KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN
HENI RIZQIATI F 251020021
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Heni Rizqiati
Program Studi : Ilmu Pangan NRP
: F251020021
Asal Instansi
: Fakultas Peternakan U niversitas Diponegoro Semarang
NIP
: 132232284
Alamat asal
: Jl. Satria Utara 4 no : 44 Semarang 50171
menyatakan dengan sebenarnya, bahwa : judul, isi dan data hasil penelitian di dalam proses penyusunan dan penulisan tesis ini merupakan hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Oktober 2006
Heni Rizqiati NRP. F251020021
ABSTRAK HENI RIZQIATI. Ketahanan dan Viabilitas Lactobacillus plantarum yang Dienkapsulasi dengan Susu Skim dan Gum Arab Setelah Pengeringan dan Penyimpanan. Dibimbing oleh BETTY SRI LAKSMI JENIE, NOVIK NURHIDAYAT dan C.C. N URWITRI. Probiotik adalah suplemen berupa mikroba hidup yang memberi keuntungan bagi kesehatan pencernaan manusia dalam jumlah yang cukup (107 -109 cfu/g). (Fuller 1999). Dalam sistem pencernaan, probiotik menghadapi beberapa hambatan diantaranya keberadaan pH yang rendah dan adanya garam empedu. Untuk mengatasi kendala diatas dan untuk meningkatkan viabilitas probiotik maka perlu perlindungan dengan cara enkapsulasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bahan enkapsulasi probiotik L. plantarum yang mampu melindungi probiotik selama pengeringan (spray drying), dalam kondisi pH rendah (pH 2,0) dan garam empedu (3%) serta selama penyimpanan satu bulan pada suhu rendah (4 oC) dan suhu kamar. Penelitian meliputi empat tahap, yaitu seleksi probiotik tahan panas, produksi kultur dan biomasa se l probiotik, enkapsulasi dengan metode spray drying, serta penyimpanan mikrokapsul probiotik. Pada pengujian ketahanan panas diperoleh dua isolat yang mempunyai ketahanan panas tertinggi, yaitu L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8. Kultur probiotik baik L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8 yang dienkapsulasi dalam bentuk biomasa menghasilkan ketahanan setelah spray drying dan viabilitas setelah disimpan satu bulan pada suhu rendah dan suhu kamar yang lebih baik dari pada dalam bentuk suspensi, tetapi pada ketahanan pH rendah (pH 2,0) dan garam empedu (3%) tidak berbeda nyata. Bahan enkapsulasi susu skim, gum arab dan kombinasi susu skim gum arab menghasilkan ketahanan setelah spray drying , viabilitas setelah penyimpanan selama satu bulan pada suhu rendah (4 oC) dan suhu kamar, serta ketahanan pada pH rendah (pH 2,0) dan garam empedu (3%) yang tidak berbeda nyata secara statistik. Penggunaan galur L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8, tidak berbeda nyata secara statistik untuk semua perlakuan. Pada perlakuan spray drying, L. plantarum mengalami penurunan sel berkisar 0,7-1,2 log cfu/g, dengan populasi akhir sekitar 107-10 9 cfu/g berat kering. Penurunan sel setelah penyimpanan satu bulan pada suhu rendah (4 oC) sebesar 2,4 log cfu/g, dengan populasi akhir sekitar 104-107 cfu/g berat kering, sedangkan pada suhu kamar terjadi penurunan sebesar 4,8 log cfu/g, dengan populasi akhir sekitar 10 2-105 cfu/g berat kering. Pada pengujian ketahanan terhadap pH rendah (pH 2,0) penurunan sel sebesar 2,4 log cfu/g, dengan populasi akhir sekitar 104-10 6 cfu/g berat kering, dan pada sel bebas penurunannya sebesar 4,3 log cfu/g. Sedangkan pada garam empedu penurunan sel sebesar 1,6 log cfu/g, dengan populasi akhir sekitar 105-107 cfu/g berat kering, dan pada sel bebas penurunannya sebesar 2,7 log cfu/g. Total kapang khamir pada mikrokapsul sekitar 1,2-1,9 log cfu/g. Hasil pemeriksaan dengan SEM menunjukkan mikrokapsul secara umum berbentuk bulat dengan permukaan yang retak-retak, tidak rata atau terdapat lipatan yang dalam pada permukaannya. Ukuran dari mikrokapsul bervariasi, yaitu berkisar antara 5-12 µm.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN
HENI RIZQIATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa NRP
: :
Ketahanan dan Viabilitas Lactobacillus plantarum yang Dienkapsulasi dengan Susu Skim dan Gum Arab Setelah Pengeringan dan Penyimpanan. Heni Rizqiati F251020021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Ketua
Dr. Novik Nurhidayat Anggota
Ir. C.C. Nurwitri, DAA Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS
Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian :
Tanggal Lulus :
6 September 2006
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya serta kemudahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS., Bapa k Dr. Novik Nurhidayat dan Ibu Ir. C.C. Nurwitri, DAA selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sejak awal penelitian hingga akhir penulisan tesis ini. 2. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia yang telah memberikan dana penelitian ini. 3. Rektor dan Pembantu Rektor IPB, Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Ketua Program Studi Ilmu Pangan IPB atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB. 4. Rektor Universitas Diponegoro, Dekan Fakultas Peternakan UNDIP, Ketua Jurusan Produksi Ternak serta Ketua Program Studi Teknologi Hasil Ternak atas ijin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB. 5. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas dukungan beasiswa BPPS selama masa studi. 6. Suamiku Ali Fauzi yang telah banyak membantu baik dalam bentuk moril maupun materiil serta kedua buah hatiku tercinta Shaquilla dan abyan yang selalu mengerti dengan kesibukanku untuk menyelesaikan studi. 7. Keluarga besar Bpk. Moh Rosjidin, Ch dan Ibu Mariyah di Semarang dan keluarga besar Ibu Isti Qomariah di Jakarta, serta kakak dan adik tercinta (Mbak Hesti, Mas Agung, Husni, Husin, Ghofar, Eti dan Ade), atas doa dan kasih sayangnya yang tiada pernah putusnya kepada penulis. 8. Ibu Nery, Ibu Ani, Ibu Erna dan Teh Ratih, dan seluruh warga Laboratorium Biosistematika dan Genetika Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia atas kebersamaan, bantuan dan doanya. 9. Mbak Ari, Indri, Ida dan teman-teman IPN-2002/2003 serta semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Bogor, Oktober 2006 Heni Rizqiati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 3 Januari 1974 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari ayah Moh. Rosjidin Ch dan ibu Mariyah. Penulis telah menikah dengan Ali Fauzi pada tahun 2000, dan mempunyai 2 putra Mohamad Shaquilla Anfasa Fauzi dan Mohamad Abyan Wijdanatha Fauzi. Jenjang pendidikan yang ditempuh yaitu pada tahun 1992 lulus dari SMU Negeri 1 Semarang dan pada tahun yang sama diterima menjadi mahasiswa Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Pada tahun 1999 penulis diterima menjadi Staf Pengajar di Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro dan pada tahun 2002 penulis mengikuti pendidikan Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................. i DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
iii
PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................... Tujuan Penelitian ..................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat ............................................................................. Probiotik................................................................................................ Enkapsulasi ...........................................................................................
3 4 10
METODOLOGI UMUM Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... Bahan dan Alat Penelitian..................................................................... Pelaksanaan Penelitian.......................................................................... Analisis.................................................................................................. Daftar Pustaka .......................................................................................
15 15 16 19 23
ENKAPSULASI Lactobacillus plantarum DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SERTA KETAHANANNYA SETELAH SPRAY DRYING DAN VIABILITASNYA SELAMA PENYIMPANAN Abstract................................................................................................. Pendahuluan.......................................................................................... Bahan dan Metode ................................................................................ Hasil dan Pembahasan .......................................................................... Kesimpulan ........................................................................................... Daftar Pustaka .......................................................................................
27 27 28 33 43 45
KARAKTERISTIK DAN KETAHANAN MIKROKAPSUL PROBIOTIK Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB TERHADAP pH RENDAH DAN GARAM EMPEDU Abstract................................................................................................. Pendahuluan.......................................................................................... Bahan dan Metode ................................................................................ Hasil dan Pembahasan .......................................................................... Kesimpulan ........................................................................................... Daftar Pustaka .......................................................................................
47 47 48 52 58 59
PEMBAHASAN UMUM..............................................................................
61
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................
64
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Diagram alir enkapsulasi probiotik dengan metode spray drying .............
18
2 Grafik hasil uji ketahanan panas probiotik ................................................
33
3 Grafik ketahanan setelah spray drying mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar 8 (b) pada beberapa bahan enkapsulasi ................................................................................................
35
4 Grafik viabilitas mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar 8 (b) pada beberapa bahan enkapsulasi setelah disimpan 1 bulan pada suhu rendah (4o C) ...............................................
38
5 Grafik viabilitas mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar 8 (b) pada beberapa bahan enkapsulasi setelah disimpan 1 bulan pada suhu kamar ............................................................
41
6 Grafik kadar air mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar 8 (b) pada beberapa bahan enkapsulasi..................
43
7 Grafik ketahanan terhadap pH rendah (pH 2,0) mikrokapsul bakteri probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi.....................................................
53
8 Grafik ketahanan terhadap garam empedu mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi.....................................................................
55
9 Grafik total kapang khamir mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi ................................................................................................
56
10 Mikrokapsul yang dilihat dengan scanning electron microscope (perbesaran 3500x - lebar : 37,7 µm).........................................................
57
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Gambar mikrokapsul yang disimpan di dalam botol steril .......................
66
2 Hasil uji ketahanan panas probiotik ..........................................................
67
3 Perhitungan statistik hasil uji ketahanan panas probiotik ........................
68
4 Data ketahanan mikrokapsul probiotik setelah spray drying....................
69
5 Perhitungan statistik ketahanan mikrokapsul probiotik setelah spray drying .............................................................................................
70
6 Data viabilitas mikrokapsul probiotik setelah disimpan 1 bulan pada suhu refrigerator (4 oC).....................................................................
71
7 Perhitungan statistik viabilitas mikrokapsul probiotik setelah disimpan 1 bulan pada suhu refrigerator (4oC) .........................................
72
8 Data viabilitas mikrokapsul probiotik setelah disimpan 1 bulan pada suhu kamar ........................................................................................
73
9 Perhitungan statistik viabilitas mikrokapsul probiotik setelah disimpan 1 bulan pada suhu kamar ...........................................................
74
10 Data kadar air mikrokapsul probiotik .......................................................
75
11 Perhitungan statistik kadar air mikrokapsul probiotik .............................
76
12 Data ketahanan mikrokapsul probiotik terhadap pH rendah (pH 2) ........................................................................................................
77
13 Perhitungan statistik ketahanan mikrokapsul probiotik terhadap pH rendah (pH 2) ......................................................................................
78
14 Data ketahanan mikrokapsul probiotik terhadap garam empedu..............
79
15 Perhitungan statistik ketahanan mikrokapsul probiotik terhadap garam empedu ..........................................................................................
80
16 Data total kapang khamir pada mikrokapsul probiotik.............................
81
17 Perhitungan statistik total kapang khamir pada mikrokapsul probiotik ....................................................................................................
82
PENDAHULUAN Latar Belakang Minat masyarakat terhadap makanan dan minuman kesehatan akhir-akhir ini cenderung meningkat, terutama untuk produk-produk yang dapat menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran gaya hidup, perkembangan ilmu pengetahuan tentang sistem pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh, serta munculnya beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang terdapat di dalam usus. Salah satu jenis produk kesehatan yang berkembang pesat adalah probiotik dengan bermacam bentuk dan kultur bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan. Probiotik adalah suplemen berupa mikroba hidup yang memberi keuntungan kepada manusia, khususnya dalam keseimbangan mikroflora usus (Fuller 1999). Salminen et al. (1998) menjelaskan pentingnya viabilitas probiotik, yaitu preparasi mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan. Jumlah mikroba hidup harus cukup untuk memberikan efek positif bagi kesehatan dan mampu berkolonisasi sehingga dapat mencapai jumlah yang diperlukan selama waktu tertentu. Viabilitas sel bakteri dalam produk probiotik harus berkisar antara 107-109 cfu/g, karena viabilitas probiotik mengalami penurunan selama penyimpanan dan saat berada dalam sistem pencernaan. Hal ini disebabkan faktor lingkungan yang kurang menguntungkan untuk kelangsungan hidupnya, diantaranya keberadaan pH yang rendah dan adanya garam empedu di dalam sistem pencernaan (Gomes dan Malcata 1999) . Untuk memperbaiki ketahanan dan viabilitasnya, maka probiotik perlu dilindungi misalnya dengan metode enkapsulasi. Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan inti, dalam hal ini adalah bakteri probiotik sebagai bahan inti dengan menggunakan bahan enkapsulasi tertentu, yang bermanfaat untuk mempertahankan viabilitasnya dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti asam lambung dan garam empedu (Wu et al. 2000). Pacifico et al. (2001) menyatakan bahwa untuk komponen yang bersifat peka
2
seperti mikroorganisme, dapat dienkapsulasi untuk meningkatkan viabilitas dan umur simpannya. Bahan yang umum digunakan untuk enkapsulasi adalah berbagai jenis polisakarida dan protein seperti pati, alginat, gum arab, gelatin, karagenan, albumin dan kasein. Penggunaan bahan untuk enkapsulasi perlu dipertimbangkan, karena masing-masing bahan mempunyai karakter yang berbeda dan belum tentu cocok dengan bahan inti yang akan dienkapsulasi (Desmond et al. 2002). Penelitian tentang enkapsulasi probiotik sebelumnya sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan berbagai variasi bahan enkapsulasi dan kultur yang dienkapsulasi, diantaranya : enkapsulasi Bifidobacteria dan Lactobacillus dengan alginat - pati (Sultana et al. 2000), Lactobacillus casei dengan alginat - tepung polard dan terigu (Widodo et al. 2003), Bifidobacteria dengan whey protein (Picot dan Lacroix 2004), Lactobacillus spp. dengan kalsium alginat (Chandramouli et a l. 2004). Dari beberapa penelitian di atas dihasilkan bahwa penggunaan bahan enkapsulasi dari jenis protein, memberi hasil ketahanan setelah proses enkapsulasi yang lebih baik dan penggunaan bahan enkapsulasi dari jenis polisakarida menyebabkan tekstur yang kasar pada mikrokapsul yang dihasilkan maupun setelah diaplikasikan pada produk. Untuk itu dalam penelitian ini dipelajari bahan enkapsulasi skim yang berbahan dasar protein dan polisakarida gum arab serta kombinasi dari keduanya untuk memperoleh hasil yang terbaik.
Tujuan Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh
enkapsulasi
probiotik L. plantarum dalam bentuk biomas a dan suspensi menggunakan bahan enkapsulasi susu skim, gum arab serta kombinasi susu skim dan gum arab terhadap ketahanan probiotik setelah spray drying, pada kondisi pH rendah dan garam empedu serta viabilitasnya setelah penyimpanan selama satu bulan pa da suhu rendah (4 oC) dan suhu kamar.
TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau bulat, katalase atau oksidase negatif, bersifat anaerob aerotoleran, tahan asam, fermentatif, habitatnya harus ka ya nutrisi, dengan komposisi basa DNA kurang dari 50% mol G+C (Axelsson 1998; Adam dan Mos 1997). Berdasarkan kemampuannya dalam metabolisme glukosa dan produk akhir yang dihasilkan, bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif merupakan bakteri asam laktat yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama atau satu-satunya produk hasil fermentasi glukosa, sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif yaitu bakteri asam laktat yang memproduksi laktat, CO 2, dan etanol dari metabolisme heksosa (Jay 1997). Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan pangan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu menghambat bakteri penyebab kerusakan makanan dan patogen lain. Bakteri asam laktat heterofermentatif lebih dimanfaatkan dalam pembentukan flavor dan komponen aroma, seperti asetaldehid dan diasetil, tetapi kedua jenis bakteri asam laktat tersebut tetap mempunyai kemampuan menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin (Gomes dan Malcata 1999). Secara umum grup inti dari bakteri asam laktat terdiri dari 4 genus yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus yang didasarkan pada ciri morfologi, tipe fermentasi, kemampuan tumbuh pada suhu yang berbeda, sifat stereospesifik (D atau L laktik), seta toleransi terhadap asam dan basa. Klasifikasi bakteri asam laktat terus berkembang, sehingga genus Lactobacillus menjadi Lactobacillus dan Carnobacterium. Genus Streptococcus menjadi 4 yaitu Streptococcus, Lactococcus, Vagococcus, Enterococcus. Genus Pediococcus menjadi Pediococcus, Tetratogenococcus, dan Aerococcus. Sementara tidak ada perubahan pada genus Leuconostoc. Klasifikasi yang baru tersebut dihasilkan dengan mempe rtimbangkan komposisi asam lemak pada membran sel, motilitas
4
dan urutan rRNA, serta persen guanin dan sitosin pada DNA (Salminen dan Wright 1998). Peranan utama BAL adalah sebagai kultur starter produk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh produk akhir dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Selain menghasilkan produk akhir yang konsisten, bakteri asam laktat ternyata memiliki efek mengawetkan pada produk fermentasi yang diinginkan. Untuk keperluan yang terakhir ini dibutuhkan produksi massa sel yang tinggi, tahan selama proses pembekuan dan pengeringan, serta stabil selama penyimpanan. Di samping itu kultur harus mampu tumbuh pesat, tidak rentan terhadap phage, toleran terhadap garam dan stabil secara genetika (Jenie dan Rini 1995). Bakteri asam laktat juga dapat menghambat mikroba patogen yang berada pada saluran pencernaan yang sering terinfeksi oleh Escherichia coli, Salmonella, Campylobacter, Clostridium dan rotavirus (Fuller 1999).
Probiotik Probiotik adalah makanan suplemen berupa mikroba hidup yang memberi keuntungan pada manusia khususnya dalam keseimbangan mikroflora usus (Shortt 1999; Fuller 1999). Definisi probiotik digunakan pada pemberian pakan ternak yang disuplementasi dengan mikroba untuk membantu hewan ternak khususnya dalam saluran pencernaannya. Dalam perkembangannya, banyak dilakukan penelitian mengenai mekanisme probiotik yang menggunakan hewan percobaan untuk diekstrapolasikan pada manusia (Pessi et al. 1998; Fuller 1999). Probiotik sangat bermanfaat bagi tubuh karena menunjukkan peranan fisiologis yang penting dalam menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan sehingga terbentuk suatu ekosistem yang unik, dimana terjadi interaksi yang kompleks yang bekerja secara sinergis dan antagonis tergantung dari galur yang terlibat, jumlah dan aktivitas metaboliknya (Matilla-Sandholm et al. 1999). Bakteri asam laktat yang bersifat sebagai probiotik pada pencernaan manusia merupakan mikroflora normal usus, yang terdiri dari Bifidobacteria dan Lactobacillus acidophilus (Gomes dan Malcata 1999; Shortt 1999). Penelitian bakteri asam laktat yang berpotensi probiotik untuk kesehatan telah banyak dilakukan contohnya adalah manfaat probiotik pada penyakit
5
gangguan saluran pencernaan seperti adanya inflamasi pada saluran pencernaan, sebagai antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti L.monocytogenes, E.coli, Salmonella spp dan lainnya sehingga dapat mencegah terjadinya diare dan infeksi usus, sebagai imunomudulator untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sebagai antihipertensi atau menurunkan tekanan darah dan bersifat antimutagenik dan antikarsinogenik sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya tumor dan kanker kolon (Gomes dan Malcata 1999; Erickson 2000; Rolfe 2000; Roos dan Katan 2000). Untuk bersifat sebagai probiotik maka bakteri asam laktat harus memiliki beberapa syarat sebagai berikut (Reid 1999): (1) Stabil terhadap asam (terutama asam lambung), sehingga mampu bertahan dan hidup selama melalui lambung dan usus. (2) Stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada pada bagian atas usus kecil. (3) Memproduksi senyawa antimikroba seperti asam, hidrogen peroksida dan bakteriosin. (4) Mampu menempel dan mengkolonisasi sel usus manusia. Hal ini akan meningkatkan kompetisi dengan mikroba patogen dan pe nyebab karsinogen. (5) Tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan. (6) Aman digunakan oleh manusia. (7) Tahan terhadap mikrobisida dan spermisida vaginal. Sifat ini diperlukan untuk probiotik yang ditujukan untuk mengobati infeksi saluran urinovaginal. (8) Koagregasi membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan seimbang. Bakteri asam laktat yang berpotensi probiotik telah banyak diteliti, selain itu juga banyak digunakan dan diaplikasikan untuk produk-produk berbasis susu seperti yogurt, es krim, keju serta produk-produk fermentasi lainnya (Shin et al. 2000). L. plantarum sa28k L. plantarum sa28k adalah salah satu bakteri asam laktat yang berasal dari makanan fermentasi Indonesia, yang diisolasi dari asinan kubis (Jenie et al. 1996) dan telah terbukti mempunyai sifat probiotik. Pengujian sifat probiotik yang telah
6
dilakukan diantaranya uji ketahanan terhadap pH rendah, ketahanan terhadap garam empedu, aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen, pengujian asimilasi kolesterol dan uji klinis secara in vivo ke dalam tubuh tikus (Kusumawati 2002).
L. plantarum mar8 L. plantarum mar8 diisolasi dari buah markisa yang merupakan salah satu makanan asli Indonesia, dan telah terbukti mempunyai sifat probiotik. Pengujian sifat probiotik yang telah dilakukan diantaranya uji ketahanan terhadap pH rendah, ketahanan terhadap garam empedu, aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen, pengujian kemampuan menurunkan kolesterol dan uji klinis secara in vivo ke dalam tubuh tikus (Gunawan 2003 dan Yulianto 2004).
Karakteristik Probiotik Karakteristik suatu isolat bakteri untuk dapat dikategorikan sebagai probiotik antara lain, mampu bertahan pada kondisi asam lambung dan tahan terhadap garam empedu, memiliki aktivitas antagonis terhadap bakteri patogen serta menempel pada permukaan usus. Ketahanan terhadap Asam Lambung. Ketahanan terhadap asam lambung merupakan syarat penting suatu isolat untuk dapat menjadi probiotik. Hal ini disebabkan bila isolat tersebut masuk ke dalam saluran pencernaan manusia, maka ia harus mampu bertahan dari pH asam lambung yaitu sekitar 2,5 (Jacobsen et al. 1999). Getah lambung terdiri atas air (97–99%), musin (lendir) serta garam anorganik, enzim pencernaan (pepsin serta renin) dan lipase. Chou dan Weimer (1999) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar dari lambung sekitar 90 menit. Jadi isolat yang diseleksi untuk digunakan sebagai probiotik harus mampu bertahan dalam keadaan asam lambung selama sedikitnya 90 menit. BAL adalah mikroorganisme fermentatif yang dapat hidup pada kisaran pH yang luas. Pertahanan utama sel bakteri dari lingkungannya adalah membran
7
seluler yang terdiri atas struktur lemak dua lapis. Bila sel bakteri terpapar pada kondisi yang sangat asam, maka membran sel dapat mengalami kerusakan dan berakibat hilangnya komponen-komponen intraseluler, seperti Mg, K dan lemak dari sel. Biasanya kerusakan ini menyebabkan kematian pada sel. Kondisi ini dapat dideteksi dengan cara mengukur konsentrasi komponen intraseluler yang keluar dari dalam sel. Toleransi BAL yang cukup tinggi terhadap asam juga disebabkan oleh kemampuannya untuk mempertahankan pH sitoplasma lebih basa daripada pH ekstraseluler. Menurut Siegumfeldt et al. (2000), pada BAL terjadi perubahan dinamis pH intraseluler seiring dengan terjadinya penurunan pH ekstraseluler sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. Bagi BAL gradien proton yang besar tidak menguntungkan sebab translokasi proton menggunakan banyak energi. Selain itu gradien proton yang besar mengakibatkan akumulasi anion, asam organik dalam sitosol yang bersifat toksik bagi sel tersebut. BAL tidak hanya tumbuh dengan lambat pada pH rendah, tapi kerusakan akibat asam dan hilangnya viabilitas juga dapat terjadi pada sel bakteri yang terpapar pada pH rendah. Tiap galur memiliki ketahanan yang berbeda terhadap asam atau pH rendah. Contohnya Lactobacillus lebih toleran terhadap pH rendah daripada laktokoki dan streptokoki. Zavaglia et al. (1998) telah menguji ketahanan isolat klinis Bifidobacteria bila terpapar pada pH 3,0 selama 1 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 11 dari 25 isolat klinis Bifidobacteria berhasil hidup dalam kondisi pH rendah, dengan ketahanan lebih besar dari 1%. Jacobsen et al. (1999) menguji ketahanan 47 isolat BAL dari berbaga i sumber pada pH 2,5. Dari 47 isolat tersebut hanya 29 isolat yang mampu bertahan pada pH 2,5 dan tidak ada satupun yang mampu tumbuh setelah inkubasi 4 jam. Chou dan Weimer (1999) menyeleksi 7 isolat Lactobacillus acidophilus dan hasilnya menunjukkan bahwa semua isolat tahan terhadap pH 3,5 selama 90 menit. Isolat BAL dari dadih yang berhasil diisolasi oleh Elida (2002) ternyata menunjukkan ketahanan yang cukup tinggi saat dipaparkan pada pH 3,5 selama 24 jam. BAL yang diisolasi dari dadih tersebut (Lactobacillus brevis ae4, Streptococcus lactis subsp. diacetylactis abk1, Leuconostoc mesenteroides abk1 dan Leuconostoc paramesenteroides dk7) memiliki ketahanan terhadap asam
8
berkisar antara 70-90 % dengan penurunan sebesar 1 log dari jumlah awal 108 CFU/ml. Sedangkan isolat BAL dari tempoyak mempunyai ketahanan yang lebih rendah yaitu sebesar 40 % pada pH 2,5 yang berarti bahwa BAL yang diisolasi dari tempoyak tersebut lebih sensitif terhadap asam (Wirawati 2002). Kusumawati (2002) melakukan seleksi BAL asal makanan fermentasi Indonesia dan hasilnya menunjukkan hampir semua isolat memiliki ketahanan yang baik untuk tumbuh pada pH rendah dengan penurunan jumlah koloni pada pH rendah dibandingkan kontrol tidak sampai 1 unit log/ml, kecuali Lactobacillus plantaru m FNCC 107 mengalami penurunan 1,1 unit log/ml. Evanikastri (2003) menguji ketahanan 17 isolat klinis BAL yang diisolasi dari feses bayi. Dari 17 isolat ternyata terdapat 13 yang mengalami penurunan jumlah koloni kurang dari 1 unit log/ml (paling resisten) , sedangkan 4 isolat lainnya mengalami penurunan jumlah koloni antara 1,5 – 3,5 unit log/ml (resisten). Ketahanan terhadap Garam Empedu (Bile Salt). Lactobacillus adalah mikroflora normal yang terdapat di dalam saluran pencernaan manusia dan mempunyai ketahanan yang bervariasi terhadap garam empedu. Ketahanan isolat klinis BAL terhadap garam empedu juga merupakan syarat penting untuk probiotik. Asam empedu disintesis dalam hati dari kolesterol, menghasilkan senyawa asam empedu primer. Asam empedu ini berkonjugasi dengan glisin atau taurin dan disekresikan ke dalam kantung empedu sebagai asam empedu terkonjugasi. Asam empedu di dalam kantung empedu dilepaskan ke dalam lumen duodenum dalam bentuk misel dengan asam lemak dan gliserol yang dihasilkan oleh pence rnaan lipase pankreatik. Menurut Corzo dan Gilliland (1999), antara 5.500 sampai 35.500 mg asam empedu terkonjugasi disekresikan ke dalam usus kecil manusia setiap harinya untuk membantu absorpsi lemak makan, kolesterol, vitamin hidrofobik dan senyawa larut lemak yang lain. Asam empedu terkonjugasi diserap dari usus kecil (sekitar 97%) dan dikembalikan ke dalam hati. Sebagian kecil dari asam empedu (250–400 mg) yang tidak terserap hilang dari tubuh manusia sebagai asam empedu bebas di feses. Mekanisme di ma na asam empedu diserap dalam usus kecil dan kolon, disintes is kembali dan disekresikan lagi dikenal sebagai sirkulasi hepatik.
9
Laktobasili yang paling bersifat resisten terhadap garam empedu terdapat pada bagian atas usus halus (jejunum). Hal ini juga dila porkan oleh Ray (1996) dan Drouault et al. (1999), bahwa jumlah BAL yang terdapat di jejunum lebih rendah dibanding ileum, caecum dan kolon (Tabel 1). Hal ini disebabkan konsentrasi garam empedu pada bagian jejunum paling tinggi daripada ileum, karena lokasinya paling dekat bila garam empedu masuk ke dalam saluran usus. Tabel 1 Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia (Ray 1996) Kelompok Bakteri
Jumlah bakteri (log10 CFU/ml) Jejunum
Ileum
Kolon
Feses
Lactobacillus
3
5
6
6
Gram positif, tidak berspora, anaerob Enterococcus
2
2
5
6
3
5
7
7
Bacteroides
3
3
7
9
Enterobacteriaceae
3
4
6
8
Menurut Smet et al. (1995) beberapa Lactobacillus mempunyai enzim dengan aktivitas untuk menghidrolisis garam empedu (bile salt hydrolase, BSH). Enzim ini mampu mengubah kemampuan fisika-kimia yang dimiliki oleh garam empedu, sehingga tidak bersifat racun bagi BAL. Semakin tinggi konsentrasi garam empedu, maka jumlah sel Lactobacillus yang mati juga akan meningkat (Ngatirah et al. 2000 ; Kusumawati 2002). Hal ini disebabkan karena peningkatan aktivitas enzim β-galaktosidase terhadap garam empedu, sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Bila permeabilitas membran sel meningkat maka banyak materi intraseluler yang keluar dari dalam sel. Bila hal ini berlangsung terus-menerus akan menyebabkan lisis sel bakteri. Kusumawati (2002) melaporkan bahwa isolat BAL yang diisolasi dari makanan fermentasi asal Indonesia menunjukkan perbedaan ketahanan untuk tumbuh pada lingkungan yang mengandung garam empedu 1% dan 5% , dimana perbedaan tersebut bersifat beragam untuk masing-masing galur. Pada konsentrasi 1%, Lactobacillus acidophilus FNCC 116 memiliki selisih log yang terkecil yaitu
10
0.73 unit log/ml dan pada konsentrasi 5% Lactobacillus plantarum To22 (isolat tempoya k) memiliki selisih log yang terkecil yaitu 0.68 unit log/ml, dimana hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan beberapa galur yang lain. Menurut Wirawati (2002), ketahanan isolat BAL asal tempoyak terhadap garam empedu 0.3% berkisar antara 34.8% - 100%. Berdasarkan kisaran tersebut terlihat bahwa isolat BAL asal tempoyak relatif tahan terhadap garam empedu. Bahkan L.plantarum To 8 tidak menunjukkan penurunan selama inkubasi 24 jam. Evanikastri (2003) menguji ketahanan 17 isolat klinis bakteri asam laktat terhadap garam empedu 0.5%. Hasilnya menunjukkan bahwa Lactobacillus G1 mempunyai ketahanan yang baik terhadap garam empedu kemudian disusul berturut-turut oleh F1, G2, M, Kk, Nkp, En6, K, F2 dan Ae1 (penurunan log < 1.0 cfu/ml). Lactobacillus N merupakan isolat yang paling sensitif terhadap 0.5% garam empedu.
Enkapsulasi Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan. Bahan yang dibungkus atau bahan yang ditangkap umumnya disebut sebagai bahan inti atau bahan aktif atau bahan internal. Zat-zat yang terkurung di dalam mikrokapsul dapat berwujud padat, cair atau gas dengan sifat permukaan hidrofilik atau hidrofobik. Struktur yang menyelimuti bahan mikrokapsul disebut dinding, kulit atau film pelindung yang berguna untuk melindungi inti dari kerusakan dan inti dapat terlepas pada saat kondisi yang memungkinkan (Young et al. 1993). Mosilhey (2003) mendefinisikan enkapsulasi sebagai teknologi pengemasan zat padat, cair atau gas dalam kapsul berukuran kecil yang dapat melepaskan isinya dalam lingkungan tertentu. Mikrokapsul ini dapat berukuran dari submikron hingga beberapa milimeter dan memiliki berbagai bentuk tergantung pada bahan dan metode yang digunakan untuk membuatnya. Secara umum, mikrokapsul memiliki kemampuan untuk memodifikasi dan meningkatkan bentuk dan sifat substansi. Bahkan lebih spesifik, mikrokapsul memiliki kemampuan untuk mengawetkan substansi dan melepaskannya ketika diperlukan.
11
Enkapsulasi produk pangan telah lama diaplikasikan pada berbagai bahan tambahan
pangan (BTP). Proses
enkapsulasi
banyak
digunakan
untuk
mempertahankan flavor, asam, lipid, enzim, mikroorganisme, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang, warna dan garam (Risch 1995). Enkapsulasi
dapat
dilakukan
pada
bakteri,
yang
bertujuan
untuk
memberikan kondisi yang mampu mempertahankannya dari kondisi yang tidak menguntungkan seperti panas dan bahan kimia (Frazier & Westhoff, 1998). Keuntungan dari proses enkapsulasi antara lain menurunkan reaktivitas bahan inti dengan lingkungan luar (misalnya: cahaya, oksigen, dan air), menurunkan laju evaporasi atau transfer bahan inti ke lingkungan luar, mempermudah penanganan bahan inti, mengendalikan pelepasan bahan inti untuk mencapai penundaan yang tepat, menyembunyikan rasa bahan inti, dan melarutkan bahan inti jika digunakan dalam jumlah yang sangat kecil, namun tetap mencapai penyebaran yang merata dalam bahan pembawanya.
Metode Enkapsulasi Spray Drying.
Spray drying merupakan teknologi yang sangat dikenal
dalam industri pangan yang memiliki laju produksi tinggi dan biaya operasional yang rendah. Metode ini umum digunakan untuk membuat tambahan pangan yang kering, stabil dan memiliki volume kecil. Selain itu spray drying digunakan juga untuk
mengawetkan
dan
mengkonsentrasikan
mikroorganisme.
Namun
mikroorganisme rentan terhadap panas dan kerusakan dehidrasi selama spray drying. Karenanya, survival mikroorganisme harus mendapat banyak perhatian jika spray drying dilakukan untuk membuat kultur kering mikroba (Lian et al. 2002 dan Mosilhey 2003). Proses spray drying mengubah masukan berupa cairan emulsi atau pembentuk fase dispersi menjadi produk kering. Cairan kemudian diubah menjadi bagian-bagian yang sangat kecil dengan menggunakan roda yang berputar dan menyemburkan butiran yang langsung kontak dengan aliran udara yang panas (atomisasi dengan sejumlah udara panas). Waktu kontak antara udara pengering dengan droplet di dalam ruangan pengering berlangsung sangat singkat, hanya
12
beberapa detik saja sehingga sedikit sekali kemungkinan terjadinya degradasi karena panas (Filkova dan Mujumdar 1995). Lian et al. (2002) menyatakan bahwa pada semua perlakuan bahan enkapsulasi, spray drying menghasilkan pengurangan Bifidobacteria dengan reduksi populasi sekitar 1,0-2,0 log/g berat kering. Tanpa melihat strain dan bahan enkapsulasi, mikrokapsul yang dihasilkan mengandung Bifidobacteria dengan jumlah populasi sekitar 109-1010 cfu/g berat kering. Mosilhey (2003) juga melaporkan
bahwa
spray
drying
dengan
berbagai
bahan
enkapsulasi
menyebabkan penurunan sel L. acidophilus sekitar 1,0-2,0 log/g berat kering. Mikrokapsul yang dihasilkan setelah spray drying mengandung L.acidophilus dengan populasi sekitar 108-109 cfu/g berat kering, memenuhi jumlah untuk digunakan sebagai probiotik. Begitu pula yang dilakukan Harmayani et al. (2001) dengan metode spray drying untuk pengawetan kultur Lactobacillus sp diperoleh viabilitas sel dari 1011 cfu/ml menjadi 108 cfu/g. Freeze Drying. Freeze drying
atau pengeringan beku merupakan
pengeringan yang terbaik untuk mencegah terjadinya perubahan kimia dan meminimumkan kehilangan nutrien selama proses pengeringan berlangsung, tetapi freeze drying memiliki kekurangan yaitu alatnya sangat mahal, proses kerjanya lama, dan memerlukan biaya besar untuk operasionalnya (Filkova dan Mujumdar 1995). Pengawetan kultur bakteri dengan metode freeze drying akan menghasilkan viabilitas sel yang lebih baik. Johnson dan Etzel (1995) menyatakan bahwa dengan proses freeze drying diperoleh viabilitas sel L.helveticus sebesar 1010 cfu/ml dari jumlah awal 1012 cfu/ml. Demikian pula Harmayani et al. (2001) melakukan pengawetan Lactobacillus sp dengan metode freeze drying diperoleh viabilitas selnya dari 10 11 cfu/ g dari jumlah awal 1013 cfu/ ml. Proses freeze drying menggunakan bahan-bahan kriogenik yang melindungi bakteri dari kerusakan selama pengeringan beku. Bahan pangan yang diawetkan dengan freeze drying biasanya membentuk struktur porous yang memungkinkan bahan untuk direhidrasi kebentuk semula dengan cepat, sehingga bahan pangan harus dilindungi agar tidak mengabsorbsi uap air dari udara. Walaupun prinsip keseluruhan kerja dari bahan kriogenik tersebut belum begitu jelas tetapi efektivitasnya cukup terbukti (Johnson dan Etzel 1995).
13
Bahan Enkapsulasi Penggunaan bahan enkapsulasi (coating) perlu diperhatikan, karena bahanbahan tertentu belum tentu cocok dengan bahan jenis lainnya. Menurut Swaisgood (1991) penggunaan bahan enkapsulasi biasanya berupa hidrokoloid yaitu polimer rantai panjang dengan berat molekul yang tinggi, dapat larut atau terdispersi didalam air, be rfungsi sebagai pengental dan memberikan efek membentuk gel. Menurut Young et al. (1993) untuk bahan-bahan yang menggunakan metode spray drying maka bahan enkapsulasi tersebut harus memperlihatkan kemampuan kelarutan yang tinggi dan memiliki kemampuan mengemulsi, dapat membentuk lapisan film, kemampuan mengering dan menghasilkan konsentrat larutan dengan viskositas yang rendah. Swaisgood (1991) menyimpulkan bahwa penggunaan bahan enkapsulasi yang banyak digunakan umumnya adalah pati modifikasi, gum arabik, karagenan, alginat, walaupun bahan-bahan lain juga dapat digunakan. Metode enkapsulasi dapat meningkatkan viabilitas bakteri probiotik dibandingkan dengan sel bebas tanpa enkapsulasi. Enkapsulasi dengan alginat dapat digunakan dan aman untuk melindungi bakteri probiotik saat berada dalam saluran pencernaan (Chandramouli et al. 2003). Penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium alginat melindungi kultur lebih baik yang ditunjukkan dengan peningkatan survival bakteri, di bawah kondisi pengujian yang berbeda-beda dibanding ketika bakteri diuji tanpa dienkapsulasi (Sultana et al. 2000). Gum arab merupakan hidrokoloid yang dihasilkan dengan eksudasi alami dari pohon akasia dan merupakan bahan enkapsulasi efektif karena memiliki kelarutan air yang tinggi, viskositas yang rendah dan larutan terkonsentrasi relatif terhadap hidrokoloid lainnya dan memiliki kemampuan untuk berperan sebagai emulsifier minyak dalam air. Gum arab terdiri dari susunan banyak cabang dari gula sederhana galaktosa, arabinosa, ramnosa dan asam glukoronat dan juga mengandung sedikit komponen protein (2%) yang terikat secara kovalen dalam susunan molekulnya (Mosilhey 2003) . Gum arab merupakan hidrokoloid yang sangat mudah larut dalam air panas maupun air dingin, membentuk larutan dengan viskos itas rendah, akan tetapi tidak larut pada alkohol dan pelarut organik lainnya. Gum arab digunakan secara luas
14
pada industri makanan dan farmasi. Karakteristik utamanya adalah bersifat pembentuk tekstur, pembentuk film, pengikat dan pengemulsi. Gum arab dapat mempertahankan flavor dari makanan yang dikeringkan dengan metode spray drying karena gum ini dapat membentuk lapisan yang dapat melindungi dari oksidasi, absorbsi dan evaporasi (Thevenet 1995). Karena sifat viskositasnya yang rendah dan tidak adanya rasa dan warna, maka gum arab dapat ditambahkan dalam jumlah tertentu tanpa mengganggu sifat organoleptik produk pangan dimana gum arab ditambahkan.
METODOLOGI UMUM
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2004 sampai dengan April 2005, di Laboratorium Biosistematika dan Genetika Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berlokasi di dalam Kebun Raya
Bogor; Laboratorium Scanning Electron Microscope (SEM) Bidang
Zoologi LIPI Cibinong; Laboratorium Layanan Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB); Pilot Plant SEAFAST (Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology) Center, IPB.
Bahan dan Alat
Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk enkapsulasi adalah susu skim (Oxoid), dan gum arab (Oxoid). Medium yang digunakan untuk pembuatan stok kultur adalah medium Glucose Yeast Peptone (GYP) yang berisi antara lain glukosa 10 g, ekstrak khamir 10 g, bacto pepton 5 g, ekstrak daging sapi 2 g, Na asetat H2O 1,4 g, larutan garam 5 ml, tween 80 10 ml, dan H2O 1000 ml. Uji ketahanan terhadap asam menggunakan media GYP, NaCl 0,85% steril dan HCl. Uji ketahanan terhadap garam empedu menggunakan media GYP, NaCl 0,85% steril dan oxgall (Oxoid). Bahan lain yang digunakan adalah Phosphat Buffer Saline (PBS) dan alkohol.
Alat Alat-alat yang digunakan adalah BUCHI mini spray dryer, Scanning Electron Microscope (SEM ), sentrifus suhu rendah (refrigerated), refrigerator, otoklaf, waterbath, laminar air flow, inkubator, neraca digital, pH-meter, magnetik stirer, vortex, mikropipet, alat gelas, ose dan bunsen.
16
Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan sebanyak sepuluh isolat yang berpotensi probiotik , yaitu L. plantarum mar8, L. plantarum dmnd, L. plantarum s4, L. plantarum sgn4, L. plantarum p8, L. plantarum lac3, L. plantarum d4, L. plantarum pdgn3, L. plantarum pdbn6
yang diperoleh dari Laborator ium
Mikrobiologi Puslit Biologi LIPI Bogor dan L. plantarum sa28k dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Semua isolat tersebut telah berpotensi sebagai probiotik berdasarkan sifat-sifat antimikroba serta ketahanan terhadap asam dan garam empedu.
Pelaksanaan Penelitian Secara garis besar penelitian terdiri dari beberapa tahap, meliputi seleksi probiotik tahan panas, produksi biomasa dan suspensi, enkapsulasi probiotik dan analisis.
Persiap an dan Pengawetan Probiotik Pemurnian dan peremaja an dilakukan untuk memperoleh kultur murni dari probiotik, menggunakan metode Harmayani et al. 2001 dengan modifikasi pada media yang digunakan. Semua probiotik dimurnikan lebih dahulu dengan metode goresan kuadran yang diulangi beberapa kali sampai diperoleh koloni terpisah dengan menggunakan media GYP. P robiotik yang telah dimurnikan, disegarkan dan diperbanyak. Kultur stok dalam agar GYP disimpan pada suhu rendah (suhu 4-5 oC).
Seleksi Probiotik Tahan Panas Pengujian ketahanan panas merupakan kriteria seleksi untuk memperoleh probiotik yang paling tahan terhadap panas, menggunakan metode tabung (Murhadi 1994) dengan sedikit perubahan yaitu media yang digunakan GYP dan
17
suhu yang digunakan 100 oC. Dar i sepuluh probiotik yang ada, akan dipilih dua probiotik terbaik yang akan dienkapsulasi. Perbanyakan probiotik pada medium cair GYP dilakukan dengan menginokulasikan probiotik ke dalam 10 ml media GYP cair steril lalu diinkubasi pada 37 oC selama 24 jam, dan dihitung jumlah awal bakteri sebelum perlakuan pemanasan. Pengujian dilakukan dengan cara tabung reaksi yang berisi 4,5 ml media GYP cair dipanaskan dalam penangas air sampai bagian dalam media mencapai suhu 100 oC. Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan termometer langsung ke tabung kontrol. Sebanyak 0,5 ml suspensi probiotik uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok dengan alat vortex 2-3 detik dan segera dimasukkan ke dalam
penangas air selama 1 menit. Setelah
pemanasan
o
dilakukan pemupukan pada 37 C selama 24 jam dan dihitung jumlah koloni untuk masing-masing probiotik . Ketahanan panas probiotik dihitung dengan rumus : Log jumlah sel setelah pemanasan/ml Ketahanan (%) =
x 100% Log jumlah sel sebelum pemanasan/ml
Produksi Biomasa dan Suspensi Probiotik Dua probiotik dengan ketahanan panas tertinggi yang telah ditumbuhkan pada agar miring GYP, ditumbuhkan kembali pada media GYP cair selama 24 jam pada suhu 37 oC, yang selanjutnya digunakan sebagai kultur antara. Sebanyak 10 ml kultur antara ditumbuhkan pada GYP cair 1000 ml (1:100) yang digunakan untuk produksi biomasa. Selanjutnya biomasa dipanen dengan cara sentrifugasi (5000xg) selama 10 menit pada 4 oC, dan dicuci dua kali dengan buffer fosfat (Harmayani et al. 2001). Dua probiotik dengan ketahanan panas tertinggi, ditumbuhkan kembali pada media 10% susu skim cair steril selama 24 jam pada suhu 37 oC, yang selanjutnya digunakan sebagai kultur antara. Sebanyak 2,5 ml kultur antara dimasukkan ke dalam 250 ml larutan susu skim 10% steril (b/v), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC (Yulianto 2004) .
18
Seleksi Probiotik Tahan Panas
Probiotik terpilih (2 isolat)
Produksi Biomasa dan Suspensi
Enkapsulasi dan Spray drying (skim, gum arab dan skim-gum arab)
Mikrokapsul Probiotik
Penyimpanan pada suhu rendah (4 oC) dan suhu kamar
Gambar 1 Diagram alir enkapsulasi probiotik dengan metode spray drying
Enkapsulasi Probiotik dan Spray Drying Kultur probiotik yang digunakan sebelum dienkapsulasi adalah dalam bentuk biomasa dan suspensi. Biomasa yang diperoleh diresuspensikan ke dalam akuades steril dan dienkapsulasi dengan susu skim, gum arab serta campuran susu skim dan gum arab. Perbandingan biomasa dan bahan enkapsulasi yang digunakan adalah sebesar 3:7 (b/b) (Lian et al. 2002). Probiotik dalam bentuk suspensi yang telah ditumbuhkan dalam susu skim 10% (b/v) langsung dikeringkan dengan spray dryer,
kemudian selanjutnya
19
suspensi dienkapsulasi dengan gum arab dengan perbandingan 1:1 (b/b) (Yulianto 2004). Kombinasi perlakuan enkapsulasi adalah sebagai berikut : biomasa - susu skim, biomasa - gum arab, biomasa - susu skim - gum arab, suspensi - susu skim dan suspensi - susu skim - gum arab. Campuran dihomogenisasi, kemudian dikeringkan dengan BUCHI mini spray dryer pada suhu inlet 100 oC dan suhu outlet 50 oC.
Penyimpanan Mikrokapsul Probiotik Probiotik yang sudah dienkapsulasi (mikrokapsul) dimasukkan ke dalam botol steril dan disimpan pada suhu rendah (4 oC) dan suhu kamar selama satu bulan untuk pengujian viabilitas probiotik.
Analisis Ketahanan Probiotik Selama Spray Drying Uji ketahanan probiotik selama spray drying dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses spray drying dan bahan enkapsulasi terhadap jumlah probiotik yang masih tetap bertahan hidup. Ketahanan probiotik ditentukan dengan membandingkan jumlah sel sesudah pengeringan semprot dan jumlah sel sebelum pengeringan semprot. Untuk penghitungan kuantitatif jumlah probiotik dilakukan dengan metode plate count (Lian et al. 2002)., yaitu probiotik yang dienkapsulasi dengan metode spray drying diencerkan dengan beberapa seri pengenceran. Sebanyak 0,1 g contoh diambil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9,9 ml larutan pengencer steril (pengencer 10-2), kemudian dikocok pada alat vortex. Deretan pengenceran dipersiapkan sampai 10 -8, kemudian sebanyak 1 ml contoh dipipet ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan sebanyak 10 ml media GYP Agar steril, lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC. Log jumlah sel sesudah pengeringan/g dry basis Ketahanan (%) =
x 100% Log jumlah sel sebelum pengeringan/g dry basis
20
Uji Ketahanan Terhadap pH Rendah (pH 2) Ketahanan probiotik pada pH 2 dinyatakan dalam persen jumlah yang tahan terhadap pH 2 dibandingkan jumlah pada kondidi normal (pH 7). Pengujian ketahanan terhadap pH rendah (pH 2) dilakukan menurut metode Lian et al. (2003), dengan cara mikrokapsul sebanyak 1 g dan 1 ml kultur dalam GYP yang sudah berumur 24 jam dimasukkan dalam 9 ml GYP kontrol dan GYP asam yang diatur pada pH 2 menggunakan HCl, kemudian divortex
dan
diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 3 jam. Setelah itu dipanen dengan sentrifugasi pada 5000 x g selama 10 menit pada suhu 4 oC dan dicuci dua kali dengan buffer fosfat. Pellet diberi 10ml akuades dan selanjutnya dibuat seri pengenceran dan di taburkan dalam cawan serta diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung baik yang ada di kontrol maupun yang di perlakuan. Ketahanan terhadap asam dihitung berdasarkan rumus : Log jumlah sel pada media pH 2/ml Ketahanan (%) =
x 100% Log jumlah sel pada media normal/ml
Uji Ketahanan Terhadap Garam Empedu Uji terhadap garam empedu dilakukan menurut Lian et al. (2003), dan konsentrasi garam empedu yang digunakan 3% dengan penentuan akhir menggunakan metode hitungan cawan. Mikrokapsul sebanyak 1 g dan 1 ml kultur dalam GYP yang sudah berumur 24 jam, dimasukkan dalam 9 ml GYP (Kontrol) dan GYP yang berisi garam oxgal 3% (b/v) kemudian divortex dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 3 jam. Setelah itu dipanen dengan sentrifugasi pada 5000 x g selama 10 menit pada suhu 4 oC dan dicuci dua kali dengan buffer phospat. Selanjutnya pellet diresusitasi dengan 10 ml akuades dan selanjutnya dibuat seri pengenceran dan di plating serta diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung baik yang ada di kontrol maupun yang di perlakuan. Ketahanan terhadap garam empedu dihitung berdasarkan rumus : Log jumlah sel pada media uji/ml Ketahanan (%) =
x 100% Log jumlah sel pada media normal/ml
21
Kadar Air Pada pengukuran kadar air menurut metode Apriyantono et al. (1989), terlebih dahulu cawan dikeringkan dengan oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Setelah itu ditimbang dengan cepat sampel sebanyak 0,5 g. Selanjutnya cawan sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama 6 jam. Cawan sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Cawan dan sampel dimasukkan kembali kedalam oven sampai diperoleh berat yang tetap (3 desimal). Kadar air dihitung berdasarkan basis kering. Analisis Total Kapang Khamir Analisis kontaminasi kapang khamir dilakukan pada media YMA agar. Mikrokapsul sebanyak 1 g secara aseptis dimasukkan ke dalam 9 ml akuades steril dan divortex, selanjutnya diencerkan sampai pengenceran 10 -2. Jumlah kontaminan dihitung dengan metode hitungan cawan dengan beberapa seri pengenceran setelah diinkubasi pada 37 oC selama 48 jam. Kemudian dihitung total kapang dan khamir berdasarkan standar plate count (Fardiaz 1992).
Ukuran dan Bentuk Mikrokapsul Diameter dan bentuk dari mikrokapsul diperiksa dengan Scanning Electron Microscope, dengan cara mikrokapsul ditempatkan merata pada aluminium stubs yang berupa lempengan berdiameter 6 mm kemudian divakum dengan gas argon sampai stabil dan dilapisi emas dengan sputter coater selama 20 detik. Selanjutnya aluminium stubs yang berisi sampel dimasukkan pada alat electron microscope dan diamati diameter mikrokapsul serta bentuk mikroskopis dari mikrokapsul (Lian et al. 2002).
Penghitungan Viabilitas Sel Untuk penghitungan kuantitatif viabilitas sel dengan metoda plate count, yaitu kultur bakteri yang dienkapsulasi dengan metoda spray drying diencerkan dengan beberapa seri pengenceran. Sebanyak 0,1 g contoh diambil dan
22
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9,9 ml larutan pengencer steril (diperoleh pengenceran 10 -2), kemudian dilakukan pengocokan dengan vortex. Deretan pengenceran dipersiapkan sampai 10-8 , kemudian sebanyak 1 ml contoh dipipet ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan sebanyak 10 ml media GYP Agar steril, lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC. Viabilitas probiotik dihitung berdasarkan rasio log jumlah bakt eri per gram sesudah dan sebelum penyimpanan, dan dinyatakan dalam persen (%) (Lian et al. 2002). Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: Log cfu/g dry basis probiotik sesudah penyimpanan Viabilitas (%) =
x 100% Log cfu/g dry basis probiotik sebelum penyimpanan
23
DAFTAR PUSTAKA Adam MR, Moss MO. 1995. Food Mikrobiology. The Royal Society of Chemistry, Cambridge, London. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas IP B. Axellson L. 1998. Lactid acid bacteria: classification and physiology. Didalam: Salminen S dan Wright AV, editor. Lactid Acid Bacteria: Microbiology and Funcional Aspects. Ed ke-2.. Marcell Dekker, Inc, New York. Chandramouli V, Kailasapathy K, Peiris P, Jones M. 2004. An improved method of microencapsulation and its evaluation to protect Lactobacillus spp. in simulated gastric condition. J Microb Methods 56:27–35. Chou LS, Weimer B. 1999. Isolation and characterization of acid and bile tolerant isolates from strains of Lactobacillus acidophilus. J Dairy Sci 82:23-31. Corzo G, Gilliland SE. 1999. Measurement of bile salt hydrolase activity from Lactobacillus acidophilus based on dissapearance of conjugated bile salts. J Dairy Sci 82:466-471. Drouault S, G Corthier, SD Erlich dan P Renault. 1999. Survival physiology and lysis of Lactococcus lactis in the digestive tract. Appl Env Microbiol 65:4881-4886. Elida M. 2002. Profil bakteri asam laktat dari dadih yang difermentasi dalam berbagai jenis bambu dan potensinya sebagai probiotik [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Erickson KL, Hubband NE. 2000. Probiotic immunomodulationin health and disease. J Nutr 130:403S -409S. Evanikastri. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari sampel klinis yang berpotensi sebagai probiotik [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia, Jakarta. Filkova I, Mujumdar AS. 1995. Industrial Spray Drying Systems. Di dalam : Mujumdar AS, editor. Handbook of Industrial Drying. Marcell Dekker, New York. Frazier WC dan DC Westhoff. 1988. Food Microbiology. 4th ed. Mc Graw-Hill Book Co., New York. Fuller R. 1999. Probiotics from animals. Didalam Probiotics: A Critical Review. Editor : G.W. Tannock. Horizon Scientific Press.
24
Gomes AMP, Malcata GA. 1999. Bifidobacterium ssp. and L. Acidophilus: Biological , technological and therapeutical properties relevant for use as probiotics. Review. Trend in Food Sci Tech 10:139-157. Gunawan. 2003. Uji kemampuan probiosis isolat Lactobacillus strain lokal dan analisis asam organik yang dihasilkan dalam menurunkan kolesterol secara invitro [skripsi]. Purwokerto : Fakultas Biologi, Universitas Jendral Soedirman. Harmayani E, Ngatirah, Rahayu ES, Utami T. 2001. Ketahanan dan viabilitas probiotik bakteri asam laktat selama proses pembuatan kultur kering dengan metode freeze dan spray drying. J Tek dan Ind Pangan 12:126-132. Jacobsen CN, VR Nielsen, AE Hayford, PL Moller, KF Michaelsen, AP Erregaard, B Sandstrom, M Tvede dan M Jakobsen. 1999. Screening of probiotic activities of forty seven strains of Lactobacillus spp. by in vitro techniques and evaluation of the colonization ability of five selected strains in human. J Appl Env Microbiol 65:4949-4956. Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology. Chapman and Hall. New York, USA. Jenie BSL, Rini SE. 1995. Aktivitas antimikroba dari beberapa species Lactobacillus terhadap mikroba pathogen dan perusak makanan. Bul Tek dan Ind Pangan 6:46-51. Kusumawati N. 2002. Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai galur probiotik dengan kemampuan mempertahankan keseimbangan mikroflora usus feses dan mereduksi kolesterol serum darah tikus [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Lian WC, Hsio HC, Chou CC. 2002. Survival of Bifidobacterium longum after spray drying. Int J Food Microbiol 74:79– 86. Lian WC, Hsio HC, Chou CC. 2003. Viability of microencapsulated Bifidobacteria in simulated gastric juice and bile solution. Int J Food Microbiol 86:293-301. Mattila-Sandholm T. 1999. Probiotics: towards demonstrating efficacy. Trends in Food Sci and Tech 10:393-399. Mosilhey SH. 2003. Influence of different capsule materials on the physiological properties of microencapsulated Lactobacillus acidophilus. Institute of Food Technology, Faculty of Agriculture University of Bonn. 153 pages. Ngatirah A, Harmayanti ES dan T Utami. 2000. Seleksi bakteri asam laktat sebagai agensia probiotik yang berpotensi menurunkan kolesterol. Di Dalam : Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. Surabaya: Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. hlm 63-70. Pasifico CJ, Wu W, Fraley M, penemu; Balchem Corp. 26 Juni 2001. Sensitive substance encapsulation. US Patent 6 251 478.
25
Pessi T, Sutas Y, Marttinen A, Isolauri E. 1998. Probiotics reinforce mucosal degradation of antigens in rats: Implications for therapeutic use of probiotics. J Nutrition 128: 2313-2318. Picot A, Lacroix C. 2004. Encapsulation of Bifidobacteria in whey protein-based microcapsules and survival in simulated gastrointestinal condition and in yoghurt. Int Dairy J 14:505–515. Ray B. 1996. Probiotic of lactic acid bacteria. Science or Myth. Di Dalam: NATO ASI Series, editor. Lactic acid bacteria. Current advances in metabolism, genetic and application . Volume 5(98). Springer-Verlag. Germany. Reid G. 1999. The scientific basis for probiotic strain of Lactobacillus. Minireview. J Appl Env Microbiol 65:3763-3766. Risch AJ. 1995. Encapsulation: overview of uses and techniques. Didalam Risch, AJ dan GA Reineccius. Encapsulation and Controlled Release of Food Ingredients. American Chemical Society, Washington D.C. Rolfe RD. 2000. The role of probiotic culture in the control of gastrointestinal health. J Nutr Supplement 130: 396S-402S. Roos de NM, Katan MB. 2000. Effect of probiotic bacteria on diarrhea, lipid metabolism and carcinogenesis: a review of papers published between 1988 and 1998. Am J Clin Nutr 71:405-411. Salminen S dan AV Wright. 1998. Lactic Acid Bacteria. Marcell Dekker Inc. New York Shin H, Lee J, Pestka JJ, Ustunol Z. 2000. Viability of Bifidobacteria in commercial dairy products during refrigerated storage. J Food Prot 63: 327-331. Shortt C. 1999. The probiotic century: Historical and current perspectives. Review. Trend Food Sci and Tech 10: 411-417. Siegumfeldt H, Rechninger BK, Jacobsen M. 2000. Dynamic changes of intracellular pH in individual lactic acid bacterium cells in response to a rapid drop in extracellular pH. J Appl Env Microbiol 66:2330-2335 Smet ID, L van Hoorde, MV Woestyne, H Christiaens dan W Verstraete. 1995. Significance of bile salt hydrolytic activities of lactobacilli. J Appl Bacteriol 79:292-301 Suita-Cruce P, Goulet J. 2001. Improving probiotic survival rates. Food Tech 55: 36-40. Sultana K, Godward G, Reynolds N, Arumugaswamy R, Peiris P, Kailasapathy K. 2000. Encapsulation of probiotic bacteria with alginate-starch and evaluation of survival in simulated gastro intestinal condition and in yoghurt. Int J Food Microbiol 62:47–55.
26
Swaisgood. 1991. Immobilized Enzymes. Aplication to Bioprocessing of Food. Di dalam : Fox PF, editor. Food Enzymology Vol 2. Elsevier Apllied Science, London. Teixeira PC, Castro MH, Malcata FX, Kirby KM. 1995. Survival of Lactobacillus delbruechii ssp. bulgaricus following spray drying. J Food Sci 78: 10251031. To BCS, Etzel MR. 1997. Spray drying, freeze drying, or freezing of three different lactic acid bacteria species. J Food Sci 62: 576-578. Widodo, Soeparno, Wahyuni E. 2003. Bioenkapsulasi probiotik (Lactobacillus casei) dengan pollard dan tepung terigu serta pengaruhnya terhadap viabilitas dan laju pengasaman. J Tek dan Industri Pangan 14:98-106. Wirawati CU. 2002. Potensi bakteri asam laktat yang diisolasi dari tempoyak sebagai probiotik. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Young SL, Sarda X, Rosenberg M. 1993. Microencapsulating properties of whey proteins with carbohydrate. J Dairy Sci 76:2878-2885. Yulianto E. 2004. Uji viabilitas dan fisiologis Lactobacillus sp . sebagai minuman probiotik penurun koles terol dalam bentuk serbuk [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada. Zavaglia AG, G Kociubinski, P Perez dan G De Antoni. 1998. Isolation and characterization of Bifidobacterium strains for probiotic formulation. J Food Protect 61:865-873.
ENKAPSULASI Lactobacillus plantarum DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SERTA KETAHANANNYA SETELAH SPRAY DRYING DAN VIABILITASNYA SELAMA PENYIMPANAN (Survival of Lactobacillus plantarum Encapsulated with Skim Milk and Arabic Gum after Spray Drying and Its Viability during Storage) ABSTRACT Ten isolates of Lactobacillus plantarum were selected for its survival after heating. Two isolates which showed the highest survival rate were then encapsulated with skim milk, arabic gum and mixtured of skim milk - arabic gum. The probiotic cultures were prepared in the form of suspension and biomass and then spray dried. Survival of the probiotic encapsulated in the form of biomass after spray drying, and the viability after one month of storage at room temperature were higher than the suspension. It was found that the survival of probiotic bacteria in different encapsulation materials varied after spray drying. The number of probiotic survivals decreased after spray drying for all encapsulation materials tested ranged from less than 1 log cycle to 2 log cycles. Encapsulation of probiotic with three types combination of encapsulating materials showed that no significant difference of survivals after spray drying and viability after one month of storage were observed. The remained number of the probiotic after one month of storage at 4 oC and room temperature was 10 4-107 cfu/g and 102-105 cfu/g, respectively. Keyword: encapsulation, probiotic, skim milk, arabic gum
PENDAHULUAN Probiotik merupakan suplemen mikroba hidup yang memberikan efek menguntungkan bagi inang dengan meningkatkan keseimbangan mikroba pencernaan.
Keuntungan
pencernaan,
pengendalian
yang
diperoleh
tingkat
meliputi
kolesterol
dan
pengendalian memiliki
infeksi aktivitas
antikarsinogenik (Krasaekoopt et al. 2003). Interna tional Dairy Federation merekomendasikan bahwa bakteri harus aktif dan berlimpah dalam produk dan harus terdapat sekitar 107 cfu/g berat kering. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri mungkin tidak dapat mempertahankan jumlah yang cukup jika dimasukkan dalam berbagai
28
produk dan kondisi penyimpanan (Sultana et al. 2000 dan Chandramouli et al. 2004). Mikroenkapsulasi berbagai kultur bakteri termasuk probiotik telah menjadi praktek umum untuk meningkatkan masa simpan dan mengubahnya menjadi bentuk untuk mempermudah penggunaannya. Terdapat beberapa teknik seperti spray drying dan freeze drying untuk mengenkapsulasi kultur dan mengubahnya menjadi bentuk bubuk terkonsentrasi (Krasaekoopt et al. 2003). Bubuk kering hasil spray drying yang mengandung sejumlah besar mikroorganisme hidup merupakan bentuk yang sesuai untuk tujuan penyimpanan dan aplikasi dalam pengembangan pangan fungsional. Namun kendala utama kultur probiotik yang di spray drying adalah kehilangan viabilitas yang terjadi selama pengolahan dan penyimpanan bubuk. Tingkat survival kultur selama spray drying dan penyimpanan selanjutnya tergantung pada beberapa faktor, meliputi spesies, strain kultur, kondisi pengeringan, inokulum dan medium yang digunakan dan bahan pelindung (Desmond et al. 2002). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bahan enkapsulasi
L.
plantarum dalam bentuk biomasa dan suspensi yang sesuai dengan menggunakan susu skim, gum arab serta kombinasi susu skim dan gum arab terhadap ketahanan probiotik setelah spray drying serta viabilitasnya setelah penyimpanan selama satu bulan pada suhu rendah (4 oC) dan suhu kamar.
BAHAN DAN METODE Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan sebanyak sepuluh isolat yang berpotensi probiotik , yaitu L. plantarum mar8, L. plantarum dmnd, L. plantarum s4, L. plantarum sgn4, L. plantarum p8, L. plantarum lac3, L. plantarum d4, L. plantarum pdgn3, L. plantarum pdbn6
yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Puslit Biologi LIPI Bogor dan L. plantarum sa28k dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Semua isolat tersebut telah berpotensi sebagai probiotik
29
berdasarkan sifat-sifat antimikroba serta ketahanan terhadap asam dan garam empedu.
Persiapan dan Pengawetan Probiotik Pemurnian dan peremajaan dilakukan untuk memperoleh kultur murni dari probiotik, menggunakan metode Harmayani et al. 2001 dengan modifikasi pada media yang digunakan. Semua probiotik dimurnikan lebih dahulu dengan metode goresan kuadran yang diulangi beberapa kali sampai diperoleh koloni terpisah dengan menggunakan media GYP. Probiotik yang telah dimurnikan, disegarkan dan diperbanyak. Kultur stok dalam agar GYP disimpan pada suhu rendah (suhu 4-5 oC).
Seleksi Probio tik Tahan Panas
Pengujian ketahanan panas merupakan kriteria seleksi untuk memperoleh probiotik yang paling tahan terhadap panas, menggunakan metode tabung (Murhadi 1994) dengan sedikit perubahan yaitu media yang digunakan GYP dan suhu yang digunakan 100 oC. Dari sepuluh probiotik yang ada, akan dipilih dua probiotik terbaik yang akan dienkapsulasi. Perbanyakan probiotik pada medium cair GYP dilakukan dengan menginokulasikan probiotik ke dalam 10 ml media GYP cair steril lalu diinkubasi pada 37 oC selama 24 jam, dan dihitung jumlah awal bakteri sebelum perlakuan pemanasan. Pengujian dilakukan dengan cara tabung reaksi yang berisi 4,5 ml media GYP cair dipanaskan dalam penangas air sampai bagian dalam media mencapai suhu 100 oC. Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan termometer langsung ke tabung kontrol. Sebanyak 0,5 ml suspensi probiotik uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok dengan alat vortex 2-3 detik dan segera dimasukkan ke dalam
penangas air selama 1 menit. Setelah o
pemanasan
dilakukan pemupukan pada 37 C selama 24 jam dan dihitung jumlah koloni
30
untuk masing-masing probiotik. Ketahanan panas probiotik dihitung dengan rumus :
Ketahanan (%) =
Log jumlah sel setelah pemanasan/ml
x 100%
Log jumlah sel sebelum pemanasan/ml
Produksi Biomasa dan Suspensi Probiotik Dua probiotik dengan ketahanan panas tertinggi yang telah ditumbuhkan pada agar miring GYP, ditumbuhkan kembali pada media GYP cair selama 24 jam pada suhu 37 oC, yang selanjutnya digunakan sebagai kultur antara. Sebanyak 10 ml kultur antara ditumbuhkan pada GYP cair 1000 ml (1:100) yang digunakan untuk produksi biomasa. Selanjutnya biomasa dipanen dengan cara sentrifugasi (5000xg) selama 10 menit pada 4 oC, dan dicuci dua kali dengan buffer fosfat (Harmayani et al. 2001). Dua probiotik dengan ketahanan panas tertinggi, ditumbuhkan kembali pada media 10% susu skim cair steril selama 24 jam pada suhu 37 oC, yang selanjutnya digunakan sebagai kultur antara. Sebanyak 2,5 ml kultur antara dimasukkan ke dalam 250 ml larutan susu skim 10% steril (b/v), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC (Yulianto 2004).
Enkapsulasi Probiotik dan Spray Drying Kultur probiotik yang digunakan sebelum dienkapsulasi adalah dalam bentuk biomasa dan suspensi. Biomasa yang diperoleh diresuspensikan ke dalam akuades steril dan dienkapsulasi dengan susu skim, gum arab serta campuran susu skim dan gum arab. Perbandingan biomasa dan bahan enkapsulasi yang digunakan adalah sebesar 3:7 (b/b) (Lian et al. 2002). Probiotik dalam bentuk suspensi yang telah ditumbuhkan dalam susu skim 10% (b/v) langsung dikeringkan dengan spray dryer,
kemudian selanjutnya
31
suspensi dienkapsulasi dengan gum arab dengan perbandingan 1:1 (b/b) (Yulianto 2004). Kombinasi perlakuan enkapsulasi adalah sebagai berikut : biomasa - susu skim, biomasa - gum arab, biomasa - susu skim - gum arab, suspensi - susu skim dan suspensi - susu skim - gum arab. Campuran dihomogenisasi, kemudian dikeringkan dengan BUCHI mini spray dryer pada suhu inlet 100 oC dan suhu outlet 50 oC. Penyimpanan Mikrokapsul Probiotik Probiotik yang sudah dienkapsulasi (mikrokapsul) dimasukkan ke dalam botol steril dan disimpan pada suhu rendah (4 oC) dan suhu kamar selama satu bulan untuk pengujian viabilitas probiotik.
Ketahanan Probiotik Selama Spray Drying Uji ketahanan probiotik selama spray drying dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses spray drying dan bahan enkapsulasi terhadap jumlah probiotik yang masih tetap bertahan hidup. Ketahanan probiotik ditentukan dengan membandingka n jumlah sel sesudah pengeringan semprot dan jumlah sel sebelum pengeringan semprot. Untuk penghitungan kuantitatif jumlah probiotik dilakukan dengan metode plate count (Lian et al. 2002)., yaitu probiotik yang dienkapsulasi dengan metode spray drying diencerkan dengan beberapa seri pengenceran. Sebanyak 0,1 g contoh diambil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9,9 ml larutan pengencer steril (pengencer 10-2), kemudian dikocok pada alat vortex. Deretan pengenceran dipersiapkan sampai 10 -8, kemudian sebanyak 1 ml contoh dipipet ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan sebanyak 10 ml media GYP Agar steril, lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC.
Log jumlah sel sesudah pengeringan/g dry basis Ketahanan (%) =
x 100% Log jumlah sel sebelum pengeringan/g dry basis
32
Penghitungan Viabilitas Sel Untuk penghitungan kuantitatif viabilitas sel dengan metoda plate count, yaitu kultur bakteri yang dienkapsulasi dengan metoda spray drying diencerkan dengan beberapa seri pengenceran. Sebanyak 0,1 g contoh diambil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9,9 ml larutan pengencer steril (diperoleh pengenceran 10 -2), kemudian dilakukan pengocokan dengan vortex. Deretan pengenceran dipersiapkan sampai 10-8 , kemudian sebanyak 1 ml contoh dipipet ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan sebanyak 10 ml media GYP Agar steril, lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC. Viabilitas probiotik dihitung berdasarkan rasio log jumlah bakteri per gram sesudah dan sebelum penyimpanan, dan dinyatakan dala m persen (%) (Lian et al. 2002). Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: Log cfu/g dry basis probiotik sesudah penyimpanan Viabilitas (%) =
x 100% Log cfu/g dry basis probiotik sebelum penyimpanan
Kadar Air Pada pengukuran kadar air menurut metode Apriyantono et al. (1989), terlebih dahulu cawan dikeringkan dengan oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Setelah itu ditimbang dengan cepat sampel sebanyak 0,5 g. Selanjutnya cawan sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama 6 jam. Cawan sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Cawan dan sampel dimasukkan kembali kedalam oven sampai diperoleh berat yang tetap (3 desimal). Kadar air dihitung berdasarkan basis kering.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi Probiotik Tahan Panas Hasil pengujian ketahanan panas pada sepuluh isolat probiotik dapat dilihat pada Gambar 2 dan data selengkapnya pada Lampiran 2. Setelah pemanasan pada suhu 100 oC selama 1 menit ketahanan probiotik yang tersisa bervariasi dari 2556%, yang artinya 44-75% probiotik hilang karena proses pemanasan. Jumlah probiotik mengalami penurunan dari jumlah awal sekitar 8,5 log cfu/ml menjadi 3,6 log cfu/ml. Dua isolat yang mempunyai ketahanan panas tertinggi, adalah L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8 (Gambar 2).
60
Ketahanan Panas (%)
50 40 30 20 10 0 k 28 sa 6 bn pd 3 gn pd
d4
3 lac
p8
n4 sg
s4 nd dm r8 ma
Probiotik (L. plantarum)
Gambar 2 Grafik hasil uji ketahanan panas probiotik
Ketahanan panas L. plantarum mar8 sebesar 56,85% sedangkan ketahanan panas L. plantarum sa28k sebesar 56,32% tetapi nilai tersebut tidak berbeda nyata secara statistik. Jumlah L. plantarum mar8 mengalami penurunan dari jumlah awal 8,76 log cfu/ml menjadi 4,98 log cfu/ml, sedangkan jumlah L. plantarum sa28k mengalami penurunan dari jumlah awal 8,63 cfu/ml menjadi 4,86 log cfu/ml. Panas telah dilaporkan merusak berbagai struktur sel termasuk kerusakan membran sel, ribosom, DNA, RNA dan enzim. DNA masih ditetapkan sebagai
34
molekul sasaran letal, tetapi kerusakan yang terjadi pada waktu yang sama di dalam molekul dan atau struktur yang berbeda dapat juga menghasilkan inaktivasi panas (Jenie 1997).
Pengaruh Bahan Enkapsulasi dan Mikrokapsul Probiotik
Spray Drying terhadap Ketahanan
Data ketahanan bakteri setelah spray drying dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh proses spray drying dan bahan enkapsulasi terhadap jumlah bakteri yang masih
dapat
bertahan
hidup.
Ketahanan
bakteri
ditentukan
dengan
membandingkan jumlah sel sesudah dan sebelum spray drying. Ketahanan probiotik baik dalam bentuk biomasa maupun suspensi dalam berbagai komposisi bahan enkapsulasi setelah spray drying dapat dilihat pada Gambar 3 dan data selengkapnya pada Lampiran 4. Ketahanan bakteri setelah spray drying untuk semua perlakuan bahan enkapsulasi relatif baik yaitu sekitar 89%. Jumlah bakteri sebelum spray drying adalah 9,4 log cfu/g berat kering, setelah spray drying turun menjadi 8,4 log cfu/g berat kering, berarti penurunan populasi hanya sebanyak 1 siklus log. Jumlah bakteri setelah dienkapsulasi dengan metode spray drying untuk semua bahan enkapsulasi berkisar antara 10 7–109 cfu/g berat kering. Jumlah sel probiotik hidup dalam mikrokapsul ini cukup tinggi untuk dapat memberikan efek kesehatan bagi tubuh. Menurut International Dairy Federation (Sultana et al. 2000), jumlah minimal sel probiotik hidup pada produk susu untuk dapat berperan dalam peningkatan kesehatan pencernaan adalah 106 sel per gram produk. Lian et al. (2002) melaporkan bahwa pada perlakuan bahan enkapsulasi susu skim, gelatin dan pati terlarut,
spray drying menyebabkan penurunan populasi
Bifidobacteria dengan reduksi sekitar 1,0-2,0 log cfu/g berat kering. Mikrokapsul yang dihasilkan mengandung Bifidobacteria dengan jumlah populasi sekitar 1091010 cfu/g berat kering.
Bentuk Biomasa dan Suspensi. Ketahanan probiotik setelah spray drying dalam bentuk biomasa lebih tinggi dan berbeda nyata secara statistik dengan
35
bentuk suspensi. Untuk kultur biomasa ketahanannya sebesar 91%, sedangkan suspensi hanya 85,5%. Kultur biomasa mempunyai jumlah awal 10,1 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 9,2 log cfu/g berat kering, sedangkan suspensi mempunyai jumlah awal 8,6 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 7,3 log cfu/g berat kering. Dari hasil penelitian diketahui bahwa bentuk biomasa mempunyai jumlah awal dan jumlah akhir yang lebih tinggi dibandingkan kultur yang dalam bentuk suspensi. Hal ini diduga karena kultur dalam bentuk biomasa ditumbuhkan di media GYP, sedangkan kultur dalam bentuk suspensi ditumbuhkan dalam media susu skim. Kultur L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar 8 adalah kultur yang berasal dari tanaman (kelompok nabati). Menurut Surono (2004), bakteri asam laktat yang berasal dari kelompok nabati tumbuh lebih baik dalam media GYP. Media GYP diduga komposisi nutrisinya lebih cocok untuk pertumbuhan kultur L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar 8 dibanding medium susu skim, sehingga pada kultur biomasa diperoleh kultur dengan jumlah yang lebih tinggi, baik sebelum maupun setelah perlakuan spray drying, dibandingkan dengan kultur probiotik dalam bentuk suspensi. a) L. plantarum sa28k
b) L. plantarum mar8 100
Ketahanan (%)
Ketahanan (%)
100 80 60 40 20
80 60 40 20 0
0
-g s-s Su arM -s us -S ar M s-g io-B ar M -g Bio arM s io-B ar M
g -sus -S Sa -s us -S Sa s-g io-B Sa
io-g -B Sa
s io-B Sa
Gambar 3 Grafik ketahanan setelah spray drying mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi (Sa: L. plantarum sa28k, Mar: L. plantarum mar8, Bio: biomasa, Sus: suspensi, s: skim, g: gum arab)
36
Jenis Bahan Enkapsulasi. Pada kultur biomasa diperoleh hasil ketahanan kultur probiotik setelah spray drying untuk ketiga kombinasi jenis bahan enkapsulasi tidak berbeda nyata secara statistik. Ketahanan kultur probiotik pada penggunaan susu skim 93% , campuran susu skim-gum arab 91% dan gum arab 88%. Kultur yang menggunakan bahan enkapsulasi susu skim mempunyai jumlah awal 10,1 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 9,4 log cfu/g berat kering, yang menggunakan bahan enkapsulasi susu skim gum arab mempunyai jumlah awal 10,1 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 9,2 log cfu/g berat kering, sedangkan kultur yang menggunakan bahan enkapsulasi gum arab mempunyai jumlah awal 10,1 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 9,0 log cfu/g berat kering. Pada kultur
suspensi, ketahanan pada penggunaan susu skim 85,5% dan
campuran susu skim-gum arab 87,5%. Dari hasil analisis statistik nilai ketahanan kultur probiotik setelah spray drying untuk kedua kombinasi
jenis
bahan
enkapsulasi tersebut tidak berbeda nyata. Kultur yang menggunakan bahan enkapsulasi susu skim mempunyai jumlah awal 8,6 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 7,4 log cfu/g berat kering, sedangkan yang menggunakan bahan enkapsulasi susu skim gum arab mempunyai jumlah awal 8,5 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 7,3 log cfu/g berat kering. Lian et al. (2002) menyatakan bahwa jenis bahan enkapsulasi yang berbeda akan mempengaruhi ketahanan kultur probiotik setelah spray drying, dan bahan enkapsulasi susu skim menghasilkan ketahanan sete lah spray drying yang lebih tinggi dari bahan enkapsulasi gelatin dan pati terlarut. Kondisi ini kemungkinan disebabkan susu skim setelah perlakuan spray drying mengalami retak-retak pada permukaannya yang memfasilitasi keluarnya
panas dari dalam mikroka psul.
Retak pada susu skim mungkin memfasilitasi lepasnya panas dari dalam partikel setelah pengeringan, yang mengakibatkan kerusakan akibat panas (heat injury) yang lebih sedikit terhadap mikroorganisme yang terperangkap di dalamnya. Hal ini mungkin yang menjelaskan ketahanan mikrokapsul probiotik lebih tinggi setelah spray drying dengan susu skim dibanding dengan komposisi bahan enkapsulasi lainnya. Selain perbedaan karakteristik kimia, bahan kapsul memiliki sifat fisik yang berbeda seperti konduktivitas termal dan difusivitas termal (Mosilhey 2003).
37
Jenis Probiotik. Ketahanan probiotik setelah spray drying untuk kedua jenis probiotik tidak berbeda nyata, yaitu L. plantarum sa28k sekitar 89% dan L. plantarum mar8 sekitar 89,5%. Penurunan sel L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8 hampir sama berkisar antara 0,7-1,2 log cfu/g berat kering, dengan populasi akhir sekitar 107 -109 cfu/g berat kering. Mosilhey (2003) melaporkan bahwa spray drying menyebabkan penurunan sel L. acidophilus dalam bentuk biomasa sekitar 1-2 log cfu/g berat kering. Bubuk probiotik yang diperoleh setelah spray drying mengandung L acidophilus dengan populasi sekitar 10 8-109 cfu/g berat kering, memenuhi jumlah yang dapat digunakan sebagai produk probiotik. Penurunan jumlah sel setelah spray drying dapat disebabkan oleh adanya dehidrasi dan inaktivasi akibat panas (Johnson dan Etzel 1997). Penurunan kelangsungan hidup tersebut dapat berbeda-beda tergantung pada galur kultur BAL, perlakuan dan komposisi bahan enkapsulasi (Bertolini et al. 2001). Spray drying dapat dioperasikan pada
laju produksi yang tinggi dengan
biaya rendah, merupakan metode yang umum digunakan untuk memproduksi pangan yang kering. Disamping itu metode ini
juga umum digunakan untuk
mengawetkan dan memekatkan mikroorganisme. Akan tetapi, mikroorganisme rentan terhadap kerusakan panas dan dehidrasi selama spray drying. Oleh karena itu ketahanan mikroorganisme menjadi hal penting jika spray drying digunakan untuk produksi kultur mikroba kering (Mosilhey 2003).
Viabilitas Mikrokapsul Probiotik Setelah Disimpan Satu Bulan pada Suhu rendah (4 oC) Viabilitas probiotik selama penyimpanan dinyatakan dalam persen jumlah bakteri hidup setelah penyimpanan terhadap jumlah awal sebelum penyimpanan. Viabilitas mikrokapsul probiotik dalam berbagai kombinasi bahan enkapsulasi setelah penyimpanan satu bulan pada suhu 4 oC dapat dilihat pada Gambar 4 dan data selengkapnya pada Lampiran 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas probiotik dalam mikrokapsul berkurang selama penyimpanan. Viabilitas bakteri setelah penyimpanan untuk semua perlakuan bahan enkapsulasi sekitar
38
71%, dimana jumlah bakteri sebelum penyimpanan sekitar 8,3 log cfu/g berat kering, setelah penyimpanan turun sebesar 2,4 siklus log menjadi 5,9 log cfu/g berat kering. Setelah penyimpanan selama satu bulan pada suhu rendah (4 oC), jumlah bakteri tinggal 10 4-107 cfu/g berat kering mikrokapsul. Kultur spray-dried umumnya mampu mempertahankan kelangsungan hidup dengan baik pada suhu rendah (4-7 °C), tetapi menyebabkan biaya penyimpanan yang mahal, dan pada kenyataannya hal ini merupakan suatu kebutuhan untuk menghasilkan kultur probiotik pada suhu lingkungan yang stabil. Di dalam studi ini, hasil yang ingin dicapai adalah viabilitas kultur probiotik yang tetap stabil dan untuk memperlambat tingkat ketidak-aktifan selama penyimpanan. a) L. plantarum sa28k
b) L. plantarum mar8 80
Viabilitas (%)
Viabilitas (%)
80 60 40 20
60 40 20 0
0
g -sus r-S Ma -s us r-S Ma s-g ior-B Ma g ior-B Ma s ior-B Ma
g -sus -S Sa -s us -S Sa s-g io-B Sa
g io-B Sa
s io-B Sa
Gambar 4 Grafik viabilitas mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi setelah disimpan satu bulan pada suhu rendah (4 oC) (Sa: L. plantarum sa28k, Mar: L. plantarum mar8, Bio: biomasa, Sus: suspensi, s: skim, g: gum arab)
Bentuk Biomasa dan Suspensi. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa viabilitas kedua galur bakteri, dalam bentuk biomasa lebih tinggi dari pada bentuk suspensi, yang berbeda nyata secara statistik. Untuk biomasa viabilitasnya sekitar 73%, sedangkan untuk suspensi viabilitasnya sekitar 68%. Kultur biomasa mempunyai jumlah awal dan jumlah akhir yang lebih tinggi dibandingkan kultur yang dalam bentuk suspensi. Kultur biomasa mempunyai jumlah awal 9,2 log
39
cfu/g berat kering dan jumlah akhir 6,7 log cfu/g berat kering, sedangkan kultur suspensi mempunyai jumlah awal 7,3 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 5,0 log cfu/g berat kering. Kultur dalam bentuk biomasa ditumbuhkan dalam media GYP yang diduga komposisi nutrisinya lebih lengkap dibanding kultur dalam bentuk suspensi yang ditumbuhkan dalam medium susu skim yang kandungan utamanya hanya protein, sehingga pada kultur biomasa diperoleh kultur dengan jumlah yang lebih tinggi baik sebelum maupun setelah perlakuan penyimpanan dibandingkan suspensi.
Jenis Bahan Enkapsulasi. Jenis bahan enkapsulasi yang berbeda akan mempengaruhi viabilitas kultur probiotik setelah penyimpanan. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai viabilitas kultur probiotik setelah penyimpanan untuk ketiga kombinasi jenis bahan enkapsulasi tidak berbeda nyata. Pada kultur biomasa diperoleh
nilai viabilitas kultur probiotik pada penggunaan bahan
enkapsulasi susu skim 73,5%, susu skim-gum arab 72,5% dan gum arab 71,5%. Demikian halnya pada kultur suspensi, dari hasil analisis statistik nilai viabilitas kultur probiotik setelah penyimpanan untuk kedua kombinasi
jenis
bahan
enkapsulasi tersebut tidak berbeda nyata. V iabilitas pada penggunaan susu skim 68,5% dan campuran susu skim-gum arab 67,5%.
Jenis Probiotik. Viabilitas probiotik setelah penyimpanan untuk kedua jenis probiotik hampir sama, untuk L. plantarum sa28k sekitar 70% dan untuk L. plantarum mar8 sekitar 71%. Hasil analisis statistik menunjukkan viabilitas dari kedua jenis probiotik tidak berbeda nyata. Penurunan jumlah sel L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8 hampir sama , sekitar 2,4 log cfu/g berat kering, dengan populasi akhir sekitar 104-10 7 cfu/g berat kering. Sel yang terluka dan tidak aktif terjadi tidak hanya selama pengolahan, tetapi juga selama penyimpanan mikrokapsul. Hal ini akan menurunkan viabilitas yang dipengaruhi oleh bahan enkapsulasi dimana bakteri dikeringkan, suhu dan kondisi kelembaban lingkungan penyimpanan mikrokapsul (Gardiner et al. 2000).
40
Viabilitas Mikrokapsul Probiotik Setelah Disimpan Satu Bulan pada Suhu Kamar Viabilitas probiotik dalam berbagai komposisi bahan enkapsulasi setelah penyimpanan satu bulan pada suhu kamar dapat dilihat pada Gambar 5 dan data selengkapnya pada Lampiran 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas probiotik dalam mikrokapsul berkurang selama penyimpanan pada suhu ruang. Viabilitas kedua bakteri setelah penyimpanan satu bulan pada suhu kamar sekitar 42%, dimana jumlah bakteri sebelum penyimpanan kurang lebih 8,3 log cfu/g berat kering dan setelah penyimpanan turun menjadi 3,6 log cfu/g berat kering. Viabilitas bakteri mengalami penurunan sebesar 4,7 siklus log, sehingga viabilitas bakteri tinggal 102 -105 cfu/g berat kering mikrokapsul. Hasil ini serupa dengan penelitian Nuraida et al. (1995), untuk mikrokapsul yang dibuat dari bahan enkapsulasi tepung beras yang disimpan selama satu bulan pada suhu kamar akan mengalami penurunan sebesar 4-6 siklus log dengan viabilitas berkisar antara 102-10 4 cfu/g berat kering. Menurut Desmond et al. (2002), viabilitas bubuk probiotik menurun dengan
meningkatnya suhu
penyimpanan.
Bentuk Biomasa dan Suspensi. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa viabilitas kedua bakteri yang menggunakan biomasa lebih tinggi dari pada yang suspensi. Viabilitas probiotik dalam bentuk biomasa berbeda nyata secara statistik dengan suspensi. Untuk bakteri yang menggunakan biomasa viabilitas sebesar 50%, sedangkan pada suspensi viabilitas sekitar 32%. Kultur dalam bentuk biomasa mempunyai jumlah awal 9,2 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 4,6 log cfu/g berat kering, sedangkan suspensi mempunyai jumlah awal 7,4 log cfu/g berat kering dan jumlah akhir 2,4 log cfu/g berat kering. Kultur dalam bentuk biomasa mempunyai jumlah awal dan jumlah akhir yang lebih tinggi dibandingkan suspensi. Kultur biomasa ditumbuhkan dalam media GYP yang diduga komposisi nutrisinya lebih lengkap dibanding kultur suspensi yang ditumbuhkan hanya dalam medium susu skim yang kandungan utamanya hanya protein, sehingga
41
pada kultur biomasa diperoleh jumlah yang lebih tinggi baik sebelum maupun setelah perlakuan penyimpanan dibandingkan dengan suspensi.
b) L. plantarum mar8
60
60
50
50
Viabilitas (%)
Viabilitas (%)
a) L. plantarum sa28k
40 30 20
40 30 20
10
10
0
0 g -sus r-S Ma s us r-S Ma -g s ior-B Ma g ior-B Ma s ior-B Ma
g -sus -S Sa -s us -S Sa s-g io-B Sa
g io-B Sa
s io-B Sa
Gambar 5 Grafik viabilitas mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi selama penyimpanan satu bulan pada suhu kamar (Sa: L. plantarum sa28k, Mar: L. plantarum mar8, Bio: biomasa, Sus: suspensi, s: skim, g: gum arab) Jenis Bahan Enkapsulasi. Pada kultur biomasa, nilai viabilitas kultur probiotik setelah penyimpanan untuk ketiga kombinasi jenis bahan enkapsulasi tersebut tidak berbeda nyata secara statistik. V iabilitas kultur probiotik pada penggunaan bahan enkapsulasi susu skim sebesar 52% diikuti dengan campuran susu skim-gum arab 50% dan yang terendah dengan gum arab 49% . Demikian halnya pada kultur suspensi, dimana hasil analisis statistic menunjukkan nilai viabilitas kultur probiotik setelah penyimpanan untuk kedua kombinasi bahan
enkapsulasi
tersebut
tidak
jenis
berbeda nyata. Viabilitas tertinggi pada
penggunaan susu skim sebesar 33%, diikuti dengan campuran susu skim-gum arab 31%.
Jenis Probiotik. Viabilitas probiotik setelah penyimpanan untuk kedua jenis probiotik hampir sama, untuk L. plantarum sa28k sekitar 41% dan untuk L. plantarum mar8 sekitar 42%. Hasil analisis statistik menunjukkan viabilitas dari kedua jenis probiotik tidak berbeda nyata. Penurunan sel L. plantarum sa28k dan
42
L. plantarum mar8 hampir sama sekitar 4,8 log cfu/g berat kering, dengan populasi akhir berkisar antara 102-105 cfu/g berat kering. Satu sifat penting dari kultur yang digunakan sebagai tambahan pangan adalah organisme tersebut harus tetap hidup selama penyimpanan sebelum dikonsumsi. Namun, kultur pangan semacam ini tidak akan berperan efektif secara biologis dalam produk kecuali terdapat dalam jumlah yang cukup sebelum dikonsumsi. Untuk itu, perubahan populasi bakteri selama masa hidup produk yang diinginkan harus diketahui hingga tingkat tertentu (Mosilhey 2003).
Kadar Air Mikrokapsul Probiotik Hasil pengukuran kadar air dapat dilihat pada Gambar 6 dan data selengka pnya pada Lampiran 10. Kadar air mikrokapsul probiotik yang diperoleh berkisar antara 7,4%–9,3%. Bentuk Biomasa dan Suspensi. Kadar air mikrokapsul dari kultur suspensi dan biomasa tidak berbeda nyata secara statistik. Kadar air mikrokapsul probiotik dari kultur suspensi 8,5-9,3% sedangkan yang berasal dari biomasa 7,4-8,6%. Jenis Bahan Enkapsulasi. Kadar air mikrokapsul probiotik pada kultur suspensi, untuk kedua jenis bahan enkapsulasi tidak berbeda nyata secara statistik Pada penggunaan bahan enkapsulasi campuran susu skim-gum arab 9,2% dan bahan enkapsulasi susu skim 8,9%, Demikian halnya pada kultur biomasa, secara statistik kadar air mikrokapsul probiotik yang berasal dari ketiga kombinasi jenis bahan enkapsulasi tidak berbeda nyata. Penggunaan bahan enkapsulasi campuran susu skim-gum arab menghasilkan mikrokapsul probiotik dengan kadar air 8,4%, gum arab 8,3% dan susu skim 7,6%. Seveline (2005) melaporkan enkapsulasi probiotik dengan bahan dekstrin dan triasil gliserol menghasilkan kadar air sebesar 7-12%.
43
b) L. plantarum mar8
10
10
8
8
Kadar air (%)
Kadar air (%)
a) L. plantarum sa28k
6 4 2
6 4 2 0
0
-g s-s Su arM s-s Su arM s-g ior-B Ma -g Bio arM -s Bio arM
g -sus -S Sa -s us -S Sa -g io-s -B Sa
g io-B Sa
s io-B Sa
Gambar 6 Grafik kadar air mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi (Sa: L. plantarum sa28k, Mar: L. plantarum mar8, Bio: biomasa, Sus: suspensi, s: skim, g: gum arab)
Jenis Probiotik. Kadar air dari kedua jenis probiotik hampir sama, yaitu L. plantarum sa28k sekitar 8,3% dan L. plantarum mar8 sekitar 8,5%. Hasil analisis statistik menunjukkan kadar air dari kedua jenis probiotik tidak berbeda nyata. Lian et al. (2002) melaporkan bahwa kadar air mikrokapsul Bifidobacteria dari bahan enkapsulasi gelatin, gum arab dan pati yang dibuat dengan metode spray drying berkisar antara 6-10%.
Penggunaan spray drying akan menghasilkan
pengurangan kadar air bahan (Johnson dan Etzel 1997).
KESIMPULAN Hasil pengujian ketahanan panas terhadap sepuluh galur L. plantarum diperoleh dua isolat yang mempunyai ketahanan panas tertinggi, yaitu L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8. Kultur probiotik yang dienkapsulasi dalam bentuk biomasa menghasilkan ketahanan setelah spray drying, serta viabilitas setelah disimpan satu bulan pada suhu rendah dan suhu kamar yang lebih baik dari pada dalam bentuk suspensi. Jenis bahan enkapsulasi susu skim, gum arab dan kombinasi susu skim gum arab menghasilkan ketahanan setelah spray drying dan viabilitas setelah
44
penyimpanan selama satu bulan pada suhu rendah dan suhu kamar dengan nilai yang tidak berbeda nyata secara statistik.
45
DAFTAR PUSTAKA Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Bertolini AC, Siani AC, Grosso CRF. 2001. Stability of Monoterpenes encapsulated in gum arabic by spray drying. J Agr Food Chem 49:780–785. Chandramouli V, Kailasapathy K, Peiris P, Jones M. 2004. An improved method of microencapsulation and its evaluation to protect Lactobacillus spp. in simulated gastric condition. J Microbiol Methods 56:27–35. Desmond C, Stanton C, Collins GFK, Ross RP. 2002. Improved survival of Lactobacillus paracasei NFBC 338 in spray dried powders containing gum acacia. J Appl Microbiol 93:1003-1012. Gardenier G, Sullivan EO, Kelly J, Auty MAE, Fitzgerald GF, Collins JK, Ross RP, Stanton C. 2000. Comparative survival of human derived probiotic Lactobacillus paracasei and L. salivarus strains during heat treatment and spray drying. J Appl Env Microbiol 66:2605–2616. Harmayani E, Ngatirah, Rahayu ES, Utami T. 2001. Ketahanan dan viabilitas probiotik bakteri asam laktat selama proses pembuatan kultur kering dengan metode freeze dan spray drying. J Tek dan Industri Pangan 12:126-132. Johnson JAC, Etzel MR. 1995. Properties of Lactobacillus helveticus CNRZ-32 attenuated by spray drying, freeze drying or freezing. J Food Sci 78:761768. Krasaekoopt W, Bhandari B, Deeth H. 2003. Evaluation of encapsulation techniques of probiotics for yoghurt. Int Dairy J 13:3-13. Lian WC, Hsio HC, Chou CC. 2002. Survival of Bifidobacterium longum after spray drying. Int J Food Microbiol74:79–86. Lian WC, Hsio HC, Chou CC. 2003. Viability of microencapsulated Bifidobacteria in simulated gastric juice and bile solution. Int J Food Microbiol 86:293-301. Mosilhey SH . 2003. Influence of Different Capsule Materials on the Physiological Properties of Microencapsulated Lactobacillus acidophilus. Institute of Food Technology, Faculty of Agriculture University of Bonn. 153 pages. Nuraida L, Adawiyah DR, Subarna. 1995. Pembuatan dan pengawetan kultur kering yoghurt. Bul Tek dan Industri Pangan 6:85–93. Seveline. 2005. Pengembangan produk probiotik dari isolate klinis bakteri asam laktat dengan menggunakan teknik pengeringan semprot dan pengeringan beku [tesis]. Bogor: Sekola h Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
46
Sultana K, Godward G, Reynolds N, Arumugaswamy R, Peiris P, Kailasapathy K. 2000. Encapsulation of probiotic bacteria with alginate-starch and evaluation of survival in simulated gastro intestinal condition and in yoghurt. Int J Food Microbiol 62:47–55. Surono IS. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Jakarta: PT. Tri Cipta Karya. Yulianto E. 2004. Uji viabilitas dan fisiologis Lactobacillus sp. sebagai minuman probiotik penurun kolesterol dalam bentuk ser buk [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.
KARAKTERISTIK DAN KETAHANAN Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB TERHADAP pH RENDAH DAN GARAM EMPEDU (Characteristics and Survival of Lactobacillus plantarum Encapsulated with Skim Milk and Arabic Gum in Low pH and Bile Salt) ABSTRACT Microencapsulated cells of probiotic L. plantarum sa28k and L. plantarum mar8 were prepared by using skim milk, arabic gum and mixture of skim milk - arabic gum. The probiotic cultures were prepared in the form of suspension and biomass and then spray dried. Survival of these microencapsulated and free cells of L. plantarum in low pH and in bile salt was then examined. Microencapsulated L. plantarum exhibited a lower population reduction than free cells during exposure to simulated gastric environment and bile solution. Survival of the probiotic encapsulated in the form of biomass exposure to low pH (pH2) and in bile salt were as well as the suspension. In general, the number of survivals decreased after exposure on low pH and bile salt for all encapsulation materials tested ranged from less than 1 log cycle to 2 log cycles. Encapsulation of probiotic with three types combination of encapsulating materials showed that no significant difference of survivals after exposure at low pH and bile salt and the number of the probiotic was 10 4-107 cfu/g. Keyword: en capsulation, probiotic, skim milk , arabic gum
PENDAHULUAN Lebih dari 20 tahun terakhir ini terdapat peningkatan perhatian pada peranan probiotik terhadap kesehatan manusia. Agar bakteri tersebut dapat meningkatkan pengaruh kesehatan yang positif, mereka harus dapat mencapai tempat sasarannya dalam keadaan hidup dan mempertahankan dirinya dalam jumlah tertentu (Sultana et al. 2000). Sebagai pedoman, International Dairy Federation merekomendasikan bahwa bakteri harus aktif dan berlimpah dalam produk dan harus terdapat sekitar 107 cfu/g. Namun beberapa studi menunjukkan bahwa bakteri mungkin tidak dapat mempertahankan jumlah yang cukup jika dimasukkan dalam produk dan juga selama melewati saluran pencernaan (Chandramouli et al. 2004). Untuk menjadi organisme probiotik, galur terpilih harus aman, hidup (viable) dan aktif dalam saluran pencernaan (Collins et al. 1998). Oleh karena itu probiotik harus tahan dalam lingkungan lambung dan mencapai kolon dalam
48
jumlah besar untuk memfasilitasi kolonisasi dan demikian dapat memberi efek menguntungkan pada inangnya ( Mosilhey 2003). Enkapsulasi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan viabilitas probiotik dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti asam lambung dan garam empedu (Wu et al. 2000). Mikrokapsul Bifidobacteria yang dipaparkan pada asam tinggi (pH 2,0) mengalami penurunan sebanyak 3 log cfu/g. Penurunan yang cepat dan nyata juga terjadi pada mikrokapsul yang dipaparkan pada garam empedu. Ketahanan Bifidobacteria terenkapsulasi lebih tinggi dibanding sel bebas tanpa enkapsulasi. Hal ini menunjukkan bahwa enkapsulasi dengan berbagai bahan enkapsulasi yang diujikan memper panjang efek protektif sel terhadap asam rendah dan larutan garam empedu (Lian et al. 2003). Sebelumnya telah dilakukan proses enkapsulasi L. plantarum dengan spray drying menggunakan bahan enkapsulasi susu skim, gum arab serta kombinasi susu skim dan gum arab dan dipelajari ketahanannya selama spray drying serta viabilitasnya selama penyimpanan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh
enkapsulasi
probiotik L. plantarum dalam bentuk biomasa dan suspensi menggunakan bahan enkapsulasi susu skim, gum arab serta kombinasi susu skim dan gum arab terhadap ketahanan probiotik pada kondisi asam rendah dan garam empedu.
BAHAN DAN METODE
Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan sebanyak sepuluh isolat yang berpotensi probiotik, yaitu L. plantarum mar8, L. plantarum dmnd, L. plantarum s4, L. plantarum sgn4, L. plantarum p8, L. plantarum lac3, L. plantarum d4, L. plantarum pdgn3, L. plantarum pdbn6
yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Puslit Biologi LIPI Bogor dan L. plantarum sa28k dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Semua isolat tersebut telah berpotensi sebagai probiotik
49
berdasarkan sifat-sifat antimikroba serta ketahanan terhadap asam dan garam empedu.
Persiapan dan Pengawetan Probiotik Pemurnian dan peremajaan dilakukan untuk memperoleh kultur murni dari probiotik, menggunakan metode Harmayani et al. 2001 dengan modifikasi pada media yang digunakan. Semua probiotik dimurnikan lebih dahulu dengan metode goresan kuadran yang diulangi beberapa kali sampai diperoleh koloni terpisah dengan menggunakan media GYP. Probiotik yang telah dimurnikan, disegarkan dan diperbanyak. Kultur stok dalam agar GYP disimpan pada suhu rendah (suhu 4-5 oC).
Produksi Biomasa dan Suspensi Probiotik Dua probiotik dengan ketahanan panas tertinggi yang telah ditumbuhkan pada agar miring GYP, ditumbuhkan kembali pada media GYP cair selama 24 jam pada suhu 37 oC, yang selanjutnya digunakan sebagai kultur antara. Sebanyak 10 ml kultur antara ditumbuhkan pada GYP cair 1000 ml (1:100) yang digunakan untuk produksi biomasa. Selanjutnya biomasa dipanen dengan cara sentrifugasi (5000xg) selama 10 menit pada 4 oC, dan dicuci dua kali dengan buffer fosfat (Harmayani et al. 2001). Dua probiotik dengan ketahanan panas tertinggi, ditumbuhkan kembali pada media 10% susu skim cair steril selama 24 jam pada suhu 37 oC, yang selanjutnya digunakan sebagai kultur antara. Sebanyak 2,5 ml kultur antara dimasukkan ke dalam 250 ml larutan sus u skim 10% steril (b/v), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC (Yulianto 2004).
Enkapsulasi Probiotik dan Spray Drying Kultur probiotik yang digunakan sebelum dienkapsulasi adalah dalam bentuk biomasa dan suspensi. Biomasa yang diperoleh diresuspensikan ke dalam
50
akuades steril dan dienkapsulasi dengan susu skim, gum arab serta campuran susu skim dan gum arab. Perbandingan biomasa dan bahan enkapsulasi yang digunakan adalah sebesar 3:7 (b/b) (Lian et al. 2002). Probiotik dalam bentuk suspens i yang telah ditumbuhkan dalam susu skim 10% (b/v) langsung dikeringkan dengan spray dryer,
kemudian selanjutnya
suspensi dienkapsulasi dengan gum arab dengan perbandingan 1:1 (b/b) (Yulianto 2004). Kombinasi perlakuan enkapsulasi adalah sebagai berikut : biomasa - susu skim, biomasa - gum arab, biomasa - susu skim - gum arab, suspensi - susu skim dan suspensi - susu skim - gum arab. Campuran dihomogenisasi, kemudian dikeringkan dengan BUCHI mini spray dryer pada suhu inlet 100 oC dan suhu outlet 50 oC. Uji Ketahanan Terhadap pH Rendah (pH 2) Ketahanan probiotik pada pH 2 dinyatakan dalam persen jumlah yang tahan terhadap pH 2 dibandingkan jumlah pada kondidi normal (pH 7). Pengujian ketahanan terhadap pH rendah (pH 2) dilakukan menurut metode Lian et al. (2003), dengan cara mikrokapsul sebanyak 1 g dan 1 ml kultur dalam GYP yang sudah berumur 24 jam dimasukkan dalam 9 ml GYP kontrol dan GYP asam yang diatur pada pH 2 menggunakan HCl, kemudian divortex
dan
diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 3 jam. Setelah itu dipanen dengan sentrifugasi pada 5000 x g selama 10 menit pada suhu 4 oC dan dicuci dua kali dengan buffer fosfat. Pellet diberi 10ml akuades dan selanjutnya dibuat seri pengenceran dan di taburkan dalam cawan serta diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung baik yang ada di kontrol maupun yang di perlakuan. Ketahanan terhadap asam dihitung berdasarkan rumus : Log jumlah sel pada media pH 2/ml Ketahanan (%) =
x 100% Log jumlah sel pada media normal/ml
51
Uji Ketahanan Terhadap Garam Empedu Uji terhadap garam empedu dilakukan menurut Lian et al. (2003), dan konsentrasi garam empedu yang digunakan 3% dengan penentuan akhir menggunakan metode hitungan cawan. Mikrokapsul sebanyak 1 g dan 1 ml kultur dalam GYP yang sudah berumur 24 jam, dimasukkan dalam 9 ml GYP (Kontrol) dan GYP yang berisi garam oxgal 3% (b/v) kemudian divortex dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 3 jam. Setelah itu dipanen dengan sentrifugasi pada 5000 x g selama 10 menit pada suhu 4 oC dan dicuci dua kali dengan buffer phospat. Selanjutnya pellet diresusitasi dengan 10 ml akuades dan selanjutnya dibuat seri pengenceran dan di plating serta diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung baik yang ada di kontrol maupun yang di perlakuan. Ketahanan terhadap garam empedu dihitung berdasarkan rumus : Log jumlah sel pada media uji/ml Ketahanan (%) =
x 100% Log jumlah sel pada media normal/ml
Analisis Total Kapang Khamir Analisis kontaminasi kapang khamir dilakukan pada media YMA agar. Mikrokapsul sebanyak 1 g secara aseptis dimasukkan ke dalam 9 ml akuades steril dan divortex, selanjutnya diencerkan sampai pengenceran 10-2. Jumlah kontaminan dihitung dengan metode hitungan cawan dengan beberapa seri pengenceran setelah diinkubasi pada 37 oC selama 48 jam. Kemudian dihitung total kapang dan khamir berdasarkan standar plate count (Fardiaz 1992).
Ukuran dan Bentuk Mikrokapsul Diameter dan bentuk dari mikrokapsul diperiksa dengan Scanning Electron Microscope, dengan cara mikrokapsul ditempatkan merata pada aluminium stubs yang berupa lempengan berdiameter 6 mm kemudian divakum dengan gas argon sampai stabil dan dilapisi emas dengan sputter coater selama 20 detik. Selanjutnya aluminium stubs yang berisi sampel dimasukkan pada alat electron
52
microscope dan diamati diameter mikrokapsul serta bentuk mikroskopis dari mikrokapsul (Lian et al. 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketahanan Probiotik pada pH Rendah Hasil uji ketahanan mikrokapsul probiotik terhadap pH renda h (pH 2) dapat dilihat pada Gambar 7 dan data selengkapnya pada Lampiran 12. Probiotik yang dienkapsulasi mempunyai ketahanan yang jauh lebih tinggi dari pada yang tidak dienkapsulasi. Ketahanan mikrokapsul probiotik sekitar 67% sedangkan sel bebas sekitar 45%, berbeda nyata secara statistik. Lee dan Heo (2000) juga menunjukkan bahwa ketahanan bakteri yang diimobilisasi dengan alginat menghasilkan ketahanan sekitar 40% setelah dipaparkan pada pH 2 selama 120 menit dan tergantung pada konsentrasi gel dan ukuran butiran. Sun dan Griffiths (2000) melaporkan bahwa imobilisasi Bifidobacteria
dalam butiran yang
mengandung campuran gelan-xanthan gum meningkatkan toleransinya terhadap lingkungan asam tinggi. Menurut Picot dan Lacroix (2004), enkapsulasi dapat mengur angi kerusakan dan melindungi sel dari aktivitas hidrolitik asam lambung.
Bentuk Biomasa dan Suspensi. Mikrokapsul probiotik untuk semua jenis bahan enkapsulasi yang menggunakan biomasa dan suspensi memiliki ketahanan terhadap pH rendah yang tidak berbeda nyata secara statistik. Untuk probiotik yang menggunakan biomasa ketahanannya sekitar 72%, sedangkan untuk yang suspensi ketahanannya sebesar 60%. Kultur biomasa mengalami penurunan jumlah sel setelah perlakuan sebesar 2,5 log cfu/g yang hampir sama dibandingkan kultur suspensi (2,6 log cfu/g). Jenis Bahan Enkapsulasi. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai ketahanan kultur probiotik terhadap pH rendah untuk ketiga kombinasi jenis bahan enkapsulasi tersebut tidak berbeda nyata baik pada kultur biomasa maupun suspensi. Pada kultur biomasa diperoleh
hasil ketahanan pada penggunaan gum
53
arab, campuran susu skim-gum arab dan susu skim masing-masing sebesar 75%, 71% dan 69%. Ketahanan kultur probiotik terhadap pH rendah pada penggunaan campuran susu skim-gum arab 62% dan pada penggunaan susu skim 59%. a) L. plantarum sa28k
b) L. plantarum mar8 80
60
Ketahanan (%)
Ketahanan (%)
80
40 20 0
60 40 20 0
g -sus -S Sa -s us -S Sa -g s io-B Sa g io-B Sa s io-B Sa as eb lb -se Sa
Ma Ma Ma Ma Ma Ma r r-s r r r r el -Bio- -Bio -Bio -Sus -Sus be -g -s-s -sba s g g s
Gambar 7 Grafik ketahanan terhadap pH rendah (pH 2,0) mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi (Sa: L. plantarum sa28k, Mar: L. plantarum mar8, Bio: biomasa, Sus: suspensi, s: skim, g: gum arab) Jenis Probiotik. Ketahanan probiotik terhadap pH rendah untuk kedua jenis probiotik tidak berbeda nyata secara statistik. Untuk L. plantarum sa28k sekitar 67% dan untuk L. plantarum mar8 sekitar 68%. Penurunan sel L. plantarum sa28k sekitar 2,6 log cfu/g dan L. plantarum mar8 sekitar 2,4 log cfu/g, dengan populasi akhir berkisar antara 104-10 6 cfu/g berat kering. Pada kultur pH rendah, jumlah bakteri pada mikrokapsul dari kedua jenis probiotik L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8 mengalami penurunan 2,4 log cfu/g, sedangkan pada sel bebas akan mengalami penurunan lebih besar yaitu 4,3 log cfu/g. Fenomena serupa juga ditemukan oleh Lian et al. (2003), dimana mikrokapsul Bifidobacteria yang dipaparkan pada asam tinggi (pH 2,0) mengalami penurunan sebanyak 3 log cfu/g. Keberhasilan pengembangan pangan probiotik tidak hanya tergantung pada sifat peningkatan kesehatannya namun juga pada viabilitas probiotik dalam produk selama umur simpannya (shelf life) termasuk ketahanannya terhadap kondisi yang tidak menguntungkan dalam saluran pencernaan (Desmond 2002).
54
Stres yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran pencernaan adalah terpapar pada asam lambung (Chou dan Weimer 1999). Bakteri asam laktat tidak hanya tumbuh lambat pada pH rendah tetapi mungkin juga mengalami kerusakan asam dan menurun viabilitasnya jika sel bakteri berada pada kondisi pH rendah.
Ketahanan Probiotik terhadap Garam Empedu Hasil penelitian pengaruh garam empedu (3%) terhadap penurunan jumlah koloni mikrokapsul probiotik disajikan pada Gambar 8 dan data selengkapnya pada Lampiran 14. Ketahanan mikrokapsul probiotik terhadap garam empedu jauh lebih tinggi dari pada bakteri yang tidak dienkapsulasi dan hasil analisis statistik menunjukkan nilai ketahanannya berbeda nyata. Ketahanan mikrokapsul probiotik sekitar 79%, sedangkan yang tidak dienkapsulasi 64%. Mosilhey (2003) melaporkan bahwa L. acidophilus bebas dan terenkapsulasi yang dikondisikan pada garam empedu 2% selama 4 jam inkubasi pada 370C, menunjukkan penurunan jumlah sel bebas yang cukup tinggi (6 log cfu/g) , sedangkan sel terenkapsulasi lebih toleran terhadap garam empedu (3 log cfu/g).
Bentuk Biomasa dan Suspensi. Ketahanan probiotik terhadap garam empedu baik untuk kultur biomasa maupun suspensi tidak berbeda nyata secara statistik. Untuk kultur biomasa , ketahanannya sebesar 83%, sedangkan kultur suspensi ketahanannya 75%. Kultur biomasa mengalami penurunan jumlah sel setelah perlakuan yang hampir sama dibandingkan kultur suspensi. Kultur biomasa mengalami penurunan jumlah sel sekitar 1,6 log cfu/g, sedangkan kultur suspensi sebesar 1,7 log cfu/g. Jenis Bahan Enkapsulasi. Hasil analisis statistik nilai ketahanan kultur probiotik terhadap garam empedu menunjukkan bahwa untuk semua jenis bahan enkapsulasi tidak berbeda nyata. Pada kultur biomasa diperoleh
hasil ketahanan
pada penggunaan gum arab dan campuran susu skim-gum arab sebesar 84% dan susu skim sebesar 81%. Pada kultur suspensi, analisis statistik nilai ketahanan kultur probiotik terhadap garam empedu untuk kedua kombinasi jenis bahan
55
enkapsulasi tersebut tidak berbeda nyata. Ketahanan terhadap garam empedu pada penggunaan campuran susu skim-gum arab 76%, diikuti dengan penggunaan susu skim 73%. a) L. plantarum sa28k
b) L. plantarum mar8 100
Ketahanan (%)
Ketahanan (%)
100 80 60 40 20
80 60 40 20 0
0
-g s-s Su arM s-s Su arM -s-g Bio arM -g Bio arM -s Bio ar- bas M be el r-s Ma
g -sus -S Sa -s us -S Sa -g s io-B Sa g io-B Sa s io-B s Sa eba lb -se Sa
Gambar 8 Grafik ketahanan terhadap garam empedu mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi (Sa: L. plantarum sa28k, Mar: L. plantarum mar8, Bio: biomasa, Sus: suspensi, s: skim, g: gum arab) Jenis Probiotik. Hasil analisis statistik menunjukkan ketahanan dari kedua jenis probiotik tidak berbeda nyata. Ketahanan probiotik terhadap garam empedu untuk kedua jenis probiotik hampir sama, untuk L. plantarum sa28k sebesar 80% dan L. plantarum mar8 sebesar 79%. Penurunan jumlah sel L. plantarum sa28k sekitar 1,5 log cfu/g dan L. plantarum mar8 sekitar 1,7 log cfu/g, dengan populasi akhir sekitar 105-107 cfu/g berat kering. Pada perlakuan garam empedu, jumlah bakteri pada mikrokapsul dari kedua jenis probiotik L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8 akan mengalami penurunan 1,6 log cfu/g, sedangkan pada sel bebas akan mengalami penurunan lebih besar yaitu 2,7 log cfu/g. Penurunan yang cepat dan nyata pada mikrokapsul yang dipaparkan pada garam empedu juga telah dilaporkan oleh Lian et al. (2003), dimana ketahanan Bifidobacteria terenkapsulasi lebih tinggi dibanding sel bebas tanpa enkapsulasi. Hal ini menunjukkan bahwa enkapsulasi dengan berbagai bahan enkapsulasi yang diujikan memperpanjang efek protektif sel terhadap larutan garam empedu.
56
Untuk dapat bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan, bakteri asam laktat sebagai kultur probiotik harus mampu melewati berbagai kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Salah satunya adalah pada saat probiotik memasuki bagian atas saluran usus dimana empedu disekresikan ke dalam usus (Mosilhey 2003).
Analisis Total Kapang Khamir Untuk mengetahui kontaminasi kapang khamir pada mikrokapsul probiotik dapat dilihat pada Gambar 9 dan data selengkapnya pada Lampiran 16. Total kapang khamir untuk semua perlakuan sekitar 1,2-1,9 log cfu/g mikrokapsul. Seveline
(2005)
melaporkan
kontaminasi
kapang
khamir
pada
produk
mikrokapsul probiotik dengan bahan enkapsulasi dekstrin dan triasil gliserol sekitar 0,5-1,1 log cfu/g berat kering produk. Hal serupa juga dikemukakan oleh Eddy (1999), kontaminasi kapang dan khamir pada produk yogurt kering semprot sekitar 2-3 log cfu/g produk. a) L. plantarum sa28k
b) L. plantarum mar8 3.0
Jumlah (log/g)
Jumlah (log/g)
3.0
2.0
1.0
0.0
2.0
1.0
0.0 g -sus r-S Ma s-s Su arM g -sBio arM -g Bio arM -s Bio arM
g -sus -S Sa -s us -S Sa s-g io-B Sa
io-g -B Sa
s io-B Sa
Gambar 9 Grafik total kapang khamir mikrokapsul probiotik L. plantarum sa28k (a) dan L. plantarum mar8 (b) pada beberapa kombinasi bahan enkapsulasi (Sa: L. plantarum sa28k, Mar: L. plantarum mar8, Bio: biomasa, Sus: suspensi, s: skim, g: gum arab) Pada spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk tanpa lemak (susu skim), SNI no 01-2970-1999, tidak terdapat persyaratan kontaminasi khusus kapang khamir,
57
yang ada hanya cemaran angka total mikroba. Standar maksimal jumlah mikroba total yang ditetapkan adalah 5 x 105 cfu/g (BSN 1999).
Ukuran dan Bentuk Mikrokapsul Gambar 10 menunjukkan mikrograf scanning electron dari mikrokapsul probiotik yang diperoleh setelah pengeringan dengan berbagai kombinasi bahan enkapsulasi. Mikrokapsul tersebut secara umum berbentuk bulat dengan permukaan yang retak-retak, tidak rata atau terdapat lipatan yang dalam pada permukaannya. Ukuran dari mikrokapsul bervariasi, yaitu sekitar 5-12 µm.
Sel bebas
Biomasa susu skim
Suspensi susu skim
Suspensi susu skim-gum arab
Biomasa gum arab
Biomasa susu skim-gum arab
Gambar 10 Mikrokapsul yang dilihat dengan scanning electron microscope (perbesaran 3500x - lebar : 37,7 µm) Seperti pengamatan yang dilakukan Charpentier et al. (1998), mikrokapsul gum arab, gelatin dan pati terlarut berbentuk seperti bola yang telah terdehidrasi. Dilain pihak, permukaan mikrokapsul susu skim terlihat berbutir-butir dan retak. Menurut Lian et al. (2002), retak tersebut mungkin memfasilitasi lepasnya panas dari dalam partikel setelah pengeringan, menyebabkan kerusakan akibat panas
58
(heat injury) yang lebih sedikit terhadap mikroorganisme yang terperangkap di dalamnya. Hal ini mungkin yang menjelaskan ketahanan probiotik lebih tinggi setelah spray drying dengan susu skim dibanding dengan komposisi bahan enkapsulasi lainnya.
KESIMPULAN Kultur probiotik yang dienkapsulasi biomasa menghasilkan ketahanan pada pH rendah (pH 2) dan garam empedu (3%) yang tidak berbeda nyata dengan bentuk suspensi. Bahan enkapsulasi susu skim, gum arab dan kombinasi susu skim gum arab memberikan nilai ketahanan pada pH rendah (pH 2) dan garam empedu (3%) yang tidak berbeda nyata secara statistik. Penggunaan galur L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata secara statistik untuk semua kombinasi dan jenis bahan enkapsulasi ditinjau dari ketahanannya terhadap pH rendah (pH 2) dan garam empedu (3%). Kontaminasi kapang khamir pada mikrokapsul probiotik tidak berbeda nyata secara statistik untuk semua perlakuan, yaitu sekitar 1,2-1,9 log cfu/g mikrokapsul. Hasil pemeriksaan dengan SEM menunjukkan mikrokapsul secara umum berbentuk bulat dengan permukaan yang retak-ratak, tidak rata atau terdapat lipatan yang dalam pada permukaannya. Ukuran dari mikrokapsul bervariasi, yaitu berkisar antara 5-12 µm.
59
.DAFTAR
PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. Susu Bubuk. SNI 01-2970-1999. Jakarta. Chandramouli V, Kailasapathy K, Peiris P, Jones M. 2004. An improved method of microencapsulation and its evaluation to protect Lactobacillus spp. in simulated gastric condition. J of Microbiol Methods 56:27– 35. Charpentier CA, Gadille P, Digat B, Benoit JB. 1998. Microencapsulation of Rhizobacteria by spray drying : formulation and survival studies. J Microencapsulation 15:639–659. Desmond C, Stanton C, Collins GFK, Ross RP. 2002. Improved survival of Lactobacillus paracasei NFBC 338 in spray dried powders containing gum acacia. J of Appl Microbiol 93:1003-1012. Eddy FF. 1999. Pembuatan yoghurt instant dengan menggunakan pengering semprot [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia, Jakarta. Harmayani E, Ngatirah, Rahayu ES, Utami T. 2001. Ketahanan dan viabilitas probiotik bakteri asam laktat selama proses pembuatan kultur kering dengan metode freeze dan spray drying. J Tek dan Ind Pangan 12:126-132. Lee KY and Heo TR. 2000. Survival of Bifidobacterium longum immobilized in calcium alginate beads in simulated gastric juices and bile salt solution. J Appl and Env Microbiol 66:869-873. Lian WC, Hsio HC, Chou CC. 2002. Survival of Bifidobacterium longum after spray drying. Int J Food Microbiol 74:79– 86. Lian WC, Hsio HC, Chou CC. 2003. Viability of microencapsulated Bifidobacteria in simulated gastric juice and bile solution. Int J Food Microbiol 86:293-301. Mosilhey SH. 2003. Influence of different capsule materials on the physiological properties of microencapsulated lactobacillus acidophilus. Institute of Food Technology, Faculty of Agriculture University of Bonn. 153 pages. Picot A, Lacroix C. 2004. Encapsulation of Bifidobacteria in whey protein-based microcapsules and survival in simulated gastrointestinal condition and in yoghurt. Int. Dairy Journal 14:505–515. Seveline. 2005. Pengembangan produk probiotik dari isolat klinis bakteri asam laktat dengan menggunakan teknik pengeringan semprot dan pengeringan beku [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
60
Sultana K, Godward G, Reynolds N, Arumugaswamy R, Peiris P, Kailasapathy K. 2000. Encapsulation of probiotic bacteria with alginate -starch and evaluation of survival in simulated gastro intestinal condition and in yoghurt. Int J Food Microbiol 62:47–55. Sun W and Griffiths MW. 2000. Survival of Bifidobacteria in yogurt and simulated gastric juice following immobilization in gellan – xanthan beads. Int J Food Microbiol 61:17-25. Wu W, Roe WS, Gimino VG, Seriburi V, Martin DE, Knapp SE. Balchem Corp. 28 November 2000. Low melt encapsulation with high laurate canola oil. US. Patent 6 153 326. Yulianto E. 2004. Uji viabilitas dan fisiologis Lactobacillus sp. sebagai minuman probiotik penurun kolesterol dalam bentuk ser buk [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.
PEMBAHASAN UMUM Proses enkapsulasi secara umum banyak digunakan untuk mempertahankan flavor, asam, lipid, enzim, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang, warna dan garam serta mikroorganisme (Risch 1995). Enkapsulasi berbagai kultur bakteri termasuk probiotik telah menjadi praktek umum untuk meningkatkan masa simpan dan mengubahnya menjadi bentuk yang mempermudah penggunaannya. Enkapsulasi bermanfaat untuk mempertahankan viabilitas dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti asam lambung dan garam empedu (Wu et al. 2000). Terdapat beberapa teknik seperti spray drying dan freeze drying untuk mengenkapsulasi kultur dan mengubahnya menjadi bentuk bubuk terkonsentrasi (Krasaekoopt et al. 2003). Spray drying merupakan teknologi yang sangat dikenal dalam industri pangan yang memiliki laju produksi tinggi dan biaya operasional yang relatif rendah.
Selain
itu
spray
drying
digunakan
juga
untuk
mengawetkan
dan
mengkonsentrasikan mikroorganisme. Namun mikroorganisme rentan terhadap panas dan kerusakan dehidrasi selama spray drying (Lian et al. 2002 dan Mosilhey 2003). Seleksi bakteri probiotik tahan panas dilakukan untuk mencari dua isolat yang mempunyai ketahanan panas tertinggi. Pengujian dilakukan pada suhu 100 OC selama 1 menit untuk mendapatkan isolat yang paling tahan panas karena proses spray drying dilakukan pada suhu inlet 100
O
C. Dari hasil pengujian diperoleh dua isolat yang
mempunyai ketahanan panas tertinggi, yaitu L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8. Ketahanan bakteri setelah spray drying diukur untuk mengetahui pengaruh proses spray drying dan jenis bahan enkapsulasi terhadap jumlah bakteri yang masih dapat bertahan hidup. Ketahanan bakteri setelah spray drying untuk semua perlakuan bahan enkapsulasi berkisar antara 89%, yang artinya sekitar 11% yang tidak tahan dengan proses spray drying dan terjadi penurunan populasi sebanyak 1 log cfu/g. Jumlah bakteri setelah dienkapsulasi dengan metode spray drying untuk semua bahan enkapsula si dalam bentuk kultur biomasa maupun suspensi berkisar antara 107 –109 cfu/g. Jumlah sel bakteri probiotik hidup pada mikrokapsul ini cukup tinggi untuk dapat
62
memberikan efek kesehatan bagi tubuh. Menurut International Dairy Federation (Sultana et al. 2000), jumlah minimal sel bakteri probiotik hidup pada produk susu untuk dapat berperan dalam peningkatan kesehatan pencernaan adalah 106 sel per gram produk. Lian et al. (2002) menyatakan bahwa jenis bahan enkapsulasi yang berbeda akan mempengaruhi ketahanan kultur probiotik setelah spray drying, dan bahan enkapsulasi susu skim menghasilkan ketahanan setelah spray drying yang paling tinggi.
Selain
perbedaan karakteristik kimia, bahan enkapsulasi memiliki sifat fisik yang berbeda pula seperti konduktivitas termal dan difusivitas termal (Mosilhey 2003). Probiotik yang dienkapsulasi mempunyai ketahanan yang jauh lebih tinggi dari pada yang tidak dienkapsulasi. Ketahanan mikrokapsul probiotik baik dengan menggunakan bahan enkapsulasi susu skim, gum arab maupun campuran susu skim gum arab terhadap pH rendah (pH 2) sekitar 67% sedangkan sel bebas sekitar 45%. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Picot dan Lacroix (2004), dimana enkapsulasi dapat mengurangi kerusakan dan melindungi sel dari aktivitas hidrolitik asam lambung. Stres yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran pencernaan adalah terpapar pada asam lambung. Bakteri asam laktat tidak hanya tumbuh lambat pada pH rendah tetapi mungkin juga mengalami kerusakan dan menurun viabilitasnya jika sel bakteri berada pada kondisi pH rendah (Chou dan Weimer 1999). Ketahanan mikrokapsul bakteri probiotik terhadap garam empedu jauh lebih tinggi dari pada bakteri yang tidak dienkapsulasi. Ketahanan mikrokapsul bakteri probiotik sekitar 79%, sedangkan yang tidak dienkapsulasi sekitar 64%. Penurunan yang cepat dan nyata pada mikrokapsul yang dipaparkan pada garam empedu juga telah dilaporkan oleh Lian et al. (2003), ketahanan Bifidobacteria terenkapsulasi lebih tinggi dibanding sel bebas tanpa enkapsulasi. bahan enkapsulasi
Hal ini menunjukkan bahwa enkapsulasi dengan berbagai
yang diujikan memperpanjang efek protektif sel terhadap larutan
garam empedu. Untuk dapat bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan, bakteri asam laktat sebagai kultur bakteri probiotik harus mampu melewati berbagai kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Salah satunya adalah pada saat bakteri probiotik memasuki bagian atas saluran usus dimana empedu disekresikan ke dalam usus (Mosilhey 2003).
63
Viabilitas bakteri ditetapkan untuk mengetahui pengaruh proses penyimpanan pada suhu rendah terhadap jumlah bakteri yang masih dapat bertahan hidup. Viabilitas bakteri ditentukan dengan membandingkan jumlah sel setelah dan sebelum penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas bakteri probiotik pada mikrokapsul berkurang selama penyimpanan. Viabilitas bakteri pada semua jenis bahan enkapsulasi dengan bentuk kultur biomasa maupun suspensi mengalami penurunan sebesar 2,4 siklus log setelah penyimpanan selama satu bulan pada suhu 4 o C dengan jumlah bakteri hidup tersisa sebanyak 104 -107 cfu/g mikrokapsul. Menurut International Dairy Federation (Sultana et al. 2000), jumlah minimal sel bakteri probiotik hidup pada produk susu untuk dapat berperan dalam peningkatan kesehatan pencernaan adalah 106 sel per gram produk. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa viabilitas bakteri probiotik pada mikrokapsul berkurang selama penyimpanan satu bulan pada suhu ruang. Viabilitas bakteri mengalami penurunan sebesar 4,7 siklus log, sehingga jumlah sel hidup tersisa hanya sekitar 102 -105 cfu/g mikrokapsul. Penyimpanan pada suhu rendah dapat membantu mempertahankan jumlah bakteri hidup yang cukup sampai pada saat dikonsumsi. Menurut Desmond et al. (2002), viabilitas bubuk bakteri probiotik menurun dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Satu sifat penting dari kultur yang digunakan sebagai tambahan pangan adalah organisme tersebut harus tetap hidup selama penyimpanan sebelum dikonsumsi. Namun, pangan probiotik semacam ini tidak akan berperan efektif secara biologis kecuali terdapat dalam jumlah yang cukup sebelum dikonsumsi (Mosilhey 2003).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Hasil pengujian ketahanan panas terhadap sepuluh galur L. plantarum diperoleh dua isolat yang mempunyai ketahanan panas tertinggi, yaitu L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8. Kultur probiotik yang dienkapsulasi dalam bentuk biomasa menghasilkan ketahanan setelah spray drying, serta viabilitas setelah disimpan satu bulan pada suhu rendah dan suhu kamar yang lebih baik dari pada dalam bentuk suspensi tetapi pada ketahanan di pH rendah (pH 2) dan garam empedu (3%) tidak berbeda nyata secara statistik. Jenis bahan enkapsulasi susu skim, gum arab dan kombinasi susu skim gum arab menghasilkan ketahanan setelah spray drying dan viabilitas setelah penyimpanan selama satu bulan pada suhu rendah dan suhu kamar serta ketahanan pada pH rendah (pH 2) dan garam empedu (3%) dengan nilai yang tidak berbeda nyata secara statistik. Penggunaan galur L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata secara statistik untuk semua jenis bahan enkapsulasi ditinjau dari ketahanan setelah spray drying, viabilitas setelah penyimpanan selama satu bulan pada suhu rendah dan suhu kamar serta ketahanannya terhadap pH rendah (pH 2) dan garam empedu (3%). Kontaminasi kapang khamir pada mikrokapsul probiotik tidak berbeda nyata secara statistik untuk semua perlakuan, yaitu sekitar 1,2-1,9 log cfu/g mikrokapsul. Hasil pemeriksaan dengan SEM menunjukkan mikrokapsul secara umum berbentuk bulat dengan permukaan yang retak-ratak, tidak rata atau terdapat lipatan yang dalam pada permukaannya. Ukuran dari mikrokapsul bervariasi, yaitu sekitar 5-12 µm. Untuk
memperoleh
mikrokapsul
probiotik
terbaik
maka
dapat
direkomendasikan proses enkapsulasi terbaik adalah dengan menggunakan isolat L. plantarum sa28k atau L. plantarum mar8 dengan bentuk kultur biomasa, bisa
65
dengan menggunakan bahan enkapsulasi susu skim, gum arab atau kombinasi susu skim gum arab dengan perbandingan biomasa dan bahan enkapsulasi 3:7, kemudian dikeringkan (spray drying) dengan suhu inlet 100 oC dan suhu outlet 50 o
C, dan disimpan pada suhu 4 oC selama satu bulan (minimal).
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ketahanan dan viabilitas mikrokapsul bakteri probiotik menggunakan susu skim dan gum arab yang diaplikasikan pada beberapa produk makanan atau minuman sebagai carrier food dengan memperhatikan sifat rekonstitusi mikrokapsulnya. Mikrokapsul yang berasal dari bahan gum arab berwarna agak kecoklatan sehingga lebih baik dipakai pada produk yang tidak akan berpengaruh warnanya jika ditambah dengan mikrokapsul tersebut.
65
LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar mikrokapsul probiotik yang disimpan di dalam botol steril
Lampiran 2 Hasil uji ketahanan panas bakteri probiotik
Isolat
Kontrol (log/ml)
Perlakuan ( log/ml)
Selisih ( log/ml)
Ketahanan Panas (%)
L .plantarum
U1
U2
rata-rata
U1
U2
rata-rata
U1
U2
rata-rata
U1
U2
rata-rata
mar8
8.74
8.78
8.76
4.97
4.99
4.98
3.77
3.79
3.78
56.86
56.83
56.85g
dmnd
8.75
8.71
8.73
2.21
2.25
2.23
6.54
6.46
6.50
25.24
25.83
25.54 a
s4
8.50
8.57
8.54
3.25
3.17
3.21
5.25
5.40
5.33
38.23
36.99
37.61d
sgn4
8.31
8.41
8.36
3.36
3.32
3.34
4.95
5.09
5.02
40.41
39.48
39.94 e
p8
8.39
8.45
8.42
3.96
4.00
3.98
4.43
4.45
4.44
47.20
47.34
47.27 f
lac3
8.14
8.1
8.12
3.72
3.80
3.76
4.42
4.30
4.36
45.70
46.91
46.31 f
d4
8.54
8.48
8.51
2.60
2.68
2.64
5.94
5.80
5.87
30.44
31.60
31.02 c
pdgn3
8.68
8.72
8.70
2.41
2.35
2.38
6.27
6.37
6.32
27.77
26.95
27. 36ab
pdbn6
8.20
8.26
8.23
2.23
2.19
2.21
5.97
6.07
6.02
27.20
26.51
26.85bc
sa28k
8.66
8.6
8.63
4.82
4.90
4.86
3.84
3.70
3.77
55.66
56.98
56.32g
68
Lampiran 3 Perhitungan statistik hasil uji ketahanan panas probiotik TREATMENT/CLASS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 OVERALL
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
ANALYSIS OF VARIANCE SOURCE BETWEEN GROUPS WITHIN GROUPS TOTAL SE FOR MEAN SE FOR DIF LSD (c a l by t) DIF 0.9 POWER SIGNIF LEVEL COUNT PER MEAN TREATMENT CLASS IDENT 2 8 9 7 3 4 5 6 1 10
DF 9 10 19 = = = = = =
MEANS 56.85 25.54 37.61 39.94 47.27 46.31 31.02 27.36 26.85 56.32
S.S 321.11 1.4562 322.57
M.S 35.675 0.14562
WITHIN MS 0.9800E -02 0.2000E -01 0.1404 0.1405 0.5000E -02 0.5000 0.8000E -01 0.3125E -01 0.3920E -01 0.4901
F.VALUE 245.01
P-VALUE 0.0000
0.2698 0.3816 0.8503 1.381 0.0500 2 N
MEANS
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
25.54 27.36 26.85 31.02 37.61 39.94 47.27 46.31 56.85 56.32
NON-SIGNIF DIFF SETS A AB BC C D E F F G G
Lampiran 4 Data ketahanan mikrokapsul bakteri probiotik setelah spray drying Perlakuan
sebelum (log/g)
sesudah (log/g)
selisih (log/g)
ulang1
ulang2
ulang1
ulang2
ulang1
ulang2
Sa-Bio-s
9.99
9.84
9.28
9.18
0.71
0.66
92.86
93.28
93.07 c d
Sa-Bio-g
9.86
10.24
8.84
9.08
1.01
1.16
89.72
88.70
89.21 abc
Sa-Bio-s-g
9.98
10.24
9.24
9.34
0.75
0.90
92.50
91.20
91.85 bcd
Sa-Sus-s
8.51
8.64
7.46
7.28
1.06
1.36
87.57
84.29
85.93 a
Sa-Sus-s-g
8.55
8.38
7.06
7.40
1.48
0.98
82.63
88.31
85.47 a
Mar-Bio-s Mar-Bio-g
10.15 10.14
10.26 9.99
9.57 9.08
9.47 8.85
0.57 1.07
0.79 1.14
94.34 89.48
92.28 88.58
93.31 d 89.03 a b
Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s
10.22 8.71
10.08 8.67
9.15 7.48
9.22 7.52
1.08 1.23
0.87 1.15
89.45 85.85
91.39 86.73
90.42 bcd 86.29 a
8.57 7.17 7.48 1.35 1.09 84.16 : Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim : Biomasa L. plantarum sa28k dan gum arab : Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim gum arab : Suspensi L. plantarum sa28k susu skim : Suspensi L. plantarum sa28k susu skim dan gum arab : Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim : Biomasa L. plantarum mar8 dan gum arab : Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim gum arab : Suspensi L. plantarum mar8 susu skim : Suspensi L. plantarum mar8 susu skim dan gum arab
87.33
85.75 a
Mar-Sus-s-g 8.52 Keterangan : Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus -s Sa-Sus -s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g
ketahanan (%) ulang1
Ketahanan (%)
ulang2
70
Lampiran 5 Perhitungan statistik ketahanan mikrokapsul probiotik setelah spray drying TREATMENT/CLASS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 OVERALL
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
ANALYSIS OF VARIANCE SOURCE BETWEEN GROUPS WITHIN GROUPS TOTAL SE FOR MEAN SE FOR DIF LSD (c a l by t) DIF 0.9 POWER SIGNIF LEVEL COUNT PER MEAN TREATMENT CLASS IDENT 5 10 4 9 7 2 8 3 1 6
MEANS 93.07 89.21 91.85 85.93 85.47 93.31 89.03 90.42 86.29 85.75
DF
S.S 170.28 32.784 203.06
9 10 19 = = = = = =
M.S 18.920 3.2784
WITHIN MS 0.8820E -01 0.5202 0.8450 5.379 16.13 2.122 0.4050 1.882 0.3872 5.024
F.VALUE 5.77
1.280 1.811 4.034 6.554 0.0500 2
N
MEANS
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
85.47 85.75 85.93 86.29 89.03 89.21 90.42 91.85 93.07 93.31
NON-SIGNIF DIFF SETS A A A A AB ABC BCD BCD CD D
P-VALUE 0.0057
Lampiran 6 Data viabilitas mikrokapsul bakteri probiotik setelah disimpan 1 bulan pada suhu refrigerator (4 oC) Perlakuan
Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus-s Sa-Sus-s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g Keterangan :
sebelum log/g ulang1 ulang2 9.28 9.18 8.84 9.08 9.24 9.34 7.46 7.06 9.57 9.08 9.15 7.48 7.17 Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus -s Sa-Sus -s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g
7.28 7.40 9.47 8.85 9.22 7.52 7.48 : : : : : : : : : :
sesudah log/g ulang1 ulang2 6.75 6.78 6.39 6.53 6.77 6.85 5.14 4.66 7.11 6.43 6.70 5.25 4.89
4.96 4.99 6.94 6.44 6.66 5.02 5.06
selisih log/g ulang1 ulang2 2.53 2.40 2.45 2.55 2.46 2.50 2.31 2.41 2.46 2.65 2.45 2.22 2.29
2.32 2.41 2.53 2.41 2.55 2.49 2.42
viabilitas (%) ulang1 ulang2 72.76 73.90 72.30 71.87 73.36 73.28 68.98 65.93 74.27 70.79 73.25 70.26 68.10
Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim Biomasa L. plantarum sa28k dan gum arab Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum sa28k susu skim Suspensi L. plantarum sa28k susu skim dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim Biomasa L. plantarum mar8 dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum mar8 susu skim Suspensi L. plantarum mar8 susu skim dan gum arab
68.17 67.49 73.30 72.74 72.30 66.84 67.64
viabilitas (%) 73.33b 72.09b 73.32b 68.57 a 66.71 a 73.79b 71.77b 72.77b 68.55 a 67.87 a
72
Lampiran 7
Perhitungan statistik viabilitas mikrokapsul probiotik disimpan satu bulan pada suhu rendah (4 oC)
TREATMENT/CLASS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 OVERALL
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
ANALYSIS OF VARIANCE SOURCE BETWEEN GROUPS WITHIN GROUPS TOTAL SE FOR MEAN SE FOR DIF LSD (c a l by t) DIF 0.9 POWER SIGNIF LEVEL COUNT PER MEAN TREATMENT CLASS IDENT 5 10 9 4 7 2 8 3 1 6
DF 9 10 19 = = = = = =
MEANS 73.33 72.09 73.32 68.57 66.71 73.79 71.77 72.77 68.55 67.87
S.S 126.82 11.067 137.89
M.S 14.092 1.1067
setelah
WITHIN MS 0.6498 0.9245 0.3200 0.3280 1.217 0.4705 1.901 0.4512 5.848 0.1058
F.VALUE 12.73
P-VALUE 0.0002
0.7439 1.052 2.344 3.808 0.500 2 N
MEANS
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
66.71 67.87 68.55 68.57 71.76 72.09 72.78 73.32 73.33 73.79
NON-SIGNIF DIFF SETS A A A A B B B B B B
Lampiran 8 Data viabilitas mikrokapsul bakteri probiotik Perlakuan Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus-s Sa-Sus-s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g Keterangan :
sebelum (log/g) ulang1 ulang2 9.28 9.18 8.84 9.08 9.24 9.34 7.46 7.28 7.06 7.40 9.57 9.47
sesudah (log/g) ulang1 ulang2 4.71 4.72 4.15 4.28 4.59 4.58 2.36 2.36 2.35 2.08 5.06 5.08
setelah disimpan 1 bulan pada suhu kamar (29 oC)
selisih (log/g) ulang1 ulang2 4.57 4.46 4.69 4.80 4.65 4.76 5.10 4.92 4.71 5.32 4.51 4.39
viabilitas (%) ulang1 ulang2 50.79 51.42 46.96 47.13 49.66 49.02 31.64 32.39 33.25 28.08 52.84 53.61
viabilitas (%) 51.10 cd 47.05b 49.34bc 32.01 a 30.66 a 53.23d
9.08 9.15 7.48
8.85 9.22 7.52
4.60 4.76 2.48
4.54 4.84 2.52
4.48 4.39 5.00
4.31 4.38 4.99
50.67 52.02 33.10
51.30 52.52 33.54
50.98 cd 52.27 cd 33.32 a
7.17
7.48
2.15
2.44
5.02
5.04
29.97
32.64
31.31 a
Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus -s Sa-Sus -s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g
: : : : : : : : : :
Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim Biomasa L. plantarum sa28k dan gum arab Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum sa28k susu skim Suspensi L. plantarum sa28k susu skim dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim Biomasa L. plantarum mar8 dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum mar8 susu skim Suspensi L. plantarum mar8 susu skim dan gum arab
74
Lampiran 9 Perhitungan statistik viabilitas mikrokapsul probiotik disimpan satu bulan pada suhu kamar (29 oC) TREATMENT/CLASS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 OVERALL
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
ANALYSIS OF VARIANCE SOURCE BETWEEN GROUPS WITHIN GROUPS TOTAL SE FOR MEAN SE FOR DIF LSD (c a l by t) DIF 0.9 POWER SIGNIF LEVEL COUNT PER MEAN TREATMENT CLASS IDENT 5 10 4 9 2 3 7 1 8 6
DF 9 10 19 = = = = = =
MEANS 51.10 47.05 49.34 32.01 30.66 53.23 50.98 52.27 33.32 31.31
S.S 1759.3 18.345 1777.6
M.S 195.47 1.8345
setelah
WITHIN MS 0.1948 0.1445 0.2048 0.2813 13.36 0.2965 0.1984 0.1250 0.9680 3.504
F.VALUE 106.56
P-VALUE 0.000
0.9577 1.354 3.018 4.903 0.0500 2 N
MEANS
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
30.66 31.31 32.39 33.32 47.05 49.34 50.98 51.10 52.27 53.23
NON-SIGNIF DIFF SETS A A A A B BC CD CD CD D
Lampiran 10 Data kadar air mikrokapsul bakteri probiotik sebelum disimpan perlakuan Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus-s Sa-Sus-s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g Keterangan :
kadar air (%) ulang1 ulang2 rata-rata 7.30 7.41 7.36a 7.35 8.14 8.59 9.68 7.66 8.35 8.74 9.36 8.96 Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus -s Sa-Sus -s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g
8.76 8.09 8.48 8.56 7.82 8.83 8.50 9.23 9.46 : : : : : : : : : :
8.06ab 8.12ab 8.54bc 9.12c 7.74ab 8.59bc 8.62bc 9.30c 9.21c
Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim Biomasa L. plantarum sa28k dan gum arab Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum sa28k susu skim Suspensi L. plantarum sa28k susu skim dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim Biomasa L. plantarum mar8 dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum mar8 susu skim Suspensi L. plantarum mar8 susu skim dan gum arab
76
Lampiran 11 Perhitungan statistik kadar air mikrokapsul probiotik TREATMENT/CLASS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 OVERALL
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
ANALYSIS OF VARIANCE SOURCE BETWEEN GROUPS WITHIN GROUPS TOTAL SE FOR MEAN SE FOR DIF LSD (c a l by t) DIF 0.9 POWER SIGNIF LEVEL COUNT PER MEAN TREATMENT CLASS IDENT 1 6 2 3 4 7 8 5 10 9
DF 9 10 19 = = = = = =
MEANS 7.36 8.06 8.12 8.54 9.12 7.74 8.59 8.62 9.30 9.21
S.S 7.5316 1.9249 9.4565
M.S 0.83685 0.19249
WITHIN MS 0.6050E -02 0.9940 0.1250E -02 0.6050E -02 0.6272 0.1280E -01 0.1152 0.2880E -01 0.8450E -02 0.1250
F.VALUE 4.35
P-VALUE 0.0157
0.3102 0.4387 0.9776 1.588 0.0500 2 N
MEANS
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
7.355 7.740 8.055 8.115 8.535 8.590 8.620 9.120 9.210 9.295
NON-SIGNIF DIFF SETS A AB AB AB BC BC BC C C C
Lampiran 12 Data ketahanan mikrokapsul bakteri probiotik terhadap pH rendah (pH 2) Perlakuan
Kontrol (log/g) Ulang1 Ulang2
Perlakuan (log/g) Ulang1 Ulang2
selisih (log/g) Ulang1 Ulang2
Ketahanan (%) Ulang1
Ulang2
rata-rata
Sa-sel bebas Sa-Bio-s
7.79 8.70
7.69 8.65
3.62 6.04
3.33 5.84
4.17 2.66
4.36 2.81
46.52 69.45
43.33 67.49
44.93a 68.47b
Sa-Bio-g
8.53
8.54
6.20
6.31
2.33
2.23
72.71
73.84
73.27 cd
Sa-Bio-s-g Sa-Sus-s
8.42 6.76
8.05 6.78
5.80 4.03
6.03 3.84
2.63 2.73
2.02 2.94
68.83 59.59
74.92 56.62
71.88 cd 58.11b
Sa-Sus-s-g
6.73
6.78
4.14
4.12
2.58
2.67
61.62
60.68
61.15 bc
Mar-sel bebas
7.75
7.72
3.65
3.52
4.09
4.20
47.16
45.57
46.36a
Mar-Bio-s Mar-Bio-g
8.71 8.58
8.69 8.43
5.93 6.58
6.21 6.39
2.78 2.00
2.48 2.05
68.10 76.64
71.50 75.74
69.80 bc 76.19d
Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s
8.69 6.66
8.56 6.72
6.20 3.98
6.05 3.98
2.49 2.67
2.50 2.73
71.30 59.83
70.76 59.30
71.03 bc 59.57b
Mar-Sus-s-g
6.62
6.60
4.06
4.13
2.56
2.46
61.37
62.64
62.01 bc
Keterangan :
Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus-s Sa-Sus-s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g
: : : : : : : : : :
Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim Biomasa L. plantarum sa28k dan gum arab Biomasa L. plantarum sa2 8k dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum sa28k susu skim Suspensi L. plantarum sa28k susu skim dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim Biomasa L. plantarum mar8 dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum mar8 susu skim Suspensi L. plantarum mar8 susu skim dan gum arab
78
Lampiran 13 Perhitungan statistik ketahanan mikrokapsul probiotik terhadap pH rendah (pH 2) TREATMENT/CLASS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 OVERALL
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 24
ANALYSIS OF VARIANCE SOURCE BETWEEN GROUPS WITHIN GROUPS TOTAL SE FOR MEAN SE FOR DIF LSD (c a l by t) DIF 0.9 POWER SIGNIF LEVEL COUNT PER MEAN TREATMENT CLASS IDENT 1 7 5 2 11 6 8 12 10 4 3 9
DF 11 12 23 = = = = = =
MEANS 44.93 68.47 73.27 71.88 58.11 61.15 46.36 69.80 76.19 71.03 59.57 62.01
S.S 1232.0 85.745 1317.8
M.S 112.00 7.1454
WITHIN MS 0.5618 2.599 1.602 65.21 3.277 0.7938 0.2048 9.505 0.5305 0.8451E -02 0.3445 1.110
F.VALUE 15.67
P-VALUE 0.0000
2.124 2.673 5.824 9.490 0.500 2 N
MEANS
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
44.99 46.36 58.11 68.47 59.57 61.15 69.80 62.01 71.03 71.88 73.27 76.19
NON-SIGNIF DIFF SETS A A B B B BC BC BC BC CD CD D
Lampiran 14 Data ketahanan mikrokapsul bakteri probiotik terhadap garam empedu Perlakuan
Selisih Ketahanan (%) Kontrol (log/g) Perlakuan (log/g) (log/g) Ulang1 Ulang2 Ulang1 Ulang2 Ulang1 Ulang2 Ulang1 Ulang2 rata-rata Sa-sel bebas 7.73 7.58 5.07 5.09 2.66 2.49 65.59 67.13 66.36a 81.53bcd Sa-Bio-s 8.70 8.76 7.04 7.20 1.66 1.57 80.92 82.14 84.99c Sa-Bio-g 8.57 8.50 7.20 7.31 1.37 1.19 84.03 85.95 84.33c Sa-Bio-s-g 8.38 8.34 7.07 7.03 1.31 1.31 84.36 84.30 74.19bc Sa-Sus-s 6.71 6.74 5.16 4.82 1.55 1.92 76.85 71.54 76.82cde Sa-Sus-s-g 6.70 6.63 5.04 5.20 1.66 1.43 75.25 78.39 63.83a Mar-sel bebas 7.50 7.36 4.65 4.83 2.85 2.52 61.96 65.70 79.74bc Mar-Bio-s 8.71 8.69 6.80 7.07 1.90 1.62 78.14 81.34 83.79de Mar-Bio-g 8.58 8.43 7.24 7.02 1.34 1.42 84.37 83.20 83.70de Mar-Bio-s-g 8.72 8.52 7.12 7.31 1.60 1.21 81.60 85.79 72.34b Mar-Sus-s 6.73 6.78 4.99 4.79 1.74 2.00 74.12 70.55 75.83bcd Mar-Sus-s-g 6.73 6.73 5.04 5.16 1.68 1.57 74.98 76.67 Keterangan : Sa-Bio-s : Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim Sa-Bio-g : Biomasa L. plantarum sa28k dan gum arab Sa-Bio-s-g : Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim gum arab Sa-Sus -s : Suspensi L. plantarum sa28k susu skim Sa-Sus -s-g : Suspensi L. plantarum sa28k susu skim dan gum arab Mar-Bio-s : Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim Mar-Bio-g : Biomasa L. plantarum mar8 dan gum arab Mar-Bio-s-g : Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim gum arab Mar-Sus-s : Suspensi L. plantarum mar8 susu skim Mar-Sus-s-g : Suspensi L. plantarum mar8 susu skim dan gum arab Mar-Sus-s-g : Probiotik mar8 dengan kom binasi perlakuan suspensi susu skim gum arab
80
Lampiran 15 Perhitungan statistik garam empedu TREATMENT/CLASS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 OVERALL
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
ANALYSIS OF VARIANCE SOURCE BETWEEN GROUPS WITHIN GROUPS TOTAL SE FOR MEAN SE FOR DIF LSD (c a l by t) DIF 0.9 POWER SIGNIF LEVEL COUNT PER MEAN TREATMENT CLASS IDENT 7 1 11 8 5 12 2 6 10 9 4 3
ketahanan mikrokapsul probiotik terhadap
DF 11 12 23 = = = = = =
MEANS 66.36 81.53 84.99 84.33 74.19 76.82 63.83 79.74 83.79 83.70 72.34 75.83
S.S 3998.2 462.20 4460.4
M.S 363.47 38.517
WITHIN MS 3.200 6.661 56.82 0.4500E -03 74.42 44.94 10.40 41.50 7.841 206.2 0.8978 9.288
F.VALUE 9.94
P-VALUE 0.0003
4.388 6.206 13.52 22.03 0.0500 2 N
MEANS
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
63.83 66.36 72.34 79.74 74.19 75.83 81.53 76.82 83.70 83.79 84.33 84.99
NON-SIGNIF DIFF SETS A A B BC BC BCD BCD CDE DE DE E E
Lampiran 16 Total kapang khamir pada mikrokapsul probiotik perlakuan Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus-s Sa-Sus-s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g Keterangan :
cfu/g log/g ulang1 ulang2 rata-rata ulang1 ulang2 rata-rata 50 70 60 1.70 1.85 1.77ab 40 60 50 1.60 1.78 1.69ab 80 100 90 1.90 2.00 1.95b 20 10 15 1.30 1.00 1.15ab 40 20 30 1.60 1.30 1.45ab 50 60 50 0 0 Sa-Bio-s Sa-Bio-g Sa-Bio-s-g Sa-Sus -s Sa-Sus -s-g Mar-Bio-s Mar-Bio-g Mar-Bio-s-g Mar-Sus-s Mar-Sus-s-g
40 80 70 40 30 : : : : : : : : : :
45 70 60 20 15
1.70 1.78 1.70 0.00 0.00
1.60 1.90 1.85 1.60 1.48
1.65ab 1.84ab 1.77ab 0.80 a 0.74 a
Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim Biomasa L. plantarum sa28k dan gum arab Biomasa L. plantarum sa28k dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum sa28k susu skim Suspensi L. plantarum sa28k susu skim dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim Biomasa L. plantarum mar8 dan gum arab Biomasa L. plantarum mar8 dan susu skim gum arab Suspensi L. plantarum mar8 susu skim Suspensi L. plantarum mar8 susu skim dan gum arab
82
Lampiran 17 Perhitungan statistik total kapang kamir pada mikrokapsul probiotik TREATMENT/CLASS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 OVERALL
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
ANALYSIS OF VARIANCE SOURCE BETWEEN GROUPS WITHIN GROUPS TOTAL SE FOR MEAN SE FOR DIF LSD (c a l by t) DIF 0.9 POWER SIGNIF LEVEL COUNT PER MEAN TREATMENT CLASS IDENT 10 9 4 5 6 2 8 1 7 3
DF 9 10 19 = = = = = =
MEANS 1.77 1.69 1.95 1.15 1.45 1.65 1.84 1.77 0.80 0.74 1.482
S.S 3.4346 2.5211 5.9557
M.S 0.38162 0.25211
WITHIN MS 0.1125E -01 0.1620E -01 0.5000E -02 0.4500E -01 0.4500E -01 0.5000E -02 0.7200E -02 0.1125E -01 1.280 1.095
F.VALUE 1.51
P-VALUE 0.2633
0.3550 0.5021 1.119 1.818 0.0500 2 N
MEANS
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
0.74 0.80 1.15 1.45 1.65 1.69 1.77 1.77 1.84 1.95
NON-SIGNIF DIFF SETS A A AB AB AB AB AB AB AB B