Kompetensi Kemampuan Taktikal pada Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III Badan Pusat Statistik Oleh: Yuliana Ria Uli Sitanggang, S.Si, M.Si Widyaiswara Madya
ABSTRAK Kekuatan visi pemimpin dan kemampuannya merupakan tindakan kepemimpinan dalam organisasi. Kepemimpinan dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan (ancaman, penghargaan, otoritas dan bujukan) dan mempengaruhi orang. Banyak orang memerlukan figur pemimpin yang tampil mewakili kelompoknya. Kompetensi kemampuan taktikal merupakan
tujuan
yang diharapkan dari selesainya penyelenggaran Diklat Kepemimpinan Tingkat III. Kepemimpinan Taktikal adalah kemampuan mensinergikan kualitas karakter kepemimpinan dan kemampuan manajemen stratejik, manajerial serta pemberdayaan secara padu dalam merumuskan dan menetapkan program organisasi serta memimpin pelaksanaannya. Setiap pejabat eselon III pada level dimanapun berada harus dapat menarik benang kedudukannya pada eselon I yaitu pada visinya. Berikutnya juga akan dapat ditarik penjabarannya dengan misi eselon II, di atas kedudukan dari pejabat yang bersangkutan, melalui kemampuan Kepemimpinan Taktikal. Program tersebut dapat dikelola oleh pejabat eselon III, yang memiliki kewenangan dalam kepemimpinan taktikal, melalui dua dimensi hard sklill
dan soft skill seorang pemimpin.
Kualitas integritas dan etika yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan program tersebut sebaiknya memiliki nilai integritas dan etika yang memiliki nilai-nilai kepatuhan terhadap profesionalisme. Kata Kunci: Manajemen Stratejik, Kompetensi Kemampuan Taktikal, Faktorfaktor Kunci Keberhasilan Pimpinan, Strategi Pimpinan, Kualitas karakter kepemimpinan
1
I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Kekuatan
visi
seorang
pemimpin
dan
kemampuannya
untuk
menyampaikannya kepada bawahan, akan merupakan tindakan kepemimpinan dalam organisasi di abad 21 ini. Tindakan kepemimpinan merupakan subjek yang telah lama menarik perhatian banyak orang pada level manapun. Oleh karena itu, kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang, agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela. Ada beberapa faktor yang dapat menggerakkan orang yaitu ancaman, penghargaan, otoritas dan bujukan. Dalam
perkembangannya
dan
pelaksanaanya
penerapan
yang
dilaksanakan oleh seorang pemimpin masih banyak mengalami hambatan dan ketimpangan. Jadi sejalan dengan waktu, beberapa para pemikir dan penelaah tentang kepemimpinan landasan pembaharuan. Pembaharuan tersebut akan dapat menyesuaikan kondisi dan situasi perkembangan jaman. Kondisi maupun pra-kondisi inilah yang menentukan kebijakan dan kewenangannya sebagai subjek pemerintah dan pembangunan oleh penyelenggara Negara. Namun prakondisi yang sudah terpenuhi itu belum mampu dikelola secara efektif oleh para aktor pembangunan, sehingga pemerintahan masih tertinggal dengan cepatnya laju pembangunan global dewasa ini. Aktor
pembangunan
yang
terdepan
dalam
menggerakkan
dan
melaksanakan pembangunan adalah para eksekutif baik di tingkat pusat maupun sampai pada tingkat daerah. Para eksekutif yang terdepan mulai dari pejabat eselon I sampai pada pejabat eselon IV yang akan dijadikan sebagai subjek pembangunan dalam mewujudkan pembahuruan. Landasan konseptual pembaharuan yang diusung adalah dengan tema kepemimpinan visioner, kepemimpinan stratejik, kepemimpinan taktikal dan kepemimpinan operasional. Konseptual pembaharuan tersebut berturut-turut 2
melekat pada tugas dan fungsinya pada jajaran struktural tingkatan eselon pada pemerintahan pusat sampai dengan daerah. Khusus menentukan
pejabat dalam
struktural mengelola
eselon
III
pra-kondisi
mempunyai tersebut.
peranan
Terutama
yang dalam
mempengaruhi dan mengajak dunia usaha dan masyarakat untuk bersinergi dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pada sektor yang menjadi tanggung jawab instansinya. Untuk memainkan peranan tersebut, diperlukan pejabat struktural eselon III yang berwawasan global dan nasional, dan mampu menjabarkan arah dan strategi kebijakan instansi ke dalam program serta mampu mensinergikan seluruh stakeholder
stratejik untuk melaksanakan
program tersebut. Kompetensi
yang
dibangun
dalam
Diklatpim
Tingkat
III
adalah
kemampuan mempengaruhi dan mengajak seluruh stakeholder stratejik dan jajarannya melalui kompetensi kepemimpinan taktikal, yaitu kemampuan mensinergikan kualitas karakter kepemimpinan dan kemampuan manajemen stratejik, manajerial serta pemberdayaan secara padu dalam merumuskan dan menetapkan program organisasi serta memimpin pelaksanaannya. Dengan demikian kepemimpinan taktikal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seorang pejabat eselon III secara terpadu dalam merumuskan dan menetapkan program organisasinya, dimana dia sendiri harus dapat berpikir dan melakukan penjabaran misi eselon II, setingkat di atasnya dan visi dari pejabat eselon I, dua tingkat di atasnya. Selanjutnya muncul pertanyaan bagaimana bentuk pengelolaan kepemimpina taktikal tersebut. Pada kajian selanjutnya akan ditelaah bentuk Aplikasi Kepemimpinan Taktikal dalam merumuskan dan mengelola program. B.
Tujuan Kompetensi kemampuan taktikal merupakan tujuan yang diharapkan dari
selesainya penyelenggarann Diklat Kepemimpinan Tingkat III, bagaimana bentuk aplikasinya merupakan kemampuan mempengaruhi dan mengajak seluruh stakeholder stratejik dan jajarannya melalui kompetensi kepemimpinan 3
taktikal. Kepemimpinan Taktikal adalah kemampuan mensinergikan kualitas karakter kepemimpinan dan kemampuan manajemen stratejik, manajerial serta pemberdayaan secara padu dalam merumuskan dan menetapkan program organisasi serta memimpin pelaksanaannya. Untuk mewujudkanya , diperlukan lembaga diklat yang terakreditasi dalam mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III, agar alumni Diklat dapat meningkatkan: 1. Kualitas karakter kepemimpinan yang diindikasikan dengan kemampuan pengelolaan kualitas diri khususnya pada kemampuan berintegritas dan beretika sesuai dengan nilai-nilai sosial, budaya, kode etik profesi dan norma-norma organisasinya; 2. Kualitas kemampuan manajemen stratejik, manajerial dan pemberdayaan yang ditandai dengan kemampuan dalam menjabarkan visi dan misi serta strategi organisasi ke dalam program nyata organisasinya dan memimpin keberhasilan pelaksanaannya; 3. Kemampuan
mensinergikan
kualitas
karakter
kepemimpinan
dan
kemampuan manajemen stratejik, manajerial serta pemberdayaan secara padu dalam merumuskan dan menetapkan program organisasi serta memimpin pelaksanaannya. C.
Perumusan Masalah Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI) merupakan
Lembaga yang memiliki kewenangan dalam membina Sumber Daya Aparatur untuk meningkatkan kompetensi dan produktivitasnya. Pada kenyataannya kondisi dan pra-kondisi aparatur belum mencapai tingkat performance yang diinginkan. Namun pra-kondisi yang sudah terpenuhi itu belum mampu dikelola secara efektif oleh para aktor subjek pembangunan. Pemerintahan Indonesia masih tertinggal dibanding dengan cepatnya laju pembangunan global dewasa ini. Oleh karena itu LAN RI melakukan pembaharuan, untuk mengantisipasi dan cepat tanggap melihat pra-kondisi tersebut, terutama peningkatan kualitas sumber daya aparatur dalam 4
pembaharuan sistem diklat aparatur. Dua dokumen perubahan yaitu diklat masa depan dan pembaharuan sistem diklat aparatur. Kondisi ini berdasarkan evaluasi diklat oleh Word Bank (2006) yaitu antara lain diklat berpola umum dan tidak formal, diklat tidak berbasis kinerja. Pada kajian dan tulisan ini, hanya dibatasi cakupan permasalahan pada diklat Kepemimpinan Tingkat III. Adapun permasalahan kepemimpinan pejabat struktural eselon III adalah: 1. Apakah program sudah merupakan penjabaran dari visi (unit eselon I) dan misi/strategi (unit eselon II) di atasnya? 2. Apakah program tersebut dapat dikelola/managable? 3. Bagaimana
kualitas
integritas
dan
etika
yang
dibutuhkan
untuk
mengimplementasikan program tersebut?
5
II. KAJIAN TEORITIS
A.
Pemahaman Kepemimpinan Dalam
kepemimpinan
dibutuhkan
manusia,
yang
mempunyai
keterbatasan dan kelebihan tertentu. Seorang pemimpin diperlukan baik dalam masyarakat atau organisasi. Hal ini diperlukan karena sedikitnya ada empat alasan, yaitu 1. Banyak orang memerlukan figur pemimpin 2. Pada beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, 3. Pemimpin sebagai tempat pengambil alihan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelompoknya, 4. Sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan (Rivai,V. 2003). Definisi tentang kepemimpinan bervariasi tergantung setiap individu yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan. Kepemimpinan secara luas meliputi
proses
mempengaruhi
dalam
menentukan
tujuan
organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai
kekuatan
untuk
menggerakkan
dan
Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau
mempengaruhi
orang.
proses untuk membujuk
seseorang untuk bersedia melakukan sesuatu secara sukarela. Akan tetapi ada faktor
yang
dapat
menggerakkan
seseorang
yaitu
karena
ancaman,
penghargaan, otoritas dan bujukan. Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Jadi makna dan pemahaman tentang kepemimpinan mempunyai hakikat sebagai berikut: 1. Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi; 2. Seni mempengaruhi dan mengarahkan seseorang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan; 6
3. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut dan situasi tertentu; 4. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan, sumber pengaruh dapat secara formal atau tidak formal; 5. Pemimpin formal (lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif) artinya seorang yang ditunjuk sebagai pemimpin, atas dasar keputusan dan kepangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan. Dalam struktur organisasi dengan segala hak dan kewajibannya yang melekat berkaitan dengan posisinya; 6. Pimpinan informal (tokoh masyarakat, pemuka agama, adat istiadat, LSM, guru) artinya seseorang yang ditunjuk memimpin secara tidak formal, karena memiliki kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai seorang yang
mampu
mempengaruhi
kondisi
psikis
dan
perilaku
suatu
kelompok/komunitas tertentu. B.
Peranan Pemimpin Menurut (Fathoni, A. 2006), peran dapat diartikan sebagai perilaku yang
diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Pemimpin di dalam suatu organisasi mempunyai peranan, setiap pekerjaan membawa harapan bagaimana penanggung peran berperilaku. Peran kepemimpinan dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin. Untuk itu agar kepemimpinan seseorang dapat berperan, maka perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Dasar utama adalah efektivitas kepemimpinan seseorang bukan pada pengangkatan atau penunjukkannya selaku kepala, akan tetapi penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan; 2. Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang; 3. Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk membaca situasi; 4. Perilaku seseorang tidak terbentuk dengan seketika, melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan;
7
5. Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta, bila semua anggota dapat menyesuaikan cara berpikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. C. Konsep Dasar Manajemen Stratej Stratejik 1. Falsafah Manajemen Stratej Stratejik Berfikir strategik sangat diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah stratejik
yang
timbul
seiring
dengan
berkembangnya
perusahaan/organisasi. Karakteristik dari masalah-masalah stratejik adalah sebagai berikut: a. Berorientasi pada masa depan b. Biasanya berhubungan dengan unit pekerjaan yang sangat komplek c. Memerlukan perhatian dari manajemen puncak d. Mempengaruhi kesejahteran dan kemakmuran jangka panjang bagi sumber daya aparatur dan perusahaan e. Melibatkan pengalokasian sejumlah besar sumber daya yang ada dalam lembaga/institusi dan perusahaan. 2. Bentuk dan Proses Berpikir stratej stratejik Proses berpikir yaitu berpikir secara mekanik, intuisi dan stratejik. Dari ketiganya diartikan bahwa berpikir secara stratejik akan menghasilkan penyelesaian yang lebih kreatif dan berbeda bentuknya dari pada hanya berdasarkan berpikir mekanik dan intuisi. Dengan semakin kreatif dalam memecahkan masalah, dibuktikan dengan semakin banyaknya bentuk pemecahan/alternatif, maka akan semakin kecil tingkat kesalahan yang mungkin timbul di masa akan datang, hal ini akan menguntungkan si pembuat keputusan (Wahyudi, 1996). Berpikir stratejik memerlukan beberapa tahapan yaitu: a. Identifikasi Masalah; tahap ini berusaha untuk mengidentifikasi masalah-masalah stratejik yang muncul dengan cara melihat gejalagejala yang mengikutinya. Seseorang menganggap bahwa gejala identik dengan masalah, sehingga mengakibatkan penyelesaian/solusi 8
yang dibuat tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut. Proses identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara mengadakan brain
storming; b. Pengelompokan masalah; sering muncul beberapa masalah yang beraneka ragam. Untuk mempermudah pemecahannya, perlu untuk mengelompokkan/mengklasifikasikan
masalah-masalah
tersebut
sesuai sifatnya; c. Proses Abstraksi: setelah kelompok masalah, maka tahap selanjutnya adalah identifikasi masalah-masalah yang krusial dari tiap kelompok. Kemudian dilakukan analisis terhadap masalah tersebut. Pada tahap ini memerlukan ketelitian dan kesabaran, karena dari faktor itu akan disusun cara/metode pemecahannya; d. Penentuan metode/cara pemecahan: setelah tahap abstraksi selesai, ditentukan
cara/metode
yang
paling
tepat
untuk
menyelesaikan/memecahkan masalah yang telah teridentifikasi pada tahap pertama. Metode penyelesaian ini haruslah kongkret dan lebih spesifik; e. Perencanaan untuk Implementasi: tahap ini merupakan langkah yang harus dilakukan seseorang dalam rangka penerapan metode/cara pemecahan masalah pada tahap d di atas. 3. Pengertian Manajemen stratej stratejik Manajemen stratejik merupakan suatu seni dan ilmu dari pembuatan (formulating),
penerapan
(implementing)
dan
evaluasi
(evaluating)
keputusan-keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan masa depan (Siagian, S, 1995). Manajemen strategi terdiri dari tiga proses yaitu: a. Pembuatan strategi:
yang meliputi pengembangan visi dan tujuan
jangka panjang, pengidentifikasi peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan kelemahan institusi, pengembangan alternatif-alternatif strategi dan penentuan strategi yang sesuai untuk di adopsi; 9
b. Penerapan Strategi: meliputi sasaran-sasaran operasional tahunan, kebijakan institusi, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber daya, agar strategi yang telah ditetapkan dapat diimplementasikan; c. Evaluasi/kontrol strategi, mencakup usaha untuk memonitor seluruh hasil-hasil dari pembuatan dan penerapan strategi, termasuk mengukur kinerja individu dan institusi serta mengambil
langkah-langkah
perbaikan jika diperlukan. 4. Perbedaan Stratej tratejik dan Taktik Kebanyakan orang sulit untuk membedakan antara strategi dan taktik. Perbedaan yang paling mudah antara keduanya adalah saat memutuskan apa yang seharusnya dikerjakan, diputuskan sebuah stratgi. Sedangkan jika kita memutuskan bagaimana untuk mengerjakan sesuatu, itulah yang disebut taktik. Menurut Michel, 1993, strategi adalah mengerjakan sesuatu yang benar dan taktik mengerjakan sesuatu dengan benar. Strategi merupakan suatu seni menggunakan pertempuran
untuk memenangkan suatu perang.
Sedangkan taktik adalah seni menggunakan tentara dalam sebuah pertempuran. Dalam bisnis, taktik merupakan sekumpulan program kerja yang dibentuk untuk melengkapi strategi bisnis. Taktik merupakan penjabaran operasional jangka pendek dari strategi tersebut dapat diterapkan. Untuk mendukung pelaksanaan strategi tersebut diperlukan taktik. Dengan demikian
bentuk manajemen strategi dan taktik, kiranya dapat
dikembangkan pemahaman dan makna dalam implementasikan pada penerapan kepemimpinan strategik dan kepemimpinan taktikal. Pada kepemimpinan taktital bagaimana seseorang yang berada dalam tugas dan fungsinya di jajaran instansi pemerintah,
melalui kompetensi
kepemimpinan
kualitas
taktikal
dapat
mensinergikan
karakter
kepemimpinan dan kemampuan manajemen stratejik, manajerial serta
10
pemberdayaan secara padu dalam merumuskan dan menetapkan program organisasi serta memimpin pelaksanaannya. 5. Manfaat Manajemen Stratej Stratejik Penggunaan Manajemen stratejik sebagai suatu kerangka kerja (frame
work) untuk menyelesaikan masalah stratejik. Maka setiap pimpinan diajak untuk berpikir lebih kreatif atau berpikir secara stratejik. Pemecahan masalah dengan menghasilkan dan mempertimbangkan lebih banyak alternatif yang dibangun dari suatu analisis yang lebih teliti akan lebih menjanjikan suatu hasil yang menguntungkan. Menurut Wall, B. And Solum, R. 1999, terdapat beberapa manfaat yang diperoleh organisasi, jika mereka menerapkan manajemen strategik, yaitu: a. Memberikan arah jangka panjang yang akan dituju; b. Membantu organisai beradaptasi pada perubahan-perubahan yang terjadi; c. Membantu suatu organisasi menjadi lebih efektif; d. Mengidentifikasi
keunggulan komparatif suatu
organisasi
dalam
lingkungan yang semakin berisiko. Manajemen stratejik pada prinsipnya adalah suatu proses dimana informasi masa lalu, saat ini dan ramalan masa datang dari operasi dan lingkungan mengalir melalui tahap-tahap yang saling berkaitan ke arah pencapaian tujuan. Akibat dari penerapan manajemen stratejik mempunyai beberapa dampak yaitu: 1.
Perubahan salah satu komponen akan mempengaruhi beberapa atau seluruh komponen;
2.
Proses pembuatan, penerapan dan evaluasi merupakan suatu proses yang berurutan;
3.
Perlunya membuat umpan balik pada setiap tahap awal proses;
4.
Sistem manajemen stratejik merupakan suatu sistem yang dinamis, dimana kondisi dan situasi yang secara berkala berubah akan mempengaruhi hubungan antar aktivitas dalam manajemen stratejik. 11
III III. ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH
A.
Analisis Kajian Kepemimpinan Taktikal Pada dua dokumen pelaksana Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia memaparkan diklat masa depan dan pembaharuan sistem Diklat aparatur, dalam dalam konteks PP 101/2000; Diklat lebih compulsory , Lembaga Diklat Terakreditasi. Dalam hal ini kebijakan pembaharuan sistem Diklat, yang tertian dalam Peraturan Kepala LAN No.8 Tahun 2011 tentang pedoman penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III. Penerapannya dalam konsep kepemimpinan Kepala BKN no.46 A/2003 dalam kepemimpinan taktikal dapat menggunakan kemampuan menggunakan strategi, pengaruh dan mengajak seluruh stakeholder stratejik dan jajarannya melalui kompetensi kepemimpinan taktikal. Selanjutnya dapat menyesuaikan rencana kerja unit organisasi dengan lingkungan kerja sampai pada meyakinkan secara langsung. Selanjutnya kemampuan kepemimpinan taktikal harus juga memiliki kemampuan mensinergikan kualitas karakter kepemimpinan dan kemampuan manajemen stratejik, manajerial serta pemberdayaan secara padu dalam merumuskan
dan
menetapkan
program
organisasi
serta
memimpin
pelaksanaannya. B.
Pemecahan Masalah Pemecahan masalah yang dapat diterapkan pada implementasinya dari
kepemimpinan taktikal dalam merumuskan dan mengelola program dapat diuraikan dalam penjelasan berikut: 1.
Setiap pejabat eselon III pada level dimanapun dia berada harus dapat menarik benang kedudukannya pada eselon I, yang dapat menelusuri pada tingkatan ke atas di eselon I, dari tingkatan yang berada di kecamatan sampai pada tingkat di tingkat pusat. Berikutnya juga akan dapat ditarik penjabarannya dengan misi eselon II, diatas kedudukan dari pejabat yang bersangkutan;
12
2.
Program tersebut dapat dikelola oleh pejabat eselon III, yang memiliki kewenangan dalam kepemimpinan taktikal, melalui dua dimensi Hard Sklill dan dimensi Soft Skill dari seorang pemimpin, yaitu: a. Kemampuan merumuskan program dalam
identifikasi masalah,
analisis masalah dan pemecahan masalah b. Kemampuan mengelola program, yaitu kemampuan dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan. Kemudian dimensi lainnya adalah Soft Skill seorang pemimpin, yaitu dilihat dari integritas (Kejujuran dalam Tugas ,Ketegasan dalam Ide dan Inovasi, Kepatuhan pada Nilai Agama dan Moral) dan etika (Nilai-nilai Sosial , Nilai-nilai Budaya dan Kode Etik Profesi ); 3.
Kualitas integritas dan etika yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan program tersebut sebaiknya memiliki nilai integritas dan etika yang menjungjung tinggi nilai-nilai kepatuhan terhadap profesionalisme. Dalam model manajemen stratejik, diawali dari atas dengan Visi dan Misi
institusi/lembaga, selanjutnya dilakukan analisis SWOT, dengan melihat kondisi eksternal dan internal. Langkah berikutnya adalah penetapan tujuan dan sasaran. Kondisi ini dijabarkan dalam strategi variasi dan jenerik untuk pembuatan strategi, aplikasi rencana program pada institusi dan evaluasi serta kontrol rencana program dalam merumuskan dan mengelola program (Siagian, S. 1995).
13
V. PENUTUP A.
Kesimpulan Pembahasan kajian tentang Aplikasi Kepemimpinan Taktikal dalam
merumuskan dan mengelola program dapat diuraikan pada aspek berikutnya: 1.
Setiap pejabat eselon III pada level dimanapun berada harus dapat menarik benang kedudukannya pada eselon I yaitu pada visinya. Berikutnya juga akan dapat ditarik penjabarannya dengan misi eselon II, di atas kedudukan dari pejabat yang bersangkutan, melalui kemampuan Kepemimpinan Taktikal;
2.
Program tersebut dapat dikelola oleh pejabat eselon III, yang memiliki kewenangan dalam kepemimpinan taktikal, melalui dua dimensi hard sklill dan soft skill seorang pemimpin;
3.
Kualitas integritas dan etika yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan program tersebut sebaiknya memiliki nilai integritas dan etika yang memiliki nilai-nilai kepatuhan terhadap profesionalisme.
B.
Saran Dalam rangka penerapan pembaharuan sistem diklat aparatur, kiranya
dapat melakukan: 1.
Sesegera mungkin dapat melakukan penerapannya dalam menyongsong Januari 2013;
2.
Dapat penerapan di atas, dapat melakukan penyiapan sumber daya kediklatan, baik tenaga nara sumber maupun penyelenggara melalui sistem pembahuruan diklat Kepemimpinan Tingkat III;
3.
Dengan mengikuti diklat kepemimpinan, diharapkan para pejabat birokrasi dapat berperan sebagai pemimpin (leader) dan bukan sebagai pimpinan (manajer).
14
DAFTAR RUJUKAN
Fathoni, A, 2006, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta Ginanjar, GA. 2001, Emotional Spiritual Quotient, Arga, Jakarta Knezevich, S, 1990, Administration Of Public Education, New Jersey, PreticeHall Kepemimpinan Dalam Organisasi, 2001, Bahan Ajar Diklat Pim Tk. III, Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta Maxwell, J., 2010, How Successful People Thingking, Penerbit Mitra Sejati, Jakarta, 220 halaman Michel, R, 1993, Strategy, Pure and Simpl, New York: Mc Graw Hill Miftah, T, 2001, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Notoatmodjo, S, 2003, Pengembangan SDM, 2003, Penerbit PT, Rineka Cipta, Jakarta Nugraha, A, 2010, Professional Quotient Revolusi Pemberdayaan dan Pengembangan Diri, MQS Publishing, Bandung, 258 halaman Rivai, V, 2004, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, 2004, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Robbins, PS, 2001, Perilaku Organisasi, PT Grafindo Persada, Jakarta Rukmana, N, 2007, Etika Kepemimpinan, Perspektif Agama dan Moral. Penerbit, PT Alfabeta, Bandung Siagian, S, 1995, Manajemen Stratejik, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, Jakarta Thompson, D, 2002, Etika Politik Pejabat Negara, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Wahyudin, A.S, 1996, Manajemen Strategik, Penerbit PT Binarupa Aksara, Jakarta Wall, B, And Solum, R, 1999, The Visionary Leader, Pemimpin yang bervisi kuat, Penerbit PT Interaksara, Batam
15