EVALUASI PENERAPAN PROGRAM OTORITAS JASA KEUANGAN, BANK INDONESIA, DAN PERBANKAN ATAS PENINGKATAN FINANCIAL INCLUSION PARA PELAKU USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI INDONESIA, KHUSUSNYA DI JAKARTA UTARA DAN JAKARTA TIMUR Jeffry Ervan Hariyanto Bina Nusantara University, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27 Kebon Jeruk - Jakarta Barat 11530
[email protected] /
[email protected] Jeffry Ervan Hariyanto, Yen Sun, S.E., M. Buss
ABSTRACT This research aims to evaluate the implementation of the financial inclusion program conducted by the Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), and Banking to the SMEs in North Jakarta and East Jakarta. The method used in this research is survey method through the questionnaires, interviews, and observations. The object of this research are the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia as regulators, five different conventional banks in Indonesia, namely BRI, BNI, Mandiri, BCA, and Bukopin as the supply side, and micro enterprises category of the SMEs that are in traditional markets both in North Jakarta and East Jakarta as the demand side. Data analysis in this research using descriptive statistics with SPSS version 20 and Microsoft Excel 2007. The results of this research showed that the SMEs has need of credit from the bank, while the Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, and Banking already have the availability and efforts to provide a variety of programs, products, and financial services that suit with the needs of SMEs. The conclusion is there are barriers to access and asymmetry of information that influence the knowledge and understanding of the SMEs. Therefore, the efficient solution is to educate and socialize more aggressively against the SMEs from the banks. Keywords : Financial Inclusion, OJK, BI, Perbankan, UMKM. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan program financial inclusion yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Perbankan terhadap para pelaku UMKM di Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei melalui penyebaran kuesioner, wawancara, dan pengamatan (observasi). Objek penelitian ini antara lain OJK dan BI sebagai pihak regulator, lima bank konvensional yang berbeda yaitu bank BRI, BNI, Mandiri, BCA, dan Bukopin sebagai pihak supply side, dan para pelaku UMKM untuk kategori usaha mikro yang berada di pasar-pasar tradisional baik di Jakarta Utara dan Jakarta Timur sebagai pihak demand side. Analisis data pada penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dengan bantuan SPSS versi 20 dan Microsoft Excel 2007. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa para pelaku UMKM membutuhkan kredit dari pihak bank. Sedangkan pihak OJK, BI, dan Perbankan telah memiliki ketersediaan dan usaha-usaha untuk menyediakan berbagai program, produk-produk, dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan para pelaku UMKM. Sehingga simpulan yang ada, yaitu terdapat hambatan akses dan pengaruh
asismetri informasi yang membuat para pelaku UMKM tidak memiliki pemahaman yang baik atas ketersediaan tersebut. Sehingga solusi yang efisien yaitu dengan melakukan edukasi dan sosialisasi yang lebih gencar terhadap para pelaku UMKM dari pihak perbankan. Kata Kunci : Financial Inclusion, OJK, BI, Perbankan, UMKM.
PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian dunia yang semakin berkembang menyebabkan lahirnya era globalisasi yang mendorong setiap negara untuk terus berinovasi dan berusaha agar mampu bertahan dari persaingan ketat yang sedang terjadi. Setiap negara akan berlomba-lomba untuk memiliki daya saing yang berarti bagi negara-negara lainnya. Dalam hal ini, negara Indonesia sebagai salah satu masyarakat dunia juga tidak lepas dari keterlibatannya dalam era globalisasi. Namun sebagai negara berkembang, tentunya bukan hal yang mudah bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi era globalisasi karena Indonesia masih dihadapkan pada masalah-masalah seperti tingginya angka kemiskinan, tingginya angka pengangguran, rendahnya pendapatan masyarakat, dan lain-lain. Masalah-masalah seperti itu kemudian dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi secara nasional dan pada akhirnya akan mempengaruhi kesiapan negara Indonesia terhadap era globalisasi. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, salah satu solusi yang dapat ditempuh adalah melalui sektor keuangan, yaitu dengan berusaha mengarahkan masyarakat luas untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang keuangan atau dapat disebut financial literacy.Usaha untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keuangan menjadi salah satu langkah yang penting karena Indonesia masih tergolong ke dalam negara dengan masyarakat yang kurang memiliki pemahaman tentang keuangan (financial literacy). Banyaknya masyarakat Indonesia yang kurang memiliki pemahaman tentang keuangan turut dipengaruhi karena masih banyak dari mereka yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan atau dapat disebut financial exclusion. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa tingkat financial exclusion di Indonesia masih cukup tinggi. Hal tersebut didasarkan oleh beberapa survei yang telah dilakukan, salah satunya seperti survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2013, dimana hasilnya menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang sudah memiliki pemahaman dan akses ke sistem keuangan hanyalah sebesar 21% dari total penduduk Indonesia secara keseluruhan (http://www.republika.co.id/, 2013). Sehingga hal ini berarti bahwa sebesar 79% penduduk Indonesia lainnya masih tergolong ke dalam kelompok financial exclusion. Berdasarkan fakta yang ada, maka usaha untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keuangan menjadi layak untuk dilakukan. Karena dengan meningkatkan pemahaman mereka tentang keuangan, maka bersamaan dengan itu pemerintah juga dapat mengurangi keberadaan financial exclusion. Usaha tersebut dapat dilakukan melalui program inklusi keuangan atau financial inclusion. Pemerintah pada dasarnya telah mencanangkan dan mulai mengimplementasikan program financial inclusion tersebut sejak tahun 2013 dengan nama Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Tetapi kesuksesan penerapan program ini akan sangat bergantung terhadap tiga pihak yang terlibat, yaitu pihak Regulator yang dalam hal ini diwakili oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia sebagai institusi pemerintah yang mengatur dan mengawasi baik sektor keuangan maupun sektor perbankan di Indonesia, pihak Supply Side yang dalam hal ini pihak perbankan, baik bank milik pemerintah maupun bank milik swasta sebagai pihak yang mengembangkan dan menyediakan akses, produk-produk serta layanan keuangan, dan pihak Demand Side yang dalam hal ini para pelaku UMKM sebagai pihak yang membutuhkan dan menggunakan akses, produk-produk, dan layanan keuangan tersebut. Selain itu pada prakteknya, masih terdapat hambatan-hambatan lain yang dapat menghambat peningkatan financial inclusion yang dijalankan oleh pemerintah. Beberapa hambatan ini didasarkan pada pendapat Leyshon, et al. (2006:161) dalam penelitian Cnaan (2012:185), bahwa terdapat hambatan-hambatan yang mencegah banyak orang untuk bisa menggunakan fasilitas layanan finansial seperti hambatan fisik, hambatan akses, hambatan kondisi, hambatan harga, hambatan pemasaran, dan hambatan diri. Hambatan-hambatan tersebut mungkin juga dapat mempengaruhi penerapan program inklusi keuangan yang dijalankan oleh OJK dan BI serta perbankan, terhadap seluruh masyarakat di Indonesia. Penelitian ini mengacu pada penelitian Cnaan (2012) yang meneliti secara empiris, apakah financial inclusion telah berhasil diterapkan di empat lokasi yang berbeda di daerah pedesaan di India bagian selatan. Dimana penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut, karena penelitian ini ingin meneliti dan mengevaluasi bagaimana penerapan program yang dilakukan oleh OJK, BI, dan
Perbankan terhadap peningkatan financial inclusion masyarakat di Indonesia. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah program financial inclusion telah dijalankan secara efektif dan efisien, sehingga apa yang dilakukan oleh OJK, BI, dan Perbankan telah sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau apa yang diinginkan oleh masyarakat sebagai demand side. DKI Jakarta dipilih sebagai populasi penelitian karena DKI Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia sehingga penulis menjadi tertarik untuk melakukan evaluasi apakah mayoritas penduduk di Jakarta, khususnya para pedagang (pelaku UMKM) di Jakarta Utara dan Jakarta Timur telah memiliki akses finansial yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Sedangkan daerah Jakarta Utara dan Jakarta Timur dipilih berdasarkan pada survei terakhir yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010, dimana mayoritas penduduk miskin DKI Jakarta berada di daerah Jakarta Utara dengan jumlah penduduk miskin mencapai 92.600 penduduk, dan di daerah Jakarta Timur dengan jumlah penduduk miskin yang mencapai 91.600 penduduk. Sedangkan pemilihan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai objek dalam penelitian ini karena pada tahun 2014, program financial inclusion akan menargetkan mereka karena peran mereka sebagai penggerak perekonomian negara Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan fakta-fakta dan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Evaluasi Penerapan Program Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Perbankan Atas Peningkatan Financial Inclusion para Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia, khususnya di Jakarta Utara dan Jakarta Timur”. Landasan Teori Penelitian ini berkaitan erat dengan beberapa teori seperti financial literacy, financial exclusion, dan financial inclusion. Secara singkat, financial literacy didefinisikan sebagai pengetahuan tentang konsep-konsep ekonomi dan keuangan dasar serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan keuangan lainnya dalam mengelola sumber daya keuangan secara efektif untuk kesejahteraan finansial seumur hidup (The Presidents Advisory Council on Financial Literacy / PACFL dalam Hung, 2009). Sedangkan financial exclusion menurut Kearton (2010:127) didefinisikan sebagai ketidakmampuan, keengganan, atau bahkan kesulitan bagi seseorang atau kelompok konsumen tertentu untuk dapat mengakses produk-produk dan jasa keuangan. Hal ini juga terkait dengan tingkat kemampuan keuangan seseorang, yaitu pengetahuan dan keterampilannya dalam membuat keputusankeputusan keuangan yang percaya diri. Kemudian financial inclusion menurut menurut Shafi (2012:116), didefinisikan sebagai kondisi dimana mayoritas penduduk telah memiliki akses yang luas untuk produk portofolio dan jasa keuangan yang meliputi pinjaman, layanan deposito, asuransi, program pensiun, dan sistem pembayaran, serta mekanisme pendidikan keuangan dan perlindungan konsumen keuangan yang berkualitas. Penelitian ini juga mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Cnaan (2012) yang melakukan studi empiris untuk mengetahui apakah inklusi keuangan telah berhasil diterapkan di empat lokasi yang berbeda di daerah pedesaan di India bagian selatan, dimana bank-bank yang ada mengklaim bahwa penerapan financial inclusion telah selesai dilakukan. Penelitian ini menjadikan rumah tangga yang ada sebagai unit analisis, dan metode penelitiannya yaitu dengan menggunakan survei secara acak untuk menentukan satu atau dua desa dari empat negara bagian di India bagian selatan, untuk kemudian meneliti seluruh rumah tangga yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner yang bertanya seputar latar belakang keluarga, informasi untuk akses ke bank, pendapatan, aset dan tabungan, pinjaman, dan harapan pekerjaan pembangunan oleh pemerintah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekurangan atau ketidakcukupan (deprivasi) pribadi dan sosial memberikan kontribusi penting untuk pengecualian keuangan (financial exclusion) dan harus dipandang sebagai hambatan kunci untuk penerapan financial inclusion. Selain itu, financial inclusion juga dinilai bukan sebagai fenomena tunggal, tetapi harus dipelajari secara berlapis mulai dari kepemilikan rekening bank untuk pemanfaatan penuh atas instrument keuangan modern. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, diantaranya yaitu : 1. Untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan dari para pelaku UMKM kategori usaha mikro di Jakarta Utara dan Jakarta Timur terhadap produk dan fasilitas layanan keuangan yang diatur dan disediakan oleh OJK, BI, dan Perbankan 2. Untuk mengetahui usaha yang dilakukan oleh pihak OJK, BI dan Perbankan dalam menciptakan regulasi serta menyediakan produk dan fasilitas layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan para pelaku UMKM kategori usaha mikro. 3. Untuk mengetahui hambatan spesifik antara keinginan dan kebutuhan para pelaku UMKM kategori mikro dengan usaha yang dilakukan oleh OJK, BI, dan Perbankan, sehingga
4.
menghambat peningkatan financial inclusion para pelaku UMKM di Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Untuk mengetahui solusi yang efisien dalam mengatasi hambatan spesifik agar peningkatan financial inclusion para pelaku UMKM di Jakarta Utara dan Jakarta Timur dapat berkembang lebih pesat.
METODE PENELITIAN Objek dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sedangkan objek dari penelitian ini terbagi menjadi tiga pihak. Pertama, yaitu para pedagang (pelaku UMKM) yang termasuk ke dalam kategori usaha mikro berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, sebagai pihak demand side yang tersebar di sepuluh pasar tradisional baik di Jakarta Utara dan Jakarta Timur yang kemudian menjadi responden penelitian. Adapun pasar tradisional yang dipilih, yaitu pasar tradisional yang berada dibawah koordinasi PD Pasar Jaya. Pemilihan pasar tradisional dilakukan dengan cara convenience sampling. Convenience Sampling menurut Rahmat (2013;128), merupakan teknik pemilihan sampel yang didasarkan pada kemudahan akses sehingga dapat dilakukan dengan cepat dan murah. Sehingga sepuluh pasar tradisional yang terpilih, yaitu Pasar Pluit, Muara Angke, Pademangan Timur, Pademangan Barat, dan Pantai Indah Kapuk (PIK) dari daerah Jakarta Utara, dan Pasar Burung, Matraman Kebon Kosong, Pal Meriam, Pramuka, dan Cibubur dari daerah Jakarta Timur. Kedua, yaitu pihak perbankan yang telah terpilih dan bersedia untuk dilakukan penelitian. Pihak perbankan yang menjadi objek dari penelitian ini terdiri dari tiga bank milik pemerintah, yaitu Bank BRI, BNI dan Mandiri, serta dua bank milik swasta, yaitu Bank BCA dan Bukopin yang didapatkan dari 50 daftar bank konvensional terbaik di Indonesia untuk tahun 2014 melalui metode simple random sampling. Kemudian dari kelima bank yang menjadi objek penelitian, hanya bank BRI yang bersedia diwawancarai secara langsung untuk mengumpulkan informasi (data primer) karena terhambat oleh keterbatasan waktu, biaya, serta peraturan dan prosedur dari bank-bank lain yang bersangkutan. Ketiga, yaitu pihak pemerintah yang diwakili Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI), sebagai pihak regulator yang mengatur kegiatan perbankan dan keuangan di Indonesia. Data penelitian yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada para pelaku UMKM sebagai responden. Selain itu, data primer lain juga diperoleh melalui teknik wawancara yang dilakukan kepada pihak OJK dan BI sebagai pihak regulator, serta salah satu bank milik pemerintah, yaitu bank BRI. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dari berbagai buku, jurnal-jurnal, peraturan-peraturan, annual report, website resmi, hingga penelitian terdahulu yang diyakini dapat dijadikan sebagai sumber bagi penelitian ini. Untuk penentuan jumlah sampel, khususnya untuk jumlah responden atas kuesioner penelitian, maka digunakan rumus dari Suyatno (2010), yang menjelaskan metode untuk menghitung besaran sampel penelitian minimal dalam penelitian ketika besarnya populasi (N) tidak diketahui secara pasti. Rumus tersebut yaitu : n= .p.q d2 Keterangan : n = jumlah sampel minimal yang diperlukan Z = tingkat kepercayaan p = proporsi populasi q = 1-p d = limit dari error atau presisi absolute Jika tidak ditemukan nilai p dari penelitian atau literatur lain, maka dapat dilakukan maximal estimation dengan nilai p = 0,5. Untuk tingkat kepercayaan, dapat diketahui bahwa apabila tingkat kepercayaan yang digunakan sebesar 90%, maka nilai Z yaitu 1,645 dan nilai error sebesar 0,10. Apabila tingkat kepercayaan yang digunakan sebesar 95%, maka nilai Z yaitu 1,96 dan nilai error 0,05. Sedangkan apabila tingkat kepercayaan yang digunakan sebesar 99%, maka nilai Z yaitu 2,575 dan nilai error 0,01. Dalam penelitian ini, tingkat kepercayaan yang digunakan yaitu 90%, maka : n= .p.q d2 n = 1,645^2 x 0,5 x 0,5 0,1^2 n = 67,65063 atau dibulatkan 68 sampel
Berdasarkan perhitungan rumus tersebut, maka diketahui bahwa jumlah sampel minimal yang diperlukan untuk penelitian ini adalah sebanyak 68 sampel. Selain itu, apabila pengolahan data sampel dilakukan melalui program SPSS (Statistical Package For Social Science), maka pengolahan data hanya dapat dilakukan dengan jumlah minimum data sebanyak 30 data. Oleh karena itu, penentuan sampel penelitian sebanyak 100 sampel dalam penelitian ini telah memenuhi jumlah sampel minimal yang diperlukan. Selain itu, penentuan sampel penelitian sebanyak 100 sampel juga bertujuan agar data yang di dapatkan jauh lebih objektif. Selanjutnya, untuk mendapatkan data-data dari 100 sampel tersebut, maka digunakan kuesioner yang disebarkan secara langsung kepada responden. Dimana kuesioner tersebut terbagi ke dalam 2 bagian utama, yaitu sebagai berikut : Bagian I : Data Pribadi Responden Bagian II : II.1 Kebutuhan & keinginan UMKM terhadap produk / layanan keuangan II.2 Hambatan-hambatan Spesifik Pada bagian I dari kuesioner, penulis akan menanyakan informasi tentang data pribadi (identitas) responden dan pengetahuan / pengalaman responden terhadap produk dan fasilitas layanan keuangan. Data pribadi yang ditanyakan, yaitu nama, jenis kelamin, usia, status, lama usaha atau lamanya berdagang, omset penjualan perbulan, kepemilikan atas rekening tabungan, dan pengalaman responden dalam mengajukan kredit (pinjaman uang) dari bank. Pada bagian II dari kuesioner, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu mengenai kebutuhan dan keinginan dari para pedagang (UMKM) terhadap produk / layanan keuangan, dan hambatan-hambatan spesifik yang merupakan implikasi dari penelitian Cnaan (2012:185) tentang hambatan-hambatan spesifik yang menghambat peningkatan financial inclusion. Kuesioner pada bagian II akan diukur dengan menggunakan rating scale, berdasarkan skala Likert, dimana pengukuran yang ada, yaitu dari skala 1 sampai 4. Hal ini dilakukan penulis dengan maksud agar jawaban dari responden tidak ambigu dan jawaban yang diberikan dapat lebih tepat untuk diarahkan ke atas atau ke bawah. Pengujian Validitas, Reliabilitas, dan Uji Statistik Deskriptif Uji validitas data digunakan untuk mengukur apakah alat yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner, valid atau tidak valid. Menurut Rahmat (2013:155), instrumen pengukuran dikatakan valid jika instrumen tersebut dapat mengukur sesuatu dengan tepat atas sesuatu yang hendak diukur. Selanjutnya validitas dari suatu pertanyaan atau indikator tersebut dapat ditentukan dengan membandingkan nilai r hitung dan nilai r tabel. Dimana kriteria penentuannya, yaitu jika nilai r hitung lebih besar (>) daripada nilai r tabel, maka pertanyaan atau indikator tersebut dapat dinyatakan valid (Rahmat, 2013;163). Uji reliabilitas data digunakan untuk mengukur apakah suatu kuesioner telah reliabel atau handal. Menurut Rahmat (2013:165), instrumen pengukuran dikatakan reliabel jika pengukurannya telah konsisten (cermat) dan akurat. Dalam pengukuran reliabilitas, tingkat reliabilitas dari suatu instrument atau butir pertanyaan kuesioner dapat ditentukan dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Suatu instrument atau butir pertanyaan dikatakan cukup reliabel apabila Cronbach’s Alpha >0.40-0.60, dan dikatakan reliabel apabila Cronbach’s Alpha >0.60-0.80, serta dikatakan sangat reliabel apabila Cronbach’s Alpha >0.80-1.00. Sedangkan uji statistik deskriptif digunakan untuk mengubah kumpulan data yang masih mentah menjadi lebih mudah untuk dipahami dengan melihat nilai rata-rata (mean) serta nilai minimum dan nilai maksimum atas data tersebut. Melalui pengujian ini pula, dilakukan pendeskripsian data dengan menganalisis hasil uji statistik deskriptif yang didapatkan guna menjawab tujuan penelitian. Sehingga selanjutnya hasil analisis dapat dilakukan pembahasan dan evaluasi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dan disajikan ke dalam bentuk tabel, grafik / gambar, dan juga uraian atau penjelasan-penjelasan naratif dengan bantuan program SPSS (Statistical Package For Social Science) versi 20.00 dan Microsoft Excel 2007.
HASIL DAN BAHASAN Gambaran Responden Penelitian Sebanyak 100 kuesioner disebarkan secara langsung kepada responden, dimana sebanyak 50 kuesioner disebarkan kepada para responden yang berada di pasar-pasar tradisional terpilih di Jakarta Utara dan sebanyak 50 kuesioner disebarkan kepada para responden yang berada di pasar-pasar tradisional terpilih di Jakarta Timur. Adapun gambaran umum atas demografi responden disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Demografi Responden Keterangan Jumlah Jenis Kelamin Laki – laki 74 Perempuan 26 Jumlah 100 Usia di bawah 25 tahun 6 25 – 45 tahun 65 46 – 65 tahun 29 di atas 65 tahun 0 Jumlah 100 Status Belum Berkeluarga 14 Sudah Berkeluarga 86 Jumlah 100 Lamanya Usaha kurang dari 1 tahun 0 1 – 5 tahun 42 lebih dari 5 tahun 58 Jumlah 100 Omset Penjualan Perbulan di bawah 25 juta 95 25 – 50 juta 5 di atas 50 juta 0 Jumlah 100 Kepemilikan Rek. Tabungan Sudah Punya 65 Belum Punya 35 Jumlah 100 Pengalaman Melakukan Kredit Sudah Pernah 39 Belum Pernah 61 Jumlah 100
Persentase 74.00% 26.00% 100.00% 6.00% 65.00% 29.00% 0.00% 100.00% 14.00% 86.00% 100.00% 0.00% 42.00% 58.00% 100.00% 95.00% 5.00% 0.00% 100.00% 65.00% 35.00% 100.00% 39.00% 61.00% 100.00%
Statistik Deskriptif dan Pembahasan UMKM Pada bagian ini, pengujian statistik deskriptif dilakukan setelah kuesioner yang digunakan selama penelitian dinyatakan valid dan reliabel. Statistik deskriptif dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 20.00 atas data yang berasal dari 100 kuesioner yang disebarkan kepada para responden untuk memudahkan data atau informasi tersebut sehingga lebih mudah dipahami dan dimengerti. Sedangkan pembahasan UMKM ditujukan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan dari para pelaku UMKM kategori usaha mikro di Jakarta Utara dan Jakarta Timur terhadap produk dan fasilitas layanan keuangan yang tersedia, serta ditujukan untuk mengetahui hambatan spesifik apa yang terjadi dan dirasakan oleh para pelaku UMKM sehingga dapat menghambat peningkatan financial inclusion mereka. Pembahasan UMKM dilakukan dengan pendeskripsian data dari hasil olah SPSS versi 20.00 berdasarkan kuesioner bagian II. Pendeskripsian data tersebut digunakan untuk menentukan kebutuhan UMKM dan hambatan spesifik yang mereka rasakan. Dimana penentuannya didasarkan pada nilai rata-rata (mean) data yang tertinggi. Pertimbangan ini diambil karena data dengan nilai ratarata (mean) tertinggi mencerminkan bahwa jawaban yang responden pilih, adalah jawaban atas pertanyaan yang memang mewakili pikiran, keinginan, dan juga kondisi dari responden yang sebenarnya. Sehingga hal tersebut akan menghasilkan jumlah skoring jawaban (sum) dan rata-rata (mean) atas data yang paling dominan atau lebih tinggi daripada data yang lain. Pendeskripsian data ini dilakukan dengan bantuan program Micorsoft Excel 2007 agar pembahasan dapat disajikan dalam bentuk grafik / gambar.
Gambar 1 Ringkasan Nilai Rata-rata (Mean) Data Kuesioner Bagian II.1 Gambar 1 menunjukkan bahwa berdasarkan nilai rata-rata (mean) data tertinggi, maka jawaban mayoritas responden adalah jawaban untuk item atau butir pertanyaan kedua (Q2). Dimana pertanyaan kedua (Q2) tersebut adalah pertanyaan untuk kebutuhan atas layanan kredit dari pihak bank. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan dan keinginan dari para pelaku UMKM kategori usaha mikro di Jakarta Utara dan Jakarta Timur, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan layanan kredit (pinjaman uang) dari pihak perbankan. Kebutuhan ini didasarkan pada pendapat para responden (pelaku UMKM) bahwa dalam menjalankan usaha skala kecil (pedagang kaki lima, warung, dan lainlain), mereka sangat membutuhkan kredit (pinjaman uang) untuk menambah modal usaha mereka karena seringkali pendapatan yang mereka dapatkan hari ini, kemudian harus menjadi modal usaha di hari berikutnya. Sehingga mereka hampir tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan usahanya agar lebih besar atau untuk memperkuat modal usaha mereka.
Gambar 2 Ringkasan Nilai Rata-rata (Mean) Data Kuesioner Bagian II.2 Gambar 2 menunjukkan bahwa bahwa berdasarkan nilai rata-rata (mean) data tertinggi, maka jawaban mayoritas responden adalah jawaban untuk item atau butir pertanyaan kelima (Q5) dengan nilai rata-rata (mean) tertinggi, yaitu 3.45. Dimana pertanyaan kelima (Q5) tersebut adalah pertanyaan untuk kelompok hambatan akses yang menanyakan apakah responden setuju bahwa selama ini bank memberikan persyaratan yang rumit ketika mereka ingin mengajukan kredit (pinjam uang dari bank). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hambatan spesifik yang terjadi dan dirasakan oleh para pelaku UMKM kategori usaha mikro di Jakarta Utara dan Jakarta Timur, yaitu hambatan akses (Access Exclusion). Hambatan ini didasarkan pada pendapat para responden (pelaku UMKM) bahwa banyak dari mereka yang berasal dari daerah di luar DKI Jakarta, sehingga kartu identitas diri (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang mereka miliki adalah KTP dan KK yang sesuai dengan daerah asal mereka. Hal tersebut membuat mereka menjadi kesulitan dalam mengajukan kredit (pinjaman uang). Selain itu, para responden (pelaku UMKM) juga berpendapat bahwa bunga kredit yang ditawarkan bank masih terlalu tinggi bagi mereka, sehingga mereka kesulitan dan menjadi kurang tertarik untuk mengajukan kredit (meminjam uang) ke pihak bank. Mereka juga berpendpat bahwa mereka merasa tidak memiliki sesuatu apapun yang bernilai ekonomi atau yang bersifat materi, seperti setifikat rumah, lahan, dan lain-lain. Sehingga hal tersebut membuat mereka tidak memiliki jaminan atau agunan, ketika mereka ingin mengajukan kredit (meminjam uang) ke pihak bank.
Pembahasan dan Evaluasi Setelah diketahui kebutuhan UMKM dan hambatan spesifik yang terjadi, serta didapatkan hasil wawancara dan pengamatan (observasi) dari pihak OJK, BI, dan kelima bank terpilih (bank BRI, BNI, Mandiri, BCA, dan Bukopin), maka selanjutnya dilakukan pembahasan diantara ketiga pihak tersebut. Pembahasan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kesesuaian atau kesenjangan (gap difference) diantara ketiganya. Sehingga selanjutnya dapat diketahui apakah penerapan program OJK, BI, dan Perbankan telah mampu menyediakan akses finansial yang sesuai bagi kebutuhan para pelaku UMKM di Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Tabel 2 menunjukkan bahwa para pelaku UMKM memiliki kebutuhan dan keinginan untuk mendapatkan kredit atau pinjaman uang dari pihak bank. Namun, apabila dilihat dari upaya yang dilakukan oleh pihak regulator, maka OJK sudah memiliki program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diberikan melalui pihak perbankan kepada para pelaku UMKM dengan persyaratan dan suku bunga yang ringan. Selain itu, Bank Indonesia juga telah secara khusus berupaya untuk melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) diberbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk Perusahaan Penjamin Kredit Daerah (PPKD), yang bertujuan untuk dapat memberikan akses pembiayaan atau penyaluran kredit kepada para pelaku UMKM yang terdapat daerah-daerah tersebut. Kemudian, jika dilihat dari pihak perbankan maka dapat diketahui bahwa empat dari lima bank atau 80% dari jumlah bank yang menjadi objek penelitian telah memiliki ketersediaan atas produkproduk atau layanan kredit yang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan para pelaku UMKM, yaitu : 1. BRI menyediakan produk pinjaman seperti Kupedes dan KUR Mikro; 2. BNI menyediakan produk pembiayaan seperti BNI Fleski, BNI Wirausaha (BWU), dan KUR; 3. Mandiri menyediakan produk pembiayaan seperti Mandiri Kredit Mikro, Proyek Kredit Mikro (PKM), KUR, dan Program Kemitraan; 4. Bukopin menyediakan layanan kredit seperti Kredit SU-005, KUR Mikro, dan Direct Loan Mikro. Keempat bank diatas telah menyediakan berbagai layanan kredit yang dikhususkan bagi segmen UMKM, sedangkan satu bank yang lain, yaitu bank BCA belum memiliki ketersediaan layanan kredit yang memang dikhususkan bagi segmen UMKM, seperti layanan Kredit Usaha Rakyat. Tabel 2 Perbandingan Antara Kebutuhan dan Ketersediaan Ketersediaan Ketersediaan Kebutuhan Program / Upaya Produk / Layanan dari UMKM dari Regulator Kredit dari Bank OJK memiliki BRI Tersedia Para pelaku UMKM program KUR BNI Tersedia memiliki kebutuhan MANDIRI Tersedia untuk mendapatkan BI memiliki upaya BCA Tidak Tersedia kredit dari pihak bank. pembentukan PPKD BUKOPIN Tersedia Sedangkan tabel 3 menunjukkan hasil perbandingan atas hambatan-hambatan spesifik yang mencegah peningkatan financial inclusion para pelaku UMKM, terhadap ketersediaan bank guna mengatasi setiap hambatan tersebut, serta terhadap upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pihak OJK dan BI. Perbandingan ini dilakukan untuk membahas apakah terdapat kesesuaian / kesenjangan diantara ketiga pihak dalam hal hambatan spesifik sekaligus untuk mengetahui ketersediaan dan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pihak regulator dan pihak supply side (lima bank terpilih). Dalam tabel 3, dapat dilihat tanda (√) menunjukkan bahwa baik pihak perbankan maupun pihak regulator sudah memiliki berbagai ketersediaan dan upaya-upaya untuk mengatasi hambatanhambatan spesifik yang dirasakan para pelaku UMKM. Tetapi tanda (X) menunjukkan bahwa baik pihak perbankan maupun pihak regulator belum memiliki berbagai ketersediaan dan upaya-upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan spesifik yang dirasakan oleh para pelaku UMKM. Tabel 3 Perbandingan Antara Hambatan Spesifik dan Ketersediaan Ketersediaan Bank Bank yang sesuai BRI BNI Mandiri BCA Bukopin Fisik X 4/5 √ √ √ √ Akses X 4/5 √ √ √ √ Kondisi X 4/5 √ √ √ √ Harga X 4/5 √ √ √ √ Pemasaran X 4/5 √ √ √ √ Diri X 4/5 √ √ √ √
Hambatan UMKM 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hambatan UMKM 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Fisik Akses Kondisi Harga Pemasaran Diri
Upaya Regulator OJK √ √ √ √ √ √
BI √ √ √ √ √ √
Kesimpulan Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Dari tabel 3 diatas, maka dapat diketahui bahwa : 1. Hambatan Fisik • Menurut UMKM, mereka tidak pernah menjumpai karyawan bank yang datang di lingkungan usaha mereka untuk mensosialisasikan produk / layanan keuangan. • Empat dari lima bank atau 80% dari jumlah bank yang menjadi objek penelitian telah memiliki ketersediaan fisik sebagai berikut : 1) BRI mengelola BRI Unit, Teras BRI, Teras BRI Keliling, dan tenaga pemasar bernama Mantri (Micro Loan Officer); 2) BNI mengelola Sentra Kredit Kecil (SKC), Unit Kredit Kecil (UKC), Sentra Kredit Menengah (SKM), dan Kantor Stand Alone (STA) di berbagai kota besar di Indonesia; 3) Mandiri mengelola Unit Mikro, Cabang Mikro, dan Kios Mikro; 4) Bukopin mengelola 8 kantor layanan mikro. Sedangkan satu bank yang lain yaitu bank BCA yang tidak memiliki ketersediaan fisik yang sesuai bagi para pelaku UMKM, karena bank BCA belum menyediakan unit kerja khusus. • Dari pihak regulator, OJK telah mengoperasikan mobil edukasi keuangan yang bernama siMolek. Sedangkan BI telah berencana untuk mengeluarkan Layanan Keuangan Digital (LKD) melalui kerjasama dengan perbankan dan perusahaan telekomunikasi. Dimana dalam pelaksanaannya akan ada agen-agen yang dipilih untuk menjadi perpanjangan dari pihak bank dalam menawarkan rekening tabungan dan penyaluran kredit. 2. Hambatan Akses • Menurut UMKM, mereka merasa bahwa selama ini pihak bank masih memberikan persyaratan yang rumit ketika mereka ingin mengajukan kredit (meminjam uang). • Empat dari lima bank atau 80% dari jumlah bank yang menjadi objek penelitian telah memiliki ketersediaan fisik sebagai berikut : 1) Persyaratan Kupedes BRI yaitu dengan melampirkan legalitas usaha, dokumen identitas diri, dan memiliki pengalaman usaha minimal 1 tahun; 2) Persyaratan BNI Fleksi dan BNI Wirausaha yaitu dengan mengisi formulir dan melengkapi dokumen penunjang, memiliki penghasilan tetap serta mempunyai pengalaman kerja minimal 2 tahun; 3) Persyaratan Proyek Kredit Mikro bank Mandiri yaitu dengan menyerahkan dokumen legalitas diri dan slip gaji bagi pengusaha mikro perorangan atau kelompok; 4) Persyaratan Kredit SU-005 bank Bukopin yaitu dengan memerlukan dokumen legalitas diri, legalitas usaha, dan beberapa dokumen lain menurut ketentuan. Sedangkan satu bank yang lain yaitu bank BCA yang tidak sesuai karena Kredit Modal Kerja BCA mengharuskan para pelaku UMKM untuk memiliki jaminan atau agunan. • Dari pihak regulator, baik OJK maupun BI telah memiliki program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang menetapkan persyaratan mudah, dimana para pelaku UMKM dianjurkan untuk melampirkan dokumen legalitas diri, legalitas usaha, dan memiliki usaha minimal 6 bulan. 3. Hambatan Kondisi • Menurut UMKM, mereka belum mengetahui atau merasakan adanya program-program dan produk-produk keuangan yang mampu mendukung kegiatan mereka sebagai pedagang. • Empat dari lima bank atau 80% dari jumlah bank yang menjadi objek penelitian memiliki ketersediaan fisik sebagai berikut : 1) BRI menyediakan produk simpanan dan pinjaman unggulan, seperti Simpedes untuk simpanan serta Kupedes dan KUR Mikro untuk pinjaman; 2) BNI menyediakan layanan kredit seperti BNI Fleksi, BNI Wirausaha (BWU), hingga program KUR. BNI juga memiliki program UKM Mitra Binaan BNI; 3) Mandiri menyediakan beberapa pilihan produk pembiayaan, seperti Mandiri Kredit Mikro, Proyek Kredit Mikro, KUR, dan Program Kemitraan;
4) Bukopin menyediakan produk Kredit SU-005 dan KUR. Sedangkan satu bank yang lain yaitu bank BCA yang tidak memiliki ketersediaan produk atau layanan kredit yang sesuai bagi segmen UMKM, karena bank BCA sendiri merupakan salah satu bank di Indonesia yang belum menjadi bank penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR). • Dari pihak regulator, baik OJK maupun BI telah mengembangkan produk tabungan, yaitu TabunganKu dan produk pembiayaan, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program KUR juga dibagi ke dalam empat jenis, yaitu KUR Mikro, KUR Ritel, KUR Linkage Program (Excuting), dan KUR Linkage Program (Channeling). 4. Hambatan Harga • Menurut UMKM, mereka UMKM merasa bahwa selama ini persentase bunga pinjaman di dalam kredit bank terlalu tinggi bagi mereka, sehingga menyulitkan mereka sebagai pedagang. • Empat dari lima bank atau 80% dari jumlah bank yang menjadi objek penelitian telah memiliki ketersediaan fisik sebagai berikut : 1) Kupedes BRI berbiaya administrasi mulai dari Rp 10.000 dan bebas biaya provisi serta tidak harus memiliki jaminan (agunan); 2) Proyek Kredit Mikro bank Mandiri memiliki suku bunga kredit yang ringan dan jangka waktu kredit maksimal mencapai 18 bulan; 3) Kredit Modal Kerja bank BCA memiliki suku bunga kredit yang ringan, yaitu sebesar 12,5% per tahun; 4) Kredit SU-005 Bukopin menyalurkan kredit bagi usaha mikro mencapai Rp 50 juta dan bagi usaha kecil mencapai Rp 500 juta. Sedangkan satu bank yang lain yaitu bank BNI yang tidak mencantumkan informasi mengenai suku bunga kredit bagi produk BNI Fleksi maupun BWU. Selain itu, bank BNI juga belum memiliki tarif suku bunga kredit dasar bagi usaha mikro. • Dari pihak regulator, baik OJK maupun BI menyediakan program KUR yang memiliki tingkat suku bunga kredit berdasarkan jenis produknya : - KUR Mikro suku bunga kredit 22% per tahun; - KUR Ritel suku bunga kredit 13% per tahun; - KUR Linkage Program (Excuting) suku bunga kredit 22% per tahun; - KUR Linkage Program (Channeling) suku bunga kreditnya disesuaikan dengan KUR Mikro dan Ritel. 5. Hambatan Pemasaran • Menurut UMKM, mereka merasa bahwa mereka belum memahami dengan baik, berbagai produk dan layanan perbankan. • Empat dari lima bank atau 80% dari jumlah bank yang menjadi objek penelitian telah memiliki ketersediaan fisik sebagai berikut : 1) Promosi dan sosialisasi BRI melalui berbagai media, sponsorship, dan memiliki program Panen Hadiah Simpedes (PHS), Pesta Rakyat Simpedes (PRS), Simpedes Bikin Gampang, dan Pasar Ramadhan Simpedes; 2) Promosi dan sosialisasi BNI melalui berbagai media, sponsorship, event, dan penyebaran brosur, flyer, poster hingga banner di lokasi Point of Sales (POS); 3) Promosi dan sosialisasi Mandiri melalui berbagai media dan sponsorship, serta memiliki kegiatan edukasi melalui program CSR. 4) Promosi dan sosialisasi BCA melalui berbagai media, sponsorship, dan melakukan branding campaign “Wujudkan Mimpi Bersama Solusi BCA”. Sedangkan satu bank yang lain yaitu bank Bukopin yang hanya memiliki kegiatan pemasaran yang dikhususkan bagi para pelaku UMKM. • Dari pihak regulator, baik OJK maupun BI telah melakukan sosialisasi melalui pemasangan iklan layanan msyarakat diberbagai media. Selain itu, OJK juga memiliki Program Edukasi dan Kampanye Nasional Keuangan yang terkandung dalam program SNKI. OJK juga telah mengoperasikan mobil edukasi keuangan bernama siMolek dan berencana untuk mengoperasikan Perahu Keuangan ditahun 2015 untuk dapat mengedukasi masyarakat didaerah pedalaman atau pelosok-pelosok desa. 6. Hambatan Diri • Menurut UMKM, mereka masih memiliki kekhawatiran bahwa pengajuan kredit mereka tidak akan di setujui oleh bank. • Empat dari lima bank atau 80% dari jumlah bank yang menjadi objek penelitian telah memiliki ketersediaan fisik sebagai berikut : 1) BRI memiliki Teras BRI Keliling yang berfungsi untuk melakukan sosialisasi produk sekaligus sebagai saluran edukasi keuangan bagi masyarakat;
2) BNI menciptakan BNI Financial Board Games yang merupakan permainan khusus untuk mengedukasi masyarakat tentang akses finansial; 3) Mandiri memiliki salah satu program CSR untuk mengedukasi masyarakat yaitu melalui program financial literacy; 4) BCA bekerja sama dengan OJK sebagai bank pertama yang ikut mengoperasikan mobil edukasi keuangan, siMolek di daerah Tanah Abang. Sedangkan satu bank yang lain yaitu bank Bukopin yang tidak memiliki program atau kegiatan khusus untuk melakukan edukasi kepada masyarakat. • Dari pihak regulator, baik OJK maupun BI telah menyediakan program KUR yang merupakan skema kredit / pembiayaan modal kerja yang ditujukan bagi UMKM di bidang usaha produktif yang usahanya layak (feasible), namun mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan oleh Perbankan (belum bankable). Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa pihak bank dan pihak regulator telah memiliki bentuk-bentuk ketersediaan yang dapat mengatasi setiap hambatan yang dirasakan oleh para pelaku UMKM. Walaupun tidak setiap bank memiliki semua ketesediaan, namun sebagian besar hambatan pada dasarnya dapat diatasi oleh ketersediaan yang ada. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa terdapat gap difference diantara ketiga pihak. Dimana gap difference tersebut dipengaruhi oleh adanya asimetri informasi yang menyebabkan para pelaku UMKM masih merasakan adanya hambatan-hambatan tertentu, terutama hambatan akses karena mereka merasa bahwa pihak perbankan memberikan persyaratan yang rumit ketika mereka ingin mengajukan kredit. Selanjutnya berdasarkan fakta-fakta yang ada, maka dapat diajukan solusi yang efisien untuk meminimalkan asimetri informasi dan hambatan akses yang menghalangi atau menghambat efektifitas penerapan program OJK, BI, dan Perbankan dalam meningkatkan financial inclusion para pelaku UMKM. Solusi tersebut yaitu dengan melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi keuangan yang lebih gencar terhadap para pelaku UMKM. Hal ini perlu dilakukan agar para pelaku UMKM memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai produk-produk dan layanan keuangan yang tersedia secara khusus bagi mereka. Selain itu, solusi lain yang cukup efisien yaitu dengan memiliki atau menciptakan kebijakan-kebijakan yang lebih fleksibel dari pihak perbankan atas produk dan layanan kredit yang mereka sediakan, agar lebih disesuaikan atau lebih dikondisikan bagi kebutuhan dan kemampuan dari pihak demand side atau dalam hal ini para pelaku UMKM.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Para pelaku UMKM kategori usaha mikro di Jakarta Utara dan Jakarta Timur memiliki keinginan dan kebutuhan untuk mendapatkan pinjaman uang dari perbankan sebagai tambahan modal usaha. 2. Dalam menciptakan regulasi dan program-program yang sesuai dengan kebutuhan para pelaku UMKM, pihak regulator yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) telah memiliki program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diberikan melalui pihak perbankan kepada para pelaku UMKM dengan persyaratan yang mudah dan suku bunga kredit yang rendah. 3. Dalam menyediakan produk-produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan para pelaku UMKM kategori usaha mikro, pihak perbankan yang menjadi objek penelitian telah menyediakan : 1) Produk pinjaman unggulan seperti Kupedes dan KUR Mikro dari bank BRI; 2) Produk pembiayaan seperti BNI Fleksi, BNI Wirausaha (BWU), dan KUR dari bank BNI; 3) Produk pembiayaan seperti Mandiri Kredit Mikro, Proyek Kredit Mikro (PKM), KUR, dan Program Kemitraan dari bank Mandiri; 4) Bank BCA belum menyediakan produk kredit yang khusus bagi segmen UMKM; 5) Produk kredit seperti Kredit SU-005, KUR Mikro, dan Direct Loan Mikro dari bank Bukopin. 4. Hambatan spesifik yang menghambat peningkatan financial inclusion para pelaku UMKM kategori usaha mikro di Jakarta Utara dan Jakarta Timur, yaitu adanya hambatan / pengecualian akses dimana para pelaku UMKM merasa bahwa selama ini pihak bank masih memberikan persyaratan yang rumit ketika mereka ingin mengajukan kredit (meminjam uang). 5. Pihak perbankan dan pihak regulator telah memiliki program-program, produk-produk, maupun layanan keuangan yang sesuai dengan para pelaku UMKM kategori mikro di Jakarta Utara dan Jakarta Timur, tetapi para pelaku UMKM sendiri masih memiliki kebutuhan akan kredit dan masih merasakan adanya hambatan-hambatan tertentu, terutama hambatan akses. Sehingga dapat diketahui adanya gap difference yang timbul akibat asimetri informasi diantara ketiga pihak.
6. Penerapan program OJK, BI, dan Perbankan dalam meningkatkan financial inclusion para pelaku UMKM masih belum berjalan dengan efektif karena disebabkan oleh adanya asimetri informasi diantara pelaku UMKM, pihak perbankan, dan pihak regulator (OJK dan BI). 7. Solusi yang efisien untuk meminimalkan asimetri informasi dan hambatan akses yang dapat menghambat efektifitas penerapan program OJK, BI, dan Perbankan dalam meningkatkan financial inclusion para pelaku UMKM, yaitu dengan melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi keuangan yang lebih gencar terhadap para pelaku UMKM tersebut melalui kebijakan atau aktivitas-aktivitas jemput bola dari pihak perbankan oleh tenaga-tenaga pemasar yang mereka miliki kepada para pelaku UMKM secara langsung dilapangan. Selain itu juga dengan upaya dari pihak perbankan di Indonesia agar memiliki atau menciptakan kebijakan-kebijakan yang lebih fleksibel atas produk dan layanan kredit yang mereka sediakan, agar lebih disesuaikan atau lebih dikondisikan bagi kebutuhan dan kemampuan dari pihak demand side (para pelaku UMKM). Saran Berdasarkan pada analisis dan bahasan, serta simpulan yang ada, maka penulis memberikan saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu sebagai berikut : 1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar memperluas populasi penelitian tidak hanya di daerah Jakarta Utara dan Jakarta Timur. 2. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat menggunakan populasi dan sampel penelitian yang berasal dari setiap kategori usaha, baik kategori usaha mikro, kecil, maupun menengah menurut UU No.2 Tahun 2008 tentang UMKM. 3. Disarankan untuk penelitian selanjutnya tidak hanya menggunakan pertanyaan tertutup untuk kuesioner, tetapi juga menambahkan dengan pertanyaan terbuka agar hasilnya dapat lebih akurat. 4. Disarankan untuk penelitian selanjutnya tidak hanya menggunakan teknik simple random sampling dalam menentukan bank yang akan dipilih sebagai objek penelitian.
REFERENSI Cnaan, R.A., Moodithaya, M.S., & Handy, F. (2012). Financial Inclusion: Lessons from Rural South India. Journal of Social Policy, Vol. 41, No. 1, 183-205. Hung, A.A., Parker, A.M., & Yoong, J.K. (2009). Defining and Measuring Financial Literacy. RAND Labor and Population Working Paper Series. Kearton, L. (2010). Financial Exclusion. Dalam Winckler, V.(Ed), Poverty and Social Exclusion in Wales. Wales: The Bevan Foundation; (hal 127-131). Rahmat. (2013). Statistika Penelitian. Bandung: Pustaka Setia, 71-165. Shafi, M., Medabesh, A.H. (2012). Financial Inclusion in Developing Countries: Evidences from an Indian State. International Business Research, Vol. 5, No. 8, 116-122. Suyatno (2010). Menghitung Besar Sampel Penelitian Kesehatan Masyarakat. http://suyatno.blog.undip.ac.id/?s=menghitung+besar+sampel+penelitian&search=Search. Di akses pada tanggal 18 April 2014. Yolandha, F.(2013). Tahun Depan, OJK Bidik Ibu Rumah Tangga. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/13/12/02/mx5rm3-tahun-depan-ojk-bidikibu-rumah-tangga. Diakses pada tanggal 22 Maret 2014. (2013). OJK: Baru 21 Persen Masyarakat Indonesia yang Melek Keuangan.http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/13/12/02/mx5v4n-ojk-baru-21persen-masyarakat-indonesia-yang-melek-keuangan. Di akses pada tanggal 22 Maret 2014. www.pasarjaya.co.id di akses pada tanggal 6 Maret 2014 www.bps.go.id di akses pada tanggal 4 April 2014 www.ojk.go.id di akses pada tanggal 4 April 2014 www.bca.co.id di akses pada tanggal 15 April 2014 www.bri.co.id di akses pada tanggal 15 April 2014 www.bni.co.id di akses pada tanggal 4 Juni 2014 www.bukopin.co.id di akses pada tanggal 4 Juni 2014 www.bankmandiri.co.id di akses pada tanggal 4 Juni 2014 www.bi.go.id di akses pada tanggal 17 Juni 2014
RIWAYAT HIDUP Jeffry Ervan Hariyanto lahir di Surabaya, pada tanggal 19 Juni 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu Akuntansi dan Keuangan pada tahun 2014.