ISTIQRA’, Jurnal Penelitian Ilmiah, Vol. 1, No. 1 Januari-Juni 2013
P3M STAIN Datokarama Palu
URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) POSO PESISIR (Upaya Menciptakan Integritas Sosial dan Strukutur Sosial yang Terbuka)
Rus’an (Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Palu) Sri Dewi Lisnawaty (Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Palu)
Abstract The implementation of multicultural education in State Islamic Senior High School Poso Pesisir supported by teachers and students. Efforts to create social integrity and open social structur were conducted through multicultural education in among others: 1) teach ing the importance of mutual respect among community members of different cultural background, religion, race, ethnicity, and gender, 2) teaching the importance of equal rights, social justice, democratization, and collective participation as a member of the community, 3) teaching the importance of preserving cultural diversity both locally and nationally that can crease intercultural appreciation, 4) teaching democratic patterns of interaction and appreciating the diversity of race, culture, religion, ethnicity, and gender, 5) teaching open attitude to diversity of race, culture, religion, ethnicity, and gender, 6) teaching sensitivity to social justice regardless of cultural background, religion, race, ethnicity, and gender. Keywords: Multicultural Education, Islamic Education, State Islamic Senior High School Poso Pesisir.
A. PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis disertai masalah-masalah sosial yang dewasa ini terus berkembang membutuhkan perhatian dan kepekaan dari seluruh elemen bangsa tidak hanya dari para pakar dan pemerhati masalah sosial namun juga ISTIQRA’, Jurnal Penelitian Ilmiah, ISSN: 2338-025X Vol. 1, No. 1 Januari-Juni 2013
Urgensi Pendidikan Multikultural
91
dunia pendidikan yang punya peran sangat strategis sebagai wahana dan “agent of change” bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia baik melalui substansi maupun model pembelajaran. Hal ini dipandang penting untuk memberikan pembekalan dan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pola-pola yang disebutkan di atas, sesungguhnya telah terjadi dibeberapa daerah yang ada di Sulawesi tengah, antara lain di Poso. Konflik kekerasan yang pernah terjadi di Poso salah satunya diakibatkan dan dipicu oleh persoalan suku, ras, agama serta status sosial. Namun demikian,”agama” dinilai menjadi salah satu faktor yang ikut andil sebagai pemicu. 1 Maka, disinilah diskursus dan implementasi multikulturalisme menemukan tempatnya yang berarti dan tentu saja pendidikan menjadi satu faktor penting. Tidak bisa dipungkiri adanya bermacam-macam suku dan budaya di Daerah Poso ditandai dengan adanya perbedaan agama yang dianut, bahasa, watak, serta sistem nilai sosial budaya yang sukar dipahami oleh orang lain yang bukan berasal dari sukunya sendiri. Masyarakat Poso adalah masyarakat yang plural baik dari segi suku bangsa, agama, maupun adat istiadat. Dari segi status sosialnya pun sangat beragam, misalnya pemeluk agama Islam hampir berimbang jumlahnya dengan penduduk agama Kristen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam suatu lingkungan pemukiman di daerah Poso, terdapat beberapa macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda misalnya suku Pamona, Mori, Bugis, Gorontalo, Minahasa, Jawa, Kaili, Toraja, Bali dan sebagainya. Kelompok-kelompok suku bangsa itu saling mempunyai identitas dan budaya masing-masing. Salah satu upaya untuk membangun kesadaran dan pemahaman generasi yang akan datang di daerah Poso adalah dengan penerapan pendidikan multikultural. Hal ini dikarenakan pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengahtengah masyarakat Kota Poso yang plural. 1
Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi, (Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2008), h. 15.
92
Rus’an & Sri Dewi Lisnawaty
Dalam perspektif pendidikan Islam, Pendidikan multikultural tidak dapat dilepaskan dengan konsep pluralis. Konstruksi pendidikan semacam ini berorientasi pada proses penyadaran yang berwawasan pluralis secara agama, sekaligus berwawasan multikultural. Dalam kerangka yang lebih jauh, konstruksi pendidikan Islam multikultural dapat diposisikan sebagai bagian dari upaya secara komprehensif dan sistematis untuk mencegah dan menanggulangi konflik etnis agama, radikalisme agama, separatisme, dan integrasi bangsa. Nilai dasar dari konsep pendidikan ini adalah toleransi. 2 Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural sebagai hal yang penting dalam pendidikan di daerah Poso sebagai daerah yang pernah berkonflik selama kurang lebih 3-4 tahun dengan harapan agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya agar tercipta integritas sosial dan strukutur sosial yang terbuka. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Pendidikan Multikulturalisme Masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa majemuk, ditandai dengan banyaknya etnis, suku, agama, budaya, kebiasaan, di dalamnya. Di sisi lain, masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat multikultural, masyarakat yang anggotanya memiliki latar belakang budaya (cultural background) beragam. 3 Kemajemukan dan multikulturalitas mengisyaratkan adanya perbedaan. Manusia dilahirkan dengan segala jenis perbedaan, mulai dari suku, agama, ras, dan adat istiadat. Perbedaan dalam segala aspek kehidupan pada aktivitas keseharian manusia merupakan sebuah keniscayaan. Adanya perbedaan budaya, adat istiadat, agama, budaya, suku dan lain seterusnya menjadikan kehidupan ini berada dalam suasana yang begitu menarik sebab perbedaan akan mengantarkan sebuah panorama yang begitu indah ketika hal tersebut kemudian diletakkan sebagai alat saling mengikat satu sama lain dalam upaya membangun sebuah bangunan kehidupan yang harmonis. 4 2
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 207. Muh. Yamin dan Vivi Aulia, Meretas Pendidikan Toleransi. Pluralisme dan Multikulturalisme Keniscayaan Peradaban, (Malang: Madani Media, 2011), h. vii. 4 Mubarak, Zakki, dkk. Buku Ajar II, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi (MPKT) Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat, cet. Kedua. Depok: Penerbit FE U, h. 2008. 3
Urgensi Pendidikan Multikultural
93
a. Pengertian Multikulturalisme Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.5 Beberapa pandangan para pakar tentang definisi multikulturalisme antara lain: (1) Multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik. 64 (2) Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan.7 (3) Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. 8 (4) Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. 9 (5) Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut. 10
5
Azra, Azyumardi, “Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia” 2007. (http://www.kongresbud.budpar.go.id/58%20ayyumardi%20azra). 7 Ibid. 8 Lubis, Deskontruksi Epistemologi Modern. (Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2006). h. 23. 9 Suparlan, Parsudi, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural”, Simposium Internasional Bali ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002, 1987. http:www.duniaesai.com/antro/antro3.html. 10 Harahap, Ahmad Rivai,. “Multikulturalisme dan Penerapannya dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama”. 2004.
94
Rus’an & Sri Dewi Lisnawaty
b. Pendidikan Multikulturalisme Sebagai sebuah cara pandang sekaligus gaya hidup, multikulturalisme menjadi gagasan yang cukup kontekstual dengan realitas masyarakat kontemporer saat ini. Prinsip mendasar tentang kesetaraan, keadilan, keterbukaan, pengakuan terhadap perbedaan adalah prinsip nilai yang dibutuhkan manusia di tengah himpitan budaya global. Oleh karena itu, sebagai sebuah gerakan budaya, multikulturalisme adalah bagian integral dalam berbagai sistem budaya dalam masyarakat yang salah satunya dalam pendidikan, yaitu melalui pendidikan yang berwawasan multicultural.11 Keragaman atau multikulturalisme mestinya menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan. Seperti diketahui pendidikan sesungguhnya adalah proses transfer ilmu, nilai-nilai, dan sikap yang baik dari generasi lebih tua kepada genersi lebih muda. Oleh sebab itu, agar tujuan menciptakan warga negara yang memiliki pemahaman, nilai, sikap, dan cara pandang multikultur dapat dicapai, pendidikanlah salah satu wadahnya. 12 Pendidikan dengan wawasan multikultural dalam rumusan James A. Bank adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis didalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. 13 Jenis pendidikan ini menentang bentuk rasisme dan segala bentuk diskriminasi di sekolah, masyarakat dengan menerima serta memahami pluralitas (etnik, ras, bahasa, agama, ekonomi, gender dan lain sebagainya) yang terefleksikan diantara peserta didik, komunitas mereka, dan guru-guru. Pendidikan multikultural ini harus melekat dalam kurikulum dan strategi pengajaran, termasuk juga dalam setiap interaksi yang dilakukan diantara para guru, murid dan keluarga serta keseluruhan suasana belajar mengajar. Pendidikan multikultural mengacu pada paham multikulturalisme. Secara definitif multikulturalisme adalah suatu refleksi dari suatu sistem nilai yang menekankan pada penerimaan terhadap perbedaan tingkah laku yang berasal dari sistem budaya yang berbeda dan dukungan secara aktif akan hak-hak tiap perbedaan agar tetap eksis di tengah sistem budaya yang berbeda tersebut.14 Menurut Amir Rusdi dalam Kasinyo Harto bahwa pendidikan multikultural dapat dimaknai sebagai usaha-usaha edukatif yang diarahkan untuk dapat menanamkan nilai-nilai kebersamaan kepada peserta didik dalam lingkungan yang berbeda baik ras, 11
Muhammad Umar Syadat Hasibuan, Revolusi Kaum Muda, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), cet. I. h. 88. 12 James A. Bank. Handbook of Research on MultikulturalEducation (http://www. educationworld. com, diakses tanggal 7 Oktober 2012).Kasinyo, op.cit, h. 29. 13 Kasinyo, op.cit, h. 29. 14 Ibid.
Urgensi Pendidikan Multikultural
95
etnik, agama, budaya, nilai-nilai, dan ideologi sehingga memiliki kemampuan untuk dapat hidup bersama dalam perbedaan dan memiliki kesadaran untuk hidup berdampingan secara damai. 15 Pendidikan multikultural merupakan sebuah proses pemerolehan pengetahuan untuk dapat mengontrol orang lain demi sebuah kehidupan (survival). Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap peduli dan mau mengerti (difference) atau politics of recognition, politik pengakuan terhadap orang-orang kelompok minoritas. 16 Secara operasional, pendidikan multikultural pada dasarnya adalah program pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi pembelajar (multiple learning environments) dan yang sesuai dengan kebutuhan akademik maupun sosial anak didik. Kasinyo Harto mengutip pendapatnya Anderson dan Cusher mengatakan bahwa multikultural adalah pendidikan keragaman kebudayaan. Definisi ini mengandung unsur yang lebih luas, meskipun demikian posisi kebudayaan masih sama yakni mencakup keragaman kebudayaan menjadi sesuatu yang dipelajari sebagai objek studi. Dengan kata lain, keragaman kebudayaan menjadi materi pelajaran yang harus diperhatikan, khususnya bagi rencana pengembangan kurikulum. Dalam masyarakat ditemukan pelbagai individu atau kelompok yang berasal dari budaya berbeda, demikian pula dalam pendidikan, diversitas tersebut tidak bias dielakkan. Diversitas budaya itu bisa ditemukan dikalangan peserta didik maupun para guru yang terlibat secara langsung atau tidak dalam satu proses pendidikan. Diversitas itu juga bisa ditemukan melalui pengkayaan budaya-budaya lain yang ada dan berkembang dalam konstelasi budaya, lokal, nasional dan global. Oleh karena itu, pendidikan multikultur bukan merupakan satu bentuk pendidikan monokultur, akan tetapi model pendidikan yang berjalan di atas rel keragaman. Diversitas budaya ini akan mungkin tercapai dalam pendidikan jika pendidikan itu sendiri mengakui keragaman yang ada,bersikap terbuka (openess) dan memberi ruang kepada setiap perbedaan yang ada untuk terlibat dalam satu proses pendidikan. H.A.R. Tilaar menggariswahi bahwa model pendidikan yang dibutuhkan di Indonesia harus memperhatikan enam hal, yaitu, pertama, pendidikan multikultural haruslah berdismensi “right toculture” dan identitas lokal. Kedua, kebudayaan Indonesia yang menjadi, artinya kebudayaan Indonesia merupakan Weltanshauung yang terus berproses dan merupakan bagian integral dari proses kebudayaan mikro. Oleh karena itu, perlu sekali untuk mengoptimalisasikan budaya lokal yang beriringan dengan apresiasi terhadap budaya nasional. Ketiga, pendidikan multikultural normatif yaitu model pendidikan yang memperkuat identitas nasional yang terus menjadi tanpa harus menghilangkan identitas budaya lokal yang ada. Keempat, pendidikan multikultural merupakan suatu rekonstruksi sosial, artinya pendidikan multikultural tidak boleh 15
Ibid. h. 32. Ibid. h. 32.
16
96
Rus’an & Sri Dewi Lisnawaty
terjebak pada xenophobia, fanatisme dan fundamentalisme, baik etnik, suku, ataupun agama. Kelima, pendidikan multikultural merupakan pedagogik pemberdayaan (pedagogy of empowerment ) dan pedagogik kesetaraan dalam kebudayaan yang beragam (pedagogy of equity). Pedagogik pembedayaan pertama-tama berarti, seseorang diajak mengenal budayanya sendiri dan selanjutnya digunakan untuk mengembangkan budaya Indonesia di dalam bingkai negara-bangsa Indonesia. Dalam upaya tersebut diperlukan suatu pedagogik kesetaraan antar-individu, antar suku, antar agama dan beragam perbedaan yang ada. Keenam, pendidikan multikultural bertujuan mewujudkan visi Indonesia masa depan serta etika bangsa. Pendidikan ini perlu dilakukan untuk mengembangkan prinsip-prinsip etis (moral) masyarakat Indonesia yang dipahami oleh keseluruhan komponen sosial-budaya yang plural. 2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan dan mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok kultural. Tujuan penting dari pendidikan multikultural adalah pemerataan kesempatan bagi semua murid. 17 Sehingga sekolah menjadi element pengentas sosial dari struktur masyarakat yang timpang kepada strukturyang berkeadilan. Peran pendidikan di dalam multikulturalisme hanya dapat dimengerti di dalam kaitannya dengan falsafah hidup, kenyataan sosial, yang akan meliputi disiplin-disiplin ilmu yang lain seperti ilmu politik, filsafat, khususnya falsafah posmoderenisme, antropologi, dan sosiologi. Dalam hal ini dimaksudkan agar dalam perjalanan sejarah pendidikan multikultural nantinya tidak kehilangan arah atau bahkan berlawanan dengan nilai-nilai dasar multikulturalisme. Orientasi yang seharusnya dibangun dan diperhatikan antara lain: a. Orientasi kemanusiaan. Kemanusian atau humanisme merupakan sebuah nilai kodrati yang menjadi landasan sekaligus tujuan pendidikan. Kemanusian besifat universal, global, di atas semua suku, aliran, ras, golongan dan agama. b. Orientasi kebersamaan. Kebersamaan atau kooperativisme merupakan sebuah nilai yang sangat mulia dalam masyarakat yang plural dan heterogen. Kebersamaan yang hakiki juga akan membawa kepada kedamaian yang tidak ada batasannya. Tentunya kebersamaan yang dibangun disini adalah kebersamaan yang sama sekali terlepas dari unsur kolutif maupun koruptif. Kebersamaan yang dibangun adalah kebersamaan yang masing-masing pihak tidak merasa dirugikan dirinya sendiri, orang lain, lingkungan, serta negara. c. Orientasi kesejahteraan. Kesejahteraan atau welvarisme merupakansuatu kondisi sosial yang menjadi harapan semua orang. Kesejahteraan selama ini hanya dijadikan sebagai slogan kosong. Kesejahteraan sering diucapkan, akan tetapi tidak 17
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan . (Jakarta: Kencana Prenada, 2007), h. 184.
Urgensi Pendidikan Multikultural
d.
e.
f.
97
pernah dijadikan orientasi oleh siapapun. Konsistensi terhadap sebuah orientasi harus dibuktikan dengan perilaku menuju pada terciptanya kesejahteraan masyarakat. Orientasi propesional. Propesional merupakan sebuah nilai yang dipandang dari aspek apapun adalah sangat tepat. Tepat landasan, tepat proses, tepat pelaku, tepat ruang, tepat waktu, tepat anggaran, tepat kualitatif, tepat kuantitatif, dan tepat tujuan. Orientasi mengakui pluralitas dan heterogenitas. Pluralitas dan heterogenitas merupakan sebuah kenyataan yang tidak mungkin ditindas secara fasis dengan memunculkan sikap fanatisme terhadap sebuah kebenaran yang diyakini oleh orang banyak. Orientasi anti hegemoni dan anti dominasi. hegemoni dan dominasi hegemoni adalah dua istilah yang sangat populer bagi kaum tertindas. Hanya saja kedua istilah tersebut tidak pernah digunakan atau bahkan dihindari jauh-jauh oleh para pengikut paham liberalis, kapitalis, globalis, dan neo-liberalis. Karena hegemoni bukan hanya di bidang politik, melainkan juga di bidang pelayanan terhadap masyarakat.
Dengan demikian multikulturalisme dan pendidikan bukanlah masalah teknis pendidikan belaka, tetapi memerlukan suatu konsep pemikiran serta pengembangan yang meminta partisipasi antar disiplin. Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan siswa untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan multikultural juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat. Pendidikan multikultural lebih lanjut diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat diidentifikasi: (1) untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; (2) untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya; (4) untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok. Pendidikan multikultural (multikulturaleducation) adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengahtengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya keke-
98
Rus’an & Sri Dewi Lisnawaty
nyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak. 18 3. Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural dalam Al-Qur’an Perkataan “nilai” dapat ditafsirkan sebagai ”makna” atau “arti” (worth) sesuatu barang atau benda. Hal ini mempunyai pengertian bahwa sesuatu itu bernilai, berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. 19 Perlu kembali merenungkan berbagai nilai-nilai ajaran yang telah disampaikan Allah melalui para Rasul-Nya, yang terdapat dalam kitab Suci Al-Qur’an. Kita hendaknya mampu mengoptimalkan peran agama sebagai faktor integrasi dan pemersatu. Al-Qur’an, misalnya, memuat banyak sekali ayat yang bisa dijadikan asas untuk menghormati dan melakukan rekonsiliasi di antara sesama manusia. Dalam tulisan ini dapat dikemukakan contoh sebagai berikut: a. Perlu diajarkan peserta didik agar mampu hidup bersama dalam perbedaan: (1). Q.S. Ali-Imran. (003): 64: “Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (2) Q.S. Al Hujuraat (049):13: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. b. Agar Peserta didik memiliki sikap mempercayai orang lain, tidak mencurigai dan tidak berprasangka buruk, antara lain: (1) Q.S. Al Hujuraat (049):15: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar”. (2) Keragaman adalah sunnatullah yang tidak bias diingkari. Q.S Al-Hujurat (49):13 di atas meneguhkan hal itu. Kita diciptakan Allah bukan dalam keseragaman, tetapi 18
Chairul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 67. Darji Darmodiharjo, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa Dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 233. 19
Urgensi Pendidikan Multikultural
99
dalam keragaman, tetapi dalam keragaman dan perbedaan, baik berbeda dalam hal suku, bangsa, bahasa, warna kulit, agama, keyakinan, dan lain sebagainya. Dari perbedaan itu, Allah memerintahkan agar kita saling mengenal dan mengasihi, bukan untuk saling memusuhi. 20 Memahami ayat tersebut, perlu dididik agar peserta didik itu memiliki sikap menghargai orang lain. Memahami bukan selalu berarti menyetujui, di pihak lain memahami selalu berarti menghargai. Jadi perbedaan adalah untuk saling melengkapi, bukan untuk saling membenci. Lampu listrik bisa menyala karena kerja sama antara dua sifat arus listrik yang berbeda, yaitu arus negative (-) dan arus positif (+). 21 Hal yang sama dikemukakan M. Quraish Shihab “…Sering kali kita sibuk dengan sekian banyak hal yang kita duga berbeda atau bahkan saling bertentangan, tetapi ternyata setelah kita dudukkan, kita menemukan bahwa tidak ada yang problem, kalaupun ada, dia bukan perbedaan, hanya perbedaan istilah, kalaupun ada perbedaan substansi, maka ia bukan pertentangan. Ia hanyalah bagaikan perbedaan antara perempuan dan lelaki. Kedua jenis ini jelas berbeda, tetapi mereka saling melengkapi, bahkan pertemuannya mengantar kepada keharmonisan hidup dan cinta tulus yang membara. Bahkan, kalaupun ada pertentangan atau keduanya bertolak belakang, kita masih dapat mempertemukannya dengan menggunakan hati, karena kalau akal tidak mampu menyatukan dua hal yang bertolak belakang, tetapi hati dapat mempertemukannya. 22 Yusuf Qardhawi dalam Fahmi Huwaydi mengemukakan “Perbedaan di antara manusia dalam ras, suku, dan agama, terjadi karena kehendak Allah swt. Dan orang muslim meyakini bahwa kehendak Allah itu tidak ada yang dapat menolak dan mengubahnya, sebagaimana Dia tidak berkehendak kecuali di dalamnya terdapat kebaikan dan hikmah. 23 Lebih lanjut dijelaskan bahwa “…perbedaan itu merupakan tradisi manusia, dan ia terjadi atas kehendak Allah..”. dalam Al-Qur’an mempertegas hal itu dengan jelas dan terang. QS. Huud (11):118-119:“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”. 20
Kasinyo Harto, op.cit, h. 127. Ibid, h, 114. 22 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Jilid 2 (Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan), Ciputat, Tangerang: 2011, h. 5. 23 Fahmi Huwaydi, Demokrasi Oposisi dan Masyarakat Madani, (Bandung: Mizan, 1996), h. 30. 21
100
Rus’an & Sri Dewi Lisnawaty
Ayat yang dikemukakan di atas menyimpulkan bahwa bahwa Allah Swt menghendaki kita untuk berbeda pendapat, karena adanya hikamh yang dimaksudkanNya. Dan hal ini tidak membuat kita heran atau ingkar. Yang jelas kita harus menerima kenyataan tersebut serta mengambil setiap kebaikan dari perbedaan itu.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persepsi Guru tentang Pendidikan Multikultural di MAN Poso Pesisir a. Tanggapan guru tentang Pendidikan Multikultural di MAN Poso Pesisir Hasil wawancara dan pengamatan terhadap responden atau guru-guru di MAN Poso Pesisir jika pendidikan multikultural diajarkan pada siswa di MAN Poso Pesisir pada umumnya menyatakan setuju. Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa sikap setuju para responden menyatakan sikap yang positif, karena dengan berbagai latar belakang etnis, suku, bahasa dan budaya siswa yang ada di MAN Poso Pesisir perlu mendapatkan pendidikan multikultural sebagai modal untuk membantu siswa untuk memiliki pemahaman dan kesadaran terhadap posisi mereka sebagai individu-individu yang berbeda (unik) dan sadar terhadap budaya mereka sendiri, selanjutnya sikap responden yang setuju terhadap pendidikan multikultural diajarkan pada siswa di MAN Poso Pesisir menjadikan siswa nantinya memiliki kompetensi dalam memahami dan bersikap apresiatif terhadap budaya maupun agama orang lain, kemudian mendorong siswa memiliki keinginan kuat untuk berpartisipasi dalam beragam budaya yang berbeda. b. Tanggapan Guru tentang pemberian Kurikulum khusus untuk mengajarkan Pendidikan Multikultural di MAN Poso Hasil wawancara dan pengamatan terhadap responden pada umumnya menyatakan setuju jika pemberian kurikulum tersendiri untuk mengajarkan pendidikan multikultural pada siswa MAN Poso Pesisir. Dalam data tersebut, menunjukkan bahwa sikap responden yang menyatakan setuju pemberian kurikulum tersendiri untuk mengajarkan pendidikan multikultural pada siswa MAN Poso Pesisir mengisyaratkan betapa urgennya pendidikan multicultural diajarkan dengan kurikulum tersendiri agar pemberian pendidikan multikultural mengarah pada pencapain pendidikan yang berkualitas disamping hal tersebut, alasan lain responden memilih setuju responden pemberian kurikulum tersendiri untuk mengajarkan pendidikan multikultural pada siswa MAN Poso Pesisir agar pendidikan multikultural berbentuk bidang studi atau mata pelajaran yang bersifat tersendiri, berbentuk program dan praktik terencana.
Urgensi Pendidikan Multikultural
101
c. Tanggapan Guru terhadap Perlunya Bahan Ajar secara khusus untuk Mengajarkan Pendidikan Multikultural di MAN Poso Hasil wawancara dan pengamatan terhadap responden pada umumnya menyatakan setuju terhadap perlunya buku ajar tersendiri untuk mengajarkan pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir. Dalam data tersebut, menunjukkan bahwa sikap responden yang menyatakan setuju terhadap perlunya buku ajar tersendiri untuk mengajarkan pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir tersendiri mengisyaratkan betapa urgennya pendidikan multikultural diajarkan dengan buku ajar tersendiri agar pemberian pendidikan multikultural mengarah pada pencapain pendidikan yang berkualitas disamping hal tersebut, alasan lain responden memilih setuju terhadap perlunya buku ajar tersendiri untuk mengajarkan pendidikan multicultural di MAN Poso Pesisir agar pendidikan multikultural berbentuk mata pelajaran yang bersifat tersendiri, berbentuk program dan praktik terencana. 2. Efektifitas Penerapan Pendidikan Multikultural di MAN Poso Pesisir Berdasarkan hasil analisis data, dapat disajikan data efektivitas dan peluangpeluang yang mendukung pendidikan multikultural di MAN Poso kalau ditinjau dari aspek latar dan kondisi sosial budaya dan agama masyarakat yang ada di Poso. Secara ringkas akan dipaparkan berikut ini. a. Tanggapan Guru terhadap dukungan pelaksanaan Pendidikan Multikultural ditinjauan secara Geografis di MAN Poso Pesisir Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terhadap responden tentang tanggapannya terhadap dukungan pelaksanaan Pendidikan Multikultural ditinjauan secara geografis di MAN Poso Pesisir, ternyata pada umumnya menjawab sangat mendukung. Data tersebut menunjukkan bahwa semua responden menyatakan bahwa secara geografis, pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir sangat efektif untuk diterapkan. Kalau dilihat secara kewilayahan sangat mendukung pelaksanaan pendidikan multikultural. Kalau dilihat dan diperhatikan pemeluk agama menurut kecamatan yang ada di Kabupaten Poso sangat jelas bahwa pada umumnya kondisi masyarakat setempat dimana masyarakatnya termasuk masyarakat yang plural baik dari segi suku bangsa, agama maupun adat istiadat. b. Tanggapan Guru terhadap partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan Pendidikan Multikultural di MAN Poso Pesisir Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terhadap responden tentang partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir menyatakan sangat mendukung.
102
Rus’an & Sri Dewi Lisnawaty
Untuk menerapkan pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir ditinjau dari partisipasi dan dukungan masyarakat sebetulnya belum terlalu efektif, karena sebagian masyarakat belum sepenuhnya memahami tentang hakikat dan tujuan pendidikan multikultural. c. Tanggapan Guru terhadap Kebijakan Pemerintah dalam mendukung pelaksanaan Pendidikan Multikultural Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terhadap responden tentang tanggapannya terhadap terhadap kebijakan pemerintah dalam mendukung pelaksanaan Pendidikan Multikultural di MAN Poso Pesisir, ternyata pada umumnya menjawab sangat mendukung. Tanggapan responden tersebut tentu sangat beralasan, karena hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah dengan dikeluarkannya peraturan menteri pendidikan nasional tentang standar kelulusan dan standard isi mengisyaratkan bahwa pemerintah telah mengatur legalitas tentang pentingnya pengembangan diri bagi siswa. Dengan peraturan menteri tersebut, maka penerapan pendidikan multikultural berbasis potensi lokal dapat dikembangkan. Hal yang sama terkait dukungan pemerintah Daerah Kabupaten Poso tentang pendidikan multikultural di Poso dapat disimak melalui Visi dan Misi Kabupaten Poso 2010 - 2015, yaitu: “Terwujudnya Kabupaten Poso Yang Aman, Damai, Demokrasi, Bebas Korupsi dan Masyarakat Poso Yang Sejahtera, Sehat Cerdas, Produktif yang Didukung SDM yang Handal dan Berdaya Saing Pada 2015”. Hal yang sama juga tercantum dalam “Langkah Strategis Percepatan Pembangunan Kabupaten Poso Pasca Konflik 2008–2010” sesuai amanat INPRES Nomor 7 Tahun 2008. Yang salah satu programnya dalam peningkatan aksesbilitas dan kualitas pendidikan adalah “Penyusunan Kurikulum Damai” Disamping kebijakan pemerintah secara nasional dan visi misi pemerintah Kabuapaten Poso, hal yang sangat mendukung dalam pelaksanaan pendidikan multikukltural di Kabupaten Poso karena diikat semangat dan semboyan yang tercermin dalam “Motto” Sintuwu Maroso” atau kebersamaan dalam lintas agama, suku, dan etnis yang tercantum dalam Motto Masyarakat Kabupaten Poso sangat tepat dalam menggambarkan realitas sosial, agama dan budaya yang ada. Data secara antropologis menunjukkan bahwa daerah Poso memiliki banyak sukubangsa yang memiliki keragaman sosial dan budaya. d. Tanggapan Guru terhadap Visi dan Misi MAN Poso Pesisir dalam mendukung pelaksanaan Pendidikan Multikultural Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terhadap responden tentang tanggapannya terhadap Visi dan Misi MAN Poso Pesisir dalam mendukung Pendidikan Multikultural, ternyata pada umumnya menjawab sangat mendukung
Urgensi Pendidikan Multikultural
103
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab bahwa visi dan misi MAN Poso Pesisir mendukung Pendidikan Multikultural (80%), sementara yang menjawab kurang mendukung (20%). Sebagaimana yang tertuang dalam visi dan misi MAN Poso Peisir, yaitu “mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, berakhlak mulia, menguasai IPTEK dalam suasana damai, serta mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat”. Selanjutnya misi MAN Poso Pesisir adalah: (1) Melaksanakan proses belajar mengajar untuk mengembangkan potensi siswa, (2) Menumbuhkan semangat berprestasi, (3) Mengoptimalkan pembinaan beribadah, dan (4) Mengoptimalkan Pembinaan berorganisasi. Kalau diperhatikan visi tersebut, alasan responden yang menyatakan visi MAN Poso Pesisir sangat mendukung pelaksanaan pendidikan multikultural karena dalam visi tersebut terdapat kalimat “mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat” artinya visi tersebut mendorong siswa untuk mengamalkan nilai-nilai Islam dilingkungan masyarakat antara lain ajaran tentang nilai-nilai kasih saying, nilai-nilai Islam tentang ajaran persaudaraan yang tidak diskriminatif seperti keadilan, persamaan, toleransi, dan jauh dari suasana keangkuhan, dan nilai-nilai Islam tentang ajaran perdamaian. Visi MAN Poso juga sejalan dengan Peraturan Menteri (PERMEN) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi/Kompetensi Dasar dijelaskan bahwa PendidikanAgama Islam di SMA/MA bertujuan untuk: (1) Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt. (2) Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah. 24 Hal yang menarik penulis amati di MAN Poso Pesisir adalah adanya Motto yang tertulis di tembok kantor yang berbunyi “Cerdas secara intelektual, cerdas secara emosional, cerdas secara spiritual” itulah motto MAN Poso Pesisir dalam mendidik para siswanya. Kalau dimaknai motto MAN Poso Pesisir tersebut, sangat sesuai dengan esensi sekolah adalah mewujudkan manusia yang cerdas komprehensip dan kompetitif sehingga sekolah tidak hanya dituntut mencetak sumber daya manusia yang cerdas intelektual tetapi juga cerdas emosional dan spiritual. Cerdas emosional salah satunya 24
Permen No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA-MA-SMK-MAK (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 81.
104
Rus’an & Sri Dewi Lisnawaty
mampu beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan prilaku dan budi pekerti dalam memahami kondisi masyarakat yang multikultural untuk kemudian mengekspresikannya dalam karya nyata di masyarakat. 3. Upaya Menciptakan Integritas Sosial dan Strukutur Sosial yang Terbuka melalui Pendidikan Multikultural di MAN Poso Pesisir Untuk mengetahui tentang bagaimana upaya menciptakan integritas sosial dan strukutur sosial yang terbuka melalui pendidikan multikultural di MAN Poso, Peneliti menawarkan beberapa konsep dalam bentuk daftar pertanyaan untuk menjejaki tentang pengalaman guru mengajarkan nilai-nilai pendidikan multikultural di MAN Poso. Adapun konsep tersebut antara lain: a. Saling menghargai dan menghormati antar sesama anggota masyarakat yang berbeda latar belakang budaya, agama, ras, etnik, gender. Materi pendidikan multikultural tersebut diharapkan agar siswa dapat: (1) Mampu menyebutkan ciri-ciri sifat saling menghargai antar sesama anggota masyarakat, (2) Mampu mengidentifikasi prilaku yang mendukung budaya toleransi. (3) Memiliki sikap mawas diri, (4) Mampu mentaati norma-norma kehidupan social, (5) Memberikan Kesamaan hak, keadilan sosial, demokratisasi, dan partisipasi kolektif sebagai anggota masyarakat. Dengan adanya materi pendidikan multikultural tersebut diharapkan agar siswa dapat: (1) Mampu menjelaskan hak dan kewajiban manusia sebagai hamba Tuhan, (2) Mampu menyebutkan bentuk kewajiban sebagai individu dan anggota masyarakat. b. Pelestarian keanekaragaman budaya baik lokal maupun nasional sehingga melahirkan apresiasi antar budaya. Dengan adanya materi pendidikan multikultural tersebut diharapkan agar siswa dapat: (1) Mengidentifikasi potensi-potensi budaya bangsa, (2) Mampu membedakan budaya lokal dan budaya nasional, (3) Memahami nilai filosofis aneka budaya, (4) Mampu menyebutkan cara-cara pelestarian budaya bangsa. c. Pentingnya memahami pola interaksi yang demokratis dan menghargai keanekaragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, etnik, gender. Hal ini diharapkan agar siswa dapat memahami nilai-nilai multikulturalisme antara lain: (1) Tidak bersikap sukuisme dan kedaerahan, (2) Memajukan pergaualan demi persatuan dan kesatuan bangsa, (3) Membina toleransi beragama, (4) Berani mengalah demi kebenaran.
Urgensi Pendidikan Multikultural
105
d. Pentingnya memiliki sikap terbuka terhadap keanekaragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, etnik, gender. Hal ini diharapkan agar siswa dapat memahami nilai-nilai multikulturalisme antara lain: (1) Sikap menerima kritik orang lain, (2) Mampu mengendalikan diri, (3) Supel dalam pergaulan dan betanggungjawab. e. Pentingnya memiliki kepekaan terhadap keadilan sosial tanpa memandang latar belakang budaya Tujuan agar siswa diharapkan dapat memahami nilai-nilai multikultural antara lain agar dapat: (1) Bersikap adil kepada semua orang, (2) Mengakui hak orang lain untuk berfikir, berkata dan bertindak, (3) Mengakui kesamaan hak dalam pendidikan, (4) Mengakui kesamaan hak dalam pekerjaan, (5) Mengakui kesamaan hak dalam perlindungan hukum. f. Pentingnya manisfestasi nilai-nilai positif agama dan nilai-nilai luhur budaya dalam membangun komunitas masyarakat yang damai dan bersatu Tujuan agar siswa diharapkan dapat mengaplikasikan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan siswa dalam lingkungannya antara lain: (1) Konsisten dengan agama yang dipeluknya seraya tetap menghargai kebebasan beragama orang lain. (2) Menempatkan diri sederajat dengan orang lain, (3) Mampu berpikir positif, (4) Memupuk sikap rela berkorban, (5) Menampilkan prilaku hidup sederhana dalam pergaulan masyarakat Dari beberapa konsep yang ditawarkan di atas yang dijadikan bentuk pertanyaan diharapkan dapat menciptakan integritas sosial dan strukutur sosial yang terbuka baik pada guru, siswa, maupun masyarakat luas yang ada di Kabupaten Poso. Karena pendidikan multikultural mempunyai cita-cita besar untuk menjadikan pribadi siswa yang peka, memiliki sikap peduli dan sadar atas keberadaannya sebagai hamba Tuhan dan sebagai makhluk sosial. Siswa akan lebih terbimbing untuk mengetahui, memahami dan menghargai pluralisme budaya sebagai dasar pembentukan pribadi multikultural.
IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Persepsi guru tentang pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir, yaitu 1) guru menyatakan sikap setuju terhadap penerapan pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir, 2) Guru mayoritas menyatakan pendidikan multikultural seharusnya membutuhkan kurikulum tersendiri, 3) Guru mayoritas menyatakan perlunya bahan ajar khusus untuk mengajarkan pendidikan multikultural. Efektifitas yang mendukung penerapan pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir antara lain: 1) guru menyatakan bahwa secara geografis, pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir sangat efektif untuk diterapkan, 2) guru menyatakan bahwa dukungan masyarakat belum terlalu efektif, karena sebagian masyarakat belum
106
Rus’an & Sri Dewi Lisnawaty
sepenuhnya memahami tentang hakikat dan tujuan pendidikan multicultural, 3) guru menyatakan kebijakan pemerintah sangat mendukung pelaksanaan pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir, 4) mayoritas guru menjawab bahwa visi dan misi MAN Poso Peisir mendukung pelaksanaan pendidikan multicultural. Upaya menciptakan integritas sosial dan strukutur sosial yang terbuka melalui pendidikan multikultural di MAN Poso Pesisir antara lain; 1) mengajarkan tentang pentingnya saling menghargai dan menghormati antar sesama anggota masyarakat yang berbeda latar belakang budaya, agama, ras, etnik, gender, 2) mengajarkan tentang pentingnya kesamaan hak, keadilan sosial, demokratisasi, dan partisipasi kolektif sebagai anggota masyarakat, 3) mengajarkan tentang pentingnya pelestarian keanekaragaman budaya baik lokal maupun nasional sehingga melahirkan apresiasi antar budaya, 4) Mengajarkan pola interaksi yang demokratis dan menghargai keanekaragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, etnik, gender, 5) mengajarkan sikap terbuka terhadap keanekaragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, etnik, gender, 6) mengajarkan kepekaan terhadap keadilan sosial tanpa memandang latar belakang budaya.
DAFTAR PUSTAKA Azra, Azyumardi. (2007). Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia. (http://www.kongresbud.budpar.go.id/58%20ayyumardi%20azra). Bank, James A. (T.th.). Handbook of Research on Multikultural Education (http://www. educationworld. com, diakses tanggal 7 Oktober 2012). Darmodiharjo, Darji. (T.th.). Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa Dan Bagaimana Filsafat Hukum Harahap, Ahmad Rivai. (2004). “Multikulturalisme dan Penerapannya dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama”. Harto, Kasinyo. (2012). Model Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural. Jakarta: Raja Grafindo. Hasibuan, Muhammad Umar Syadat. (2008). Revolusi Kaum Muda. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Huwaydi, Fahmi. (1996). Demokrasi Oposisi dan Masyarakat Madani. Bandung: Mizan, Lubis. (2006). Deskontruksi Epistemologi Modern. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu. Mahfud, Chairul. (2007). Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Naim Ngainun dan Syauqi, Ahmad (2008). Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Naim, Ngainun dan Sauqi, Ahmad. www.insistnet.com. Diakses tanggal 10 Juni 2012 Permen No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMAMA-SMK-MAK. Jakarta: Sinar Grafika. Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada. Shihab, M. Quraish. (2011). Membumikan Al-Qur’an Jilid 2 Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan, Ciputat, Tangerang. Suharto, Toto. (2001). Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Urgensi Pendidikan Multikultural
107
Suparlan, Parsudi. (2002). Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural, Simposium Internasional Bali ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002, http:www.duniaesai.com/antro/antro3.html. Yamin Muh. dan Aulia, Vivi. (2011) Meretas Pendidikan Toleransi. Pluralisme dan Multikulturalisme Keniscayaan Peradaban, Malang: Madani Media. Zakki, Mubarak, dkk. (2008). Buku Ajar II, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi (MPKT) Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Cet. Kedua. Depok: Penerbit FE UI.