ANALISIS AKUNTABILITAS KEUANGAN DAN PENDAYAGUNAAN DANA ZIS (STUDI KASUS PADA LAZ EL-ZAWA) Oleh: Muhammad Iqbal Tawakkal Dosen Pembimbing: Abdul Ghofar, DBA., Ak., CPMA., CA. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected] Abstract
This study aims to analyze the application of financial accountability and utilization of El-Zawa’s ZIS funds. This research is a descriptive qualitative using a case study approach and primary data. To motivate muzakki to pay ZIS through OPZ, the credibility of OPZ should be improved by applying accountability values which are trustworthy, professionalism, and transparency. The results show that the eL-Zawa is untrustworthy in utilizing ZIS because most zakat funds are not channeled to mustahik. The application of accounting of eL-Zawa still has some differences with SFAS 109 and not produced comprehensive financial reports, as there is no note of financial reports (CALK). The professionalism is demonstrated by providing services and ease to deposit ZIS funds for muzakki through the cashier of eL-Zawa in the office, charity tube (tabung amal), and bank account. However, the professionalism of eL-Zawa is still hampered, as some employees have multi-positions in the organization, so the internal controls are assumed to be weak. EL-Zawa transparency values are implemented by publishing program and financial reports through website and a magazine once in a year. In addition, eL-Zawa also provides transaction and deposit proofs to muzakki who deposit ZIS funds. Keywords: credibility, accountability values, ZIS utilization Pendahuluan LatarBelakangMasalah Zakat merupakan kewajiban dan ibadah maliyah (materi) dalam Islam. Ibadah ini menjadi sarana untuk membersihkan jiwa, mengembangkan kualitas iman dan memberkahkan harta yang dimiliki. Selain itu, zakat juga menjadi modal utama dalam pembangunan, baik secara fisik maupun mental. Karena didalam zakat terdapat ibadah yang berdimensi ekonomi dan sosial (maliyah ijtima’iyyah) yang tujuannya untuk mendorong pemerataan kemakmuran dan kesejahteraanpenduduk suatu negara dengan jaminan sosial bagi masyarakat yang berhak mendapatkannya. Kewajiban zakat bukan hanya bernilai transenden, melainkan sebuah nilai transformatif yang ikut menggerakkan sendi-sendi perubahan menuju kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Cita-cita baldatun thayyibatu warabbun ghafur (QS. Al Saba: 15), akan bisa terwujud dengan baik manakala kewajiban zakat dilaksanakan kaum muslimin dengan penuh kesadaran (Rahman dalam Istutik: 2013). Bahkan mengenai kewajiban zakat, Undang-Undang di Indonesia telah mengamanatkannya pada pasal 1 ayat 2 UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dijelaskan bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim untuk 1
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Hal ini merupakan bentuk refleksi atas firman Allah Surat At-Taubah ayat 103 yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” Pemerintah juga membuat suatu badan khusus yang bertugas memfasilitasi para muzakki1 untuk membayarkan zakat yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS bersinergi dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) swasta yang telah memiliki izin dan dikukuhkan secara resmi oleh pemerintah. Menurut Hafidhuddin (2002)terdapat beberapa kelebihan jika muzakki membayar zakat dengan menyalurkannya ke lembaga pengelola zakat yaitu: 1. menjamin kepastian dan disiplin muzakkidalam membayar zakat 2. untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik2 zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki 3. memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan peemerintahaan yang Islami 4. mencapai efisiensi dan efektivitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan dana zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat Selain itu, maksud dibentuknya lembaga pengelola zakat yang resmi agar dapat memaksimalkan proses penghimpunannya karena Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar. Berdasarkan riset yang dilakukan BAZNAS bersama Islamic Development Bank (IDB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) potensi zakat Indonesia tahun 2011 mencapai Rp. 217 triliyun, namun realisasinya hanya Rp. 1,7 triliyun (Hafidhudin, 2015).Realita ini dikarenakan belum semua muzakki membayarkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat. Sebagian dari muzzaki masih meragukan kinerja lembaga pengelola zakat dalam pendistribusian zakat kepada yang berhak, disamping banyaknya keinginan dari muzzaki untuk memberikan zakat secara langsung kepada yang berhak (Harian Pelita, 2012). Problematika ini diteliti oleh Kanji, Habbe, dan Mediaty (2011) dan ditemukan bahwa tingkat kredibilitas lembaga pengelolaan zakat akan mempengaruhi motivasi muzzakiuntuk membayar zakat. Oleh karena itu, lembaga pengelola zakat harus meningkatkan kredibilitas agar timbul motivasi muzakki untuk membayarkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat. Kredibilitas merupakan tingkat kepercayaan sehingga muzakki merasa aman menunaikan zakat melalui LAZ. Bentuk pertanggungjawaban inilah yang harus dibenahi, apalagi ini terkait kepercayaan dalam mengemban amanah dana umat yang masuk dalam kategori keuangan publik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hafidhuddin (2011) bahwa zakat masuk dalam ranah keuangan publik, dana yang dihimpun dari masyarakat oleh badan amil harus dipertanggungjawabkan secara terbuka. Hal ini menjadi keharusan dan tidak boleh diabaikan, karena akan berdampak besar terhadap kepercayaan masyarakat. Pada kegiatan operasional amil zakat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hermawan dan Astriana (2010) diperlukan sebuah badan/lembaga penyelenggara zakat yang baik terutama pada administrasinya agar dapat menampilkan laporanlaporan keuangan zakat yang transparan dan relevan. Karena dalam Islam tujuan dari pelaporan keuangan adalah pertanggungjawaban baik secara vertikal maupun 1 2
Orang yang menunaikan kewajiban zakat Golongan yang berhak menerima zakat
2
horizontal, sehingga informasi keuangan yang disajikan dapat dijadikan sebagai dasar penunaian zakat. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 282 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah Mengajarkan kepadanya, maka hendaklah mereka menuliskan. Dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun dari padanya....” Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap utang piutang/muamalah haruslah dilakukan pencatatan yang sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. Jika diterapkan pada LAZ maka diwajibkan membuat laporan atas dana zakat, infak dan sedekah (ZIS) secara rutin serta diaudit secara syariah dan keuangan. Penyusunan laporan keuangan yang baik merupakan representasi dari bentuk pertanggungjawaban LAZ kepada para stakeholder. Karena menurut Endahwati (2014) pada dasarnya prinsip akuntabilitas (pertanggungjawaban) adalah bagian dari akuntansi. Akuntansi adalah kumpulan proses mencatat hingga akhirnya menjadi laporan keuangan. Dalam ZIS, akuntansi sudah mengaturnya dalam akuntansi syariah dimana posisi akuntabilitas lebih substansial, atau menjadi “jiwa” atau menjadi “etika” daripada pemberian informasi. Sehingga dalam rangka transparansi dan akuntabilitas, laporan keuangan harus disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Tujuan dari PSAK 109 yaitu untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi ZIS. Akuntabilitas lainnya yang harus diterapkan yaitu bagaimana suatu lembaga pengelola zakat medayagunakan ZIS, karena kebermanfaatan ZIS juga bergantung pada seberapa efektif dan efisien menyalurkan ZIS kepada yang berhak. Sebagai kota terbesar kedua di Jawa Timur, Kota Malang memiliki banyak LAZ. Namun berdasarkan penelitian Istutik (2013) belum semua LAZ memiliki akuntabilitas keuangan yang baik karena belum menerapkan PSAK 109, hanya pelaporan sederhana yang mengungkapkan bentuk penerimaan dan pengeluaran kas. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman amil atas penggunaan PSAK 109. Salah satu LAZ di Kota Malang yang menyatakan telah menerapkan PSAK 109 adalah eL-Zawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bendahara eL-Zawa, bahwa sejak tahun 2014 eL-Zawa telah menerapkan PSAK 109 sebagai standar akuntansi. Padahal eL-Zawa merupakan LAZ yang masih tergolong muda dan belum memiliki kekuatan hukum dari Kementrian Agama, Kementrian Hukum dan HAM, dan dilengkapi akta notaris sesuai bentuk legalitas yang wajib dimiliki untuk menjadi sebuah LAZ. Sehingga dari keunikan ini, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana penerapan PSAK 109 sebagai bentuk akuntabilitas keuangan dan bentuk pendayagunaan dana ZIS yang diterapkan di eL-Zawa. Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu bagaimana bentuk akuntabilitas keuangan dan program untuk mendayagunakan dana ZIS pada eL-Zawa. Tujuannya untuk mengetahui penerapan akuntabilitas keuangan serta bentuk pendayagunaan dana ZIS pada eL-Zawa.
3
Tinjauan Pustaka Pengertian Akuntabilitas Akuntabilitas menjadi hal yang sangat penting untuk diterapkan organisasi maupun perusahaan yang kegiatan operasinya sangat bergantung pada kepercayaan publik. Seperti halnya OPZ yang mengelola dana umat berupa ZIS maka menerapkan prinsip akuntabilitas menjadi hal yang sangat penting dilakukan. Karena dana ZIS diperoleh dari para muzakki yang atas dasar ketakwaan kepada perintah Allah menyalurkan ZIS untuk dikelola oleh OPZ. Menurut Mardiasmo (2002) akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Menurut Arifiyadi dalam Endahwati (2014) akuntabilitas dimaknai sebagai perilaku personal maupun kelompok yang ingin menjelaskan dan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan suatu skema yang bertugas sebagai pengontrol pencapaian suatu tujuan/hasil pada pelayanan publik yang disampaikan secara transparan kepada masyarakat. Nilai- Nilai Akuntabilitas Pengelolaan ZIS OPZ merupakan lembaga yang menghimpun dana ZIS yang berasal dari para muzakki/donatur. Alasan muzakki/donatur datang kemudian menyalurkan ZIS melalui OPZ, tidak langsung disalurkan kepada mustahik yang bersangkutan, karena para muzakki/donatur percaya bahwa OPZ pasti akan menyalurkannya. Berdasarkan pernyataan tersebutakuntabilitas yang dilakukan atas prinsip amanah, profesional dan transparan akan mengakibatkan para muzakki/donatur memiliki trust kepada OPZ. Ada tiga prinsip yang dijadikan acuan keberhasilan akuntabilitas LAZ yaitu: amanah, profesional, dan transparan. Amanah menjadi hal penting yang harus dimiliki oleh setiap amil. Menurut Endahwati (2014) tanpa adanya amanah, hancur semua sistem yang dibangun. Sifat amanah yang merupakan jelmaan dari rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan ZIS. Standar amanah bisa diukur dari moralitas yang dimilikinya. Sebagaimana kita ketahui, hancurnya perekonomian kita antara lain disebabkan karena rendahnya moral dan tidak amanahnya para pelaku ekonomi. Secara legal formal, zakat adalah dana umat yang dikelola amil dan secara esensi itu adalah hak milik mustahik. Kepercayaan muzakki yang diberikan kepada amil untuk mengelola zakat harus dijaga dengan baik. Tanpa adanya kepercayaan itu mustahil akan terkumpul dana zakat yang banyak. Selain berhubungan dengan pengelolaan dana ZIS, amanah juga berkaitan dengan hal pencatatan akuntansi. Sebagaimana dijelaskan oleh Triyuwono (2006) amanah dalam konteks praktek akuntansi, diinterpretasikan sebagai akuntabilitas, dalam pengertian bahwa orang-orang yang memegang amanah harus bertanggung jawab kepada pemegang saham, pelaksana, masyarakat dan Tuhan. Bertanggung jawab untuk tiga kelompok pertama bersifat formal, yakni dalam arti sempit menerbitkan laporan keuangan dengan mengikuti standar akuntansi yang sudah ada sebagai normanorma tanggung jawab pada Tuhan, berarti para pemegang amanah, dalam mempersiapkan dan menerbitkan laporan, secara etis (moral) harus sesuai dengan norma-norma tersebut. Sedangkan profesional menurut Endahwati (2014) diartikan sebagai pemenuhan SDM yang sesuai dengan keahlian dalam berbagai bidang, seperti marketing, 4
akuntansi, ekonomi, dan administrasi. Penempatan SDM yang sesuai dengan keahliannya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan OPZ. Misalnya, untuk mengelola ZIS dibutuhkan SDM di bidang perekonomian dengan maksud dana yang disalurkan kepada mustahik tepat sasaran karena dalam pemberian santunan dari dana ZIS yang digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif dibutuhkan suatu analisis ekonomi seputar prospek dan langkah-langkah pelaksanaannya. Kemudian bentuk profesionalisme juga menghasilkan akuntabilitas layanan untuk para muzakki/donatur karena mereka adalah sumber dana OPZ yang harus diberikan pelayanan maksimal. Kemudian menurut Endahwati (2014) nilai transparansi yakni kemampuan OPZ mempertanggungjawabkan pengelolaannya kepada publik yang melibatkan pihakpihak terkait seperti muzakki dan mustahik, sehingga diperoleh kontrol yang baik dalam pelaksanaanya. Hal ini bertujuan menghapus kecurigaan yang timbul. Dengan transparansi rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat bisa diminimalisir. Akuntabilitas Pendayagunaan Dana ZIS ZIS memiliki andil dalam rangka meningkatkan kesejahteraan khususnya kelompok 8 asnaf yang memiliki hak untuk mendapatkan dana ZIS. Oleh karena itu, OPZ sebagai badan/lembaga yang memiliki kewajiban untuk mengelola dana ZIS harus membentuk program-program kerja yang berorientasi pada kesejahteraan mustahik. Hal ini juga sebagai bentuk akuntabilitas pendayagunaan OPZ kepada para muzakki dan juga kepada para mustahik. Di dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60 telah dijelaskan bahwa ada 8 golongan yang memiliki hak untuk mendapatkan dana ZIS sehingga OPZ harus merancang program-program penyaluran dana ZIS yang efektif dan efisien. Program yang efektif menurut Endahwati (2014) adalah program distribusi sesuai dengan kebutuhan mustahik dan dapat meningkatkan taraf hidup mustahik sehingga mustahik menjadi pribadi yang mandiri. Sedangkan program yang efisien artinya program yang dijalankan benar-benar memberikan daya guna yang tinggi bagi mustahik dalam meningkatkan taraf hidupnya. Bentuk penyaluran ZIS yang efektif dan efisien dapat dilakukan melalui programprogram yang sifatnya konsumtif dan produktif. Menurut Syuhadanim dalam Puspitasari (2013) terdapat dua bentuk penyaluran ZIS yang dapat dilakukan oleh OPZ sebagai amil, yakni: a. Pola produktif (bantuan pemberdayaan) adalah pola penyaluran dana ZIS kepada mustahik yang bersifat dipinjamkan untuk suatu bentuk aktifitas/kegiatan usaha. b. Pola konsumtif (bantuan sesaat) adalah penyaluran dana ZIS yang diberikan langsung kepada para mustahik. Metodologi Penelitian Jenis Penelitian Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Moleong (2006) penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data-data deskriptif, yang meliputi kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang yang memahami obyek penelitian yang sedang dilakukan dan dapat didukung dengan studi literatur berdasarkan pendalaman kajian pustaka, baik berupa data penelitian maupun angka yang dapat dipahami dengan baik. Menurut Widi (2010) metode deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang menggabarkan semua data/keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan 5
kenyataan yang sedang berlangsung pada saat ini dan selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan masalahnya. Selanjutnya, Widi juga menjelaskan ciri-ciri umum metode deskriptif adalah memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (masa sekarang)/masalah-masalah yang bersifat aktual, serta mengambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya disertai interpretasi rasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk mengakomodir proses penelitian dalam menjawab rumusan masalah yang ingin mengetahui perilaku dan praktik faktual terhadap akuntabilitas keuangan serta pendayagunaan dana ZIS yang dilakukan oleh eL-Zawa sebagai LAZ. Makna dari perilaku akuntabilitas keuangan dan pendayagunaan dana ZIS diperoleh dari penjelasan informan secara terdeskripif. Pendekatan Penelitian Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskripsi. Melihat dari latar belakang masalah yang akan diteliti, tempat dan waktu penelitiannya, penulis menggunakan teknik penelitian yaitu studi kasus pada LAZ eL-Zawa. Menurut Kriyantono (2006) studi kasus merupakan metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi/peristiwa secara sistematis. Studi kasus dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui bentuk akuntabilitas keuangan dalam bentuk laporan keuangan yang berpacu pada prinsip akuntansi ZIS serta pendayagunaan dana ZIS yang dihimpun oleh LAZ eL-Zawa. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Lembaga Amil Zakat (LAZ) eL-Zawa di Kota Malang. Suatu organisasi pengelola dana ZIS dibawah naungan kampus UIN Maliki Malang. Terletak di Jalan Gajayana No. 50 Malang. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mulai tanggal 22 Februari 2016 sampai 15 Maret 2016. Hal ini disebabkan dari keinginan peneliti untuk mengetahui secara lebih dalam tentang akuntabilitas keuangan yang berhubungan erat pada penerapan akuntansi ZIS serta efisiensi dan efektifitas dalam pendayagunaan dana ZIS di eL-Zawa, karena eL-Zawa merupakan LAZ yang berada didalam lingkungan sebuah kampus namun kebermanfaatannya tidak hanya untuk internal kampus saja tetapi kepada masyarakat luas. Jenis Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer.Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli tidak melalui media perantara. Data primer dapat berupa opini subjek baik secara individual maupun kelompok, hasil observasi, dan hasil pengujian. Data primer diperoleh penulis dengan melakukan wawancara dengan bagian akuntansi. Data-data primer yang dibutuhkan penulis seperti: a. Sejarah berdirinya dan gambaran umum objek penelitian b. Sturktur organisasi objek penelitian c. Mekanisme penerimaan dan penyaluran dana ZIS d. Kebijakan dan prosedur pendayagunaan dana ZIS pada objek penelitian e. Prosedur akuntabilitas keuangan dan perlakuan akuntansi ZIS yang diterapkan objek penelitian f. Formulir dan dokumen yang berkaitan dengan akuntabilitas keuangan seperti kwitansi dan laporan keuangan 6
Metode Pengumpulan Data Sebelum melakukan pengolahan data untuk penelitian, perlu dilakukan proses pengumpulan data-data yang berasal dari data primer. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Observasi Merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan proses pengamatan serta pencatatan secara sistematis pada objek penelitian. Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik observasi untuk mengetahui secara langsung praktek akuntansi yang dilakukan eL-Zawa sebagai lembaga pengelola zakat. 2. Wawancara Wawancara merupakan suatu pembantu utama dalam observasi yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat (Bungin: 2006). Pada penelitian ini digunakan wawancara yang berencana dan terbuka. Wawancara berencana adalah penulis perlu merencanakan dan membuat daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada informan supaya tidak ada hal yang terlupa. Lalu wawancara terbuka dilakukan agar penulis dapat mewancarai informan dengan pertanyaanpertanyaan spontanitas yang tidak tertulis pada daftar pertanyaan. Penulis melakukan pengumpulan data primer dengan mewawancarai Bendahara eLZawa dan juga merangkap sebagai bagian akuntansi dan pelayanan di eLZawa. 3. Dokumentasi Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dan dapat dalam bentuk apa saja (Sugiyono: 2008). Dalam penelitian ini, dokumen yang dibutuhkan seperti catatan, laporan-laporan keuangan, dan dokumen pendukung lainnya yang berhubungan dengan akuntabilitas keuangan, perlakuan akuntansi, dan pendayagunaan dana ZIS di eL-Zawa Teknik ini digunakan sebagai langkah penulis mendapatkan informasi tambahan selain dari teknik wawancara. Analisis Data Tujuan dilakukannya analisis data adalah untuk menerjemahkan data-data yang diperoleh baik primer maupun sekunder untuk digunakan sebagai bahan penelitian. Analisis data perlu dilakukan agar pada saat mencari serta menyusun data yang diperoleh dari kajian teoritis, wawancara dan dokumentasi menjadi mudah dipahami dan dapat diinformasikan kepada orang lain. Selanjutnya, setelah semua data-data primer maupun sekunder terkumpul, penulis melakukan langkah analisis data yaitu menggunakan metode model analisis data interaktif yang digagas oleh Miles dan Huberman. Menurut Sugiyono (2008) menjelaskan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya menjadi jenuh. Berikut langkah selanjutnya dalam tahap menganalisis data: 1. Pengumpulan Data Penulis mengumpulkan data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian mengenai gambaran tentang akuntabilitas keuangan, perlakuan akuntansi dan bentuk pendayagunaan dana ZIS di eL-Zawa hingga dapat dijadikan bahan untuk pemecahan dari masalah yang diangkat. Penulis perlu mengumpulkan beberapa data seperti: a. Porgram kerja dan mekanisme penerimaan dana ZIS b. Program kerja dan mekanisme penyaluran dana ZIS 7
c. Prosedur akuntabilitas keuangan eL-Zawa kepada pihak stakeholder d. Kebijakan danperlakuan akuntansi ZIS di eL-Zawa 2. Reduksi Data Proses untuk menyimpulkan, memilih, memfokuskan data-data mentah kepada hal-hal yang penting dari hasil wawancara yang diperoleh.Sehingga akan menghasilkan data-data yang jelas dan terpilah-pilah antara data yang digunakan dengan yang tidak digunakan. 3. Penyajian data Pada tahap ini, informasi yang telah direduksi akan disederhanakan menjadi informasi yang kompleks ke dalam kesatuan bentuk, selektif/dirancang menjadi sebuah konfigurasi yang mudah dipahami. Teknis yang dilakukan penulis pada tahap penyajian data adalah dengan membandingkan antara teori dengan hasil data lapangan eL-Zawa yang telah direduksi oleh penulis. Proses ini yang akan mempermudah penulis untuk mendapatkan suatu kesimpulan untuk mereduksi data kembali. Sehingga akan mendapatkan hasil analisis yang lebih valid. 4. Kesimpulan Pada tahap terakhir ini, penulis menyimpulkan dan memberikan saran tentang akuntabilitas keuangan, serta pendayagunaan dana ZIS pada eL-Zawa berdasar pada data-data yang telah dianalisis pada tahap-tahap sebelumnya. Kriteria Evaluasi Penulis menggunakan kriteria evaluasi sebagai media untuk mempermudah dalam mempertimbangkan bentuk, prilaku maupun program di eL-Zawa terhadap komponen yang termasuk dalam salah satu nilai akuntabilitas. Kriteria evaluasi pada penelitian ini mengikuti kriteria nilai-nilai akuntabilitas yang telah dijelaskan pada kajian pustaka. Berikut kriteria evaluasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Nilai Amanah Pada penelitian ini nilai amanah ditujukan dengan mendayagunakan dana ZIS secara efektif dan efisien yang seluruhnya benar-benar dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan para mustahik atau kegiatan-kegiatan lain selain kepentingan mustahik yang bersifat sosial. Kemudian nilai amanah diwujudkan dengan suatu akuntabilitas keuangan dalam bentuk pelaporan program dan keuangan yang jujur dan sesuai standar akuntansi yang berlaku di Indonesia yaitu PSAK 109. Hal ini merupakan visualisasi dari nilai amanah yang dilakukan eL-Zawa dan menjadi fokus utama dalam penelitian ini. 2. Nilai Profesionalisme Nilai profesional dilihat dari bagaimana eL-Zawa memenuhi SDM yang sesuai keahlian dalam mengelola ZIS supaya dapat memberikan pelayanan maksimal. Karena sebagaimana yang dijelaskan pada kajian pustaka bahwa dengan menempatkan SDM sesuai dengan bidang keahliannya maka dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendayagunaan ZIS. Kemudian bentuk akuntabilitas layanan kepada para muzakki/donatur merupakan hasil dari nilai profesionalisme. Karena muzakki/donatur merupakan sumber dana yang didapat eL-Zawa sehingga dibutuhkan pelayanan maksimal untuk melayani muzakki/donatur. 3. Nilai Transparansi Bentuk transparansi yang dilakukan oleh eL-Zawa yaitu dengan selalu mempublikasikan laporan program dan keuangan kepada para stakeholder 8
seperti muzakki. Selain itu, memberikan bukti setor/kwitansi kepada para muzakki/donatur menjadi bentuk transparansi juga yang dilakukan eL-Zawa Pembahasan A. Hakikat Amanah Pengelolaan ZIS di eL-Zawa Sebagai pengelola dana ZIS, menjadi amil merupakan tugas yang berat. Karena dana ZIS yang diterima merupakan dana umat yang berhak atas dana tersebut para mustahik/orang-orang yang membutuhkan. Namun karena ini merupakan pekerjaan yang berat, imbalan pahala yang diterima pun akan setimpal dengan tugas yang diterima amil. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pihak yang mengelola ZIS, eLZawa selalu didasari atas ketentuan syariat yang tersampaikan melalui Al-Quran dan Al-Hadist sehingga harus dijalankan sebaik-baiknya atas dasar amanah agama dan dipertanggungjawabkan kepada para muzakki, mustahik dan yang tertinggi kepada Allah SWT. Bingkai amanah dalam pengelolaan ZIS di eL-Zawa divisualisasian dengan membuat pelaporan keuagan yang jujur dan sesuai standar akuntansi yang berlaku yaitu PSAK 109. Dan untuk memaksimalkan sumber daya ZIS yang telah berhasil dihimpun, eL-Zawa menggunakan pendekatan berbagai program-program untuk mendayagunakan ZIS agar bisa tersalurkan dengan maksimal. Berikut hasil analisis penulis terkait pengakuan dan pengukuran ZIS berdasarkan PSAK 109 dengan praktik faktual di eL-Zawa yang berdasarkan pada hasil pengetahuan dan wawancara penulis selama proses penelitian: Paragraf 10
11
12
Pernyataan Standar Ket. Akuntansi Keuangan No. 109 ZAKAT Penerimaan zakat diakui pada saat kas / aset lainnya diterima.
Sesuai
Zakat yang diterima dari muzakki diakui sebagai penambah dana zakat: (a) jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah yang diterima; (b) jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai wajar aset nonkas tersebut.
Sesuai
Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam PSAK
Tidak Sesuai
9
Perlakuan eL-Zawa
Pencatatan kas maupun nonkas dilakukan ketika diterimanya zakat dari muzakki Penerimaan zakat dalam bentuk kas diukur sesuai dengan jumlah yang diterima. EL-Zawa tidak menerima zakat dalam bentuk nonkas karena penerimaan zakat eLZawa berasal dari penyisihan gaji dosen dan karyawan UIN Maliki Jika diterima zakat dalam bentuk nonkas, eL-Zawa hanya melakukan pencatatan sederhana yang terpisah dengan laporan penerimaan zakat yaitu mengakuinya
yang relevan. 16
19
20
Zakat yang disalurkan kepada mustahik diakui sebagai pengurang dana zakat sebesar jumlah yang diserahkan bila berbentuk kas dan jumlah tercatat bila berbentuk nonkas.
Sesuai
Beban pengimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil. Amil dimungkinkan untuk meminjam dana zakat dalam rangka menghimpun dana. Sifat pinjaman adalah jangka pendek. Bagian dana zakat yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana amil
Tidak Sesuai
Sesuai
21
22
Zakat telah disalurkan kepada mustahik jika sudah diterima oleh mustahik tersebut. Zakat yang disalurkan melalui amil lain bentuk dianggap sebagai penyaluran sampai zakat tersebut diterima mustahik. Amil lain tidak berhak mengambil dana amil dari zakat, namun boleh meminta kepada amil pertama. Dana zakat yang diserahkan kepada mustahik dengan keharusan untuk mengembalikan kepada amil belum diakui sebagai penyaluran.
Sesuai
Sesuai
10
sejumlah nilai riil yang diterima Pendayagunaan dana zakat berupa kas akan diakui dan dicatat sebesar nilai yang dikeluarkan. Walaupun ada zakat berupa nonkas, maka akan diakui dan dicatat sebesar nilai rill yang dicatat pada saat penerimaan. Beban penghimpunan dan penyaluran zakat seperti biaya cetak dibebankan pada dana zakat eL-Zawa
Amil yaitu eL-Zawa merupakan salah satu golongan dari mustahik yang berhak menerima dana zakat. EL-Zawa mendapat bagian 12,5% dari seluruh dana zakat yang terhimpun dan diakui sebagai penambah dana amil eL-Zawa Sejauh ini, eL-Zawa dalam menyalurkan zakat tidak pernah melibatkan / bekerjasama dengan pihak ketiga dalam hal ini yaitu amil lain.
Dalam pendayagunaan dana zakat, eL-Zawa memiliki program pendayagunaan produktif yaitu qardhul hasan dan mudharabah. Lalu diakui dan dicatat sebagai bagian aktiva eL-Zawa yaitu piutang
INFAK/SEDEKAH 24
Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai penambah dana infak/sedekah terikat / tida terikat sesuai dengan tujuan pemberiannya. Dana tersebut diakui sebagai jumlah yang diterima dalam bentuk kas dan diakui sebagai nilai wajar jika dalam bentuk nonkas. Sesuai
33
34
37
34
37
Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/sedekah sebesar jumlah yang diserahkan jika dalam bentuk kas. Apabila dalam bentuk nonkas diakui sebagai nilai tercatat Bagian dana infak/sedekah yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana amil.
Sesuai
Sesuai
Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infak/sedekah. Bagian dana infak/sedekah yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana amil.
Tidak Sesuai
Sesuai
Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam 11
Penerimaan infak maupun sedekah dalam bentuk kas di eL-Zawa diakui sebesar nilai yang diterima dan akan menjadi penambah dana infak / sedekah. Jika nonkas akan diakui sebesar jumlah riil yang diterima dan dicatat terpisah dengan penerimaan kas. Pencatatan penerimaan infak maupun sedekah dalam bentuk kas maupun nonkas akan digolongkan terpisah antara infak/sedekah terikat maupun tidak terikat. Namun eL-Zawa selama ini tidak pernah menerima infak/sedekah dengan akad tertentu (terikat). Pendayagunaan dana infak / sedekah yang berbentuk kas di eL-Zawa akan dicatat sejumlah nilai yang dikeluarkan dan menjadi pengurang dana infak/sedekah. Bagian atas amil dari infak/sedekah yang diterima yaitu sejumlah 12,5% dan diakui sebagai penambah dana amil Pendayagunaan dana infak/sedekah tidak disalurkan melalui skema program produktif (dana bergulir) Bagian atas amil dari infak/sedekah yang diterima yaitu sejumlah 12,5% dan diakui sebagai penambah dana amil Pendayagunaan dana infak/sedekah tidak
skema dana bergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infak/sedekah.
Tidak Sesuai
disalurkan melalui skema program produktif (dana bergulir)
Kemudian dari aspek penyajian, eL-Zawa memang telah sesuai dengan PSAK 109 paragraf 38 dimana amil menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana amil secara terpisah dalam laporan posisi keuangan. Tetapi eL-Zawa belum bisa menyajikan pelaporan keuangan yang lengkap karena eL-Zawa hanya menyajikan laporan keuangan berupa laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana, laporan arus kas dan laporan perubahan aset kelolaan tanpa ada Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). Tetapi eL-Zawa melakukan perbaikan yang cukup signifikan dari segi penyajian laporan keuangan jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sholihah (2014). Berikut perbandingannya: No 1 2 3 4
Bentuk Laporan Keuangan Berdasarkan Ketentuan PSAK 109 Neraca/Laporan Posisi Keuangan Laporan Perubahan Dana Laporan Perubahan Aset Kelolaan Laporan Arus Kas
5
Catatan Atas Laporan Keuangan
Penelitian Terdahulu Tidak ada Ada Tidak ada Ada namun kurang lengkap Tidak ada
Penelitian Sekarang Ada Ada Ada Ada Tidak ada
Dari tabel diatas, penyusunan laporan keuangan saat dilakukan penelitan sekarang tetap belum bisa menyajikan laporan keuangan yang komprehensif karena eL-Zawa belum memenuhi aspek pengungkapan dalam bentuk CALK. Terkait audit pelaporan keuangan, masih sebatas pada audit internal yang dilakukan oleh pihak rektorat UIN Maliki Analisis Efisiensi dan Efektifitas Pendayagunaan ZIS eL-Zawa Akuntabilitas keuangan yang dijelaskan sebelumnya mengacu pada setiap aktivitas penerimaan dan pendayagunaan dana ZIS di eL-Zawa sehingga diantara keduanya memiliki korelasi terhadap nilai amanah. Program-program yang dibentuk dalam rangka pendayagunaan dana ZIS yang tepat sasaran dan berkualitas menjadi ujung tombak amil zakat dalam menjalankan amanahnya. Bukti nyata dari tepatnya program pendayagunaan dana ZIS dapat dilihat dari tingkat transformasi para mustahik menjadi muzakki. Dengan kata lain, telah berhasil upaya amil zakat untuk meningkatkan kesejahteraan para mustahik. Begitupun dengan eL-Zawa sebagai lembaga amil zakat yang berada di lingkungan kampus UIN Maliki juga dituntuk untuk kreatif dalam mendayagunakan dana ZIS. Terdapat dua bentuk distribusi ZIS yang diterapkan pada eL-Zawa yaitu penyaluran dana yang bersifat konsumtif dan produktif. Dari dua bentuk distribusi tersebut, eL-Zawa menerapkan pola 70 untuk produktif dan 30 untuk konsumtif. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Bendahara eL-Zawa berikut: “Kita memang sudah rutin ya programnya dalam menyalurkan zakat jadi langsung tersistem gitu. Kita kasih 70 30. Dimana 70% untuk produktif 30% untuk konsumtif. Program produktif itu seperti qardhul hasan untuk karyawan non PNS dan UMKM ini tanpa bunga juga maksimal tiap orang 5 juta. Ini masuk dana produktifkan karena dana itu bergulir lagi ke kita kan pinjaman. 12
Hakikatnya di zaman sekarang, jika zakat dikonsumtifkan semua misalkan untuk yatim, amal manula, fakir miskin, anak gak mampu itu kok kurang efektif. Secara gak langsung memanjakan mereka, memberikan ikan bukan kailnya. Kalau produktif, biarkan mereka berkembang dengan usaha mereka. Modal dikembalikan, toh jika mereka tidak bisa mengembalikan modal / apes bangrut, kita tidak bisa memaksa orang untuk sukses. Tidak apa-apa jika tidak kembali toh itu juga qardul hasan dan hakikat zakat disitu. Tapi Alhamdulillah selama ini orang yang kita bantu dengan program qardhul hasan dan UMKM banyak berhasilnya dibanding tidaknya. Jadi dana zakat berpengaruh signifikan”. Dalam menentukan para mustahik yang berhak menerima bantuan, agar pendayagunaannya tepat sasaran dan efektif, eL-Zawa tidak begitu saja menyerahkannya. Tetapi eL-Zawa melakukan survei-survei terdahulu tekait objek yang akan menjadi target penyalurannya seperti qardhul hasan UMKM. Setelah mendapat bantuan qardhul hasan UMKM pun akan mendapat pembinaan dan penyuluhan dari eL-Zawa agar bisnis yang dijalani berjalan lebih baik. Tetapi eLZawa tetap tidak menyampingkan program pendayagunaan secara konsumtif. Pada saat akan menyalurkan beasiswa yatim unggul, eL-Zawa bekerjasama dengan Rukun Warga setempat untuk mengumpulkan data-data warganya yang membutuhkan bantuan beasiswa pendidikan, sebagaimana yang dipaparkan oleh Bendahara eLZawa: “Iya kita dulu kerjasama dengan RW setempat, mereka kita suruh mengumpulkan data kan mereka yang lebih tau warganya yang yatim, tidak mampu, miskin disuruh daftarkan kesini. Dan ini sudah berlaku sejak 2011”. Selain itu, eL-Zawa juga menyalurkan bantuan berupa beasiswa pendidikan akar tangguh yang merupakan beasiswa bagi seluruh karyawan UIN Maliki non PNS seperti tukang sapu dan satpam. Berbagai prosedur maupun ketentuan yang ditetapkan oleh eL-Zawa inilah yang menjadi cerminan profesionalisme dalam menyalurkan/mendayagunakan dana zakat. Berikut rekapitulasi pendayagunaan / penyaluran dana ZIS eL-Zawa tahun 2014 dan 2015: Bentuk Pendayagunaan ZIS Pembiayaan qardhul hasan UMKM Pembiayaan qardhul hasan karyawan Pembiayaan qardhul hasan mahasiswa Pembiayaan qardhul hasan pendidikan Pembiayaan qardhul hasan instansi Pembiayaan qardhul hasan motor Pembiayaan mudharabah Penyaluran ibnu sabil Penyaluran beasiswa yatim unggul Penyaluran beasiswa kader eL-Zawa Penyaluran dana bela sungkawa Penyaluran buka bersama yatim piatu Penyaluran paket lebaran karyawan UIN Amal kesehatan
Tahun 2014 Rp 145.000.000 632.000.000 12.500.000 41.000.000 110.000.000 157.000.000 105.000.000 2.045.000 64.225.000 56.200.000 6.673.500 4.467.000 10.500.000 4.184.999 13
Tahun 2015 Rp 150.000.000 865.000.000 25.950.000 14.000.000 0 120.000.000 36.000.000 220.000 88.475.000 27.600.000 8.870.000 9.313.500 6.840.000 1.500.000
Bentuk Pendayagunaan ZIS Tahun 2014 Tahun 2015 Penyaluran melalui sponsorship kegiatan 13.050.000 16.250.000 Penyaluran dana pembelian hewan qurban 19.500.000 19.500.000 Penyaluran dana sosial melalui KKM Posdaya 5.485.000 5.951.400 Sumbangan bencana erupsi Gunung Kelud 9.586.000 0 Penyaluran dana santunan sosial 0 20.000.300 Pelatihan salon muslimah 8.057.000 0 Apresiasi wisudawan berprestasi 3.000.000 0 Pelatihan mulimedia MTS Sunan Kalijaga 0 3.555.000 Pendirian dan pelatihan Salon Pria 0 38.908.500 TOTAL Rp 1.409.473.499 Rp 1.457.933.700 Sumber: Annual Report eL-Zawa 2014-2015, diolah Berdasarkan tabel diatas, terjadi kenaikan penyaluran dana ZIS di eL-Zawa dari tahun 2014 ke 2015. Pendayagunaan dana ZIS terbesar terjadi pada program pembiayaan qardhul hasan karyawan sebesar Rp 632.000.000 pada tahun 2014 dan Rp 865.000.000 pada tahun 2015. Kemudian pendayagunaan terbesar kedua pada program pembiayaan qardhul hasan UMKM sebesar Rp 145.000.000 pada tahun 2014 dan Rp 150.000.000 pada tahun 2015. Dari data tersebut, terlihat bentuk usaha eL-Zawa untuk meningkatkan kesejahteraan para mustahik dengan berbagai program unggulnnya. Program pembiayaan qardhul hasan karyawan membantu karyawan agar bisa terlepas dari jeratan riba dan program qardhul hasan UMKM agar masyarakat dapat lebih mandiri dengan usahanya sendiri. Namun dalam menilai tingkat keamanahan suatu LAZ tidak hanya dinilai dari aspek efektif dan efisiensi dalam penyaluran dana ZIS seperti peningkatan jumlah penyaluran dana ZIS dari tahun ke tahun, tetapi dilihat pula dari berbagai program penyaluran apakah telah disalurkan kepada pihak/golongan yang memang berhak menerimanya, terutama dana zakat yang penyalurannya dibatasi kepada 8 asnaf saja. Dengan demikian, hakikat amanah atas kinerja LAZ dalam mengelola ZIS akan lebih bermakna. EL-Zawa sebagai LAZ yang menghimpun dan mengelola dana ZIS memiliki program-program penyaluran dengan pola konsumtif dan produktif. Terkait pembahasan pola penyaluran zakat secara konsumtif maupun produktif memang masih terjadi perselisihan pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa zakat produktif hukumya tidak boleh secara mutlak difatwakan pada Majma’ al-Fiqh alIslamy Rabithah al-Alam al-Islamy, pada pertemuannya yang ke-15, di Mekkah pada tanggal 11 Rajab 1419/31 Oktober 1998 mengacu pada surat Al-an’am ayat 141 yang artinya “Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetiknya”. Kemudian adanya kaidah ushul fiqh yang mengatakan bahwa “pada dasarnya perintah itu menunjukkan pelaksanaannya harus segera” sehingga perintah menunaikan zakat untuk disalurkan kepada para mustahik merupakan keharusan yang sifatnya segera tidak dapat diundur. Dalil lainnya yang menjadi landasan larangan dana zakat untuk diproduktifkan yaitu berdasarkan hadist ‘Uqbah bin al-Harist yang diriwayatkan oleh Bukhori yang artinya: “Aku pernah shalat 'Ashar di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di kota Madinah. Setelah salam, tiba-tiba beliau berdiri dengan tergesa-gesa sambil melangkahi leher-leher orang banyak menuju sebagian kamar isteri14
isterinya. Orang-orang pun merasa heran dengan ketergesa-gesaan beliau. Setelah itu beliau keluar kembali menemui orang banyak, dan beliau lihat orang-orang merasa heran. Maka beliau pun bersabda: "Aku teringat dengan sebatang emas yang ada pada kami. Aku khawatir itu dapat menggangguku, maka aku perintahkan untuk dibagi-bagikan." pernyataan hadist ini memberikan gambaran bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam setelah sholat langsung bergegas pulang ke rumah untuk membagikan harta kepada yang berhak. Jika pembayaran zakat bisa diundur maka tidak perlu terburu-buru untuk menyalurkan zakat. Pendapat kedua, ada yang memperbolehkan dana zakat untuk diproduktifkan terlebih dahulu sebelum disalurkan. Penerapan zakat produktif pernah terjadi pada saat Rasulullah mengutus Umar bin Khatab untuk menjadi seorang amil zakat yang dibuktikan dengan sabda Rasulullah yaitu: “Ambilah dahulu, setelah itu milikilah (berdayakanlah) dan sedekahkan kepada orang lain dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam ini sedang engkau tidak membutukannya dan bukan engkau minta, maka ambilah. Dan mana-mana yang tidak demikian maka janganlah engkau turutkan nafsumu”. (HR Muslim). makna “berdayakanlah” adalah mengembangkan dan mengusahakan dana zakat sehingga dapat diperdayakan. Pernyatan tersebut mengindikasikan bahwa dana zakat selain disalurkan melalui program konsumtif dapat pula disalurkan melalui program produktif seperti dijadikan modal usaha untuk menghasilkan keuntungan. Kemudian pernyataan tokoh Islam yang menyatakan dana zakat boleh diproduktifkan adalah Yusuf Qardhawi, yang mana penunaian zakat termasuk amal ibadah sosial dalam rangka membantu orang-orang miskin dan golongan ekonomi lemah untuk menunjang ekonomi mereka sehingga mampu berdiri sendiri pada masa mendatang dan tabah dalam mempertahankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah. Apabilazakat merupakan suatu formula yang paling kuat dan jelas untuk merealisasikan ide keadilan sosial, maka kewajiban zakat meliputi seluruh umat, dan bahwa harta yang harus dikeluarkan itu pada hakekatnya adalah harta umat, dan pemberian kepada kaum fakir. Pembagian zakat kepada fakir miskin dimaksudkan untuk mengikis habis sumber-sumber kemiskinan dan untuk mampu melenyapkan sebab-sebab kemelaratan dan kemapanannya, sehingga sama sekali nantinya tidak memerlukan bantuan dari zakat lagi bahkan berbalik menjadi pembayar zakat. Namun dari berbagai perbedaan pendapat ini penulis memilih pada pendapat yang memperbolehkan dana zakat untuk diproduktifkan, dengan pertimbangan bahwa penyaluran dana zakat secara produktif lebih tepat untuk mempersempit jurang perbedaan kesejahteraan ekonomi dalam masyarakat. Sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang dapat berpotensi mengganggu keharmonisan bermasyarakat. Di Indonesia, pola penyaluran dana zakat secara produktif telah mendapatkan legalitas hukum melalui Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 52 tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif; dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Penerapan pola penyaluran dana zakat produktif di Indonesia dapat membantu para mustahik untuk mendapatkan kehidupan yang lebih mandiri dengan usahanya sendiri tanpa harus berpangku tangan dengan orang lain agar kualitas umat di Indonesia menjadi meningkat, contohnya dengan pemberian modal usaha dengan akad qardhul hasan maupun mudharabah. 15
B. Bentuk Profesionalisme Pengelolaan ZIS di eL-Zawa Sebagai LAZ yang berada dibawah naungan UIN Maliki, eL-Zawa selalu berusaha untuk dapat memberikan pelayanan optimal yang akan memudahkan para muzakkiuntuk menyalurkan ZIS / para donatur yang ingin menyalurkan donasinya seperti tabung amal yang tersebar di lingkungan kampus UIN Maliki dan membuka beberapa rekening bank untuk mempermudah para muzakki/donatur menyetorkan ZIS. Pelayanan yang optimal juga harus ditopang oleh SDM yang memumpuni untuk bekerja memberikan pelayanan prima. Namun fakta di lapangan, eL-Zawa masih ada pegawai yang merangkap pekerjaan penting sehingga berisiko pada pengendalian internal yang bisa dibilang kurang baik. Bahkan saat ini eL-Zawa belum memiliki tenaga akuntan seperti yang dijelaskan oleh Bendahara eL-Zawa: “Satu lagi masalah kitakan kekurangan SDM dalam hal akuntansi, kita tidak ada tenaga akuntan. Saya disini merangkap banyak hal seperti pelayanan, bendahara, setiap ada kegiatan kadang saya menjadi ketua panitia. Seharusnya ada bendahara sebagai akuntan yang mengurusi hal-hal seperti ini. Saya juga latar belakangnya dari manajemen pemasaran. Makanya disini dibantu dengan salah seorang dosen akuntansi dari UIN Maliki sebagai konsultan. Nah misalkan ada tenaga akuntan semuanya bereslah semuanya ideal. Kita juga masih pikir-pikir soalnya untuk bagian amil seperti gaji / honor. Kalo mau tambah staf lagi kita masih berat.” Dari uraian tersebut memberi makna bahwa eL-Zawa masih melakukan efisiensi biaya pengeluaran honor/gaji karena keterbatasan dana amil sehingga mengorbankan profesionalitas lembaga, terlihat dari adanya beberapa pekerjaan penting yang dipegang oleh orang yang sama. C. Hakikat Transparansi Sebagai Akuntabilitas eL-Zawa Demi menunjang tingkat kredibilitas suatu organisasi dimata para stakeholder, maka perlulah aspek transparansi dijadikan sebagai acuan berhasilnya suatu lembaga untuk menerapkan akuntabilitas yang baik. Hal ini dilakukan eL-Zawa demi menjaga tingkat kepercayaan dimata para muzakki karena mereka adalah pihak yang dengan sukarela menyerahkan sebagian hartanya untuk dikelola oleh eL-Zawa agar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan para mustahik maupun pihak yang membutuhkan bantuan. Sebagai bentuk akuntabilitas, eL-Zawa akan mengelola seluruh dana titipan umat tersebut maka dirancanglah suatu prosedur yang bertujuan untuk media transparansi eL-Zawa kepada para stakeholder khususnya untuk para muzakki. Publikasi Laporan Keuangan dan Kegiatan eL-Zawa Sebagai bentuk transparansi eL-Zawa kepada para muzakki yaitu dengan mempublikasikan hasil dari pengelolaan ZIS berupa pelaporan kegiatan penyaluran ZIS dan laporan keuangan yang diterbitkan setiap setahun sekali dalam bentuk majalah. Selain itu juga, pelaporan rutin bulanan juga dilakukan eL-Zawa dengan melaporkan laporan arus kas yang dipublikasi melalui mading dan website resmi eLZawa. Bukti Setor Akuntabilitas keuangan tidak hanya pada penyajian laporan keuangan yang harus sesuai dengan PSAK 109 tetapi dengan amil memberikan kwitansi kepada para muzakki yang menunaikan ZIS juga menjadi hal penting untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan. Hal ini berdasarkan amanah UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 23 ayat 1 yang mewajibkan BAZNAS maupun LAZ untuk memberikan bukti setoran kepada muzakki. Jika dilanggar akan dikenakan sanksi 16
administratif seperti yang dijelaskan pada PP No. 14 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada pasal 77 huruf a. Kwitansi menjadi bukti penerimaan ZIS yang diberikan kepada muzakki / donatur. Di eL-Zawa terdapat 2 rangkap kwitansi yaitu rangkap pertama diberikan kepada muzakki/donatur sedangkan rangkap kedua dijadikan arsip eL-Zawa. Terkait bukti penerimaan/kwitansi ini dijelaskan oleh Bapak Idrus Andi Rahman: “Seperti biasa, setiap penerimaan harian menggunakan kwitansi seperti ini, nanti saya tulis berapa nominalnya, saya tandatangan, lalu beri tanggal, kemudian saya stempel. Yang putih saya kasih dia dan yang kuning untuk saya” jika penerimaan melalui transfer melalui rekening, tetap akan mendapatkan bukti transfer dari bank yang bersangkutan. Walaupun sederhana tetapi hal ini tidak dapat disepelekan karena dengan kwitansi akan memberikan kepercayaan muzakki/donatur dalam menyalurkan donasinya melalui eL-Zawa yang akan dipergunakan untuk kesejahteraan umat.
Penutup Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, kemudian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Akuntabilitas keuangan di eL-Zawa dibuktikan dengan pernyataan Bendahara eL-Zawa bahwa sejak tahun 2014 eL-Zawa telah menerapkan PSAK 109 sebagai standar akuntansi yang digunakan. Namun penerapannya masih belum sesuai dengan PSAK 109. Pada aspek pengakuan dan pengukuran ZIS masih ada ketidaksesuaian dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pada PSAK 109. Aspek penyajian ZIS di eL-Zawa diterapkan dengan membuat pelaporan keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan arus kas, laporan perubahan dana, tapi bentuk laporan perubahan aset kelolaan masih belum sesuai dengan format pada PSAK 109 dan eL-Zawa belum mengungkapkan ZIS melalui CALK. Kemudian pemberdayagunaan dana ZIS di eL-Zawa menerapkan pola distribusi konsumtif dan produktif yang dari tahun 2014 hingga tahun 2015 mengalami peningkatan terutama pada penyaluran dana zakat melalui program qardhul hasan. Namun penyaluran dana zakat melalui program qardhul hasan seperti qardhul hasan sepeda motor dan pendidikan dosen tidak menyasar golongan mustahik. Sehingga penulis menilai pendayagunaan dana zakat di eL-Zawa belum amanah karena pendayagunaan dana zakat hanya diperuntukkan untuk golongan mustahik. 2. Nilai profesionalitas dihasilkan dengan memberikan pelayanan prima kepada para muzakki. Pelayanan prima merupakan bentuk kemudahan para 17
muzakkiuntuk menyalurkan dana ZIS melalui eL-Zawa. Namun pemenuhan SDM di eL-Zawa masih sangat terbatas karena ada beberapa pegawai memegang jabatan lebih dari satu sehingga akan beresiko pada pengendalian internal yang buruk sehingga nilai profesionalisme eL-Zawa belumlah maksimal. 3. Laporan keuangan atas pengelolaan ZIS di eL-Zawa diterbitkan setiap setahun sekali dalam bentuk majalah. Selain itu juga, pelaporan rutin bulanan juga dilakukan eL-Zawa dengan melaporkan laporan arus kas yang dipublikasi melalui mading dan website resmi eL-Zawa. Kemudian untuk menunjukkan nilai transparansi kepada muzakki, eL-Zawa selalu memberikan bukti setoran agar dana yang diterima dari muzakki menjadi jelas akadnya dan dipergunakan sesuai ketentuan syariat Islam. Saran Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian diatas, maka penulis memberikan beberapa saran dengan harapan akan menjadi masukan yang membangun bagi pihakpihak yang bersangkutan. 1. Penelitian selanjutnya meneliti penerapan PSAK serta penjurnalan akuntansi terkait perlakuan seluruh dana (dana ZIS, dana wakaf, dan dana nonhalal) yang ada di eL-Zawa. Kemudian melakukan wawancara dengan informan yang lebih luas seperti para mustahik/muzakki 2. Berdasarkan hasil pembahasan, diharapkan eL-Zawa dapat meningkatkan nilai keamanahan sebagai LAZ yang mengelola dana zakat untuk membuat batasan yang tegas antara golongan mustahik dan muzakki agar dana zakat yang telah dihimpun benar-benar dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan para mustahik. Seperti program qardhul hasan pembelian motor dan beasiswa pendidikan dosen merupakan program pendayagunaan yang diperuntukkan kepada pihak internal UIN Maliki yang notabene bukan dari golongan 8 asnaf. Sehingga, jika program ini ingin dilaksanakan sebaiknya tidak menggunakan alokasi dari dana zakat yang penerimanya dibatasi hanya kepada 8 asnaf tetapi menggunakan dana infak/sedekah. Daftar Pustaka Departemen Agama RI. (2010). Al Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro. Bungin, Burhan. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif (Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Endahwati, Yosi Dian. (2014). Akuntabilitas Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah. Tesis. Universitas Brawijaya, Malang. Hafidhuddin, Didin. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani. . (2011). PSAK Zakat Harus Dipaksakan. Majalah Akuntan Indonesia (3 ed.) September-Oktober 2011
18
. (2015). Baznas Targetkan 2015 Terkumpul Zakat Rp 4,2 Triliun. Retrieved Maret 21, 2016 from http://www.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=233570. Harian Pelita. (2012, Februari 8). Sebaiknya Muzakki Berzakat Melalui Badan Amil Zakat. Retrieved Januari 10, 2016 from http://www.pelita.or.id/baca.php?id=56460 Hermawan, Sigit dan Astriana, Gianti. (2010). Akuntansi Zakat dan Upaya Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Lembaga Amil Zakat. Jurnal Ekonomi, 1, 34-42. Istutik. (2013). Analisis Implementasi Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah (PSAK: 109) pada Lembaga Amil Zakat di Kota Malang. Jurnal Akuntansi Aktual, 2, 19-24. Kanji, Lusiana., H. Abd. Hamid dan Mediaty. (2011). Faktor Determinan Motivasi Membayar Zakat. Retrieved Januari 12, 2016, from http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/387a71645e06a7998e64844810f87d1f.pdf Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Riset Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset. Moleong, Lezy. J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Pusat Kajian Zakat dan Wakaf el-Zawa. (2015). Annual Report. Malang. UIN Maliki Puspitasari, Rahma. (2013). Praktik Distribusi Zakat Melalui Sistem Kekerabatan dan Impikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi di Kelurahan Sidomuti Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo). Tesis. Universitas Brawijaya, Malang. Sholihah, Ifa Arifatus. (2014). Analisis Penerapan Akuntansi Zakat, Infaq, dan Shadaqah Berdasarkan PSAK 109 (Studi Kasus pada Pusat Kajian Zakat dan Wakaf eL-Zawa UIN Maliki Malang). Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Triyuwono, Iwan. (2006). Perspektif, Metodologi, dan Teori, Akuntansi Syariah. Jakarta: Grafindo Undang-Undang No. 23.(2011). Tentang Pengelolaan Zakat.
19
Widi, Restu Kartiko. (2010). Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
20