1
RASIONALITAS PILIHAN ORANG TUA TERHADAP PESANTREN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN REMAJA AWAL Meita Arsita, Nurhadi, dan Atik Catur Budiati Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
[email protected]
ABSTRACT The research aims to explain the reason why the parents are choose islamic boarding school as educational institutions for adolescent. The research was held in SMP MTA Gemolong with purposive sampling technique. The informants is 4 parents of boarding school students, the school principal, the female boarding school principal, conseling teacher, and 4 female student of boarding school. This research uses descriptive qualitative approach with case study. The primary and secondary data were collected by in depth interview, direct observation, and documentation. The data validity using triangulation methode and sources. The datas were analyzed by intrepret the answer of informants. The results showed that the parents reason is (1) hope their children has good atitude (2) feeling unable to educate their children at home (3) they are member of MTA (4) similarity experience as students in MTA (5) low cost of boarding school (6) believe that MTA is the best. MTA is the rational choice of parents. MTA give optimum profit for parents such as the children have same guidance with them, monthly cost have been payed is for development of MTA, and showing their loyality as a member of MTA. Parents as the actors of rationality controling the childrens so that the childrens following the parents instruction. They give motivation and knowledge that islamic boarding scool is the best choice for them. Keywords: islamic boarding school, MTA, rational choice ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menjelaskan alasan orang tua memilih pesantren sebagai lembaga pendidikan remaja awal. Penelitian dilaksanakan di SMP MTA Gemolong dengan teknik pemilihan informan berupa purposive sampling. Informan yang dipilih adalah 4 orang orang tua siswi mukim, kepala sekolah, kepala asrama putri, guru BK, dan 4 orang siswi mukim. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis studi kasus. Data primer dan sekunder dikumpulkan melalui teknik in depth interview, observasi langsung, dan dokumentasi. Uji validitas data menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber. Analisis data melalui menginterpretasikan kata-kata yang disampaikan oleh informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan orang tua adalah (1) agar anak memiliki ahklak yang bagus (2) perasaan ketidakmampuan mendidik anak di rumah (3) merupakan anggota MTA (4) kesamaan pengalaman sebagai siswa MTA (5) biaya asrama murah (6) keyakinan terhadap MTA sebagai
2
tuntunan yang paling benar. Tujuan rasional orang tua adalah MTA. MTA memberikan keuntungan maksimal bagi orang tua karena anak akan memiliki pedoman yang sama dengan orang tua, uang SPP yang dibayarkan bermanfaat bagi pengembangan MTA, dan menunjukkan loyalitas orang tua sebagai anggota MTA. Orang tua sebagai aktor yang rasional mengendalikan anaknya agar menuruti keinginannya dengan cara memberikan motivasi dan pemahaman bahwa pesantren merupakan pilihan terbaik bagi anaknya. Kata Kunci: MTA, pesantren, pilihan rasional
PENDAHULUAN
tawuran
Latar Belakang Masalah
hingga
Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin
pelajar
sepanjang
Januari
tahun
2013
Oktober
(Hermawan, 2013). Tingginya
angka
kenakalan
beragam. Berdasarkan data informasi
remaja mengundang kecemasan dari
Kementerian Pemuda dan Olahraga
berbagai pihak yang berkepentingan
(Kemenpora) pada tahun 2009, jumlah
khususnya
anak-anak dan remaja pelaku tindak
Nasional (Depdiknas), sekolah, orang
kriminalitas sebanyak 3.280 orang.
tua dan masyarakat pada umumnya
Sebesar 2.797 orang laki-laki, dan 483
(Saad, 2003:3). Salah satu upaya
orang
Depdiknas untuk mengurangi angka
Pemuda
perempuan dan
(Kementerian
Olahraga,
2009).
kenakalan
Departemen
remaja
Pendidikan
adalah
melalui
Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
optimalisasi
fungsi
sekolah.
RI pada tahun 2012 juga mencatat
Optimalisasi
dilakukan
melalui
jumlah tersangka narkoba usia remaja
penyelenggaraan
yakni usia 16-19 tahun mencapai angka
dimana menekankan pentingnya aspek
2.106 jiwa (Kementerian Kesehatan RI,
afektif siswa. Berbagai macam nilai
2014). Pada tahun 2012, kemenkes
diimplementasikan kedalam diri siswa
kembali mencatat sebesar 5,2 % remaja
baik pada jenjang SD, SMP, maupun
usia 15-19 tahun telah melakukan
SMA. Nilai tersebut diantaranya adalah
hubungan seks pra nikah (Kemenkes,
membentuk
2015). Sementara itu, Komisi Nasional
berakhlak
Perlindungan Anak (Komnas Anak)
tanggung jawab, peduli, santun), rasa
juga mencatat terdapat 229 kasus
ingin tahu, estetika, percaya diri,
siswa mulia
kurikulum
2013
yang
beriman,
(jujur,
disiplin,
3
motivasi internal, toleransi, gotong
kontribusi
royong, kerjasama, musyawarah, pola
Partisipasi
hidup
terhadap anak usia sekolah.
sehat,
patriotik,
ramah
lingkungan,
cinta
perdamaian
dan
Kasar
Jumlah
santri
dari
Angka
(APK)
nasional
di
Kabupaten
(Kementerian
Pendidikan
Kebudayaan,
2013).
Melalui
se
nilai-nilai
tersebut
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1
terbentuk
dimana jumlah santri di Kabupaten
penanaman diharapkan
siswa
dapat
dan
7,18%
kepribadian yang baik sehingga dapat
Sragen menduduki peringkat pertama eks-karesidenan
Surakarta.
Hal
Sragen mencapai angka 13.274 siswa.
mengendalikan perilakunya sendiri. Selaras dengan pemerintah, orang tua
juga
mempercayakan
sekolah
sebagai lembaga pendidikan di luar keluarga. Bahkan pemilihan lembaga pendidikan
menjadi
sesuatu
yang
dipikirkan orang tua secara matang. Berbagai
pertimbangan
dan
perhitungan dilakukan orang tua untuk
Gambar 1. Histogram Data Jumlah
mendapatkan manfaat yang optimal
Santri se-eks Karesidenan
dari pemilihan lembaga pendidikan tersebut.
(Sumber: jateng.bps.go.id)
Pendidikan
jenis
keagamaan
seperti pesantren, saat ini cukup banyak diminati masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah tahun 2014 jumlah santri di Jawa Tengah mencapai 507,853 santri dan
meningkat
pada
tahun
2015
menjadi 638.288 santri. Berdasarkan analisis statistik Pendidikan Islam, pondok
Surakarta Tahun 2015
pesantren
mempunyai
Salah satu pesantren modern di Sragen yang terkenal dan diminati masyarakat
adalah
SMP
MTA
Gemolong. Siswa dalam kota atau sekitar SMP MTA biasanya boleh pulang kerumah atau lajo, sementara siswa dari luar kota biasanya berada di asrama.
Aktivitas
siswa
asrama
dipantau mulai pukul 04.00 hingga
4
22.00 WIB. Kegiatan siswa telah
pulang kerumah. Jadwal kepulangan
terjadwal dengan baik oleh pihak
telah ditentukan oleh pesantren. Hal ini
asrama. Siswa memperoleh pelajaran
berarti membuat intensitas bertemu dan
umum di sekolah selama kurang lebih 7
berinteraksi antara orang tua dengan
jam setelah itu berada di asrama untuk
santri menjadi sangat terbatas. Dengan
mendapatkan pelajaran agama Islam.
demikian peran orang tua menjadi
Perkembangan pesantren dalam
sedikit bila dibandingkan dengan orang
dunia pendidikan ini memperlihatkan
tua yang menyekolahkan anaknya di
beberapa hal yang cukup menarik.
sekolah
Pasalnya, sekolah umum dan pesantren
sosiologis
memiliki
lembaga sosialisasi pertama dan utama
perbedaan
yang
cukup
umum.
signifikan. Siswa di sekolah umum
yang
hanya
anaknya.
menempuh
proses
belajar
orang
seharusnya
Padahal tua
secara
merupakan
mendidik
anak-
mengajar 7 sampai 8 jam perhari
Berdasarkan fenomena tersebut,
sehingga masih dapat pulang ke rumah
peneliti merasa tertarik untuk meneliti
dan berinteraksi dengan orang tuanya.
tentang Rasionalitas Pilihan Orang
Orang tua tetap berperan memantau
Tua Terhadap Pesantren Sebagai
dan mengikuti proses pendidikan anak.
Lembaga Pendidikan Remaja Awal.
Sementara itu, proses belajar mengajar
Peneliti ingin mengetahui mengapa
di pesantren dilakukan hampir 24 jam
orang tua memilih pondok pesantren
perhari. Selama 7 jam diantaranya
sebagai lembaga pendidikan remaja
pembelajaran materi umum sedangkan
awal.
sisanya
pembiasaan
diri
melalui
penanaman nilai-nilai agama Islam. Setiap kegiatan seperti belajar, makan, mengaji, tidur, dan sebagainya telah diatur sedemikian rupa oleh pesantren. Bahkan santri tidak bisa sewaktu-waktu menghubungi orang tuanya, melainkan hanya
pada
waktu-waktu
tertentu.
Selain itu, tidak setiap hari santri bisa
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
menjelaskan alasan orang tua memilih pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan remaja awal.
5
yang diterima masyarakat (Wittek,
Kajian Pustaka Perkembangan
Teori
Pilihan
2013:689). Pilihan rasional dirangsang oleh
Rasional Perspektif teori pilihan rasional yang dipopulerkan Coleman
ini
oleh James S
menyatakan
stimulus tertentu, dan pilihan yang ditawarkan sifatnya terbatas. Stimulus
bahwa
dari setiap pilihan antar individu
tindakan seseorang sebagai sesuatu
berbeda-beda tergantung sistem dimana
yang
dalam
individu-individu itu berada (Agger,
Tindakan
2007:315). Dari pilihan yang terbatas
purposive merupakan suatu tindakan
tersebut individu mempertimbangkanya
yang
secara
purposive
Wirawan,
(Huber
2012:191).
didasarkan
keinginan
matang
untuk
memperoleh keuntungan atas pilihanya
keuntungan
(Coleman, 1992:23).
meminimalkan resiko yang mungkin
Tindakan
purposive
individu
akan
yang
memperoleh
ditemukan
maksimal
pada
dan
pilihannya.
memerlukan optimalisasi. Sebagai teori
Termasuk dalam konteks pemilihan
yang banyak dipengaruhi oleh ekonomi
pesantren sebagai lembaga pendidikan
maka prinsip optimalisasi ini hampir
anak
sama dengan prinsip ekonomi. Secara
memaksimalkan
keseluruhan, esensi dari pendekatan
meminimalisasi resiko pada anaknya
ekonomi
melalui pesantren.
asumsi
terdiri
dari
memaksimalkan
gabungan perilaku,
keseimbangan pasar, dan stabilitas preferensi
(Becker
dalam
ini.
Orang
tua
mencoba
keuntunganya
dan
Modernisasi Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan
Krstic,
Pesantren adalah sebuah asrama
2015:2). Preferensi atau kepentingan
pendidikan Islam tradisional dimana
dalam perilaku individu dipengaruhi
para siswa tinggal bersama dan belajar
oleh kepentingan sosial. Keuntungan
ilmu keagamaan dibawah bimbingan
yang diperoleh individu tidak hanya
kiai, asrama berada dalam kompleks
terbatas pada keuntungan material,
pesantren dimana kiai tinggal (Zubaedi,
melainkan secara psikologis maupun
2005:142). Pada abad ke-19 pesantren
sosial seperti prestise atau perilaku
mengalami
perkembangan
berkembangnya
sistem
seiring
pendidikan
6
Barat di Indonesia. Pada akhirnya
itu, saat ini pesantren modern telah
pesantren terbagi menjadi 2 kelompok
menggunakan metode pengajaran yang
besar
yakni
(tradisional) dan
pesantren
salafi
diterapkan di sekolah umum seperti:
pesantren
khalafi
tanya jawab, hafalan, sosio-drama,
(modern).
widyawisata, ceramah, hingga sistem
Pesantren
salafi
merupakan
modul.
pesantren yang tetap mempertahankan
Pesantren yang
inti pendidikan di pesantren. Sementara
sekitarnya dan menjadi rujukan moral
itu,
merupakan
bagi kehidupan masyarakat umum,
pesantren yang memasukkan pelajaran-
sesuai dengan aliran yang dibawanya
pelajaran umum atau membuka tipe
(Abdullah,
sekolah
masyarakat
khalafi
umum
dalam
lingkungan
pesantren (Dhofier, 1984:41). Salah
satu
perbedaan
dengan
integritas
pengajaran kitab-kitab klasik sebagai
pesantren
tinggi
memiliki
2008:41).
masyarakat
Hingga
menganggap
kini
pesantren
merupakan sarana yang tepat mendidik yang
anak karena sarat akan nilai-nilai
menonjol dalam pendidikan pesantren
keagamaan. Adapun nilai-nilai yang
adalah pada sistem pengajarannya.
diimplementasikan
Sistem pengajaran pesantren tradisional
antara lain
menggunakan
dan
ta’awun (kerjasama), jihad (berjuang),
bandongan atau weton. Sistem sorogan
taat, sederhana, mandiri, dan ihklas
bersifat individual yang umumnya
(Zubaedi, 2005:140-141).
sistem
sorogan
dilakukan pada santri yang tertinggal dalam
pelajaran
pesantren
ukhuwah (persaudaraan),
MTA
Gemolong
dan
merupakan salah satu jenis pesantren
dilakukan oleh santri senior untuk
khalafi atau pesantren modern yang
membantu santri yang baru masuk.
cukup
berkembang
Sementara itu bandongan adalah sistem
Sragen.
Pesantren
dimana kyai membacakan salah satu
dibawah naungan yayasan Majlis Tafsir
kitab, menerjemahkanya dalam bahasa
Qur’an (MTA). Modernisasi sistem
Jawa
pengajaran di pesantren ini seiring
pada
mengikuti
SMP
dalam
kemudian memberi keterangan kata-kata
yang
di
Kabupaten
tersebut
berada
sulit
dengan kebutuhan masyarakat. Saat ini
(Dirdjosanjoto, 1999:149). Sementara
individu tidak hanya membutuhkan
7
pemahaman terhadap kitab melainkan
lainnya, untuk
perlu memiliki pengetahuan yang luas
dan status di grup sosial (Rice dalam
dan skill sebagai bekal memperoleh
Nissfianoor, 2004:160). Pada masa
pekerjaan dan menghadapi persaingan
remaja juga menjadi masa yang cukup
dalam
penting
masyarakat
yang
semakin
kompetitif.
diterima, pengakuan,
dalam
pembentukan
kepribadian. Keluarga merupakan tempat yang
Karakteristik Remaja Awal Pada umumnya, masa remaja
sempurna
untuk
terbagi menjadi 2 fase yakni masa
pendidikan
ke
remaja awal dan masa remaja akhir.
kepribadian yang utuh, tidak hanya saat
Masa remaja awal dimulai ketika anak
anak-anak
telah genap berusia 12 atau 13 tahun,
(Tirtarahardja, 2005:169). Orang tua
dan berakhir pada usia 17 atau 18
memberikan tuntunan, ajaran, serta
tahun.
WHO
contoh dalam berperilaku, sehingga
menggolongkan remaja awal pada usia
suasana keluarga menjadi tempat yang
10 – 14 tahun (Mighwar, 2006:68).
sebaik-baiknya
Pada masa remaja seringkali dianggap
pendidikan individual maupun sosial.
Sementara
itu
rentan terhadap permasalahan. Hal ini disebabkan emosinya
oleh
perkembangan
menunjukkan sifat
melangsungkan
arah
melainkan
pembentukan
juga
dalam
remaja
melakukan
Saad juga mengemukakan bahwa kualitas
komunikasi
antarpribadi
yang
memberi pengaruh yang besar terhadap
sensitif dan reaktif yang sangat kuat
perilaku anak dan remaja. Komunikasi
terhadap berbagai peristiwa atau situasi
yang jarang dilakukan antara orang tua
sosial, emosinya bersifat negatif dan
dan anak menjadikan anak merasa
temperamental
2008:197).
teralineasi (Saad, 2003:26). Keadaan
Kondisi emosional yang belum matang
ini sulit ditemukan pada anak yang
pada diri remaja tersebut akan beresiko
berada di pesantre karena umumnya
terjadinya kenakalan.
anak hanya berkomunikasi dengan
(Yusuf,
Pada masa perkembangan sosial remaja,
ia
memiliki
kebutuhan-
kebutuhan kasih sayang, kepuasan hubungan
dengan
individu-individu
orang tua lewat telpon pada jam yang telah ditentukan dan bertemu orang tua hanya setiap 1 bulan sekali.
8
profesi
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
menggunakan
yang
kesamaan
alasan
berbeda
terdapat
antar orang tua
pendekatan deskriptif kualitatif dengan
menyekolahkan anaknya di pesantren.
jenis studi kasus. Teknik pemilihan
Alasan tersebut diantaranya adalah:
informan melalui purposive sampling.
1) Keinginan agar anak memiliki
Informan yang dipilih adalah 4 orang
ahklak yang bagus
orang tua siswi mukim, kepala sekolah,
Orang tua beranggapan bahwa
kepala asrama putri, guru BK, dan 4
pendidikan agama jauh lebih penting
orang
siswi
Jenis
data
daripada pendidikan umum. Orang tua
primer
dan
meyakini bahwa jika anak dididik
sekunder. Data primer diperoleh dari
dengan agama maka ia akan memiliki
hasil wawancara mendalam terhadap
pedoman yang bagus sehingga tidak
orang tua siswa mukim. Data sekunder
terpengaruh pada pergaulan remaja
diperoleh melalui wawancara terhadap
yang negatif. Apalagi anak dididik
kepala sekolah, guru BK, kepala
dalam pesantren MTA. Orang tua
asrama
tentang
percaya bahwa tuntunan ajaran agama
perkembangan siswa selama di asrama.
menurut MTA merupakan yang paling
Selain itu dilakukan observasi terhadap
benar karena bersumber pada Qur’an
orang tua siswa mukim serta dokumen
dan Hadits.
sekolah yang berupa profil sekolah,
2) Perasaan
menggunakan
mukim. data
dan
siswa
buku pedoman santri selama berada di
ketidakmampuan
mendidik anak di rumah.
asrama, data kunjungan orang tua, data
Orang tua merasa bahwa anak
kegiatan siswa di asrama, dan laporan
akan lebih mudah diatur oleh orang lain
kegiatan siswa di asrama. Analisis data
dibandingkan dengan dirinya sendiri.
menggunakan
interpretatif
Beberapa orang tua merasa anaknya
yakni dengan menafsirkan kata-kata
sulit untuk dibentuk kemandirianya
yang disampaikan oleh informan.
ketika di rumah. dengan memasukkan
analisis
anak ke pesantren maka orang tua
HASIL PENELITIAN Berdasarkan
hasil
wawancara
terhadap informan menunjukkan bahwa meskipun orang tua berasal dari latar
berharap anak akan belajar mandiri karena setiap rutinitas harian harus dikerjakan sendiri.
9
3) Merupakan
anggota
aktif
lama bergabung dengan MTA tetapi
organisasi MTA Semua
tepat. Terdapat orang tua yang belum
informan
yang
telah meyakini bahwa MTA merupakan
memasukkan anaknya di SMP MTA
ajaran
Gemolong karena mereka merupakan
Banyak orang tua yang tidak ingin
anggota MTA. Mereka aktif mengikuti
memasukkan anaknya di pesantren lain
pengajian
meskipun jaraknya tidak jauh dari
di
memperoleh
MTA
kesamaan
sehingga pemahaman
agama
rumah.
yang
Orang
paling
tua
khawatir
tepat.
jika
tentang cara mendidik anak.
dimasukkan ke pesantren lain maka
4) Kesamaan pengalaman sebagai
anak
akan
berbeda
pemahaman
dengannya.
siswa di MTA Beberapa orang tua merupakan
Berdasarkan
alasan
yang
alumni sekolah MTA. Mereka merasa
dikemukakan oleh orang tua di atas erat
yakin bahwa MTA mampu mendidik
kaitanya
anaknya dengan baik sesuai ajaran
belakang orang tua sebagai anggota
MTA.
aktif
5) Biaya pendidikan asrama murah
sumber pemahaman yang sama yakni
Orang
tua
merasa
biaya
dengan
MTA.
kesamaan
Mereka
latar
memperoleh
melalui pengajian di MTA. Setiap ahad
pendidikan di asrama cukup terjangkau
pagi
yakni sebsar Rp. 630.000,- per bulan.
melaksanakan
Biaya
mencakup
pusat MTA di Surakarta. Selain itu
kebutuhan makan harian dan biaya
setiap hari terdapat ceramah dari ustadz
pendidikan di sekolah setiap bulan.
MTA yang disiarkan melalui radio,
6) Keyakinan
sehingga jama’ah dapat memperoleh
tersebut
telah
terhadap
MTA
sebagai tuntunan agama Islam
Orang tua yang menyekolahkan di
merupakan sehingga
SMP
MTA
anggota merasa
MTA
pengajian
biasanya di
kantor
pemahaman yang sama. Orang tua harus berpikir berulang
yang paling benar.
anak
jama’ah
Gemolong
kali jika menyekolahkan anak ke pesantren dibawah naungan organisasi
aktif
MTA
agama lain. Hal itu akan memberikan
bahwa
MTA
berbagai dampak baik dalam segi
merupakan ajaran agama yang paling
agama, ekonomi, maupun politis.
10
tua sebagai anggota MTA. MTA
PEMBAHASAN MTA
Sebagai
Rasionalitas
merupakan rasionalitas bertujuan orang
Bertujuan Orang Tua Terhadap
tua
Pesantren
ekonomi, maupun politis. Gambaran
Gagasan
konteks
agama,
keterkaitan MTA dengan alasan orang
rasional adalah tindakan perseorangan
tua dari segi agama, ekonomi, maupun
mengarah kepada suatu tujuan dan
politis dapat dilihat pada Bagan 1.
itu
(dan
teori
dalam
pilihan
tujuan
dasar
baik
juga
tindakan)
ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi) (Ritzer, 2008:394). Dalam konteks permasalahan ini, orang tua telah
dihadapkan
pada
berbagai
preferensi lembaga pendidikan. Dari sekian
banyak
jenis
lembaga
Bagan 1. Keterkaitan Tujuan Agama,
pendidikan seperti sekolah umum,
Ekonomi,
sekolah berbasis keagamaan seperti
dan
Politis
Terhadap MTA
SMP IT, MTs, maupun pesantren Secara agama, salah satu tujuan
muhammadiyah, pesantren NU, dan sebagainya orang tua lebih memilih
orang
tua
memasukkan
pesantren MTA khusunya SMP MTA
pesantren
Gemolong.
memperoleh pendidikan agama yang
adalah
anak
agar
ke anak
Orang tua tidak secara serta
lebih baik sehingga terbentuk ahklak
merta memilih SMP MTA Gemolong,
yang baik pula. Meskipun hampir
namun telah melalui proses pemikiran
setiap pesantren membentuk ahklak
yang panjang.
James S Coleman
yang baik pada anak, namun tidak
menyatakan bahwa dalam teori pilihan
semua ajaran pesantren sesuai dengan
rasional, tindakan seseorang sebagai
harapan orang tua. Orang tua siswa
sesuatu yang purposive (Huber dalam
meyakini bahwa pendidikan agama
Wirawan, 2012:191). Berbagai alasan
yang baik adalah menurut MTA.
yang dikemukakan orang tua erat
Mereka menganggap bahwa tuntunan
kaitanya dengan latar belakang orang
ibadah MTA paling benar karena
11
bersumber dari Quran dan Hadits.
dan bahasa arab. Bahkan di SMP MTA
Banyak orang tua yang khawatir jika
Gemolong
memondokkan anak di pesantren lain
pelajaran agama Islam di asrama
maka
seperti
anak
akan
tumbuh
dengan
memberikan
qiro’ah,
tambahan
tahfidzul
qur’an,
pemahaman yang berbeda dengannya.
hafalan hadits, menghafal ayat pilihan,
Mereka takut akan terjadi gesekan
pesholatan, menghafal do’a harian, dan
prinsip antara anak dengan orang tua.
muhadatsah-conversation bahasa arab.
Lebih dari itu, jika anak tidak
Disamping
itu
siswa
MTA
juga
memiliki pedoman agama yang bagus
melaksanakan pengajian rutin setiap 2
dikhawatirkan anak akan terjerumus
minggu sekali secara bergilir antara
pada hal-hal yang negatif. Apabila anak
siswa putra dan putri. Orang tua pun
terpengaruh pada hal negatif akan
juga melaksanakan pengajian di tempat
memberikan
bagi
yang sama. Dengan demikian materi
keluarga. Nama baik orang tua akan
yang diperoleh antara anak dan orang
menjadi sorotan dalam masyarakat.
tua pun akan sama.
Mereka akan dianggap tidak mampu
Secara
dampak
sosial
ekonomi,
biaya
mendidik anaknya jika anak tumbuh
pendidikan di pesantren jauh lebih
menjadi anak nakal.
murah dibanding sekolah lain. Di SMP
Bila
dibandingkan
dengan
MTA Gemolong orang tua cukup
sekolah umum, pesantren memiliki
membayar sebesar Rp. 630.000,- per
kualitas keagamaan yang lebih bagus,
bulan. Biaya yang dibayarkan telah
oleh karenanya memungkinkan anak
mencakup kebutuhan makan harian dan
tumbuh dengan kepribadian yang baik.
biaya pendidikan di sekolah. Dengan
Di sekolah umum anak hanya akan
membayar SPP yang cukup murah,
memperoleh pelajaran agama Islam
anak telah dibentuk kepribadianya di
sangat sedikit yakni 2 jam pelajaran
dalam asrama dengan nilai-nilai agama
dalam 1 minggu. Sementara itu, di
Islam menurut MTA. Orang tua tidak
pesantren
perlu khawatir anak akan terjerumus
anak
diberikan
porsi
pelajaran agama yang cukup banyak
pada
yakni pelajaran fiqih, qur’an hadits,
berpedoman pada agama.
aqidah ahklak, tarikh (sejarah islam),
hal
negatif
karena
telah
12
Walaupun harus mengeluarkan
merupakan
bagian
dari
loyalitas
sejumlah uang, orang tua tentu tidak
anggota terhadap kelompok. Apabila
merasa
baginya
orang tua menyekolahkan anaknya di
pesantren
pesantren lain maka ia berarti telah
keberatan
menyekolahkan merupakan
karena
anak
suatu
di
bentuk
ketaatan
menyumbangkan
uangnya
terhadap Allah SWT. Terlebih uang
kemajuan
SPP yang terbayarkan akan kembali
sebenarnya dibalik masalah pendidikan
lagi pada organisasi MTA. Uang akan
terdapat tujuan politis orang tua untuk
digunakan
melanggengkan
untuk
pengembangan
organisasi MTA. Jadi secara tidak langsung uang itu akan kembali lagi manfaatnya kepada orang tua sebagai anggota pengajian MTA.
menunjukkan
loyalitasnya
anak sesuai dengan ajaran MTA. Mereka tidak mau menyekolahkan anaknya di pesantren lain karena ingin
banyak
kelompoknya.
orang
tua
Semakin
menyekolahkan
anaknya di SMP MTA Gemolong maka akan semakin memperlihatkan eksistensi MTA di masyarakat. Kondisi ini akan sangat baik bagi MTA untuk terus merekrut anggota baru ke dalam kelompoknya.
anaknya di MTA secara tidak langsung mereka telah menginfaqkan uangnya pertumbuhan
kekuatan
Maksimalisasi Minimalisasi
Keuntungan Resiko
Perkembangan
dan
pada
Anak
MTA.
Ini
teori
pilihan
rasional banyak dipengaruhi oleh ilmu ekonomi. Rasional di bidang ekonomi mendefinisikan perilaku rasional tidak hanya
sebagai
bertindak
pelayanan
preferensi
menghasilkan
suatu
bermanfaat,
dalam untuk
hasil
tetapi
yang sebagai
memaksimalkan keuntungan (Coleman, 1992:23).
Dalam
individu
prinsip
ekonomi
mengeluarkan
usaha
seminimal mungkin untuk memperoleh hasil Selaras
Orang tua yang menyekolahkan
bagi
Jadi
Melalui Pesantren MTA
sebagai anggota MTA karena mendidik
memajukan
lain.
organisasinya.
Secara politis, orang tua berarti telah
organisasi
untuk
yang
semaksimal
dengan
mungkin.
pandangan
ini,
pesantren merupakan mekanisme yang tepat
bagi
memaksimalkan
orang
tua
keuntungan
dalam dan
meminimalkan resiko dalam proses
13
pendidikan anak. Berikut merupakan
sekolah umum lebih tinggi dibanding
maksimalisasi
pesantren.
keuntungan
dan
Dengan
demikian
minimalisasi resiko yang dilakukan
menyekolahkan anak di pesantren jauh
oleh orang tua melalui pesantren MTA:
lebih hemat daripada sekolah umum.
1) Ekonomis vs boros
2) Efisiensi waktu vs pekerjaan
Biaya SPP yang dikeluarkan
Menyekolahkan
anak
di
orang tua di asrama sebesar Rp.
pesantren membuat waktu orang tua
630.000,- per bulan, uang buku serta
lebih efisien. Orang tua tidak perlu
uang saku secukupnya. Sementara itu
meluangkan
di sekolah umum, orang tua masih
menyiapkan
memiliki banyak biaya tambahan yang
mengantar dan menjemput anak ke
dikeluarkan di luar kegiatan sekolah.
sekolah,
Adapun
pengeluaran
mengingatkan anak makan tepat waktu,
yang harus di keluarkan orang tua di
sholat tepat waktu, serta memantau
sekolah umum dan sekolah khusus
perkembangan mengaji anak. Orang
dapat dijelaskan melalui Tabel 1.
tua
Tabel 1. Rata-rata Pengeluaran Per
kegiatan apa yang dilakukan anak di
perbandingan
Bulan
Siswa
di
Sekolah
Umum dan Pesantren N o. 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 .
Kebutuhan SPP sekolah Makan 3 x sehari Uang transport ke sekolah Uang saku Biaya kebersihan Biaya kesehatan Biaya pulsa Biaya internet Biaya hiburan Biaya buku sekolah
Berdasarkan
Sekolah Umum
juga
waktunya
untuk
keperluan
menemani
tidak
sekolah,
anak
perlu
belajar,
mengawasi
luar sekolah. Semua kegiatan tersebut telah dilakukan oleh pengasuh asrama.
Pesantren
Anak di dalam asrama telah diatur dan
diawasi sedemikian rupa oleh pengasuh
-
dengan tertib. Dengan demikian orang
-
anak.
-
3) Kualitas agama bagus vs rendah
Tabel
1.
Dapat
dilihat bahwa rata-rata pengeluaran di
asrama. Semua kegiatan telah terjadwal
tua dapat lebih leluasa bekerja tanpa perlu melakukan pengawasan terhadap
Ditinjau
dari
segi
agama,
memasukkan anak di pesantren jauh lebih
menguntungkan.
mendampingi
anak
belajar
Tanpa setiap
14
harinya, anak telah memiliki banyak
yang didominasi oleh orang-orang
kemampuan yakni mampu menghafal
paham agama dan belajar tentang
hadits, menghafal do’a sehari-hari,
agama. Selain itu anak terhindar dari
menghafal
pilihan,
pengaruh media massa karena selama
memahami tatacara sholat dan bersuci
di asrama anak dilarang mengakses
yang benar bahkan mampu menghafal
media massa seperti
Al Qur’an. Setiap habis subuh dan
internet. Kondisi ini memungkinkan
habis
anak terhindar dari pengaruh negatif
ayat-ayat
asar
anak
selalu
perkembangan Disamping
dipantau
keagamaanya. itu
disampaikan
materi
media massa.
yang
berkaitan
dengan
televisi, hp,
Selain itu, di pesantren MTA, anak
berada
di
lingkungan
yang
permasalahan kehidupan remaja saat
semuanya menanamkan nilai-nilai yang
ini sehingga dapat mencegah anak dari
diajarkan MTA. Jadi, anak memperoleh
pergaulan yang negatif.
sosialisasi nilai-nilai agama Islam yang
4) Rasa aman vs ancaman pergaulan
sama ketika di pesantren dan di rumah. Semuanya
remaja Selain pelajaran agama yang
sama-sama
mengajarkan
ajaran agama Islam menurut MTA.
bagus, orang tua juga tidak perlu lagi
Dengan
khawatir
anaknya.
memberikan rasa aman terhadap orang
Zubaedi mengemukakan bahwa faktor
tua. Orang tua tetap bisa menjalankan
pendorong remaja menjadi pecandi
aktivitas
narkoba adalah (1) suasana keluarga
terlepas dari pengawasan.
yang
5) Rasa
akan
pergaulan
membosankan,
keretakan
keluarga, minimnya kasish sayang orang
tua,
dan
orang
tua
yang
demikian
tanpa
pesantren
khawatir
bangga
vs
telah
anaknya
resiko
pertanyaan masyarakat Secara
psikologis
tua
memanjakan anak, (2) minimnya bekal
mendapatkan
keagamaan yang dimiliki anak, (3)
tersendiri karena telah memasukkan
pengaruh pergaulan (Zubaedi, 2005:85-
anak ke dalam asrama. Pesantren
86). Dua dari 3 faktor tersebut dapat
memiliki integritas yang tinggi dengan
teratasi melalui pendidikan di asrama.
masyarakat sekitarnya dan menjadi
Di asrama anak berada di lingkungan
rujukan
moral
rasa
orang
bagi
kebanggaan
kehidupan
15
masyarakat
dengan
pengembangan MTA. Semakin eksis
(Abdullah,
MTA maka akan mudah memperoleh
2008:41). Pesantren dianggap sebagai
kepercayaan dari masyarakat. Dengan
sebuah lembaga yang paham terhadap
demikian orang tua tidak akan lagi
agama sehingga dapat menghasilkan
dipertanyakan
individu-individu yang taat terhadap
anggota MTA.
aliran
umum,
yang
sesuai
dibawanya
agama.
loyalitasnya
sebagai
Berbeda keadaanya apabila orang
Masyarakat kecenderungan
awam
memiliki
nggota
MTA
menyekolahkan
bahwa
anaknya di pesantren lain ataupun
anak yang dididik di pesantren pasti
sekolah umum. Sesama anggota MTA
akan memiliki kualitas keagamaan
pasti akan mempertanyakan mengapa
yang baik karena mereka selalu diajari
mereka tidak memasukkan anaknya ke
kegiatan-kegiatan keagamaan. Dengan
MTA.
demikian orang tua akan merasa aman
kelompok akan dipertanyakan.
dari pandangan buruk masyarakat.
Anak Sebagai Objek Memperoleh
Selain itu tanpa orang tua menjelaskan
Keuntungan
bagaimana
menganggap
tua
suatu
Dalam teori pilihan rasional,
otomatis telah berpikiran bahwa pasti
aktor berupaya memaksimalkan utilitas
anak tersebut adalah anak yang baik
mereka
karena lulusan pesantren.
menggerakkan
loyalitas
orang
anggota
secara
6) Bukti
anaknya,
Loyalitas
vs
eksistensi
sebagian
Sebagian besar orang tua yang
hak
untuk
mengendalikan diri mereka sendiri dan memperoleh
organisasi
dengan
mengendalikan
sebagian aktor
hak lain
untuk (Ritzer,
menyekolahkan anaknya di pesantren
2008:397). Orang tua sebagai aktor
adalah
merupakan
yang
tua
ingin
keuntungan dengan mengendalikan diri
dengan
dan anaknya. Orang tua berusaha
anggota
karena MTA.
menunjukkan
mereka Orang
loyalitasnya
berupaya
memasukkan anak ke pesantren MTA.
mengendalikan
Upaya tersebut akan sangat berperan
menahan rasa rindu karena tidak dapat
dalam pengembangan MTA. SPP yang
bertemu setiap hari dengan anaknya.
orang tua bayarkan digunakan untuk
diri
memaksimalkan
sendiri
untuk
16
Selain itu, orang tua telah secara sepihak
melakukan kontrol terhadap
anaknya.
Anak
yang maksimal bagi orang tua karena
diberikan
anak di pesantren MTA akan memiliki
kesempatan untuk memilih sekolah
pedoman yang sama dengan orang tua,
pilihanya sendiri. Mereka meyakinkan
uang SPP yang orang tua bayarkan
pada
di
bermanfaat bagi pengembangan MTA,
pesantren akan menjadikan dirinya
dan memasukkan anak di pesantren
menjadi yang lebih baik. Upaya ini
MTA menunjukkan loyalitas orang tua
dilakukan
sebagai
anak
tidak
MTA memberikan keuntungan
bahwa
agar
menunjukkan
kehidupan
orang
tua
loyalitasnya
dapat sebagai
anggota.
memaksimalkan
Dalam
keuntungan
dan
anggota. Ia akan berperan dalam
meminimalisasi resiko tersebut orang
pengembangan MTA jika memasukkan
tua sebagai aktor yang rasional telah
anak di pesantren MTA.
mengendalikan anaknya agar menuruti
SIMPULAN DAN SARAN
keinginan orang tua dengan cara
Berdasarkan pembahasan yang
memberikan motivasi dan pemahaman
telah dipaparkan, maka simpulannya
bahwa pesantren merupakan pilihan
orang tua menyekolahkan anaknya di
terbaik bagi anaknya.
pesantren karena (1) keinginan agar
Berdasarkan temuan penelitian
anak memiliki ahklak yang bagus (2)
maka peneliti menyarankan kepada
perasaan ketidakmampuan mendidik
orang tua untuk turut serta secara aktif
anak di rumah (3) merupakan anggota
dalam
aktif organisasi MTA (4) kesamaan
menjaga komunikasi dengan anak agar
pengalaman sebagai siswa di MTA (5)
pembentukan kepribadian anak dapat
biaya pendidikan asrama murah (6)
optimal.
keyakinan
sebagai
memberikan banyak ruang bagi orang
tuntunan agama Islam yang paling
tua agar turut serta aktif dalam proses
benar.
yang
pendidikan. Selain itu juga sebaiknya
dikemukakan oleh orang tua erat
melakukan perkumpulan rutin dengan
kaitannya dengan latar belakang orang
orangtua
tua sebagai anggota organisasi MTA.
perkembangan anak di asrama.
terhadap
Semua
MTA
alasan
proses
Bagi
untuk
pendidikan
pesantren
anak,
untuk
membicarakan
17
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan., & Zain, Muhammad. (2008). Agama, Pendidikan Islam dan Tanggung Jawab Sosial Pesantren. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM Agger, Ben. (2007). Teori Sosial Kritis. Terj. Nurhadi. Yogyakarta:Kreasi Wacana. Badan Pusat Statistik (BPS). (2015) Banyaknya Pondok Pesantren, Kyai Ustadz dan Santri Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2015. Diperoleh pada tanggal 23 Desember 2015, dari jateng.bps.go.id. Coleman, James S & Fararo, Thomas J. (1992). Rational Choice Theory: Advocacy and Critique. London: SAGE Publications. Dhofier, Zamakhsyari. (1984). Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES Hemawan, Erwan. (2013, 20 November). Tawuran Sekolah Jakarta Naik 44 Persen). Tempo. Diperoleh pada 17 April 2016, dari https://m.tempo.co/read/news/2 013/11/20/083531130/tawuransekolah-jakarta-naik-44-persen Kementerian Kesehatan RI. (2014). Situasi dan Analisis Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Diperoleh pada tanggal 21 Oktober 2015, dari www.depkes.go.id. Kementerian Kesehatan RI. (2015). Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Diperoleh pada
tanggal 13 Januari 2016, dari www.depkes.go.id. Kementerian Pemuda dan Olahraga. (2009). Penyajian Data Informasi Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun 2009. Jakarta: Biro Perencanaan Sekretariat Kementerian Pemuda dan Olahraga. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013. Diperoleh pada tanggal 29 April 2016, dari http://sertifikasi.fkip.uns.ac.id/ modul/1%20Materi%20KPPG %20&%20Kurikulum%202013/ STRUKTUR%20DAN%20ISI %20KURIKULUM%202013.p df#. Krstic, Milos S. (2015). Rational Choice Theory And Random Behaviour. EKOHOMHKA 61 (1):1-13. Diperoleh pada tanggal 28 Februari 2016, dari https://www.researchgate.net/pu blications/274082385. Mighwar, Muhammad. (2006). Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia. Mutohar, Ahmad & Anam, Nurul. (2013). Manifesto Modernisasi Pendidikan Islam & Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nisfianoor, M & Kartika, Yuni. (2004). Hubungan Antara Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Remaja. Jurnal Psikologi 2 (2), 160-178 Dirdjosanjoto, Pradjarta. (1999). Memelihara Umat:Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa. Yogyakarta:LKIS Ritzer, George & Goodman, Douglas J. (2008). Teori Sosiologi
18
Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Saad, Hasballah M. (2003). Perkelahian Pelajar:Potret Siswa SMU di DKI Jakarta. Yogyakarta: Galang Press. Tirtarahardja, Umar. (2008). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Wirawan, I.B. (2012). Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial). Jakarta: Kencana. Wittek, Rafael. (2016). “Rational Choice Theory”, dalam Warms, Richard L& McGee, R.Jon.(2013). Theory In Social and Cultural Antrophology. London: SAGE Publications. Yusuf, Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Rosdakarya. Zubaedi. (2005). Pendidikan Berbasis Masyarakat:Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.