ETIKA PENYEMBELIHAN HEWAN DAN JAMINAN KEAMANAN PANGAN Dirasah Kitab Naẓam Tażkiyah Karya K.H. Ahmad Rifa’i (1786-1870) Oleh : Arif Al Wasim Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UNSIQ Email:
[email protected] Abstract The number of people consumptions and needs of meat increses day by day. In order to gain a safe and legal (halal) meat, it is important to attend the slaughtering procces of the animal. The Book of Naẓam Tażkiyah is a guide book in animal slaughtering written by K.H. Ahmad Rifa’i in 1269 hijria (1852 CE). The study of the book is necessary to reveal the thought contribution of the Scholar of Nusantara in life practical aspects. The slaughtering process is a critical point of the meat safety as a food. The food safety consists of two aspects, outer aspect and inner aspect. The outer aspect is meat safety and hygiene of hazardous materials and germs, the inner aspect is meat legality and halal. Ethically, a person should not slaughter an animal before he or she understand the provisions of the shari’a and the procedures of slaughter, moreover animal slaughtering is carried out in order to worship by constantly seeking halal and avoiding haram. Integration of religious aspects and food quality control system should be pursued in order to improve the safety assurance of animal origin foods system efficiency. Keywords : Slaughtering, Meat, Food Safety atau penyembelihan merupakan titik
A. Pendahuluan Dewasa ini kegiatan usaha di bidang
kritis kehalaln daging sebagai bahan
kuliner di Indonesia berkembang cukup
pangan.
pesat.
banyak
tahun 2009 tentang Peternakan dan
atau
Kesehatan Hewan secara legal telah
sederhana.
mengatur mengenai kehalalan daging
Umumnya menu yang ditawarkan adalah
sebagai bahan pangan. Pasal 61 ayat (2)
menu-menu makanan berbahan dasar
menyebutkan bahwa pemotongan hewan
daging,
harus memperhatikan kaidah agama dan
Di
berbagai
bermunculan
restoran,
warung-warung
telur,
merupakan
tempat kafe,
makan
ataupun
bahan
susu,
pangan
yang
hewani.
Produk hewani terebut diperoleh dari
unsur
Undang-Undang
kepercayaan
Usaha-usaha pemenuhan kebutuhan
18
yang
dianut
pandang
syari’at,
masyarakat. Dalam
usaha-usaha peternakan.
nomor
sudut
kehalalan bahan pangan memiliki batas-
hanya
batas yang jelas, baik żat ataupun sifat
memperhatikan aspek kecukupan nutrisi,
dari bahan pangan yang dikonsumsi.
tetapi
Dalam hal bahan pangan asal ternak
pangan
asal
juga
hewan
aspek
tidak
kehalalan
bahan
pangan yang dikonsumsi. Pemotongan
(daging),
penyembelihan
merupakan
Vol. I No. 01, Mei 2015
metode yang diberlakukan oleh syara’
1.1 Sekilas Biografi K.H. Ahmad Rifa’i
bagi umat Islam dalam memperoleh
K.H. Ahmad Rifa’i dilahirkan pada
kehalalan daging suatu binatang untuk dimakan. Para ulama telah banyak memberikan
arahan
dan
bimbingan
dalam memilah dan memilih bahan pangan yang halal. Salah satunya adalah yang tersaji dalam kitab Naẓam Tażkiyah karya K.H. Ahmad Rifa’i yang memang secara khusus membahas tata cara penyembelihan
hewan.
Uraian-uraian
yang tersaji dalam kitab Naẓam Tażkiyah memberikan
penjelasan
mengenai
penyembelihan hewan sebagai salah satu bentuk ibadah dalam kerangka fiqih sebagai aspek lahir yang dipadu dengan etika moral dalam kerangka tasawuf
tahun 1786 di Desa Tempuran, sebelah selatan Masjid Besar Kendal. Ayahnya bernama Muhammad Marhum, anak seorang
penghulu
bernama
R.K.H.
Pada dasarnya rukun penyembelihan 4,
penyembelihan; menyembelih;
yaitu (2) (3)
(1)
proses
orang
yang
hewan
yang
disembelih; dan (4) alat yang digunakan untuk menyembelih. Pada tulisan ini, penulis hanya membahas salah satu rukun
penyembelihan,
yaitu
proses
disertai etika penyembelihan hewan yang termaktub dalam kitab Naẓam Tażkiyah,
Sujak
alias
Ahmad Rifa’i kecil diasuh oleh kedua orang tuanya, diajarkan kepadanya baca tulis Al-Qur’an, dasar-dasar Tauhid, kromo inggil sebagai tata krama dan Bahasa Jawa. Ia juga mengaji Al-Qur’an kepada seorang guru ngaji di Desa tempuran
(Ahmad
Syadzirin
Amin,
1996: 40). Setelah ayahnya meninggal dunia, Ahmad Rifa’i diasuh oleh kakak iparnya
pada substansi ibadah.
ada
Abu
Kendal
Sutjowidjojo. Hingga usia enam tahun,
sebagai aspek batin yang berorientasi
hewan
landraad
dan relevansinya terhadap
jaminan keamanan pangan.
bernama K.H. Asy’ari, seorang ulama terkenal dan kharismatik di Kaliwungu (Ahmad Syadzirin Amin, 1989 : 9). Dalam asuhan K.H. Asy’ari, Ahmad Rifa’i muda tumbuh menjadi remaja yang tegas dan religius. Ketajaman intelektual dan spiritualnya telah tampak semenjak
beranjak
dewasa.
Masa
remajanya dilalui dalam lingkungan kehidupan agama yang sangat kuat, dimana kaliwungu merupakan wilayah yang sejak dulu terkenal sebagai pusat perkembangan Islam di wilayah Kendal
B. Hasil Temuan dan Pembahasan
dan sekitarnya (Abdul Djamil, 2001: 13).
I. Naẓam Tażkiyah
Di
144
lingkungan
inilah
ia
diajarkan
Penyembelihan Hewan
Vol. I No. 01, Mei 2015
bermacam-macam
ilmu
pengetahuan
dengan upaya pencarian ilmu melalui
agama Islam yang lazim dipelajari di
lembaga-lembaga
dunia pesantren, seperti ilmu Naḣwu,
masjid, madrasah, dan diskusi-diskusi
S{araf, Fiqih, Badî’, Bayân, Ilmu Hadis\,
ilmiah. Mobilitas guru dan murid yang
dan Ilmu Qurˋan (Ahmad Syadzirin
relatif
Amin, 1989 : 10).
pertumbuhan
jaringan
melampaui
batas-batas
Pada usia muda K.H. Ahmad Rifa’i
pendidikan
tinggi
seperti
memungkinkan ulama
yang
wilayah,
gemar melakukan oleh batin dengan
perbedaan etnis, dan kecenderungan
wirid, beliau juga gemar berdakwah di
keagamaan dalam hal madzhab dan
daerah Kendal dan sekitarnya. Pada
sebagainya (Azyumardi Azra, 1994:
tahun 1816 M, di usianya yang ke-30
105)
tahun, beliau berangkat menuju Makkah
Pada tahun 1836 K.H. Ahmad Rifa’i
al-Mukarromah untuk menuaikan ibadah
kembali ke Kaliwungu (Mastuki H.S. &
haji
untuk
Ishom el-Saha, 2006: 93-94; Ahmad
memperdalam ilmu-ilmu agama Islam
Syadzirin Amin, 1996: 51). Setelah itu
(Mastuki H.S. & Ishom el-Saha, 2006:
beliau berdakwah di daerah Kendal dan
93-94; Ahmad Syadzirin Amin, 1996:
sekitarnya.
51). Selama menetap di Haramain beliau
mendapatkan
berguru kepada sejumlah ulama. Di
masyarakat, banyak anak-anak muda
antara guru-guru beliau adalah Syaikh
maupun orang-orang tua yang belajar
Abdurrahman, Syaikh Abu Ubaidah,
kepada beliau. Perkembangan dakwah
Syaikh Abdul Aziz, Syaikh Utsman,
beliau
Syaikh Abdul Malik, dan Syaikh Isa Al-
kekhawatiran
Barawi (Bibit Suprapto, 2009: 206).
Belanda pada masa itu. Sekitar tahun
dan
menetap
di
sana
Pada masa itu Makah memiliki arti
penghubung
Meskipun
dari
pesat
dakwah
beliau
positif
dari
menimbulkan
pemerintah
kolonial
1850 beliau diasingkan dari Kendal, dan berpindah
ulama
respon
yang
tersendiri sebagai kota yang menjadi jaringan
Gerakan
ke begitu
Kalisalak, intensitas
Batang. dakwah
berbagai kawasan. Azyumardi Azra
beliau tidak menurun, hingga pada tahun
menggambarkan bahwa pada abad ke-17
1859 beliau diasingkan ke Ambon
terdapat hubungan saling silang ulama
(Mastuki H.S. & Ishom el-Saha, 2006:
yang menciptakan komunitas intelektual
95; Bibit Suprapto, 2009: 208).
internasional yang saling berkaitan satu
K. H. Ahmad Rifa’i merupakan
sama lain. Hubungan di antara mereka
seorang ulama yang produktif dalam
pada umumnya tercipta dalam kaitan
menulis kitab. Kitab-kitab karya beliau
Penyembelihan Hewan
145
Vol. I No. 01, Mei 2015
dikenal sebagai kitab tarjamah atau
dilakukan dengan menerjemahkan sesuai
tarjumah, yang merupakan saduran dari
susunan kata yang tertera, tetapi dengan
kitab-kitab berbahasa arab dan digubah
memperhatikan konteks makna yang
ulang menjadi rangkaian nazham atau
terkandung di dalam susunan bait-bait
syair berbahasa Jawa. Namun demikian,
sajak.
kitab-kitab tarjamah / tarjumah tersebut
Penelitian-penelitan terhadap K.H.
tidak murni terjemah atau alih bahasa
Ahmad Rifa’i telah banyak dilakukan,
kitab-kitab berbahasa arab, melainkan
baik
juga memuat kritik dan ide-ide politik
pemikiran,
ataupun
K.H. Ahmad Rifa’i terhadap pemerintah
pembaharuan
dakwah
kolonial dan masyarakat pada umumnya.
nusantara. Dirasah atau kajian yang
penelitian
ketokohan,
karya, gerakan
beliau
di
dilakukan oleh penulis terhadap kitab 1.2 Kitab Naẓam Tażkiyah
Naẓam Tażkiyah adalah studi internal
Kitab Naẓam Tażkiyah merupakan
teks yang mencakup upaya klasifikasi,
salah satu karya ulama nusantara yang
menetukan suatu kriteria dan membuat
memiliki sasaran khiṭâb masyarakat
prediksi
lokal, khususnya masyarakat jawa. Kitab
Tażkiyah.
kandungan
teks
Naẓam
ini menjadi warisan turun temurun dalam
Kitab Naẓam Tażkiyah berisi ajaran-
khazanah keilmuan nusantara, terlebih
ajaran K.H. Ahmad Rifa’i, terdiri atas
dalam komunitas jama’ah rifa’iyah kitab
tiga pokok bahasan. Pokok bahasan
ini menjadi rujukan utama dan menjadi
pertama tentang penyembelihan hewan
panduan dalam pemanfaatan daging
(tażkiyah atau żabîḣah), pembahasan
hewan sebagai bahan pangan.
kedua tentang perburuan (ṣaidah), dan
Sebagaimana
karya-karya
K.H.
bahasan
ketiga
berisi
tanbîh
yang
Ahmad Rifa’i yang lain, kitab Naẓam
memuat kritik atas kehidupan beragama
Tażkiyah menggunakan bahasa jawa dan
dan pandangan politik beliau tentang
ditulis dengan aksara pegon, huruf Arab
kepemimpinan (imâmah).
yang dimodifikasi untuk menuliskan Bahasa
Jawa.
berbentuk
terdapat 16 kutipan ayat Al-Qur’an, 3
nazham atau sya’ir klasik. Nazham
kutipan hadits, 43 kutipan qaul ‘ulamâˋ,
adalah rangkaian kata yang tersusun
2 qâ’idah fiqih, 7 nama ulama, dan 4
secara terikat dan beraturan membentuk
judul kitab. Dari 16 kutipan ayat Al-
sajak,
syair
Qur’an, 10 diantaranya ditulis apa
dapat
adanya,
dalam
pemaknaan
146
Kitab
nazham kalimat
ini
Di dalam kitab Naẓam Tażkiyah
atau tidak
tanpa
pengurangan
atau
Penyembelihan Hewan
Vol. I No. 01, Mei 2015
penambahan, sedangkan 6 kutipan ditulis
kerangkanya. Di Indonesia, cakupan
dengan disertai sisipan atau tambahan
pengertian daging juga meliputi jeroan
sebagai
yang
penjelasan
ayat
dan
atau
pelengkap notasi syair. Dari 3 kutipan
lazim
dikonsumsi
masyarakat
(Widagdo Sri Nugroho, tt).
hadits, 2 diantaranya dikutip tepat
Mutu dan keamanan adalah faktor
sebagaimana sumber rujukan hadits, dan
penentu dalam distribusi produk pangan.
1 hadits ditulis berbeda dari sumber
Mutu
rujukan. Adapun 43 qaul ‘ulamâˋ, 22
gabungan sifat-sifat produk tersebut
diantaranya dikutip dari sumber asli apa
yang mencerminkan tingkat atau derajat
adanya tanpa perubahan,
21 dikutip
penerimaan konsumen. Suatu produk
dengan perubahan. Dari 21 kutipan qaul
dinyatakan bermutu baik bila beberapa
‘ulamâˋ yang disertai perubahan, 9
sifat produk tersebut dinilai baik, yakni
diantaranya belum ditemukan sumber
sifat fisik (tekstur, rasa, aroma, warna),
rujukan aslinya. Qâ’idah fiqih yang
sifat
terdapat dalam kitab dinyatakan berbeda,
keasaman)
salah
sebnagai
(jumlah mikroba). (Anang Mohamad
hadits, dan yang lain sebagai qaul
Legowo, 2007: 10). Keamanan pangan
‘ulamâˋ.
merupakan
satunya
dinyatakan
produk
pangan
kimiawi
merupakan
(kandungan
maupun
sifat
kondisi
nutrisi, biologis
terhindarnya
konsumsi pangan yang tidak aman. II. Penyembelihan Hewan Jaminan Keamanan Pangan
Dan
2.1 Jaminan Keamanan Pangan Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan dan tidak menimbulkan gangguan
kesehatan
bagi
yang
memakannya (Soeparno, 2009: 1) daging merupakan
sekumpulan
otot
yang
melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulang atau
Penyembelihan Hewan
Batasan pangan yang tidak aman yaitu: (1) mengandung mikroba dalam jumlah yang cukup untuk menjadikan sakit atau bahkan
kematian;
(2)
mengandung
substansi yang dipercaya dalam jangka waktu
tertentu
dapat
menimbulkan
gangguan kesehatan, seperti pestisida, aditif
non-pangan;
(3)
memiliki
kemungkinan efek kesehatan seperti hasil
dimodifikasi
secara
genetik
(genetically modified foods) dan produk iradiasi; (4) mengandung ingredients berlebih sehingga memicu timbulnya penyakit kronis seperti diabetes, kanker,
147
Vol. I No. 01, Mei 2015
dan kardiovaskuler (Standing Committee
agama dan unsur kepercayaan yang dianut masyarakat.
on Nutrition, 2004). Tujuan dari proses penyembelihan adalah untuk menghasilkan daging yang dapat
memenuhi
kebutuhan
atau
ayat (3) Menteri menetapkan persyaratan rumah potong dan tata cara pemotongan hewan yang baik
produksinya harus menerapkan suatu
ayat (4) Ketentuan mengenai pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi pemotongan untuk kepentingan hari besar keagamaan, upacara adat, dan pemotongan darurat.
sistem yang dapat menjamin proses yang
Dalam penjelasan Undang-Undang
dilakukan dan produk yang dihasilkan
nomor 18 tahun 2009 disebutkan bahwa
telah
yang
memuaskan konsumen, yaitu produk daging yang bersih, aman, dan halal. Produsen
daging
sesuai
dalam
dengan
proses
persyaratan
keamanan dan kehalalan.
dimaksud
dengan
“menjamin
ketenteraman batin masyarakat” adalah
Undang-Undang nomor 18 tahun
pengupayaan dan pengondisian dalam
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
rangka pemenuhan syarat hewan yang
Hewan mengatur pemanfaatan hewan
halal untuk dikonsumsi dan tata cara
sebagai penyedia bahan pangan agar
pemotongan hewan tersebut sesuai dengan
dapat diarahkan untuk kesejahteraan
syariat
masyarakat. Di dalamnya juga mengatur
pencegahan penyakit hewan menular
beberapa pokok yang berkaitan dengan
dan/atau zoonosis, penganganan produk
jaminan kemanan pangan, diantaranya
secara higienis dan kaidah kesejahteraan
adalah :
hewan, pemotongan hewan di luar rumah
Pasal 61
pemotongan hewan untuk kepentingan
ayat (1) Pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus:
hari besar keagamaan, upacara adat, dan
a. dilakukan di rumah potong; dan b. mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan ayat (2) Dalam rangka menjamin ketenteraman batin masyarakat, pemotongan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memperhatikan kaidah
148
agama
Islam.
pemotongan
Dalam
darurat
memperhatikan
harus
kaidah
upaya
tetap
kesehatan
masyarakat veteriner. 2.2 Penyembelihan Hewan dalam Kitab Naẓam Tażkiyah Konsep
tentang
penyembelihan
hewan yang dituangkan oleh K.H. Ahmad
Rifa’i
dalam
kitab
Naẓam
Tażkiyah adalah penyembelihan hewan
Penyembelihan Hewan
Vol. I No. 01, Mei 2015
ini
manusia, misalnya kolesterol yang tinggi
penyembelihan dalam kerangka ibadah
pada jeroan bagi penderita darah tinggi
untuk mendekatkan diri kepada Allah,
sangat tidak dianjurkan. Utuh adalah
yang mencakup penyembelihan dalam
keutuhan
haji, qurban, dan aqiqah. Penyembelihan
bercampur engan daging yang lain,
yang diuraikan bukan dalam kerangka
apalagi
penyediaan suplai bahan pangan. Namun
diharamkan. Halal berarti kejelasan dan
demikian
penyembelihan
kepastian hukum bahwa daging tersebut
tersebut berlaku umum dalam proses
benar-benar halal baik zat/substansinya
produksi daging yang layak konsumsi.
ataupun cara penyembelihannya.
secara
umum,
dalam
konsep
hal
Penyembelihan merupakan metode
daging
itu
daging
Tata
cara
sendiri,
tidak
binatang
yang
penyembelihan
yang
yang diberlakukan oleh syara’ bagi umat
diajarkan oleh K.H. Ahmad Rifa’i dalam
Islam
Naẓam
dalam
memperoleh
kehalaln
Tażkiyah
adalah
penyembelihan
berdasarkan firman Allah SWT.
madzhab Syafi’i. Hal tersebut tidak lepas
Penyembelihan
atau
pemotongan
sesuai
cara
daging suatu binatang untuk dikonsumsi,
“Diharamkan bagimu untuk memakan bangkai (setiap binatang yang halal baik hidup di darat maupun di udara yang mati tanpa disembelih), darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, binatang yang mati dengan cara dijerat lehernya, binatang yang mati dengan cara dipukul, binatang yang matri dengan cara dilemparkan, bianatang yang mati akibat diadu dengan binatang lain, binatang yang mati sebab dimakan binatang buas kecuali binatang-binantang yang mati karena telah kamu sembelih. (Q.S. Al Maidah : 3)
yang
tata
dengan
dari afiliasi madzhab K.H. Ahmad Rifa’i kepada
Mażhab
muqadimah
Syâfi’i.
kitab-kitab
Dalam
karangannya,
beliau senantiasa menyatakan bahwa beliau
berafiliasi
kepada
madzhab
Syafi’i dan beraliran
teologi Suni.
Tampak
kutipan
jelas
dalam
bait
pembuka berikut: maka ikilah namane
Naẓam
Tażkiyah
tarjamah jarwa’ake syara’ ilmune saking haji Ahmad Rifa’i ibni Muhammad
adalah alur proses untuk memproduksi
Syafi’iyah mażhabe ahli sunni ṭoriqote (Ahmad Rifa’i, tt: 2)
daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan
Rukun adalah komponen-komponen
Halal (ASUH). Daging yang aman
yang harus ada dan terkait secara
berarti aman untuk dikonsumsi dan tidak
langsung dalam proses penyembelihan.
mengandung bahan berbahaya. Sehat
Ketiadaan
berarti
menggugurkan definis penyembelihan.
tidak
merugikan
Penyembelihan Hewan
kesehatan
komponen
rukun
149
Vol. I No. 01, Mei 2015
Proses penyembelihan harus diawali
(wadajain, dua urat saluran darah),
untuk
namun pendapat yang paling populer
melakukan perbuatan. Penyembelihan
adalah cukup dengan memotong ḣulqûm
yang
dan marîˋ. Dalam pandangan Yusuf
dari
adanya
kesengajaan
dilakukan
kesengajaan
tanpa
hukumnya
adanya tidak
sah
Qardhawi
(2003:
89),
pemotongan
(Ahmad Rifa’i, tt: 3). Dalam istilah fiqih
hulqum dan mari` saja cukup mematikan
kesengajaan disebut dengan qashd, dan
hewan yang disembelih, dan sejalan
identik dengan niat. Secara etimologis,
dengan
qashd berarti berpegangan, atau jalan
dalam Islam.
yang lurus. Qashd merupakan bagian
prinsip-prinsip
Penyembelihan
yang
kemudahan
dilakukan
dari suatu kehendak yang mengarah
bukan pada leher, melainkan dilakukan
kepada keinginan kuat dan kesengajaan
dari belakang (tengkuk) hukumnya sah
bertindak.
muncul
apabila pada saat pemotongan dilakukan
beriringan dengan dimulainya suatu
sampai pada ḣulqûm dan marîˋ hewan
perbuatan. Qaṣd juga dapat berarti
tersebut masih hidup, meskipun sekejap.
sesuatu
adanya
Penyembelihan yang dilakukan oleh dua
pengetahuan. Pengetahuan merupakan
orang dari arah berlawanan (depan dan
sarana mewujudkan sesuatu yang dapat
belakang),
membantu dan mempermudah dalam
penyembelihannya
rangka mencapai tujuan, mengetahu dan
dagingnya haram dikonsumsi (Ahmad
menghindari faktor-faktor penghambat
Rifa’i,
(Umar Sulaiman Asyqar, 2006: 17).
penyembelihan
Kesengajaan
yang mengharuskan
Penyembelihan dilakukan dengan
maka
tt:
hukum
tidak
8).
Demikian yang
dan
juga
dilakukan
bersamaan dengan pembedahan untuk
memotong ḣulqûm (saluran pernafasan,
mengeluarkan
organ-organ
tenggorokan atau trachea) dan marîˋ
dengan
segera,
(saluran makanan, kerongkongan atau
penyembelihannya haram.
oesophagus). Kedua organ ini harus
sah
Dalam
proses
dalamnya hukum
penyembelihan,
benar-benar terpotong, apabila masih
terputusnya ḣulqûm dan marîˋ tidak
terdapat bagian yang tidak terpotong
harus
maka daging hewan sembelihan tersebut
penyembelihan.
haram dikonsumsi (Ahmad Rifa’i, tt: 4).
diluang berulang kali sampai terputusnya
Dalam kajian fiqih terjadi khilâf di
ḣulqûm dan marîˋ boleh dilakukan
kalangan ulama, diantaranya ada yang
dengan syarat binatang yang disembelih
mensyaratkan pemotongan saluran darah
masih dalam kondisi ḣayât mustaqirrah
150
terjadi
dalam
sekali
Penyembelihan
yang
Penyembelihan Hewan
Vol. I No. 01, Mei 2015
(Ahmad
Rifa’i,
penyembelihan
tt:
6-7).
menjadi
Hukum
batal
dan
sesaat setelah penyembelihan, yaitu (1) adanya gerakan
yang sangat keras
dagingnya haram dikonsumsi apabila
setelah penyembelihan; dan/atau (2)
pengulangan dilakukan ketika binatang
darah keluar memancar dengan keras
yang disembelih telah berada dalam
(Ahmad Rifa’i, tt: 10)
kondisi ḣayât mażbûḣ. Dengan kata lain,
Kondisi ḣayât mustaqirrah berlaku
ketika ḣulqûm dan marîˋ terputus pada
pada penyembelihan binatang yang sehat
penyembelihan
kalinya,
dan tidak berlaku pada penyembelihan
penyembelihan yang dilakukan sebelum
darurat. Penyembelihan darurat adalah
terputusnya ḣulqûm dan marîˋ tidak
penyembelihan yang dilakukan pada
dianggap
perlakuan
binatang yang mengalami kecelakaan
penyembelihan. Tindakan seperti ini
dan binatang yang sakit hingga hampir
dianggap sebagai tindak maksiat dan
mati.
berdosa karena menyakiti binatang yang
sepanjang
hendak disembelih (Al-Bujairami, 1995:
disembelih
5/188)
penyembelihannya sah dan dagingnya
kesekian
sebagai
Ḣayât mustaqirrah adalah kondisi
halal
Pada
penyembelihan binatang
yang
masih
dikonsumsi
darurat, hendak hidup,
meskipun
setelah
dimana binatang yang disembelih masih
disembelih tidak ada gerakan yang
dalam keadaan bugar, fungsi-fungsi
sangat keras, atau darahnya keluar tidak
fisiologis bekerja dengan normal, fungsi
memancar deras. (Ahmad Rifa’i, tt: 13)
gerak masih berada di atas kesadaran
Ilmu dan teknologi pangan yang
dan dikontrol oleh organ-organ kordinasi
semakin
(otak dan syaraf). Ḣayât mażbûh adalah
pengawasan
suatu kondisi dimana binatang yang
penyembelihan binatang yang sakit,
telah disembelih masih hidup menjelang
terlebih lagi pada penyembelihan yang
kematiannya,
fisiologis
dagingnya hendak didistribusikan untuk
hingga
konsumsi masyarakat. Penyembelihan
mulai
fungsi-fungsi
mengalami
berhenti
pada
degradasi saat
kematiannya,
binatang
modern ekstra
yang
mensyaratkan ketat
sakit
harus
gerakan-gerakan yang timbul tidak lagi
memperhatikan
di bawah kendali otak tetapi merupakan
binatang
gerakan-gerakan refleks yang timbul di
mendapatkan rekomendasi dari dokter
luar kesadaran. ḣayât mustaqirrah pada
hewan atau tenaga medik veteriner
binatang
mengenai penyakit (Soeparno, 2009: 6).
yang
disembelih
dapat
kondisi
terhadap
tersebut,
dan
penyakit harus
diketahui dari gejala-gejala yang tampak
Penyembelihan Hewan
151
Vol. I No. 01, Mei 2015
Penanganan binatang yang telah
3. Menyembelih binatang sebagai salah
dipotong dianjurkan dilakukan beberapa
satu bentuk ibadah (Ahmad Rifa’i, tt.
saat
3; 15; 37-38)
setelah
binatang
disembelih.
Makruh memisahkan kepala dari badan, memotong
kaki,
organ-organ
dan
dalam
penyembelihan.
mengeluarkan segera
setelah
Perlakuan-perlakuan
4. Senantiasa mengusahakan aspek halal dan menjauhi haram (Ahmad Rifa’i, tt. 26; 30-33; 58; 75) Islam mengajarkan konsep-konsep
tersebut dianjurkan dilakukan beberapa
hidup
yang
mengarahkan
umatnya
saat setelah binatang tersebut benar-
menjadi umat yang maju dalam segala
benar mati dan suhu tubuhnya menurun
hal. Islam memberikan dorongan kuat
(An-Nawawi, tt: 9/102)
untuk menuntut ilmu, membangun hidup dalam
dan meraih kesuksesan. Sistem berfikir
penyembelihan bukan merupakan syarat
yang diajarkan dalam Islam adalah
yang
dalam
sistem berfikir yang edukatif. Segala
yang
bentuk ritual ibadah merupakan amal
menyempurnakan proses penyembelihan
saleh dan latihan spiritual yang berakar
(Ahmad Rifa’i, tt: 27). Syarat yang harus
dan diikat oleh makna hakiki dan
dipenuhi dalam proses penyembelihan
bersumber dari fitrah manusia.
Pembacaan
harus
penyembelihan,
basmalah
dilakukan tetapi
sunnah
adalah tidak menyembelih karena selain
Persyaratan dalam sistem jaminan
Allah. Selama motif penyembelihan
halal menyatakan bahwa produk halal
adalah karena Allah, dagingnya halal
yang
diproduksi
tidak
dikonsumsi meskipun tidak melafaẓkan
unsur
haram,
diproses,
basmalah.
diangkut dan disajikan sesuai dengan
Etika yang harus diperhatikan dalam
syari’at
Islam
mengandung disimpan,
dengan
tidak
penyembelihan yang diajarkan oleh K.H.
terkontaminasi oleh unsur haram dan
Ahmad Rifa’i adalah sebagai berikut:
konsisten
1. Seseorang
Pemenuhan
dilarang
menyembelih
dengan elemen
kebijakan
halal.
sasaran
halal
sebelum memahami ilmu syari’at dan
mengacu pada persyaratan elemen mutu
tata
seri ISO 9000 yang menyatakan bahwa
cara
menyembelih
(Ahmad
pimpinan puncak harus memastikan
Rifa’i, tt. 2-3; 8-9; 15; 23) dan
sasaran mutu, termasuk yang diperlukan
memahami tata cara penyembelihan
untuk memenuhi persyaratan produk,
(Ahmad Rifa’i, tt: 3-4; 8-9; 24; 35-36)
ditetapkan pada fungsi dan tingkat
2. Mempelajari
ilmu
syari’at
relevan dalam organisasi. Sasaran mutu
152
Penyembelihan Hewan
Vol. I No. 01, Mei 2015
juga harus terukur dan konsisten dengan
Meskipun
substansi
hewan
yang
kebijakan mutu.
disembelih adalah halal, namun proses
Penyembelihan memegang peranan
penyembelihan yang tidak benar dapat
penting dalam mata rantai produksi
merubah status kehalalannya. Secara
daging, dan merupakan titik rawan halal
etis, seseorang dilarang menyembelih
atau haramnya daging untuk dikonsumsi.
sebelum memahami ilmu syari’at dan
Nilai-nilai moral dan etika jika tidak
tata cara penyembelihan, selain itu
diperhatikan
menyembelih binatang dilakukan dalam
dengan
seksama
akan
memicu resiko-resiko kecurangan yang
rangka
ibadah
dengan
senantiasa
mungkin akan merusak kehalalan produk
mengusahakan aspek halal dan menjauhi
daging.
haram. Kitab Naẓam Tażkiyah sebagai salah
C. Simpulan Dari
satu warisan dan kekayaan khazanah
uraian
ditarik
pembahasan
kesimpulan,
bahwa
dapat proses
penyembelihan hewan merupakan titik kritis keamanan produk daging sebagai bahan
pangan.
Keamanan
pangan
mencakup keamanan lahir dan kemanan batin. Keamanan lahir adalah keamanan dan kebersihan daging dari kontaminasi bahan-bahan penyakit.
berbahaya
Keamanan
dan batin
bibit
keilmuan
nusantara
tuntunan
mengajarkan
bagaimana
penyembelihan
proses
dapat
menjamin
keamanan batin bahan pangan. Integrasi aspek-aspek sistem
pengawasan
diupayakan efisiensi
keagamaan
untuk
sistem
(halal) mutu
dan perlu
meningkatkan
jaminan
keamanan
produk pangan asal ternak. [ ]
adalah
kehalalan daging sebagai bahan pangan. DAFTAR PUSTAKA Amin, Ahmad Syadzirin. 1996. Gerakan Syaikh Ahmad Rifa’i dalam Menentang Kolonial Belanda. Jakarta Jama’ah Masjid Baiturrahman. _________. 1989. Mengenal Ajaran Tarajumah Syaikh H. Ahmad Rifa’i. Pekalongan: Yayasan Al-Insap. Asyqar, Umar Sulaiman. 2006. Maqashid al-Mukallafin: an-Niyat fi al-Ibadah.
Penyembelihan Hewan
Terj. Faisal Saleh. Fiqih Niat dalam Ibadah. Jakarta: Gema Insani Press. Azra, Azyumardi. 1994. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: Mizan. Al-Bujairami, Sulaiman bin Muhammad. 1995. Tuhfat al-Habib ‘ala Syarh alKhathib. a.k.a. Hasyiyah al-Bujairami
153
Vol. I No. 01, Mei 2015
ala al-Khathib. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Djamil, Abdul. 2001. Perlawanan Kiai Desa: Pemikiran dan Gerakan K.H. Ahmad Rifa’i Kalisalak. Yogyakarta: LkiS. Legowo, Anang Mohamad. 2007. Peranan Teknologi Pangan dalam Pengembangan Produk Olahan Hasil Ternak di Tengah Kompetisi Global. Orasi Ilmiah pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Teknologi Pasca Panen Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Mastuki H.S. & Ishom el-Saha (Ed). 2006. Intelektualisme Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka. An-Nawawi, Yahya bin Syaraf. Tt. AlMajmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Beirut: Dar al-Fikr.
154
Nugroho, Widagdo Sri. Tt. Jaminan Keamanan Daging Sapi di Indonesia. File Pdf. Diunduh dari http://www.rudyct.com/PPS702-ipb. Qardhawi, Yusuf. 2003. Al-Halal wa alHaram fi al-Islam. Terj. Wahid Ahmadi et.al. Halal dan Haram dalam Islam. Solo: Era Intermedia. Cet. III. Rifa’i, Ahmad. Tt. Naẓam Tażkiyah. Tp. Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press. Cet ke-5. Standing Committee on Nutrition. 2004. Nutrition for Improved Development Outcomes, the 5th Report on the World Nutrition Situation. Geneva: WHO. Suprapto, Bibit. 2009. Ensiklopedi Ulama Nusantara. Jakarta: Gramedia. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009.
Penyembelihan Hewan