KIPRAH PARTAI GOLKAR DALAM PENTAS POLITIK NASIONAL DIBAWAH KEPEMIMPINAN AKBAR TANDJUNG
OLEH: ISWARIZONA PURBA 040906040 Dosen Pembimbing : Agus Suriadi, S.Sos, M.Si. Dosen Pembaca
: Drs. Zakaria Taher, MSP.
DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk di perbanyak dan dipertahankan oleh: Nama : Iswarizona Purba NIM : 040906040 Departemen : Ilmu Politik Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Judul : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung Medan, Maret 2009 Ketua Departemen Ilmu Politik
Drs. Heri Kusmanto, MA. NIP. 132 215 084
Dosen Pembimbing
Dosen Pembaca
Agus Suriadi, S.sos,M.Si. NIP.
Drs. Zakaria Taher, MSP. NIP. 31 568 358
Dekan FISIP
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Prof. DR. M. Arif Nasution, MA. NIP. 131 570 469 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini disahkan untuk di perbanyak dan dipertahankan di depan penguji oleh: Nama : Iswarizona Purba NIM : 040906040 Departemen : Ilmu Politik Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Judul : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung
Medan, Maret 2009
Penguji I Warjio,S.S, MA.
(
)
Penguji II Agus Suriadi, S.Sos,M.Si.
(
)
Penguji III Drs. Zakaria Taher, MSP.
(
)
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR Dengan
mengucapkan
Bismillahirrahmanirrohim
dan
Alhamdullillah
Hirobilalamin Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmad dan Hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Ilmu Politik. Adapun judul skripsi ini adalah “Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional
Dibawah
Kepemimpinan
Akbar
Tandjung”.
Membahas
tentang
kepemimpinan Akbar Tandjung selama memimpin Partai Golkar kurun waktu 19982004. Semoga skripsi ini bermamfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. demikianpun penulis sadari dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempuna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang besifat membangun demi perbaikan makalah ini. Disini penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak-pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Kepada orang tua yang selalu memberikan motivasi kepada saya, 2. Kepada Dekan FISIP USU, Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA. 3. Kepada Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si. selaku dosen pembimbing, terima kasih atas semua bimbingan bapak kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi saya ini, Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
4. Kepada Bapak Drs. Zakaria Taher, MSP. sebagai dosen pembaca, terima kasih atas bimbingannya, 5. kepada Bapak Warjio, S.S, MA. sebagai Ketua Penguji. 6. Kepada Bapak H. Azhar Karim Lubis, Sekretaris DPD Partai Golkar Sumatera Utara, beserta Bapak Ramli Aryanto, yang meluangkan waktunya untuk wawancara, sebagai tambahan referensi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Dan semua pihak yang membantu saya dalam penyelesaian penulisan ini.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman persetujuan………………………………………………….... Halaman pengesahan…………………………………………………… Kata pengantar………………………………………………………….. Daftar isi…………………………………………………………………. Abtraksi…………………………………………………………………..
i ii iii iv v
BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ................................................................................. 2. Perumusan Masalah......................................................................... 3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5. Kerangka Teori ................................................................................ 5.1. Teori Kepemimpinan .................................................................. 5.2. Tipologi Kepemimpinan ............................................................. 5.3. Fungsi-fungsi Kepemimpinan ..................................................... 5.4. Gaya Kepemimpinan .................................................................. 5.5. Kepemimpinan Politik ................................................................ 5.6. Kepemimpinan Partai Politik ...................................................... 6. Metode Penelitian............................................................................. 6.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 6.2 Tekhnik Pengumpulan Data........................................................ 6.3 Tekhnik Analisa Data ................................................................. 7. Sistematika Penulisan ......................................................................
1 14 14 14 15 15 17 23 25 26 27 30 30 31 31 32
BAB II. BIOGRAFI AKBAR TANDJUNG 1. Latar Belakang Pendidikan ............................................................. 2. Perjalanan Politik Akbar Tandjung................................................ 3. Pengalaman Internasional Akbar Tandjung ..................................
33 37 42
BAB III. GOLKAR DI BAWAH KEPEMIMPINAN AKBAR TANDJUNG 1. Golkar Pasca Munaslub 1998 .......................................................... 44 ......................................................................................... 1.1 Restrukturisasi Internal dan Konsolidasi Organisasi ... 46 1.1.1 Perombakan Struktur Organisasi ....................................... 46 1.1.2 Pemutusan Jalur-jalur Pendukung ..................................... 48 1.1.3 Muswayarah Daerah dan Konsolidasi Organisasi .............. 53 1.1.4 Tantangan dan Konsolidasi Pasca Munaslub ..................... 54 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
1.1.5 Konsolidasi Organisasi ..................................................... 57 1.1.6 Demokrasi Dalam Pengambilan Keputusan dan Pola Kepemimpinan………………………………………. …… 60 1.1.7 Paradigma Baru partai Golkar ......................................... 64 1.1.8 Menghadapi Pemilu 1999 ................................................ 71 2. Kepemimpinan Dalam Menghadapi Pemilu 2004 2.1. Pemilu Legislatif ....................................................................... 2.2. Konvensi Calon Presiden Partai Golkar ................................. 2.3. Pemilu Presiden ........................................................................
74 78 83
3. Peran Partai Golkar Era Reformasi................................................
87
BAB IV. PENUTUP 1. Kesimpulan dan Saran..................................................................... DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
90 93
Lampiran-lampiran
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
KIPRAH PARTAI GOLKAR DALAM PENTAS POLITIK NASIONAL DIBAWAH KEPEMIMPINAN AKBAR TANDJUNG Nama NIM Departemen Fakultas
: Iswarizona Purba : 040906040 : Ilmu Politik : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik ABTRAKSI
Awal reformasi merupakan masa-masa yang sulit bagi partai Golkar. Tuntutan pertanggung jawaban atas dosa-dosa masa lalu sampai pada tuntutan pembubaran Partai Golkar harus di hadapi partai tersebut. Akbar Tandjung Tampil sebagai Ketua Umum Golkar justru dalam situasi semacam ini. Di bawah kepemimpinan Akbar Tandjung, Golkar sebisa-bisanya berusaha mempertahankan eksisitensinya dalam panggung politik nasional. Dan Golkar di bawah kepemimpinan Akbar Tandjung berusaha membenahi diri dan tetap eksis. Akbar Tandjung harus berani mengemudikan partai Golkar secara benar agar mampu keluar dari stigma Orde Baru dan melakukan perubahan internal secara menyeluruh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan Akbar Tandjung dalam memimpin Partai Golkar, bagaiman kebijakan dan strategi apa yang dipagai Akbar Tandjung saat memimpin Golkar hingga dapat terus bertahan dan eksis dalam menghadapi Pemilu 1999 dan 2004. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Tekhnik pengumpulan data yang di pakai untuk mengetahui keterangan atau informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian ini adalah metode studi pustaka dan wawancara. Kemampuan Akbar Tandjung melakukan perubahan internal dan konsolidasi organisasi dengan baik, tidak dapat dipungkiri membawa Golkar dapat terus eksis dan bertahan sampai sekarang ini. Membawa partai Golkar menjadi pemenang kedua Pemilu 1999 dan menjadi pemenang pada Pemilu 2004. Kata Kunci: Akbar Tandjung, Golkar
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
BAB.I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, tujuan, dan nilai yang sama tujuan dari kelompok ini adalah merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Dalam perundang-undangan di Indonesia, partai politik diartikan sebagai suatu organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum. 1 Dalam sistem demokrasi, eksistensi partai politik merupakan sebuah keniscayaan. Upaya demokrasi membutuhkan sarana atau saluran politik yang koheren dengan kebutuhan masyarakat di suatu negara. Partai politik adalah salah satu sarana yang dimaksud, yang memiliki ragam fungsi, platform, dan dasar pemikiran. Fungsi dan platform parpol itulah yang salah satunya bisa dijadikan pertimbangan untuk menilai demokratis tidaknya suatu pemerintahan. Atau paling tidak bisa digunakan untuk menilai apakah proses demokrasi yang berjalan disuatu negara menghasilkan output kebijakan untuk kepentingan rakyat atau sebaliknya. 2 Di Indonesia, dilihat dalam perspektif ideology dasarnya, munculnya partai 1
Undang- Undang Partai Politik, 2002, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal.4 Koirudin, Partai Politik Dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Hal. 15 2
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
politik secara garis besar adalah sebagai wahan aktualisasi pandangan politik dari tiga aliran yang menemukan momentumnya pada dekade kedua dan ketiga abed ke-20. Ketiga aliran yang dimaksud adalah Islam, Nasionalisme, dan Marxisme/Sosialisme. 3 Organisasi moderen yang pertama kali didirikan di Indonesia adalah Budi Utomo. Didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. 4 Semenjak berdirinya Budi Utomo itulah, dinamika pergerakan nasional berkembang sangat pesat. Pada permulaan berdiri, perkumpulan semacam Budi Utomo tersebut hanya berkembang dalam lingkaran pemuda dan kaum terpelajar dalam bentuk study club. Lantas dalam pertumbuhan berikutnya berubah menjadi organisasi massa dan partai-partai yang didukung oleh petani dan golongan buruh. Munculnya organisasi-organisasi politik tersebut tidak terlepas dari pengaruh pemikiran politik dunia terhadap perkembangan perpolitikan di Indonesia. Pengaruh tersebut dapat dirasakan semenjak bangkitnya nasionalisme pada pertengahan tahun 1900-1910, yang dalam hal ini dipelopori oleh komunitas cendekiawan muda. Partai politik di Indonesia berkembang pesat pasta awal kemerdekaan. Hal ini diawali dari usul yang diajukan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) yang berfungsi sebagai parlemen yang disampaikan kepada pemerintah. Usul ini menuntut kepada pemerintah supaya diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk mendirikan partai-partai politik disertai pembatasan dan harapan 3
Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut, 1983, Jakarta: CV Rajawali. Hal.7 4 Ibid, hal. 15 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
bahwa partai-partai politik tersebut hendaknya memperkuat perjuangan dala mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Dengan Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November 1945 yang ditanda tangani oleh Wakil Presiders Mohammad Hatta.5 Poin pertama dari Maklumat tersebut adalah memuat keinginan pemerintah akan kehadiran partai politik. Dengan partai politik aliran atau paham yang ada didalam masyarakat dapat disalurkan secara teratur. Poin kedua berisi tentang batas waktu pendirian partai politik, yakni harus sudah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat pada bulan Januari 1946. Dengan dasar maklumat inilah berdiri berbagai partai politik baik yang meneruskan partai politik yang telah ada sejak jaman penjajahan Belanda dan jaman pendudukan Jepang maupun partai politik yang baru berdiri sama sekali. Hingga berjalannya proses demokrasi di Indonesia sampai sekarang ini, perjalanan partai politik di Indonesia terus berkembang. Mulai dari Orde Lama, Orde Baru sampai kepda zaman Reformasi ini, partai politik telah banyak hadir di Indonesia. Dengan berbagai macam aliran atau ideologi yang dibawanya, baik itu partai yang berazaskan nasionalis maupun agama. Terutama pada pasta reformasi partai-partai politik banyak lahir untuk bertarung pada pemilu 1999, hal itu diakibatkan dari diberlakukannya kembali sistem multi partai di Indonesia, dan hal ini kembali mengingatkan kita pada massa Orde Lama yang pada saat itu juga menganut sistem multi partai. Dari sekian banyaknya partai yang ada di Indonesia, baik partai 5
Ibid, Hal. 64
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
yang berdiri sejak jaman Orde Lama, Orde Baru maupun yang berdiri pada massa Reformasi, Golkar adalah salah satu partai besar di Indonesia yang telah berdiri cukup lama sejak Orde Baru sampai sekarang ini. Yang tentunya juga telah mengalami berbagai pasang surut dalam menghadapi dinamika perpolitikan di Indonesia. Golongan Karya (Golkar) memiliki akar sejarah yang panjang dalam kepolitikan Indonesia. Semangat awal pembentukan Golkar dilatarbelakangi upaya untuk membendung pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mempertahankan ideologi negara Pancasila. Dengan semangat dan tujuan yang sama, membendung pengaruh PKI, berbagai eksponen anti-komunis berhimpun dalam wadah Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar. Pada masa pemerintahan Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto, Golkar menduduki peranan yang penting sebagai partai pemerintah. Golkar menjadi sebuah kekuatan politik alternative yang mengusung ideologi modernisasi dan nonsektarian. Dalam perkembangannya kemudian, seiring dengan konsolidasi politik Orde Baru, Golkar menjadi mesin politik untuk mengamankan dan memperlancar agenda politik dan pembangunan Orde Baru. 6 Golkar pertama kali terbentuk dengan nama Sekber Golkar (Sekretariat Bersama, Golongan Karya), organisasi inilah yang nantinya menjadi cikal bakal lahirnya Golkar. Sekber Golkar pertama kali terbentuk atas rencana dari Jenderal
6
Akbar Tandjung, The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, 2007, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Hal.40
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
A.H. Nasution bersama rekan-rekannya di TNT pada Oktober 1964, pada mulanya ia adalah sebuah federasi yang begitu longgar yang tujuannya adalah mengimbangi PKI. Yang mana terdiri dari anggota Gerakan Tentara Pelajar, kelompok cendekiawan, dan tentara. Komponen-komponen Sekber Golkar terdiri dari ABRI dan tiga organisasi massa yang disponsori ABRI, yaitu Soksi (Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia), Kosgoro (Koperasi Simpan Tabung Gotong Royong), dan MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong). 7 Baru setelah terjadinya kudeta 1965 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September menjadi titik balik dalam sejarah politik Indonesia maupun bagi Golkar sendiri. Dengan dihentikannya seluruh kegiatan PKI beserta antekanteknya maka tumbanglah kekuasaan Orde Lama. Bersamaan dengan itu maka lahirlah Orde Baru. Peristiwa pemberontakan PKI 1965 berimbas sekurangkurangnya pada dua simbol kekuatan politik orde sebelumnya, yaitu ditumpasnya PKI dan tamatnya kekuasaan Soekarno. Tergulingnya dua kekuatan tersebut berdampak pula pada perubahan struktur politik yang ada, seperti berakhirnya masa Demokrasi Terpimpin. Bertolak dari peristiwa itulah era kejayaan Orde Baru di mulai. 8 Hingga awal Orde Baru, tidak ada satupun partai politik yang mewakili kepentingan militer. Partai-partai politik di masa lalu selalu mewakili kepentingan sipil. Kehadiran Golongan Karya di masa Orde Baru ini dapat dipandang sebagai 7
Leo Suryadinata, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik, 1992, Jakarta: PT Pustaka LP3ES, Hal. 14-16 8 Koirudim Op. Cit. Hal.42 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
realisasi dari keinginan para elite politik, yang dalam kurun pertama Orde Baru digantikan oleh ABRI ditambah teknokrat sebagai pengganti kaum sipil di masa Orde Lama, dalam rangka pembaharuan politik di Indonesia. Di lain pihak, berbarengan dengan itu kehadiran Golongan Karya, sebagai perpanjangan Langan ABRI di lembaga sipil, semakin mendesak kedudukan partai politik. Kenyataan menunjukkan pada mulanya semua atau setidak-tidaknya sebagian besar pimpinan teras Golongan Karya di masing-masing tingkat dipimpin oleh ABRI yang masih aktif di kesatuannya masing-masing. 9 Baru di tahun-tahun berikutnya pimpinan tersebut diharuskan menanggalkan baju militernya dengan dipensiunkan terlebih dahulu sebelum diterjunkan kedalam Golongan Karya. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa Golongan Karya pada masa Orde Baru di dominasi oleh ABRI. Pada perkembangan berikutnya, pada masa Orde Baru adanya kebijakan penciutan kontestan Partai Politik dan penyeragaman asas Partai. Jika pemilu1955 diikuti oleh banyak partai, pada. pemilu 1971 diikuti 10 parpol, selanjutnya pada, Pemilihan Umum 1977 hanya diikuti oleh 3 partai politik saja, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golongan Karya (Golkar). Ini merupakan perkembangan dari gagasan fusi partai yang dilakukan oleh pemerintahan Orde, Baru. Dalam salah satu konsideran UU No. 3/1975 mengenai Partai Politik dan Golkar disebutkan, “Dengan adanya tiga, organisasi kekuatan social politik tersebut, diharapkan agar partai-partai politik dan Golkar benar-benar dapat 9
Rusli Karim. Op, Cit. Hal. 164
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
menjamin terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa, stabilitas nasional serta terlaksananya percepatan proses pembangunan.” 10 Sejak 1971, Golkar telah berubah dari sekedar sebuah federasi yang longgar untuk mengimbangi PKI menjadi sebuah partai politik yang digunakan untuk menjadi mesin pemilu. 11 Golkar muncul sebagai organisasi politik dominan dalam pemilu 1971. Setelah itu, hal yang secara umum relative sama juga terjadi pada, masa-masa pemilihan umum berikutnya. Terlebih setelah pada 16 Agustus 1982, Golkar selalu menjadi mainstream yang tidak terkalahkan. Hal ini tentunya juga dilihat karena Golkar semenjak masa pemerintahan Orde Baru adalah merupakan partai'pemerintah, ditambah lagi militer merupakan kekuatan politik yang dominan didalam Golkar dan juga, adanya tambahan kekuatan dari birokrat pada saat itu. Golkar juga selalu mendapat perlakuan istimewa pada pemerintahan saat itu dibandingkan dengan partai-partai politik lainnya. Didalam kepengurusannya, juga telah banyak tokoh-tokoh politik nasional yang memimpin Golkar. Dan struktur kepartaiannya juga telah banyak mengalami perubahan sejak terbentuk sampai saat ini.setelah pemilu 1971, Sekber Golkar melakukan reorganisasi dan namanya secara formal disingkat menjadi Golkar. Dan pada saat itu juga struktur dan komposisi Golkar yang baru terbentuk, yang terdiri dari sebuah Dewan Pembina dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang merupakan
10 11
Koirudin. Op. Cit. Hal. 45-46 Leo Suryadinata. Op. Cit. Hal. 145
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
badan eksekutifnya, dan ketua umumnya adalah Mayjen Sokowati. Pada. Munas 1973, struktur Golkar mengalami perubahan, yang mana. Dewan Pimpinan sebagai badan eksekutifnya. Dewan Pimpinan ini terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I (DPD tkt 1), dan Dewan Pimpinan Dati II, dan ketua umumnya pada saat itu masih di ketuai oleh Mayjen Sokowati. 12 Selanjutnya kepemimpinan Golkar di masa Orde Baru diteruskan oleh Amir Murton, SH (19781983), Sudharmono, SH. (1983-1988), Wahono (1988-1993) dan Harmoko (19931998). Dimana sebagai ketua dewan pembina Golkar pada. mesa Orde Baru itu selalu di jabat oleh Soeharto, yang notabene merupakan presiders pada saat itu. Di masa Orde Baru, ada tiga pilar kekuatan Golkar, dikenal dengan jalur ABG, yaitu ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), Birokrasi, dan. Golongan Karya. Anggota ABRI, walau tidak ikut memilih dalam pemilu, adalah kekuatan utama. Golkar. Seluruh anggota Korpri atau pegawai negeri, otomatis menjadi anggota Golkar. Jalur “G” terdiri atas tiga kelompok induk organisasi, yaitu Koperasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro), Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Soksi), dan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). 13 Pada awal tahun 1998 merupakan awal dari krisis ekonomi yang ter adi di Indonesia. Dan dengan keadaan seperti itu mulai timbul kekecewaan terhadap pemerintahan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Berbagai elemen
12 13
Ibid, Hal.51-56 SINDO, Ada Apa Dengan Partai Golkar?, 15 September 2008
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
masyarakat Unun ke jalan dan menuntut presiden Soeharto untuk mundur. Dimana gerakan elemen masyarakat tersebut ditandai sebagai gerakan Refonnasi. Gerakan reformasi yang puncaknya berlangsung pada Mei 1998 tersebut telah mengakibatkan tedadinya peralihan kekuasaan dari presiden Soeharto kepada wakilnya B.J Habibie. Sebagai penerus kekuasaan Soeharto, pemerintah Habibie mendapat tekanan kuat dari kelompok-kelompok prodemokrasi agar segera melakukan sejumlah pembaruan dibidang politik, seperti pembaruan tentang Undang-Undang Partai Politik, Undangundang tentang Pemilihan Umum, Undang-undang tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Selain itu pemerintahan B.J Habibie juga didesak agar meyelenggarakan pemilu, karena sebagian kalangan prodemokrasi meragukan legitimasi Presiders B.J. Haibie sebagai pengganti kedudukan Soeharto. Dalam kondisi penuh tekanan politik, pemerintahan barn B.J. Habibie mengakomodasi berbagai tuntutan masyarakat. Salah satunya adalah dilakukannya pemilu legislative 1999, guna memperbarui legitimasi atas dirinya. Memasuki era reformasi, ketika rezim Orde Baru tumbang, banyak kalangan yang memprediksikan bakal runtuhnya Golkar bersama rezim yang menjadi patron politiknya. Berbagai macam tekanan politik pun dialamatkan kepadanya. Pada waktu itu Golkar diambang kehancuran dan diprediksikan akan lenyap. Golkar menghadapi hujatan politik yang begitu dahsyat, termasuk ada yang menginginkan agar Golkar dilarang. Tantangan lain yang dihadapi Golkar pada era Reformasi adalah kuatnya tekanan eksternal yang menghendaki pembubaran Golkar. Sebagai tulang punggung Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
kekuasaan Orde Baru, Golkar menjadi sasaran kemarahan dari kelompok-kelompok masyarakat terutama yang merasa dirugikan oleh sistem yang dikembangkan selama Orde Baru. Mereka menuntut agar Golkar dibubarkan atau minimal tidak diperbolehkan ikut dalam pemilihan umum. 14 Runtuhnya rezim Orde Baru yang berbinsa selama 32 tahun tentu saja berimbas kepada semakin terpuruknya citra Golkar yang menjadi pendukung utama dan setia rezim tersebut. Citra negatif yang diberikan publik seiring dikaitkan dengan karakteristik; bahwa Golkar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rezim Orde Baru, Golkar eksis dan besar karena kepemimpinan Soeharto, Golkar merupakan partai yang mendukung dan menumbuh suburkan perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme, Golkar menggunakan politik uang di dalam setiap kegiatan politiknya dan golkar
kurang
memperjuangkan
aspirasi
dan
kepentingan
rakyat
yang
mendukungnya. 15 Hal ini tentu saja mempengaruhi perolehan suara Golkar pada pemilu di era Reformasi. Setelah mengalami gejolak politik tahun 1998, Golkar segera melakukan perubahan internal. Pada 1998 Golkar menggelar Munas Luar Biasa. Dan dari Munas tersebut akhirnya terpilihlah ketua umum baru yaitu Akbar Tandjung, yang menjadikan dirinya sebagai ketua umum Golkar pertama pasca reformasi. Adalah akbar tandjung yang berani melakukan pertaruhan politik yang sangat besar. Dia 14
Akbar Tandjung, Op.Cit. Hal.86 Aulia Rachman, Citra Khalayak Tentang Golkar:Peta Permasalahan Menjelang Kemenangan Pemilu 2004, 2006, Jakarta: PSAP, Hal.2 15
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
terpilih sebagai ketua umum pada saat yang hampir seluruh elemen bangsa meneriaki permusuhan dan memuntahkan dendam kesumat kepada orde baru, termasuk kepada Golkar. Dia terpilih pada saat sebagian besar kalangan pesimis terhadap masa depan partai peninggalan Orde Baru ini. Pendeknya secara kalkulatif Golkar dianggap sudah berada diujung kematiannya. Pada Munas tersebut Golkar merubah dirinya menjadi Partai Politik dengan “paradigma baru”, yang bertujuan ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa Golkar baru bersifat reformis yang berbeda. dengan Golkar lama dan memandang demokrasi suatu keniscayaan dengan visi barunya, yaitu: 1. Terbuka, .2. Mandiri, 3. Demokratis, 4. Moderat, 6. Mengakar dan. Responsif. 16 Munaslub Golkar 1998 memberikan ruang wacana bagi berkembangnya konsep paradigm baru sebagai respons Golkar yang mendasar terhadap perkembangan politik yang terjadi diera reformasi. Konsep paradigm baru tersebut dilontarkan oleh Akbar Tandjung dalam penyampaian visi-misinya sebagai kandidat ketua umum DPP Golkar dalam munaslub tersebut. Inti dari paradigm baru tersebut adalah mengharapkan Golkar dibangun dengan nilai-nilai baru selaras dengan tuntutan reformasi, dan menjadikan dirinya sebagai partai politik yang terbuka (inklusif), mandiri (independen), demokratis, moderat, solid, mengakar dan responsive terhadap permasalahanpermasalahan masyarakat, bangsa. dan Negara dengan melaksanakan fungsi-fungsi
16
Ibid, Hal. 9-10
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
partai politik secara konsisten. 17 Namun demikian Partai Golkar tetap saja menjadi sasaran kemarahan. Golkar mendapat berbagai tekanan, bahkan juga dilarang mengikuti pemilu 1999. Namun dengan strategi mapan yang ditempuh oleh Akbar Tandjung saat itu akhirnya. mengantar Golkar berhasil menjadi salah satu partai peserta pemilu yang kemudian berhasil menempati peringkat kedua setelah PDI-P. Dan menempatkan Akbar Tandjung sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Pada. masa kepemimpinan Akbar Tanjung inilah partai Golkar banyak diuji. Dengan strategi politik yang dimilikinya Partai Golkar tetap eksis di panggung politik Indonesia. Dalam keadaan tertatih, remuk dan langkah yang terseret karena kaki tergelayuti beban sejarah yang berat, dibawah Kepemimpinan Akbar Tandjung Golkar sebisa-bisanya berusaha mempertahankan eksistensinya dalam pemilu 1999. 18 Perkiraan Golkar akan segera habis setelah lengsemya Pak Harto ternyata meleset. Perjuangan Akbar Tandjung dan kelompoknya telah membawa Partai Golkar menjadi pemenang kedua pada Pemilu 1999 setelah PDIP. Partai Golkar memperoleh 23.741.758 suara (22,44%) sehingga menduduki 120 kursi DPR. Berhasil menempati urutan kedua setelah PDI-P yang memperoleh 33% suara. Dengan komposisi itu, berarti Partai Golkar telah melewati masa kritis yang dialaminya. 19 Sekalipun pencitraan publik terhadap Golkar kurang menguntungkan, partai
17
Akbar Tandjung, Op. Cit. Ha1.98 Kholid Novianto,dkk, Akbar Tandjung Dan Partai Golkar Era Reformasi, 2004, Jakarta: Sejati Press, Hal.vii 19 H. Saifullah Yusuf, Belajar Pada Golkar, 2003 (http://www.polarhome com/pipermadlnavonal-m/2003), diakses pada 20 Oktober 2008 18
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Golkar di bawah kepemimpinan Akbar Tandjung berusaha membenahi diri dan tetap eksis. Disitulah partai ini harus mengalami tempaan paling berat. Dua persoalan berat yang harus dihadapi. Pertama, Akbar Tandjung harus berani mengemudikan partai secara benar agar mampu keluar dari stigma Orde Baru. Problem ini sungguh sulit karena Akbar Tandjung harus melakukan reposisi internal secara menyeluruh. Mengubah haluan partai ditengah resistensi kekuatan lama dan ketiadaan prospek sehubungan tingginya kemarahan public. Kedua, mengkomunikasikan perubahan itu secara ekstemal kendatipun sebagian besar kalangan tidak mempercayainya. Bahkan memusuhinya secara sengit. Sudan dapat dibayangkan, apapun langkah Akbar Tandjung menjadi serba sulit. Secara internal dia harus berhadapan dengan kekuatan lama yang menghendaki perubahan yang paling minim. Pada saat yang sama, secara eksternal, dia harus menghadapi intimidasi, provokasi, teror, dan aneka bentuk tekanan lainnya yang berusaha menghancurkan dirinya dan partainya. 20 Namun di tengah begitu banyaknya partai politik padas pemilu 1999 dan 2004, mesin politik Golkar relatif jauh lebih baik disbanding parpol-parpol lain. Ini terbukti ketika partai Golkar kembali mengikuti pemilu 2004, yang menempatkannya pada urutan pertama didalam perolehan suara (21,58%). 21 Dan menempatkan kembali Golkar menjadi partai besar di Indonesia. Sosok Akbar Tanjung sendiri dianggap sebagai politikus yang memiliki jam
20 21
Kholid Novianti,dkk. Op.Cit. Aulia Rahman, Op. Cit. Hal.25
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
terbang cukup lama. Ia dinilai mahir membaca situasi. Ia tahu kapan waktu yang tepat untuk melakukan lobbying dan berkompromi. Selain itu Golkar dibawah kepemimpinan Akbar Tanjung dipandang demokratis. 22 Hal itu tentunya dapat dilihat dari adanya konvensi yang dilakukan oleh Partai Golkar dalam menentukan Capres Partai Golkar di mesa kepemimpinan Akbar Tandjung. Akbar Tandjung menyebutkan bahwa konvensi nasional Partai Golkar memiliki tiga makna penting. Pertama, konvensi nasional partai Golkar merupakan upaya penjaringan secara terbuka kandidat-kandidat presiders yang kelak akan di usung Golkar menghadapi pertarungan Pemilihan Presiders (Pilpres) secara langsung pada 2004. Kedua, konvensi nasional merupakan dari kepeloporan Golkar dalam berdemokrasi di tanah air, melalui pengedepanan peran partai politik sebagai somber rekrutmen kepemimpinan bangsa. Ketiga, konvensi nasional meniscayakan siapapun Ketua Umum dalam jajaran Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar bersikap legowo menanggalkan sudut pandang miopik dalam konteks penentuan kandidat presiders yang diusung Golkar. 23 Implikasi lain ditunjukkan bahwa asumsi banyak kalangan atas fenomena Akbar Tanjung. Ketika ia terlepas kasus hokum, banyak pihak menyimpulkan tamatlah karier politiknya dan lumpuhlah partai Golkar. Kenyataan, Akbar Tanjung dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung. Partai Golkar tersandera kasus .Akbar 22
Ibid, Hal. 115 Anwari WMK, Bukan Sekedar Kata: Perjalanan Politik Akbar Tanjung, 2005, Jakarta: Khanata, Hal. 197-180 23
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Tanjung, tetapi bukan berarti ter adi kemandekan atas proses konsolidasi dan solidaritas organisasi. Justru, yang tedadi, proses konsolidasi itu bedalan terns, bahkan dalam hal ini Partai Golkar paling serius. Atas perjuangan yang tak kenal lelah dan kesabaran tinggi Akbar Tandjung dan segenap pengurus partai Golkar mampu menyelamatkan partai ini dari kehancuran. Akbar Tandjung sekaligus menawarkan desain baru partai Golkar yang modern, demokratis, responsive dan menjunjung tinggi pluralism. Di lain sisi juga banyak yang tidak sutra pada, gaya kepemimpinan Akbar Tanjung, tetapi obyektif ia adalah sosok pemimpin partai yang sukses menjaga keharmonisan partainya di masa-masa krusial. Selain itu, Akbar Tandjung di lain kesempatan wring menjelaskan bagaimana pentingnya kepemimpinan di partai politik karena eksistensi dan kebesaran partai sangat ditentukan oleh faktor leadership. 24 Mencertnati hal-hal diatas, maka penulis merasa tertarik meneliti tentang “Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Dibawah Kepemimpinan Akbar Tandjung”.
2. Perumusan Masalah Masalah yang diangkat sebagai isu pokok permasalahan cenderung bemda dalam ruang lingkup yang luas dan mendalam. Dari later belakang diatas, make
24
Sinar Harapan, Akbar Tanjung Kecam Kepemimpinan Jusuf Kalla, 2007 (http://Www.tokohindonesia.conilensiklopedi/alakbar-tandjung), di akses pada 20 Oktober 2008 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
penulis mencoba membuat suatu perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah kepemimpinan Akbar Tandjung selama dalam memimpin partai Golkar sehingga dapat terns bisa bertahan dalam perpolitikan nasional, dan strategi serta kebijakankebijakan apa yang di pakai Akbar Tanjung saat memimpin Golkar dalam menghadapi pemilu 1999 dan 2004.
3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan Akbar Tanjung dalam memimpin partai Golkar 2. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan-kebijakan apa dan strategi apa yang di pakai Akbar Tanjung saat memimpin Golkar dalam menghadapi pemilu 1999 dan 2004.
4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, berfungsi sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
khususnya di bidang ilmu politik.
5. Kerangka Teori 5.1. Teori Kepemimpinan Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu serf perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan later belakang histories, sebab musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsi, Serta etika profesi .kepemimpinan. 25 Teori kepemimpinan pada umunmya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan berbagai segi, antara lain: 1. Later Belakang Sejarah Pemimpin Dan Kepemimpinan Kepemimpinan muncul bersama-same dengan adanya peradaban manusia yaitu sejak jaman nenek moyang manusia berkumpul bersama, lalu bekeda bersama-same untuk mempertahankan eksistensi hidupnya menentang kebuasan binatang dan alam sekitarnya. Sejak itulah terjadi kerja sama antara manusia dan unsure kepemimpinan. 2.
Sebab Munculnya Pemimpin Dua teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan pemimpin
25
DR. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, 2005, Jakarta: PT. Grafindo Persada. 31
Hal-
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
yaitu: a. Teori Genetis menyatakan sebagai berikut: 1. Pemimpin itu tidak di bust, akan tetapi lahir jadi pemimpin oelh bakat-bakat lama yang luar biasa sejak lahimya. 2. Dia ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga, termasuk yang khusus. 3. Secara
filosofi,
teori
tersebut
menganut
pandangan
deterministic. b. Teori Social menyatakan sebagai berikut: 1.
Pernimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk, tidak terlahir begitu saja.
2.
Setiap orang bias menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan \, serta didorong oleh kemauan sendiri.
3. Teori Ekologis atau Sintetis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori tersebut lebih dahulu), menyatakan bahwa seorang akan sukses menjadi kepemimpinan dan bakatbakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan tuntutan
lingkungan
ekologisnya. 26 3. Syarat-syarat Kepemimpinan 26
Ibid. Hal.343 5
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu: 1.
Kekiiasaan ialah kekuatan otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin gone mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
2.
Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
3. Kemampuan ialah segala days, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau ketrampilan tekhnis maupun social, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa. Yang jelas, pemimpin itu harus mbeberapa kelebihan dibandingkan dengan anggota-anggota biasa lainnya. Sebab dengan kelebihan-kelebihan tersebut dia bisa berwibawa dan dipatuhi oleh bawahannya. Terutama sekali ialah kelebihan di bidang moral dan akhlak, semangat juang, ketajaman intelegensi, kepekaan terhadap lingkungan dan keuletan. Dan yang penting lainnya ialah memiliki integritas kepribadian tinggi.
5.2. Tipologi Kepemimpinan Sebagai titik tolak dalam pembahasan tipologi kepemimpinan yang dikenal secara luas dewasa ini, kiranya relevan untuk menekankan bahwa gaya Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
kepemimpinan yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk mengetahui situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya. Meskipun belum terdapat kesepakatan bulat tentang tipologi kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, lima tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya ialah: 1. Tipologi yang Otokratik Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah, seorang yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar akan mendorongnya memurtar balikkan kenyataan yang sebenar-benarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan. Dengan egoisme yang sangat besar demikian, seorang pemimpin yang otokratik melihat peranannya sebagai somber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional seperti kekuasaan yng tidak perlu dibagi dengan orang lain dalam organisasi, ketergantungan total para anggota, organisasi mengenai nasib masing-masing dan lain sebagainya. Berangkat dari persepsi yang demikian, seorang pemimpin yang otokratik cendenmg menganut nilai organisasi yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Sesuatu tindakan akan dinilainya benar apabila tindakan itu mempermudah tercapainya tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang akan dihadangnya sebagai sesuatu yang tidak baik dan dengan demikian akan Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan kekerasan. b~erdasarkan nilainilai demikian, seorang pemimpin otoriter akan menunjukkan berbagai sikap yang menonjolkan keakuannya antara lain dalam bentuk: a. Kecenderungan melakukan para bawahan sama dengan alai-alai dalam organisasi, seperti mesin dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka. b. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan. c. Pengabaian peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan, dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa is telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan tertentu itu diharapkan dan bahkan dituntut untuk melaksanakannya saja. Sikap pemimpin demikian akan menampakkan juga pada perilaku pemimpin yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan pihak lain. Terutama dengan para
bawahannya
dalam
organisasi.
Yang
menjadi
masalah
dalam
kepemimpinan otokratik ialah keberhasilan mencapai tujuan dan berbagai sasaran-sasaran
itu
semata-mata
karena
takutnya
bawahan
terhadap
pemimpinnya dan bukan berdasarkan keyakinan bahwa tujuan yang telah ditentukan itu wajar dan layak untuk dicapai dan disiplin ker a yang terwujud pun hanya karena bawahan selalu dibayang-bayangi ancaman seperti Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
pengenaan tindakan disiplin yang keras, penurunan pangkat, dan bahkan tanpa kesempatan membela diri. 2.
Tipologi Tipologi Yang Paternalistik Tipe pemimpin yang paternalistic banyak terdapat dilingkungan masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat pedesaan. Persepsi pemimpin
yang
paternalistik
tentang
peranannya
dalam
kehidupan
organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para pengikutnya kepadanya. Harapan itu pada umumnya berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan yang layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk. Para bawahan biasanya mengharapkan seorang pemimpin yang paternalistik mempunyai sifat-sifat tidak memeningkan dirinya sendiri, melainkan memberikan perhatian terhadap kepentingankesejahteraan bawahannya. Akan tetapi sebaliknya pemimpin yang paternalistik mengharapkan bahwa kehadiran atau keberadaannya dalam organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh orang lain. Dengan perkataan lain, legitigitimasi kepemimpinannya dipandang sebagai hal yang wajar dan normal, sengan implikasi organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tanpa hares berkonsultasi dengan bawahannya. Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternalistik kepentingan bersarna dan perlakuan yang seragam terlihat menonjol juga. Artinya pemimpin yang Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
bersangkutan berudaha untuk memperlakukan semua orang dan semua satuan keda yang terdapat didalam organisasi seadil dan serata mugkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau kelompok tertentu, kecuali sang pemimpin dengan dominasi keberadaannya. 3.
Tipe Yang Kharismatik Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu tidak dapat menjelaskan secara konkrit mengapa orang tertentu tidak dikagumi. Sesungguhnya sangat menarik untuk memperhatikan bahwa para pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan perilaku dan gaya yang digunakan pemimpin yang diikutinya itu. Penampilan fisik ternyata bukan ukuran yang berlaku umum karena ada pemimpin yang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik yang kalau dilihat dari penampilan fisiknya saja sebenarnya tidak atau kurang mempunyai days tarik. Usia pun tidak delalu dapat dijadikan ukuran. Sejarah telah membuktikan bahwa seorang yang berusia relatif muds pun mendapat julukan sebagai pemimpin yang kharismatik. Jumlah harts yang dimilikinya pun nampaknya tidak bias digunakan sebagai ukuran. Hanya saja jumlah pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang kharismatik tidak besar dan mungkin jumlah yang sedikit ini juga yang menyebabkan, sehingga tidak cukup data
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
empirik yang dapat digunakan untuk menganalisis secara alamiah karakteristik pemimpin yang sedemikian dengan rinci. 4.
Tipe Yang Laissez Faire Dapat dikatakan bahwa persepsi seorang pemimpin yang laissez faire tentang peranannya sebagai seorang pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa pada umumnya organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa-apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang hares ditunaikan oleh masing-masing anggota dan seorang pemimpin tidak terlalu Bering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional. Dengan sikap yang persuasif, perilaku seorang pemimpin yang laissez faire gendering mengarah kepada tindak-tanduk yang memperlakukan bawahan sebagai rekan kerja, hanya saja kehadirannya sebagai pemimpin diperlukan sebagai akibat dari adanya sftuktur hirarki organisasi. Dengan telah mencoba mengidentifikasi karakteristik utama seorang pemimpin yang laissez faire ditinjau dari kriteria persepsi, nilai dan perilaku diatas, mudah menduga bahwa gaya kepemimpinan yang digunakannya adalah sedemikian rupa sehingga: a. Pendelegasian wewenagn terjadi secara ekstensif, b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pemimpin yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ternyata menuntut keterlibatannya secara langsung,
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
c. Status quo organisasional tidak terganggu, d. Pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri, e. Sepanjang dan selama pare anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi keda yang memadai intervensi pimpinan dalam pedalanan organisasi berada tingkat yang minimum. 5.
Tipe Yang Demokratik Tipe pemimpin yang paling ideal dan paling didambakan adalah pemimpin yang
demokratik.
Pemimpin
yang
demokratik
biasanya
memandang
peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsure dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas. Seorang pemimpin
yang
demokratik
menyadari
benar
bahwa
akan
timbul
kecenderungan dikalangan para pejabat pemimpin yang paling rendah dan dikalangan para anggota organisasi untuk melihat peranan suatu ker a dimana mereka berada sebagai peranan yang paling penting, paling strategi dan paling menentukan keberhasilan organisasi mencapai sasaran organisasional, perilaku mendorong para bawahan menumbuhkan dan mengembangkan days inovasi dan kreatifitasnya. Dengan sungguh- sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan kritik dari orang lain, terutama bawahannya. Bahkan seorang pemimpin yang demokratik tidak akan takut membiarkan para bawahannya Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
berkarya meskipun ada kemungkinan prakarsa itu akan berakibat kesalahan. Jika ter adi kesalahan, pemimpin yang demokratik berada disamping bawahan yang berbuat kesalahan itu, bukan untuk menindak atau menghukumnya, melainkan meluruskannya sedemikian rupa sehingga bawahan tersebut belajar dari kesalahan itu dan dengan demikian menjadi anggota organisasi yang lebih bertanggung jawab. Karakteristik penting seorang pemimpin yang demokratik yang sangat positif ialah dengan cepat menunjukkan penghargaannya kepada para bawahan yang berprestasi tinggi. 27
5.3. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan Fungsi-fungsi kepemimpinan secara singkat adalah sebagai berikut: 1. Pemimpin Sebagai Penentu Arah Telah umum diketahui bahwa setiap organisasi diciptakan atau di bentuk sebagai wahana untuk mencapai suatu tujuan tertentu, baik yang sifatnya jangka panjang, jangka sedang, maupun jangka pendek yang tidak mungkin tercapai apabila diusahakan dan dicapai oleh para anggotanya yang bertindak sendiri-sendiri. Dengan kata lain, arch yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya hares sedemikian rupa sehingga mengoptomalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang tersedia. Arah yang
27
Prof. DR. Sondang P. siagian, Teori Dan Praktek Kepemimpinan, 1998, Jakarta: Penerbit Rineka. Hal. Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun dan dijalankan oleh organisasi yang bersangkutan. Tergantung pada jenjang hirarki jabatan pemimpin yang diduduki oleh seorang dalam suatu organisasi. Keputusan yang diambil dapat digolongkan sebagai berikut: a. Keputusan strategik b. Keputusan yang bersifat taktik c. Keputusan yang bersifat teknis d. Keputusan operasional 2. Pemimpin Sebagai Wakil Dan Juru Bicara Organisasi Tidak ada yang mempersoalkan kebenaran pendapat yang mengatakan bahwa dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya, tidak ada organisasi yang bergerak dalam suasana terisolasi. Artinya, tidak ada organisasi yang akan mampu mencapai tujuannya tanpa memelihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak diluar organisasi yang bersangkutan sendiri. Prinsip yang sama berlaku bagi suatu instansi pemerintah dalam suatu negara. Dengan bertitik tolak dari kenyataan bahwa suatu instansi pemerintah mempunyai wewenang
melaksanakan
tegas-tegas
pengaturan
dan
berkewajiban
memberikan pelayanan kepadarnasyarakat, tidak ada satupun instansi pemerintah yang dapat menjalankan wewenangnya dengan baik dan memberikan pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya dengan memuaskan tanpa memelihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak dalam dan luar Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
pemerintah yang bersangkutan. Kebijakan dan kegiatan organisasi perlu dijelaskan kepada berbagai pihak tersebut, dengan maksud agar berbagai pihak tersebut mempunyai pengertian yang tepat tentang kehidupan organisasional yang bersangkutan. 3. Pimpinan Sebagai Komunikator Yang Efektif Pemeliharaan hubungan baik keluar maupun kedalam dilakukan melalui proses komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Berbagai kategori yang telah diambil disampaikan kepada para pelaksana melalui jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi. Bahkan sesungguhnya interaksi yang terjadi antara atasan dengan bawahan, antara sesama pejabat pimpinan dan antara sesama petugas pelaksana kegiatan operasional dimungkinkan toadi dengan serasi berkat toadinya komunikasi yang efektif. Tidak dapat disangkal bahwa salah satu fungsi pimpinan yang bersifat hakiki adalah berkomunikasi secara efektif. Demikian pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha peningkatan kemampuan memimpin seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan teknikteknik komunikasi dengan baik merupakan kewajiban bagi setiap pejabat pemimpin.
5.4. Gaya Kepemimpinan Istilah gaya kepemimpinan secara kasar adalah same dengan cara yang dipergunakan
pemimpin
didalam
mempengaruhi
para
pengikutnya.
Gaya
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
kepemimpinan merupakan nortns perilaku yang digunakan oleh seseorang pada seat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang seperti is lihat. Adapun gaya kepemimpinan yang dikenal antara lain: a. Gaya Kepemimpinan Kontinum b. Ada dua bidang yang berpengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungan kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan. c. Gaya Kepemimpinan Grid Dalam pendekatan ini, manager berhubungan dengan dua hal, yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Managerial Grid ditekankan bagaimana pemimpin memikirkan mengenai produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. 28 Dalam hal ini is hares mengetahui kualitas atau kebijakankebijakan yang diambil, memahami proses dan prosedur, memahami kualitas pelayanan staffnya, melakukan efisiensi dalam bekeda.
5.5. Kepemimpinan Politik Secara teoritis, untuk membangun sebuah system yang demokratis dibutuhkan
28
Miftah Toha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, 1993, Jakarta:PT. Grafindo Persada. Hal.287-288
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
pemimpin yang memiliki komitmen yang kuat pada demokrasi. 29 Pemimpin yang tidak memiliki komitmen kepada demokrasi, berdasarkan kekuasaan yang dimilikinya akan dengan mudah menghancurkan sendi-sendi demokrasi yang ada dalam system tersebut. Kris Nugroho membedakan dua tipe kepemimpinan politik. Pertama, kepemimpinan politik yang personal dan kepemimpinan politik pluralistik. 30 Tipe kepemimpinan politik yang-personal lebih didasarkan kepada kedudukan sebagai bagian dari elite masyarakat. Sedangkan kepemimpinan pluralistik didasarkan pada dukungan yang luas dari masyarakat yang secara politik pluralistik. Menurut Nugroho, untuk alas an pembenaran politik tertentu, kekiinsaan personal dalam satu segi mendukung terciptanya kohesivitas elite masaa serta mampu meredam krisis politik yang akan terjadi. Namun, untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratis, kekuasaan personal merupakan bagi terbentuknya sistem politik demokrasi. Untuk menuju sistem politik yang bersangkutan perlu mengembangkan budaya politik yang berorientasi kepada pluralistik politik. 31 Max Weber membedakan lima tipe kepemimpinan politik, yakni tradisional, kharismatik, legalistik, entrepreneurial dan teknokratik. 32 Tiga tipe yang pertama
29
Alfian, Masalah dan Prospek Pembangunan Politik di Indonesia: (kumpulan karangan), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 179 30 Kris Nugroho, Mengembangkan Kepemimpinan Demokratis dari Kekuasaan Personal ke Pluralistik. Makalah Pada Seminar Nasional XI dan Kongres Ill Asosiasi Ilmu Politik Indonesia fAIPI), Jakarta:25-27 Januari 1994. Hal.4 31 Ibid. 14al.307 32 Koirudin. Op.Cit. Hal.133 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
sesuai dengan analisis Weber tentang penguasa yang legitimate, yaitu prinsip yang dipakai untuk menjastifikasi hak pernimpin politik untuk mengatur kewajiban pengikutnya untuk mematuhi. Aturan menjadi legitimate, ketika pengikut melaksanakan perintah pemimpin mereka karena mereka menerima hak pemimpin tersebut untuk memberikan perintah. Sedangkan pemimpin kharismatik dan politisi entrepreneur memainkan peranan terbesar dalam gerakan revolusioner. Dan pemimpin tradisional, legalistik dan teknokratik biasanya mengidentifikasi mereka sebagai pemerintah yang mapan.
5.6. Kepemimpinan Partai Politik Kepemimpinan partai politik masa mendatang harusnya secara alami mampu dilahirkan oleh proses panjang dari pengkaderan yang dilakukan. Pemimpin yang terlahir telah benar-benar menjadi sosok yang berkepribadian matang dan mampu memahami benar-benar tantang ideologi, dan platform partainya. Segenap ketrampilan, pengetahuan, dan wawasan yang meliputi banyak bidang utama telah mampu dikuasai dengan baik. Pemimpin ini pengalamannya tidak diragukan lagi karena telah teruji oleh sistem yang dibangun dalam orgamsasi dan tingkatan yang bawah, sampai menapak keatas. Seorang pemimpin partai politik haruslah mempunyai tingkatan sifat, sikap, perilaku dan perbuatannya yang baik, akhlaq yang
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
bagus sebagai cenninan dari jiwanya. 33 Bagaimanapun pemimpin ini nantinya akan menjadi perhatian, dan teladan bagi seluruh masyarakat. Selain itu pemimpin yang lahir dari rahim sejarah, mereka muncul sebagai pemimpin memang melalui suatu momen dan kondisi yang menuntut lahirnya sang pemimpin ini. Pemimpin ini dating dan mampu menaklukkan dan memecahkan permasalahan, kondisi sulit dari organisasinya dan mampu mengangkat organisasinya pada situasi yang lebih baik. Kehidupan dan dinamika organisasi menjadi tertata, mengembalikan organisasi pada jalur perjuangan yang benar. Dua hal diatas, yaitu sikap, perilaku serta kondisi yang menunjang munculnya seorang pemimpin partai politik menjadi dasar bahwa kepemimpinan sedemikian itu termasuk kriteria sebagai kepemimpinan situasional. 34 Sebuah kepemimpinan yang bersifat partisipatif dalam artian kepemimpinan yang mampu mengakomodasi aspirasi-aspirasi yang datangnya dari bawah (bottom up). Pengambilan keputusan selalu melibatkan semaksimal mungkin stakeholder dimana level keputusan tersebut di operasionalisasikan. Seorang pemimpin yang mampu berperan secara akomodatif, mampu menghindari pola-pola topdown sehingga tidak ter adi krisis-krisis partisipasi, dan justru berysaha bagaimana mampu membangkitkan partisipasi kritis dari komponen organisasi. Kepemimpinan situasional juga bersifat transformatif, yaitu para pemimpin
33 34
Ibid. Hal. 136 Ibid. Hal.137
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
yang mampu menimbulkan kesadaran para pengikutnya dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, yang bukan didasarkan pada emosi, seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Pemimpin ini juga mampu mengisi ruang-ruang kosong potensi kognitif yang belum dimiliki oleh para pengikutnya. Pada masa mendatang pemimpin partai politik yang ideal adalah yang mempunyai tipe demokratik, 35 sebuah tipe pemimpin yang memandang perannya selaku pemimpin organisasi adalah selaku organisator, integrator dan bergerak sebagai suatu totalitas. Pendekatan dalam menjalankan kepemimpinannya adalah holistik dan integralistik. Sangat menghargai harkat dan martabat kemanusiaan, dan mau mendengarkan masukan dari manapun datangnya. Seorang pemimpin yang demokratis di masa mendatang dalam pengambilan keputusan mampu membawa partainya untuk menggunakan sistem desentralisasi. Pengambilan keputusan yang terpusat Dada figure sudah jauh ditinggalkan, sedangkan kepengurusan partai mengembangkan pola kolektif-kolegial. Posisi kepengurusan partai yang lebih tinggi/pusat
dalam
mengambil
kebijakan
akan
selalu
mempertimbangkan
penghargaan atas keputusan-keputusan yang diambil secara demokratis pada level daerah. Keputusan yang diambil daerah dipandang adalah keputusan yang paling sesuai karena daerah dianggap lebih tabu akan persoalan dan kebutuhannya sendiri. Kepemimpinan yang berwajah situasional-demokratik mungkin sangat 35
Ibid Hal. 138 ,
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dibutuhkan oleh partai-partai politik pada masa. mendatang. Sebuah kepemimpinan partai politik yang menempatkan moral sebagai persyaratan bagi pemimpinnya. Pemimpin yang lahir melalui proses pergulatan yang panjang menuju kematangan berpikir, bertindak dan bersikap sehingga teruji mampu membawa perubahan signifikan menuju sebuah partai yang lebih berkualitas. Selain itu pemimpin ini mampu menjadi inspirator bagi partainya untuk selalu berada pada rel yang benar dalam penegakkan nilai-nilai demokrasi. Demokrasi tidak semata menjadi jargon atau platform partai namun bagaimana, nilai-nilai demokrasi mampu
diimplementasikan
dalam
parpol
maupun
sebagai
bahan
untuk
mempeduangkan permasalahan bangsa dan negara. Pemimpin ini lebih bias menjamin terlaksananya hak asasi individu-individu dan interaksinya dengan komunitas lain dalam wadah bangsa.
6. Metode Penelitian 6.1. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalmn penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Hadari Nawawi, 36 metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pernecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain
36
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, 1987, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Hal.63 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mans adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan. Tujuan penelitian deskriptif untuk membuat deskripsi atau gambaran secam sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta, sifat serta hubungan antar peristiwa yang diselidiki.
6.2. Tekhnik Pengumpulan Data Dalam penelitian tahap pertama yang diperlukan adalah pengumpulan data. Data merupakan bukti konkrit, keterangan atau informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengumpulkan data antara lain, penelitian kepustakaan (library research), yang sexing disebut metode dokumentasi, dan penelitian lapangan, seperti wawancara dan observasi. 37 Untuk memperoleh data atau informasi, atau fakta-fakta yang diperlukan, maka penulis mengutamakan tekhnik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Wawancara dengan informan, wawancara yaitu, suatu cara pengumpulan data dengan dialog langsung dengan informan yang berhubungan dengan objek penelitian atau menghimpun informasi dengan wawancara mendalam (in-depth interview). Dengan ini penulis melakukan wawancara dengan
37
Tatang M. Amirin, Menyusun Rewana Penelitian, 2000, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal.130 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
tokoh-tokoh Partai Golkar atau tokoh-tokoh masyarakat yang tabu tentang sepak tedang perpolitikan Akbar Tandjung di Partai Golkar. 2. Library Research Metods (Metode Penelitian Kepustakaan) yaitu sumber yang diambil langsung berasal dari buku, majalah, Surat kabar, dan literature lain yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Dengan demikian diperoleh data sekunder sebagai kerangka keda teoritis.
6.3. Tekhnik Analisis Data Setelah data yang diperoleh dirasa cukup memadai untuk mendukung proses analisis, make tahap selanjutnya adalah analisis data. Dalam analisis data ini data yang sudah terkumpul akan diolah dan kemudian dianalisis untuk dapat dirumuskan. Tekhnik analisis data dalam penulisan ini adalah tekhnik analisis deskriptif yaitu tekhnik analisis yang diperoleh, disusun dan kemudian diinterpretasikan sehingga
memberikan
keterangan
terhadap
masalah-masalah
yang
aktual
berdasarkan data-data yang sudah terkumpul.
7. Sistematika Penulisan Bab I
: Pendahuluan Yang menjelaskan berupa later belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
kerangka teori serfs metodologi penelitian. Bab II
: Biografi Akbar Tanjung
Bab III
: Kepemimpinan Akbar Tanjung di Partai Golkar
Bab IV
: Penutup
BAB II. BIOGRAFI AKBAR TANDJUNG 1. Latar Belakang dan Pendidikan Akbar Tandjung dilahirkan di desa Sorkam, Tapanuli Tengah, 14 Agustus 1945 silam. Desa Sorkam berada pada titik sekitar 30 km dari kota Sibolga, Tapanuli Tengah Sumatera, Utara. Desa Sorkam terletak di wilayah pesisir Tapian Nauli, yang dalam bahasa Batak berarti “tempat pemandian yang indah”". Mereka yang berasal dari wilayah ini sering menyebut dirinya sebagai orang pesisir. Umumnya, penduduk Desa Sorkam memeluk agama Islam dan berasal dari suku Batak. 38 Nama, lengkapnya ialah Djanji Akbar Zahiruddin Tandjung, namun lebih populer dipanggil Akbar Tandjung saja. Nama, itu diberikan ayahnya sebagai realisasi dari khaul, seat istrinya hamil tua. Bermula dari berita radio yang mengumumkan bahwa tentara Jepang untuk Asia Tenggara yang berpusat di Rangoon (Yangoon), Birma (Myanmar), mengundang Soekarno-Hatta. Tentara Jepang ber anji kepada kedua tokoh tersebut akan segera, memberikan
38
M. Deden Ridwan, Membangun Konsensus: Pemikiran dan Praktek Politik Akbar Tandjung, 2003, Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, Hal-51
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
kemerdekaan kepada Indonesia. Mungkin karena Jepang sudah tabu akan kalah melawan tentara sekutu, setelah Hirosima dan Nagasaki dibom Amerika. Serikat tanggal 8-9 Agustus 1945. Jepang perlu mengambil hati rakyat Indonesia. Janji tentara Jepang itu berulang kali disiarkan, sehingga. rakyat Indonesia mengetahuinya, termasuk Zahiruddin, ayah Akbar Tandjung. Karena semangat pergerakannya, Zahiruddin berkhaul, jika nanti Indonesia merdeka, dan istrinya melahirkan is akan memberikan name si anak, Djanji Akbar. Nama. itu baru diberikan ketika Indonesia diproklamirkan merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Yang mana arti nama tersebut adalah Janji Maha Besar. 39 Dia lahir dari keluarga besar yang dikenal sangat religius, disiplin dan toleran. Akbar Tandjung adalah anak ke-13 dari 16 orang bersaudara (8 orang laki-laki dan 8 orang perempuan). Ayah Akbar Tandjung bernama Zahiruddin Tanjung dan. ibunya Siti Kasmijah. Ayah Akbar Tandjung adalah seorang pedagang kain, getah dan rempahrempah yang sukses dan sangat terkenal di Tapanuli Tengah dan bahkan kota Medan melalui perusahaan bernama Marison. Namun, Akbar tidak mewarisi jejak orang tuanya sebagai seorang pengusaha sukses. la malah menempuh pilihan hidup lain dengan ter un kedunia politik praktis. Disamping berdagang, Zahiruddin, juga aktif menjadi sash seorang pengurus
39
Evendhy M. Siregar, Akbar Tandjung Anak Desa Sorkam, 2000, Jakarta: Pustaka. Mari Belajar, Hal.2 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Muhammadyah di desa Sorkam. Tentu saja, tidak aneh, dengan Tatar belakang organisasi Islam seperti itu keuarga Zahiruddin tampak sangat rasional dan peke& keras, terutama, ditunjukkan dalam spirit wirausaha. Bagi Zahiruddin, setiap profesi apapun yang telah dipiih anak-anaknya selalu ditekuni sungguhsungguh. Mereka sadar bahwa esensi kehidupan adalah memiih; mengubur kepribadian lama lalu mengusung kepribadian baru. Resiko sebuah pilihan hidup beserta. implikasiimplikasi teknisnya ke depan benar-benar telah diperhitungkan secara matang. 40 Masa kecil di Sorkam memberi bentuk karakter Akbar Tandjung. Sebuah keadaan yang dialaminya semasa kecil menjadi pengalaman tak terlupakan baginya. Hingga kelas tiga Sekolah Rakyat (SR), Akbar Tandjung menghabiskan usianya di Sorkam. Ia menempuh pendidikan di SR Muhammadiyah. Orangtuanya yang menetap dan membuka usaha di Sibolga membuat Akbar hidup berpisah dengan orangtuanya. Make, saat masa kecil di Sorkam itu, is diasuh oleh tantenya dari pihak ibunya. 41 Akbar Tandjung sudah menjadi anak yatim pada usia tujuh tahun. Zahiruddin Tandjung, sang ayah, meninggal pada tahun 1952, pada saat itulah Akbar Tandjung muai memasuki masa-masa sulit. Seat itu, Akbar Tandjung baru berusia tujuh tahun. Sebuah usia yang sangat rentan untuk menerima kenyataan pahit kehilangan tulang punggung keluarga. Akbar pun harus prihatin hidup dengan prang tea tunggal. Dia 40
M. Deden Ridwan. Op.Cit. Hal.51-52 (http://tokohblogspot.com/2005/07/akbar-tandjung-dunia-politik-sudah.html), diakses pada 19 Januari 2009
41
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dibesarkan oleh sang ibu dengan bantuan dan bimbingan kakak-kakaknya. Karen itu, Akbar harus hidup berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti kakaknya. Dia menjadi terbiasa dengan suasana yang berubah-ubah tanpa direncanakan. Dengan sendirinya dia pernah merasakan suasana pedesaan sebelum akhirnya hidup dalam kancah kultur perkotaan. 42 Dengan bimbingan ibunya Siti Kasmijah, Akbar Tandjung mengalami masamesa kesulitan ekonomi setelah ditingga ayahnya. Namun keadaan itu tidak berlangsung lama. Seiring per alanan waktu, kakak-kakak Akbar pun mulai beranjak dewasa dan berpenghasilan. Dato Usman, kakak sulung Akbar, melanjutkan usaha ayahnya sehingga kesuitan ekonomi sedikit demi sedikit mulai pudar. Suasana kesenangan dan kesulitan ini pun tampaknya telah membentuk karakter Akbar dalam pergauan dan hubungan sosial. Sehingga, tidak mengejutkan bila, kemudian Akbar dikenal sebagai seorang humaris dan suka “berkorban”. Pada 28 Juni 1986, Siti Kasmijah, sang ibu, meninggal. Berbeda dengan sang ayah yang dikebumikan di Desa Sorkam, Tapanuli Tengah Sumatera. Utara, almarhumah sang ibu di makamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir,Jakarta. Ketua DPR RI periode 1999-2004 ini memulai pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (SR) Medan. Pernah juga mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SR) Muhammadiyah Sorkam Tapanuli Selatan. Dari Medan Akbar hijrah ke 42
M. Deden Ridwan, Op.Cit. Hal.56
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Jakarta, setamat SR. Di Ibu Kota ini Akbar melanjutkan pendidikannya. SMP Perguruan Cikini Jakarta dan SMA Kanisius Jakarta adalah sekolah tempat Akbar menempuh pendidikan lanjutannya. Pendidikan dasar dan menegah akbar agaknya merupakan dimensi lain yang merupakan telah mewarnai pedalanan hidupnya. Dia pernah mengikuti sekolah dasar Nasrani di Medan dan SMA Katolik, Kanisius, di Jakarta. Dalam konteks ini, Akbar Tandjung dari kecil dan menginjak dewasa sudah bergaul dengan kelompok masyarakat yang berdimensi luas, bukan hanya dengan orang Islam saja, tetapi dengan mereka yang berkeyakinan lain. Ini berarti sikap pluralis Akbar tidak sekedar wacana teoritis, melainkan sejak anak-anak benar-benar sudah melekat dalam praktik praktis kehidupan sehari-hari sebagai hasil pergumulannya dengan reaistis sosialkultural yang heterogen. Pergauan dengan non-muslim, bagi Akbar Tandjung, bukan masalah aneh. Ia telah menjadi bagian dari visi hidupnya. Baginya hal ini tentu memberikan dimensi tersendiri dalam proses pergaulan sosial, sikap hidup dan pilihan-pilihan poitik dikemudian hari. 43 Dengan berbagai dimensi sosial yang melekat dalam dirinya, Akbar beranjak memasuki usia dewasa. Pada 1964, Akbar Tandjung melanjutkan studi di Fakultas Tekhnik Universitas Indonesia (UI). Dalam waktu yang sama Akbar bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam. Perihal alasannnya masuk HMI ini, Akbar menjelaskan bahwa, ketika menjadi mahasiswa sering ditawari formuir-formulir 43
Ibid, Hal.55
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
seperti GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), HMI dan lain-lain. Kebetulan banyak teman-teman Akbar yang masuk menjadi anggota HMI, dan akhirnya dia pun merasa cocok di HMI. Disinilah dia menemukan sekolah lain yang telah mendewasakan dan membentuk kepribadiannya. Karakter organisasi ini telah mewarnai kesadaran dan perilaku politiknya. Kepercayaan Akbar pada HMI sebagai organisasi kader hingga kini tetap tampak. Sebab di benak Akbar, HMI telah membuktikan sejak dulu kala selalu berada dibarisan depan tatkala panggilan bangsa menyerunya. Bagi Akbar, HMI merupakan salah satu guardian terpenting dari moralitas bangsa yang plural.
44
Selain itu Akbar Tandjung juga aktif dalam gerakan mahasiswa melalui Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Universitas Indonesia (KAMI- UI) dan LASKAR AMPERA Arief Rahman Hakim. Berikutnya, tahun 1967-1968, Akbar terpilih sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Lalu pada 1968, Akbar aktif dalam Dewan Mahasiswa UI dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa UI sebagai Ketua.
2. Perjalanan Politik Akbar Tandjung Akbar Tandjung memiliki karir politik yang terbilang mulus sejak muds hingga saat ini. Kiprahnya terbilang komplet sebagai politisi. Sejak mahasiswa ia menjadi aktivis HMI. Tak mengherankan jika ia pernah memegang jabatan puncak 44
Ibid
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dalam organisasi mahasiswa tersebut. Akbar Tandjung terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI periode 19711974 di Kongres Nasional X HMI yang berlangsung 3-12 Oktober 1971 di Palembang, setelah menyisihkan saingan utamanya Ridwan Saidi. la menggantikan Nurcholis Madjid, ketua umum PB HMI periode 1969-1971. Sebelumnya Akbar Tandjung menjabat sebagai Ketua. Cabang HMI Jakarta (1969-1971), dan banyak terlibat di dalam ketata negaraan di Indonesia, antara lain di Komite Anti Korupsi (KAK), dan Mahasiswa Menggugat. Perjalanan karir politik Akbar Tandjung sarat dengan aktivitas yang cukup menarik untuk diambil hikmahnya. Salah satu diantaranya, sikapnya yang cukup berani selaku ketua Umum PB HMI memperingatkan Presiden Soeharto yang ketika itu mempunyai kekuatan yang sangat kuat. Sebagai contoh, didalam Konferensi Persnya menjelang tutup tahun, Jumat 28 Desember 1973 di Jakarta, dimana is telah memperingatkan bahwa situasi ketika itu cukup serius, dan pemerintah perlu segera mengadakan perbaikan-perbaikan. Jika tidak, maka gerakan mahasiswa akan semakin membesar. PB HMI khawatir jika gerakan mahasiswa mengarah kepada pemberontakan pemerintah secara inkonstitusional. Walaupun PB HMI belum melihat ada usaha-usaha untuk menjatuhkan Presiden Soeharto. Apa yang dikemukakan oleh Akbar Tandjung itu menjadi kenyataan, karma terbukti belum satu bulan sejak konferensi persnya digelar telah terjadi peristiwa 15 Januari 1974 atau lebih dikenal dengan sebutan peristiwa "Malari". Ketika itu mahasiswa mengadakan Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
beberapa tuntutan, dan melakukan long march dari kampus UI di Salemba menuju kampus Tri Sakti di Grogol, tetapi oleh oknum tertentu kesempatan itu telah dimanfaatkan sehingga terjadi pembakaran atas sejumlah pertokoan, mobil dan sebagainya. Oleh pemerintah ketika itu mahasiswa dituduh sebagai dalang kerusuhan itu.
45
Didalam konferensi persnya menurut Akbar, HMI menolak perombakan pemerintah secara inkonstitusional dan ketika itu tetap mempercayai kepemimpinan Presiden Soeharto. Selain itu, diharapkannya, agar Presiden mengadakan penyegaran terhadap pare menterinya sehingga tercipta inti kekuatan ABRI dan cendekiawan yang berakar di kalangan rakyat. 46 Kesibukannya sebagai Ketua Umum PB HMI tak membuatnya menutup mata untuk aktif di organisasi lainnya. Maka, pada 1972, Akbar ikut mendirikan Forum Komunikasi Organisasi Mahasiswa Ekstra Universiter (GMNI, PMKRI, PMII, GMNI, HMI) dengan nama Kelompok Cipayung.
I
Berikutnya, pada 1973, Akbar ikut mendirikan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Bersama sejumlah tokmoh pemuda seperti David Napitupulu, Cosmas
Batubara,
Zamroeni,
Soerjadi,
dan
lain-lain,
Akbar
Tandjung
menandatangani "Deklarasi Pemuda" yaitu deklarasi berdirinya KNPI, 23 Juli 1973. Di organisasi ini dia menjabat sebagai salah seorang ketua (1974-1978) sedangkan
45 46
Evendhy M. Siregar, Op.Cit. Hal. 15-16 lbid,
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Ketua Umumnya adalah David Napitupulu. Setelah itu, Akbar Tandjung terpilih sebagai Ketua Umum KNPI periode kedua (1978-1981). Tanggal 28 Juni 1978, is ikut Serta menandatangani “Deklarasi Pandaan” yaitu deklarasi berdirinya Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), sebuah ormas basis pemuda Golkar. Dan selanjutnya, pada 1978-1980, Akbar didaulat menjadi Ketua DPP Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI). Disamping aktif di KNPI, is juga aktif merintis penggalangan kekuatan pemuda didalam tubuh Golkar. Sejak 1977, Akbar sudah memasuki organisasi social politik itu. Menurutnya, kenapa is masuk Golkar, karena Organisasi ini lebih siap menjalankan cita-cita Angkatan 66'. Namun keputusannya masuk Golkar banyak dipertanyakan, mengingat Akbar adalah seorang aktivis pemuda Islam tetapi tidak memilih atau masuk partai politik Islam. Namun menurutnya, is sudah berkonsultasi dengan pendiri HMI, Prof. Lafran Pane di Yogyakarta, dan ternyata Prof. Lafran Pane mendukung tindakan Akbar, karena menurutnya HMI memang didirikan untuk kepentingan bangsa. 47 Dan dua tahun kemudian is terpilih menjadi Wakil Sekjen DPP Golkar untuk periode tahun 1983-1988. kiprah selanjutnya, selepas kedudukan wakil sekjen is langsung menjadi Anggota Dewan Pembina Golkar pada tahun 19881993, dan memuncak pada jabatan Sekretaris Dewan Pembina Golkar pada tahun 1993-1998. seperti diketahui, posisi Dewan Pembina yang sangat menentukan arah dan
47
lbid, Ha1.132
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
perkembangan Golkar. Jadi is masuk kedalam lingkaran kekuasaan. 48 Dalam perjalanannya, nama Akbar kian menjulang ketika is duduk di kursi DPR/ MPR RI. Rentang waktu antara 1997-2004 Akbar malang melintang di kursi wakil rakyat itu. Dimulai pada 1977-1988, Akbar menjadi Anggota FKP DPR RI mewakili Propinsi Jawa Timur. Lalu pada 1982-1983, posisinya melesat naik sebagai Wakil Sekretaris FKP DPR RI. Berikutnya, pada 1987-1992, karirnya merambah ke kursi MPR RI dengan posisi sebagai Sekretaris FKP-MPR RI dan Anggota Badan Peker a MPR RI. Di posisinya ini ia bertahan hingga periode berikutnya, 1992-1997. Karirnya di pemerintahan terns merangkak naik pada tahun-tahun berikutnya. Dari posisinya sebagai Sekretaris di FKP MPR RI, selanjutnya Akbar duduk sebagai Wakil Ketua FKP MPR RI dan Wakil Ketua PAH II, pada, 1997- 1998. Dari kursi wakil rakyat, selanjutnya Akbar melenggang ke pusat kekuasaan. Pengalamannya di lembaga pemerintahan dimulai pada 1988-1993. Pada rentang waktu ini Akbar duduk sebagai Menteri Negara Pemuda, dan Olah Raga di Kabinet Pembangunan V. Berikutnya, pada, 1993-1998, Akbar duduk sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat, yaitu pada, Kabinet Pembangunan VI. Pada 1998, meskipun hanya beberapa bulan, Akbar Tandjung terpilih kembali menjabat sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Pemukiman dalam Kabinet Pembangunan VII.
48
Akbar Tandjung, (ed.Hajriyanto Y. Tohari), Moratorium Politik: Menuju Rekonsiliasi Nasiona, 2003, Jakarta: Golkar Press, Ha1.331-332 Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Kejatuhan Presiden Soeharto tidak berarti menamatkan karir Akbar Tandjung, malahan dia semakin menempati posisi strategic, oleh Presiden Habibie ia dipilih menjadi Menteri Negara Sekretaris Negara 23 Mei 1998 hingga 10 Mei 1999. Di masa, reformasi, saat Golkar dijadikan salah satu sasaran caci dan hujatan masyarakat, Akbar Tandjung turut dalam bursa pencalonan Ketua Umum Golkar yang telah menjadi partai politik. Tanggal 11 juli 1998 ia terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar dengan Paradigma Baru. Segenap karir dan pengalaman panjang organisasi Akbar, barangkali tak terlalu berlebihan jika, seperti dilansir Denny JA dalam situs www.lsi.co.id, saat ini'tak ada figur politik yang sehebat Akbar Tandjung. Terlebih jika itu semata dilihat dari
leadership
dan
kapabilitas
memimpin
partai.
Akbar,
tulis situs itu lebih lanjut, memimpin Golkar di saat yang sulit. Bahkan dirinya sendiri terkena kasus hokum. Kesediannya berkorban untuk kasus Bulog jilid 2, serta kerajinannya turn ke daerah, membuat Golkar dapat bertahan. 49 Pada Pemilu 1999, melalui daerah pemilihan DKI Jakarta, Akbar Tandjung terpilih sebagai anggota Legislatif di DPR RI peiode 1999-2004. Karier politiknya nyaris sempurna ketika Partai Golkar, sebagai partai terbesar kedua di DPR , mencalonkan dirinya menjadi presiders RI. la mengundurkan diri dari pencalonan tersebut. Sebagai gantinya, Akbar terpilih menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). 49
(httP:// www.isi. co. id html), diakses pada 19 Januari 2009.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
3. Pengalaman Internasional Akbar Tandjung Kiprah Akbar di berbagai organisasi meluas hingga ke jalur internasional. Pengalaman internasionalnya dimulai pada tahun 1972. Pada tahun ini Akbar mengikuti Asia and Pacific Students Leaders Program-Departement of State USA yang berlangsung selama tiga bulan. Lalu pada 1974, Akbar kembali dengan pengalaman internasional lainnya. Pada tahun ini Akbar mengikuti pertemuan Majelis Pemuda se Dunia (World Assembly of Youth) di Nakhadka, Rusia. Pada 1988, Akbar memimpin Delegasi Indonesia dalam pertemuan Menteri-Menteri Olah Raga se-Dunia di Moskow. Dua tahun berikutnya, tahun 1990, Akbar memimpin Delegasi Indonesia dalam Dialog Malaysia Indonesia (Malindo), di Kuala Lumpur. Tahun 1995, Akbar mengikuti Seminar Federasi Real Estat Sedunia (FL4,BCI), di Paris, Perancis. Setelah satu tahun dari Paris, pada 1996, Afrika menjadi tempat pengalaman internasional Akbar berikutnya. Di negara ini Akbar mengikuti Kongres Habitat II di Nairobi, Afrika. Pengalaman internasionalnya berlanjut di Hanoi saat mengikuti KTT ASEAN pada 1998. Satu tahun berikutnya, Yordania menjadi tempat pengalamannya berikutnya. Pada 1999, Akbar memimpin Delegasi untuk Mengikuti Sidang International Parliament Union (IPU) di Yordania, Oktober.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Pada 2000, Akbar memimpin Delegasi pada Sidang Inter-parliamentary Union (IPU) di Jakarta. Pada tahun yang sama Akbar memimpin Delegasi pada Sidang AIPO di Singapura. Tahun 2001, Akbar memimpin Delegasi pada Konferensi Ketua-Ketua Parlemen Se-Dunia, di NewYork. Juga memimpin Delegasi pada Sidang AIPO di Thailand pada tahun yang sama. Dan, pada 2002, Akbar memimpin Delegasi pada Sidang AIPO di Vietnam.
BAB III. GOLKAR DI BAWAH KEPEMIMPINAN AKBAR TANDJUNG 1. Golkar Pasca Munaslub 1998 Kalau gerakan reformasi berpesta dengan kejatuhan Soeharto, tidak demikian halnya dengan Golkar. Kejatuhan membawa kemelut yang tidak tehindarkan. Kemelut ini mencerminkan tarik-menarik kepentingan yang sangat sengit dari berbagai faksi yang ada di orsospol tersebut. Munculnya faksi-faksi yang heterogen dalam organisasi ini adalah konsekuensi logis dari transformasi Golkar menjadi organisasi semi partai. Spektrum taksionalisme itu sangat beragam. Mulai dari unsur ormas pendiri, tentara, pensiunan tentara, ormas pendukung hingga tokoh baru yang dihasilkan oleh perluasan basis dukungan. Semuanya berkepentingan untuk membentuk wajah baru Golkar pasca kejatuhan Soeharto. Namun, kepentingankepentingan itu tampak belum menentukan wujud yang nyata. Yang lebih menonjol adalah kemarahan, disorientasi dan kebingungan menentukan sikap politik yang jelas. Suasana seperti ini menjadikan isu-isu konflik tidak berfokus. Mulai dari gugatan Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
sikap politik Harmoko, yaitu Ketua Umum Golkar periode 1993-1998, persoalan Eksistensi dewan Pembina, hubungan dengan pemerintahan Habibie saat itu, desakan mengadakan Munaslub, hingga pertarungan antar faksi memperebutkan kursi ketua umum. Konflik panas pertama tentu saja mempersoalkan sikap Harmoko dalam mendorong percepatan kejatuhan Soeharto. Sikap itu menimbulkan sejumlah ketidakpuasan yang berujung pada keinginan mendongkel kepemimpinan. Harmoko secepatnya, tanpa harus menunggu Munas. Harmoko dituding harus bertanggung jawab atas kejatuhan Soeharto, mengingat is sebagai ketua DPR/MPR dan Ketua Umum Golkar tidak tanggap terhadap aspirasi masyarakat. Tuntutan mundur Harmoko dirancang melalui ide menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa, atau Munaslub. Adalah Kosgoro atau Kesatuan Organisasi Serbs Guna Gotong Royong, yang mendesak Golkar untuk segera melaksanakan Munaslub. 50 Munaslub Golkar diadakan pada, tanggal 9-11 Juli 1998. Agenda yang di bicarakan adalah perubahan atas Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Golkar. Sedangkan masalah yang menyangkut perbaikan, pergantian maupun pengunduran diri pengurus DPP Golkar juga akan dibahas dalam Munaslub. Pertarungan sesungguhnya mulai ter adi di kalangan elite Golkar dalam arena Musyawarah Nasional Luar Biasa. Dimana ter adi pertarungan antara dua, kubu, yaitu 50
Kholid Novyanto, dkk. Op. Cit. hal.30-31
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
kubu Akbar Tandjung dan kubu Edy Sudrajat. Pemilihan dilakukan dua tahap. Tahap pertarna, untuk mendapatkan calon ketua umum dengan dukungan minimal lima suara DPD. Dalam putaran pertama, Akbar Tandjung memperoleh 15 suara, Edy Sudrajat 11 suara, dan Sri Sultan Hamengkubuwono X, satu. suara. Dari hasil ini, Akbar Tandjung dan Edy Sudrajat dipastikan menjadi calon karena suara keduanya sudah memenuhi persyaratan pencalonan yakni minimal 5 suara DPD. Pada, tahap pemilihan ini, Akbar Tandjung terpilih dengan 17 suara, sementara Edi Sudrajat coma didukung oleh 10 suara. Kemenangan Akbar Tandjung ini lebih karena, disebabkan oleh kecerdikan para pendukung Akbar Tandjung memanfaatkan situasi politik saat itu. Kubu Akbar mencitrakan diri sebagai kelompok reformis dan Edi Sudrajat terlanjur teropini sebagai loyalis Soeharto. Isu inilah yang terns berkembang dalam arena Munaslub. Terpilihnya Akbar Tandjung juga satu terobosan bagi usaha aktivis Golkar yang merangkak dari bawah. Akbar mempelopori kehadiran dan berkiprah di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) pada 1973, Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), sampai terpilih menjadi ketua umum Golkar. Dengan karier seperti itu, sosok Akbar Tandjung dianggap sebagai simbol kemenangan jalur G (Golkar). Karena is lahir dan besar di lingkungan Golkar.
51
1.1. Restrukturisasi Internal dan Konsolidasi Organisasi 51
Ibid, hal. 49.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
1.1.1. Perombakan Struktur Organisasi Setelah terpilihnya Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum Golkar, dan terbentuknya kepengurusan pusat Golkar. Maka banyak peker aan rumah yang hares diselesaikan oleh Akbar Tandjung dan jajaran pengurus Golkar. Salah satunya adalah perombakan struktur organisasi. Perombakan struktur organisasi Golkar merupakan salah satu aspirasi yang mengemuka dalam ajang Munaslub 1998. Perombakan struktur organisasi Golkar diawali dengan penghapusan Dewan Pembina karena sejak Munas Golkar 1978 telah menjadi institusi internal yang “sangat berkuasa”. Besarnya kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Pembina tersebut dengan sendirinya menjadikan ketua Dewan Pembina, sebagai figur yang paling penting dan berkuasa di Golkar. Pada perkembAgan selanjutnya, ketua Dewan Pembina terns berusaha mengendalikan Golkar secara penuh. Dengan kewenangan yang dimilikinya, Ketua Dewan Pembina Golkar selalu berperan dalam menentukan kebijakan-kebijakan strategic Golkar, termasuk dalam persoalan yang sangat mendasar, antara lain penentuan kepemimpinan DPP Golkar dan penyeleksian daftar talon legislatif. Dengan mekanisme demikian, sangat jelas bahwa kewenangan Ketua Dewan Pembina yang sangat sentralistik ini telah mengakibatkan sangat lemahnya otonomi pare kader Golkar dalam hal penentuan
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
kepemimpinan. Sebagai implikasi lebih lanjut, mekanisme demokrasi dalam penentuan kepemimpinan Golkar tidak bedalan. 52 Demikian halnya dengan seleksi daftar calon legislatif yang akan diajukan dalam pemilu. Dalam hal ini, beberapa kale presiders Soeharto yang sebagai Ketua Dewan Pembina melakukan intervensi. Dimana, proses yang umum dalam penentuan daftar caleg melibatkan tiga jalur A-B-G, dimana pemimpin ketiga jalur tersebut mengajukan name-name untuk dimasukkan kedalam daftar calon legislatif. Penghapusan Dewan Pembina tersebut tidak memperoleh hambatan yang berarti dalam Munaslub Golkar 1998, karena kuatnya dfesakan pembaruan internal. Dalam persidangan komisi A Munaslub Golkar 1998 yang membahas masalah AD/ART organisasi, secara aklamasi peserta menyepakati penghilangan struktur Dewan Pembina di tingkat DPP, Dewan Pertimbangan di Tingkat DPD I dan Dewan Penasehat Golkar di Tingkat DPD 11. Ketiga unsur tersebut telah menjadi sumber persoalan utama Golkar, sehingga sudah selayaknya tidak lagi dimasukkan dalam struktur Organisasi Golkar. Penghapusan Dewan Pembina merupakan bagian penting dalam proses reformasi internal Golkar. Perubahan AD/ART yang dilakukan oleh pimpinan Golkar tersebut secara drastis merupakan tekad Golkar untuk memutus hubungan dengan sistem kekuasaan lama yang terpusat pada seseorang. Setidaknya bagi mereka, Golkar telah menghapus institusi yang mengakibatkan ketidak mandirian organisasi yakni menghapus Dewan Pembina yang terlalu dominan dan 52
Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. hal. 165
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
sangat eksesif. Struktur Dewan Pembina di Tingkat pusat, Dewan Pertimbangan di Tingkat I, dan Dewan Penasehat di Tingkat II kemudian digantikan dengan Penasehat dengan kewenangan lebih terbatas. Dimana di sebutkan, Dewan Penasehat merupakan badan yang bersifat kolektif yang bertugasmemberi saran dan nasehat, baik diminta maupun tidak diminta, kepada pimpinan partai sesuai tingkatannya dalam menjalankan dan mengendalikan segala kegiatan dan usaha partai. Berbeda dengan struktur Golkar dan Partai Politik di era Orde Baru yang membatasi kegiatan politik sampai ke tingkat desa karena adanya kebijakan politik massa mengambang (floating mass), struktur kepartaian di era reformasi menjangkau dari tingkat pusat (nasional) hingga tingkat pedesaan. Penasehat partai memiliki kedudukan dan fungsi yang berbeda dengan Dewan Pembina di masa lalu. Penasehat tidak memiliki kewenangan yang menentukan kebijakan partai melainkan hanya memberikan masukan dan saran-saran. Proses pengambilan keputusan partai ditentukan oleh pengurus structural partai di luar penasehat. Perombakan struktur kepengurusan Golkar dari tingkat pusat hingga ke tingkat terbawah berpengaruh pada mekanisme pengambilan keputusan partai yang lebih demokratis dan partisipasif daripada sebelumnya. 53 Lembaga Dewan Penasehat terbentuk pada Oktober 1998. lembaga barn ini terdiri atas 37 orang, satu ketua, tiga wakil ketua, satu sekretaris dan 32 anggota.
53
Ibid, hal. 102
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
1.1.2. Pemutusan Jalur-jalur Pendukung Selain perubahan struktur kepengurusan partai Golkar, langkah politico penting lainnya adalah pemutusan jalur-jalur pendukung Golkar. Pada masa Orde Baru Golkar di dukung oleh tiga jalur politik, masing-masing jalur A (ABRI), jakur B (Birokrasi), dan jalur G (Golkar) atau yang dikenal jalur ABG. Jalur A terkait dengan keterlbatan kalangan militer (ABRI, khususnya AD) dalam sejarah kelahiran dan pertumbuhan Golkar di era Orde Baru. Menurut Ramli Aryanto, salah seorang pengurus DPD Partai golkar Sumatera Utara, sebenarnya kelompok-kelompok A (ABRI) dan B (Birokrasi) yang sudah tidak sepaham lagi dengan Partai Golkar “Baru”, dan sepakat di luar struktur partai. “Pada saat itu kelompok-kelompok ABRI dan Birokrasi sudah merasa tidak sepaham lagi dengan Partai Golkar, yang sudah mempunyai wajah baru pasca lengsernya Soeharto. Mereka menilai Golkar sudah tidak dapat legi memberikan perlakuan istimewa kepada mereka, seperti pada zaman Orde Baru dulu. Di tambah lagi adanya Undang-Undang tentang larangan bagi Abri dan Birokrasi (PNS) untuk tidak terlibat aktif di dalam partai politik. Dan Partai Golkar juga tidak mempermasalahkan kalau ABRI (Tentara) dan Birokrasi (PNS) masih ikut bergabung dengan Golkar asalkan sudah tidak aktif lagi di kesatuannya atau kedinasannya, dengan kata lain sudah pensiun”. 54
Sebagai inisiator kelahiran Golkar, posisi militer (ABRI) di tubuh organisasi Golkar sangat istimewa. Tekanan politik yang cukup berat sebenarnya sudah muncul tatkala Habibie selaku presiders dan dewan pembina Golkar, memutuskan mengakhiri
54
Wawancara dengan Ramli Aryanto, tanggal 4 Maret 2009.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
mekanisme jalur ABG. 55ABRI merupakan salah satu institusi yang menjadi sasaran kritik atau kecaman-kecaman elemen-elemen masyarakat prodemokrasi. Institusi ini dianggap oleh kelompok-kelompok tersebut sebagai salah satu elemen utama yang turut menyebabkan terpuruknya negeri ini. Peran dan fungsi militer selama Orde Baru dinilai telah menyimpang terlalu jauh dan menjadi kepanjangan Langan rezim otoriter yang lebih mengutamakan politik kekuasaan daripada menjunjung tinggi segi-segi profesionalisme. Karena itu, salah satu isu yang banyak dipersoalkan pada awal reformasi adalah keterlibatan militer dalam politik. Isu ini berkembang menjadi salah satu pokok pembahasan yang krusial dalam berbagai forum. Masalah keterlibatan militer dalam politik yang dijustufikasi melalui Dwi Fungsi ABRI menjadi topik yang paling Bering dipersoalkan seiring dengan bergulirnya reformasi dan demokratisasi. Berbagai kalangan prodemokrasi, termasuk mahasiswa, dengan lantang menuntut dihapusnya peranan politik militer melalui pencabutan konsep Dwi Fungsi ABRI. Konsekuensinya, seperti dalam sistem pemerintahan demokratis, tidak perlu ada lagi wakil militer di parlemen. Kursi-kursi di parlemen hanya untuk wakil rakyat yang terpilih melalui prose pemilu. Karena militer bukan peserta pemilu, dengan sendirina tidak berhak untuk memiliki kursi di parlemen. Pandangan seperti itulah yang banyak dituntut oleh kalangan pro demokrasi, termasuk beberapa tokoh nasional dan
55
Kholid Novyanto,dkk. Op.Cit. hal.58
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
intelektual. 56 Sementara itu, jalur Birokrasi hadir dan menguat ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 12 tahun 1969, tentang larangan bagi Pegawai Nageri Sipil (PNS) untuk ikut aktif dalam partai politik. Peraturan tersebut mendasari kebijakan”monoloyalitas”, dimana aspirasi politik PNS harus disalurkan kepada Golkar. Dengan asas monoloyalitas tersebut, birokrasi telah menjadi instrumen politik Orde Baru. Menurut H. Azhar Karim Lubis, tokoh Partai Golkar di Sumatera Utara, keterlibatan ABRI dan Birokarasi di jaman Pak Harto itu dianggap bagus bagi mereka. “Sebenarnya keterlibatan ABRI dan Birokrasi pada zaman pak Harto itu bagus, dan itu tuntutan dari kelompok-kelompok tersebut agar dapat ikut aktif dalam politik dan memilih Golkar sebagai tempat penyaluran aspirasi politik mereka. Namun di era Reformasi ini, hal itu hares dipisahkan karena ini merupakan tuntutan zaman yang mendesak agar adanya netralitas terhadap kedua institusi tersebut”. 57 Ketika terjadi perubahan politik di Indonesia, dan desakan agar militer dan birokrasi netral dari politik, para pengurus Golkar yang di pimpin oleh Akbar Tandjung, segera menangkap fenomena tersebut dengan mempersiapkan langkahlangkah politik berkenaan dengan pemutusan hubungan dengan due jalur pendukungnya tersebut. Hal itu secara khusus dibahas dalam Munaslub, yang akhirnya disepakati untuk memutus jalur A (ABRI) dan jalur B (Birokrasi). Dalam 56 57
Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. hal. 136 Wawancara dengan H. Azhar Karim Lubis, tanggal 12 Februari 2009.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
konteks ini, dapat dipahami apabila dalam perkembangan pembahasan RUU Bidang Politik pada Akhirnya Golkar menerima keputusan agar Birokrasi (PNS) berposisi netral secara politik, yang kemudian ditetapkan kedalam asas netralitas PNS. Asas netralitas tersebut juga berlaku bagi institusi TNI dan Polri. Menteri Dalam Negeri saat itu, Syarwan Hamid, juga menyatakan dengan tegas bahwa jalur ABG sudah dihentikan. Pernyataan itu kemudian ditegaskan dengan keluarnya UU No.2/1999 tentang Partai Politik. Seiring dengan keluarnya UU ini make Korpri, organisasi pegawai negeri sipil yang selama ini selalu mendukung Golkar, kemudian mengambil sikap membebaskan pilihan politik anggotanya. Pembebasan pilihan ini juga disusul dengan keputusan Derma Wanita, organisasi para istri Pegawai Negeri, untuk tidak lagi bersikap monoloyalitas pada Golkar. Dengan putusnya hubungan dengan jalur A dan jalur B tersebut, partai Golkar dituntut untuk menjadi partai politik yang mandiri dan tidak eksklusif Partai Golkar harus berjuang untuk menyusun kepengurusan dari tingkat pusat hingga ke tingkat terbawah dalam struktur kepengurusan partainya, tanpa melibatkan PNS dan anggota TNI/Polri yang masih aktif Hal tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi partai Golkar, mengingat sebagian besar pengurusnya berasal dari unsur PNS yang masih aktif, khusunya di daerah-daerah. 58 Namun telah menjadi keputusan politik yang tidak dapat di tolak lagi, dan Partai Golkar beserta jajaran pimpinannya harus menerima kenyataan tersebut. 58
Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op.Cit. hal. 104
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Keterpotongan selanjutnya menyangkut aspek finansial. Sumber pendanaan merupakan faktor penting yang menyebabkan Golkar tidak mandiri selama kiprahnya di Orde Baru. Dari segi ketersediaan dana untuk menghidupkan jalannya organisasi, pendanaan Golkar selama Orde barn relatif terjamin. Ini tidak lepas dari eksistensi Golkar sebagai sebuah “partai pemerintah” dengan dana yang disokong penuh oleh kekuasaan. Selaina Orde Baru, soeharto selalu memberikan dukungan penuh keuangan Golkar melalui Yayasan Dana Abadi Karya (Dakab). Dukungan finansial itu menjadi salah satu instrumen pokok Soeharto dalam menegakkan struktur ketergantungan Golkar pada figur sentral Orde Baru. 59 Namun seiring jatuhnya Orde Baru, maka dana dari Yayasan tersebut pun ikut berhenti. Sebelumnya juga pasca Munaslub 1998, seluruh jajaran pimpinan Partai Golkar memang sudah mengkehendaki agar Golkar tidak lagi menharapkan pendanaan dari yayasan Dakab tersebut, dan itu sudah merupakan komitmen mereka untuk tidak lagi berhubungan dengan segala hal yang berbau Orde Baru termasuk masalah pendanaan tersebut. Inisiatif yang digunakan untuk mengatasi masalah pendanaan adalah mengoptimalkan pemasukan keuangan partai dari para anggota dan simpatisan. Selain di tingkat pusat, upaya penggalian dana para anggota dan simpatisan melalui fun raising juga di galang oleh para kader partai Golkar di daerahdaerah. Partai Golkar di daerah membuka rekening bagi para donator dan sukarelawan yang ingin membantu keuangan Partai Golkar. Potensi dana dari 59
Kholid Novyanto,dkk. Op.Cit. hal.59
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
penggalangan kalangan internal ini ternyata memberikan hasil yang cukup berarti. Selain itu pendanaan dari pemerintah yang jumlahnya cukup besar juga diterima oleh Partai Golkar dalam bentuk "Bantuan Keuangan pada Parpol". Bantuan ini juga diterima oleh semua partai politik peserta pemilu 1999. Ketentuan itu sendiri diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 tahun 2001. 60
1.1.3. Musyawarah Daerah dan Konsolidasi Organisasi Langkah strategic lain pasta Munaslub 1998 adalah melaksanakan musyawarah daerah (Musda) di seluruh Indonesia. Hal tersebut didasari oleh pertimbangan antara lain bahwa dengan melakukan Musda di seluruh Indonesia sesegera mungkin, Partai Golkar akan di topang oleh kekuatan jaringan organisasi yang telah siap untuk mengimplementasika paradigm baru partai, serta secara khusus mempersiapkan diri untuk menghadapi pemilu 1999.percepatan pelaksanaan Musda tersebut merupakan bagian dari penguatan kelembagaan (konsolidasi kelembagaan vertkal) Golkar di era transisi. 61 Tingginya tekanan terhadap partai Golkar di sejumlah daerah menyebabkan gerak dan langkah politik partai tidak selincah era sebelumnya (Orde Baru). Para pengurus partai Golkar di sejumlah daerah merasa kesulitan untuk melakukan konsolidasi. Namun, seiring dengan membaiknya situasi politik dan menurunnya
60 61
Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. hal. 177 Ibid, hal. 104
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
intensitas tekanan terhadap partai Golkar, proses konsolidasi kelembagaan partai menjelang Pemilu 2004 telah dapat bedalan secara lebih optimal.
1.1.4. Tantangan dan Konsolidasi Organisasi Pasca Munaslub Dalam melakukan penataan kesisteman organisasi sesuai dengan paradigma baru, setelah Munaslub 1998, Golkar menghadapi berbagai persoalan internal, terutama berkaitan dengan ketidakpuasan beberapa kalangan terhadap hasil Munaslub. Sejumlah pumawirawan ABRI, mengeluarkan pernyataan ketidakpuasan terhadap hasi Munaslub, karena pihaknya menilai terjadinya intervensi politik dari Depdagri, beberapa menteri, dan ABRI yang tidak konsisten dengan netralitas politiknya. Namun demikian, sejumlah sejumlah purnawirawan ABRI tidak menggugat hasil Munaslub secara hokum di pengadilan. Tetapi, dampak dari ketidak puasan tersebut amat berpengaruh didalam dinamika internal partai pasca-Munaslub. Hal tersebut terlihat, antara lain ketika beberapa pengurus baru DPP Partai Golkar, dengan alasan yang berbeda-beda, melakukan penolakan hasil Munaslub, dan mengundurkan diri dari kepengurusan. Menurut H. A. Karim Lubis, keluarnya beberapa kader-kader Golkar tersebut pasca Munaslub 1998 maupun pada saat kepemimpinan Akbar Tandjung adalah hal yang wajar-wajar saja. “Banyaknya kader Golkar yang keluar dari partai pasca Munaslub 1998 pada saat kepemimpinan Akbar Tandjung adalah hal yang wajarwajar saja. Karena memang banyak perbedaan pendapat dijajaran elite Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Golkar pada saat itu, dan memang Partai golkar sangat Menghargai perbedaan pendapat, dan jika ingin keluar dari partai silahkan saja. Terbukti hal itu tidak mengurangi kine6a partai golkar pada saat itu dalam menghadapi pemilu 1999 maupun pemilu 2004”. 62 Sebagai Ketua Umum, Akbar Tandjung telah berupaya untuk mengakomodasi berbagai elemen yang ada, termasuk personalia-personalia pendukung Edi Sudrajat. Pengunduran diri sejumlah pengurus tersebut tidak mengurangi keberagaman atas komposisi kepengurusan yang ada, dan tidak sampai menimbulkan krisis politik yang tajam di internal partai Golkar. 63 Dalam perkembangannya, seiring dengan upaya penegakkan disiplin organisasi dan peningkatan citra partai, DPP Partai Golkar memutuskan untuk memberhentikan 36 anggota FKP-MPR dan 5 anggota FKP-DPR/MPR, serta mengganti mereka dengan anggota-anggota yang baru. Terjadinya recall atas beberapa tokoh tersebut tidak dapat dilepaskan dari imbas persaingan politik Munaslub Golkar 1998. Menurut Akbar Tandjung, yang dilakukan oleh DPP Golkar tersebut bukan recalling, tetapi refreshing. Gerakan-gerakan dari kelompok-kelompok yang mengalami kekalahan dalam Munaslub dirasakan semakin menjadi ancaman serius. Gerakan mereka terkoordinasi dengan baik, sebagaimana terkoordinasikan ke dalam Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa (GKPB), dan berupaya melakukan tekanan politik pada Golkar secara terang-terangan. Para tokoh yang tergabung dalam GKPB inilah yang 62 63
Wawancara dengan H.A. Karim Lubis, pada tanggal 12 Februari 2009. Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. hal. 105
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
kemudian di-recall menjelang SI-MPR 1998. Bagi partai Golkar tmdakan uu dilakukan untuk menghindari kemungkinan pembangkangan politik pada saat berlangsungnya SI MPR, sehingga membahayakan posisi B.J. Habibie. Dan Akbar Tandjung tidak mau mengambil resiko, karena kalau mereka tetap dipertahankan dikhawatirkan akan dapat mempengaruhi hasil SI MPR. Resistensi politik terhadap Partai Golkar pasca-Munaslub juga ditunj ukkan oleh adanya perubahan sikap politik berbagai organisasi pendukungnya. Dua organisasi pendukung Golkar, yaitu MKGR dan Kosgoro pun dilanda perpecahan. Di bawah pimpinan Mien Sughandi MKGR berubah menjadi partai politik. Sementara sebagian pendukung Kosgoro mendukung Edi Sudrajat mendirikan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP). Perkembangan politik juga mempengaruhi sikap politik organisasi-organisasi social kemasyarakatan yang pada masa Orde Baru menyalurkan aspirasi politiknya kepada Golkar, seperti Pemuda Pancasila, FKPPI, dan Pemuda Panca Marge. Beberapa pucuk pimpinan Pemuda Pancasila, misalnya, bahkan telah membentuk partai politik baru bernama Partai Patriot Pancasila yang dipimpin oleh Yapto S. Soerjosoemarno. 64 Dengan demikian, pasca-Munaslub 1998, Partai Golkar dihadapkan pada fenomena pergeseran dukungan politik yang signifikan di tingkat organisasi, dan menghadapi realitas persaingan politik baru dimana beberapa, tokoh dan kadernya mendirikan partai politik baru dan hijrah ke partai politik lain. Kenyataan tersebut 64
Ibid
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
membuat jajaran pengurus partai Golkar pasca-Munaslub harus beker a keras untuk mempertahankan eksistensi partai, dengan semakin dekatnya penyelenggaraan pemilu 1999. Demikian pule dalam pemilu legislatif 2004, Partai Golkar juga dihadapkan pada partai yang didirikan oleh tokoh yang pernah aktif di Golkar pada masa Orde Baru, yaitu PKPB. Namun, hasil pemilu 1999 dan 2004 secara empiris membuktikan bahwa partai Golkar masih tetap yang paling tangguh eksistensinya.
1.1.5. Konsolidasi Organisasi Sepanjang 1998-2004, proses konsolidasi politik Partai Golkar antara lain dilakukan dengan melalui berbagai interaksi dengan lapisan akar rumput, terutama kader partai di tingkat kabupaten/kota. Pada, periode politik yang krusial menjelang pemilu 1999, Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung sangat intensif melakukan kunjungan ke berbagai daerah, melakukan perternuanperternuan dengan kader-kader Golkar. Dalam konteks ini, upaya Akbar Tandjung tersebut di lakukan juga dalam rangka memotivasi para kader Golkar di berbagai tempat, agar tidak mengalami demoralisasi, akibat banyaknya tekanan terhadap Partai Golkar. 65 Menurut Ramli Aryanto, Golkar pada scat kepemimpinan Akbar Tandjung adalah sangat solid. “Golkar di bawah kepemimpinan Akbar Tandjung bisa, dikatakan sangatlah solid. Dimana Akbar Tandjung bisa bekeda secara kolektif dengan kader-kader Partai Golkar baik di pusat maupun di daerah sewaktu 65
Ibid, hal. 112
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dia memimpin Partai golkar”. 66 Dalam berbagai kunjungannya ke berbagai daerah, Akbar Tandjung Bering kali dihadang berbagai aksi penolakan dari massa anti-Partai Golkar, sebagaimana yang terjadi di banyak daerah yang is kunjungi. Peristiwa-peristiwa tersebut menjadi pemberitaan di berbagai media massa dan memunculkan banyak tanggapan dari berbagai kalangan. Bagi kader Golkar, tentu Baja peristiwaperistiwa anarkis dari massa, anti-partai Golkar tersebut memberikan kesan yang mendalam, bahkan traumatik. Di tengah arus anti-Partai Golkar yang demikian keras pada masa itu, Akbar Tandjung berupaya mencegah agar kader-kader Golkar tidak patch semangat dan tetap percaya diri. Di sisi lain, sebagi partai modern, konsolidasi organisasi dilakukan dengan mengupayakan tertib administrasi, yang antara lain dilakukan dengan mendata ulang keanggotaan partai. Dalam peraturan organisasi diperintahkan agar di semua tingkat kepengurusan partai Golkar menghimpun dan memelihara daftar anggota yang berada di bawah koordinasinya masing-masing. Setiap enam bulan sekali DPD II Partai Golkar melaporkan jumlah anggotanya kepada. DPD I, demikian pun setiap enam bulan sekali DPD I Partai Golkar berkewajiban melaporkan rekapitulasi jumlah anggota kepada DPP Partai Golkar. Bagi jajaran pimpinan pusat Partai Golkar, pendataan tersebut amat diperlukan dalam rangka mengetahui secara objektif seberapa jauh aktivitas pengurus 66
Wawancara dengan Ramli Aryanto, pada tanggal 4 Maret 2009.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dan seberapa besar kekuatan kader partai yang ada. Berdasarkan pendataan yang dilakukan, menjelang pemilu 1999, Bidang Organisasi, Keanggotan, dan Kaderisasi (OKK) Partai Golkar, mengalami penyusutan hampir mencapai 21 persen dari jumlah anggota Golkar yang ada. pada Pemilu 1997, yaitu sebanyak 34 juts orang/kader. Berkurangnya jumlah kader Golkar tersebut merupakan konsekuensi logis dari perubahan politik yang penuh tekanan. Tekanan-tekanan politik yang terjadi di awal reformasi sedemikian intensif dan eskalatif, sehingga membuat banyak kader Golkar kehilangan kepercayaan diri. Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perubahan iklim politik dan langkah-langkah sistematis kaderisasi pasca-pemilu 1999, jumlah kader Partai golkar terns meningkat. Pada. Rapim VI Partai Golkar tahun 2003, dilaporkan bahwa per 10 Oktober 2003 tercatat 7.405.566 kader. Dan perkembangan selanjutaya, per Maret 2004, tercatat naik menjadi 14.732.556 kader, terdiri atas 2.145.547 unsur pengurus struktural vertikal, dan data anggota biasa sebesar 12.586.812 orang. 67 Dari catatan tersebut terlihat adanya peningkatan gairah berpartai, seining dengan makin kondusifnya iklim demokrasi dan kompetisi kepartaian, di mans tekanan-tekanan politik khususnya yng bersifat fisik terhadap Partai Golkar sudah semakin berkurang, ditambah dengan meningkatnya rasa percaya diri para kader Golkar. Konsolidasi organisasi Partai Golkar juga dilakukan melalui pembentukan organisasi-organisasi sayap, yakni Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan 67
Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. hal. 115
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) dari tingkat pusat hingga tingkat Kelurahan/Desa. Ide dasar pembentukan AMPG adalah untuk menghimpun dan memberdayakan kader-kader muds partai Golkar, sebagai kader-kader Partai yang militan dan berdedikasi tinggi, serta sebagai garda depan dalam menjaga martabat dan kewibawaan partai Golkar. Sementara ide dasar pembentukan KPPG adalah untuk menghimpun dan memberdayakan kader-kader perempuan partai Golkar, sebagai kader-kader partai yang
mandiri, berdedikasi tinggi dan mampu
menyelenggarakan berbagai aktivitas sosial yang terkait dengan masalah-masalah keperempuannan dan kemasyarakatan. Selain AMPG dan KPPG, dikembangkan pula badan-badan dan lembagalembaga fungsionl, seperti Lembaga Pendidikan Kader (LPK), Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP), Badan Informasi dan Komunikasi (BIK), Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Keluarga Intelektual Muda Partai Golkar (KIMPG), serta Forum Komunikasi Tani Nelayan Karya Bangsa (FKTNBK). Sementara dalam rangka membangun potensi partai Golkar yang bersifat historis, seperti ormas SOKSO, Kosgoro 1957, ormas MKGR, Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI), Himpunan Wanita Karya (HWK), Majelis Dakwah Islamiyah (MDI), AlHidayah dan Satkar Ulama Indonesia, di lakukan komunikasi yang intensif. Dalam perkembangannya, seiring dengan persiapan Partai Golkar menghadapi pemilu 2004, dibentuklah kelompok-kelompok kader (Pokkar) untuk menghidupkan dan mengembangkan jaringan kader partai Golkar yang tersebar luas. Tujuan umum. Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dibentuknya Pokkar selain dimaksudkan untuk sebagai kepanjangan tangan Partai Golkar di masyarakat, juga untuk memungkinkan Partai Golkar memiliki akar yang kuat di tengah masyarakat. 68 Dengan upaya tersebut, dimaksudkan agar Partai Golkarmenjadi semakin siap dalam menghadapi pemilu 2004, di banding dengan ketika menghadapi Pemilu 1999. dengan kata lain, menjelang Pemilu 2004 para pengurus partai Golkar tampak percaya diri, dibanding ketika menghadapi pemilu 1999.
1.1.6. Demokratisasi dalam Pengambilan Keputusan dan Pola kepemimpinan Perubahan
struktur
kepengurusan
Golkar
pasca-Munaslub
1998
mengakibatkan ter adinya perubahan dalam mekanisme pengambilan keputusan yakni bersifat lebih demokratis, di mana Musyawarah Nasional (Munas) merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggi organisasi. Sementara itu, dihilangkannya struktur Dewan Pembina yang memiliki kewenangan yang sangat istimewa membuat pola pengambilan keputusan internal partai menjadi demokratis. Pola ini dilakukan melalui
forum-forum
pengambilan
keputusan
yang
partisipasif,
dengan
mengakomodasi berbagai masukan dari pengurus partai. Mekanisme pengambilan keputusan di Partai Golkar ini terns berkembang sejalan dengan dinamika organisasi berdasarkan pertimbangan tentang pentingnya pengambilan keputusan politik yang dilakukan secara demokratis, sesuai dengan 68
Ibid, hal. 118
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
reformasi. Pda masa Orde Baru, pemilihan Ketua Umum Golkar sangat ditentukan oleh Ketua Dewan Pembina, sedangkan pada Munaslub 1998 hak suara untuk memilih ketua umum diberikan pada DPD I (Provinsi) Golkar. Dalam perkembangannya, pada Munas VII 2004 Partai Golkar ingin lebih melibatkan struktur partai yang lebih rendah dalam proses penentuan ketua umum partai. Untuk itulah pada Munas VII tersebut hak suara juga diberikan kepada DPD II (Kabupaten/Kota) Partai Golkar. 69 Keputusan tersebut merupakan konsekuensi dari disepakatinya mekanisme perluasan partisipasi dalam proses politik yang demokratis. Namun menurut Ramli Aryanto, Dewan Pimpinan pusat masih pengambil keputusan tertinggi. “Dalam partisipasi hak suara, daerah sekarang sudah memiliki hak. Namun dalam penyerapan aspirasi daerah, belum semua terlaksanakan oleh DPP. Karena kan setiap daerah memiliki aspirasi yang berbeda-beda”. 70 Hal yang senada juga diungkapkan oleh H. A. Karim Lubis, yang mana beliau mengatakan. “Dalam pengambilan keputusan DPP masih tertinggi, namun dalam penyerapan aspirasi daerah sebagian besar sudah diperhatikan. Karena hal itu penting untuk melaksanakan konsolidasi partai untuk kearah yang lebih baik lagi”. 71 Sementara itu, perubahan secara mendasar atas pola pengambilan keputusan Partai Golkar juga menuntut adanya perubahan pola kepemimpinan di dalamnya. 69
Ibid.
70
Wawancara dengan Ramli Aryanto, pada tanggal 4 Maret 2009. Wawancara dengan H. A. Karim Lubis, pada tanggal 12 Februari 2009.
71
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Sebagai partai politik yang demokratis, pola kepemimpinan Partai Golkar dituntut untuk bersifat demokratis. Kepemimpinan yang demokratis berlawanan dengan kepemimpinan yang otoriter, yang mempertahankan wewenangnya dengan cara memerintah dan memberi tabu pengikutnya spa yang hares diker akan tanpa melakukan konsultasi terlebih dahulu. Sejak terjadi perubahan mendasar dalam struktur partai, sebagai konsekuensi atas paradigma baru, sistem pengambilan keputusan partai senantiasa dilakukan berdasarkan pertimbangn-pertimbangan yang bersifat objektif, aspiratif dan transparan. Kepemimpinan internal Partai Golkar juga menuntut keterampilan beradaptasi dalam merespon berbagai perubahan ekstemal partai. Hal ini sejalan dengan kaidah dasar kepemimpinan sebuah organisasi modern bahwa organisasi yang ingin bertahan dalam perubahan-perubahan yang demikian cepat harus memiliki pemimpin yang dapat membuat perubahan internal menjadi seimbang dengan perubahan di luar Organisasi. Dalam hal ini Ramli Aryanto mengatakan bahwa, kepemimpinan Akbar Tandjung itu sangat baik. “Kepemimpinan Akbar Tandjung itu di Partai Golkar dalam periode 1998-2004 sangatlah bagus. Pemimpin yang baik dalam memimpin organisasi, hal itu sudah di buktikannya dalam memimpin berbagai organisasi. Dan sosok kader yang baik untuk menjalankan tugas-tugas partai, walaupun partai Golkar saat masa kepemimpinannya itu banyak mengalami tekanan-tekanan apalagi pada saat awal-awal reformasi”. 72 72
Wawancara dengan Ramli Aryanto, pada tanggal 4 Maret 2009.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Sebagai Ketua Umum Partai Golkar dalam fase politik yang kritis di awal era transisi, Akbar Tandjung berupaya keras untuk menanamkan motivasi kepada para pengurus dan kader-kader partai agar tidak patah semangat atau mengalami demoralisasi, dan tetap percaya diri dalam menghadapi berbagai tekanan politik yang demikian keras. Selain itu, acara-acara temu kader yang bersifat massal diberbagai daerah juga dilakukan sebagai unjuk kekuatan politik Partai Golkar, sebagai sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan politik praktis. dan Akbar Tandjung yang sebagi Ketua Umum Partai Golkar periode 1998-2004, memang sangat aktif dalam melakukan konsolidasi partai dengan cara berkomunikasi langsung dengan para kader partai di berbagai daerah. Seperti yang di ungkapkan juga oleh H. A. Karim Lubis, bahwa kepemimpinan Akbar itu bagus dan merakyat. “Kepemimpinan Akbar Tandjung di Golkar pada waktu itu bagus, dimana sosok Akbar Tandjung itu sosok yang merakyat. Dan ia juga sering dan mau bertatap muka dengan kader-kader yang ada di daerah” . 73 Kepemimpinan Partai Golkar juga dapat dirasakan dalam menghadapi dinamika perubahan politik eksternal yang berimbas pada dinamika politik internal. Dalam fase politik yang kritis di awal era transisi, terlepas dari resistensiresistensi politik di internal Golkar, Akbar Tandjung merasakan tingkat soliditas organisasi partai Golkar cukup tinggi. Dalam rangka memperkuat soliditas organisasi, ketua 73
Wawancara dengan H. A. Karim Lubis, pada tanggal 12 Februari 2009.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
umum partai juga dituntut untuk mampu menjalankan pola-pola manajemen konflik di internal partai. Sebagai pemimpin partai, Akbar Tandjung, dituntut untuk bisa menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang moderat dan senantiasa berupaya untuk menjembatani berbagai perbedaan dan kepentingan yang ada, serta mengedepankan tercapainya konsensus. Potensi konflik selalu ada didalam organisasi politik mana pun, tak terkecuali di internal partai Golkar, sebagai konsekuensi dari dinamika dan interaksi politik di dalamnya. Akbar Tandjung memahami bahwa potensi konflik tersebut selalu ada, maka ia berupaya mengambil sikap dan kebijakan politik yang bertujuan agar potensi konfliktersebut dapat terkelola dengan baik, agar tidak menimbulkan konflik terbuka yang dapat mengancam soliditas organisasi. 74 Dalam mewujudkan soliditas organisasi, hal-hal yang sudah menjadi keputusan bersama sebagai aturan main organisasi harus diikuti dan ditaati bersama. Dalam konteks inilah peran kepemimpinan yang tegas sangat diperlukan dalam rangka meneguhkan kewibawaan dan integritas organisasi. Dalam periode politik 1998-2004, di partai Golkar sendiri memang terdapat beberapa kasus yang terkait dengan hal tersebut. Kepemimpinan yang tegas merupakan gaya kepemimpinan partai Golkar yang sesungguhnya, mengutamakan konsensus demi menjaga soliditas partai, tetapi kebijakan-kebijakan yang keras dan tegas bilamana perlu terpaksa dilakukan demi menjaga martabat dan wibawa partai. Seperti yang dikatakan H. Azhar Karim Lubis, yaitu: 74
Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op.Cit. hal. 121-124
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
“Golkar pada saat itu tentu tidaklah sangat solid, karena di internal partai Golkar sendiri pada saat awal reformasi banyak bergejolak, karena perbedaan pendapat antar jajaran Pimpinan Pusat Partai. Dan memang pada saat awal reformasi partai-partai politik memang tidak ada yang solid, semua partai pada saat itu harus kerja keras agar dapat meraih hasil yang maksimal, terutama partai-partai yang ada sejak Orde Baru termasuk Golkar”. 75 1.1.7. Paradigma Baru Partai Golkar Upaya Golkar dalam melakukan penyesuaian diri terhadap reformasi adalah melakukan revitalisasi nilai-nilai dasar dan perubahan paradigma. Reformasi tidak hanya menyangkut unsur perbahan struktur politik, tetapi juga membawa nilai-nilai bare, seperti tuntutan demokratisasi, partisipasi politik, transparansi, dan keadilan sosial, yang kesemuanya ini menjadi tantangan series bagi Partai Golkar. Sebagai organisasi politik yang menyandang stigma buruk akibat kedekatannya dengan Orde Baru, yang banyak mendapat hujatan di era reformasi, jika ingin bertahan Golkar hares mampu merespon perubahan nilai dan tatanan dalam kehidupan perpolitikan di Indonesia. 76 Reformasi politik yang Bering ditandai dengan berakhirnya kekuasaan Soeharto, selain membawa perubahan di berbagai aspek dalam pemerintahan, juga mengubah nilai-nilai lama dan munculnya nilai-nilai baru. Menguatnya aspirasi demokratisasi, reformasi di segala bidang kehidupan, keterbukaan, tata kelola pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab, supremasi hukum dan
75 76
Wawancara dengan H. Azhar Karim Lubis, pada tanggal 12 Februari 2009. Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. bal. 187
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia serta pentingnya partisipasi masyarakat merupakan sebagian dari nilai-nilai baru tersebut. Transisi demokrasi telah pula menyebabkan berbagai nilai dan tatanan politik lama yang tidak demokratis menjadi tidak relevan lagi. Berkembangnya nilai-nilai demokrasi ini menjadi tantangan yang sangat series bagi Partai Golkar, sebab merupakan fakta bahwa Golkar dalam sejarahnya merupakan bagian penting dari kekuasaan hegemonik Orde Baru yang otoriter dan antidemokrasi. Perubahan nilai-nilai ini pada awalnya disikapi secara beragam oleh elite Golkar. Hal ini sekurangnya terbukti dengan ter adinya fragmentasi yang kuat dan sikap pro-kontra dalam merespon reformasi. Beberapa pihak masih ingin mempertahankan nilai-nilai lama meskipun tidak demokratis, tetapi banyak juga yang dengan tegas menolak paradigma lama serta mendukung secara penuh reformasi yang sedang ben alan. Namun dernikian, seining dengan perubahan-perubahan yang tedadi di dalam Golkar, yang berpuncak pada Munaslub 1998, kepemimpinan baru Golkar telah merumuskan visi dan perspektif yang lebih sejalan dengan nilai-nilai reformasi sebagaimana tercermin dalan konsep paradigma baru. 77 Munculnya dorongan kuat dalam internal Golkar untuk mengambil sikap tegas mendukung demokrasi dan menyukseskan agenda reformasi ebenarnya bukanlah fenomena yang mengejutkan. Pada umumnya, untuk beberapa elite Golkar, berlangsungnya reformasi demokrasi dipahami bukan semata-mata sebagai ancaman 77
Ibid, hal. 189
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
antara lain karena nilai-nilai demokrasi pada dasarnya telah tertanam pada diri beberapa elite Golkar, terutama ditataran kepengurusan pusat. Para tokoh ini sebenarnya memiliki komitmen dan berkeinginan untuk mewujudkan demokrasi, tetapi mendapatkan banyak kesulitan dan hambatan dalam mengaktualisasikannya. Sistem politik Orde Baru yang otoriter menyebabkan aspirasi-aspirasi demokrasi ini tidak mendapatkan ruang untuk berkembang. Bukan hal yang mudah bagi pimpinan Golkar untuk meyakinkan masyarakat mengenai perubahan nilai dan paradigma dalam Golkar pasta Munaslub 1998. pada umumnya, masyarakat menanggapi proses transformasi nilai-nilai dalam Golkar secara skeptis, bahkan sins. Budaya Golkar masih diidentikkan dengan budaya politik orde baru yang tidak demokratis dan sentralistik. Masih kuatnya kritik dan kecaman dari elemen-elemen masyarakat yang di alamatkan pada partai Gokar, yang dinilai sebagai reinkarnasi dari Orde baru, merupakan resiko yang hares dihadapi. Kepemimpinan Partai Golkar sendiri menyikapi berbagai persoalan tersebut dengan sikap yang tidak reaktif dan emosional, serta menilainya sebagai dinamika demokrasi, sebab ditengah suasana politik yang kurang mendukung bagi eksistensinya Golkar, pendekatan yang persuasif dan menahan diri dari berbagai kecaman dan kritik akan lebih kondusif bagi kiprah Golkar ke depan. Tindakan nyat dalam mentransformasi nilai-nilai demokrasi di internal Golkar merupakan jawaban yang paling tepat untuk menepis keraguan dan rasa skeptis publik terhadap Golkar. Langkah inilah yang kemudian secara sunggih-sungguh dilakukan oleh kepemimpinan Golkar yang baru Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dibawah pimpinan Akbar Tandjung. Perubahan paradigma dalam Golkar pasta reformasi tak terelakkan lagi, sebab struktur dan budaya politik lama (Orde Baru) yang berujung pada nepotisme, kolusi dan korupsi jelas-jelas tidak mendapat tempat di hati rakyat. Reformasi politik tahun 1998 telah mengakhiri hubungan patronase Golkar dengan kekuasaan. Pendek kata, Golkar perlu membangun jati dirinya yang baru dalam merespon berbagai perubahan masa transisi demokrasi. Untuk membangun kultur dan jati diri baru inilah kepemimpinan Golkar tanpa ragu-ragu menetapkan berbagai kebijakan yang progresif dan reformis, sebagaimana dirumuskan dalam konsep, paradigma baru. 78 Kepemimpinan partai Golkar hasil Munaslub 1998 menilai bahwa kebijakan yang paling mendesak dan pertama-tama harus dilakukan dalam iklim yang penuh tantangan keras tersebut adalah melangsubgkan transformasi internal. Perubahan yang bersifat mendasar harus dilakukan dalam Partai Golkar dengan seluruh jajarannya, terutama pada tataran nilai-nilai dan budaya politik yang melandasi visi dan misi partaidalam era reformasi.dengan mewujudkan hal ini, kepemimpinna partai Golkar mengharapkan mute dan kualitas partai Golkar serta kadernya dapat meningkat ditengah persaingan yang makin kompetitif, selain akan tumbuh iklim yang lebih kondusif bagi partai Golkar sehingga dapat di terima oleh berbagai komponen pendukung demokrasi lainnya. Transformasi nilai-niali demokrasi ini terns berlangsung terutama dala 78
Ibid, hal. 192
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dimensi internal Golkar. Ketika Golkar akan mendeklarasikan dirinya menjadi Prtai Golkar, salah satu hal yang ditegaskan adalah bahwa Partai Golkar ini berbeda dengan Golkar Lama di bawah kekuasaan Orde Baru. Kepemimpinan baru Golkar hasil Munaslub 1998 telah menegaskan transformasi dalam nilai-nilai dan budaya politik. Paradigma baru merupakan rumusan yang sangat jelas dari transformasi nilai dan budaya politik Partai Golkar. Paradigma baru ini, setidaknya menurut jajaran pimpinan Partai Golkar, muncul di saat yang tepat, ketika para keder Golkar mengalami berbagai kesulitan dan keterbatasan dalam menjawab secara tepat arus reformasi demokrasi yang berjalan. Salah satu implikasi dari demokratisasi ini adalah runtuhnya paradigma lama yang lekat dengan otoritarianisme dan semangat anti demokrasi sebagaimana beanyak terlihat dalam praktek politik Orde Baru. Paradigma Baru partai Golkar juga memiliki signifikansi penting sebagai hasil penyesuaian dan kontekstualisasi nilainilai dasar Gokar dalam lingkungan baru era Reformasi. 79 Ada dua hal penting dari dirumuskannya gagasan konsep paradigma baru tersebut. Pertama, keinginan untuk memutus hubungan dengan masa Orde Baru. Hal itu tercermin dalam otokritiknya dengan menyebut pecan masa lalu Golkar sebagai mesin politik dan "partainya penguasa". Golkar tampaknya menyadari bahwa pada mass Orde Baru, organisasi ini hanya dijadikan slat legitimasi penguasa. Munculnya otokritik-otokritik seperti ini dalam dokumen resmi menandakan bahwa Golkar 79
Ibid, hal.222
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
sungguh-sungguh hendak mengubah diri, memutar haluan atau orientasi organisasi secara drastis. Kedua, dokumen resmi itu pula menyebutkan obsesi Golkar untuk menjadi partai politik yang modern dalam pengertian yang sesungguhnya. Partai modern itu kurang lebih didefenisikan sebagai partai yang “mandiri, demokratis, kuat solid, berakar dan responsif'. Lebih tegasnya, kemandirian itu diwujudkan secara internal dalam bentuk mengimplementasikan secara ketat prinsip” kedaulatan di tangan anggota dengan menyusun suatu mekanisme keputusan secara bottom-up. Sedangkan secara eksternal adalah tidak menggantungkan diri pada penguasa atau pihak-pihak lainnya. 80 Permian Akbar Tandjung dalam melahirkan paradigma baru ini sangat menonjol. Menjelang dan pada saat berlangsungnya Munaslub Golkar 1998, Akbar Tandjung berulang kali menyerukan perlunya Golkar merumuskan suatu paradigma baru supaya dapat terns bertahan (survive) dalam pergolakan politik masa transisi demokrasi. Setelah menjabat Ketua Umum DPP Partai Golkar, Akbar Tandjung gencar mensosialisasikan konsep paradigma baru ini dalam berbagai kesempatan. Semangat untuk menjadikan Golkar sebagai partai yang reformis disampaikan dalam berbagai acara yang melibatkan kader Partai Golkar di berbagai penjuru Indonesia. 81 Istilah “paradigma baru” tidak pelak lagi menjadi ungkapan yang sangat populer
80 81
Kholid Novyanto,dkk. Op. Cit. hal.61 Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. hal.224
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
ketika itu. Dalam hal ini H. Azhar Karim Lubis, berpendapat paradigma baru partai Golkar salah satu yang dapat membuat partai Golkar dapat bertahan sampai sekarang ini. “Perubahan paradigma yang dilakukan oleh partai Golkar pada masa kepemimpinan Akbar Tandjung, merupakan salah satu faktor juga yang membuat Golkar bisa dapat terus bertahan sampai sekarang ini, selain basis-basis massa Golkar yang masih ada dan tetap setia pada Golkar”. 82
Hal senada juga di ungkapkan oleh Ramli Aryanto, dimana ia mengatakan: “Dengan dilahirkannya paradigma baru partai Golkar dimasa reformasi dan meniggalkan paradigma lama,partai Golkar dapat terus bertahan hingga saat ini. Dan Golkar benar-benar telah menjadi partai yang reformia yang memiliki nilai-nilai baru yang demokratia”. 83
Sejauh mana berlangsung perubahan dalam nilai-nilai yang mendasari Partai Golkar era reformasi dapat dilihat dari viai, miai, dan platform yang ditetapkan sebagai garia perjuangan partai Golkar era reformasi. Prubahan nilainilai juga dapat dilihat dari perubahan viai Partai Golkar yang dideklarasikan awal era reformasi, yang secara tegas mengutarakan kiprah Partai Golkar akan tetap sejalan dengan semangat reformasi, dan Partai Golkar telah memutuskan hubungan dengan nilai-nilai lama yang bersifat otoriter. Visi baru partai Golkar yang bersifat reformia juga terlihat dari komitmen partai Golkar untuk menjadikan dirinya sebagai sebuah partai 82 83
Wawancara dengan H. Azhar Karim Lubis, pada tanggal 12 Februari 2009. Wawancara dengan Ramli Aryanto, pada tanggal 4 Maret 2009.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
politik yang terbuka, mandiri, demokratia, moderat solid, mengakar dan responsif. Nilai yang terkandung dalam viai tersebut secara Jelas menggambarkan bagaimana partai Golkar telah membuat langkah terobosan menjadi sebuah partai yang bersifat modern dan bukan lagi partai yang menggantungkan diri pada rezim yang berkuasa. Untuk meyakinkan masyrakat luas tentang komitmen Partai Gokar menjalankan paradigma baru, dan tidak hanya sekedar menjadikannya sebagai slogan kosong, apalagi sebagai kelanjutan Orde Baru, Akbar Tandjung menegaskan secara terbuka implikasi dan paradigma bare ini, yaitu bahwa Golkar harus menjadi partai yang mandiri dan putus hubungan dengan kekuatan lama. 84 Dapat dilihat juga bahwa perolehan suara partai Golkar pada 1999 dan 2004 tidak dapat dilepaskan dari berbagai perubahan dan langkah-langkah politik partai. Diman Partai Golkar memperkenalkan paradigma bare menjelang pemilu 1999, disertai dengan munculnya berbagai pernyataan dan kebijakan partai yang pro pembaruan (reformia). Dengan kata lain, ditengah berbagai hujatan dan kebencian sementara kalangan, partai Golkar terns berupaya menampilkan citranya sebagai partai yang berorientasi kedepan dan pro perubahan. Diaiai lain sebagai konsekuensi atas paradigma baru, partai Golkar juga telah melakukan penataan ulang atas struktur organiaasi dan kewenangankewenangan internal secara lebih demokratia, partiaipasif dan mampu memanfaatkan jaringan maupun infra struktur poolitiknya sampai ketingkat terbawah. 84
Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op.Cit. hal.230
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
1.1.8. Menghadapi Pemilu 1999 Salah satu agenda besar yang harus di hadapi Golkar lainnya selain hal-hal yang sudah di sebutkan diatas adalah Pemilihan Umum 1999. Dan beberapa langkah yang dianggap strategic dilakukan Golkar untuk memngahadapi Pemilu tersebut. hal ini dianggap oleh Akbar Tandjung perlu dilakukan, mengingat menjelang menghadapi Pemilu 1999 popularitas Golkar masih memprihatinkan, masyarakat memiliki citra buruk mengenai Golkar sebagai slat yang dikuasai oleh pemerintah dan ABRI. Golkar dianggap sebagai penyebab timbulnya KKN dan kriaia nasional pada saat itu. Apel akbar menjadi pilihan yang strategic yang dilakukan oleh Akbar Tandjung. Melalui rapat besar yang dilaksanakan dalam ruang terbuka dengan dihadiri oleh ratusan atau ribuan massa menjadi alai yang efektif, pertama, sebagai sosialiaasi arch barn partai, kedua, mengembalikan harga diri kader partai yang merasa tertekan oleh gerakan reformasi. Dengan menghadiri apel akbar tersebut, maka kader-kader partai bisa, menunjukkan eksiatensi diri, menunjukkan kepada publik bahwa kader partai pada dasarnya masih solid. Ekspresi ini diperlukan guns meng-counter lawan-lawan politik yang pada masa itu melakukan upaya siatematia penghancuran citra Golkar. Diaamping itu, ketiga, apel akbar dapat menjadi sarana efektif konsolidasi partai menjelang pelaksanaan Pemilu 1999. metode ini layak dipergunakan, karena, metode yang sama, juga diterapkan oleh partai-partai lain. Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Berdasarkan pertimbangan itu maka Akbar Tandjung merasa perlu melakukan acara apel akbar tersebut.85 Namun pada saat itu penolakan terhadap partai Gokar sangat gencar dilakukan oleh masyarakat di lapiaan grass root. Partai Golkar hares manghadapi tindakantindakan politik yang tidak dapat diterima oleh partai Golkar. Dimana, di setiap daerah terjadi aksi perobekan-perobekan atau pembakaran-pembakaran kantor Golkar di daerah-daerah. Dan hal ini juga menimpa Akbar Tandjung dalam melakukan kampanye di daerah-daerah, masyarakat yang menolak kehadiran Akbar Tandjung melakukan serangan-serangan bahkan menjurus sampai kekerasan fiaik. Tekanantekanan itu terns dirasakan oleh Golkar di berbagai daerah di Indonesia. Namun tidak demikian di kebanyakan daerah di wilayah Indonesia Timer, tidak tedadi tekanantekanan politik atau kekerasan-kekerasan yang dirasakan oleh Golkar diaana. Karena memang selama ini di wilayah Indonesia Timer Golkar memang cenderung memiliki basia massa yang banyak dari daerah tersebut. Pelaksanaan pemilu pada tanggal 9 Juni 1999 akhirnya memberikan jawaban dari seluruh teka-teki. PDI-P mampu meraih suara terbanyak, dan memperoleh kursi di DPR sebanyak 153. sedangkan Golkar masuk ranking kedua, dengan j uml A kursi yang di dapatkan di DPR sebanyak 120. Perolehan suara yang diraih Golkar cukup signifikan. Memang, bila dibandingkan dengan hasil-hasil pemilu Orde Baru persentase perolehan suara Partai 85
Kholid Novyanto,dkk. Op. Cit. hal 76
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Golkar mengalami penurunan yang tajam. Namun demikian karena, suasana dan proses politiknya amat berbeda secara mendasar, berkurangnya suara Golkar secara drastia tersebut tidak dapat dijadikan ukuran kemerosotan dan kegagalan. Perolehan dukungan suara partai Golkar dalam pemilu 1999 yang kompetitif dan demokratia berada diluar perkiraan banyak pengamat. Golkar diperkirakan tamat, karena kehilangan banyak dukungan. Nyatanya, Golkar masih meraup dukungan signifikan. Dari kalangan internal, hasil Pemilu sangat menggembirakan. Membuktikan bahwa Golkar tidak habia sama sekali. Meskipun sejak 1998 hares menghadapi ancaman dan tekanan. Sementara itu, kalangan yang memusuhinya tentu saja kecewa. Perolehan suara Golkar yang cukup sig nifikan. tidak pernah bisa, di bayangkan apabila melihat keberhasilannya membangun opini penghancuran citra Golkar. Boleh jadi, upaya siatematia penghancuran citra Golkar malah mendatangkan simpati sebagian rakyat sehingga mereka tetap memilih Golkar. Banyak faktor yang dapat menjelaskan keberhasilan Golkar. Namun, yang pasti, keberhasilan itu tidak terlepas dari kesabaran seluruh elemen Golkar dalam menahan menahan emosi menghadapi intimidasi, provokasi dan cemoohan yang berlangsung secara siatematia. Dan diaini peran Akbar Tandjung tak bisa dilepaskan. Di tengah hujan intimidasi, Akbar Tandjung memang tidak pernah terpancing untuk membalas cara serupa. Sebaliknya, ia dapat dengan sabar menenangkan seluruh
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
elemen partai Golkar agar dapat menahan diri. 86 Dan hasilnya adalah keberhasilan meraih peringkat kedua dalam Pemilu 1999.
2. Kepemimpinan Dalam Menghadapi Pemilu 2004 2.1. Pemilu Legialatif Menghadapi pemilu legialatif 2004, kendala dan tantangan yang dihadapi Partai Golkar tidak sebesar, pada saat akan menghadapi pemilu 1999. situasi politik sudah berubah. Peluang Partai Golkar untuk memenangkan pemilu tampak membesar. Sebagai partai modern, terbuka dan konsiaten dengan AD/ART yang ada, menjelang pemilu legialatif 2004, partai Golkar melakukan penjaringan pencalonan anggota legialatif yang dilakukan secara terbuka, dan melibatkan peran DPD provinsi dan DPD kabupaten. Seleksi caleg-caleg partai-partai politik peserta pemilu kali ini lain dengan sebelumnya, terkait dengan berubahnya siatem pemilu, dari sistem proporsional dimodifikasi menjadi sitem proporsional terbuka. Pemilu legialatif diaelenggarakan 5 April 2004. pemilu 2004 memperoleh perhatian luas, mengingat siatemnya berbeda dengan sebelumnya. Pemilu legialatif merupakan ujian bagi partai politik untuk memperoleh kursi maksimal di parlemen. Beserta pada. pemilu 2004 tidak sebanyak pada pemilu 1999. Menjelang dan selama masa kampanye pemilu legialatif 2004, Akbar Tandjung kerap mengokohkan dukungan konstituen Partai Golkar. Sebagai Ketua 86
Ibid, hal. 101
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Umum Partai golkar, Akbar Tandjung nyaris menggunakan semua waktu luangnya demi memperoleh hasil maksimal di pemilu 2004, tidak hanya di masa menjelang dan selama kampanye, tetapi bahkan sejak ia terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar. 87 Pada kenyataannya, pemilu legialatif 2004 mencatat perolehan suara partai Golkar meningkat menjadi 24,5 juts suara, dibandingkan pada pemilu 1999. dibandingkan dengan partai-partai lain, jumlah perolehan dukungan suara partai Golkar adalah yang terbanyak. Dengan perolehan dukungan suara tersebut, memang jumlah kursi Partai Golkar di DPR hasil pemilu legialatif 2004 bertambah 8 kursi, walaupun secara presentase sesungguhnya turun dari 26% mebnjadi 23,3%. Kemenangan partai Golkar tersebut membuktikan bahwa partai ini mampu mempertahankan dukungan secara relatif stabil. 88 Namun menurut H. Azhar Karim Lubia, peolehan suara memang bertambah tapi persentasenya menurun. “Perolehan suara partai Golkar pada pemilu 2004 memang meningkat, tetapi persentase menurun, tetapi dalam perolehan kursi di parlemen, partai golkar dapat menambah jumlah kursi di parlemen. Sama seperti di DPRD Sumatera Utara, diman perolehan kursi bertambah sebanyak 2 kursi”. 89 Hal senada juga di katakan oleh Ramli Aryanto: 87
Ibid, hal.245 Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. hal.313 89 Wawncara dengan H. Azhar Karim Lubia, pada tanggal 12 Februari 2009 88
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
“Memang pada pemilihan umum 2004 Partai Golkar dapat meningkatkan jumlah suaranya, tetapi segi angka menurun. Walaupun demikian partai Golkar dapat menambah kursi di parlemen. 90
Perolehan suara hasil pemilu 2004, menunjukkan keberhasilan Akbar Tandjung dan segenap jajaran pemimpin partai Golkar, yang dalam lima tahun terakhir telah bekerja keras sebagai partai politik modern. Bagi Akbar Tandjung, kemenangan pemilu merupakan kunci sukses bagi langkah berikutnya. Posiai politik partai Gokar menguat, mengingat partai ini memiliki anggota terbanyak di parlemen bila dibandingkan dengan partai politik lain. Kemenangan Golkar dalam pemilu 2004 merupakan prestasi politik mengagumkan. Dalam lima tahun terakhir, khususnya setelah pemilu 1999, partai golkar telah mampu dirinya sebagai partai politik yang dengan cepat melakukan dan perubahan dan konsolidasi. Gejolak politik yang demikian dramatia, mampu di hadapi dengan baik. Partai ini memang menghadapi banyak hujatan, cemohan, pelecehan dan tuntutan pembubaran diri. Tetapi semua itu bisa dilewati dengan baik. Dikatakan baik, karena partai ini terbukti masih eksia, mampu mengkonsolidasikan diri dengan baik di tengah gelombang badai politik. Di banding dengan partai-partai lain, partai Golkar merupakan vermin partai politik modern yang benar-benar bekeda secara efektif, memiliki jaringan infrastruktur politik yang kuat, di tunjang oleh kepemimpinan Akbar Tandjung yang
90
Wawancara dengan Ramli Aryanto, pada tanggal 4 Maret 2009.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
ulet. Kerja keras Akbar Tandjung dan seluruh jajaran Partai Golkar membuahkan hasil yang signifikan. Setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan posiai Partai golkar signifikan dalam pemilu 2004. Pertama, faktor akbar Tandjung. Faktor akbar tandjung sangat menentukan. Akbar dan Golkar tak bisa dilepaskan. la berkarir sebagai politiai Golkar sejak awal. Puncaknya, pada 1998 Akbar terpilih menjadi ketua umum. Jelas, Akbar memiliki panjang pengalaman di dunia politik. Posiainya sebagai ketua Umurn Partai Golkar, betul-betul efektif sebagai nakhoda yang mampu menggerakkan mesin partai sehingga berjalan dengan baik, bahkan dikala cuaca politik tengah memburuk. Akbar adalah sosok pemimpin politik yang rasionalkalkulatif, mampu menggerakkan partainya, tanpa hares terjadi personaliaasi politik yang berlebihan. Kedua, infrastruktur politik partai Golkar yang kuat. Selma lima tahun terakhir banyak cobaan menimpa partai ini. Banyak kantor partai ini di daerah di bakar oleh pihak-pihak yang menolak partai Golkar. Beberapa pengurus strategic mengundurkan diri dan mendirikan partai politik baru, dengan membawa sebagian sumberdaya politik Golkar. Dalam kondisi seperti itu, banyak pengurus dan kader yang semula ragu-ragu apakah tetap bertahan dan membesarkan partai Golkar, ataukah ikut pada partai-partai politik baru. Akbar Tandjung dikatakan be&sa dalam meyakinkan para pengurus dan kader dengan memberi motivasi. Ketiga, “merek politik” Golkar sudah terlanjur “mengakar”, sehingga sulit Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
bagi yang lain, yakni mereka yang semula kader Golkar mendirikan partai Politik sendiri, untuk melakukan klaim politik sebagai “Golkar yang sesungguhnya”. Keempat, partai Golkar di untungkan oleh kondiai di lapangan, di mana masyarakat banyak mengeluh coal merosotnya tingkat social ekonomi mereka. Sebagaimana masyarakat merindukan “masa lalu” di zaman Golkar. Mereka melihatny secara sederhana: pada masa Orde Baru, tatkala Golkar berkuasa kondiai social-ekonorni tidak seburuk sekarang. Tema inilah yang tampaknya banyak dipakai oleh Partai Golkar untuk berkampanye. Di level bawah tema ini bisa sangat efektif untuk kembali merebut dukungan. 91
2.2. Konvensi Calon Presiders Partai Golkar Menghadapi pemilihan presiden secara langsung 2004 Partai Golkar menggagas dan memutuskan untuk menggelar konvensi politik yang bertujuan menjaring calon presiden dan wakil presiden. Hal ini dilakukan sebagai respon perkembangan politik yang ada, khususnya demi kepentingan pemenangan pemilu 2004, dan melihat jauh ke depan, bagaimana partai ini menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi proses pendidikan politik dan kualitas demokrasi di Indonesia. Dengan menggelar konvensi, partai Golkar mempelopori satu proses pembaruan politik yang 91
Kholid Novyanto,dkk. Op. Cit. hal.250.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
menarik. Menurut Akbar Tandjung, keputusan tentang diadakannya konvensi, tidak lain, dalam rangka memberikan kesempatan secara terbuka kepada siapa saja, tokohtokoh nasional yang terpanggil untuk menjadi calon presiden. Kesempatan tersebut bisa di ikuti siapa saja, baik dari lingkungan partai Golkar, maupun luar partai. Menurutnya konvensi Partai Gokar, bukan etalase demokrasi, melainkan sungguhsungguh merupakan cerminan dari keinginan Partai Golkar untuk memberikan kontribusi baiknya bagi bangsa dan negara. 92 Lewat pelaksanaan konvensi, partai Golkar dinilai paling maju dalam proses seleksi kepemimpinan. la tercatat sebagai satu-satunya partai yang memproses pencalonan presiden secara transparan. Para pengurus hingga di tingkat bawah bias menilai dan memutuskan siapa yang pantas di dukung menjadi capres Partai Golkar. Konvensi merupakan inovasi politik yang diharapkan mampu menjaring calon pemimpin masa depan secara obyektif. Dengan menetapkan mekaniame proses seleksi capres secara transparan di internal partai, pelaksanaan konvensi merupakan terobosan berharga bagi tradiai pemilihan presiden secara langsung. Gagasan pelaksanaan konvensi secara demokratia dan kompetitif dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, konvensi merupakan kulminasi dari proses demokratiaasi yang berlangsung dalam internal partai Golkar. Sejumlah tokoh nasional yang bergabung dalam Partai Golkar mengharapkan adanya ruang dan kesempatan yang 92
Ibid, hal.210
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
lebih terbuka bagi mereka untuk mengaktualiaasikan dirinya, termasuk kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin nasional. Kedua, aspek politik menyangkut kepemimpinan partai Golkar. Gagasan konvensi pertama kali dilontarkan oleh Akbar Tandjung terutama dalam merespon adanya aspirasi pengurus partai yang menyatakan bahwa calon presiden partai Golkar tidak otomatia ketua umum partai. Tawaran Akbar Tandjung tersebut mendapatkan sambutan antusias dari berbagai komponen partai Golkar dan kemudian dilanjutkan dengan persiapannya oleh tim terbatas yang membahas perincian tekhnia pelaksanaannya. 93 Bagaimanapun ide konvensi telah menarik perhatian banyak kalangan. Sementara itu, kebijakan partai Golkar telah mampu mengangkat citra positif partai ini. Banyak kalangan menilai, terutama di mata masyarakat, bahwa konvensi calon presiden yang dilakukan oleh partai Golkar merupakan cara yang demokratia untuk memilih presiden yang akan dicalonkan dalam pemilihan presiden. Artinya, banyak kalangan yang mengakui inovasi politik Partai Golkar tersebut merupakan "cara demokratia" untuk memilih presiden yang akan dicalonkan dalam pemilihan presiden. 94 Inovasi politik yang dilakukan oleh partai Golkar melalui konvensi penetapan calon presiden secara demokratia terbukti berhasil mengangkat citra partai Golkar. Ini
93 94
Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. hal.292 Ibid, hal.313
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
nterlihat dari luasnya apresiasi masyarakat terhadap langkahlangkah demokratiaasi politik yang dilakukan oleh partai Golkar tersebut, dan partai Golkar mampu meraih tambahan dukungan suara Berta memenangi pemilu legialative 2004. Konvensi dengan demikian merupakan bagian terpenting dari proses demokratiaasi yang dilakukan oleh partai Golkar sejak Munaslub 1998 sampai Munas VII 2004 di Bali.
95
Menurut H. A. Karim Lubia, konvensi yang dilakukan oleh partai Golkar memang terasa aneh. “Konvensi calon presiden yang dilakukan oleh Partai Golkar pada saat itu memang terasa sangat aneh, karena ini merupakan hal bare yang dilakukan oleh partai Golkar. Namun terlepas adanya pro dan kontra, pelaksanaan konvensi yang di lakukan oleh partai Golkar tersebut mampu menunjukkan bahwa partai Golkar merupakan partai yang demokratia kepada masyarakat, dan masyarakat kebanyakan mempercayai hal itu”. 96 Hal senada juga di ungkapkan oleh Ramli Aryanto, Haman dia melihat dalam pelaksanaan konvensi tersebut, elite-elite yang bertarung belum menunjukkan sikap kedewasaannya dalam berdemokrasi. “Memang benar kalu dikatakan dalam pelaksanaan konvensi itu partai Golkar di bilang Partai yang demokratia. Dan mendapat apresiasi luas dari masyarakat. Namun dampak dari pelaksanaan konvensi itu juga ada, yaitu elite-elite yang bertarung tidak menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi, karena adanya money politics pada saat itu. Dan hal itu juga memberikan pembelajaran politik yang buruk bagi kader-kader Golkar pada khususnya dan masyarakat pada umumnya”. 97 95
Ibid, hal.343 Wawancara dengan H. A. Karim Lubia, pada tanggal 12 Februari 2009. 97 Wawncara dengan Ramli Aryanton , pada tanggal 4 Maret 2009. 96
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Adapun maksud dan tujuan dari konvensi tersebut menurut pimpinan Partai Golkar adalah: Pertama, untuk mendapatkan calon presiden yang berkualitas serta didukung secara Was oleh segenap jajaran internal Partai Golkar maupun oleh masyarakat pada umumnya melelui prose yang demokratia, terbuka, jujur, adil, dan berkualitas. Kedua, membentuk citra positif partai Golkar sebagai partai yang menjunjung tinggi demokrasi, partai yang modern, terbuka, berpengalaman, berwawasan kedepan, dan senantiasa mengutamakan kepentingan bangsa diatas kepentingan partai serta senantiasa konsiaten dengan semangat reformasi. Ketiga, sebagai upaya menghimpun dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh kader-kader terbaik bangsa, yang berasal dari dalam maupun luas partai Gokar yang memiliki komitmen terhadap viai, mini, platform perjuangan partai Golkar, untuk menjadi calon presiden dari partai Golkar. 98 Setelah melalui proses yang ditetapkan, muncullah nama-nama peserta konvensi salah satunya adalah Akbar Tandjung. Kepesertaan Akbar Tandjung dalam konvensi tak lain adalah karena dia Ketua Umum dan berhak untuk mengikuti konvensi. Selain itu Akbar Tandjung memiliki tiga alasan dalam mengikuti konvensi. Pertama, merupakan apresiasi terhadap usulan dan dorongan dari jajaran Partai Golkar Pusat dan daerah. Meskipun pada saat itu Akbar terkena kasus hokum yang masih di sandangnya, dorongan dari jajaran partai Golkar di pusat maupun daerah terns bermunculan. Ada sementara pihak yang berpendapat bahwa sebaiknya Akbar 98
Kholid Novyanto,dkk. Op. Cit. hal.215
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
tidak ikut dalam konvensi. Namun, tidak ada yang bisa yang melarang . mengingat kalangan luar Baja boleh mengikurd konvensi apalagi orang dalam. Alasan kedua, merupakan upaya untuk memajukan pendidikan politik bagi seluruh jajaran pimpinan dan kader partai Golkar. Keikutsertaan Akbar dalam konvensi mengiayaratkan pecan bahwa, mekaniame demokrasi harus ditegakkan. Dalam konteks pemilihan presiden langsung, rakyatlah yang menentukan. Maka, partai politik perlu mempersiapkan calon-calon yang berkualitas. Dengan konvensi, mekaniame seleksi kepemimpinan terbaca, secara, transparan. Kemampuan dan kualitas calon terlihat. Dan menurut Akbar, tradiai konvensi menjaring calon pemimpin amat penting, mengingat kelak bukan hanya presidenyang dipilih secara langsung, tetapi juga, para kepala, daerah. Alasan ketiga, Akbar Tandjung memiliki sederet pengalaman baik di bidang organiasasi, politik, dan pemerintahan. Sosok Akbar Tandjung bukan asing lagi, sederet pengalaman menghiasi karimya di kancah politik nasional. 99 Konvensi Nasional digelar pada 20 April 2004 di Jakarta. Hasil pemungutan suara, Konvensi Nasional putaran pertama, menempatkan Akbar Tandjung sebagai pemenang, diikuti oleh Wiranto, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, dan Prabowo. Pada pemungutan suara, putaran kedua, Akbar Tandjung dikalahkan oleh Wiranto dengan perolehan suara, 315 berbanding 227. 100
99
Ibid, hal.220 '00 Ibid, hal.219 Ibid, hal.219
100
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Kenyataannya Akbar dikalahkan oleh Wiranto dalam Konvensi. Tetapi ia harus realiatis, menerima kekalahan dengan lapang dada dan segera, merumuskan strategi dan langkah politik berikutnya dalam menghadapi pemilihan presiden secara langsung, karena bagaiman pun juga ia masih tetap, Ketua Umum Golkar yang masih harus memimpin Golkar dalam pendukungan Wiranto sebagai calon presiden dari partai Golkar.
2.3. Pemilu Presiden Setelah mengetahui siapa calon presiden dari partai Golkar, maka persiapan untuk menghadapi pemilihan presiden pun mulai dipersiapkan semuanya. Setelah Wiranto menang konvensi dan di kukuhkan secara resmi sebagai calon presiden dari partai Golkar, maka persoalan mendesak yang hares dihadapi oleh pimpinan Golkar adalah menemukan pasangan wapresnya. Akbar Tandjung yang sebagai Ketua Umum Golkar berperan aktif dalam menemukan cawapres dari partai Golkar. Berbagai lobi politik ia lakukan kepada partai-partai politik lain maupun ormas-ormas yang memiliki basia massa yang luas, termasuk ormas keagamaan aeperti NU dan Muhammadyah. Akhirnya pilihan Golkar jatuh kepada Salahuddin Wahid, salah seorang tokoh NU dan juga adik dari KH. Abdurrahman Wahid (GusDur). Pemilihan tokoh tersebut, menurut Akbar Tandjung adalah karena Salahhudin Wahid memenuhi kriteria etika politik. Dan akhirnya pasangan capres dan cawapres dari partai Golkar ini Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
dikukuhkan dan didaftarkan ke KPU. Dalam mengkampanyekan pasangan ini, Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum Golkar tampak selalu mendampingi pasangan ini. Ini menunjukkan bahwa Akbar Tandjung telah berupaya secara sungguh-aungguh mengantarkan pasangan calon presiden dari partai Golkar ini menghadapi kompetiai pemilu presiden putaran pertama. Realitas di lapangan menunjukkan, pets persaingan pemilu presiden sangat ketat. Namun demikian, dalam setiap kali kesempatan akbar menyatakan optimiamenya bahwa pasangan Wiranto-Wahid bakal lolos ke pemilu presiden putaran kedua. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan lain, mana kala pasangan yang di usung partai Golkar ini todak lolos pemilu presiden putaran pertama. Dimana yang menempati urutan pertama adalah Susilo Bambang Yudoyono-Jusuf Kalla dan kedua Megawati-Hasyim Muzadi. Tidak lolosnya pasangan Wiranto-Wahid, tentu saja merupakan sebuah realitas politik yang tak dapat di sangkal. Dalam kondiai demikian Akbar Tandjung selaku Ketua Umum Partai Golkar segera menetapkan strategi dan langkah politik, demi keberlangsungan masa depan politik Partai Golkar, dengan menjajagi kemungkinan koaliai dengan partai politik lain. Pilihannya tiga: mendukung pasangan Susilo Bambang Yudoyono-Jusuf Kalla, mendukung pasangan Megawati-Hasyim Muzadi, atau netral- dalam arti membebeaskan para pengurus, kader dan
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
konstituennya memilih sesuai hati nuraninya masingmasing. 101 Dan penjajagan politik itu cenderung mendukung pasangan yang di calonkan oleh PDIP yakni pasangan Megawati-Hasyim Muzadi. Dalam perkembangannya, partai Gokar mnyeriusi kerja sama politik dengan PDIP dan partai-partai lain menjagokan pasangan Megawati Soekarno Putri-KH Hasyim Muzadi, dan diresmikan dalam Deklarasi Koaliai Kebangsaan pada, tanggal 19 Agustus 2004. Dalam pandangan Akbar Tandjung, pilihan politik untuk terlibat dalam Koaliai Kebangsaan merupakan keputusan kolektif organiaasi yang ditetapkan secara demokratia sesuai dengan prosedur organiaasi, yakni Rapim (Rapat Pimpinan). Dengan demikian, keputusan tersebut bukan merupakan hasil dari segelintir elite partai dan karena itu hares ditaati bersarna oleh pengurus dan menjadi arahan bagi konstituen Partai Golkar. Dengan demikian, Akbar Tandjung menolak tuduhan yang menyatakan bahwa koaliai kebangsaan merupakan wujud dari oligarki kekeuasaan politik. 102 Menurut Akbar Tandjung, keputusan untuk membangun Koaliai Kebangsaan itu merupakan strategi politik yang hares diambil oleh partai Golkar. Koaliai tersebut terbentuk karena ada kedekatan platform politik. Berupa kesamaan viai dalam memandang konteks kompleksitas permasalahan bangsa, dan kebetulan partai Golkar dan PDIP merupakan ranking satu dan kedua pemenang pemilu legialatif 2004.
101 102
Ibid, hal.237 Akbar Tandjung., The Golkar Way, Op. Cit. hal.299
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
munculnya Koaliai Kebangsaan pun terkait dengan dimensi filosofia dan cita-cita ideal jangka panjang- setidaknya dalam lima tahun. Dimensi filosofia yang kerap di utarakan, dikaitkan dengan konteks rekonsiliasi nasional. Koaliai Kebangsaan memiliki semangat kebersamaan dan merangkul segenap kekuatan politik bangsa, bahu membahu membangun masa depan bangsa. Efeknya, makan rekonsiliasi nasional pun terjewantah dengan sendirinya. Kalau semua komponen bangsa bersatu dlam Koaliai kebangsaan, maka otomatia rekonsiliasi nasional ber alan. Dan sekali lagi menurut Akbar Tandjung, Koaliai Kebangsaan melakukan keda sama dalam berbagai bidang demi kemaslahatan bangsa. 103 Apa yang digagas oleh Akbar Tandjung tentang Koaliai Kebangsaan sedemikian, mengawali sebuah tradiai politik barn: dimana wacana “oposiaional” terpraktekkan. Koaliai ini tidak ter ebak pada keharusan untuk menguasai pemerintahan (eksekutif), tetapi lebih dari itu memanfaatkan fungsi parlemen secara efektif. Sehingga menang atau kalah dalam pemilu presider, tidak menggoyahkan eksiatensi dan agenda aksi koaliai, setidaknya dalam jangka waktu lima tahun kedepan. Apabila kalah dalam pemilu presiden, maka konsekuensinya, koaliai kompak untuk memposiaikan diri sebagai pihak penyeimbang (oposiai) atas pihak yang berkuasa. Dan Akbar Tandjung juga mengharapkan agar ker asama Koaliai Kebangsaan tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga di daerahdaerah. 104
103 104
Kholid Novyanto,dkk. Op. Cit. hal.264 Ibid, hal.266
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Namun demikian, pilihan partai Golkar dalam mempelopori Koaliai Kebangsaan, menghadapi beberapa kendala. Kendala itu merupakan resistensi politik di beberapa partai politik Koaliai Kebangsaan. Di internal Partai Golkar ada gejala resiatensi politik “mendiskreditkan” dan “menolak Koaliai Kebangsaan”. Dimana, beberapa kader Golkar menolak keputusan partai Golkar bergabung dalam Koaliai Kebangsaan tetapi lebih menekankan partai Golkar agar mendukung pasangan Susilo Bambang Yudoyono-Jusuf Kalla. Pada akhirnya, pasangan yang diusung oleh koaliai Kebangsaan tersebut juag kalah dalam pemilihan presiden putaran kedua. Tetapi sebagaimana dikemukakan Akbar, Koaliai Kebangsaan tidak hanya bertujuan memenangkan pasangan Megawati-Hasyim. Kekalahan pasangan tersebut adalah kenyataan politik yang tidakl dapat diangkal. Perkembangannya Koaliai Kebangsaan yang digagas oleh Akbar Tandjung ini pun tidak bertahan lama. Setelah Akbar Tandjung dikalahkan oleh Jusuf Kalla dalam perebutan Ketua Umum Golkar pada Munas VII Partai Golkar di Bali. Dimana telah mengubah sikap politik partai Golkar dari kekuatan penyeimbang manjadi kekuatan pendukung pemerintah. Dan menurut Akbar Tandjung, Partai Golkar tidak menunjukkan konsiatensinya dalam melaksanakan amanat Munas tersebut.
3. Peran Partai Golkar Era Reformasi Sebagai kekuatan politik mayoritas di awal era reformasi, serta sebagai partai Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
politik yang memperoleh dukungan suara signifikan pada pemilul999 dan 2004, Partai Golkar memiliki posiai politik tang strategia dan turut memainkan peran penting dalam dinamika politik di DPR/MPR dan pemerintahan. Setelah hasil pemilu 1999 ditetapkan, komposiai elite politik di DPR/MPR mengalami perubahan. Partai Golkar bukan lagi mayoritas tunggal di DPR, walaupun merupakan peraih nomor dua dalam perolehan suara pada pemilu 1999. pada, awal pemerintahan B.j. Habibie, partai Golkar meminkan peranan politiknya di DPR/MPR, khususnya dalam meletakkan dasar-dasar perubahan siatem politik di Indonesia pasca-Orde Baru. Kebijakan-kebijakan Golkar di era Reformasi dapat dilihat pada kebijakankebijakan Golkar di lembaga parlemen (DPR dan MPR), di pemerintahan, serta kebijakan-kebijakan internal organiaasi dalam merespon perkembangan politik. Berbagai kebijakan tersebut tidak dapat dilepaskan dari paradigma bare partai Golkar, serta interaksi diantara para aktor di internal partai dalam menyikapi perkembangan politik yang berubah dengan cepat. Interaksi itu memunculkan inovasi-inovasi politik dalam konteks demokratiaasi internal partai Golkar. Berbagai kebijakan tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran Partai Golkar di era reformasi ini yang menurut Akbar Tandjung sangat strategis, termasuk dalam menjembatani kepentingan-kepentingan parlemen dan pemerintah, serta membangun koaliai dengan partai-partai politik. Dan menurut H. Azhar Karim Lubis, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kader-kader Golkar, termasuk Akbar tandjung sebagai Ketua DPR waktu itu sudah mencerminkan sikap politik partai Golkar di Parlemen. Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
“Kebijakan-kebijakan yang di ambit oleh kader-kader Golkar di parlemen tennasuk Akbar Tandjung sebagai Ketua DPR waktu itu sudah mencerminkan sikap politik partai Golkar di parlemen. Dan ini menunjukkan peran Golkar era reformsi sangat strategic” 105 Dalam mengawal reformasi, parlemen memang dituntut untuk dapat mengkaji ulang seluruh Undang-Undang yang dirasakan tidak mencerminkan nilai-nilai demokratia yang sejalan dengan semangat reformasi. Dan hat itulah yang menuntut Partai Golkar untuk juga ikut berperan dalam melakukanmelakukan perubahanperubahan terhadap Undang-Undang agar sesuai dengan semangat reformasi. Termasuk pada era reformasi, ter adi beberapa kali amandemen terhadap UUD 1945, dan Akbar Tandjung yang saat itu juga merupakan ketua DPR RI harus bisa memainkan peranannya dan juga harus bisa mencerminkan sikap Golkar di parlemen. Dan masih banyak lagi yang dilakukan oleh akbar Tandjung sebagai Ketua Umum Partai Golkar dalam memainkan peranan Golkar di era reformasi. Bukan hanya di parlemen tetapi juga di eksekutif Menurut Ramli Aryanto, peran Golkar di era reformasi sudah maksimal dalam mengawal reformasi. ”Partai Golkar yang di pimpin oleh Akbar Tandjung di awal reformasi, sudah memainkan peranannya yang strategic di era reformasi. Golkar perlu melakukan itu untuk menghapus citra buruk partai ini pada masa lalu. Dan dengan memainkan peranan-peranannya tersebut, baik di parlemen maupun di pemerintahan, terbukti Golkar masih mendapat kepercayaan di masyarakat. Bisa bertahan di pemilu 1999 dan memenangi pemilu 2004.” 106 105 106
Wawancaea dengan H. Azhar Karim Lubia, pass tanggal 12 Februari 2009. Wawancara denga Ramli Aryanto. Pada tanggal 4 Maret 2009.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Dalam posiainya sebagai Ketua DPR, Akbar aktif menyumbangkan gagasan, ide dan sikap politiknya yang konstruktif dalam memperkuat kelembagaan DPR, mengoptimaliaasikan fungsi-fungsi yang ada (legialasi, anggaran dan pengawasan), serta mampu menunjukkan serta pemimpin yang berhasi mengatasi situasi kritikal. 107
107
Kholid Novyanto,dkk, Op.Cit.hal.283
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
BAB. IV PENUTUP 1. Kesimpulan dan Saran Pada periode 1998-2004, akbar Tandjung memimpin Partai Golkar, di tengah kompleksitas kendala dan tantangannya. Periode politik 1998-2004 adalah periode krusial dalam sejarah politik Indonesia pasac-Orde Baru. Periode ini merupakan periode politik transiai, diman proses demokrasi di Indonesia tengah berkembang, lewat serangkaian inovasi yang dituangkan dalam berbagai perubahan kebijakan politik nasional. Periode ini juga dapat di sebut periode krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara interbnal, Akbar Tandjung mampu menunjukkan keberhasilan kepemimpinanya din partai Golkar. Khalayak tidak dapat memungkiri kondiai yang dialami partai Golkar yang menuai banyak hujatan dan ter alimi di berbagai daerah. Keberhasilan
Akbar
Tandjung
memimpin
Golkar,
tentu
saja
keberhasilankolektif, mengingat tanpa kekompakan dan kesolidan internal, maka mustahil adanya. Akbar dapat melakukan konsolidasi organiaasi dengan baik. Kiprahnya memberikan motivasi mendalam bagi segenap pengurus dan kader partai dimanapun untuk bangkit, percaya diri ditengah keterpurukan. Salah satu keberhasilan partai Golkar di bawah kepemimpinannya adalah, berhasil menempati peringkat kedua pemilu legialatif 1999 dan pemenang dalam pemilu 2004. Kemenangan ini merupakan satu hal yang luar biasa, membuktikan bahwa Partai Golkar masih dipercaya oleh rakyat untuk menjalankan amanatnya sebagai wakil Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
rakyat. Keberhasilan selanjutnya, Akbar Tandjung mampu mengkonsolidasikan kembali kekuataninternal partai Golkar, menjaga dan mengembangkan infrastruktur partai Golkar, serta terns menjadikan partai Golkar sebagai partai yang pluralia, terbuka dan modern berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tidak dapat disebut ringan upaya rekonsolidasi politik ini, mengingat kompleksitas kendala dan tantangan yang ada. Namun berkat inisiatif kepemimpinan dan ketelatenannya, serta keda kerasnya bersama jajaran pimpinan partai Golkar lainnya, maka Partai Golkar mampu bertahansebagai partai Politik besar dan berwibawa di Indonesia. Akbar Tandjung juga berhasil mengimplementasikan Paradigma Baru Partai Golkar dan amanat Munaslub 1998. Akbar Tandjung tergolong organiaatoria dan politiai yang selalu mendasarkan pada konstitusi, sebagaimana dituangkan dalam AD/ART partainya. Terkait dengan itu, Akbar Tandjung mampu melakukan terobosan-terobosan politik yang signifikan bagi pengembangan proses demokrasi, lewat ide dan praktek konvensi penjaringan calon presiders Partai Golkar, dan mempelopori terbentuknya koaliai kebangsaan. Dan bisa dikatakan itu semua merupakan sumbangan Akbar Tandjung dan Partai Golkar dalam menciptakan tradiai bare dan memperkokoh siatem kepolitikan yang demokratia di Indonesia. Dan Akbar Tandjung dalam setiap mengungkapkan pendapatnya tentang demokrasi selalu mempertegaskan bahwa Partai Golkar termasuk lokomotif reformasi politik di Indonesia. Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Pelaksanaan konvensi memperoleh apresiasi positif banyak kalangan. Ini merupakan sumbangan Golkar dalam khazanah Kepolitikan Indonesia modern. Demikian pula ide dan praktek koaliai permanen yang di kembangkan lewat Koaliai Kebangsaan. Relitasnya, Golkar makin menguat. Golkar mampu memenangkan pemilu legialatif 2004, konsolidasi partai menunjukkan keberhasilan amat signifikan, sehingga partai ini makin solid. Realitas lain adalah keberhasilannya meraih jabatan publi, di parlemen maupun pemerintahan serta lembaga kenegaraan lain. Serta, persepsi masyarakat yang kian membaik dalam memandang Golkar, sebagai partai politik yang mampu di percaya memegang amanat dalam proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kondisinya sekarang sudah lain. Golkar tercatat sebagai partai politik yang kuat dan telah terkonsolidasikan dengan baik. Antusiasme di atas merupakan konsekuensi logis dari kokohnya eksiatensi dan kemajuan yang berhasil dicapai Golkar di bawah kepemimpinan Akbar Tandjung. Diakuai atau tidak, peran Akbar Tandjung, memang menjadi faktor utama berbahannya partai yang pernah diduga akan hancur ini. Maka, kiprah dan peran Akbar Tandjung dalam memimpin Golkar, serta peran dan sumbangannya dalam prose politik bangsa sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya, bisa menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi seluruh orang-
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
orang yang berkiprah di dalam perpolitikan praktis dalam menjamin kontinuitas perjuangan organiaasi ataupun partai di masa depan.
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA BUKU: Alfian, Masalah dan Prospek Pembangunan Politik di Indonesia: (kumpulan karangan), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Amirin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, 2000, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia. Kartono, Karlin DR., Pemimpin dan Kepemimpinan, 2005, Jakarta: PT. Grafindo Persada. Karim, Rusli, Perjalanan Partai Politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut, 1983, Jakarta: CV Rajawali. Koirudin, Partai Politik Dan Agenda Transiai Demokrasi, 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nawawi, Hadari, Metodologi Penelitian Sosial, 1987, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Novianto, Kholid, dkk, Akbar Tandjung dan Partai Golkar Era Reformasi, 2004, Jakarta: Sejati Press. Nugroho, Kria, Mengembangkan Kepemimpinan Demokratia dari Kekuasaan Personal ke Pluraliatik Makalah Pada Seminar Nasional XI dan Kongres IF Asosiasi Rmu Politik Indonesia (AIN), Jakarta:25 -27 Januari 1994. Rachman, Aulia, Citra Khalayak Tentang Golkar:Peta Permasalahan Menjelang Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
Kemenangan Pemilu 2004, 2006, Jakarta: PSAP. Ridwan, M. Deden, Membangun Konsensus: Pemikiran dan Praktek Politik Akbar Tandjung, 2003, Jakarta:Pustaka Sinar Harapan. Siagian, Sondang P., Teori Dan Praktek Kepemimpinan, 1998, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Siregar, Evendhy M, Akbar Tandjung Anak Desa Sorkam, 2000, Jakarta: Pustaka Mari Belajar. Straiai, Anslem, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, 2003, Yogyakarta: Pustaka, Pelajar. Suryadinata, Leo, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik, 1992, Jakarta: PT Pustaka LP3ES. Tandjung, Akbar, (ed.Hajriyanto Y. Tohari), Moratorium Politik: Menuju Rekonsiliasi Nasional, 2003, Jakarta: Golkar Press. ______________ , The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transiai, 2007, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Toha, Miftah, Perilaku Organiaasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, 1993, Jakarta:PT. Grafindo Persada. WMK, Anwari, Bukan Sekedar Kata: Perjalanan Politik Akbar Tanjung, 2005, Jakarta: Khanata.
UNDANG-UNDANG: Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009
UU No.31 Tahun 2002. Tentang Partai Politik, Bantul: Pondok Edukasi, 2003. Undang- Undang Partai Politik, 2007, Yogyakarta: Pustaka Pelaj ar.
SURAT KABAR: SINDO, Ada Apa Dengan Partai Golkar?, 15 September 2008
INTERNET Yusuf ,Saifullah H., Belajar Pada Golkar, 2003, http://www.polarhome.com/pipermail/nasional/2003, di akses pada 20 Oktober 2008. Sinar Harapan, Akbar Tandjung Kecam Kepemimpinan Jusuf Kalla, 2007, http;//www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/akbar-tandjung, di akse pada 20 Oktober 2008 Hassan, M., Hidupnya Adalah Dunia Politik, http://www.lsi.co.id.html, di akses pada 19 Januari 2009. Wibowo, Lukman, Akbar Tandjung dan Dunia Politik, http://tokoh.blogspot.com/akbar-tandjung.html, di akses pada 19 Januari 2009
Iswarizona Purba : Kiprah Partai Golkar Dalam Pentas Politik Nasional Di Bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung, 2009. USU Repository © 2009