Koleksi Imago dan Telur Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dengan Metode HLC dan Ovitrap, serta Studi Kasus Penyakit DBD Di Kota Depok Dwi Anda Syahril Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected] Abstrak Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus. Penyakit DBD di Indonesia pertama kali muncul di Surabaya, kemudian menyebar luas ke seluruh daerah di Indonesia termasuk Kota Depok. Sampling nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan salah satu upaya untuk mengetahui tingkat kepadatan dan persebaran populasi kedua spesies tersebut dalam suatu wilayah. Dua jenis metode sampling yang digunakan yaitu human landing collection (HLC) dan oviposition trap (Ovitrap). Berdasarkan hasil sampling, jumlah sampel imago terbanyak diperoleh di Kecamatan Cimanggis (51 imago), sedangkan sampel telur terbanyak di Kecamatan Beji (21--40 telur). Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok tahun 2011 menunjukkan kasus DBD terbanyak terjadi di Kecamatan Pancoranmas (161 kasus), sedangkan jumlah kasus DBD paling sedikit terjadi di Kecamatan Cilodong (47 kasus). Data tersebut juga menunjukkan penyakit DBD paling banyak diderita oleh golongan umur di atas 15 tahun (742 orang) dan paling sedikit diderita oleh golongan umur di bawah 1 tahun (13 orang). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah hasil sampling imago nyamuk tidak berkorelasi dengan jumlah kasus DBD pada beberapa kecamatan di Kota Depok. Kata kunci: Aedes aegyti, Aedes albopictus, DBD, HLC, ovitrap.
1. PENDAHULUAN Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue [1]. Penyakit DBD muncul pertama kali pada tahun 1953 di Filipina, sedangkan di Indonesia, penyakit tersebut pertama kali muncul pada tahun 1968 di Kota Surabaya [2]. Penyakit DBD kemudian menyebar luas ke seluruh daerah Indonesia, termasuk Kota Depok [3, 4]. Depok merupakan wilayah yang secara letak geografis berbatasan langsung dengan daerah epidemi DBD, yaitu DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor [3]. Angka insiden DBD di kota Depok adalah 4,5 per 100.000 penduduk. Angka kematian atau crude fatality rate (CFR) pada tahun 1999 di kota Depok adalah 1,94 [3, 4]. Penyakit DBD ditularkan oleh dua spesies nyamuk yang terinfeksi virus dengue, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus [4]. Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis asli Afrika yang hidup di sekitar pemukiman manusia. Hal tersebut berbeda dengan Aedes albopictus yang berhabitat di sekitar kebun. Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit DBD karena lebih sering kontak dengan manusia [1]. Siklus penularan penyakit DBD awalnya terjadi di lingkungan hutan Afrika dan Asia. Penyakit
tersebut menular secara enzootic (melalui hewan) antara nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue dengan primata. Penularan DBD umumnya jarang meluas ke lingkungan perkotaan, namun jika hal tersebut terjadi maka virus dengue dapat ditransmisikan ke manusia. Nyamuk Aedes yang belum terinfeksi, jika menghisap darah manusia yang terinfeksi akan dapat menularkan virus dengue ke manusia lain tanpa memerlukan organisme enzootic (hewan inang) [5]. Pengambilan sampel (sampling) imago serta telur Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan salah satu upaya untuk mengetahui tingkat kepadatan dan persebaran populasi kedua spesies tersebut di suatu wilayah. Pengambilan sampel tersebut dapat dilakukan menggunakan metode human landing collection (HLC) dan oviposition trap (ovitrap) [6]. Pengetahuan mengenai persebaran populasi vektor virus dengue sangat penting untuk memahami transmisi penyakit DBD antar populasi manusia [7]. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kasus demam berdarah di beberapa kecamatan Kota Depok pada tahun 2011, dan mengetahui korelasi jumlah sampel imago (nyamuk dewasa) serta telur Aedes aegypti dan Aedes albopictus terhadap jumlah kasus DBD di kota tersebut.
Studi ekspresi..., Dwi Anda Syahril, FMIPA UI, 2013
2. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Pengambilan Sampel Pengambilan sampel imago serta telur Aedes aegypti dan Aedes albopictus dilakukan di lima lokasi berbeda dari Kota Depok, antara lain Tanah Baru, (Kecamatan Beji), Kecamatan Sukmajaya, Kemiri Jaya (Kecamatan Beji), Citayam (Kecamatan Cipayung), dan Kecamatan Cimanggis. Dua jenis metode yang digunakan yaitu HLC (untuk sampling imago) dan ovitrap (untuk sampling telur). Pengambilan sampel imago dilakukan pada siang hari dengan jumlah sampling sebanyak dua kali, sedangkan sampling telur dilakukan dengan meletakkan ovitrap selama dua sampai tiga minggu. Pengambilan sampel imago dan telur dilakukan di dua tempat, yaitu indoor (dalam ruangan) dan outdoor (di sekitar kebun). Metode HLC Metode HLC menggunakan aspirator untuk menangkap imago, selain itu peralatan pendukung seperti wadah imago, plastik sampel, kertas label, stop watch, buku catatan, dan alat tulis juga disiapkan. Waktu awal dan lokasi sampling dicatat, lalu imago yang terbang di sekitar kolektor ditunggu sampai hinggap pada tubuh kolektor. Imago yang hinggap dihisap dan dimasukkan ke dalam wadah imago. Imago tersebut lalu dimasukkan ke dalam freezer selama 30 menit, dan dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf 1,5 µl. Kertas label diberi keterangan berisi nama kolektor, metode sampling, waktu sampling (hari, tanggal, dan jam saat sampling dilakukan), tempat sampling (indoor/outdoor), lokasi sampling, dan jumlah sampel yang didapat. Kertas label ditempel pada plastik sampel, tabung Eppendorf berisi imago dimasukkan dalam plastik sampel, kemudian disimpan dalam freezer.
Ovitrap ditaruh di lokasi nyamuk bersarang selama dua sampai tiga minggu, kemudian kertas saring yang berisi telur-telur nyamuk diambil dan dikeringkan. Plastik sampel dan kertas label disiapkan. Kertas label diberi keterangan yang sama pada metode HLC, lalu ditempelkan pada plastik sampel. Kertas saring yang telah kering dimasukkan ke dalam plastik sampel dan disimpan di dalam freezer. Data Kasus DBD di Kota Depok Data kasus DBD di Kota Depok tahun 2011 didapat dari Dinas Kesehatan Kota Depok. Data tersebut berisi tentang jumlah puskesmas dan jumlah penderita DBD dari usia 0 sampai di atas 15 tahun pada setiap kecamatan di Kota Depok. Distribusi data kasus DBD dengan data hasil sampling imago dan telur dari dua spesies Aedes diuji kenormalannya dengan uji KolmogorovSmirnov. Korelasi kedua data tersebut kemudian diuji dengan uji Pearson atau uji Spearman. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.
Metode Ovitrap Ovitrap dibuat dari gelas plastik yang diisi air sebanyak 2/3 bagian dari volume totalnya, lalu kertas saring dimasukkan dan ditempatkan pada dinding dalam gelas plastik. Kertas label diberi keterangan yang sama seperti pada metode HLC, kemudian ditempelkan pada dinding luar ovitrap.
Studi ekspresi..., Dwi Anda Syahril, FMIPA UI, 2013
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil sampling imago nyamuk dengan metode HLC. Sampling ke-
Tanggal & jam (outdoor)
Lokasi
1
20/01/2012 (pk. 13.00--14.00 WIB) 21/01/2012 (pk. 13.30--14.30 WIB) 23/01/2012 (pk. 14.30--17.30 WIB) 26/01/2012 (pk. 15.50--16.50 WIB) 31/01/2012 (pk. 13.30--15.25 WIB) 02/01/2012 (pk. 12.00--12.50 WIB) 04/02/2012 (pk. 08.00--08.50 WIB) 18/02/2012 (pk. 08.10--09.29 WIB) 07/02/2012 (pk. 16.05--16.55 WIB) 18/02/2012 (pk. 17.05--17.45 WIB) Jumlah
Tanah Baru, Kec. Beji Kemiri Jaya, Kec. Beji Kec. Cimanggis
2 3 4 5
Jumlah sampel Indoor Outdoor 15 20 11
36
0
51
Kec. Sukmajaya
1
36
Citayam, Kec. Cipayung
0
31
27
174
Tabel 2. Hasil sampling telur nyamuk dengan metode ovitrap. Oviptrap ke-
Tanggal Ditaruh
Waktu Pengambilan
Lokasi
1
19/01/2012
2
23/01/2012
3 4 5
31/01/2012 04/02/2012 07/02/2012
2--3 minggu setelahnya 2--3 minggu setelahnya Tidak diambil Tidak diambil Tidak diambil
Tanah Baru, Kec. Beji Kemiri Jaya, Kec. Beji Kec. Cimanggis Kec. Sukmajaya Citayam, Kec. Cipayung
Jumlah Ovitrap yang Ditaruh Indoor Outdoor 3 3 6
0
+
6 0 6
0 6 0
-
Keterangan: + ++ +++ ++++ +++++
Hasil (Telur Nyamuk) yang Didapat +
: 1--20 telur : 21--40 telur : 41--60 telur : 60--100 telur : > 100 telur
Studi ekspresi..., Dwi Anda Syahril, FMIPA UI, 2013
Tabel 3. Rekapitulasi data kasus DBD di Kota Depok tahun 2011 [8] No.
Kecamatan
1.
Pancoranmas
2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. 11.
Puskesmas
Pancoranmas Depok Jaya Rangkapan Jaya Baru Jumlah (kecamatan) Cipayung Cipayung Jumlah (kecamatan) Beji Beji Timur Kemiri Muka Tanah Baru Jumlah (kecamatan) Sukmajaya DTP Mekarjaya Bhakti Jaya Pondok Sukmajaya Abadijaya Jumlah (kecamatan) Cilodong Kalimulya Cilodong Villa Pertiwi Jumlah (kecamatan) Cimanggis DTP Cimanggis Mekarsari Tugu Pasir Gunung Selatan Harjamukti Jumlah (kecamatan) Tapos Tapos Cimpaeun Jatijajar Cilangkap Sukatani Jumlah (kecamatan) Sawangan Sawangan Pasir Putih Kedaung Pengasinan Jumlah (kecamatan) Bojong Sari Bojong Sari Duren Seribu Jumlah (kecamatan) Cinere Cinere Jumlah (kecamatan) Limo Limo Jumlah (kecamatan) Total
<1 th 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 2 0 3 0 0 2 2 1 0 2 0 0 3 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 2 13
Golongan umur 1-4 th 5-9 th 10-14 th 9 9 9 1 1 5 2 3 1 12 13 15 3 5 11 3 5 11 3 8 9 6 4 3 1 3 3 10 15 15 4 5 1 7 7 5 0 2 2 4 2 2 15 16 10 2 1 0 2 0 1 1 2 2 5 3 3 6 6 1 1 1 2 5 6 2 0 1 0 0 12 0 0 1 1 3 5 11 0 0 0 11 5 2 7 8 8 3 3 91
0 14 1 0 4 1 5 11 6 0 1 2 9 4 1 5 5 5 3 3 99
Studi ekspresi..., Dwi Anda Syahril, FMIPA UI, 2013
0 5 1 0 1 0 6 8 12 0 0 0 12 6 3 9 1 1 3 3 92
>15 th 66 27 28 121 28 28 28 21 16 65 25 28 8 13 74 6 13 15 34 21 9 23 3
Jumlah Total 93 34 34 161 47 47 47 34 23 106 36 47 14 21 118 9 16 22 47 35 13 38 4
2 58 4 5 15 7 27 58 77 5 6 15 103 56 19 75 52 52 74 74 742
2 92 6 5 21 9 42 83 107 5 7 17 136 71 25 96 66 66 85 85 1037
Tabel 4. Hasil uji korelasi antara hasil sampling dengan jumlah kasus DBD di Kota Depok tahun 2011
Pearson
Penderita DBD
Sampling
Sampling
(tahun 2011)
indoor
outdoor
Penderita DBD (tahun 2011)
1.000
.434
.010
Sampling indoor
.434
1.000
-.655
Sampling outdoor
.010
-.655
1.000
Penderita DBD (tahun 2011)
.
.233
.494
Sampling indoor
.233
.
.115
Sampling outdoor
.494
.115
.
Penderita DBD (tahun 2011)
5
5
5
Sampling indoor
5
5
5
Sampling outdoor
5
5
5
Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Tabel 5. Analisis regresi dari uji korelasi antara hasil sampling dengan jumlah kasus DBD di Kota Depok tahun 2011 Change Statistics R
Adjusted R
Std. Error of
R Square
Sig. F
Model
R
Square
Square
the Estimate
Change
F Change
df1
df2
Change
Durbin-Watson
1
.583a
.340
-.321
31.873
.340
.514
2
2
.660
2.777
Hasil Sampling Imago Nyamuk Pelaksanaan dan hasil sampling imago yang didapat seperti yang tertera pada tabel 1. Pengambilan sampel dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak mendukung, sehingga sampling tidak dapat dilakukan pada waktu dan durasi yang sama. Jumlah imago yang didapat di tiap titik bervariasi, baik indoor maupun outdoor. Sampel imago yang didapat secara indoor di lima lokasi berbeda yaitu 15 ekor di Tanah Baru, 11 ekor di Kemiri Jaya, 0 ekor di Kecamatan Cimanggis, 1 ekor di Kecamatan Sukmajaya, dan 0 ekor di Citayam. Jumlah imago yang didapat secara outdoor di lima lokasi berbeda yaitu 174 ekor, dengan rincian: 20 ekor di Tanah Baru, 36 ekor di Kemiri Jaya, 51 ekor di Kecamatan Cimanggis, 36 ekor di Kecamatan Sukmajaya, dan 31 ekor di Citayam. Perbedaan jumlah sampel yang didapat kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kepadatan populasi nyamuk di tiap wilayah sampling.
Spesies nyamuk yang didapat secara indoor maupun outdoor juga bervariasi. Spesies nyamuk indoor yang didapat mayoritas Culex sp., sedangkan Aedes sp. hanya sedikit. Spesies nyamuk outdoor yang paling banyak didapat adalah Aedes albopictus, kemudian Aedes aegypti, dan beberapa spesies nyamuk kebun. Aedes albopictus paling banyak ditemukan di lingkungan outdoor karena hidup di sekitar kebun, sedangkan Aedes aegypti hidup di sekitar atau di dalam rumah [1]. Sampel imago yang didapat kemudian diidentifikasi di bawah mikroskop stereo. Spesies yang diidentifikasi hanya Aedes albopictus dan Aedes aegypti, sedangkan spesies-spesies yang lain disimpan di dalam lemari es. Berdasarkan hasil identifikasi, diketahui beberapa perbedaan antara Aedes albopictus dengan Aedes aegypti, antara lain: 1. Aedes albopictus memiliki warna dorsal toraks hitam pekat, sedangkan Aedes aegypti memiliki warna dorsal toraks hitam kecoklatan [9].
Studi ekspresi..., Dwi Anda Syahril, FMIPA UI, 2013
2. Aedes albopictus memiliki garis putih membujur pada bagian toraks atas, sedangkan Aedes aegypti memiliki garis putih berbentuk seperti biola pada bagian yang sama [9]. Perbedaan karakteristik morfologi Aedes aegypti dan Aedes albopictus dapat dilihat pada gambar 1.
Gbr 1. Aedes aegypti (kiri) dan Aedes albopictus (kanan) [10]. Kedua spesies nyamuk yang telah identifikasi dipisahkan satu sama lain, diisolasi kakinya, lalu dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf. Kaki imago yang diisolasi akan digunakan sebagai bahan untuk ektraksi DNA. Materi genetik (DNA) serangga, khususnya nyamuk dapat diekstraksi dari beberapa bagian tubuh seperti kaki, sayap, toraks, dan abdomen. Bagian abdomen tidak cocok dijadikan bahan untuk ekstraksi DNA dikarenakan fungsinya sebagai tempat pencernaan makanan [11]. Hasil Sampling Telur Nyamuk Pelaksanaan dan hasil sampling telur nyamuk seperti yang tertera pada tabel 2. Ovitrap yang ditaruh sebanyak enam buah, masing-masing ditempatkan di indoor dan di outdoor sebanyak tiga buah, namun hal tersebut hanya dilakukan di Tanah Baru. Ovitrap di lokasi-lokasi lain sebagian besar ditempatkan secara indoor. Kolektor kesulitan menemukan tempat yang sesuai untuk menaruh ovitrap secara outdoor. Ovitrap harus ditaruh di tempat yang terlindung dari gangguan eksternal dan mendukung nyamuk betina untuk menempatkan telur-telurnya. Beberapa kendala yang terjadi selama proses sampling telur nyamuk menyebabkan data hasil sampling menjadi tidak representatif, sehingga uji korelasi antara data hasil sampling dengan kasus DBD di Kota Depok tidak memungkinkan untuk dilakukan. Berdasarkan hasil sampling, telur-telur nyamuk hanya berhasil diperoleh dari ovitrap yang ditaruh di Kecamatan Beji, sedangkan di lokasi lain tidak berhasil diperoleh. Hal tersebut kemungkinan akibat kondisi dari lokasi ovitrap yang tidak sesuai, sehingga tidak mendukung nyamuk betina untuk menempatkan telur-telurnya. Beberapa faktor dan
kondisi yang mendukung kehidupan dan perkembangbiakan nyamuk antara lain suhu, kelembaban udara, dan tingkat sanitasi di lingkungan tertentu [2]. Telur-telur nyamuk yang diperoleh selanjutnya disimpan di dalam freezer agar dapat ditetaskan pada saat dibutuhkan. Telurtelur tersebut akan berada pada kondisi dorman jika berada dalam kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya pada musim dingin [12]. Serangga tertentu (termasuk nyamuk) dapat bertahan hidup pada suhu di bawah titik beku. karena di dalam tubuh serangga terdapat dua proses biokimia yang berbeda, antara lain: 1. Air di dalam tubuh serangga digantikan oleh gliserol (berperan sebagai zat anti beku) sehingga dapat menjaga sel-sel tubuh agar tidak membeku dan pecah saat suhu mencapai titik beku [12]. 2. Tubuh serangga mengalami supercooling, yaitu suhu tubuh serangga berada di bawah titik beku tanpa terjadi pengerasan cairan tubuh [12]. Korelasi Hasil Sampling Imago dengan Kasus DBD Di Kota Depok Tahun 2011 Beberapa insiden demam berdarah dengue masih terjadi pada sebelas kecamatan di Kota Depok, seperti yang ditunjukkan oleh tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, penderita DBD dibagi ke dalam lima kelompok umur, antara lain: dibawah 1 tahun, 1--4 tahun, 5--9 tahun, 10--14 tahun, dan di atas 15 tahun. Data Dinkes Kota Depok tahun 2011 menunjukkan bahwa kasus DBD paling banyak terjadi di Kecamatan Pancoranmas (161 kasus), sedangkan kasus DBD paling sedikit terjadi di Kecamatan Cilodong (47 orang). Jumlah kasus DBD di Kecamatan Beji hanya 106 kasus, namun jumlah tersebut masih tergolong cukup tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kecamatan Pancoranmas memiliki tingkat epidemi DBD tertinggi dibandingkan 10 kecamatan lainnya, sedangkan Kecamatan Cilodong memiliki tingkat epidemi DBD terendah. Data Dinkes Kota Depok tahun 2011 juga menunjukkan bahwa penyakit DBD di Kota Depok paling banyak diderita oleh golongan umur di atas 15 tahun (742 orang), sedangkan yang paling sedikit yaitu di bawah 1 tahun (13 orang). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelompok umur di atas 15 tahun lebih rentan terjangkit DBD dibandingkan dengan kelompok umur di bawah 1 tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tingkat kejadian penyakit DBD. Hal tersebut diketahui dari tingkat kejadian infeksi DBD pada manusia bervariasi terhadap tingkatan umur tertentu [13]. Umur memainkan peranan dalam karakterisasi resiko klinis infeksi virus dengue, namun kontribusinya terhadap perkembangan penyakit tersebut masih belum dapat
Studi ekspresi..., Dwi Anda Syahril, FMIPA UI, 2013
diukur secara detail. Hasil penelitian Thai dkk. (2011: 2) menunjukkan bahwa individu yang lebih tua akan lebih memungkinkan untuk mengembangkan gejala DBD dibandingkan individu yang lebih muda. Pengambilan sampel imago (nyamuk dewasa) serta telur Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan salah satu upaya untuk mengetahui tingkat kepadatan dan persebaran populasi kedua spesies tersebut di suatu wilayah. Pengetahuan mengenai persebaran populasi vektor virus dengue sangat penting untuk memahami transmisi penyakit DBD antar populasi manusia, karena pengaruhnya terhadap transfer patogen dan persebaran sifat penentu genetik. Persebaran merupakan penentu utama dari bentuk distribusi spasial variasi genetik netral [7]. Oleh karena itu, korelasi antara hasil sampling (jumlah sampel yang didapat) dengan jumlah kasus DBD perlu diuji melalui analisis statistik. Berdasarkan analisis statistik, koefisien korelasi antara hasil sampling indoor dengan jumlah penderita DBD adalah 0,434 dengan nilai Sig sebesar 0,233. Koefisien korelasi antara hasil sampling outdoor dengan jumlah penderita DBD adalah 0,010 dengan nilai Sig sebesar 0,494. Nilai Sig lebih besar dari nilai alfa (Sig > α; α=0,005) sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah koefisien korelasi tidak signifikan secara statistik. Berdasarkan tabel 5, nilai R (nilai koefisien korelasi berganda) antara hasil sampling indoor dan outdoor dengan jumlah penderita DBD di Depok tahun 2011 adalah 0,583. Nilai R square (nilai koefisien determinasi) dari persamaan regresi adalah 0,340 dengan nilai adjusted R square (nilai koefisien determinasi yang disesuaikan) adalah -0,321. Nilai F hitung pada tabel 5 sebesar 0,514 dengan nilai Sig 0,660, sedangkan nilai F tabel yang didapat adalah 19. Nilai F hitung lebih kecil dibandingkan dengan F tabel, sedangkan nilai Sig lebih besar dibandingkan nilai alfa (0,05). Kesimpulan yang dapat diambil adalah koefisien determinasi tidak signifikan secara statistik. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa besar perubahan atau variasi pada data jumlah penderita DBD di Depok tidak dipengaruhi secara signifikan oleh besar hasil sampling indoor maupun outdoor. Berdasarkan hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa hasil sampling imago dan telur nyamuk tidak berkorelasi dengan jumlah kasus DBD di Kota Depok. 4. KESIMPULAN Jumlah kasus DBD di Kota Depok pada tahun 2011 sebesar 1037 kasus, dengan tingkat insiden tertinggi terjadi pada Kecamatan Pancoran Mas (161 kasus) dan tingkat insiden terendah terjadi pada Kecamatan Cilodong (47 kasus). Penyakit DBD di Kota Depok paling banyak diderita oleh golongan umur di atas lima belas tahun dan paling
sedikit diderita oleh golongan umur di bawah satu tahun. Hasil sampling imago nyamuk tidak berkorelasi dengan jumlah kasus DBD pada beberapa kecamatan di Kota Depok. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Anom Bowolaksono, M.Sc. atas bimbingan, masukan, kritik dan saran dalam penulisan jurnal ini. DAFTAR ACUAN [1]
Depkes RI, Petunjuk teknis pemberantasan nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue, Dirjen PPM dan PLP, Jakarta (1992). [2] R. Yudhastuti, dan A. Vidiyani, Hubungan kondisi lingkungan, kontainer, dan prilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue Surabaya, Jurnal Kesehatan Lingkungan 1 (2005) 170-182. [3] R. Machmud, Aplikasi sistem informasi geografis dalam menentukan wilayah potensi sumber penularan penyakit demam berdarah dengue di kota Depok, Majalah Kedokteran Andalas 27 (2003) 71-81. [4] Kementerian Kesehatan RI, Demam berdarah dengue, Buletin Jendela Epidemiologi 2 (2010) 1-43. [5] S.S. Whitehead , Blaney J.E., Durbin A.P., and Murphy B.R., Prospects for a dengue virus vaccine, Nature Reviews Microbiology 5 (2007) 518-528. [6] Pusdiklat Aparatur Kesehatan, Teknologi tepat guna dalam entomologi, Bapelkes Cikarang, http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescikarang /index.php?option=com_content&view=articl e&id=379:teknologi-tepat-guna-dalamentomologi&catid=39:kesehatan&Itemid=15, 2011. [7] N.B. Julio, M.B. Chiappero, H.J. Rossi, J.C.R. Duenas, and C.N. Gardenal, Genetic structure of Aedes aegypti in the city of Córdoba (Argentina): a recently reinfested area, Mem. Inst. Oswaldo Cruz. 104 (2009) 626-631. [8] Dinas Kesehatan Kota Depok, Rekapitulasi data kasus DBD di Kota Depok tahun 2011, Dinas Kesehatan Kota Depok, Depok (2011). [9] S.J. Carpenter, and W.J. LaCasse, Mosquitoes of North America (North of Mexico), University of California Press, Berkeley (1955). [10] University of Florida, Invasion biology of Aedes albopictus, University of Florida, http://fmel.ifas.ufl.edu/research/exotic.shtml, 1999.
Studi ekspresi..., Dwi Anda Syahril, FMIPA UI, 2013
[11] A.N.T. Pascual, K.M. Suzuki, F.S. Almeida, L.M.K. Sodre’, and S.H. Sofia, Evaluation of the RAPD profiles from different body parts of Euglossa pleosticta dressler male bees (Hymenoptera: Apidae, Euglossina), Neotropical Entomology 35 (2006) 811-817. [12] S. Werner, How mosquitoes overwinter in Alaska, University of Alaska Fairbanks, http://www2.gi.alaska.edu/ScienceForum/ASF 8/818.html, 1987. [13] K.T.D. Thai, H. Nishiura, P.L. Hoang, N.T.T. Tran, G.T. Phan, H.Q. Le, B.Q. Tran, N.V. Nguyen, and P.J. de Vries, Age-specificity of clinical dengue during primary and secondary infections, PLoS Negl. Trop. Dis. 5 (2011) 1-9.
Studi ekspresi..., Dwi Anda Syahril, FMIPA UI, 2013
Studi ekspresi..., Dwi Anda Syahril, FMIPA UI, 2013