ANALISIS ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN MARKET VALUE ADDED (MVA) SEBAGAI ALAT PENGUKUR KINERJA KEUANGAN PT SAMPOERNA AGRO Tbk
Oleh WILMAR AMONIO GULO H24087068
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN Wilmar Amonio Gulo. H24087068. Analisis Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) Sebagai Alat Pengukur Kinerja Keuangan PT Sampoerna Agro Tbk. Dibawah bimbingan Wita Juwita Ermawati
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional, terutama sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Pada tahun 2007, perkebunan kelapa sawit menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 3,30 juta kepala keluarga petani, serta memberikan sumbangan devisa sebanyak US$ 6,20 miliar (Herman, Agus dan Las, 2009). Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan untuk investasi pembangunan perkebunan kelapa sawit, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. PT Sampoerna Agro Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang telah yang melakukan penjualan saham kepada masyarakat (investor). Hal ini bertujuan untuk menambah modal kerja perusahaan, perluasan usaha dan diversifikasi produk. Untuk menarik investor, perusahaan harus mampu menunjukkan kinerja keuangannya. Sebelum investor melakukan investasi, maka investor terlebih dahulu melakukan analisis kinerja keuangannya. agar modal yang diinvestasikan cukup aman dan mendapatkan tingkat hasil pengembalian (rate of return) yang menguntungkan dari investasi yang ditanamkannya. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain : (1) Menganalisis kinerja keuangan PT Sampoerna Agro Tbk dengan metode Economic Value Added (EVA), (2) Menganalisis kinerja keuangan PT Sampoerna Agro Tbk dengan metode Market Value Added (MVA). Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam meningkatkan kinerja dan dapat menambah pengetahuan para pembaca. Nilai EVA pada tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Penurunan ini disebabkan oleh perubahan-perubahan nilai komponen-komponen EVA. Komponen-komponen EVA terdiri dari Net Operating After Tax (NOPAT) dan Cost of Capital (COC). Nilai EVA pada tahun 2008 sebesar Rp 1.024.496.611.000 sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan yang signifikan menjadi – Rp 40.707.153.000. Nilai EVA pada tahun 2008 menghasilkan angka yang positif (EVA>0) karena nilai NOPAT lebih besar daripada nilai biaya modal perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah dapat menambahkan nilai ekonomis ke dalam perusahaan. Pada tahun 2009, nilai EVA menghasilkan angka yang negatif (EVA<0), dimana terjadi penurunan sebesar Rp 1.065.203.764.000. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi proses nilai tambah atau dengan kata lain perusahaan tidak mampu membayarkan kewajiban kepada para penyandang dana atau kreditur sebagaimana yang diharapkan. Pada tahun 2009, MVA PT Sampoerna Agro mengalami peningkatan sebesar 379,42% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, nilai MVA yang dihasilkan positif. Hal ini menandakan perusahaan telah berhasil memelihara kepercayaan investor atas modal yang diberikan dengan meningkatkan nilai modal yang ditanamkan kepada investornya. Memasuki tahun 2009, nilai MVA yang
dicapai perusahaan meningkat signifikan. Harga saham yang terus mengalami peningkatan membuat nilai MVA terus meningkat. Walaupun pada tahun 2009 nilai ekuitasnya meningkat sebesar Rp 212.616.939.000 dibandingkan tahun 2008, namun peningkatan nilai pasar ekuitasnya masih lebih besar dari ekuitasnya sehingga nilai MVA positif. Bagi perusahaan yang menghasilkan nilai EVA negatif pada tahun 2009 sebaiknya menjalankan strategi yang meningkatkan laba perusahaan tanpa menambah biaya modal dan menghilangkan kegiatan-kegiatan yang menyebabkan berkurangnya nilai perusahaan.
ANALISIS ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN MARKET VALUE ADDED (MVA) SEBAGAI ALAT PENGUKUR KINERJA KEUANGAN PT SAMPOERNA AGRO Tbk
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh : WILMAR AMONIO GULO H24087068
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Analisis Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)
Sebagai Alat Pengukur Kinerja Keuangan PT Sampoerna Agro Tbk Nama
: Wilmar Amonio Gulo
NIM
: H24087068
Menyetujui Dosen Pembimbing,
(Wita Juwita Ermawati, STP, MM) NIP : 19750907 200501 2 001
Mengetahui Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP : 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunungsitoli pada tanggal 18 Maret 1986 sebagai anak dari Bapak Aliaro Gulo dan Ibu Lismawati Gea. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan Taman kanak-kanak di TK. BNKP Gunungsitoli, Sumatera Utara, dan lulus pada tahun 1993. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri No 075018, Gunungsitoli dan lulus pada tahun 1998. Pendidikan tingkat menengah pertama dapat diselesaikan penulis pada tahun 2001 pada SLTP Negeri 1 Gunungsitoli. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan oleh penulis pada tahun 2004 pada SMU Negeri 1 Gunungsitoli. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, pada Program Diploma III Agroteknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1), pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, selain mengikuti perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, penulis juga mengikuti kegiatan keorganisasian yaitu Komunitas Mahasiswa Kristen Ekstensi (KMKE) IPB dan Himpunan Profesi “Extension of Management” (EXOM), Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Penelitian ini disusun dengan tujuan utama menganalisis kinerja keuangan PT Sampoerna Agro Tbk dengan metode EVA dan MVA. Penelitian ini menyediakan konsep dan implementasi analisis kinerja keuangan. Pada dasarnya setiap perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kekayaan dari pemegang sahamnya. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan diperlukan untuk menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut. Untuk mengukur kinerja perusahaan ini tentunya bukan merupakan hal yang mudah. Berbagai aspek harus dipertimbangkan dalam penilaian kinerja ini antara lain yaitu harapan dari pihak-pihak yang menginvestasikan uangnya, dan karyawannya. Pada saat ini terdapat berbagai alat ukur kinerja yang kadang berbeda dari satu industri dengan industri yang lain. Tetapi sulit untuk mengatakan bahwa alat ukur tersebut benar-benar merupakan alat ukur yang dapat menilai keberhasilan perusahaan yang sebenarnya. Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam pengukuran kinerja keuangan berdasarkan data akuntansi, maka timbullah pemikiran pengukuran kinerja keuangan berdasarkan nilai (value based). Dengan value based sebagai alat pengukur kinerja perusahaan, manajemen dituntut untuk meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini hanya akan memaparkan pengukuran value added dengan menggunakan Economic Value Added dan Market Value Added. Dengan segala keterbatasan, saya menyadari bahwa penelitian ini masih perlu penyempurnaan. Masukan berupa kritik dan saran dari pembaca sangat ditunggu demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, November 2010
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan
skripsi
ini
dengan
baik.
Skripsi
yang
berjudul
“Analisis Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) Sebagai Alat Pengukur Kinerja Keuangan PT Sampoerna Agro Tbk” ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis dalam penyusunan skripsi ini dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. Kedua orangtua dan abang-adikku tersayang yang selalu memberikan semangat, inspirasi hidup, dukungan, dan doa yang tulus kepada penulis. 2. Ibu Wita Juwita Ermawati, STP, MM sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis. 3. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM dan Ibu Yusrina Permanasari, ME atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Program Sarjana Ekstensi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 5. Rekan-rekan satu bimbingan (Ani, Fajar, Gita, Pani, Ricky, Shandra, Rahma) untuk kerjasama dan motivasinya selama bimbingan dan konsultasi skripsi. 6. Teman-teman sekontrakan di Beta House yang selalu memberikan motivasi dan bantuan dan dukungannya. 7. Teman-teman seperjuangan di Ekstensi Manajemen yang selalu bersama-sama mengukir kenangan indah selama mengikuti perkuliahan di IPB. 8. Teman-teman di KMKE (Komunitas Mahasiswa Kristen Ekstensi) terus setia dalam melayani Tuhan di mana saja.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan memberikan pahala atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ......................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ........................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
xi
I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................ 1.3. Tujuan Penelitian................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................
1 5 6 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan Perusahaan ............................................ 2.2. Analisa Laporan Keuangan ................................................. 2.2.1. Neraca ...................................................................... 2.2.2. Laporan Laba Rugi ................................................... 2.3. Economy Value Added (EVA) ............................................ 2.3.1. Kelebihan dan Kekurangan EVA ............................... 2.3.2. Laba Operasi Setelah Pajak (Net Operating Profit After Tax/NOPAT)................... 2.3.3. Biaya Modal .............................................................. 2.3.4. Weighted Average Cost of Capital (WACC) .............. 2.3.5. Modal yang Diinvestasikan (Invested Capital/IC) ...... 2.4. Market Value Added (MVA) .............................................. 2.4.1. Perhitungan Market Value Added ............................... 2.4.2. Kelebihan dan Kekurangan Market Value Added (MVA)........................................ 2.5. Harga Saham ...................................................................... 2.6. Penelitian Terdahulu ...........................................................
7 7 8 8 9 11 14 14 15 16 16 17 18 18 21
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................... 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................. 3.3. Jenis dan Sumber Data ......................................................
23 26 26
3.3. Metode Pengumpulan Data................................................. 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................ 3.3.1. Metode Economic Value Added (EVA) ..................... 3.3.2. Metode Market Value Added (MVA) ........................
26 26 26 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ............................................. 4.1.1. Sekilas tentang PT Sampoerna Agro Tbk ................. 4.1.2. Visi dan Misi PT Sampoerna Agro Tbk..................... 4.1.3. Struktur Organisasi .................................................... 4.2. Kinerja Keuangan Perusahaan ............................................. 4.2.1. Economic Value Added (EVA) ................................ 4.2.2. EVA sebagai Pengukur Kinerja Keuangan ............... 4.2.3. Market Value Added (MVA). ................................... 4.2.4. MVA sebagai Pengukur Kinerja Keuangan .............
31 29 35 36 37 37 42 44 45
KESIMPULAN DAN SARAN 1. 2.
Kesimpulan ....................................................................... Saran .................................................................................
48 48
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
49
LAMPIRAN ....................................................................................
52
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Luas areal dan produksi kelapa sawit Indonesia tahun 2000-2009….
1
2. Perkembangan volume dan nilai ekspor kelapa sawit Indonesia tahun 2003-2007 …………………………………………………….
2
3. Biaya investasi pembangunan perkebunan kelapa sawit, 2008 ……...
3
4. Langkah-langkah perhitungan EVA .................................... .............
29
5. Komposisi pemegang saham PT Sampoerna Agro Tahun 2009…….
35
6. Ringkasan laporan laba rugi konsolidasi PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 (dalam ribuan rupiah) …...................................................
38
7. Ringkasan neraca konsolidasi PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 (dalam ribuan rupiah) …………………………………...
39
8. Ringkasan perhitungan nilai Economic Value Added (EVA) PT Sampoerna Agro Tbk periode 2008-2009 (ribuan rupiah)……….
40
9. Ringkasan perhitungan nilai Market Value Added (MVA) PT Sampoerna Agro Tbk periode 2008-2009 (ribuan rupiah) ……….
44
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ....................................................
25
2. Struktur kelompok usaha Sampoerna Agro .................................
34
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Struktur organisasi PT Sampoerna Agro Tbk tahun 2009 .........................
53
2. Tingkat IHSG bulanan tahun 2008-2009 ...................................................
54
3. Daftar harga saham PT Sampoerna Agro ..................................... ............
55
4. Tingkat rata-rata suku bunga SBI bulanan tahun 2009-2009. ........... ........
56
5. Neraca konsolidasi PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 ......................
57
6. Laporan laba rugi PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 .......................
59
7. Perhitungan Economic Value Added (EVA) ...........................................
60
8. Perhitungan Market Value Added (MVA) ...............................................
61
9. Perhitungan tingkat pengembalian saham kuartalan PT Sampoerna Agro Tbk ...........................................................................
62
10. Perhitungan tingkat pengembalian pasar bulanan tahun 2008-2009 ... ......
63
11. Perhitungan hutang beban PT Sampoerna Agro Tbk tahun 2008-2009 .. ..
64
12. Perhitungan jumlah hutang PT Sampoerna Agro Tbk tahun 2008-2009....
65
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional, terutama sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Pada tahun 2007, perkebunan kelapa sawit menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 3,30 juta kepala keluarga petani, serta memberikan sumbangan devisa sebanyak US$ 6,20 miliar (Herman, Fahmuddin Agus dan Las, 2009). Indonesia memiliki luas areal kelapa sawit sebesar 6.425.061 ha dengan jumlah produksi 17.102.486 ton pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007). Selaras dengan perkembangan areal, produksi minyak sawit Indonesia juga meningkat tajam dari 721 ribu ton pada tahun 1980 menjadi 2,40 juta ton pada tahun 1990. Peningkatan produksi tersebut terus berlanjut hingga mencapai 7 juta ton pada tahun 2000 dan 17,40 juta ton pada tahun 2007. Secara nasional, produksi minyak sawit tumbuh rata-rata 12,50% per tahun selama 27 tahun terakhir. Pertumbuhan produksi paling pesat terjadi pada perkebunan rakyat dengan laju 37,80% per tahun, diikuti oleh perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara dengan laju masingmasing 14,80% dan 5,80% per tahun. Luas areal dan produksi kelapa sawit Indonesia pada tahun 2000-2009 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2000-2009 Tahun 2000
Luas Areal (Hektar)
Produksi (Ton)
4.158.077
7.000.508
2001
4.713.435
8.396.472
2002
5.067.058
9.622.345
2003 2004
5.283.557
10.440.834
5.284.723
10.830.389
2005
5.453.817
11.861.615
2006
6.594.914 6.766.836 7.363.847 7.508.023
17.350.848 17.664.725 17.539.788 18.640.881
2007 2008 2009
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010
Pesatnya perkembangan areal dan produksi perkebunan kelapa sawit tidak terlepas dari potensi pengembangan, peluang pasar, harga minyak sawit, dan daya saing minyak sawit di pasar domestik maupun internasional (Direktorat Jenderal Perkebunan 2008). Pertumbuhan konsumsi minyak nabati dunia diperkirakan akan semakin pesat dengan adanya kebijakan di berbagai negara untuk mensubstitusi sebagian konsumsi minyak bumi dengan minyak nabati, karena tingginya harga minyak bumi dan emisi yang ditimbulkannya. Meningkatnya
jumlah
produksi
mempunyai pengaruh yang besar
kelapa
terhadap
sawit
di
Indonesia
perekonomian nasional.
Disamping sebagai bahan baku industri dalam negeri, juga merupakan komoditas ekspor utama. Perkembangan volume dan nilai ekspor kelapa sawit Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Minyak Sawit (CPO) Volume Nilai (ton) (US$) 2.891.100 1.062.215 3.819.900 1.444.422 4.565.700 1.593.295 5.199.300 1.993.667 5.701.300 3.738.652
Other Palm Oil Volume Nilai (US$) (ton) 3.494.300 1.392.411 4.841.700 1.997.354 5.810.600 2.162.988 6.901.600 2.823.975 6.174.100 4.129.988
Jumlah Pertumbuhan Volume Nilai (%) (ton) (US$) 6.386.400 2.454.626 0,83 8.661.600 3.441.776 35,63 10.376.200 3.756.283 19,79 12.100.900 4.817.642 16,62 11.875.400 7.868.640 -1.86
Sumber : BPS, Juli 2008
Dilihat dari perkembangan nilai ekspor kelapa sawit Indonesia khususnya CPO setiap tahun jumlahnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, nilai ekspor kelapa sawit sebesar US$ 4.817.642 sedangkan pada tahun 2007 menjadi US$ 7.868.640 (BPS, 2008). Meningkatnya nilai ekspor kelapa sawit Indonesia merupakan suatu peluang untuk mengembangkan kelapa sawit khususnya produk olahannya, terutama untuk negara tujuan ekspor Untuk memenuhi peningkatan permintaan pasar, dari sisi potensi sumber daya lahan, Indonesia memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Diperkirakan tersedia lahan sekitar 15,30 juta ha yang tersebar di seluruh Indonesia untuk perluasan lahan perkebunan (Mulyani dan Las, 2008), Pengembangan satu unit usaha perkebunan kelapa sawit pada lahan mineral dan lahan gambut dengan luas efektif kebun 6.000 ha dan satu unit
pabrik pengolahan kelapa sawit membutuhkan biaya investasi masing-masing Rp 256,86 miliar dan Rp 276,82 miliar untuk pola kemitraan serta Rp 265,72 miliar dan Rp 286,30 miliar untuk pola perkebunan besar (Tabel 3). Biaya investasi pada lahan gambut sedikit lebih tinggi dibandingkan pada lahan mineral, dan biaya investasi untuk pola perkebunan besar sedikit lebih tinggi daripada pola kemitraan. Hal ini terjadi karena pengelolaan lahan gambut membutuhkan saluran drainase, pemadatan jalan, serta pembuatan jembatan/ gorong-gorong yang lebih intensif daripada lahan mineral. Biaya investasi pada perkebunan besar lebih tinggi daripada pola kemitraan karena beban biaya overhead dan biaya untuk perumahan pada pola perkebunan besar lebih tinggi daripada pola kemitraan. Adapun biaya investasi pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Biaya investasi pembangunan perkebunan kelapa sawit, 2008. Jenis Lahan Lahan Mineral Investasi kebun inti Investasi pabrik, kantor, perumahan dll Biaya overhead Investasi kebun plasma Total Investasi Lahan Gambut Investasi kebun inti Investasi pabrik, kantor, perumahan dll Biaya overhead Investasi kebun plasma Total Investasi
Biaya Investasi Pola Kemitraan ( Rp Juta)
Biaya Investasi Pola Perkebunan Besar (Rp Juta)
40.762 76.015 11.678 128.402 256.857
163.050 78.515 24.156 265.721
44.839 78.415 12.325 141.242 276.821
179.355 80.915 26.027 286.297
Sumber : Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan No 24/Kpts/RC.ll0/02/2008 dan No 60/Kpts/RC.110/4/08; 2 Pahan (2006); 3Wahyono et al. (2004). Hasil penyesuaian karena inflasi dan pengolahan data dari berbagai sumber.
Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan untuk investasi pembangunan perkebunan kelapa sawit, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Alternatif pendanaan dari dalam perusahaan, umumnya dengan menggunakan laba yang ditahan perusahaan, sedangkan alternatif pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari kreditur berupa utang maupun pendanaan yang bersifat penyertaan dalam bentuk saham (equity). PT Sampoerna Agro Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang telah yang melakukan penjualan saham kepada masyarakat (investor). Hal ini bertujuan untuk
menambah modal kerja perusahaan, perluasan usaha dan diversifikasi produk. Untuk menarik investor, perusahaan harus mampu
menunjukkan kinerja
keuangannya. Sebelum investor melakukan investasi, maka investor terlebih dahulu melakukan analisis kinerja keuangannya agar
modal yang
diinvestasikan cukup aman dan mendapatkan tingkat hasil pengembalian (rate of return) yang menguntungkan dari investasi yang ditanamkannya. Bagi pihak manajemen perusahaan, penilaian kinerja ini akan sangat mempengaruhi dalam penyusunan rencana usaha perusahaan yang akan diambil untuk masa yang akan datang demi kelangsungan hidup perusahaan. Untuk mengukur kinerja perusahaan ini tentunya bukan merupakan hal yang mudah. Berbagai aspek harus dipertimbangkan dalam penilaian kinerja ini antara lain yaitu harapan dari pihak-pihak yang menginvestasikan uangnya, dan karyawannya. Para penyedia dana tentunya akan mengharapkan tingkat pengembalian yang besar untuk investasi yang ditanamkannya, sedangkan pihak
karyawan
menginginkan
kinerja
perusahaan
agar
kelangsungan hidup dari perusahaan dapat terjamin yang berarti bahwa kesejahteraan mereka juga akan ikut terjamin. Metode konvensional yang telah banyak digunakan untuk menilai kinerja keuangan adalah dengan menggunakan rasio keuangan. Perhitungan rasio keuangan ini dapat dengan mudah dilakukan. Namun kelemahan metode ini tidak dapat mengukur kinerja perusahaan dari sisi nilai perusahaan. Rasio keuangan hanya mengukur profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas perusahaan (Sugiono, 2009). Untuk melengkapi metode analisis kinerja keuangan kemudian berkembang metode analisis modifikasi baru, dimana
metode
ini
dalam
mengukur
kinerja
dapat
secara
tepat
memperhatikan sepenuhnya kepentingan dan harapan penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Metode yang dimaksud adalah model Economic Value Added atau EVA (konsep penilaian kinerja). Cara perhitungan berdasarkan model EVA mulai muncul pada 1993, yang dipopulerkan pertama kali oleh sebuah perusahaan konsultan di AS yaitu Stern Steward Management Services (SSMS). Dengan konsep ini akan diketahui berapa sebenarnya biaya yang harus dikeluarkan sehubungan dengan pemakaian modal usaha.
Penerapan konsep EVA dalam suatu perusahaan akan membuat perusahan lebih memfokuskan perhatian pada penciptaan nilai perusahaan. Hal ini merupakan keunggulan EVA dibandingkan dengan metode perhitungan yang lain. Selain itu keunggulan EVA yang lain adalah EVA dapat dipergunakan tanpa memerlukan data pembanding. Namun, EVA juga mempunyai kelemahan yaitu hanya mengukur hasil akhir saja. Penggunaan EVA tetap berguna untuk dijadikan acuan mengingat EVA memberikan pertimbangan dalam hal biaya modal sebagai kompensasi atas dana yang digunakan untuk membiayai investasi tersebut. Menurut
Sartono
(2001),
tujuan
utama
perusahaan
adalah
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Selain memberi manfaat bagi pemegang saham, tujuan ini juga menjamin sumber daya perusahaan yang langka dialokasikan secara efisien dan memberi manfaat ekonomi. Kemakmuran pemegang saham dimaksimalkan dengan memaksimalkan kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas nilai modal yang disetor pemegang saham. Kenaikan ini disebut Market Value Added (MVA). MVA merupakan hasil kumulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang diantisipasi akan dilakukan. Sehingga peningkatan MVA adalah sebagai keberhasilan memaksimalkan kekayaan pemegang saham dengan alokasi sumber-sumber yang tepat. Dengan demikian MVA merupakan ukuran kinerja eksternal perusahaan. 1.2. Perumusan Masalah Kebijakan PT Sampoerna Agro Tbk yang ingin menarik investor untuk menambah modal kerja perusahaan yang digunakan untuk perluasan usaha dan diversifikasi produk harus mampu menunjukkan kinerja keuangannya. Sebelum investor melakukan investasi, maka investor terlebih dahulu melakukan analisis laporan keuangan untuk mengetahui kinerja keuangannya. Investor akan tertarik untuk berinvestasi jika perusahaan mampu meningkatkan kesejahteraan bagi investor itu sendiri. Dari uraian sebelumnya, maka permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja keuangan PT Sampoerna Agro Tbk menurut metode Economic Value Added (EVA)? 2. Bagaimana kinerja keuangan PT Sampoerna Agro Tbk menurut metode Market Value Added (MVA)? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kinerja keuangan PT Sampoerna Agro Tbk dengan metode Economic Value Added (EVA). 2. Menganalisis kinerja keuangan PT Sampoerna Agro Tbk dengan metode Market Value Added (MVA). 1.4. Manfaat Penelitian 1. PT Sampoerna Agro Tbk Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam meningkatkan kinerja menuju kondisi yang lebih baik sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan. 2. Pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan para pembaca dan dapat dijadikan perbandingan atau acuan dalam melakukan studi lebih lanjut. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian
ini
terbatas
pada
analisis
kinerja
keuangan
PT Sampoerna Agro Tbk periode tahun 2008 -2009 dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). Periode tahun 2008-2009 dipakai dalam penelitian ini karena pada pertengahan tahun 2007, perseroan mulai tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja keuangan setelah dua tahun menjadi perusahaan publik sehingga didapat gambaran mengenai nilai kekayaan yang telah dicapai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja Keuangan Perusahaan Menurut Lesmana dan Surjanto (2003) kinerja keuangan adalah analisis keuangan yang pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja di masa yang lalu, dengan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi yang kinerjanya akan berlanjut. Alat analisis yang biasa digunakan adalah analisis rasio yaitu perbandingan dari data keuangan perusahaan yang berhubungan sehingga dapat memperoleh gambaran tentang kinerja perusahaan. Analisis kinerja terbaru yang dikembangkan oleh lembaga konsultan Stern Streward & Co mulai digunakan yaitu analisis nilai tambah ekonomi (Economic Value Added/EVA) yang sangat berguna dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan mempunyai arti yang penting bagi pengambilan keputusan baik bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Laporan keuangan merupakan alat yang dijadikan acuan penilaian untuk meramalkan kondisi keuangan, operasi dan hasil usaha perusahaan. 2.2. Analisis Laporan Keuangan Laporan keuangan memberikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan, efisiensi penggunaan modal dan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan. Menurut Munawir (2002), laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Menurut Standar Akuntansi Keuangan dalam Ikatan Akuntan Indonesia (1994), tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut :
a) Menyatakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. b) Laporan keuangan disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama oleh sebagian besar pemakainya, yang secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu. c) Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang dilakukan manajemen atau
pertanggungjawaban
manajemen
atas
sumberdaya
yang
dipercayakan padanya. Kinerja
keuangan
perusahaan
dapat
dievaluasi
dengan
menggunakan laporan keuangan. Ada empat laporan keuangan dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan kondisi keuangan dan kinerja perusahaan yaitu: (1) neraca, (2) laporan laba rugi, (3) laporan ekuitas dan (4) laporan arus kas. Dalam penelitian ini, terdapat dua kelompok laporan keuangan yang akan digunakan, yaitu neraca dan laporan laba rugi. 2.2.1. Neraca Menurut Brigham dan Houston (2006), neraca adalah laporan posisi keuangan pada suatu waktu tertentu. Neraca memberikan gambaran mengenai aktiva, kewajiban atau hutang dan ekuitas pemilik untuk periode waktu tertentu. Aktiva menggambarkan seluruh sumberdaya yang dimiliki perusahaan, sementara kewajiban dan ekuitas
pemilik
menunjukkan
bagaimana
seluruh
sumberdaya
perusahaan didanai. 2.2.2. Laporan Laba Rugi Menurut Brigham dan Houston (2006), laporan laba rugi adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan beban perusahaan selama periode akuntansi tertentu yang umumnya setiap kuartal atau satu tahun. Laporan laba rugi menggambarkan pendapatan bersih dari kegiatan operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan atas laba dan dividen per saham disajikan pada bagian bawah laporan.
2.3. Economic Value Added (EVA) EVA merupakan suatu sistem keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua operating cost (biaya operasi) dan capital cost (biaya modal). Menurut Young dan O‟ byrne (2001), esensi dari EVA adalah pengemasan ulang dari manajemen keuangan yang dapat dipercaya dan prinsip keuangan yang sudah lama ada. EVA adalah nilai tambah yang diberikan oleh manajemen kepada pemegang saham selama satu tahun tertentu (Brigham dan Houston, 2006). EVA membantu manajer memastikan bahwa perusahaannya dapat menambah nilai pemegang saham, sementara investor dapat menggunakan EVA untuk mengetahui saham mana yang akan meningkatkan nilainya. EVA tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan perusahaan sejenis dalam industri dan tidak pula membuat suatu analisa kecenderungan
dengan
tahun-tahun
sebelumnya.
Konsep
ini
lebih
menekankan pada penentuan besarnya cost of capital. Diperhitungkannya biaya modal atas ekuitas merupakan keunggulan pendekatan EVA dibanding pendekatan akuntansi tradisional dalam mengukur kinerja perusahaan. EVA sangat bermanfaat apabila digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerjanya adalah pada penciptaan nilai. Secara sederhana, angka EVA diperoleh dari laba usaha dikurangi biayabiaya atas modal yang diinvestasikan. Pendekatan EVA memasukkan semua unsur dalam laporan laba rugi dan neraca perusahaan (Utama, 1997). Pada dasarnya pemodal akan tertarik untuk melakukan investasi pada saham di perusahaan yang menawarkan jumlah, stabilitas dan tingkat pertumbuhan dari pendapatan yang akan mereka terima. Para investor akan dengan cepat mengestimasi harga saham perusahaan di masa yang akan datang dan besarnya dividen yang akan diterima apabila para investor mengetahui dengan pasti laba yang akan mereka peroleh dari perusahaan. EVA sebagai indikator keberhasilan manajemen dalam memilih dan mengelola sumber-sumber dana di perusahaan tentunya juga akan berpengaruh positif terhadap return pemegang saham.
EVA memberikan tolak ukur yang baik tentang apakah perusahaan telah memberikan nilai tambah kepada pemegang saham. Oleh karena itu, jika manajer menfokuskan pada EVA, maka hal ini akan membantu memastikan bahwa mereka beroperasi dengan cara yang konsisten untuk memaksimalkan nilai perusahaan Menurut Young dan O‟ byrne (2001), EVA sama dengan Net Operating Profit After Tax (NOPAT) dikurangi biaya modal. NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak dan mengukur laba yang diperoleh dari operasi berjalan. Biaya modal sama dengan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan dikalikan rata-rata tertimbang dari biaya modal (Weighted Average Cost of Capital/WACC). WACC sama dengan jumlah biaya dari setiap komponen modal-hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan ekuitas pemegang saham-ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada nilai pasar. Modal yang diinvestasikan adalah jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva yang tidak menanggung bunga (non interest bearing liabilities) seperti hutang upah yang jatuh tempo dan pajak yang akan jatuh tempo. Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, hutang dan kewajiban jangka panjang lainnya. Jadi komponen EVA terdiri dari NOPAT (laba bersih setelah pajak) dan COC (biaya modal). COC merupakan perkalian antara WACC (biaya modal rata-rata tertimbang) dengan IC (modal yang diinvestasikan). Dengan demikian EVA dapat dirumuskan sebagai berikut : EVA = NOPAT – COC = NOPAT – (WACC x IC) .................................(1) dimana NOPAT = Net Operating After Tax (laba bersih setelah pajak) WACC
= Weighted Average Cost of Capital (biaya modal ratarata tertimbang)
IC
= Jumlah modal yang tersedia bagi perusahaan untuk membiayai usahanya yang terdiri dari dan hutang dan modal sendiri
Dalam perhitungan tersebut terdapat laba yang dikurangi semua biaya operasional termasuk pajak tetapi tidak termasuk biaya bunga. Total modal disetor adalah jumlah nilai buku hutang dan modal yang terdapat pada neraca dan biaya modal adalah biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan (Gapenski dalam Trimurti, 2003). Hasil perhitungan EVA akan bernilai lebih besar dari nol (positif), lebih kecil dari nol (negatif) dan sama dengan nol (Poeradisastra, 2001) yang berarti : 1. Kondisi EVA yang positif (EVA>0) mencerminkan tingkat kompensasi yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. Ini berarti manajemen telah mampu menciptakan peningkatan nilai kekayaan perusahaan. Semakin positif EVA berarti semakin bagus kinerja perusahaan tersebut, artinya manajemen telah melakukan tugasnya dengan baik. 2. Kondisi EVA yang negatif (EVA<0) menunjukkan adanya penurunan nilai kekayaan karena laba yang tersedia tidak mampu memberikan kompensasi yang setimpal dengan investasi yang ditanam. 3. Kondisi EVA sama dengan nol (EVA=0) berarti laba yang tersedia impas untuk memenuhi harapan pemodal dan kinerja keuangan perusahaan tergolong sehat. Jadi, bila nilai EVA tinggi, pemegang saham dapat menilai secara pasti bahwa perusahaan tersebut mampu memberdayakan modalnya dengan baik. Apabila nilai EVA suatu perusahaan meningkat, maka kinerja perusahaan semakin baik sehingga kesejahteraan para pemegang saham dapat ditingkatkan. 2.3.1. Kelebihan dan Kekurangan EVA Banyak manfaat yang didapat dengan menggunakan EVA. Menurut Young dan O‟ byrne (2001), sebagai alat pengukur kinerja, EVA memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan metode yang lain, yaitu : 1. EVA memiliki peran penting sebagai suatu sistem yang berbasis pada value compensation dan membantu perusahaan dalam
mencapai tujuan utamanya, yaitu
menciptakan nilai untuk
pemegang saham 2. EVA menjembatani konflik yang terjadi antara manajer dengan perusahaan berkaitan dengan pemberian bonus. EVA menyediakan insentif
bagi
manajer
yang
berperan
mencari
dan
mengimplementasikan investasi yang menciptakan nilai. 3. EVA merupakan alat komunikasi yang efektif dalam penciptaan nilai dengan melibatkan semua elemen di dalam organisasi untuk ikut berperan serta. 4. EVA merupakan kerangka kerja manajemen yang mencakup berbagai fungsi, seperti perencanaan strategis (strategic planning), pengukuran kinerja (performance measurement) serta komunikasi internal maupun eksternal. Jadi, keuntungan perusahaan yang mengadopsi EVA adalah penggunaan EVA akan menghasilkan persepsi yang sama dalam membuat keputusan, khususnya keputusan jangka panjang dalam mengevaluasi kinerja unit-unit organisasi dan kinerja para manajer dalam mengukur potensi nilai yang dapat diciptakan pada tiap pilihan strategi. Meskipun metode EVA umumnya memiliki kelebihan dalam mengukur kinerja keuangan, metode ini juga memiliki beberapa kekurangan. Menurut Keys et al. dalam Widyakusuma (2007), secara umum ada beberapa keterbatasan dari metode EVA yaitu : 1. Perhitungan EVA terlalu kompleks. 2. EVA mudah untuk dimanipulasi, karena perhitungan EVA berdasarkan pada metode accrual accounting. Hal ini berarti EVA menjadi bias, karena metode accrual accounting menggunakan model estimasi, seperti tarif depresiasi, cadangan kerugian piutang dan tarif amortisasi. 3. EVA merupakan pengukuran kinerja jangka pendek. Komponenkomponen untuk menghitung EVA seperti income dan capital merupakan pengukuran kinerja jangka pendek. Pengukuran kinerja
jangka pendek lebih mudah untuk dimanipulasi sehingga akan mempengaruhi kinerja jangka panjang 4. EVA mendorong perusahaan untuk melakukan investasi dengan biaya modal yang rendah. Investasi yang demikian umumnya memiliki risiko yang kecil, sehingga secara tidak langsung EVA mendorong perusahaan untuk menghindari risiko, padahal sebagian inovasi-inovasi dalam bisnis memiliki risiko yang sangat tinggi. 5. Pada kenyataannya EVA tidak mengukur economic value maupun economic profit sebagaimana yang dikatakan Stern Stewart. Meskipun economic value secara konsep hampir sama dengan economic profit, tetapi pada prakteknya keduanya berbeda. 6. Tidak adanya konsistensi dalam mendefenisikan EVA, NOPAT atau capital. Menurut Utama (2002), untuk mendeteksi adanya kemungkinan bahwa EVA direkayasa dapat dilakukan dengan cara : 1. Membandingkan
kebijakan
amortisasi
biaya
riset
dan
pengembangan, iklan serta pelatihan pegawai antar waktu dan antar perusahaan. 2. Menilai anak perusahaan untuk mengetahui goodwill yang masih diakui ada nilainya atau tidak. 3. Menilai aktiva tidak berwujud masih ada nilainya atau tidak. Bila tidak, sebaiknya dikeluarkan karena dapat merusak keakuratan dari perhitungan EVA yang dihasilkan. 4. Melihat trend perubahan kewajiban pajak tangguhan serta membandingkan dengan perusahaan pada satu industri untuk mengevaluasi apakah angkanya wajar atau tidak. 5. Menganalisis trend dari biaya penghapusan piutang tak tertagih dan membandingkan dengan perusahaan yang berada di bawah satu industri. 6. Menggunakan rata-rata modal yang diinvestasikan selama satu tahun dan bukan hanya pada akhir tahun atau awal tahun.
2.3.2. Laba Operasi Setelah
Pajak (Net
Operating Profit After
Tax/NOPAT) Menurut pendekatan operasional, Net Operating Profit After Tax (NOPAT) merupakan laba yang diperoleh dari operasi perusahaan dikurangi
pajak
penghasilan.
Sedangkan
menurut
pendekatan
keuangan, NOPAT didapat dari laba bersih setelah pajak ditambah beban bunga. Perhitungan NOPAT tidak mengikutsertakan kegiatan operasional rutin perusahaan yang tidak ada keterangan jelas dalam catatan laporan keuangan (Tunggal, 2008). 2.3.3. Biaya Modal Secara teoritis, investasi suatu perusahaan diasumsikan dibiayai oleh modal. Menurut Brigham, Gapenski dan Daves dalam Trimurti (2003), modal atau operational capital (modal operasional) sebuah perusahaan diartikan sebagai jumlah hutang dan ekuitas yang dipakai untuk membiayai operasional perusahaan atau aset operasional bersih perusahaan. Semua sumber dana yang digunakan perusahaan untuk investasi dikenakan suatu biaya disebut biaya modal dan biaya tersebut harus mencerminkan rata-rata tertimbang berbagai sumber dana yang digunakan. Dalam teori keuangan dijelaskan bahwa setiap sumber dana, baik hutang maupun modal sendiri (ekuitas) memiliki biaya modal (cost of capital). Hanya untuk modal sendiri biaya tersebut bersifat implisit atau opporturnistic, sedangkan untuk hutang bersifat eksplisit karena memang benar-benar dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga (Husnan, 2003). Total biaya modal menunjukkan besarnya kompensasi atau pengembalian yang dituntut investor atas modal yang diinvestasikan di perusahaan. Besarnya kompensasi tergantung pada tingkat risiko perusahan yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat risiko, semakin tinggi tingkat pengembalian yang dituntut investor (Ruky, 1999).
2.3.4. Weighted Average Cost of Capital (WACC) Menurut Tunggal (2001), Weighted Average Cost of Capital (WACC) adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal, misalnya pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang serta cost of equity (modal saham) yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal perusahaan. Pembobotan dilakukan karena setiap bentuk pembiayaan yang berbeda mengandung risiko yang berbeda bagi investor. WACC merupakan tingkat pengembalian minimum dibobot berdasarkan proporsi masing-masing instrumen pembiayaan dalam struktur
modal
perusahaan
yang
dihasilkan
untuk
memenuhi
ekspekstasi kreditur dan pemodal. Menurut Rousana (1997), WACC terdiri dari komponen biaya hutang dan biaya ekuitas. Biaya hutang (Kd) merupakan rate yang harus dibayar perusahaan di dalam pasar sekarang untuk mendapatkan hutang jangka panjang yang baru. Biaya hutang terjadi akibat adanya penggunaan dana pinjaman. Hutang disini mencakup semua hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang yang didapat dari kelompok luar perusahaan. Perusahaan yang memiliki beberapa paket surat hutang dengan beban bunga yang beragam, cara yang tepat menghitung biaya hutangnya adalah secara tertimbang (weighted). Adanya pembayaran bunga oleh perusahaan akan mengurangi besarnya pendapatan kena pajak, maka Kd harus dikoreksi dengan faktor (1-T), dengan T adalah tingkat pajak yang dikenakan. Hal tersebut serupa dengan pernyataan Brigham dan Houston (2006) yang menyatakan bahwa adanya biaya bunga yang wajib dibayarkan dikurangi dengan penghematan pajak yang timbul. Bunga dalam perhitungan pajak ini bersifat tax deductible sehingga dikalikan dengan (1-T), dimana T adalah tarif pajak marjinal dari perusahaan. Sedangkan biaya ekuitas (Ke) adalah biaya yang timbul akibat investor menyerahkan dananya berupa ekuitas kepada perusahaan. Mereka berhak untuk mendapatkan dividen di masa mendatang sekaligus berkedudukan sebagai pemilik parsial perusahaan tersebut.
Besarnya dividen tidak ditentukan pada saat investor menyerahkan dananya, tetapi bersifat tidak tentu tergantung pada kinerja perusahaan tersebut di masa yang akan datang. Hal ini sangat berbeda dengan modal hutang yang sudah memperhitungkan kepastian tingkat suku bunga yang disetujui. Untuk menghitung Ke, perlu pendekatan berdasarkan return yang diharapkan oleh pemegang saham. Untuk itu harus berdasarkan nilai pasar yang berlaku dan bukanlah nilai buku. 2.3.5. Modal yang Diinvestasikan (Invested Capital/IC) Menurut Tunggal (2001), Invested Capital (IC) adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan di luar pinjaman jangka pendek tanpa bunga atau non interest bearing liabilities. Yang termasuk dalam non interest bearing liabilities yaitu hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak dan uang muka pelanggan. Ada dua cara untuk menentukan IC, yaitu dengan pendekatan operasional
dan
keuangan.
Menurut
pendekatan
operasional,
IC diperoleh dari penjumlahan aktiva dikurangi hutang dagang dan hutang beban lainnya. Sedangkan menurut pendekatan keuangan, IC diperoleh dari penjumlahan interest bearing liabilities (pinjaman jangka pendek dan panjang) dengan ekuitas pemegang saham. 2.4. Market Value Added (MVA) Market Value Added (MVA) merupakan perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan dengan jumlah ekuitas modal investor yang telah diberikan (Brigham dan Houston, 2006). Menurut Taufik (2001), MVA merupakan perbedaan antara modal yang ditanamkan di perusahaan sepanjang waktu dari investasi modal, pinjaman dan laba ditahan dan uang yang bisa diambil sekarang. Dengan kata lain, MVA adalah hasil kumulatif kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan. MVA mencerminkan seberapa sukses investasi baru di masa datang (Ruky, 1999). MVA juga menggambarkan berapa besar kemakmuran (wealth) yang dapat diciptakan atau dihilangkan untuk saat ini. Menurut Turangan (2003), MVA lebih menunjukkan suatu penilaian kinerja yang menyeluruh
bagi perusahaan seumur hidup perusahaan tersebut dan digunakan lebih kepada
tujuan
utama
manajemen
keuangan
yaitu
memaksimalkan
kesejahteraan investor. Menurut Husnan dan Pujiastuti (2004), kemakmuran pemegang saham dapat dimaksimumkan dengan memaksimumkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dengan ekuitas (modal sendiri) yang diserahkan ke perusahaan oleh para pemegang saham (pemilik perusahaan). Dalam Fardiansyah (2003), Market Value Added (MVA) dikenal sebagai present value dari nilai EVA secara periodik di masa depan. Sartono (2001) menyebutkan bahwa MVA merupakan kenaikan nilai pasar perusahaan dari modal perusahaan diatas modal yang disetor pemegang saham. Dalam hal ini MVA mengukur dampak tindakan manajerial sejak perusahaan berdiri. 2.4.1. Perhitungan Market Value Added (MVA) Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004), formula yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya MVA adalah : MVA = Market Value of Stock – Equity Capital Supplied by Shareholders.................................................................. (2) = (Jumlah saham beredar)(Harga saham) – Total modal sendiri Dalam hal ini, MVA sendiri mencerminkan nilai perusahaan (Yusbardini, 2004). MVA yang negatif menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut
berkapasitas
sebagai
penghancur
dari
kesejahteraan (wealth destroyer), bukan pencipta kesejahteraan (wealth creator), begitu juga sebaliknya. Semakin besar MVA maka semakin berhasil pekerjaan manajemen dalam mengelola perusahaan. Nilai Pasar (Market Value) Young dan O‟Byrne (2001) menyatakan bahwa nilai pasar adalah nilai perusahaan yakni jumlah nilai pasar dari semua tuntutan modal terhadap perusahaan oleh pasar modal pada tangga tertentu. Lebih sederhana, itu adalah jumlah nilai pasar dari hutang dan ekuitas. Yang dimaksud dengan nilai perusahaan adalah nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar (Keown, et, al, 2004).
Modal yang ditanam (Equity Capital Supplied by Shareholders) Secara konseptual, modal yang diinvestasikan perusahaan adalah penjumlahan semua dana yang telah diinvestasikan didalamnya (Keown, et, al, 2004). Komponen ini sama dengan nilai buku dari total ekuitas yang terdapat dalam laporan keuangan. 2.4.2. Kelebihan dan Kekurangan Market Value Added (MVA) Young dan O‟Byrne dalam Turagan (2003), keuntungan dari penggunaan MVA adalah bahwa para manajer dapat dengan penuh keyakinan atau percaya diri memaksimalkan MVA saat ini sehingga kelebihan pengembalian (excess return) juga akan maksimal. Sementara itu terdapat beberapa kelemahan, yaitu : 1. MVA mengabaikan kesempatan biaya opportunitas dari modal yang diinvestasikan pada perusahaan. 2. MVA adalah sebuah indikator ”sekali bidik” yang mengukur perbedaan nilai pasar dan modal yang diinvestasikan pada periode tertentu. 2.5. Harga Saham Bila suatu perusahaan akan menjual sahamnya kepada masyarakat umum, berarti perusahaan tersebut menjual sebagian dari kepemilikannya. Sebagai pemilik sebagian dari perusahaan, maka pemegang saham atau pemodal baru ini akan menanggung sebagian risiko sebagai pemilik dan juga nilai kepemilikannya
dapat berubah setiap waktu sesuai dengan naik
turunnya harga saham yang beredar di pasar modal. Saham merupakan penyertaan modal dalam pemilikan suatu perseroan terbatas atau disebut emiten. Pemilik saham merupakan pemilik sebagian dari perusahaan tersebut. Berkaitan dengan harga saham, Sunariyah (2003) menyatakan bahwa harga saham terdiri dari macam-macam nilai yang terdiri dari : 1. Nilai nominal yaitu harga saham perdana yang tercantum pada sertifikat badan usaha. Harga saham tersebut merupakan harga saham yang telah diotorisasi oleh rapat umum pemegang saham. Harga ini tidak berubahubah dari yang telah ditetapkan oleh rapat umum pemegang saham.
2. Nilai buku adalah harga saham yang berubah-ubah karena adanya kenaikan atau penurunan harga saham dan adanya laba ditahan. Nilai buku untuk setiap lembar saham dihitung dari pembagian jumlah nilai buku dengan jumlah lembar saham. 3. Nilai dasar berkaitan dengan harga saham setelah dilakukan penyesuaian karena aksi emiten. Nilai dasar ini merupakan harga perdana saham tersebut. Nilai dasar ini digunakan dalam perhitungan indeks harga saham sehingga akan terus berubah jika terjadi stock split dan sebagainya. 4. Nilai pasar adalah harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung di bursa efek. Apabila bursa efek telah tutup maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price). Keinginan utama investor adalah meminimalkan risiko dan meningkatkan perolehan (minimize risk and maximize return). Asumsi umum bahwa investor individu yang rasional adalah seorang yang tidak menyukai risiko (risk averse), sehingga investasi yang beresiko harus dapat menawarkan tingkat perolehan yang tinggi. Oleh karena itu, investor sangat membutuhkan informasi mengenai risiko dan pengembalian yang diinginkan. Terdapat dua metode untuk mengestimasi tingkat pengembalian yang disyaratkan oleh pemegang saham (Keown, et, al, 2004) yaitu : 1. Model pertumbuhan dividen Pendekatan ini dipakai apabila pertumbuhan dividen dan pendapatan perusahaan akan tumbuh pada tingkat yang konstan. Rumusnya adalah : ………………………………………………. (3) Dimana
Ks
=
Harga saham biasa
Di
=
Dividen tahun ke-i
Po
=
Nilai harga saham biasa
g
=
Tingkat pertumbuhan yang diharapkan
2. Penetapan harga aktiva modal (Capital Asset Pricing Model/CAPM) CAPM
merupakan
pernyataan
mengenai
hubungan
antara
pengembalian yang diharapkan dan risiko, dimana risiko aset yang
berisiko. Risiko sistematis merupakan risiko yang terjadi karena faktor perubahan pasar secara keseluruhan. Menurut Keown, et, al, (2004), CAPM memberikan dasar untuk menentukan harapan investor atau tingkat pengembalian hasil dari investasi saham biasa. Model ini tergantung pada tiga hal : a) Tingkat bebas risiko. b) Risiko sistematis dari pengembalian atas saham biasa dibandingkan dengan pengembalian atas pasar secara keseluruhan atau koefisien beta saham. c) Premi risiko pasar yang setara dengan perbedaan tingkat pengembalian yang diharapkan atas surat berharga rata-rata dikurangi tingkat bebas risiko. Capital Asset Pricing Model diajukan oleh William Sharpe, Treynor, Mossin dan John Lintner merupakan kelanjutan dari teori portofolio modern dari Harry Markowitz. Model ini membantu kita dalam menghitung risiko yang tidak di diversifikasi, suatu portofolio yang dapat di diversifikasi dengan baik (Sjahrial, 2009). Persamaannya adalah sebagai berikut : E(Rj) = Rf + [E(Rm) – Rf] βj atau .............................................. (4) Ki
= Krf + (Km – Krf) βi ........................................................ (5)
Keterangan : E(Rj) = Ki Rf
= tingkat keuntungan yang disyaratkan pada saham i
= Krf = tingkat bunga beban risiko,
E(Rm) = Km
= tingkat keuntungan indeks pasar yang diharapkan,
βj
= Beta saham i (faktor risiko yang berlaku spesifik
= βi
untuk perusahaan) Para peneliti telah memperlihatkan bahwa ukuran terbaik dari risiko sebuah sekuritas untuk portfolio yang besar adalah beta sekuritas. Menurut Rodoni dan Ali (2010), beta didefinisikan sebagai alat ukur covariance suatu saham dengan portfolio pasar yang terdiversifikasi dengan baik. Beta mengukur responsiveness dari sebuah sekuritas terhadap pergerakan portfolio pasar.
Menurut Sugiono (2009), hasil perhitungan beta akan bernilai bernilai lebih besar dari nol (positif), lebih kecil dari nol (negatif) dan sama dengan nol yang berarti : 1. Saham dengan koefisien beta > 1 umumnya lebih agresif dari pasar. Pada suatu kesempatan harganya dapat naik sedemikian cepat melebihi kenaikan pasar atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun pada saat pasar sedang turun, harganya akan turun lebih cepat dari pada pasar. Artinya, jika pasar sedang naik, saham tersebut akan mengalami kenaikan yang lebih tinggi daripada harga pasar. 2. Saham dengan koefisien beta < 1 umumnya bergerak lebih lambat daripada pasar. Artinya, jika pasar naik, saham tersebut juga akan naik, Namun kenaikan saham selalu lebih rendah daripada kenaikan pasar. Demikian juga sebaliknya. 3. Saham dengan koefisien beta = 1 umumnya mengikuti arus pasar. Artinya, jika pasar naik, saham tersebut akan mengalami kenaikan yang sama dengan yang dialami oleh pasar/indeks. Demikian juga sebaliknya. 2.6. Penelitian Terdahulu Setyarini pada tahun 2003, melakukan penelitian berjudul “Analisa Penerapan Antara EVA dengan Rasio Keuangan dalam Menilai Kinerja Perusahaan ( Studi Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di BEJ )”. Hasil analisis data penelitian tersebut yaitu jika dilihat dari rasio keuangan, rata-rata kinerja perusahaan makanan dan minuman pada tahun 1998-2000 memiliki angka rasio yang baik, sehingga mempunyai pertumbuhan yang cukup tinggi atau mempunyai prospek yang bagus pula baik pada saat ini dan di masa mendatang. Jika dilihat dari EVA, rata-rata kinerja perusahaan makanan dan minuman pada tahun 1998-2000 hampir semua menunjukkan angka positif, yang berarti perusahaan telah berhasil menciptakan nilai ekonomis dan dapat memenuhi harapan investor. Ningrum (2008), melakukan penelitian dengan judul ” Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Telekomunikasi Go Public dengan Metode Economic Value Added (EVA)” Perusahaan yang diteliti antara lain
PT Telkom, PT Indosat, PT Exelcomindo Pratama, PT Bakrie Telecom dan PT Mobile-8. Berdasarkan penelitian pada periode 2002-2007, menunjukkan dari lima perusahaan yang dianalisis, terdapat satu perusahaan yang konsisten dengan nilai EVA yang positif yaitu PT Telkom, sedangkan PT Indosat menjadi urutan kedua setelah PT Telkom karena dalam historis perusahaan, pada tahun 2003 dan 2004 memiliki kinerja yang baik. Tiga perusahaan yang lain PT Exelcomindo Pratama, PT Bakrie Telecom dan PT Mobile-8 kurang baik untuk berinvestasi karena memiliki nilai EVA yang negatif sehingga disimpulkan bahwa ketiga perusahaan tersebut belum dapat memberikan nilai tambah bagi pemegang saham. Hal ini dikarenakan biaya modal yang lebih tinggi dari laba usaha yang dihasilkan.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), secara periodik wajib menyampaikan laporan keuangannya. Laporan keuangan tersebut dapat dijadikan acuan secara fundamental bagaimana kinerja perusahaan dan bagaimana perusahaan dapat menciptakan nilai bagi pemegang sahamnya. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan perkebunan kelapa
sawit
yang
telah
terdaftar
sebagai
emiten
BEI
yaitu
PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO). PT Sampoerna Agro sebagai perusahaan yang sedang berkembang membutuhkan dana yang berasal dari modal sendiri (ekuitas) maupun hutang (kewajiban) dalam melaksanakan aktifitas operasionalnya dan membangun bisnisnya. Dana tersebut bisa berupa pendanaan dari dalam perusahaan (internal financing) dan dari luar perusahaan (external financing). Struktur pendanaan perusahaan tersebut dapat mempengaruhi resiko dari hasil yang akan diperoleh perusahaan serta nilai perusahaan tersebut. Oleh karena itu perlu kiranya suatu perusahaan mengetahui struktur pendanaan yang optimal yang dapat membawa perusahaan untuk bisa terus berlangsung hidup dan mencapai tujuannya, yaitu memaksimalkan nilai perusahaan bagi para pemiliknya. Untuk mendapatkan berbagai alternatif pendanaan tersebut, berbagai penilaian maupun analisis yang digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan
perusahaan sangat dibutuhkan. Dalam menarik investor,
perusahaan harus mampu
menunjukkan kinerja keuangannya. Sebelum
investor melakukan investasi, maka investor terlebih dahulu melakukan analisis kinerja keuangan perusahaan sehingga akan memperoleh gambaran mengenai keadaan perusahaan. Analisis laporan keuangan yang umum dan sering dipakai sebagai tolak ukur adalah kinerja keuangan tradisional, yaitu parameter akuntansi dasar berupa rasio-rasio keuangan yang dinilai dari sudut pandang perusahaan yang bersangkutan. Namun dalam hal ini, perlu diukur juga
kinerjanya yang tidak hanya berdasarkan perusahaan, namun juga para investor dalam hal ini shareholders. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan suatu konsep yang dapat mengukur seberapa besar kesejahteraan maupun kekayaan yang berhasil diciptakan perusahaan yang bersangkutan kepada investor atas modal yang telah diberikan, apakah nilai yang diciptakan sudah memberikan tingkat pengembalian
yang
sesuai
dengan
harapan
investornya.
Economic Value Added menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah ekonomis. Dengan mengetahui nilai EVA maka dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengambil keputusan dan membantu perusahaan meningkatkan kinerja sekarang dan masa yang akan datang. Setelah mengetahui penciptaan kekayaan yang telah dilakukan perusahaan, perlu diketahui juga bagaimana nilai perusahaan berdasarkan seberapa besar perusahaan yang bersangkutan dapat meningkatkan atau mungkin menurunkan kekayaan pemegang saham (shareholder). MVA merupakan hasil kumulatif kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan untuk kemakmuran pemegang saham, dengan memaksimalkan kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas nilai modal yang disetor pemegang saham. Secara ringkas, kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
PT Sampoerna Agro Tbk
Kebutuhan pendanaan
Ekuitas
Kewajiban
Aktivitas perusahaan
Analisis laporan keuangan
Evaluasi kinerja keuangan
Nilai tambah perusahaan
Nilai pasar perusahaan
Economic Value Added (EVA)
Market Value Added (MVA)
Nilai kekayaan yang telah dicapai perusahaan
Investor
Batasan Penelitian Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juni hingga Agustus 2010 dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari website instansi publik yaitu : Bursa Efek Indonesia, Pusat Referensi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia (PRPM BEI) dan Bank Indonesia. Penelitian ini tidak dilakukan di lokasi tertentu. 3.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data sekunder yang digunakan antara lain: laporan keuangan PT Sampoerna Agro Tbk yang tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2009 beserta gambaran umum perusahaan, dividen dan harga saham perusahaan beserta tingkat suku bunga bulanan Sertifikat Bank Indonesia periode 2008-2009. Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan laba rugi dan neraca tahunan perusahaan. 3.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dari studi pustaka dan kajian literatur yang menunjang untuk digunakan dalam penelitian ini. Data-data tersebut diperoleh dari buku, koran, jurnal, laporan penelitian dan media elektronik. 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang telah dikumpulkan, kemudian diolah baik secara manual maupun menggunakan bantuan komputer untuk dianalisis secara kuantitatif. Hasil analisis kuantitatif ini kemudian diinterpretasikan secara deskriptif. Adapun analisis kinerja keuangan PT Sampoerna Agro Tbk tersebut menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). 3.3.1. Metode Economic Value Added (EVA) Ada beberapa tahapan dalam menghitung EVA. EVA dihitung setelah semua komponen pembentuknya diketahui. Selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus perhitungan EVA.
Dalam menghitung Net Operating Profit After Tax (NOPAT) digunakan pendekatan keuangan dimana laba bersih atau Net Income dijumlahkan dengan Net Interest (biaya bunga). Dalam laporan keuangan, laba bersih merupakan laba yang sudah dikurangi dengan pajak penghasilan sedangkan biaya bunga adalah beban bunga perusahaan yang tercatat dalam laporan laba rugi tahunan, karena penelitan ini memakai data keuangan tahunan perusahaan. Biaya hutang (Kd) dihitung dengan membagi antara biaya bunga yang terjadi pada tahun tersebut dengan total hutang. Hutang tersebut mencakup semua hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang yang didapat dari kelompok luar perusahaan. Pajak atas biaya modal pada penelitian ini dinotasikan dengan Kd* adalah berdasarkan peraturan kebijaksanaan yang diterapkan masing-masing perusahaan. Besar pajak yang dikenakan tercantum secara implisit dalam perhitungan laba bersih setelah pajak yang terdapat dalam laporan keuangan atau prospektus tahunan perusahaan dimana tarif yang dikenakan berbeda untuk tiap perusahaan. Untuk
menghitung
biaya
ekuitas
dalam
penelitian
ini
menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Alasan penggunaan model ini karena pemakaian rumus CAPM memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Adapun langkah-langkah dalam menghitung Biaya Ekuitas (Ke) menggunakan model CAPM sebagai berikut : ………………………………………… (6) Dimana Rit = tingkat pengembalian saham perusahaan tahun ke-t Pit = harga saham per lembar tahun t Pit-I = harga saham per lembar sebelumnya Dt = Dividen pada bulan ke-t
……………………………………….. (7) ……………………………………….. (8) Dimana
Rmt = tingkat pengembalian pasar pada tahun ke-t N
= jumlah data
E(Rm) = tingkat pengembalian pasar yang diharapkan …………………………………………………… (9) Dimana βi im
= Beta saham I = kovarian tingkat pengembalian saham I dengan tingkat pengembalian saham I dengan tingkat pengembalian pasar = varian tingkat pengembalian pasar
4. Rf
= Tingkat pengembalian bebas risiko Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
5. COC
= Rf + βi E(Rm – Rf) ………………………….. (10)
Rumus yang digunakan adalah penjumlahan antara tingkat risiko yang didapat dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan koefisien beta dari saham yang didapat dari pengembalian saham biasa relatif terhadap pasar secara keseluruhan dan beta tersebut dikalikan dengan premi risiko pasar (Keown, 2004). Struktur modal perusahaan merupakan persentase yang seimbang dari masing-masing komponen hutang dan modal yang dimiliki perusahaan. Persentase komponen hutang dilambangkan dengan Wd, sedangkan persentase komponen modal yaitu We. Perhitungan WACC dengan menggunakan penjumlahan hasil kali antara bobot tertimbang atas komponen hutang dan komponen modal ekuitas perusahaan dari keseluruhan struktur modal perusahaan dengan persentase masing-masing biaya hutang dan biaya ekuitas. Invested Capital merupakan modal perusahaan (hutang dan ekuitas)
dalam mengelola usahanya dikurangi dengan non interest bearing liabilities. Ringkasan perhitungan EVA dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Langkah-langkah perhitungan EVA Tahapan 1. NOPAT
Perhitungan NOPAT = Laba Bersih + Biaya Bunga
Laba Rugi Laba Rugi
2. (Kd*)
3. (Ke)
Sumber
Kd* = Kd (1-T)
Neraca
Ke = Rf + β (Rm – Rf)
Diketahui
4. Struktur Modal
Neraca
5. WACC
WACC = [(Kd* Wd) + (Ke x We) ]
Diketahui
6. IC
IC = Asset – Non Interest Liabilities
Neraca
7. COC
COC = WACC × IC
Diketahui
8. EVA
EVA = NOPAT – COC
Diketahui
Sumber : Utama, 1997
3.3.2. Metode Market Value Added (MVA) Kekayaan pemegang saham akan menjadi maksimal dengan memaksimalkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas perusahaan dengan jumlah modal ekuitas yang diinvestasikan investor. Perbedaan ini disebut nilai tambah pasar (Market Value Added) (Brigham dan Houston, 2001). Manfaat
dari MVA disamping untuk mengukur kinerja
perusahaan adalah juga untuk mengukur nilai perusahan yang berhasil diciptakan. Nilai perusahaan dalam kaitannya dengan pasar modal akan tampak pada harga saham perusahaan yang bersangkutan. Menurut Young dan O‟Byrne (2001), nilai Market Value Added dapat dihitung dengan rumus :
MVA = Nilai pasar ekuitas – Modal ekuitas yang diinvestasikan investor ………………………………………………. (11) Nilai pasar ekuitas merupakan perkalian antara harga pasar saham perusahaan dengan jumlah saham yang beredar (shares outstanding). Harga pasar yang digunakan adalah adalah harga pasar tahunan yang didapat dari harga pasar saham yang tercantum pada akhir periode tahun tersebut. Sedangkan jumlah saham yang beredar merupakan jumlah saham yang ditawarkan perusahaan selama periode tahunan. Setelah semua komponen diketahui, maka MVA dapat diketahui nilainya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sekilas tentang PT Sampoerna Agro Tbk PT Sampoerna Agro („Sampoerna Agro‟ atau „Perseroan‟) dan Anak Perusahaan („Kelompok Usaha Sampoerna Agro) adalah salah satu kelompok usaha minyak kelapa sawit dan inti sawit. Perseroan juga merupakan salah satu dari tujuh perusahaan produsen bibit kelapa sawit di Indonesia. Saat ini, PT Sampoerna Agro Tbk bersama-sama dengan
anak-anak
perusahaannya
(“Sampoerna
Agro”
atau
“Perseroan”) adalah salah satu produsen terbesar kelapa sawit dan inti sawit di Indonesia. Perseroan juga merupakan satu dari sedikit produsen kecambah kelapa sawit yang menerima izin dari Menteri Pertanian Republik Indonesia untuk memproduksi dan menjual kecambah kelapa sawit kepada pihak ketiga. Perseroan didirikan dengan nama PT Selapan Jaya dan berkedudukan di Palembang. Perseroan adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan dan diatur menurut undang-undang Republik Indonesia berdasarkan Akta Pendirian Perseroan No. 8, tanggal 7 Juni 1993, dibuat di hadapan Tina Chandra Gerung SH, Notaris di Jakarta. Akta tersebut telah disetujui oleh Menteri Kehakiman berdasarkan Keputusan No. C2-1840.HT.01.01.TH‟94 tanggal 4 Februari 1994 dan didaftarkan di kantor Pengadilan Negeri Palembang di bawah No. 42/1994/PT tanggal 23 April 1994. Akta Pendirian tersebut telah diumumkan dalam Berita Negara No. 60 tanggal 29 Juli 1994, Tambahan No. 4842. Perseroan berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dengan diperolehnya Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri berdasarkan Surat Kepala BKPM No. 4/V/PMA/2007 tanggal 4 Januari 2007. Adapun perjalanan sejarah perusahaan (milestone company) perusahaan sebagai berikut :
1976 : Pendirian PT Aek Tarum, perusahaan pertama dalam Kelompok Usaha Sampoerna Agro. 1989 : Penanaman pertama di wilayah Sumatera oleh PT Aek Tarum. 1992 : PT Sungai Rangit didirikan untuk mengelola lahan kelapa sawit di propinsi Kalimantan Tengah. 1993 : PT Selapan Jaya (sekarang bernama PT Sampoerna Agro Tbk) didirikan untuk mengelola lahan kelapa sawit di propinsi Sumatera Selatan. 1994 : PT Binasawit Makmur mendapat Ijin Pemasukan Bibit Tanaman Sawit (DxD, TxP dan DxP) dari Costa Rica. 1996 : Operasi perdana PKS pertama di Belida yang memiliki kapasitas 60 ton TBS per jam. 1998 : Penanaman
pertama
di
wilayah
Kalimantan
oleh
PT Sungai Rangit. 2004 : Peluncuran
lima
varietas
unggul
kelapa
sawit
dari
PT Binasawit Makmur yaitu DxP Sriwijaya 1 sampai 5 oleh Presiden Indonesia Ibu Megawati Soekarnoputri dan secara bersamaan meresmikan Pabrik Kelapa Sawit Telaga Hikmah. 2005 : PT Binasawit Makmur mendapat sertifikasi ISO 9001 untuk Sistem Produksi Kecambah Kelapa Sawit DxP Sriwijaya. PT Aek Tarum, anak perusahaan Perseroan, menerima sertifikasi ISO 9001 dan ISO 14001. 2006 : Kelompok
Usaha
Sampoerna
Strategic
mengakuisisi
PT Sungai Rangit. 2007 : Perseroan
terdaftar
sebagai
anggota
Roundtable
on
Sustainable Palm Oil (RSPO). Kelompok PT
Usaha
Selapan
Jaya
Sampoerna dan
Strategic
merubah
mengakuisisi
namanya
menjadi
PT Sampoerna Agro Tbk. Perseroan meluncurkan varietas unggul kelapa sawit baru, DxP Sriwijaya 6. Perseroan tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia dengan kode SGRO.
2008 : PT Sungai Rangit melakukan penambahan kapasitas PKSnya di Kalimantan dari 45 ton TBS per jam menjadi 75 ton TBS per jam. Penerimaan enam sertifikat “Hak Perlindungan Varietas Tanaman” dari Departemen Pertanian Republik Indonesia kepada
BSM
untuk
enam
varietas
kecambah
yang
dikembangkan dengan nama DxP Sriwijaya. Peresmian Gedung Seed Processing Unit (SPU) dengan teknologi pengecambahan berstandar internasional. Pada tanggal 31 Desember 2009, kebun inti dan plasma Perseroan yang berada di wilayah Sumatera sebesar 57.547 ha tanaman menghasilkan dan 17.196 ha tanaman belum menghasilkan. Sedangkan perkebunan Perseroan di wilayah Kalimantan termasuk kebun dengan pola kemitraan, terdiri dari sekitar 12.604 ha tanaman menghasilkan dan 7.320 ha tanaman belum menghasilkan. Dengan kata lain, Perseroan mengelola kebun inti sekitar 50.768 ha sementara kebun plasma dan kemitraan kira-kira 43.898 ha. Perseroan memiliki sekitar 112.481 ha Hak Guna Usaha dan 109.363 ha izin lokasi untuk dikembangkan. Perseroan memiliki lima Pabrik Kelapa Sawit (PKS), empat diantaranya berlokasi di Sumatera dan satu berada di Kalimantan. PKS di Sumatera memiliki kapasitas produksi 320 ton tandan buah segar (TBS) per jam, sedangkan PKS di Kalimantan memiliki kapasitas produksi 75 ton TBS per jam. Satu PKS tambahan berkapasitas 60 ton TBS per jam yang berlokasi di Sumatera akan memulai operasi pada paruh pertama tahun 2010. Saat ini kepemilikan saham PT Sampoerna Agro mayoritas dimiliki oleh Sampoerna Agri Resources Pte Ltd (67,05%) dan yang lainnya (32,95%). PT Sampoerna Agro merupakan perusahaan perkebunan yang
memiliki 15 anak perusahaan. Perseroan dan
anak-anak perusahaannya, PT Telaga Hikmah, PT Aek Tarum, PT Mutiara Bunda Jaya, dan PT Gunung Tua Abadi yang beroperasi di wilayah Sumatera merupakan salah satu pengelola kebun inti dan
Pembina petani plasma yang paling berhasil di Indonesia. Pada tahun 2009, sekitar 90% dari petani plasma yang dibina oleh Perseroan telah berhasil melunasi kredit plasma yang diberikan oleh bank-bank pemerintah. Struktur kelompok usaha Sampoerna Agro dan persentase kepemilikannya dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Sampoerna Agri Resources 67,05 %
Other 32,95 %
Sampoerna Agro
Sawit Selatan 99,69 %
Palma Agro * 100 %
Tania Binatama 99,67 %
Sungai Rangit 95 %
Selatan Jaya Permai 99,91 %
Samperna Bio Fuels 99,99 %
Sungai Menang 99,91 %
Pertiwi Lenggara Agromas 99,99 %
Telaga Hikmah 99,45 %
Usaha Agro Indonesia 99,99 %
Aek Tarum 99,00%
Lanang Agro Bersatu 99,90 %
Mutiara Bunda Jaya 99, 38 %
Gunung Tua Abadi 99, 86 %
Binasawit Makmur 99, 00 %
Gambar 2. Struktur Kelompok Usaha Sampoerna Agro
Pada tahun 2007, PT Sampoerna Agro telah mencapai babak baru
dalam
perjalanannya.
Pada
tahun
tersebut
perseroan
melaksanakan penawaran umum perdana saham perusahaan. Dengan terjualnya saham perseroan di Bursa Efek, maka komposisi pemegang saham
PT Sampoerna Agro dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Komposisi pemegang saham PT Sampoerna Agro tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Sampoerna Agri Resources Pte Ltd PT AIA FINL – UL Equity PT Nitiagro Lestari PT Taspen PT Prudential Life Assuarance Citibank Singapore S/A FORTIS EQUITAS Reksa Dana Schoder Dana Plus TRIM KAPITAL AVRIST – LINK AGGRESSIVE EQ IDR FUND Publik lainnya
Status Foreign Institution Local Institution Local Institution Local Institution Local Institution Foreign Institution Local Institution Local Institution Local Institution Local Institution Local Institution Total
Jumlah lembar saham 1.267.217.500 43.318.000 33.458.000 28.282.500 27.557.500 24.401.000 21.143.500 13.500.000 11.102.500 10.868.000 409.151.500 1.890.000.000
% Kepemilikan 67,05% 2,29% 1,77% 1,50% 1,46% 1,29% 1,12% 0,71% 0,59% 0,58% 21,64% 100 %
Sumber : Laporan tahunan PT Sampoerna Agro tahun 2009
4.1.2. Visi dan Misi PT Sampoerna Agro Tbk Sebagai bagian dari Kelompok Usaha Sampoerna Strategic, Perseroan memiliki visi untuk menjadi salah satu perusahaan agribisnis terdepan yang bertanggung jawab di Indonesia dengan strategi pertumbuhan yang pesat. Adapun Visi dan Misi Perseroan yaitu : Visi
: Menjadi salah satu perusahaan terdepan dalam yang bertanggungjawab di sektor agribisnis Indonesia.
Misi
:
1. Mengembangkan tim manajemen profesional yang berintegritas tinggi dan didukung oleh sumber daya manusia yang terampil dan termotivasi. 2. Mencari dan
mengembangkan peluang
pertumbuhan
yang
menguntungkan di bisnis inti kami dengan tetap menjaga pengeluaran biaya secara tetap. 3. Terus berusaha mencapai kesempurnaan melalui inovasi, penelitian dan pengembangan.
4. Ikut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar perkebunan. 5. Menjaga dan mempromosikan standar lingkungan hidup yang berlaku dalam segala aspek pengembangan, produksi dan pengembangan. PT
Sampoerna
Agro
melaksanakan
Good
Agricultural
Practices (GAPs) yang memastikan pengelolaan usaha perkebunan secara benar dan bertanggungjawab, mulai dari pembukaan lahan hingga pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pengolahan. Semua ini membuat bisnis perkebunan Sampoerna Agro menjadi baik dan bermanfaat : Mengupayakan produktifitas pada sumber daya lahan, menciptakan lapangan kerja serta menggalang komunitas dalam peningkatan kesejahteraan. Diantara
beberapa
kegiatan
yang
bersahabat
dengan
lingkungan, Sampoerna Agro melakukan pengendalian hama tanaman secara hayati dan mengubah sampah organik menjadi pupuk. Selain itu, upaya Perseroan untuk mematuhi standar RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) maupun pelestarian lingkungan lainnya menjadikan Sampoerna Agro sebagai perusahaan hijau dalam arti yang seluas-luasnya. Sebagai perusahaan perkebunan kelapa sawit yang relatif masih muda dengan sebagian besar produktifitas kedepannya, serta didukung oleh sumber daya penelitian dan pengembangan (R&D) yang kuat, Sampoerna Agro merupakan perusahaan yang berkembang di salah satu sektor agroindustri yang paling menarik di dunia saat ini. 4.1.2. Struktur Organisasi PT Sampoerna Agro Tbk berkantor pusat di Sampoerna Strategic Square, North Tower, Lantai 28, Jalan Jenderal Sudirman Kav 45, Jakarta. PT Sampoerna Agro Tbk juga memiliki kantor di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Seychelles. Perusahaan memilliki Dewan Komisaris yang terdiri dari Komisaris Utama (Michael Sampoerna),
Komisaris (Sugiarta
Gandasaputra, Mak Ping On) dan Komisaris Independen (Phang Cheow Hock, Arief Tarunakarya Surowidjojo). Dewan Direksi terdiri dari Presiden Direktur (Ekadharmajanto Kasih) dan Direktur (Jeffesjah Chandra, Sie Eddy Kurniawan, Chang Poh Sang, Yasin Chandra). Perkebunan kelapa sawit merupakan industri padat karya, yang menjadikan sumber daya manusia sebagai modal utama perseroan. Pada tahun 2009, perseroan mempekerjakan hampir 10.200 orang termasuk pekerja kontrak. Selain itu, perseroan juga menjalin kerjasama dengan lebih dari 20.000 petani plasma. 4.2. Kinerja Keuangan Perusahaan 4.2.1. Economic Value Added (EVA) Perusahaan sebagai suatu organisasi memiliki tujuan tertentu yang harus dicapai. Salah satu cara untuk mengetahui apakah suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuannya adalah melalui kinerja
operasinya.
mengidentifikasikan
Penilaian adanya
kinerja
pemborosan
ini atau
penting
untuk
ketidakberesan
sehingga dapat segera diatasi. Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input informasi yang dapat dipakai untuk pengambilan keputusan. Banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan, mulai dari investor atau calon investor sampai dengan manajemen perusahaan itu
sendiri.
Laporan keuangan akan
memberikan informasi mengenai likuiditas, profitabilitas, timing aliran kas, yang kesemuanya akan mempengaruhi banyak pihak-pihak yang berkepentingan. Harapan investor akan kinerja keuangan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Besarnya perbedaan antara harga rata-rata CPO di tahun 2009 dibanding tahun 2008 membuat hampir tidak mungkin bagi PT Sampoerna Agro Tbk untuk menjadikan pencapaian di tahun 2008 sebagai acuan kinerja operasional untuk tahun 2009. Total pendapatan
konsolidasi dari penjualan kecambah (benih sawit), CPO dan produk lain di tahun 2009 mencapai Rp 1.815,6 miliar, turun 21% dari Rp 2.288,1 miliar di tahun 2008. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh terjadinya penurunan secara signifikan harga jual rata-rata CPO karena melambatnya ekonomi global, dan juga karena menurunnya volume penjualan CPO. Tahun 2008 harga rata-rata CPO yang
diperdagangkan
di
MDEX
(Malaysian
Derivatives
Exchange/Bursa Derivatif Malaysia), menyentuh rekor tertinggi mencapai MYR 2.864 per ton (Ringgit Malaysia). Pada tahun 2009 harga rata-rata CPO mencapai MYR2.261 per ton (dalam Ringgit Malaysia). Produksi minyak sawit pada tahun 2009 sedikit menurun sebesar 0,5% menjadi 264.162 ton dibandingkan 265.468 ton pada tahun 2008. Penjualan produk Perseroan mengalami penurunan sebesar 21% dari Rp 2.288,1 miliar di tahun 2008 menjadi Rp 1.815,6 miliar di tahun 2009. Ringkasan laporan laba rugi perseroan pada tahun 2008-2009 dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6. Ringkasan laporan laba rugi konsolidasi PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 (dalam ribuan rupiah) Komponen 2008 2009 Penjualan 2.888.143.121 1.815.557.167 Beban pokok penjualan 1.512.477.229 1.216.130.626 Laba kotor 775.665.892 599.426.541 Beban usaha 164.209.981 139.389.407 Laba usaha 611.455.911 460.037.134 Penghasilan (Beban) lain-lain 20.305.894 (50.678.760 Laba sebelum beban pajak 631.761.805 409.358.374 penghasilan badan Jumlah beban pajak penghasilan (185.793.379) (123.134..555) badan Laba sebelum hak minoritas atas 445.968.426 286.223.819 laba bersih anak perusahaan Laba bersih 439.516.256 281.766.208 Laba bersih per saham dasar 236 151 Sumber : Laporan keuangan PT Sampoerna Agro
Laba perseroan di tahun 2009 juga lebih rendah daripada tahun 2008,
terutama
disebabkan
karena
menurunnya
pendapatan
konsolidasi yang menyebabkan penurunan marjin. PT Sampoerna Agro Tbk mendapatkan laba bersih sebesar Rp 281,8 miliar di tahun 2009, sedangkan di tahun 2008 sebesar Rp 439,5 miliar. Hal ini mencerminkan laba per saham sebesar Rp 151 di tahun 2009 sedangkan di tahun 2008 sebesar
Rp 236. Laba bersih terhadap
jumlah aset mencapai 12,5% di tahun 2009, sedangkan di tahun 2008 sebesar 20,4%. Pada tahun 2009, laba bersih terhadap jumlah ekuitas mencapai 16,0%. Adapun di tahun 2008 sebesar 28,3%. Ringkasan neraca konsolidasi PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Ringkasan neraca konsolidasi PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 (dalam ribuan rupiah) Komponen 2008 2009 Aset lancar 803.628.697 615.541.739 Aset tidak lancar 1.352.535.319 1.646.256.500 Jumlah Aset 2.156.164.013 2.261.798.239 Kewajiban lancar 354.044.207 235.648.479 Kewajiban tidak lancar 223.944.244 239.318.606 Jumlah kewajiban 577.988.451 474.967.085 Jumlah ekuitas bersih 1.552.963.652 1.765.580.591 Jumlah kewajiban dan ekuitas 2.156.164.013 2.261.798.239 Sumber : Laporan keuangan PT Sampoerna Agro
Economic Value Added (EVA) merupakan suatu metode pengukuran kinerja perusahaan yang menghitung laba ekonomis sebenarnya yang telah berhasil diciptakan oleh suatu perusahaan. Dengan menghitung nilai EVA, perusahaan dapat melihat suatu gambaran mengenai peningkatan atau penurunan nilai laba ekonomis yang sebenarnya tercipta dari kinerjanya, sehingga diketahui posisi perusahaan menurut sudut pandang investor, apakah perusahaan telah menjadi wealth creator atau wealth destroyer. Nilai EVA pada tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Penurunan ini disebabkan oleh perubahan-perubahan nilai komponen-komponen EVA. Komponen-komponen EVA terdiri dari Net Operating After Tax (NOPAT) dan Cost of Capital (COC). Yang
dimaksud dengan NOPAT yaitu laba operasi bersih sesudah pajak, sedangkan COC adalah semua biaya yang secara riil dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka mendapatkan sumber dana baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan. Nilai EVA pada tahun 2008 sebesar Rp 1.024.496.611.000 sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan yang signifikan menjadi – Rp 40.707.153.000. Ringkasan perhitungan nilai EVA yang telah dicapai perusahaan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Ringkasan perhitungan nilai Economic Value Added (EVA) PT Sampoerna Agro Tbk periode 2008-2009 (dalam ribuan rupiah) Laba bersih Biaya bunga NOPAT Periode COC (Rp) EVA (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 2008 439.516.256 24.465.833 463.983.089 -560.154.522 1.024.496.611 2009 281.766.208 27.899.266 309.665.434 350.372.587,02 -40.707.153 157.750.048 3.433.433 154.316.655 910.887.109.41 1.065.203.764 Selisih 35,89% 14% 33% 104% 163% Sumber : Laporan Keuangan dan Harga Saham PT Sampoerna Agro (diolah)
Hasil perhitungan NOPAT pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2008. Meskipun biaya bunga mengalami peningkatan tetapi tidak diimbangi dengan kenaikan laba bersih perusahaan. Biaya bunga tahun 2009 meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp 3.433.433.000 sedangkan laba bersih mengalami penurunan sebesar Rp 157.750.048.000. Karena biaya bunga yang dibayarkan oleh perusahaan meningkat, maka berakibat pada penurunan nilai NOPAT. Hasil perhitungan nilai NOPAT dapat dilihat pada Lampiran 7. Biaya hutang (Kd*) perusahaan mengalami peningkatan dari 0,079 menjadi 0,082 (Lampiran 7). Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan proporsi hutang dari Rp 217.000.000.000 menjadi Rp 244.000.000.000. Biaya ekuitas (Ke) perusahaan juga meningkat dari -44,089% menjadi 20,632% (Lampiran 7). Pada tanggal 31 Desember 2009, jumlah ekuitas sebesar Rp1.766 miliar, mengalami
kenaikan sebesar 14% dibandingkan dengan ekuitas pada tanggal 31 Desember 2008 sebesar Rp1.553 miliar. Berdasarkan data bulanan harga saham tahun 2008 dan 2009, PT Sampoerna Agro memiliki koefisien beta yang positif yaitu 7,980 dan 3,260. Hal ini menunjukkan bahwa saham PT Sampoerna Agro lebih agresif dari pasar. Pada suatu kesempatan harganya dapat naik sedemikian cepat melebihi kenaikan pasar atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun pada saat pasar sedang turun, harganya akan turun lebih cepat dari pada pasar. Artinya, jika pasar sedang naik, saham tersebut akan mengalami kenaikan yang lebih tinggi daripada harga pasar. Kondisi kenaikan biaya hutang dan biaya ekuitas perusahaan mengakibatkan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) mengalami peningkatan sebesar 47,954% karena WACC diperoleh dari penjumlahan proporsi biaya hutang dengan proporsi biaya ekuitas. Perhitungan WACC ini dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai WACC pada tahun 2008 sebesar -30,961% menjadi 16,994% pada tahun 2009. Selain itu, kondisi ini juga dikarenakan proporsi ekuitas dalam struktur permodalan mengalami kenaikan dari 72,024% tahun 2008 menjadi 78,061% tahun 2009. Nilai Invested Capital (IC) perusahaan mengalami peningkatan dari tahun yang sebelumnya sebesar Rp 251.369.864.000. Pada tahun 2008, nilai IC perusahaan sebesar Rp 1.810.415.739.000 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 2.061.785.603.000. Peningkatan ini disebabkan oleh penurunan jumlah hutang beban dan peningkatan jumlah aset perusahaan (Lampiran 7). Hutang beban yang merupakan bagian dari non interest bearing liabilities sebagai pengurang total aset perusahaan untuk mendapatkan nilai IC. Nilai hutang beban pada tahun 2008 lebih besar daripada tahun 2009. Perhitungan hutang beban dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai rata-rata COC pada tahun 2009 lebih besar daripada tahun sebelumnya. Rp
Nilai
350.372.587.000,
COC
pada
sedangkan
pada
tahun tahun
2009 2008
sebesar sebesar
– Rp 560.154.522.000. Perhitungan COC ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Naiknya biaya modal perusahaan ini mengakibatkan nilai EVA pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai EVA tahun 2008 sebesar Rp 1.024.496.611.000, sedangkan pada tahun 2009 sebesar – Rp 40.707.153.000. 4.2.2. EVA sebagai Pengukur Kinerja Keuangan Nilai EVA pada tahun 2008 menghasilkan angka yang positif (EVA>0) karena nilai NOPAT lebih besar daripada nilai biaya modal perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah dapat menambahkan nilai ekonomis ke dalam perusahaan atau dengan kata lain perusahaan mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi melalui kegiatan-kegiatan operasionalnya sehingga mampu membayar seluruh kewajibannya kepada penyedia dana (investor) dan pemerintah (pajak) tetapi juga mampu menghasilkan laba yang lebih tinggi bagi perusahaan. Pada tahun 2009, nilai EVA menghasilkan angka yang negatif (EVA<0), dimana terjadi penurunan sebesar Rp 1.065.203.764.000. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi proses nilai tambah atau dengan kata lain perusahaan tidak mampu membayarkan kewajiban kepada para penyandang dana atau kreditur sebagaimana yang diharapkan. Penurunan nilai EVA ini antara lain disebabkan oleh: 1. Penjualan Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan pada volume penjualan produk kelapa sawit dan kecambah kelapa sawit, serta harga penjualan rata-rata produk kelapa sawit yang lebih rendah. Penjualan di pasar domestik berkisar 91% dan 89% dari jumlah penjualan masing-masing di tahun 2008 dan 2009. Penjualan produk kelapa sawit menurun 19% menjadi Rp 1.762 miliar di tahun 2009 dibandingkan Rp 2.186 miliar pada tahun 2008 yang disebabkan oleh penurunan volume penjualan minyak sawit sebesar 8,3% menjadi 263.458 ton di tahun 2009 dibandingkan 287.152 ton pada tahun 2008. Harga jual rata-rata
minyak sawit juga menurun 9,2% dibandingkan dengan tahun 2008. Penjualan kecambah kelapa sawit menurun 59% dari Rp 95,5 miliar di tahun 2008 menjadi Rp 39,5 miliar di tahun 2009, terutama disebabkan oleh penurunan volume penjualan kecambah dari 18,4 juta di tahun 2008 menjadi 5,9 juta di tahun 2008, namun sebagian dikompensasi dengan peningkatan harga jual kecambah sebesar 29%. Volume penjualan ini menurun seiring dengan menurunnya permintaan pasar atas kecambah. Beban pokok penjualan Perseroan pada tahun 2009 terdiri dari beban pemeliharaan kebun, panen, pembelian buah plasma, alokasi beban tidak langsung, pengolahan, penyusutan dan amortisasi, dan pergerakan persediaan. Beban pokok penjualan menurun sebesar 20% dari Rp1.512 miliar di tahun 2008 menjadi Rp1,216 miliar di tahun 2009, sejalan dengan penurunan penjualan. Penjualan merupakan unsur dari NOPAT. Penurunan penjualan ini akan menurunkan NOPAT yang pada akhirnya mengurangi nilai EVA. 2. Ekuitas Ekuitas
atau
modal
sendiri
perusahaan
merupakan
komponen dari Invested Capital (IC) dalam menghitung biaya modal
perusahaan.
Ekuitas
pada
tahun
2009
mengalami
peningkatan sebesar 13,69%. Pada tahun 2008, ekuitas perusahaan sebesar Rp 1.552.963.652.000, sedangkan pada tahun 2009 naik menjadi Rp 1.765.580.591.000. Kenaikan ini disebabkan oleh penjualan modal saham yang dibeli kembali dari laba bersih di tahun 2009 dimana sebagian terkompensasi dengan adanya pembagian
dividen dari
saldo
laba
tahun
2008
sebesar
Rp 170,1 miliar. Kenaikan ekuitas ini berakibat pada kenaikan proporsi struktur modal ekuitas perusahaan, sehingga biaya ekuitas perusahaan lebih besar daripada biaya hutang perusahaan. Hal
tersebut mengakibatkan nilai WACC pun meningkat sehingga nilai EVA mengalami penurunan. 4.2.3. Market Value Added (MVA) Market Value Added (MVA) menunjukkan kinerja pasar dari suatu perusahaan. Metode pengukuran ini dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan atas modal yang dimiliki investor karena melibatkan harga saham sebagai komponen utamanya. Harga saham mencerminkan kekuatan interaksi antara pembeli dan penjual. Selain itu, munculnya informasi baru mengenai perusahaan akan membuat permintaan dan penawaran berubah sehingga menghasilkan nilai pasar yang berubah juga. Informasi tersebut salah satunya adalah mengenai kinerja yang berkaitan dengan perusahaan. Pengaruh kinerja ini terkait dengan kegiatan atau aktivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba. Semakin tinggi laba, harga saham pun akan bereaksi positif. Semakin positif nilai MVA, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik, karena telah berhasil melakukan penambahan nilai atas modal yang dipercayakan investor kepada perusahaan (wealth creator). Ringkasan perhitungan nilai MVA yang telah dicapai perusahaan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Ringkasan perhitungan nilai Market Value Added (MVA) PT Sampoerna Agro Tbk periode 2008-2009 (dalam ribuan rupiah) Harga saham Jumlah saham Nilai pasar Periode per lembar beredar ekuitas Ekuitas (Rp) MVA (Rp) (Rp/lembar) (lembar) (Rp) 2008 1.190 1.890.000 2.249.100.000 1.552.963.652 696.136.348 2009 2.700 1.890.000 5.103.000.000 1.765.580.591 3.337.419.409 1.510 - 2.853.900.000 212.616.939 2.641.283.061 Selisih 127% 127% 13,69% 379,42% Sumber : Laporan Keuangan dan Harga Saham PT Sampoerna Agro (diolah)
Pada tahun 2009, MVA PT Sampoerna Agro mengalami peningkatan sebesar 379,42% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, nilai MVA yang dihasilkan positif. Hal ini menandakan perusahaan telah berhasil memelihara kepercayaan investor atas
modal yang diberikan dengan meningkatkan nilai modal yang ditanamkan kepada investornya. Memasuki tahun 2009, nilai MVA yang dicapai perusahaan meningkat
signifikan.
Harga
saham
yang
terus
mengalami
peningkatan membuat nilai MVA terus meningkat. Walaupun pada tahun 2009 nilai ekuitasnya meningkat sebesar Rp 212.616.939.000 dibandingkan tahun 2008, namun peningkatan nilai pasar ekuitas masih lebih besar dari ekuitasnya sehingga nilai MVA positif. Jumlah saham PT Sampoerna Agro yang beredar pada tahun 2008 hingga tahun 2009 tidak mengalami peningkatan. Hal ini menandakan tidak terjadi penambahan modal sendiri untuk membantu pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan dan perluasan kegiatan usaha yang akan dijalankan. Sementara itu, peningkatan harga saham dari tahun 2008 hingga tahun 2009 sebesar Rp 1.510 mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan aktivitas interaksi antara permintaan dan penawaran saham PT Sampoerna Agro sehingga membentuk harga ekuilibrium baru yang lebih tinggi. 4.2.4. MVA sebagai Pengukur Kinerja Keuangan Menurut Steward dalam Ruky (1999), dengan meningkatnya Economic Value Added (EVA) dari tahun ke tahun, berarti suatu perusahaan telah meningkatkan Market Value Added (MVA) dan sebaliknya. Jika sebuah perusahaan memiliki nilai-nilai EVA yang negatif, maka nilai MVA kemungkinan juga akan negatif. Jika terdapat nilai-nilai EVA yang positif, maka nilai MVA positif. Oleh karena itu Stem Stewart berkeyakinan bahwa Economic Value Added (EVA) adalah kunci untuk menciptakan nilai perusahaan dan memaksimalkan Market Value Added (MVA). Namun ketika harga saham yang merupakan unsur utama dari perhitungan MVA, dimana lebih bergantung kepada ekspektasi kinerja di masa yang akan datang daripada kinerja historis, maka sebuah perusahaan dengan nilai EVA yang negatif dapat saja memiliki nilai MVA yang positif asalkan para investornya
mengharapkan dan berkeyakinan terjadinya perubahan kinerja keuangan yang lebih baik di masa yang akan datang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh investor dan pencitraan perusahaan. PT Sampoerna Agro telah mampu mengintegrasikan dengan lebih baik diantara berbagai lini operasi dari R&D hingga pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemrosesan dan penjualan. Efisiensi biaya yang diperoleh dari integrasi tersebut telah membantu menutup beberapa kerugian pendapatan atas menurunnya penjualan. Perseroan juga telah berada pada jalur yang benar dalam upayanya untuk menjadi perusahaan agribisnis terkemuka yang menjaga kepercayaan para pemangku kepentingannya dengan cara yang bertanggung jawab dan akuntabel. Mengingat kondisi di tahun 2009 tidak kondusif bagi pertumbuhan maupun ekspansi bisnis kelapa sawit, perseroan telah berhati-hati dan lebih berfokus untuk memperkuat aset yang ada termasuk bisnis kecambah di Sumatera dan lebih dari 90.000 hektar perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Sumatera dan Kalimantan dari total area sekitar 200.000 hektar. Oleh karena itu, perseroan telah memperkecil belanja modal untuk pengembangan penanaman kelapa sawit. Sampoerna Agro juga telah memperoleh sertifikasi ISO dalam manajemen lingkungan untuk hampir semua perkebunannya dan telah memulai upaya untuk memperoleh sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) sebagai bagian dari rencana besar untuk melaksanakan praktik-praktik terbaik dalam operasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dan bersahabat dengan lingkungan. Perseroan maupun investor percaya bahwa integrasi terus menerus dalam operasi tersebut, ditambah dengan kemajuan R&D dalam pengembangan bibit unggul dan dalam praktik-praktik lingkungan
yang
bersahabat
(Good
Agricultural
Practices),
memberikan landasan yang ideal bagi Sampoerna Agro untuk tumbuh dan berevolusi menjadi perusahaan berbasis sumber daya agro terintegrasi dengan CPO sebagai produk utama dan juga kemampuan
di masa depan untuk menghasilkan produk-produk hilir bernilai tambah. Perusahaan yang mengimplementasikan Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance) dengan baik, dapat membangun kepercayaan dan itikad baik diantara pemangku kepentingan utama, dan dapat memastikan kesinambungan usaha jangka panjang bagi. Ada perusahaan yang saham banyak dicari investor sehingga harga saham naik meskipun perusahaan tersebut memiliki EVA yang tidak baik. Sugiarsono (2002) menyatakan bahwa harga saham bersifat forward looking yang artinya harga saham mencerminkan harapan investor terhadap kemampuan perusahaan menghasilkan arus kas sekarang dan dimasa datang. Adapun EVA lebih bersifat backward looking, yakni melihat hasil yang telah dilakukan manajemen dalam satu periode sehingga tidak mengherankan bila saham dari beberapa perusahaan yang memiliki EVA jelek tetap memiliki harga saham tinggi karena dicari banyak investor. Berhasil atau tidaknya perusahaan meningkatkan nilai MVA tergantung pada tingkat pengembaliannya. Semakin besar MVA, menunjukkan indikasi MVA semakin baik. Dari paparan tersebut dapat dikatakan bahwa nilai MVA positif maka perusahaan telah berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan analisis kinerja keuangan dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA), PT Sampoerna Agro pada tahun 2008 memiliki nilai EVA yang positif sebesar Rp 1.024.496.61.000 yang berarti perusahaan telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomi kepada investornya. Namun pada tahun 2009, perseroan memiliki nilai EVA sebesar Rp -40.707.153.000 dan mengalami penurunan yang signifikan sebesar Rp 1.065.203.764.000 dari tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi proses nilai tambah ekonomi kepada investor. Nilai Market Value Added (MVA) yang telah dicapai PT Sampoerna Agro pada tahun 2008 sebesar Rp 696.136.348.000 sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 3.337.419.409.000. Keduanya bernilai positif yang membuktikan bahwa perusahaan telah berhasil menciptakan kekayaan kepada pemegang sahamnya.
2. Saran a). Bagi perusahaan yang menghasilkan nilai EVA negatif pada tahun 2009 sebaiknya menjalankan strategi yang meningkatkan laba perusahaan melalui peningkatan penjualan sebagai unsur utamanya tanpa menambah biaya modal. b). Penelitian ini hanya menggunakan data tahun 2008 dan 2009. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan data times series yang melibatkan proyeksi untuk tahun ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2007. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2003-2007. http://BPS.go.id. diakses tanggal 10 Juli 2010. Brigham, E. F dan J. F. Houstoun. 2006. Manajemen Keuangan (Terjemahan). Erlangga, Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Kebijakan Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada Seminar Implementasi RSPO di Indonesia, Bogor, 10 Juni 2008. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia Sangat Signifikan dan Fantastis. http://ditjenbun.deptan.go.id. diakses tanggal 10 Juli 2010. Fardiansyah, T. 2003. Betulkah EVA Mengukur Penciptaan Nilai?. Dalam Swasembada.http://swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=1490 Herman, F Agus dan I Las, 2009. Analisis Finansial dan Keuntungan yang Hilang dari Pengurangan Emisi Karbon Dioksida pada Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Litbang Pertanian, Bogor. Husnan, S, 2003. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Ke2, Cetakan Pertama. Penerbit AMPYKPN, Yogyakarta. Husnan, S dan Enny Pudjiastuti. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta. Keown, John D. Martin, dkk. 2004. Manajemen Keuangan : Prinsip dan Aplikasi Jilid I. PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Lesmana dan Surjanto. 2003. Financial Performance Analysis. PT. Elek Komputindo, Jakarta. Mulyani, A. dan I. Las. 2008. Potensi Sumber Daya Lahan dan Optimalisasi Pengembangan Komoditas Penghasil Bioenergi Di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27(1): 31−41. Munawir, S. 2002. Analisis Laporan Keuangan. Liberty, Yogyakarta. Ningrum, A P. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Telekomunikasi Go Public dengan Metode Economic Value Added (EVA). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Poeradisastra, T. 2001. Menelanjangi Kinerja Manajemen. SWA 20/XVII/4-7, Jakarta.
Rodoni, A dan H Ali. 2010. Manajemen Keuangan. Mitra Wacana Media, Jakarta Rousana, M. 1997. Memanfaatkan EVA untuk Menilai Perusahaan di Pasar Modal Indonesia. Majalah Usahawan No. 04 Tahun XXVI April 1997, Jakarta. Ruky, S M. 1999. Menilai Penyertaan dalam Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. BPPE, Yogyakarta. Setyarini, F. 2003. “Analisa Penerapan Antara EVA dengan Rasio Keuangan dalam Menilai Kinerja Perusahaan ( Studi Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di BEJ )”. Skripsi pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Malang Sjahrial, D. 2009. Manajemen Keuangan. Edisi 3. Mitra Wacana Media, Jakarta. Sugiono, A. 2009. Manajemen Keuangan untuk Praktisi Keuangan. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Sunariyah. 2003. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal Edisi Kedua. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta. Standar Akuntansi Keuangan. 1994. Ikatan Akuntan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta. Taufik. 2001. Penerapan EVA Mancanegara. Markplusnco http://www.markplusnco.com/download/penerapan_EVA_mancanegara.pdf Trimurti, O. R. 2003. Kinerja Keuangan Perusahaan Agribisnis Go Public, 19992000. Analisis Perbandingan Antara Metode Tradisional dan Modern. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tunggal, A. W. 2008. Memahami Economic Value Added (EVA) teori, soal dan kasus. Harvarindo, Jakarta. Turangan, J.A. 2003. Economic Value Added dan Market Value Added : Model Peramalan Kesejahteraan Pemegang Saham. Jurnal Akuntansi Vol VIII Utama, S. 1997. Economic Value Added : Pengukuran Penciptaan Nilai Perusahaan. Majalah Usahawan No. 04 TH XXVI April 1997. Hal 10-13. Widjayakusuma, R. 2007. Pengaruh Economic Value Added, Residusial Income, Operating Cashflow dan Operating Income terhadap Return Saham (Studi empiris pada perusahaan manufaktur dan perbankan Bursa Efek Jakarta 2004-2006. Skripsi pada Program Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
www.bei.go.id. [ Agustus 2010] www.bi.go.id/web/id/Moneter/BI+Rate/. [Agustus 2010] www.bni.co.id. [16 Januari 2009] www.sampoernaagro.com [Agustus 2010] Young, S. D and S. E. O‟byrne. 2001. EVA dan Manajemen Berdasarkan Nilai: Panduan Praktis untuk Implementasi. Salemba Empat, Jakarta. Yusbardini, 2004. Perbandingan Penggunaan Metode ROE dan EVA dalam Menilai Kinerja Keuangan. Di dalam Jurnal Akuntansi Vol VIII no. 2. 140-154
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi PT Sampoerna Agro Tbk tahun 2009
President Director
Chief Operating Officer
Corporate Affair Officer
Head of Business Development
Finance & Accounting Director
Assistant to Corporate Affair Director
Head of Information Technology
Head of Government Relations
Head of Treasury
Managing Director (Sago)
Head of Public & Community Relations
Head of Tax
Managing Director (Cash Corp)
Head of Investor Relations
Head of Accounting Budget & Tax
Commercial Director
Corporate Secretary Head of Legal/ Compliance
Managing Director (Sumatera) Managing Director (Kalimantan) )
R&D Director Head of Engineering
Head of Human Resources
Head of Internal Audit
Head of Management & Organization Development
Head of Compensation & Benefit
Lampiran 2. Tingkat IHSG bulanan tahun 2008-2009 2008
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2009
IHSG 2,627.25 2,721.94 2,447.30 2,304.52 2,444.35 2,349.11 2,304.51 2,165.94 1,832.51 1,256.70 1,241.54 1,355.41
Sumber : http://www.bei.go.id
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
IHSG 1,332.67 1,285.48 1,434.07 1,722.77 1,916.83 2,026.78 2,323.24 2,341.54 2,467.59 2,367.70 2,415.84 2,534.36
Lampiran 3. Daftar harga saham PT Sampoerna Agro 2008-2009 Periode
2009 Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV 2008 Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV
Tertinggi
Terendah
Penutupan
Volume Perdagangan
1380 1830 2200 2775
1120 1350 1560 1950
1120 1640 2050 2700
249.562.000 42.463.000 447.132.000 369.519.500
4850 4175 3825 1420
3300 3050 1620 910
3750 3825 1690 1190
1.077.242.000 347.070.500 343.976.500 404.855.000
Sumber : http://www.sampoernaagro.com
Lampiran 4. Tingkat rata-rata suku bunga SBI bulanan tahun 2008-2009 2008
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata
2009
SBI 8.00% 8.00% 8.00% 8.00% 8.25% 8.50% 8.75% 9.00% 9.25% 9.50% 9.50% 9.25% 8.67%
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata
Sumber : http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/BI+Rate/
SBI 8.75% 8.25% 7.75% 7.50% 7.25% 7.00% 6.75% 6.50% 6.50% 6.50% 6.50% 6.50% 7.15%
Lampiran 5. Neraca konsolidasi PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009
Lanjutan Lampiran 5
Lampiran 6. Laporan laba rugi PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009
Lampiran 7. Langkah-langkah perhitungan Economic Value Added (EVA) Perhitungan Net Operating After Tax (NOPAT) Periode 2009 Laba bersih setelah pajak
281.766.208
439.516.256
27.899.226
24.465.833
309.665.434
463.982.089
Biaya Bunga NOPAT Perhitungan Kd* Tahun
2008
Bunga (a)
Hutang (b)
Kd (c= a : b)
Kd* (c(1-T))
2008
24.465.833
217.000.000
0,113
0,079
2009
27.899.226
244.000.000
0,114
0,082
kov
E(Rm)
varian
Rf
2008
0,006
-0,054
0,001
8,67%
2009
0,007
0,064
0,002
7,15%
Perhitungan Struktur Modal Tahun Hutang (a)
Ekuitas (b)
Aset ©
Wd (a/c)
.
Perhitungan Ke Tahun
2008
217.000.000
1.552.963.652
2.156.164.013
10,064%
2009
244.000.000
1.765.580.591
2.261.798.239
10,788%
Perhitungan Weighted Average Capital Cost (WACC) Tahun Struktur Modal Wd (a)
We (b)
Ke 44,089% 20,632%
Kd*
Ke
axc
WACC
©
(d)
(e)
(e+f)
2008
10,064%
72,024%
0,079
-44,089%
0,008
-30,961%
2009
10,788%
78,061%
0,082
20,632%
0,009
16,994%
Perhitungan Invested Capital (IC) Tahun
Aset (a)
Hutang Beban (b)
IC (a-b)
2008
2.156.164.013
345.748.274
1.810.415.739
2009
2.261.798.239
200.012.636
2.061.785.603
Perhitungan Cost of Capital (COC)
Tahun
WACC (a)
IC (b)
COC (a x b)
2008
-30,961%
1.810.415.739
-560.514.522
2009
16,994%
2.061.785.603
350.372.587,022
Perhitungan Economic Value Added (EVA) Tahun
NOPAT (a)
2008
463.982.089
COC (b) -560.514.522
EVA (a - b) 1.024.496.611
2009
309.665.434
350.372.587,022
-40.707.153
Lampiran 8. Langkah-langkah perhitungan Market Value Added (MVA) Tahapan Harga saham per lembar
2008
2009 1.190
2.700
1.890.000
1.890.000
Nilai Pasar Ekuitas
2.249.100.000
5.103.000.000
Total Kapital (Ekuitas)
1.552.963.652
1.765.580.591
696.136.348
3.337.419.409
Jumlah Saham Beredar
MVA
Lampiran 9. Perhitungan tingkat pengembalian saham kuartalan PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 Periode
2008 Pit
Pit-t
2009 Dt
Rit
Pit
Pit-t
Dt
Rit
Kuartal I
3750
3450
126
0,12
1120
1190
0
-0,06
Kuartal II
3825
3750
21
0,03
1640
1120
90
0,54
Kuartal III
1690
3825
0
-0,56
2050
1640
0
0,25
Kuartal IV
1190
1690
0
-0,30
2700
2050
0
0,32
Rata -Rata (Rt)
-0,176
0,263
Lampiran 10. Perhitungan tingkat pengembalian pasar saham bulanan tahun 2008-2009 2008
Periode (Bulan)
IHSGt
Januari
2.627,25
2.745,83
Februari
2.721,94
2.627,25
Maret
2.447,30
2.721,94
-0,10
IHSGt-1
Rata-rata
2009
Periode (Bulan)
IHSGt
-0,04
Januari
1.332,67
1.355,41
-0,02
0,04
Februari
1.285,48
1.332,67
-0,04
Maret
1.434,07
1.285,48
0,12
Rmt
IHSGt-1
-0,036
Rmt
0,021
April
2.304,52
2.447,30
-0,06
April
1.722,77
1.434,07
0,20
Mei
2.444,35
2.304,52
0,06
Mei
1.916,83
1.722,77
0,11
Juni
2.349,11
2.444,35
-0,04
Juni
2.026,78
1.916,83
0,06
Rata-rata
-0,012
0,124
Juli
2.304,51
2.349,11
-0,02
Juli
2.323,24
2.026,78
0,15
Agustus
2.165,94
2.304,51
-0,06
Agustus
2.341,54
2.323,24
0,01
September
1.832,51
2.165,94
-0,15
September
2.467,59
2.341,54
0,05
Rata-rata
-0,078
0,069
Oktober
1.256,70
1.832,51
-0,31
Oktober
2.367,70
2.467,59
-0,04
November
1.241,54
1.256,70
-0,01
November
2.415,84
2.367,70
0,02
Desember
1.355,41
1.241,54
0,09
Desember
2.534,36
2.415,84
0,05
Rata-rata
-0,078
Rata-rata E(Rm)
-0,054
0,010 Rata-rata E(Rm)
0,064
Lampiran 11. Perhitungan hutang beban PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 Hutang Beban Hutang usaha - pihak ketiga Uang muka penjualan Hutang pajak Biaya yang masih harus dibayar Hutang Dividen Total
2008
2009
202.137.810
109.923.475
19.822.511
32.819.370
107.260.520
38.820.273
16.527.433
18.449.518
-
-
345.748.274
200.012.636
Lampiran 12. Perhitungan jumlah hutang PT Sampoerna Agro tahun 2008-2009 Periode Hutang bank jatuh tempo dalam satu tahun
2008
2009
2.108.333
25.000.000
Hutang bank - setelah dikurangi bagian jatuh tempo dalam satu tahun
214.891.667
219.000.000
Total
217.000.000
244.000.000