LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : SK.335/Menhut-II/2004 Tanggal : 31 Agustus 2004
KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM PT. INTRACAWOOD MANUFACTURING Ketentuan I.
TUJUAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam bertujuan meningkatkan potensi dan produktifitas sumber daya hutan, serta kepentingan masyarakat, pembangunan industri dan eksport. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang meliputi penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan, perlindungan/ pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan RKUPHHK menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan.
Ketentuan II.
PELAKSANAAN PT. INTRACAWOOD INDUSTRIES sebagai pemegang IUPHHK pada hutan alam yang untuk selanjutnya disebut sebagai pemegang izin, melaksanakan kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam pada areal kerja yang telah ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan uraian sebagai berikut : A. PERENCANAAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU 1. Inventarisasi Hutan : Pemegang izin diwajibkan untuk melaksanakan inventarisasi hutan untuk memperoleh data/ informasi yang akurat, terpercaya dan terbaru mengenai keadaan fisik daerah, alam flora dan fauna dari seluruh areal kerja IUPHHK pada hutan alam, serta sosial budaya masyarakat di dalam dan disekitarnya guna penyusunan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK, RKL dan RKT) pada hutan alam dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Penataan Hutan : a. Pemegang izin harus membentuk dan mengelola seluruh areal kerjanya seluas ± 195.110 (seratus sembilan puluh lima ribu seratus sepuluh) hektar termasuk di dalamnya kawasan lindung (kelerengan > 40%) seluas ± 20.290 (dua puluh ribu dua ratus sembilan puluh) hektar, buffer zone Hutan Lindung seluas ± 4.970 (empat ribu sembilan ratus tujuh puluh) hektar, Buffer zone High Conservation Value Forest (HCVF) seluas ± 7.425 (tujuh ribu empat ratus dua puluh lima) hektar tidak boleh ditebang dan pengamanannya menjadi tanggung jawab PT. INTRACAWOOD MANUFACTURING, sebagaimana dilukiskan pada Peta Areal Kerja terlampir. b. Pemegang izin harus melaksanakan tata batas dan pengukuran serta pemetaan terhadap seluruh areal kerjanya paling lambat
3 (tiga) bulan sejak izin diterbitkan dan diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) tahun dan selanjutnya ditetapkan areal kerjanya. c.
Pemegang izin harus melaksanakan pembagian areal kerjanya dan menjadi blok-blok, dan petak-petak kerja permanen usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dengan tandatanda batas yang jelas dan permanen yang dapat berupa batasbatas alam atau batas-batas buatan serta pembukaan wilayah hutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
d. Pemegang izin harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan segala akibat yang timbul dari pelaksanaan kegiatan yang dilakukannya atas tanah milik perseorangan atau tanah yang dibebani hak lain. 3. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) Pada Hutan Alam a. Pemegang izin harus melakukan usaha pemanfaatan hutan pada areal kerjanya sedemikian rupa sehingga setiap tahun selalu ada kegiatan pembinaan, pemeliharaan, perlindungan/ pengamanan hutan dan kegiatan usaha pemanfaatan hutan lainnya secara terus menerus setiap tahun selama jangka izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam berlaku. b. Pemegang IUPHHK harus melaksanakan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam berdasarkan RKUPHHK pada hutan alam yang dinilai dan disahkan oleh Departemen Kehutanan yang meliputi seluruh jangka waktu berlakunya izin, Rencana Kerja Lima Tahun Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKLUPHHK) pada hutan alam dan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaataan Hasil Hutan Kayu (RKTUPHHK) pada hutan alam. c.
Pemegang izin wajib menyusun RKUPHHK pada hutan alam selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak izin diterbitkan, berdasarkan hasil penafsiran potret udara/citra landsat, dan atau dari informasi penunjang lainnya, serta menyerahkannya kepada Departemen Kehutanan untuk memperoleh pengesahan. Penyusunan dan penyerahan RKUPHHK pada hutan alam tersebut dilaksanakan sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan.
d. RKUPHHK pada hutan alam tersebut di atas secara keseluruhan merupakan satu kesatuan rencana yang saling kait mengait dan menentukan serta disusun sesuai dengan pedoman penyusunan RKUPHHK pada hutan alam yang berlaku. RKUPHHK pada hutan alam yang telah disahkan tidak dapat direvisi kecuali dengan izin Departemen Kehutanan. B. ORGANISASI PERUSAHAAN 1. Pemegang izin diwajibkan menyusun Struktur Organisasi Perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Dalam waktu selama-lamanya 2 (dua) tahun sejak izin diterbitkan, harus sudah ada tenaga teknis kehutanan yang duduk sebagai salah satu Direksi dan atau Komisaris pada perusahaan. C. ADMINISTRASI DAN TATA LAKSANA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU 1. Pungutan / Iuran
Pemegang izin wajib membayar Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (d/h IHPH), Dana Reboisasi, Provisi Sumber Daya Hutan, serta iuran-iuran lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Pelaporan Pemegang izin harus membuat laporan kegiatan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. 3. Pemegang izin wajib memberikan semua data dan bantuan kepada petugas-petugas kehutanan atau pejabat-pejabat yang berwenang yang melaksanakan pemeriksaan. Ketentuan III. A. PEMANFAATAN KAYU 1. Sistem Silvikultur a. Pemegang izin harus melaksanakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada areal hutan seluas ± 154.075 (seratus lima puluh empat ribu tujuh puluh lima) hektar (± 195.110 hektar - ± 20.290 hektar - ± 4.970 hektar - ± 7.425 hektar), yang terletak di kelompok hutan Sungai Sesayap, Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur, dengan benar dan bersungguh-sungguh, berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. Pemegang izin diwajibkan untuk merehabilitasi/ melaksanakan penanaman hutan pada areal bekas penebangan atau pada areal tidak berhutan/ tidak produktif/ semak belukar/ tanah kosong melalui RKUPHHK pada hutan alam yang telah disahkan Departemen Kehutanan. b. Untuk tercapainya kelestarian hutan Pemegang izin diberikan Jatah Produksi Tahunan dengan kisaran : - Etat luas maksimum = 3.669 hektar/tahun; - Etat volume maksimum (JPT) = 104.817 m3/tahun; - Etat jumlah batang maksimum = 25.571 batang/tahun; yang selanjutnya dapat ditetapkan sesuai RKUPHHK pada hutan alam yang didasarkan pada inventarisasi tegakan, potret udara atau citra satelit dan disyahkan oleh pejabat yang berwenang. c.
Pemegang izin harus mempergunakan cara-cara penebangan kayu dan atau mengangkut hasil hutan lainnya yang sesuai dengan keadaan wilayah kerjanya dengan tidak meninggalkan azas kelestarian hutan dan keseimbangan lingkungan.
d. Semua kegiatan pemanfaatan dan penebangan kayu harus dilaksanakan dengan cara yang tidak mengakibatkan adanya pemborosan dan kerugian-kerugian sumber daya alam. e. Pemegang izin tidak dibenarkan menebang jenis kayu yang dilindungi tanpa ijin khusus yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. f.
Pemegang izin tidak dibenarkan menebang melampaui jatah tebang yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Tahunan.
g. Pemegang izin dilarang melaksanakan penebangan hutan di luar areal yang telah ditetapkan di dalam Rencana Kerja Tahunan yang telah disyahkan.
h. Pemegang izin dilarang menebang di luar areal kerja izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam. i.
Hak pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu dari penduduk yang diterbitkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku atau hak adat setempat tetap berlaku dan wajib diindahkan oleh Pemegang izin.
2. Jaringan Jalan Pemegang izin harus membangun dan memelihara jaringan jalan di dalam areal kerjanya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku tentang pembuatan jalan angkutan hasil hutan serta sesuai dengan RKUPHHK pada hutan alam yang telah disahkan. Jaringan jalan angkutan hasil hutan dalam areal kerja dibuat dengan ketentuan : a. Jaringan jalan utama sejauh mungkin disesuaikan dengan rencana pembangunan jalan umum yang dilakukan oleh Pemerintah. b. Pada daerah yang berawa, Pemegang izin dibenarkan membangun jalan rel sebagai jaringan jalan utamanya. c.
Pemegang izin wajib tetap memelihara bekas jalan angkutan kayu dalam hal ini jalan utama dan jalan cabang dengan tujuan untuk dipertahankan sebagai jalan pengawasan dan pemeliharaan hutan.
d. Pemegang izin wajib mengatur penggunaan dan pemanfaatan semua jalan besar atau kecil dan jalan pengangkutan lainnya baik untuk keperluan sendiri, pihak lain, maupun masyarakat disekitarnya dengan sebaik-baiknya, dengan tetap memperhatikan perlindungan dan pengamanan areal kerjanya terutama dari pencurian, perambahan hutan dan peladang berpindah. 3. Peralatan Logging a. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan di areal kerjanya, Pemegang izin diwajibkan untuk memperoleh izin memasukkan dan penggunaan peralatan serta izin perpanjangan penggunaan peralatan dari Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. b. Setiap pemindahan peralatan yang digunakan ke tempat lain di luar areal kerjanya perlu mendapatkan persetujuan dari Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku. c.
Setiap peralatan yang tidak dipergunakan lagi dan atau direncanakan untuk dapat dihapuskan agar dibuat berita acara sebagai penghapusan peralatan.
d. Pemegang izin wajib melaporkan peralatan yang dipergunakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Penanaman Modal a. Untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam, Pemegang izin akan menanamkan modalnya sebesar US$ 124.924.750 (seratus dua puluh empat juta sembilan ratus dua puluh empat ribu tujuh ratus lima puluh US dollar).
b. Perubahan penanaman modal dilaksanakan sesuai dengan persetujuan Pemerintah. c.
Pemegang izin wajib menyampaikan laporan keuangan mengacu pada Pedoman Standart Akuntansi Keuangan No. 32 kepada Departemen Kehutanan selambat-lambatnya pada akhir semester pertama tahun berikutnya.
B. PENGOLAHAN 1. Untuk kepentingan industri pengolahan kayu secara nasional, Pemegang izin wajib meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas industri pengolahan kayu yang telah dimiliki, mengembangkan industri hilir dengan orientasi eksport dan membantu keperluan bahan baku, dan pengembangan industri pengolahan kayu lainnya, serta berperan sebagai Bapak angkat bagi industri pendukung/ terkait. 2. Pemegang izin wajib meningkatkan kemampuan rekayasa, rancang bangun, dan pengembangan perangkat lunak lainnya bagi peningkatan dan pengembangan industri pengolahan kayu. C. PEMASARAN 1. Pemegang izin diwajibkan memberikan informasi tentang data pemasaran setiap saat diperlukan Pemerintah. 2. Pemegang izin harus selalu meningkatkan pemasaran baik untuk dalam negeri maupun luar mengembangkan konsep, strategi dan perencanaan harus berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri harga yang wajar.
pengembangan negeri dengan pemasaran dan dengan tingkat
3. Pemegang izin harus mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam pemasaran hasil hutan. 4. Pemegang izin harus mempekerjakan tenaga grader dan scaler secukupnya sebanding dengan volume hasil hutan yang dihasilkan. 5. Pemegang izin harus mentaati peraturan perundangan tentang peredaran hasil hutan yang diatur dalam Penatausahaan Hasil Hutan. 6. Pemegang izin sejauh mungkin harus memiliki perwakilan di pusatpusat pemasaran hasil hutan dan membantu Pemerintah dalam analisa perencanaan dan pelaksanaan pemasaran dalam rangka memantapkan pasaran hasil hutan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. D. PERMUDAAN DAN PEMELIHARAAN HUTAN Berdasarkan komposisi jenis dan struktur tegakan hutan pada areal berhutan yang diusahakan dengan sistem silvikultur yang sesuai untuk mempertahankan dan meningkatkan kelestarian hasil, Pemegang izin harus melaksanakan : 1. Pengamanan tegakan tinggal dalam melaksanakan penebangan, penyaradan dan pengangkutan agar kerusakan tegakan yang ditinggal dan erosi sejauh mungkin dapat dihindarkan, yaitu dengan cara : a. Penandaan/ penomeran pohon-pohon yang akan ditebang dan yang ditinggalkan sebagai pohon inti atau pohon induk.
b. Penebangan dilaksanakan hanya pada petak yang potensinya memenuhi ketentuan, serta pada pohon berdiameter minimal 60 (enam puluh) cm di hutan produksi terbatas dengan arah rebah yang tepat. c.
Penebangan pada sekitar daerah-daerah perlindungan dan sekitar daerah-daerah yang dinyatakan mempunyai nilai estetika atau ilmiah yang tinggi harus dibuat jalur penyangga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tempat pengumpulan kayu dan jalan sarad dibuat sebaikbaiknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Pemegang izin wajib melaksanakan meningkatkan nilai hutan, melalui :
upaya-upaya
untuk
a. Melaksanakan penanaman, perkayaan, permudaan dan pemeliharaan hutan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dan sesuai dengan RKUPHHK pada hutan alam yang telah disahkan. b. Membuat tanaman pada lahan yang tidak produktif dan pada tanah-tanah kosong terutama pada daerah-daerah rawan dan yang berbatasan dengan lahan penduduk disekitarnya. c.
Pemegang izin harus melaksanakan rehabilitasi areal tidak produktif/ tanah kosong minimal 300 ha/tahun dan sudah dapat diselesaikan dalam waktu 10 tahun.
3. Pemegang izin wajib membuat permanent plot untuk mengukur pertumbuhan/ riap tegakan hutan minimal 100 Ha/RKL dan mengukur debet air serta mutu air sungai akibat dampak erosi. 4. Pemegang izin wajib membuat kebun bibit seluas 100 ha/RKL disesuaikan dengan tanaman unggulan/ andalan setempat, serta perlu mengadakan kebun pangkas. 5. Pemegang izin wajib menyediakan areal seluas 300 ha yang digunakan untuk menjaga dan melindungi plasma nutfah. 6. Pemegang izin wajib menanamkan modalnya dan menyisihkan sebagian dari keuntungannya untuk pembinaan, rehabilitasi dan pembangunan hutan baik di bekas areal tebangan TPTI maupun di kawasan tidak produktif untuk tanaman. E. PENELITIAN Dalam rangka pengembangan serta peningkatan pengusahaan perlu didukung oleh berbagai penelitian, oleh karenanya Pemegang izin wajib : 1. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan pelestarian alam, produktivitas produksi hasil hutan dan lain-lain yang berkaitan dengan usaha pemanfaatan hutannya. 2. Mendukung penelitian yang dilakukan oleh pihak lain dalam rangka peningkatan usaha pemanfaatan hutan. F. PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN 1. Kebakaran Hutan Untuk mencegah wajib :
terjadinya
kebakaran hutan, Pemegang izin
a. Menyediakan sarana dan prasarana (biaya, tenaga-tenaga satpam, peralatan, menara pengawas, ilaran api) pencegahan kebakaran hutan pemadam kebakaran dalam jumlah yang memadai sesuai dengan luas dan keadaan areal kerjanya. b. Ikut aktif melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di dalam areal kerjanya dan di sekitarnya antara lain dengan mengamankan semua kegiatan eksploitasinya yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran serta mengamankan penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar. c.
Segera melaporkan pada instansi kehutanan setiap terjadinya kebakaran di areal kerjanya.
2. Perambahan hutan a. Pemegang izin harus mencegah, menghindarkan dan menanggulangi terjadinya tindak pelanggaran oleh pihak lain yang menyebabkan kerusakan hutan dalam areal kerjanya, antara lain mencegah adanya perladangan berpindah dan penebangan liar. b. Apabila terjadi perambahan hutan dan atau tebangan liar oleh pihak ke 3 (tiga) atau pihak lain, maka pemegang izin bertanggung jawab dan segera melaporkan kepada pihak yang berwajib. c.
Untuk melaksanakan perlindungan hutan, perusahaan diwajibkan membentuk Satuan Pengamanan (Satpam) dengan kwalifikasi terdidik dan dalam jumlah yang memadai.
3. Perlindungan terhadap tumbuh-tumbuhan a. Pemegang izin tidak dibenarkan menebang pohon-pohon dan memungut tumbuh-tumbuhan lain yang ditetapkan sebagai jenis yang dilindungi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. b. Pemegang izin tidak boleh melakukan penebangan dengan radius atau jarak sampai dengan 500 m dari tepi waduk atau danau; 200 m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 100 m dari kiri kanan tepi sungai; 50 m kiri kanan tepi anak sungai; 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang; 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai, kecuali atas izin Menteri Kehutanan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. c.
Pemegang izin harus aktif dalam pengembangan dan perlindungan sumber daya alam, dan harus mencegah terjadinya dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari kegiatan yang dilaksanakan dengan memperhatikan hasilhasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah disusun dan telah disetujui Komisi Pusat AMDAL Departemen Kehutanan/ Daerah.
d. Pemegang izin segera melaporkan setiap terjadinya kerusakan dan gangguan hama penyakit terhadap hutan dan hasil hutan di areal kerjanya. 4. Perlindungan terhadap satwa liar a. Pemegang izin tidak dibenarkan melakukan perburuan baik atas satwa-satwa liar dan atau satwa yang dilindungi yang terdapat di areal kerjanya tanpa ijin.
b. Pemegang izin harus mencegah terjadinya perburuan liar di areal kerjanya. c.
Untuk menjamin dan memelihara terselenggaranya perlindungan terhadap satwa liar, usaha pemanfaatan hutan dilaksanakan sedemikian rupa sesuai peraturan perundangan yang berlaku sehingga tidak terdapat satwa liar yang terjebak di dalam areal yang diusahakan.
5. Perlindungan terhadap obyek-obyek yang bernilai ilmiah dan budaya a. Pemegang izin harus mencegah atas terjadinya kerusakankerusakan terhadap obyek-obyek yang bernilai ilmiah dan budaya. b. Pemegang harus segera melaporkan bila menemukan tempattempat yang bernilai ilmiah dan budaya. c.
Ketentuan IV.
Untuk menjamin dan memelihara terselenggaranya kelestarian hutan lindung, dan hutan konservasi, Pemegang izin wajib menyediakan daerah penyangga yang berbatasan dengan kawasan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sarana usaha pemanfaatan hutan yang diperbolehkan diadakan pada daerah penyangga hanya pembuatan jalan sarad.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN A. Pembangunan Masyarakat 1. Fasilitas pembangunan masyarakat, Pemegang izin harus membantu Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan masyarakat di dalam dan di sekitar areal kerjanya seperti : a. Pengadaan tempat-tempat ibadah b. Pengadaan fasilitas-fasilitas pendidikan c. Pengadaan fasilitas-fasilitas kesehatan 2. Pemegang izin diwajibkan melaksanakan pembinaan minimal 1 (satu) desa yang ada di dalam/ sekitar areal kerja. 3. Pemegang izin diwajibkan membina dan mengembangkan Koperasi Karyawan dan/atau KUD dan atau Koperasi Primer lainnya yang ada di dalam/ di sekitar areal kerjanya. 4. Pemegang izin wajib melakukan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diterbitkan. Bentuk kerjasama dapat berupa penyertaan saham dan atau kerjasama usaha pada segmen kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam. B. Akses untuk Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu dan Kayu Pemegang izin memberi kesempatan kepada masyarakat sekitar hutan untuk melakukan pemungutan hasil hutan bukan kayu dan kayu baik secara perorangan maupun koperasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. C. Hak Adat Pemegang izin wajib memberikan ijin kepada masyarakat hukum adat/ masyarakat tradisional dan anggotanya yang berada di dalam areal kerjanya untuk memungut, mengambil, mengumpulkan, mengangkut dan menjual hasil hutan ikutan seperti : Rotan, Sagu, Madu, Damar, Buah-buahan, Getah-getahan, Rumput-rumputan, Bambu, Kulit kayu
dan lain sebagainya sepanjang hasil hutan tersebut untuk memenuhi/ menunjang kehidupan sehari-hari. Ketentuan V.
KETENAGAKERJAAN A. Penggunaan Tenaga Kerja Pemegang izin harus menggunakan tenaga kerja Indonesia yang terlatih, terampil dan ahli dalam jumlah yang cukup untuk semua bidang dan jenis pekerjaan dan jasa yang diperlukan. Untuk tenaga ahli kehutanan, minimal memperkerjakan tenaga-tenaga sarjana kehutanan bidang perencanaan dan penataan hutan, bidang pengelolaan hutan dan tenaga-tenaga ahli pengukuran dan pengujian kayu. Pemegang izin diwajibkan untuk mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Tahunan kepada Departemen Kehutanan. B. Program Pendidikan dan Latihan Tenaga Kerja Pemegang izin harus melaksanakan pendidikan dan latihan bagi sebanyak-banyaknya tenaga kerja Indonesia untuk membina meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan dan keahliannya, dan disamping itu Pemegang izin diwajibkan mengikutsertakan tenaga kerja pada setiap pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh Pemerintah sepanjang menyangkut bidang kegiatannya. C. Pemutusan Hubungan Kerja Pada setiap terjadinya pemutusan hubungan kerja karyawan harus diperlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. D. Kesejahteraan, Kesehatan dan Keselamataan Kerja 1. Fasilitas pengobatan, Pemegang izin : a. Harus mendirikan klinik dengan kapasitas minimum 6 (enam) tempat tidur lengkap dengan tenaga medis yang cukup dan bekerja penuh untuk Pemegang izin. b. Harus menyediakan pelayanan pengobatan kepada seluruh karyawannya dan anak istrinya. c.
Memberikan kemudahan bagi anggota masyarakat setempat dapat turut menggunakan fasilitas klinik tersebut dengan biaya seringan mungkin.
d. Harus menyediakan pos-pos pertolongan pertama pada tempattempat yang diperlukan. 2. Tempat tinggal karyawan dan kegiatan loging Dalam pelaksanaan pembangunan base camp, Pemegang izin harus memenuhi ketentuan-ketentuan : a. Pembangunan rumah/ barak untuk karyawan harus memenuhi kelayakan ruang tempat yang sehat. b. Penggunaan lahan hutan untuk pembangunan base camp harus sesuai dengan kebutuhan. c.
Pembangunan base camp di areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu perusahaan lain atau tanah milik orang lain, harus ada persetujuan tertulis dari yang bersangkutan atau pemilik tanah.
Ketentuan VI.
LAIN-LAIN A. Perubahan Luas Areal Kerja Perubahan luas areal kerja dimungkinkan dan disesuaikan dengan perundang-undangan yang berlaku.
pelaksanannya
B. Hak-hak Lain Pemegang izin tidak mempunyai hak-hak lain selain apa yang tercantum di dalam Keputusan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan kelengkapannya. Hak-hak lain yang dimaksud adalah meliputi hak pengolahan atas tanah hutan, hak-hak atas mineral, minyak bumi, gas alam, bahan-bahan kimia, batu-batu mulia atau setengah mulia, dan sumber-sumber alam lainnya. C. Obyek Ilmiah, Sejarah Pemegang izin diwajibkan melakukan langkah-langkah yang perlu untuk melindungi obyek-obyek bernilai sejarah dan atau ilmiah dari kerusakan-kerusakan dan harus segera melaporkan adanya kerusakan dan adanya penemuan baru kepada pemerintah. D. Force Major Apabila terjadi hal-hal di luar kemampuan Pemegang izin (bencana alam, kerusuhan dll), maka semua akibat yang ditimbulkan oleh kejadian yang dimaksud bukan merupakan tanggung jawab pemegang izin, termasuk tidak terlaksananya kewajiban Pemegang izin. Ketentuan VII. PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PEMERINTAH A. Pemerintah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan semua kegiatan usaha pemanfaatan hutan baik mengenai pelaksanaan fisik pemanfaatan hutan maupun semua administrasi/ pembukuan dan surat menyurat mengenai pengelolaan PERUSAHAAN. B. Pemegang izin berkewajiban membantu sarana dan prasarana yang diperlukan oleh aparat Departemen Kehutanan yang ditugasi mengadakan pengawasan dan pembinaan di areal kerja perusahaan. C. Dari hasil pengawasan dan pembinaan tersebut, maka kepada Pemegang izin dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Ketentuan VIII. PELANGGARAN / SANKSI A. Pengertian Pelanggaran Tidak melaksanakan, tidak mentaati dan atau tidak memenuhi persyaratan/ kewajiban sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau Keputusan IUPHHK pada hutan alam beserta dokumen kelengkapannya. B. Pengenaan Sanksi Pelanggaran seperti tersebut pada butir A akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan IX.
KONSEKWENSI TERHADAP PENCABUTAN DAN/ATAU PENYERAHAN KEMBALI IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM A. Kewajiban Pemegang izin setelah terjadinya pencabutan.
Dalam hal dicabutnya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada hutan alam ini, kepada Pemegang izin tetap dibebankan kewajibankewajiban yang tercantum dalam pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002. B. Hak milik Pemegang izin setelah habisnya penyerahan kembali atau dicabutnya izin :
jangka
waktu
izin,
1. Pemegang izin harus menyerahkan dalam keadaan baik semua benda tidak bergerak seperti base camp, gedung, jalan, jembatan, gudang, pelabuhan udara, pelabuhan sungai dan laut, dok dan lainlain yang telah dibangun oleh Pemegang izin kepada Pemerintah tanpa adanya ganti rugi dari Pemerintah. 2. Barang-barang persediaan yang berada di dalam gudang dan bendabenda bergerak yang dipergunakan Pemegang izin sehubungan dengan kegiatan usaha pemanfaatan hutan, tetap menjadi milik Pemegang izin. 3. Jika Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu berakhir karena habis waktunya atau karena diserahkan kembali oleh Pemegang izin atau karena dicabut oleh Menteri Kehutanan maka : 3.1. Segala hak yang dimiliki pemegang Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada hutan alam berakhir. 3.2. Areal hutan yang dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada hutan alam kembali sepenuhnya dikuasai Negara. 3.3. Pemegang izin diwajibkan menyerahkan semua klise dan bahan-bahan serta peta, gambar-gambar ukuran tanah dan sebagainya kepada Departemen Kehutanan dengan tidak menerima ganti rugi. 3.4. Pemegang izin tetap dibebani/ wajib menyelesaikan semua kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam Keputusan Izin Usaha Pemnafaatan Hasil Hutan Kayu pada hutan alam beserta lampirannya yang belum terpenuhi. 4. Dalam hal Pemegang izin akan menyerahkan kembali IUPHHK pada hutan alam sebelum habis masa berlakunya, maka Pemegang izin sebelumnya harus sudah menyelesaikan dan memenuhi semua kewajiban-kewajiban teknis dan finansial sebagaimana tercantum dalam IUPHHK pada hutan alam ini. MENTERI KEHUTANAN, ttd. MUHAMMAD PRAKOSA