KESIAPAN SEKTOR JASA KONSTRUKSI NASIONAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015
Direktorat Perundingan Perdagangan Jasa Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasiaonal Kementerian Perdagangan Tahun 2015
1
KATA PENGANTAR Sektor jasa merupakan unsur terbesar dan penting dalam perekonomian nasional dan dunia. Perdagangan jasa sangat penting tidak hanya bagi pertumbuhan perekonomian, namun juga bagi penciptaan lapangan pekerjaan. Sektor jasa memberikan kontribusi rata-rata sebesar 70% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Dunia, dengan rata-rata 50% di negara-negara berpendapatan rendah, dan 74% di negara-negara berpendapatan tinggi. Sedangkan di Asia Timur dan Pasifik sektor jasa mencapai 43% dari PDB tahun 2009 (World Bank 2011). Sektor Jasa memberikan kontribusi sekitar 47% terhadap GDP ASEAN dan 47,2% terhadap GDP Indonesia tahun 2012. Dengan semakin terbukanya kesepakatan di sektor jasa, ditargetkan peningkatan kontribusi sebesar 70% pada tahun 2025. Penyerapan Tenaga Kerja Nasional sebesar 15% (2012). Total ekspor jasa ASEAN sebesar US$ 319,7 Milyar dan total impor jasa ASEAN sebesar US$ 306,5 Milyar tahun 2012; Total investasi Jasa ASEAN sebesar USD$108, 21 Milyar (2012). Aliran investasi intra ASEAN mencapai US$ 26.27 milyar pada tahun 2011 dan sebesar US$ 5.8 milyar atau 22,23% masuk ke Indonesia. Dalam waktu dekat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA 2015) akan berlaku pada awal tahun 2016. Sebanyak 12 sektor jasa yang terdiri dari 128 sub sektor jasa akan diintegrasikan pada MEA 2015. Sektor jasa konstruksi merupakan satu diantara dua belas sektor jasa yang akan diintegrasikan dalam MEA 2015. Mengingat pentingnya informasi terkait kesiapan sektor jasa nasional khususnya jasa konstruksi dalam menghadapi MEA 2015, maka kami berupaya untuk menyusun Buku Kesiapan Sektor Jasa Konstruksi Menghadapi MEA 2015. Besar harapan kami semoga informasi yang disampaikan dalam profil ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang terkait. Jakarta, November 2015 Direktorat Perundingan Perdagangan Jasa 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................
2
Daftar Isi ................................................................................................................................
3
BAB I. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Integrasi Sektor Jasa ............................................
4
BAB II. Gambaran Sektor Jasa Konstruksi Nasional ................................................................
12
BAB III. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sektor Jasa Konstruksi Nasional .....................
17
BAB IV Tantangan Sektor Jasa Konstruksi Nasional .................................................................
20
BAB V. Profil Tenaga Kerja Nasional ......................................................................................
26
BAB VI. Kisah Sukses: Kiprah Perusahaan Konstruksi Nasional di Luar Negeri .......................
29
BAB VII. Implikasi Liberalisasi Jasa Konstruksi .....................................................................
31
BAB VIII. Penutup ....................................................................................................................
34
Daftar Pustaka .........................................................................................................................
36
Lampiran ..................................................................................................................................
37
3
BAB I Masyarakat Ekonomi ASEAN: Integrasi Sektor Jasa Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ASEAN bersepakat untuk mengembangkan suatu kawasan yang terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, dan diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 yang ditetapkan oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997. Selanjutnya, untuk merealisasikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 yang menyepakati pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community).
Perjalanan Menuju MEA 2015
4
Pada usia ke-40 tahun ASEAN, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura bulan November 2007 telah menandatangani Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang mengubah ASEAN dari organisasi yang longgar (loose association) menjadi organisasi yang berdasarkan hukum (rulesbased organization) dan menjadi subjek hukum (legal personality). Piagam ASEAN mulai diberlakukan pada tanggal 15 Desember 2008 setelah semua negara anggota ASEAN menyampaikan ratifikasi kepada Sekretaris Jenderal ASEAN. Peresmian mulai berlakunya Piagam ASEAN tersebut dilakukan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di Sekretariat ASEAN. Untuk Indonesia, pemberlakuan Piagam ASEAN ini disahkan melalui UndangUndang RI Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Charter of The Association of Southeast Asian Nations). Implementasi Piagam ASEAN mulai ditegaskan pada KTT ASEAN ke-14 di Hua Hin, Thailand, pada tanggal 28 Februari–1 Maret 2009. Dalam Piagam ASEAN tersebut tercantum ketetapan ASEAN untuk membentuk komunitas ASEAN tahun 2015. Komunitas ASEAN tersebut terdiri atas 3 pilar yaitu Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Untuk mencapai terbentuknya Komunitas ASEAN 2015, ASEAN menyusun Cetak Biru (Blue Print) dari ketiga pilar tersebut. Cetak Biru Komunitas ASEAN tersebut merupakan pedoman arah pembentukan Komunitas ASEAN di tiga pilar. Dari ketiga pilar tersebut, Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN disahkan pada KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura. Selanjutnya Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN dan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN disahkan pada KTT ASEAN ke-14 tahun 2009 di Cha Am Hua Hin, Thailand.
Tiga Pilar Masyarakat ASEAN
Penyusunan Piagam ASEAN (selanjutnya disebut Piagam) diawali pada tahun 2006 dengan disepakatinya Deklarasi Kuala Lumpur Tentang Pembentukan 5
Piagam ASEAN (Kuala Lumpur Declaration on the Establishment of ASEAN Charter) pada KTT ASEAN ke-11. Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, melalui Deklarasi Cebu mengenai Cetak Biru Piagam ASEAN para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN kemudian menginstruksikan para Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN untuk membentuk Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai penyusunan Piagam ASEAN (High Level Task Force on the drafting of the ASEAN Charter/HLTF), yang akan menindaklanjuti hasil rekomendasi EPG menjadi suatu draf Piagam ASEAN. MEA dituangkan ke dalam Cetak Biru MEA 2015 yang ditandatangani oleh para Pemimpin Negara Anggota ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN tanggal 13 Januari 2007 di Cebu Filippina, yang ditegaskan kembali dalam ASEAN Charter (Piagam ASEAN). MEA terdiri dari 3 pilar yaitu Pilar Keamanan, Ekonomi dan Sosial Budaya. Adapun untuk integrasi sektor jasa konstruksi termasuk ke dalam pilar ekonomi. MEA bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang berdaya saing, dan menciptakan pembangunan ekonomi yang merata serta berintegrasi kepada perekonomian global. Terdapat 12 sektor jasa prioritas dalam MEA 2015 yaitu: Agro-based product; Air Travel; Automotives; E-ASEAN; Electronics; Fisheries; Healthcare; Rubber-based products; Textiles and apparels; Tourism; Wood based products; dan Logistic Service.
6
ASEAN Framework Agreement on Services Pada tanggal 31 Desember 2015 telah ditandatangani ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yaitu kerangka kerja sama diantara negara anggota ASEAN yang bertujuan untuk mengintegrasikan 12 sektor jasa yang satu diantaranya adalah sektor jasa konstruksi. pariwisata. Adapun sektor jasa terkait konstruksi yang akan diliberalisasikan dalam AFAS sebagaimana tabel dibawah: Sektor Jasa
Central Product Classification (CPC)*
Jasa Bisnis Architectural services
8671
Engineering services
8672
Integrated engineering services
8673
Urban planning and landscape architectural 8674 services Jasa Konstruksi General construction work for buildings
512
General construction work for civil engineering
513
Installation and assembly work
514 + 516
Building completion and finishing work
517
Other
511 + 515 + 518
*CPC: Merupakan klasifikasi kode sektor jasa yang diterbitkan oleh United Nations pada tahun 1991
AFAS memiliki beberapa tujuan yaitu: a. Meningkatkan kerjasama di bidang jasa di antara negara-negara ASEAN dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi serta pasokan dan distribusi jasa, baik antara para penyedia jasa di ASEAN maupun di luar ASEAN. b. Menghapus hambatan perdagangan bidang jasa secara substansial antar negara ASEAN. c. Meliberalisasi perdagangan bidang jasa dengan memperdalam dan memperluas cakupan liberalisasi yang telah dilakukan oleh negara-negara 7
dalam kerangka GATS/WTO, dengan tujuan mewujudkan perdagangan bebas di bidang jasa. AFAS menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang diterapkan dalam WTO, yaitu : (i) Most Favoured Nation (MFN) treatment-kemudahan yang diberikan kepada suatu negara berlaku juga untuk semua negara lain; (ii) National Treatment-menjamin pemasok jasa asing untuk diperlakukan sama dengan pemasok jasa domestic dalam kerangka aturan nasional (iii) Non Discriminative-pemberlakuan hamba-tan perdagangan diterapkan untuk semua negara, tanpa pengecualian; (iv) Transparancy-setiap negara anggota wa-jib mempublikasikan semua peraturan, perundang-undangan, pedoman pelaksanaan dan semua keputusan/ketentuan yang berlaku secara umum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah; (v) Progressive Liberalisation-liberalisasi secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan ekonomi setiap negara anggota. Liberalisasi jasa ASEAN dilaksanakan melalui berbagai putaran negosiasi utamanya di bawah koordinasi ASEAN Committeeon Services yang dibentuk tahun 1996. Liberalisasi jasa mencakup sektor jasa bisnis, jasa profesional, jasa konstruksi, jasa distribusi, jasa pendidikan, jasa lingkungan hidup, jasa kesehatan, jasa transportasi, jasa telekomunikasi, dan jasa pariwisata. Hingga saat ini, ASEAN telah berhasil menyelesaikan negosiasi 9 paket komitmen melalui putaran negoisasi yang dimulai sejak 1 Januari 1996. Kedelapan paket komitmen yang telah ditandatangani oleh Para Menteri Ekonomi ASEAN tersebut memberi panduan rinci mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan oleh negara-negara ASEAN dalam meliberalisasi setiap sektor dan sub-sektor sesuai komitmen yang telah disepakati bersama. I. Putaran 1 (1996-1998) • Protocol to implement the Initial Package of Commitment under AFAS ditandatangani di Kuala Lumpur pada tanggal 15 Desember 1997. • Protocol to implement the Second Package of Commitments under AFAS ditandatangani di Ha Noi pada tanggal 16 Desember 2008. II. Putaran 2 (1999-2001) Protocol to Implement the Third Package of Commitments under AFAS ditandatangani pada tanggal 31 Desember 2001 (Ad-Referendum Signing). 8
III. Putaran 3 (2002-2004) Protocol to Implement the Fourth Package of Commitments under AFAS ditandatangani di Jakarta pada tanggal 3 September 2004. IV. Putaran 4 (2005-2006) • Protocol to Implement the Fifth Package of Commitments under AFAS ditandatangani di Cebu – Filipina pada tanggal 8 Desember 2006. • Protocol to Implement the Sixth Package of Commitments under AFAS ditandatangani di Singapura pada tanggal 19 November 2007. V. Putaran 5 (2007-2009) Protocol to Implement the Seventh Package of Commitments under AFAS ditandatangani di Cha-am, Thailand pada tanggal 26 Februari 2009. VI. Putaran 6 (2010-2012) Protocol to Implement the Eighth Package of Commitments under AFAS ditandatangani di Hanoi, Vietnam pada tanggal 28 Oktober 2010. VII. Putaran 7 (2012-2014) Protocol to Implement the Ninth Package of Commitments under AFAS ditandatangani di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada bulan November 2014 (AdReferendum Signing). ASEAN akan menyelesaikan paket AFAS terakhir yaitu AFAS Paket 10 di tahun 2015. Roadmap Cetak Biru MEA 2015 sebagaimana Lampiran 2 buku ini. Sesuai Cetak Biru MEA, Jasa Konstruksi sebagai jasa non PIS (Priority Integration Sector) harus memenuhi komitmen dengan membuka akses pasar bagi pemasok jasa asing negara-negara anggota ASEAN dengan kepemilikan modal asing FEP (Foreign Equity Participation) 70% dalam AFAS Paket 10 tahun 2015. Saat ini Indonesia baru memberikan komitmen kepemilikan modal asing tidak melebihi 55% dalam bentuk Perusahaan Terbatas (PT) dan dalam bentuk Joint Operation. Komitmen Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1 buku ini. Bagi industri konstruksi nasional, MEA terutama akan berpengaruh pada masuknya produk barang, jasa, tenaga ahli, dan tenaga terampil konstruksi. Masuknya produk barang dan jasa baik sebagai bahan baku maupun barang jadi tanpa hambatan fiskal akan memperluas pasar dan diharapkan akan meningkatkan daya saing ASEAN. Secara positif masuknya produk dan jasa ASEAN akan mendorong peningkatan mutu produk dan jasa dalam negeri. 9
ASEAN Mutual Recognition Arrangements (MRAs) ASEAN telah menyepakati skema pergerakan tenaga terampil (profesional) di bidang ketenagakerjaan dimana sebanyak delapan profesi saat ini telah memiliki MRA yaitu keinsinyuran, arsitek, tenaga medis, perawat, dokter gigi, akuntan, surveyor, dan kepariwisataan. Khusus bagi tenaga terampil (profesional) untuk sektor jasa konstruksi, ASEAN telah memiliki kesepakatan saling pengakuan yang disebut dengan ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA) on Engineering Services dan Architectural Services yang ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN pada tanggal 5 Desember 2005 di Malaysia dan 19 November 2007 di Singapura.
Tabel MRA yang Telah Disepakati
Tujuan MRA adalah menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mencapai kesamaan/ kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara dalam hal pendidikan dan latihan, pengalaman, serta persyaratan lisensi untuk praktek profesi inisnyur dan arsitek. Terdapat enam komponen yang akan saling diakui yaitu pendidikan, ujian, registrasi dan pemberian lisensi, pengalaman pendidikan profesional lanjutan dan kode etik (professional conduct). 10
Hingga bulan September 2015, terdata sebanyak jumlah insinyur bersertifikat ASEAN saat ini sebanyak 1.483 insinyur dengan rincian: 569 dari Indonesia, 2 dari Brunei Darussalam, 3 dari Laos, 228 dari Malaysia, 133 dari Myanmar, 119 dari Filipina, 230 dari Singapura, 65 dari Thailand dan 134 dari Viet Nam. Sementara jumlah arsitek bersertifikat ASEAN sebanyak 285 arsitek dengan rincian: 1 dari Brunei Darussalam, 84 dari Indonesia, 6 dari Laos, 35 dari Malaysia, 12 dari Myanmar, 53 dari Filipina, 74 dari Singapura, 11 dari Thailand dan 9 dari Viet Nam.
Tabel Perbandingan Jumlah Insinyur dan Arsitek yang bersertifikat ASEAN
ASEAN telah menyepakati persyaratan-persyaratan dan mekanisme untuk mendapatkan sertifikat ASEAN bagi insinyur dan arsitek dari negara-negara anggota ASEAN. Persyaratan dan Mekanisme sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3 buku ini.
11
BAB II Gambaran Sektor Jasa Konstruksi Nasional Pencapaian Pembangunan Sektor Jasa Konstruksi Kontribusi sektor jasa konstruksi nasional terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) selalu mengalami peningkatan sejak tahun 2007 hingga tahun 2013. Pada tahun 2007 nilai PDB nasional sebesar Rp 3,950,893.20 triliun dan sebesar Rp 304,996.80 miliar atau 7.72%-nya merupakan kontribusi dari sektor jasa konstruksi. Pada tahun 2013 nilai PDB nasional sebesar Rp 9,083,972.20 triliun dan sebesar Rp 907,267.00 miliar atau 9.99%-nya merupakan konstribusi dari sektor jasa konstruksi.
Berdasarkan data World Bank tahun 2014, pasar jasa konstrusi Indonesia dengan nilai US$267 miliar merupakan pasar konstruksi terbesar di ASEAN dan nomor 4 di dunia. Indonesia masih kalah dibandingkan dengan Tiongkok (US$ 1.78 triliun), Jepang (US$ 742 miliar) dan India (US$ 427 triliun). Sementara dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya Thailand (US$ 33 miliar), Malaysia (US$ 32 miliar), Filipina (US$ 25 miliar), Singapura (US$ 24 miliar) dan Vietnam (US$ 16 miliar). Prioritas pembangunan konstruksi nasional terpusat kepada pembangunan infrastruktur, perumahan, pertambangan dan energi. Perlu peran aktif pembinaan konstruksi untuk mensinergikan kekuatan nasional untuk mempertahankan pasar nasional dan merebut pasar konstruksi regional. 12
Kinerja pembangunan infrastruktur dapat diukur berdasarkan kinerja atau peringkat daya saing suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya. Berdasarkan penilaian oleh World Economic Forum daya saing infrastruktur periode tahun 2010 hingga 2015, dari 140 negara di dunia, peringkat Indonesia mengalami pergerakan yang cenderung menurun sebagaimana tabel berikut:
Tahun
Ranking
2010 – 2011
90
2011 – 2012
82
2012 - 2013
92
2013 - 2014
82
2014 - 2015
72
Sumber: World Economic Forum (WEF) 2015
Terdapat 10 faktor yang mempengaruhi daya saing sektor jasa konstruksi yaitu: kapasitas manajemen; kapasitas sumber daya manusia; struktur biaya; penguasaan kontrak; tekanan impor; akses permodalan; akses penjaminan; akses informasi; akses teknologi; dan sistem logistik.
Beberapa elemen menjadi penyebab menurunnya kinerja daya saing infrastruktur di Indonesia yang dapat dilihat pada Gambar 1: The Most Problematic Factors for Doing Business dibawah. Adapun 5 faktor utama adalah korupsi, kemudian sulitnya akses untuk mendapatkan modal, inflasi, birokrasi yang rumit, dan tidak seimbangnya pembangunan infrastrukur antar pulau/daerah.
13
Gambar 1: The Most Problematic Factors for Doing Business Sumber: The Global Competitiveness Report (World Economic Forums)
Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing di Indonesia Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2013, terdapat 3 negara utama yang memiliki badan usaha jasa konstruksi di Indonesia yaitu Jepang, Cina, Korea. Dilihat pada tabel dibawah, sejak tahun 2005 hingga tahun 2013 jumlah badan usaha dari 4 negara tersebut terus meningkat. Adapun bertambahnya jumlah badan usaha asing tersebut tidak terlepas dari keikutsertaan Indonesi dalam berbagai forum perjanjian internasional seperti ASEAN-Korea, ASEAN-Jepang, ASEAN-India, dan juga sebagai dampak diberlakukannya Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di tahun 2011. Izin BUJK Asing diberikan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Tabel Perbandingan Jumlah Badan Usaha Jasa Konstruki Asing di Indonesia
14
Grafik Jumlah Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing di Indonesia
Keterbukaan Penanaman Modal Sektor Jasa Konstruksi Nasional Keterbukaan penanaman modal sektor jasa konstruksi nasional telah diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Perpres mengatur tentang 3 (tiga) kelompok bidang usaha, yaitu bidang usaha tertutup; bidang usaha terbuka dengan persyaratan yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, dan bidang usaha yang yang dipersyaratkan dengan kepemilikan modal, lokasi tertentu dan perizinan khusus; serta bidang usaha yang terbuka. Adapun kepemilikan modal asing untuk bidang usaha yang termasuk sektor jasa konstruksi telah ditetapkan sebagai berikut: 1) Bidang Usaha Jasa Konstruksi (Jasa Pelaksanaan Konstruksi) yang menggunakan teknologi sederhana dan/atau Resiko Rendah dan/atau Nilai Pekerjaan s/d Rp. 1.000.000.000,- dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi; 2) Kepemilikan modal asing (FEP) Bidang Usaha Pengusahaan Air Minum dibatasi maksimal sebesar 95%; 3) Kepemilikan modal asing (FEP) Bidang Usaha Pengusahaan Jalan Tol dibatasi sebesar 95%; 4) Kepemilikan modal asing (FEP) Bidang Usaha Jasa Konstruksi (Jasa Pelaksanaan Konstruksi) yang menggunakan Teknologi Tinggi dan/atau 15
Resiko Tinggi dan/atau Nilai Pekerjaan lebih dari Rp. 1.000.000.000,dibatasi maksimal sebesar 67%; 5) Kepemilikan modal asing (FEP) Bidang Usaha Jasa Bisnis/Jasa Konsultansi Konstruksi : Jasa Arsitektur Pertamanan dibatasi maksimal sebesar 55%; 6) Kepemilikan modal asing (FEP) Bidang Usaha Jasa Bisnis/Jasa Konsultansi Konstruksi dibatasi maksimal sebesar 55%.
16
BAB III Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sektor Jasa Konstruksi Nasional
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sektor Jasa Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menilai MEA 2015 sebagai sebuah peluang untuk memperluas akses pasar jasa konstruksi nasional ke negara anggota ASEAN lainnya. Namun demikian, agar dapat menjadi pemenang dan bukan hanya sebagai penonton dalam MEA 2015 mendatang, sektor jasa konstruksi nasional perlu memperkuat dan meningkatkan produktivitasnya, menghasilkan produk/jasa unggulan, dan meningkatkan kompetensinya. Pemberdayaan sumber daya jasa konstruksi nasional merupakan langkah tepat untuk menghadapi MEA 2015. Pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja jasa konstruksi nasional diantaranya melalui beberapa peraturan domestik yeng bertujuan agar pemberdayaan sumber daya jasa konstruksi nasional lebih diutamakan antara lain: Undang-undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran memberikan jaminan bagi praktik keinsinyuran yang berazaskan profesionalisme dan bertanggung jawab serta meningkatkan daya saing insinyur Indonesia dan meningkatkan jumlah Insinyur Indonesia Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pembagian subklasifikasi dan subkualifikasi usaha jasa konstruksi yang mendorong agar Usaha Jasa Konsultan Nasional Memiliki Spesialisasi Melalui Persyaratan Penanggung Jawab Subklasifikasi Adalah Tenaga Ahli Tetap Dengan Bidang Keahlian Yang Sesuai. Surat Edara Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/SE/M/2013 mengenai peningkatan remunerasi tenaga ahli konstruksi. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/Prt/M/2011 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi yang membatasi Pekerjaan konsultansi di bawah Rp 750 juta diperuntukkan bagi usaha kecil. 17
Rencana Pembangunan Infratruktur Tahun 2015 s.d 2019 Pemerintah telah menyusun rencana pembangunan infrastruktur dari tahun 2015 hingga 2019 meliputi pembangunan jalan, bandara, pelabuhan, rel kereta api, dan sarana transportasi publik lainnya (angkutan massal di perkotaan), sebagaimana gambar dibawah.
Peta Rencana Pembangunan Infrastruktur
Direncanakan akan dibangun sebanyak 15 bandara baru dan 24 pelabuhan laut baru yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, dan Papua. Pemerintah juga merencanakan untuk mengadakan penyediaan 20 pesawat perinstis dan 26 kapal barang perintis, 2 kapan ternak, dan 500 kapan rakyat untuk mendukung beroperasinya bandara dan pelabuhan baru tersebut. Sementara untuk mendukung mobilitas antar pulau, akan dibangun pelabuhan penyeberangan di 60 lokasi dan pengadaan kapal penyeberangan perintis sebanyak 50 unit. Untuk rel kereta api akan dibangun Jalur KA 3.258 km di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan, dan pembangunan jalan baru sepanjang 2000 KM, dan jalan tol sepanjang 1000 KM. Selain pembangunan infrastruktur utama tersebut, akan dibangun juga infrastruktur pendukung lainnya antara lain pembangunan waduk untuk irigasi, 18
kilang minyak, pembangunan sistem air limbah, Jaringan gas kota, pembangkit listrik sebesar 35 ribu MW, pembangunan sarana penyediaan air minur di perkotaan dan perdesaan. Adapun dari rencana pembangunan tersebut, pemerintah telah menetapkan beberapa proyek strategis sebagaimana dibawah ini:
Rencana Proyek Strategis Nasional
19
BAB IV Tantangan Sektor Jasa Konstruksi Nasional
Tantangan Pembangunan Sektor Jasa Konstruksi Indonesia sebagai pasar jasa konstruksi terbesar di ASEAN masih memiliki berbagai tantangan yang perlu ditangani secara serius oleh seluruh pemangku kepentingan. Hal ini perlu dilakukan agar pasokan jasa konstruksi dapat dipenuhi oleh sumber daya nasional yang ada. Beberapa tantangan tersebut adalah: Output pendidikan formal yang belum siap kerja; Kualitas SDM Indonesia yang tidak merata (kesenjangan pembangunan ekonomi, gap antara Indonesia Bagian Barat dan Bagian Timur; Kualitas kompetensi tenaga kerja (pendidikan, pengalaman, bahasa, dll); Belum semua industri merekrut SDM-nya berbasis kompetensi; Prosedur, persyaratan dan kualifikasi/standar profesi pemasok jasa dan tenaga kerja sektor jasa belum komprehensif; Kurang minat ekspansi di negara ASEAN lain; “bila pasar tenaga kerja domestik masih ada, mengapa harus mencari di luar?” ; Kurangnya dukungan akses permodalan/pembiayaan bagi para pelaku usaha sektor jasa nasional; Ketidakjelasan arah pengembangan sektor jasa jangka menengahpanjang membuat perencanaan bisnis cenderung terbatas pada jangka pendek – menengah. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam pembangunan sektor jasa, termasuk sektor jasa konstruksi. Penciptaan SDM yang siap kerja yang berkualitas dan dapat memenuhi tantangan pasar jasa konstruksi merupakan program jangka panjang yang perlu disiapkan sejak dini. Kesadaran akan pentingnya untuk meningkatkan kapasitas melalui pelatihan dan sertifikasi kompetensi perlu dibangun. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), setifikasi kompetensi merupakan bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi terakreditasi yang menerangkan bahwa seseorang telah menguasai 20
kompetensi kerja tertentu sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Sertifikasi kompetensi memberikan beberapa keuntungan bagi tenaga kerja konstruksi yaitu: Membantu tenaga profesi meyakinkan kepada organisasi/industri/kliennya bahwa dirinya kompeten dalam bekerja atau menghasilkan produk atau jasa dan meningkatkan percaya diri tenaga profesi. Membantu tenaga profesi dalam merencanakan karirnya dan mengukur tingkat pencapaian kompetensi dalam proses belajar di lembaga formal maupun secara mandiri. Membantu tenaga profesi dalam memenuhi persyaratan regulasi. Membantu pengakuan kompetensi lintas sektor dan lintas negara Membantu tenaga profesi dalam promosi profesinya dipasar tenaga kerja Untuk mendukung program sertifikasi kompetensi diperlukan dukungan dari lembaga pendidikan dan pelatihan kerja yang maksimal. Balai-balai latihan kerja perlu diperbanyak dan diperkuat sarana pendidikan dan pelatihannya. Berdasarkan data Lembaga Pembina Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) 2015, jumlah tenaga ahli konstruksi nasional mencapai 109.007 tenaga ahli, sementara untuk tenaga terampil mencapai angka 387.420 tenaga terampil. MUDA
MADYA
UTAMA
TOTAL
57.306
48.057
3.644
109.007
TENAGA AHLI
TENAGA TERAMPIL
SKTK
KELAS 3
KELAS 2
KELAS 1
JUMLAH
LAMA
14.659
46.674
108.459
169.792
BARU
20.077
36.877
160.674
217.628
TOTAL 387.420
Sumber Data : LPJK/Kebijakan Pengembangan Jakon@Hrp s.d. 3 Agustus 2015*
Jumlah ini menunjukan bahwa minat tenaga kerja sektor jasa konstruksi nasional untuk berpartisipasi dalam MRA on Engineering Services dan Architectural Services masih rendah. Hingga saat ini jumlah insinyur dan arsitek 21
Indonesia yang telah memiliki sertifikat ASEAN sebesar 569 insinyur dan 84 arsitek. Rendahnya Pertumbuhan Insinyur Nasional Indonesia masih mengalami kekurangan jumlah insinyur dibandingkan dengan negara lainnya seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Korea, China dan India sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini.
Sumber: Persatuan Insinyur Indonesia 2014
Dilihat pada grafik pertumbuhan jumlah insinyur per tahunnya, sebagaimana grafik dibawah, Indonesia mengalami pertumbuhan paling rendah dibandingkan dengan Korea, Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Brazil dan India.
22
Indonesia hanya baru bisa menciptakan 164 orang tenaga teknik per 1 juta penduduk pertahunnya. Sehingga dengan demikian tentunya Indonesia harus mampu mengejar ketertinggalan tersebut terlebih daya serap tenaga teknik yang masih besar untuk mendorong pembangunan infrastruktur di Indonesia. Namun demikian, pertanyaan berikutnya adalah siapa yang akan menyerap tenaga kerja teknik lokal tersebut. Meskipun alternatifnya hanya ada 2 yaitu tenaga kerja konstruksi diserap oleh perusahaan konstruksi nasional atau perusahaan konstruksi internasional, namun sebaiknya tenaga-tenaga teknik terbaik yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan nasional dapat diserap oleh perusahaan konstruksi nasional. Rendahnya pertumbuhan jumlah insinyur dalam negeri akan mengakibatkan kekurangan insinyur yang tidak dapat mengisi kebutuhan dalam negeri sebagaimana terlihat pada grafik dibawah.
23
Diprediksi dalam periode antara 2015-2025 Indonesia akan mengalami kekurangan insinyur sebanyak 10.000/tahun, dan kemungkinan gap ini akan dimanfaatkan oleh tenaga teknik dari negara lain khususnya dari ASEAN. Iklim Investasi Melalui MEA 2015, diharapkan investasi dapat meningkat. MEA dapat mendorong masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar jasa dunia. Namun demikian berdasarkan data World Bank Tahun 2014, peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia yang berada di peringkat 114, masih jauh tertinggal dari negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina dan Brunei Darussalam. Indonesia hanya unggul dari Kamboja, Laos, dan Myanmar. Tentunya hal ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Pemerintah harus mengoptimalkan aturan investasi dengan memberikan kepastian hukum, pembenahan, penyempurnaan serta mempermudah prosedur/perizinan, dan perlindungan pelaku usaha nasional.
24
25
BAB V Profil Tenaga Kerja Nasional
Profil Tenaga Kerja Nasional Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2013, jumlah angkatan kerja nasional sebanyak 121,19 juta, dengan jumlah pekerja sebanyak 114,02 juta (94,08% dari total angkatan kerja) dan penganggur sebanyak 7,17 juta (5,29% dari total angkatan kerja). Dilihat dari tingkat pendidikan pekerja nasional, sebanyak 54,62 juta pekerja berpendidikan SD; 20,29 juta pekerja atau berpendidikan SMP; 17,77 juta pekerja berpendidikan SMA; 10,18 juta pekerja berpendidikan SMK; 3,22 juta pekerja berpendidikan Diploma; dan hanya sebesar 7,94 juta pekerja berpendidikan Universitas. PENDIDIKAN PEKERJA
JML (juta)
%
SD ke Bawah
54,62
47,9
SMP
20,29
17,8
SMA
17,77
15,9
SMK
10,18
8,9
Diploma (1-3)
3,22
2,8
Universitas
7,94
6,9
Total
114,02
100
Sementara apabila dilihat dari sebaran tenaga kerja, sektor pertanian masih mendominasi sebagai bidang usaha yang menyerap tenaga kerja nasional terbesar yaitu dengan jumlah 39,96 juta pekerja. Diikuti oleh bidang sektor industri dengan jumlah 14,78 juta pekerja; kemudian sektor konstuksi dengan jumlah 6,89 juta pekerja; sektor perdagangan dengan jumlah 24,81 juta pekerja; sektor angkutan, pergudangan, dan komunikasi dengan jumlah 5,23 26
juta pekerja; sektor keuangan dengan jumlah 3,01 juta pekerja; dan sektor lainnya dengan jumlah sebesar 1,81 juta pekerja. SEKTOR
JML (juta)
%
Pertanian
39,96
35,05
Industri
14,78
12,96
Konstruksi
6,89
6,04
Perdagangan
24,81
21,76
5,23
4,59
Keuangan
3,01
2,64
Jasa Kemasyarakatan
17,53
15,37
Lainnya (tambang, listrik, gas dan air)
1,81
1,59
Transport, Komunikasi
Pergudangan
&
Manfaat Pelatihan dan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia sedang melakukan kerja sama pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi di Malaysia. Adapun tujuan kerja sama tersebut adalah Dengan adanya pelatihan dan sertifikasi, diharapkan TKI konstruksi yang sebelumnya berstatus general worker dapat meningkat menjadi skilled worker atau sekurangnya semi-skilled worker, dengan meningkatkanya status tenaga kerja tersebut, maka diharapkan remunerasi yang diterima akan meningkat juga. Pada tahun 2014 telah direalisasikan sebanyak 388 tenaga kerja konstruksi nasional yang telah dilatih dan mendapatkan sertifikasi kompetensi. Untuk tahun 2015 ditargetkan sebanyak 2000 tenaga kerja konstruksi nasional untuk mendapatkan sertifikasi melalui pelatihan di Malaysia. Sementara untuk tenaga asesor ditargetkan sebanyak 60 orang instruktur/asesor konstruksi akan diikutsertakan untuk ditingkatkan kompetensinya. Selain itu kerja sama yang dilakukan akan difokuskan untuk: i) Harmonisasi standar kompetensi konstruksi untuk 6 jabatan kerja (tukang pasang batu bata, tukang besi beton, tukang cor beton, tukang kayu konstruksi, tukang pasang 27
ubin, tukang plester); ii) Pertukaran informasi pengembangan standar kompetensi konstruksi; iii) Inisiasi kemungkinan membentuk badan usaha joint venture (Indonesia-Malaysia) untuk melaksanakan pelatihan/assessment/sertifikasi tenaga kerja bersama di Indonesia; dan Pembentukan Tim Kerjasama bersama untuk menjajaki kerjasama lebih lanjut. Program sertifikasi yang dilanjutkan dengan peningkatan kemampuan tenaga kerja konstruksi nasional melalui berbagai kegiatan pelatihan yang berkesinambungan harus dapat dilakukan di setiap daerah. Tentu peningkatan kualitas SDM yang akan dimiliki oleh tenaga kerja konstruksi nasional harus diimbangi dengan kompensasi yang tepat agar migrasi tenaga kerja konstruksi nasional yang bekerja di perusahaan konstruksi nasional ke perusahaan konstruksi asing dapat diminimalkan.
28
BAB VI Kisah Sukses: Kiprah Perusahaan Konstruksi Nasional di Luar Negeri
Proyek Konstruksi di Luar Negeri oleh Perusahaan Konstruksi Nasional Beberapa perusahaan besar swasta dan BUMN yang tidak hanya di sektor konstruksi, telah melakukan investasi di luar negeri. Dengan keberhasilan perusahaan-perusahaan tersebut melakukan investasi akan berpotensi untuk mengikutsertakan perusahaan konstruksi dalam rangka mendukung investasi mereka, sekaligus memba-ngun Indonesia Incorporated. Perusahaan konstruksi nasional telah memainkan peranan penting dalam pembangunan konstruksi di kawasan ASEAN, Asia Selatan, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Pembangunan seperti gedung pemerintahan, bandara, hotel, jembatan, plaza, jalan tol, perumahan, pabrik, dan lainnya. Nilai ekspor konstruksi yang diperoleh perusahaan nasional sebagaimana tercantum dalam tabel dibawah: NO
1
NEGARA
KONTRAKTOR
PT Waskita Karya Uni Emirat Arab PT Wijaya Karya PT Totalindo Persada
2
3
4
Eka
NAMA PROYEK
PERIODE
NILAI PROYEK
Burj View Dubai; Trade License Dubai Government; Abu Dhabi Stock Exchange; Legend Plaza 2007-2008
Rp. 1, 039 Triliun
Dubai Metro Monoreel Station
Rp. 100 milyar
City of Lights Alreem C-13, Zone 2
2009-2011
UAD 25,2 juta
PT Adhi Karya
Doha City Center Hotel
Rp. 750 milyar
PT PP
New Doha International Airport
PT Adhi Karya
Tilal Complex Project (Grand Muscat Mall, 3 tower office, 3 tower apartment, 1 tower service apartment); Shaden 2007-2012 Oman (1 level basement parking, 1 level GF, 6 level residential & service apartment, penthouse, swimmingpool)
Rp. 973 milyar
PT Adhi Karya
Construction of Roadbed incl. Major & Minor Bridges Facilities with 2007-2012 Construction of New BG Line HaridaspurParadeep
US$ 61,4 juta
Qatar
Oman
India
29
2005-2013
0
5
PT Wijaya Karya
Pembangunan perumahan 3,100 unit di Annaba
PT Wijaya Karya
Perumahan lanjutan
1,2 Triliun
Aljazair
sebanyak
923 Milyar
6
Myanmar
PT Wijaya Karya
Pabrik Beton Pracetak; Pyay Tower & 2013 Residences, Yangon
US$ 125 juta
7
Afrika Selatan
PT Wijaya Karya
Pabrik Beton Pracetak
2013
US$ 30 juta
8
Australia
PT IKPT
Collie Urea Project, Perth
2009-2010
US$ 1 juta
Timor Leste PT PP 9
Gedung Kementerian Keuangan RDTL; 2012-2013 Jalan Sektor Karimbala – Batugede; Jalan Tibar – Gleno; Jembatan di Oecusse yang ditender ulang; Jalan Liquica – Mota Ain
30
US$ 92 juta
BAB VII Implikasi Liberalisasi Jasa Konstruksi
Liberalisasi jasa konstruksi, tidak dapat dihindari lagi. Sejak Tahun 1994, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia telah meratifikasi berdirinya World Trade Organization (WTO) dan menjadi salah satu negara dari 153 negara yang telah terdaftar sebagai anggota WTO. Di samping itu, melalui Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 1995, Indonesia juga telah meratifikasi ASEAN Free Trade Area (AFTA). Bahkan, tahun 2007 negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati ASEAN Charter (Piagam ASEAN) dan ASEAN Economic Community Blueprint yang menjadi landasan penyatuan Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015. Seluruh anggota WTO dan AFTA telah berkomitmen untuk meletakkan pondasi kesepakatan yang saling menguntungkan dengan menghilangkan berbagai hambatan dalam perdagangan, termasuk perdagangan jasa konstruksi, dalam rangka menciptakan perdagangan yang efisien dan persaingan yang sehat. Oleh sebab itu persaingan dalam bisnis jasa konstruksi semakin terbuka dan keras. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, badan usaha maupun tenaga kerja profesional asing di sektor konstruksi tidak dihalangi untuk beroperasi dan bekerja di Indonesia. Hal ini menimbulkan tantangan tersendiri manakala sebagian besar badan usaha nasional tidak cukup memiliki daya saing dan kemampuan menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang efisien dan efektif. kerja konstruksi yang belum memiliki standar dan sertifikat keahlian internasional menjadi kendala yang ada saat ini. Tenaga kerja merupakan salah satu unsur penting yang mempengaruhi kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan pembangunan konstruksi. Hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dapat diperoleh jika para pelaku bidang jasa konstruksi memiliki kompetensi dan profesionalisme yang tinggi sesuai bidang pekerjaannya. Salah satu upaya peningkatan kualitas kompetensi dan profesionalisme adalah dengan sistem quality assurance dalam bentuk sertifikasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, setiap bangunan konstruksi harus dibangun oleh perusahaan yang memenuhi syarat yang salah satunya memiliki tenaga kerja/teknik kompeten yang secara otentik dibuktikan melalui sertifikat tenaga teknik. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, dinyatakan bahwa tenaga kerja konstruksi harus mengikuti 31
sertifikasi keterampilan kerja atau sertifikasi keahlian kerja yang dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) baik di tingkat nasional maupun daerah, memainkan peran penting dalam pengembangan tenaga kerja industri konstruksi melalui pelaksanaan fungsi akreditasi asosiasi profesi dan institusi pendidikan dan pelatihan (diklat), serta registrasi tenaga kerja. Semua pekerja industri konstruksi harus mempunyai sertifikat tenaga kerja yang dikeluarkan oleh asosiasi profesi atau institusi diklat, dan kemudian wajib melakukan registrasi di LPJK. Selain itu, pemahaman mengenai isu-isu lingkungan juga perlu dilakukan oleh pelaku konstruksi nasional, terutama untuk isu kerusakan lingkungan dan pemanasan global. Implikasi liberalisasi perdagangan jasa tidak hanya berarti terbukanya pasar nasional bagi penyedia jasa asing, tetapi juga terbukanya pasar internasional bagi penyedia jasa nasional. Selama ini kita masih disibukkan dengan perdebatan tentang kesiapan kita serta upaya-upaya defensif untuk membatasi masuknya penyedia jasa konstruksi asing ke pasar nasional. Kita kurang menaruh perhatian untuk melakukan upaya pengembangan daya saing penyedia jasa nasional dalam menghadapi persaingan dengan badan usaha asing, baik di pasar nasional maupun upaya ofensif untuk melakukan penetrasi ke pasar internasional. Indonesia, sebagai negara yang turut serta dalam perjanjian internasional bidang jasa akan mendapatkan keuntungan sekaligus ancaman. Tidak ada pilihan lain bagi para pelaku sektor jasa konstruksi nasional untuk mengikuti perkembangan yang ada. Kebijakan proteksi sebelumnya menjadi pelindung bagi penyedia jasa sektor konstruksi nasional tidak tepat lagi diterapkan dalam perkembangan perdagangan bidang jasa dalam perdagangan internasional. Liberalisasi perdagangan sektor jasa konstruksi harus dilihat sebagai suatu tantangan atau ujian bagi kemampuan serta kualitas perusahaan serta tenaga kerja profesional nasional di sektor ini. Penyedia jasa konstruksi nasional diharapkan dapat memanfaatkan peluang MEA melalui pengembangan penetrasi pasar konstruksi internasional. Hal ini bertujuan untuk memperluas lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja konstruksi Indonesia. Di samping itu, penetrasi jasa konstruksi di negara anggota ASEAN lainnya dapat dijadikan sebagai ajang promosi konstruksi nasional serta menjadi benchmarking terhadap daya saing bagi penyedia jasa konstruksi lokal, serta untuk memperoleh pengalaman yang nantinya akan diperlukan dalam menghadapi persaingan dengan penyedia jasa asing di pasar konstruksi nasional. 32
Penetrasi atau perluasan pasar jasa konstruksi ke negara lain perlu dilakukan dengan pertimbangan bahwa apabila hanya mengandalkan pasar jasa konstruksi dalam negeri tentunya akan sulit, karena suatu saat akan mengalami kejenuhan, dan melalui perluasan pasar diharapkan usaha konstruksi nasional tetap dapat berjalan. Beberapa peluang pasar konstruksi terdapat di beberapa negara ASEAN yang relatif sedang berkembang seperti Kamboja, Laos dan Myanmar, dimana meningkatnya kebutuhan infrastruktur dan properti didorong oleh pertumbuhan penduduk. Hal lain yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kemampuan dan kualitas tenaga kerja konstruksi nasional. Antisipasi dampak negatif penerapan MEA terhadap sektor konstruksi harus dimulai dari pengembangan dan perlindungan Sumberdaya Manusia (SDM) sektor konstruksi. Ekspansi berbagai perusahaan konstruksi asing dikhawatirkan akan menendang SDM konstruksi Indonesia keluar dari pasar tenaga kerja. Perusahaan asing tersebut dikhawatirkan akan lebih memilih menggunakan SDM negara mereka dibandingkan menggunakan SDM lokal. Hal ini yang wajib diantisipasi Pemerintah dengan menerapkan sejumlah langkah kebijakan misalnya menerapkan kewajiban penggunaan tenaga kerja lokal. Namun hal ini harus diimbangi dengan upaya pemerintah dan dunia pendidikan nasional untuk mempersiapkan tenaga-tenaga ahli konstruksi yang handal. Peningkatan kualitas tenaga kerja nasional ini harus mencakup seluruh tingkatan pendidikan, baik tenaga kerja keahlian atau kejuruan, namun juga untuk tenaga kerja yang lebih tinggi kualitasnya. Penyebaran pusat-pusat pendidikan harus juga dilakukan sehingga ketersediaan tenaga kerja yang handal ini akan terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian, dalam rangka melindungi dan mengatur segala sesuatu yang menjadi dampak perjanjian perdagangan jasa internasional bagi pelaku jasa konstruksi nasional, pemerintah telah menyiapkan aturannya, salah satunya adalah melalui Peraturan Menteri PU Nomor 05/PRT/M/2011 tentang Pedoman Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing. Berdasarkan peraturan tersebut, terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi penyedia jasa konstruksi asing agar tetap dapat beroperasi di Indonesia, antara lain memiliki Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing, memiliki sertifikat badan usaha, dan melaksanakan joint operation (kerja sama operasi) dengan badan usaha
33
BAB VIII Penutup
Undang-undang Jasa Konstruksi telah menggaris bawahi peran penting sektor jasa konstruksi dalam pembangunan untuk menciptakan bangunan fisik yang berfungsi mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial ekonomi, maupun mendukung berkembangnya industri barang dan jasa. Sektor jasa konstruksi nasional perlu dikembangkan secara sistematis dengan menggunakan segenap potensi yang ada sehingga sektor jasa konstruksi nasional dapat memberikan dukungan dan kemampuan dalam pembangunan nasional. Tidak dapat dipungkiri, pasar konstruksi Indonesia sangat menggiurkan. Kelas menengah yang terus meningkat, dan komitmen Pemerintah dalam membangun infrastruktur tentunya mendongkrak pasar konstruksi Indonesia. Melalui MEA, pasar potensial tersebut akan diserbu oleh berbagai perusahaan konstruksi di kawasan ASEAN. Dua hal yang menjadi pertanyaan adalah, pertama, sejauh mana perusahaan konstruksi nasional dapat bersaing. Kedua, mampukah perusahaan konstruksi nasional memanfaatkan MEA untuk melakukan ekspansi ke berbagai negara di kawasan ASEAN. Sektor jasa konstruksi merupakan sektor jasa yang vital bagi pertumbuhan eknomi suatu negara. Sektor jasa konstruksi menjadi tulang punggung bagi jasa transportasi, distribusi, pariwisata, dan bahkan merupakan tulang punggung bagi bidang lain seperti pertanian dan manufaktur. Secara umum perusahaan konstruksi nasional telah berperan penting dan melakukan ekspor jasa konstruksi ke negara-negara ASEAN dan non ASEAN. Hal ini tentunya tidak dengan mudah diperoleh. Kualitas dan kepercayaan terhadap perusahaan konstruksi nasional merupakan bukti pembinaan terhadap potensi sumber daya konstruksi nasional telah dilakukan dengan baik dan berkelanjutan. Tantangan peningkatan daya saing sebenarnya bersifat universal. Tanpa atau dengan MEA Pasca 2015, industri konstruksi nasional harus mampu meningkatkan daya saingnya secara berkesinambungan. Secara konvensional peningkatan daya saing dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi. Upaya ini dapat dicapai dengan mewujudkan kompetisi di antara pelaku usaha. Dengan adanya kompetisi yang sehat dalam medan permainan datar (leveled playing field), setiap kontraktor akan bekerja keras meningkatkan produktivitas dan efisiensinya. Eksternal kompetisi menjadi 34
penting dan telah menjadi penggerak utama peningkatan daya saing di seluruh dunia. Dalam kondisi tertentu, proteksi perlu dihapuskan untuk mendorong kompetisi bagi peningkatan mutu dan daya saing. Pemerintah harus tetap melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kinerja jasa konstruksi nasional tetap baik dan bahkan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Dunia semakin kompetitif, semakin banyak pesaing dari negara lain yang muncul dan dapat berpotensi merebut pasar jasa konstruksi yang telah di-supply oleh jasa konstruksi nasional. Pelatihan dan penambahan tenaga kerja konstruksi nasional yang kompetitif dan diakui internasional perlu dilakukan secara konsisten, dan perlu didukung oleh seluruh pihak, yaitu pemerintah pusat, daerah, perbankan, ketenaga kerjaan, dan pendidikan. Indonesia sebagai pasar jasa konstruksi terbesar di ASEAN, dan nomor 4 di dunia, menjadi daya tarik bagi pesaing dari negara lain. Pemerintah harus memberdayakan dan mengutamakan sumber daya lokal dalam rangka menghadapi MEA 2015 dan mengambil peluang yang ada, serta memberikan dukungan penuh bagi jasa konstruksi nasional untuk dapat menjadi pemenang dalam MEA 2015.
35
Daftar Pustaka
Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Website Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Website Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) World Economic Forum Kegiatan Dialogue Series Kesiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Focus Group Discussion (FGD) tentang Rencana Jangka Menengah Nasional 2014-2019 bulan Juli 2014 di Yogyakarta Buku Konstruksi Indonesia Tahun 2013
36
37
38
Lampiran 2
PERSYARATAN UNTUK MENJADI ASEAN ARCHITECT
39
40
Lampiran 3
PERSYARATAN UNTUK MENJADI ASEAN CHARTERED PROFESSIONAL ENGINEER
41