannow AE, Bredenderg AE. Thyrotoxic periodic paralysis. Hospital Physician, July 2001; hal 53-57 , 69.
Penatalaksanaan Pada saat serangan paralisis dan disertai hipokalemia yang nyata, pemberian suplementasi kalium klorida (KCl) dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi berat kardiopulmonal. KCl yang diberikan dapat melalui jalur intravena, oral maupun keduanya (tabel 3). Dosis KCl yang diperlukan bervariasi mulai dari 40-200 mEq per hari. Penelitian memperlihatkan bahwa waktu yang diperlukan untuk mencapai fase pemulihan lebih cepat dicapai dengan pemberian suplementasi kalium dibandingkan dengan pemberian infus saline saja, meskipun terdapat pula penelitian lain yang memperlihatkan tidak ada korelasi yang signifikan antara dosis kalium yang diberikan dengan nilai awal kalium serta pulihnya kelemahan otot. Pemberiran kalium dalam jumlah yang terlalu besar dapat menyebabkan hiperkalemia rebound pada masa pemulihan dimana kalium masuk kembali ke intravaskular. Dalam sebuah studi disebutkan bahwa 40% pasien yang diberikan infus KCl mengalami hiperkalemia rebound khususnya yang mendapat KCl >90 mEq pada 24 jam pertama, sedangkan pemberian KCl <50 mEq jarang menyebabkan hiperkalemia rebound. Pemberian KCl sebaiknya dilakukan dengan kecepatan yang lambat (<10 mEq/jam) kecuali telah terjadi
12
komplikasi kardiopulmonal. Pemberian suplemen kalium dalam rangka profilaksis tidak bermanfaat dan tidak dianjurkan dalam mencegah serangan paralisis berikutnya. 3,9
Tabel 5. Penanganan TPP Penanganan TPP Penanganan kegawatdaruratan Pengganti Kalium KCl 10 mEq/jam iv dan/atau KCl 2 g tiap jam oral Pantau kadar kalium serum, hindari hiperkalemia rebound Propanolol 3-4mg/kgbb oral Cegah serangan ulang Hindari faktor pencetus (asupan karbohidrat jumlah besar, tinggi garam, alkohol, aktifitas fisik berat) hingga keadaan eutiroid tercapai Propanolol 20-80 mg tiap 8 jam oral Tentukan penyebab TPP Terapi definitif terhadap hipertiroidisme dengan obat anti-hipertiroid/tiroidektomi/radioiodin Dikutip dari: Lam L, Nair R J, Tingle L. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc (Bayl Univ Med Cent) 2006;19:126–129
Pemberian propanolol (penghambat adrenergik-β nonselektif) baik secara oral maupun intravena dapat digunakan sebagai terapi pilihan untuk mengurangi gejala paralisis tanpa kekhawatiran munculnya hiperkalemia rebound serta peningkatan fosfat serum. Dalam sebuah uji coba, pemberian propanolol oral dosis tinggi (3-4 mg/kgbb) dapat menghentikan serangan paralisis dengan cepat. Selain itu, propanolol juga terbukti mampu mencegah serangan paralisis bahkan setelah konsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak. Propanolol harus tetap diberikan sampai dicapai kondisi eutiroid.3,4 Mempertahankan pasien dalam kondisi eutiroid merupakan penatalaksaan yang utama pada pasien TPP. Sebab serangan paralisis pada TPP tidak pernah terjadi pada keadaan eutiroid. Penyebab hipertiroid harus segera diidentifikasi. Terapi defenitif seperti iodin radioaktif ataupun tiroidektomi harus dilakukan jika penyebabnya diketahui adalah penyakit Graves, struma multinodular, ataupun adenoma toksik. Pasien harus dianjurkan untuk 13
menghindari berbagai faktor pencetus seperti konsumsi karbohidrat dalam jumlah tinggi, diet tinggi garam, minuman alkohol, serta olahraga/aktifitas yang terlampau berat hingga kondisi hipertiroid telah teratasi. Penghambat-β nonselektif perlu diberikan bersamaan dengan preparat antitiroid baik di awal pengobatan ataupun setelah tindakan pemberian radioaktif iodin namun belum mencapai kondisi eutiroid.3
Kesimpulan TPP merupakan kondisi yang lebih sering dijumpai di Asia. Diagnosis pada awal pemeriksaan cenderung terlambat akibat gambaran klinis tirotoksikosis yang sering tidak jelas dan gambaran paralisis yang mirip dengan tipe paralisis lain yang lebih sering terjadi. Diagnosis dan penanganan yang cepat sangat diperlukan untuk menghindari komplikasi kardiopulmonal. TPP merupakan suatu kondisi penyakit yang dapat ditangani secara baik jika status eutiroid dapat dicapai.3,4
14
Daftar Pustaka 1. “Thyrotoxic periodic paralysis”, Dorland’s illustrated medical dictionary, 32nd ed. Elsevier Saunders, Philadelphia 2012. 2. Kung AWC (2006). Thyrotoxic periodic paralysis: A diagnostic challange. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 91(7):2490–2495. doi: 10.1210/jc.2006-0356 3. Lam L, Nair R J, Tingle L. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc (Bayl Univ Med Cent) 2006;19:126–129 4. Ling SH, Huang CL. Mechanism of thyrotoxic periodic paralysis. American Society of Nephrology. 23: ccc–ccc, 2012. doi: 10.1681/ASN.2012010046 5. Vijayakumar A, Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic periodic paralysis: clinical challenges. Hindawi Publishing Corporation. Journal of Thyroid Research Volume 2014, Article ID 649502, 6 pages http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502 6. Goldberger ZD. An electrocardiogram triad in thyrotoxic periodic paralysis. Circulation. 2007;115:e179-e180. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.106.652396 7. Wimmer PJ, Mannow AE, Bredenderg AE. Thyrotoxic periodic paralysis. Hospital Physician, July 2001; hal 53-57 , 69. 8. Lulsegged A, Wlodek C, Rossi M. Thyrotoxic periodic paralysis. Case reports and an upto-date review of the literature. Hindawi Publishing Corporation. Case Reports in Endocrinology. Volume 2011, Article ID 867475, 4 pages. doi:10.1155/2011/867475 9. McFadzean AJS, Yeung R. (1967). Periodic paralysis complicating thyrotoxicosis in Chinese. Br Med J 1:451–455
15