e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016
KETERAMPILAN PENGELOLAAN KELAS GURU BAHASA INDONESIA DALAM PEMBELAJARAN MATERI TEKS EKSPLANASI PADA SISWA KELAS XI TKJ SMK NEGERI SE-KABUPATEN TABANAN Ni Luh Rai Asri Arsini1, Ida Bagus Putrayasa2, Ida Bagus Sutresna3 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]} undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) keterampilan pengelolaan kelas guru bahasa indonesia dalam pembelajaran materi teks eksplanasi pada siswa kelas XI TKJ SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan, dan (2) kendala-kendala yang dihadapi guru bahasa Indonesia dalam melaksanakan keterampilan pengelolaan kelas pada pembelajaran materi teks eksplanasi siswa kelas XI TKJ SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI TKJ di SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan. Objek penelitian ini adalah keterampilan pengelolaan kelas guru bahasa Indonesia dan kendala guru dalam keterampilan pengelolaan kelas. Data penelitian ini dikumpulkan melalui metode observasi dan metode wawancara. Instrumen penelitian ini adalah lembar observasi, alat perekam, dan pedoman wawancara kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) memusatkan perhatian, (2) memperjelas masalah, (3) menganalisis pandangan siswa, (4) meningkatkan partisipasi siswa terhadap kelompok, (5) menyebarkan kesempatan berpartisipasi, dan (6) menutup diskusi. Akan tetapi, tidak semua komponen diterapkan pada tiap-tiap sekolah. Kendala yang ditemui guru ketika melaksanakan pengelolaan kelas berasal dari faktor guru dan siswa. .Kata kunci: keterampilan, pengelolaan kelas Abstract This study aimed to describe (1) classroom management skills of Indonesian teacher in learning explanatory text material on students XI TKJ SMK Negeri seKabupaten Tabanan, and (2) the constraints found indonesian teacher in implementing classroom management skills of learning explanatory text material on students XI TKJ SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan. This study used a qualitative descriptive design. Subjects were teachers who teaches XI TKJ in SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan. Objects were classroom management skills of Indonesian teacher in learning explanatory text material and the constraints found indonesian teacher in implementing classroom management skills of learning explanatory text material. The data was collected through observation and interviews. The instrument of this study is the observation sheet, tape recorders, and interview guides, and then It’s analyzed by qualitative descriptive. The result of this research shows that (1) focus, (2) issue clarified , (3) analyzing of students views, (4) participation increased of students group, (5) spread opportunity to
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 participated , and (6) closed the discussion. But, all the components not applied for each school . The constraints encountered when implementing teacher Classroom Management derived from factors teachers and students. Keywords: skills , classroom management
PENDAHULUAN Dewasa ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan telah memberlakukan dua kurikulum di masing-masing sekolah negeri maupun swasta. Dua kurikulum itu adalah KTSP dan Kurikulum 2013. Hal itu disebabkan oleh Kemendikbud di tahun 2014 telah memutuskan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kurikulum yang telah diterapkan pada pertengahan tahun 2013. Selain itu, kurangnya sarana dan prasarana yang memadai membuat sebagian sekolah khususnya di Kabupaten Tabanan masih ada yang menggunakan kurikulum lama yaitu KTSP. Salah satu sarana dan prasarana tersebut yaitu LCD dan laptop. LCD dan laptop digunakan untuk membantu guru dalam mengembangkan media pembelajaran yang akan digunakan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pada kurikulum 2013, guru benar-benar dituntut untuk bisa menggunakan laptop dan LCD serta menciptakan dan mengembangkan media pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif. Oleh karena itu, sebagian sekolah yang memiliki daya tampung siswa yang sedikit dan tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai tidak dapat menerapkan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 sudah berlangsung di beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang ada di Kabupaten Tabanan selama 2 tahun belakangan ini. Kompetensi siswa di SMA/SMK dalam kurikulum 2013 tidak terlepas dari berbagai peraturan pendidikan secara nasional. Permendikbud No.54 Tahun 2013 adalah peraturan yang mengatur tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Kompetensi Lulusan didefinisikan sebagai kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tercapai atau tidak tercapainya kompetensi lulusan
tersebut berkenaan dengan proses pembelajaran yang melibatkan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran. Hal itu tercermin dalam kutipan Bab I Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang berbunyi
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Untuk itu, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kompetensi lulusan”. Perubahan kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi kurikulum 2013 menyajikan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks yang di dalamnya mengandung unsur pengetahuan, baik lisan maupun tertulis. Menurut Sufanti (2013:2) pembelajaran berbasis teks adalah pembelajaran yang menjadikan teks sebagai dasar, asas, pangkal, dan tumpuan. Dalam kurikulum 2013, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis. Kurikulum ini menuntut agar pembelajaran bahasa Indonesia tidak sekadar memakai bahasa Indonesia untuk menyampaikan materi, tetapi harus mempelajari makna dan pemilihan kata yang tepat. Standar kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia dijadikan sebagai pengukur kemampuan siswa dalam menggambarkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan berbahasa. Pada pembelajaran bahasa Indonesia dalam
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 kurikulum 2013, teks dimaknai sebagai satuan bahasa yang mengungkapkan makna secara kontekstual. Teks dapat berwujud teks tertulis maupun teks lisan yang merupakan ungkapan pikiran manusia. Bahasa yang digunakan dalam teks mencerminkan ide, sikap, dan nilai penggunanya karena bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia. Oleh karena itu, setiap teks memiliki struktur yang berbeda-beda. Sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, salah satu keterampilan yang perlu dikuasai pada semester genap oleh siswa kelas XI SMA/SMK adalah menulis teks eksplanasi. Materi teks eksplanasi hanya muncul di kelas XI pada tingkat SMA/SMK. Menurut Kemendikbud (2014:179) “teks eksplanasi merupakan jenis teks yang berisikan penjelasan hubungan logis dari beberapa peristiwa”. Artinya, sebuah peristiwa timbul karena ada peristiwa lain sebelumnya dan peristiwa tersebut mengakibatkan peristiwa yang lain lagi setelah peristiwa itu terjadi. Hal tersebut senada dengan pendapatnya (Mahsun,2014:33) yang mengatakan bahwa “teks eksplanasi memiliki fungsi sosial untuk menjelaskan atau menganalisis proses muncul atau terjadinya sesuatu”. Emilia (2011:127) mengemukakan bahwa teks eksplanasi memiliki ciri-ciri linguistik yang hampir sama dengan eksposisi dalam memaparkan alasan dari suatu kejadian. Selain itu, Derewianka (dalam Emilia, 2011:127) juga mengatakan bahwa teks eksplanasi bisa dikatakan lebih rumit daripada teks-teks lain karena merupakan gabungan dari berbagai jenis teks seperti deskriptif, prosedur dan teks argumentasi. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan salah satu guru bahasa Indonesia kelas XI yang ada di SMK Negeri 2 Tabanan menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran materi teks eksplanasi belum tercapai dengan baik. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa mengenai fenomena alam dan fenomena sosial yang ada dikehidupannya. Hal itu dibuktikan dengan nilai murni yang diperoleh siswa pada pembelajaran materi teks eksplanasi, dari kesemua kelas XI di masing-masing jurusan hanya 65% (147
dari 223 siswa) memperoleh nilai ≤ 70, sedangkan nilai KKM untuk pembelajaran bahasa Indonesia di tingkat SMA/SMK adalah 75. Kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) juga termasuk didalamnya dan keas tersebut memperoleh nilai yang paling rendah diantara jurusan yang lainnya. Banyak siswa yang belum bisa menuliskan teks eksplanasi dengan baik dan benar. Berbeda halnya dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI pada sekolah lain yaitu di SMK Negeri 1 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan, tidak ada permasalahan yang terjadi ketika mengajarkan teks eksplanasi. Guru SMK Negeri 1 Tabanan dan guru di SMK Negeri 3 Tabanan justru mengatakan pembelajaran materi teks eksplanasi sangat menarik diajarkan kepada siswa. Pada pembelajaran materi teks eksplanasi siswa diajak untuk melihat fenomenafenomena alam yang pernah terjadi dalam kehidupannya. Ketika pembelajaran materi teks eksplanasi diajarkan, siswa dirasa lebih aktif bertanya mengenai tugas yang diberikan guru. Tercapainya tujuan pembelajaran yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia kelas XI di SMK Negeri 1 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan karena guru tersebut sudah mampu melaksanakan pengelolaan kelas dengan baik. Hal itu senada dengan pendapatnya Djamarah (2006:174) yang mengatakan bahwa suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Oleh karena itu, suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan intruksional khusus dari bahan tersebut. Terkait dengan keterampilan guru dalam melaksanakan pengelolaan kelas, peneliti telah melaksanakan observasi awal di SMK Negeri 2 Tabanan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran teks eksplanasi. Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan pada guru bahasa Indonesia yang
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 mengajar siswa kelas XI TKJ di SMK Negeri 2 Tabanan ditemukan bahwa pelaksanaan keterampilan pengelolaan kelas yang dilaksanakan oleh guru belum maksimal. Peneliti menemukan adanya kesenjangan yang dilakukan guru saat mengajar. Kesenjangan itu terlihat pada metode dan model pembelajaran berbeda dengan realita yang ada. Guru mengajar dengan spontanitas saja, bukan berdasarkan dengan RPP yang ada. Metode yang digunakan pada pembelajaran materi membandingkan dan memproduksi teks eksplanasi adalah metode diskusi, sedangkan model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Project Based Learning yang menuntut siswa untuk lebih kreatif belajar di kelas. Berdasarkan realita yang ada, guru tersebut tidak menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran. Guru hanya menjelaskan pembelajaran tanpa membuat siswanya aktif untuk bertanya. Selain itu, guru membiarkan siswanya untuk bermainmain di kelas dan mengobrol dengan teman-temannya tanpa menegurnya. Selain itu, guru tersebut tidak ada menuntun siswanya dalam menuliskan teks eksplanasi. Kondisi pembelajaran yang seperti itu membuat tujuan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru tidak tercapai dengan baik. Siswa tidak dapat memahami materi yang telah dijelaskan oleh guru dengan baik karena guru tidak memperhatikan siswanya dalam melaksanakan pembelajaran. prestasi belajar, serta keterampilan dan perubahan sikap yang positif. Dengan kata lain, kemampuan guru dalam pengelolaan kelas sangat dibutuhkan untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Sebagus apa pun bahan ajar yang diberikan guru kepada siswa, jika tidak disertai dengan penampilan yang baik dan cara yang tepat, hasilnya tidak akan memuaskan. Guru yang baik akan memahami benar antara dasar, tujuan isi pengajaran, penampilan (performance), alat-alat bantu mengajar, dan penguasaan keterampilan mengajar. Penelitian mengenai proses pembelajaran guru pernah dilakukan oleh Ni Pt. Eni Astuti pada tahun 2013 yang
berjudul “Analisis Perilaku Instruksional Guru dalam Mengelola Pembelajaran di Kelas Tinggi Sekolah Dasar (Ditinjau dari Teori Perkembangan Kognitif Piaget pada Para Guru SD di Gugus III Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng). Penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian expost facto dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif sebagai metode primer. Akan tetapi, penelitian ini menggunakan teori perkembangan kognitif piaget sebagai acuan analisisnya. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Merry Safitri (2014) yang berjudul “Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil oleh Guru Bahasa Indonesia di Kelas VII SMP Laboratorium Undiksha”. Selanjutnya, Ketut Desnaria (2015) juga melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Keterampilan Menjelaskan oleh Guru Bahasa Indonesia Kelas XI di SMA Negeri se-Kota Singaraja dalam Pembelajaran Menulis Naskah Drama berdasarkan Pengalaman Pribadi”. Selain itu, penelitian yang terkait juga dilakukan oleh W. Wiyanthini Dewi (2015) yang berjudul “Pengembangan Media Video Pembelajaran Keterampilan Bertanya dan Memberi Penguatan pada Mata Kuliah Pengajaran Mikro”. Tampak sudah ada penelitian yang menyangkut keterampilan dasar mengajar yakni keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan menjelaskan dan keterampilan guru dalam memberikan penguatan. Penelitian mengenai keterampilan pengelolaan kelas guru, khususnya pada pembelajaran teks eksplanasi tidak ditemukan. Selain itu, dengan melihat hasil pembelajaran materi teks eksplanasi yang dicapai oleh guru pada siswa kelas XI di SMK Negeri se-Kabupeten Tabanan berbeda-beda. Hal itulah yang membuat peneliti tertarik untuk mengajukan penelitian “Keterampilan Pengelolaan Kelas Guru Bahasa Indonesia dalam Pembelajaran Materi Teks Eksplanasi pada Siswa Kelas XI TKJ SMK Negeri seKabupaten Tabanan”. Peneliti ingin mendeskripsikan cara guru dalam melaksanakan pengelolaan kelas di SMK Negeri 1 Tabanan, SMK Negeri 2 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan .Adanya
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 perbedaan hasil pencapaian guru dalam mengajar membuat penelitian ini sangat penting untuk diteliti. Penelitian ini akan mampu dijadikan bahan perbandingan oleh guru-guru di sekolah lain untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan keterampilan pengelolaan kelas. Selain itu, penelitian ini akan dapat memberikan sumbangan positif kepada guru yang mengajar di kelas XI TKJ SMK Negeri 2 Tabanan dengan melihat cara yang dilakukan oleh guru di SMK Negeri 1 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan dalam melaksanakan keterampilan pengelolaan kelas dengan baik. Jika situasi kelas dapat dikelola dengan baik, maka siswa akan tertib dalam mengikuti pembelajara dan siswa dapat memahami pelajaran dengan baik. Peneliti memilih melaksanakan penelitian di SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan karena masing-masing sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah menengah kejuruan (SMK) terbaik di Bali. Masing-masing sekolah tersebut juga merupakan sekolah terfavorit di Kabupaten Tabanan. Dengan kata lain, lingkungan sekolah sangat mendukung pembelajaran yang berkualitas. Menurut Kepala Dinas Pendidikan di Kabupaten Tabanan Drs. I Putu Santika, M.Pd menyatakan bahwa SMK Negeri yang ada di Kabupaten Tabanan terdiri dari 3 Sekolah yakni, SMK Negeri 1 Tabanan, SMK Negeri 2 Tabanan, dan SMK Negeri 3 Tabanan. Oleh karena itu, peneliti menggunakan ketiga sekolah tersebut sebagai tempat penelitian. Peneliti menentukan guru yang mengajar siswa di kelas XI TKJ SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan sebagai subjek penelitian dengan menggunakan sistem sampel pilihan (porposive sampling). Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini ada dua, yaitu (1)bagaimanakah keterampilan pengelolaan kelas guru bahasa indonesia dalam pembelajaran materi teks eksplanasi pada siswa kelas XI TKJ SMK Negeri seKabupaten Tabanan?, (2) kendala-kendala apa saja yang dihadapi guru bahasa Indonesia dalam melaksanakan keterampilan pengelolaan kelas pada pembelajaran materi teks eksplanasi siswa
kelas XI TKJ SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan?.Oleh karena itu, tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan keterampilan pengelolaan kelas guru bahasa indonesia dalam pembelajaran materi teks eksplanasi pada siswa kelas XI TKJ SMK Negeri seKabupaten Tabanan, (2) mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi guru bahasa Indonesia dalam melaksanakan keterampilan pengelolaan kelas pada pembelajaran materi teks eksplanasi siswa kelas XI TKJ SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif kualitatif. Rancangan deskriptif kualitatif ini dipilih peneliti untuk memberikan suatu penggambaran yang jelas mengenai keterampilan pengelolaan kelas guru bahasa Indonesia dalam pembelajaran materi teks eksplanasi pada siswa kelas XI TKJ SMK Negeri seKabupaten Tabanan. Subjek penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia di kelas XI TKJ SMK Negeri se-Kabupaten Tabanan, sedangkan objek objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) keterampilan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia dalam melaksanakan pembelajaran materi teks eksplanasi (2) kendala-kendala yang dihadapi guru ketika melaksanakan pengelolaan kelas pada pembelajaran teks eksplanasi. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi (1) metode observasi, dan (2) metode wawancara. Instrumen yang digunakan dalam metode observasi adalah lembar catatan observasi dan dibantu oleh alat perekam handycam/handphone yang digunakan untuk merekam aktivitas guru dalam pengelolaan kelas saat pembelajaran berlangsung. Saat melaksanakan observasi, hasil observasi dicatat dalam lembar catatan tersebut. Catatan yang telah terkumpul dalam lembar observasi tersebut dianalisis dan disesuaikan dengan data perekaman untuk melihat cara guru dalam pengelolaan kelas. Di samping menggunakan metode observasi, peneliti juga menggunakan metode wawancara.
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 Instrumen yang digunakan dalam metode wawancara ini adalah lembar pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. Pedoman wawancara digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak terungkap melalui lembar observasi dan rekaman, seperti kendalakendala yang dialami guru ketika pengelolaan kelas. Selanjutnya, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dianalisis melalui langkahlangkah, sebagai berikut (1) identifikasi data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penyimpulan dan verifikasi data. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru bahasa Indonesia di SMK Negeri 1 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan sudah menjalankan keterampilan pengelolaan kelas dengan optimal, hanya saja guru bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Tabanan masih kurang optimal melaksanakan keterampilannya dalam pengelolaan kelas sehingga tujuan pembelajaran materi tek eksplanasi tidak dapat tercapai dengan baik. Hal itu menunjukkan bahwa, keterampilan pengelolaan kelas sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar atau memahami sesuatu yang telah diajarkan oleh gurunya. Senada dengan pendapat Djamarah (2006:173) yang mengatakan bahwa gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran sejalan dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu adalah prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemahaman siswa kelas XI TKJ di SMK Negeri 2 Tabanan mengenai pembelajaran materi teks eksplanasi masih rendah karena guru belum mampu melaksanakan keterampilan pengelolaan kelas dengan optimal. Hal itu dibuktikan dengan nilai murni yang diperoleh siswa
kelas XI TKJ pada pembelajaran materi teks eksplanasi hanya 65% (7 dari 11 siswa) memperoleh nilai ≤ 70, sedangkan nilai KKM untuk pembelajaran bahasa Indonesia di tingkat SMA/SMK adalah 75. Disamping itu, guru bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Tabanan juga kurang memperhatikan dan menanggulangi siswanya yang suka membuat masalah di kelas. Guru bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Tabanan tetap membiarkan siswanya melakukan penyimpangan tingkah laku dikelas tanpa memberikan teguran sedikitpun atas prilaku siswa tersebut. Kejadian yang seperti itu akan mengganggu konsentrasi siswa untuk belajar di kelas dan pemahaman siswa mengenai materi pembelajaran teks eksplanasi juga kurang maksimal. Selain itu, guru juga keseringan bercerita mengenai kehidupan pribadinya dibandingkan dengan materi yang diajarkannya. Hal itu membuat konsentrasi siswa terganggu dalam memahami pembelajaran teks eksplanasi. Berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia di SMK Negeri 1 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan dalam melaksanakan pengelolaan kelas, guru sudah mampu memahami bahwa pengelolaan kelas itu adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal. Saat melaksanakan pengelolaan kelas, guru sudah mampu mengarahkan dan mengontrol siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pelaksanaan tersebut diperoleh saat pelaksanaan wawancara mengenai pemahaman guru terhadap keterampilan pengelolaan kelas di SMK Negeri 1 Tabanan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang disampaikan Hasibuan & Moedjiono (2006:82) yang mengatakan bahwa keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya ke kondisi yang optimal jika terjadi gangguan, baik dengan cara mendisiplinkan ataupun melakukan kegiatan remidial).
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 Selain itu, guru di SMK Negeri 1 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan sudah menjalankan keterampilan pengelolaan kelas dengan baik, yaitu dapat dilihat dari cara guru melaksanakan pengelolaan kelas yang sudah sesuai dengan komponen-komponen yang terdapat dalam keterampilan pengelolaan kelas. Guru telah melakukan hal-hal yang dilakukan ketika melaksanakan pengelolaan kelas, mulai dari menunjukkan sikap tanggap dengan cara: memandang secara saksama, mendekati, memberikan pernyataan dan memberi reaksi terhadap gangguan di kelas. Selain itu, guru juga sudah terlihat mampu membagi perhatian secara visual dan verbal, memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan peserta didik dalam pembelajaran, menganalisis tingkah laku siswa yang mengalami masalah atau kesulitan dalam belajar, menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok, serta menemukan dan memecahkan tingkah laku siswa yang menimbulkan masalah. Seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005:91), halhal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah sebagai berikut (1) keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal dengan cara: (a) menunjukkan sikap tanggap, (b) membagi perhatian secara visual dan verbal, (c) memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan peserta didik dalam pembelajaran, (2) keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal dengan cara: (a) modifikasi perilaku, (b) pengelolaan kelompok, (c) menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah. Sama dengan pendapat Djamarah (2006:187) yang mengatakan bahwa komponenkomponen pengelolssn dapat diuraikan sebagai berikut (1) keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal terdiri dari (a) keterampilan sikap tanggap, (b) membagi perhatian, (c) pemusatan perhatian kelompok, (2) keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal terdiri dari (a)
masalah modifikasi tingkah laku, (b) pendekatan pemecahan masalah kelompok, dan (c) menemukan serta memcahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. Keterampilan yang paling sering guru lakukan dalam keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal adalah menunjukkan sikap tanggap. Keterampilan ini menggambarkan tingkah laku guru yang sadar serta tanggap terhadap perhatian mereka, terhadap keterlibatan mereka, tanggap terhadap ketidakacuhan dan ketidakterlibatan mereka dalam tugas-tugas di kelas. Siswa merasa bahwa “guru hadir bersama dengan mereka” dan tahu apa yang mereka perbuat. Pendapat ini sejalan dengan pendapatnya Isjoni (2007:92) yang mengatakan bahwa salah satu cara guru dalam keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal adalah keterampilan sikap tanggap yang ditujukan guru terhadap siswa. Cara yang dilakukan oleh guru dalam menunjukkan sikap tanggap adalah dengan cara memandang secara saksama. Memandang secara saksama dapat mengundang perhatian siswa untuk belajar. Cara ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Djamarah (2006:188) yang mengatakan bahwa salah satu cara untuk menunjukkan sikap tanggap yang harus dilakukan oleh guru selama melaksanakan pengelolaan kelas adalah memandang secara saksama. Cara lain yang diterapkan oleh guru selama menunjukkan sikap tanggap adalah gerak mendekati, memberi pernyataan, dan memberi rekasi terhadap angguan dan ketakacuhan. Seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005:91) yang mengatakan bahwa sikap tanggap guru dalam melaksanakan keterampilan pengelolaan kelas dapat dilakukan dengan cara mendekati, memberikan pernyataan dan memberi reaksi terhadap gangguan di kelas. Melalui hasil observasi pertama dan kedua ditemukan bahwa komponen menunjukkan sikap tanggap selalu digunakan guru yang ada di SMK Negeri 1 Tabanan, SMK Negeri 2 Tabanan dan SMK
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 Negeri 3 Tabanan saat mengajar siswa kelas XI TKJ. Setelah menunjukkan sikap tanggap, guru melanjutkan kegiatan pengelolaan kelas yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal adalah membagi perhatian secara visual dan verbal. Cara yang dilakukan oelh guru dalam membagi perhatian secara visual dan verbal adalah memberikan perhatian kepada siswa secara menyeluruh dan memberika apresiasi terhadap tingkah laku siswa di kelas. Dengan kata lain, guru dapat mengalihkan pandangannya dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain sedemikian rupa sehingga ia mengadakan suatu kontak pandang yang singkat terhadap sekelompok siswa atau seorang siswa secara individu. Sama seperti pendapat yang dikatakan oleh Isjoni (2007:94), yang mengatakan bahwa membagi perhatian secara visual dan verbal dapat dilakukan dengan cara mengalihkan pandangan guru dan memberikan singkat terhadap aktivitas siswa yang dilihatnya atau yang dilaporkan oleh siswa tersebut. keterampilan ini digunakan untuk memonitor kegiatan-kegiatan kelompok maupun individu, untuk mengadakan koreksi terhadap kegiatan siswa, untuk memberikan komentar atau memberi rekasi serta menegur siswa yang mengganggu. Penggunaan teknik visual maupun verbal ini menunjukkan bahwa guru menguasai kelas, dan terutama digunakan dalam kelompok kecil atau mengajar atas dasar perbedaan individu. Melalui hasil observasi, ditemukan bahwa komponen memberikan perhatian secara visual dan verbal hanya digunakan guru yang mengajar di SMK Negeri 1 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan pada siswa kelas XI TKJ (pengamatan satu dan dua). Komponen pengelolaan kelas yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal selanjutnya adalah pemusatan perhatian kelompok. Cara yang dilakukan oleh guru memusatkan perhatian kelompok pada
suatu tugas dengan memberikan beberapa tanda dan meminta pertanggungjawaban siswa atas kegiatan dan keterlibatannya dalam suatu kegiatan. Cara ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hasibuan dan Moedjiono (2006:90) yang mengatakan bahwa salah satu cara pemusatan perhatian kelompok yang harus dilakukan oleh guru selama diskusi berlangsung adalah merumuskan tujuan topik diskusi. Selain itu, komponen pemusatan perhatian kelompok selanjutnya adalah memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas dalam memberikan pembelajaran kepada siswa serta dapat menghentikan tingkah laku siswa yang menyimpang. Cara yang dilakukan guru di SMK Negeri 1 Tabanan, SMK Negeri 2 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan adalah memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas mengenai tugas yang telah diberikan. Hal ini senada dengan pendapat Isjoni (2007:95) yang mengatakan bahwa komponen pemusatan perhatian kelompok dapat dilakukan dengan cara memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas kepada siswa. Pengarahan dan petunjuk guru haruslah bersifat langsung, dengan bahasa yang jelas, dan tidak membingungkan serta dengan tuntunan yang wajar dan dapat dipenuhi oleh siswa. Suatu petunjuk yang jelas akan menghindari kebingungan siswa serta akan memungkinkan mereka untuk mau tunduk pada petunjuk tersebut. Komponen selanjutnya dalam melaksanakan pemustan perhatian kelompok adalah memberikan penguatan positif ketika diperlukan, memperlancar siswa untuk berpartisipasi terhadap kelompok dan kecepatan guru dalam menyajikan materi dalam pembelajaran. Cara yang dilakukan oleh guru dalam memberikan penguatan positif ketika diperlukan dan memperlancar siswa untuk berpartisipasi terhadap kelompok adalah mengeluarkan pernyataan untuk meyakinkan siswa bahwa ia pasti bisa. Hal
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 ini dilakukan oleh guru agar siswa termotivasi dan selalu beranggapan bahwa dirinya tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan. Siswa yang awalnya pasif, akan berubah secara perlahan menjadi aktif bila diberikan motivasi. Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong siswa agar bergairah dan aktif belajar (Djamarah, 2000:45). Kemudian, cara guru melaksanakan kecepatan dalam menyajikan materi dalam pembelajaran adalah dengan tidak mengulang pendapat siswa dan tidak menjelaskan materi yang tidak berkaitan dengan materi teks eksplanasi. Sesuatu yang seharusnya jadi kunci utama yang harus diingat oleh siswa akan buyar begitu saja dengan penjelasan yang bertele-tele. Djamarah (2006:193) mengatakan bahwa penjelasan yang bertele-tele merupakan kesalahan yang dilakukan oleh guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar, kesalahan ini terjadi bila pembicaraan guru bersifat mengulang hal-hal tertentu, memperpanjang keterangan atau penjelasan, mengubah teguran yang sederhana menjadi ocehan atau kupasan yang panjang. Cara ini diterapkan oleh guru yang mengajar di SMK Negeri 1 Tabanan dan 3 Tabanan pada siswa kelas XI TKJ (pengamatan pertama dan kedua). Guru yang mengajar di SMK 2 Tabanan tidak ada menunjukkan pengajaran yang seperti itu (pengamatan pertama dan kedua). Kegiatan terakhir yang dilakukan oleh guru saat melaksanakan pengelolaan kelas adalah keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal. Cara guru dalam melaksanakan keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal adalah menganalisis tingkah laku siswa yang mengalami masalah atau kesulitan dalam belajar, menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dan menemukan dan memecahkan tingkah laku siswa yang menimbulkan masalah. Cara yang dilakukan oleh guru dalam menganalisis tingkah laku siswa adalah sebagai penengah apabila terjadi perdebatan dalam suatu kelompok diskusi. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamarah (2006:194) mengenai pendekatan masalah kelompok
yang mengatakan bahwa guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara memperlancar tugas-tugas dan memelihara kegiatan-kegiatan kelompok agar terjalin kerja sama yang baik dalam pembuatan tugas. Komponen-komponen yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pengelolaan kelas sudah dilakukan oleh guru sesuai dengan teori yang ada. Akan tetapi, guru yang mengajar di SMK Negeri 1 Tabanan, SMK Negeri 2 Tabanan dan SMK Negeri 3 Tabanan melakukan kegiatan pengelolaan kelas yang tidak konsisten. Peneliti tidak bisa mengonfirmasi hasil penelitian ini dengan hasil penelitian yang telah ada karena penelitian mengenai keterampilan pengelolaan kelas masih jarang. Penelitian sejenis yang terkait dengan keterampilan dasar mengajar yang berbeda-beda, tentunya hasil penelitianya akan berbeda dengan penelitian ini. Jadi, peneliti hanya mengonfirmasi kesesuaian antara teori yang telah ada dengan kenyataan di lapangan mengenai keterampilan pengelolaan kelas. Kendala-kendala yang dialami oleh guru bahasa Indonesia di SMK Negeri seKabupaten Tabanan saat melaksanakan pengelolaan kelas berasal dari faktor guru, siswa dan waktu. Kendala yang berasal dari faktor guru adalah kurang tegasnya guru dalam melaksanakan pengelolaan kelas sehingga masih banyak siswa sibuk sendiri yang mengakibatkan suasana kelas kurang kondusif. Hal tersebut memang tidak selalu terjadi, tetapi guru harus lebih tegas ketika melaksanakan pengelolaan kelas agar pembelajaran dari awal hingga akhir berjalan sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran. Bagaimanapun, kelas harus tetap tenang saat melakukan pembelajaran di kelas. Jika ada anggota kelompok yang membuat kegaduhan, guru akan memberikan peringatan. Oleh karena itu, guru harus mampu memahami cara dalam melaksanakan pengelolaan kelas. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Harsanto (2007:42) yang menyatakan bahwa “Guru perlu memahami kiat dan siasat dalam mengelola kelas agar guru mampu menyiasati tingkah laku siswa yang menyimpang”.
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016
Pemahaman guru tentang siswa juga termasuk kendala-kendala yang berasal dari faktor guru dalam keterampilan pengelolaan kelas. Hal ini dikarenakan guru hanya menjalankan tugasnya untuk mengajar saja tanpa memperhatikan siswanya di dalam melaksanakan pembelajaran. Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta didik dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami peserta didik dan latarbelakangnya, mungkin tidak tahu caranya atau pun karena beban mengajar guru yang di luar batas kemampuannya yang wajar karena mengajar di berbagai sekolah sehingga guru datang ke sekolah semata-mata untuk mengajar (Rohani,2004:158). Kendala lain muncul dari faktor guru adalah menajemen waktu. Waktu pembelajaran yang banyak tersita dengan kegiatan berdiskusi dan bercerita mengenai persoalan-persoalan di luar materi membuat waktu terbuang sia-sia. Kegiatan berdiskusi memang membutuhkan waktu yang relatif lebih banyak dibandingkan menggunakan metode lain. Dalam keterampilan pengelolaan kelas, guru masih agak sulit dalam mengatur waktu sehingga saat berdiskusi dalam membahas tugas siswa di kelas kekurangan waktu. Hal tersebut memang merupakan salah satu keterbatasan dari penggunaan metode diskusi memakan waktu. Seperti yang diungkapkan dengan Djamarah (2000:158) bahwa diskusi memakan waktu. Dalam mebuat keputusan, diskusi di dalam kelompok menemukan pertimbanganpertimbangan yang memakan waktu daripada kalau keputusan itu dibuat secara individu. Selain itu, diskusi tidak hanya memakan waktu, tetapi juga pemborosan waktu. Diskusi yang tidak mendapatkan pengarahan dapat melantur dan tidak relevan, dapat salah satu batal karena salah informasi, dan dapat membingungkan karena kombinasi yang tidak pada tempatnya. Untuk mengatasi kekurangan waktu, guru lebih matang mempersiapkan masalah dan memperhatikan waktu yang akan dipergunakan. Guru tidak akan membuang-buang waktu terlalu banyak
dengan terlalu lama memberikan pemahaman mengenai materi. Hal tersebut senada dengan pendapat Rohani (2004:29) yang mengatakan bahwa waktu pengajaran seharusnya tidak terbuang sia-sia. Guru jangan terlalu banyak bergurau di dalam kelas pengajaran. Guru jangan banyak memberi kesempatan pada peserta didik untuk menyia-nyiakan waktu dalam kelas pengajaran. Disiplin waktu dan disiplin kelas perlu dihargai oleh setiap subjek pengajaran. Selain itu, kendala yang berasal dari guru berkaitan dengan kegiatan spontanitas guru dalam melaksanakan pengelolaan kelas. Guru secara tidak langsung atau tidak sengaja melaksanakan tingkah laku yang menyimpang pada saat kegiatan belajar mengajar. Senada dengan pendapat Djamarah (2006:188) yang mengatakan bahwa “Kesalahan yang paling sering dilakukan oleh guru dalam pengelolaan kelas adalah kegiatan spontanitas guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar.” Kendala yang berasal dari siswa berkaitan dengan perbedaan tingkat pemahaman siswa terhadap masalah atau materi yang akan didiskusikan sangat berhubungan dengan intelegensi siswa. Djamarah (2000:57) mengemukakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk memahami dan beradaptasi dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat. Pengetahuan mengenai tingkat kemampuan intelektual atau intelegensi siswa akan membantu pengajar menentukan apakah siswa mampu mengikuti pengajaran yang diberikan, serta meramalkan keberhasilan atau gagalnya siswa yang bersangkutan bila telah mengikuti pengajaran yang diberikan (Slameto,2003:128). Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada siswa yang memiliki intelegensi yang
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 rendah. Kenyataan di lapangan menunjukkan guru lebih mudah mengajar di kelas unggulan karena lebih cepat memahami materi daripada siswa di kelas nonunggulan. Cara guru untuk mengatasi kendala ini dengan memberikan contohcontoh yang lebih nyata dan menjelaskan lebih detail lagi masalah ataupun materi yang didiskusikan. Kendala dari siswa lainnya adalah kurang fokusnya siswa dan siswa sering melakukan hal-hal di luar perintah guru. Biasanya, ketika guru membuka pelajaran dan ketika guru sudah membagikan kelompok., siswa dalam kelompok mulai sibuk berbicara dengan anggota kelompok atau teman sebangkunya mengenai hal-hal di luar pembelajaran. Hal ini tentu mengganggu jalannya aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Slameto (2003:56) menyatakan bahwa untuk menjamin hasil belajar yang baik. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, timbullah kebosanan, tidak suka lagi belajar. Cara guru dalam mengatasi kelas yang gaduh dan susah diatur adalah guru meminta membuat tugas individu yang nantinya akan dikumpulkan. Cara itu bisa mengurangi kegaduhan siswa dalam kelas karena selain fokus memecahkan masalah dengan berdiskusi, siswa juga memiliki tanggungjawab sendirisendiri sehingga tidak ada lagi siswa yang berbicara di luar topik. Selain itu, kendala dari siswa adalah kondisi siswa yang berbeda di setiap pertemuan yang mengharuskan guru senantiasa harus bekerja ekstrakeras dalam membimbing siswa yang pendiam atau pasif di kelas. Jika siswa yang pasif atau pendiam di kelas dibiarkan begitu sajatanpa adanya perhatian khusus, maka siswa itu tidak akan pernah bisa menuangkan ideya di dalam pembuatan tugas. Hal ini tentu akan berakibat buruk bagi bagi siswa yang bersangkutan. Cara yang dilakukan oleh guru agar siswa yang pasif menjadi aktif adalah dengan memotivasi siswa yang memberikan perhatian lebih kepada siswa tersebut. Guru juga selalu memberikan pernyataan yang mengatakan bahwa siswa pasti bisa melakukan atau mengerjakan tugas yang diberikan secara berkelompok. Hal tersebut
sependapat dengan Walker (dalam Rohani, 2004:10) mengenai prinsip motivasi yang menyatakan bahwa suatu aktivitas belajar sangat lekat dengan motivasi. Jika terdapat anak didik yang kurang termotivasi untuk belajar, peranan motivasi ekstrinsik yang bersumber dari luar diri anak didik sangat diperlukan (Djamarah, 2000:64). Motivasi ekstrinsik ini bisa diberikan dalam bentuk ganjaran, pujian, hadiah, dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Astuti, Ni Pt. Eni, dkk. 2014. “Analisis Perilaku Instruksional Guru dalam Mengelola Pembelajaran di Kelas Tinggi Sekolah Dasar. (Ditinjau dari Teori Perkembangan Kognitif Piaget pada Para Guru SD di Gugus III Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng).” Jurnal (tidak diterbitkan). Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar, Vol: 3. Desnaria, Ketut, dkk. 2013. “Implementasi Keterampilan Menjelaskan oleh Guru Bahasa Indonesia Kelas XI Di SMA Negeri Se-Kota Singaraja dalam Pembelajaran Menulis Naskah Drama Berdasarkan Pengalaman Pribadi.” Jurnal (tidak diterbitkan). e-Journal Edutech Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol: 3, No: 1. Dewi,
N. W. Wiyanthini, dkk. 2015. “Pengembangan Media Video Pembelajaran tentang Keterampilan Bertanya dan Memberi Penguatan pada Mata Kuliah Pengajaran Mikro.” Jurnal (tidak diterbitkan). e-Journal Edutech Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Teknologi Pendidikan, Vol: 3, No: 1.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:PT Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: PT Rineka Cipta.
e-Journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha 2016 Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016
Emilia, E. 2011. Pendekatan Genre-Based dalam Pengajaran Bahasa Inggris: Petunjuk untuk Guru. Bandung: Rizqi Press. Hasibuan dan Moedjiono. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Harsanto, Radno. 2007. Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius. Isjoni,H dkk. 2007. Pembelajaran Visioner Perpaduan Indonesia-Malaysia. Yogyakarta: Pustaka. Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 SMA/MA dan SMK/MAK Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan SMP/MTs. Jakarta: PT Bumi Aksara. Mahsum. 2014. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Jakarta: Rajawali Pers. Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Professional. Bandung: Pt Remaja Rosda Karya.
Permendikbud. 2013. Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sumber http://bsnp-indonesia.org/id/. Rohani, Ahmad. 2004. Pengajaran. Jakarta: Cipta.
Pengelolaan PT Rineka
Safitri, Merry, dkk. 2014.“Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil oleh Guru Bahasa Indonesia Di Kelas VII SMP Laboratorium Undiksha”. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Sufanti, Main. 2013. “Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks: Belajar Dari Ohio Amerika Serikat”. http://publikasiilmiah.ums.ac.id diakses 16 Januari 2014.