KISAH LUT DALAM AL-QUR’AN (Pendekatan Semiotika Roland Barthes)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S Th.I)
Disusun Oleh:
ULUMMUDIN NIM: 09530030
JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN, STUDI AGAMA DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALI JAGA YOGYAKARTA 2013 i
MOTTO
“Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda”1
1
Al-
(15): 75
HALAMAN PERSEMBAHAN
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, bersumber dari pedoman Arab-Latin yang diangkat dari Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543 b/U/1987, selengkapnya adalah sebagai berikut : 1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab, yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam tulisan transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf, sebagian dengan tanda, dan sebagian dengan huruf dan tanda sekaligus, sebagai berikut : Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
alif
Tidak dilambangkan
Tidak dilambangkan
ba’
Be
ta’
Te
sa
es (dengan titik di atas)
jim
Je
ha
Ha (dengan titik di bawah)
kha
ka dan ha
dal
De
zal
zet (dengan titik di atas)
ra
Er
vii
zai
Zet
sin
Es
syin
es dan ye
sad
Es (dengan titik di bawah)
dad
De (dengan titik di bawah)
ta
Te (dengan titik dibawah)
za
zet (dengan titik di bawah)
‘ain
koma terbalik (di atas)
ghain
Ge
fa
Ef
qaf
Qi
kaf
Ka
lam
El
mim
Em
nun
En
wau
We
ha
Ha
hamzah
Apostrof
ya’
Ya
viii
2. Vokal a. Vokal tunggal : Tanda Vokal
Nama
Huruf Latin
Nama
Fathah
A
A
Kasrah
I
I
Dammah
U
U
Nama
Huruf Latin
Nama
Fathah dan ya
Ai
a-i
Fathah dan Wau
Au
a-u
b. Vokal Rangkap : Tanda
Contoh : !"# ----
$ %& -----
c. Vokal Panjang (maddah) Tanda
'
Nama
Huruf Latin
Nama
Fathah dan alif
A
A dengan garis di atas
Fathah dan ya
A
A dengan garis di atas
Kasrah dan ya
I
I dengan garis di atas
Dammah dan wau
U
U dengan garis di atas
Contoh :
ix
$$ () ---+, ----
$*") ----
! $
%-. ----
3. Ta marbutah a. Transliterasi
"
# $
hidup adalah "t".
b. Transliterasi
"
# $
mati adalah "h".
c. Jika
"
("al-/),
# $ dan
diikuti kata yang menggunakan kata sandang $ / /$
bacaannya
terpisah,
maka
"
# $
tersebut
ditransliterasikan dengan "h". Contoh : (012 $34
-------
% $
$5 %678 $36.978 $$ ------- &
, atau
%' $ &
3:;1 ------------
$
%
' ((
& $ , atau &
%'
' ((
$ atau
4. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydid) Transliterasi ) %%
atau $ ) % % dilambangkan dengan huruf yang sama,
baik ketika berada di awal atau di akhir kata . Contoh : <= ------ ' ** >?8 ------- 5. Kata Sandang " " Kata sandang $ / / ditransliterasikan dengan "al" diikuti dengan tanda penghubung "-", baik ketika bertemu dengan huruf qamariyyah maupun huruf syamsiyyah.
x
Contoh : @;-8 -------- al-qalamu A7B8 ------ al-syamsu 6. Huruf Kapital Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan sebagainya seperti ketentuan dalam EYD. Awal kata sandang pada nama diri tidak ditulis dengan huruf kapital, kecuali jika terletak pada permulaan kalimat. Contoh : %C 2 $97:,(, -----Wa ma
!! % ' illa )
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt yang telah menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia. Salawat dan salamnya semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita semua Nabi Muhammad saw, keluarganya, para sahabatnya, serta pengikut-pengikut beliau yang senantiasa mengikuti sunnahnya. Nabi selalu menjadi pelita di saat kegelapan menyelimuti umat manusia. Semoga cahayanya menjadi syafaat di akhirat nanti. Walaupun menghadapi banyak rintangan, akhirnya skripsi yang berjudul “Kisah Lut dalam al-Qur’an (Pendekatan Semiotika Roland Barthes)” dapat terselesaikan. Penulis sepenuhnya sadar bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. H. Musa Asyari selaku pemimpin tertinggi universitas tempat penulis menimba ilmu. 2. Dekan FUSAP UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Syaifan Nur, M.A. beserta jajarannya. 3. Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Tafsir dan Hadis FUSAP UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Suryadi, M.Ag. dan Dr. Ahmad Baidowi, M.Si yang telah memperlancar akademik penulis.
4. Adib Sofia, S.S, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik sekaligus pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan dan masukanmasukan dalam berbagai hal serta motivasi yang telah diberikan. 5. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Tafsir Hadis. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan. Semoga ilmu itu menjadi amal ibadah yang dapat menjadi syafaat di akhir nanti. 6. Guru-guru penulis. Tanpa mereka tidak mungkin penulis dapat berdiri pada titik ini. 7. Teman-teman TH’09, pemberi warna dalam kehidupan penulis. 8. Teman-teman KKN Banjaroya 3, yang selalu memberikan keceriaan. Terima kasih atas kekompakannya. 9. Putra
Karawang
(Deden
Syehabuddin).
Terima
kasih
atas
kebersamaannya. Kamu adalah sahabat sekaligus saudaraku kawan, sedih dan bahagia di rantau orang telah kita lalui bersama. Ingat, mimpi kita yang selalu kita sharekan. Inilah saatnya kita wujudkan. Aku tunggu kau di belahan bumi lain selain Indonesia. 10. Aji, Fikri, Zovi, Ni’am, Muhari. Unforgetable perjuangan kita untuk mencapai tanah tertinggi di Pulau Jawa serta petualangan-petualangan lain menyusuri tempat-tempat eksotis. 11. Ibrahim dan Basyir. Aku akan ingat betapa ketatnya persaingan kita dalam permainan catur dan kebiasaan mengisi TTS. Tidak lupa juga kepada Sukri. Suatu saat aku pasti berkunjung ke negeri Sumbawa yang katanya elok.
12. Anak-anak Texaz Dormitory, Hood (Terima kasih atas curhatannya), Ridwan (Belajar yang sungguh-sungguh), Fadly (Aku percaya bahasa Inggrismu bagus), Imam (Semoga pelayarannya sukses), Zaenul (Aku harap kamu tetap istiqamah), Firhat (Teruskan kebijaksanaannya), Abi (Siap jadi guide ke Karimun Jawa), Stevan (Semoga diterima di Holland Cruise), Jiro (Cepat selesaikan On Job Trainingnya biar cepat mendapatkan dolar), dan yang terakhir Putra Karawang (Semoga kita mendapatkan room of paradise yang nyata).
Terima kasih atas
keceriannya. Kalian adalah keluargaku. Skripsi ini tentu masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, hanya kepada Allah swt penulis berharap dan berdoa semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun para pembaca, serta dapat memberikan sumbangan bagi khazanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu tafsir.
Yogyakarta, 12 Februari 2013 Penulis
Ulummudin 09530030
ABSTRAK Kisah Lut dalam al-Qur’an merupakan kisah yang perlu dikaji karena kisah ini memiliki kode-kode yang perlu dipecahkan. Kode-kode tersebut seperti kode aksi yakni Lut melakukan dakwah terhadap kaumnya. Selain itu, dalam kisah Lut terdapat banyak pengulangan peristiwa, tetapi dengan struktur yang berbeda. Isteri Lut diceritakan berkali-kali dalam al-Qur’an sebagai orang yang akan dibinasakan, padahal dia isteri seorang Nabi. Fakta-fakta tersebut tidak cukup dianalisis hanya berhenti pada tatanan bahasa. Fakta-fakta tersebut akan lebih terlihat pesannya jika dikaji melalui analisis mitis agar terungkap makna konotasi atau signifikansinya. Oleh karena itu, kisah Lut ini sangat tepat apabila dikaji dengan menggunakan semiotika. Semiotika juga digunakan sebagai salah satu metode kritik sastra tak terkecuali semiotika Roland Barthes. Barthes pernah mengaplikasikan semiotiknya untuk menganalisis teks sastra atau keagamaan. Akan tetapi, ia berhenti pada tahapan analisis struktural teks dengan mengidentifikasi kode-kode yang dikandung teks. Metode ini pernah ia aplikasikan pada novel Sarrasine dan Kitab Kejadian 32: 23-33. Walaupun demikian, semiotika Barthes terutama tatanan keduanya sangat relevan untuk dijadikan alat analisis teks sastra sebagai penyempurna metode struktural murni. Kode-kode yang terdapat dalam teks diberi pemaknaan lebih jauh sesuai interpretasi pembaca untuk diungkap signifikansinya. Signifikansi ini akan menjadi pesan yang berlaku universal. Penulis membagi kisah Lut menjadi empat fragmen. Pertama, prolog kisah Lut. Kedua, dakwah Lut terhadap kaumnya yang terdiri dari dua aksi yakni dakwah Lut terhadap kaum dan respons kaum terhadap dakwah Lut. Ketiga, Lut kedatangan tamu yang mempunyai satu segmen yakni para utusan membawa kabar untuk Lut. Keempat, azab dan balasan terhadap kaum Lut yang terdiri dari dua segmen yakni Lut dan pengikutnya selamat kecuali isterinya dan kaum Lut dihancurkan. Setiap fragmen dianalisis melalui metode struktural untuk mendapatkan makna objektif dari teks tersebut. Pada tahap ini konversi bahasa sangat berperan. Teks dimaknai hanya sebatas apa yang diinformasikan dalam struktur teks. Selanjutnya, teks yang sudah mendapatkan arti dianalisis secara mitis dengan memperhatikan konvensi sastra dan kode-kode yang terdapat dalam teks untuk menggali makna atau signifikansi. Berdasarkan analisis ini, kisah Lut mempunyai beberapa signifikansi di antaranya sikap peduli terhadap lingkungan, aspirasi rakyat jelata, kewajiban terhadap tamu, sifat kepemimpinan, menolak intervensi keluarga, dan pembuktian janji Allah. Selain itu, kisah Lut juga mengajarkan nilai-nilai positif yakni dakwah, etika, pantang menyerah dan berani menghadapi rintangan, serta kemampuan memproteksi diri.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i SURAT PERNYATAAN ............................................................................. ii NOTA DINAS .............................................................................................. iii SURAT PENGESAHAN ............................................................................ iv MOTO .......................................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................ vii KATA PENGANTAR ................................................................................. xii ABSTRAK ................................................................................................... xv DAFTAR ISI ................................................................................................ xvi BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................. 10 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................... 11 D. Telaah Pustaka ...................................................................... 11 E. Metode Penelitian ................................................................. 14 F. Sistematika Pembahasan ....................................................... 16 BAB II : SEMIOTIKA ROLAND BARTHES ....................................................18
A. Prinsip-prinsip Semiotika ...................................................... 18 B. Konsep Dasar Semiotika ....................................................... 20 C. Metode Semiotika Roland Barthes dalam Struktur Kisah .... 22 D. Semiotika dan Struktur Kisah dalam al-Qur’an .................... 31
BAB III : PEMBACAAN HEURISTIK TERHADAP KISAH LUT DALAM AL-QUR’AN ............................................................. 34 A. Pemotongan Teks Cerita ....................................................... 35 1. Prolog Kisah Lut ............................................................. 37 2. Fragmen I (Dakwah Lut terhadap Kaum) ....................... 40 3. Fragmen II (Lut Kedatangan Utusan-Utusan Allah) ....... 59 4. Fragmen III (Azab dan Balasan terhadap Kaum) ........... 72 a. Lut dan Pengikutnya Selamat Kecuali Isterinya ....... 73 b. Kaum Dihancurkan ................................................... 76 B. Fakta-Fakta Cerita ................................................................. 80 1. Plot/Alur Kisah ............................................................... 81 2. Tokoh dan Penokohan ..................................................... 87 3. Latar atau Setting ............................................................. 92 C. Intertekstualitas ..................................................................... 94 1. Alur ................................................................................. 99 2. Tokoh .............................................................................. 107 3. Latar ................................................................................ 108 4. Gaya Pengungkapan Kisah ............................................. 109 BAB IV : PEMBACAAN RETROAKTIF TERHADAP KISAH LUT DALAM AL-QUR’AN .................................................... 112 A. Ideologi Besar di Balik Kisah Lut ......................................... 113 B. Ideologi Setiap Fragmen ....................................................... 117 1. Fragmen I (Dakwah Lut terhadap Kaum) ....................... 118 2. Fragmen II (Lut Kedatangan Utusan-Utusan Allah) ....... 124 3. Fragmen III (Azab dan Balasan terhadap Kaum) ........... 127 C. Nilai-Nilai Positif dalam Kisah Lut ...................................... 132 1. Dakwah ........................................................................... 132 2. Etika ................................................................................ 134 3. Pantang Menyerah dan Berani Menghadapi Rintangan ... 134 4. Kemampuan Memproteksi Diri ...................................... 135
BAB V : PENUTUP .................................................................................... 138 A. Kesimpulan ........................................................................... 138 B. Saran ...................................................................................... 140 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 142 CURRICULUM VITAE LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an merupakan pedoman dan kitab suci bagi umat Islam. Di dalamnya terdapat banyak pelajaran dan hikmah untuk diamalkan. Al-Qur’an merupakan salah satu bukti risalah kenabian Muhammad saw. Al-Qur’an hadir di tengah masyarakat untuk membimbing manusia ke arah jalan yang benar. Untuk menjadi sebuah kitab petunjuk, al-Qur’an membutuhkan penjelasan manusia, salah satunya melalui kajian tafsir. Dengan kajian tafsir, petunjuk yang terkandung dalam al-Qur’an akan semakin jelas. Menurut ahli sejarah, al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad pada masa bangsa Arab telah mencapai puncak kemajuan dalam bidang kesusastraan. Ia menjadi mukjizat terbesar yang diturunkan dengan menggunakan susunan bahasa yang sangat tinggi nilai kesusastraannya.1 Dalam konteks ini al-Qur’an diturunkan untuk menandingi karya sastra orang Arab jahiliyah yang merasa bangga dengan karyanya. Mereka ditantang untuk membuat hal yang serupa dengan al-Qur’an dalam hal gaya bahasa dan retorikanya, tetapi mereka tidak ada yang mampu. Ini merupakan suatu bukti bahwa al-Qur’an adalah mukjizat sekaligus membuktikan kerasulan Muhammad.2
1
Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1991), hlm. 15. 2
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Mudzakir (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), hlm. 12.
Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Quraish Shihab mengenai mukjizat. Untuk dapat dikatakan sebuah mukjizat harus ada unsur-unsur yang menyertainya. Pertama, peristiwa yang luar biasa, maksudnya sesuatu yang di luar jangkauan sebab dan akibat yang diketahui secara umum hukum-hukumnya. Kedua, terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi. Ketiga, mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Keempat, tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.3 Demikian pula, al-Qur’an tepat sekali dikatakan sebagai sebuah mukjizat karena memang ada unsur yang menyertainya. Al-Qur’an pada mulanya hanya sebuah risalah yang jauh dari jangkauan kesadaran manusia. Akan tetapi, ketika al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad, ia bersentuhan dengan nalar manusia. Al-Qur’an mulai melibatkan struktur bahasa dan kultur manusia yang pada akhirnya termanifestasikan menjadi sebuah teks atau nash.4 Oleh karena itu, al-Qur’an pada wilayah ini telah terbakukan dalam sebuah teks yang mempunyai aturan-aturan tersendiri sesuai dengan kaidah bahasa tersebut. Hal ini membuka peluang untuk memahami alQur’an melalui analisis teks sebagai objeknya. Ada hal yang ingin disampaikan terkait dengan judul yang diangkat. Penulis tertarik terhadap kajian tafsir kontemporer yang memberikan alternatif penafsiran. Pada tahap ini terjadi variasi metodologi yang ditawarkan untuk menafsirkan alQur’an. Menurut Jansen, secara garis besar tafsir modern dapat dibagi menjadi
3
Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 2007), hlm.26. 4
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an: Kritik terhadap Ulum al-Qur’an, terj. Khoiron Nahdiyyin (Yogyakarta: LkiS, 2001), hlm. 69.
tiga kelompok. Pertama, tafsir yang dipenuhi pengadopsian temuan-temuan keilmuan mutakhir seperti tafsir yang bercorak ilmi. Kedua, tafsir yang menggunakan analisis linguistik dan filologi. Ketiga, tafsir yang bersinggungan dengan persoalan-persoalan keseharian umat.5 Sebetulnya embrio tafsir modern adalah tafsir yang diprakarsai oleh Muhammad Abduh. Dalam karyanya tafsir al-Manar ia memberi nuansa tafsir yang rasional. Hal ini dilatarbelakangi oleh kesadaran beliau yang ingin menempatkan al-Qur’an benar-benar sebagai petunjuk dan komitmen beliau untuk lebih menghargai akal. Tongkat estafet pemikiran ini dilanjutkan oleh Rasyid Ridha yang melanjutkan penulisan tafsir al-Manar dengan nuansa yang sama yakni memberi ruang yang besar untuk kerja akal. Abduh sangat sedikit sekali memberi perhatian terhadap gramatika dalam penafsirannya. Menurut Jansen, penafsiran Abduh terkesan “anti filologi” yakni tidak menempuh tafsir kata per kata seperti pekerjaan seorang literer. Selanjutnya, ada seorang sarjana yang berhasil menjembatani dilematika antara filologi dan pengetahuan, yaitu Amin al-Khuli. Ia mengembangkan suatu teori mengenai hubungan filologi dan penafsiran al-Qur’an.6 Teori tersebut kemudian dikenal dengan istilah metode sastra dalam menafsirkan al-Qur’an. Dari
pengembangan
itu,
metode
penafsiran
al-Qur’an
mengalami
perkembangan yang signifikan. Seiring dengan banyaknya cendekiawan muslim yang belajar ke Barat mereka bersinggungan dengan metode penafsiran yang
5
Moh. Nur Khalis Setiawan dalam J. J. G. Jansen, Diskursus Tafsir Al-Qur’an Modern, terj. Hairussalim dan Syarif Hidayatullah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), hlm. xiii. 6
J. J. G. Jansen, Diskursus Tafsir Al-Qur’an Modern, hlm. 105.
berkembang di dunia Barat. Pada akhirnya metode tersebut dicoba untuk diaplikasikan untuk menafsirkan al-Qur’an. Mereka yang menawarkan konsep dan metode baru dalam menafsirkan al-Qur’an dikenal dengan istilah pemikir Islam kontemporer seperti Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Hasan Hanafi, dan lain-lain. Mereka semua menawarkan metode alternatif untuk menafsirkan alQur’an seperti hermeneutika. Dalam posisi ini hermeneutika menjadi pintu masuk metode-metode lain seperti strukturalisme, reader-responsse criticims, dekonstruksi, dan semiotika. Metode tersebut dicoba untuk diaplikasikan dalam menafsirkan al-Qur’an. Metode tersebut merupakan bagian dari hermeneutika yang beraliran subjektivis. Aliran ini lebih menekankan pada peran pembaca atau penafsir dalam menentukan makna teks atau objek-objek penafsiran lainnya.7 Penelitian ini memfokuskan kajian terhadap kisah dalam al-Qur’an. Salah satu alasannya karena kisah dalam al-Qur’an digunakan sebagai salah satu senjata untuk berdebat, berdialog, menyampaikan berita gembira, mengancam, dan sekaligus menjelaskan dasar-dasar dakwah Islam.8 Dengan demikian, di dalam kisah terdapat maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh al-Qur’an. Pada tahap ini, kisah dijadikan sebagai media atau cara tidak langsung untuk menjelaskan maksud dan tujuan tersebut. Hal ini karena kisah dapat merangsang pembaca untuk terus mengikuti peristiwa dan pelakunya, apakah pembaca suka
7
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009), hlm. 26. 8
Muhammad A. Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah: Seni, Sastra, dan Moralitas dalam Kisah-Kisah al-Qur’an, terj. Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 15.
terhadap perbuatan-perbuatan tokoh tersebut atau tidak. Pengaruh kisah dapat menembus kalangan terpelajar maupun orang-orang biasa. Bagi sastrawan, kisah merupakan media yang baik9 untuk menyampaikan ajaran-ajaran yang hendak disampaikan. Di samping itu ada rasa ketidakpuasan terhadap hasil penafsiran yang menjadikan
kisah
sebagai
objeknya.
Kebanyakan
mereka
(mufassir)
menggunakan pendekatan sejarah dalam menafsirkan kisah-kisah dalam alQur’an. Padahal al-Qur’an sering menyembunyikan aspek-aspek sejarah dalam kisah-kisah yang ada dalam al-Qur’an seperti waktu dan tempat. Itu menandakan bahwa tujuan utama kisah dalam al-Qur’an bukan untuk digali sisi sejarahnya. Kisah juga sebagai bagian dari al-Qur’an merupakan sebuah narasi yang telah termanifestasikan dalam bentuk sistem bahasa. Sistem bahasa tersebut tersusun dari struktur-struktur kalimat yang membentuk teks. Teks dalam alQur’an mengandung unsur sastra yang tinggi, sehingga mempunyai nilai estetika yang patut untuk diapresiasi. Degan demikian, kisah dalam al-Qur’an selain mempunyai tujuan yang jelas juga disampaikan dengan menggunakan sastra tingkat tinggi. Demikian pula dengan objek kisah yang akan diangkat dalam penelitian yakni kisah Nabi Lut dalam al-Qur’an. Kisah ini terbentuk dari struktur-struktur yang membangun teks. Struktur tersebut berkaitan satu sama lain sehingga membentuk makna yang utuh. Analisis terhadap struktur teks perlu dilakukan untuk mengetahui darimana teks mempunyai makna. 9
A. Hanafi, Segi-segi Kesusastraan pada Kisah-kisah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 20-21.
Kisah Lut juga mengalami pengulangan dalam al-Qur’an. Apabila pengulangan tersebut dikumpulkan dalam suatu tema, yakni kisah Lut dalam alQur’an, maka kisah tersebut dapat terlihat layaknya seperti sebuah narasi cerpen yang mempunyai unsur-unsur sebuah karya fiksi seperti tema, tokoh, alur, dan lain sebagainya. Unsur-unsur tersebut perlu diuraikan agar fakta-fakta dalam cerita dapat terjelaskan secara sistematis. Dengan demikian, kisah Lut dalam alQur’an dapat diapresiasi sebagai sebuah cerita yang utuh. Kisah Lut selain patut untuk diapresiasi, kisah ini juga mempunyai tandatanda dalam struktur bahasa yang perlu dikaji lebih dalam. Kisah ini perlu diteliti karena dalam struktur bahasanya terdapat simbol-simbol dan kode-kode yang perlu diinterpretasikan. Simbol tersebut di antaranya adalah sosok Lut sendiri dan isterinya yang dinyatakan al-Qur’an secara berulang-ulang bahwa isteri Lut tidak termasuk ke dalam golongan yang selamat. Keterlibatan Ibrahim dalam kisah ini juga membawa peran yang harus diungkap. Kisah Lut juga mempunyai kode-kode yang membutuhkan interpretasi. Kode tersebut seperti kata
yang sama mengalami pengulangan beberapa
kali. Selain itu, terdapat kode aksi seperti perbuatan Lut yang melakukan dakwah terhadap kaum. Tanda-tanda tersebut perlu dikaji supaya konsep atau pesan di balik tanda-tanda tersebut dapat terungkap. Dengan demikian, kisah Lut dalam alQur’an selain dapat dinikmati sebagai sebuah cerita, ia juga dapat bermanfaat karena syarat akan nilai-nilai filosofis. Untuk membongkar struktur dan mengungkap makna di balik tanda-tanda dalam kisah Lut diperlukan suatu pendekatan yang concern dalam bidang
tersebut. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam pengkajian tanda-tanda adalah semiotika. Tanda memiliki dua komponen yakni penanda dan petanda. Dalam dunia semiotika, bahasa dianggap sebagai sebuah tanda yang memiliki kedua komponen tersebut.10 Penggunaan semiotika sebagai pendekatan untuk menganalisis teks sangatlah tepat. Hal ini disebabkan semiotika mengasumsikan struktur bahasa yang membangun teks dapat dianggap sebagai sebuah tanda. Dengan demikian, al-Qur’an termasuk juga teks kisah dapat menjadi lahan potensial bagi kajian semiotika. Struktur bahasa yang membangun al-Qur’an dapat dijadikan sebagai tanda. Kata, frase, kalimat, dan klausa yang membentuk ayat-ayat merupakan penanda. Sementara itu, petanda adalah konsep yang ada di balik penanda tersebut.11 Semiotika ini lahir dari madzhab strukturalisme-linguistik. Bagi madzhab ini, kitab suci tak ubahnya sebagai karya literatur yang hadir apa adanya dan satusatunya jalan untuk memahami adalah dengan melakukan analisis struktur dan sistem tanda yang ada. Di situlah teks kitab suci berdiri secara otonom menampilkan dirinya melalui jaringan sistem tanda sehingga memungkinkan pembaca mengajak dialog dengannya. Di sini posisi kitab suci beralih menjadi sebuah dokumen yang pasif dan menunggu kehadiran pembaca yang akan
Ahmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 88. Ali Imran, Semiotika al-Qur’an: Metode dan Aplikasi terhadap Kisah Yusuf (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 41.
merespons dan menafsirkannya. Pada tahap ini semiologi atau semiotika menjadi satu-satunya ilmu yang penting untuk mendekati teks kitab suci.12 Penggunaan semiotika dalam studi teks mempunyai kelebihan. Hal ini karena pendekatan semiotik memandang suatu teks sebagai keseluruhan dan sebagai suatu sistem dari hubungan-hubungan intern. Pendekatan tersebut memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari suatu teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan. Kelebihan lain adalah bahwa analisis semiotik membuat kita mendekati teks tanpa interpretasi tertentu sebelumnya.13 Di atas telah disebutkan bahwa semiotika lahir dari linguistik-strukturalis. Ilmu linguistik modern mempunyai seorang bapak yakni Ferdinand de Saussure. Menurut Aart van Zoest, setidaknya ada tiga aliran semiotika dari kubu Saussure. Pertama, semiotika komunikasi dengan tokohnya seperti Prieto, Buyssens, dan Mounin. Semiotika ini memperhatikan tanda-tanda yang mempunyai maksud yang dapat dipahami oleh si pengirim dan penerima seperti rambu-rambu lalu lintas. Kedua, semiotika konotasi dengan tokohnya Roland Barthes. Semiotika ini memperhatikan tanda-tanda tanpa maksud yang sering disampaikan pengirim tanpa disadarinya. Aliran ini berusaha mencari makna tingkat kedua yakni konotasi. Ketiga, semiotika ekspansionis dengan Julia Kristeva sebagai tokohnya.
12
Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. 116. 13
Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm. 195.
Semiotika ini bukan hanya menjadikan linguistik sebagai bahan dasarnya melainkan menggunakan juga psiko-analisanya Freud dan sosiologisnya Marxis.14 Penelitian ini menggunakan semiotika Roland Barthes sebagai pendekatan untuk menafsirkan kisah Lut dalam al-Qur’an. Salah satu ciri semiotika Barthes adalah adanya dua tatanan pertandaan yang disebut semiotik tingkat pertama dan tingkat kedua.15 Pada tingkat pertama yang bekerja adalah analisis bahasa, sehingga menghasilkan makna denotasi. Sementara itu, pada tingkat kedua yang bekerja adalah analisis mitis yang berusaha menemukan mitos atau signifikansi. Analisis tersebut akan menghasilkan makna yang disebut dengan makna konotasi. Setiap tingkat mempunyai pola tiga dimensi yakni penanda, petanda dan tanda. Tanda tingkat pertama menjadi fondasi untuk melakukan analisis pada tingkat kedua. Pada analisis tingkat kedua, semiotika Barthes memegang peranan penting. Pada semiotik tingkat kedua, peneliti berusaha mencari ideologi yang terletak pada petanda konotasi. Menemukan ideologi merupakan hal terpenting yang harus dilakukan oleh peneliti. Semiotika Barthes dianggap relevan karena Barthes memberi metode yang jelas dalam proses analisis struktural. Ia menggunakan analisis strukturalnya dalam kritik sastra atau teks. Teks tersebut berupa prosa fiksi maupun teks keagamaan
yang
menceritakan
tentang
sebuah
kisah.
Barthes
pernah
mengaplikasikan analisis strukturalnya untuk membongkar novel Sarrasine karya Balzac dan cerita Yakub dengan malaikat yang terdapat dalam Kitab Kejadian.
14
Aart van Zoest, Interpretasi dan Semiotika dalam Serba Serbi Semiotika, ed. Aart van Zoest dan Panuti Sudjiman (Jakarta: Pustaka Utama, 1996), hlm. 3. Roland Barthes, Mythologies (London: Vintage books, 1993), hlm. 115.
Oleh karena itu, dalam kajian tafsir, khususnya yang mengkaji tentang kisah dalam al-Qur’an, analisis ini sangat relevan karena menggunakan kisah atau cerita sebagai objek analisisnya. Tanda dan kode-kode yang terdapat dalam kisah Lut dalam al-Qur’an seperti kata
dan kode aksi Lut berdakwah tidak cukup hanya berhenti
pada analisis bahasa. Penggunaan analisis bahasa membiarkan teks berbicara pada dirinya sendirinya. Tanda dan kode-kode tersebut akan lebih kontekstual apabila dikaji dengan analisis mitis yang dikemukakan Barthes agar terungkap makna konotasi atau signifikansinya. Pada tahap ini, teks menjadi lebih dinamis dan menjalin komunikasi dengan pembaca. Oleh karena itu, kisah ini sangat tepat dikaji melalui pendekatan semiotika Roland Barthes. Di samping hal tersebut, penggunaan pendekatan semiotika dalam kajian teks keagamaan juga dirasa perlu. Hal ini dilakukan untuk meresponss krisis metodologi yang terjadi dalam studi keagamaan terutama bidang kajian penafsiran. Model pendekatan semiotika, khususnya semiotika Roland Barthes dapat menjadi alternatif untuk meresponss hal tersebut. Dengan cara seperti itu, teks al-Qur’an akan tetap dinamis karena dapat dipahami sesuai dengan konteksnya.
B. Rumusan Masalah Setelah latar belakang masalah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan dua masalah yang akan menjadi penelitian ini. Rumusan masalah itu adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur teks yang membangun kisah Lut? 2. Apa signifikansi yang dapat dipetik dari kisah Lut dalam al-Qur’an ketika dikaji melalui pendekatan semiotika Roland Barthes?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui struktur teks yang membangun kisah Lut. 2. Mengetahui signifikansi kisah Lut di dalam al-Qur’an apabila ditinjau dari perspektif semiotika Roland Barthes. Penelitian ini juga mempunyai kegunaan sebagai berikut : 1. Memperkaya perspektif dalam ranah kajian tafsir. 2. Sebagai bagian dari pengembangan ilmu tafsir atau ulumul Qur’an.
D. Telaah Pustaka Untuk menunjukkan orisinalitas penelitian ini diuraikan sejumlah pustaka yang memiliki kaitan dengan objek penelitian yang dikaji dan metode yang digunakan. Pustaka yang membahas dan menyinggung tentang kisah Lut dalam al-Qur’an di antaranya sebagai berikut. Pertama ialah buku karangan Ibnu Katsir yang berjudul Qisas al-Anbiya16. Buku ini menceritakan kisah para Nabi mulai dari Adam sampai Muhammad saw.
16
Ibnu Katsir, Qisas al-Anbiya (Beirut: Muassasat al Riyan, 2000).
Dalam buku ini, Ibnu Katsir banyak merujuk pada riwayat-riwayat sebelumnya seperti Ibnu Asakir. Pembahasannya juga terkesan menceritakan sebuah sejarah. Sementara itu, buku yang berjudul Kenabian dan Para Nabi17 yang dikarang oleh Muhammad Ali Ash Shabuni juga membahas kisah Nabi Lut. Dalam bukunya tersebut, Ash Shabuni menggolongkan Lut ke dalam pasal para rasul yang tidak termasuk ulul azmi. Ia juga menceritakan Lut berdasarkan ayat al-Qur’an. Kisah Lut dibagi menjadi beberapa sub bab yang penjelasannya sangat singkat. Buku lain yang menceritakan kisah Lut berdasarkan informasi al-Qur’an adalah buku yang berjudul Rangkaian Cerita dalam Al-Qur’an18 yang ditulis oleh Bey Arifin. Buku ini memuat cerita Nabi Lut hampir sama dengan buku-buku yang lain yakni menarasikan cerita Lut yang bersumber dari ayat al-Qur’an. Tidak ada penggalian makna yang diungkap dari kisah tersebut. Buku ini hanya menceritakan kisah-kisah. Ada sebuah skripsi di UIN Sunan Kalijaga juga menjadikan kisah Nabi Lut sebagai objeknya. Skripsi tersebut berjudul “Qishatu Lut wa Qoumihi Fi AlQur’an Al Karim (Dirasah Tahliliyah Bunyawiyah Levi-Strauss)”19 yang ditulis oleh Muhammad Sidiq Purnomo dari Fakultas Adab. Ia mencoba membongkar kisah Lut menggunakan pendekatan strukturalisme yang dikemukakan oleh LeviStrauss. 17
Muhammad Ali Ash Shabuny, Kenabian dan Para Nabi, terj. Arifin Jamian Maun (Surabaya: Bina Ilmu, 1993). 18
19
Bey Arifin, Rangkaian Cerita dalam Al-Qur’an (Bandung: Al Ma’arif, 1996).
Muhammad Sidiq Purnomo, “Qishatu Lut wa Qaumihi fi Al Qur’an Al Karim”, Skripsi Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2005.
Selain itu, skripsi yang ditulis oleh Luluil Makrunah dari Fakultas Ushuluddin dengan judul “Perilaku Homoseksual Kaum Lot/Lut dalam Al-Kitab dan Al-Qur’an”.20 Skripsi itu berusaha mengkomparasikan kisah Nabi Lut yang ada dalam al-Qur’an dan al-Kitab (Injil). Di sini dipetakan bentuk persamaan dan perbedaan yang terdapat dari kedua sumber tersebut. Adapun karya-karya yang membahas semiotika, khususnya semiotika Roland Barthes adalah buku karya Kurniawan yang berjudul Semiologi Roland Barthes.21 Buku ini menjelaskan pikiran-pikiran pokok semiotika Roland Barthes. Dalam bukunya tersebut, ia mencoba mengemukakan dan menjelaskan pemikiran Roland Barthes tentang retorika, ideologi, dan mitologi. Ada juga penelitian kisah yang secara spesifik menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes adalah skripsi yang ditulis oleh dua mahasiswa Fakultas Ushuluddin yakni Itsnan Hidayatullah yang berjudul “Kisah Musa dan Khidir dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi : 66-82 (Studi Kritis dengan Pendekatan Semiotika Roland Barthes)”22 dan skripsi yang berjudul “Kisah Nuh (Aplikasi Semiologi Roland Barthes dalam Al-Qur’an)”23 ditulis oleh Istiqomah. Keduaduanya memiliki kesamaan dengan penelitian penulis dalam hal pendekatan. Titik
20
Luluil Makrunah, “Perilaku Homoseksual Kaum Lot/Lut dalam Al-Kitab dan AlQur’an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2007. 21
Kurniawan, Semiologi Roland Barthes (Magelang: Indonesiatera, 2001).
22
Istnan Hidayatullah, “Kisah Musa dan Khidir dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 66-82 (Studi Kritis dengan Pendekatan Semiotika Roland Barthes)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2004. 23
Istiqomah, “Kisah Nuh (Aplikasi Semiologi Roland Barthes dalam al-Qur’an)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2011.
perbedaan penelitian penulis dengan kedua skripsi tersebut terletak pada objek material yang dikaji. Sejauh penelusuran yang terjangkau, belum ditemukan kajian-kajian yang membahas kisah Nabi Lut dalam al-Qur’an ditinjau dengan menggunakan semiotika Roland Barthes sebagai pendekatannya. Oleh karena itu, selain menunjukkan orisinalitas penelitian ini, telaah pustaka di atas dilakukan untuk menunjukkan urgensi penelitian ini.
E. Metode Penelitian Berdasarkan teori Roland Barthes yang diambil, metode penelitian ini dilakukan dengan menggunakan langkah sebagai berikut ; 1. Jenis data Penelitian ini termasuk Library Research (Penelitian Perpustakaan). Penelitian ini berusaha mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di perpustakaan seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan, dan lain-lain.24 2. Sumber data Ada dua hal yang perlu digarisbawahi dalam kajian ini yaitu kisah Lut dan Semiotika Roland Barthes. Sumber primer terkait dengan kisah Lut ini adalah alQur’an al-Karim. Sementara itu, sumber sekundernya adalah keterangan dari hadis-hadis, kitab-kitab tafsir, serta karya-karya lain yang membahas mengenai kisah Nabi Lut. 24
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 28.
Sumber primer terkait semiotika Roland Barthes adalah karya-karyanya seperti Element of Semiology, The Semiotic Challenge, Mytologies, dan ImageMusic-Text. Sumber sekundernya adalah buku-buku yang membahas dan menjelaskan semiotika Roland Barthes. Buku-buku tersebut antara lain Semiologi Roland Barthes yang ditulis oleh Kurniawan dan buku-buku lain yang memfokuskan atau menyinggung kajian semiotika Roland Barthes. 3. Langkah-langkah Metodis Berdasarkan teori Roland Barthes mengenai analisis struktural, langkah yang ditempuh memungkinkan adanya disposisi-disposisi operasi sebagai berikut; a. Mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara tentang kisah Lut dalam alQur’an; b. Mengklasifikasikan ayat-ayat berdasarkan kesamaan isi; c. Membagi kisah menjadi empat fragmen; d. Membongkar struktur kisah tiap-tiap fragmen dengan analisis struktural; 1) Kajian kebahasaan : penguraian, penafsiran, penilaian; 2) Alur atau plot; 3) Tokoh dan penokohan; 4) Latar atau setting; 5) Melakukan intertekstualitas. e. Pembacaan hermeneutik melalui analisis mitis. 1) Menemukan kode-kode dalam setiap fragmen;
2) Kode-kode tersebut dimaknai dengan memperhatikan korelasikorelasi
yang
berhasil
ditemukan
sehingga
menghasilkan
signifikansi.
F. Sistematika Pembahasan Bab I, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Pada bab ini dikemukakan berbagai alasan yang menjadi latar belakang diangkatnya tema ini. Penelitian ini harus dirumuskan agar tujuan maupun kegunaannya menjadi jelas. Penelaahan terhadap literatur-literatur yang sudah ada juga diperlukan untuk menjelaskan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Bab II, dalam bab ini dijelaskan pengertian semiotika dan secara khusus menjelaskan teori semiotika Roland Barthes dan hubungannya dengan Ulumul Qur’an. Teori semiotika Barthes mengharuskan adanya dua tatanan pertandaan. Semiotik tingkat pertama memandang ayat yang tersusun dari kata dan kalimat sebagai penanda. Sementara itu, petanda adalah konsep di balik ayat tersebut yang mampu tergali melalui semiotik tingkat kedua. Bab III, bab ini menjelaskan pengaplikasian metode semiotika Roland Barthes terhadap kisah Nabi Lut dalam al-Qur’an. Sebagai bagian dari tatanan pertama, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan analisis struktural pada kisah yang telah dijadikan beberapa fragmen. Selanjutnya, teks
dianalisis serta diinterpretasi dengan berdasarkan konvensi bahasa. Pada bab ini juga unsur-unsur struktur cerita dijelaskan seperti alur, tokoh, dan latar. Bab IV, merupakan semiotik tingkat kedua dalam istilah Barthes. Istilah pembacaannya disebut dengan retroaktif atau hermeneutik. Bagian ini juga merupakan inti dari semiotika Barthes yakni menemukan signifikansi atau mitos itu sendiri. Untuk mengungkap signifikansi tidak dapat dilepaskan dengan hasil analisis struktural. Analisis struktural menjadi tangga bagi analisis mitis untuk menggapai makna yang lebih tinggi. Bab V merupakan bagian akhir yang berupa kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang bisa disampaikan penulis berkaitan dengan penelitian. Pada kesimpulan ini signifikansi yang dicari dapat ditemukan. Signifikansi merupakan bukti bahwa teks dinamis dan dapat berkomunikasi dengan pembaca. Hal ini disebabkan signifikansi memuat nilai-nilai universal yang fundamental.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Al-Qur’an telah termanifestasikan dalam bungkusan bahasa yakni bahasa Arab. Dengan demikian, al-Qur’an dapat menjadi lahan potensial bagi kajian semiotika. Struktur bahasa yang membangun al-Qur’an dapat dijadikan sebagai tanda. Kata, frase, kalimat, dan klausa yang membentuk ayat-ayat merupakan penanda. Sementara itu, petanda adalah konsep yang ada di balik penanda tersebut. Di dalam kisah Lut terdapat banyak tanda. Tanda-tanda tersebut di antaranya Lut,
, Ibrahim, isteri Lut, dan kode-kode lain seperti kode aksi
Lut berdakwah kepada kaum dan respons kaum terhadap dakwah tersebut. Tandatanda beserta kode-kode tersebut dikaji melalui pendekatan semiotika Roland Barthes. Penggunaan semiotika Barthes menghasilkan dua tahap pembacaan. Pertama, pembacaan heuristik yang merupakan tatanan pertandaan pertama atau semiotik tingkat pertama. Pada tahapan ini yang bekerja adalah struktural murni. Kedua, pembacaan retroaktif yang merupakan semiotik tingkat kedua. Pada tahap ini struktural menjadi fondasi untuk menemukan makna konotasi atau signifikansi. Ranah ini merupakan inti dari semiotika. Pada tatanan pertama Lut melakukan dakwah kepada kaum disebabkan kaum melakukan homoseksual. Pada tatanan kedua, tanda itu dapat dipahami
sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Signifikansi yang dapat diambil adalah manusia harus peduli dan peka terhadap lingkungan sekitar. Lut mengetahui
bahwa
keburukan
yang
dilakukan
kaum
menciptakan
ketidakseimbangan yang akan menimbulkan kehancuran baik bagi diri maupun sosial atau masyarakat. Jadi, tokoh Lut dapat dipahami sebagai simbol rahmat atau kasih sayang Allah terhadap kaum. Keterlibatan tokoh Ibrahim dalam kisah ini juga mempunyai tanda. Pada tatanan pertama, Ibrahim melakukan diskusi dengan para malaikat tentang kaum Lut. Pada tatanan kedua, peran Ibrahim pada aksi tersebut memiliki simbol yakni sebagai konsultan yang bijaksana. Hal ini membawa pada sebuah signifikansi yakni apabila seseorang akan memutuskan perkara penting, maka sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu kepada orang yang dianggap kompeten. Hal ini dimaksudkan agar manusia dapat mengambil keputusan yang terbaik. Selain kedua signifikansi di atas masih banyak signifikansi yang dapat ditemukan pada kisah Lut ini. Signifikansi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tidak boleh menceritakan aib orang lain dan kalau pun menceritakan dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada pendengar agar jangan berbuat demikian tanpa menyebutkan pelaku keburukan; 2. Penguasa harus menjalankan aspirasi rakyat jelata; 3. Kewajiban terhadap tamu ; memuliakan, melindungi, dan menjaga kehormatan tamu 4. Sifat kepemimpinan; bertanggung jawab 5. Menyongsong masa depan;
6. Menolak intervensi keluarga; 7. Pendemonstrasian janji-Nya : kebenaran akan mengalahkan kejahatan dan keburukan akan membawa kehancuran. Pembacaan terhadap kisah Lut tidak hanya ditemukan signifikansi, tetapi juga ditemukan nilai-nilai positif. Nilai-nilai positif tersebut adalah nilai dakwah, etika, sikap pantang menyerah dan berani menghadapi tantangan, serta kemampuan memproteksi diri. Dengan demikian, penggunaan pendekatan semiotika Roland Barthes untuk menafsirkan kisah Lut dalam al-Qur’an mampu menggali makna tingkat kedua atau signifikansi. Makna ini bersifat universal dan berlaku di mana pun. Amanat yang ingin disampaikan al-Qur’an melalui kisah Lut dapat terjelaskan melalui pengungkapan kode-kode yang terdapat dalam struktur kisah.
B. Saran Semiotika Barthes banyak digunakan sebagai alat analisis iklan, pamflet, film, majalah dan teks-teks media lainnya. Hal ini dipahami sebab kemunculannya merupakan respons atas budaya-budaya borjuis di Prancis. Adapun objek material selain teks-teks media seperti teks sastra maupun keagamaan masih sangat jarang menggunakan pendekatan ini. Padahal, teks sastra dan teks keagamaan khususnya al-Qur’an dipenuhi banyak tanda seperti ayat-ayat yang sangat potensial untuk dikaji melalui pendekatan semiotika Roland Barthes. Di samping itu, pendekatan ini juga dapat menjadi alternatif metode dalam kajian tafsir yang sering terjebak dengan krisis metodologi.
Penelitian ini diharapkan menjadi stimulan bagi peneliti-peneliti di masa yang akan datang untuk menerapan pendekatan semiotika Roland Barthes dalam kajian tafsir. Pendekatan ini mampu menggali makna lebih dalam tanpa ada interpretasi sebelumnya. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi positif dalam khazanah ilmu pengetahuan khususnya tafsir. Akhir kata, semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, dkk. Analisis Wacana dari Linguistik Sampai Dekonstruksi. Yogyakarta: Kanal, 2002. Anwar, Rosihon. Ulum al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2008. Arifin, Bey. Rangkaian Cerita dalam Al-Qur’an. Bandung: Al Ma’arif, 1996. Barthes, Roland. Elements of Semiology. New York: Hill and Wang, 1973. _____________. Mythologies. London: Vintage books, 1993. _____________. The Semiotic Challenge. New York: Hill and Wang, 1988. _____________. Imaji-Musik-Teks, terj. Agustinus Hartono. Yogyakarta: Jalasutra, 2010. Berger, Arthur Asa. Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, terj. M. Dwi Marianto. Yogyakarta: Tiara Wicara, 2010. Budiman, Kris. Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonitas. Yogyakarta: Jalasutra, 2011. Charisma, Moh. Chadziq. Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1991. Hanafi, A. Segi-segi Kesusastraan pada Kisah-kisah al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984. Hidayat, Komarudin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik. Jakarta: Paramadina, 1996. Hidayatullah, Istnan, “Kisah Musa dan Khidir dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 66-82 (Studi Kritis dengan Pendekatan Semiotika Roland Barthes)”. Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2004. Huda, Nurul. Mudah Belajar Bahasa Arab. Jakarta: Amzah, 2011. Imran, Ali. Semiotika al-Qur’an: Metode dan Aplikasi terhadap Kisah Yusuf. Yogyakarta: Teras, 2011.
Istiqomah, “Kisah Nuh (Aplikasi Semiologi Roland Barthes dalam al-Qur’an)”. Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2011. Jansen, J. J. G. Diskursus Tafsir Al-Qur’an Modern, terj. Hairussalim dan Syarif Hidayatullah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997. Kaelan, Filsafat Bahasa, Semiotika, dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paramadina, 2009. Kamil, Sukron. Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern. Jakarta: Rajawali Press, 2009. Khalafullah, Muhammad A. Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah: Seni, Sastra, dan Moralitas dalam Kisah-Kisah al-Qur’an, terj. Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin. Jakarta: Paramadina, 2002. Katsir, Ibnu. Qisas al-Anbiya. Beirut: Muassasat al Riyan, 2000. Kurniawan, Semiologi Roland Barthes. Magelang: Indonesiatera, 2001. Makrunah, Luluil, “Perilaku Homoseksual Kaum Lot/Lut dalam Al-Kitab dan AlQur’an”. Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2007. Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Terjemah Tafsir al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk. Semarang: CV Toha Putra, 1989. Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Muzakki, Ahmad. Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama. Malang: UIN-Malang Press, 2007. Muzakki, Akhmad dan Syuhadak. Bahasa dan Sastra dalam al-Qur’an. Malang: UIN-Malang Press, 2006. Naskah, Tim Dapur. Penyakit AIDS. Bandung: CV. Amalia Book, 2001. al-Nuhas, Abi Ja’far Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ismail. Dar al-Kutub, 2004.
al-
. Beirut:
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.
Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan Hipersemiotika: Gaya, Kode, dan Matinya Makna. Bandung: Matahari, 2012. Pradopo, Rachmat Djoko. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media, 2002. Purnomo, Muhammad Sidiq, “Qishatu Lut wa Qaumihi fi Al Qur’an Al Karim”. Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2005. al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Mudzakir. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009. RI, Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: al-Jumanatul Ali, 2007. Sayuti, Suminto A. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media, 2000. Segers, Rien T. Evaluasi Teks Sastra, terj. Suminto A. Sayuti. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000. Asy Shabuny, Muhammad Ali. Kenabian dan Para Nabi, terj. Arifin Jamian Maun. Surabaya: Bina Ilmu, 1993. Shihab, Quraish. Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan, 2007. _____________. Tafsir al-Misbah: pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2002. al-Shikhaliy, Bahjat Abdul Wahid. I‘ wa bi
alal: . Beirut: Dar al-Fikr, 2006.
I‘
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006. Sofia, Adib dan Sugihastuti. Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam Layar Terkembang. Bandung: Katarsis, 2003. Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. Serba Serbi Semiotika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996. Suroto, Apresiasi Sastra Indonesia: Teori dan Bimbingan untuk SMTA. Jakarta: Erlangga, 1989. Syamsuddin, Sahiron. Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009.
ath-Tharawanah, Sulaiman. Rahasia Pilihan Kata dalam Al-Qur’an, terj. Agus Faishal Kariem dan Anis Maftukhin. Jakarta: Qisthi Press, 2004. TIM Indonesian Literal Translation, Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, terj. Indonesian Literal Translation. Jakarta: Yayasan Lentera Bangsa, 2008. Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra, 2009. Titscher, Stefan, dkk. Metode Analisis Teks dan Wacana, terj. Gazali, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Zaid, Nasr Hamid Abu. Tekstualitas Al-Qur’an: Kritik terhadap Ulum al-Qur’an, terj. Khoiron Nahdiyyin. Yogyakarta: LkiS, 2001. Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya: Karya Abditama, 1997.
CURRICULUM VITAE
Nama
: Ulummudin
Tempat/Tanggal Lahir
: Tasikmalaya, 12 Agustus 1990
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat Asal
: Kp. Cibengang, Ds. Jayamukti, Kec. Pancatengah, Kab.Tasikmalaya Jawa Barat
Alamat di Yogyakarta
: Jl. Sapen GK 1/569, Demangan Gondokusuman
Nama Ayah
: Ahmad Tajidin
Nama Ibu
: Salbiah
Pendidikan
:-
SD Negeri Kertawana (1998-2003)
-
SMP Negeri 4 Kota Tasikmalaya (2003-2006)
-
SMA Negeri 8 Kota Tasikmalaya (2006-2009)
-
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2009-2013)
Lampiran
Ayat-ayat tentang Kisah Lut dalam al-Qur’an No.
Surat: Ayat
Isi Ayat
# 1.
Al-A‘ (7): 80-84
"
!
&
%
% + & #
$
*
!(
)
(0 &
$
.#"$ %
/
" (
3 2
+ * &
.9 7#,-
:/ 8
45&6 1 '
B
2.
(11): 7483
+> +
>6$
@+ 5 *!,
/E8 .
+
*=>? % < <
$ *A&5
!,
( )&
!
<3 '0
;
4 & ( 23( !, #C6 -
0&5 *
(
" -+
$
+
-
'
45&6
<< ))0:( (" ' 4 & '
(
- 1*$ %'
(45 = 45&6
8 *5 7 + !
7 H01 2
'
4( F9
( G+
! & :; 8 %I & ";
5 ! 8 @0
'
J *9 :/
5!
'
34MB
@
' A 3 -*5 :O 77 #C
&
:'
@*
@ !, % ( @0
G-::
(
(0 (
< &
*
%
D
3.
(15): 59-77
D$
2 *9 I J*B
*
+ 5 8(
J& '0
$
< 2
D
-
#C
R @6 '
& H
? ( @(
@ Q :
D3
! 8 "
2
5!
D#
@&
S
% $A
2.#"$ %
>
#,K
D<
G-::
B (0 (
#I ' 0
H
%I &
% <
9'
D/ 8D "
8D "
# ;)'
8 "
@ P
0 '
*EP: +
& =
D)
Al-
*5
5
2
+ !
24M
@+ 5
!
?N 2
'0
:O $
, F
H8$ 3 0"4
/ +
$
*!,
)
6&
' % 2 *9
8 " & (
"KL(
@ 8 :/ 8
'% *
+
&
*H
D? -:
DD
U :T09 %I & $ DN 2
*=>?
:T
, $A V
#,
5 WB
3 *- -
Al-Anbiya’ (21): 74-75
$A
E"O9
'
<3
"
! 8, L4M
0A:
B 0"4
4.
<#
B(
$
8 I E 'X @ 6 :/ $ G (
5.
A:
+
( B
'0 5
:/ $
X #
8*J 8 $
2`
#DD
.548
* "M 5 :_( #D? & (" P
#D< ' !
#DN
& T #<#
%
*54
:L^
.
K #D/ 2
H
MM
a !9
" J4-
"
#D#
O5
"M 5 #D KS + &
$ " -
#D3 2
6 R
#<)
:L^
*(
0 '
P
8 KQ5 :/
#D
#D)
$ b
G @ B
<3
- !( H J[ -P
;
-N Al-Syu‘ara (26) : 160-175
B (
<<
\]
% 7
L@
'
YD4N KLE C" 'X @ 6 :/ $
<
(
I
&
%I &
(
*.Z
(0
<)
:; 8
:_&
.#"$ % :/ 0R . #
$ 4d* &
%
Ec+.Z #<
\] @K 5 $
8 I 4e U-
#<3
-
'X @ 6
#
*='VW
! 2
&f
+ $
6.
Al-Naml (27): 54-58
(
??
(.? "
4g
0
'
( 5!
#X
?3
+
%
% + & #
$
*
!(
?D
(0 &
?< 2.#"$ % ?
&f
)
+
*-1 %
al-‘ (29): 28-35
)N
7 + !
A:
8 < "
"8$
/ 2.
;
(
7
>"4 & 2 & (* > % + & + $ 0"4
.548
B
2
:/
7.
'
/# 2 B
Z
4
' Yh
:_( :^#%X P -
!0&6
$ (& $ 5! & Q
[Z
5 8 *5 ' .
7
!
%
0&5
/) 2.#"$ %
%
8.
#/D
.
" ' ;; E
"P S '
al(51): 31-37
$
X
5
B
0= 5 ' 8R$ $
(
9 .
& T #/?
.#"$ % :/ 0R . % #/3
B(
-
#i
C"0 #C6 B
.=j ;
/)
#]k @+ 5 8( < &
/3
+
/?
8 I
4
>9 . 9 E '
B
% UF
B( 8 5
// 54T8
!0 "
@ 64-
(
/< 45 R
Al-Qamar (54): 33-40
5
8
)
, l0( 8 4( 6 @
L
/3 3
09
-
/D " J4-
^ ( *.VZ 0
&54
( WF
$
OG !
5 WB
KL
=[? % 1P
#//
/#
// I
10.
1
*.Z
8 *5
// 2.#"$ %
-
2 KS + &
:O
9.
\i
'
/? (37): 133-136
8 .
% @& V = 8
>"4 & 2 & :_(
Al-
/
9
(
" $@
/3
" $ +
/? (>
65
/< 54
A
7=.Z /D 54T8
:_ 4(
4
##]S
/N
54
:_ 4( 3 3 -!
4 ( -X
/
""