KETERTARIKAN INTERPERSONAL LAWAN JENIS LANSIA DI PANTI WERDHA PANGESTI LAWANG
ARTIKEL
OLEH LINTANG DWI MAHARINI NIM 309112416070
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI MEI 2013
KETERTARIKAN INTERPERSONAL LAWAN JENIS LANSIA DI PANTI WERDHA PANGESTI LAWANG Lintang Dwi Maharini (
[email protected]) Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang ABSTRAK Lansia lekat sekali dengan banyaknya penurunan fungsi fisik dan sosioemosional serta kehilangan yang mewarnai kehidupannya. Lansia yang telah hidup sendiri di Panti membuat mereka kembali bertemu dengan rekan sebaya yang mampu untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya akan cinta. Mereka yang secara psikologis merasa sepi dengan kesendirian tanpa anak maupun cucu pasti membutuhkan kenyamanan dan perhatian sebagaimana ketika mereka tinggal di rumahnya. Oleh karena itu maka mereka membentuk relasi baru dengan lawan jenis yang tinggal di Panti untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya akan cinta. Penelitian ini dilakukan di Panti Werdha Pangesti Lawang dengan subjek yakni 3 pasangan lansia yang menjalin relasi di Panti dengan kategori usia lanjut secara biologis yakni yang belum memasuki usia 60 tahun namun secara fisik sudah bisa dikatakan lansia dan kategori usia lanjut secara kronologis yakni usia 60 tahun. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif fenomenologis. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi. Pengecekkan keabsahan data berjenis interpretif yakni dengan menanyakan kembali hasil dari kesimpulan peneliti kepada subjek penelitian. Kegiatan analisis data dimulai dari pengumpulan data, tahap reduksi data dan kategorisasi. Hasilnya adalah diperoleh temuan penelitian bahwa ketiga pasangan subjek penelitian menunjukkan adanya ketertarikan interpersonal lawan jenis yang memenuhi syarat berdasarkan faktor penyebab ketertarikan interpersonal. Jenis cintanya yakni dua pasangan lansia menunjukkan Companionate Love karena memang tampak komponen keintiman dan komitmen, sedangkan satu pasangan lansia menunjukkan Empty Love karena memang hanya menunjukkan komponen komitmen yang lebih mendominasi daripada keintiman dan gairah. Kata kunci : ketertarikan interpersonal, cinta, jenis cinta, lansia, aspek sosioemosional. ABSTRACT Elderly correlated with the amount of decline in physical function and socioemotional well as losing the color of life. Seniors who have been living alone in Nursing home make them meet again with peers who are able to fulfill the psychological needs for love. They are psychologically feel lonely with solitude without children or grandchildren definitely need the comfort and attention as when they lived at home. Therefore, they form a new relationship with the opposite sex who live at the nursing home to fulfill the psychological needs for love. The research was conducted in Elderly Nursing Pangesti Lawang with the subject of 3 elderly couples establish relationships at the center with advanced biological age category who have not yet entered the age of 60 years old but physically it can be said elderly and elderly categories chronologically the age of 60 years. This study uses a phenomenological qualitative research design. The data was collected by interview and observation. Checking the validity of the data type that is by asking interpretive results back
from the conclusion of researchers to research subjects. Data analysis activities starting from data collection, data reduction and categorization stage. The results is studies had findings that all three subjects showed a pair of interpersonal attraction of the opposite sex who qualify based on interpersonal attraction factor. Kind of love that two elderly couples showed companionate Love because it looks components intimacy and commitment, while the elderly couple shows Empty Love because it just shows a commitment components are more dominant than the intimacy and passion. Keywords: interpersonal attraction, love, kind of love, the elderly, socioemotional aspects.
Ketika kita membicarakan atau membahas mengenai Usia Lanjut, bisa dipastikan bahwa stereotipe yang melekat pada Usia lanjut adalah banyaknya penurunan yang terjadi pada Usia Lanjut. Baik itu penurunan fisik, psikologis, maupun sosial. Kondisi seperti ini tidak dapat dipungkiri karena bagaimana kondisi fisik seseorang maka akan mempengaruhi emosinya. Banyak pendapat tentang emosi pada usia lanjut. Sama dengan aspek lain pada usia lanjut, emosi dan usia lanjut juga didominasi dengan tema kehilangan. Usia lanjut dipandang sebagai satu waktu penurunan, kaku, emosi yang datar, rendahnya energi efektif, rendahnya semangat, dan kecilnya perhatian emosi. Namun selain tema kehilangan, ada temuan lain yang berasal dari Malatesta dan Kalnok (1984 dalam Suardiman, 2010) yang menemukan tidak adanya bukti yang menunjukkan gejala menurun secara nyata dari emosi seseorang bersamaan dengan meningkatnya usia seseorang. Mereka melakukan survey terhadap 240 orang kulit putih yang berasal dari kelas menengah yang dibagi ke dalam 3 kategori usia yaitu 17-34, 35-56, dan 5788. Mereka menemukan bahwasanya tidak ada kecenderungan untuk responden-responden yang lebih tua (usia 66 tahun) untuk lebih memiliki respon-respon yang negative. Mereka juga menemukan lebih banyak persamaan daripada perbedaan di antara kategori-kategori di atas. Perbedaan gender kecil, kebanyakan responden-responden tua tidak merasa bahwa emosi mereka berubah seiring berjalannya usia. Pengalaman emosi sama pentingnya antara orang-orang usia tua dengan usia menengah tetapi tidak terlalu penting bagi orang-orang dewasa usia muda. Kesedihan kebanyakan disebabkan oleh masalah-masalah fisik untuk orang dewasa di dalam seluruh kategori usia. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23218/4/Chapter%20II.pdf (diakses 9 okt 2012 pk 11.00 pm)). Senada dengan pandangan ini Diener dan Suh (1977 dalam Suardiman, 2010) menemukan bahwa usia lanjut menunjukkan kepuasan hidup yang lebih besar daripada yang lebih muda. Sesuai dengan temuan dari penelitian ini, emosi pada usia lanjut adalah
kaya, kompleks dan bervariasi. Jika bervariasi, itu artinya tidak selalu ataupun selamanya emosi pada usia lanjut bertemakan “kehilangan”. (Suardiman, 2010: 98-99). Memilih Panti Werdha sebagai lokasi penelitian adalah dengan tinggal di panti lebih memudahkan untuk terjalinnya kontak di antara para lansia sehingga proses ketertarikan interpersonal lawan jenis pada lansia ini mudah terjadi sehingga focus dari penelitian ini adalah bagaimanakah dinamika ketertarikan interpersonal lawan jenis pada lansia di panti werdha, mengapa lansia memiliki ketertarikan interpersonal lawan jenis, bagaimana indikator ketertarikan interpersonal lawan jenis pada lansia, seperti apakah jenis cinta lansia. Kedekatan fisik (physical proximity) dengan orang lain dapat meningkatkan atau mengurangi kemungkinan bahwa dua individu akan sering mengalami kontak. Dan kontak yang terus menerus sering kali merupakan dasar awal ketertarikan. Faktor kedua yang sangat penting adalah keadaan afektif (affective state) seseorang. Kita cenderung menyukai orang yang dihubungkan dengan emosi positif dan tidak menyukai orang yang dihubungkan dengan emosi negatif. Reaksi emosional terhadap orang-orang yang kita temui sebagian ditentukan oleh bagaimana kita mempersepsikan karakteristik yang dapat diamati (observable characteristic). Selain itu ketertarikan interpersonal juga dapat terjadi dengan adanya kekuatan dari motivasi afiliasi (affiliation motivation) orang tersebut. Jadi, jika seluruh empat faktor (kedekatan fisik, emosi positif, karakteristik yang dapat diamati, dan kebutuhan akan afiliasi) bekerja, proses ketertarikan dapat bergerak ke tahapan yang terakhir. Yaitu dua orang mulai menemukan sejauh mana kesamaan mereka dibandingkan perbedaan sehubungan dengan sikap, keyakinan, nilai-nilai, minat, dan banyak hal lainnya. Langkah terakhir muncul jika setiap individu mulai mengekspresikan rasa saling menyukai (mutual liking) baik melalui kata-kata maupun perbuatan. Proses tertarik secara interpersonal, kemudian menjadi kenal dapat bergerak menuju pertemanan yang mana dalam fase ini terdapat kesamaan dan rasa tidak suka timbal balik. Salah satu faktor yang menentukan ketertarikan terhadap orang lain adalah kesamaan sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan minat. Sehingga semakin tinggi proporsi sikap yang sama semakin besar ketertarikan. Kita juga menyukai orang lain yang menunjukkan dalam kata-kata maupun tingkah laku bahwa mereka menyukai dan memberikan evaluasi positif kepada kita. Kita tidak menyukai orang-orang yang tidak suka dan memberikan evaluasi negatif kepada kita. Jadi, keseluruhan penentu utama ketertarikan diberikan oleh model ketertarikan yang
berpusat pada afek yang menyatakan bahwa ketertarikan ditentukan oleh sumber-sumber afek yang langsung dan diasosiasikan sering kali dimediasi oleh proses-proses kognitif. Ketika proses pertemanan telah terjalin maka ketertarikan interpersonal bergerak menuju hubungan yang lebih akrab yang di dalamnya timbul saling ketergantungan dengan keluarga dan teman. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa hubungan akrab memiliki karakteristik saling ketergantungan, di mana dua orang saling mempengaruhi kehidupan satu sama lain, berbagi pemikiran, terlibat emosi mereka, dan terlibat pada aktivitas bersama. Teori evololusi mengajukan bahwa keterikatan emosi dengan teman-teman dan dengan pasangan meningkatkan kemungkinan kesuksesan reproduksi. Sebagai akibatnya manusia dan primata lain “terprogram” untuk mencari kedekatan emosional. Proses Selanjutnya yang bisa terjalin dari mulai awal ketertarikan interpersonal, pertemanan, hubungan akrab, kemudian bisa membentuk hubungan romantis, cinta, dan keintiman secara fisik. Salah satu karakteristik yang menandai hubungan romantis adalah beberapa tingkatan dari keintiman fisik, berkisar dari bergandengan tangan hingga interaksi seksual. Seperti yang terjadi pada ketertarikan dan pertemanan, ketertarikan romantis dipengaruhi oleh factor-faktor seperti kedekatan fisik, penampilan, dan kesamaan. Dari hubungan romantis bergeraklah menuju perasaan cinta. Sternberg mengkonseptualisasikan cinta dalam bentuk segitiga yang dikenal dengan teori “Segitiga Cinta Sternberg”. Menurut Sternberg (1988 dalam Setiawan, h.3) Cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat, dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Kisah dari setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan. Pada dasarnya cinta terdiri atas empat elemen utama yaitu : pengertian, kepercayaan, kerja sama, pernyataan kasih sayang. Keempat elemen ini harus dimiliki oleh kedua belah pihak. Bukan hanya sepihak saja. Menurut para ahli Psikologi Sosial yang melakukan kajian tentang hubungan cinta terkait dengan perilaku menyukai atau tertarik pada orang lain dalam konteks upaya menjalin hubungan di antara dua pribadi yang dimulai dengan adanya interaksi dari orang tersebut yang memiliki ketertarikan dengan orang lain. (Yela, 2004 dalam Hanurawan, 2007). Dalam timbulnya ketertarikan tersebut terdapat beberapa faktor sebagai berikut: Kedekatan, kemenarikan fisik, kesamaan dan kebutuhan saling
melengkapi (komplementer), seseorang mencintai orang yang mencintai dirinya, keuntungan yang diperoleh dari suatu hubungan Menurut Hanurawan (2007) terdapat Tiga aspek cinta yang dikemukakan oleh Sternberg dalam Beck (1992) yang dikenal dengan Segitiga Cinta Sternberg yakni keintiman (Intimacy),kegairahan (Passion),komitmen Menurut Sternberg (1988) setiap komponen itu pada setiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah tetapi rendah di komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar (dalam beberapa budaya) disertai dengan komitmen yang lebih besar. Misalnya melalui perkawinan. Berikut sususan komponen tiga aspek cinta yang sering disebut Segitiga Cinta Sternberg atau The Triangular Theory Apabila dilihat dari proses kejiwaan dan perilaku, dari ketiga komponen cinta yakni keintiman, kegairahan, dan komitmen maka dapat membentuk delapan kombinasi jenis cinta: Nonlove, Liking (persahabatan), Infatuation Love (ketergila-gilaan), Empty Love (Cinta Kosong),Romantic Love (cinta romantis), Companionate Love, Fatous Love (cinta buta), Consummate Love (cinta yang sempurna) Seseorang dikatakan masuk ke dalam kategori usia lanjut adalah orang yang berada pada usia 60 tahun ke atas. Pernyataan ini sesuai dengan peraturan di Indonesia yang tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Pasal 1 ayat 2 tahun 1998 tentang kesejahteraan Usia Lanjut yaitu “Yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas. “ Santrock (1995) juga menyatakan hal yang sama tentang batasan kategori yang masuk ke dalam Usia Lanjut. Ada dua pendekatan yang sering digunakan untuk mengidentfikasi kapan seseoarang dikatakan tua, yaitu pendekatan biologis dan pendekatan kronologis. Usia Biologis adalah usia yang didasarkan pada kapasitas fisik/biologis seseorang, sedangkan usia kronologis adalah usia seseorang yang didasarkan pada hitungan umur seseorang. Sering terjadi kesenjangan antara umur biologis dengan umur kronologis pada seseorang. Seseorang yang secara kronologis masih tergolong muda, namun secara fisik sudah nampak tua dan lemah, sebaliknya seseorang yang secara kronologis sudah tergolong tua namun secara fisik masih nampak muda, segar, gagah, tegap, dan
sebagainya. Memang cara yang lebih mudah untuk mengidentifikasi seseorang sudah tergolong tua atau belum adalah usia kronologis, usia yang didasarkan pada umur kalender, umur dari ulang tahun terakhir. Menuju usia lanjut, maka akan dilihat mulai adanya berbagai perbuhan baik itu perubahan fisik, kognitif dan sosioemosional. Aspek perubahan Sosioemosional pada lansia meliputi : Fase Akhir Erikson : Integritas versus Keputusasaan, Kepuasan Hidup, Kesepian,Depresi, Penuaan yang berhasil METODE A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah Fenomenologis. Alasannya adalah karena peneliti ingin mengetahui esensi pengalaman dunia terdalam individu (inner world) tentang pasangan hidup di usia lanjut terkait fenomena ketertarikan interpersonal lawan jenis pada usia lanjut berdasarkan perspektif individu itu sendiri. (Hanurawan, 2012, h.54). B. Sumber Data Sumber data dalam penelitian fenomenologi ini adalah sumber data primer dengan melakukan wawancara kualitatif dengan observasi kualitatif pada subjek penelitian yang mana peneliti sebagai instrument itu sendiri. Partisipan dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di panti werdha, berdasarkan informasi dan observasi awal menunjukkan tanda-tanda ketertarikan interpersonal. C. Analisis Data Menggunakan analisis jenis fenomenologis. Dalam hal ini, segera setelah data berhasil dikumpulkan (hasil wawancara. observasi, jurnal refleksi) maka kemudian dilakukan proses analisis terhadap data tersebut. Analisis tersebut dilakukan dalam upaya untuk dapat melakukan interpretasi dan memperoleh kesimpulan hasil penelitian. D. Pengecekkan keabsahan Temuan Pengecekkan keabsahan temuan dalam penelitian ini menggunakan teknik validitas interpretif. Salah satu metode atau teknik untuk mencapai validitas interpretif adalah melalui umpan balik (feed back) parisipan atau cek balik (check back) pada partisipan tentang kesimpulan hasil penelitian. E. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian dalam penelitian yang menggunakan wawancara kualitatif dengan observasi kualitatif dibagi menjadi dua tahap yakni tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan yakni peneliti membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi yang kemudian akan dikonfirmasi pada dosen pembimbing, mempersiapkan alat perekam dan alat tulis. Pada tahap pelaksanaan ini peneliti menentukan subjek mana yang dirasa bisa dijadikan subjek penelitian. Selanjutnya pada pertemuan-pertemuan berikutnya peneliti mulai membangun rapport yang baik dengan subjek sehingga diharapkan dengan rapport yang baik mampu membuat subjek penelitian bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini. Setelah berhasil membangun rapoort, peneliti memulai melakukan wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data terkait fokus penelitian
HASIL Pasangan SA dengan SA’ 1. Dinamika Ketertarikan Interpersonal 1. Kedekatan Fisik Jarak tempat tinggal antara SA dengan SA‟ dikatakan cukup dekat karena mereka tidak tinggal dalam satu ruangan yakni SA berada di ruangan Santo Mikael sedangkan SA‟ tinggal di ruang Santa Maria. 2. Ekspresi Rasa Suka Untuk menunjukkan rasa suka di antara pasangan ini lebih banyak dilakukan dengan perbuatan yakni SA‟ mencium kening SA ketika SA akan pergi dari kamarnya setelah berbincang dan SA‟ mengantar SA pulang hingga ke kamar SA. Jika SA‟ tidak bisa memakan makanan Panti maka makanan itu akan disisihkan untuk SA. Sedangkan SA membelikan lauk berbeda untuk SA‟ sebagai ganti lauk jika SA‟ tidak bisa memakan lauk dari Panti. 3. Repeated Exposure Berbincang bersama setiap hari sekitar pukul jam 3-4 sore karena minimnya aktivitas di Panti. 4. Pengertian Jika tensi SA‟ tinggi maka SA memijat kepala SA‟ dan mengingatkan untuk minum obat penurun tensi. 5. Kerja Sama Saling mengingatkan kesehatan dan obat-obatan yang diminum.
6. Kepercayaan SA bercerita tentang pengalaman bersuami dan rencana untuk menikah serta persiapannya. Sementara SA‟ menceritakan kehidupan pribadinya seperti pekerjaannya terdahulu, rasa mindernya. Pernyataan pasangan SA dengan SA’ “Ndak, saya dulu kan nganu. Doa kan sering doa lewat. Itu de‟e mek berjemur di depane Maria gitu. Terus dikenalno ambek Pak Effendi tapi sekarang wes meninggal orange. Dulu pak Effendi tu kamare ndek Tias.” (SA B1 27022013) “Iya, Tias. Podo orang Cinae. Terus berdua ngobrol gitu. Terus Pak Mat itu bilang „ini sik ada sing isa Mandarin cewek. Lek mau Tanya-tanya bisa” (SA B1 27022013). “Lha dia itu mulai nyelidiki aku mulai masuk kan bulan November. Nyelidi saya sampek Januari sampek Januari baru nyatano. Pokoke hamper 4 bulan de‟e baru nyatano. Tak gudoi kok kamu ada apa milih aku. Kan aku lemu, cacat, elek. Sing iso jalan dan ayu lho sik akeh.” (SA B1 07032013) “dikenalkan teman. Saya bisa Mandarin. Jadi kami berbincang Mandarin.” (SA‟ B1 15032013) 2. Faktor Penyebab Ketertarikan Interpersonal Lansia a. Kedekatan Fisik Jarak tempat tinggal antara SA dengan SA‟ dikatakan cukup dekat karena mereka tidak tinggal dalam satu ruangan yakni SA berada di ruangan Santo Mikael sedangkan SA‟ tinggal di ruang Santa Maria. Pernyataan SA dengan SA’ “hatinya senang. Karena kata yang lainnya dia baik hati. Suka tolong orang. Saya cari tahu mulai bulan november terus bilang suka bulan februari.” (SA‟ B2 15032013) “Iya yang penting sudah bisa kasih saya sudah cukup. Mau apa lagi.” (SA‟ B2 15032013) “iya. Dia baik hatinya dan benar perhatian.” (SA‟ B2 15032013) “Iya” (SA‟ B2 15032013) 3. Indikator ketertarikan interpersonal Ekspresi Rasa Suka Untuk menunjukkan rasa suka di antara pasangan ini lebih banyak dilakukan dengan perbuatan yakni SA‟ mencium kening SA ketika SA akan pergi dari kamarnya setelah berbincang dan SA‟ mengantar SA pulang hingga ke kamar SA. Jika SA‟ tidak bisa memakan makanan Panti maka makanan itu akan disisihkan untuk SA. Sedangkan SA
membelikan lauk berbeda untuk SA‟ sebagai ganti lauk jika SA‟ tidak bisa memakan lauk dari Panti. Pernyataan SA dengan SA’ “ya sering ngobrol aja terus perhatiannya gitu. Belikan saya makan karena kadang dikasi santan dari sini saya ndak makan.” (SA‟ B3 15032013) “iya menurut saya gitu. Masih ada lagi?” (SA‟ B3 15032013) 4. Jenis Hubungan Cinta 1. Keintiman Bergantian bercerita pengalaman terdahulu, SA memberikan siraman Rohani dengan perbincangan kitab suci. 2. Passion. Menurut hasil pengamatan tidak ada passion (gairah) yang tampak. Memang ada hal romantis yang dilakukan keduanya namun kurang memenuhi syarat untuk dimasukkan passion. 3. Komitmen Setiap hari pasti bertemu untuk berbincang di sore hari. Pernyataan SA dengan SA’ “Iya aku ke sana. Nggak dateng ya ditelepon aku. Sinio aku mau nanya. Kalau aku ndak ke sana ndak mungkin ngobrol wes. Kadang kalau ketemu aku pulang nyegat di ruang pertemuan keluarga atau pas doa. (SA B4 ) “Ya, jadi sengojo kalau ada yang mengunjungi jadi gitu kalau masuk langsung tunggu sana. Ya gapapa sebenernya Cuma kan kalau peraturannya. Tapi ndak pernah cium-ciuman kayak orang muda. Kalau kita ini orang tua jadi saling memperhatikan soale saling membutuhkan untuk cerita untuk curhat bukan untuk jodoh-jodoh itu ndak penting itu kan anak muda.” (SA B4 07032013) “kemaren ya bicara soal kehidupan. Aku mau pulang, tapi satu ada pembantu 2 yang bersihbersih gitu. Kan PBB‟e 5jt jadi targete satu bulan kudu isa nabung paling ga 500ribu. Ntik listrike, aire, lha pembantune pling ndak 2 jt. Belon maeme, maeme pembantue.Nah kalo targetnya gitu mau gimana. Kan harus dipikir. Lho lha ntik de‟e ndak punya apa-apa. Soalnya aku ndak punya simpenan banyak lho. Saya aja dulu janda. Anak 3 kuliah kabeh. Kalau mikirkan nabung kan juga ndak mungkin. Pokok englulusno anak bersyukurlah.
Biasanya dibicarakan sama adik-adiknya. Terus kalo missal bisa dapet jodoh bisaya semua kita yang mikul gitu.” (SA B4 07032013) “Wes kadang pukulen. Ayo tanganku pukulen-pukulen maksude lek pas ndablek gitu ndak manut tu pukulen. Ndak, sapa yang mau jadi orang jahat.” (SA B4 07032013) “Iya kalau udah mau masuk gitu” (SA‟ B4 15032013) “iya. Tapi masih banyak pikir. Rumah tak ada pembantu. Dia ga bisa bersih rumah katanya. Mau pembantu. Uang bagaimana untuk urus semuanya.” (SA‟ B4 15032013) “mmm.. saya minta dia pukul kepala saya kalau saya ndak isa atur. Saya antar dia pulang, takut jatuh. Jalannya kan kamu tahu sendiri begitu. Pamit dari kamar saya cium kening.” (SA‟ B4 15032013) “tidak. Hanya itu saja. Sudah tua mau apa.” (SA‟ B4 15032013) “kalau saya ingin ngobrol tidak bisa sama mereka terus karena harus rawat pasien yang lain. Kalau ada teman dekat bisa cerita banyak hal.” (SA‟ B4 15032013) Pasangan SB dengan SB’ 1. Dinamika Ketertarikan Interpersonal 1. Kedekatan Fisik Jarak tempat tinggal antara SB dengan SB‟ sangat dekat karena tinggal dalam satu ruangan hanya saja berbeda kamar yakni sama-sama tinggal di ruang Mikael. 2. Ekspresi Rasa Suka Untuk mengekspresikan rasa sukanya adalah dengan melakukan tindakan-tindakan yang istimewa bagi mereka yakni dengan selalu duduk bersama di pagi hari di depan ruangan sambil menikmati sinar matahari. Duduk sangat dekat dan kadang berpegangan tangan meski tanpa menoleh satu sama lain. SB pernah mengusap wajah SB‟ untuk membersihkan sisa makanan dan sekedar bercanda. 3. Repeated Exposure Setiap pagi berjemur bersama di depan ruang Mikael sebelah kiri di kursi yang sama. 4. Pengertian SB‟ pernah membawakan alat bantu jalan milik SB ketika SB tidak bisa membawanya saat SB berada di atas kursi roda. 5. Kerja Sama Saling membantu dengan SB‟ pernah membawakan alat bantu jalan milik SB ketika SB tidak bisa membawanya saat SB berada di atas kursi roda.
6. Kepercayaan SB bercerita tantang suaminya dan SB‟ cerita istrinya. Pernyataan SB dengan SB’ “Ya masuk sini terus duduk-duduk ya terus gitu.” (SB B1 27022013) “Iya, de‟e moro-moro duduk dewek gitu di sini. Terus Tanya-tanya. Tapi capek ngomong sama dia. Budek itu.” (SB B1 27022013) “Ya duduk-duduk aja gitu ini. Lama-lama terus kebiasaan. cerita ngono.” (SB B1 27022013) “Ya duduk-duduk bareng gitu aja.” (SB‟ B1 18032013) “hahahahahaha.. tidak. ya langsung gini aja. Duduk bareng. Cerita. Pegang tangan.” (SB‟ B1 18032013) 2. Faktor Penyebab Ketertarikan Interpersonal Lansia Kedekatan Fisik Jarak tempat tinggal antara SB dengan SB‟ sangat dekat karena tinggal dalam satu ruangan hanya saja berbeda kamar yakni sama-sama tinggal di ruang Mikael. Pernyataan SB dengan SB’ “Iya. Dia suka duduk-duduk sini bareng aku iku.” (SB B2 27022013) “Iya lainnya sibuk dewek-dewek. Dia sing moro-moro temeni duduk sini.” (SB B2 27022013) “Ya dia yang sering temani sini ae. terus dia cerita aku melok ae cerita.” (SB B2 27022013) “ya gini-gini ae ga onok kegiatan.” (SB B2 27022013) “Suka ngobrol dan duduk-duduk situ. baik dia.” (SB‟ B2 18032013) “Dia suka temani ngobrol, duduk sini. Terus ingatkan saya untuk cepat tidur malam. tapi aku susah.” (SB‟ B2 18032013) 3. Indikator Ketertarikan Interpersonal Lansia Ekspresi Rasa Suka Untuk mengekspresikan rasa sukanya adalah dengan melakukan tindakan-tindakan yang istimewa bagi mereka yakni dengan selalu duduk bersama di pagi hari di depan ruangan sambil menikmati sinar matahari. Duduk sangat dekat dan kadang berpegangan tangan meski tanpa menoleh satu sama lain. SB pernah mengusap wajah SB‟ untuk membersihkan sisa makanan dan sekedar bercanda. Pernyataan SB dengan SB’ “Ya seneng aja ada teman deket. temani di sini. Karena kadang bosan ini. (SB B3 27022013)
“Be‟e gitu mbak bahasa orang muda. hahaahaha… “(SB B3 27022013) “Ya pengen ae mbak duduk sini bareng de‟e. Kalo pas dia duduk ambek laene kadang aku jengkel ae jadie.” (SB B3 27022013) “iya ae.” (SB B3 27022013) “Rasae iya.” (SB B3 27022013) “Iya. Kan dulu de‟e duluan sik cedhek-cedhek aku. Ikut duduk sini gitu. terus Tanya-tanya namaku, cerita op owes waktu iku aku lupa mbak.” (SB B3 27022013) “Ya biasae de‟e duduk sini sama aku tiap hari gitu. Terus kalo ta‟minta tunggu dulu sini aku mau jalan dia mau tunggu.” (SB B3 27022013) “ta‟rasa seh gitu mbak.” (SB B3 27022013) “ya beno ae wes de‟e pegang tanganku ngono. Terus aku biasanya ini lap pipinya itu akeh sisa makanane.” (SB B3 27022013) “Pengen selalu duduk bareng sini lihat-lihat.” (SB‟ B3 15032013) “Suka. “(SB‟ B3 15032013) “Ya pasti dia selalu duduk sini. Mau dekat aku. Pegang tangan. Usap sisa makanan.” (SB‟ B3 15032013) 4. Jenis Hubungan Cinta Lansia a. Keintiman Setiap pagi duduk-duduk bersama, cerita-cerita, berjemur bersama untuk menanti waktu SB terapi sedangkan SB‟ mengikuti doa. b. Passion Menurut hasil pengamatan tidak ada passion (gairah) yang tampak. Memang ada hal romantis yang dilakukan keduanya namun kurang memenuhi syarat untuk dimasukkan passion. c. Komitmen Setiap pagi ketika Peneliti datang SB dengan SB‟ pasti sudah duduk di depan kursi di depan ruang Mikael. SB marah ketika tempatnya ditempati oleh teman dan SB‟ justru mengobrol dengan orang lain. Tampak ketika hari itu SB selalu menghindari SB‟. Tidak mau dipegang. Pernyataan SB dengan SB’
“Iya. Biar ada yang perhatikan aja waktu di Panti. Kaya gimana ini rasanya hatinya.” (SB B4 27022013) “Biar ada teman ngono ae mbak. kalau yang lainnya aku ndak berani e cerita banyak. Dia masio budek gitu mesti denger aku ngomong.”( SB B4 27022013) “Wuah ya ndak mbak. Aku masih punya suami lho mbak. Dia katanya ya masih ada istri ngono.” (SB B4 27022013) “Iya,teman gitu.” (SB B4 27022013) “Pegang tangan, elus pipi gitu.” (SB‟ B4 18032013) “Ada teman bicara, duduk sini.” (SB‟ B4 18032013) “Iya teman dekat di sini biar ada perhatian.” (SB‟ B4 18032013) “Ya pegang tangan, pundak. Elus pipi. Kadang diam-diam cium pipinya. hahahahahahaha….” (SB‟ B4 18032013) Pasangan SC dengan SC’ 1. Dinamika Ketertarikan Interpersonal 1. Kedekatan Fisik Jarak tempat tinggal antara SC dengan SC‟ dikatakan cukup dekat karena tidak tinggal dalam satu ruangan. SC tinggal di ruang Mikael sedangkan SC‟ tinggal di ruang Santa Maria. 2. Ekspresi Rasa Suka Ditunjukkan dengan melakukan hal istimewa untuk pasangan yakni SC selalu berbagi kue dengan SC‟ yang telah menunggunya di tempat biasa yakni di depan ruang Mikael sebelah kanan. SC dengan SC‟ selalu bergandengan tangan ketika SC hendak mengantar SC‟ pulang ke ruang Santa Maria. Sebelum meninggalkan SC‟ di kursi sofa di ruangan Santa Maria, SC mencium kening SC‟ dan mengusap kepalanya. 3. Repeated Exposure Berjemur bersama di depan ruang Mikael sebelah kanan. 4. Pengertian SC membukakan bungkus lemet untuk SC‟ 5. Kerja Sama SC mengajari SC‟ kencing dan gosok gigi. 6. Kepercayaan
Sekalipun sering kali SC‟ mencubit dan pernah mencekik meski niatnya untuk merangkul SC tampak tetap nyaman untuk terus dekat dengan SC‟. SC‟ membiarkan SC mengajarinya kencing. Pernyataan SC “Pertama kan datang dia sudah ada dulu itu di sini. Terus dia datang-datang gitu terus aku kasih kue terus. terus terus sini tiap hari gitu.” (SC B1 02032013) “Iya gitu ae.” (SC B1 02032013) 2. Faktor Penyebab Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia Kedekatan Fisik Jarak tempat tinggal antara SC dengan SC‟ dikatakan cukup dekat karena tidak tinggal dalam satu ruangan. SC tinggal di ruang Mikael sedangkan SC‟ tinggal di ruang Santa Maria. Pernyataan SC “kasian dia ndak ada teman gitu. Aku punya banyak kue setiap hari kasi kan. Terus dia terus sini. tarik-tarik antar pulang gitu.” (SC B2 02032013) 3. Indikator Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia Ekspresi Rasa Suka Ditunjukkan dengan melakukan hal istimewa untuk pasangan yakni SC selalu berbagi kue dengan SC‟ yang telah menunggunya di tempat biasa yakni di depan ruang Mikael sebelah kanan. SC dengan SC‟ selalu bergandengan tangan ketika SC hendak mengantar SC‟ pulang ke ruang Santa Maria. Sebelum meninggalkan SC‟ di kursi sofa di ruangan Santa Maria, SC mencium kening SC‟ dan mengusap kepalanya. Pernyataan SC “Ya sayang gitu. Ndak apa kasi dia. Anu kan itu sayang.” (SC B3 02032013) “Iya. itu saya suka kasi kue ke dia.” (SC B3 02032013) “Iya senang.” (SC B3 02032013) “Dia selalu duduk di tempat biasa. Tunggu aku sama itu adik kadang ya kasi kue atau permen gitu terus dia gandeng-gandeng gitu minta pulang. terus ta‟tinggal cium keningnya dulu mau.” (SC B3 02032013)
“Iya lho nik. kan kadang dia digandeng perawat untuk diajak jalan putar itu untuk itu apa namanya… untuk terapi itu ndak mau. Terus datang tunggu aku di depan situ biasanya.” (SC B3 02032013) 4. Jenis Hubungan Cinta Lansia a. Keintiman SC selalu berbagi kue/ bersama dengan SC‟. Hanya berbagi kue tanpa ada komunikasi imbal balik maupun perbuatan imbal balik. b. Passion Menurut hasil pengamatan tidak ada passion (gairah) yang tampak. Memang ada hal romantis yang dilakukan keduanya namun kurang memenuhi syarat untuk dimasukkan passion. c. Komitmen SC‟ selalu menunggu SC selesai doa di depan ruang Mikael sebelah kanan untuk berjemur dan makan kue bersama nantinya. Pernyataan SC “(tersenyum) Ndak. Sudah tua. jaga saja di sini gitu. Perhatikan itu apa.. anu perhatikan sini saja.” (SC B4 02032013) “Iya, tinggal di sini saja bersama gitu. Bagi makanan aja. antar pulang gitu dia.” (SC B4 02032013) “duduk saja dekat gitu. Kadang usap-usap kepalanya terus saya cium baru tinggal pulang gitu.” (SC B4 02032013) “iya begitu ae.” (SC B4 02032013) “Iya.” (SC B4 02032013)
Jadi, proses ketertarikan interpersonal lansia kepada lawan jenisnya untuk pasangan SA dengan SA‟, pasangan SB dengan SB‟, dan pasangan SC dengan SC‟ bermula dengan adanya kedekatan secara fisik yakni jarak tempat tinggal. Adanya Repeated Exposure membuat mereka selalu memberikan respon yang sama atas stimulus yang sama. Tanda adanya ketertarikan interpersonal muncul dan teramati dengan konsistensi pertemuan setiap harinya.Dengan menunjukkan tanda-tanda
ketertarikan interpersonal baik melalui hasil wawancara maupun observasi maka ketiga pasangan subjek penelitian ini yakni para lansia ini, maka dapat disimpulkan bahwa memang benar ketiga pasangan lansia memiliki ketertarikan interpersonal lawan jenis yang sudah mengarah pada hubungan cinta. Untuk pasangan SA dengan SA‟ serta pasangan SB dengan SB‟ dapat dikategorikan dalam jenis hubungan cinta Companionate Love karena selain menunjukkan tanda-tanda ketertarikan interpersonal yang menyatakan adanya kedekatan fisik, ekspresi rasa suka, repeated exposure, kepercayaan, kerja sama, pengertian, pasangan ini juga menunjukkan proporsi keintiman dan komitmen yang lebih dominan daripada aspek passion atau kegairahan. Sementara pasangan SC dengan SC‟ dikategorikan memiliki jenis cinta Empty Love karena menurut aspek cinta milik Sternberg hanya menunjukkan komponen komitmen yang jauh lebih dominan daripada komponen passion atau kegairahan. DISKUSI A. Dinamika Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia Ketertarikan interpersonal (interpersonal attraction) itu sendiri merujuk pada suatu sikap mengenai orang lain. Evaluasi interpersonal semacam itu berada pada suatu dimensi yang berkisar dari suka hingga tak suka. Ketertarikan interpersonal (interpersonal attraction) ini dipengaruhi oleh faktor kekuatan dari kedekatan yang ditentukan oleh lingkungan fisik di sekitar kita. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dua orang cenderung menjadi kenal jika faktor-faktor eksternal menyebabkan mereka menjadi sering mengadakan kontak. (Baron, R.A; Donn Byrne, 2005). Sebagaimana yang terjadi pada pasangan SA dengan SA‟ kemudian pasangan SB dengan SB‟ serta pasangan SC dengan SC‟. Faktor-faktor yang menjadikan mereka dapat dikatakan memiliki Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis yakni karena terdapat kedekatan fisik di antara mereka yang mana dimaksudkan di sini adalah jarak tempat tinggal yang berdekatan yakni berada dalam ruang lingkup panti yang sangat memudahkan untuk mengadakan kontak satu sama lain, keadaan afeksi yang tentunya positif sehingga motivasi afiliasi yakni keinginan untuk hidup bergabung atau tidak sendiri dengan alasan ingin memiliki teman yang mampu memenuhi kebutuhan akan perhatian serta karakteristik pasangan atau rekan awalnya dapat teramati secara nyata. Adanya Repeated Exposure yaitu
kesamaan stimulus yang berulang merupakan faktor ekternal yakni minimnya aktivitas panti dan rutinitas yang selalu sama sehingga membuat mereka untuk selalu memberikan respon yang sama dari waktu ke waktu, mengungkapkan ekspresi rasa suka dengan perbuatan, saling mengerti atau memahami terhadap kebutuhan pasangan, adanya kerja sama, adanya kepercayaan, keintiman, dan komitmen dapat ditemukan secara observasi maupun wawancara pada subyek pasangan tersebut meski bentuknya berbeda-beda. Jadi sudah jelas bahwa pasangan-pasangan lansia yang tersebutkan di atas benar memiliki Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis satu sama lain. B. Penyebab Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia Pasangan-pasangan lansia ini tidak hanya sekedar tertarik saja namun mereka telah berada pada proses mencintai dengan memperhatikan bahwa di antara mereka terdapat bentuk-bentuk perbuatan untuk mengerti pasangan, adanya kerja sama, menyatakan atau mengungkapkan perasaaan kasih sayang dengan perbuatan dan kata-kata, serta kepercayaan yang dinyatakan dengan bentuk yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan masingmasing pasangan. Faktor yang menyebabkan mereka dapat mencintai pasangan ini adalah adanya kedekatan di antara mereka baik itu tempat tinggal maupun frekuensi untuk berinteraksi karena mereka tinggal di suatu tempat yang sama dalam lingkup Panti maka kemudahan untuk saling berinteraksi dan berkomunikasi dapat terjalin kapanpun. Untuk faktor kemenarikan fisik tidak pernah terungkap dari mereka untuk dijadikan alasan mengapa mereka dapat mencintai satu sama lain karena mungkin saja mereka telah menyadari segala bentuk penurunan fisik di usia lanjut oleh karena itu mereka lebih menekankan faktor yang menyebabkan mereka dapat saling mencintai, yang terpenting adalah pasangan dapat menyamankan dirinya yakni dengan memahami untuk saling melengkapi, mencintai dan merasa ada keuntungan secara psikologis berupa perhatian dan kasih sayang yang dapat terpenuhi bila mereka terikat dengan suatu perasaan emosional seperti Cinta. C. Indikator Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia Proses atau dinamika Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis ini di antara para Lansia ini terjadi lebih alamiah, terjadi begitu saja menurut mereka. Jika dilihat ada yang mendekati dan itu berulang terus seperti itu maka kedekatan bisa terjadi dengan indikator yang sangat sederhana yakni sejauh pasangan yang dimaksud memberikan respon yang sama atas stimulus yang ada maka keintiman dan komitmen dapat terjalin. Contohnya ada suatu stimulus yakni kegiatan di panti adalah berjemur bersama setiap pagi, SB‟ selalu menemani
SB untuk menikmati sinar matahari pagi di depan ruang Mikael. Jadi respon SB‟ yang selalu menemani SB untuk berjemur setiap pagi dianggap sebagai ketertarikan interpersonal yang membuat mereka makin hari makin akrab. D. Jenis Hubungan Cinta Lansia Untuk dapat mengetahui bahwa mereka dapat dikategorikan memiliki cinta jenis apa berdasarkan Teori Sternberg maka komponen yang perlu diperhatikan adalah Intimasi, Passion (Kegairahan), dan Komitmen. Secara terperinci :
Keintiman (Intimacy) Keintiman adalah suatu konsep yang mengacu pada perasaan kedekatan atau perasaan keterhubungan di antara dua orang. Perasaan-perasaan itu seperti pada fenomena seseorang memikirkan kesejahteraan orang lain, pemahaman timbal balik dengan orang lain, dan kemampuan berbagi (sharing) dengan orang lain.
Kegairahan (Passion) Kegairahan adalah sumber pembangkit (arousal) yang mengacu pada keterbangkitan fungsi-fungsi emosi dan fungsi biologis yang kuat. Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual. (Setiawan, h.4)
Komitmen Komitmen adalah suatu konstruk psikologi yang berhubungan dengan keputusan tentang keterikatan seseorang dengan orang lain dalam suatu hubungan. Komitmen dapat dibagi menjadi dua yaitu komitmen jangka pendek atau komitmen jangka panjang. Komitmen jangka pendek terjadi apabila seseorang membuat keputusan untuk mencintai orang lain. Sedangkan komitmen jangka panjang terjadi apabila seseorang membuat keputusan untuk memelihara cinta itu. Dan dari ketiga komponen ini nantinya dapat menghasilkan 8 jenis cinta yang
terbentuk dari kombinasi ketiga komponen tersebut berdasarkan proporsi yang berbeda yakni: 1. Nonlove, tidak memiliki komponen gairah, keintiman, dan komitmen. 2. Liking (persahabatan), sebagai salah satu komponen emosi yang ada adalah perasaan suka bukanlah cinta, hanya memiliki komponen keintiman. 3. Infatuation Love (ketergila-gilaan), gairah yang timbul tanpa keintiman dan komitmen, biasanya cinta yang terjadi pada pandangan pertama
4. Empty Love (Cinta Kosong), ada unsur komitmen tetapi kurang intim dan kurang gairah. Hubungan yang lama akan semakin membosankan. 5. Romantic Love (cinta romantis), hubungan intim yang menggairahkan tetapi kurang komitmen 6. Companionate Love, hasil dari komponen keintiman dan komitmen tanpa adanya gairah cinta. 7. Fatous Love (cinta buta), mempunyai gairah dan komitmen tetapi kurang intim. 8. Consummate Love (cinta yang sempurna), yaitu cinta yang tersusun atas komponen keintiman, gairah, dan komitmen. Ketiga pasangan lansia ini hanya memiliki komponen Keintiman dan Komitmen. Mereka memang pernah melakukan hal-hal yang menurut mereka romantis namun kurang memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam komponen Passion atau kegairahan karena tidak ada aktivitas seksual yang mereka lakukan. Hal ini bisa terjadi yakni tidak adanya Passion yang nampak karena jika mengingat usia mereka yang sudah lanjut lengkap dengan segala penurunan fisiknya serta melihat bahwa yang mereka butuhkan dari pasangan adalah perhatian yang menyamankan kebutuhan psikologis, maka Passion tidak ada di antara mereka. Jadi hubungan cinta di antara para lansia lebih menampakkan komponen komitmen dan keintiman. Berbeda halnya dengan cinta yang dialami usia dewasa tengah yang masih lekat dengan Passion yang turut terlibat dan mendukung hubungan cinta mereka. Bisa jadi bahwa hal ini sangat berkaitan erat dengan fungsi fisik yang masih lebih normal daripada usia lanjut. Untuk pasangan SA dengan SA‟ dapat dikategorikan memiliki jenis hubungan cinta Companionate Love yaitu jenis hubungan cinta yang memiliki komponen Keintiman dan Komitmen yang nyata dalam bentuk perbuatan bergantian bercerita pengalaman terdahulu, SA memberikan siraman Rohani dengan perbincangan kitab suci yang menunjukkan keintiman dan setiap hari pasti bertemu untuk berbincang di sore hari yang menunjukkan komitmen di antara mereka serta tanpa adanya gairah yang tampak melalui hasil observasi melalui wawancara dan memutuskan untuk menikah hanya saja masih memiliki banyak pertimbangan mengingat bahwa ketika mereka ingin keluar dari Panti dan perlu biaya untuk tinggal di rumah sendiri.
Untuk pasangan SB dengan SB‟ dapat dikategorikan ke dalam jenis hubungan cinta Companionate Love pula karena berdasarkan hasil pengamatan bahwa mereka menunjukkan adanya komponen Keintiman dan Komitmen yang tercermin dalam perbuatan setiap pagi duduk-duduk bersama, cerita-cerita, berjemur bersama untuk menanti waktu SB terapi sedangkan SB‟ mengikuti doa yang menunjukkan keintiman dan setiap pagi ketika peneliti datang SB dengan SB‟ pasti sudah duduk di depan kursi di depan ruang Mikael. SB marah ketika tempatnya ditempati oleh teman dan SB‟ justru mengobrol dengan orang lain. Tampak ketika hari itu SB selalu menghindari SB‟. Tidak mau dipegang yang menunjukkan komponen komitmen. Hanya saja pasangan ini tidak ada keinginan untuk menikah karena kedekatan mereka di Panti mengingat bahwa di tempat kediaman masing-masing di luar panti sana mereka masih memiliki pasangan. Jika melihat teori Hurlock (dalam Suardiman, 2011, 91) hubungan semacam ini menjadi masalah umum yang unik karena mereka mencari teman baru untuk menggantikan suami atau isteri yang telah meninggal ataupun pergi jauh atau cacat. Untuk pasangan SC dengan SC‟ dapat dikategorikan ke dalam jenis hubungan Empty Love (Cinta Kosong) yakni jenis hubungan cinta yang tersusun karena proporsi komponen komitmen jauh lebih besar daripada keintiman dan gairah. Keintiman yang timbul hanya dengan seringnya berbagi makanan yang dilakukan SC untuk SC‟ melainkan untuk saling bercerita satu sama lain itu tak bisa terjadi mengingat bahwa SC‟ sudah tak dapat berbicara karena putusnya pita suara jadi jika ada cerita hanya SC yang bercerita dan SC‟ mendengarkan sembari merespon dengan anggukan saja, sementara komitmen di antara keduanya lebih bisa terjalin secara timbal balik dengan perbuatan SC‟ selalu menunggu SC selesai doa di depan ruang Mikael sebelah kanan untuk berjemur dan makan kue bersama nantinya, begitu sebaliknya jika SC‟ belum ada di tempat biasa maka SC yang akan menunggu SC‟ untuk selanjutnya mereka makan kue bersama. Terlebih usia mereka juga terpaut jauh yakni SC usia 82 sedangkan SC‟ 55 tahun. SC secara kronologis dan bilogis telah memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai lansia sedangkan SC‟ masih secara biologis saja dapat dikatakan sebagai lansia mengingat bahwa fisiknya telah lemah dan tidak mampu untuk produktif lagi sebelum usianya memasuki usia 60 tahun.
DAFTAR PUSTAKA A, Baron R; Donn Byrne. 2005. Psikologi Sosial. Jilid I. Edisi Kesepuluh. Jakarta : Erlangga. A, Baron R; Donn Byrne. 2005. Psikologi Sosial. Jilid II. Edisi Kesepuluh. Jakarta : Erlangga. Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. Cetakan ketiga (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Gross, James J, dkk. 1997 . Emotion and Aging : Experience, Expression, and Control. Journal Of Psychology and Aging Vol. 12, No. 4. American Psychological Association. Hanurawan, Fattah. 2007. Pengantar Psikologi Sosial. Malang: Universitas Negeri Malang. Hanurawan, Fattah. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Psikologi. Malang: Universitas Negeri Malang. Hoyer, William J; Paul A. Roodin. 2009. Adult Development and Aging. Sixth Edition. New York : McGraw-Hill Education. Hurlock, Elisabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Lubis, D. Bachtiar. 2011. Understanding That Heals, Mengerti yang Menyembuhkan. Malang: Dioma. Peasse, Allan.,Barbara Pease. 2010. Why Men want Sex and Women Need Love. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Santrock, J.W. 1995. Life Span Development. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Santrock, J.W. 1995. Life Span Development. Edisi Kelima. Jilid II. Jakarta: Erlangga. Schaie, K. Warner; Sherry L. Willis. Adult Development and Aging. Third Edition. New York : HerperCollins Publishers. Setiawan, Yamin. Kesempurnaan Cinta, Tipe Kepribadian Kode warna dan Jenis Kelamin. Surabaya : Universitas Tujuh Belas Agustus 1945. Suardiman, Siti Partini. 2010. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : ALFABETA. Universitas Negeri Malang, 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Edisi Kelima. Malang : Universitas Negeri Malang