Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS 1
Muh. Arief Muhsin, 2Ika Sastrawati 1, 2 Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP, Universitas Muhammadiyah Makassar
[email protected] ABSTRACT The research aimed to investigate the devoloptmen of students’ positive character in collaborating character education and positive feedback in teaching English at Sekolah Islam Athirah Makassar. The research was descrictive kualitative which the data was getting from the true situation in the field. It can be designed discussing method, following up, data analysis, and colleration. There were there forms used to get the data like observation, interview (students and teacher), and questionnaire. The research result showed there were eight characters used that school to bulid Islamic school in Sekolah Islam Athirah, they were spiritual; discipline, honest, responsibility, tolerance, politeness, and confidence. The collaboration charcter education and positive feedback used more than in the classroom. In teaching English case, teacher usually used explicit correction and metalinguistic feedback. It used because generally students more writing than speaking in the class. All kinds of feedback used in teaching but explicit correction and metalinguistic feedback are more than other. Key words: Education, character, feedback, and English ABSTRAK Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan kemampuan berprilaku positif siswa melalui ketergabungan pendidikan karakter dan positive feedback dalam pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Islam Athirah Makassar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu metode yang bersumber dari data dan fakta yang ditemukan dilapangan. Desain penelitian deskriptif ini dapat menggunakan metode studi kasus, tindak lanjut, analisis isi, kecenderungan atau korelasional. Ada tiga betuk pemerolehdan data yang dari penelitian ini yaitu observasi langsung di lokasi penelitian, melakukan wawancara baik dengan guru maupun murid di Sekolah Islam Athirah, dan memberikan anket respon kepada murid dan guru. Dari hasil penelitian yang dilaksnankan, di Sekolah Islam Athirah dalam pemebtukan karakter siswa, ada delapan karakter yang ditekankan dalam proses pembelajaran seperti sikap spiritual, disiplin, jujur, tanggung jawab, toleransi, santun, dan percaya diri. Pengabungan pendidikan karakter dengan feedcak akan lebih banyak berdasarkan situasi pembelajran di dalam kelas. Pada
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
36
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
pembelajaran bahasa Ingggris misalnya, kebanyakan guru menggunakan explicit correction dan metalinguistic feedback. Hal ini dikarenakan siswa lebih banyak menggunakan bahasa tulis dibandingkan bahasa lisan. Sebagian besar jenis-jenis feedback digunakan namun tidak sesering dengan kedua jenis feedback tersebut. Kata Kunci: Pendidikan, Karakter, Positive feedback, Bahasa Inggris PENDAHULUAN Sekolah diharapkan bukan hanya membentuk anak-anak menjadi pintar melainkan juga membentuk mereka untuk menjadi baik, menjadi warga negara dan pemimpin yang baik. Menurut Arief (2012) dalam kegiatan belajar mengajar, strategi sangat penting untuk memperlancar tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran yang ditetapkan oleh guru akan bergantung pada pendekatan pembelajaran yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi tersebut dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Fajar Maulana Haji dalam bukunya’ ”Mendidik Anak Sejak Dini”, mengemukakan sebuah pengalaman menarik yang patut ditiru yang telah dilakukan oleh Ibu dari Imam Syafi’i, yaitu mengaji al-Quran ketika sedang menyusui. Sehingga selama bayi menghisap ASI, telinganya terus mendengar lantunan ayatayat suci al-Quran. Apalagi, pendengaran pintu terpenting masuknya informasi dari luar bagi bayi. Ini terutama bagi bayi baru lahir, sebelum kelak penglihatan memegang peranan yang besar. Inilah yang oleh Tokoh-tokoh pendidikan sering dikatakan, ”Pengalaman emosi positif anak ketika kecil akan mempengaruhi perkembangan jiwa yang sehat selanjutnya”. Pendidikan karakter dapat diharapkan untuk membentuk kedua hal tersebut (Mussie Hailu, Pendidikan Karakter, 2004). Pendidikan memiliki tujuan untuk membentuk karakter (Herbert Spencer). Mendidik seseorang dalam pemikiran dan bukan dalam moral-akhlak sama saja dengan mendidik penjahat dalam masyarakat (Theodore Roosevelt). Kutipan-kutipan diatas adalah sesuai dengan pernyataan Socrates 2400 tahun yang lalu mengenai tujuan yang paling mendasar dari pendidikan, yaitu untuk membuat seseorang menjadi ”good and smart”. Manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang bijak, yaitu yang dapat menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik (beramal saleh), dan dapat hidup secara bijak dalam seluruh aspek kehidupan keluarga, bertetangga, bermasyarakat, dan bernegara. Karenanya sebuah sistem pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berakhlak yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang terhormat. Sekolah Islam Athirah adalah sekolah yayasan yang dikonsep untuk membentuk generasi yang berkarakter kuat, baik dari segi keilmuan maupun dari segi akhlak. Dalam proses pembelajaran misalnya, semua kurikulum mata pelajaran terintegrasi dalam nilai-nilai karakter termasuk perencanaan implementasi kurikulum 2013 yang berbasis karakter. Pelajarn bahasa Inggris sebagai contoh,
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
37
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
semua materi ajar harus disinkronkan dengan nilai-nilai karakter. Oleh karena itu sekolah ini menjadi sekolah Islam terpadu yang banyak diminati masyarakat mulai dati TK, SD, SMP, sampai tingkat SMA. Berdasarkan hasil Observasi awal penulis, sebelum melakukan penelitian bahwa di Sekolah Islam Athirah Makassar adalah sekolah yang sistem pendidikannya berbasis karakter keIslaman yang kuat. Sekolah ini adalah sekolah yang sudah memiliki prestasi yang sangat membangggakan baik pada level local, nasional, bahkan sampai pada level internasional. Dedikasi penanaman karkater yang kuat menjadikan sekolah tersebut sebagai sekolah favorit di Makassar. Dengan fenomena tersebut, peneliti mencoba menguraikan secara subjektif dengan pendekatan deskriptif kualitatif konsep pembelajarn bahasa Inggris yang menggabungkan pendidikan karakter kedalam positive feedback pada pembelajaran bahasa Inggris di sekolah tersebut. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Karakter
Kata karakter dalam Kamus Ilmiah Populer karangan Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, diartikan watak; tabiat; pembawaan; pembiasaan. Kata karakter berasal dari Yunani, charassein, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Mempunyai akhlak mulia (karakter yang baik) adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses ”pengukiran”). Sedangkan kata Akhlak yang serupa dengan karakter berasal dari bahasa Arab, ”khuluq atau hilqun, kata ini kemudian berhubungan dengan kata Khaliq (pencipta) dan Makhluq (yang dicipta). Menurut Ibnu Maskawaihi dalam kitabnya ”Tahdhibul Akhlaq wa Tath-hirul A’raq” halaman 25, mengemukakan Akhlaq adalah keadaan orang yang mengajaknya untuk melakukan perbuatan tanpa pertimbangan pikiran”, sedang menurut kitab ”Ihya Ulumuddin” karya besar Imam Al-Ghazali pada juz III halaman 56, ”Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, dari padanya timbul perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran”, sementara Prof. DR. Ahmad Amin dalam bukunya ”Al-Akhlak” halaman 70, ”Akhlak adalah kebiasaan kehendak, berarti bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu , maka kebiasaan itu disebut akhlak, Pendidikan Karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil, Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai universal yang mana seluruh agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
38
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya, suku dan agama. Allah menurunkan petunjuk melalui para Nabi dan Rasul-Nya untuk manusia agar senantiasa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan Allah sebagai wakil Allah di muka bumi ini. B. Anak-anak mengembangkan potensi karakternya 1. Pendidikan Karakter/ Akhlak dimulai dari dalam keluarga
Keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana seorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mngembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan dengan baik serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Berbicara mengenai pembangunan karakter, maka tidak lepas dari bagaimana membentuk kepribadian individu-individu sejak dini dari dalam keluarga, dan sekolah. Peran keluarga dalam pendidikan, sosialisasi, dan penanaman nilai kepada anak adalah sangat besar. Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan didalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seseorang. Keluarga yang harmonis dimana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih sayang dan selalu ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan akhlak dan karakter anak. 2. Pendidikan karakter/ Akhlak di sekolah
Sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anka-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya. Sebuah pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang terhormat. Sebetulnya apa yang tercantum di dalam Undang-Undang RI (Nomor 4 tahun 1950 Nomor 12 tahun 1954, dan selanjutnya ditegaskan lagi dalam pasal 24 Nomor 2 tahun 1989) tentang tujuan pendidikan di Indonesia adalah sudah sesuai dengan harapan untuk membentuk manusia good and smart. Misalnya seperti yang tercantum dalam kalimat ”Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Namun kalau kita melihat kondisi Indonesia sekarang setelah lebih 50 tahun penyelenggaraan pendidikan dijalankan, maka sudah selayaknya kita
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
39
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
mempertanyakan ”apa yang salah dengan sistem pendidikan nasional kita?” banyaknya kasus keterlibatan remaja dalam tawuran, penggunaan narkoba, dan bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya, adalah jauh dari gambaran remaja terdidik yang berbudi luhur dan bertanggung jawab. Termasuk juga perilaku orang dewasa yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah moral yang juga merupakan produk dari bagaimana mereka dididik sebelumnya. Hal ini berarti banyak orang Indonesia yang cerdas otaknya, tetapi tidak cerdas secara emosi yang berdampak negatif terhadap kualitas SDM secara keseluruhan. Pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari usia TK. Hasil studi yang dilakukan Lawrence J. Schweinhart (1994) dalam (”Pendidikan Karakter”,2004:79) menunjukkan bahwa pengalaman anak-anak di masa TK dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan anak selanjutnya. C. Menjadi Pendidik Karakter yang Berhasil
1. Guru sebagai pembangun citra diri positif Banyak perilaku guru yang dapat ”membunuh” karakter anak, yaitu dengan membuat anak merasa rendah diri. Seorang guru yang tidak pernah memberikan pujian atau kata-kata positif, kecuali cemoohan dan kata-kata negatif, akan membuat muridnya menjadi tidak percaya diri. Rasa tidak percaya diri yang telah terbentuk pada usia dini, akan terbawa sampai dewasa. Peran guru dalam membangun citra diri yang positif pada anak sangat besar pengaruhnya. Murid-murid sebaiknya didorong untuk aktif berdiskusi, dan guru selalu memberikan komentar positif kepada setiap pandapat yang dilontarkan kepada anak. Dengan cara seperti ini, murid-murid menjadi bersemangat untuk masuk sekolah. Guru yang jarang sekali memberikan pujian kepada anak, tetapi lebih banyak mengkritik dan memarahi anak adalah salah satu faktor yang sering menjadi penyebab seorang anak tidak percaya diri, misalnya ketika di kelas ia tidak dapat menjawab pertanyaan guru. Banyak guru yang bersikap negatif ketika mendapatkan muridnya tidak dapat menjawab dengan perkataan, ”Itu salah, kamu tidak belajar, ya !?” lihat dan perhatikan, anak-anak ! betul tidak jawaban si Anu?”.seharusnya reaksi guru adalah, ”jawabannya belum lengkap, mungkin ada jawaban lain?” atau ” sudah hampir benar, tetapi coba kamu ulangi lagi mungkin ada bagian yang kamu lupakan”. Sering terjadi guru mempermalukan anak di depan kelas, memarahi atau bahkan menghukumnya. Kita semua pasti pernah melihat atau mempunyai pengalaman tentang sikap guru yang seperti itu. Sekali anak dipermalukan, ia akan takut gemetaran ketika harus menjawab pertanyaan gurunya, sehingga ia menjadi tidak percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya di depan kelas.
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
40
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
2. Guru sebagai model atau tokoh idola ”Siapa yang menjadikan dirinya sebagai pemimpin orang lain, hendaknya ia mulai dengan mengajar dirinya sendiri sebelum mengajar orang lain dengan perilaku (mencontohkan dengan perilakunya), sebelum dengan tutur kata. Orang yang mengajar dirinya sendiri adalah lebih berhak dimuliakan dan dihargai dari orang yang hanya menasehati orang lain” (Sayyidina Ali). Menjadikan guru sebagai pendidik karakter tidak cukup hanya dengan membekali mereka dengan teori dan seperangkat kurikulum saja tetapi juga menyangkut bagaimana seorang guru menjadi idola bagi muridnya, sehingga setiap perkataan dan tingkah laku guru akan ditiru oleh muridnya. Seperti yang dikatakan oleh Parker Palmer dalam (“Megawangi Ratna”, 2004:161) bahwa: ”Good teaching can never be reduced to technicue good teaching comes from the identity and integrity of the teacher” (Pengajaran yang baik tidak pernah direduksi hanya menyangkut teknik saja. Pengajaran yang baik berasal dari identitas dan itegritas gurunya). 3. Mendidik dengan melibatkan diri Seorang pendidik karakter yang berhasil adalah yang dapat melibatkan dirinya secara menyeluruh (pikiran dan perasan) ketika sedang mengajar, dapat membangun hubungan personal dengan murid-muridnya, mempunyai kemampuan berkomunikasi secara efektif, mampu mengelola emosinya dengan baik, serta mampu menghidupkan suasana. Mendidik karakter adalah seni bagaimana menyentuh hati agar dapat menumbuhkan sifat-sifat mulia pada anak, yang harus melibatkan aspek emosi dan afektif dari guru sendiri. Oleh karena itu seorang pendidik karakter selain berperan sebagai operator metode dan kurikulum, tetapi juga mampu memberikan spirit, yaitu membangun suasana yang positif untuk menarik hati anak, sehingga anak bergairah dan mencintai materi yang diajarkan. Melibatkan diri secara total memang memerlukan sikap dedikasi dan kecintaan terhadap profesi yang sedang dijalaninya. Tentunya ini tidak mudah karena seorang pendidik karakter harus merasakan pentingnya ”misi suci” yang sedang dijalaninya. 4. Guru yang penuh inspirasi Para guru seperti halnya anak-anak dan siapa saja merasa butuh untuk mengembangkan kemampuannya; mereka ingin mengubah segala pengalamannya menjadi pemikiran, pemikiran menjadi renungan, dan renungan menjadi tindakan baru..... para guru harus belajar menginterpretasikan segala proses yang berlangsung daripada menunggu untuk mengevaluasi hasil. Begitu pula perannya sebagai pendidik harus mencakup pengertian bahwa anak-anak adalah produsen, bukan sebagai konsumen.
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
41
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
Seorang pendidik karakter yang baik adalah yang dapat memberikan inspirasi yang menggairahkan kepada muridnya sehingga murid dapat jatuh cinta pada kebaikan. Istilah ”fall in love in goodness” dicetuskan oleh seorang guru TK di Amerika Serikat, bernama Usha Balamore, (Pendidikan Karakter 2004:167). Usha Balmore digambarkan oleh rekannya sebagai guru yang selalu memberikan inspirasi kepada murid-muridnya dengan mengarahkan mereka untuk mendiskusikan masalah moral. Caranya adalah dengan kerap/ sesering mungkin melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada para muridnya agar berpikir dan berani mengekspresikan pemikirannya. 5. Menebar benih-benih kebaikan tanpa pamrih Walaupun guru telah berusaha maksimal untuk menjadi guru yang ideal, tetapi belum menjamin akan berhasil dalam membentuk karakter anak. Karena banyak faktor lain yang mempengaruhinya, misalnya pendidikan di rumah, suasana rumah yang tidak mendukung, pengaruh kawan, dan sebagainya. Namun dengan memberikan pendidikan karakter kepada anak didik tetap lebih baik dari pada tidak sama sekali, apalagi kalau suasana rumah dan lingkungan sama sekali tidak mendukung. Justru dengan mendapatkan bimbingan moral dari guru dengan penuh perhatian dan kasih sayang, siswa sekolah yang rentan terhadap perilaku negatif akan menjadi lebih baik daripada tidak mendapatkan bimbingan sama sekali di sekolah. D. Positive Feedback
Feedback atau umpan balik merupakan respon yang menjadi kebiasaan guru dalam mengajar. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata feedback berarti feedback atau tanggapan. Menurut Paul (2011:7) yang mengatakan bahwa feedback is the information will be fine by listener during a conversation yaitu informasi yang diperoleh pendengar selama melakukan komunikasi dengan orang lain. Hal ini yang menunjukkan kemampuan kita untuk mempengaruhi pendengar sehingga dapat memahami apa yang kita inginkan. Feedback mempunyai peraan yang penting, baik bagi siswa maupun bagi guru. Pengertian Feedback dalam kajian ini adalah pemberian informasi mengenai benar atau tidaknya jawaban siswa atas soal/pertanyaan yang diberikan, disertai dengan informasi tambahan berupa penjelasan letak kesalahan atau pemberian motivasi verbal/tertulis. Melalui Feedback ini, seorang siswa dapat mengetahui sejauh mana bahan yang telah diajarkan dapat dikuasainya (Yoshida, 2008:9). Dengan Feedback itu pula siswa dapat mengoresi kemampuan diri sendiri, atau dengan kata lain sebagai sarana korektif terhadap kemajuan belajar siswa itu sendiri. Dalam pengertian lain yang dikemukakan oleh Sayafal (2006:38) feedback adalah suatu proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik, supaya peserta didik dapat memahami dan menanggapi materi yang disampaikan oleh pendidik. Pada dasarnya dalam KBM
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
42
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
terjadinya interaksi anatara tiga unsur yaitu pendidik, bahan atau materi, dan peserta didik. Ketiga unsur tersebut mempunyai tugas yang berbeda-beda tetapi saling berkaitan, misalnya bahan sebagai perantara untuk terjadinya interaksi belajar mengajar anatara pendidik dan peserta didik. Pentingnya feedback dalam pembelajaran di kelas juga dinyatakan oleh Russell dan Spada (2006:54) yaitu, "We think feedback is essential in helping groups and group members learn more about how they operate and abaout themselves individually. We also think that feedback has to be given skillfully". Kurang lebih dapat diartikan bahwa feedback berguna untuk membantu siswa belajar secara berkelompok (klasikal) maupun perorangan mengenai kemampuan bagaimana mengoperasikan sesuatu dan dapat mengetahui kemampua individualnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa feedback dapat melatih atau memberikan suatu keahlian atau ketrampilan. Dengan demikian, dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan, pemberian feedback sangat diperlukan. Terlebih jika ditinjau dari penerapan konsep belajar tuntas (mastery learning) yang menghendaki semua siswa dapat mencapai tujuan yang dirumuskan secara benar dan maksimal, mari kita lanjutkan hal terbaik yang pernah kita lakukan untuk anak didik kita METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Zulganef (2008) adalah “penelitian yang bertujuan menggambarkan suatu kondisi atau fenomena tertentu, tidak memilahmilah atau mencari faktor-faktor atau variabel tertentu.” “Riset yang bersifat paparan ini ditujukan untuk mendeskripsikan hal-hal yang ditanyakan dalam riset, seperti: siapa, yang mana, kapan, di mana dan mengapa” (Husein, 2002:40). Desain penelitian deskriptif ini umumnya dapat menggunakan metode studi kasus, tindak lanjut, analisis isi, kecenderungan atau korelasional (Husein, 2002). Sugiyono (2005) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan istilah yang digunakan untuk populasi dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kualitatif tidak mengenal istilah populasi melainkan menggunakan istilah “situasi sosial” (social situation) yang memiliki tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actors), serta aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis dan tidak dapat dipisahkan (Sugiyono, 2005). Elemen situasi sosial dalam penelitian ini adalah: 1. Tempat : Sekolah Islam Athirah Makassar. 2. Pelaku : Guru dan Siswa 3. Aktivitas : Proses belajar mengajar
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
43
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
Gambar 1. Situasi sosial (Social situation). Sumber: Sugiyono (2005). Dalam penelitian kualitatif, sampel disebut sebagai nara sumber, partisipan atau informan (Sugiyono, 2008). Lebih jauh Sugiyono (2008) menjelaskan: “Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Sampel dalam penelitian kualitatif juga disebut sebagai sampel konstruktif, karena dengan sumber data dari sampel itu dapat dikonstruksikan fenomena yang semula masih belum jelas.” Dalam penelitian ini, sampelnya adalah siswa dan guru mata pelajaran bahasa Inggris di Sekolah Islam Athitah. Sample yang dipilih adalah kelas 6 SD, kelas 3 SMP, dan kelas 3 SMA. Jumlah sampel sebanyak 90 murid dan semua guru mata pelajaran yang sebanyak 8 orang. Jumlah sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf “redundancy” yaitu apabila sampel selanjutnya tidak akan memberikan informasi yang baru (Sugiyono, 2005). Dengan begitu, fokus peneliti dalam hal ini adalah lengkapnya perolehan informasi yang didapat. Pengumpulan data dalam penelitian ini ditriangulasikan dengan menggunakan dan mengkombinasikan lebih dari satu teknik pengumpulan data yang berbeda demi keabsahan data yang diperoleh (Lancaster, 2005). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu: 1. Studi Kepustakaan Pengumpulan data pertama-tama dilakukan melalui pengkajian literatur untuk mengungkapkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian. Teori serta hasil penelitian sebelumnya oleh ahli ditelaah dan dipaparkan untuk memberikan gambaran besar akan topik penelitian yang dikaji. 2. Wawancara Teknik pengumpulan data dengan wawancara memungkinkan peneliti untuk menyelidiki persepsi dan perspektif informan (Daymon dan Holloway, 2008). Jenis wawancara yang digunakan didalam penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur atau wawancara terfokus. Pertanyaan-pertanyaan disiapkan sebelumnya dalam panduan wawancara dengan fokus pada permasalahan yang dibahas namun dapat berkembang sesuai dengan respon informan. Pertanyaan – pertanyaan yang digunakan didalam penelitian ini dapat dilihat pada bagian lampiran di akhir laporan ini.
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
44
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
3. Observasi Teknik observasi adalah mengumpulkan data langsung dari lapangan dengan mengandalkan pengamatan peneliti (Semiawan, 2007). Observasi menyaratkan pencatatan dan perekaman sistematis mengenai sebuah peristiwa, artefak-artefak, dan perilaku-perilaku informan yang terjadi dalam situasi tertentu, bukan seperti yang mereka ingat, diceritakan kembali, dan digeneralisasikan oleh partisipan itu sendiri (Daymon dan Holloway, 2008). Karena seringkali ada perbedaan antara apa yang dikatakan orang dengan apa yang sebenarnya terjadi maka observasi digunakan sebagai alat pembanding yang dapat mengkonfirmasi maupun membantah pernyataan partisipan. Metode analisis data kualitatif yang digunakan oleh peneliti sesuai dengan konsep metode analisis yang dipaparkan oleh Miles dan Huberman (1994). Metode tersebut mengemukakan bahwa terdapat tiga aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion drawing/verification) (Miles dan Huberman, 1994; Emzir, 2010). PEMBAHASAN Dalam pelaksanaan penelitian ini, ada berbagai data yang dikumpulkan. Data tersebut adalah hasil observasi dan pengamatan langsung serta data hasil pengamatan, observasi, wawancara, dan questioner kepada siswa dan guru tentang pembentukan karakter yang digabungkan dengan feedback yang diberikan oleh guru mata pelajaran bahasa Inggris dalam proses pembelaran dan pembentukan akhlak pada sekolah Islam Athirah. Data yang diperoleh akan dijabarkan sesuai dengan klasifikasi yang telah dirancang sebelumnya. Pada tangga 2 Juli 2014 adalah awal pengambilan data sampai dengan tanggal 15 Oktober 2014, observasi dan pengambilan data dilakansnkan, termasuk pemberian angket penelitian. Observasi ini bertujuan dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar dikelas untuk melihat interaksi yang terjadi antara guru dan murid di dalam kelas. Adapun data yang diperoleh tentang pendidikan karakter ditunjukkan oleh tabel berikut:
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
45
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
Tabel 1. Pendidikan Karakter Jenis karakter Tingkat Tingkat Tingkat yang dibentuk kelas VI SMP SMA SD Spiritual √ √ √ Jujur √ √ √ Disiplin √ √ √ Tanggung √ √ √ Jawab Toleransi √ √ √ Kerjasama √ √ √ Santun √ √ √ Percaya diri √ √ √ Tabel ini menunjukkan bahawa proses pembelajaran di Sekolah Islam Athira sangat menekankan pembentukan karekter siswa yang lebih baik. Hal ini tercermin dari proses pembelajaran dikelas yang tidak hanya menekankan pada pemerolehan keilmuan saja akan tetapi termasuk pembentukan pribadi yang berakhlak mulia.Sedangkan jenis feedback pada pelajaran bahasa Inggris khususnya pada observasi pertama, ditunjukkan oleh table berikut: Tabel 2. Jumlah Feedbak yang diberikan oleh guru pada pelajaran bahasa Inggris Feedback types Mingg Mingg Mingg Mingg Mingg Mingg u1 u2 u3 u4 u5 u6 Explicit correction 9 8 7 12 6 8 Recasts 3 0 5 1 0 6 Clarification requests 5 3 2 4 1 5 Metalinguistic 11 7 3 8 5 7 feedback Elicitation 3 5 2 1 7 4 Repetition 1 0 3 0 2 4 Setelah dilakukan pengamatan dan perbandingan hasil rekaman pada penelitian maka diperoleh angka-angka hasil observasi pada table 2 Pada table tersebut menunjukkan berbagai bentuk feedback yang diberikan oleh guru pada pembelajaran bahasa Inggris. Pada observasi pertama explicit correction diberikan sebanyak 9 kali, recast sebanyak 3 kali, classification request sebanyak 5 kali, netalinguistic feedback sebanyak 11 kali, elicitation sebanyak 3 kali, dan repetition sebanyak 1 kali.
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
46
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
a. The keseringan penggunaan feedback Tabel 3. Siswa menginginkan perbaikan pada kesalahan berbahasa Inggris di kelas Strongly Agree Neutral Disagree Strongl agree y disagre e 11 33.33% 21 63.63% 0 0% 1 3.03% 0 0% Tabel 4. Siswa menginginkan guru memberikan feedback pada setiap kesalahan yang dilakukan Strongly Agree Neutral Disagre Strongl agree e y disagre e 30.30% 19 57.57 2 6.06% 2 6.06 0 0% 10 % % Pada table 3 dan 4 menunjukkan bahwa sebanyak 11 siswa (33.33%) sangat setuju apabila diberikan feedback secara langsung ketika membuat kesalahan dan sebanyak 10 (30.30%) yang sangat setuju ketika membuat kesalahan berbicara (spoken error). Kebayakan siswa setuju diberikan feedback secara langsung (21 dan 19 siswa) atau sekitar 63.63% dan 57.57% dan kriteria yang lain hanya 1 siswa seprti yang netral dan 1 yang tidak setuju. b. Waktu yang tepat saat memberikan feedback Tabel 5. Respon waktu yang tepat untuk memperoleh feedback dari guru The timing for Strongly Neutral Disagree/ treatment agree/ Strongly Agree Disagree As soon as error are made 6 10 17 After finish speaking 30 0 3 After activities 16 8 9 The end of the class 7 11 15 Pada tabel 5, hasil jawaban Questionnaire menunjukkan bahwa siswa sangat setuju langsung diberikan feedback setelah membuat kesalahan sebaykan 6 orang, ada 10 orang siswa yang netral, akan tetapi lebih banyak siswa yang tidak setuju karena sebanyak 17 orang. Namun pemberian feedback seterlah berbicara sebanyak 30 siswa yang sangat setuju, tidak ada yang netral dan hanya 3 orang yang tidak setuju. Pada pernyataan setelah aktifitas pembelajaran, sebayak 16 orang siswa yang sangat setuju, 8 orang yang netral, dan ada 9 siswa yang tidak setuju. Pada pernyataan pemberian feedback diakhir
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
47
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
pertemuan, sebanyak 7 siswa yang sangat setuju, 11 siswa yang netral, dan 15 siswa yang sangat tidak setuju. c. Respon siswa untuk jenis feedback yang diharapkan Tabel 6. Keinginan siswa pada saat diberikan feedback dari guru Error types Always Usually Sometime Occasionally Never Serious 1 4 23 2 3 Less serious 1 23 3 6 0 Frequent 1 2 25 5 0 Infrequent 0 3 22 7 1 Individual 0 0 24 8 1 Pada tabel 4.5, ditunjukkan bahwa kebanyakan siswa memilih hanya kadang-kadang diberikan feedback dari semua tingkat frekuensi yang diberikan. Dengan demikian kebanyak siswa menyukai tidak monoton dalam memberikan feedback dari guru. d. Yang diharapkan memberikan feedback Tabel 7. Pandangan siswa untuk pemberi feedback Agents Strongly Neutral Disagree/ agree/ Strongly Agree Disagree 17 13 3 Classmates 21 5 7 Teachers 20 10 3 Students Pada Tabel 4.7, kebanyakan siswa setuju apabilah diberikan feedback oleh teman kelas yaitu sebanyak 17 siswa, 13 yang netral dan hanya 3 yang tidak setuju. Namun yang paling banyak setuju memberikan feedback adalah guru mereka sendiri dimana sebanyak 21 siswa lebih memilih gurunya, 5 yang netral, serta 7 siswa yang tvidak setuju. Sedangkan untuk siswa ada yang setuju sebanyak 20 siswa, 10 yang netral, dan 3 yang tidak setuju. PEMBAHASAN Penelitian dilakukan di Sekolah Islam Athirah Makassar yang beralamat di Jalan Kajolalido, Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan dengan durasi kurang lebih empat bulan yaitu dari Juli sampai September 2014. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, guru menekankan terjadinya keselarasan antara pengetahuan dan kepribadian yang kuat dengan mendidik dengan karakterkarakter kepribadian yang dibutuhkan dalam bersosialisasi dengan masyarkat. Ada delapan karakter yang ingin dicapai dalam proses pendidikan di Sekolah Islam Athirah yang disesuaikan dengan Peraturan Kemenrtian pendidikan.
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
48
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
Karakter pertama yang dibentuk adalah sikap Spiritual. Sikap ini dibentuk dengan senangtiasa member salam dan berdoah sebelum mata pelajaran dimulai. Kegiatan tersebut setiap pergantiang jam belajar dilaksanakan untuk membentuk siswa yang taat dan senangtiasa mengingat sang pencipta sehingga memperoleh rahmat dariNya. Karakter kedua yang dibentuk adalah sikap jujur. Sikap jujur merupakan sikap dasar yang harus dibentuk, hal ini sesuai dengan hasilwawancara dengan salah satu guru di SD Islam Athirah. Dengan membentuk kepribadian yang jujur berarti membentuk generasi yang bermartabak dan menjadi indicator untuk pencegahan korupsi di masa yang akan dating. Sikap yang ketiga adalah disiplin. Siswa diajar untuk tepat waktu dating ke sekolah dan tepat waktu memasuki ruang belajar. Dengan membentuk siskap disiplin, menurut salah satu pengajar bahasa Inggris di SMP Islam Athirah berarti membentuk generasi bangsa yang memiliki etos kerja yang tinggi. Sikap yang ke empat adalah tanggung jawab. Siswa yang bertanggung jawab dalam berbagai hal termasuk mengerjakan tugas sekolah, berpakaian rapih, dan bertanggung jawab terhadap semua peraturan yang ada di sekolah tersebut. Tanggung jawab ini menjadikan siswa lebih menghargai pekerjaan yang diberikan serta membantu siswa lebih giat dalam belajar. Sikap yang ke lima adalah sikap toleransi. Dengan memiliki sikap toleransi siswa akan lebih menghargai penganut agama lain yang merupakan cirri khas Negara kita sebagai Negara yang memiliki keberagaman agama, suku, dan budaya. Sikap toleransi sangat dibutuhkan dalam kebinekaan bangsa, dengan demikian sikap menghargai agam dan suku lain akan terbentuk didalam keperibadian siswa dan menjadi generasi yang cinta damai. Sikap yang ke enam adalah kerjasama. Sikap kerjasama ini diberlakukan dalam proses pembelajaran dengan membuat kelompok-kelompok kecil dan pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran. Menurut guru bidang studi bahasa Inggris Sekolah Islam Athirah dengan sifat kerjasama yang baik akan lebih menekankan siswa untuk saling tolong menolong dan saling bertukar fikiran sehingga muncul sikap tenggang rasaterhadap sesama. Sikap yang ketuju adalah santun. Sikap santun ini menurut guru di sekolah tersebut dibentuk untuk menciptakan sekolah yang mengutamakan adab ketimuran kita termasuk saling menghargai antar sesame. Sikap santun ini merupaka salah satu model agar siswa lebih menghormati dan menyayangi yang lebih tua serta saling menghargai dengan teman sebaya terutama teman kelas sebagai kelompok social kecil tempat siswa berinteraksi antara satu dengan lainnya. Sikap yang ke delapan adalah percaya diri. Dengan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, siswa akan berani memberikan tanggapan dan keritikan terhadap kondisi yang dihadapi. Dengan demikian siswa akan lebih berani tampil karena mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
49
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
PENUTUP Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini sebagai hasil observasi pengamatan di Sekolah Islam Athirah. Adapaun sumpulan tersebut adalah: 1. Dalam pemebtukan karakter siswa, ada delapan karakter yang ditekankan dalam proses pembelajaran seperti sikap spiritual, disiplin, jujur, tanggung jawab, toleransi, santun, dan percaya diri 2. Pengabungan pendidikan karakter dengan feedcak akan lebih banyak berdasarkan situasi pembelajaran di dalam kelas. Pada pembelajaran bahasa Ingggris misalnya, kebanyakan guru menggunakan explicit correction dan metalinguistic feedback. Hal ini dikarenakan siswa lebih banyak menggunakan bahasa tulis dibandingkan bahasa lisan. Sebagian besar jenisjenis feedback digunakan namun tidak sesering dengan kedua jenis feedback tersebut. 3. Kebanyakan siswa memiliki kondisi yang berbeda-beda, manun kebanyakan diantara mereka lebih cenderung setuju dibeirikan feedback setelah berbicara atau setelah melakukan kesalahan. Alasan yang paling kuat adalah kurangnya pengalaman siswa dalam dalam belajar bahasa Inggris sehingga ingin memperoleh feedback secara langsung. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, H. Abu, Drs. Sholeh, Munawar, Drs. (2005). “Psikologi Perkembangan” Jakarta : Rineka Cipta. Arfah, H, Drs. (2002). ”Statistik II” Makassar Asror, Mustaghfiri, Drs. (1981). “123 Hadist Pembina Iman dan Akhlaq”, Pen. Wicaksana, Semarang. A.Partanto, Pius dan M. Dahlan Al Barry, (1994). ”Kamus Ilmiah Populer”, Pen. Arkola, Surabaya. Departemen Pendidikan Nasional, (2002). ”Kamus Besar Bahasa Indonesia” edisi III, Pen. Balai Pustaka, Jakarta. Echols, John M. Dan Hassan Shadily, ”Kamus Inggris-Indonesia”, Pen. PT. Gramedia Jakarta. Emzir, (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: PT Raja Grafindo persada. Guru Semai Benih Bangsa, (2006). ”Kumpulan Makalah Pelatihan” Depok Indonesia Heritage Fondation
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
50
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 2 No. 2 Desember 2015
Hasan, M.Ali, Drs, dkk, (1979) “Akhlak-Tauhid”, Untuk Madrasah Aliyah, Pen. CV. Toha Putra”, Semarang. Khan, Yahya. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi publishing. Megawangi, Ratna. (2004). ”Pendidikan Karakter”. Jakarta : Indonesia Heritage Fondation. Megawangi, Ratna. Latifah, Melly.Farrah Dina, Wahyu. (2005).”Pendidikan Holistik”. Jakarta: Indonesia Heritage Fondation. Megawangi, Ratna. Wiyono, Edi. Puspitawati, Herien. (2006).”Mari Kita Akhiri Kekerasan Pada Anak.” Jakarta : Indonesia Heritage Fondation. Maulana, Haji Fajar. (2000). “Mendidik Anak Sejak Dini”. Surabaya : Jawara Offset. Megawangi, Ratna. Wiyono, Edi. Puspitawati, Herien. (2006). “Pendidikan Yang Patut dan Menyenangkan”. Jakarta: Viscom Pratama. Nur Tanjung, H. Bahdin, SE., MM dan Ardial, H, Drs., M.Si. (2005) ”Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”. Jakarta: Kencana. Surin, Bachtiar. (1991). ”Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an” (Adz-dzikraa). Bandung: Angkasa. Paul B. Horton. (1994). Human Behaviorist. New York: Pedati Publishing. Wilnes, Michael. (1998). Punishment and Reformation. California: University of California Press.
MUH. ARIEF MUHSIN, IKA SASTRAWATI / KETERGABUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POSITIVE FEEDBACK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
51