KLENTENG KWAN SING BIO SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KEBERAGAMAAN WARGA TIONGHOA KOTA TUBAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Theologi Islam.
Oleh :
Abdul Qodir NIM : 103032127675
Pembimbing :
Prof. Dr. Ihsan Tanggok. NIP : 150273476
PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
KLENTENG KWAN SING BIO SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KEBERAGAMAAN WARGA TIONGHOA KOTA TUBAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Theologi Islam.
Oleh :
Abdul Qodir NIM : 103032127675
PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009
Abstraksi
Sebuah tempat ibadah tidaklah dapat berperan sebagaimana manusianya, karena sebuah tempat hanyalah sebuah bangunan yang dibuat oleh manusia. Akan tetapi, dengan adanya tempat itu tentunya seseorang akan merasakan sesuatu dari sebuah bangunan tersebut. Walau bagaimanapun sebuah bangunan mempunyai pengaruh lingkungan sekitar. Pengetahuan keagamaan serta nilai-nilainya dapat menjadi sebuah kecenderungan sikap beragama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana klenteng Kwan Sing Bio dapat memberi motivasi keberagamaan para penganut Tri Dharma untuk lebih meningkatkan keberagamaan umat Tri Dharma. Dalam hal ini pihak pengurus mendatangkan para pendeta dari Tri Dharma dalam setiap minggu sekali guna memberi pencerahan terhadap umat Tri Dharma. Penelitian ini dilakukan di Tuban Jawa Timur. Kota Tuban dikenal dengan sebutan kota Tuak, yaitu semacam minuman memabukkan yang terbuat dari sari pohon ental (semacam kelapa), yang di olah secara khusus sehingga berubah menjadi minuman memabukkan. Selain itu nama Tuban dalam catatan sejarah pernah kedatangan orang-orang dari luar negeri, seperti Cina. Kedatangan mereka ini nampaknya meninggalkan sejarah tersendiri misalnya, sebuah tempat peribadatan yang hingga sekarang masih berdiri kokoh yaitu klenteng Kwan Sing Bio yang berada tepat di depan lautan lepas. Klenteng Kwan Sing Bio dengan menggunakan patung kepiting di pintu gerbangnya sebagai salah satu tempat peribadatan umat Tri Dharma selain Tju Ling Kiong, sangat ramai dikunjungi para penganut ajaran Tri Dharma. Kedatangannya selain untuk beribadah terkadang juga hanya berwisata bagi pengunjung yang bukan penganut ajaran Tri Dharma. Akan tetapi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kelnteng Kwan Sing Bio terhadap keberagamaan umatnya dalam segi kepercayaan, peribadatan, sosial, dan pengetahuannya.
Pengurus klenteng seminggu sekalai berusaha mendatangkan agamawan dari masing-masing ajaran Tri Dharma (Tao, Khonghucu, dan Budha) dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman keagamaan. Selain itu klenteng Tri Dharma (tiga ajaran) ini membuktikan bahwa selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para Suci (Dewa/Dewi), dan tempat mempelajari berbagai ajaran - juga adalah tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apa orang itu berasal.
Surat Pernyataan yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: Abdul Qodir
Nim
: 103021277675
Jurusan
: Perbandingan Agama
Dengan ini menyatakan. 1. Skripsi ini adalah hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata I (S I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang digunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri syarif Hidayatulah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya / jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri syarif Hidayatulah Jakarta.
Jakarta, 28, Maret 2009
Abdul Qodir
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur itulah yang kiranya dapat kuucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta anugarahnya yang tak terhingga. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam perkuliahan. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan terhadap Rosulullah SAW, Amiin. Kata itulah yang mampu kuucapkan tatkala penulis menyelesaikan skripsi ini, meski dengan kondisi apa adanya dan bahkan mungkin jauh dari kesempurnaan, namanya juga manusia. Kegundahan yang selama ini terasa begitu berat, ahirnya terasa hilang dengan perlahan seiring dengan terselesaikannya skripsi ini, meski dengan langkah yang gontai dan terkatung-katung. Dalam penyelasaian skripsi ini, tentu tak lepas dari dukungan dari orang-orang di sekitar penulis yang telah rela meluangkan waktu untuk penulis, sehingga tiada kata yang pantas untuk diucapkan kecuali rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya. Terlepas dari semua bentuk dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, berkat bantuan dari berbagai pihak, yang tak dapat dinilai dengan materi. Rasa terima kasih itulah yang dapat penulis ucapkan diantaranya: Bapak Dr. Amin Nurdin, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, sekjur dan kajur perbandingan agama.
Bapak dan Ibu Dosen yang pernah menurunkan ilmunya sehingga dapat memberi pencerahan kepada Penulis. Kepada bapak Nurdin Iskandar, Handjono Tanzah, bapak Fredy dan segenap pengurus Klenteng Kwan Sing Bio serta para jama'ah yang telah dengan kerelaannya memberi informasi yang berharga kepada penulis. Secara khusus saya ucapkan terima kasih yang dalam kepada Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok yang dengan sabar dan ketulusannya membimbing saya dalam penyusunan karya tulis ini. Kedua orang tua penulis, H. Masruhin dan Hj. St Zubaidah yang dengan ketulusan kasih dan sayangnya serta iringan doanya yang mengantar penulis dalam melapangkan jalan tuk meraih cita-cita menuju masa depan yang cerah. Saudarasaudara penulis yang tak bosan dan tak henti-hentinya selalu memberikan motivasi dan bantuannya dalam segala hal. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan sumbangsihnya kepada Penulis hingga selesainya skripsi ini. Semoga semua kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT amiin. Penulis amat menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini yang perlu disempurnakan, untuk itu dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Jakarta, 28 Maret 2009
Abdul Qodir
Klenteng Kwan Sing Bio Serta Pengaruhnya terhadap Tingkat Keberagamaan Masyarakat Tionghoa Kota Tuban Jawa Timur Hal Kata Pengantar ....................................................................................... I Daftar Isi .................................................................................................. III Bab I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah. ........................................... 4 C. Tinjauan Pustaka. .......................................................................... 4 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. ................................................. 6 E. Metodologi penelitian. .................................................................. 6 F. Sistematika Penulisan. .................................................................. 8 Bab II Landasan Teori A. Pengertian Klenteng. .................................................................. 10 B. Sejarah klenteng di Indonesia. ..................................................... 15 C. Fungsi Klenteng. .......................................................................... 23 D. Aktivitas keagamaan dalam klenteng di Indonesia. ..................... 25 Bab III Gambaran umum Kota Tuban
A. Letak geografis. ........................................................................... 28 B. Letak Klenteng Kwan Sing Bio. ................................................. 35 C. Kondisi keberadaan masyarakat Tionghoa. ................................ 36 D. Secara umum kondisi wilayah Tuban ........................................ 39 Bab IV
Klenteng Kwan Sing Bio serta Pengaruhnya Terhadap Warga
Tionghoa A. Sejarah berdirinya klenteng Kwan Sing Bio ..................................... 42 B. Nilai-nilai Religiusitas Klenteng Kwan Sing Bio ................................ 43 C. Keberagamaan warga Tionghoa Dalam klenteng Kwan Sing Bio ...... 51 Bab V. Penutup A. Kesimpulan ......................................................................................... 61 B. Lampiran ..........................................................................................
BAB I
Latar Belakang Masalah A. Pendahuluan Bangsa Indonesia sebagaimana yang kita ketahui terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan budaya. Keanekaragaman ini menandakan, bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang plural, dan masing-masing dari mereka berupaya dan berusaha untuk mengembangkannya melalui berbagai bidang baik sosial, pendidikan dan berbagai bidang guna
membangun sebuah negara yang
harmonis, humanis dan pluralis. Fakta pluralitas juga humanis dapat dilihat dengan kepedulian sosial keagamaan yang tinggi, di antaranya dengan dibangunnya tempattempat ibadah seperti masjid, gereja, klenteng, vihara dan lain-lain. Pada dasarnya semua agama selalu mengajarkan hal-hal kebaikan pada semua umatnya, serta saling toleransi terhadap sesama umat manusia tidak terkecuali. Dalam hubungan kemanusiaan, semua agama mengenal ajaran kasih sayang sesama manusia dalam konteks Hablun Minannas. Dalam setiap agama, kita akan mendapatkan berbagai macam ajaran dan doktrin mengenai agama tersebut. Dalam konsep kerukunan umat beragama tentunya doktrin keagamaan tersebut harus dihilangkan dan menyesuaikan konteksnya, tanpa bermaksud untuk menghilangkan doktrin ajaran agama. Bagaimanapun juga doktrin tersebut adalah sebagai bukti keimanan pemeluk agama masing-masing, dan
bagaimanapun juga istilah kerukunan umat beragama adalah untuk menghilangkan rasa saling curiga dan menimbulkan rasa tentram terhadap sesama umat manusia. Dalam berbagai tempat peribadatan orang Tionghoa tentunya kita akan menemui ciri dan kekhasan masing-masing, baik itu dalam segi bangunan, simbol, tempat atau bahkan sesuatu (Dewa atau yang dianggap sebagai yang dituakan) yang diagungkan. Karena antara klenteng yang satu dengan yang lain pengagungan dewa tidak ada yang sama1, begitu pula mengenai berbagai patung-patung yang terdapat dalam klenteng. Nama klenteng pada masa pemerintahan Orde Baru sempat dihilangkan dan harus diganti dengan nama wihara, hal itu dikarenakan pemerintah melakukan diskriminasi terhadap warga Tionghoa, bahkan jika mereka ingin melaksanakan
perayaan
yang
berbau
etnis
Tiongoa,
pemerintah
tidak
memperbolehkanya, seperti Cap Gomeh, Imlek dan lain-lain2. Meskipun istilah Klenteng hanya terdapat di Indonesia, namun klenteng adalah sebagai sarana pemersatu dan kebersamaan warga keturunan Tionghoa. Meski mereka (orang Tionghoa) berbeda agama dan keyakinan, namun warga keturunan dapat bersama dan rukun. Seharusnya ini dapat dijadikan contoh oleh banyak orang tentang bagaimana cara untuk hidup rukun damai meski berbeda agama. Bukankah Indonesia sendiri mempunyai semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Hal ini yang harusnya disadari oleh 1
Karena dalam klenteng kerapkali berkenaan dengan dewa dewi yang di agungkan di dalamnya misalnya klenteng Kwan Sing Bio dewa yang di agungkan adalah Kwan Sing Tee Koen sedangkan Klenteng sedangkan klenteng Tjoe Ling Kiong dewa yang diagungkan adalah Thian Sang Seng Bo, yang terletak di depan alun-alun Tuban. 2 Untuk pembahasan lebih lanjut tentang diskriminasi keturunan Tionghoa baca Leo Suryadinata, Negara Dan Etnis Tionghoa. Jakarta, LP3ES : 2002. h. 16
semua kalangan, bahwa perbedaan bukan berarti bahwa kita tidak mengenal satu dengan yang lain. Sebagaimana di dalam klenteng akan banyak kita temui tentang berbagai patung yang disembah oleh penganut agama masing-masing akan tetapi mereka tetap menghormati dan menjaga kekhusu’an ibadah penganut agama lain tanpa mengusiknya. Selain itu klenteng dapat juga digunakan sebagai sarana dan tempat berbagai kegiatan, baik tradisi agama maupun kebudayaan bagi warga Tionghoa. Ibadah adalah sebagai institusi publik dan merupakan fokus peribadatan suatu komunitas, dengan begitu pengaruh tempat peribadatan akan menyebar luas kepada seluruh umat. Seseorang yang melakukan peribadatan secara individu adalah sebagai sebuah konsekuensi dari kenyataan bahwa ia tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah komunitas sosial, organisasi, yang tradisinya disimbolisasikan dan dirayakan dalam ritus-ritus, ibadah dan kepercayaan kolektif. 3 Selain itu tentunya sebuah tempat ibadah akan dapat memberi kontribusi terhadap masyarakat sekitar baik dari segi sosial maupun moral, karena bagaimanapun juga akan membawa dampak tersendiri terhadap para penganut dan anggotanya. Masyarakat awam umumnya hanya tahu, bahwa klenteng adalah tempat ibadah orang-orang Tionghoa, dan terkadang yang mereka tahu bahwa klenteng adalah tempat persembahyangan orang-orang Tionghoa yang menyembah patung
3
. Azumardi Azra (ed) Agama Dalam Keragaman Etnik Di Indonesia. Jakarta. Litbang Depag RI 1998. h.xv
dewa-dewa. Tanpa mengetahui bahwa dalam klenteng tersebut terdapat tiga ajaran agama atau Tri Dharma Tata letak klenteng tentunya mempunyai maksud dan tujuan, begitu juga dengan segala pernak perniknya, bangunan dengan ciri khas membubung ke atas dengan dua ekor naga di atasnya, baik di klenteng itu sendiri maupun di pintu gerbangnya. Klenteng Kwan Sing Bio adalah sebuah klenteng yang terbesar di wilayah Jawa Timur dengan fasilitas bangunan megah di dalamnya. Hal ini memungkinkan untuk menampung pengunjung yang datang dalam acara keagamaan maupun yang lain ke tempat ini. Di Tuban, kota yang terkenal dengan sebutan kota Tuak (Tuak adalah semacam minuman yang memabukkan), terdapat bangunan Klenteng yang berada di depan pantai
dengan jarak sekitar 10 meter tanpa adanya penghalang, seolah
memberi kesan sangat istimewa. Selain itu patung kepiting raksasa yang terdapat di atas pintu gerbang ini dianggap sebagai keunikan tersendiri sehingga orang akan merasa aneh jika melihat kenyataan tersebut, karena patung tersebut hanya dapat ditemukan di klenteng Kwan Sing Bio Tuban. Sedangkan arti dari simbol tersebut adalah bahwa setiap pelajar yang masuk ke dalam klenteng tersebut lalu bersembahyang, maka cita-citanya akan terkabulkan dan menjadi orang sukses. Dari sinilah penulis mengambil tema "Pengaruh Klenteng Kwan Sing Bio Terhadap Keberagamaan Warga Tionghoa".
Guna mengetahui bagaimana
kontribusi pihak Klenteng Kwan Sing Bio terhadap keberagamaan anggotanya (umat Tri Dharma), khususnya warga Tionghoa.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasi pembahasannya pada Klenteng Kwan Sing Bio serta pengaruhnya terhadap warga Tionghoa Tuban Jawa Timur yang terletak di depan lautan. Warga Tionghoa yang dimaksud adalah mereka yang berada di lingkungan klenteng Kwan Sing Bio. Adapun masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kiprah klenteng Kwan Sing Bio terhadap keberagamaan warga Tionghoa kota Tuban. 2. Apa saja unsur-unsur klenteng Kwan Sing Bio 3. Kenapa mereka lebih sering mengunjungi klenteng Kwan Sing Bio. C. Tinjauan Pustaka Kajian pustaka dalam penelitian ini adalah untuk digunakan sebagai pijakan dalam penulisan dalam mencari data-data yang penulis perlukan seperti data dari berbagai perpustakaan, catatan artikel dan lain-lain sebagaimana yang peneliti perlukan dan kemudian dijadikan sebagai referensi atau bahan rujukan, baik primer maupun sekunder guna untuk keperluan dan penyesuaian data yang peneliti peroleh dari lapangan, dan di antara data yang penulis dapat yaitu :
Hasil penelitian dari fakultas UI depok pada jurusan sastra Asia prodi sastra Cina. Dalam penelitian ini yang dibahas adalah upacara Sembahyang Rebutan di klenteng Kwan Sing Bio Tuban, tahun 1997. Penelitian ini membahas mengenai sistem upacara, tata upacara sembahyang rebutan, persiapannya, dan segala sesuatu yang berkenaan dengan upacara sembahyang rebutan. Buku-buku yang membahas mengenai klenteng yaitu dengan judul Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang di Jakarta dan Banten karya dari Yoest tahun 2008, buku ini banyak membahas mengenai sejarah, keunikan bentuk bangunan, serta Shen (roh suci) yang dipuja dalam Klenteng, Vihara, dan Lithang, buku ini di terbitkan oleh PT Bhuana Ilmu Populer. Januari 2008 Buku kedua yaitu, Klenteng-klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta. seri gedung-gedung ibadat yang tua di Jakarta.4 Buku ini banyak menguraikan sejarah keberadaan orang Tionghoa di Batavia dan sejarah berdirinya klenteng yang berada di Jakarta sejak abad 17 hingga kemerdekaan 1945. Buku karya Cl, Salmon D. Lombad ini di terbitkan oleh: Yayasan Cipta Loka Caraka 2003, edisi kedua. Dari hasil karya yang penulis sebut di atas tidak sedikitpun menyinggung mengenai bagaimana pengaruh klenteng sebagai sebuah tempat ibadah terhadap keberagamaan warga Tionghoa. Sedangkan tema yang penulis bahas adalah pengaruh klenteng terhadap tingkat keberagamaan warga Tionghoa, dan fokus bahasannya
4
. Buku yang berjumlah tiga jilid dan membahas tiga tempat ibadah yaitu, Masjid-Masjid Tertua di Jakarta, Gereja-gereja Tua di Jakarta, yang di tulis oleh A. Heuken. Sedangkan untuk Bangunan klenteng Tua, di tulis oleh C.I. Salmon. D Lombard.
adalah keberagamaan warga Tionghoa di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban Jawa Timur.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran secara obyekrif mengenai klenteng Kwan Sing Bio di kota Tuban yang meliputi.: 1. Apa yang dilakukan klenteng Kwan Sing Bio terhadap anggotanya. 2. Faktor
apa
yang
membuat
warga
Tionghoa
sering
melakukan
persembahyangan di klenteng Kwan Sing Bio. Sedangkan yang menjadi objek penelitiannya adalah bagaimana klenteng sebagai teks keagamaan dan masyarakat pemeluk agama Tri Dharma.
E.Metodologi Penelitian.
Metode adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji suatu topik penelitian dan cara bagaimana kita mendapat sesuatu yang kita tuju dengan kerangka yang telah tersistem, baik dalam bidang keilmuan maupun yang lain. Penelitian ini menggunakan interaksionis simbolik,5 dengan menggunakan pendekatan psikologis untuk menganalisa, sebagaimana pendapat Glok dalam buku Psikologi Agama, bahwa 5
Interaksionis simbolik adalah bagaimana suatu aktivitas yang merupakan cirri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Lebih jelasnya lihat Dr. Deddy Mulyana, M.A., metode Penelitian Kualitatif , PT. Rosda Karya. Bandung, 2002.hal. 68.
untuk melihat tingkat religiusitas dapat di lihat dengan beberapa dimensi yaitu, Ritual, keyakinan, intelektual (pengetahuan),
pengalaman (penghayatan) dan
konsekuensi6. Data yang diperoleh kemudian dipaparkan secara detil, guna menjelaskan mengenai apakah klenteng memberi pengaruh terhadap keberagamaan, sedangkan untuk mendapatkan data dalam penelitin ini, penulis malakukan library Risearch (studi kepustakaan) dan (Field Resarch) studi lapangan.
1. Penelusuran lewat library Research ( kepustakaan) Penulis malakukan pencarian data yang ada kaitannya dengan apa yang penulis bahas dari berbagai perpustakaan, di antaranya perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu dan Budaya UI Depok, Perpustakaan Nasional Salemba, Perpustakaan daerah kota Tuban maupun perpustakaan lain. 2. Penelitian lapangan ( field researsh) Guna mendapatkan data dalam penulis skripsi ini penulis melakukan wawancara dengan nara sumber secara langsung dintaranya dengan: • Nurdin Iskandar Pengurus klenteng Kwan Sing Bio bapak.
6
Jalaludin Rahmat, Psikologi Agama, ( Raja Grafindo Persada. 2004), cet, ke 8, hal 43-47.
• Handjono Tanzah selaku ketua satu, hal ini untuk mendapatkan informasi mengenai sejarah klenteng Kwan Sing Bio. • Pengunjung klenteng Kwan Sing Bio. Mengobservasi atau mengamati dengan cara mendatangi langsung tempat penelitian. Hal ini untuk mendapatkan sumber langsung, tujuanya agar dapat secara langsung mengetahui dan mengamati kegiatan persembahyangannya. Dokumentasi serta wawancara dengan responden ataupun umat di luar klenteng. Hal ini menurut Soerjono Soekanto disebut dengan metode kualitatif, yaitu suatu metode yang mengutamakan bahan yang sukar diukur dengan angka-angka atau ukuran lain yang bersifat eksak.7 Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang serta perilaku yang dapat diamati, pendekatan diarahkan secara holistik (utuh).8
F. Sistematika Penulisan Dalam rangka penulisan hasil penelitian ini, guna untuk lebih memudahkan pembahasan, maka penulis akan membagi beberapa bab. Adapun pembahasannya yang akan di uraikan adalah meliputi beberapa bab, yaitu :
7
Suryono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta. Raja Grafindo Persada, 2000.
hal.48 8
Lexy. J. Mulung , M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung, P.T. Remaja Rosda Karya). 2007. hal. 4.
Bab I : Membahas tentang latarbelakang masalah yang mana penulis menguraikan secara singkat apa yang akan penulis bahas yang di lanjutkan dengan pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penulisan, dan sistematika penulisan. bab II : Landasan Teori yang berisikan mengenai pengertian klenteng, sejarah Klenteng di Indonesia, fungsi klenteng, dan aktivitas dalam klenteng di Indonesia. Bab III : Dalam bab ini penulis membahas mengenai gambaran umum mengenai kota Tuban, letak geografisnya, Sejarah Klenteng Kwan Sing Bio, kondisi keberadaan masyarakat Tionghoa, latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi, politik, dan lainlain. Bab IV : Menjelaskan hasil dari penelitiian yang meliputi sejarah klenteng Kwan Sing Bio, ekspresi keagamaan dalam klenteng Kwan Sing Bio Bab V : Penutup Sebagai bab penutup dari penulisan pada bab-bab sebelumnya dan kemudian menerangkan bagiaman kesimpulanya dan saran-saran.
Klenteng Kwan Sing Bio Serta Pengaruhnya terhadap Tingkat Keberagamaan Masyarakat Tionghoa Kota Tuban Jawa Timur Hal Kata Pengantar ....................................................................................... I Daftar Isi ................................................................................................. III Bab I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 4 C. Tinjauan Pustaka. ..................................................................... 5 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. ............................................. 6 E. Metodologi penelitian .............................................................. 6 F. Sistematika Penulisan ............................................................... 8 Bab II Landasan Teori A. Pengertian Klenteng. ............................................................... 10 B. Sejarah klenteng di Indonesia. ................................................. 15 C. Fungsi Klenteng. ...................................................................... 23 D. Aktivitas keagamaan dalam klenteng di Indonesia ............... 25
Bab III Gambaran umum Kota Tuban A. Letak geografis. ...................................................................... 27 B. Letak Klenteng Kwan Sing Bio ............................................. 34 C. Kondisi keberadaan masyarakat Tionghoa. ............................ 35 D. Secara umum kondisi wilayah Tuban ................................... 37 Bab IV
Klenteng Kwan Sing Bio serta Pengaruhnya Terhadap Warga
Tionghoa A. Sejarah berdirinya klenteng Kwan Sing Bio .............................. 41 B. Nilai-nilai Religiusitas Klenteng Kwan Sing Bio ................. 43 C. Keberagamaan ....................................................................... 51 Bab V. Penutup Kesimpulan ................................................................................ 61
BAB II Klenteng A. Pengertian Klenteng Pada dasarnya sebuah tempat peribadatan adalah sebuah tempat yang di anggap suci oleh pemeluknya serta yang melakukan ibadah di dalamnya. Bangunanbangunan itu bisa berupa masjid yang dianggap suci bagi umat Islam. Sebagaimana pendapat Hough O'neil dalam Indonesian Heritage, menurutnya masjid dianggap suci dikarenakan yang mendirikan adalah orang-orang suci, yaitu wali sembilan (wali songo penyebar agama islam di Jawa) dan dianggap sebagai ilham atas keagamaan para wali di Demak9. Begitu pula dengan Klenteng dianggap suci bagi pemeluk Tri Dharma.
Di
dalamnya
terdapat
ritus-ritus
upacara
keagamaan.
Menurut
Koentjaraningrat dalam buku Pengantar Antropologi disebutkan, dalam sistem religi terdapat tiga unsur yaitu keyakinan, upacara keagamaan, dan umat keagamaan. Sedangkan dalam sistem upacara terdapat empat aspek yaitu: tempat, waktu, benda peralatan, dan pelaku upacara.
9
Hough O'neil, Asitektur. Pen: Grolier Internasional. Edisi Bahasa Indonesia buku antar bangsa. 2002. hal 94-95
Tempat, yang dimaksud Koentjaraningrat dalam buku Pengantar Antropologi adalah meliputi berbagai tempat, dimana upacara tersebut dilakukan yaitu: candi, pura, makam, masjid, gereja, kuil, dan sebagainya.10 Hal ini dikarenakan bahwa seseorang yang sembahyang akan selalu melakukan upacara persembahyangan dengan membawa sesajen setiap berkunjung dalam klenteng, dan upacara itu sendiri biasanya dilakukan di sebuah tempat. Sebuah bangunan yang digunakan untuk menyembah dan bersujud oleh penyembah dan yang di sembah yang seolah-olah mereka dapat berkomunikasi dengan langsung adalah tempat yang suci yang harus bersih dari segala kotoran. Sedangkan Menurut Eliade, bahwa kehidupan itu sendiri berpusat pada seputar yang sakral, sebuah simbol kenaikan yang vertikal, yang menghubungkan langit dan bumi, yang sakral dengan profan. Dalam beberapa kebudayaan suku, rumah ibadah yang berada di tengah-tengah desa disanggah oleh empat tiang, yang menggambarkan empat arah utama sementara atap rumahnya menyimbulkan kolong langit, dan ruangan terbuka memungkinkan orang yang bersembahyang berdiri seolah sebagai tiang vertikal yang sakral dan secara langsung menghadap ke Dewa.11 Biasanya ketika menghadap ke Dewa, para pengunjung memberikan sesajian, dengan harapan agar do'anya dikabulkan oleh dewa yang dituju. Sebenarnya jika kita melihat dari segi istilah, nama Klenteng
bukanlah
berasal dari negeri Cina ataupun bahasa Cina. Akan tetapi berasal dari sebuah kata 10
Koentjaraningrat.pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Rieneka Cipta. 1990. hal 377-378 Daniel L.Pas, Seven Theories of Religion. Dari Animisme E.B.Taylor, Materialisme Karl Mark hingga Antrologi Budaya C.Geertz. (Yogyakarta: Qalam.2002), hal.281-282 11
istilah saja dari suara teng-teng yang berasal dari bunyi suara sebuah kentongan dalam tempat peribadatan orang Tionghoa12 yang dipukul ketika orang-orang Tionghoa tersebut akan melakukan peribadatan. Secara umum di Indonesia Klenteng adalah sebagai tempat peribadatan orang-orang Tionghoa baik yang beragama Tri Dharma (Taoisme, Konfusianisme dan Budhisme) atau salah satu dari ketiga agama itu. Namun jika kita melihat dalam bahasa Indonesia Klenteng adalah rumah ibadah orang Cina yang beragama Tri Dharma, yang memuja roh leluhur13, serta mengandung unsur-unsur ajaran Budha (Budhisme), Lao Tce (Taoisme), dan Konghucu (Konfucius).14 Sementara ada pula versi yang menyebut bahwa Klenteng itu berasal dari kata Tempat ibadah Guan Yin Ting atau Tempat Ibadah Dewi Guan yin (Kwan Im) yang diyakini sebagai dewi welas asih, sehingga dewi welas asih lebih dekat dengan orang-orang yang dalam kesusahan, sebagaimana patungnya yang berada di Glodok Jakarta. Kata Tionghoa Yin-Ting ini disebut dalam kata Indonesia menjadi KlenTeng, yang kini menjadi lazim bagi semua tempat ibadah orang Tionghoa di Indonesia.15 Orang Indonesia umumnya biasa menyebut segala sesuatu tersebut diidentikkan dengan sesuatu itu sendiri semisal burung pipit karena suaranya, kodok 12
Tionghoa yang dimaksud adalah warga keturunan Cina yang menganut ajaran Tri Dharma (yaitu mereka yang menganut salah satu dari tiga ajaran Taoisme, Kong Hu Cuisme dan Budhis). 13 Untuk tempat pemujaan roh para leluhur baisanya bagi mereka yang sibuk atau tidak sempat untuk melakukan sembahyang kepada nenek moyang mereka. Lalu mereka menitipkan abu leluhur mereka di rumah abu agar abu para leluhur mereka ada yang mengurus dan menyembahyanginya, bisa juga karena abu-abu tersebut sudah tidak ada yang mengurus 14 . Kamus besar bahasa Indonesia balai Pustaka, edisi kedua cet ke 4. 1995 15 . http//www.klenteng/ pengertian kata klenteng.
ngorek, tokek, begitu pula dengan sebutan Klenteng karena adanya suara yang di timbulkan pada saat orang-orang yang melakukan peribadatan selalu membunyikan loncengan atau klintingan dan menimbulkan suara klonteng-klonteng dari sinilah kemudian orang-orang Indonesia menyebut tempat ibadah bagi orang-orang Tionghoa dengan nama Klenteng. Kenapa dinamakan Klenteng? karena suara yang yang berasal dari bunyi sebuah lonceng yang lebih besar dan kemudian menghasilkan suara yang berbunyi Klenteng ketika di pukul pada waktu melakukan sembahyang. Sebagaimana dikatakan oleh seorang pakar kebudayaan Tionghoa Oei Bie
Ing
bahwa; " suku kata Klenteng lebih cenderung berasal dari bunyi-bunyian yang ditimbulkan oleh suara lonceng yang dibunyikan pada waktu persembahyangan". 16 Unsur bangunan orang Tionghoa baik itu Klenteng, rumah, pertokoan, biasanya selalu menggunakan atau mengikuti aturan-aturan yang ada dan berlaku di Cina. Bangunan Klenteng misalnya selalu diidentikkan dari segi hiasan atau pernakperniknya, ukiran, tulisan bahkan dengan tata letak bangunan pondasi bangunan arah atau menghadapnya bangunan. umumnya Klenteng mempunyai ruangan depan yang berbentuk pagoda, apabila ruangannya mencukupi maka dapatlah dilakukan upacara di sini yang mana ruangan tersebut langsung menuju kearah ruangan suci utama atau dewa yang berpintu ganda dengan dilukiskan adanya patung penjaga kuil tradisional.17 Sinerginya bangunan dengan para penghuninya atau dapat di katakan bagaimana memanfaatkan alam dengan lingkungan yang biasa di sebut dengan istilah 16
. Yoest.Riwayat Klenteng , Wihara, Lithang di Jakarta dan Banten. Jakarta P.T Buana Ilmu Populer 2008. hal. 142 17 Patung penjaga kuil dimaksud adalah dua malaikat penjaga pintu.
Fengshui, merupakan landasan utama dalam setiap membangun baik itu rumah, pertokoan, ataupun tempat peribadatan. Warga Tuban pada umumnya menyebut tempat ibadah orang-orang Tionghoa dengan sebutan klenteng. Begitu juga dengan kebanyakan orang Indonesia yang biasa menyebut Klenteng sebagai tempat ibadah orang-orang Tionghoa.18 Klenteng adalah sebagai tempat peribadatan orang-orang Tionghoa Tri Dharma (Taoisme, Konfusianisme maupun Budhisme), karena kebanyakan mereka (orang-orang Tionghoa) memeluk dari salah satu dari ajaran Tri Dharma, sebab ajaran tersebut dapat dengan mudah diserap oleh mereka. Selain Klenteng ada sebutan lain untuk tempat ibadah orang-orang Tionghoa di Indonesia seperti Bio, Lithang, ataupun Vihara. Meskipun ketiga unsur kepercayaan itu dianut oleh sebagaian besar warga Tionghoa, akan tetapi dalam kenyataannya mereka tidak ada yang fanatik terhadap salah satu dari ketiganya tersebut, hal inilah yang menjadikan mereka saling menghargai satu sama lain tanpa ada yang merasa terganggu dengan pemeluk agama lain, meski berada dalam satu atap bangunan yaitu Klenteng . Desain dari bangunan klenteng lebih banyak mengambil unsur dari Cina bagaian Utara, yang mana bangunan tersebut lebih banyak menggunakan hiasan atau pernak pernik daripada Cina selatan. Sebab Cina selatan lebih sedikit hiasannya (baik berupa lampu maupun ukiran-ukiran) dari pada Cina daerah Utara19.
hal.115
18
Arsitektur Abad 17-19. Jakarta, PT. Widyadara, 2002. h. 56
19
Indonesian Heritage, Arsitektur Bangunan tempat ibadah P.T Grolier International.INC
Pada umumnya sebuah klenteng selalu terlihat menonjolkan unsur bangunan dari negeri Cina, baik dari segi arsitektur maupun hiasannya seperti ukiran-ukiran, patung dua ekor naga di atas atap bangunan, lampu Lion, Hio, pagoda yang diperuntukkan membakar uang kertas, altar untuk sembahyang, patung dewa-dewa, dan Toa Pe Kong yang dipuja di tempat tersebut20. Menurut keyakinan dan tujuan dari klenteng didirikan, biasanya untuk memberi penghormatan terhadap dewa tertentu atau yang lainnya sebagaimana Klenteng Ho An Kiong di Surabaya dengan nama Ma Co Po21 yang disesuaikan dengan nama dewi yang disembah dalam Klenteng tersebut yaitu dewi Thian Siang Bio 22.
B. Sejarah Klenteng di Indonesia Sejarah Klenteng di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari para pendatang yang datang dari Cina dan kultur yang dapat membentuk karakter Tionghoa. Mereka mulanya datang hanya untuk urusan dagang, akan tetapi lama kelamaan di antara mereka banyak yang tinggal dan menetap, bahkan menikahi warga setempat untuk kemudian menjadi sebagai warga negara Indonesia. Tentunya tidak akan dilupakan adalah budaya dan kepercayaannya yang dari negeri leluhur mereka, maka didirikanlah sebuah tempat peribadatan untuk komunitas orang-orang Cina. Pada saat kedatangan Cina ke Indonesia daerah yang pertama kali didatangi oleh pedagang 20
Toa Pe Kong adalah arwah leluhur yang di tuakan dalam Klenteng daerah masing-masing sesuai dengan sejarah berdirinya Klenteng tersebut didirikan, atau yang di anggap sebagai bayangan roh yang di jadikan sesembahan di klenteng 21 Mah Tjo Po yang diartikan sebagai Ibu yang keramat adalah untuk sebutan dewi penyelamat bagi para pelaut, karena dalam sejarahnya ia pernah menyelamatkan saudaranya dan para pelaut yang sedang berlayar melalui mimpi-mimpinya. Untuk lebih jelasnya mengenai sejarah Mah Tjo Po lihat dalam buku Hari Raya Tionghoa. Jakarta J.B. Wolters Groningan: 1954. h. 35-36 22 James J.Fox, dalam Agama dan Upacara pen: Indonesian Heritage vol:9 hal.56
Cina adalah Palembang, sebab waktu itu pusat perdagangan masih dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya.23 Pada masa kerajaan Sriwijaya, Palembang merupakan sebuah kerajaan yang tangguh pada masanya dalam menjalankan roda perekonomian, sehingga para pendatang dari luar daerah bahkan Cina yang datang ke Indonesia adalah untuk urusan dagang. Meskipun hanya sebagai perantara antara pedagang Eropa dengan para petani atau penduduk pribumi yang mau menjual barang dagangan mereka dengan para pembeli yang datang dari luar daerah, namun sistem perantara inilah yang digunakan oleh kerajaan-kerajaan Jawa untuk memperkaya diri mereka. Hingga pada saat kedatangan para kolonial Belanda yang lebih menonjolkan rasisnya yang ahirnya para etnis Tionghoa ini dipisahkan dari penduduk pribumi, hal ini digunakan agar lebih mudah memberi pengawasan dalam menjalankan bisnisnya24. 1. Nama Klenteng menurut pemeluknya Kedatangan para pedagang dari negeri Cina ke Indonesia tentunya membawa serta unsur-unsur budaya, agama, dan kesenian yang secara otomatis akan beradaptasi serta menyatu dan menjadi bagian dari Indonesia. Kemudian dikenallah dalam masyarakat Cina dengan adanya tiga agama (Tri Dharma) yaitu Konghucuisme, Taoisme, dan Budhis yang ketiganya terkenal dengan sebutan Tri Dharma atau tiga ajaran. Selain hal itu mereka juga dapat dengan mudah menerima tiga ajaran tersebut, karena dianggap sesuai dengan kepribadian orang-orang Tionghoa. Hal itulah yang
23
Prof. Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, Jakarta. Pustaka Popular Obor: 2007
h.109 24
Peter Crey, Orang Cina, Bandar tol, Candu dan Perang Jawa, perubahan persepsi tentang Cina 1755-1825, pen. Komunitas Bambu, 2008, hal.x
dapat membentuk orang-orang Cina meskipun ajaran Budha dan Tao pada dinasti Han (205-220 SM) Tidak menjadi ajaran agama resmi pemerintah Cina, 25 selain itu orang-orang Tionghoa juga dikenal dengan penyembahan terhadap para arwah leluhurnya. Sedangkan untuk menghormati para leluhur mereka yang telah meninggal, dibuatlah sebuah tempat atau bangunan untuk penyembahan atau penghormatan terhadap para arwah leluhur. Tempat yang lebih umum dalam kalangan masyarakat Indonesian, meskipun itu adalah sebuah tempat yang dikhususkan untuk pemeluk keyakinan masing-masing umat, namun penyebutan tetap juga sama yaitu:
Bio atau miao26
(Klenteng )
Vihara
(Klenteng )
Kiong
(Klenteng )
Klenteng
------
Klenteng
Klenteng adalah sebutan umum, sehingga klenteng sendiri terbagi atas beberapa kategori :27
25 26
Drs. P. Hariyono, Kultur Cina dan Jawa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1994. h.19 Bio adalah nama lain dari tempat peribadatan orang-orang Tionghoa (Cina).
27
Tionghoa
http://id.wikipedia.org/wiki/Klenteng"Kategori: Klenteng | Budaya
a. Nama klenteng berdasarkan umat
Konghucu a. Litang = Lithang ( b. Ci = Ce ( ) c. Miao = Bio( ) 2. Taoisme: 1.
)
Gong = Kong ( ) b. Guan = Kuan ( ) a.
3. Buddhisme: a. Si = Si ( ) b. An = En ( ) b. Klenteng berdasarkan fungsi
1.
Fungsi ibadah. ( untuk melakukan persembahyangan dan pemujaan terhadap roh suci dan para dewa)
2.
Fungsi sosial masyarakat. ( sebagai wadah bagi para penganut Tri Dharma yang ingin menyalurkan bantuan ataupun kegiatan sosial lainnya seperti membantu kaum Dhuafa').
3.
Fungsi politik. (politik yang dimaksud adalah keorganisasian dalam sistem kepengurusan).
c. Klenteng berdasarkan pemilik
1.
Milik kekaisaran (pejabat).
2.
Milik masyarakat umum.
3.
Milik pribadi.
Namun jika Klenteng dilihat menurut agama, maka akan kita dapati beberapa golongan (nama) mengenai istilah Klenteng yang bisa digunakan orang Tionghoa sedunia. Klenteng menurut orang Tionghoa yaitu :28 Bio atau Miao untuk Khong hucu
= Klenteng
Sie atau Si untuk Buddhis
= Klenteng
Kiong atau Gong untuk Taoism
= Klenteng
Koan atau Guan untuk biara Taoism
= Klenteng
Adalagi nama yang umum digunakan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia yang khususnya untuk Klenteng etnis Tionghoa, namun tidak demikian halnya diluar negeri, karena pada mulanya semua itu hanyalah sebuah tempat kecil yang digunakan untuk menyembah abu leluhur mereka masing-masing, baik itu suatu marga, suku, atau ras, namun seiring dengan perjalanan waktu akhirnya dibangunlah sebuah tempat yang diperuntukkan sebagai tempat persembahyangan. Dan kemudian dinamakan tempat ibadah Tri Dharma untuk etnis Tionghoa,29 Yoest berpendapat bahwa semua bangunan tempat peribadatan yang berarsitekturkan Tionghoa adalah Klenteng yang usianya sudah mencapai ratusan tahun.
28
Yoest.Riwayat Klenteng , Wihara, Lithang di Jakarta dan Banten. Jakarta P.t Buana Ilmu Populer 2008. hal. 142 29 Yoest dalam bukunya Riwayat Klenteng , Wihara, Lithang di Jakarta dan Banten hal 143
Perbedaan klenteng Tri dharma dan klenteng satu umat. Yang dimaksud dengan klenteng Tri Dharma adalah bahwa dalam tempat ini terdapat tiga ajaran keyakinan yaitu Tao, Konghucu, dan Budha yang mana dalam tempat ini akan terdapat tiga patung suci yang menjadi dewa utamanya.
Sedangkan
klenteng yang hanya untuk satu umat, menurut Niu Julan seorang budayawan yang banyak meneliti kebudayaan Cina dan karya-karya mengenai sastra Cina. menurut pendapatnya, kuil Tionghoa terbagi menjadi tiga golongan. Sedangkan yang dimaksud kuil di sini adalah klenteng yang pada umumnya disebut oleh orang Indonesia.30 Tiga golongan yang dimaksud adalah : 1. Golongan Buddhis, golongan Budhis yang dimaksud adalah Biara dimana tempat ini dewa pujaan utamanya adalah sang Buddha Gautama atau disebut Buddha Sakyamuni, disamping itu biasanya juga terdapat juga patung Dewi Kwan Im, tempat-tempat kegiatan Rohani keagamaan Buddha, Ruang para Bikhu dan Bikhuni dimana mereka menjalankan kehidupan sebagai orang yang mengabdikan diri untuk sang Budha Gautama, hal ini sebagaimana terdapat di Jakarta tepatnya di Ancol yang lebih dikenal dengan sebutan klenteng Budha (klenteng Nyai Ronggeng). 2. Golongan Taois, untuk umat Taois yang pada umumnya dewa utamanya adalah Lao Tze, karena dia dianggap sebagai penyebar ajaran Tao, disamping patung Lao Zte sebagai dewa utama tempat ini biasanya ditaruh pula patung dewa-dewa
30
Niu Julan, Peradaban Tionghoa Selayang Pandang. Hal.61-62
yang lain seperti Liang Bao Tian Zun dan Tai Shang Lao Jun yang menjadi kepercayan orang-orang Tionghoa. 3. golongan yang ketiga menurut Niu Julan adalah sebagai tempat untuk memberi penghormatan dan sebagai pengingat jasa-jasa seseorang yang telah berbuat banyak kebaikan untuk masyarakat banyak, atau orang yang menempuh kehidupan yang suci sehingga kehidupan itu patut untuk dijadikan suri tauladan yang baik. Sedangkan tempat ibadah untuk umat Konghucu biasa disebut dengan Bio dan Lithang yang pada umumnya patung dewa utamanya adalah Kong Fu Tze atau Kongcu, sedangkan aktivitasnya adalah mengajarkan ajaran Konghucu dan kebaktian agama Khonghucu dan dalam lithang tidak terdapat campuran agama Buddha dan Tao31. Sebagaimana pendapat Niu Julan pada klenteng golongan ketiga, bahwa sebagai tempat untuk memberi penghormatan dan sebagai pengingat jasa-jasa seseorang yang telah berbuat banyak kebaikan untuk masyarakat umum. Hal ini dapat dilihat di beberapa klenteng yang ada baik itu di Jawa, luar Jawa, maupun di Jakarta, klenteng didirikan dan dinamai sesuai dengan dewa, kongco atau toapekong yang disembah dalam Klenteng tersebut, seperti di Semarang Klenteng Sam Po Kong didirikan dengan tujuan untuk menghormati laksamana Cheng Ho atau disebut dengan Sam Po Kong atau Sam Po Tay Ji. Konon beliau adalah sebagai seorang panglima dari Cina yang melakukan perjalanan ke Asia Tenggara untuk melakukan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan negara-negara Asia yang mendarat 31
Tata Agama dan Tata Laksana Agama Konghucu Jakarta. Matakin.1994. hal.36
didaerah itu, karena salah satu anggotanya yang sakit parah, sedangkan perjalananya yang ditempuh masih jauh maka, Cheng Ho meninggalkan anggotanya yang sakit tersebut, dengan ditemani sepuluh orang guna untuk merawat Dampu Awang anak buah Cheng Ho yang sakit tersebut, sedangkan Cheng Ho sendiri harus melanjutkan perjalanan yang masih jauh. Di Jakarta, tepatnya Klenteng Ancol didirikan untuk memperingati Sam Po Soei Soe sang juru masak dari Cheng Ho yang menikah dengan seorang penari ronggeng di daerah tersebut ( klenteng ini dikenal juga dengan nama klenteng Nyai Ronggeng).32 Sam Po Soei Soe dianggap sebagai toapekong di tempat tersebut, maka dibangunlah sebuah tempat peribadatan untuk mengenang jasa-jasanya. Klenteng ini dalam setiap upacara tidak pernah ada dalam persembahannya daging babi dan pete, karena pada zaman dulu ketika ada seseorang yang melakukan peribadatan di tempat itu tiba-tiba altar tempat persembahan tersebut bergetar dan memorak-morandakan semua persembahan yang ada, baru kemudian setelah persembahannya tidak ada daging babi dan pete dalam tempatnya (altar) menjadi normal kembali, dan hingga kini Klenteng Sam Po Soei Soe tidak terdapat daging babi dalam setiap altar persembahan dalam persembahyangan33.
II. Ciri khas Klenteng
32
Prof. Kong Yuanzi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, Jakarta : Pustaka Populer Obor edisi ke 3. 2007. hal.176 33 Wawancara dengan Jurianto seorang juru kunci makam Dampu Awang yang bertugas di klenteng Sam Po Soei Soe Ancol Jakarta utara, pada 25 April 2008
Secara umum Klenteng memiliki ruangan depan yang berbentuk pagoda yang digunakan untuk membakar dupa, kemudian dilanjutkan menuju ruang berikutnya dan pada akhirnya menuju ruangan suci yang setiap pintu biasanya terdapat lukisan atau patung sebagai istilah malaikat penjaga pintu kuil tradisional. Ciri umum lain dapat kita temui bahwa dalam setiap klenteng terdapat ruangan suci yaitu: 34 1.
Altar utama dengan patung dewa utama kuil yang terkadang diapit oleh para pendamping.
2.
Meja altar yang terletak didepan altar utama tempat persembahan diletakkan.
3.
Lampu yang terus menyala, lampu ini ada dua yaitu listrik dan lampu minyak.35
4.
Altar tambahan dengan dewa-dewa pembantu.
5.
Wadah yang berisi pasir tempat batang dupa ditancapkan oleh orang yang bersembahyang. Dupa dimaksudkan untuk memberitahukan kehadiran para pemuja dan pengundang terhadap dewa-dewa untuk mendengarkan do’a-do’a mereka.
6.
Tiang pengapit altar beragam hias ular naga, makhluk mitos ini digambarkan sedang memuntahkan mutiara ke dalam altar.
34
James J.Fox, dalam Agama dan Upacara pen: Indonesian Heritage vol:9 hal.57 Konon jika ada orang yang beramal maka disarankan untuk menambah minyak pada lampu tersebut, agar jalan kehidupanya manjadi lebih terang, usahanya tetap lancara dan sebainya. 35
Dari gambaran yang dipaparkan tersebut dapat dilihat bahwa Klenteng hampir secara keseluruhan mengambil unsur arsitektur segi bangunan yang tidak jauh dari negeri Cina, yang kemudian dikombinasikan dengan unsur kebudayaan lokal dengan tujuan agar dengan mudah diterima oleh masyarakat lokal. Tujuan dibangunya Klenteng di Indonesia pada mulanya diperuntukkan kepada para nelayan, tukang besi, dan petani. Akan tetapi dalam perkembangannya karena semakin banyaknya warga yang ikut sembahyang akhirnya klenteng dipergunakan untuk kalangan umum yang ingin melakukan persembahyangan di tempat tersebut.
C. Fungsi Klenteng Mengacu pada pendapat M.E. Spiro, yang mengatakan bahwa fungsi adalah sebagai suatu hubungan guna antara suatu hal dengan sesuatu yang tertentu.36 Dari hasil hubungan inilah kemudian menghasilkan suatu manfaat tersendiri yang ahirnya dinamai sebagai fungsi. Setiap organisasi, lembaga, atau kelompok sekalipun tentunya mempunyai tujuan dan fungsi masing-masing. Seperti masjid yang dianggap suci oleh orangorang muslim, digunakan pula untuk melakukan peribadatan seperti, shalat lima waktu, sholat jum’at dan kegiatan keagamaan maupun sosial lainnya. Gereja, digunakan atau difungsikan oleh jemaatnya untuk melakukan ibadat oleh para jemaatnya, sebagaimana pada hari minggu dan hari-hari kebesaran umat Kristen
36
Kuntjaraningrat, Pengatar Ilmu Antropologi. Jakarta PT. RienekaCipta. 1990.hal.213.
lainnya, seperti peraayaan peringatan jumat agung yang jatuh pada tanggal 22 maret 2008 di semua gereja di Indonesia. Pura untuk persembahyangan bagi umat Hindu dan hari-hari besar keagamaan Hindu lainnya. Dan demikian halnya dengan sebuah Klenteng, sebagai sebuah tempat peribadatan orang Tionghoa, Klenteng juga mempunyai maksud dan tujuan yang tidak jauh berbeda dengan yang lainnya yaitu Klenteng : a Sebagai tempat peribadatan agar umatnya dapat melakukan ibadah dan kegiatan keagamaan dengan khusuk dan tenang. b Di samping sebagai tempat yang amat sakral dan suci bagi pemeluknya klenteng adalah sebagai tempat untuk melakukan sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa, para dewa, arwah leluhur, sehingga tidak seorang pun dapat melakukan hal-hal atau perbuatan yang tidak baik dan tidak bermoral saat mengunjungi Klenteng . c Tempat kebaktian kepada para Nabi dan Para Suci yang berlandaskan tata cara upacara dengan landasan rituil bercorak khas Confusianis.37 d Tempat untuk bertemunya seorang pemuja dengan yang dipuja.
Di antara beberapa fungsi tersebut di atas, pada mulanya di Tiongkok klenteng digunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan keagamaan maupun sosial. Pada waktu itu, klenteng digunakan oleh warga untuk melakukan musyawarah 37
Murtiko, Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang, dan Tempat Ibadah Tri Dharma Se-Jawa (Empeh Wong Kam Fu, 1980). Hal. 100
guna pembangunan irigasi sawah atau acara keagamaan dan berbagai kegiatan yang akan dilakukan, seperti akan diadakannya upacara perayaan atau akan mengadakan kegiatan sosial keagamaan. Jika dalam klenteng itu terdapat seseorang yang berdoa dan meminta sesuatu, lalu terkabulkan permintaan orang tersebut, maka klenteng difungsikan sebagai tempat untuk meminta. Bahkan, meminta perlindungan kepada salah satu dewa pelindung, seperti dewa pelindung laut yang biasa dilakukan oleh para pelaut, mereka akan memuja dewa penguasa laut agar diberi keselamatan ketika mereka di lautan atau sedang berlayar, baik itu berupa mara bahaya keganasan ombak maupun angin laut yang mengancam jiwa mereka, bahkan pemujaan pada dewa-dewa pemberi keselamatan dan pemberi keberuntungan agar mereka selamat di dunia ini maupun di akhirat nanti.
D. Keberagamaan Keberagamaan38 tidak terlepas dari sikap seseorang dalam beragama, karena sikap itu sendiri merupakan suatu rangkaian yang terdapat pada seseorang dengan berbagai faktor, seperti lingkungan dan kepribadian seseorang. Kita akan mempunyai sikap jika kita sudah mempunyai persepsi dan penilaian seseorang terhadap suatu obyek.
38
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan, bahwa hal itu berkaitan dengan segala bentuk peribadatan. Lihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal
Persembahyangan atau ibadah para pemeluk agama masing-masing, dilakukan oleh setiap orang dengan mengikuti keyakinan yang dianut oleh masing-masing umat sesuai dengan keyakinannya. Sebagaimana tempat peribadatan agama lain, semua aktivitas baik keagamaan maupun kegiatan sosial keagamaan yang lain dapat dilakukan di dalam tempat tersebut. Akan tetapi dalam masyarakat Tionghoa tidak diperbolehkan untuk ditiru atau dimanfaatkan ketika mereka perlu, seorang pejabat agama biasanya hanya berlaku sebagai pelaksana saja pada tugas tertentu, dan dia tidak diperbolehkan melakukan tugas yang tidak menjadi kewajibannya. Meskipun di dalam satu bangunan klenteng terdapat berbagai umat agama atau keyakinan yang saling berdampingan beberapa kelompok, akan tetapi kelompok tertentu menginginkan bahwa dalam upacara tertentu, misalnya upacara kematian agar dilaksanakan oleh seorang pendeta Tao,39karena mereka beranggapan bahwa pendeta Tao lah yang pantas memimpin upacara ini. Keinginan yang demikian adalah sebagai sesuatu yang wajar dan berarti masih menempatkan tugas dan kewajiban tokoh agama masingmasing sesuai dengan fungsinya. Kegiatan yang bersifat rohani atau sembahyang terhadap dewa-dewa kadang tidak harus dilakukan secara bersama-sama dengan orang banyak, karena hal itu hanya
bersifat
pribadi yang
berhubungan antara
yang
disembah dengan
penyembahnya. Kalaupun ada itu biasanya berbarengan dengan hari-hari besar umat beragama tersebut. Sedangkan kegiatan yang bersifat rutinitas tentunya harus 39
James J.Fox, dalam Agama dan Upacara pen: Indonesian Heritage vol:9 hal.54
mengikuti jadwal yang diberlakukan atau pada tanggal dan bulan tertentu sesuai dengan apa yang sudah biasa dan menjadi adat orang-orang etnis Tionghoa, misal upacara Imlek40, Cap Gomeh, ziarah kubur atau lebih umum dengan sebutan Ceng Beng. Selain hari-hari yang dianggap suci, untuk melaksanakan sembahyang ada pula acara-acara yang sifatnya pribadi yang hanya menghubungkan antara umat dengan Tuhannya dan dapat dilakukan kapan saja tanpa menunggu pada waktu-waktu tertentu. Artinya mereka bisa datang kapan saja setiap saat atau bahkan tiap hari karena tidak
ada
larangan
bagi warga ataupun umat
untuk
melakukan
persembahyangan terhadap sesuatau yang di yakininya. Menurut, ibu Dewi salah satu umat anggota klenteng Kwan Sing Bio ibadah bagi dirinya adalah hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya41.
40
Imlek adalah tahun baru Cina, biasanya mereka saling berkunjung ke sanak keluarga, dan di tahun baru inilah biasanya para orang tua membagi-bagi angpao yang berarti bungkusan merah, di dalamnya biasanya terdapat sejumlah mata uang. Cap Go Meh yaitu perayaan barongsai dengan simbol naga yang dianggap sebagai binatang yang berjasa. Tsing Bing yaitu upacara sembahyang di kuburan dengan memberikan persembahanpersembahan yang diletakkan di atas kuburan. 41 Wawancara dengan umat Klenteng
Bab III Gambaran umum kota Tuban
A. Letak geografis kota Tuban Tuban adalah sebagai wilayah yang bervariatif hal ini dimulai dengan daerah dataran genangan air pantai, genaganan aliran sungai, bengawan Solo, dan perbukitan gunung kapur, selain itu Tuban termasuk daerah yang beriklim tropis. Wilayah perbukitan di Tuban dengan curah hujan yang rendah inilah yang membuat daerah ini sulit untuk mengembangkan sektor pertanian sehingga untuk wilayah perbukitan atau yang juga termasuk tanah berkapur dengan tingkat kesuburan yang rendah.42 Tuban provinsi Jawa Timur adalah termasuk wilayah pada jalur pantura (pantai utara Jawa) antar Surabaya-Jakarta, wilayah Tuban sendiri berada pada posisi koordinat batas wilayah antara : Sebelah utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: kabupaten Lamongan
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bojonegoro
Sebelah Barat
: Kabupaten Rembang dan Blora (Jawa Tengah)
Jarak antara Tuban dengan Ibu Kota Provinsi Jawa Timur Sekitar 103 km atau jarak tempuh satu hingga dua jam. Secara administratif Tuban di bagi menjadi 20
42
Edi Sedyawati dkk, Tuban: Kota Pelabuhan Di Jalan Sutra, Jakarta Depdikbud, h.16
kecamatan dengan 328 desa atau kelurahan, dengan luas wilayah sekitar 183.994.562 hektare untuk wilayah lautan seluas 22.608 km.43 Jalur pantura yang terletak di kota Tuban, dan yang menghubungkan antara pulau Jawa dengan ibu kota
Jakarta mempunyai sejarah tersendiri tentang
kedatangan orang-orang Tionghoa ke Indonesia, di mana kota Tuban dulunya adalah termasuk salah satu pelabuhan yang seringkali di singgahi oleh para pedagang khususnya pedagang dari Tionghoa, di samping itu kota Tuban yang terletak di pantai utara Jawa Timur itu telah mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu. Tuban mulai dikenal dalam sumber-sumber tertulis yang dimulai pada masa Hindu Buddha pada masa kerajaan Majapahit dan Ranggalawe sebagai adipati Tuban yang ke dua pada waktu itu, hingga sampai pada perkembangan Islam di Jawa44. Datangnya Islam di Tuban dapat diindikasikan dengan adanya salah satu makam wali songo di kota tersebut, yaitu makam Sunan Bonang yang terletak di dekat alun-alun dan beberapa catatan sejarah lainya seperti penemuan-penemuan bukti tertulis berupa prasasti yang dikenal dengan sebutan kambangputih yang di duga berasal dari tahun 1052 M, prasasti kedua berupa prasasti malenga 45. Kota Tuban sebagai salah satu daerah yang didatangi oleh pedagang dari berbagai negara termasuk bangsa Tionghoa sebelum kedatangan bangsa-bangsa penjajah, dengan ditemukan prasasti-prasasti dan alun-alun yang menjadi identitas kota dibeberapa daerah di Jawa Timur. Sebagai salah satu bukti sejarah, bahwa kota 43
Selayang pandang kabupaten Tuban. Edi Sedyawati dkk, h 2 45 Edi Sedyawati dkk, h.6 44
Tuban telah ada sejak zaman kerajaan majapahit dan Ranggalawe sebagai adipatinya sebelum akhirnya diserang dan dihancurkan oleh kerajaan Mataram. Peran alun-alun sebagai identitas kota Tuban sangatlah penting dalam pembentukan tata ruang kota, karena hal ini dapat di gambarkan dengan adanya pengaruh kerajaan Hindu dengan adanya alun-alun serta kantor bupatinya, pengaruh perdagangan Asia dilihat dengan adanya bangunan Klenteng, pasar, dan kampung pecinan. 46 Dulunya kampung ini terletak di dekat alun-alun, serta adanya pengaruh kedatangan Islam dapat dilihat dengan keberadaanya makam Sunan Bonang, bangunan masjid agung Kota Tuban, serta kantor birokrasi yang semuanya berada di sekitar alun-alun Tuban.
1. Struktur Perkotaan Dalam kota Tuban. Kota adalah dapat dipandang sebagai pusat terjadinya sebuah urbanisasai dan modernisasi, karena kota dianggap sebagai sebuah tempat yang sangat cepat untuk menyerap sebuah perubahan-perubahan yang terjadi, di samping itu kota adalah sebagai pusat yang menstimulasai serta yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang disyaratkan untuk tinggal landas ke tempat yang lebih luas, karena ciri umum kota adalah penduduknya mayoritas berpenghasilan non Agraris47. Sedangkan menurut Bintarto dalam buku Sosiologi Kota Untuk Arsitek 2007. kota adalah suatu sistem jaringan antara kehidupan manusia dan tingkat kepadatan
46
Istilah pecianan saat ini sudah tidak ada lagi, karena sudah membaurnya warga pribumi dan non pribumi atau keturunan Cina. 47 Hans-Dieter Evers, Sosiologi perkotaan, Jakarta , LP3ES, 1986 hal.49
penduduk serta kehidupan yang heterogen dengan berbagai coraknya yang ditandai dengan kehidupan yang materialilstis,48 atau dapat juga diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan sebagai unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala pemusatan penduduk yang semakin besar dengan corak penduduk yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah yang berada di belakangnya atau pinggiran. Hal inilah yang dapat membuat masyarakat di tuntut untuk berpikir secara kreatif guna untuk mendapatkan kesibukan yang dapat menghasilakan uang. Kehidupan di perkotaan tentunya berbeda dengan kehidupan di pedesaan yang biasanya cukup hanya dengan mendengar radio, menonton televisi, dan jika menginginkan untuk berbelanja kadang mereka harus berjalan jauh atau meski naik kendaraan umum pun tidak banyak terfasilitasi dengan adanya kendaraan tersebut. Berbeda dengan di perkotaan, seseorang akan dengan sangat mudah mendapatkan suatu hiburan tempat perbelanjan, gedung bioskop dan akses kendaraan umum yang begitu banyak dan mudah. Unsur-unsur perkotaan yang membentuk dalam pembangunan identitas perkotaan dalam kota Tuban sejak abad 19 hingga sekarang di antaranya yaitu,49 1. Alun-alun yang letaknya berada di tengah-tengah kota dan sebagai ruang luar utama kota dan sekaligus sebagai ciri khas kota Tuban dan beberapa kota di Jawa Timur.
48
Drs. Paulus Hariano, M.T. , Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2007.
h.14 49
http://puslit.petra.ac.id~puslit/journals, Samuel Hartono, Dimensi Teknik Arsitektur Vol 3.no.1.Desember 2005. hal. 136
2. Bangunan pusat administrasi pemerintahan atau kantor Bupati, biasanya kantor-kantor Bupati pantai utara dihadapkan ke laut ( yang terletak di sebelah selatan alun-alun ). 3. Bangunan pusat administrasi pemerintahan atau kantor bupati, biasanya kantor-kantor bupati pantai utara dihadapkan ke laut ( yang terletak di sebelah selatan alun-alun ). 4. Pusat perpolitikan. 5. Tempat pusat perdagangan atau pasar yang tidak jauh dari pusat kota tersebut. 6. Daerah pecinan yang letaknya berada di sebelah utara alun-alun dengan di tandai sebuah tempat ibadah atau Klenteng Tjoe Liong Kiong. Yang berada di Jl,Panglima Sudirman 104 Tuban.
Beberapa hal tersebut dapat dikatakan sebagai pembentuk identitas di kota Tuban. Karena tempat-tempat tersebut mempunyai sejarah tersendiri terhadap awal mula bagi terbentuknya kota Tuban. Sebuah kota tanpa adanya bukti sejarah, maka kita tidak akan tahu bagaimana asal usul terbentuknya kota tersebut, sehingga menjadi sebuah perkotaan. Sebagaimana Boom50 yang menjorok ke dalam (arah pantai) tempat ini letaknya tak jauh dari alun-alun dan berjarak kurang lebih hanya
50
Nama Boom adalah tempat yang menjorok ke arah lautan agar mempermudah kapal-kapal untuk membuang sauhnya dan menyandarkan kapal-kapal tersebut. letak boom yang dulunya adalah sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal para saudagar dari Tionghoa dan bangsa-bangsa lain, namun seiring perjalanan waktu tempat tersebut mengalami pendangkalan hingga akhirnya tongkang atau kapal-kapal besar tidak dapat berlabuh di tempat tersebut, dan sebagai antisipasi maka para saudagar yang datang dari luar negara asing pun mengambil langkah untuk memindahkan tempat pelabuhan ke daerah lain, dan hal itu tinggal kenangan.
50-an meter saja. Tempat ini dulunya adalah sebagai tempat bersandarnya kapalkapal para saudagar dari berbagai bangsa, namun sekarang kondisinya amat mengenaskan karena terkikis oleh ombak laut.
2. Sejarah kota Tuban Dalam catatan berita Cina yang ditulis oleh Chau Ju kua mengenai negerinegeri yang mengirimkan duta serta dengan membawa barang-barang baik itu sebagai upeti atau sebagai hadiah kepada raja Cina sudah terjadi sejak abad ke 5. Termasuk Indonesia sendiri yang seringkali mengirimkan utusan ke negeri Cina dengan membawa rempah-rempah dan barang-barang lain, seperti gading gajah, binatang langka, dan hasil bumi. Sumber berita Cina yang ditulis oleh Chao Ju kua tentang negera-negara yang mengirimkan dutanya bersamaan dengan barang bawaan masing-masing. Negeri Indonesia yang mulai menjalin hubungan dengan negeri Cina terjadi pada masa dinasti Tang pada tahun 1004-1022. di situ dikatakan, bahwa kerajaan Sriwijaya mengirimkan utusan dengan sejumlah barang bawaan sebagai hadiah untuk raja negeri Cina.51
3. Pemberian nama Tuban
51
Yusmaini Eriawati, Distribusi Barang Melalui Asia Yang Berlatar Politis dalam Berkala Arkeologi, Edisi Khusus ( Yogyakarta : Balai Arkeologi Yogyakarta. 1994 ) hal. 156
berdasarkan legenda-legenda.52 1. Metu Banyu Istilah potongan kata bahasa Jawa yaitu metu banyu (me tu ban yu) yang artinya keluar airnya. Pada waktu itu sesuai dengan petunjuk yang didapat Raden Dandang Wacana untuk membuka hutan Papringan untuk dijadikan sebuah negara dan pada waktu pembukaan hutan itulah muncul sumber air yang amat sejuk sehingga dengan spontanitas Raden Ariyo Dandang Wacana mengatakan Tuban (metu banyu) dan akhirnya beliau menamakannya Tuban Raden Ariyo Dandang Wacana adalah putra dari Raden Ariyo Dandang Miring (sekitar tahun 1052) yang suka melakukan semedi atau tapa brata. Dalam tapa brata itu, beliau mendapat ilham (wangsit) bahwa tidak perbolehkan melanjutkan pemerintahan ayahandanya yang menjadi penguasa di daerah Gumenggeng (sekarang Gumeng kecamatan Rengel). Pesan dalam wasiatnya yaitu, jika ingin citacitanya yang mulia dan luhur terlaksana maka, ia harus membuka hutan papringan. Dan setelah ayahandanya wafat beliau melaksanakan wasiat tersebut dengan membuka hutan papringan yang membentang dari perbukitan hingga daerah pantai utara pulau Jawa. Ahirnya daerah tersebut di beri nama Tuban, karena terdapat sumber mata airnya dan kemudian beliau adalah sebagai bupati yang pertama di kota tersebut.
52
Hari Jadi kota Tuban, Dikbud 1985 hal.14-15
2. Watu Tiban. Watu Tiban adalah sebuah batu milik kerajaan majapahit, yang pada waktu itu membawa semua harta kekayaanya ke Demak dan salah satunya adalah pusaka kerajaan yang berbentuk batu (lingga yoni) yang mana batu tersebut terjatuh di suatu tempat dan kemudian nama tempat jatuhnya batu pusaka tersebut dinamakan Tuban, dengan demikian nama Tuban berasal dari kata Wa (tu) Ti (ban).
3. Tubo Akan tetapi ada yang mengatakan bahwa Tuban berasal dari kata Tubo yaitu sebuah tanaman yang dapat digunakan untuk membuat racun, hal ini dapat ditemui di sebelah barata kota Tuban yang barnama Jenu dimana antara Tubo dan Jenu mempunyai kesamaan arti, sedangklan Jenu sendiri adalah daerah pesisir yang mayoritas penduduknya nelayan yang sering menggunakan racun untuk menagkap ikan. Dalam catatan sejarah Tuban adalah sebagai salah satu kota yang sering disinggahi oleh para pedagang atau para saudagar kaya yang hanya sekedar ingin singgah untuk menukar atau jual beli barang dagangan mereka. Tuban adalah sebagai daerah pesisir pantai yang sering di singgahi oleh para pendatang termasuk para pedagang dari Tionghoa. Kebanyakan mereka adalah pada waktu itu datang sebagai pedagang dan sebagai perantara, antara penduduk dengan orang-orang asing (pedagang Asia). Barang yang dicari oleh orang barat antara lain rempah-rempah ataupun hasil bumi yang banyak dicari oleh orang-orang barat termasuk juga
Belanda, yang menjajah Indonesia, selama berabad-abad hanya demi memperkaya diri dan memperbudak rakyat Indonesia. Tuban yang dulunya masih di bawah kerajaan majapahit, adalah kota pesisir yang sering dijadikan sebagai pelabuhan kapal saudagar kaya dan para pedagang serta pelayaran ekspedisi Cina yang amat terkenal pada sekitar abad ke 15 dan16. Ekspedisi yang terkenal yaitu panglima Ceng Ho seorang tokoh legendaris dari negeri Cina yang berlayar ke berbagai daerah sambil menyebarkan agama islam yang ia anut. Meski banyak di antara para pembantunya yang tidak beragama Islam, dalam perkembangan selanjutnya kota Tuban mulai bertambah ramai dikunjungi oleh para pedagang. yang mana pada zaman kerajaan Sriwijaya, banyak menguasai perdagangan rempah-rempah, dan meskipun orang-orang Tionghoa hanya sebagai perantara dari petani ke pedagang yang datang dari Eropa dan Negara-negara lain (seperti Belanda dan Arab), meski demikian peran warga Tionghoa tidak dapat dilupakan, sebab keberadaanya adalah sebagai bukti sejarah bahwa Tuban sebagai daerah yang tidak pernah membeda-bedakan suku, ras, maupun agama.
B. Letak Klenteng Kwan Sing Bio Keberadaan Klenteng
yang menggunakan simbol kepiting pada pintu
gerbangnya adalah salah satu ciri khas yang tidak di temui pada beberapa klenteng di Indonesia, bahkan di Asia ujar Hanjono Tanjah salah satu pengurus yang menjabat sebagai ketua 1 satu di klenteng Kwan Sing Bio. "Patung kepiting yang terdapat di
pintu gerbang utama ini adalah satu-satunya patung yang ada di Indonesia bahkan di Asia,"53 gerbang yang berupa patung ini dipugar pada tahun 1970. Selain itu Klenteng ini dapat dengan mudah dijangkau oleh kendaraan umum maupun pribadi. Letak yang amat strategis,
inilah yang membuat Klenteng Kwan Sing Bio mudah untuk di
jangkau, yaitu terletak di jalur pantura antara kota Semarang menuju Surabaya ataupun arah sebaliknya, melalui jalur pantura. Klenteng Kwan Sing Bio berada tepat di depan lautan dengan patung yang berbentuk binatang laut yaitu seekor kepiting yang berada di atas pintu gerbang utama. Dengan demikian akan terlihat sangat jelas karena keberadaanya tidak terhalang oleh satupun bangunan, rutenya pun juga mudah, karena simbol kepiting itu hanya terdapat di Tuban saja, tepatnya berada di Jl.R.E. Martadinata No.1. tak jauh dari pusat perkotaan atau sekitar 500 meter ke arah barat dari alun-alun kota Tuban atau kurang lebih 500 meter ke arah timur dari terminal.
C. Kondisi Keberadaan Masyarakat Tionghoa di Tuban Peperangan yang terjadi di negeri Cina pada masa pemerintahan dinasti Ching yang membuat rakyat Cina pergi merantau keluar negeri mereka untuk mencari ketenangan karena mereka menganggap bahwa negara mereka sudah tidak nyaman lagi untuk mereka sehingga mereka harus pergi merantau.54
53
Wawancara pribadi dengan Hanjono Tanzah, Yuni Sulistiyorini. Upacara Sembahyang Rebutan di Tempat Ibadah Tri Dharma Tuban. Fak. Sastra UI. 1996. hal.11 54
Kedatangan warga Tionghoa di sepanjang pantai utara pada awalnya hanya mencari uang, dan dengan memasuki wilayah berbagai bidang perdagangan.55 Tuban di mulai sejak terjadinya peperangan di Tiongkok sehingga mereka banyak yang keluar dari negerinya untuk mencari keamanan diri. Umumnya mereka menjalani profesi sebagai pedagang pada waktu itu, dengan melakukan berbagai bidang termasuk sebagai penyalur antara para petani dengan para pedagang atau makelar barang dagangan dengan hasil bumi dari penduduk pribumi yang hendak ditukar dengan barang lain atau dijual. Keberadaan warga Tionghoa di kota Tuban tidak dapat di identifikasikan dari data kependudukan karena mereka sudah membaur dengan warga setempat sejak dahulu kala. Hal ini dapat di lihat dengan nama-nama yang dipakai oleh mereka yaitu dengan dengan menggunakan ejaan bahasa Indonesia, meskipun tidak dipungkiri masih menggunakan nama dengan bahasa Tionghoa. Meski demikian mereka tidak begitu mempedulikannya karena bagi mereka di mana mereka berada, maka di situlah ia akan berusaha untuk agar dapat di terima dan selain itu merka hanyalah secara kebetulan menjadi keturunan dari orang-orang Cina . Membaurnya keturunan Tionghoa dengan masyarakat setempat adalah bukti bahwa di kota Tuban tidak ada diskriminasi antarwarga baik itu warga keturunan maupun non-keturunan, karena kalau dahulu di kenal dengan adanya kampung pecinan (dulu letaknya di wilayah yang berdekatan dengan Klenteng Tjoe Liong Kiong. Yang berada di Jl,Panglima Sudirman 104 Tuban) ataupun kampung Arab 55
Benny G.Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik Jakarta Elkaso.2002. h.55
(kampung tersebut letaknya berdekatan dengan makam sunan Bonang ). Akan tetapi nama-nama tempat itu sekarang sudah tidak ditemukan lagi istilah-istilah sebutan kampung Arab maupun Pecianan tersebut, karena semuanya sudah menyatu dan menjadi satu, sehingga tidak ada lagi nama-nama kampung tersebut, meskipun ada tetapi tidak seperti zaman dulu lagi. Perdagangan yang berada di Jawa kuno ternyata sudah cukup meluas. Hal ini dapat di lihat dengan adanya data-data dan prasasti-prasasti atau bukti artefaktual yang dapat membantu untuk mengungkapkan hubungan perdagangan, yaitu berupa mata uang Cina, meski hal ini masih memungkinkan adanya beberapa kelemahan dan kelebihan di antaranya :56 1.
Banyaknya mata uang yang ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia.
2.
Peredaran mata uang logam dapat memberi kemudahan untuk memperoleh data dan satu kesamaan asal tahun dan instriksi yang tertulis.
3.
Masa berlaku mata uang logam kadang melewati masa berkuasanya sang penguasa yang mencetak.
4.
Terjadinya kemungkinan antara kehadiran masyarakat pencetaknya dengan mata uangnya lebih dahulu hadir masyarakatnya, sedang mata uang baru hadir sekian tahun kemudian.
56
Yuniarso K Adi dalam "Berkala Arkeologi, Evaluasi Data dan Interpretasi Baru Sejarah Indonesia kuna (edisi Khusus)", Pen: Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta. 1994. Hal. 173-175
Kajian inskripsi mata uang logam, adalah sebagai upaya untuk dapat membantu memberikan kontribusi sejarah dalam pemberian data analisa mengenai sejarah hubungan perdagangan antara Cina dengan Indonesia, karena selama ini data yang diperoleh untuk mengungkapkan hubungan dagang antara Cina dan Indonesia hanya berupa data dan berita-berita Cina.57 Pada awalnya mereka (orang-orang Tionghoa) yang datang hanya kaum lakilaki saja, namun pada perkembangan selanjutnya mereka membawa serta keluarga bagi yang kembali lagi ke Cina. Namun bagi mereka yang tidak kembali lagi, mereka lebih memilih untuk tinggal dan menetap serta menikahi perempuan lokal dan kemudian mempunyai keturunan yang ahirnya anak cucunya tadi menjadi warga keturunan Tionghoa
D. Secara umum Kondisi wilayah Tuban Wilayah kabupaten Tuban memang berada di daerah yang Tropis dan berbukit akan Tetapi hal ini menjadi sebuah hikmah tersendiri karena di balik itu terdapat banyak wisata, baik itu berbentuk Goa ataupun yang lain. Di samping itu daerah kabupaten Tuban dalam bidang perekonomian mempunyai beberapa potensi diantaranya :
57
Yuniarso K Adi dalam "Berkala Arkeologi, Evaluasi Data dan Interpretasi Baru Sejarah Indonesia kuna (edisi Khusus)", Pen: Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta. 1994. Hal.175
a. Bidang pertanian58 Dalam bidang pertanian tanaman yang dapat dikembangkan : 1.
Tanaman padi, tidak semua daerah yang dapat ditanami padi karena Tuban termasuk daerah yang banyak terdapat perbukitan kapur sedangkan wilayah yang dapat ditanami padi hanya terdapat di lokasi yang berdekatan dengan bengawan solo sebagaimana di kecamatan Rengel, Soko, dan Widang akan tetapi untuk daerah-daerah tertentu yang dapat ditanami padi dengan mengandalkan curah hujan dan sumber mata air.
2.
Jagung, kacang tanah, dan kedelai jenis
tanaman ini tidak banyak
dikembangkan di wilayah yang berada di dataran rendah, sebagaiamana daerah yang dekat aliran bengawan Solo, akan tanaman jenis ini banyak di tanam oleh petani ketika musim penghujanya turun di daerah pegunungan, sedangkan untuk musim kemarau berada di daerah yang mengandalkan sumber mata air. 3.
Perdagangan/pasar.
b. Bidang pariwisata Potensi wisata yang dapat di kembangkan yaitu : I. Wisata agama a. Makam Sunan Bonang yang terletak di pusat kota. b. Klenteng Kwan Sing Bio terletak di pusat kota. 58
Selayang pandang kabupaten Tuban. Tanpa tahun & penerbit Hal.14-20
c. Makam sunan maulana Ibrahim Asmoro Qondi Terletak di kecamatan palang. d. Makam Sunan Bejagung Kidul berada di kecamatan Semanding e. Makam Sunan Bejagung lor berada di kecamatan Semanding
II. Wisata alam meliputi a. Goa Akbar yang terletak di desa kedungombo kecamatan semanding. Tepatnya di bawah pasar baru kota Tuban, daya tariknya yaitu berupa ruangan-ruangan besar yang dihubungkan dengan lorong-lorong yang indah hingga mencapai 1200 m dengan aliran sungai bawah tanah serta bermacam ikan hias yang indah. b. Goa Ngerong terletak di kecamatan Rengel dengan pesonanya berupa aliran sungai yang mengalir dari dalam serta banyaknya ikan-ikan di dalamnya dan ribuan kelelawar yang menggelantung di atasnya. c. Pantai Boom yang terletak di kelurahan Kutorejo kecamatan Tuban tepatnya sebelah utara alun-alun kota Tuban. d. Air terjun Nglirip yang terletak di desa Tingkis kematan Singgahan.
c. Sumber Daya Alam Sumber Daya Alam yang masih dapat dikembangkan hingga sekarang antara lain: Kecamatan rengel, di desa Bulu Rejo dan Ngadi Rejo
Kecamatan Soko, di desa Rahayu Kecamatan Senori, di desa Wonosari dan Banyurip
d. Bidang Industri : Selain beberapa potensi di atas kabupaten Tuban juga menjadi pusat industri. Industri yang sedang berkembang hingga sekarang yaitu : 1.
Pabrik semen ( PT Semen Gresik) yang terletak di kecamatan Kerek.
2. Pabrik Kapur (gamping) terletak di kecamatan Plumpang, Rengel, soko. 3. Batik kerek (batik gedok) yang terletak di kecamatan Kerek. Data kependudukan Tabel penduduk berdasarkan kecamatan59 Jenis kelamin
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 59
Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Kenduruan Bangilan Senori Singgahan Montong Parengan Soko Rengel Grabagan Plumpang Widang Palang Semanding
13.588 21.859 19.883 20.191 25.896 26.095 39.706 28.471 18.435 35.813 23.771 35.848 45.408
13.428 22.284 20.154 19.950 25.615 26.437 40.096 28.754 18.248 36.331 24.988 36.933 46.758
27.014 44.143 40.037 40.141 51.511 52.532 79.802 57.225 36.683 72.144 48.759 72.781 92.166
Data didapat dari kantor Badan Statistik kabupaten Tuban, data ini yang telah dikumpulkan oleh pihak terkait dari tahun 2003 s/d 2007.
14 15 16 17 18 19 20
Tuban Jenu Merakurak Kerek Tambakboyo Jatirogo Bancar Jumlah / total 2007 Jumlah / total 2006 Jumlah / total 2005 Jumlah / total 2004 Jumlah / total 2003
39.728 23.111 25.783 32.952 19.283 27.496 27.678
42.635 23.971 26.771 33.882 19.390 27.441 28.352
82.363 47.082 52.554 66.774 38.673 54.937 56.030
550.995
562.356
1.113.351
546.632 539.660 535.655 530.117
557.905 556.135 548.728 546.086
1.104.538 1.095.795 1.084.383 1.076.203
Data kependudukan di kelurahan Karangsari kecamatan Tuban berdasarkan monografi kelurahan tahun 2007 sangat variatif. Sebagaimana halnya jumlah keagamaan di daerah lainnya, agama Islam menempati penduduk yang maoritas di kelurahan Karangsari, Islam 3.499 orang, Kristen protestan 30 orang, Katholik 38 orang, hindu 0, Budha 28 orang termasuk pemeluk agama Tao dan Khonghucu, dan penganut kepercayaan 0. Berikut adalah tabel jumlah pemeluk keagamaan di kleurahan Karangsari, Tuban, Tabel I No
Pemeluk agama
Jumlah
1
Islam
3.499
2
Kriten (protestan)
30
3
Katolik
38
4
Hindu
-
5
Budha
28
6
Penganut kepercayaan
-
Sedangkan sarana peribadatan desa Karangsari yang dominan dan banyak di pergunakan oleh masyarakat setempat adalah Musholla. Hal ini dilihat dari segi mayoritas pemeluk agama yang ada.
Tabel II No
Sarana peribadatan
Jumlah
1
Masjid
1
2
Musholla
10
3
Gereja
-
4
Klenteng
1
5
Pura
-
Sumber : Buku Monorafi Desa/Kelurahan Karangsari, Tuban
BAB IV Pembahasan hasil penelitian
A. Sejarah klenteng Kwan Sing Bio Tragedi yang memilukan bagi warga Tionghoa di Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740, yang memaksa warga Tionghoa untuk pergi mencari tempat yang lebih aman dari pembantaian kaum penjajah Belanda. Di mana kaum kolonial Belanda melakukan pembantaian habis-habisan terhadap warga Tionghoa yang berjumlah sekitar 10.000 jiwa. Mereka membunuh tanpa mengenal ampun dan kebiadabannya tidak pandang bulu, karena semua warga Tionghoa dibunuh, mulai usia balita sampai usia lanjut. Bahkan, warga Tionghoa yang sakit pun tak luput dari kebiadaban Belanda, baik
laki-laki maupun perempuan.60 Pada waktu terjadi
pembantaian warga Tionghoa di Batavia yang mayatnya banyak dibuang ke lautan, sehingga warga Tionghoa yang berada di wilayah barat ( Cirebon, Semarang dan sebagainya) termasuk warga Tionghoa yang di Tambakbayan (sekarang menjadi Tambakboyo) terpaksa mengungsi ke arah timur61. Di antara pengungsi yang berasal dari Tambakboyo, ada seorang warga keturunan yang mempunyai tempat peribadatan. Tempat ibadah ini dibawa pula dalam pengungsian kearah timur dengan menggunakan perahu. Perahu-perahu pengangkut tempat ibadah ini terdampar di pantai Tuban, akibat terkena angin putar 60 61
Bio Tuban.
Yoest, Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang di Jakarta dan Banten, (Jakarta. 2008) Hal:45. Wawancara dengan Nurdin Iskandar sekretaris dalam kepengurusan di klenteng Kwan Sing
yang sering terjadi di wilayah pantai tersebut, sehingga para kemudi perahu bingung dan dalam kebingungan itu, salah satu dari mereka kemudian berinisiatif melakukan ritual dengan menggunakan Pue62, untuk mengetahui apa kongco63 dari tempat ibadah yang dimuat ini mau di tempatkan di sini atau tidak. Dari sinilah kemudian didirikan klenteng KwanSing Bio. Klenteng Kwan Sing Bio, dahulunya hanyalah sebuah tempat peribadatan kecil milik seorang saudagar kaya keturunan Tionghoa yang berasal dari desa Tambakboyo. Pada mulanya tempat ibadah ini dinamakan klenteng Tambakbayan sebab ia di bawa dari Tambakboyo, seiring dengan perjalanan waktu kemudian dinamakanlah klenteng Kwan Sing Bio, karena klenteng ini menghadap ke arah lautan Kwan Sing Bio sendiri artinya adalah tempat ibadah yang menghadap ke laut, yang sekarang menjadi sebuah bangunan megah di kota Tuban hingga sekarang.64 Menurut Nurdin Iskandar sekretaris umum klenteng, nama Kwan Sing Bio dimaksudkan untuk menunjukan bahwa Toapekongnya bernama Kwan Sing Tee koen, sehingga dinamakan Kwan Sing Bio. Pada perkembangan selanjutnya, secara bertahap klenteng Kwan Sing Bio mengalami renovasi tambahan bangunan gedung, seperti ruang para pendeta, ruang administrasi, ruang untuk siraman rohani agama Taoism, Konfusianisme dan Budhisme serta gedung yang sekiranya diperlukan sepeti gedung penginapan tiga
62
Pue yaitu batang bamboo (bonggolnya) yang dibelah menjadi dua bagian. Kongco yaitu sebuah patung yang dianggap sebagai manifestasi roh yang di tuakan di dalam klenteng. 64 Wawancara dengan bapak Nurdin Iskandar pada 25mei 2008. 63
lantai, ruang aula dan lapangan parkir, dapur umum, kios yang diperuntukkan bagi umat Tri Dharma yang kurang mampu. Ke depan jika telah terkumpul dana, maka akan segera dibangun sebuah pagoda. Ujar Handjono Tanzah selaku ketua II di klenteng Kwan Sing Bio65. Klenteng yang berdiri pada tahun 1725 ini mempunyai luas klenteng ini sekitar 3 s/d 4 hektar meter persegi. Diantaranya sebagai sarana/ fasilitas bagi para pengunjung yang ingin melakukan ibadah, atau tamu jauh yang ingin menginap, biasanya ketika ulang tahunnya dari Kongco klenteng ini karena banyaknya tamu yang datang.
B. Nilai-Nilai Religiusitas Klenteng Kwan Sing Bio Nilai religius akan terasa ketika umat Tri Dharma yang hendak sembahyang memasuki altar utama dalam klenteng Kwan Sing Bio, bagi umat Tri Dharma yang hendak bersembahyang ketika memasuki altar utama harus menyembah pada Tuhan alam semesta terlebih dahulu sebelum melanjutkan kepada para dewa dan Shen ( roh suci ) yang berada dalam klenteng Kwan Sing Bio. Kedatangan para pengunjung ke klenteng Kwan Sing Bio, baik laki-laki maupun perempuan, usia anak-anak hingga usia dewasa, tak jarang pula pengunjung dari luar daerah penjuru negeri ini yang datang hanya sekedar menikmati keindahan bangunan budaya bangsa. Mayoritas mereka yang datang adalah untuk melakukan peribadatan dan berdoa agar apa yang diinginkanya terkabulkan.66 Bagi pengunjung 65
Wawancara dengan Handjono Tanzah pada 5 mei 2008 Wawancara dengan bapak Fredi salah satu pengurus bidang keagamaan dalam klenteng Kwan Sing Bio pada 5 juni 2008. 66
yang memanjatkan do'a dihadapan dewa utama atau Kongco Kwan Sing Tee koen, dengan mengocok lidi pue67 yang telah diberi angka-angka, sambil mengucapkan keinginannya dalam hati. Ritual ini telah menjadi keyakinan warga Tionghoa yang terbentuk sejak lama. Umat Tri Dharma berpendapat bahwa aura patung dari kongco Kwan Sing Tee Koen68 dapat memberi
berkah kehidupan bagi mereka yang
meyakininya. Nuansa mistis begitu terasa di ruangan Khusus dalam klenteng, dimana patung dewa utama atau kongconya ditempatkan. Dalam ruangan tersebut suasananya begitu hening seoalah tanpa suara. Pengunjung yang meminta sesuatu kepada sang dewa utama, dengan tujuan terkabul permintaannya, seperti perlindungan dari mara bahaya, jodoh, pekerjaan dan lain-lain. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Johan, Sarjono dan Wijayanto, mereka datang bersembahyang ke klenteng Kwan Sing Bio untuk meminta (berdo'a ) agar dalam pekerjaanya jabatanya segera dinaikkan.69 Sepintas patung-patung yang terletak dalam klenteng Kwan Sing Bio hanyalah sebuah benda mati yang tidak berarti, namun hal itu tidaklah demikian bagi warga Tionghoa. Patung-patung yang berada tersebut adalah sebagai manifestasi dari para dewa dan Shen ( roh suci ) yang menempati klenteng Kwan Sing Bio. Karena, dengan demikian warga Tionghoa yang melakukan ibadah di klenteng Kwan Sing 67
Lidi Pue yaitu terbuat dari bamboo yang di belah, bentuknya hampir mirip dengan tusuk sate yang di taruh dalam tempat semacam botol terbuka yang terbuat dari bambu. 68 Kongco Kwan Sing Tee Koen adalah nama dari dewa yang dianggap sebagai penunggu klenteng tersebut. 69 Mereka adalah pengunjung yang datang dari kota Bojonegoro, kota yang terletak di sebelah barat dari wilayah Tuban.Wawancara dilakukan pada tanggal 25 mei 2008.
Bio seolah-olah dapat merasakan secara langsung kehadiran dari dewa yang mereka sembah. Sehingga dengan demikian, mereka merasa yakin bahwa do'a yang dipanjatkan akan langsung didengarkan oleh dewa yang dimaksud, dengan harapan do'a yang dipanjatkan tadi akan terkabulkan.
1. Tata Cara Upacara Sembahyang Dalam Klenteng Kwan Sing Bio Karena dalam klenteng Kwan Sing Bio mengandung tiga unsur kepercayaan Taois, Konfusianisme, maupun Budhis. maka, untuk menghormati ketiganya ditaruhlah ketiga patung nabi dari ketiga umat kepercayaan tersebut. Adapun tata cara upacara persembahyangan yang dilakukan dalam klenteng Kwan Sing Bio tersebut, bagi umat Tri Dharma yang akan melaksakan sembahyang di Klenteng Kwan Sing Bio, maka langkah-langkah yang harus di lakukan yaitu : 1. Pengunjung mengambil Hio (berbentuk seperti lidi, namun terdapat serbuk yang melekat dan menimbulkan bau harum ketika dibakar) kemudian dibakar sambil menghadap ke altar utama atau kearah langit. 2. Pengunjung melakukan persembahyangan kepada Sien Bing. 3. Lalu pengunjung menyembah/sembahyang kepada dua (2) patung malaikat penjaga pintu. 4. Pengunjung atau umat Tri Dharma menyembah Kong Co Kwan Sing Tee Koen sebagai dewa utama dalam klenteng Kwan Sing Bio. 5. Setelah umat melakukan persembahyangan kepada Kong Co Kwan Sing Tee Koen, lalu sembahyang ke patung dewa pengapit Tjiu Djong dan Kong Co Kwan Ping yang berada di sebelah kanan Kwan Sing Tee Koen. 6. Sembahyangan di patung Ma Sin. 7. Sembahyang kepada Hauw Sin.
8. Setelah semuanya berahir, pengunjung atau umat melakukan sembahyang di tempat altar suci Tri Nabi yang berada di sebelah kiri bangunan, yaitu Nabi Lau Tze (di bagian kiri), Budha sakyamuni ( di bagian tengah ), nabi Khong Cu ( dibagian paling kanan ).
Setelah selesai melakukan sembahyang, mereka menancapkan Hio pada tempatnya masing-masing, yang dimulai dari urutan yang pertama hingga terahir ( yang ke delapan yaitu altar suci Tri Nabi ) yang letaknya berada di luar gedung bangunan Klenteng di sebelah kiri.
Menghormat dengan KWI70, yaitu penghormatan atau persembahyangan dengan cara berlutut dan sebagainya, adapun cara-cara melakukan KWI yaitu71 a. Mula-mula berdiri tegak lurus dan melakukan TING LEE72, lalu kaki kiri dimajukan selangkah kaki kanan ditekuk sampai lututnya menyentuh lantai, dengan sendirinya lutut kiri akan ikut menekuk. Tapak tangan diletakkan di atas lutut kiri. b. Tapak tangan kembali ke sikap PAU THAI KIK PAT TIK ( tapak tangan kanan digenggam dan ditutup dengan tangan kiri), kaki kiri ditarik ke belakang disejajarkan dengan kaki kanan, paha dan punggung tegak lurus, ini disebut sikap KWI PING SIEN.
70
Ini adalah cara memberi hormat dengan pernyataan kerendahan hati, hal ini dianggap lebih sopan daripada merangkapkan tangan atau membongkok. 71 Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu, penrbit Matakin. 1975. Hal.24. 72 Tinglee adalah menjunjung tangan, jika di hadapan altar Tuhan, Nabi atau para suci dilakukan 3x Tinglee
c. Selanjutnya setelah melakukan Ting Le/ Iep, tangan diletakkan di lantai atau PAI TIAM membentuk segi tiga, badan membongkok,kepala ditundukkan sampai menyentuh tangan/lantai/ PAI TIAM. Hal ini disebut KHAU SIU. II. Urutan Persembahyangan Dalam Klenteng Kwan Sing Bio Bagi umat Tri Dharma yang akan melaksakan sembahyang di Klenteng Kwan Sing Bio, maka langkah-langkah yang harus di lakukan yaitu : 9. Pengunjung mengambil Hio kemudian dibakar sambil menghadap ke altar utama atau kearah langit. 10. Pengunjung melakukan persembahyangan kepada Sien Bing. 11. Lalu pengunjung menyembah/sembahyang kepada dua (2) patung malaikat penjaga pintu. 12. Pengunjung atau umat Tri Dharma menyembah Kong Co Kwan Sing Tee Koen sebagai dewa utama dalam klenteng Kwan Sing Bio. 13. Setelah umat melakukan persembahyangan kepada Kong Co Kwan Sing Tee Koen, lalu sembahyang ke patung dewa pengapit Tjiu Djong dan Kong Co Kwan Ping yang berada di sebelah kanan Kwan Sing Tee Koen. 14. Persembahyangan kepada Ma Sin. 15. Sembahyang kepada Hauw Sin. 16. Setelah semuanya berahir, pengunjung atau umat melakukan sembahyang di tempat altar suci Tri Nabi yang berada di sebelah kiri bangunan, yaitu Nabi Lau Tze (di bagian kiri), Budha sakyamuni ( di bagian tengah ), nabi Khong Cu ( dibagian paling kanan ).
Setelah
sembahyang
di
altar
Tri
Nabi,
maka
dianggap
selesai
persembahyangannya, karena altar ini dianggap sebagai altar terahir yang harus disembahyangi.
III. Faktor Yang Mempengaruhi Keberagamaan Ada beberapa faktor yang dapat digunakan untuk mengetahui keberagamaan yaitu, Intern dan ekstern, sedangkan yang dimaksud dengan faktor intern yaitu tingkatan usia, kepribadian dan kondisi jiwa. Faktor ekstern secara garis besar dapat dinilai dengan lingkungan
dimana seseorang tersebut tinggal. Maka, dengan
mengacu pada pendapat Blok dan Stark, bahwa untuk melihat tingkat religiusitas seseorang atau kelompok, kita dapat melihat dengan menggunakan beberapa dimensi yaitu: Ritual, keyakinan, intelektual (pengetahuan), pengalaman (penghayatan) dan konsekuensi73. Di samping beberapa dimensi tersebut ada beberapa faktor eksternal yang dinilai dapat mempengaruhi keberagamaan seseorang, faktor tersebut antara lain : a. Ekonomi Peningakatan perekonomian dari masa ke masa bisa dibilang mengalami peningkatan meski tidak menjadi hal yang utama, seperti dengan adanya klenteng yang mengadakan perbaikan dan pembuatan gedung bangunan dan lain-lain. Hal ini tentu akan memberi pemasukan tersendiri terhadap warga yang mempunyai keahlian dalam bidang bangunan, baik itu hanya berupa perbaikan-perbaikan maupun yang lain. Nilai ekonomi yang lain dapat terlihat dengan adanya kios-kios kecil yang terdapat di lingkungan klenteng yang diperuntukkan bagi anggota klenteng yang tidak mampu, yang dipergunakan untuk berdagang berbagai macam makanan maupun 73
Jalaludin Rahmat, Psikologi Agama, ( Raja Grafindo Persada. 2004), cet, ke 8, hal 213.
minuman. Menurut Jali salah seorang pedagang yang mangkal di sekitar klenteng, di samping bisa berjualan ia juga dapat melaksanakan sembahyang setiap di klenteng.
b. Pendidikan Dalam bidang pendidikan, klenteng Kwan Sing Bio belum begitu terlihat, namun bukan berarti bahwa mereka tidak perduli terhadap dunia pendidikan. Sebagai bukti yaitu, telah diadakannya les bahasa mandarin yang telah berjalan tiga periode dalam kepengurusan74. Bagi mereka meski orang tua hanya mengenyam dunia pendidikan sampai tingkat SMA, hal ini jangan sampai terjadi terhadap anak-anaknya seperti misal bapak Yudi, yang berprofesi sebagai penjual alat-alat elektronik dan ibu Wendy yang membuka usaha rumah makan, bagi dia pendidikan anak harus sampai jenjang S1 bahkan S2 jika memungkinkan, ujar beliau yang saat ini anak pertamanya telah menyelesaikan S1 di salah satu perguruan tinggi di Surabaya.
c. Sosial Baik pihak klenteng sendiri maupun anggotanya, ibadah tidak hanya dalam segi ritual saja, akan tetapi bagi mereka ibadah juga berupa hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Sehingga untuk melakukan peribadatan semacam ini tidaklah harus terhadap anggota jamaah klenteng saja, bahkan di luar itu (baik muslim atau nonmuslim) seperti contoh kegiatan sosial baik berupa pembagian sembako ataupun yang lainnya ujar Nurdin Iskandar. 74
Maksudnya bahwa, dalam setiap masa jabatan pengurus adalah tiga tahun.
Kepedulian mereka tidak hanya terhadap sesama jamaah Tri Dharma, menurut Iskandar dalam hal tolong menolong bukan semata-semata karena yang harus ditolong adalah karena mereka satu anggota atau seiman (Tri Dharma), karena dalam setiap ajaran Tri Dharma di kenal dengan adanya rasa solidaritas yang tinggi75. Ajaran Budha dikenal dengan ajaran Sila, sila adalah ajaran mengenai kesusilaan yang didasarkan pada cinta kasih dan belas kasih kepada semua makhluk tanpa pandang bulu.76 Demikian juga dalam agama Konfusius selalu menekankan bagaimana perasaan perkawanan atau timbal balik, artinya jika kita berbuat baik maka kita akan mendapatkan kebaikan
dan jika kita berbuat jahat maka akan
mendapatkan buah dari kejahatan itu sendiri serta penanaman rasa simpati dan kerjasama.77 Bagi umat Tri Dharma di Klenteng Kwan Sing Bio yang kurang mampu dalam segi perekonomian, maka pihak klenteng memfasilitasi sebuah tempat usaha atau kios kecil yang terletak di lingkungan Klenteng. Fasilitas ini tidak hanya dinikmati oleh warga Tionghoa saja, tetapi warga pribumipun ( yang menganut ajaran Tri Dharma ) juga dapat menikamati fasilitas tersebut sebagaimana bapak Priyono yang berjualan aneka minuman dan makanan ringan. Tempat yang dimaksud letaknya berada di jalur menuju area tempat parkir pengunjung klenteng yang berjajar rapi, warung-warung tersebut diisi oleh mereka dengan berbagai macam barang dagangan,
75
Wawancara dengan Nurdin Iskandar 20 mei 2008. Lihat dalam kata pengantar H.A. Mukti Ali, pengantar, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarata IAIN Sunan Kali Jaga Press. 1988) hal. 127. 77 Agama-agama Di dunia. Hal 221 76
mulai dari buah-buahan, minuman ringan, serta makanan ringan, dengan demikian kesejahteraan umat klenteng akan terjamin. Paling tidak mereka mau melakukan sebuah usaha yang akan membuahkan hasil dan mereka tidak lagi menjadi orang yang hanya menerima bantuan saja. Kegiatan sosial tidak hanya dilakukan terhadap anggota-anggota mereka saja, karena hal itu juga dilaksanakan oleh mereka ketika sedang terjadi musibah banjir di beberapa wilayah Tuban beberapa waktu yang lalu. Dengan memberikan bantuan berupa pembagian sembako dan lain sebagainya, ini sebagai bukti bahwa mereka adalah orang yang mengamalkan ajaran agamanya untuk saling membantu dan berbelaskasih terhadap sesama. Umat Tri Dharma berpendapat bahwa ibadah tidak hanya melakukan persembahyangan-persembahyangan saja. Sedangkan untuk agenda kegiatan sosial pihak klenteng tidak pernah mengagendakan secara husus, mereka berpendapat bahwa kegiatan benar
sosial akan dilakukan jika masyarakat dirasa benar-
memang membutuhkan bantuan, bantuan yang sifatnya kemanusiaan ini
tentunya untuk semua orang yang membutuhkan baik itu warga Tinghoa ( Anggota Tri Dharma ) maupun tidak, sebagaimana contoh pemberian sembako pada masyarakat korban banjir beberapa waktu yang lalu di wilayah kabupaten Tuban.
C. Keberagamaan Agama adalah sebagai sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia. Hal ini senada dengan pendapat Geertz bahwa agama adalah alat yang dapat digunakan
untuk memahami aspek kehidupan manusia.78 Agama juga dapat memberi arti kehidupan bagi individu maupun kelompok, harapan mengenai keabadian hidup setelah mati, sebagai sarana manusia untuk mengangkat diri dari kehidupan yang penuh penderitaan mencapai kehidupan yang penuh spiritual. Selain itu agama dapat juga untuk memperkuat dasar persamaan tujuan serta nilai-nilai yang menjadi landasan masyarakat. Yang dimaksud dengan keberagamaan warga Tionghoa adalah bagaimana kehidupan yang menggambarkan pelaksanaan ajaran agama yang terlihat dalam sikap dan perilaku. Selain itu, bagaimana agama dapat menjadi kontrol sosial terhadap kehidupan, serta sebagai pengawas sikap dan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama itu sendiri. Karena, walau bagaimanapun agama dapat memberi aspek kehidupan bagi para pemeluknya. Menurut bapak Yudi, agama itu adalah kontrol terhadap diri kita, mengatur bagaimana kita berperilaku terhadap sesama. karena
dengan agama kita merasa
mendapatkan sebuah ketentraman spiritual.79 Karena agama selalu mengajarkan terhadap kita mengenai hal kebaikan bukan mengajarkan kepada hal keburukan, karena itu jika kita dapat mengamalkannya sesuai dengan ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh agama melalui doktrin-doktrin keagamaan yang berada dalam kitab suci, maka kita akan menjadi orang yang selamat.
78
Lihat dalam Daniel L.Pas,. Seven Theories of Religion. Dari Animisme E.B.Taylor, Materialisme Karl Mark hingga Antrolopogi Budaya C.Geertz. (Yogyakarta: Qalam), 2002, h.397. 79
Wawancara dengan bapak Yudi. Pada tanggal 15 mei 2008.
Upacara keagamaan yang dilakukan oleh warga Tionghoa dalam Klenteng Kwan Sing Bio adalah berdasarkan pada unsur kepercayaan dan keyakinan dalam melakukanya, serta doktrin-doktrin yang berada dalam kitab suci masing-masing. Sebagaimana yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia bahwa agama adalah suatu sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan (dewa) dengan melakukan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan kepercayaan. Sebagai orang yang beragama tentu pemeluk keagamaan akan melakukan kewajibankewajiban yang telah diperintahkan oleh agama yang telah mereka anut dan yang diyakini. Sebab, jika mereka tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diajarkan agama, maka dia akan berdosa karena telah meninggalkannya.
1. Dimensi keyakinan Jika dilihat dari segi keyakinan ( ideologis ), tingkat religiusitas warga Tionghoa sangat tinggi. Pada umumnya mereka yang menjadi anggota Tri Dharma (Tao, Konghucu, Budha) meyakini serta berpegang teguh pada doktrin dan ajaran agama yang telah mereka terima. Mereka yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam beserta isinya dan para malaikat di dunia ini adalah sesuai dengan kehendaknya. Umat Tri Dharma yakin, jika kita berbuat baik, maka kita akan dapat balasan yang baik pula, dan jika berbuat kejahatan maka kita juga akan mendapat buah dari kejahatan itu. Jadi, lewat siraman rohani mereka akan mendapat sebuah pencerahan dari para penceramah agama yang mereka yakini.
Sebagai contoh keimanan agama, dapat dilihat dengan aktivitas seseorang ketika melakukan ajaran agama yang terdapat dalam kitab suci, perilaku agama dapat dilihat bagaimana seseorang melaksanakan kegiatan keagamaan seperti sembahyang, membaca kitab suci, dan perilaku lain yang mendatangkan manfaat spiritual, seperti bagaimana mengatur pola makan. Dari beberapa uraian ini, dapat dijelaskan bahwa agama adalah sesuatu yang berusaha untuk mengungkapkan segala sesuatu yang tidak dapat diungkapkan dan menjelaskan sesuatu yang tak dapat dijelaskan. Karena kesakralan suatu benda sebenarnya adalah bagaimana kita memperlakukan sebuah benda tersebut, dan bagaimana dorongan emosi jiwa dari diri kita terhadap suatu benda tersebut. Kegiatan upacara keagamaan dalam klenteng Kwan Sing Bio dilakukan dengan mengikuti jadwal-jadwal yang telah dibuat oleh pihak pengurus yang disesuaikan dengan penanggalan Cina, sehingga acara keagamaan dilaksanakan secara teratur dan terjadwal. Hal ini bukan berarti bahwa tidak diperbolehkan melaksanakan persembahyangan di luar jadwal yang telah tersusun. Upacara keagamaan warga Tionghoa yang menganut ajaran Tri Dharma pada umumnya dilakukan dalam klenteng. Sehingga Klenteng seringkali diasosiasikan dengan tradisi agama atau kepercayaan Cina, menurut Chauming dan Hudayana hal ini tidaklah benar, sebab semua hal kegiatan keagamaan yang ada unsur kebudayaan lokal seperti pemberian sesajian yang menggunakan berbagai aneka makanan dan kue, dan telah bercampur dengan berbagai ajaran agama yang berlainan yang lebih
dikenal dengan sebutan Tri Dharma atau tiga ajaran (Taoisme, Konfusiusme, dan Budhisme).80 Untuk dapat mengetahui keagamaan yang terdapat dalam klenteng tidaklah mudah, karena tidak adanya pedoman yang pasti dalam setiap klenteng. Sebab, biasanya klenteng yang diperuntukkan satu umat agama, di situ pun kadang masih terdapat orang yang di luar anggota dari klenteng tersebut sebagaimana klenteng Nyi Ronggeng yang berada di Ancol, klenteng ini mulanya hanya untuk umat Buddhis saja, namun pada kenyataanya terdapat pula orang di luar anggota jama'ah dari klenteng ini81. Semua tradisi keagamaan yang berlaku di klenteng cenderung merupakan kesepakatan bersama dari para pengurus klenteng berdasarkan pemahaman yang mereka terima secara turun-temurun. Namun sesuai dengan perkembangan zaman, tidak menuntut kemungkinan hal itu juga harus disesuaikan dengan tradisi lokal. Secara garis besar di dalam klenteng Kwan Sing Bio ada 3 unsur tradisi keagamaan yaitu:
a. Unsur Tao. Unsur Tao di dalam Klenteng merupakan unsur yang tak dapat ditinggalkan, ini karena pada awalnya para umat yang mendirikan Klenteng ribuan tahun
80
Lihat dalam Chau Ming dan Hudayana Kandahjaya dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia ( Jakarta: Delta Pamungkas, 1997 ). Vol VIII. Hal 317 81 Wawancara dengan juru kunci makam Mbah Said Areli pada 17 April 2008.
yang lalu adalah para umat Tao. Beberapa pengaruh Tao dalam klenteng antara lain:
a. Dewa yang dipuja. b. Ciam Si.( ramalan masa depan). c. Ci Suak ( melakukan suatu kebaikan yang dapat menghilangkan kesialan). d. Hu, Pat Kwa.( perlindungan rumah agar tidak di ganggu roh-roh jahat).
b. Unsur Khong Hu Cu Pengaruh unsur Khong Hu Cu ada pada tata upacaranya antara lain: a. Sam Seng (memberi sesajian kepada udara, laut, dan darat). b. Pemakaian Hio 3 batang (Tao biasa pakai hio 1 batang). c. Tata cara persembahyangan.
c. Unsur Budha Para pendiri Klenteng pada awalnya adalah umat Tao awam yang tidak mengerti spiritual Tao. Maka, dalam perkembangan selanjutnya mereka mengadopsi berbagai tradisi spiritual keagamaan Budha yaitu: a. Liam Keng / pembacaan mantra-mantra b. Ciak Cay / Vegetarian
Kegiatan yang bersifat kegamaan dalam setiap klenteng tidak semuanya mempunyai agenda tersendiri, karena biasanya kegiatan tersebut dilakukan bersamaan dengan adanya upacara keagamaan, seperti halnya upacara sembahyang rebutan. Di mana semua warga
(baik warga Tionghoa maupun non Tionghoa)
diperbolehkan untuk mengambil segala sesuatu yang terdapat pada upacara persembahyangan. Sembahyang rebutan ditujukan pada arwah-arwah umum yang diberi persembahan atau yang disembahyangi. Perilaku keagamaan yang nampak dilakukan oleh warga Tionghoa, adalah mereka melakukan kegiatan keagamaan dengan upacara persembahyangan. Persembahyangan yang dilakukan para pengunjung yang datang ke klenteng Kwan Sing Bio tidaklah semata-mata bahwa, mereka adalah anggota dari klenteng tersebut. Akan tetapi mereka merasa sebagai umat yang beragama, haruslah melakukan peribadatan sebagaimana yang diajarkan oleh agama yang dianut. Kedatangan para penganut Tri Dharma ataupun yang bukan penganut Tri Dharma ke klenteng Kwan Sing Bio, tidaklah semata-mata melakukan sembahyang saja. Selain itu mereka bertujuan untuk mengucapkan terima kasih ke hadapan dewa utama klenteng, aktifitas yang harus dilaksanakan sebagai umat yang beragama, diantaranya mencari ketentraman batin, dan jika telah bersembahyang hati kita menjadi lebih tenang dan lain-lain82.
82
Wawancara dengan ibu Wendi pada 21 mei 2008.
2.Praktek keagamaan ( Ritualistik) Praktek keagamaan yang dimaksud adalah warga Tionghoa melakukan peribadatan yang dilakukan dalam klenteng Kwan Sing Bio. Ritual keagamaan yang dilakukan, meski hanya sebatas pada praktek ibadah yang telah terjadwal, kapan waktu dan pelaksanaanya menurut penanggalan Cina. Seperti pada sembahyang Rebutan atau Cioko, hari raya Imlek, Waisak dan lain-lain. Meski hanya sebatas perayaan, namun mereka menghayati betul apa arti dari upacara yang telah dilakukan, sehingga mereka benar-benar merasa bahwa, kehidupan mereka tidak akan berarti apa-apa jika tidak melakukan ajaran atau doktrin keagamaan yang telah mereka terima, baik melalui kitab suci maupun melalui siraman rohani. Siraman rohani yang dimaksud di sini adalah kegiatan ceramah agama seminggu sekali yang diadakan oleh pihak pengurus klenteng dengan mendatangkan para pendeta atau da'inya (istilah dalam islam) untuk memberi siraman rohani bagi umat agama masing-masing.83 Praktek-praktek keagamaan biasanya mencakup dua aspek, yaitu: pertama ritual, hal ini berkaitan dengan seperangkat upacara-upacara keagamaan, perbuatan yang religius dan tata cara pelaksanaan upacara. Kedua yaitu ketaatan, yaitu: dimana seorang penganut dituntut untuk patuh akan apa yang menjadi doktrin dan ajaran dari agama yang dianutnya. Aspek inilah yang terjadi ketika sedang berlangsung pada upacara peringatan Waisak, dimana semua jemaah melakukannya dengan penuh
83
Wawancara dengan Fredi salah satu dari pengurus bidang keagamaan di klenteng Kwan Sing Bio, pada 25 mei 2008.
khusuk dan hidmad. Bagi warga Tionghoa, hal ini adalah dianggap sebagai salah satu bentuk wujud bagaimana mereka memahami dan menjalankan keyakinan agama.
3. Pengalaman /penghayatan Hal ini dapat diidentifikasikan lewat bagaimana keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang mengenai agama. Sebagaimana ketika seseorang telah melakukan peribadatan atau ajaran yang telah diajarkan oleh agama yang mereka yakini, tentunya ajaran yang telah diyakininya tadi berdasarkan pada bagaimana ia menghayati sebuah doktrin yang ia terima. Seseorang akan merasakan kenikmatan spiritual jika ia telah melakukan perintah-perintah
yang
diwajibkan
oleh
agama,
seperti
melaksanakan
persembahyangan, upacara-upacara keagamaan ataupun melakukan sesuatu kebaikan yang telah dianjurkan oleh agama. Hal ini sebagaimana diungkapkapkan oleh ibu windi (seorang pengunjung yang berprofesi sebagai pengusaha rumah makan) yang datang rutin tiap hari minggu guna untuk melakukan sembahyang di dalam klenteng Kwan Sing Bio, ia merasa tenang apabila telah melakukan persembahyangan.
4. Pengetahuan Pada umumnya warga Tionghoa mengetahui mengenai dasar-dasar keyakinan yang mereka miliki, hal ini dapat dilihat bagaimana mereka melakukan ritual-ritual keagamaan yang mereka yakini sebagai sebuah ajaran yang harus dilakukan dengan benar. Sebagai misal ketika umat Tri Dharma melakukan upacara Waisak yang jatuh
pada tanggal 20 mei 2008, semua yang mereka lakukan adalah berdasarkan pada doktrin-doktrin yang terdapat pada buku Tata Cara Upacara yang dilakukan pada setiap upacara yang dilakukan dalam klenteng Kwan Sing Bio. Hal ini terlihat dengan jelas bagaimana mereka malkukanya dengan khusuk agar do'a yang mereka panjatkan terkabulkan. Seseorang dengan pengetahuan yang di miliki akan memberikan keyakinan yang dimilki menjadi lebih berarti, karena sebuah keyakinan tanpa adanya pengetahuan bisa dibilang sebagai taklid yang membabi buta tanpa adanya sebuah upaya untuk mengetahui lebih jauh apa yang telah menjadi keyakinanya. Dengan adanya sebuah pengetahuan, berarti seseorang tadi telah banyak mendapat informasi mengenai agama, baik informasi tadi berasal dari sebuah forum diskusi, pengajian atau siraman rohani dari para pendeta, kitab suci ataupun hal yang lainya.
5.Konsekuensi Dimensi ini mengacu pada bagaimana seseorang dapat menunjukkan bagaimana sikap keberagamaanya dalam masyarakat umum. Karena dimensi ini dapat berpengaruh terhadap kehidupan individual ataupun kelompok sosial, hal ini dapat berakibat negatif ataupun positif. Berdasarkan dari hasil penelitian, bahwa keberagamaan warga Tionghoa sangat nampak bagaimana mereka melakukan interaksi baik dengan sesama seagama ataupun beda agama.
Konsekuensi beragama adalah bagaimana individu atau kelompok sosial tersebut menerima ajaran agama. Menurut bapak Efendi, (seorang pegawai Bank yang sering berkunjung ke klenteng untuk melakukan ibadah) sebagai konsekuensi beragama adalah, melakukan hal-hal kebaikan dan yang sesuai dengan
perintah-
perintah ajaran agama yang ia terima untuk berbuat kebaikan. Dengan demikian kehidupan kita akan lebih teratur.
BAB V
Kesimpulan
Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dapat di simpulkan bahwa, anggapan tempat ibadah ( klenteng) itu sakral dan suci yang dilakukan oleh warga Tionghoa di klenteng Kwan Sing Bio Tuban, dapat memberi keabsahan pendapat Hough O'neil ( dalam Asitektur pen. Grolier Internasional. 2002) yang beranggapan
bahwa, sebuah tempat ibadah adalah sebagai sesuatu yang suci. Begitu juga dengan kesakralan yang terdapat di klenteng Kwan Sing Bio dapat membenarkan anggapan Eliade ( dalam Daniel L.Pas, Seven Theories of Religion. Yogyakarta: 2002) bahwa dewa yang disembah oleh penyembahnya seolah dapat mempertemukan antara yang disembah dengan penyembahnya. Hal ini dilihat dari bagaimana Orang Tionghoa di klenteng Kwan Sing Bio Tuban melakukan peribadatan di rumah ibadah yang digunakan untuk menyembah para dewa dengan suasana yang terkesan sakral, di mana terlihat seoah mereka sedang bertemu dan bercengkrama dengan dewa yang dipuja. Dewa dapat disimbolkan dari sebuah patung yang dianggap sebagai dewa tertentu, karena simbol adalah sebagai alat mediasi untuk menyampaikan sesuatu, dalam hal ini adalah do'a-do'a yang dilakukan oleh warga Tionghoa di klenteng Kwan Sing Bio Tuban. Demi berlangsungya dan tertibnya keadministrasian klenteng maka dibentuklah sebuah kepengurusan yang berfungsi untuk mengurus semua keperluan yang ada dalam klenteng, sebagaimana keperluan untuk upacara peringatan ulang tahun Kwan Sing Tee Koen, dan keperluan harian lainnya. Dari segi historis, klenteng Kwan Sing Bio tidak ada unsur Fengsui (sinerginya bangunan dengan penghuni), layaknya kebanyakan klenteng yang harus menghadap kearah sungai, seperti, Ancol dan Boen Tek Bio, karena klenteng Kwan Sing Bio berasal dari daerah lain dan semua bentuk bangunannya masih asli sampai sekarang. Jika klenteng ini berada dan menghadap kearah lautan hanyalah akibat dari fenomena alam yang terjadi saat itu. Hal ini dapat kita saksikan dengan letak sebuah klenteng Tju Ling Kiong yang menghadap alun-alun Tuban (yang tidak menghadap
lautan). ini sebagai bukti bahwa tidak semua klenteng akan menghadap ke arah perairan. Pengaruh klenteng Kwan Sing Bio dapat terlihat sikap antusiasme umat Tri Dharma dalam setiap melakukan upacara keagamaan yang berada di klenteng Kwan Sing Bio, (meski di Tuban sendiri terdapat klenteng lain yaitu Tju Ling Kiong). Sedangkan dalam bidang sosial, warga Tionghoa lebih mempercayakan bantuan sosialnya kepada pihak klenteng, untuk disalurkan kepada mereka yang membutuhkan, karena dalam AD ART kepengurusan klenteng terdapat dana sosial bagi mereka yang membutuhkan, dalam hal ini yang mendapat bantuan sosial tidak hanya orang-orang yang menganut ajaran Tri Dharma, namun juga mereka yang non Tri Dharma. Dalam bidang sosial dapat dilihat bagaimana pihak klenteng dan segenap anggotanya melakukan bakti sosial terhadap warga yang memerlukan
bantuan
sebagaimana ketika terjadi banjir pada beberapa waktu lalu di beberapa wilayah Tuban. Hal ini membuktikan bahwa mereka tidak pandang bulu dalam menolong sesama umat manusia. Jika dilihat dari kajian Psikologis, bahwa pengaruh Klenteng Kwan Sing Bio dengan ajaran Tri Dharma yang ada, dapat kita saksikan bagaimana motivasi mereka beribadah di klenteng Kwan Sing Bio melalui ritual-ritual keagamaan serta instrumen-instrumen yang digunakan pada setiap upacara persembahyangan. Hal lain dapat dilihat dengan semakin berkembangnya bangunan klenteng Kwan Sing Bio dari waktu ke waktu yang semakin meningkat, ini menunjukkan bahwa kesadaran
keagamaan mengalami peningkatan (bukan berarti bahwa sebelumnya tidak ada kegiatan keagamaan). Karena salah satu tingkat religiusitas suatu kelompok dapat dilihat dengan semakin majunya kegiatan keagamaan maupun segi bangunan tempat peribadatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti. Agama-agama di Dunia, kata pengantar, (Yogyakarta: IAIN Kalijaga Press), 1988. Al-Qurtuby, Sumanto. Arus Cina Islam Jawa, (Jogjakarta: Inspeal Ahimsakarya Press), 2003. Azumardi Azra, (ed) Agama Dalam Keragaman Etnik Di Indonesia, (Jakarta: Litbang Depag RI),1998. Berkala Arkeologi Edisi Khusus ( Yogyakarta : Balai Arkeologi Yogyakarta. 1994. C.I. Salmon.D. Lombard., Klenteng-klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta, Edisi ke II. (Jakarta:Yayasan Cipta Loka Caraka), 2003. Crey, Peter. Orang Cina, Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa, Perubahan Persepsi Tentang Cina. 1755-1825, (jakarta : Komunitas Bambu), 2008. Evers, Hans Dieter, Sosiologi Perkotaan, (Jakarta : LP3ES), 1986. Edi Sedyawati dkk, Tuban: Kota Pelabuhan Di Jalan Sutra, (Jakarta Depdikbud), 1992. Eriawati, Yusmaini. Distribusi Barang Melalui Asia Yang Berlatar Politis dalam Berkala Arkeologi, Edisi Khusus ( Yogyakarta : Balai Arkeologi Yogyakarta), 1994. F.O’ Dea, Thomas. Sosiologi Agama, (Jakarta: PT. Rajawali),1985.
Hariyono. Drs. P., Kultur Cina dan Jawa, Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), 1994. ----------, Hari Jadi Kota Tuban, (Jakarta :Dikbud ), 1985. James, J.Fox, dalam Agama dan Upacara (Jakarta: PT. Widyadara, Indonesian Heritage ), 2002. J. Mulung, Lexy. M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung, P.T. Remaja Rosda Karya). 2007. K Adi, Yuniarso. dalam "Berkala Arkeologi, Evaluasi Data dan Interpretasi Baru Sejarah Indonesia kuna (edisi Khusus)", (Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta), 1994. Kandahjaya, Hudayana, dan Chau Ming. Ensiklopedi Nasional Indonesia ( Jakarta: Delta Pamungkas), Vol VIII 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta balai Pustaka), edisi kedua cet ke 4. 1995. Koentjaranigrat.pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta : Rieneka Cipta), 1990. L.Pas, Daniel. Seven Theories of Religion. Dari Animisme E.B.Taylor, Materialisme Karl Mark Hingga Antrolopogi Budaya C.Geertz. (Yogyakarta: Qalam), 2002. Murtiko, Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang, dan Tempat Ibadah Tri Dharma SeJawa (Semarang : Empeh Wong Kam Fu), 1980. Mulyana, Deddy,Dr, M.A., Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung : PT. Rosda
Karya), 2002. M.T. Hariano, Paulus, Drs. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. (Jakarta : PT.
Bumi Aksara),2007. O'neil, Hough. dalam Asitektur Abad 17-19. (Jakarta: PT. Widyadara Indonesian Heritage ), 2002. ---------, Pemerintahan kota Tuban dalam Untaian Sejarah, (PT. Java Pustaka Media Utama), JP-MU 2006 R. Betty, Scraff. Kajian Sosiologi Agama, Judul asli. The Sosiologi of Religion. (London: Hutchinson & co. Ltd), 1970. diterjemahkan oleh. Drs Machnun Setiono, G, Benny. Tionghoa dalam Pusaran Politik, (Jakarta: Elkaso),2000. -----------,Selayang Pandang Kabupaten Tuban. Hal.14-20 (tidak ada penerbit dan pengarang) Sulistiyorini, Yuni. Upacara Sembahyang Rebutan di Tempat Ibadah Tri Dharma Tuban. Skripsi : Fak. Sastra UI. 1996. Suryadianta, Leo. Negara Dan Etnis Tionghoa, (Jakarta: LP3ES), 2002. Yuanzhi, Kong, Prof. Muslim Tionghoa Cheng Ho, (Jakarta : Pustaka Popular Obor), 2007. Yoest, Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang di jakarta dan Banten (Jakarta : Buana Ilmu Populer), 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/Klenteng"Kategori: Klenteng / Budaya Tionghoa data di akses pada19 mei 2008. Http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Khonghucu data diakses pada 10 Mei 2008.
http://puslit.petra.ac.id~puslit/journals, data diakses pada 23 Mei 2008. http//www.klenteng/ pengertian kata klenteng. Data diakses pada 20 April 2008.
Hasil wawancara mengenai klenteng Kwan Sing Bio Tuban dengan pengurus klenteng. Nama Pekerjaan Jabatan Hari/Tanggal Tempat
: Nurdin Iskandar : Swasta : Sekretaris Umum : Selasa/ 28 Mei 2008 : Tuban, Jawa Timur
Apa tujuan didirikan klenteng Kwan Sing Bio ?. Untuk menghormati orang yang semasa hidupnya sangat dikagumi baik kepahlawanannya, keadilannya, kejujurannya, dan lin-lain dan ketika wafat dibuatlah semacam kuil (sekarang disebut klenteng) dari situlah dilakukan pemujaan dan dianggaplah sebagai orang suci.
Kapan didirikannya klenteng ini? Klenteng berdiri sekitar tahun 1725 Bagaimana dengan sejarahnya ? Pada waktu itu terjadi pemberontakan/pembantaian
terhadap orang-orang
Tionghoa di Batavia dan mayatnya banyak yang dibuang kelautan, sehingga semua orang Tionghoa yang berada di Batavia, karawang, cirebon, semarang, mengungsi kearah timur tanpa adanya tujuan termasuk warga keturunan Tionghoa yang berada di Tambakboyo. Warga keturunan Tionghoa dari Tambakboyo ini mempunyai tempat pemujaan yang dipuja. Keluarga tersebut juga ikut mengungsi, sehingga tempat inipun ikut diboyong kearah timur. Pada zaman dahulu tidak ada jalan dan kendaran yang bagus seperti sekarang ini maka, diangkutlah tempat tersebut dengan menggunakan beberapa perahu-perahu/ kapal-kapal untuk diangkut ke arah timur, termasuk rumah/bangunan yang masih ada dan berdiri hingga saat ini tanpa adanya perubahan sedikitpun.
Karena di lautan Tuban pada saat itu sering terjadi arus putar84 dan pada saat itu perahu-perahu tersebut terkena arus putar, maka berhentilah perahu-perahu tersebut
dan tidak dapat meneruskan perjalanan lagi kearah timur. Ahirnya
rombongan perahu tersebut berhenti tepat di depan Klenteng yang sekarang ini. Secara ritual ditanyakanlah dengan menggunakan pue apakah Kongco itu mau tinggal di sini? artinya dia mau ditaruh di sebuah tempat dimana perahu-perahu tadi berhenti, ternyata mau (sui pue). Kemudian diangkatlah rumah-rumah tersebut dari kapal/ atau perahu-perahu tadi ditaruh dan dipasang di sini (lokasi klenteng saat ini), sehingga sekitar 200an tahun yang lalu dinamakanlah klenteng Tambakbayan karena berasal dari Tambakboyo, jadi dahulu jika ingin mengajak sanak keluarga ke tempat ibadah, maka diajaklah mereka ke klenteng Tambakbayan. Versi yang paling kuat.
Visi misinya ? Sama saja dengan yang lain, yaitu memuja kepada Sin Bing yaitu orang yang ditakuti dan dipercaya sebagai pembantu dari Tuhan dan mendapat tugas dari Tuhan untuk mengawasi manusia dalam kehidupan sehari-hari di dunia ini. Jadi kita percaya kita puja, sehingga jika kita berbuat salah maka cepat-cepatlah sembahyang meminta ampunan agar supaya tidak terjadi malapetaka karena telah melakukan sesuatu yang tidak baik tadi. . Kenapa di namai Kwan Sing Bio ? Dalam setiap Klenteng yang dipuja itu mempunyai nama dan kebetulan namanya adalah Kwan Im Tiang, sedang marganya adalah Kwan lalu kita panggil Kwan Kong (mbah dari Kwan/ marga Kwan) atau kwan Tie A/ Kwan Sing Tie Gun. Semua itu adalah untuk sebuah penghormatan atau nama gelar karena dianggap sebagai yang suci dan naik menjadi Dewa, makanya kita sebut sebagai Kwan Sing
84
. Arus putar yaitu putaran air yang bagaikan angin putting beliung dan jika ada seseorang yang berenang ke tengah, maka tidak akan dapat di tolong lagi.
Tie Koen sedang panggilan dulunya adalah mbah Kung/ mbah Kwan, karena sebutan dari marganya.
Luas lokasi Klenteng ini ? Sekitar 3 s/d 4 hektar meter persegi. Diantaranya sebagai sarana/ fasilitas bagi para pengunjung yang ingin melakukan ibadah, atau tamu jauh yang ingin menginap, biasanya ketika ulang tahunnya dari Kongco klenteng ini karena banyaknya tamu yang datang.
Fungsi Klenteng ini? Selain untuk ibadah sebagaimana umumnya, selain itu juga untuk menghormati Kwan Sing Tie Gun.
Mengapa menghadap ke laut? Hanya kebetulan saja, karena pada waktu itu jalanan tidak sebagus seperti sekarang ini, "kalaupun ada kendaraan yang ada hanyalah cikar (gerobak yang di tarik dengan sapi) itupun jalannya jelek" dan dibawa lewat jalur laut sedangkan tanah kosong yang ada pada waktu itu hanya di dekat perahu-perahu pembawa rumah ibadah yang kemudian menghadap ke lautan, sedangkan di sebelah selatan atau yang lainnya adalah berupa rawa-rawa. Maka, dihadapkanlah klenteng tersebut ke arah lautan. Seandaimya dulu di depan klenteng ini ada tanah kosong, mungkin klenteng ini tidak akan menghadap ke lautan, sebagimana klenteng Tjoe Ling Kiong yang menghadap ke arah alun-alun. Apa di klenteng Kwan Sing Bio ini hanya terdapat satu keyakinan saja? Klenteng ini adalah tempat ibadah umat Tridharma (Konghucu, Budha, Tao) sehingga semua umat ketika sembahyang mereka berada di klenteng ini. Apa sumbangsih klenteng ini terhadap kota Tuban?
Sesuai dengan AD/ART di klenteng ini bahwa klenteng harus menyumbang sebuah lembaga sosial, atau masyarakat yang sekiranya kekurangan dana ataupun sumbangan dari segi sosialnya, seperti kesenian dan lain-lain.
Apa maksud dan fungsi dari masing-masing patung dan pernak-perniknya? Hal itu hanya sebagai sebuah pengingat/simbol saja, sebagaimana halnya foto orang tua kita yang ditaruh di rumah, terus ada tempat abunya dari orang tua. Sehingga kalo kita masuk rumah kita akan teringat dengan orang tua kita yang sudah almarhum. Kemudian dengan foto tersebut kita melakukan do'a, menghormat lewat fotonya tersebut.
Bagaimana dengan sejarah patung kepiting ? Pada zaman dulu seringkali para orang tua ( yaitu guru agama umat klenteng ) baik dari luar kota atau dalam kota, dalam tidurnya antara sadar dan tidak, para orang tua tersebut melihat seekor kepiting besar memasuki kelnteng ini. Suatu hari ada tamu dari luar kota yang melakukan semedi, dalam semedinya tamu tersebut mendapat wangsit agar diklenteng ini dibuatkan patung kepiting, sebab dia juga melihat hal yang sama sebagaimana para tamu lain dari luar kota yang juga melihat kepiting yang masuk ke klenteng ini. Ide kepiting juga muncul dari salah satu pengurus yang dituakan, beliau juga menyuruh mendirikan sebuah pintu gapura untuk klenteng dengan patung seekor kepiting. Bagaimana dengan sistem kepengurusan di klenteng ini ? Dengan menggunakan pemilihan karena dalam klenteng ini ada dua umat yaitu 1. umat anggota (umat yang terdaftar) dan 2. umat non anggota / simpatisan saja, artinya umat yang tidak terdaftar. Dan anggota umat yang kedua ini tidak boleh mengikuti jalannya pemilihan, mereka adalah umat yang datang dan hanya untuk melakukan sembahyang saja. Sesuai dengan AD/ART di klenteng ini sistem kepengurusan berlangsung selama tiga tahun. Dan setiap umat anggota yang datang disuruh untuk memilih calon-calon dari kepengurusan yang dibutuhkan, dan siapa
saja diperbolehkan untuk maju sebagai calon. Pada bulan September yang akan datang akan diadakan pemilihan, sedang pengurus yang dibutuhkan yaitu untuk penilik 5 orang dan 15 lagi untuk pengurus.
Agama apa saja yang anda ketahui terhadap orang yang datang ke sini? Kalau untuk sembahyang tentu mereka adalah salah satu dari umat Tri Dharma sedangkan untuk yang lain ada kalanya sekedar melihat-lihat saja baik itu Kristen maupun muslim, disamping itu ada juga yang dari luar daerah, misalnya seorang nelayan tidak mempedulikan agama dia itu apa? Mereka datang ke sini biasanya sebelum pergi untuk melaut dengan tujuan meminta perlindungan atau agar mendapat hasil ikan yang banyak dan diberi keselamatan, karena di klenteng ini biasanaya permintaan seseorang akan terkabulkan.
Dari golongan mana saja pengurus klenteng ini? Tidak mempedulikan dari mana saja golongannya dia dapat mencalonkan diri sebagai pengurus.. Cara-cara melakukan pemilihan: a. pencalonan. b. Terdapat gambar calon pada lembar kertas pemilihan. c. Situasi dan kondisi pengurus artinya kalo yang di butuhkan 15 orang dan calonnya ada 20, lalu yang terpilih 15 orang maka, sisa dari calon terpilih tadi dinamakan rangking (cadangan) artinya jika sewaktu-waktu salah satu calaon terpilih ada yang berhalangan maka diantara ke lima tadi dapat menggantikannya. Sedang untuk jabatan sebagai ketua umum salah satu dari calon terpilih mengadakan pertemuan. kemudian siapa yang diajukan ke Kongco dengan menggunkan Pue jika diterima maka ia akan jadi, jika tidak maka dia harus mundur dan digantikan yang lain.
Bagaimana dengan Tolerensi keagamaan? Sesama umat Tri Dharma rukun, hal itu juga diaplikasikan dengan agama lain meski mereka bukan anggota umat klenteng (Tri Dharma)sebagaimana pemberian bantuan kemanusiaan terhadap korban banjir beberapa waktu yang lalu. Bahkan zaman dulu kerukunan umat beragama di Tuban amat terasa sekali hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan tempat ibadah yang saling berdekatan antara Gereja Klenteng dan masjid, dimana kerukunan tersebut masih berjalan hingga sekarang. Sebab pada zaman dulu semua orang cina yang masuk ke wilayah ini harus lewat lautan begitu juga dengan orang-orang Islam.
Dalam bidang sosial Apa saja kegiatan sosialnya? Membantu warga yang membutuhkan sebagaimana bantuan banjir dan lain sebagaianya. Sesuai AD ART, jika ada sebuah lembaga yang membutuhkan bantuan dan jika pihak klenteng memungkinakan, maka akan memberikan sumbangan, sebagaimana kejadian banjir pada beberapa bulan terahir yang melanda sebagian wilayah Tuban dan lain-lain.
Untuk dana? Semua pendanaan di klenteng ini adalah hasil sumbangan dari umat klenteng (Tri Dharma) baik dari dalam kota maupun dari luar kota dengan jumlah yang tak terbatas. Apa klenteng ini membawa pengaruh tersendiri terhadap warga Tionghoa? Kalo dulu hampir dapat dikatakana 90% warga Tionghoa menjadi umat klenteng, akan tetapi lama-kelamaan banyak diantara mereka yang masuk agama Islam maupun Kristen tetapi mereka tetap menghargai klenteng ini sebagai leluhur mereka.
Pendidikan Bagaimana dengan pendidikan di klenteng ini? Untuk lembaga pendidikan di klenteng ini saat ini tidak mengadakan, sedang yang ada hanylah les pengajaran bahasa mandarin saja, sehingga seumpama nanti ada yang membutuhkan maka akan dikirim dari klenteng ini serta dibiayai oleh klenteng dengan tujuan agar mereka dan generasi mendatang mengerti bahasa nenek moyang mereka. Sedangkan gurunya berasal dari umat sendiri
Hasil Wawancara Dengan Narasumber Nama Pekerjaan Jabatan Tempat
: Yudi : Pedagang barang elektro : Pengunjung : Tuban, Jawa Timur
S. Apa yang membuat saudara melakukan persembahyangan di klenteng Kwan Sing Bio ? J. Karena kalau di sini hati saya merasa lebih tenang ketika sudah selesai melakukan persembahyangan. S. Apakah kalau sembahyang di tempat lain saudara tidak merasa nyaman ? J. Nggak juga, ini hanya karena keyakinan kita saja kok, dimanapun sama saja, namun bagi saya hatiku merasa lebih mantab di sini. S. Bagaimana fungsi klenteng Kwan Sing Bio menurut saudara ? J. Klenteng ini banyak fungsinya diantaranya untuk melakukan persembahyangan dan melakukan permohonan serta do'a terhadap Kwan Sing Tie Gun atau dewa utama klenteng ini. S. Bagaimana kontribusi klenteng terhadap masyarakat sekitar ? J. keberadaan klenteng Kwan Sing Bio tidak merisaukan ataupun menggangu masyarakat sekitar, karena di sini (Tuban) tidak hanya satu pemeluk keagamaan saja. Justru dengan adanya klenteng ini akan lebih mendewasakan warga sekitar. S. Apakah saudara mengetahui kenapa klenteng ini diberi nama Kwan Sing Bio?
J. Nama tersebut di susuaikan saja dengan Kongco dari klenteng ini sendiri. S. Apakah saudara mengetahui sejarahnya patung kepiting di klenteng ini ? J. menurut yang saya tahu, bahwa sejarah dibangunnya patung itu berdasarkan mimpi para sesepuh yang menginap di klenteng ini. Di samping itu para pengurus pun sering mimpi melihat kepiting raksasa yang masuk klenteng Kwan Sing Bio sehingga dibangunlah patung tersebut. S. bagaimana dengan sejarah klentengnya ? Menurut ceritanya katanya klenteng ini berasal dari tambakboyo, yaitu milik seorang Tionghoa yang kaya raya. Karena adanya boyongan (pindahan) yang disebabkan oleh orang Belanda maka dibawalah tempat peribadatanya pula untuk menuju kearah timur dan berhentilah di sini sebab adanya angin putar.
Hasil Wawancara Dengan Narasumber Nama Pekerjaan Jabatan Tempat
: Ibu Wendi : warung makan : Pengunjung : Tuban, Jawa Timur
S. Apa yang membuat saudara melakukan persembahyangan di klenteng Kwan Sing Bio ? J. Kenyamanan bathin. Selain itu saya bersembahyang di sini hanya untuk meminta agar keinginan saya di kabulkan dan semoga usaha saya lancar tanpa halangan, karena selama ini saya sering bangkrut. Di samping itu banyak yang sudah membuktikan bahwa kalau kita meminta sembahyang dan memohon kepada kongco klenteng ini, maka permohonan kita akan terkabulkan. S. Apakah kalau sembahyang di tempat lain saudara tidak merasa nyaman ? J. Nggak juga, tapi di sini hatiku merasa lebih tentram aja, gitu.
S. Bagaimana fungsi klenteng Kwan Sing Bio menurut saudara ? J. Banyak lah fungsinya, misalnya ada pula sebagai tempat les bahasa mandarin, ritual sembahyang, memohon keselamatan di dunia dan akhirat, meminta jodoh, dan lain-lain. S. Bagaimana kontribusi klenteng terhadap masyarakat sekitar ? J. Banyak, diantaranya dengan diadakanya sebuah perayaan yang melibatkan warga banyak, seperti pembagian sembako, dan hiburan yang dipersembahkan untuk kalangan umum. S. Apakah saudara mengetahui kenapa klenteng ini diberi nama Kwan Sing Bio? J. Hanya dari cerita saja. Mungkin hanya menyesuaikan saja dengan kongco Kwan Sing Tee Gun. S. Apakah saudara mengetahui sejarahnya patung kepiting di klenteng ini ? J. Katannya sih dari mimpi para sesepuh dan para tamu pendeta yang menginap kalau mereka melihat ada seekor kepiting raksasa masuk ke Klenteng. untuk lebih jelasnya saya kurang tahu pasti. S. bagaimana dengan sejarah klentengnya ? J. Menurut sejarahnya katanya klenteng ini dulunya milik seorang saudagar Tionghoa yang berasal dari daerah Tambakboyo yang berada di sebelah barat kota Tuban. Rumah ibadah ini dulunya diangkut dengan perahu untuk menuju kearah timur, tapi tiba-tiba perahu tersebut berhenti sebagai tanda bahwa kongco dari klenteng ini minta didirikan di sini.
Hasil Wawancara Dengan Narasumber Nama Pekerjaan Jabatan Tempat
: Agus : Pegawai Bank : Pengunjung : Tuban, Jawa Timur
S. Apa yang membuat saudara melakukan persembahyangan di klenteng Kwan Sing Bio ? J. Sebagai ungkapan rasa syukur saya, karena selama sembahyang dan berdo'a di sini segala urusan yang saya hadapi seolah begitu mudah dan lancar. Selain itu saya juga meresa begitu nyaman dan ketentraman bathin. S. Apakah kalau sembahyang di tempat lain saudara tidak merasa nyaman ? J. Ngagak juga sih, tapi walau begitu kepuasan hati seseorang kan kita nggak tau, buat saya itulah yang saya rasakan meski saya belum lama belum lama menjadi anggota jamaah di sini. S. Bagaimana fungsi klenteng Kwan Sing Bio menurut saudara ? J. Diantaranya sebagai tempat peribadatan, memanjatkan do'a ampunan, dan sebagai tempat untuk meminta petunjuk pada kongco Kwan Sing Tie Gun. S. Bagaimana kontribusi klenteng terhadap masyarakat sekitar ? J. Kontribusinya bagus, dia juga tidak membedakan status sosial masyarakat begitu juga dengan perbedaannya. S. Apakah saudara mengetahui kenapa klenteng ini diberi nama Kwan Sing Bio? J. Hanya mengetahui bahwa dulunya klenteng ini di namai Tambakbayan karena berasal dari Tambakboyo, kemudian diubah namanya menjadi Kwan Sing Bio itu saja. S. Apakah saudara mengetahui sejarahnya patung kepiting di klenteng ini ? J. Hanya cerita dari kakek nenek saja. Bahwa klenteng ini awalnya sebagaimana klenteng pada umumnya, tapi karena adanya tamu pendeta yang menginap kemudian
mendapat petunjuk atau wangsit, lewat mimpinya untuk segera membangun gapura dengan patung kepiting raksasa. S. bagaimana dengan sejarah klentengnya ? J. Secara detilnya saya kurang tau, tapi yang jelas sejarah klenteng ini dulunya adalah milik orang keturunan Tionghoa yang di pindah ke sini pada waktu adanya kasus pembantaian orang keturunan Tionghoa oleh penjajah belanda.
Hasil Wawancara Dengan Narasumber Nama Pekerjaan Jabatan Tempat
: Yatmin : pedagang kaki lima : Pengunjung/jamaah : Tuban, Jawa Timur
S. Apa yang membuat saudara melakukan persembahyangan di klenteng Kwan Sing J. karena ingin melakukan aja sebagai ikrar saya karena doa saya di sini yang saya panjatkan telah terkabulkan. S. Apakah kalau sembahyang di tempat lain saudara tidak merasa tidak dikabulkan ? J. kurang tau karena sudah lama saya melakukan persembahyangan di sini dan setiap doa dan keinginan yang saya minta di sini (klenteng Kwan Sing Bio) terkabulkan, jadi saya lebih mantap kalau beribadah dan berdoa di sini saja. S. Bagaimana fungsi klenteng Kwan Sing Bio menurut saudara ? J. yaa, tentunynya untuk beribadah dan melakukan aktivitas keagamaan yang telah diyakininya. S. Bagaimana kontribusi klenteng terhadap masyarakat sekitar ? Menurut saya baik ya, karena selama ini klenteng Kwan Sing Bio tidak pernah ada masalah dengan warga sekitar dalam hal apapun. S. Apakah saudara mengetahui kenapa klenteng ini diberi nama Kwan Sing Bio? J. hanya cerita dari para orang tua, bahwa nama Kwan Sing Bio itu nama penghormatan saja dengan nama dari konco Kwan Sing Tee Gun S. Apakah saudara mengetahui sejarahnya patung kepiting di klenteng ini ? Tidak tau pasti, katanya bahwa dalam mimpinya bahwa para sesepuh yang ada di klenteng ini suatu malam bermimpi, bahwa ada seekor kepiting raksasa dari lautan berjalan masuk menuju klenteng. S. bagaimana dengan sejarah klentengnya ? Yang saya tahu bahwa klenteng ini dahulunya adalah di kenal dengan nama tambakbayan. Karena klenteng ini berasala dari daerah Tambakboyo yang dimiliki oleh keturunan Tionghoa, kemudian dibawa dengan menggunakan perahu yang pada
ahirnya perahu tersebut berhenti di depan klenteng sekarang ini berada. Hal ini diyakini oleh warga tionghoa sebagai pertanda bahwa kongco dari klenteng ini minta untuk didirikanya bangunan tersebut di wilayah ini.
U
Arah pantai V A
E
A
H
∏
11
∏
A
I
8
B
77
22
33
88
3
J
44 C U
D
F
5
4 4
K 6
L
BG
D
N
S
O
Q R
M
P
S
Q R
Catatan mengenai denah lokasi : 1. Altar utama penyembahan kepada Thian, Tuhan Yang Maha Esa, yang hanya terdapat bokor untuk menancapkan Hio yang di sebelah kanan dan kiri terdapat lilin-lilin merah yang besar. Adapun untuk Hio yang di tancapkan adalah tiga Hio besar yang berwarna merah dan jika kecil di pasang sembilan (9) batang. 2. Altar penyembahan para Sin Bing yang mana tempat tersebut biasanya akan banyak terdapat berbagai macam kue dan buah-buahan pada saat sembahyang hari-hari besar keagamaan sesuai dengan penanggalan Cina seperti Imlek Ceng Beng, Ulang Tahun Kong Co Kwan Sing Tee Gun, dan lai-lain. 3. Patung dua malaikat penjaga Pintu memasuki altar utama dewa tertinggi dalam Klenteng Kwan Sing Bio, patung ini berada di sebelah kanan dan kiri pintu masuk. 4. Altar Utama Kong Co Kwan Sing Tee Gun. 5. Altar Kong Co Ciu Jong dan Kong Co Kwan Ping. 6. Altar Ma Sin. 7. Hauw Sin. 8. Altar suci Tri Nabi Nabi Lau Tze (di bagian kiri), Budha sakyamuni ( di bagian tengah ), nabi Khong Cu ( dibagian paling kanan ), biasanya dipergunakan untuk kebaktian umat Budha.
Catatan berdasarkan huruf abjad : a.
Adalah tempat penjualan souvenir peralatan untuk sembahyang.
b.
Ruang untuk Jiamsi yaitu jika seseorang setelah melakukan ritual dalam klenteng biasanya mereka menuju tempat ini untuk meneafsirkan kertas jiamsi yang di peroleh.
c.
Ruang les bahasa mandarin.
d.
Ruang pengurus harian dan ketua umum Klenteng Kwan Sing Bio.
e.
Tempat pembakaran uang kertas.
f.
Banguan untuk pelayanan sesajen.
g.
Tempat relief patung para Sin Bieng.
h.
Tempat pernak-pernik/ hiasan.
i.
Kantor para pendeta atau penilik.
j.
Jalan menuju sarana kamar mandi.
k.
Ruang para Rohaniwan.
l.
Ruang para Rohaniwan jika ingin menginap.
m. Ruang untuk pengurus konfusius. n.
Ruang kebaktian atau siraman rohani untuk umat Budhis meski belum dipergunakan.
o.
Ruang serba guna.
p.
Tempat kebaktian umat konghucu dan sebelahnya tempat kebaktian umat Taois.
q.
Para tamu jika ingin melakukan semedi atau meditasi.
r.
Sarana penginapan para tamu, dan akan membludak jika pada HUT Kong Co Kwan Sing Tee Gun.
s.
Dapur umum.
t.
Tempat parkir.
u.
Jalan menuju tempat area parkir dari pintu masuk.
v.
Gerbang utama klenteng Kwan Sing Tee Koen dengan patung kepiting raksasa
Pintu gerbang utama klenteng Kwan Sing Bio yang berada tepat di tepi jalan raya.
Seorang anggota jemaah ketika melakukan sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Para biksu persiapan sebelum melaksanakan upacara persembahyangan waisak.
Sesajian atau persembahan-persembahan pada upacara waisak.
Menyembah kepada tuhan Yang Maha Esa sebelum melakukan sembahyang ke altaraltar para suci yang di lakukan secara bersama pada upacara perayaan waisak.
Para biksu sedang menuangkan teh sesajian atau persembahan untuk dewa utama pada upacara Waisak
Salah satu pengurus sedang membaca do'a-do'a atau mantra ketika sedang melakukan sembahyang pada saat hari suci waisak
Jemaat yang telah selesai melakukan persembahyangan di altar tri Nabi Suci.
Sembahyang di tempat altar Tri Suci Nabi. ( Kongcu, Budha Sakyamuni, dan Lao Zte
Patung-patung Tri Suci Nabi
Tampak pengunjung ketika melakukan sembahyang kepada malaikat penjaga pintu, dan sedikit terlihat punggung seorang jaamat yang sedang memberi sumbangan ke pengurus klenteng.
Tempat relief-relief patung para dewa.
Tempat pembakaran uang kertas.
Seorang penjaga yang telah merapikan hio dan uang kertas yang telah di beli pengunjung sebelum digunakan untuk sembahyang.
Jamaat klenteng ketika sedang melakukan sembahyang pada peringatan waisak
Tempat untuk siraman Rohani bagi umat Konghucu atau Lithang yang berada di lingkungan klenteng Kwan Sing Bio.
Patung dewa kongcu yang berada dalam lithang
Jalan menuju area parkir, dan tampak kios-kios kecil untuk berdagang anggota umat Klenteng yang tidak mampu, baik itu warga Tionghoa maupun non Tionghoa.
Tempat parkir kendaraan para pengunjung halaman ini akan penuh ketika HUT kongco Kwan Sing Te Koen.
Tempat penginapan untuk para tamu Klenteng ketika hendak bermalam di klenteng, ini disediakan secara gratis oleh pihak Klenteng tanpa di pungut biaya sedikitpun
Dapur umum yang disediakan untuk para tamu dan pengurus yang ingin makan (makanan disediakan secara cuma-cuma)
Tampak pengunjung ketika melakukan sembahyang kepada malaikat penjaga pintu, dan sedikit terlihat punggung seorang jaamat yang sedang memberi sumbangan ke pengurus klenteng.
Dua patung dewa penjaga pintu.
Penulis photo bersama dengan bapak Nurdin Iskandar selaku sekretaris umum klenteng Kwan Sing Bio.
Ruangan administrasi klenteng Kwan Sing Bio
Ketua Umum
Sumber dari ruang pengurus Klenteng
Wakil Ketua
umum
Bendahara
Sekretaris Ketua 1
Wakil Sekretaris
Ketua 11
Wakil Bendahara
Agama
Dana Usaha
Prasarana & Kendaraa n
Konsumsi & Peranan Wanita
Personalia
Perlengkapan
Pemuda, Olah Raga dan Gedung
Sekretaris membidangi :85 A. Humas. B. Pelayanan Umat. C. Rukun Kematian
Sekretaris membidangi :86 C. Humas. D. Pelayanan Umat. E. Rukun Kematian.
86
. Sumber didapat dari ruang pengurus Klenteng