KOMODIFIKASI PERGESERAN NILAI DALAM ADAT PERNIKAHAN SUKU TOLAKI STUDI DI KECAMATAN LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN
*Julianto**La Ode Muh. Umran***Asrul Jaya,S.Sos.,M.Si Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNIVERSITAS HALU OLEO, 081354832846
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komodifikasi pergeseran nilai dalam pernikahan adat Suku Tolaki di kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan, serta faktor penyebab terjadinya pergeseran nilai dalam upacara pernikahan adat Tolaki Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan subjek penelitian yang terdiri dari masyarakat Tolaki. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komodifikasi pergeseran nilai dalam upacara adat pernikahan suku tolaki terjadi berdasarkan atas hasil musyawah mufakat dengan kesepakatan bersama antara tokoh adat, Puutobo dan Pabitara dari berbagai Kabupaten yang bersangkutan di Sulawesi Tenggara dengan tujuan guna penyeragaman dalam pemenuhan benda-benda adat yang di tampilkan dalam pelaksanaan upacara pernikahan. Selain itu, terdapat dua faktor penyebab terjadinya pergeseran yaitu faktor internal yang terdiri dari efesiesi waktu, efesiensi biaya sedangkan faktor eksternalnya maraknya budaya politik ekenomi media sehingga berdampak kurangnya kesakralan dalam pelaksanaan upacara pernikahan Suku Tolaki dan lambat laun nilai – nilai yang terkandung akan terkikis oleh kemajuan zaman. Bagi masyarakat pada umumnya dampak perubahan yang terjadi dalam system adat Pernikahaan Suku Tolaki merupakan hal yang positif dan tidak dipertentangkan pada kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan tingkat kehidupan masyarakaat yang beragam, bagi mereka yang tergolong mampu perubahan ini tidaklah terlalu berpengaruh, namun bagi mereka yang tingkat kehidupannya sedang-sedang maka perubahan ini sangatlah menguntungkan.
Kata Kunci : Pergeseran Nilai, Adat Pernikahan, Suku Tolaki.
1
ABSTRACT This study aims to determine the value in the shift commodification custom wedding Tolaki tribe in the district Laeya Konsel, as well as the causes of the shift in values in traditional wedding ceremony Tolaki Southern District of Laeya Konawe. This study uses qualitative research methods with research subjects consisting of Tolaki people. The data collection techniques used in this research is observation, interview, and documentation. The results showed that the commodification of a shift in values in the ceremonial marriage rate Tolaki occur based on the results of musyawah consensus by mutual agreement between the traditional leaders, Puutobo and Pabitara from various districts concerned in Southeast Sulawesi with the aim to standardize of the fulfillment of the objects customary in the show in the implementation of the wedding ceremony. Then, there are two causes of the shift that is internal factor which consist of efesiesi time, cost efficiency while external factors ekenomi rampant political culture media so that impacting the lack of sanctity in the implementation of the wedding ceremony Tribe Tolaki and slowly the value’s contained will be eroded by the advance of age. For society in general, the impact of changes in the customs system pernikahaan Tolaki Tribe is a positive thing and is not disputed in the community. This is because the level of People diverse life, for those who belong able to change not so influential, but for those whose lives moderate level then this change is beneficial.
Keyword : Shifting Value, Wedding Custom, Tolaki Ethnic.
2
PENDAHULUAN
Suku Tolaki merupakan salah satu suku Bangsa asli dari Provinsi Sulawesi Tenggara dimana mempunyai beraneka ragam adat istiadat dan kebiasaan yang dijalankan secara terus menerus oleh masyarakat sebagai warisan budaya leluhur. Adat pernikahan ialah satu diantara sekian banyak adat yang memiliki ciri dan keunikkan tersendiri, dan masih tetap di junjung tinggi serta dilaksanakan, hal tersebut dikarenakan terikat dengan hukum-hukum adat yang wajib ditaati oleh segenap masyarakat. Tata cara adat pernikahan antara masyarakat adat satu dengan yang lain memiliki perbedaan, demikian pula dengan adat pernikahn Suku Tolaki, akan tetapi dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut merupakan unsur penting yang melambangkan identitas kepada setiap suku Bangsa di Indonesia. Berdasarkan pengamatan penulis, diketahui bahwa hubungan kekerabatan pada Suku Tolaki khususnya di Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan terlihat sangat kuat dari berbagai persiapan proses adat pernikahan yang akan dilaksanakan, salah satunya persiapan bahan, benda atau alat (Kalosara) yang digunakan dalam prosesi adat pernikahan dimana bendabenda yang digunakan tersebut merupakan syarat wajib dilaksanakan sebagai sebuah simbol komunikasi yang memiliki makna tersendiri. Sebagai salah satu produk budaya, simbol bendabenda yang digunakan dalam adat pernikahan merupakan bentuk pengungkapan yang pada prinsipnya bertujuan untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan masyarakat yang tumbuh dan bekembang dari waktu ke waktu. Makna simbolik benda yang digunakan dalam prosesi adat pernikahan masyarakat Suku Tolaki, ditinjau dari fungsinya adalah sebagai pemantapan lahir dan batin bagi kedua mempelai, dimana kedua mempelai adalah dua insan yang berlainan jenis dari segala sisi namun sama
3
dalam titik hidup dan kehidupan. Dilihat dari lahiriahnya makna simbol dari benda-benda dalam adat pernikahan Suku Tolaki itu, di sesuaikan dengan tahapan-tahapan dalam prosesi adat pernikahan Suku Tolaki, mengenai bentuk dan jenis benda tersebut telah ditetapkan dalam ketentuan hukum adat Suku Tolaki yaitu: tahap pertama”Metiro atau Menggolupe” yang artinya mengintip meyelidiki calon istri ,tahap kedua “Mondutudu” yang artinya malamar jajakan. Ketiga,”Melosoako” yang artinya melamar sesungguhnya. Keempat,”Mondonggo Niwule” yang artinya meminang. Kelima,”Mowindahako” yang artinya menyerahkan pokok Adat, Benda – benda adat yang digunakan sesuai pada tahapan dan waktu yang telah dientukan oleh para tokoh adat di atas, tentunya memiliki nilai tersendiri yang sangat bermakna bagi mereka. Nilai-nilai ini berhubungan dengan hidup dan kehidupan manusia baik secara vertikal dengan sang pencipta maupun secara horizontal dengan sesama manusia. Nilai yang tertuang dalam adat perkawinan Suku Tolaki adalah: Pertama nilai religius yang berkaitan erat dengan unsur kepercayaan tentang adanya makhluk gaib, makhluk halus dan roh-roh jahat serta kepercayaan tentang adanya sang pencipta alam dan beserta isinya, yakni Allah SWT. Kedua nilai estetika menyangkut sikap dan penampilan seseorang dalam mengungkapkan dan menikmati hal-hal yang megandung nilai-nilai keindahan dan artistik karya manusia. Ketiga nilai sosial adalah suatu nilai yang terdapat pada setiap individu mewujudkan pada orang lain atau lingkungannya sehingga dapat terlihat dan terwujud suatu kerjasama yang baik dengan dan dilandasi suatu pengertian bahwa satu pekerjaan bila dikerjaka secara bersama-sama bagaimanapun beratnya akan terasa ringan. Masyarakat Kecamatan Laeya khususnya Suku Tolaki di Kabupaten Konawe Selatan saat ini umumnya tidak memahami dengan jelas makna simbolik apa yang sebenarnya tersirat dalam benda-benda adat yang digunakan dalam perkawinan Suku Tolaki, sehingga nilai-nilai
4
yang terkandung didalamnya hanya di ketahui oleh kalangan tokoh-tokoh adat saja. Ini terlihat bahwa kurangnya inisiatif dari para pemuda atau remaja untuk mempelajari adat istiadat budayanya sendiri, yang diharapkan dapat menjadi penerus dan pemelihara kelestarian budaya lokal sebagai ciri khas Suku Tolaki di Kecamatan Laeya. Seiring dengan perkembangan zaman belakangan ini disadari atau tidak secara perlahan dalam adat perkawinan Suku Tolaki telah mengalami pergeseran tahap-tahap dalam upacra pernikahan dan nilainya tidak lagi berdasarkan status sosial, atau kelengkapan adat sebagaimana yang digariskan dalam hukum adat, tetapi disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kemampuan ekonomi seseorang. Sebagaimana yang terjadi pada masyarakat di Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan mencerminkan benda-benda yang digunakan dalam adat perkawinan tidak lagi sesuai dengan kebiasaan nenek moyang terdahulu, meskipun tanpa menghilangkan hukum adat yang menggariskan cara dan nilai perkawinan tersebut. Faktor pendorong terjadinya pergeseran nilai ini adalah faktor pendidikan dimana terjadi perkembangan pola pikir yang semakin kompleks mengikuti perkembangan zaman sehingga kadangkala cenderung untuk melupakan budaya sendiri. Faktor ekonomi juga sangat berpegaruh dengan terjadinya pergeseran nilai dalam pelaksanaan adat pernikahan Suku Tolaki sebab kadangkala pokok adat bisa diganti dengan uang. Faktor keterbukaan masyarakat juga menjadi salah satu penyebab yang mempengaruhi sikap dan tingkah laku masyarakat dalam proses adat perkawianan Suku Tolaki di Kecamatan Laeya. Tanpan memikirkan sesuatu yang masuk dari luar itu tidak selalu posotif dan patut diterima sepenuhnya. Berdasarkan dari latar belakang di atas, dengan adanya pergeseran nilai dan tata cara pelaksanaan adat pernikahan suku Tolaki yang disusaikan dengan kebutuhan masyarakat tanpa memikirkan nilai yang terkandung dalam pelaksanaan pernikahan tersebut. Olehnya itu untuk
5
menanamkan kecintaan masyarakat terhadap nilai benda yang digunakan dalam prosesi adat pernikahan masyarakat Suku Tolaki agar dapat mengerti, memahami, dan mengamalkan ajaraajaran yang terkandung di dalamnya, Penulis merasa tertarik untuk mengadakan Penelitian tentang : Bagaimana komodifikasi pergeseran nilai dalam pernikahan adat Suku Tolaki di kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan dan Bagaimana faktor penyebab terjadinya pergeseran nilai dalam upacara pernikahan adat Tolaki Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan.
Teori Komodifikasi Teori Komodifikasi diperkenalkan pertama kali oleh Karl Marx bersama dengan Engels dalam menjelaskan bagaiman kapitalisme menguasai manusia dan dunia. Dalam bukunya Communist Manifesto, Marx (2002) menjelaskan bahwa kaum Bourgeois mengekploitas kaum proletar. Marx menjelaskan nilai-nilai yang melatarbelakangi kegiatan kebudayaan telah bergeser. Kegiatan kebudayaan yang tadinya dilatarbelakangi oleh aspek-aspek sentimental seperti nilai religi, atau penghormatan kepada leluhur, upacara adat, dan termasuk kekeluargaann sekarang berubah nilai yang dominan adalah nilai komersial, yakni motivasi mendapatkan uang. Teori Komodifikasi menurut Pilliang menjelaskan bagaimana sebuah artefak budaya mengalami proses komersialisasi dan diperdagangkan. Adorno (1991) mengatakan bahwa komodifikasi tidak hanya terjadi pada barang-barang kebutuhan consumer, juga merambah pada kehidupan seni dan budaya. Kapitalisme telah berhasil membuat seni dan budaya patuh pada hukum-hukumnya. Kebudayaan masyarakat bertransformasi menjadi kebudayaan industri dimana logika produksi-konsumsi yang menguasai norma-norma kehidupan, penentuan bentuk, gaya, dan maknanya.
6
Perkembangan masyarakat konsumen mempengaruhi cara-cara pengungkapan nilai estetik. Perkembangan tentang model komsumsi baru dalam konsep nilai estetik sangat penting karena terjadi perubahan mendasar terhadap cara dan bentuk hasil produksi. Produsen penghasil suatu produk dituntut kreativitasnya untuk merekayasa dan menyesuaikan dengan selera pasar. Dalam membentuk masyarakat konsumen yang mengarah pada budaya populer, setidaknya ada tiga kekuasaan yang mempengaruhi yaitu: kekuasaan kapital, produser, media massa. Dalam kaitan dengan tema penelitian ini, Komodifikasi komunikasi dengan berbagai peralatannya telah muncul menjadi barang dagangan atau diperdagangkan dengan suatu jaringan antara elemen-elemen yang berkepenting. Di sini peralatan upacara telah mengalami perubahan nilai tidak seperti sebelumnya, tetapi muncul dalam bentuk-bentuk jasa yang diperdagangkan. Komodifikasi komunikasi pergeseran nilai dalam upacara adat penikahan suku tolaki telah dikemas menjadi suatu komoditi terhadap upacara tersebut. Mereka dengan perhitungan matang telah mengorganisasikan dan memenejemennya sehingga menjadi satu paket upacara pernikahan dan pemimpin upacara yaitu tolea. Dalam penelitian ini teori komodifikasi diposisikan sabagai teori payung dan digunakan sebagai landasan kajian untuk membedah rumusan masalah yang telah ditetapakan.
METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah penduduk Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan, yang berjumlah 1.457 jiwa yang merupakan masyarakat suku tolaki dan sebagian lainnya adalah etnis diantaranya Jawa, Muna, Bugis dan lain-lain yang bermukim diwilayah ini.
Teknik Pengumpulan Data
7
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri sebagai instrument penelitian terbentuk berdasarkan pengeahuan yang sudah dimiliki serta kemampuannya dalam menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dilapangan. Dengan pertimbangan seperti ini,maka teknik pengumpulan data yang diakukan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi.
Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan bentuk analisis deskripsif kualitatif. Analisis ini akan mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan temuan diapangan dan selanjutnya diberi penafsiran dan kesimpulan. Data secara kualitatif ini diuraikan dengan menggunakan kalimat secara logis dan kemudian merelevansikannya dengan teori yang mendukung.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses perkawinan bagi masyarakat Tolaki memiliki makna yang sangat penting, yang sarat dengan nilai-nilai, baik nilai sosial, kultural, maupun religius. Kekhasan dalam system perkawinan suku Tolaki, sangat tampak melalui perwujudan dalam praktek dan penghayatan perkawinan berkaitan dengan sosial, kultural dan religius. Dari segi sosial perkawinan pada masyarakat suku Tolaki sering disebut “Mesarapu”yang berarti merumpun. Merupakan suatu persekutuan rumpun antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Dari segi kultural perkawinan “perapua” dimasyarakat Tolaki meliputi suatu tata cara dan tata acuan yang rumit tampil sistimatika. Perkawinan adat ini diwariskan secara turun temurun yang disebut masyarakat hukum adat dengan adat Kalo Sara sebagai “Urat Nadi”
8
Hukum Adat Tolaki, begitu pula dala tatanan kehidupan Tolaki dikenal Kalo Sara sebagai karakter dan jati diri suku bangsa Tolaki. Seperti yang telah di uraikan, dari segi cultural, perkawinan “perapua” meliputi tata cara dan tata acuan yang rumit dan tampil secara sistimatis yaitu prosesi penyelenggaran perkawinan adat tolaki yang terdiri dari lima tahap dengan rangkaian isi adat. Jika dahulu pelaksanaan harus melalui sesuai tahapan yang mana tidak boleh melangkahi satu tahapan prosesi perkawinan tersebut. Namun dengan perkembangan dan kemajuan zaman, dimana berperannya teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini, ternyata tahapan tersebut dapat menyesuaikan dan menyederhanakan pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan tahapan-tahapan pernikahan, membutuhkan waktu yang tidak singkat. Untuk menuju pada tahap mowindahako dibutuhkan waktu agak panjang, bahkan ada yang membutuhkan waktu sampai satu tahun atau lebih, karena harus mempersiapkan benda adat yang nantinya akan menjadi seserahan juga untuk mempersiapkan biaya pesta. Sehingga normalnya apabila mengikuti tahap-tahap adat ini akan membutukan waktu antara empat sampai enam bulan. Menurut hemat penulis, dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan pada suku tolaki hingga kini masih mengikuti prosesi maupun tahapan yang ada secara turun temurun. Akan tetapi dalam pelaksanannya mengikuti perkembangan dan kebutuhan manusia. Contohnya penggunaan benda adat, walaupun benda tersebut tidak lagi ditampilkan, tetapi digantikan dengan materi (uang) sesuai dengan nilai yang telah ditentukan berdasarkan hasil musyawarah mufakat (kesepakatan bersama). Maka, Dengan berubahnya benda adat ritual dalam pernikahan yang digunakan, secara langsung terjadi pergeseran nilai. Terdapat dua Dan faktor penyebab terjadinya pergeseran
9
tersebut yaitu faktor internal efesiensi waktu dan efesiensi biaya sedangkan faktor eksternal dengan masuknya budaya ekonomi politik media yang lambat laun dapat menggantikan nilai asli benda adat tersebut Dengan demikian, apabila dilihat dari segi sosial faktor tersebut merupakan hal positif yang mempermudahkan prosesi pernikahan, terutama dari kalangan masyarakat yang taraf kehidupannya pas-pasan, namun lain halnya dari segi budaya dimana dengan adanya faktor pergeseran nilai ini akan mengikis nilai-nilai budaya yang menjadi ciri khas suku tolaki dalam prosesi pernikahan, bahkan lambat laun akan hilang dengan sendirinya dan generasi muda suku tolaki tidak akan memahami nilai benda adat yang digunakan. Dalam penelitian ini mendeskripsikan tentang komdifikasi pergeseran nilai dalam upacara adat pernikahan suku tolaki dan faktor penyebab terjadinya pergeseran nilai dalam upacara adat pernikahan suku tolaki dengan mengacu pada teori Komodifikasi karya Karl Max (2000). Teori komodifikasi digunakan untuk menjawab permasalahan dari penelitian ini. Teori ini digunakan berdasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya pergeseran nilai dikarenakan keadaan sosial. Unsur-unsur dari teori ini adalah budaya (nilai guna), politik (nillai tukar). Ekonomi (nilai praktis). Model ini menunjukkan komunikasi adalah hasil dari sebab-akibat. Artinya, komodifikasi merupakan transformasi penggunaan nilai yang dirubah kedalam nilai lain, yang memiliki sifat positif maupun negatif. Perubahan benda-benda adat diatas dalam melaksanakan penyeragaman berdasarkan keadaan yang berada pada masyarakat dalam pelaksanaan pernikahan yang bervariasi, sehingga melalui musyawarah mufakat dari berbagai elemen terkait, maka terjadilah penyeragaman dalam menentukan pokok adat.
10
Dari hasil musyawarah mufakat maka telah disepakati jumlah nilai benda yang akan digantikan dengan materi, begitu pula dengan besarnya ongkos biaya pesta yang akan ditanggung oleh pihak keluarga laki-laki. Seperti yang dikemukakan sebelumnya Besaran jumlah ongkos biaya pesta yang telah disepakati
sebelumnya ini dipengaruhi oleh status sosial yang melekat pada orang akan
melaksanakan pernikahan baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan, tingkat pendidikan, strata sosial ,dan apalagi jika orang tersebut keturunan anakia ( bangsawan), semakin tinggi derajat status tersebut maka semakin tinggi pula ongkos biaya pestanya, tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi jumlah nilai tukar benda adat seserahan berdasarkan kesepakat penyeragaman persyaratan pelaksanaan pernikahan Orang Tolaki. Bahkan hal persyaratan utama yang menjadi pembahasan pada peminangan sebelum melangsungkan perkawinan adalah besaran pokok adat, jumlah mahar (popolo), dan sara peana,dari ketiga pokok adat adalah bendabenda dan ongkos biaya pesta yang akan diberikan, pihak laki-laki ke pada pihak calon mempelai perempuan. Perkembangan masyarakat menyebabkan adanya pergeseran nilai dari beberapa benda yang terdapat dalam upacara pernikahan suku tolaki. Pelaksanaan upacara adat pernikahan yang didalamnya terdapat benda-benda adat hanyaalah bersifat mneruskan tradisi yang sudah ada, karena tradisi yang ada pada masyarakat tidaklah mudah untuk dihapuskan. Masyarakat tidaklah megerti akan makna yang terkandung dalam benda-benda adat yang ditampilkan. Masyarakat tidaklah mengerti bahwa budaya asing yang masuk menyusup ke dalam budaya asli sebenarnya memiliki dampak bergesernya nilai budaya tersebut. Masyarakat hanya menilai jika perubahan itu bersifat baik (positif), maka masyarakat dapat menerimanaya dan bukaanlah hal yang dipertentangkan pada kalangan massyarakat. Alasan agar budaya perlu dipertahankan maka
11
terkadang unsur dari luar yang cocok dengan nilai dan kepercayaan yang ada atau hal-hal yang dapat dimodifikasi tanpa menyebabkan gangguan adaptasi.
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan dengan judul Komodifikasi Pergeseran Nilai Dalam Upacara Pernikahan Suku Tolaki, penulis menarik kesimpulan bahwa : Komodifikasi pergeseran nilai dalam upacara adat pernikahan suku tolaki terjadi berdasarkan atas hasil musyawah mufakat denga nkesepakatan bersama antara tokoh adat ,Puutobo dan Pabitara dari berbagai Kabupaten yang bersangkutan di Sulawesi Tenggara dengan tujuan guna penyeragaman dalam pemenuhan benda-benda adat yang di tampilkan dalam pelaksanaan upacara pernikahan. Ada pun hasil musyawarah mufakat yaitu sebagai berikut: a) Puuno Sara yang artinya isi pokok adat yang terdiri dari seekor kerbau,sebuah gong, emas perhiasan wanita yang dapat digantikan dengan uang senilai Rp 50.000,- dan terkecuali kain kaci yang tetap ditampilkan. b) Tawa Sara artinya daun adat yang terdiri dari 40 buah sarung adat. c) Ihino Polopo artinya mahar pernikahan yang terdiri seperangkat alat sholat sebagai mas kawin serta biaya pesta. d) Sara Peena,artinya benda simbol pengganti jasa ibu dalam merawat anaknya yang terdiri dari Rane-Rane Mba’a ( 1 lembar sarung), Tema-Temano (1 lembar kain panjang), Boku Mbebahoa (1 buah baskom), Sandu-Sanduno (1buah timba-timba air), Siku-Siku Hulono (1buah lampu tembok).
12
Selain itu, Terdapat dua faktor penyebab terjadinya pergeseran yaitu faktor internal yang terdiri dari efesiesi waktu, efesiensi biaya sedangkan faktor eksternalnya maraknya budaya politik ekenomi media. Sehingga berdampak kurangnya kesakralan dalam pelaksanaan upacara pernikahan Suku Tolaki dan lambat laun nilai –nilai yang terkandung akan terkikis oleh kemajuan zaman. Bagi masyarakat pada umumnya dampak perubahan yang terjadi dalam system adat Pernikahaan Suku Tolaki merupakan hal yang positif dan tidak dipertentangkan pada kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan tingkat kehidupan masyarakaat yang beragam, bagi mereka yang tergolong mampu perubahan ini tidaklah terlalu berpengaruh, namun bagi mereka yang tingkat kehidupannya sedang-sedang maka perubahan ini sangatlah menguntungkan.
13
Adorno, Theodor . 1991. The culture Industry : Selected Efssays on Mass Culture. Editor: J. M. Bernstein. London: Routledge. Appudurai, A. 1990. “Disjuncture” and Difference in yhe Global Cultural Economy” , dalam Public Culture,2(2), 1-24. Baker, Edwin C. 2007. Media Concentration and Democracy: Why Ownership Matters. New York: Cambridge University Press. Baudrillard, Jean. 1981. For a Critique of the Political Economy of the sign. St Louis, MO: Telos Press. Canclini, Nestor Garcia. 1995. Hybrid Cultures: Strategies for Entering and Leaving Modernity. Minneapolis: University of Minnesota Press. Effendi, Onong Uchjana, 1989. Kamus Komunikasi, Bandung : Mandar Maju. Geertz, Clifford, 1992, Tafsiran Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta. ______ 1992, Kebudayaan dan Agama, Kanisius, Yogyakarta. Hartoko, Dick dan B. Rahmanto, Kamus Istilah Sastra, 1998. Yogyakarta: Kanisius. Herusatoto, Budiono, 2000. Simbolisme Dalam Budaya Jawa, Yogyakarta: Hamindita Graha Widya. Jhally, Sut.1990. The Codes of Advertising: Fetishism and the Political Economy of Meaning in the Consumer Society. New York: Routledge. Kellner, Douglas. 1989. Critical Theory, Marxism and Modernity. Cambridge, UK: Polity Press. Kellner, Douglas. 2003. “Media Spectacle. London: Routledge. Koodoh, dkk, 2011. Hukum Adat Orang Tolaki, Kerjasama dengan Kantor Penelitian dan Pengembangan Kab. Konawe. Yogyakarta: Teras. Kraidy, M. 2005. Hybridity, or the Cultural Logic of Globalization. Philadelphia: Temple University Press. Martin, Judith N. and Thomas K. Nakayama., 2003. Intercultural Communication in Contexts., United States: The McGraw-Hill Companies. Marx, Karl. 1976a. Capital: A Critique of Political Economy. Vol. 1, Terj: Ben Fowkes. London: Penguin (Edisi ke-1, 1867). Meyrowitz, J. 1985. No Sense of Place: The Impact of Electronic Media on Social Behavior. New York: Oxford University Press.
14
Mosco, Vincent. 1996. The Political Economy of Thounsand Oaks: Sage.
Communication, edisi ke-1. London,
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat, 1993., Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Rakhmat, 2000, Komunikasi antar Budaya, Rosdakarya, Bandung. Mulyana, Deddy., 2004. Komunikasi Efektif, Suatu Pendekatan Lintasbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nederveen Pieterse, J. 1995. “Globalization as Hybridization”, dalam M. Featherstone, S. Lash, dan R. Robertson (eds.). Global Modernities. London: Sage. Porter, Richard E. dan Larry A. Samovar., 1993. Suatu Pendekatan terhadap KAB., dalam buku Komunikasi Antarbudaya, Penyunting: Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat., PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993. Robertson, R. 1992. “Globalization . London: Sage. Robetson, R. 1995. “Glocalization: Time-Space and Homogeneity – Heterogeneity”, dalam M. Featherstone, S. Lash, dan R. Robrtson (eds.). Glocal Moderities. London: Sage. Sahlins, Marshall. 1976. Culture and Practical Reason. Chicago: University of Chicago Press. Sobur, Alex, 2001. Analisi Teks Media, Bandung: Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex, 2004. Semiotika Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex, 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, 1994, Human Communication. Tomlinson, J. 1999. Globalization and Culture. Cambridge, UK: Polity. Tunstall, Jeremy. 1977. The Media Are American: Anglo-American Media in the World. New York: Columbia University Press.
15