e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016)
KINERJA KEUANGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN MARKET VALUE ADDED (MVA) PADA BANK BUMN Luh Putu Ayu Purnami, Fridayana Yudiaatmaja, Ni Nyoman Yulianthini Jurusan Manajemen Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected], yulianthini_nyoman}@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kinerja keuangan menggunakan pendekatan EVA dan MVA pada Bank BUMN yang go public periode 2012-2014. Subyek dalam penelitian ini adalah Bank BUMN yang go public. Sedangkan, obyek penelitian ini adalah kinerja keuangan Bank BUMN yang diukur menggunakan EVA dan MVA periode 2012-2014. Jenis data yang diperlukan adalah data kuantitatif dengan menggunakan teknik pencatatan dokumen dan dianalisis dengan menggunakan analisis metode EVA dan MVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) EVA bank BUMN selama periode 2012-2014 bernilai positif, sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomis terhadap perusahaan. (2) bank BUMN yang memiliki nilai MVA positif selama periode 2012-2014 terdiri dari BBNI, BBRI dan BMRI, sedangkan MVA BBTN mengalami fluktuasi yaitu bernilai positif tahun 2012 kemudian bernilai negatif tahun 2013 dan kembali bernilai positif tahun 2014. Kata kunci: kinerja keuangan, economic value added, market value added
Abstract This study aimed to describe the financial performance using EVA and MVA approach to listed government own Bank (BUMN) in the period of 2012-2014. The subject of this study was listed government own Bank (BUMN). Meanwhile, the object of this study was BUMN Bank financial performance as measured by EVA and MVA in the period of 2012-2014. The type of data collected was quantitative data. The data was collected using the documentation technique then it was analyzed using the method of EVA and MVA. The results showed that (1) EVA of BUMN bank in the period of 2012-2014 had positive value, thus providing of economic value added to the company. (2) BUMN bank which had positif MVA in the period of 2012-2014 were BBNI, BBRI and BMRI, while the value of MVA BBTN fluctuated in 2012 it was positive, then negative in 2013 and returned positive value in 2014. Keywords : financial performance, economic value added, market value added
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016)
PENDAHULUAN Sebuah Perusahaan didirikan bertujuan untuk memperoleh laba yang maksimal demi keberlangsungan hidup perusahaan, dan mampu mengembangkan perusahaan tersebut dengan baik. Kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Pada umumnya analisis laporan keuangan yang dilakukan perusahaan untuk mengukur kinerja keuangan adalah dengan menggunakan metode konvensional yaitu analisis rasio keuangan. Dalam praktiknya walaupun analisis rasio keuangan yang digunakan memiliki fungsi dan kegunaan yang cukup banyak bagi perusahaan dalam mengambil keputusan, bukan berarti rasio keuangan yang dibuat sudah menjamin 100% kondisi dan posisi keuangan yang sesungguhnya (Kasmir, 2010:103). Bursa Efek Indonesia bertujuan sebagai tempat transaksi perdagangan saham dari berbagai jenis perusahaan yang ada di Indonesia. Sektor keuangan adalah salah satu kelompok perusahaan yang ikut berperan aktif dalam pasar modal karena sektor keuangan merupakan penunjang sektor dalam perekonomian di Indonesia. Sektor keuangan di Bursa Efek Indonesia terbagi menjadi lima subsektor yang terdiri dari perbankan, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, dan asuransi. Peran sektor keuangan dalam perekonomian sangat krusial. Utamanya dalam penyediaan dana bagi pembiayaan perekonomian (khususnya investasi). Perbankan merupakan salah satu sektor keuangan yang sangat diharapkan berperan aktif dalam pembangunan ekonomi nasional maupun regional. Bank telah menempati posisi sentral dalam perkonomian modern. Sebagian besar keperluan setiap orang dan segenap lapisan masyarakat dalam kegiatan perekonomian terkait dengan perbankan.
Dalam sub sektor bank, kategori bank dikelompokkan menjadi enam yaitu, (1) Bank umum persero (BUMN pemerintah), (2) Bank umum swasta nasional (BUSN) devisa, (3) Bank umum swasta nasional (BUSN) non devisa, (4) Bank Pembangunan Daerah (BPD), (5) Bank campuran (domestik & asing), serta (6) Bank Asing. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui kinerja keuangan Bank umum persero (BUMN pemerintah) yang terdiri dari Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, dan Bank Mandiri(Persero) Tbk (www.sahamok.com). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan keseluruhan Bank umum persero (BUMN pemerintah) yang Go Public untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan. Data kinerja keuangan perusahaan diukur menggunakan rasio keuangan pada Bank BUMN yang Go Public periode 2012-2014 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kinerja Keuangan Perusahaan Diukur Menggunakan Rasio Keuangan pada Bank BUMN yang Go Pulic Periode 2012-2014 Kode Tahun CAR NIM LDR Saham (%) (%) (%) 2012 16,67 5,93 77,52 BBNI 2013 15,09 6,11 85,30 2014 16,22 6,20 87,81 2012 16,95 8,42 79,85 BBRI 2013 16,99 8,55 88,54 2014 18,31 8,51 81,68 2012 17,69 5,83 100,90 BBTN 2013 15,62 5,44 104,42 2014 14,64 4,47 108,86 2012 15,48 5,58 77,66 BMRI 2013 14,93 5,68 82,97 2014 16,60 5,94 82,02 Sumber : Annual Report BBNI, BBRI, BBTN dan BMRI diakses melalui www.idx.co.id periode 2012-2014 (data diolah) Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa kinerja keuangan tahun 2012-2014 dilihat dari rasio permodalan (CAR) pada BBNI, BBRI, dan BMRI mengalami peningkatan pada tahun terakhir masing-masing
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) sebesar 16,22%, 18,31%, dan 16,60%, namun pada BBTN terjadi penurunan selama periode tiga tahun berturut-turut hingga periode tahun terakhir mencapai 14,64%. Hal ini disebabkan karena peningkatan ekuitas lebih rendah dibandingkan peningkatan kredit yang diberikan. Namun demikian, rasio CAR BBTN masih lebih tinggi dari minimal CAR yang diwajibkan oleh Bank Indonesia sebesar 8% sesuai dengan profil risiko Perseroan. Kemudian dilihat dari rasio profitabilitas (NIM) pada BBRI dan BBTN mengalami penurunan dalam periode 2012-2014, masing-masing pada tahun terakhir sebesar 8,51% dan 4,47%. Penurunan ini sebagian besar disebabkan kenaikan beban bunga yang diakibatkan adanya peningkatan BI rate sepanjang tahun. Sedangkan perolehan NIM pada BBNI dan BMRI mengalami peningkatan tahun terakhir mencapai 6,20% dan 5,94%. Rasio likuiditas (LDR) yang mampu dicapai Bank BUMN tersebut pada tahun terkahir masing-masing sebesar 87,81%, 81,68%, 108,86% dan 82,02%. Meningkatnya rasio likuiditas (LDR) BBTN pada tahun terakhir mencapai 108,86% mengakibatkan likuiditas Bank kurang baik, karena jumlah DPK tidak mampu menutup kredit yang disalurkan. Kriteria LDR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 78% sampai 92%, yang merupakan indikator bagi kesehatan finansial suatu Bank. Penggunaan analisis rasio keuangan memiliki kelemahan utama yaitu tidak memperhatikan risiko yang dihadapi perusahaan dengan mengabaikan adanya biaya modal. Untuk mengatasi kelemahan dari analisis rasio keuangan, maka dikembangkan konsep pengukuran kinerja keuangan berdasarkan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). Menurut Winarto (2005:4), kedua metode nilai tambah ini dapat dijadikan acuan yang lebih baik bagi pemilik modal untuk mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut akan memberikan keuntungan atau kerugian terhadap modal yang diinvestasikan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, selain menggunakan rasio keuangan maka peneliti ingin
mengetahui bagaimana kinerja keuangan menggunakan pendekatan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) Pada Bank BUMN yang Go Public Periode 2012-2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan Bank BUMN yang Go Public periode 2012-2014 diukur menggunakan pendekatan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). Hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan bahan yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu penelitian dalam bidang Manajemen Keuangan khususnya mengenai kinerja keuangan diukur dengan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). Di samping itu, secara praktis semoga hasil penelitian ini dapat dapat bermanfaat sebagai masukan dan dapat mengetahui informasi yang diperoleh dari hasil kinerja keuangan Bank BUMN yang Go Public diukur dengan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) periode tahun 20122014, serta sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Untuk mengetahui kinerja keuangan yang telah dicapai perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam bidang keuangan, yang biasanya perusahaan menggunakan analisis rasio keuangan (Van Horne dalam Heru Sutejo, 2005). Menurut Meita Rosy (2010:2), pengguna rasio keuangan memiliki kelemahan antara lain : (1) Rasio keuangan tidak disesuaikan dengan perubahan tingkat harga. (2) Rasio keuangan sulit digunakan sebagai pembanding antara perusahaan sejenis, jika terdapat perbedaan metode akuntansinya. (3) Rasio keuangan hanya menggambarkan keadaan sesaat, yaitu pada tanggal laporan keuangan dan periode pelaporan keuangan. Penggunaan analisis rasio keuangan memiliki kelemahan utama yaitu tidak
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) memperhatikan risiko yang dihadapi perusahaan dengan mengabaikan adanya biaya modal. Untuk mengatasi kelemahan dari analisis rasio keuangan, maka dikembangkan konsep pengukuran kinerja keuangan berdasarkan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). Menurut Winarto (2005:4), kedua metode nilai tambah ini dapat dijadikan acuan yang lebih baik bagi pemilik modal untuk mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut akan memberikan keuntungan atau kerugian terhadap modal yang diinvestasikan. Menurut (Helfert, 2000), pada dasarnya pengukuran kinerja keuangan perusahaan dapat dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu: (1) Earning measures. Kinerja keuangan berdasarkan pada accounting profit, yang meliputi: pengukuran earning per share (EPS), return on investment (ROI), return on assets (ROA), return on capital employee (ROCE), dan return on equity (ROE). (2) Cash flow measures. Kinerja keuangan berdasarkan pada arus kas operasi (operating cash flow), yang meliputi: free cash flow, cash flow return on gross investment (ROGI), cash flow return on investment (CFROI), total shareholder return (TSR), dan total business return (TBR). (3) Value measures. Kinerja keuangan berdasarkan pada nilai (value basedmanagement), yang meliputi: economic value added (EVA), market value added (MVA), cash value added (CVA), dan shareholders value (SHV). Menurut Agus Sartono (2008:104), EVA adalah konsep nilai yang digunakan untuk menentukan seberapa besar kemakmuran yang dapat diciptakan dengan mengurangkan earnings perusahaan dengan biaya modalnya. EVA juga mencerminkan laba residu yang tersisa setelah biaya dari seluruh modal, termasuk modal ekuitas setelah dikurangkan, sedangkan laba akuntansi ditentukan tanpa mengenakan beban untuk modal ekuitas (Brigham, 2006:69). Sedangkan menurut Young (2001:18), EVA merupakan alat komunikasi yang efektif, baik untuk penciptaan nilai yang dapat dijangkau oleh manajer lini yang akhirnya mendorong kinerja perusahaan
dan untuk berhubungan dengan pasar modal. Menurut Mc.Daniel (dalam Pradhono, 2004:141), EVA memiliki kelebihan diantaranya: (1) EVA tidak dibatasi oleh prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pengguna EVA bisa menyesuaikan dengan kondisi spesifik. (2) EVA dapat mendukung setiap keputusan dalam sebuah perusahaan, mulai dari investasi modal, kompensasi karyawan dan kinerja unit bisnis. (3) Struktur EVA yang relatif sederhana membuatnya bisa digunakan oleh bagian engineering, environmental dan personil lain sebagai alat yang umum untuk mengkomunikasikan aspek yang berbeda dari kinerja keuangan. Menurut Resmi (2003:286), kelebihan EVA adalah EVA lebih akurat dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional, karena dilakukan penyesuaian terhadap biaya-biaya tertentu yang dikeluarkan. Namun, adapun kelemahan EVA diantaranya: (1) EVA cenderung mengabaikan pengukuran nonfinansial dan kepentingan stakeholder. (2) Penghitungan EVA masih mendasarkan pada laporan keuangan, yang kemungkinannya dapat direkayasa pembukuannya untuk mendapatkan EVA positif. Menurut Young (2001:39), EVA sama dengan selisih antara laba operasi perusahaan setelah pajak (NOPAT) dengan biaya modal. Biaya modal sama dengan modal yang diinvestasikan perusahaan dikalikan dengan biaya modal rata-rata tertimbang. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut. EVA = NOPAT – Capital Charges Menurut Tunggal (2001), dalam menghitung Economic Value Added (EVA) , terdapat langkah-langkah perhitungan sebagai berikut. (1)Menghitung NOPAT (Net Operating After Tax), (2) Menghitung Invested Capital (IC), (3) Menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC) , (4) Menghitung Capital Charges, (5) Menghitung Nilai Economic Value Added (EVA). Menurut Sidharta (1997), penilaian Economic Value Added (EVA) dapat dinyatakan sebagai berikut. (1)Apabila
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) EVA > 0, berarti nilai EVA positif yang menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah pada perusahaan. (2)Apabila EVA = 0, menunjukkan posisi impas atau Break Event Point. (3)Apabila EVA < 0, yang berarti EVA negatif menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah Menurut Warsono (2003:47), MVA didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai pasar ekuitas perusahaan dengan nilai ekuitas yang dipasok para investornya. Nilai pasar ekuitas pada periode tertentu dihitung dan hasil perkalian antara jumlah saham yang beredar dengan harga saham setiap lembarnya nilai pasar saham, atau sering disebut sebagai nilai kapitalisasi pasar saham perusahaan. Modal ekuitas yang dipasok dihitung dari hasil perkalian jumlah saham yang beredar saat tertentu dengan harga pasar saham per lembarnya. Saat penawaran perdananya jumlah saham yang beredar ini sudah memasukkan unsur penambahan jumlah saham yang beredar sebagai dampak dari emisi saham baru. Kelebihan MVA menurut Zaky (2002:139), MVA merupakan ukuran tunggal dan dapat berdiri sendiri yang tidak membutuhkan analisis trend maupun norma industri sehingga bagi pihak manajemen dan penyedia dana akan lebih mudah dalam menilai kinerja perusahaan. Menurut Natitupulu (2008:31), MVA memiliki beberapa kekurangan, yaitu: 1) MVA tidak memperhitungkan opportunity cost dari modal yang ditanamkandalam perusahaan, 2) MVA tidak memperhitungkan intern cash return yang diberikan pada pemegang saham, 3) MVA tidak dihitung pada tingkat divisional (unit bisnis) dan tidak dapat dipergunakan untuk perusahaan yang tidak memperjual belikan sahamnya secara publik. Menurut Siti (2011:8), Market Value Added (MVA) dirumuskan sebagai berikut. MVA = (Harga Saham x Jumlah Saham Beredar) - Total Ekuitas Adapun kriteria yang digunakan untuk mengukur MVA adalah sebagai berikut. 1. MVA positif (> 0) berarti pihak manajemen telah mampu meningkatkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun menjadi
bertambah, 2.MVA negatif (< 0) berarti pihak manajemen telah menurunkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun menjadi berkurang. Semakin besar MVA semakin baik dan MVA yang negatif berarti nilai dari investasi yang dijalankan manajemen kurang dari modal yang diserahkan kepada perusahaan oleh pasar modal, yang berarti bahwa kekayaan telah dimusnahkan Young (2001:27). Menurut Brigham (2006:70), terdapat perbedaan antara EVA dan MVA sebagai berikut. 1) EVA menunjukkan adanya nilai tambah yang terjadi selama satu tahun tertentu, sedangkan MVA mencerminkan kinerja perusahaan sepanjang hidupnya bahkan mungkin termasuk masa-masa sebelum manajer yang ada sekarang dilahirkan. 2) EVA dapat diterapkan pada masing-masing divisi atau unit-unit lain dari sebuah perusahaan besar, sedangkan MVA harus diterapkan untuk perusahaan secara keseluruhan. Pada dasarnya EVA dengan MVA memiliki suatu hubungan akan tetapi hubungan tersebut bukanlah merupakan hubungan secara langsung. Jika sebuah perusahaan memiliki sejarah nilai-nilai EVA yang negatif, maka kemungkinan nilai MVA perusahaan tersebut juga akan negatif, begitu pula sebaliknya. Menurut Agus Sartono (2008:103), secara umum dapat dinyatakan dua pengamatan antara hubungan EVA dan MVA yaitu: 1) Ada hubungan antara EVA dan MVA, namun sifatnya tidak selalu searah. Jika suatu perusahaan memiliki EVA negatif, maka MVA mungkin saja akan bernilai negatif dan sebaliknya jika EVA positif maka belum tentu MVA perusahaan akan positif. Harga saham sebagai salah satu komponen MVA akan lebih banyak ditentukan oleh kinerja masa depan dan bukan kinerja masa lalunya. Sehingga perusahaan dengan EVA negative dapat saja memiliki MVA postif jika investor memiliki harapan akan perubahan yang lebih baik pada perusahaan di masa depan. 2) EVA secara umum lebih bermanfaat dibanding MVA untuk mengevaluasi kinerja manajerial sebagai bagian dari insentive compensation program dengan alasan EVA
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) menunjukkan nilai tambah atau value added yang terjadi pada tahun tertentu, sedangkan MVA mencerminkan kinerja perusahaan selama hidupnya. EVA dapat diterapkan pada tingkat divisi atau unit dari perusahaan besar secara individual, sedangkan MVA harus diterapkan untuk perusahaan secara keseluruhan. Karena alasan ini MVA lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi kinerja top manajemen selama jangka waktu yang panjang. METODE Desain penelitian ini menggunakan Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi dan memberikan informasi apa adanya sesuai dengan masalah yang diteliti. Kejadian yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, dan tidak bermaksud mencari penjelasan, mencari hipotesis, membuat prediksi ataupun mempelajari berdasarkan implikasi sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan, masalah yang diteliti, tehnik dan alat yang digunakan untuk meneliti dan tempat serta waktu penelitian maka penelitian deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini mengarah pada pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah Sektor Keuangan Bank Umum Persero (BUMN Pemerintah) yang Go Public. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah kinerja keuangan Bank BUMN yang diukur menggunakan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) periode 2012-2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik dokumentasi. Data yang diperoleh merupakan data sekunder yang langsung dapat diakses melalui www.idx.co.id. Selain itu, untuk memperoleh berbagai macam data dan informasi, penulis menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library research). Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan Metode Economic Value Added dan Metode Market Value Added. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dengan menggunakan Kinerja keuangan Bank
BUMN yang dihitung berdasarkan Economic Value Added (EVA) dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kinerja Keuangan Bank BUMN Berdasarkan Economic Value Added (EVA) (dalam triliun rupiah) Kode Tahun Nopat Capital EVA Saha Charge (3) m (1) (2) (1-2) 2012 13,94 9,92 4,02 BBNI 2013 15,99 11,55 4,44 2014 21,09 12,01 9,08 2012 31,81 16,46 15,36 BBRI 2013 36,71 24,84 11,87 2014 47,93 23,85 24,09 2012 5,44 4,42 1,02 BBTN 2013 6,68 5,19 1,48 2014 8,41 7,14 1,27 2012 28,68 17,81 10,87 BMRI 2013 33,56 20,54 13,02 2014 41,06 24,02 17,04 Sumber: data diolah Berdasarkan dari Tabel 4.1, pada tahun 2012 dapat dilihat bahwa kinerja keuangan seluruh Bank BUMN berdasarkan EVA memiliki nilai positif (EVA > 0). EVA BBRI dan BMRI masingmasing sebesar Rp 15,36 triliun dan Rp 10,87 triliun. Kondisi EVA kedua bank tersebut merupakan perolehan terbesar dibandingkan BBNI dan BBTN masingmasing sebesar Rp 4,02 triliun dan Rp 1,02 triliun. EVA bernilai positif (EVA > 0), menunjukkan bahwa ada nilai tambah ekonomis lebih setelah perusahaan membayarkan semua kewajiban pada para penyandang dana atau kreditur sesuai ekspektasinya. Nilai EVA yang positif juga menunjukkan kinerja perusahaan dalam kondisi baik karena perusahaan berhasil memberikan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. Pada tahun 2013, kinerja keuangan Bank BUMN masih bernilai positif (EVA > 0). Perolehan EVA BBRI mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, namun mampu mempertahankan nilai positif sebesar Rp 11,87 triliun. Kemudian EVA BMRI pada tahun ini mengalami peningkatan sebesar Rp 13,02 triliun. Peningkatan EVA juga mampu dicapai
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) BBNI dan BBTN masing-masing sebesar Rp 4,44 triliun dan Rp 1,48 triliun Kenaikan EVA tersebut dipengaruhi laba operasi perusahaan yang selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2014, kinerja keuangan Bank BUMN masih dalam kategori nilai EVA positif (EVA > 0) dan cenderung mengalami peningkatan namun juga terdapat penurunan. Kondisi EVA positif cenderung mengalami peningkatan terdiri dari BBNI, BBRI dan BMRI masing-masing sebesar Rp 9,08 triliun, Rp 24,09 triliun dan Rp 17,04 triliun. Hal ini mengindikasikan perusahaan mampu mempertahankan nilai EVA positif, sehingga memiliki nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. Sedangkan kondisi EVA BBTN mengalami penurunan pada tahun terakhir sebesar Rp 1,27 triliun namun masih berada pada nilai positif. Secara keseluruhan, perolehan EVA Bank BUMN memiliki nilai positif. Keadaan EVA bernilai positif (EVA > 0) mengindikasikan bahwa perusahaan mampu membayarkan kewajiban pada para penyandang dana atau kreditur, sehingga laba perusahaan memberikan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan Kinerja keuangan Bank BUMN yang dihitung berdasarkan metode Market Value Added (MVA) dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kinerja Keuangan Bank BUMN Berdasarkan Market Value Added (MVA) (dalam triliun rupiah) Kode Tahun Nilai Total MVA Saham Pasar Ekuitas Saha (3) m (2) (1-2) (1) 2012 68,31 43,53 24,78 BBNI 2013 72,93 47,68 25,24 2014 112,62 61,02 51,59 2012 169,74 64,88 104,85 BBRI 2013 177,06 79,33 97,74 2014 284,52 97,21 186,8 2012 14,86 10,28 4,58 BBTN 2013 9,09 11,56 -2,46 2014 12,61 12,21 0,4 2012 187,11 70,65 111,35 BMRI 2013 181,33 88,79 92,54 2014 248,90 104,84 144,06 Sumber: data diolah
Berdasarkan dari Tabel 4.2, pada tahun 2012 dapat dilihat bahwa kinerja keuangan BBNI, BBRI, BBTN dan BMRI berdasarkan MVA secara keseluruhan bernilai positif (MVA > 0) masing-masing sebesar Rp 24,78 triliun, Rp 104,85 triliun, Rp 4,58 triliun dan Rp 111,35 triliun. Kondisi MVA yang positif (MVA > 0) berarti pihak manajemen telah mampu meningkatkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun menjadi bertambah. Pada tahun 2013 kinerja keuangan BBNI, BBRI dan BMRI berdasarkan MVA masih bernilai positif (MVA > 0) masingmasing sebesar Rp 25,24 triliun, Rp 97,74 triliun dan Rp 92,54 triliun. Namun, pada BBTN kinerja keuangan berdasarkan MVA mengalami nilai negatif (MVA < 0) sebesar Rp -2,46 triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak manajemen telah menurunkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun menjadi berkurang. MVA bernilai negatif menggambarkan nilai dari investasi yang dijalankan manajemen kurang dari modal yang diserahkan kepada perusahaan oleh pasar modal, yang berarti bahwa kekayaan telah dimusnahkan. Pada tahun 2014 kinerja keuangan seluruh Bank BUMN berdasarkan MVA mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya masing-masing sebesar Rp 51,59 triliun, Rp 186,8 triliun, Rp 400 miliar dan Rp 144 miliar. Keadaan MVA bernilai positif (MVA > 0) menggambarkan bahwa pihak manajemen telah mampu meningkatkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun menjadi bertambah. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis kinerja keuangan Bank BUMN dengan menggunakan pendekatan EVA yang telah dilakukan, dapat digambarkan selama periode 2012-2014 memiliki nilai EVA positif (EVA > 0). Keadaan ini menunjukkan bahwa nilai EVA positif (EVA > 0) berada dalam kondisi yang baik dan memiliki nilai tambah ekonomis lebih setelah perusahaan membayarkan semua kewajiban pada para penyandang dana atau kreditur sesuai ekspektasinya,
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) sehingga laba perusahaan memberikan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. Semakin besar nilai tambah yang dihasilkan perusahaan, maka semakin baik kinerja perusahaan dalam memaksimalkan nilai perusahaan dan nilai penyandang dana. Hasil kinerja yang baik akan memberikan kepastian bahwa perusahaan mampu memenuhi kewajibannya terhadap para debitur, dan para pemegang saham terpenuhi harapannya untuk mendapat tingkat pengembalian yang lebih besar dari jumlah modal yang disetor. Pengukuran kinerja keuangan Bank BUMN dengan menggunakan pendekatan MVA periode 2012-2014 yang telah dilakukan, dapat digambarkan setiap tahunnya memperoleh nilai positif meningkat, bernilai positif menurun namun terdapat juga nilai negatif. Perolehan MVA positif (MVA > 0) selama periode berturutturut terdiri dari BBNI, BBRI dan BMRI. Ketiga bank tersebut mampu mempertahankan nilai MVA positif selama periode 2012-2014. Namun, kondisi MVA berflukuasi tetapi masih bernilai positif selama periode 2012-2014 terdiri dari BBRI dan BMRI. Keadaan MVA bernilai positif (MVA > 0) mengindikasikan bahwa kineja keuangan bank BUMN berada dalam kondisi yang baik, karena perusahaan mampu menciptakan nilai tambah pasar. Hasil ini akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada kedua perusahaan ini dengan harapan manajer akan mengelola modal yang dipercayakan kepadanya dengan produktif sehingga akan menjadi lebih besar. Kemudian nilai MVA negatif diperoleh BBTN pada tahun 2013, menurun dari tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak manajemen telah menurunkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun menjadi berkurang. MVA bernilai negatif menggambarkan nilai dari investasi yang dijalankan manajemen kurang dari modal yang diserahkan kepada perusahaan oleh pasar modal, yang berarti bahwa kekayaan telah dimusnahkan. Namun, kondisi MVA BBTN pada tahun 2014 mengalami peningkatan sehingga bernilai positif.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1) Hasil perhitungan menggunakan EVA pada Bank BUMN yang go public untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan periode 2012-2014 menunjukkan bahwa kinerja keuangan pada periode tersebut bernilai positif (EVA > 0). Keadaan ini menunjukkan bahwa nilai EVA positif (EVA > 0) berada dalam kondisi yang baik dan memiliki nilai tambah ekonomis lebih setelah perusahaan membayarkan semua kewajiban pada para penyandang dana atau kreditur sesuai ekspektasinya, sehingga laba perusahaan memberikan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. 2) Hasil perhitungan menggunakan MVA pada Bank BUMN yang go public untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan periode 2012-2014 menunjukkan bahwa kinerja keuangan pada periode tersebut terdiri dari perolehan nilai MVA positif meningkat, bernilai positif menurun namun terdapat juga nilai negatif. Perolehan MVA positif (MVA > 0) selama periode berturutturut terdiri dari BBNI, BBRI dan BMRI. Ketiga bank tersebut mampu mempertahankan nilai MVA positif selama periode 2012-2014. Keadaan MVA bernilai positif (MVA > 0) mengindikasikan bahwa kineja keuangan bank BUMN berada dalam kondisi yang baik, karena perusahaan mampu menciptakan nilai tambah pasar. Hasil ini akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada kedua perusahaan ini dengan harapan manajer akan mengelola modal yang dipercayakan kepadanya dengan produktif sehingga akan menjadi lebih besar. Kemudian nilai MVA negatif diperoleh BBTN pada tahun 2013, menurun dari tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak manajemen telah menurunkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun menjadi berkurang. MVA bernilai negatif menggambarkan nilai dari investasi yang dijalankan manajemen kurang dari modal yang diserahkan kepada perusahaan oleh pasar modal, yang berarti bahwa kekayaan telah dimusnahkan. Namun, kondisi MVA BBTN pada tahun 2014
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) mengalami peningkatan sehingga bernilai positif. Berdasarkan dari beberapa simpulan yang telah dikemukakan, maka penulis dapat ajukan saran-saran sebagai berikut. 1) Hal yang harus dipertimbangkan untuk EVA yaitu, mengefisiensikan biaya operasi, struktur modal yang optimal yang memperhitungkan biaya modal, fleksibelitas strategi bisnis, dan efektivitas dalam pengembalian atas modal. Dalam mempertahankan nilai MVA pada nilai pasar modal yaitu dengan mempertimbangkan jumlah modal yang diinvestasikan perusahaan. Dengan kinerja keuangan yang sehat pada perusahaan akan mampu menarik investor untuk melakukan investasi dan diharapkan harga saham akan ikut meningkat sesuai dengan ekspektasi pasar. 2) Bagi investor yang akan melakukan investasi pada perusahaan Bank BUMN sebaiknya untuk lebih memperhatikan nilai EVA dan MVA yang digunakan untuk mengukur kinerja, melalui kemampuan penciptaan profit ekonomis perusahaan dan kemampuan dalam memberikan nilai tambah pada perusahaan. Untuk lebih berkompetisi dalam pasar, penciptaan nilai tesebut juga harus diikuti pada kemampuan atau keunggulan yang dimiliki perusahaan.Dengan memperhatikan nilai EVA dan MVA dapat membantu investor sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan investasi. 3) Kepada peneliti, khususnya yang berminat meneliti kinerja keuangan dengan menggunakan pendekatan EVA dan MVA, disarankan untuk menambah metode untuk mengukur kinerja keuangan lainnya seperti CVA, dan SHV (Helfert, 2000). DAFTAR PUSTAKA Badriah, Siti & Sugiarto. 2011. Analisis Hubungan Economic Value Added (EVA) Dengan Market Value Added (MVA) Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi dan Telekomunikasi yang Terdaftar Dalam LQ45. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
Baridwan, Zaky dan Ary Legowo. 2002. Asosiasi Antara Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham. Tema. Vol III. September. Brigham dan Houstoun. 2006. Manajemen Keuangan (Terjemahan). Jakarta: Erlangga. Helfert, Erick A. 2000. Teknik Analisis Keuangan: Petunjuk Praktis unutk Mengelola dan Mengukur Kinerja Perusahaan. Dialihbahasakan oleh Herman Wibowo, Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga. Kasmir, 2010. Pengantar manajemen keuangan. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Natitupulu dan Sahala Ian Putra. 2006. Analisis Kinerja Keuangan dengan Menggunakan Economic Value Added dan Market Value Added pada Tiga Emiten Terbaik. Medan. Pradhono dan Yulius. 2004. Pengaruh Economic value added, residual income, earnings dan arus kas operasi terhadap return yang diterima oleh pemegang saham (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa efek Jakarta). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.6, No 2, Hal 140166. Resmi, Siti. 2003. Economic Value Added (EVA) sebagai Pengukur Kinerja Perusahaan : Sebuah Harapan dan Kenyataan. Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE YKPN: Yogyakarta. Sartono, Agus. 2010. Manajemen Keuangan Teori dan Implikasi. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Sidharta, Utama. 1997. Economic Value Added: Pengukuran Penciptaan Van Horne dan John Warchowics. 2007. Manajemen Keuangan III, Edisi
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) Keempat Cetakan Pertama. Diterjemahkan oleh Heru Sutejo. Jakarta: Salemba Empat. Warsono. 2003. Manajemen keuangan perusahaan jilid 1. edisi ketiga. Malang: Bayumedia Publishing. Winarto, Jacinta. 2005. Penilaian kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan metode Market Value Added. Jurnal manajemen, Vol.4 No 2, Hal 19. Young dan O’Byrne. 2001. EVA dan Manajemen berdasarkan nilai. Edisi pertama. Jakarta: Salemba Empat.