LAPORAN PENELITIAN MANDIRI
KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Oleh : COKORDA ISTRI ANOM PEMAYUN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
PENDAHULUAN Menurut Montesque1, di setiap negara selalu terdapat tiga cabang kekuasaan yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislative dan kekuasaan yudikatif. Di Indonesia cabang kekuasaan tercermin dalam lembaga negara MPR, DPR, DPD, MK, MA, KY, Presiden dan BPK. Lembaga negara tersebut diatas diebntuk berdasarkan pada UUD NRI 1945. Setelah berkembangnya teori “Separation of Power”, fungsi pengaturan inilah yang biasa dinamakan fungsi legislasi (regeling functie atau regulative function).2 Sebelum amandemen UUD NRI 1945 kedaulatan berada di lembaga tertinggi negara yaitu MPR dengan kekuasaan yang dibagi-bagikan kepada lembaga tinggi negara yang disebut dengan pembagian kekuasaan / distribution of power/ vertical distribution of power. Setelah amandemen UUD 1945 pembagian kekuasaan didasarkan pada pelaksanaan keadulatan berdasarkan pada UUD dengan model pemisahan kekuasaan dalam bentuk horizontal / horizontal sparation of power dengan menerapkan prinsi cheks and balances diantara lembagalembaga negara yang sederajat yang diidealkan saling mengendalikan satu sama lainnya 3. Dalam kaitannya dengan sumber legitimasi pembentukan lembaga negara dibedakan atas 1)Lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD antara lain : MPR, DPR, DPD, MK, MA, KY, Presiden dan BPK; 2) Lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU antara : lain KPK, KPI, KKR dan KPPU; 3) lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Keputusan presiden antara lai : Komisi Hukum Nasional dan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan. Hubungan antar lembaga negara dibedakan antara lain : 1.
Hubungan
Fungsional adalah hubungan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi,
misalnya Nampak pada Hubungan antara DPR / DPD da Presiden dalam membuat UU dan APBN 2.
Hubungan Pengawasan seperti Nampak pada hubungan antara DPR dan Presiden dalam melaksanakan pemerintahan
1
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, h.35 2 Jimly Assidiqie; 2000, Otonomi Daerah dan Parlemen di Daerah, Makalah dalam “Lokakarya tentang Peraturan Daerah dan Budget Bagi Anggota DPRD se-Propinsi (baru) Banten” yang diselenggarakan oleh Institute for the Advancement of Strategies and Science ( IASS ), di Anyer Banten, 2 Oktober 2000. ( Selanjutnya disebut Jimly Assidiqie V ) 3 Fimanyah Arifin, 2005, Lembaga Negara Dan Sengketa Kewenangan Lembaga Antar Lembaga Negara, Konsorsium reformasi Hukum Nasional Bekerjasama dengan MK RI, h.37
3.
Hubungan berkaitan dengan penyelesaian sengketa, seperti Nampak pada Mahkamah Konstitusi
dengan lembaga negara lain, untuk menyelesaikan sengketa antar lembaga
negara 4.
Hubungan Keanggotaan DPR dan DPD dalam MPR
5.
Hubungan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban terkait dengan pelaksanaan APBN yang dilaksanakan oleh Presiden. Sebagai akibat adanya hubungan antar lembaga negara kemungkinan dalam pelaksanaan
kewenangan menimbulkan perselisihan. Mekanisme penyelesaian sengketa kewenangan dilakukan melalui proses peradilan tata negara melalui Mahkamah Konstitusi4. Klasifikasi sengketa adalah sengketa kewenangan yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945.
ANALISIS Menurut teori perwakilan modern,5 ada tiga karakter perwakilan yang dapat secara penuh mewujudkan rakyat yaitu:1). Perwakilan Politik ( political representation ); 2). Perwakilan Daerah (regional representation); dan 3). Perwakilan Golongan (functional representation ). Jika negara yang bersangkutan menganut salah satu dari ketiganya, maka pelembagaannya tercermin dalam struktur parlemen satu kamar. Jika sistem yang dianut mencakup dua fungsi, maka kedua fungsi tersebut dilembagakan dalam struktur parlemen dua kamar (bicameral parliament).
6
Sistem perwakilan unikameral, berarti bahwa dalam lembaga perwakilan hanya ada satu kamar, dan tidak ada dua kamar yang terpisah seperti dalam model perwakilan bikameral. Fungsi legislatif dalam sistem perwakilan unikameral, dilakukan oleh satu badan legislatif tertinggi dalam struktur negara. Sistem perwakilan bikameral, adalah wujud institusional dari lembaga perwakilan sebuah negara yang terdiri atas dua kamar (majelis). Andrew S Ellis,7 menggolongkan sistem bikameral menjadi: “bikameral kuat” (strong bicameralism) dan “bikameral lemah” (weak bicameralism).
4
Jimly Asshiddiqie, 2005, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Konstitusi Press, h.3 Hendra Nurtjahjo; 2005, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen,Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal.68. Lihat pula Jimly Assidiqie; 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi, hal.40-42. 6 Jimly Assidiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi, hal. 41. 7 Andrew S Ellis; 2001, Lembaga Legislatif Bikameral? Sebuah Agenda dan Beberapa Pertanyaan, Jakarta: NDI for International Affairs dan Forum Rektor Indonesia YSPDM, hal.61. 5
Dalam sistem bikameral kuat, maka kedua kamar dalam lembaga legislatif mempunyai kedudukan dan kekuasaan yang sama atau hampir sama. Sementera itu dalam sistem bikameral yang lunak (asimetris), majelis yang satu memiliki kedudukan lebih tinggi dan kewenangan lebih besar dibanding majelis lainnya. Biasanya yang lebih kuat disebut dengan Majelis Rendah (Lower House), sedangkan yang lebih lemah disebut dengan Majelis Tinggi (Upper House). Sedangkan model
sistem perwakilan Tricameral, adalah merupakan struktur organisasi
parlemen yang terdiri dari tiga badan/ kamar dan masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Menurut Maurice Duverger,8 kekuasaan dari majelis perwakilan adalah dalam pembuatan undang-undang. Hal tersebut senada dengan pendapat dari CF.Strong, yang menyatakan bahwa lembaga legislatif adalah kekuasaan pemerintahan yang mengurusi pembuatan hukum, sejauh hukum tersebut memerlukan kekuatan undang-undang (statutory force). 9 Pasca amandement, MPR menjadi lembaga tinggi negara yang mempunyai kedudukan sejajar dengan lembaga negara lainnya, seperti DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan Mahakamah Konstitusi. Hal tersebut ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa; “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”. Dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa, MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD. Tugas dan wewenang MPR sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 UUD 1945 adalah; (1) mengubah dan menetapkan UUD, (2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta (3) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. Selain kewenangan tersebut kewenangan lainnya adalah melakukan pemilihan Presiden dan/atau Wakil Presiden jika terjadi kekosongan jabatan (Pasal 8). Dasar kewenangan pengaturan MPR diatur Bab II Pasal 2 dan Pasal 3. Dalam Pasal 2 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam Pasal 2 ayat (1) mengatur bahwa : (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang
8
Maurice Duverger; Les Regimes, diterjemahkan oleh Suwirjadi; 1951, Teori dan Praktek Tata Negara, Djakarta: Penerbit Kebangsaan Pustaka Rakyat, hal.39. 9 CF.Strong; 1966, Modern Polotical Constitution; An Introduction to the Comparative Study of Their History and Existing Form terjemahan SPA Team Work, 2004, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia, Bandung, PenerbitNuansa dan Nusa Media, hal.11.
Terkait dengan kewenangan MPR untuk melakukan perubahan Undang-Undang Dasar diatur dalam Pasal 37 yang berisi : (1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. (2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. (3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. (4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. (5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Kemudian dalam
Pasal 3 UU No.17 Tahun 2014 juga disebutkan bahwa; “MPR
merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara”. Dalam
Pasal
24
Undang-Undang
Nomor
17
Tahun
2014
tentang
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur tentang (1) MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pada dasar hukum yang mengatur tentang dasar kewenangan Majelis Permusyawaratan rakyat untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat disimpulkan berdasarkan prinsip didasarkan pada asas negara hukum yang diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum. Berdasarkan keanggotan Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Adanya ketiga lembaga tersebut, dengan kedudukan dan kewenangannya masing-masing, memunculkan berbagai pendapat tentang sistem
perwakilan dalam UUD 1945. Ada yang berpandangan bahwa sistem perwakilan Indonesia adalah unikameral, bikameral dan trikameral sistem. Pada prinsipnya seluruh anggota MPR memiliki kewenangan yang sama untuk melakukan perubahan Undang-Undang Dasar. Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tetap berdasarkan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Putusan untuk mengubah pasal-pasal UndangUndang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
DAFTAR PUSTAKA BUKU Andrew S Ellis; 2001, Lembaga Legislatif Bikameral? Sebuah Agenda dan Beberapa Pertanyaan, Jakarta: NDI for International Affairs dan Forum Rektor Indonesia YSPDM. CF.Strong; 1966, Modern Polotical Constitution; An Introduction to the Comparative Study of Their History and Existing Form terjemahan SPA Team Work, 2004, KonstitusiKonstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia, Bandung, PenerbitNuansa dan Nusa MediaJimly Assidiqie; 2000, Otonomi Daerah dan Parlemen di Daerah, Makalah dalam “Lokakarya tentang Peraturan Daerah dan Budget Bagi Anggota DPRD se-Propinsi (baru) Banten” yang diselenggarakan oleh Institute for the Advancement of Strategies and Science ( IASS ), di Anyer Banten _______, 2005, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Konstitusi Press _______, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. _______, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi. Fimanyah Arifin, 2005, Lembaga Negara Dan Sengketa Kewenangan Lembaga Antar Lembaga Negara, Konsorsium reformasi Hukum Nasional Bekerjasama dengan MK RI, Hendra Nurtjahjo; 2005, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen,Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal.68. Lihat pula Jimly Assidiqie; 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi. Maurice Duverger; Les Regimes, diterjemahkan oleh Suwirjadi; 1951, Teori dan Praktek Tata Negara, Djakarta: Penerbit Kebangsaan Pustaka Rakyat. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoenesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewanperwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5568)