23
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
KINERJA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA SUPER INTENSIF DAN ANALISIS BIAYA Suwardi Tahe, Markus Mangampa, dan Makmur Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Budidaya udang vaname pola super intensif merupakan usaha budidaya yang padat modal dan memiliki resiko yang tinggi. Analisis usaha memberikan gambaran usaha yang dilakukan layak atau tidak. Percobaan ini bertujuan untuk melihat kinerja budidaya udang vaname super intensif dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Percobaan menggunakan dua petak tambak beton ukuran masing-masing 1.000 m2. Persiapan tambak meliputi pemasangan kincir dan blower sebagai sumber utama oksigen, kemudian sterilisasi. tambak menggunakan klorin 30 ppm, selanjutnya tambak diisi air setinggi 1 m. Penumbuhan pakan alami dengan mengaplikasikan fito Gro TM dosis 15 kg/ha, dan Min Gro TM dosis 20 kg/ha. Perlakuan dicobakan adalah padat tebar yang berbeda yaitu A = 500 ekor/m2 dan B = 600 ekor/m2 tanpa ulangan. Hewan uji yang digunakan adalah benur vaname PL 8, dengan berat awal rata-rata 0,001 g/ekor. Selama pemeliharaan udang diberi pakan komersil dosis 200-2% dari bobot biomassa. Lama pemeliharaan 105 hari. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa bobot rata-rata akhir perlakuan B adalah 15,15 g/ekor dan A 14,89 g/ekor sintasan, masing-masing B = 92,4 % dan A = 85,6%, sedangkan produksi dan ratio konversi pakan (RKP) masing-masing yaitu B = 8.407 kg/petak dan A = 6.376 kg/petak serta RKP yaitu B = 1,38 dan A = 1,5. KATA KUNCI: udang vaname, super intesif, tambak
PENDAHULUAN Salah satu produk perikanan yang sedang berkembang saat ini adalah udang vaname (Litopenaeus vannamei). Udang jenis ini telah ditetapkan pemerintah sebagai komoditas unggulan sektor perikanan budidaya di Indonesia sejak tahun 2001. Penerapan skala teknologi sederhana, semi intensif, intensif bahkan super intensif dalam produksi udang vaname di wilayah tropis telah menunjukkan bahwa jenis udang ini memiliki beberapa kelebihan dibanding beberapa jenis udang lain. Udang vaname memiliki pertumbuhan yang cepat, dapat mengisi semua kolom air sehingga dapat dibudidayakan dalam kondisi yang berjejal, hemat pakan, bersifat euryhalin serta tahan terhadap serangan virus dan penyakit. Berbagai keunggulan tersebut menyebabkan banyak pengusaha beralih ke udang vaname dari usaha budidaya udang windu (Anonim, 2003; Poernomo, 2002; Haliman & Adijaya, 2005). Sejalan dengan semangat dan terobosan pemerintah Indonesia yang saat ini sedang menggiatkan produksi budidaya udang yang berkelanjutan melalui program revitalisasi tambak udang di Indonesia, maka salah satu cara peningkatan produksi udang tentunya melalui inovasi teknologi dalam sistem budidaya. Sistem budidaya udang intensif sudah diperkenalkan, kini hadir sistem budidaya udang super intensif yang jauh lebih menjanjikan dalam menggenjot produksi udang di tambak. Pada dasarnya budidaya udang super intensif adalah konsep budidaya udang secara terintegrasi dari huluhilir yang mengintensifkan lima subsistem yaitu (1) penggunaan benih unggul; (2) pengendalian kesehatan lingkungan; (3) standardisasi sarana dan prasarana; (4) aplikasi teknologi yang tepat dan akurat serta (5) managemen usaha yang berkelanjutan (Atjo, 2013). Tujuan penelitian ini untuk melihat kinerja budidaya udang super intensif, dengan tingkat kepadatan yang berbeda sebagai bahan informasi dalam upaya meningkatkan produksi udang secara nasional. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Instalasi tambak percobaan Takalar Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros. Percobaan ini menggunakan 2 petak tambak semen dengan ukuran luas
Kinerja budidaya udang vaname ..... (Suwardi Tahe)
24
masing-masing 1000 m2. Konstruksi tambak dirancang dengan sistem pembuangan air tengah (sentral drain). Setiap petak dilengkapi dengan kincir dua daun agar mutu air tetap prima, yaitu petak A sebanyak 12 buah dan petak B sebanyak 14 buah yang sekaligus bertujuan untuk memutar air dalam petakan, sehingga kotoran udang dapat berkumpul sekirar sentral drain. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pengendapan kotoran sekitar sentral drain yakni dengan memasang aerasi pada dasar tambak dengan menggunakan ring blower yang didistribusikan lewat pipa 3/4 inchi secara melingkar dua kali dan diberi lubang setiap jarak 60 cm. Persiapan air di tandon yang digunakan sebagai air sumber terlebih dahulu dilakukan klorinasi dosis 30 ppm kemudian di kincir selama 24 jam, selanjutnya dilakukan pencucian agar klorin bersih dalam tambak. Pengisian air dalam tambak dilakukan secara bertahap hingga mencapai kedalaman 1 m. Penumbuhan pakan alami dengan mengaplikasikan fito Gro dosis 15 kg/ha, dan Min Gro dosis 20 kg/ha. Perlakuan yang dicobakan dalam penelitian ini adalah padat penebaran yang berbeda yaitu Petak A = 500 ekor/m2 dan petak B= 600 ekor/m2 tanpa ulangan. Hewan uji yang digunakan adalah benur vaname PL 8.dengan berat awal rata-rata 0,001 g/ekor, selama percobaan berlangsung udang diberi pakan buatan dosis 200-2% menurun sejalan dengan pertambahan bobot udang. Pergantian air secara intensif dilakukan setelah memasuki hari ke 60 sebanyak 5%. Pemantauan perkembangan hewan uji meliputi pertumbuhan dilakukan setiap 5 hari dengan menggunakan teknik sampling sebanyak 100 ekor udang yang kemudian ditimbang agar diperoleh berat rata-ratanya (Zonneveld, 1991). Produksi udang dihitung pada akhir percobaan menurut Effendi, (1978) sedangkan rasio konversi pakan dihitung menurut Watanabe (1988). Pergantian air secara sirkulasi sebanyak 3-5% dilakukan sesuai kondisi mutu dalam tambak percobaan. Berbagai perhitungan dilakukan dalam analisis usaha budidaya udang vaname super intensif seperti: pendapatan kotor, keuntungan operasional, keuntungan bersih, rasio penerimaan dan biaya dihitung dengan rumus Gittinger, (2008). R = TR - TC di mana : R = pendapatan bersih TR = total pendapatan TC = total biaya Perhitungan titik impas (break event point, BEP), berdasarkan output yang diperoleh dalam satu musim dengan berpedoman pada biaya total sama dengan biaya penerimaan total dengan rumus Harwight de Haem dalam Bechtold (1988) sbb: TC = TR FC + VC = Q.PQ
PQ = FC + VC/Q
di mana : TC = total biaya Q = hasil produksi selama 1 musim TR = total pendapatan FC = biaya tetap PQ = harga produksi VC = biaya variable Titik impas merupakan suatu nilai di mana hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi, sehingga biaya sama dengan pendapatan. Masa pengembalian modal adalah suatu analisis yang menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar modal yang dikeluarkan dapat seluruhnya diperoleh kembali. Analisis rasio pendapatan dan biaya digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama satu siklus pemeliharaan cukup menguntungkan dengan menggunakan rumus (Soekartawi, 1995; 2001) sbb: R/C rasio = TR/TC Kriteria usaha yang digunakan adalah, bila nilai R/C rasio sama dengan 1 berarti usaha dalam kondisi impas, bila nilai lebih besar 1 berarti sudah layak dan sebaliknya bila kurang dari 1 berarti tidak layak.
25
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
HASIL DAN BAHASAN Pertumbuhan udang vaname (Litopenaeus vannamei), sintasan, produksi serta rasio konversi pakan yang diperoleh pada akhir percobaan disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 tersebut terlihat bahwa pertumbuhan udang yang diperoleh lebih tinggi pada perlakuan kepadatan 600 ekor/petak (A) yaitu 15,15 g/ekor, dibanding dengan perlakuan kepadatan 500 ekor/petak (B) yaitu 14, 89 g/ekor. Tingginya. Bobot akhir rata-rata pada perlakuan B diduga disebabkan karena pada perlakuan B memiliki jumlah kincir yang berbeda dibanding dengan perlakuan A. Menurut Soeprapto (2005) bahwa apabila kadar oksigen dalam tambak rendah, maka dapat mengakibatkan nafsu makan udang menurun. Bobot akhir rata-rata yang diperoleh pada percobaan ini lebih tinggi bila dibanding dengan hasil yang diperoleh Atjo, (2013) pada budidya udang super intensif dengan kepadatan 1000 ekor/1000m 2 yaitu parsial I size 120 (8,33 g) parsial II size 80 (12,50) dan parsial Iii size 58 (17,24) bila diratakan, maka rata-rata bobot akhir yang diperoleh yaitu 12,69 g/ekor. Tabel 1. Pertumbuhan udang, sintasan, produksi dan rasio konvesi pakan selama 110 hari pemeliharaan
Peubah 2
Luas tambak (m ) Bobot awal rata-rata (g) Padat penebaran (ekor/m2) Lama pemeliharaan (hari) Bobot akhir rata-rata (g) Sintasan (%) Produksi (kg/1000 m2) Produktivitas (kg/m2/mt) FCR
Perlakuan A 1000 0,001 500 105 14,89 85,6 6,376 3,64 1,52
B 1000 0,001 600 105 15,15 92,4 8,407 4,8 1,39
Sintasan udang yang diperoleh pada perlakuan B pada akhir percobaan termasuk tinggi yaitu 92,4% diperoleh pada perlakuan B dan 85,6% pada perlakuan A. Sintasan udang yang diperoleh pada penelitian ini masih tergolong tinggi. Produksi merupakan resultante antara sintasan udang dengan bobot akhir rata-rata (Stickney, 1979) produksi udang lebih tinggi pada perlakuan B yaitu 8.407 kg sedangkan pada perlakuan A hanya diperoleh 6.376 kg. Hal ini dapat dipahami karena pada perlakuan B selain sintasan udang yang tinggi juga bobot akhir rata-rata udang cukup besar dibanding perlakuan A. Dilain pihak pada kegiatan budidaya vaname teknologi intensif yang menggunakan benur vaname yang sama, pada lokasi dan air sumber yang sama, dan waktu pemeliharaan yang sama yaitu 110 hari, diperoleh sintasan dan produksi yang lebih rendah masing masing 57,25 % dan 3.750 kg/4000 m2 walaupun dengan kepadatan yang lebih rendah yaitu 150 ekor/m2 (Mansyur et al., 2013) Perbedaan hasil yang signifikan ini selain disebabkan oleh sistem pengelolaan air (pemantauan mutu serta pergantian air) dan kedalaman yang berbeda, juga sangat dipengaruhi oleh desain dan konstruksi tambak. Pada kegiatan yang serupa yaitu teknologi super intensif namun kepadatan yang lebih tinggi 1000 ekor/1000 m2 diperoleh produksi yang lebih tinggi dengan perkiraan produksi 18.000 kg/1000 m2 (Atjo, 2013). Namun demikian, pada kegiatan ini produksi udang vaname teknologi super intensif lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi budidaya udang vaname intensif menggunakan probiotik, yang dilaporkan oleh Poernomo (2004) yaitu 37.500 kg/ha dengan kepadatan 244 ekor/ m2. Rasio konversi pakan (RKP) merupakan gambaran tingkat efektifitas pakan yang diberikan terhadap respon pertumbuhan udang yang diperoleh. Rasio konversi pakan udang yang diperoleh pada percobaan ini yaitu 1,39 (perlakuan B) dan 1,52 pada perlakuan A. Tingginya RKP yang diperoleh pada perlakuan A disebabkan kesalahan dalam mengestimasi populasi udang yang hidup, di mana
Kinerja budidaya udang vaname ..... (Suwardi Tahe)
26
pada perkiraan populasi udang masih tinggi sehingga akan diperoleh berat biomassa udang menjadi tinggi akibatnya jumlah pakan yang diberikan melebihi yang sebenarnya. Nilai konversi pakan yang diperoleh pada percobaan ini tergolong rendah, meskipun pada kajian yang lain dengan teknologi super intensif diperoleh RKP yang lebih rendah yaitu 1,18 (Atjo., 2013). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Mangampa dan Suwoyo (2010) pada budidaya udang vaname intensif kepadatan 50 ekor/m2 dengan menggunakan benur tokolan vaname ukuran PL-27 (tokolan 15 hari dari PL-12) diperoleh RKP yang rendah yaitu 1,096+0,034, selama 80 hari pemeliharaan. Rendahnya RKP yang dihasilkan oleh Aco (2013), diduga disebabkan oleh kualitas benur vaname (ukuran) dan teknik pengelolaan pakan, sedangkan rendahnya RKP yang dihasilkan oleh Mangampa dan Suwoyo (2010) selain disebabkan oleh kepadatan yang rendah juga diduga disebabkan oleh ukuran benur yang ditebar yaitu dalam bentuk tokolan PL-27. Gunarto (2011) melaporkan aplikasi teknologi bioflok pada budidaya udang vaname intensif kepadatan 148 ekor/m2 menghasilkan produksi 11.123,5 kg/0,3 ha dengan RKP 1,66-1,82 RKP ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan RKP yang diperoleh pada kegiatan ini, walaupun sasaran pemanfaatan teknologi bioflok adalah efisiensi pakan. Hal ini diduga disebabkan kondisi wadah budidaya yang digunakan yaitu petakan tanah. Dilain pihak teknologi bioflok membutuhkan suplai oksigen yang lebih banyak sehingga penambahan kincir yang lebih banyak merupakan kendala dalam budidaya udang vaname super intensif. Analisa Usaha Suatu teknologi dapat dikatakan berhasil apabila teknologi tersebut secara biologis dapat diatasi, secara teknis dapat memungkinkan untuk dilaksanakan, dan secara ekonomis dapat menguntungkan. Secara ekonomis, analisis usaha yang merupakan penghitungan keuangan perlu dilakukan untuk mengetahui modal atau investasi yang diperlukan untuk operasional suatu usaha serta mengetahui kelayakan usaha yang akan dilakukan atau mengetahui keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha itu berlangsung. Produksi Udang Vaname Analisis ekonomi budidaya udang vaname super intensif dengan kepadatan 500 /m 2 dengan produksi yang optimal. Usaha membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 71.633.333 (Tabel 2). Biaya tetap dan biaya operasional tidak tetap 1 siklus masing-masing dibutuhkan Rp 164.233.333 (Tabel 2.II.A.) dan Rp 229.824.341 (Tabel 2.II.B.).sehingga total biaya operasional yang dibutuhkan adalah Rp 394.057.675. Sedangkan analisa ekonomi budidaya udang vaname super intensif dengan kepadatan 600/m2 dengan produksi yang optimal. Usaha membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 71.633.333 (Tabel 3) Untuk biaya tetap dan biaya operasional tidak tetap 2 siklus masing-masing dibutuhkan Rp 174.233.333 (Tabel 3.II.A.) dan 369.659.396 (Tabel 3.II.B.).sehingga total biaya operasional yang dibutuhkan budidaya udang vaname super intensif dengan dengan kepadatan 600 ekor/m2 adalah Rp 543.892.729 Tabel 2. Analisis usaha tambak super intensif (1 kali penebaran) padat tebar 500 ekor/m2 No. I
Uraian
Harga Satuan
Nilai (Rp)
Umur
(Rp) 275.000.000
275.000.000
6
(th)
Penyesuaian per thn
Biaya Investasi Tambak beton 1000 m2 kedalaman 3 m Tanah (m2 ) Kincir Air 2 HP
1 2000
50 100.000.000
45.833.333 -
6
9.500.000
57.000.000
3
19.000.000
Root belower 5 HP
0,5
20.000.000
10.000.000
10
1.000.000
Pompa DAB 10 “
0,5
20.000.000
10.000.000
5
2.000.000
Pompa DAB 8 “
0,5
18.000.000
9.000.000
5
1.800.000
2
1.000.000
2.000.000
1
2.000.000
Jala Total
Jumlah
492.000.000
71.633.333
27
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Lanjutan Tabel 2. Biaya Oprasional/Th II
Biaya Tetap
A
1. Biaya Perawatan 5% 2. Penyusutan /thn 3. Bunga modal 15%
0,05
463.000.000
24.600.000
1
71.133.333
71.633.333
0,15
463.000.000
69.450.000 164.233.333
Jumlah II.A Biaya Tidak Tetap
B
1. Benur
Jumlah II B
500
45
22.500.000
2. Pakan (kg)
9,667
15,37
148.581.790
3. Listrik (Kwh)
17,955
1,38
24.777.900
4. Bhn additive lainnya (paket)
1
3.200.000
3.200.000
5. Tenaga kerja (OB) 6. Biaya lain-lain 2.5%x (IIA+B1+B2+B3)
4
3.000.000
12.000.000
375.293.000
18.764.651
0,05
229.824.341 394.057.675
Total II A + II B
Penerimaan per Tahun III
Produksi (kg)
IV
6,376
70,975
451.388.920
Total III Analisa Biaya Manfaat
451.388.920
1.Penerimaan kotor (III-II))
221.564.579
2.Pajak 10% dari penerimaan kotor
22.156.458
3.Perputaran uang sebelum dipotong pajak (IV.1+II.A.2)
293.197.912
4.Laba oprasional (III-II.B)
221.564.579
5.Pendapatan bersih (IV.3-IV.2)
271.041.454
6.Jangka waktu pengembalian (I+II.B/III (tahun)
0,667
7.Imbangan Penerimaan Biaya (R/C rasio) (III/II)
1,455 342.674.788
8. Cash Flow (IV.5+II. A.2) 9.Rentabilitas Ekonomi [(IV.4)/(Total jumlah II.B)X(100%)]
0,32
10. BEP=Jumlah II.A/(1-(jumlah II.B/Total III)
334.589.163
Tabel 3. Analisis usaha tambak super intensif (1 kali penebaran) padat tebar 600 ekor/m2 No. 1
Uraian
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Umur (th)
Penyesuaian per thn
Biaya Investasi Tambak beton 1000 m2 kedalaman 3 m Tanah (m2 ) Kincir Air 2 HP
1 2000
275.000.000 275.000.000 50
6
100.000.000
45.833.333 -
6
9.500.000
57.000.000
3
19.000.000
Root belower 5 HP
0,5
20.000.000
10.000.000
10
1.000.000
Pompa DAB 10 “
0,5
20.000.000
10.000.000
5
2.000.000
Pompa DAB 8 “
0,5
18.000.000
9.000.000
5
1.800.000
2
1.000.000
2.000.000
1
2.000.000
Jala Total
Jumlah
492.000.000
71.633.333
Kinerja budidaya udang vaname ..... (Suwardi Tahe)
28
Lanjutan Tabel 3. Biaya Oprasional/Th II
Biaya Tetap 1. Biaya Perawatan 5%
A
0,05
492.000.000
24.600.000
1
71.633.333
71.633.333
0,15
492.000.000
2. Penyusutan /thn 3. Bunga modal 15% Jumlah II.A
73.800.000 174.233.333
Biaya Tidak Tetap
B
1. Benur
600
45
27.000.000
2. Pakan (kg)
11,657
15,37
179.168.090
3. Listrik (Kwh)
19,925
1,38
27.496.500
4. Bhn additive lainnya (paket)
1
3.600.000
3.600.000
5. Tenaga kerja (OB)
4
3.000.000
12.000.000
407.897.923
20.394.896
0,05
6. Biaya lain-lain 2,5%x (IIA+B1+B2+B3) Jumlah II B
369.659.396
Total II A + II B
543.892.729
Penerimaan per Tahun III
Produksi (kg)
8,407
70,795
595.173.565
Total III IV
595.173.565
Analisa Biaya Manfaat 1.Penerimaan kotor (III-II))
225.514.169
2.Pajak 10% dari penerimaan kotor
22.551.416
3.Perputaran uang sebelum dipotong pajak (IV,1+II.A.2)
297.147.502
4.Laba oprasional (III+II.B)
660.541.778
5.Pendapatan bersih (IV.3-IV.2)
514.110.934
6.Jangka waktu pengembalian (I+II.B/III (tahun)
0,74
7.Imbangan Penerimaan Biaya (R/C rasio) (III/II)
1,61
8. Cash Flow (IV.5+II. A.2) 9.Rentabilitas Ekonomi [(IV.4)/(Total jumlah II.B)X(100%)] 10. BEP=Jumlah II.A/(1-(jumlah II.B/Total III)
585.744.267 1,21 459.718.556
Profitabilitas Usaha Budidaya Udang Vaname Super Intensif Keuntungan bersih usaha budidaya udang vaname super intensif dengan kepadatan 500 ekor/m2 dan 600 ekor/m2 masing-masing mencapai Rp 271.041.454/musim (1 tahun = 2 musim) (Tabel 2.,IV) dan Rp 514.110.934/musim (1 tahun2 musim) (Tabel 3.IV). R/C ratio pada kepadatan 500 ekor/m2 mencapai 1,145, sedangkan pada kepadatan 600 ekor/m2 diperoleh 1,610 yang berarti usaha budidaya udang super intensif dengan baik pada kepadatan 500 ekor/m 2 maupun kepadatan 600 ekor/m 2 layak bahkan sangat layak untuk dilakukan. Di mana setiap pengeluaran biaya Rp 1,00 akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1.145 pada kepadatan 500 ekor/m2 dan Rp 1,610. Pada kepadatan udang 600 ekor/m2. BEP tercapai pada hasil penjualan sebesar Rp 334.589.163 pada kepadan 500 ekor/m2, sedangkan pada kepadatan 600 ekor/m2 diperoleh nilai BEP sebesar Rp 459.718.556 yang berarti pelaku usaha mengalami impas, tidak untung dan tidak rugi. Modal yang dikeluarkan dapat seluruhnya diperoleh kembali pada 2 siklus atau 1 tahun budidaya udang vaname super intensif (Tabel 3.IV.).
29
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
KESIMPULAN
Padat penebaran yang diaplikasikan pada budidaya udang vaname secara super intensif belum mengganggu pertumbuhan udang yang dipelihara. Keuntungan yang diperoleh pada usaha budidaya udang vaname super intensif dengan kepadatan 500 ekor/m2 adalah Rp 271.041.454,- dan kepadatan 600 ekor/m2 Rp 514.110.934,UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada sdr Safar kulle, Fahrul, Ilham Malewa dan Krisno bantuan teknis di Lapangan dalam pelaksanaan kegiatan selama budidaya. Demikian juga kepada sdr Rohani dalam melakukan analisa kualitas air dilaboratorium, semoga segala bantuannya bermanfaat. DAFTAR ACUAN Adiwijaya, D., P. R. Sapto, E. Sutikno, Sugeng, dan Subianto, 2003. Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. 29 hal Anonim, 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternative budidaya saat ini. PT. Central Proteinaprima (Charoen Pokphand Group) Surabaya. 16 pp Bechtold, K. H. ,1988. Politik dan Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian . Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. hal 35-55 Effendi, M.I. 1978. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 87 hlm Haliman, R.W., dan Adijaya S. D. 2005. Udang vannamei, Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta. 75 hal. Hasanuddin Aco., 2013. Bisnis udang “Inovasi Baru Pemacu Produksi” AGRINA. Inspirasi Agribisnis Indonesia. Tabloid mingguan Vol. 9. No 212,25 September- 8 Oktober 2013. 28 hal Mangampa, M dan H.S Suwoyo., 2010. Budidaya udang vaname intensif menggunakan benih tokolan. Jurnal Riset Akuakultur , Vol. 5(3) : 351-361. Mansyur, A., .Safaat M. N. 2013. Pemantapan teknik pergiliran pakan yang efisien dan efektif pada budidaya pada budidaya udang vaname intensif Poernomo, A. 2002. Perkembangan udang putih vannamei (Penaeus vannamei) di Jawa Timur. Disampaikan dalam Temu Bisnis Udang . Makassar, 19 Oktober 2002. 26 hal. Poernomo, A. 2004. Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi Permasalahan Tambak udang dan Lingkungan Budidaya. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Pengembangan Ilmu dan Inovasi Teknologi dalam Budidaya. Stickney, R. 1979. Principle of warm water aquaculture. New York, Chichester. Brisbane. Toronto Stickney, R. 1979. Principle of warm water aquaculture. New York, Chichester. Brisbane. Toronto Soekarwati, S. W. 2001. Agribisnis teori dan aplikasinya. Raja Gafindo Persada. Jakarta. 205 hal. Soekarwati. 1995. Analisis usaha tani. Universitas Indonesia Prsess. 110 hlm Soeprapto, 2005. Petunjuk teknis Budidaya udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). CV. Biotirta. Bandar Lampung 25 halama Gittinger, . 2008. Analisa Ekonomi Proyek Pertanian, Universitas Indonesia Press, Jakarta 597 hal. Gunarto, Usman, A. Mansyur Rangka, N. A., (2010) Petunjuk teknis Budidaya udang vaname intensif . Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangann Perikanan Budidaya. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. 23 hal Zonneveld, N. E. A. Huisman dan J. H. Boom. 1991. Prinsip prinsip budidaya ikan. Pustaka utama. Gramedia, Jakarta 318 hal.
Kinerja budidaya udang vaname ..... (Suwardi Tahe)
30
DISKUSI
Nama Penanya: Ani Widiyati Pertanyaan: Istilah dan ukuran agar lebih ilmiah. Misalnya menggenjot diganti meningkatkan. Per bujur sangkar dengan per m3. Tanggapan: Saran akan diperhatikan.