KISI-KISI JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI (TP) KISI-KISI PERTANYAAN 1. Penjelasan Tasawuf
KISI-KISI JAWABAN
tentang Tasawuf adalah ilmu untuk mengatur tatacara ibadah bathin serta berfungsi bagaiman cara membersihkan hati, menghidupkan hati dan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah.
2. Kenapa banyak orang a. Mereka menganggap bahwa kedudukan, harta, tahta dan yang menjadi pengamal wanita atau bergelimpangan kekayaan, ternyata tidak tasawuf (tharekat) ? membawa ketengan dan kebahagiaan. b. Kejenuhan dalam melaksanakan shalat sebatas lahir, karena tidak mampu membawa ketenangan, kenikmatan dan kebahagiaan
3. Betulakan ajaran tasawuf adalah sesat dan bid’ah
4. Pengertian Syaria’t, Tharekat, Hakekat dan Ma’rifat
Wajar kalau ada orang yang mengatakan bahwa tasawuf adalah ajaran sesat karena ke tidak tahuan, untuk itu perlu diberi penjelasan agar mereka tidak mempunyai anggapan bahwa tasawuf itu sesat atau bid’ah. Perlu diketahui bahwa taswuf adalah ilmu untuk membersihkan penyakit yang ada di dalam hati (hasud, sombong, tamak, rakus dan sebagainya), dampak dari kebersihan hati, ucapan dan perilakunya akan selalu menyentuh hati orang lain atau tidak akan ada yang disakiti, tidak berani menyalahkan ajaran orang lain dan jika dihina dia sayang kepada yang menghina. Dengan dasar ini maka tasawuf tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits.
Syari’at dan Tharekat secara umum mempunyai pengertian yang sama, yaitu jalan. Akan tetapi pengertian secara khusus dalam tharekat bahwa Syari’at dan Tharekat mempunyai pengertian berbeda. Syari’at adalah aturan, dalam ibadah ada aturan lahir dan bathin, tharekat adalah perkejaan dalam ibadah ada pekerjaan lahir dan bathin. Jadi pekerjaan lahir dan bathin harus menggunakan aturan baik aturan lahir dan aturan bathin. Ada pun arti hakekat, yaitu merasakan hasil buah dari pekerjaan yang menggunakan aturan, dan arti Ma’rifat, yaitu mengetahui atau
mengenal buah hasil dari pekerjaan itu.
5. Pengertian Talqin
Talqin asal kata dari laqqana, yulaqqinu, talqinan, artinya “menuntun” atau tuntunan. Pengertian Talqin Secara Umum, yaitu membacakan atau menuntun kalimat Laa Ilaaha Illaallah kepada yang akan meninggal (orang yang sedang sekarat) atau di atas kuburan orang yang baru meninggal, oleh orang yang masih hidup, baik oleh keluarga maupun oleh orang lain. Pengetian seperti ini banyak ditentang oleh sebagian orang. Pembacaan talqin seperti ini, mengalami keterbatan situasi dan kondisi, misalkan kena musibah secara massal, semuanya orang meninggal dunia, kemudian siapa yang menalqin ? Pengertian Talqin Secara Kusus Tharekat, yaitu memasukan kalimat Thayyibah, Ilman, Ihsan, Haq (Laa Ilaaha Illallah) kepada hati seseorang yang membutuhkan , tujuannya adalah untuk menghidupkan hati seseorang yang sudah mati (yang dimaksud mati yaitu hatinya lupa kepada Allah, karena terlalu banyak mengikuti hawanafsu.
6. Sejarah lahirnya talqin
Manusia pertama yang menerima talqin dzikir ialah Nabi Adam a.s. lafadz yang diucapkan yaitu Laa Ilaaha Illallaah. Sodikin Faqih menjelaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 37. Sedangkan Nabi Muhammad Saw., menerima talqin dzikir dari Malaikat Jibril di Gua Hira, sesuai dengan wahyu pertama surat al-Alaq ayat 1-2. Talqin yang digunakan di TQN sama apa yang ditalqinkan oleh malaikata Jibril kepada Nabi Muhammad. Di jelaskan di dalam kitab Jamiul Ushul Auliya, halaman. 97, bahwa Nabi Saw., menalqinkan kalimat Thoyyibah ini kepada para shahabat. Tujuannya untuk menjernihkan hati mereka dan mensucikan jiwa mereka, agar mereka bisa sampai ke Hadharat Allah.” Sayyidina ‘Ali k.w. bertanya kepada Nabi : Ya Rasulallah Tunjukilah aku ke jalan yang sedekat-dekatnya kepada Allah dan yang semudah-mudahnya dan yang paling utama dapat di tempuh oleh hambanya pada sisi Allah ? “. Maka bersabdalah Rasulallah : “ Hendaklah kamu Lakukan dzikrullah yang kekal (dzikir dawam), karena ucapan yang paling utama pernah dilakukan dan di laksanakan oleh Nabi-nabi sebelum aku, yaitu Laa Ilaaha Illallaah. Kemudian sayyidina Ali r.a. berkata : Bagaimana caranya aku berdzikir itu ya Rasulallah ?” Nabi menjawab : “ Pejamkan matamu dan dengar aku
mengucapkan tiga kali, kemudian engkau mengucapkan tiga kali pula, sedangkan aku mendengarkannya. Maka berkatalah Rasulallah Laa Ilaaha Illallaah tiga kali, sedangkan kedua matanya di pejamkan, dan suaranya dikeraskan, serta mendengarkannya. Kemudian Ali mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah tiga kali, dan Nabi mendengarkannya”. Demikian talqin dzikir yang disampaikan oleh ‘Ali bin Abi Thalib kw. Kemudian di terangkan lagi tentang talqin dzikir hati yang bersifat bathiniya, di lakukan dengan isbat tidak dengan nafi, yaitu dengan lafadz isim zat, seperti yang di firmankan oleh Allah surat al-An’aam ayat 91. Kemudian Nabi mentalqinkan isim zat kepada Sayyidina Ali k.w. “Wahai Ali pejamkan kedua matamu, katupkan bibirmu dan lipatkan lidahmu, lalu sebutkan : Allah, Allah”. Inilah cara yang pernah dipelajari dan diambil oleh Sayyidina Abu Bakar r.a. secara rahasia dan inilah dzikir yang boleh terhujam teguh sampai ke dalam hati. Karena inilah Nabi memuji Sayyidina Abu Bakar r.a, bukan karena puasa dan salat, tatapi karena sesuatu yang terhujam dalam hatinya.
7. Bagaimana Tanpa Talqin
berdzikir Para Ahlus Shufi menjelaskan dalam kitab Jami’ul Ushul Auliya, halaman 18,
ﻮﻜﺎﻦاﻠﺬﻛرﻻﯿﻔﯿﺪ ﻔﺎﺌﺪة ﺘﺎﻤﺔاﻻﺒﺎﻠﺘﻠﻘﯿﻦ “bagi orang yang melakukan dzikir tanpa di talqin terlebih dahulu, maka tidak akan memberi faidah yang sempurna. Syeikh Abdul Qadir Jailani QS., berkata :
ﻔﺎ ﻠﻮاﺠﺐﻋﻠﻰاﻹﻨﺴﺎﻦ ﻂﻠﺐﺤﯾﺎةاﻠﻘﻠﺐاﻻﺨﺮوى ﻤﻦاھﻞاﻠﺘﻠﻘﯿﻦ ﻔﻰاﻠﺪﻨﯿﺎ ﻘﺒﻞ ﻔﻮﺖاﻠﻮﻘﺖ Artinya : “Maka wajib kepada semua manusia mencari sesuatu yang bisa menghidupkan hati yang bersifat keakheratan dari ahli TALQIN di dunia ini sebelum mati”.
8. Syarat-syarat mendapatkan talqin
Syarat untuk mendapatkan talqin atau penanaman kalimat thoyyibah atau kalimat tauhid yaitu : a. Orang yang akan mati yaitu orang yang masih hidup, bukan orang yang sedang sekarat atau koma. Kenapa harus orang yang masih hidup ? karena harus ada interaksi antara yang mentalqin dan yang ditalqin; b. Orang yang hatinya mati atau lupa kepada Allah;
9. Apa pengertian Bai’at
10. Siapa yang mentalqin
harus Manusia pertama yang menerima talqin dzikir ialah Nabi Adam a.s. lafadz yang diucapkan yaitu Laa Ilaaha Illallaah. Sodikin Faqih menjelaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 37. Sedangkan Nabi Muhammad Saw., menerima talqin dzikir dari Malaikat Jibril di Gua Hira, sesuai dengan wahyu pertama surat al-Alaq ayat 1-2. kemudian Nabi Saw., menalqinkan kalimat Thoyyibah ini kepada para shahabat. Nabi sudah tidak ada, maka tugas itu diberikan kepada Ulama atau pewarisnya.
11. Ulama yang bagaimana yang menjadi pewaris Nabi
12. Apa Tugas Mursyid
13. Apa tanda-tanda seorang Ulama/ Mursyid
Bai’at yaitu janji setia atau pernyataan kesanggupan kepada seorang Nabi atau Guru Mursyid (pewaris) untuk senantiasa patuh dan ta’at menjalankan apa yang di perintahkan oleh seorang Guru Mursyid, khususnya menjalankan kalimat talqin dzikir yang sudah ditanamkan di dalam hati yaitu kalimat thoyyibah. Ayi Abdul Jabar menjelaskan, yang perlu di bai’at bukan orang kafir agar masuk Islam kemudian mengucapkan dua kelimah syahadat melainkan orang-orang yang mengaku islam, yang hatinya lupa kepada Allah, agar tidak tersesat dan untuk meraih ketenangan hidup serta ketentraman jiwa. Dan kalimat bai’at itu tidak lain adalah kalimat Thoyyibah.
Di dalam tharekat pewaris itu atau Ulama disebut Mursyid, yaitu Ulama atau Mursyid yang sudah Ma’rifatullah, Musyahadah, Likoo Allah atau Wusul Illahllah.
Tugasnya adalah mentalqin atau menanamkan kalimat Thaibah atau kalimatul Iman ke dalam hati, agar hati itu bisa hidup (ingat kepada Allah). 1. Tidak menyalahkan ajaran orang lain, Pertama, kalau menyalahkan ajaran orang lain , akan menjadi sumber keributan dan perpencahan.Kedua, kalau menyalahkan ajaran orang lain, menganggap diri kita yang paling benar, karena kalau sudah menganggap diri kita yang paling benar, berarti di dalam hati kita sudah ada unsur kesombongan, Allah dan surga tidak akan menerima yang sombong, Ketiga Jangan menyalahkan ajaran orang lain, karena kebenaran yang kita miliki hasil dari pada pemahaman, pemahaman yang kita
2. 3. 4. 5. 6.
14. Di dalam tharekat ada yang disebut ibadah lahir dan bathin, coba Jelasakan ?
miliki terbatasi oleh kemampuan ilmu yang kita miliki, keterbatasan ilmu yang kita miliki hasil pemahamannya bisa benara bisa salah, siapa tahu yang kita salahkan itu yang benar, sesungguhnya yang lebih penting bagi kita mengevaluasi hasil ibadah kita, sudahkah hasil ibadah kita sesuai dengan petunjuk atau belum. kalau belum jangan dulu menyalahkan orang lain tapi betulkan atau perbaiki dulu diri kita sendiri. Jika dihina dia sayang kepada orang yang menghina Jika tersinggung dia tidak lari atau tidak membalas. Ujian dan cobaan dijadikan kendaraan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Miskin harta dijadikan kendaraan untuk meningkatkan kesabaran sehingga hidupnya selalu tenang dan bahagia. Kaya harta dijadikan kendaraan untuk meningkatkan ibadah sehingga hidup tetap tenang dan bahagia.
Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur jasadiyah dan unsur ruhaniyah, dengan kedua unsur inilah sehingga manusia disebut makhluk yang sempurna. Dengan kesempunaan ini maka manusia ditugaskan untuk beribadah, baik ibadah lahir dan ibadah bathin. HAAFIZUU ‘ALASSHOLATI WA SSHALAATIL WUTHOO
15. Ilmu apa yang ilmu yang digunakan untuk ibadah lahir yaitu ilmu syari’at. digunakan ibadah lahir Ilmu syariat yaitu ilmu untuk mengatur tata cara ibadah lahir, agar shalat lahir bisa syah. Perlu diingat yang namanya syah belum tentu diterima oleh Allah. 16. Kenapa lahiriyah waktunya
Karena kekuatan jasad tebatas, dan kita mempunyai kewajbanibadah ditentukan kewajiban yang lainnya.
17. Apakah ibadah lahiriyah bisa menjadi manusia benar dan membawa ketenangan
18. Ibadah apa yang bisa menjadi manusia binar, jujur dan menhasilkan
Perlu diketahui bahwa ibadah lahiriyah tidak menjamin menjadi manusia benar atau jujur. tidak menjamin hati itu bisa tenang, ibadah lahir bisa menjadi alat untuk menipu orang lain dan ibadah lahir hanya bisa menghasilkan kesehatan jasmani.
Yang bisa menjadi manusia benar, jujur dan menghasilkan ketenangan yaitu ibadah hati atau bathin, ilmu yang digunakan
ketenangan
dalam ibadah ini adalah ilmu tasawuf, ilmu tasawuf yaitu ilmu untuk mengatur tatacara ibadah hati atau bathin bagaimana membersihkan hati atau menghidupkan hati. Pelaksanaan ibadah hati atau bathin dilaksanakan setiap detik, diman saja kapan saja, ibahdnya hanya sebatas dzikir. Dzikirnya hati setiap detik akan membawa kebersihan hati, bersihnya hati akan mendatangkan Nur Allah, hati yang penuh dengan cahaya Allah hasilnya akan merasa dilihat oleh Allah (Ihsan), hati yang sudah merasa dilihat oleh Allah akan melahirkan takwa. Takwa yaitu melaksanakan perintah Allah, kenapa bisa melaksanakan perintah Allah ? karena merasa dilihat oleh Allah. Bisa menjauhi maksiat, sombong, hasud, tamak dan rakus, kenapa bisa menjauhi semunya itu ? karena hati merasa dilihat oleh Allah. Sesungguhnya ibadah yang membawa kejujuran dan kebenaran itu adalah ibadah Hati atau bathin. LAASHOLATA ILLA BIHUDHURIL QOLBU
Kisi- kisi pertanyaan Psikologi Umum 19. Jelaskan Psikologi!
Pengertian Psikologi adalah ilmu yang berusaha untuk mempelajari, mengkaji, meneliti tentang peristiwa mental, dan perilaku manusia serta hubungannya dengan lingkungan sekitarnya.
20. Objek formal Psikologi
Behavior (perilaku) manusia serta interaksi dengan lingkungan disekitarnya
21. Jelaskan pendekatan Psikologi?
a. Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud, menurutnya perilaku manusia ditentukan oleh interaksi tiga sub-sistem kepribadian, dan tiga strata kesadaran. Tiga sub-sistem itu adalah: Id (pusat instink), ia bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle) selalu ingin memenuhi keinginan biologisnya, terletak di alam bawah sadar (the unconscious). Id (hawa-nafsu) ada yang destruktif disebut instink kematian (thanatos) selalu mendorong manusia melakukan perbuatan agresif, tamak, keji dan berprilaku buruk (nafs al-‘amarah), bertabi’at hewani. Kedua, instink kehidupan (eros) termasuk di dalamnya libido (instink reproduktif). Ego, bersifat akali berfungsi merealisasikan kebutuhan id, sebagai mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistic. Egolah yang mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai pribadi yang normal sesuai dengan norma-norma yang berlaku, bergerak berdasarkan prinsip “realitas & rasionalitas, ia bertempat di alam sadar (the conscious) dan sebagian di alam pra-sadar (pre-conscious) sebagai unsure laten yang sewaktu-waktu dapat muncul kembali. Superego adalah
beberapa teori
unsure moral, menuntut kesempurnaan idealitas dan ketaatan perilaku terhadap norma-norma, tata nilai lingkungan social maupun budaya, bergerak berdasar prinsip idealitas, ia adalah hati nurani (conscience) yang mampu mengendalikan ego dan mengontrol keinginan id. Bertempat di alam kesadaran manusia (the consciousness). b. Behaviorisme, konsepsi manusia menurut teori ini disebut homomechanicus, manusia laksana mesin yang bisa dibetuk oleh lingkungan (environment) dan proses belajar sosial (social learning process). Ada beberapa langkah mekanisme belajar menurut behaviorisme: pertama, pembiasaan klasik (classical conditioning), teori ini berasall dari Ivan Pavlov (Ilmuwan berkebangsaan Rusia). Teori ini menjelaskan bahwa kebiasaan (habit) akan melahirkan kebisaan (ability) dari kebisaan memunculkan perilaku yang melekat pada diri manusia menjadi karakter personaliti-nya. Contoh: sseorang anak yang dibiasaan berkata-kata sopan semenjak kecilnya, maka setelah besar ia akan terbiasa mengucapkan kata-kata baik dan benar dalam komunikasinya. Kedua, operant conditioning, teori ni menegaskan bahwa seseorang berperilaku karena ada penguatan (reinforcement). Ada dua peneguhan, yaitu dalam bentuk rewarding (hadiah) dan punishment (peringatan). Contoh: orang tua memberikan hadiah sepeda kepada anaknya, karena nilainya bagus. Penguatan dalam bentuk reward ini akan mendorong anak bertambah rajin dalam belajarnya. Rektor memberikan appresiasi ke pada mahasiswa yang hafidz Qur’an 10 juz dengan beasiswa. Bentuk penghargaan beasiswa dapat meningkatkan mahasiswa tersebut untuk meningkatkan hapalannya sampai 30 juz. Anak sudah mencapai umur 10 tahun masih enggan melaksanakan shalat, maka orang tua berkewajiban memberikan peringatan dengan pukulan yang ringan, supaya anak mengerjakan shalat. Pemberian sepeda, beasiswa, peringatan dengan pukulan, adalah bentuk dari peneguhan (reinforcement). Ketiga, modelling (teori percontohan) dari Bandura. Ada dua bentuk individu belajar, yaitu melelui proses imitation (peniruan ) dan identification (mengambil nilai yang ada pada orang lain, lalu ia terapkan value itu pada dirinya). c. Psikologi kognitif, psiko menurutnya manusia sebagai makhluk yang selalu berpikir (homo sapiens), psikologi ini mengembalikan kembali manusia ke dalam mind (jiwa dan pikirannya). Dimana dalam behaviorisme manusia didudukan dalam posisi sebagai objek bukan pelaku (subjek). d. Psikologi Humanistik, manusia sebagai makhluk yang bebas berbuat (free will), karena pada diri manusia memiliki potensi yang positif dan kesadaran yang luar biasa. Menurut Victor Frankl (salah seorang tokoh humanisme, penemu logoterapi), dia menyimpulkan asumsi-asumsi psikologi humanistik bahwa setiap individu memiliki keunikan yang mampu mengaktualisasikan kemampuan dirinyai menuju kehidupan yang baik dan bermakna (meaning of life). Asumsi-asumsi keunikan manusia itu terkumpul dalam trinilai: pertama, nilai kreatifitas (cretive values). Penemuanpenemuan mutakhir, inovasi baru, dan kemajuan di segala aspek kehidupan, tidak lepas dari hasil daya kreasi, daya cipta dan karsa manusia. Kedua nilai-nilai penghayatan (experiental values). Keyakinan, keimanan, keindahan, cinta-kasih dan nili-nili luhur lainnya, menjadi penyeimbang hidup manusia menuju kehidupan
bermakna. Ketiga, nilai-niai bersikap (attitudinal values). Pribadi yang sabar, tabah dan mampu menyikapi segala problema hidup dengan ikhtiar, do’a dan kepasrahan.
22. Bagaimanakah pandangan teori-teori psikologi tentang perilaku manusia?
Menurut psikoanalisis (Sigmund Freud), perilaku manusia lebih dominan dipengaruhi oleh pusat instink, ia berpendapat bahwa prilaku manusia bersifat buruk dan kejam, karena lebih dikuasai oleh instink thanatos. Sedangkan behaviorisme memandang bahwa perilaku manusia bersifat netral, artinya tidak baik dan tidak buruk, meminjam istilah Johnn Locke: perilaku manusia laksana “meja lilin” (tabularasa) yang siap dilukis oleh proses belajar dan pengalaman. Jadi, perilaku baik dan buruk seseorang sangat ditentukan oleh faktor eksteral (mekanisme belajar dan pengalaman), artinya manusia sebagai objek pelaku bukan subjek pelaku. Psikologi kognitif berpandangan bahwa perilaku manusia adalah hasil dari kognisi dan kesadarannya. Selanjutnya humanistik menjelaskan, bahwa perilaku manusia adalah “baik” tidak buruk, ia selalu berprasangka baik, karena manusia memiliki potensi kebaikan. Potensi baik yang ada pada diri manusia misalnya; kecerdasan, rasa cinta, kasih-sayang, kejujuran, keadilan, responsibility. Jika semua potensi ini dikembangkan, diberdayakan dan diaktualisasikan dalam perbuatan, maka akan melahirkan sikap perilaku yang baik pada diri manusia, oleh karenanya humanistik berpandangan bahwa manusia berperilaku baik.
Kisi-kisi Pertanyaan Psikologi tasawuf/psikologi sufi 23. Jelaskan Pengertian Psikologi Sufi?
psikologi sufi/tasawuf berusaha untuk mengkaji, mempelajari dan meneliti perilaku (behavior) pengalaman spiritual para sufi ketika berinteraksi dengan Rab-nya (Allah) serta bagaimana pengaruhnya terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan disekitarnya.
24. Apakah perbedaan psikologi tasawuf dengan psikologi sekuler (tradisionil)
Konsep psikologi sufi berbeda dengan psikologi sekuler yang dapat dikatakan menggunakan semata-mata kemampuan intelektual untuk menemukan dan mengungkapkan asas-asas kejiwaan. Psikologi tradisional (sekuler) berasumsi bahwa alam semesta secara keseluruhan bersifat materi, tanpa makna dan tujuan. Menurut psikologi sufi, alam semesta diciptakan berdasarkan kehendak Tuhan, dan mencerminkan eksisitensi-Nya. Al-Qur’an berkata: “bahwa milik Allah-lah timur dan barat, kemanapun kamu menghadap, disitulah wajah Tuhan berada”1. Menurut psikologi sekuler, bahwa manusia tidak lebih dari organisma tubuh, pikiran berkembang dan berasal dari sistem syaraf tubuh; tidak mengakui dimensi spiritual. Sebaliknya dalam psikologi sufi, elemen terpenting dalam diri manusia adalah “hati spiritual”, tempat institusi batiniyah dan kearifan. Penggambaran tentang sifat manusia dalam psikologi barat, hanya memusatkan perhatiaannya pada keterbatan manusia dan tendensi-tendensi neurotik, seperti yang diungkapkan oleh psikologi klinis, atau
1
Qs. Al-Baqarah [2]: 115
pandangan psikologi humanistik tentang keperibadian manusia hanya didekati melalui nilai-nilai kebaikan lahiriyah dan sifat positif dasar manusia, sedangkan psiklogi sufi menganggap manusia punya dua potensi yakni potensi tinggi yang jauh melebihi malaikat dan potensi rendah yang jauh lebih rendah dari binatang. Oleh karenanya, perlu metode untuk meningkatkan derajat spiritual kita, yaitu meniti jalan perang suci batiniyah dan riyadhah batiniyah dengan mengendalikan nafsu tirani menuju puncak jalan sufi. Psikologi barat beranggapan bahwa puncak keahlian manusia, jalan memperoleh pengetahuan dan kearifan, dapat diperoleh dengan nalar logika; hampir segenap pengetahuan hanya dapat dikemukakan lewat sistimatika rasional yang ditata secara logis. Psikologi sufi memahami bahwa sistimatika kalimat-kalimat rasional bersifat terbatas, kondisi spiritual-lah yang melampaui penjelasan rasional. Konsep iman menurut psikologi barat adalah tidak mempunyai realita dan sebuah ide (gagasan) yang tidak mempunyai bukti yang kuat. Bagi psikologi sufi, iman berarti meyakini kebenaran yang berada dibalik beragam penampakan benda material. Iman menjadi dasar tempat berpijak seseorang dalam hubungannya yang benar dengan alam semesta dan Tuhan. Psikologi sufi mengandung kearifan dari pengalaman dan petunjuk berabad-abad lamanya, yang melahirkan bermacam ragam gaya bersenandung meditasi, gerakan tubuh dan disiplin spiritual lainnya, telah tumbuh ditengah-tengah berbagai ras dan budaya yang berbeda. Tasauf adalah tradisi multikultural bagi semua orang, ia tidak menjadi spiritualitas elitis. Banyak para sufi besar buta huruf, tetapi punya kualitas ruhani. Jadi yang dinilai bukan pakain luar yang bersifat eksoteris, tetapi yang terpenting adalah punya kualitas hati2.
25. Jelaskan konsep dasar psikologi tasawuf?
Menurut Robert Frager, Tasawuf adalah pendakian dan pendekatan yang sangat holistic-mengintegrasikan fisik, psikhis, dan spiritual. Ia mengemukakan tiga konsep Dasar Psikologi sufi yang sangat Menarik yang masing-masing konsep dasar itu mempunyai tingkatan hirarkies dalam perkembangan jiwa manusia menuju keseimbangan dan kesempurnaan spiritual. Syeikh Ragip AlJerrahi (Robert Frager), juga mengikuti system latha’if yang seringkali disebutkan pada literature-literatur tasawuf pada umumnya yang ia angkat sebagai konsep dasar psikologi sufi, terutama mengikuti system latha’if Suhrawardi, yaitu tri-konsep: nafs (diri), hati (qalb). Hanya ada perbedaan pandangan tentang sirr, sirr al-asrar dengan para sufi sebelumnya dimana Robert Frager memasukannya ke bagian dari hirarki ruh. Nafs Salah satu istilah yang paling umum dalam psikologi sufi, adalah nafs atau diri, istilah ini diterjemahkan pula sebagai “ego” atau “jiwa”. Makna lain nafs adalah “intisari” dan “napas”. Tetapi dalam bahasa arab nafs lebih banyak digunakan sebagai “diri”. Kebanyakan ahli sufi menggunakan nafs sebagai diri, karena
2
Robert Frager, Heart, Self & Soul. The Sufi Psychology of Growth Balance & Harmony, penerj. Hasmiyah Rauf, Serambi, 1999, cet. ke-1, hlm.43.
sebagian besar merujuk pada nafs yang memerintah kepada keburukan (nafs amarah). Kecenderungaan nafs adalah memaksakan keinginan dan hasratnya dalam upaya pemuasan diri. Seluruh manusia memiliki nafs dan memanfaatkannya dalam kehidupan di masyarakat. Jika nafs ini bisa diarahkan kepada tingkat maqam yang lebih tinggi dengan bantuan akal dan hati menuju ke arah kesempurnaan manusia, maka seseorang akan dapat mencapai kesempurnaan. Para penulis sufi membagi nafs menjadi tujuh [7] maqam perkembangan nafs menurut al-Qur’an: a. Nafs ‘amarah, b. Nafs lawwamah, c. Nafs mulhimah, d. Nafs muthmainnah, e. Nafs rodhiyah, f. Nafs mardhiyyah, g. Nafs kamilah. Hati Hati sebagai pusat spiritual adalah hakikat batiniyah bukan hati dalam pengertian fisik, tetapi hati adalah sebagai sumber cahaya bathiniyah, inspirasi, kreatifitas, dan belah kasih. Menurut Attirmidzi hati memiliki empat stasiun: dada, hati, hati lebih dalam, dan lubuk hati terdalam 3. Menurut Javad Nurbakhsy dalam bukunya “psychology of sufism4, ada tujuh tingkatan Spiritual hati dalam diri manusia, yaitu: dada/sanubari (shadr), hati (qalb), tempat kasih sayang makhluk (syaghat), tempat pandangan (musyahadah), tempat kasih sayang Allah (habbatu al-qalb), pusat hati (suwaida), dan pusat hati yang paling dalam (mahjatu al-qalb). Baiklah kita mulai tingkatan hati yang pertama, disebut dengan dada atau sanubari (shadr) dapat juga dikatakan hati terluar. Karena terletak diantara qalb dan diri rendah (hawa nafsu) yang membentuk garis pembatas antara nafsu dan hati. Dada adalah wilayah bertemunya dua kekutan positif dan negatif dalam diri manusia, jika kekuatan positif lebih kuat maka dada dipenuhi oleh cahaya dan berada di bawah pengaruh jiwa Ilahiyah yang terletak di lubb. Sebagaimana yang ditunjukan dalam Alquran: “ apakah orang-orang yang dibukakan dadanya oleh Allah untuk menerima agama Islam, lalu ia mendapatkan cahaya dari tuhannya……5. Disisi lain jika katrakter negatif, seperti dengki, shahwat, dan kesombongan, atau kedukaan, penderitaan, tragedi yang berlangsung dalam waktu yang lama, maka dada akan diselimuti kegelapan. Hati akan mengeras, cahaya batiniah stasiun hati yang lainnya menjadi redup. Jadi apabila seseorang menemukan dirinya terhalang dari cahaya Islam, maka kegelapan
3
Analisis mengenai 4 station hati ini didasari oleh karya al-Tirmidzi, seorang guru sufi yang hidup pada abad ke-8. istilah bahasa Arabnya adalah Shadr (dada), qalb (hati), fu’ad (hati yang paling dalam), lubb (lubuk hati terdalam), lihat catatan kaki Robert Frager, opcit, hlm. 310 4 Lavad Nurbakhsyi; Psyichology of Sufsism, terjemah Arief Rahmat, fajar pustaka baru Yogyakarta, 2000, cetakan ke-2 5 QS. Al-Zumar [39]:22
dan kekafiran-lah yang didapatkan, sebagaimana dalam ayat: “akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran6. Inilah tempat godaan dan hasutan nafsu, yang membisikan kejahatan kedalam dada manusia 7. Sadr dapat menjadi bersih dari godaan hasrat dan keinginan nafs tirani yang memerintah kepada kejahatan, melalui ketulusan, kesabaran, wirid, zikir serta amalan-amalan spiritual lainnya. Jikalau, kecenderungan negatif yang ada pada diri kita, kita abaikan melalui amalan ini, maka cahaya hati semakin bersinar, dan proses pembersihan terus-menerus berlangsung. Usaha dan daya untuk pencucian hati ini sepenuhnya dicapai hanya melalui bantuan Tuhan. Al-qur’an menegaskan : “Tuhan hendak menguji apa yang ada dalam dadamu dan menyucikan apa yang ada di dalam hatimu”8. Kedua, Qalb (hati itu sendiri) adalah sumber segala keyakinan dan Tuhanlah yang menanamkan keimanan ke dalam hati manusia. Hati ini juga merupakan cahaya akal, sumber dasar-dasar pengetahuan, al-Qur’an berkata: “dan apakah mereka tidak mempunyai hati yang dengannya mereka apat memahami9. Javad Nurbakhsy mengibaratkan posisi qalbu (hati) laksana warna putih yang terdapat pada bagian berwarna gelap pupil mata (dada sanubari). Cahaya putih adalah tempat cahaya kekhidmatan, kekhususuan, kesucian, kasih sayang, keridhaan, keyakinanan rasa takut kepada Allah, harapan, kesabaran dan kebahagiaan10. Ketiga, Fu’ad (hati lebih dalam) adalah tempat penglihatan batiniah dan inti cahaya ma’rifat. Ma’rifat, berarti “kearifan Batinah” atau “pengetahuan hakikat spiritual. Qalbu dan Fu’ad satu sama lain saling berkaitan erat. Hati mengetahui, sedangkan hati lebih dalam melihat; keduanya saling melengkapi seperti halnya pengetahuan dan penglihatan. Jika pengetahuan dan penglihatan dipadukan, maka yang gaib menjadi nyata dan keyakinan semakin menguat11. Yang dimaksud dengan pengetahuan dan penglihatan yang menyatu dalam qalbu dan fu’ad adalah pengetahuan dan penglihatan sejati, yaitu pengetahuan dan penglihatan batiniah yang melahirkan “kearifan sejati”. Hatinya tidak pernah mendustakan apa yang telah dilihatnya, maka ia meningkat pada stasiun lubb (lubuk hati terdalam). Keempat, Lubb. Lubb adalah hatinya hati, bermakana “inti” dan “pemahaman batiniah”, Javad Nurbakhsy menyebutnya mahjatu al-qalb (pusat hati yang paling dalam), ia merupakan sumber cahaya sifat-sifat ketuhanan (uluhiyah), hati dalam arti sebenarnya sebagai tempat pandangan (mukasyafah) dan tempat penyaksian Allah (musyahadah), ia merupakan segenap cahaya hati lainnya yang didasari oleh cahaya kesatuan, cahaya keunikan dari lubuk hati terdalam12. Lubb dalam pengertian “Pemahaman Batiniah” berbeda dengan pemahaman yang ditimbulkan oleh kecerdasan (akal). Pemahaman 6
QS. al-Nahl [16]: 106 QS. An-Nas [114] : 5 8 QS. Al-Baqarah [2]:154 9 QS. Al-Hajji [22]: 46 10 Javad Nurbakhsy, ibid, hlm.191 11 Robert Frazier, op cit hlm. 27 12 Javad Nurbakhsy, op cit, hlm. 196 7
batiniah laksana sinar matahari, melampaui kecerdasan akal yang bagaikan cahaya lampu. Cahaya dari lubb bersifat konstan dan datang langsung dari Allah. Sedangkan akal bersifat beragam tingkatan, ia berubah seiring dengan berjalannya waktu, baik melalui pengalaman maupun pengkajian. Akal seorang arif adalah akal batiniah yang mendalam dari hatinya hati. Pengetahuan batiniah dari lubuk hati terdalam akan dicapai oleh mereka yang melewati proses transformasi batiniah yang mendalam dan akhirnya mampu menyingkap tabir yang menyelubungi cahaya tersebut. Orang yang memperoleh pemahaman batiniah, “Allah akan menganugerahkan kearifan kepada siapa yang Ia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi kearifan itu, ia benar-benar telah diberikan karunia yang banyak. Dan orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran13. Keempat lapisan ini saling bersusunan bagaikan sekumpulan lingkaran. Sadr adalah lingkaran terluarnya, ia adalah inti dari tindakan, ia tempat interaksi antara kepribadian dan alam spiritual kita. Qalb adalah lapisan kedua, ia tempat pengetahuan yang lebih mendalam dan keimanan terhadap ajaran Spiritual dan keagamaan yang murni. Tempat kesadaran akan kehadiran Tuhan yang mengarahkan kita kepada transformasi pemikiran dan tindakan. Fu’ad (lapisan hati lebih dalam) mewadahi cahaya ma’rifat atau pengetahuan akan kebenaran spiritual. Lapisan terakhir, lubb, mewadahi dua cahaya: cahaya kesatuan dan cahaya keunikan. Konsep Ruh Ruh menurut Javad Nurbakhsyi adalah jiwa manusia yang telah meninggalkan tingkat spiritual hati dan naik ke alam kehidupan yang lebih tinggi14. Allah berfirman: “Telah kusempurnakan kejadiaannya (Adam) dan kutiupkan ke dalamnya roh-Ku15. Jiwa meerupakan gerbang terbesar kepada Tuhan, yang dengan melewatinya seseorang dapat dibawa ke kerajaan tertinggi, namun jiwa juga mempunyai suatu bagian tertentu dari seluruh gerbanggerbang neraka. Jiwa merupakan pembagi yang berada diantara dunia ini dan dunia lain. Karena ia merupakan bentuk dari tiap potensi dalam dunia ini dan materi dari setiap bentuk dunia lain. Maka jiwa merupakan pertemuan antara dua lautan. Yakni lautan jasmaniah dan ruhaniah16. Sangat menarik dikemukkan tentang klasifikasi jiwa menurut Robert Frager17 yang menurut tradisi sufi, kita memiliki tingkat evolusi yang berbeda, yaitu: Ruh maddani, ruh nabati, ruh haywani, ruh nafsani, ruh insani, ruh sirr dan ruh sirr al-asrar. Posisi ruh membentuk diri dalam kehidupan manusia berada di dalam hati. Ruh adalah lapisan hati yang menikmati titik pandang cahaya-cahaya Allah, yang pada bagian ruh itu, Allah memperlihatkan perwujudan-Nya tanpa tabir penutup. Tingkat 13
QS. Al-Hujurat [49]:7 Javad Nurbakhsy, ibid, hlm. 214, 15 QS. 15:29. 16 Mulla Shadra, ibid, hlm. 196 17 Pengarang buku: Hearth and Soul The Psychology of Growth Balance, and Harmony, seorang syeikh dan profesor psikologi pada Insitute of Transpersonal Psychology California. Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia oleh Hasmiyah Rouf dengan judul Psikologi Sufi untuk Trasformasi, Serambi, Jakarta, 2002. 14
evolusi perkembangan ruh yang sempurna ini dihiasi dengan sifatsifat ketuhanan dan untuk mencapai ruh yang dapat dihiasi dengan sifat dan asma-Nya itu, tidak mungkin diperoleh tanpa “tazkiyah al-nafs”18. Abu Hafsh Al-Suhrawardi dalam karyanya, ‘Awarif AlMa’arif, menyebutkan bahwa ruh adalah latha’if dalam kalbu yang berkenaan dengan berbagai kualitas dan sifat baik19. Ringkasnya, tema pendakian spiritual model inilah kiranya yang dapat kita singkapkan, jika kita masuk ke dalam rumusan-rumusan teoritis sufisme (konsep dasar psikologi sufi). Maka dalam konteks ini tergambar secara jelas bahwa pembicaraan tentang pengalaman mistik/spiritual yang sejati itu secara niscaya berkaitan dengan tema pendakian tingkat-tingkat struktur keruhanian manusia. ini.
18
Javad Nurbakhsyi, Op.Cit., hlm. 217 Shigeru Kamada, Op.Cit., hlm. 75, disadur dari karya Suhrawardi, “awarif Al-Ma’arif, (Al-Qahirah, 1358 H/1937M), hlm. 315.
19