KLAIM PENGUASAAN SUMBERDAYA HUTAN DAMAR PADA PERSPEKTIF MASYARAKAT ADAT (LOKAL) DI AREAL PERTAMBANGAN (Kasus Masyarakat Desa Lalomerui Kecamatan Routa)
Oleh Iskandar 1)
ABSTRACK The study objective was to determine the distribution in the area of Damar in the concession area. PT. Rio Tinto, and how the ownership and control of Damar on the perspective of the community (local rule) and the government (state). Data collection techniques, interviews, participatory observation and FGDs (focus Grouf disscusion. Qualitative data analysis approach based on a research study issues described in the narrative. The results to found that the distribution of Damar in the village location Lalomerui divided into 13 locations in the Matamehu, Matamehu, Tawe, Mupute, Matarombeo, EMEA, Tabininda, Dambata, Tinangalewe, Lalobalo, Lamewua, Lalonbae and Watupali. This location is in the area around the mining project. Rio Tinto and the resin of some locations are in the project. resin ownership by the community as use rights, obtained by inheritance from parents and open a new location that had not been processed. In general, the limit control resin bounded by rivers, mountains and valleys, in addition to the topographic information is also known to be a possession limit of fellow Damar processing. Key words : Damar, Ownership, Use Rights, Local Rule
PENDAHULUAN Kecamatan Routa adalah wilayah pemekaran dari kecamatan Wiwirano. Desa Routa defenitif menjadi kecamatan Routa pada tanggal 27 Juli 2005, berdasarkan SK Bupati No. 6 tahun 2005, yang terdiri dari 4 (empat) desa, yakni (1) kelurahan Routa; (2) desa Tirawonua; (3) desa Parudongka; dan (4) desa Walandawe. Pada tahun 2007, terjadi pemekaran desa menjadi 7 (tujuh) kelurahan/desa. Desa yang terbentuk pada tahun tersebut, yakni (1) desa Puuwiwirano; (2) desa Tanggola; dan (3) desa Lalomerui. Dan pada tahun 2012 terjadi pemekaran desa yang merupakan desa persiapan yaitu desa Polihe, desa Tetengouna, Moppute dan Watupali. Sehingga jumlah desa yang ada di kecamatan Routa hingga tahun 2013 adalah desa definitif sebanyak 7 Desa dan desa persiapan terdiri 4 desa. Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo Buletin Sosek, Edisi No 28 Tahun Ke 15 – April 2013, ISSN 1410 – 4466
1)
1
Potensi sumberdaya alam di kecamatan Routa cukup menjanjikan, selain potensi hutan untuk jenis pohon kayu ekspor, juga potensi untuk areal pertambangan, terdapat padang pengembalaan, warisan budaya dan sungai-sungai besar serta danau yang di dalamnya terdapat sumberdaya ikan dan lainnya. Menurut sejarah, masyarakat di kecamatan Routa memiliki mata pencaharian bersumber dari hutan antara lain: pemanfaatan sumberdaya alam hutan yaitu (1) getah damar; (2) rotan; (3) gaharu dan (3) menebang kayu secara ilegal. Secara alami masyarakat mengalami revolusi ketika berinteraksi dengan lingkungannya, maka masyarakat mengalami difusi informasi dan akhirnya mengadopsi teknologi dari perpindahan masyarakat (migran) dan ketika melakukan perjalanan keluar dari kelompoknya (kosmopolik), mereka belajar untuk menanam tanaman pangan dan perkebunan yakni tanaman Kakao dan Merica. Potensi sumberdaya hutan misalnya tanaman damar berupa getah dammar dan kayu merupakan jenis mata pencaharian utama masyarakat sebelum beralih ke usahatani tanaman pangan dan perkebunan, nilai ekonomis getah damar yang relatif sangat tinggi di zaman penjajahan Belanda dan sampai saat ini masih ditemukan sejumlah tanaman damar di hutan produksi di wilayah Kecamatan Routa, selain itu tanaman damar merupakan salah satu faktor penarik terjadinya migran berbagai suku antara lain suku Tator, Bugis, Tolaki, Bungku dan suku lainya datang ke Routa dan berdomisili dalam satu keluarga dan komunitas. Pada penelitian ini mengkaji tentang pemetaan sosial-ekonomi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan damar di sekitar dalam kawasan Penambangan. secara khusus, penelitian bertujuan untuk : 1) mengetahui penyebaran lokasi pengolahan Damar oleh masyarakat; 2) bagaimana proses kepemilikan penguasaan wilayah damar dan status kepemilikan damar pada perspektif masyarakat (adat/aturan lokal) dan pemerintah (negara) METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di sekitar lokasi konsesi PT. RIO TINTO di Desa Lalomerui Kecamatan Routa. Pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan beberapa teknik, antara lain wawancara, observasi partisipatif dan FGD (focus Grouf disscusion). Analisis data dengan menggunakan pendekatan analisis kualitatif berdasarkan isu kajian penelitian yang dideskripsikan secara naratif
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Masyarakat Lalomerui Mayoritas warga masyarakat di desa Lalomerui adalah penduduk lokal etnis Tolaki. Dengan masuknya beberapa perusahaan seperti perusahaan pertambangan dan kelapa sawit, kepadatan penduduk penduduk bertambah, demikian juga dengan keragaman suku dan budaya diataranya dari suku Jawa, Maluku, Bugis Makassar dan Sunda. Mata pencaharian warga masyarakat di desa ini, awalnya sangat terkonsentrasi pada aktivitas mengolah hasil hutan dan mendamar, namun kehadiran perusahaan, Buletin Sosek, Edisi No 28 Tahun Ke 15 – April 2013, ISSN 1410 – 4466
2
aktivitas warga masyarakat menjadi bervariasi, ada yang masih melakukan kegiatan seperti merotan, mendamar, dan mengolah hasil hutan lainnya, dan sebagian menjadi karyawan dan membuka usaha baru seperi bisnis rumah kos dan buka kios/jualan sembako. Selain itu, ada juga warga yang masih berkebun kakao dan lada; sedangkan yang bertani, khususnya padi ladang dan tanaman palawija, jumlahnya sangat sedikit. Mengolah hasil hutan seperti menebang kayu berlangsung dalam skala kecil hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam membangun rumah tempat tinggalnya. Di Desa Lalomerui sebagian wilayahnya termanfaatkan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit. Keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan perkebunan kelapa sawit sangat rendah, mereka lebih tertarik pada kegiatan mengolah hasil hutan seperti menebang kayu, mendamar, merotan dan pengumpulan hasil hutan yang lainnya. Pekerjaan menebang kayu di hutan, awalnya dilakukan oleh warga masyarakat hanya sebatas untuk keperluan membangun rumah sendiri, sehingga jumlah kayu yang ditebang relatif sedikit. Kemudian berubah menjadi sekala yang lebih besar dan luas karena dimotivasi oleh desakan ekonomi keluarga yang lebih dominan, sehingga aktivitas penebangan kayu terus meningkat intensitasnya, terutama untuk dipasok kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit. Pendapatan warga masyarakat di desa ini bersumber dari gaji karyawan, usaha jual beli barang sembako, dan dari penjualan hasil pengolahan hutan berupa damar serta hasil kebun. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa rumahtangga setempat diperoleh data bahwa rata-rata pendapatan rumahtangga masyarakat setempat secara nominal relatif sedang, yaitu sekitar Rp 2.600.000,- per bulan. Angka ini dihitung berdasarkan pendapatan dari gaji karyawan di tambah dengan nilai penjualan hasil hutan berupa damar dan hasil kebun berupa kakao serta nilai perkiraan hasil tanaman palawija yang dikonsumsi sendiri. Dari total pendapatan tersebut, sebagian besar dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, biaya pendidikan anak, biaya pengobatan, biaya sosial, biaya perbaikan rumah, beli pakaian dan di tabung (di bawa bantal) untuk motif berjaga-jaga. Barang kebutuhan pokok sehari-hari disediakan oleh pemilik kios setempat dan koperasi karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang dibeli dari Kota Kendari melalui jalur darat, sedangkan utuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan pengobatan serta pakaian dan perbaikan rumah dibeli dari Kota Kendari ataupun kota-kota lainnya yang terdekat. Kehidupan warga masyarakat Desa Lalomerui dengan tingkat pendapatan saat ini tersebut relatif baik tingkat kesejahteraannya jika dibandingkan dengan kehidupan warga masyarakat di tahun 2009, kehadiran perusahaan sangat memberikan perubahan tingkat ekonomi yang cukup signifikan. Mereka pada umumnya tinggal di rumah-rumah panggung, terbatasnya jumlah generator pembangkit listrik dan televisi serta masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan anak dan hidup sehat. Selan daripada itu, akses dan kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti layanan pendidikan, layanan pengobatan, dan layanan informasi masih sangat terbatas. Hal ini tidak semata disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan dan kesehatan serta buruknya kondisi infrastruktur transportasi dan jaringan komunikasi, akan tetapi juga disebabkan oleh sikap hidup warga masyarakat yang lebih bersifat instan dan apriori terhadap setiap perubahan lingkungannya. Di desa ini terdapat satu sekolah SD yang kegiatan belajarnya masih menumpang di gedung balai desa dengan kondisi fisik yang sangat tidak layak untuk kegiatan proses belajar mengajar Buletin Sosek, Edisi No 28 Tahun Ke 15 – April 2013, ISSN 1410 – 4466
3
karena tidak didukung oleh sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai serta ketersediaan tenaga guru yang amat sangat terbatas jumlahnya. Boleh jadi hal tersebut karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, sehingga kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan juga rendah ( BPS, 2009) Fasilitas layanan kesehatan serta tenaga medis dan bidan desa, apalagi tenaga dokter belum ada sama sekali, sehingga ketika terjadi kasus-kasus darurat medis terpaksa pasien harus dievakuasi ke kota-kota terdekat di Kabupaten Konawe ataupun ke Kota Kendari. Di desa ini tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya hidup sehat masih amat rendah. Boleh jadi karena hal itu, sehingga asupan gizi masyarakat juga masih amat rendah. Kebiasaan masyarakat pergi berobat ke dukun kampung masih sangat dominan, bahkan hampir semua kelahiran bayi masih ditangani oleh tenaga dukun bayi setempat yang belum trampil secara medis karena belum mendapat pelatihan khusus dalam penanganan persalinan. Selain karena kebiasaan yang telah membudaya secara turun temurun, faktor keterbatasan dan kondisi prasarana dan sarana kesehatan juga turut mempengaruhi dipertahankannya cara-cara pengobatan tradisional termasuk penanganan persalinan. Peran tenaga kesehatan dan bidan desa sebenarnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat, namun karena satu dan lain hal sehingga keberadaan mereka di wilayah ini sangat jarang, sehingga praktis layanan kesehatan di desa ini terabaikan atau sangat minim. Dari beberapa informan berupa penuturan warga masyarakat di lapangan, dalam kehidupan sosialnya sehari-hari, semangat kebersamaan, kekeluargaan dan kekerabatan warga masyarakat di desa ini masih cukup tinggi, terutama dalam melakukan aksi-aksi kolektif yang memberi kemanfaatan bersama seperti memperbaiki rumah ibadah, memperbaiki jembatan, mendirikan dan pindah rumah, dan kerja-kerja sosial lain seperti pelaksanaan pesta-pesta perayaan hari-hari besar nasional dan keagamaan, pesta-pesta perayaan/syukuran atas siklus kehidupan keluarga (seperti pesta perkawinan, nujuh bulan kehamilan, hakekah/potong rambut bayi, khitanan dan sebagainya). Namun, kebiasaan-kebiasaan tersebut kini sudah mulai kendor akibat pengaruh sikap pragmatisme yang sudah mulai wujud dan membudaya dalam kehidupan masyarakat. Lokasi Damar dan Status Penguasaan Damar Sebagai Hak Pakai Di Desa Lalomerui Mata pencaharian masyarakat Lalomerui umumnya mendamar sampai saat ini, damar yang diperoleh dijual dipedagang pengumpul Desa, yang kemudian dijual di Kendari, Sejak tahun 1957 -2004, damar di Lolemerui semuanya di jual di RoutaTimampu (Malili), namun sejak adanya Jalan baru yang digagas oleh Kepala Desa Lalomerui (Pak Taksir), maka hasil damar sudah dijual di Kendari sejak Tahun 2005. demikian juga dengan komoditi lain misalnya Rotan, Jalapary dan Baharu. Lokasi damar masyarakat Lalomerui tersebar di sekitar atau dekat Desa Lalomerui, meliputi: Matamehu, Tawe, Mupute dan Matarombeo, Emea, Dambata, Tinangawele, Lalobalo, Lamewua, Lalobae, Tabininda dan Watupali. Jarak tempu lokasi damar dari desa berkisar 1-4 Jam jalan Kaki. Berdasarkan Pendapat tokoh masyarakat (Pak sukman dan Pak Lewa), bahwa sejak Tahun 1932-1935, proses penguasaan hak pakai pengolahan damar oleh masyarakat di Routa ditandai dengan Patok Pening (plat besi yang diletakan pada pohon damar), hal ini sebagai bukti bahwa damar sudah dikuasai dan dipakai/dikelo oleh sesorang dan diketahui dan terdaftar di pemerintah dan tidak boleh orang lain Buletin Sosek, Edisi No 28 Tahun Ke 15 – April 2013, ISSN 1410 – 4466
4
mengelolah, bukti kepemilikan ini merupakan aturan pemerintah yang disepakati pada saat itu. Penuturan orang tua terdahulu (pak Sukman 70 Tahun), bahwa sejak tahun 1958 tidak ada lagi sistem patok pening atas penguasaan damar sebagai hak pakai, namum masyarakat saat itu sudah merasa mempunyai hak pakai untuk mengelola damar sampai saat ini dari geberasi ke generasi. Dengan adanya historis penggunaan patok pening ini merupakan awal adanya hak pakai damar bagi masyarakat Routa, dan ini juga sudah disepakati pemerintah setempat (Kepala Desa) Proses penguasaan Damar oleh masyarakat di Lalomerui cukup bervariasi, menurut (Pak Puana dan Pak Lewa), seorang tokoh masyarakat sekaligus orang yang mengetahui sejarah Damar di Routa Khususnya di Desa Lalomerui, mengungkapkan bahwa status penguasaan damar sebagai hak pakai diperoleh dari warisan dari nenek terdahulu dan ada juga membuka baru. Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan telah di ketahui persebaran lokasi dan status kepemilikan damar di wilayah desa Lalomerui disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Status pemilikan dan Penguasaan Damar di Desa Lalomerui, 2009 Pemilik/Hak Pakai Status Pemilikan/ No Nama Lokasi (Orang) Penguasaan 1 Matamehu 4 Warisan 2 3
Matamehu Tawe
4
Membuka Lokasi Baru Warisan
4
Mupute
4
Warisan
5
Matarombeo
2
Membuka Lokasi Baru
6 7 8 9 10 11 13 14
Emea, Tabininda Emea Dambata Tinangalewe Lalobalo Lamewua Lalonbae Watupali
1 3 1 1 1 2 2 1
Warisan Warisan Membuka Lokasi Membuka Lokasi Warisan Membuka Lokasi Membuka Lokasi Warisan
Baru Baru Baru Baru
Sumber : Hasil Wawancara Di Lalomerui, 2009 Pada tabel 1 menunjukkan bahwa lokasi penyebaran lokasi damar di Desa Lalomerui terbagi dalam dalam 13 lokasi yaitu Matamehu, Matamehu, Tawe, Mupute, Matarombeo, Emea, Tabininda, Dambata, Tinangalewe, Lalobalo, Lamewua, Lalonbae dan Watupali. Lokasi ini tersebar disekitar tapak proyek pertambangan PT. Rio Tinto dan sebagian berada dalam tapak proyek. Status kepemilikan damar sebagai hak pakai, umumnya masyarakat menguasai damar karena warisan atau diperoleh dari orang tua terdahulu. Namun juga ada yang menguasai damar karena membuka damar baru, yang sebelumnya belum pernah diolah.
Buletin Sosek, Edisi No 28 Tahun Ke 15 – April 2013, ISSN 1410 – 4466
5
Bukti Penguasaan Pengolahan Damar Pendapat beberapa informan di Desa Lalomerui, diketahui bahwa bukti pemilikan atau penguasaan Damar sebagai Hak pakai adalah adanya bekas damar (luka) pada pohon damar, atau bekas pakto’dongi dan jalan damar, Artinya damar tersebut sudah diolah (diramu), lain halnya dengan Rotan, ada di dalam hutan dan tidak ada yang memiliki, tumbuh secara liar, begitupun halnya dengan Jalapari dan Baharu, semua masyarakat dapat mencari di hutan sekalipun lokasi itu bukan miliknya. Pada umumnya batas pemilikan dan penguasaan damar dibatasi dengan sungai/kali, gunung dan lembah, selain informasi topografi yang menjadi batas pemilikan juga diketahui dari sesama pengolah damar di sekitar lokasi damar. Terkait dengan hak pengelolaan Damar, menurut Pak Puana salah satu key informan tentang Damar di Desa Lalomerui bahwa pohon Damar, Rotan, Jalapari dan Baharu tumbuh di tanah negara, sehingga tidak bisa menjadi hak milik tapi hanya sekedar hak pakai, namun perlu ada bukti pengolahan/hak pakai dan saksi. Dan sampai saat ini, pemerintah tidak pernah mengeluarkan bukti penguasaan lokasi dan pohon damar yang dikelola masyarakat, namun hanya aturan kesepakatan lokal (adat) yang menjadi aturan bagi masyarakat yang mengolah damar dan berdomisili di Kecamatan Routa. Dan aturan ini juga telah diketahui oleh pemerintah setempat. Berbeda dengan lahan perkebunan, ketika membuka lahan perkebunan dan persawahan disekitar hutan terlebih dahulu harus melapor dengan Kepala Desa atau pemerintah, agar mendapat surat keterangan tanah (SKT) atau sertifikat.
Jenis Kegiatan Masyarakat Di Sekitar Hutan Di Wilayah Lalomerui Di sekitar wilayah desa Lalomerui, telah dibuka areal perkebunan tanaman kelapa sawit. PT Mulya Tani merupakan perusahaan kelapa sawit ini dimulai dibuka sejak tahun 2004, Perusahaan melakukan penanaman kelapa sawit pada lahan-lahan kritis milik masyarakat dengan sistem bagi hasil, 60 % untuk perusahaan PT Mulya Tani dan 40 % untuk masyarakat.. Beberapa areal rencana penanaman kelapa sawit sepanjang jalan Lalomerui menuju Sungai Wataraki atau perbatasan Kabupaten Konawe dan Konawe Utara. Perusahaan juga telah dilakukan penebangan kayu yang sangat luas untuk areal penanaman Kelapa Sawit. Keberadaan perusahaan kelapa sawit pada tahap persiapan, kegiatan masyarakat yang rutin dilakukan di hutan misalnya mengola damar, rotan, Jalapari dan Baharu, sudah berkurang. Masyarakat sudah banyak membantu dalam menyiapkan kayu untuk ramuan perumahan karyawan dan kantor PT Mulya Tani (Anomim. 2010) Hubungan Masyarakat Dengan Pemerintah Dalam Mengolahan Hutan Dan Damar Seorang Tokoh masyarakat di Desa lalomerui ( Pak Lewa), mengungkapkan bahwa masyarakat di desa lalomerui telah mendamar sejak dari orang tua terdahulu, dan sekarang mereka lebih banyak melanjutkan pekerjaan orang tua meraka. Pengolahan damar ini secara tidak langsung tidak ada hubungan secara vertikal seperti ibaratnya pemerintahan di tingkat kabupaten dan propinsi yang diatur sistem pengaturannya. Pemilik damar yang sejak dulu mengelolah tidak bisa dilarang oleh
Buletin Sosek, Edisi No 28 Tahun Ke 15 – April 2013, ISSN 1410 – 4466
6
pemerintah atau ada aturan untuk membatasi mendamar sepanjang yang dikelola adalah benar-benar mereka yang mengelola sejak dari dulu. Bahkan pemerintah pada saat itu apabila telah memberikan lahan pada masyarakat baik lahan perumahan maupun lahan perkebunan, masyarakat memiliki hak untuk menguasai, yang bersangkutan bersedia berdomisili atau tinggal di Desa Lalomerui. Berkisar 90% masyarakat di Desa lalomerui mendamar dan mencari Rotan. Kepala Pemerintahan Desa telah memberikan dukungan yang positif terhadap masyarakatnya dalam mengila damar dan rotan. Kepala desa Lalomerui (pak Taksir) selain sebagai kepala Desa, petani, juga sebagai pedagang pada komoditas Rotan, Damar, Kayu Gaharu, juga sebagai Ponggawa atau penyedia semua kebutuhan masyarakat yang menjadi anggotanya dalam mengumpulkan damar dan rotan. Kerjasama pemerintah dan masyarakat tidak hanya nampak pada proses hubungan ekonomi tetapi hubungan sosial yang sangat harmonis dan cukup kental, sebagai contoh, pada saat persiapan untuk turnamen olahraga dalam memeriahkan hari kemerdekaan bangsa Indonesia, telah memperlihatkan kerjasama yang baik dari pemerintah dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008. Laporan pendahuluan Konsisi Sosial Ekonomi Masyarakat di sekitar tambang PT. Rio Tinto di Kecamatan Routa. PPLH Unhalu dan Anu Australia Anonim, 2009. Laporan Base Line Sosial Ekonomi Masyarakat di sekitar tambang PT. Rio Tinto di Kecamatan Routa. PPLH Unhalu, Universitas Tadulako dan Anu Australia Schrauwers, Albert. 1991. Colonial ‘reformation’ in the Highlands of Central Sulawesi, Indonesia, 1892-1995. University of Toronto Press.Toronto Buffalo London. Aragon, Lorraine, V., 1996. Twisting the gift: Translating Precolonial into Colonial Exchanges in Central Sulawesi, Indonesia.American Ethnologist, Vol. 23, No.1 (Feb., 1996), pp. 43-60. Published by: Wiley on behalf of the American Anthropological Association. URL: http://www.jstor.org/stable/646253.
Buletin Sosek, Edisi No 28 Tahun Ke 15 – April 2013, ISSN 1410 – 4466
7