IDENTIFIKASI SIFAT KIMIA ABU VOLKAN, TANAH, DAN AIR YANG TERKENA DAMPAK LETUSAN GUNUNG MERAPI Didi Ardi Suriadikarta ABSTRAK Ketebalan abu yang menutupi lahan pertanian, terutama sayuran dan hortikultura (kebun salak) beberapa hari setelah letusan Gunung Merapi dapat dibedakan menjadi <5 cm, >5-10 cm, dan >10 cm. Tanaman yang rusak akibat hujan abu adalah sayuran (kubis, tomat, dan cabai), salak, dan kelapa. Lapisan abu yang tebalnya <10 cm terdapat pada lahan kebun salak di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Abu dengan ketebalan <5 cm di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, umumnya terdapat pada lahan tanaman sayuran. Wilayah yang ditutupi abu volkan dengan ketebalan <5 cm perlu mendapat perbaikan melalui pengolahan tanah dan pemberian mulsa 1 t/ha. Lahan yang ditutupi abu volkan dengan ketebalan >5-10 cm perlu pengolahan tanah dan pemberian pupuk organik curah 2 t/ha. Lahan yang tertutup abu >10 cm diarahkan untuk tanaman tahunan. Tanaman salak dan kelapa yang rusak akibat hujan abu dapat diperbaiki melalui upaya perbaikan tanaman atau mengganti tanaman yang mati dan sudah tua dengan bibit yang baru. PENDAHULUAN Letusan Gunung Merapi yang mengeluarkan abu dan pasir yang menutupi lahan pertanian dengan ketebalan yang bervariasi untuk setiap lokasi, bergantung pada jarak dari pusat letusan serta arah dan kecepatan angin. Kerusakan lahan mencakup dua wilayah, yaitu Propinsi Jawa`Tengah yang meliputi Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Kabupaten Klaten, dan Provinsi DI Yogyakarta yang meliputi hanya Kabupaten Sleman. Dampak langsung letusan gunung terhadap lahan adalah penutupan lapisan olah bagian atas tanah oleh abu dan rusaknya tanaman yang tumbuh di atasnya. Kerusakan tanaman bergantung pada jenis dan umur tanaman. Tanaman sayuran lebih peka dibandingkan dengan padi. Sifat abu yang jatuh di daerah ini akan dianalisis di laboratorium, sementara di lapangan yang dapat diukur adalah pH. Lahan yang terkena tutupan abu dan pasir tebal seperti di Kabupaten Sleman dan sebagian Kabupaten Klaten dengan ketebalan abu > 10 cm perlu dilakukan perbaikan. Tulisan ini mengemukakan sifat kimia abu volkanik, tanah, dan air di kawasan yang terkena penutupan abu erupsi Gunung Merapi.
65
Didi Ardi Suriadikarta
SIFAT KIMIA ABU VOLKAN, TANAH, DAN AIR DAMPAK ERUPSI MERAPI
Abu yang diambil di enam lokasi menunjukkan sifat masam sampai agak masam (pH 4,8-6,8), P tersedia tergolong sangat tinggi; Ca, Mg, dan S tinggi sampai sangat tinggi (berdasarkan kriteria Morgan); Fe dan Mn sedang sampai tinggi (berdasrkan kriteria Morgan), namun KTK termasuk rendah sampai sangat rendah (Tabel 15). Tabel 15. Sifat kimia abu volkanik erupsi Gunung Merapi pH- P-tersedia KTK H2O (ppm P2O5) (me/100g)
Ca
Dukun
4,8
207
4,97
972
25
81
13
1,5
0,5
0,0
Srumbung
5,5
183
4,72
1516
81
160
15
2,7
0,0
0,02
Sawangan
5,9
39
6,23
1781
40
131
10
6,8
0,5
0,02
Selo
5,8
232
2,26
989
21
81
8
1,0
0,4
0,01
Cepogo
5,1
8
1,77
426
16
26
11
2,8
0,3
0,01
<5
6,8
14
2,66
450
71
2
27
3,6
0,1
0,02
5-10
6,1
138
7,10
3094
292
42
25
1,1
0,0
0,03
>10
6,2
8
3,89
1146
87
6
57
3,0
0,1
0,01
Lokasi
Mg
S
Fe
Mn
Pb
Cd
………………….. ppm …………………..
Magelang
Boyolali
Sleman Pakem
Tanah yang terkena atau tercampur abu bereaksi agak masam (pH 5,45,9), sifat-sifat lainnya hampir sama, hanya kandungan S lebih tinggi dibandingkan dengan abu volkanik, kecuali di Cepogo dan Pakem (Tabel 16). Perbedaan sifat tanah antara satu tempat dengan tempat lainnya ditentukan oleh jarak dari pusat letusan Gunung Merapi. Sumber air yang tercemar oleh abu volkan menunjukkan kualitas lebih masam. Tingkat kemasaman air sawah, sungai, dan kebun berkisar antara 5,1-7,3; merupakan pH yang optimum bagi pertumbuhan tanaman. Kemudian kadar beberapa unsur hara dalam air seperti K, Ca, dan Mg cukup baik sehingga dapat digunakan untuk pengairan tanaman
66
Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air
pangan, hortikultura, dan perkebunan. Namun air sungai memiliki kadar lumpur cukup tinggi, sehingga untuk sementara air dari sungai di daerah bencana belum dapat digunakan untuk irigasi dan MCK (mandi, cuci, kakus). Tabel 16. Sifat kimia tanah dari areal yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi. Lokasi
pH
P-tersedia KTK (ppm P2O5) (me/100g)
Ca
Mg
S
Fe
Mn
Pb
Cd
…....…………….. ppm ……....…………..
Magelang Dukun
5,8
212
4,24
1688 51
135
9
1,4
0,1
0,03
Srumbung
5,7
132
1,83
159
103
9
0,3
0,2
0,01
Sawangan
5,9
39
6,23
1670 108 295
49
5,3
0,1
0,02
Selo
5,4
85
4,38
1389 30
470
8
4,9
0,1
0,04
Cepogo
5,4
246
2,60
504
39
7
8
1,9
0,0
0,03
5,9
21
4,19
1318 90
4
27
3,8
0,0
0,01
56
Boyolali
Sleman Pakem
Tabel 17. Sifat air di beberapa daerah di Kabupaten Magelang, Sleman, dan Klaten akibat letusan Gunung Merapi No.
Lokasi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kali Krasak Air Sawah Mungkid Kebun Salak Saluran Hargobangun Saluran Desa Kepetosan Klaten Sawah, Srowol Magelang Salamsari, Magelang Sawah, Wonolalo, Magelang
Jenis analisis pH
NH4
K
Ca
Mg
PO42-
7 6,6 7,1 7,2 7,3 5,1 6,5 7,1
0,01 0,02 0,01 0,02 0,03 0,13 0,05 0,09
0,21 0,21 0,17 0,14 0,12 0,26 0,14 0,17
3,61 1,51 1,1 1,2 1,37 8,14 0,99 2,06
1,27 0,72 0,55 0,59 0,49 1,1 0,23 0,53
0,03 0,03 0,03 0 0,01 0.00 0 0,05
67
Didi Ardi Suriadikarta
SEBARAN DAMPAK ABU ERUPSI DAN KERUSAKAN LAHAN Kerusakan lahan di Kabupaten Magelang meliputi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Srumbung dan Kecamatan Dukun dengan luas 2.356 ha mencakup tanaman pangan, sayuran, dan hortikultura. Di Kecamatan Srumbung penutupan lahan oleh abu volkan mencapai ketebalan 7 cm, sehingga daun tanaman salak rebah dan rata dengan tanah. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan pH abu dan tanah yang tertutup abu di lokasi ini 5,5 atau agak netral dan tidak membahayakan terhadap pertumbuhan tanaman. Penutupan abu pada lahan yang berjarak 10 km dari puncak Gunung Merapi sekitar 5 cm. Selain tanaman salak, daun tanaman kelapa juga rusak dan patah. Kerusakan kebun salak di lokasi ini sekitar 1.350 ha. Di Kecamatan Dukun, penutupan lahan oleh abu volkan mencapai ketebalan 2-3 cm, sehingga tanaman pangan (padi sawah) rebah dan rata dengan tanah dan gabah tidak terisi sempurna. Abu dan tanah yang tertutupi abu di lapangan di lokasi ini memiliki pH 6,6 atau tergolong netral, jadi tidak membahayakan pertumbuhan tanaman. Material vulkan tidak mempengaruhi jumlah dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah 8-10 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik rata-rata 4 ekor/m2. Menurut petani setempat, pertumbuhan rumput lebih subur dibandingkan dengan sebelum kena abu volkanik. Kerusakan lahan pertanian yang meliputi tanaman pangan dan sayuran di lokasi ini sekitar 206 ha. Abu di permukaan tanah mengeras dan tidak tembus air, sehingga perlu segera dilakukan pengolahan tanah. Abu yang menyumbat lubang tanam pada mulsa plastik harus dikeluarkan karena dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan resapan air ke dalam tanah (Gambar 22).
68
Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air
Gambar 22. Tumpukan abu dengan ketebalan 2-3 cm pada daerah sayuran
Kerusakan lahan paling dominan di Kabupaten Boyolali meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Cepogo, Selo, dan Musuk dengan luas 4.213 ha lahan pertanian mencakup tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Kerusakan lahan pertanian oleh abu volkan di Kecamatan Selo berjarak 2,9 km dari puncak Gunung Merapi dengan ketebalan abu 2-3 cm, sehingga tanaman pangan (jagung), sayuran, dan perkebunan rusak. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan abu dan tanah yang tertutup abu di lokasi ini memiliki pH 5,4 atau agak netral, jadi tidak membahayakan pertumbuhan tanaman. Kerusakan lahan pertanian oleh abu meliputi 847 ha. Material vulkan tidak mempengaruhi jumlah dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah rata-rata enam ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik 3-4 ekor/m2. Tanaman jagung tidak dapat berbuah sempurna. Sementara tanaman bawang daun dan rumput pakan mulai tumbuh normal (Gambar 23).
69
Didi Ardi Suriadikarta
Gambar 23. Tutupan abu vulkanik pada tanaman sayuran di Selo
Lahan pertanian di Kecamatan Cepego ditutupi abu volkan dengan ketebalan 2 cm, sehingga tanaman pangan (padi sawah), sayuran, dan perkebunan banyak yang rusak. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan abu dan air di lokasi ini memiliki pH 5,4 atau agak netral, sehingga tidak membahayakan pertumbuhan tanaman. Lahan pertanian yang rusak meliputi luasan 1.436 ha. Di Kecamatan Musuk, lahan pertanian tertutup abu volkan dengan ketebalan 2 cm, sehingga banyak tanaman pangan (padi sawah), sayuran, dan perkebunan yang rusak. Di lokasi ini, abu dan air memiliki pH 5,5 atau agak netral, sehingga tidak membahayakan pertumbuhan tanaman. Kerusakan lahan pertanian meliputi luasan 1.930 ha. Kerusakan lahan pertanian di Kabupaten Klaten terjadi di Kecamatan Kemalang seluas 501 ha, terutama Desa Balairante dengan tutupan abu vulkanik berkisar antara 4-13 cm. Daerah ini merupakan daerah peternakan dan tanaman rumput sudah mulai tumbuh dan subur. Tanaman lain yang sudah mulai tumbuh adalah tanaman tahunan seperti pohon mindi. Hasil pengukuran menunjukkan abu vulkanik dan tanah yang ditutupi abu memiliki pH 5,5. Material vulkan relatif berpengaruh terhadap jumlah dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah ratarata 3-4 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik 1-2 ekor/m2, sehingga cukup bagus untuk pertumbuhan tanaman. Abu vulkanik terlihat keras dan tidak tembus air, sehingga perlu segera dilakukan pengolahan tanah. Lahan yang 70
Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air
rusak akibat lahar panas dan abu vulkanik di Kabupaten Sleman seluas 2.446 ha, yang meliputi hutan, tegalan, sawah, dan pemukiman. Lahan yang tertutup lahar sangat rusak, hampir semua tanaman tahunan roboh dan rata dengan tanah. Kecamatan yang mengalami kerusakan sangat parah adalah Cangkringan. Penutupan lahan oleh lahar dan abu vulkanik di Dukuh Kopeng, Desa Kepuharjo, berkisar antara 10-29 cm, pH abu dan tanah yang tertutupi abu maupun lahar sekitar 5,5 sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Rumput pakan ternak sudah mulai tumbuh dengan baik dan tidak terlihat defisiensi atau keracunan unsur hara. Tanaman pisang dan bambu juga mulai tumbuh kembali. Material vulkan menurunkan jumlah dan jenis fauna tanah. Cacing tanah dan larva pendekomposer bahan organik tidak ditemukan. Tanaman tahunan seperti sengon, mindi, nangka, mahoni, dan bambu dapat tumbuh kembali, karena selain merupakan tanaman in situ, abu tidak terlalu terlalu tebal dan pH tanahnya netral. Di Kecamatan Turi lahan terkena abu vulkanik, sehingga tanaman salak terlihat roboh dan daun kelapa juga rusak. Sebagian daun tanaman salak rusak, sebagian sudah mulai dipangkas dan sebagian lagi masih berbuah. Menurut petani setempat, produksi salak menurun terutama disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Tutupan abu di bawah tanaman salak berkisar antara 1-2 cm. Abu vulkanik dan tanah yang tertutup abu memiliki pH 5,5 atau tergolong netral. Material vulkan tidak mempengaruhi jumlah dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah rata-rata 8 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik 4 ekor/m2, sehingga cukup baik untuk pertumbuhan tanaman. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Ketebalan abu yang menutupi lahan pertanian, terutama yang ditanami sayuran dan salak, pada beberapa hari setelah terjadinya letusan Gunung Merapi dapat dibedakan menjadi < 5 cm, >5 -10 cm, dan > 10 cm. 2. Tanaman yang rusak akibat hujan abu adalah kubis, tomat, dan cabai, salak, dan kelapa. 3. Lapisan abu dengan ketebalan < 10 cm terdapat pada lahan kebun salak di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, dan ketebalan abu < 5 cm terdapat pada lahan sayuran di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. 4. Lahan yang ditutupi oleh abu volkan dengan ketebalan <5 cm perlu dilakukan perbaikan dengan pengolahan tanah, pemberian mulsa 1 t/ha. Lahan yang
71
Didi Ardi Suriadikarta
ditutupi oleh abu volkan dengan ketebalan >5-10 cm perlu dilakukan pengolahan tanah dan pemberian pupuk organik curah 2 t/ha, sedangkan lahan yang tertutup abu > 10 cm diarahkan untuk tanaman tahunan. 5. Lahan yang ditutupi abu dan pasir dengan ketebalan > 10 cm perlu dilakukan reklamasi melalui teknik konservasi tanah dan air dan penanaman tahunan atau tanaman hutan dan rumput/pakan ternak. Pembuatan teras gulud dan pembuatan saluran drainase pada lahan ini diperlukan untuk mengatur aliran permukaan. Aliran air permukaan sebaiknya ditampung dalam kolam buatan/embung supaya tidak hilang pada musim kemarau. 6. Penanganan tanaman salak dan kelapa yang rusak akibat hujan abu dapat melalui perbaikan tanaman atau mengganti tanaman yang mati dan sudah tua dengan benih/bibit yang baru.
DAFTAR PUSTAKA Anda, M. dan M. Sarwani. 2012. Mneralogy, chemical composition, and dissolution of fresh ash eruption: new potential source of nutrient. SSSAJ 76(2), March-April 2012. Anonim. 1998. Laporan Tahunan Bagian Proyek Penelitian Terapan Sistem DAS Kawasan Perbukitan Krisis. ( YUADP-Component 8). Badan Litbang Pertanian. Puslittanah, Bapas. Badan
Litbang Pertanian. 2010. Laporan Hasil Kajian Singkat (Quick Assessment) Dampak Erupsi Gunung Merapi di Sektor Pertanian. Desember 2010.
Bemmelen, R.W. van. 1949. The Geology of Indonesia Vol. IA. General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. The Haque. Bronto Sutikno, D. Sayuti, dan G. Hartono. 1996. Variasi Luncuran Awan Panas Gunung Merapi dan Bahayanya. Dalam Proceedings of the 25 th Annual Convention of the Indonesian Association of Geologist. Diselenggarakan oleh STTN dengan Akademi IP Yogyakarta. Cahyandaru, N. 2011. Kajian Penanganan Dampak Erupsi Merapi di Candi Borobudur. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana. (unpublished). Chadwick, J.P., Valentin, R. Troll, C. Ginibre, D. Morgan, R. Gertisser, T.E. Waight, and J.P. Daavidson. 2007. Carbonate assimilation at Merapi Volcano, Java, Indonesia: insights from crystal isotope stratigraphy. Journal of Petrology 48(9):1793-1812.
72
Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air
Hikmatullah. 2009. Karakteristik tanah-tanah volkan muda dan kesesuaian lahannya untuk pertanian di Halmahera Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9(1):20-29. Idjudin
A.A. 2006. Dampak Penerapan Teknik Produktivitasnya. Disertasi UGM, Yogyakarta.
Konservasi
Terhadap
Katili, J.A. dan S.S. Siswiwidjojo. 1994. Pemantauan Gunungapi di Filipina dan Indonesia. IA Gi, Bandung. Rahardjo, W., S. Rumid, dan H.M.D. Rosidi. 1977. Peta Geologi Lembar Yogyakarta-Jawa, Skala 1:100.000. Direktorat Geologi Departemen Pertambangan RI, Jakarta. Simaremare, J., Iskandar, Sudarsono, dan D.T. Suryaningtyas. 2011. Pelepasan Kation Abu Vulkan Gunung Merapi dengan Menggunakan Berbagai Bahan Organik. Makalah disampaikan dalam Seminar dan Kongres HITI X, Surakarta, 6-8 Desember 2011. Storie, R.E. 1964. Handbook of soil evaluation. Published by associated student store, University of California, Berkeley California, April 1964. Sudaryo dan Sutjipto, 2009. Identifikasi dan Penentuan Logam Berat pada Tanah Vulkanik di Daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional V SDM Teknologi, Yogyakarta, 5 November 2009. Sukarman, Herry H. Djohar, dan P. Sudewo. 1993. Masalah klasifikasi tanah merah dari bahan tuf andesitik-basaltik di daerah beriklim kering, studi kasus Rhodustalfs dari Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pemb. Penelitian Tanah dan Agroklimat, No. 11:47-53. Suyitno, H.P. 2011. Dampak Bencana Aliran Lahar Dingin Gunung Merapi Pasca Erupsi di Kali Putih. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana. (unpablish) Tim Lembaga Penelitian Tanah. 1978. Laporan Penelitian dan Pengembangan Teknik Konservasi Tanah di Daerah Eks Lahar Gunung Merapi. Proyek Survei Pengukuran Persiapan Penanggulangan Akibat Bencana Banjir. Dep. PUTL dan Lembaga Penelitian Tanah. Bogor. Wilson, T., G. Kaye, C. Stewart, and J. Cole. 2007. Impacts of the 2006 eruption of Merapi volcano, Indonesia, on agriculture and infrastructure. GNS Science Report 2007/07. P 69. Zuraida. 1999. Penggunaan Abu Volkan Sebagai Amelioran pada Tanah Gambut dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Jagung. Thesis dalam Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
73