KIMIA AIR
Disusun Oleh : Diyah Erlina Lestari Sukmanto Dibyo
DIKLAT OPERATOR DAN SUPERVISOR 2 – 18 September 2003
PUSBANG TEKNOLOGI REAKTOR RISET
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Kimia Air
DAFTAR ISI
Halaman I.
PENDAHULUAN …………………………………………………………………. …1
II. pH ……………………………………………………………………………………….1 III. KONDUKTIVITAS…………………………………………………………................2 IV. KOROSI …………………………………………………………………………….…3 IV.I. Faktor Yang Mempengaruhi Korosi ………………………………………......4 IV.2. Metode Pencegahan Korosi……………………………………………..........5 V. KERAK …………………………………………………………………………..........6 V.1. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kerak…………………………........6 V.2. Metode Pencegahan Timbulnya Kerak…………………………………….....7 VI. LUMUT / MIKROORGANISME……………………………………………....….…8 Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuhnya Lumut …………………………..........8 Metode Penanganan Lumut/Mikroorganisme ……………………..........…….…9 VII. KOROSI PANDUAN ALUMINIUM………………………………………........…10 VIII. KOROSI BAJA………………………………………………………………........11 IX. PROSES PEMURNIAN AIR ……………………………………………….......…12 X. PENANGANAN KUALITAS AIR PENDINGIN PRIMER RSG G.A.S...... ...... 13 XI. PENANGANAN KUALITAS AIR PENDINGIN SEKUNDER RSG G.A.S.......14 XI.1. Penanganan korosi pada sistem pendingin sekunder …………………....…15 XI.2. Penanganan kerak pada sistem pendingin sekunder……………………..…16 XI.3. Penanganan Lumut/ Mikroorganisme pada sistem pendingin sekunder....16 XII. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………......………….……. 17
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 i
Kimia Air
I.
PENDAHULUAN Dalam suatu reaktor nuklir, baik reaktor penelitian, reaktor produksi isotop maupun
reaktor daya, air digunakan sebagai pendingin atau medium pembawa/pemindah panas. Air Sebago pendingin akan berhubungan langsung dengan komponen atau struktur reaktor, sehingga kemungkinan akan terjadi reaksi kimia antara air dan komponen atau struktur reaktor yang dapat menyebabkan terjadinya korosi atau timbulnya kerak. Proses korosi yang terjadi antara komponen atau struktur reaktor dengan air sebagai pendingin dapat dipercepat, dihambat atau dicegah. Percepatan, perlambatan atau pencegahan terjadinya korosi ini erat kaitannya dengan kimia air, kimia bahan dan karakteristik sistem pendingin dan bahan logam tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, kimia air merupakan salah satu masalah yang perlu dipelajari, karena dapat mempengaruhi keandalan dan keselamatan operasi reaktor nuklir. Air yang digunakan sebagai pendingin harus memenuhi persyaratan yang sesuai dengan komponen atau struktur reaktor. Kualitas air pendingin akan mempengaruhi integritas komponen atau struktur reaktor. Oleh karena itu perlu penanganan terhadap kualitas air pendingin reaktor agar spesifikasi kualitas air pendingin tetap terjaga, sehingga dapat menekan permasalahan
yang
umumnya
timbul
pada
air
pendingin
yaitu
korosi,
kerak
dan
lumut/mikroorganisme sehingga reaktor beroperasi dengan aman. Masalah korosi, kerak dan lumut/mikroorganisme tidak berdiri sendiri dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya dan hal ini dipengaruhi oleh kualitas air pendingin. Korosi akan mengakibatkan pengurangan masa pakai peralatan-peralatan dari sistem pendingin dan menurunkan effesiensi kerja sistem pendingin. Timbulnya kerak akan menyebabkan sedangkan adanya lumut/mikroorganisme dapat menyebabkan penyumbatan pada lubang-lubang distribusi menara pendingin dan melapisi permukaan sehingga dapat menurunkan effesiensi system pendingin, disamping itu juga dapat menyebabkan terjadinya korosi pada peralatan dan sistem pemipaan.
II pH pH didefinisikan sebagai negatif logaritma 10 dari konsentrasi molar ion H+ atau dituliskan pH = -log [H+]. pH merupakan besaran yang menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan suatu larutan. Sifat asam dan basa yang biasa digunakan adalah definisi asam basa menurut Bronsted dan Lowry, yang menyatakan bahwa asam adalah suatu zat yang dapat memberikan ion hydrogen (H+) atau disebut proton, basa adalah suatu zat yang dapat menerima proton. Secara umum reaksi asam basa dituliskan sebagai berikut: B- + HA Basa 1
asam 1
HB
+
asam 2
A– basa 2
-
Proton dipindahkan dari HA ke ion negatif B (anion), zat HA adalah suatu asam karena dapat memberi proton dan zat B– adalah suatu basa karena dapat menerima proton. Reaksi tersebut adalah reaksi keseimbangan artinya bila reaksi bergeser ke kanan, terbentuklah asam baru, HB dan basa baru A-. Dalam reaksi ini HA sebagai pemberi proton, dan A- adalah basa yang Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 1
Kimia Air
terbentuk setelah proton diberikan. Mereka disebut suatu pasangan asam-basa, demikian pula -
HB dan B adalah suatu pasangan konjugasi asam-basa. Air dapat menjadi suatu asam dan suatu basa. Sebagai contoh dalam reaksi berikut : HCl
+
Asam1
+
H2O
H3O +
basa1
asam2
Cl
-
basa2
Dalam reaksi di atas air berlaku sebagai basa sebab menerima proton dari HCl. Sedangkan dalam reaksi berikut : -
-
CO3 +
H2O
OH
Basa1
asam1
basa2
+
HCO3 asam2
Air berlaku sebagai suatu asam karena memberikan proton kepada ion karbonat (CO3-). Suatu zat yang dapat berfungsi sebagai asam dan basa disebut amfolit, bersifat amfoter yang dapat melakukan reaksi auto–ionisasi : H+
H2O
+
OH-
Tetapan keseimbangan (K) untuk reaksi ini :
K=
[H ][OH ] +
−
[H 2O]
Untuk larutan encer (kurang dari 10-4 M, M= mol/liter) dan pengaruh kekuatan ion (ionic strength) diabaikan, maka K menjadi Kw sebagai tetapan ionisasi air: Kw
=
[H+] [OH-]
Dengan menggunakan notasi px = -logx, maka : pKw = +
pH
=
pOH- =
-log Kw -log [H+] -log [OH-]
Pada temperatur 250C, Kw
= 1,0 x 10-14
pKw =
-log Kw = -log 1.0 x 10-14 = pH+ + pOH-
14
pH+ + pOH-
bila pH
=
= pOH, maka pH
= pOH = 14 – 7 = 7
Berdasarkan harga pH, maka suatu larutan dapat dinyatakan bersifat ; Asam bila pH larutan < 7 Netral bila pH larutan = 7 Basa bila pH larutan > 7 pH suatu larutan dapat ditentukan dengan menggunakan pH meter.
III
KONDUKTIVITAS Konduktan
suatu
larutan
adalah
ukuran
kemampuan
larutan
tersebut
dalam
menghantarkan arus listrik. Konduktan didefinisikan sebagai kebalikan dari tahanan (ohm), sehingga satuan konduktan adalah mho. Penentuan konduktivitas dilakukan dengan mengukur tahanan memakai probe yang terjadi di larutan. Tegangan antara dua electrode yang dicelup Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 2
Kimia Air
pada larutan itu turun oleh karena tahanan listrik di dalam larutan yang dipakai untuk menentukan konduktivitas per cm. Pada umumnya pengukuran konduktivitas larutan adalah dalam unit millisiement/cm (mho/cm).
[7]
Penghantaran arus listrik dalam suatu larutan elektrolit terjadi karena perpindahan ion-ion bermuatan positif kearah katoda dan yang bermuatan negatif kearah anoda. Daya hantar suatu larutan adalah ukuran dari aliran arus pada suatu kekuatan listrik tertentu, tergantung pada jumlah muatan partikel yang di dalamnya. Semua partikel-partikel ini menyokong proses penghantaran, tapi fraksi arus yang dibawa oleh suatu jenis ion ditentukan oleh konsentrasi dan mobilitas ion-ion tersebut dalam medianya. Konduktivitas suatu larutan dapat diukur dengan konduktimeter. Pada umumnya kenaikan temperatur larutan memperbesar harga konduktivitas. Dengan bertambah besar harga konduktivitas, jumlah ion serta mobilitas ion bertambah besar pula. Dalam kondisi ini medium air lebih efektif terhadap proses korosi suatu bahan. Untuk menyatakan kemampuan ion-ion sebagai penghantar arus listrik digunakan besaran kekuatan ion (ionic-strength) ditulis dengan symbol ”µ “ dan ditulis dengan rumus sebagai berikut : µ
= ½ Σ (Ci Zi 2)
di mana : Ci : konsentrasi ion i Zi : muatan ion Ci Hubungan antara konduktivitas dengan kekuatan ion untuk mengetahui jumlah padatan terlarut (Total Dissolved Solid = TDS) sebagai berikut : µ = 1,6 . 10-5 x konduktivitas (dalam µS/cm) µ = 2,5 . 10-5 x TDS (mg/liter)
IV KOROSI Dalam bahasa sehari-hari , korosi dikenal sebagai proses berkaratnya logam. Sedangkan secara kimia, korosi adalah peristiwa hilangnya elektron dari logam ke lingkungan (air dan O2) serta membentuk produk korosi yang berupa oksida pada permukaan logam tersebut atau rusaknya logam sebagai akibat reaksi dengan lingkungan. Secara elektrokimia, proses korosi dapat dipandang menjadi dua proses yaitu : Proses reaksi oksidasi pada sisi anodik dan Proses reduksi pada sisi katodik. Proses reaksi oksidasi dan reduksi ini berlangsung secara bersamaan dan tidak dapat berdiri sendiri. Peristiwa korosi secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : Reaksi oksidasi m ⎯⎯→ m+n + n e
(1)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 3
Kimia Air
m
≡
logam terkorosi
n
≡
bilangan bulat 1, 2, 3, 4, … dst.
e
≡
elektron
Reaksi reduksi Pada prinsipnya, dalam reaksi reduksi ini merupakan interaksi dari reaksi oksidasi dengan substansi-substansi yang terdapat dalam media lingkungannya. Reaksi reduksi terdiri dari beberapa jenis reaksi yaitu : Evolusi hidrogen 2 H+ + 2 e- ⎯⎯→ H2
(2)
Reduksi oksigen (lingkungan asam) O2 + 4 H+ + 4 e- ⎯⎯→ 2 H2O
(3)
Reduksi oksigen (lingkungan basa atau netral) O2 + 2 H2O + 4 e- ⎯⎯→ 4 OH-
(4)
Reduksi ion logam M+3 + e- ⎯⎯→ M+2
(5)
Pengendapan logam M+ + e- ⎯⎯→ M
(6)
Tingkat korosi logam dapat dinyatakan dengan jumlah logam yang hilang dalam satuan mpy (mils per year). Mil adalah 0,001 inch ( 0,0025 cm ). Jadi 1mpy = 0,025 mm per year.
IV.1.
Faktor yang mempengaruhi korosi
Oksigen terlarut Oksigen terlarut berperanan penting dalam proses korosi karena pada dasarnya korosi merupakan reaksi logam dengan oksigen membentuk lapisan oksida logam. Oksigen dapat meningkatkan laju korosi. Tetapi pada konsentrasi tertentu, berfungsi sebagai inhibitor dengan pembentukan film pelindung. Hal ini tergantung jenis media korosi dan jenis logamnya. Temperatur Pada umumnya, laju korosi akan naik oleh kenaikan temperatur. Pola ketergantungan laju korosi pada temperatur bervariasi antara logam satu dan lainnya. Pada temperature tertentu, pengaruh kenaikan temperatur terhadap laju korosi adalah naik secara eksponensial. Naiknya daya oksidasi juga menyebabkan kenaikan laju korosi. pH pH merupakan besaran yang menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan suatu larutan. Tingkat keasaman lingkungan biasanya akan berpengaruh terhadap jenis reaksi yang terjadi pada suatu proses korosi.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 4
Kimia Air
Kecepatan aliran Air Kecepatan aliran yang cukup tinggi dapat merusak lapisan pelindung oksida pada permukaan logam secara mekanik.. Laju korosi akan bertambah dengan adanya kenaikan kecepatan aliran air. Garam-garam terlarut Garam-garam terlarut akan berpengaruh pada korosivitas air yang secara umum meningkatkan konduktivitas air tersebut. Pengaruh yang ditimbulkan oleh garam terlarut terhadap laju korosi tergantung konsentrasi dan jenis ion. Sebagai contoh: Ion karbonat dan bikarbonat (hardness) dapat mengurangi laju korosi sedangkan ion klorida dan sulfat cenderung menaikan laju korosi. Air pendingin dengan kesadahan yang tinggi akan turut membantu menghambat laju korosi, tetapi justru menimbulkan masalah pengendapan garam-garam karbonat yang mengakibatkan deposit di permukaan baja sehingga dapat menghambat proses perpindahan panas pada sistem air pendingin. Adanya garam-garam klorida dan sulfat yang larut akan menyebabkan terdapatnya ion-ion klorida dan sulfat dalam air pendingin. Ion-ion klorida dan sulfat dalam ion-ion yang bersifat merintangi efek lapis lindung pada logam terutama pada stainless stell dan alumunium sehingga akan menaikan laju korosi.
IV.2.
Metode-metode Pencegah korosi
Perlindungan katodik. Pemakaian perlindungan katodik bersama dengan suatu penghambat korosi akan meningkatkan hasil penghambatan korosi. Bahan kimia pencegah korosi mengurangi korosi dengan jalan mengganggu mekanisme terjadinya korosi. Bahan pencegah ini mempengaruhi salah satu bagian atau kedua bagian dari sel korosi yaitu pada anoda atau katoda. Bahan pencegah korosi yang sering digunakan sbb: -
Pencegah anodik
: chromat, orthofosfat, ferro cyanida
-
Pencegah katodik
: bicarbonate, polyfosfat, kation logam
-
Yang bersifat umum : minyak yang larut, amine, senyawa kuartener.
Ilustrasi bagaimana korosi merusak baja karbon dan cara Zinc melindungi baja ditunjukkan pada gambar berikut ini. Lobang setempat disebelah kanan adalah anodic Rust Deposit
Water drop
yang memberikan electron ke katodik ( di mana terdapat air dan oksigen). Kemudian deposit karat muncul.
Carbon steel
e-
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 5
Kimia Air
Gambar
berikutnya
Zinc
tendensi
memberikan
electron daripada baja, oleh karena itu apabila Zinc
Water
dan baja ada bersama-sama maka Zinc akan -
bertindak sebagai anodic. Dengan demikian tampak
e Zinc
Carbon steel
bahwa Zinc dikorbankan (sacrificing) untuk melindungi baja.
Pelapisan Pencegahan korosi yang bersifat umum membentuk suatu lapisan film pada seluruh permukaan metal baik anoda maupun katoda. Pelapisan telah digunakan untuk mencegah korosi pada alat-alat penukar panas.
Bahan-bahan tahan korosi Untuk menghambat terjadinya korosi perlu adanya pemilihan dan perancangan dari suatu sistem dengan menggunakan yang tahan korosi.
V.
KERAK Dalam sistem pendingin, kerak terbentuk karena unsur kimia yang larut dalam air terlalu
jenuh. Dalam keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung membentuk inti kristal. Inti kristal ini akan terlarut lagi bila ukurannya lebih kecil dari ukuran partikel kritis (inti kritis) sementara itu kristal-kristal akan berkembang bila ukurannya lebih besar dari ukuran partikel kritis. Apabila ukuran inti kristal menjadi lebih besar dari inti kritis, maka akan mulailah pertumbuhan kristal. Kristal-kristal yang telah terbentuk mempunyai muatan ion lebih rendah dan cenderung untuk menggumpal sehingga terbentuklah kerak. Komponen-komponen khas kerak yang dijumpai pada sistem air pendingin adalah sebagai berikut: 1.
Kalsium karbonat
2.
Kalsium dan seng fosfat
3.
Kalsium sulfat
4.
Silika dan magnesium silikat.
V.1. Faktor yang mempengaruhi timbulnya kerak Kualitas air Pembentukan kerak dipengaruhi oleh komnsentrasi komponen-komponen kerak (kesadahan kalsium, konsentrasi fosfat dll.), pH, dan konsentrasi bahan penghambat kerak di dalam air.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 6
Kimia Air
Ada berbagai indeks yang digunakan untuk meramalkan terjadinya pembentukan kerak. diantaranya adalah: indeks kejenuhan dari Langelier untuk kalsium karbonat; indeks Green dkk.untuk kalsium fosfat dan persamaan Kubo untuk menghitung derajat keasaman (pH) pengendapan kritis kalsium fosfat. Temperatur Air Pada umumnya komponen pembentuk kerak cenderung mengendap atau menempel sebagai kerak pada temperatur tinggi. Hal ini disebabkan karena kelarutannya menurun dengan 0
naiknya temperatur. Laju pengerakan mulai meningkat pada temperatur air 50 C atau lebih dan kadang-kadang problem kerak terjadi pada temperatur air diatas 600C.
Laju Alir Air. Laju pembentukan kerak akan meningkat dengan turunya laju alir sistem. Dalam kondisi tanpa pemakaian penghambat kerak , pada sistem dengan laju alir 0,6 m/detik maka laju pembentukan kerak hanya seperlima dibanding pada laju alir air 0,2 m /detik.
V.2. Metode Pencegahan Timbulnya Kerak Pengendalian pH Pengendalian pH dengan penginjeksian asam (asam sulfat atau asam klorida) telah lama diterapkan untuk mencegah pengerakan oleh garam-garam kalsium, garam logam bivalen dan garam fosfat. Kelarutan bahan pembentukan kerak biasanya meningkat pada pH yang lebih rendah. Oleh karena itu pengendapan kerak dapat dicegah dengan menurunkan pH air pendingin. Pada pH 6,5 atau kurang, korosi pada baja karbon, tembaga dan paduan tembaga dengan cepat akan berlangsung dan pH efektif untuk mencegah pengendapan kerak hanyalah pada pH 7,0 sampai 7,5. Oleh karena itu, suatu sistem otomatis penginjeksian asam diperlukan untuk mengendalikan pH secara tepat. Lagi pula, asam sulfat dan asam klorida mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya. Dari sini, penghambatan kerak dengan hanya penginjeksian asam semakin jarang digunakan. Dalam hal air sirkulasi mempunyai
kesadahan
tinggi,
digunakan
bahan-bahan
penghambat
kerak
disertai
pengendalian pH. Dalam hal ini rentang pH efektif menjadi 7,0 sampai 8,5.
Peningkatan Kondisi Operasi Alat Penukar Panas Laju timbulnya kerak dipengaruhi oleh laju alir air, temperatur air, fluksi panas, dan temperatur dinding luar alat penukar panas. Oleh karena itu, salah satu metoda penghambatan kerak yang efektif adalah dengan pengendalian kondisi operasi pada sisi air alat penukar panas. Peningkatan laju alir dari 0,2 menjadi 0,6 m/detik dapat menurunkan pengerakan hampir seperlima sekalipun tanpa pemakaian bahan penghambatan kerak, tetapi hal ini hanyalah sebagai pelengkap dan secara pasti. Bahan penghambat kerak tetap diperlukan untuk pencegahan timbulnya kerak yang memadai. Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 7
Kimia Air
Pelunakan dan pembebasan mineral air make-up. Untuk mencegah terjadinya kerak pada air make-up yang mengandung kesadahan tinggi (kira-kira 250 ppm CaCO3) perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur dan soda abu (pengolahan kapur dingin). Cara ini menggunakan reaksi-reaksi dimana Ca (OH)2 dan Na2CO3 bereaksi dengan Ca (HCO3)2, CaSo4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 dan Mg(HCO3) di dalam air makeup menghasilkan CaCO3 dan Mg(OH)2. Masalah kerak tidak akan di jumpai bilamana dipakai air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat dihilangkan. Oleh karena itu pemakaian air bebas mineral merupakan metoda yang tepat untuk menghambat kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan panas tinggi dimana pengolahan konvensional dengan bahan penghambat kerak tidak berhasil.
VI.
LUMUT / MIKROORGANISME Lumut
sering
dijumpai
pada
sistem
pendingin
sekunder.
Lumut
merupakan
mikroorganisme yang dominan pada pendingin sekunder Lumut dapat melakukan fotosintesa dengan energi matahari dan zat organik, misalnya lumut yang telah mati dapat disintesa lumut menjadi makanan organik bagi organisme lain. Akumulasi lumpur lunak dari campuran mikroorganisme dapat menyebabkan terjadinya lumut. Lumut dapat menyebabkan turunnya koefisien panas dari alat penukar panas di samping itu dapat juga menyebabkan korosi lokal pada peralatan dan sistem pemipaan.
VI.1. Faktor yang mempengaruhi tumbuhnya lumut yaitu : Zat makanan bagi mikroorganisme Mikroorganisme memerlukan berbagai jenis makanan untuk pertumbuhanya seperti senyawa karbon, phosphat dan lain-lain. Mikroorganisme mengambil energi serta bahan makanan untuk pertumbuhan mereka dengan cara yang tidak sama. Ada tiga unsur dimana bahan-bahan makanan masuk ke dalam sistem air pendingin yaitu air tambahan, udara dan kebocoran proses. Temperatur air Pengaruh temperatur terhadap pertumbuhan mikroorganisme tergantung pada jenis mikroorganisme,
karena
tiap
mikroorganisme
mempunyai
temperatur
optimum 0
untuk
0
pertumbuhan berbeda-beda. Dalam hal ini temperatur optimum adalah antara 30 C – 40 C.
pH Umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada rentang pH netral sampai basa. pH optimum pertumbuhan bakteri adalah pada rentang pH antara 6-9. Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 8
Kimia Air
Oksigen terlarut Bakteri aerob dan jamur memperoleh energi yang diperlukan untuk pertumbuhannya dari reaksi dekomposisi oksida zat organik dengan oksigen terlarut. Sistem air pendingin sirkulasi ulang terbuka menyediakan kondisi-kondisi yang optimum karena oksigen terlarut yang diperlukan tersedia dalam jumlah yang cukup banyak pada air pendingin.
Sinar matahari Di antara mikroorganisme yang tumbuh pada sistem air pendingin hanya lumut yang memanfaatkan sinar matahari. Sedangkan banyak mikroorganisme lain tidak memerlukan sinar matahari untuk pertumbuhannya.
Jumlah bakteri Frekuensi timbulnya masalah lumut rendah apabila bakteri kurang dari 103 bakeri/mL, dan frekuensi naik apabila jumlah melebihi 106 bakteri/mL.
Kekeruhan Kekeruhan yang lebih rendah atau lebih jernih, akan lebih baik bagi pencegahan lumut dan akumulasi lumpur.
Volume lumut Volume lumut adalah sejumlah mL zat yang diperoleh dari penjaringan 1 m3 air pendingin menggunakan kasa plankton. Dalam suatu sistem pendingin apabila volume lumut lebih besar dari 10 mL/m3, terjadinya masa lumut akan meningkat.
Tingkat kelekatan lumut Tingkat adhesi lumut akan merupakan indeks yang efektif untuk adhesi lumut pada air pendingin. Tingkat adhesi lumut adalah fungsi absorbansi.
Laju alir air Lumpur akan berakumulasi dengan cepat di daerah yang laju alirnya rendah. Lumut jarang terakumulasi apabila laju alir di dalam pipa lebih dari 0,5 m/dt atau laju alir horizontal pada ruang pemisah lebih besar dari 0,1 m/dt.
VI.2. Penanganan Masalah Lumut/ Mikroorganisme Cara mengatasi tumbuhnya lumut dan mikroorganisme pada pendingin sekunder adalah sebagai berikut: Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 9
Kimia Air
1. Pencegahan kontaminasi nutrisi dan padatan tersuspensi pada air pendingin. Untuk mencegah agar sekecil mungkin kontaminasi nutrisi dan padatan tersuspensi yang berasal dari air make-up, dilakukan pra pengolahan seperti penyaringan, penggumpalan dll. 2. Pemakaian bahan pengontrol lumut. Fungsi dari bahan pengontrol lumut diklasifikasikan atas sterilisasi. Karena setiap bahan pengontrol lumut mempunyai mekanisme kerja yang berbeda, maka apabila
penanggulangan lumut dilakukan, kondisi deposit lumut harus
dipelajari supaya dapat memilih bahan kimia yang sesuai. 3. Penyaringan pembantu. Ini adalah suatu pengolahan untuk menurunkan akumulasi lumpur dan pelekatan lumut yaitu dengan jalan penyaringan sebagian air pendingin yang disirkulasikan untuk membuang padatan tersuspensi
VII. KOROSI PADUAN ALUMINIUM Aluminium dan paduannya adalah logam yang memiliki ketahanan korosi yang baik terhadap udara dan media air. Ketahanan aluminium terhadap korosi, sebagai akibat dari reaksi kimia antara logam Al dengan oksigen dan udara membentuk lapisan oksida Al2O3. Lapisan oksida tersebut merupakan lapis lindung untuk mencegah proses korosi lebih lanjut. Lapisan oksida lindung ini sangat kuat menempel pada permukaan logam, sehingga dapat mencegah atau memperkecil serangan oksigen lain yang bebas pada sebagian besar media berair. Namun demikian, pada temperatur tinggi lapisan lindung ini dapat mengalami pelarutan dalam media air dengan pH tertentu. Informasi dari berbagai pihak membuktikan bahwa struktur Al mempunyai daya tahan (long life) lebih dari 30 tahun. Faktor yang mendukung usia Al ini adalah karena Al itu sendiri secara mikroskopik membentuk film oksid (Aluminum Oxide) yang tipis. Film ini begitu tipis dalam ukuran atomik. Dalam media air normal, Al cukup stabil pada pH 4.5 sampai 8.5. Al yang terekspos pada kondisi yang sangat alkalin bisa terkorosi bila film oksid tergores. Percobaan ekstensif dangan dukungan DOE test reactor menyatakan bahwa korosi Al paling minimum terjadi pada pH 5.5 (temperatur normal), selanjutnya pada temperatur 330oC, nilai minimum pada pH mendekati 3. Pada prinsipnya korosi Al itu tergantung pada variabel seperti temperatur, jenis alloy, kecepatan aliran, impurities yang ada dan kondisi kimia lainnya yang di eksposkan pada Al tersebut. [6] Diagram Pourbaix dapat digunkan untuk memperkirkan kondisi lingkungan suatu logam agar tahan korosi dan meramalkan produksi korosi yang terbentuk. Diagram ini dapat ditunjukkan pada gambar berikut:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 10
Kimia Air
Gambar 1. Diagram Pourbaix Untuk Aluminium
VIII. KOROSI BAJA KARBON Baja Karbon (Carbon Steel) sangat banyak digunakan dalam industri. Problem korosi pada baja karbon merupakan hal yang penting diperhatikan. Oleh karena itu senantiasa diupayakan perlindungan terhadap korosi atau meminimalkan laju korosi. Secara definisi, baja karbon merupakan baja bukan campuran (alloy) meskipun masih mengandung impurities. Pengaruh unsur tambahan (alloy additions) seperti Cu, Ni, Si dan Cr dapat mengurangi laju korosi, sebagai misal kenaikan Cu dari 0.01 menjadi 0.05% dapat menurunkan laju korosi tiga kali lebih rendah. Baja tahan karat (Stainless steel) merupakan baja yang mengandung unsurunsur di atas. Terdapat lebih dari 70 tipe Stainless steel yang mana memiliki sifat fisis, mekanis dan anti korosi yang berlainan. Korosi baja karbon yang di ekspos di air dipengaruhi oleh temperatur, laju alir, pH dsb. Namun keasaman relativ air adalah faktor yang sangat diperhitungkan. Pada pH rendah keberadaan ion hydrogen cenderung meniadakan film pelindung korosi. Tetapi dalam suasana alkalin, pembentukan film yang terjadi dapat mengurangi laju korosi.
Gambar 2. Laju Korosi versus pH dalam air Pengaruh pH terhadap laju korosi baja di dalam air pada temperatur ruang dapat dilihat pada Gambar 2. Terlihat bahwa di daerah pH 4~10 laju korosi tetap tidak mengalami kenaikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 11
Kimia Air
yang berarti. Hal ini karena pada daerah tersebut di permukaan baja terbentuk oksida logam yang berfungsi sebagai pasivator. Pada daerah pH < 4, lapisan oksida logam larut membentuk ion sehingga terjadi kenaikan laju korosi, pada daerah pH > 10, terjadi pembentukan oksida logam yang semakin banyak sehingga baja terlindungi dari korosi. Hal ini yang menyebabkan penurunan laju korosi. Pada kondisi netral, ada factor lain yang ternyata berdampak pada laju korosi yakni aerasi (oksigen) sebagaimana ditampilkan pada gambar 3.
GAMBAR 3 Korosi Fe oleh aerasi di dalam air
IX. PROSES PEMURNIAN AIR Di dalam proses pemurnian air, pada prinsipnya adalah reaksi pertukaran ion di mana ion yang tidak dikehendaki dipindahkan (diambil) oleh resin penukar ion dari aliran air tersebut. . Reaksi pertukaran ion terjadi pada ion yang mempunyai tanda muatannya sama antara larutan (air ) dengan resin yang bersentuhan dengan larutan ( air ) tersebut. Resin adalah senyawa hidrokarbon terpolimerisasi sampai tingkat yang tinggi yang mengandung ikatan-ikatan hubung silang (cross-linking) serta gugusan yang mengandung ionion yang dapat dipertukarkan Berdasarkan gugus fungsionalnya, resin penukar ion terbagi menjadi dua yaitu: resin penukar kation dan resin penukar anion. Resin penukar kation adalah senyawa hidrokarbon yang terpolimerisasii sampai tingkat yang tinggi yang mengandung
ikatan-ikatan
hubung
silang
serta
gugusan-gugusan yang mengandung kation (gugus sulfonik,
karboksilat,
fenolik
dll)
yang
dapat
dipertukarkan. Secara umum rumus stuktur resin penukar kation sbb:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 12
Kimia Air
Resin penukar anion merupakan senyawa hidrokarbon yang terpolimerisasi sampai tingkat yang tinggi yang mengandung ikatan-ikatan hubung silang (cross-linking) serta gugusan yang mengandung anion (gugus amino, amino subsitusi atau amonium kwarterner dll) yang dapat dipertukarkan. Secara umum rumus struktur resin penukar anion adalah sbb:
Secara umum reaksi pertukaran antara ion yang terjadi didalam air dengan ion yang terikat pada gugus fungsional resin dapat dinyatakan sebagai berikut : RX+
+
Resin penukar kation
RXResin penukar anion
Y+
Æ
RY +
X+
Kation dlm air
+
Y-
Æ
RY
+ Y-
Anion dlm air
X. PENANGANAN KUALITAS AIR PENDINGIN PRIMER RSG-GAS [3] Penanganan terhadap kualitas air pendingin primer reaktor G.A.Siwabessy bertujuan untuk menjaga agar spesifikasi kualitas air pendingin primer tetap terjaga. Sedangkan metode yang dilakukan adalah dengan pengukuran pH dan konduktivitas secara rutin seminggu sekali dan perlakuan kimiawi yang berupa penggantian resin penukar ion pada sistem pemurnian. Untuk mengetahui kejenuhan resin penukar ion perlu dilakukan pengukuran kualitas air pendingin primer sebelum dan sesudah melewati resin. Apabila resin penukar ion tersebut sudah jenuh, maka diganti resin baru dan tidak dilakukan regenerasi. Hal ini dikarenakan resin yang telah digunakan akan menjadi aktif. Sebagai medium pembawa panas pada sistem pendingin primer di reaktor G.A. Siwabessy digunakan air bebas mineral yang berasal dari sistem penghasil air bebas mineral . Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan terhadap kualitas air bebas mineral seminggu sekali atau pada saat akan mengisi tangki penampung air bebas mineral (tangki BB04) Volume air pendingin primer total sebesar 330 m3, dengan rincian 220 m3 volume kolam reaktor, 80 m3 volume delay chamber dan 30 m3 volume pada sistem pemipaan. Pada sistem pendingin primer semua pipa yang berada di dalam kolam terbuat dari bahan Al Mg3 dan yang
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 13
Kimia Air
di luar kolam terbuat dari bahan stainless steel, sedangkan pipa dan katup di dalam gedung reaktor terbuat dari bahan stainless steel. Untuk menghilangkan hasil aktivasi dan kotoran mekanik air pendingin primer dan menjaga kualitas air pendingin primer pada tingkat yang diizinkan maka pada sistem pendingin primer dilengkapi dengan sistem purifikasi (pemurnian) yang terdiri dari : 1. Sistem pemurnian air kolam (KBE 01) Sistem purifikasi tersebut terdiri dari sistem filter mekanis dan Filter penukar ion berisi campuran dari 750 liter anion OH- resin tipe Lewatit M500KR/OH- dan 750 liter kation H+ +
resin tipe Lewatit S100KR/H . Sebagai indikasi penggantian resin pada mix-bed filter adalah apabila beda tekanan sebelum dan sesudah melewati resin >1,5 bar. Sedang resin trap akan diganti jika ada perbedaan tekanan.>2 bar 2. Sistem pemurnian lapisan air hangat ( KBE 02) Sistem ini terdiri dari mix-bed filter (KBE 02 BT03) dan filter mekanik dengan laju alir 20 3
-
m /jam. Filter penukar ion berisi campuran dari 200lt anion OH resin tipe Lewatit M500KR/OH-dan 200lt kation H+ resin tipe Lewatit S100KR/H+. Sebagai indikasi penggantian resin pada mix-bed filter adalah apabila beda tekanan sebelum dan sesudah melewati resin >1,5 bar. Sedang resin trap akan diganti jika ada perbedaan tekanan.>2 bar 3. Sistem pemurnian air kolam penyimpan bahan bakar bekas (FAK 01) Sistem ini terdiri dari mix bed filter yang berisi campuran dari 350 liter anion OH- resin tipe Lewatit M 500KR/OH- dan 350 liter resin kation H+ resin tipe Lewatit S100 KR/H+ dan filter mekanik dengan laju alir 15 m3/jam. Sebagai indikasi pergantian resin pada mix bed filter adalah bila beda tekanan antara sebelum dan sesudah melewati resin > 1,5 bar. Sedang resin trap akan diganti jika perbedaan tekanan > 2 bar.
XI. PENANGANAN KUALITAS AIR PENDINGIN SEKUNDER RSG- G.A.S Penanganan kualitas air pendingin sekunder bertujuan untuk menjaga agar spesifikasi kualitas air pendingin sekunder tetap terpenuhi sehingga dapat menekan permasalahan yang biasa timbul pada air pendingin sekunder yaitu terjadinya korosi, timbulnya kerak dan adanya lumut/mikroorganisme. Sedangkan metode yang dilakukan adalah dengan cara pengukuran terhadap pH, konduktivitas dan kandungan unsur-unsur kimia secara rutin seminggu sekali dan dilakukan perlakuan kimia yang berupa penambahan bahan kimia tertentu. Disamping itu dilakukan juga pemantauan terhadap kualitas air PUSPIPTEK yang merupakan pemasok pada sistem pendingin sekunder. Pada sistem pendingin sekunder pipa yang berada di dalam kolam terbuat dari stainless steel. Pipa dan katup yang berada di luar gedung reaktor terbuat dari bahan carbon steel sedangkan pipa dan katup di dalam gedung reaktor terbuat dari bahan stainless steel. Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 14
Kimia Air
Spesifikasi Kualitas Air Pendingin Sekunder [5] 1.
PH
6,5 – 8
2.
Konduktivitas normal
850 - 950 µs/cm
3.
Konduktivitas Maks
1500 µs/cm
4.
Kalsium sebagai CaCO3 maks
280 ppm
5.
-2 SO4
320 ppm
6.
Hardness total maks
480 ppm
7.
Fe total maks
1 ppm
8.
Cl- maks
177.5 ppm
9.
Laju korosi maks
3 mpy
10.
Jumlah bakteri
10 bakteri/ml
maks
6
Spesifikasi kualitas air proses ( PAM Puspiptek) 1.
PH
7 – 7,5
2.
Konduktivitas Maks
150 µs/cm
3.
Kalsium sebagai CaCO3 maks
34 ppm
4.
SO4-2 maks
67.8 ppm
5.
Hardness total maks
40 ppm
6.
Fe total maks
1 ppm
XI.1. Penanganan korosi pada sistem pendingin sekunder Di reaktor G.A.Siwabessy untuk menghambat terjadinya korosi dilakukan penambahan bahan kimia yaitu Nalco 23226. Bahan kimia ini bersifat larut dalam air, tetapi bahan ini membentuk lapisan-lapisan yang tidak larut pada permukaan logam. Sedangkan dosis penambahan Nalco 23226 adalah 100 ppm secara kontinu yang ditambahkan ke air pendingin sekunder. Sebagai kontrol dosis penambahan Nalco adalah dilakukan pengukuran terhadap kandungan zeng dan orthophosphat dalam air pendingin sekunder. Adanya korosi pada sistem pendingin sekunder dapat dilihat pada pengukuran kandungan besi total.
XI.2. Penanganan kerak pada sistem pendingin sekunder Di reaktor pada sistem pendingin sekunder G.A.Siwabessy untuk mengurangi adanya/timbulnya kerak pada sistem pendingin sekunder dipakai bola-bola spons yang dilewatkan melalui pipa alat penukar panas dan dipasang katub blowdown otomatis. Bola tersebut terbuat dari karet alami dengan diameter 21 mm, sedangkan model dan ukurannya disesuaikan dengan tabung penukar panas sehingga bola-bola tersebut tidak merusakkan pipaPusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 15
Kimia Air
pipa yang dilewatinya, tetapi mampu membersihkan kerak-kerak yang mengendap di dalam penukar panas, Apabila harga konduktivirtas air pendingin sekunder telah mencapai 950µS/Cm, maka katub blowdown akan membuka secara otomatis dan air pendingin dibuang ke lingkungan. Kehilangan air sebagai akibat blowdown ini akan segera dikompensasi dengan air penyedia air proses. Jika konduktivitas air pendingin sekunder telah mencapai 850 µS/Cm katub blow down akan menutup secara otomatis.
XI.3.
Penanganan Lumut/ Mikroorganisme pada sistem pendingin sekunder Di reaktor G.A Siwabessy cara untuk membatasi tumbuhnya lumut digunakan bahan
kimia Nalco 2593 ,Nalco 2890 dan NaOCl 12%. Nalco 2593 bersifat sebagai non oxidizing biocide. Sedangkan penambahan Nalco 2890 bersifat biodispersant yang digunakan untuk membersihkan bakeri yang telah mati. Dosis penambahan bahan kimia ini adalah 100 ppm untuk Nalco 2593. dan untuk Nalco 2890 dosis penambahan nya adalah 10 - 20 ppm atau ditambahkan tergantung pada jumlah lumpur, kotoran atau kekeruhan. Larutan NaOCl 12% secara periodik penambahannya dilakukan dengan rutin setiap hari. Adanya lumut pada sistem pendingin sekunder dapat dilihat pada penentuan total bakterinya. Jika total bakterinya kurang dari 103 bakteri/ml maka pada sistem pendingin sekunder, frekuensi tumbuhnya lumut rendah, jika total bakteri besar dari 106 bakteri/mL akan mempercepat tumbuhnya lumut.
XII.
DAFTAR PUSTAKA
1.
ANONIMUS, “Cooling tower “, Kueita Handbook of Water Treatment.
2.
DIYAH EL, “Penanganan Secara Kimiawi Sistem Pendingin di RSG-GASiwabessy”, Sigma Epsilon, Buletin Ilmiah Teknologi Keselamatan Reaktor, P2TKN, BATAN, vol.3, Nov’ 96
3.
DIYAH EL,”Studi Awal Radionuklida hasil korosi pada Air Pendingin Primer RSGG.A.Siwabessy”, Tri Dasa Mega, Buletin Reaktor Nuklir, v.1No.1, Maret 98
4.
DIYAH EL, “Pengelolaan Kimia Air Pendingin Reaktor G.A.Siwabessy”, Diskusi Kimia Air dan Reaktor, P3TKN-BATAN, Bandung, 2000.
5.
BATAN, “Safety Analysis Report”, rev.8, 1998.
6.
CREEK S.DR,” Corrosion Protection”, National Association of Corrosion Engineers, Technical Bulletin 2002, www.pipingtech.com.
7.
HACH, Manual Conductivity TDS Meter 44600, Hach Company
8.
Bryson,”Corrosion of Carbon Steel”, Metal Handbook, ed.9, vol.13, ASM International, Inland Stweel Company.
9.
Philiph.A.S,”What every Engineer Sheloud know about Corrosion”, page 24, Marcel Dekker Inc. 1987
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 16
Kimia Air
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN, 2003 1