HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN PERTUMBUHAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH DI SD NEGERI NO.142442 KOTA PADANGSIDIMPUAN 2014 Ade Irma Harahap1 : Evawany Y Aritonang2 : Jumirah3 1 Program Sarjana Kesehatan Masyarakat FKM USU 2 Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU Medan, 2015, Indonesia Email :
[email protected] ABSTRACT
The phase of school age is the most important in the next physical formation of kid. Physical qualities reflected from physical growth. Physical growth change will certainly seemed at the time of kid entered the age of school. The purpose of the research is to know the corelation between the food consumption patterns and social economic of the family with the growth of new kid entered the age of school in elementary school padangsidimpuan no.142442. The type of research is descriptive using a cross sectional design. The population is all students in the first class of elementary school padang sidimpuan no.142442 . The sample as many as 54 of students taken with the technique of proportional sample. Data about the consumption of food obtained through interviews directly to students who assisted by their mothers. Data of the height of kid measured with microtoise. The growth of new kid entered school based with z-score height by age. Furthermore, to prove the hypothesis the chi-square test is used. The research showed 51,9 percent had height with short category, 40,7 percent normal and 7,4 percent kids were tall category. The analysis bivariat with chi-square test showing that there are significan relationship between the level of family income(p = 0,037), kinds of food (p = 0,038), the level of energy suffiency (p = 0,027) and the level of zinc suffiency (p = 0,044) with the growth of the new kid enter the school. There was not correlation with the variable of the level of mother’s educational, the level of mother’s occupation, the level of vitamin A sufficiency, the level of iodium sufficiency, the level of calcium sufficiency and the level of iron sufficiency with the growth of the new kid entered the school. It is hoped the mothers provide multiform food being for kids. Additionally, mothers should be pay attention to the level of nutrient sufficiency that will be consumed for a kid. Key words: Food consumption pattern, social economic of the family, the growth of new kid in school. Pendahuluan tampak pada saat anak memasuki usia sekolah, dimana pertumbuhan fisik usia sekolah merupakan refleksi keadaan gizi pada masa bayi dan balita. Salah satu indikator gizi untuk menilai peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah ukuran pertumbuhan fisik yang dapat dilakukan melalui pengukuran Tinggi Badan Anak Baru Sekolah (TBABS). TBABS dapat merupakan salah satu indikator status gizi dan kesehatan
Masa usia sekolah merupakan masa terpenting dalam pembentukan fisik anak selanjutnya. Oleh karena itu anak usia sekolah perlu mendapat perhatian secara seksama, pembinaan dan pengawasan yang sedini mungkin agar menghasilkan kualitas fisik, mental dan sosial yang baik. Kualitas fisik dapat tercermin dari pertumbuhan fisik, perubahan pertumbuhan fisik akan jelas 1
masyarakat suatu daerah, yang erat pula hubungannya dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat di daerah yang bersangkutan (Desmita, 2005). Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek sehingga melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan. Pada keadaan stunting, tinggi badan anak tidak memenuhi tinggi badan normal menurut umurnya. Anak yang pendek berkaitan erat dengan kondisi yang terjadi dalam waktu yang lama seperti kemiskinan, perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang, kesehatan lingkungan yang kurang baik, pola asuh yang kurang baik dan rendahnya tingkat pendidikan. Oleh karena itu masalah balita pendek merupakan cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat. Karena masalah gizi pendek diakibatkan oleh keadaan yang berlangsung lama, maka ciri masalah gizi yang ditunjukkan oleh anak pendek adalah masalah gizi yang sifatnya kronis (Depkes 2009). Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang yang berimplikasi pada kondisi pertumbuhan adalah tingkat sosial ekonomi yang terdiri dari pendapatan keluarga, pendidikan dan pekerjaan orang tua serta budaya dan lain-lain (Notoatmodjo, 2007). Menurut Soejtiningsih (2004) pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, jumlah saudara, serta budaya mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu ukuran standar ekonomi keluarga adalah tingkat pendapatan total yang diterima keluarga atau jumlah pengeluaran totalnya, meliputi pengeluaran atas pangan dan non pangan (Suhardjo, 2003). Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak adalah faktor genetis, faktor makanan dan keadaan status sosial ekonomi keluarga. Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan orangtuanya
dalam hal bentuk tubuh,proporsi tubuh dan kecepatan perkembangan. Faktor makanan berhubungan dengan keseimbangan konsumsi gizi dengan kecukupan gizi dan pola konsumsi pangan anak tersebut. Beberapa faktor gizi yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi badan yaitu kalori, protein, Iodium dan zat gizi mikro seperti vitamin A, zink (zn). Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu dan faktor sosial ekonomi keluarga meliputi pendidikan, pekerjaan serta pendapatan (Baliwati, 2004). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 untuk daerah Sumatera Utara, prevalensi anak yang pendek pada anak umur 6-12 tahun sebesar 43,2% yang terdiri dari 20,6% sangat pendek dan 22,6% pendek. Sedangkan hasil RISKESDAS tahun 2013, prevalensi anak yang pendek pada umur 512 tahun sebesar 40% yang terdiri dari 19,9% sangat pendek dan 20,1%pendek. Berdasarkan survei pendahuluan di SD Negeri No.142442 kota Padangsidimpuan. Survei yang dilakukan kepada 15 murid sebagai data awal menunjukkan 9 orang anak di kategorikan pendek, 2 orang anak tinggi dan 4 orang anak yang tinggi badannya normal, dan rata – rata pekerjaan orangtua murid adalah wiraswasta dan bertani serta rata – rata pendidikan terakhir orangtua siswa adalah SMA, sedangkan untuk penghasilan keluarga ± Rp.1.500.000 perbulan. Maka dengan ini penulis ingin mengetahui hubungan konsumsi pangan dan status sosial ekonomi keluarga dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah di SD Negeri NO.142442 Kota Padangsidimpuan Tahun 2014. Untuk mengetahui hubungan pola konsumsi pangan dan status sosial ekonomi keluarga dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah dasar di SD Negeri NO.142442 Kota Padangsidimpuan Tahun 2014.
2
menggunakan proporsional sampel sebanyak 54 siswa. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada ibu murid dan hasil pengukuran antropometri yaitu tinggi badan anak baru masuk sekolah. Data primer tersebut terdiri dari tinggi badan anak, jenis makananan yang dikonsumsi anak, frekuensi makan anak, jumlah zat gizi yang didapat dari makanan, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat pendapatan keluarga. Sedangkan data sekunder meliputi data jumlah anak yang bersekolah di SD Negeri No.142442 kota Padangsidimpuan, beserta nama dan alamat anak tersebut yang diperoleh dari kepala sekolah.
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu menggambarkan hubungan pola konsumsi pangan dan status ekonomi keluarga dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah dasar sekaligus menganalisa hubungan variabel-variabel yang diteliti. Desain/rancangan penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross sectional). Penelitian di SD Negeri No.142442 Kota padangsidimpuan ini dilaksanakan pada bulan oktober 2014 sampai dengan desember 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas satu SD Negeri No.1424442 Kota Padangsidimpuan yang berjumlah 115 siswa. Teknik pengambilan sampel
Hasil dan Pembahasan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Anak. Berdasarkan tabel dibawah ini, memiliki anak kategori pendek yaitu dapat diketahui bahwa ibu yang memiliki sebesar 9 siswa (16,6%). tingkat pengetahuan SD lebih banyak Tabel 1
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan
Tingkat pendidikan Ibu
1. SD 2. SMP 3. SMA 4. PT
TB/U Pendek
Normal
Tinggi
Total
n 9 8 8 3
n 1 8 9 4
n 2 1 0 1
n 12 17 17 8
% 75,0 47,0 47,0 37,5
% 8,3 47,0 53,0 50,0
Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pertumbuhan tinggi badan anak baru masuk sekolah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
% 16,7 6,0 0 12,5
P Value % 100 100 100 100
0,189
penelitian yang dilakukan oleh yunida (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak.
Status Pekerjaan ibu dengan Pertumbuhan Anak Berdasarkan tabel dibawah ini, ibu tidak bekerja memiliki anak kategori lebih banyak ibu dengan status pekerjaan pendek yaitu sebanyak 18 siswa (33,3%). Tabel 2
Hubungan Status Pekerjaan ibu Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan
status pekerjaan ibu 1. Bekerja 2. Tdk bekerja
TB/U Pendek n 10 18
% 37,0 66,5
Normal n 15 7
% 55,5 26,0
Tinggi n % 2 7,5 2 7,5
3
Total n 27 27
P Value % 100 100
0,074
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,074 yang memiliki arti p > α, sehingga status pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan tinggi badan anak baru masuk sekolah. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Devi
(2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak (BB/U, TB/U dan BB/TB) di TK Salono Pontianak 2013.
Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan Pertumbuhan Anak Berdasarkan tabel dibawah ini, memiliki anak kategori pendek yaitu 16 dapat diketahui lebih banyak responden siswa (29,7%) dan normal sebanyak 19 dengan tingkat pendapatan keluarga tinggi siswa (35,1%). Tabel 3 Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan tingkat pendapatan keluarga 1. Rendah 2. Tinggi
Pendek n % 12 66,6 16 44,4
Normal n % 3 16,7 19 52,8
TB/U Tinggi n % 3 16,7 1 2,8
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,037 yang memiliki arti p < α, sehingga tingkat pendapatan
Total n 18 36
p value % 100 100
0,037
keluarga berhubungan dengan tinggi badan anak baru masuk sekolah.
Hubungan jenis makanan dengan pertumbuhan anak Berdasarkan tabel dibawah ini, beragam dan memiliki tinggi badan dapat diketahui lebih banyak anak kategori pendek sebanyak 25 mengonsumsi jenis makanan tidak siswa(46,3%). Tabel 4
Hubungan Jenis Makan dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan TB/U
Jenis makanan 1. Beragam 2. Tdk beragam
Pendek n % 3 33,3 25 55,5
Normal n % 4 44,4 18 40,8
Tinggi % 22,3 4,5
n 2 2
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,038 yang memiliki arti p < α, artinya bahwa jenis makan
n 9 45
Total % 100 100
P Value 0,038
berhubungan dengan tinggi badan anak baru masuk sekolah.
Hubungan jumlah zat gizi dengan pertumbuhan anak Tingkat kecukupan enrgi dengan pertumbuhan
Berdasarkan tabel dibawah ini, dapat diketahui sebagian besar anak tingkat kecukupan energi defisit dengan tinggi
badan kategori pendek yaitu sebanyak 24 siswa (44,4%).
Tabel 5 Hubungan Tingkat Kecukupan Energi Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD
Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan tingkat kecukupan energi 1.baik 2. kurang 3. sedang 4. defisit
P Value
TB/U n 1 2 1 24
Pendek % 50,0 66,7 7,7 66,7
n 1 1 11 9
Normal % 50,0 33,3 84,6 23,0
n 0 0 1 3
4
Tinggi % 0 0 7,7 8,3
Total n 2 3 12 36
% 100 100 100 100
0,027
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,027 yang memiliki arti p < α, sehingga energi berhubungan dengan tinggi badan anak baru masuk sekolah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nanik
(2005) yang dilakukan pada anak sekolah dasar menyatakan bahwa ada hubungan masukan energi terhadap TB/U anak sekolah dasar, dikarenakan rendahnya masukan kalori/ energi.
Kecukupan protein dengan pertumbuhan Berdasarkan tabel dibawah ini, dapat tinggi badan kategori pendek sebanyak 13 diketahui lebih banyak siswa dengan siswa (24,0). tingkat kecukupan protein baik memiliki Tabel 6 Hubungan Hubungan Tingkat Kecukupan Protein Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan tingkat kecukupan protein 1.baik 2. kurang 3. sedang 4. defisit
P Value
TB/U n 13 7 7 24
Pendek % 43,3 70,0 63,6 33,3
n 14 3 4 1
Normal % 46,7 30,0 36,4 33,3
n 3 0 0 1
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,390 yang memiliki arti p > α, sehingga protein tidak berhubungan dengan tingkat tinggi badan anak baru masuk sekolah.
Tinggi % 10,0 0 0 33,4
n 30 10 11 26
Total % 100 100 100 100
0,390
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahayuningtias (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara asupan protein dengan status gizi lebih.
Kecukupan Vitamin A dengan pertumbuhan Berdasarkan tabel dibawah, dapat tinggi badan pendek sebanyak 20 siswa diketahui lebih banyak tingkat kecukupan (37,0%). Vitamin A anak kurang baik memiliki Tabel 7 Hubungan Hubungan Tingkat Kecukupan Vitamin A Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan tingkat kecukupan Vitamin A
TB/U n
1.krg baik 2. baik
20 8
Pendek % 60,6 38,0
n 11 10
Normal % 33,4 47,7
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,239 yang memiliki arti p > α, sehingga vitamin A tidak berhubungan dengan tingkat tinggi badan anak baru masuk sekolah. Hasil
n
Tinggi %
n
2 3
6,0 14,3
33 21
Total % 100 100
P Value
0,239
penelitian sejalan dengan penelitian Muchlisa (2013) yang dilakukan kepada remaja putri menyatakan ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin A dengan status gizi remaja putri.
Kecukupan Iodium dengan Pertumbuhan Anak Berdasarkan tabel dibawah ini, dapat kecukupan Iodiumnya kurang baik yaitu diketahui lebih banyak siswa tingkat sebanyak 26 siswa (48,2%).
5
Tabel 8 Hubungan Hubungan Tingkat Kecukupan Iodium Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan tingkat kecukupan iodium
P Value
TB/U Pendek
1.krg baik 2. baik
Normal
Tinggi
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
26 2
53,0 40,0
19 2
38,8 40,0
4 1
8,2 20,0
49 5
100 100
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,658 yang memiliki arti p > α, sehingga Iodium tidak berhubungan dengan tingkat tinggi badan anak baru masuk sekolah. Hasil
0,658
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan anara asupan Iodium dengan status gizi.
Kecukupan Kalsium dengan Pertumbuhan Anak Berdasarkan tabel dibawah ini, memiliki tinggi badan pendek yaitu dapat diketahui lebih banyak siswa sebanyak 25 (46,3%). tingkat kecukupan Kalsium kurang baik Tabel 9
Hubungan Hubungan Tingkat Kecukupan Kalsium Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan
tingkat kecukupan kalsium 1.krg baik 2. baik
P Value
TB/U Pendek n % 25 52,0 3 50,0
n 19 2
Normal % 39,6 33,3
n 4 1
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,795 yang memiliki arti p > α, sehingga kalsium
Tinggi % 8,4 16,7
n 48 6
Total % 100 100
0,795
tidak berhubungan dengan tingkat tinggi badan anak baru masuk sekolah.
Kecukupan Zat Besi dengan Pertumbuhan Anak Berdasarkan tabel dibawah ini, memiliki tinggi badan pendek yaitu dapat diketahui lebih banyak siswa sebanyak 25 siswa (46,3%). tingkat kecukupan zat besi kurang baik Tabel 10 Hubungan Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan tingkat kecukupan zat besi 1.krg baik 2. baik
TB/U n 25 3
Pendek % 51,0 60,0
n 19 2
Normal % 38,8 40,0
n 5 0
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,747 yang memiliki arti p > α, sehingga Zat Besi tidak berhubungan dengan tingkat tinggi badan anak baru masuk sekolah. Hasil
Tinggi % 10,2 0
n 49 5
Total % 100 100
P Value 0,795
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan anara asupan Zat Besi dengan status gizi.
6
Kecukupan Seng Dengan Pertumbuhan Anak Berdasarkan tabel dibawah ini, dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan Seng siswa kurang baik memiliki tinggi Tabel 11
Hubungan Hubungan Tingkat Kecukupan Seng Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan
tingkat kecukupan seng
1.krg baik 2. baik
badan pendek yaitu sebanyak 17 siswa (31,5%).
TB/U Pendek
Normal
Tinggi
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
17 11
60,7 42,3
11 10
39,3 38,5
0 5
0 19,2
28 26
100 100
P Value 0,044
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p sebesar 0,044 yang memiliki arti p < α, sehingga Seng berhubungan dengan tinggi badan anak baru masuk sekolah. Penelitian ini
seajalan dengan penelitian Nanik (2005) dan Amelia (2013) yang menyatakan bahwa rendahnya asupan seng akan mempengaruhi tinggi badan anak sekolah dasar.
Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan 1. Pertumbuhan abak baru masuk sekolah sebagian besar pendek, ini terjadi disebabkan tidak beragamnya asupoan zat gizi yang dikonsumsi anak. 2. Tingkat kecukupan energi anak defisit karena kurangnya
konsumsi makanan sumber energi seperti nasi. Dan tingktat kecukupan seng anak kurang karena kurangnya konsumsi makanan yang mengandung seng seperti daging, sayuran hijau dan kacang – kacangan.
Saran 1.
Diharapkan agar para ibu menyediakan makanan yang beraneka ragam untuk anak.
2.
Diharapkan agar para ibu memperhatikan tingkat kecukupan gizi dalam makanan yang dikonsumsi anak .
Baliwati Y.F,2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Swadaya. Depkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta
Daftar Pustaka Amelia, R. 2013. Hubungan Asupan Energi Dan Zat Gizi Dengan Status Gizi Santri Putri Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makasar Sulawesi Selatan Tahun 2013. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin Makassar. Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muchlisa. 2013. Hubugan Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas 7
Hasanuddin Makasar Tahun 2013. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Nanik, S. 2005. Hubungan Kadar Seng Serum Dengan Tinggi Badan Anak Sekolah Dasar Penderita GAKY. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 1 April 2005.
Yunida, E. 2005. Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Berat Badan Dan Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah Di SD Negeri No.060834 Kota Medan Tahun 2005. Skripsi. Program Studi S1. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Suhardjo. 1986. Pangan Gizi dan Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
8