RISET PEMILU KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK (STUDI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM 2014)
Disusun Oleh
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANJAR
MARTAPURA 2015
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sejak kemerdekaan hingga tahun 2014 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan sebelah kali pemilihan umum, yaitu pemilihan umum (pemilu) tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014. Dari pengalaman sebanyak itu Miriam Budiardjo mengemukakan, pemilu 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan atau keistimewaan dibanding dengan yang lainnya. Semua pemilu tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilu itu sendiri. Dari pemilu-pemilu tersebut juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem pemilu yang cocok untuk Indonesia.1 Pasca Reformasi 1998 telah banyak perubahan yang dialami Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan proses demokratisasi, di antaranya adalah Amandemen UUD 1945, kebebasan pers, pemisahan yang jelas antara militer dan sipil, kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, dan lain-lain. Salah satu perubahan yang sangat penting sejak Reformasi adalah munculnya berbagai macam partai politik sebagai salah satu wujud kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berkumpul yang menjadi satu ciri utama Negara yang menjalankan sistem demokrasi. Kebanyakan
negara
demokrasi,
pemilu
dianggap
lambang
sekaligus tolak ukur dari sebuah demokrasi. Hasil pemilu yang dilaksanakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dianggap mencerminkan sudah cukup mewakili partisipasi dan merupakan aspirasi masyarakat. Disadari bahwa pemilu
1
Miriam Budiardjo. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hlm 473.
3
bukan merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapai dengan pengukuran kegiatan lainnya yang bersifat berkesinambungan. Miriam Budiardjo mengungkapkan dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilu dengan berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: a. Single-member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut sistem distrik). b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberap wakil; biasanya dinamakan sistem sistem perwakila berimabng atau sistem proporsional).2 Pemilu merupakan sarana pengamalan demokrasi. Dapat dikatakan tidak ada demokrasi tanpa pemilu. Walaupun begitu, pemilu bukanlah tujuan, akan tetapi hanya sebagai sarana sebagaimana Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” Adapun tujuan kita berbangsa dan bernegara adalah antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Masyarakat
memiliki
peran
yang
sangat
penting
dalam
penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut. Oleh karenanya masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan pemilu karena merupakan satu kesatuan yang utuh dimana masyarakat menjadi faktor utama dan penentu berjalan suksesnya sebuah pelaksanaan pemilu. Selain itu melalui pemilu inilah sarana konstitusional bagi masyarakat untuk memilih pemimpin dalam melanjutkan pemerintahan negara, sebagaimana yang dikemukakan oleh Abraham Lincoln “Government from the people, by the people, for the people”.
2
Ibid, hlm 261.
4
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik.
Secara
umum
dalam
masyarakat
tradisional
yang
sifat
kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga negara dalam ikut serta memengaruhi pengambilan keputusan, dan memengaruhi kehidupan bangsa relatif sangat kecil. Warga negara yang hanya terdiri dari masyarakat sederhana cenderung kurang diperhitungkan dalam proses-proses politik.3 Dalam hubungannya
dengan demokrasi, partisipasi
politik
berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat terhadap jalannya suatu pemerintahan.
Dalam
suatu
Pemilu
misalnya
partisipasi
politik
berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat kepada pasangan calon yang terpilih. Setiap masyarakat memiliki preferensi dan kepentingan masingmasing untuk menentukan pilihan mereka dalam pemilu. Bisa dikatakan bahwa masa depan pejabat publik yang terpilih dalam suatu Pemilu tergantung pada preferensi masyarakat sebagai pemilih. Tidak hanya itu, partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu dapat dipandang sebagai control masyarakat terhadap suatu pemerintahan. Kontrol yang diberikan beragam tergantung dengan tingkat partisipasi politik masing-masing. Selain sebagai inti dari demokrasi, partisipasi politik juga berkaitan erat dengan pemenuhan hak-hak politik warga negara. Wujud dari pemenuhan hak-hak politik adalah adanya kebebasan bagi setiap warga untuk menyatakan pendapat dan berkumpul. Seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28: “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Demi
terselenggaranya
pemilu
yang
luber
jurdil
maka
dibuatlahberbagai macam regulasi demi kelancaran penyelenggaraan pemilu di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Namun dalam perkembangan 3
Sudijono Sastroatmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang: Ikip Semarang Press, hlm 56.
5
di Indonesia partisipasipemilih cenderung menurun. Empat pemilu nasional terakhir dan pelaksanaan pemilukada di berbagai daerah menunjukkan indikasi itu. Pada pemilu nasional misalnya, yaitu pemilu 1999 (92%), pemilu 2004 (84%), pemilu 2009 (71%) dan pemilu 2014 (70%). Hal ini menjadi salah satu tantangan yang dihadapi dalam upaya untuk mewujudkan kesuksesan penyelengaraan Pemilu berikutnya. Kendati tingkat partisipasi mengalami tren penurunan, masih terdapat banyak kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) pada pemilu tahun 2014 yang membuat penyelenggaraan pesta demokrasi dirasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Berbagai macam bentuk kesukarelaan yang dilakukan oleh sukarelawan khususnya di Kabupaten Banjar antara lain yaitu pemberian suara, diskusi kelompok, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan pejabat politik dan administrasi, pengajuan petisi, dan bentuk kegiatan kesukarelaan lainnya. Pemilu 2014 lalu KPU berinisiatif menggagas Program
Relawan Demokrasi
yang menjadi
mitra
KPU dalam
menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis kabupaten/kota. Bentuk peran serta masyarakat ini diharapkan mampu mendorong tumbuhnya kesadaran tinggi serta tanggung jawab penuh masyarakat untuk menggunakan haknya dalam pemilu secara optimal. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penelitian terhadap apa saja yang menjadi faktor-faktor pendukung dan penghambat kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar serta kebijakan apa yang harus dilakukan agar kesukarelaan politik warga Kabupaten Banjar meningkat, dengan judul penelitian “KESUKARELAAN WARGA DALAM
POLITIK
(STUDI
PARTISIPASI
MASYARAKAT
DALAM PEMILIHAN UMUM DI KAB BANJAR TAHUN 2014)”.
6
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas agar tidak mengalami perluasan dalam pembatasan masalah maka peneliti merasa perlu untuk membatasi permasalahan tersebut mengenai: 1. Apa saja bentuk kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar? 2. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat kesukarelaan politik warga? 3. Bagaimanakah bentuk kebijakan yang harus dilakuakan untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan politik warga?
1.3.
Tujuan Mengacu pada perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui bentuk kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar. 2. Untuk
mengetahui
faktor-faktor
pendukung
dan
penghambat
kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar. 3. Untuk mengetahui bentuk kebijakan yang harus dilakuakan untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan politik warga Kabupaten Banjar.
1.4.
Manfaat Dengan adanya tujuan di atas maka diharapkan penelitian ini dapat
memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis berupa sumbangan pemikiran akademis dalam pengembangan ilmu hukum tata negara dan ilmu politik khususnya yang berkaitan dengan pemilihan umum.
7
2. Manfaat Praktis Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis berupa informasi dan sumbangan pemikiran bagi para peneliti dan pembuat kebijakan terkait dengan pemilihan umum.
1.5.
Metode Penelitian Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu sarana pokok dalam penerapannya harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Hal ini disesuaikan bahwa penelitian bertujuan untuk mengungkap kebenaran secara sistematis, metodologi, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut kemudian diadakan analisis terhadap bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan dan diolah. 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
2. Sumber Data Sumber data berupa data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua, seperti buku, dokumentasi, data dari lembaga/institusi, dsb.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan data dilakukan secara dokumentasi, kepustakaan dan publikasi sebelumnya. Terhadap data yang dikumpulkan akan dipilah sesuai kesahihan dan relevansinya. 4. Analisis Data Analisis terhadap data yang diolah dengan cara menginterpretasikan pola, model, atau pun teori yang digunakan.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4.1.
Kerangka Teori 2.1.1 Teori Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat Demokrasi sebagai istilah yang populer dalam kajian ilmu politik, berakar dari satu paham yang sama dengan istilah kedaulatan rakyat yang lebih banyak digunakan dalam kajian hukum ketatanegaraan. Keduanya menempatkan rakyat sebagai subjek dalam tata kelola bernegara. Ia bukan hanya sekedar sebagai sumber lahirnya kekuasaan negara yang didistribusikan kepada organ-organ resmi kekuasaan itu, melainkan juga sebagai bagian dari pelaksanaan kekuasaan negara itu sendiri.4 Dalam berbagai literatur, demokrasi dipahami sebagai satu bentuk pemerintahan yang berakar pada klasifikasi Aristoteles yang dibuat berdasarkan jumlah dan sifat pemegang kekuasaan Negara. Demokrasi berakar pada kata “demos” dan “cratos” yang berarti “kekuasaan yang ada pada rakyat seluruhnya” untuk membedakan dengan bentuk pemerintahan oligarki, kekuasaan yang ada pada sedikit orang, dan monarki, kekuasaan yang ada di tangan satu orang.5 N.D.
Arora
dan
S.S.
Awasthy
menyatakan
kata
“demokrasi” berakar pada kata “demos” dalam bahasa Yunani kuno yang berarti suatu bentuk pemerintahan oleh suatu populasi yang berlawanan dengan kelompok kaya dan para aristokrat.
4
M.Rifqinizamy. Makalah berjudul Menengok Demokrasi Konstitusional Indonesia. Disampaikan dalam diskusi bertajuk “Demokrasi Substansial Menuju Negara Kesejahteraan: Dampak Liberalisasi Pengelolaan SDA di Kalimantan Selatan“. Diselenggarakan oleh Pro-Demokrasi (Prodem) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, 12 Maret 2015, hlm 1. 5 Wirjono Prodjodikoro. 1981. Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik. Jakarta: PT Eresco, hlm 22-23.
9
Karena itu, dalam pengertian Yunani kuno demokrasi adalah kekuasaan oleh orang biasa, yang miskin dan tidak terpelajar sehingga demokrasi pada saat itu, misalnya oleh Aristoteles, ditempatkan sebagai bentuk pemerintahan yang merosot atau buruk.6 Dalam UUD NRI Tahun 1945, istilah demokrasi, tepatnya kata “demokratis” hanya disebutkan satu kali, yakni dalam rumusan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Rumusan tersebut terkait dengan pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota masing-masing
sebagai
Kepala
Pemerintahan
Provinsi/Kabupaten/Kota (yang) dipilih secara demokratis. Sementara, ide kedaulatan rakyat merupakan pilihan sadar yang dilakukan oleh para pembentuk Konstitusi kita (baca: UUD 1945) sejak pertama kali perumusannya dilakukan. Formulasi perihal kedaulatan rakyat itu dapat dilihat dalam alenia ke-IV Pembukaan UUD/Konstitusi kita, yang menyatakan; “...maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...”. Formulasi lebih lanjut dari pernyataan tentang “kedaulatan rakyat” dalam Pembukaan UUD 1945 itu, dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, yang menegaskan ; Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Penegasan kedaulatan rakyat dan demokrasi di dalam Konstitusi kita melahirkan istilah demokrasi konstitusional. Istilah ini merujuk pada penggunaan asas demokrasi atau kedaulatan rakyat pada satu sisi, namun pada sisi yang lain praktek demokrasi itu tidak boleh keluar dari “rel” Konstitusi. 6
N.D.Arora and S.S. Awasthy. 1999. Political Theory. New Delhi: Har-Anand, hlm 308.
10
2.1.2 Teori Partisipasi Politik Partisipasi politik memiliki pengertian yang beragam. Ada beberapa
ahli
yang
mengungkapkan
pendapatnya
tentang
partisipasi politik. Menurut Ramlan Surbakti yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi hidupnya.7 Herbert McClosky seorang tokoh masalah partisipasi berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.8 Dalam hubunganya dengan negara-negara berkembang Samuel P.Hutington dan Joan M. Nelson memberi tafsiran yang lebih luas dengan memasukkan secara eksplisit tindakan illegal dan kekerasan. Partisipasi politik adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bias bersifat individual atau kolektif, teroganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.9 Miriam Budiarjo secara umum mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerinah (public policy).10 Terakhir menurut Keith Faulks partisipasi politik adalah keterlibatanaktif 7
Ramlan Surbakti. 2007. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Widisarana Indonesia, hlm 140. 8 Miriam Budiardjo. Op.cit., hlm 367. 9 Ramlan Surbakti. Lot.,cit 10 Sujiono Sastroadmojo. Op.cit., hlm 68.
11
individu maupun kelompok dalam proses pemerintahan yang berdampak pada kehidupanmereka. Hal ini meliputi keterlibatan dalam pembuatan keputusan maupun aksi oposisi, yangpenting partisipasi merupakan proses aktif.11 Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka yang dimaksud partisipasi politik adalah adanya kegiatan
atau
keikutsertaan
warga
negara
dalam
proses
pemerintahan. Kemudian kegiatan tersebut diarahkan untuk memengaruhi jalannya pemerintahan. Sehingga dengan adanya partisipasi politik tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Menurut Ramlan Surbakti partisipasi politik terbagi menjadi dua yaitu partisipasi aktif dan pasrtisipasi pasif. Partisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintah. Sebaliknya, kegiatan yang termasuk dalam kategori partisipasi pasif berupa kegiatan-kegiatan yang menaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.12 Sementara itu, Milbart dan Goel membedakan partisipasi menjadi beberapa kategori. Pertama, apatis. Artinya, orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik. Kedua, spectator. Artinya, orang yang setidaktidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan umum. Ketiga, gladiator. Artinya mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni komunikator, spesialis mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, dan aktivis masyarakat.13
11
Keith Faulks. 2010. Sosiologi Politik. Bandung: Nusa Media, hlm 226. Ramlan Surbakti. Op.cit., hlm 142. 13 Ibid., hlm 143. 12
12
4.2.
Kerangka Konsep 4.2.1. Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam
suatu
negara
demokrasi
rakyat
memegang
kekuasaan tertinggi, artinya kedaulatan dalam negara berada di tangan rakyat. Demokrasi yang dipraktekkan di semua negara yang mengaku negara demokratis sudah dapat dipastikan berupa demokrasi perwakilan, bukan lagi demokrasi langsung yang pernah dipraktekan pada negara Yunani Kuno dahulu. Konsekuensi dari sistem demokrasi perwakilan adalah harus diadakannya pemilu yang ditujukan untuk memilih wakil rakyat. Mengenai perihal pemilihan umum, Harris G. Warren dan kawan-kawannya mengemukakan pendapatnya bahwa: “Elections ate the occasions when the citizens choose their official and decide what they want the government do. In making these decitions, citizens determine what rights they want to have and keep”.14 Pendapat Warren dan kawan-kawannya tersebut pada intinya lebih kurang menyatakan bahwa pemilihan umum adalah merupakan kesempatan bagi para warga negara untuk memilih pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah. Dan dalam membuat keputusan itu para warga negara menentukan apakah yang sebenarnya mereka inginkan untuk dimiliki. Secara sederhana dapat kita nyatakan bahwa pemilihan umum adalah suatu cara atau sarana untuk menentukan orangorang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan.15
14
Harris G. Warren, et. al. 1963. Our Democracy at Work. Prentice-Hall,Inc. Engelewood Cliffs, N.J, hlm 67. 15 Haryanto. 1984. PARTAI POLITIK: Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Liberty, hlm 81.
13
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, istilah pemilu terdapat pada Ketentuan Umum Pasal 1 yaitu Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara, tanpa terkecuali dan tidak boleh ada diskriminasi. Bebas berarti pemilih dijamin dapat menentukan pilihan dan memberikan suaranya, berdasarkan pertimbangannya sendiri tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. Jujur mengandung arti bawah pemilu harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hal dapat memilih sesuai dengan kehendaknya, setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu dan pemilih ahrus bersikap dan bertindak jujur dan sesuai peraturan perudang-undangan. Adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih pemilu. Asas jujur dan adil tidak hanya mengikat kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. Tahapan penyelenggaraan pemilu DPR, DPD dan DPRD yaitu: a. Perencanaan
program
dan
anggaran,
serta
peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu;
penyusunan
14
b. pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; c. pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu; d. penetapan Peserta Pemilu; e. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; f. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; g. masa Kampanye Pemilu; h. Masa Tenang; i. pemungutan dan penghitungan suara; j. penetapan hasil Pemilu; dan k. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
2.2.2 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam UndangUndang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan daerah pemilihan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi (Pasal 3 ayat (6) UU Nomor 42 Tahun 2008): a. penyusunan daftar Pemilih; b. pendaftaran bakal Pasangan Calon; c. penetapan Pasangan Calon; d. masa Kampanye;
15
e. masa tenang; f. pemungutan dan penghitungan suara; g. penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan h. pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden. Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih harus terdaftar sebagai Pemilih oleh Penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap di kabupaten/kota dilakukan oleh KPU kabupaten/kota. Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap di provinsi dilakukan oleh KPU provinsi. Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Pemilih luar negeri dan Pemilih secara nasional dilakukan oleh KPU kabupaten/kota yang penyusunan Daftar
Pemilih
Sementara,
pemutakhiran
Daftar
Pemilih
Sementara, penyusunan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan,
dan
rekapitulasi
Daftar
Pemilih
Tetap
yang
dilaksanakan oleh KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota pengawasannya dilakukan oleh Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan. Dalam hal pengawas menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPLN yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri menyampaikan temuan tersebut kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota dan wajib ditindaklanjuti. Pelaksanaan kampanye dilakukan dengan prinsip jujur, terbuka, dialogis serta bertanggung jawab dan merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat (Pasal 33 UU Nomor 42 Tahun
16
2008) yang dilaksanakan oleh pelaksana kampanye yang terdiri atas pengurus partai politik, orang-seorang, dan organisasi penyelenggara kegiatan, diikuti oleh peserta kampanye yang terdiri atas anggota masyarakat dan didukung oleh petugas kampanye yang terdiri atas seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye (Pasal 34-35 UU Nomor 42 Tahun 2008). Materi kampanye meliputi visi, misi dan program pasangan calon dan wajib difasilitasi oleh KPU untuk menyebarkan materi kampanye tersebut melalui website KPU dalam rangka melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Selain itu juga diadakan debat pasangan calon
yang
dilaksanakan
sebanyak
5
(lima)
kali
yang
diselenggarakan oleh KPU dan disiarkan langsung secara nasional oleh media elektronik agar masyarakat mengetahuinya. Pemungutan suara dilakukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS)
yang
pelaksanaannya
dipimpin
oleh
Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) serta ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, tidak menggabungkan desa, dan memperhatikan aspek geografis serta menjamin setiap Pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan rahasia.yang meliputi: a.
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan
b.
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan. Jumlah pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800
(delapan ratus) orang. Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam Daftar Pemilih Tetap dan Daftar Pemilih Tambahan ditambah dengan 2% (dua persen) dari Daftar Pemilih Tetap sebagai cadangan. Pemberian suara dilaksanakan oleh pemilih. Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi yang harus menyerahkan
17
mandat tertulis dari pasangan calon/tim kampanye. Warga masyarakat yang tidak memiliki hak pilih atau yang tidak sedang melaksanakan pemberian suara serta Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang berada di dalam TPS/TPSLN demi memelihara ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara. Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman, ketertiban, dan keamanan pelaksanaan pemungutan suara oleh anggota masyarakat dan/atau oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan melakukan penanganan secara memadai. Jika tidak mematuhi penanganan oleh petugas
ketenteraman,
ketertiban,
dan
keamanan,
yang
bersangkutan diserahkan kepada petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penghitungan suara di TPS/TPSLN dilaksanakan setelah waktu pemungutan suara berakhir dan hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari/tanggal pemungutan suara. Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan ke dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta ke dalam sertifikat hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU yang ditandatangani oleh seluruh anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Pasangan Calon yang hadir serta KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN tersebut. Kemudian rekapitulasi penghitungan suara dilanjutkan ke tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, dan dilakukan rekapitulasi penghitungan suara secara nasional oleh KPU. Penetapan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh KPU dengan mengumumkan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam dalam sidang pleno terbuka yang
18
dihadiri oleh Pasangan Calon dan Bawaslu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hari pemungutan suara. Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih, 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, kedua Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang. Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) Pasangan Calon, penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang (Pasal 159 UU Nomor 42 Tahun 2008). Pasangan Calon terpilih dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jika calon Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Presiden terpilih dilantik menjadi Presiden. Jika calon Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Wakil Presiden yang terpilih dilantik menjadi Presiden. Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna
19
Majelis Permusyawaratan Rakyat bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. BAB XVII Pasal 186 UU Nomor 42 Tahun 2008 menyebutkan
bahwa
untuk
mendukung
kelancaran
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dapat melibatkan partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pendidikan politik bagi Pemilih dapat dilakukan kepada Pemilih pemula dan warga masyarakat lainnya melalui seminar, lokakarya, pelatihan, dan simulasi serta bentuk kegiatan lainnya., survei atau jajak pendapat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan penghitungan cepat hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dengan ketentuan: a.
tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Pasangan Calon;
b.
tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
c.
bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas; dan
d.
mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang aman, damai, tertib, dan lancar.
.
20
BAB III KONDISI UMUM PEMILU DI KABUPATEN BANJAR TAHUN 2014
3.1.
Kondisi Geopolitik Di Kabupaten Banjar Kabupaten Banjar merupakan satu dari 13 Kabupaten/Kota yang berada pada wilayah administratif Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Selatan dengan Banjarmasin sebagai Ibukota memiliki luas 37.530,52 km²16 dan berpenduduk mencapai 3.922.790 jiwa.17 Dari luas wilayah yang dimilki Provinsi Kalimantan Selatan, Kabupaten Banjar dengan luas wilayah ±4.668,50 masuk ke dalam wilayah terluas ketiga di Provinsi Kalimantan Selatan setelah Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu.18 Dengan jumlah penduduk mencapai 545.39719 jiwa Kabupaten Banjar Terdiri dari 19 Kecamatan, 277 Desa dan 13 Kelurahan20 yang meliputi21 sebagaimana table di bawah ini :
16
Luas Wilayah Kalimantan Selatan menurut BPS kalsel.bps.go.id diakses pada tanggal 9/7/2015.
17
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan tahun 2000-2014 di Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan http://kalsel.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/813 diakses pada tanggal 9/7/2015. 18
Gambaran Umum Wilayah Kab. Banjar di Pemerintah Kabupaten Banjar http://id3.banjarkab.go.id/profil-2/gambaran-umum-wilayah-kab-banjar/ diakses tanggal 9/7/2015. 19
Ibid. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan tahun 2000-2014
20
Ibid. Gambaran Umum Wilayah Kab. Banjar
21
Daftar Nama Kecamatan Kelurahan/Desa & Kodepos Di Kota/Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan di Ilmu Pengetahuan http://www.organisasi.org/1970/01/daftar-nama-kecamatankelurahan-desa-kodepos-di-kota-kabupaten-banjar-kalimantan-selatan.html diakses pada tanggal 9/7/2015.
21
No. Kecamatan 1. Aluh - Aluh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kelurahan/Desa Aluh Aluh Kecil Aluh Aluh Kecil Muara Aluh-Aluh Besar Bakambat Balimau Bunipah Handil Baru Handil Bujur Kuin Besar Kuin Kecil Labat Muara Pemurus Podok Pulantan Sei/Sungai Musang Simpang Warga Simpang Warga Dalam Tanipah Terapu
2.
Aranio
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Apuai Aranio Artain Belangian Benua Riam Bunglai Kalaan Paau Rantau Balai Rantau Bujur Tiwingan Baru Tiwingan Lama
3.
Astambul
1 2 3
Astambul Astambul Seberang Banua Anyar I (Benua Anyar I) Banua Anyar II (Benua Anyar II)
4
22
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Danau Salak Jati Kalampayan Kalampayan Ulu Kaliukan Kelampaian Ilir Limamar Lokgabang Munggu Raya Pasar Jati Pematang Hambawang Pingaran Ilir Pingaran Ulu Sei/Sungai Alat Sei/Sungai Tuan Ilir Sei/Sungai Tuan Ulu Tambak Danau Tambangan
4.
Beruntung Baru
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Babirik Handil Purai Haur Kuning Jambu Burung Jambu Raya Kampung Baru Lawahan Muara Halayung Pindahan Baru Rumpiang Selat Makmur Tambak Padi
5.
Gambut
1 2 3 4 5 6 7
Banyu Hirang Gambut Guntung Papuyu Guntung Ujung Kayu Bawang Keladan Baru Makmur
23
8 9 10 11 12 13
Malintang Malintang Baru Sei/Sungai Kupang Tambak Sirang Baru Tambak Sirang Darat Tambak Sirang Laut
6.
Karang Intan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Abirau Awang Bangkal Barat Awang Bangkal Timur Balau Biih Jingah Habang Ilir Jingah Habang Ulu Karang Intan Kiram Lihung Loktangga Mali Mali Mandi Angin Barat Mandi Angin Timur Mandi Kapau Barat Mandi Kapau Timur Padang Panjang Pandak Daun Pasar Lama Penyambaran Pulau Nyiur Sei/Sungai Alang Sei/Sungai Arfat Sei/Sungai Asam Sei/Sungai Besar Sei/Sungai Landas
7.
Karang Hanyar
1 2 3 4 5
Benua Hanyar (Banua Hanyar) Jaruju Laut Kertak Hanyar I Kertakhanyar II Manarap Baru
24
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Manarap Lama Manarap Tengah Mandar Sari Mekar Raya Mekar Sari Pandan Sari Pasar Kemis Pemangkih Baru Sei/Sungai Lakum Simpang Empat
8.
Martapura Barat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Antasan Sutun Keliling Benteng Tengah Keliling Benteng Ulu Penggalaman Sei/Sungai Batang Sei/Sungai Batang Ilir Sei/Sungai Rangas Sei/Sungai Rangas Hambuku Sei/Sungai Rangas Tengah Sei/Sungai Rangas Ulu Tangkas Telok Selong Telok Selong Ulu
9.
Martapura Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Keraton Cindai Alus Sei/Sungai Sipai Tanjung Rema Tanjung Rema Darat Jawa Jawa Laut Tunggul Irang Tunggul Irang Ilir Tunggul Irang Ulu Murung Keraton Murung Kenanga Iurahan/Desa Bincau Bincau Muara
25
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Indra Sari Labuan Tabu Pasayangan Barat Pasayangan Selatan Pasayangan Utara Pesayangan Tambak Baru Tambak Baru Ilir Tambak Baru Ulu Tungkaran Sei/Sungai Paring
10.
Martapura Timur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Akar Bagantung Akar Baru Antasan Senor Antasan Senor Ilir Dalam Pagar Dalam Pagar Ulu Keramat Keramat Baru Mekar Melayu Ilir Melayu Tengah Melayu Ulu Pekauman Pekauman Dalam Pekauman Ulu Pematang Baru Sei/Sungai Kitano Tambak Anyar Tambak Anyar Ilir Tambak Anyar Ulu
11.
Mataraman
1 2 3 4 5 6
Baru Bawahan Pasar Bawahan Seberang Bawahan Selan Gunung Ulin Lok Tamu
26
7 8 9 10 11 12 13 14 15
Mangka Lawat Mataraman Pasiraman Pematang Danau Sei/Sungai Jati Simpang Tiga Surian Takuti Tanah Abang
12.
Pengaron
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Lurahan/Desa Alimukim Antaraku Ati Im Benteng Kertak Empat Lobang Baru Loktunggul Lumpangi Mangkauk Maniapun Panyiuran Pengaron
13.
Peramasan
1 2 3 4
Angkipih Peramasan Atas Peramasan Bawah Remo
14.
Sambung Makmur
1 2 3 4 5 6 7
Baliangin Batang Banyu Batu Tanam Gunung Batu Madurejo Pasar Baru Sei/Sungai Lurus
15.
Sungai Pinang
1 2 3
Belimbing Baru Belimbing Lama Hakim Makmur
27
4 5 6 7 8 9 10 11
Kahelaan Kupang Rejo Pakutik Rantau Bakula Rantau Nangka Sei/Sungai Pinang Sumber Baru Sumber Harapan
16.
Sungai Tabuk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Abumbun Jaya Gudang Hirang Gudang Tengah Keliling Benteng Ilir Lok Baintan Lok Baintan Dalam Lokbuntar Paku Alam Pejambuan Pemakuan Pematang Panjang Pembantanan Sei/Sungai Bakung Sei/Sungai Bangkal Sei/Sungai Lulut Sei/Sungai Pinang Baru Sei/Sungai Pinang Lama Sei/Sungai Tabuk Keramat Sei/Sungai Tabuk Kota Sei/Sungai Tandipah Tajau Landung
17.
Simpang Empat
1 2 3 4 5 6 7 8
Sei/Sungai Tabuk Alalak Padang Batu Balian Benua Anyar Berkat Mulya Cabi Cinta Puri Garis Hanyar
28
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Karya Makmur Keramat Mina Lawiran Lokcantung Makmur Karya Paku Paring Tali Pasar Lama Sei/Sungai Langsat Sei/Sungai Raya Simpang Empat Simpang Lima Sindang Jaya Sumber Sari Sungkai Sungkai Baru Surian Hanyar Tanah Intan
18.
Tatah Makmur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Layap Baru Tampang Awang Tatah Bangkal Tatah Bangkal Tengah Tatah Belayung Baru Tatah Jaruju Tatah Layap Tatah Pemangkih Darat Tatah Pemangkih Laut Tatah Pemangkih Tengah Taybah Raya (Taibah Raya)
19.
Telaga Bauntung
1 2 3 4
Loktanah Rampah Rantau Bujur Telaga Baru
29
Geografis Kabupaten Banjar, yang berada di antara 2°49’55 3°43’38 LS dan 114°30’20" - 115°35’37" BT, dengan perbatasan wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara dengan Hulu Sungai Selatan dan Tapin
Sebelah Selatan dengan Banjarbaru dan Tanah Laut
Sebelah Timur dengan Kotabaru dan Tanah Bumbu
Sebelah Barat dengan Batola dan Banjarmasin
Secara geografis di Kabupaten Banjar masih terdapat daerahdaerah terpencil seperti yang terdapat di Kecamatan Paramasan, Kecamatan Telaga Bauntung, Kecamatan Sungai Pinang, Kecamatan Aranio, dan Kecamatan Aluh-Aluh. Pada daerah-daerah tersebut sangatlah sulit untuk merekrut SDM yang memadai sebagai Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Karena mereka lah yang melakukan verifikasi factual (Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) DP4 yang menjadi data dasar dalam penyusunan daftar pemilih.
3.2.
Penyelenggara Pemilu Di Kabupaten Banjar Tahun 2014 3.2.1. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banjar Komisi
Pemilihan
Umum
(KPU),
adalah
lembaga
penyelenggara pemilu yang berifat nasional, tetap dan mandiri yang bertugas melaksanakan pemilu. Di tingkat Provinsi yang
30
bertugas melaksanakan pemilu adalah KPU Provinsi dan di tingkat Kabupaten/Kota pemilu dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota. Dari sisi normatif, yaitu Pasal 10 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU Kabupaten/Kota mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut: a) Tugas dan Kewenangan KPU Kabupaten/Kota dalam Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi: a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di kabupaten/kota; b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya; d. mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya; e. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi; f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; g. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara rekapitulasi suara dan sertifikat rekapitulasi suara; h. melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK; i. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada
31
j.
k.
l. m.
n.
o. p.
saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi; menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan mengumumkannya; mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota terpilih sesuai dengan alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di kabupaten/kota yang bersangkutan dan membuat berita acaranya; menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota; mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkanterganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan; menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat; melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau peraturan perundangundangan.
b) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi: a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di kabupaten/kota; b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya; d. mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya; e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
32
f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi; g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara; h. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi; i. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu; j. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan; k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat; l. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan m. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan tugas dan wewenang tersebut maka dibentuklah komisioner KPU sebagai penyelenggra Pemilu di Kabupaten Banjar. Ahmad Faisal S.Hut sebagai Ketua KPU Kabupaten Banjar dibantu oleh 5 (lima) anggotanya, yaitu Fajeri Tamzidillah S.Pd, Muhammad Syafwani, Febriyanto, S.E. dan Drs.Tarmiji Nawawi.
33
Kabupaten Banjar dengan jumlah 19 kecamatan memiliki 1.310 TPS sebagaimana table di bawah ini Tabel. 3.1.22 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
3.2.
Nama Kecamatan Aluh Aluh Kertak Hanyar Gambut Sungai Tabuk Martapura Karang Intan Astambul Simpang Empat Pengarom Sungai Pinang Aranio Mataraman Beruntung Baru Martapura Barat Martapura Timur Sambung Makmur Paramasan Telaga Bauntung Tatah Makmur Jumlah
TPS 72 94 85 164 248 81 92 87 40 31 22 65 34 51 69 24 13 8 30 1310
Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Banjar Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota.
22
Jumlah TPS di Kabupaten Banjar di Bawaslu http://bengawantm.com:5000/sl/dataset/jumlah_tps_di_kabupaten_banjar/resource/b78185a34a8a-465e-947e-8aec0a33ca20 diakses pada 7/10/2015
34
3.3.
Profil Pemilih Di Kabupaten Banjar Pada pemilu 2014 pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih menggunakan
mekanisme
yang
berbeda
dibandingkan
dengan
penyelenggaraan pada pemilu sebelumnya. Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang diterima dari pemerintah, disinkronisasi atau dilakukan pencocokan dan penelitian dengan memverifikasi faktual oleh KPU Kabupaten/ Kota yang dibantu oleh Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Hasil dari verifikasi faktual tersebut disusunlah Daftar pemilih Sementara (DPS), DPS dilakukan perbaikan menjadi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP), DPSHP dilakukan penyempurnaan lagi, meminta masukan dan tanggapan masyarakat sehingga dihasilkan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Setelah DPT ditetapkan namun masih terdapat warga masyarakat tidak terdaftar dalam DPT tersebut, dapat didaftarkan kembali dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK). Untuk pemilih yang oleh keadaan tertentu harus pindah TPS untuk memilih, juga dimungkinkan dengan mekanisme tertentu dan didaftarkan dalam Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb). Kemudian jika masih terdapat pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, DPTb, dan DPK, pada hari pemunggutan suara langsung mendatangi TPS yang sesuai dengan alamat
pada identitas kependudukannya, dengan
membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK) atau Passpor atau identitas kependudukan lainnnya yang sesuai dengan
35
peraturan perundang-undangan, akan dimasukan dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Proses pemutakhiran dan penyusunan Daftar Pemilih pada Pemilu 2014 menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). Sistem ini digunakan untuk mendukung kerja penyelenggara pemilu dalam menyusun, mengkoordinasi, mengumumkan, memelihara data pemilih, dan melayani pemilih untuk memeriksa, memberikan masukan dan tanggapan terhadap daftar pemilih. Sehingga Daftar Pemilih yang dihasilkan menjadi terbuka atau transparan, misalnya pemilih dapat memeriksa langsung melalui website KPU, apakah dia sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Sistem ini dapat menghasilkan Rekapitulasi Daftar Pemilih secara otomatis, dan dapat mengidentifikasi pemilih ganda, belum cukup umur, data identitas pemilih yang tidak akurat seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, masih belum terdata/ kosong. Hasil Pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih di Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan sebagai berikut :
1.
Daftar Pemilih untuk Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tahun 2014, yang terdiri dari 13 (tiga belas) kecamatan, 290 (Dua Ratus Sembilan Puluh) Kelurahan/ Desa, 1320 (seribu tiga ratus dua puluh) Tempat Pemungutan Suara (TPS), adapun datanya dapat dilihat pada table berikut ini :
36
No
2.
Rekapitulasi
Daftar Pemilih
Laki - laki
Perempuan
Jumlah
1
DPS
199.191
195.146
394.337
2
DPSHP
198.328
194.021
392.349
3
DPT 1
197.318
194.056
391.374
4
DPT 2
197.426
193.449
390.875
5
DPT 3
197.259
193.210
390.469
6
DPT 4
197.223
193.117
390.340
7
DPT 5
196.136
191.905
388.041
8
DPK
1.051
742
1.793
Daftar Pemilih untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, yang terdiri dari 13 ( tiga belas ) kecamatan, 290 ( Dua Ratus Sembilan Puluh ) Kelurahan/ Desa, 1173 ( seribu seratus tujuh puluh tiga ) Tempat Pemungutan Suara ( TPS ) ;
No
Rekapitulasi
Daftar Pemilih
Laki - laki
Perempuan
Jumlah
1
DPS
196.136
191.905
388.041
2
DPSHP
197.187
192.647
389.834
3
DPT
198.696
193.977
392.673
37
4
DPK
693
621
1.314
Dari kedua data di atas terdapat perubahan jumlah TPS dan Jumlah pemilihnya. Untuk jumlah TPS pada Daftar Pemilih Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tahun 2014 sebanyak 1320 TPS, namun pada Daftar Pemilih untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 menjadi 1173 TPS. Penurunan jumlah TPS ini karena berdasarkan PKPU No. 9 Tahun 2014 bahwa pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 jumlah maksimal pemilih dalam satu TPS 800 pemilih. Dengan demikian dilakukan penggabungan beberapa TPS. Sedangkan terjadinya kenaikan jumlah pemilih, dikarenakan adanya rentang waktu antara penetapan DPT terakhir Pemilu Anggota DPR, DPPD, dan DPRD Tahun 2014 (tanggal 18 Maret 2014) dengan penetapan DPT Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 (tanggal 9 Juni 2014), sehingga terjadi penambahan pemilih, khususnya pemilih pemula.
38
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.
Bentuk Kesukarelaan Politik Warga Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu ciri pokok demokrasi. Sebuah negara tak bisa disebut demokratis, jika di dalamnya tidak terdapat Pemilu yang diselenggarakan secara periodik dan berkala untuk melakukan sirkulasi elite politik. Indonesia
merupakan
negara
yang
setelah
berhasil
menyelenggarakan Pemilu 2004 disebut sebagai negara terdemokratis ketiga setelah Amerika dan India. Gelar tersebut bukan saja karena Indonesia telah terbebas dari rezim birokratik-otoritarian Orde Baru, tetapi juga karena Pemilu dapat diselenggarakan dengan baik oleh Komisi Pemilihan
Umum
(KPU)
sebagai
sebuah
lembaga
independen
penyelenggara Pemilu yang personil-personilnya secara umum memiliki kapasitas dan kapabilitas mumpuni. Selain itu, saat itu nuansa euforia demokrasi pasca otoritarianisme masih sangat terasa dan disambut masyarakat dengan senang hati dan bahkan antusias untuk memilih wakil-wakil dan pemimpin rakyat yang sesuai dengan harapan mereka. Secara umum, rakyat pemilih datang ke TPS-TPS karena dorongan dari diri mereka sendiri untuk melahirkan wakil dan pemimpin rakyat yang akan mampu menciptakan kebaikan bersama. Menurut Wiliam Ebenstein dalam karyanya yang berjudul Todays Isms: Socialism, Capitalism, Fascism, Communism, and Libertarianism, setidaknya ada delapan kriteria dan dasar psikologis demokrasi, yakni akal sehat, pengutamaan individu, negara tak lebih dari sekedar alat untuk mencapai tujuan bersama, hubungan antara negara dan rakyat diatur berdasar hukum, persamaan hak asasi manusia, prosedur demokrasi yang
39
dijalankan secara benar mengingat tujuan tidak bisa dipisahkan dari cara atau alat yang digunakan, dan terakhir yang teramat penting ialah prinsip kesukarelaan (voluntarism). Demokrasi meniscayakan kesukarelaan masyarakat untuk terlibat di dalamnya. Tanpa kesukarelaan tak ada demokrasi, karena sesungguhnya mereka mengalami keterpaksaan dalam menentukan pilihan. Dalam tradisi masyarakat di Indonesia saat ini kesukarelaan dalam politik bisa dikatakan masih sangatlah rendah. Nampaknya, hal ini disebabkan oleh kesalahan dalam memahami makna politik. Politik dianggap sebagai arena yang kotor dan jahat yang dihuni oleh mereka yang hanya ingin memperkaya diri sendiri. Karena itu, rakyat menuntut imbalan secara langsung untuk dukungan politik yang mereka berikan. Meskipun kesukarelaan tersebut masih sangat kurang, akan tetapi memang masyarakat Indonesia sedang belajar dalam berdemokrasi, dan mulai belajar mengenai peran sukarela warga dalam proses pemilu. Sesungguhnya diantara sedikitnya kesukarelaan warga tersebut, ada beberapa hal yang telah dilakukan warga termasuk di Kabupaten Banjar seperti yang terlihat pada pileg dan pilpres tahun 2014. Dalam hal ini dapat dilihat dari 3 fase dalam pemilu.
4.1.1 Pra Pemilihan Umum Pemilu adalah mekanisme implementasi dari demokrasi, oleh sebab itu disebut sebagai proses dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sekeras apapun upaya Negara dalam melaksanakan pemilu tidak akan banyak berhasil tanpa keikutsertaan warga itu sendiri. Sebaliknya, kekurangan Negara dalam pelaksanaan pemilu, akan ditutupi atau dilengkapi dengan sendirinya melalui berbagai aktifitas warga yang memiliki dampak.
40
Pada tahap pra pemilihan umum yaitu sejak adanya sosialisasi
sampai
dengan
kampanye
berbagai
kegiatan
dilaksanakan warga misalnya. a. Pembentukan Relawan Pada pemilu 2014, khususnya Pilpres dimana masyarakat dihadapkan untuk memilih pemimpin baru, disadari ada pergerakan politik warga dengan sifat kesukarelaan. Kontestan pilpres yang hanya 2 pasang, membuat perbedaan dan pernyataan sikap memilih dan tidak memilih warga menjadi tegas. Hal ini tercermin dengan banyaknya komunitas atau kelompok yang membangun posko-posko relawan untuk menampung aspirasi sekaligus menjadi corong bagi calon presiden menyampaikan cara kerjanya. Di Kabupaten Banjar dan hampir seluruh Kalimantan Selatan terdapat beberapa grup relawan yang memiliki pergerakan yang massif, seperti halnya foto dibawah ini :
Foto 1 : Pembentukan Relawan Mahasiswa Banua
41
Foto 2 : Sosialisasi Relawan
Foto 3 : Relawan melakukan aksi turun ke jalan
Para mahasiswa yang tergabung dalam RMB (Relawan Mahasiswa Banua) Jokowi-JK merapatkan barisan untuk melakukan aksi dan strategi untuk menyampaikan secara langsung kepada masyarakat gagasan dan terobosan apa yang akan dilakukan Jokowi-JK jika terpilih. Banyak cara yang
42
mereka lakukan mulai dari turun langsung ke jalan, pasar dan yang langsung bersentuhan dengan pemilih. Tidak hanya itu RMB juga berinteraksi dengan pemilih melalui media sosial. RMB terbentuk karena mereka sadar datang ke TPS dan kemudian memilih saja tidak cukup, mereka harus action dan berpartisipasi tanpa intervensi pihak luar. b. Diskusi atau Seminar Kepemiluan Melek politik oleh warga semakin hari semakin baik, hal yang utama dalam melek politik ialah pendidikan politik berupa sosialisasi maupun bentuk-bentuk lainnya. Dalam ranah akademis, ada beberapa peranan yang begitu terasa, misalnya dibukanya forum-forum ilmiah dalam rangka pemilu, uniknya peserta forum tersebut tidak hanya diisi oleh insan akademis seperti dosen dan mahasiswa, akan tetapi juga dari masyarakat secara umum. Foto 4 : Diskusi para pemuda mengenai pemilu
43
Foto 5 : Seminar dan Simulasi yang diikuti berbagai kalangan z
Melakukan diskusi dan menyampaikan argumen maupun informasi merupakan salah satu cara untuk menambah pengetahuan. Dalam hal ini pengetahuan dalam pemilu, walaupun
dengan
mengikuti diskusi
keterbatasan
mereka
begitu
antusias
mengenai aturan main saat pemilu
dilaksanakan. Tidak hanya itu potensi calon pemimpin juga menjadi sorotan diskusi. Kesukarelaan warga dalam forum seperti ini akan merangsang perbaikan informasi dan cara pandang warga, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pemilu dan kualitas demokrasi di Indonesia.
4.1.2. Saat Pemilihan Umum Fase pemungutan suara adalah inti dari seluruh tahapan pemilu, dalam pemungutan suara tersebut banyak peranan dari warga masyarakat.
44
Pelaksanaan pemungutan suara dilakukan oleh panitia yang dibentuk dari warga sendiri dan hal yang pasti para pemilih itu sendiri adalah warga masyarakat tersebut juga. Salah satu yang dapat dilakukan warga dalam pemungutan suara ialah pembentukan panitia kecil di tingkat RT/ Kelurahan/ Desa dalam membangun Tempat Pemungutan Suara (TPS). Foto 6 : Warga bergotong royong membangun TPS
Foto 7 : Aktifitas unik di TPS menggunakan baju sepakbola oleh warga untuk menarik pemilih
45
Foto 8 : Warga memilih di TPS
Atas dasar kepedulian dan rasa memiliki, warga masyarakat gotong royong dalam membangun TPS (Tempat Pemungutan Suara) dalam semarak pemilu meskipun di tengah mulai pudarnya budaya gotong royong. Dalam pembuatan TPS memang telah disediakan anggaran, namun hal tersebut tidak membatasi kreatifitas warga agar pesta demokrasi berlangsung meriah, warga bahkan rela mengeluarkan bantuan berupa dana agar TPS dan pelaksanaan hari pemungutan suara menjadi menarik. TPS ada yang dibuat secara unik agar bisa menarik minat pemilih untuk memberikan hak suaranya.
4.1.3. Pasca Pemilihan Umum Adapun tahap penentuan akhir dari sebuah pemilu ialah rekapitulasi dan kesadaran politik warga dalam menerima hasil pemilu. Pemilu yang diselenggarakan secara bersih akan membuat warga menjadi mudah untuk menerima hasilnya, sebaliknya jika pemilu dilangsungkan dengan cara cara culas, dapat berimbas pada keamanan wilayah tersebut, misalnya terjadi pada Pemilihan
46
Bupati dan Wakil Bupati di Kotawaringin Barat yang membuat situasi kabupaten menjadi panas dan tidak kondusif. Untuk itu peran serta dan masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban sangat berpengaruh. Foto 9 : Penjagaaan keamanan dalam pemungutan suara
Foto 10 : Pengamanan hasil pemungutan suara
Dengan adanya partisipasi warga dalam bidang keamanan, akan mempermudah jalannya pemilu di Indonesia. Untuk
47
memastikan kemanan pemilu, baik itu pemilih ataupun kotak suara petugas dibantu warga untuk menjalankan tugasnya. Bahkan karena akses yang cukup jauh dari kota, masyarakat rela mengantarkan langsung kotak suara meskipun medan seperti sungai harus dilewati.
4.2.
FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KESUKARELAAN POLITIK WARGA Partisipasi
politik,
sebagai
suatu
aktivitas,
tentu
banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ada yang menyoroti faktor-faktor dari dalam diri seseorang, ada yang menyoroti faktor-faktor dari luar. Berikut akan dijelaskan beberapa fakto-faktor pedukung dan faktor-faktor penghambat kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar.
4.2.1. Faktor Pendukung a.
Kesadaran Warga Surbakti
mempengaruhi
menyebutkan tinggi
dua
rendahnya
variabel tingkat
penting
partisipasi
yang politik
seseorang. Pertama, adalah aspek kesadaran politik seseorang yang meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara. Misalnya hak-hak politik, hak ekonomi, hak mendapat perlindungan hukum, hak mendapatkan jaminan sosial, dan kewajiban-kewajiban seperti kewajiban dalam sistem politik, kewajiban kehidupan sosial, dan kewajiban lainnya. Dengan kesadaran politik itulah maka warga masyarakat Kabupaten Banjar menjadi ikut berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pemilihan umum di Kabupaten Banjar.
48
Menurut Milbrath ada 4 faktor yang menyebabkan orang berpartisipasi dalam kehidupan politik yang erat kaitannya dengan kesadaran warga antara lain yaitu: Pertama, karena adanya perangsang, maka orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Misalnya: seringnya orang tersebut mengikuti diskusi-diskusi politik melalui media massa atau melalui diskusi informal, serta mengikuti kampanye partai politik. Hal ini banyak dilakukan oleh warga Kabupaten Banjar demi mensukseskan pemilihan umum dengan mendukung maupun terlibat secara aktif dalam kampanye pasangan calon. Kedua, karena karakteristik pribadi seseorang. Orang yang mempunyai jiwa, watak/kepedulian sosial yang besar terhadap problem sosial, politik, ekonomi, dan lainnya, biasanya mau terlibat dalam aktifitas politik. Ketiga, karakter sosial seseorang, yaitu menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis, dan agama seseorang. Bagaimanapun lingkungan sosial itu ikut mempengaruhi persepsi, sikap, dan perilaku seseorang dalam bidang politik. Misalnya orang yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan lebih menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, dan keadilan tentu akan mau juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut dalam bidang politik. Dan untuk itulah mereka mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Faktor Lingkungan
situasi yang
atau
kondusif
lingkungan
politik
membuat
orang
itu
sendiri.
senang
hati
berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat
dalam
aktifitas-aktifitas
politik
ketimbang
dalam
lingkungan politik yang totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktifitas-aktifitas brutal, anarkis, dan kekerasan
49
dengan sendirinya menjauhkan masyarakat untuk berpartisipasi. Lingkungan yang kondusif inilah yang terdapat di Kabupaten Banjar sehingga menimbulkan rasa nyaman dan aman bagi para warga masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam mensukseskan Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Banjar. Kesukarelaan warga sangat berpengaruh besar terhadap kesuksesan pemilu tahun 2014 di Kabupaten Banjar. Padahal Indonesia yang merupakan sebagai salah satu negara paling korup sebenarnya mencerminkan bahwa bahwa tidak ada yang sukarela di negara ini, semua ada pamrih. Sulit bagi siapapun yang duduk di pemerintahan untuk berhasil melaksanakan program-program kerjanya karena terbentur birokrasi berbelit-belit maupun apatisme dari masyarakat. Sudah bukan rahasia lagi bahwa program pemerintah
yang
biasanya
disebut
“proyek”
akan
sukses
mendapatkan anggaran jika dalam proses pengajuan anggaran sudah disiapkan imbalan-imbalan yang memadai untuk pihak-pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan, baik kalangan eksekutif maupun leglisatif. Namun terdapat suatu paradoks di tengah kesukarelaan Rakyat ketika dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 ini pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara terbuka membuka
rekening
untuk
menampung
sumbangan
bagi
pembiayaan kampanye. Ternyata sambutan masyarakat sangat luar biasa. Bahkan seorang tukang batu dengan sukarela dan dengan sadar menyumbangkan satu hari upah hariannya. Satu hari upah mungkin berarti mengurangi jatah makan keluarganya selama satu hari. Hal ini yang boleh disebut “pengorbanan” bukan hanya sekedar menyumbang dan hal ini dilakukan secara sadar. Serta masih banyak lagi contoh lainnya yang menunjukkan bahwa
50
kesadaran warga untuk ikut perpartisipasi dalam pesta demokrasi patut untuk mendapat apresiasi. Dengan demikian faktor yang menjadi motivasi pemilih pemula berpartisipasi politik dalam Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Banjar yang relevan dengan yang telah dikemukakan diatas yaitu adanya perangsang karena pemilih pemula selalu berdiskusi dengan tema disesuaikan dengan kebutuhan di antaranya tentang politik, sosial, budaya, pendidikan dan lain sebagainya baik dilakukan secara formal maupun informal. Faktor karakteristik pribadi, karena sebagian besar pemilih pemula bergerak di bidang pendidikan namun juga di bidang sosial yang mempunyai kepedulian besar terhadap problem sosial, ekonomi sampai mau terlibat dalam aktivitas politik. Karakteristik sosial seseorang, karena pemilih pemula menghargai nilai keterbukaan serta kejujuran, keadilan sampai pada akhirnya mau menegakkannya dalam bidang politik dengan kata lain berpartisipasi dengan mempunyai misi. Situasi yang kondusif menjadikan pemilih pemula mau berpartisipasi dalam politik.
b.
Peranan Pemerintah/Tokoh Masyarakat Peranan Pemerintah dan tokoh masyarakat juga sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan pemilu 2014 di Kabupaten Banjar. Surbakti menyebutkan dua variabel penting yang mempengaruhi
tinggi
rendahnya
tingkat
partisipasi
politik
seseorang. Pertama, adalah aspek kesadaran politik seseorang yang meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara. Kedua menyangkut bagaimana penilaian dan apresiasinya terhadap pemerintah, baik terhadap kebijakan-kebijakan maupun terhadap pelaksanaan kepercayaannya. Faktor kedua inilah yang erat kaitannya dengan peran pemerintah dan tokoh masyarakat
51
dalam rangka memberikan pendidikan politik bagi masyarakat Kabupaten Banjar. Dengan adanya pendidikan politik yang diberikan oleh pemerintah melalui berbagai macam kebijakannya misalanya mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kesadaran politik warga serta peran tokoh masyarakat khususnya yang telah aktif dalam dunia politik melalui partai politiknya
dapat
meningkatkan
kepekaan
seseorang
atau
keterbukaan seseorang terhadap dunia politik. Semakin peka atau terbuka seseorang terhadap perangsang politik melalui kontak pribadi dengan tokoh masyarakan dan organisatoris misalnya melalui partai politik atau bahkan melalui media massa, maka akan semakin besar kemungkinan dia untuk turut serta dalam kegiatan politik. Jelas bahwa keterbukaan ini berbeda dari satu orang dengan orang lainnya, dan bagaimanapun juga ini merupakan bagian dari proses sosialisasi politik. Seseorang yang termasuk dalam suatu keluarga yang sering melakukan diskusi politik, atau menjadi anggota dari suatu organisasi yang mendorong aktivitas politik misalnya menjadi pengurus partai politik dan sebgainya, akan terdorong pula dalam kegiatan politik. Demikian juga, terbukanya seseorang bagi media massa dapat merangsang dan minatnya dalam soal-soal politik, dan menambah kemungkinan partisipasinya dalam soal-soal itu. Dalam pada itu, individu mempunyai suatu kadar pengontrol atas keterbukaannya terhadap perangsang politik. Dan dapat memilih cara untuk menghindari kontak pribadi dan kontak organisatoris, baik secara umum maupun hanya secara khusus bersifat politik saja. Jadi mereka yang berminat dalam soal-soal politik mungkin menyambut dengan baik kesempatan untuk berpartisispasi dalam proses politik, atau mereka mempunyai rasa kewajiban terbuka yang sifatnya moral ataupun lainnya untuk berbuat demikian. Sehingga peranan pemerintah Kabupaten Banjar dan tokoh masyarakat sangat besar
52
dalam mempengaruhi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilihan umum di Kabupaten Banjar. Hal ini dapat kita lihat dari pelaksaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 yang melibatkan banyak sekali kalangan dari masyarakat yang ikut dan turut serta dalam mensukseskan pesta demokrasi yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun tersebut. Hal tersebut tidak lepas dari peranan pemerintah dan tokoh masyarakat di Kabupaten Banjar.
4.2.2 Faktor Penghambat a.
Geografis Letak geografis menjadi salah satu faktor yang sangat
berpengaruh
terhadap
tingkat
kesukarelaan
politik
warga
Kabupaten Banjar pada pelaksanaan pemilu tahun 2014 di Kabupaten Banjar. Karena Kabupaten Banjar juga memiliki daerah yang jaraknya cukup jauh dari pusat kota sehingga seringkali menyulitkan masyarakat unutk berpartisipasi aktif dalam kegiatan kesukarelaan politik. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi cenderung apatis terhadap kegiatan politik, apalagi letak geografis yang cukup jauh tersebut sehingga jangkauan untuk pendidikan politik atau sosialisasi politik menjadi sangat terbatas. Faktor lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan yang kondusif membuat orang senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas politik. Namun tidak demikian bagi daerah yang yang jangkauannya cukup jauh dari pusat kota. Sehingga menimbulkan masyarakat tidak ikut berpartisipasi dalam memeriahkan Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Banjar.
53
b.
Pendanaan Menurut
Frank
Lindenfield,
alasan
mereka
ikut
berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah adanya kepuasan finansial. Lindenfield pun menyatakan bahwa status ekonomi yang rendah menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik. Dan orang yang bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi pada orang yang memiliki kemapanan ekonomi. Tidak dipungkiri bahwa kesukarelaan warga tersebut perlu diapresiasi dengan sesuatu yang dapat memuaskan dirinya khususnya
adalah
dana
yang
dapat
menunjang
kegiatan
kesukarelaan politik warga Kabupaten Banjar. Dengan lancarnya seluruh kegiatan maka akan memberikan dampak positif bagi pemilih pemula yang lainnya untuk
ikut dan turut serta
berpartisipasi dalam kegiatan kesukarelaan politik dalam rangka mensuskseskan pemilu yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun tersebut. 4.3.
BENTUK KEBIJAKAN YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK MENUMBUHKAN
DAN
MEMPERKUAT
KESUKARELAAN
POLITIK WARGA
Harus diakui, masih banyak terjadi tidak adanya kesukarelaan di antara pemilih dan juga para caleg. Masyarakat tidak mau memilih jika tidak diberi imbalan uang atau imbalan-imbalan konkret dalam bentuk lainnya. Dalam konteks ini, kesukarelaan masyarakat telah didistorsi oleh praktik politik-uang. Mereka menjadikan uang sebagai salah satu faktor dominan dalam menentukan pilihan. Hal ini tercermin dalam prinsipprinsip mereka yang nyata dalam berbagai jargon, antara lain: tak ada duit,
54
tidak nyoblos (baca: mencontreng), caleg jangan hanya jual gusi, tapi harus punya gizi, dan lain-lain jargon yang senada dengan itu. Sementara para caleg memberikan uang juga karena keterpaksaan. Walaupun sebelumnya tidak pernah dikenal sebagai orang yang dermawan, tetapi pada saat menjelang Pemilu mendadak menjadi orang yang sangat royal kepada masyarakat. Para caleg melakukan itu tentunya karena memiliki interest. Mereka terpaksa, karena harus mengikuti langgam realitas pasar yang memang menginginkan itu. Jika mereka tidak mampu menahan hasrat untuk semata-mata berkuasa, maka jalan praktik politik uanglah yang mereka tempuh. Dan jika hasrat berkuasa para caleg terlalu tinggi, maka mereka akan mempertaruhkan sebagian besar harta kekayaan yang mereka miliki untuk memperebutkan kekuasaan di lembaga legislatif itu; bahkan walau untuk itu mereka mesti harus berutang. Itu terbukti dengan banyaknya caleg yang setelah selesai Pemilu dan tidak mendapatkan perolehan suara yang signifikan kemudian menjadi stress dan bahkan meninggal dunia karena terkena serangan jantung akut. Setidaknya mereka melakukan tindakan-tindakan yang sungguh ironis dan memalukan, seperti meminta kembali barang-barang yang telah mereka berikan, baik untuk pribadi-pribadi tertentu maupun untuk kelompokkelompok dan lembaga-lembaga tertentu. Harusnya, kejadian-kejadian seperti itu tak perlu terjadi jika masing-masing antara pemilih dan para caleg memiliki saling percaya. Ketiadaan sikap saling percaya inilah yang menyebabkan uang menjadi jalan terakhir. Rakyat pemilih menginginkan imbalan yang berbentuk instan. Sedangkan para caleg yang sebelumnya tidak pernah berkiprah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan juga menggunakan uang sebagai jalan instan untuk merebut kekuasaan. Akibatnya, Pemilu diwarnai dengan transaksi-transaksi yang sesungguhnya masuk dalam kategori politik-uang yang oleh Undang-
55
Undang jelas dilarang. Jarang sekali caleg yang berani melakukan langkah melawan arus dengan melakukan pendidikan politik kepada rakyat dengan menjelaskan bahwa praktik-politik uang merupakan praktik pelanggaran terhadap Undang-Undang. Berdasarkan data KPU tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 menurun dibandingkan pada Pemilu Legislatif (Pileg) April 2014 dan Pilpres 2009. Partisipasi pemilih pada Pileg 2014 mencapai 75,11 persen, sedangkan pada Pilpres partisipasi pemilih adalah 72 persen. Secara kuantitatif, partisipasi masyarakat memang menurun, namun, secara kualitas justru mengalami peningkatan hal ini tampak dari partisipasi masyarakat untuk ikut mengawal pemilu.Kesukarelawanan warga negara untuk terlibat dalam proses ini mengalami peningkatan. Itu terlihat dari banyaknya relawan yang tidak terafiliasi kekuatan politik. Pada pileg tercatat ada 124.972.491 suara sah. Adapun daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu Legislatif 2014 mencatatkan 185.826.024.Dengan angka partisipasi itu, 24,89 % pemilih tak menggunakan hak pilihnya. Pada pilpres, capres Prabowo Subianto – Hatta Radjasa memperoleh 62.576.444 suara atau 46,85 %, sedangkan pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla memperoleh 70.997.833 suara atau 53,15 % dari total suara sah 133.574.277.Adapun total pemilih yang tercatat dalam DPT pilpres sebanyak 190.307.134 orang. Jumlah ini meningkat 2.454.142 orang dari DPT pileg. Dengan demikian penurunan tingkat partisipasi di pilpres terjadi secara persentase, meski terjadi peningkatan dari sisi jumlah suara. Berdasarkan data, partisipasi pemilih dalam pileg dan pilpres tahun 2014 tidak begitu memuaskan. Namun masih tetap bermakna baik dalam rangka pendewasaan politik masyarakat. Berbagai macam hal positif yang
56
terjadi seperti halnya kesukarelaan warga dalam politik yang telah dibahas diatas, harus tetap dijaga dan bahkan ditingkatkan kualitasnya. Untuk itu ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan Negara itu sendiri.
4.3.1 Penguatan Regulasi Kesukarelaan warga dalam politik mestinya diikuti dengan adanya payung hukum bagi mereka. Payung hukum bukan berarti pembatasan, akan tetapi pengaturan yang bersifat memelihara, menumbuh-suburkan
dan
menjaga
kelompok-kelompok
masyarakat dari penyalahgunaan atas nama kesukarelaan. Regulasi dapat dibuat berupa suatu peraturan perundang-undangan (regelling) atau melalui sebuah kebijakan lain yang bersifat memperkuat kesukarelaan warga. Regulasi ini juga berguna dan bermanfaat seperti untuk menyebarluaskan
informasi mengenai
tahapan,
jadwal dan
program Pemilihan. meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam Pemilihan, dan meningkatkan partisipasi Pemilih dalam Pemilihan. Dalam rangka Pemilukada serentak, KPU telah membuat Peraturan Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota dan Wakil Walikota. Dengan demikian semangat dan implementasi kesukarelaan warga menjadi semakin matang dan berkualitas.
57
4.3.2 Anggaran Kesukarelaan merupakan dasar dari gotong royong. Gotong royong sendiri merupakan senjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah dan mengisi pembangunan. Kesukarelaan warga dalam bidang politik dapat bermakna luas dan banyak. Dalam berkegiatan, kesukarelaan warga dalam pemilu bersumber dengan swadaya masyarakat itu sendiri. Bagi masyarakat kita, nampaknya kesadaran politik semakin meningkat, sehingga tidak sulit bagi kalangan-kalangan tertentu untuk memberikan dukungan berbentuk materiil kepada kelompok tertentu agar gerakan relawan atau kelompok tertentu bias berjalan. Akan tetapi, jika dukungan materiil tersebut diberikan oleh Negara maka akan terasa lebih baik. Pemilu, dari proses sampai dengan hasilnya merupakan proses yang menjadi tanggung jawab penuh Negara, akan tetapi pelibatan masyarakat menjadi sangat urgen. Urgensi inilah yang mendorong gagasan bahwa diperlukan semacam anggaran tertentu untuk menyokong kesukarelaan warga. Sokongan tersebut jangan disalah-artikan sebagai kepentingan pemerintah yang sedang berkuasa untuk mengambil keuntungan tertentu, akan tetapi dukungan Negara bagi masyarakatnya dalam beraktifitas dalam bidang politik bermakna ke dalam maupun keluar. Ke dalam maksudnya gerakan masyarakat menjadi kuat, tidak lesu karena ada bantuan dari Negara untuk melaksanakan gagasan-gagasannya. Selain itu bermakna keluar agar terhindar dari donator-donatur yang pragmatis dan memanfaatkan momenmomen tertentu dalam bermasyarakat.
58
4.3.3 Penghargaan Penghargaan (reward) adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu lembaga yang biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan. Dalam organisasi ada istilah insentif, yang merupakan suatu penghargaan dalam bentuk material atau non material yang diberikan oleh pihak pimpinan organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan menjadikan modal motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan atau organisasi. Imbalan intrinsic adalah imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan
itu
sendiri,
imbalan
tersebut
mencakup
rasa
penyelesaian, prestasi, otonomi dan pertumbuhan, maksudnya kemampuan untuk memulai atau menyelesaikan suatu proyek pekerjaan merupakan hal yang penting bagi sejumlah individu. Sedangkan imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan. Imbalan tersebut mencakup: uang, status, promosi dan rasa hormat. Ada tiga fungsi atau tujuan penting dari penghargaan yaitu : -
Memperkuat motivasi untuk memacu diri agar mencapai prestasi
-
Memberikan tanda bagi seseorang yang memiliki kemampuan lebih
-
Bersifat Universal
Dalam konteks kesukarelaan warga di bidang politik, nampaknya dapat ditingkatkan melalui mekanisme penghargaan bagi kalangan pegiatnya. Tujuannya agar masyarakat merasa dihargai atas perananannya, sebagai ucapan terimakasih dari Negara sekaligus
59
alat motivator bagi warga yang lain agar ikut meningkatkan kesukarelaan dalam berpolitik.
60
BAB V PENUTUP
5.1.
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas, dalam rangka kesukarelaan warga dalam politik dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Bentuk kesukarelaan politik warga baik di Kabupaten Banjar maupun tempat lainnya terdiri dari berbagai macam dalam ketiga tahapan pemilu yaitu pra, saat pemungutan suara dan pasca. Berbagai kegiatan itu antara lain membentuk kelompok relawan, membuat diskusi/ seminar kepemiluan, partisipasi aktif dalam TPS serta menjaga keamanan dan ketertiban umum.
2.
Faktor pendukung kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar ialah kesadaran warga yang semakin baik dan peranan pemerintah termasuk jug para tokoh masyarakat/ ulama. Sedangkan faktor penghambatnya ialah kondisi geografis Kabupaten Banjar yang sulit untuk transportasi khususnya di desa yang belum berkembang baik serta pendanaan yang masih minim.
3.
Bentuk kebijakan yang harus dilakukan untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan politik warga misalnya dengan membuat aturan/ legislasi yang meningkatkan kualitas gerakan masyarakat, menyediakan pos anggaran untuk partisipasi masyarakat serta memberikan penghargaan kepada masyarakat yang giat dan menginspirasi warga lainnya.
5.2.
SARAN Adapun saran yang dapat diberikan untuk peningkatan dan penguatan partisipasi warga dalam politik yaitu :
61
1.
Membuat komunitas relawan atau komunitas lainnya dalam rangka penguatan relawan, meningkatkan kualitas dalam komunitas dan memperkaya khazanah demokrasi Indonesia.
2.
Membentuk regulasi yang baik, memberikan sejumlah anggaran dan pembinaan terhadap pelembagaan kesukarelaan warga tersebut.
62
DAFTAR PUSTAKA
Harris G. Warren, et. al. 1963. Our Democracy at Work. Prentice-Hall,Inc. Engelewood Cliffs, N.J Haryanto. 1984. PARTAI POLITIK: Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Liberty Keith Faulks. 2010. Sosiologi Politik. Bandung: Nusa Media Miriam Budiardjo. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama M.Rifqinizamy.
Makalah
berjudul
Menengok
Demokrasi
Konstitusional
Indonesia. Disampaikan dalam diskusi bertajuk “Demokrasi Substansial Menuju Negara Kesejahteraan: Dampak Liberalisasi Pengelolaan SDA di Kalimantan Selatan“. Diselenggarakan oleh Pro-Demokrasi (Pro-dem) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, 12 Maret 2015 N.D.Arora and S.S. Awasthy. 1999. Political Theory. New Delhi: Har-Anand Ramlan Surbakti. 2007. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Widisarana Indonesia Sudijono Sastroatmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang: Ikip Semarang Press Wirjono Prodjodikoro. 1981. Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik. Jakarta: PT Eresco