Kimia Air Danau Kawah Gunung Ijen Dan Sekitarnya – Jawa Timur, Menjelang Letusan Tahun 1999 (Terry Sriwarna dan Eka Kadarsetia
KIMIA AIR DANAU KAWAH GUNUNG IJEN DAN SEKITARNYA – JAWA TIMUR, MENJELANG LETUSAN TAHUN 1999 Terry SRIWANA* dan Eka KADARSETIA** * Universitas Islam Negeri Sunan Gunungdjati Bandung ** Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi – Badan Geologi
Sari Dari 129 gunungapi aktif di Indonesia, 63 diantaranya memiliki danau kawah, salah satunya adalah kawah G. Ijen. Peningkatan kegiatan G. Ijen dicirikan dengan timbulnya gelembung-gelembung gas dan peningkatan temperatur secara mendadak. Hasil pengamatan visual air kawah yang dilaksanakan pada 25 Mei hingga 3 Juni 1999 sebagai berikut : air kawah berwarna hijau toska; gelembung/bualan air di kawah terlihat menyebar di permukaan secara merata dengan kekuatan lemah; terlihat belerang murni (native sulfur) mengambang di permukaan. Sementara itu asap solfatara menunjukkan kenampakan yang lebih tebal, suara desingan keras dengan bau belerang tercium tajam. Suhu solfatara berkisar antara 200ºC sampai 230ºC. Gas-gas magmatik mengandung unsur-unsur seperti H2O, CO2, SO2, H2S, HCl, HF, H2, HBr, SO2, H3BO3, CH4, H2 dan N2. Bila unsur-unsur tersebut berinteraksi dengan air, maka akan terkandung unsur-unsur seperti chlorida, sulfat, natrium, kalium, magnesium, boron dan lain-lain dalam jumlah yang relatif tinggi. Jika terjadi peningkatan kegiatan, maka komposisi kimia air danau kawah beserta sungai-sungai di bawahnya akan cenderung berubah. Peningkatan kegiatan kawah Ijen pada April 1999 teramati secara seismik, dan pada 28 Juni 1999 tercatat adanya dua kali letusan freatik di pagi hari.
CHEMISTRY OF THE CRATER LAKE OF IJEN VOLCANO AND SURROUNDING AREA, EAST JAVA, PRIOR TO 1999 ERUPTION Terry SRIWANA* and Eka KADARSETIA** * Sunan Gunung Djati Islamic State University, Bandung **Center for Volcanology and Geological Hazard Mitigation – Geological Agency
Abstarct Among the 129 active volcanoes in Indonesia 63 are possess the crater lake, one is Ijen Volcano. Increasing of volcanic activity of Ijen is usually attributed by the appearance of gas bubbles on the water surface and increasing of crater lake temperature. Solfatar temperature ranged between 200ºC until 230ºC. Visual monitoring had been carried out from 25 Mei until 3 June 1999 : the lake water was shown the green color, soft gas bubbles could be seen almost on the entire of the lake, and native sulfur floated on the water surface. Meanwhile the solfatar is became thicker than usual, the whirring sound and strong unpleasant odor of sulfur gases had been detected. Magmatic gases contain of H2O, CO2, SO2, H2S, HCl, HF, H2, HBr, SO2, H3BO3, CH4, H2 and N2. Then, if the chemical elements contact to the water it can be produce some dissolving process of chloride, sulfate, sodium, potasium, magnesium, boron etcetera. Accordingly, the increasing of volcanic activity could be changed of crater lake and river water composition. In April 1999 the seismograph had been detect that the volcanic activity begun to increase, and finally in the morning of 28 June 1999 two eruptions were occurred.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2010: 19-23
Hal :19
Kimia Air Danau Kawah Gunung Ijen Dan Sekitarnya – Jawa Timur, Menjelang Letusan Tahun 1999 (Terry Sriwarna dan Eka Kadarsetia
Pendahuluan Gunungapi yang berumur Holosen di seluruh dunia berjumlah tidak kurang dari 714 buah, 12% dari jumlah tersebut memiliki danau kawah. Di Indonesia terdapat 129 gunungapi aktif, dari 129 gunungapi aktif, 63 diantaranya memiliki danau kawah dan danau kaldera. Salah satunya adalah G. Ijen yang terletak di Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. G. Ijen bersama dengan G. Merapi yang sudah tidak aktif lagi , membentuk gunungapi kembar di Komplek Pegunungan Ijen. Kedua gunungapi tersebut terletak di bagian timur Kaldera Ijen. Danau Kawah G. Ijen berbentuk oval dengan ukuran 600 x 1000 m2, airnya berwarna hijau toska dengan sulfur berwarna kuning mengapung di permukaan. Titik terdalam dari danau Kawah Ijen pada tahun 1925 adalah 198m, dan dalam tahun 1938 titik tersebut hanya berkedalaman 105 m (Kusumadinata, 1981). Fluktuasi konsentrasi kimia air kawah sangat dipengaruhi musim, sehingga pasokan unsur kimia magmatik dari fumarola/solfatara kedalam danau kawah dapat dipengaruhi oleh fluktuasi curah hujan. Letusan Kawah Ijen yang tercatat untuk pertama kalinya terjadi pada tahun 1796, kemudian disusul letusan yang terjadi pada tahun 1817. Pada letusan 1817 menumpahkan air danau kawah, mengakibatkan banjir dan lahar. Lahar yang berupa campuran pasir dan lumpur vulkanik yang melanda lahan-lahan pertanian sampai di Banyuwangi dan Asembagus. Adanya pintu reservoir air kawah yang terdapat di bibir kawah baratlaut dimaksudkan untuk mengurangi volume luapan air kawah yang ditumpahkan, sehingga pada saat terjadi letusan/erupsi dapat mengurangi luapan air kawah yang ditumpahkan. disertai dengan berbagai material padat, namun pada tahun 1925, 1934, 1936 dan 1956 secara berturut-turut telah terjadi letusan kuat yang melontarkan, air dan lumpur hingga tinggi mencapai puluhan meter. Peningkatan kegiatan G. Ijen dicirikan dengan timbulnya gelembung-gelembung gas dan nya temperatur secara mendadak. Sebelum letusan Maret 1917 temperatur air kawah Ijen meningkat menjadi 57ºC kemudian turun menjadi 15ºC pada akhir 1917. Sebelum Hal :20
letusan Pebruari 1921 temperatur kawah meningkat sampai 50ºC. Beberapa saat sebelum terjadi letusan 1997 terjadi perubahan warna danau kawah. Peningkatan kegiatan kawah Ijen juga teramati pada awal April 1999, berupa peningkatan kegiatan seismik, sehingga pada 12 April 1999 dinyatakan dalam status waspada. Mei 1999, gempa vulkanik dangkal mendominasi kegiatan, danpada 23 Juni terekam adanya gempa letusan kecil. Pada 28 Juni 1999 pagi tercatat dua kali letusan.
U 0
50 Km
Gambar 1. Peta Lokasi G. Ijen
Metoda penelitian Metodologi penyelidikan mencakup penyiapan peralatan dan bahan lapangan, penyiapan peralatan (instrumen) dan bahan kimia laboratorium, metode sampling gas dan air di lapangan, serta metode analisis laboratorium. Metoda sampling diawali dengan penentuan titik lokasi, pengambilan sampel air dilakukan pada titik lokasi yang baik dan representatif. Kemudian dilakukan pemeriksaan air yang meliputi pengukuran temperatur air dan udara, pengukuran derajat keasaman (pH) air, dan pemeriksaan warna, bau, dan rasa.Proses pengambilan sampel air dikerjakan dengan metode konvensional melalui tahapan pengambilan, penyaringan, pengasaman, dan penyimpanan dalam botol polietilen. Analisis air di laboratorium meliputi unsur-unsur mayor, seperti Na, K, Li, Ca, Mg, Fe, NH4+, As, HCO3-, Cl, SO42-, B, F dan SiO2. Analisisnya menggunakan metode
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2010: 20-23
Kimia Air Danau Kawah Gunung Ijen Dan Sekitarnya – Jawa Timur, Menjelang Letusan Tahun 1999 (Terry Sriwarna dan Eka Kadarsetia
konvensional (gravimetri-volumetri) dan metode instrumen yang terdiri dari elektroanalisis (pH metri), spektrofotometri (uvvisible dan AAS), dan fotometri nyala. Landasan Teori Danau kawah terbentuk didalam depresi yang disebabkan oleh letusan eksplosif, diisi oleh air meteorik dan kondensat gas vulkanik yang berada di bawah permukaan. Gas-gas magmatik mengandung unsur-unsur seperti H2O, CO2, SO2, H2S, HCl, HF, H2, HBr, SO2, H3BO3, CH4, H2 dan N2. Bila unsur-unsur tersebut berinteraksi dengan air, maka unsur-unsur seperti chlorida, sulfat, natrium, kalium, magnesium, boron dan lainlain akan terkandung dalam jumlah yang relatif tinggi. Unsur-unsur yang merupakan produk langsung dari magma seperti SO2 pada perjalanannya ke permukaan dan kontak dengan air akan berubah menjadi SO3, kemudian berubah menjadi SO4. Demikian juga dengan CO2, dia akan mudah teroksidasi pada media air dengan pH yang rendah membentuk HCO3 di dalam air, pada saat mencapai konsentrasi maksimum disertai dengan pH air yang terus menurun/ rendah secara langsung akan menurunkan HCO3. Cl sebagai gas yang dihasilkan dari degassing magma berupa HCl, yang secara teoritis dapat diproduksi pada suhu dan tekanan yang tinggi. Reaksi-reaksi kimia seperti tersebut sangat dimungkinkan terjadi di danau Kawah Ijen. Tingginya sulfat dan HCl menyebabkan air bersifat sangat asam, sementara itu HCO3 tidak terdeteksi sama sekali. Gas-gas vulkanik seperti SO2, H2S, dan HCl dalam air akan membentuk senyawa asam sehingga air kawah memiliki derajat keasaman yang tinggi atau pH yang rendah. Kiyosu dan Kurashashi (1983) menyebutkan bahwa SO2 dan H2S adalah spesies sulfur yang dominan dari gas vulkanik yang dihasilkan oleh magma andesitik yang dalam. Unsur-unsur lain yang berasal dari solfatara sebagai gas gunungapi adalah : NH3, SO4, Cl dan B. Gasgas vulkanik kemungkinan berasal dari magma dalam yang bercampur dengan air bawah permukaan. Selama perjalanannya ke
permukaan, temperaturnya sedikit rendah dan akan terjadi reaksi : SO2 + H2O Æ H2SO3 4H2SO3 Æ 3H2SO4 + H2S Kelarutan hydrogen sulfida dalam air panas lebih kecil dibandingkan dengan asam sulfat dan asam chlorida, oleh sebab itu rasio SO4/Cl tetap konstan. Unsur-unsur mayor yang diperkirakan hasil reaksi antara air dan batuan gunungapi di danau kawah ialah : SiO2, Al, Fe, Ca, Mg, Na, K, Li, Mn dan B. Interaksi antara batuan andesit dengan air yang bersifat asam merupakan sumber ionion logam seperti magnesium, besi, aluminium, silica, dan natrium termasuk unsurnya seperti seng, lithium, stronsium, arsen, rubidium, chrom, timbal, titan, nikel, tembaga, sesium dan berilium. Hasil dan Pembahasan Kawah G. Ijen mengandung konsentrasi Cl, S total dan F yang sangat tinggi, konsentrasi maksimum Cl = 25.000 mg/l, S.total = 25.000mg/l dan F = 1300 mg/l. Air danau kawahnya mempunyai pH yang sangat rendah (pH < 0,2), zat padat terlarut total (TDS) rata-rata 102 gr/l (Sriwana dkk, 1999). Suhu air dari permukaan hingga kedalaman 60 m fluktuasinya relatif kecil dari 36,5ºC hingga 35,7ºC data ini menunjukkan bahwa air kawah termasuk cukup homogen. Delmelle dan Bernard (1994) melakukan penelitian di Kawah Ijen pada tahun 1990, hasilnya menunjukkan bahwa pada kedalaman hingga 100 m komposisi dan konsentrasi kimia air danau relatif homogen, hal ini menunjukkan bahwa percampuran air danau Kawah Ijen terjadi secara homogen oleh adanya konveksi thermal di dalam sistem. Interaksi yang berlangsung antara air dengan batuan sekitarnya akan menyebabkan unsurunsur yang ada dalam batuan seperti unsur alkali, alkali tanah, aluminium, unsur-unsur transisi dan unsur mayor akan dilepaskan kedalam air. Proses tersebut lebih intensif dalam iklim tropis, dimana selama musim hujan volume air danau kawah akan naik, menyebabkan terjadinya pengenceran air danau,
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2010: 21-23
Hal :21
Kimia Air Danau Kawah Gunung Ijen Dan Sekitarnya – Jawa Timur, Menjelang Letusan Tahun 1999 (Terry Sriwarna dan Eka Kadarsetia
dengan sendirinya akan menurunkan konsentrasi unsur-unsur kimia dalam air. Dalam waktu bersamaan, turunnya konsentrasi tertentu (Al, Ca, K, Fe, unsur runut dan alkali tanah) dapat disebabkan terjadinya penggaraman dengan membentuk komplek logam sulfat atau logam dari asam dan garam. Homogenitas kimia terpelihara oleh adanya keberlangsungan aktivitas vulkanik. Karenanya Kawah Ijen merupakan reservoir alam dari air yang sangan asam, dengan hampir 500.000 ton logam terlarut, termasuk 200.000 ton aluminium dan 1000 ton titanium (Zelanor, 1969 dalam Sriwana dkk, 1999). Fluktuasi konsentrasi kimia air kawah sangat dipengaruhi musim, hasil pengamatan menyimpulkan bahwa hydrothermal input kedalam danau kawah dapat dipengaruhi oleh fluktuasi curah hujan. Hasil pengamatan visual air kawah yang dilaksanakan pada 25 Mei hingga 3 Juni 1999 sebagai berikut : air kawah berwarna hijau toska; gelembung/ bualan air di kawah terlihat menyebar di permukaan secara merata dengan kekuatan lemah; terlihat belerang murni (native sulfur) mengambang di permukaan. Sementara itu berdasarkan laporan pengamatan G. Ijen pada awal Juni 1999 nampak solfatara lebih tebal dibanding pada akhir Mei dengan pertengahan Juni 1999, suara desingan keras dengan bau belerang tercium tajam. Suhu solfatara berkisar dari 200ºC sampai 230ºC. Salah satu penyebab letusan G. Ijen pada 28 Juni 1999 ialah suhu dibawah permukaan meningkat yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam kantung magma yang mendorong material gas, cair dan padat naik ke permukaan. Gas yang memiliki mobilitas lebih tinggi dibandingkan dengan material lainnya berusaha menerobos ke permukaan lebih dahulu dan bisa jadi dengan larutan cairnya. Ketika terjadi peningkatan kegiatan, Kawah G. Ijen lebih menunjukkan kenaikan suhu air danau, akibatnya unsur kimia hasil interaksi antara air dan material padat akan bertambah dalam air kawah. Sebaliknya bila transportasi suhu tinggi dari bawah permukaan ke permukaan berjalan cepat, maka suhu hanya mampu mempengaruhi air kawah dan terjadi penguapan, sehingga Hal :22
dapat menaikkan konsentrasi kimia dalam air kawah. Keadaan seperti ini harus diindikasikan dengan kenaikan beberapa unsur secara serentak dan disertai penurunan unsur yang tidak stabil seperti H2S, CO, SO2, NH3 dan gas metan yang berasal dari gas gunungapi. Konsentrasi Mn dan SiO2 mengalami kenaikan pada Juni 1999 di lokasi Kawah Ijen dan Banyupahit dan B menurun tajam di Kawah Ijen dan relatif konstan di Banyupahit. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi interaksi air dengan batuan yang menyebabkan terlarutnya unsur-unsur Mn dan SiO2 dari batuan. Fe, Ca, Mg dan Na malah mengalami penurunan di kawah Ijen beberapa hari menjelang letusan pada Juni 1999, hal tersebut kemungkinan karena terbentuknya mineral sekunder yang mengendap seperti : kaolinit {Al4Si4O10(OH)4}, gypsum {CaSO4. 2H2O}, barit {BaSO4} atau brucit {Mg(OH)2}. Faktor pH dan suhu pada proses pembentukan mineral tersebut sangat dominan, oleh karenanya pada perubahan pH dan suhu saat air kawah mengalir menuju Sungai Banyupahit unsur-unsur tersebut akan berada kembali dalam larutan. Oleh karena itu, maka terjadi kenaikan kembali konsentrasi Fe, Ca, Mg dan Na (Sriwana, 1999). Data bulan Juni 2000 bila dibandingkan dengan data Juni 1999 untuk air danau kawah dan Sungai Banyupahit menunjukkan penurunan konsentrasi unsur-unsur seperti : SiO2, Al, Fe, Ca, Mg, Na, Mn, NH3, SO4 dan Cl. Sedangkan unsur-unsur seperti : K, H2S dan B mengalami kenaikan. Sementara itu untuk mata air panas Blawan terjadi kenaikan konsentrasi untuk unsur-unsur seperti : SiO2, Ca, Mg, SO4, Cl dan H2S. Sedangkan Na, K, NH3, SO4, Cl dan H2S mengalami penurunan (Kadarsetia dkk, 2000). Kesimpulan Konsentrasi Mn dan SiO2 mengalami kenaikan pada Juni 1999 di lokasi Kawah Ijen dan Sungai Banyupahit sedangkan B (boron) menurun tajam di Kawah Ijen dan relatif konstan di Sungai Banyupahit. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi interaksi air dengan batuan yang menyebabkan terlarutnya unsurunsur Mn dan SiO2 dari batuan.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2010: 22-23
Kimia Air Danau Kawah Gunung Ijen Dan Sekitarnya – Jawa Timur, Menjelang Letusan Tahun 1999 (Terry Sriwarna dan Eka Kadarsetia
Fe, Ca, Mg dan Na malah mengalami penurunan di kawah Ijen beberapa hari menjelang letusan pada Juni 1999, hal tersebut kemungkinan karena terbentuknya mineral sekunder yang mengendap di air danau kawah. Data bulan Juni 2000 bila dibandingkan dengan data Juni 1999 untuk air danau kawah dan Sungai Banyupahit menunjukkan penurunan konsentrasi unsur-unsur seperti : SiO2, Al, Fe, Ca, Mg, Na, Mn, NH3, SO4 dan Cl. Sedangkan unsur-unsur seperti : K, H2S dan B mengalami kenaikan. Sementara itu untuk mata air panas Blawan terjadi kenaikan konsentrasi untuk unsur-unsur seperti : SiO2, Ca, Mg, SO4, Cl dan H2S. Sedangkan Na, K, NH3, SO4, Cl dan H2S mengalami penurunan. Kenaikan dan penurunan unsur-unsur tersebut diatas kemungkinan besar berkaitan dengan penurunan aktifitas vulkanik.
PUSTAKA Delmelle,
Kadarsetia, E., Sriwana, T. dan Saefudin, A., 2000. Penyelidikan Kimia Air dan Gas G. Ijen Jawa Timur. Direktorat Vulkanologi. Tidak Dipublikasikan. Kusumadinata, K., 1981. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Direktorat Vulkanologi. Departemen Pertambangan dan Energi. Kiyossu, Y & Kurahashi, M., 1983. Origin of sulfur species in acid sulfate – chloride thermal waters, northeastern Japan. Geochimica Cosmochimica Acta. Sriwana, T., Kadarsetia, E., Sinulingga, I. and Saefudin, A., 1999. Penyelidikan Kimia Air G. Ijen, Jawa Timur. Direktorat Vulkanologi. Tidak Dipublikasikan.
P. And Bernard, A., 1994. Geochemistry, Mineralogy and chemical modeling of acid crater lake of Kawah Ijen volcano, Indonesia. Geochimica Cosmochimica Acta, 58 : 2445 – 2460.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2010: 23-23
Hal :23