Prosiding Seminar Nasional XIII - FTI-ITS Surabaya, 6-7 Maret 2007
© FTI-ITS 2007
Kinerja Termal Rumah Tinggal Pedesaan Sebagai Strategi Konservasi Energi FX Teddy Badai Samodra1 dan Mas Santosa2 Program Doktor Arsitektur, Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya Kontak Person: FX Teddy Badai Samodra Program Doktor Arsitektur Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS – Sukolilo, Surabaya 60111 Telp/Fax: 031-5924301, E-mail:
[email protected]
Abstrak Rumah tinggal pedesaan tidak mengeksploitasi energi secara signifikan. Konsep pendinginan pasifnya menawarkan strategi konservasi energi. Aplikasi piranti elektronik dalam bangunan ini sangat minimum sebagai internal heat gain. Kebutuhan terhadap energi listrik dalam 24 jam hanya sekitar 29 Watt (0.47% dari total internal heat gain) atau rata-rata hanya 1.2 Watt/jam yang lebih didominasi oleh penggunaan energi untuk penerangan (Santosa, et al., 2006). Internal heat gain sebagai bentuk pemanfaatan energi lebih ditunjukkan oleh aktivitas penghuni. Pola penghunian memberikan pemasokan panas sebesar 99.53 % atau 6095 dari 6124 Watt dalam total 24 jam. Makalah ini membahas kontribusi bentuk dan orientasi sebagai elemen desain yang berpengaruh pada perolehan energi dalam bangunan. Metoda observasi terhadap rumah tinggal pedesaan dalam penggunaan energi dilakukan dengan menganalisis karakter fisik elemen desain bangunannya dan pola aktivitas penghuninya. Dengan simulasi kinerja termal (software ARCHIPAK v5.1) diketahui elemen konstruksi kulit yang menunjukkan pemasukan atau pelepasan panas dalam bangunan. Dari simulasi juga dapat ditentukan bahwa elemen atap merupakan komponen sistim konstruksi kulit yang paling kritis terhadap pelepasan panas. Kinerja termal menunjukkan optimasi rumah tinggal pedesaan sebagai objek studi yang menerapkan strategi konservasi energi, Kata kunci: internal heat gain, kinerja termal, konservasi energi, rumah tinggal pedesaan. Abstract Javanese village house does not use energy significantly. The passive cooling gives strategy of energy conservation. Electronic tools applications in the building are minimal as internal heat gain. Electricity demand is only 29 Watt/24 hours Watt (0.47% from total of internal heat gain) or average 1.2 Watt/hour that dominated by lighting (Santosa, et al., 2006). Internal heat gain as kind of energy is indicated by occupant activities. Occupancy gives heat contribution is 99.53 % or 6095 from 6124 Watt in the 24 hours. This paper discusses contribution of shape and orientation as design element that influences to the obtaining the energy in the building. The observation method of energy application is analyzing the phisics characteristic of buildng element design and 307 - 1
FX Teddy Badai Samodra dan Mas Santosa
occupant activities. By thermal performance simulation (using software ARCHIPAK v5.1), the heat gain or loss of skin construction element can be determined. The roof are the most critical element of heat loss. The thermal performance shows the optimization of village house as the case study that implements energy conservation. Keywords: energy conservation, internal heat gain, thermal performance, village house 1 PENDAHULUAN Rumah tinggal pedesaan merupakan salah bentuk rumah tinggal tradisional Jawa yang masih berkembang sampai sekarang dengan karakter fisik dan non fisik yang khas. Bentuk atap (wuwung) kampung pokok, material alami, berkepadatan rendah, dominasi lingkungan bervegetasi, dan memiliki orientasi Selatan adalah hal spesifik yang menandainya. Karakter non fisik dapat ditunjukkan oleh aktivitas penghuninya. Aktivitas penduduk pedesaan secara umum terdiri dari aktivitas reguler, yaitu aktivitas yang dilakukan sehari-hari, misalnya bercocok tanam, beternak, dan berdagang hasil bumi. Aktivitas ini dilakukan di luar rumah seperti di kebun, sawah, dan di kandang. Selain itu terdapat aktivitas periodik, aktivitas ini dilakukan hanya dalam saat-saat tertentu seperti selamatan. Aktivitas ini dilakukan di dalam rumah pada periode dan kondisi tertentu seperti kelahiran, kematian, pernikahan, pendirian rumah dan sebagainya (Samodra, 2005-b). Baik aktivitas fisik maupun non fisik akan berpengaruh pada kinerja termal dan tentunya pada konsep konservasi energi. Makalah ini akan membahas bagaimana kinerja termal rumah tinggal pedesaan ditinjau dari perspektif passive cooling sebagai bentuk konservasi energi.
2 PENDEKATAN DESAIN 2.1 Pendekatan Kontrol Lingkungan Dalam kontrol lingkungan, permasalahan konservasi energi akan bervariasi dan sangat subjektif. Aplikasi energi juga diposisikan pada kenyataan penggunaan yang berbeda sesuai musim. Strategi konservasi energi dapat ditinjau dalam mode exclusive dan selective. Dalam exclusive mode, puncak kebutuhan energi akan menjadi kecil dan tidak akan menjadi subjek dari variasi musim, sedang pada selective mode penggunaan energi untuk pemanasan dan pendinginan perlu mempertimbangkan kenyamanan lingkungan sebagai bagian yang substansial. Pola-pola pendekatan mode ini menurut Hawkes (1996) sebagai bentuk seleksi bagi bangunan sesuai kondisi lingkungan dan iklim yang ada pada tempat tersebut. Tabel 1. Pendekatan Konservasi Energi Exclusive mode Lingkungan secara otomatis mengkontrol dan didominasi oleh aspek artifisial Shape merupakan komposisi yang compact, sebagai upaya meminimalisasi interaksi lingkungan Orientasi relatif tidak penting Jendela/bukaan secara umum ukurannya terbatas
Energi bersumber pada generated energy dan jumlahnya yang digunakan relatif konstan pada satu tahun
Selective mode Lingkungan dikontrol oleh kombinasi cara manual dan otomatis dan merupakan variabel campuran dari cara alami dan buatan Shape merupakan komposisi yang menyebar sebagai upaya memaksimalisasikan penggunaan ambient energy Orientasi merupakan faktor yang krusial Jendela/bukaan akan luas pada fasad Selatan dan terbatas di belahan Utara. Kontrol terhadap matahari diperlukan untuk menghindari efek pemanasan pada musim panas Energi merupakan kombinasi ambient dan generated energy. Penggunaannya mengalami puncak pada musim dingin dan free running pada musim panas
Sumber: Samodra, 2005-a 307 - 2
Kinerja Termal Rumah Tinggal Pedesaan sebagai Strategi Konservasi Energi
2.2 Kebutuhan Energi Kebutuhan energi berdasarkan bentuk geometri dan orientasi menurut memiliki koefisien pelepasan panas seperti dalam Tabel 2. Kebutuhan energi diindikasikan oleh beberapa variabel, yaitu proteksi dinding, indoor temperature, dan shading.
Tabel 2. Kebutuhan Energi pada Bentuk Bangunan No. 1. 2. 3.
Koefisien heat loss (W/0C/m2) 0.81 0.64 0.63
Bentuk Bangunan Square plan Rectangle 4:1 Triangle
Sumber: Samodra, 2005-a
Tabel 3. Penggunaan/Pelepasan Energi dalam Internal Heat Gain (Watt) No
Sumber
Jml.
14
AKTIVITAS PENGHUNI Bapak (tidur = 70) (istirahat = 1 70 115) 1 (bekerja ringan = 150) Ibu (tidur = 0.85x70) (istirahat = 1 59.5 2 0.85x115) (bekerja ringan = 0.85x150) Anak (tidur = 0.5x70) (istirahat = 3 105 3 0.5x115) (bekerja ringan = 0.5x150) TOTAL AKTIVITAS PENGHUNI PERALATAN Lampu 10 watt x 1 bola siang 1 4 Petang : 100% Malam: 30% JUMLAH HEAT GAIN
Waktu (pk.) 141716 18
19
2021
2224
Rata-rata
Total
150
115
115
70
69.4
1665
0
128
97.8
97.8
59.5
59.0
1415
173
225
173
173
105
125.6
3015
254
6095
99.53
56
711
1213
150
0
115
0
128
0
97.8
225
0
173
%
0
0
0
0
0
3
3
10
0
1.2
29
0.47
235
503
0
385
173
506
388
395
235
255
6124
100
Sumber: Santosa, et al., 2006
307 - 3
FX Teddy Badai Samodra dan Mas Santosa
Gambar 1. Aktivitas Harian Penduduk Pedesaan Perbedaan zona iklim memberikan efek pada penempatan orientasi bangunan. Konfigurasi bangunan pada dasarnya mengakomodasi distribusi massa untuk menerima solar shading yang maksimum atau respek terhadap solar gain. Pada letak lintang yang rendah (dekat katulistiwa), permukaan diupayakan untuk memiliki perbandingan yang kecil dengan minimalisasi eksposur pada arah Barat dan Timur. Pada letak lintang yang tinggi, bentuk mengarah pada komposisi silindris (1 : 1 ratio), permukaan memiliki kemampuan untuk menggunakan solar gain sebesarnya. Menurut Yeang (1994), pada masing-masing zona iklim, orientasi memiliki penekanan directional pada posisi lintang untuk merespon solar gain.
3. PENDEKATAN POLA PENGHUNIAN Aktivitas penduduk desa ditunjukkan dalam input pemanasan ruang oleh internal heat gain, dimana aktivitas dalam ruang seperti aktivitas periodik akan berpengaruh. Namun, dalam pembahasan akan sulit menentukan kriteria yang signifikan tentang pola hidup. Untuk itu, pola hidup ini akan diatur berdasarkan tingkat akvitas seperti Gambar 1; dari tanpa aktivitas, aktivitas ringan sampai aktivitas berat. Untuk pertimbangan internal heat gain, perlu dilakukan pula penetapan kombinasi aktivitas harian dengan penggunaan peralatan penghasil panas. Dalam aktivitas harian penduduk desa (dataran tinggi), selama 24 jam akan terdeteksi karakter jam-jam tertentu yang akan kritis terhadap kondisi discomfort (tidak nyaman) dengan adanya internal heat gain. Seperti yang dideskripsikan dalam Gambar 1, pada pk.22.00 sampai pk.04.00, akan rentan dengan kondisi underheating, karena tidak adanya input pemanasan ruang. Dalam jam-jam penghuni akan istirahat, seperti pada pk.06.00, pk.12.00-13.00 dan pk. 18.00-21.00, akan sedikit pemanasan ruang, dan pada jam-jam aktivitas berat 307 - 4
Kinerja Termal Rumah Tinggal Pedesaan sebagai Strategi Konservasi Energi
seperti mengerjakan pekerjaan rumah (bersih-bersih dan bekerja) akan kritis terhadap overheating. Namun, dalam perhitungan temperatur internal secara periodik (dinamik), pergesaran kondisi bangunan akan terjadi sesuai aplikasi material dengan karakter termalnya serta kondisi lingkungan pada jam-jam tersebut. Penggunaan atau pelepasan energi dalam internal heat gain akan menentukan kinerja termal rumah tinggal pedesaan. Rumah tinggal pedesaan tidak mengeksploitasi energi secara signifikan. Aplikasi piranti elektronik dalam bangunan ini sangat minimum sebagai internal heat gain. Kebutuhan terhadap energi listrik dalam 24 jam hanya sekitar 29 Watt (0.47% dari total internal heat gain) atau rata-rata hanya 1.2 Watt/jam yang lebih didominasi oleh penggunaan energi untuk penerangan (Santosa, et al., 2006). Internal heat gain sebagai bentuk pemanfaatan energi lebih ditunjukkan oleh aktivitas penghuni. Pola penghunian memberikan pemasokan panas sebesar 99.53 % atau 6095 dari 6124 Watt dalam total 24 jam (Tabel 3).
4 DISKUSI Berdasarkan pembahasan di atas, rumah tinggal pedesaan memiliki kecenderungan untuk berada pada pendekatan selective mode dengan beberapa ketentuan bahwa karakter bangunan bersifat menyebar (single building) dan bukaan lebih dominan pada fasad Selatan. Optimasi kinerja termal rumah tinggal pedesaan cenderung untuk melepas panas. Kondisi ini relevan dengan ketentuan yang ditunjukkan oleh bentuknya yang mendekati Square plan yang lebih banyak melepas panas dibanding bentuk rectangle atau triangle. Konsep desain rumah tinggal pedesaan yang lebih cenderung bersifat pasif ini sangat mendukung proses konservasi energi. Bentuk optimasi passive cooling rumah tinggal sesuai strategi konservasi energi dapat ditunjukkan dalam Gambar 2. Dalam sehari, semua jam (24 jam) dalam kinerja termal rumah tinggal pedesaan (hasil simulasi ARCHIPAK) menunjukkan perbaikan terhadap kondisi outdoor, menaikkan temperatur pada kondisi underheating dan menurunkannya pada kondisi overheating (Gambar 3). Optimalisasi pada bulan terdingin dan terpanas ini diindikasikan dengan fluktuasi temperatur yang meningkat seperti pada pk.01.00 s/d pk.05.00 ketika lingkungan berada pada kondisi underheating (di bawah 220C) dan mempertahankan kondisi nyaman ketika lingkungan berada pada kondisi overheating pada pk12.00 dan pk.13.00. Pada jam aktif sore dan malam hari (pk.17.00 sampai dengan pk.24.00), bangunan optimasi mampu mempertahankan kondisi lingkungan yang sudah berada pada zona nyaman. Dalam sehari hanya pk.06.00 dari jam pakai bangunan menunjukkan kondisi tidak nyaman atau sekitar 6% dan selama 15 jam atau 94%, dalam bangunan berada pada kondisi nyaman. Kondisi ini berlaku sama pada bulan terdingin maupun terpanas. Meskipun pada bulan terpanas, temperatur lingkungan meningkat, optimalisasi bangunan dengan karakter termal dari materialnya ternyata cukup efektif mempertahankan kondisi nyaman pada bulan terdingin. Sebernarnya pada bulan terpanas terjadi overheating, namun kejadian ini berlaku di luar jam pakai bangunan yaitu pada pk. 14.00, jadi bukan merupakan permasalahan termal dalam bangunan. Kondisi tidak nyaman (underheating) pada pk.06.00 pada bulan terdingin dan terpanas diindikasikan oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Jadwal bukaan menunjukkan 1 (opened) mulai pk.05.00 dan secara dinamis mempengaruhi pada pk.06.00 padahal kondisi di luar bangunan di bawah ambang nyaman ketika pembukaan itu. 2. Radiasi matahari belum berpengaruh pada bangunan (belum ada radiasi matahari). 3. Karakter material melepas panas (pembahasan elemental breakdown), sehingga kondisi dalam bangunan akan menjadi dingin.
307 - 5
FX Teddy Badai Samodra dan Mas Santosa
Gambar 2. Passive Cooling Design sebagai Bentuk Konservasi Energi Rumah Tinggal Pedesaan
Semua elemen yang ditelaah pada rumah tinggal pedesaan mempengaruhi pola optimasi sendiri dalam kinerja termal bangunan. Karakter material dengan orientasi terhadap panas (memasukkan atau melepas) dalam 24 jam akan dapat menentukan bagian bangunan yang nyaman maupun tidak nyaman dengan pemanasan ataupun pendinginan pasif. Elemen radiasi juga mempengaruhi kinerja termal dengan kontribuasi panas pada masing-masing orientasi temasuk radiasi yang diterima atap (G Horizontal). Internal heat gain dari aktivitas harian penduduk desa dan aplikasi peralatan listrik penghasil panas akan mempengaruhi kondisi jam-jam tertentu yang dapat meningkatkan temperatur dalam bangunan secara pasif. Pola-pola radiasi dan internal heat gain dalam mempengaruhi kondisi dalam bangunan berlaku secara periodik dan dinamis sesuai perkembangan waktu dalam 24 jam yang juga dipengaruhi oleh karakter termal material penyusunannya. Dari Gambar 4 ditunjukkan beberapa hasil simulasi kinerja termal rumah tinggal pedesaan. Roof (genteng) dan floor (plester) merupakan elemen bangunan yang paling besar melepas panas sedangkan dinding 4 (Wall-4 = dinding bambu-kloneng bagian atas dengan orientasi Barat) menjadi elemen lain yang paling besar melepas panas. Hanya opening 1 (pintu pada bagian Selatan) dalam bulan terpanas yang memasukkan panas ke dalam bangunan. Keberadaan pintu bagian Selatan (bagian depan rumah tinggal pedesaan) sebagai pemasok panas diindikasikan oleh besarnya luasan perimeter dan luasan bukaan sisi Selatan sebagai orientasi utama terhadap orientasi lain. Pada sisi Barat dengan bukaan yang minimum, karakter dindingnya akan cenderung akan melepas panas seprti yang ditunjukkan oleh dinding 4, yaitu dinding bambu yang memiliki U-value besar, sehingga panas akan mudah ditransmisikan oleh material tersebut. U-value bata sebesar 2,62 W/mK, meskipun sama-sama berada pada sisi barat bangunan, namun dalam dinding kloneng, bambu lebih efektif dalam melepas panas (Uvalue = 3,69 W/mK), indikasinya juga dapat dilihat kalau bambu lebih cepat melepas panas dengan nilai Tlag yang lebih kecil (Tlag = 0,19 jam) dibanding bata (Tlag = 4,2 jam). Di sini, bambu dikaji sebagai material dengan mengabaikan aspek porositas, hanya melihat profilnya dalam thermal properties. 307 - 6
Kinerja Termal Rumah Tinggal Pedesaan sebagai Strategi Konservasi Energi
5 KESIMPULAN AN Pembahasan kinerja termal rumah tinggal pedesaan memberikan penawaran tentang konsep desain arsitektur masa depan yang hemat energi. Bentuk pendinginan pasif ternyata cukup mampu untuk menggantikan peran atau meminimalisasi piranti elektronik yang banyak menyerap sumber daya alam. Berikut beberapa konsep yang dapat dipelajari sebagai bentuk strategi konservasi energi: 1. Konfigurasi populasi rumah tinggal pedesaan yang menyebar mendukung sistim ventilasi alam. 2. Bentuk dan orientasi serta posisi bukaan relevan dengan karakter bangunan di daerah tropis yang kritis terhadap posisi matahari. 3. Aktivitas penduduk banyak dilakukan di luar bangunan, sehingga kontribusinya terhadap pemasukan panas dalam bangunan tidak besar, selain itu penggunaan peralatan listrik yang minimum memungkinkan pemanasan bangunan dapat dihindari. 4. Karakter elemen kulit bangunan lebih cenderung sebagai pelepas panas, sehingga beban pendinginan akan relatif kecil. INDOOR TEMPERATURE JAM AKTIF BLN. TERDINGIN
Comfort Underheating
6%
Dalam sehari, semua jam (24 jam) menunjukkan perbaikan terhadap kondisi outdoor, menaikkan temperatur
94%
30 29
To
28 27 26
Ti
25
degC
24 23 22
B a ta s B awah C o m fo rt
21 20 19 18
B a ta s A ta s C o m fo rt
17 16 15 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
degC
T im e
30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15
To
Ti
B a ta s B awah C o m fo rt B a ta s A ta s C o m fo rt 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23 24
T ime
INDOOR TEMPERATURE JAM AKTIF BLN. TERPANAS
Com fort Underheating
6%
Dalam sehari, hanya pk.06.00 dari jam pakai bangunan menunjukkan kondisi tidak nyaman (6%) dan selama 15 jam (94%), dalam bangunan berada pada kondisi nyaman.
94%
Gambar 3. Fluktuasi Temperatur dalam Bangunan Optimasi Rumah Tinggal Pedesaan 307 - 7
FX Teddy Badai Samodra dan Mas Santosa
Hours Floor Wall 1 Wall 2 Opening 1 Wall 3 Wall 4 Wall 5 Wall 6 Opening 2 Wall 7 Wall 8 Opening 3 Opening 4 Roof
Qtotal -29 -4 -7 -1 -5 -15 -5 -14 0 -3 -8 0 0 -36
Hours Floor Wall 1 Wall 2 Opening 1 Wall 3 Wall 4 Wall 5 Wall 6 Opening 2 Wall 7 Wall 8 Opening 3 Opening 4 Roof
Qtotal -16 -2 -3 2 -2 -7 -2 -5 0 -2 -4 0 -1 -22
0
0 -4
-1 -5
-7
0
-3
-5
-8 -14
-15
-29 -36
2
-2
0 -2
-3
-2
0 -2
-5
-7
-1 -4
-16 -22
Floor Q av -16
Wall
Wall
Wall
1
Wall Open Wall 2
ing 1
3
4
5
Wall Open Wall 6
ing 2
7
Wall Open Open 8
-2
-3
2
-2
-7
-2
-5
0
-2
-4
ing 3 ing 4 0
-1
Roof -22
Gambar 4. Elemental Breakdown Rumah Tinggal Pedesaan
DAFTAR PUSTAKA [1] Hawkes, D., The Environmental Tradition, E & FN Sopon, London, 1996 [2] Samodra, FX. T.B.S., “Strategi Konservasi Energi: Pendekatan Geometri Skyscraper sebagai Respon Iklim Tropis Lembab”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Industri XII ITS Surabaya. 29-30 Maret. pp 505-1 – 505-8, 2005-a [3] Samodra, FX. T.B.S., Optimasi Kinerja Termal Rumah Tinggal Pedesaan, Tesis Program Studi Magister Arsitektur ITS, Surabaya, 2005-b [4] Santosa, M., Antaryama, I G.N., Noerwasito, V.T., Srilestari, R.N., Santoso, B.H., dan Samodra, FX. T.B.S., Sistim Pendinginan Pasip (Passive Cooling) pada Bangunan di Daerah Tropis untuk Upaya Pembangunan yang Berkelanjutan, Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP) Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengadian Kepada Masyarakat, Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2006 [5] Szokolay, S.V., User’s Manual ARCHIPAKv4.0, University of Queensland, St. Chapel Hill, Australia, 2003 [6] Yeang, K., Bioclimatic Skyscraper, Ellipsis, 1994
307 - 8