Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah, 1 (2), 41-50 ISSN Print 2477-2836/ISSN Online 2528-6692
MENILIK USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) KESIAPAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Sabirin1 Atem* 1
Universitas Padjadjaran, Bandung
*Email:
[email protected] Abstrak Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memberikan tantangan sendiri bagi negara Indonesia. Pondasi perekonomian yang masih belum kokoh membawa kekhawatiran sendiri akan nasib masyarakat saat diberlakukannya MEA. Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor yang dipertimbangkan untuk membangun skema ekonomi nasional saat ini. UMKM telah terbukti mampu mendorong pembangunan ekonomi negara dan telah teruji bertahan mengahadapi fase-fase krisis yang pernah terjadi. UMKM berperan memperluas lapangan pekerjaan dan berkontribusi terhadap PDB. Tantangannya UMKM mengahadapi MEA ialah harus memiliki daya saing yang tinggi, sumber daya yang berkualitas, yakni kreatif, inovatif dan kompetitf. UMKM harus mampu meningkatkan standar, kualitas produk agar sesuai permintaan pasar secara global. Hambatan bagi para pelaku UMKM ialah masih sulitnya akses terhadap sumber-sumber permodalan, infrastruktur penunjang yang masih minim, terbatasnya akses informasi pasar dan kemampuan pemanfaatan teknologi yang masih kurang. Tulisan ini hendak menggambarkan kesiapan Indonesia mengahadapi MEA dan memaparkan kondisi UMKM di Indonesia dalam mengikuti pasar global di era MEA yang telah berlangsung sejak tahun 2015. Kata Kunci: UMKM, MEA, Pembangunan Ekonomi PENDAHULUAN Latar Belakang
apabila Indonesia mampu menyusun strategi yang baik dalam menjalani MEA maka, MEA akan menguntungkan bagi Indonesia, namun sebaliknya ketika Indonesia masih belum mampu menyikapi peluang strategis ini maka akan menjadi bumerang yang semakin menciptakan keterpurukan bagi masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu Indonesia perlu bergerak cepat dalam membangun cara dan strategi pembangunan ekonomi untuk bersaing de ngan masyarakat-masyarakat ASEAN yang telah mulai memasuki negara Indonesia dengan berbagai kecakapan yang mereka miliki. Masa persiapan menghadapi MEA saat ini sebenarnya telah berakhir seiring sudah berlangsungnya MEA. Meskipun demi kian bukan berarti strategi pembangunan ekonomi berakhir, dalam fase Indonesia yang masih belum sepenuhnya mampu bersaing ini, tentu Indonesia harus terus bergerak merumuskan strategi bersaing yang cepat dan tepat guna. Berbicara konteks strategi pembangunan ekonomi ini tentu tidak hanya mem bicarakan bagaimana peran pemerintah saja karena
Tahun 2015 merupakan awal pertempuran baru bagi perkembangan ekonomi di Indonesia, pasalnya memasuki tahun 2015 lalu telah diterapkan gagasan dalam pembangunan ekonomi se-ASEAN, yang di kenal dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mana, gagasan ini akan membuka peluang bagi negara-negara ASEAN untuk mengintegrasikan berbagai sektor potensial antar negara melalui ke terbukaan dibidang arus barang, jasa, investasi, tenaga-tenaga terdidik antar negara ASEAN. Di terapkannya gagasan MEA ini telah menempatkan Indonesia menjadi sasaran strategis bagi negaranegara berkembang lainnya, khususnya dibidang industri perdagangan karena dipandang dari jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai 250 juta jiwa menjadi indikator analisa yang menjanjikan untuk basis konsumsi bagi negara-negara ASEAN. Penerapan MEA sebenarnya adalah titik baru bagi Indonesia untuk pemulihan ekonomi, tentunya 41
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 41
12/14/16 9:53:15 AM
42
Sabirin: Menilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
paradigma pembangunan ekonomi sudah bergeser tidak lagi harus menempatkan pemerintah sebagai aktor tunggal yang menjalankan peran, namun juga turut merangkul dan mengakomodir aktor pem bangunan lainnya yakni masyarakat. Masing-masing aktor harus terintegrasi satu-sama lainnya. Sebenarnya Pemerintah telah berualang kali mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk menghadapi gejolak perekonomian dunia. Satu di antara paket kebijakan yang telah dikeluarkan adalah Paket Kebijakan Ekonomi IV yang meberikan angin segar bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), paket kebijakan tersebut menyangkut tiga bidang yaitu terkait ketenagakerjaan, pengembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan pengembangan ekspor oleh pelaku UMKM dengan dukungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). (Asalam dan Sabirin, 2016:1). Seiring dengan itu, kekhawatiran terhadap ekonomi pasar menghantui para pelaku usaha, khususnya bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Walaupun UMKM telah berjalan cukup lama dalam menunjang ekonomi Indonesia namun, diarus globalisasi yang teraktualisasi dalam kebijakan pasar bebas Asean ini membuat pelaku usaha UMKM memiliki persaingan yang kuat, dan harus mampu bersaing mengahadapi tantangan tersebut, seperti melakukan inovasi produk dan jasa, pengetahuan dan pengembangan teknolgi maupun penguatan modal dan perluasan pasar serta pengembangan vocational skill pelaku usaha.
juga memiliki kontribusi dalam PDB yang mencapai 4.303 triliun/tahun. Sudah sewajarnya jika kegiatan ekonomi melalui pengembangan UMKM harus tetap diperluas setiap tahunnya. Hanya saja untuk menghadapi persaingan di pasar global ini, daya saing UMKM masih terlihat lemah, belum lagi tidak sedikit pelaku UMKM yang belum bisa berkembang atau meningkat dan bahkan cendrung mengalami penurunan. Permasalahan umum yang sering terjadi seperti hampir sebagian dari total sektor UMKM masih kekurangan modal, sumber daya manusia khususnya terkait pendidikan dan pelatihan masih terlihat minim, infrastruktur yang buruk, Birokrasi yang tidak berjalan efisien, ditambah lagi kurangnya informasi pasar bagi pelaku UMKM dan lemahnya pendayagunaan bidang teknologi. Permasalahan lain yang dihadapi UMKM, yaitu telah diberlakukannya liberalisasi perdagangan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) telah berlaku secara efektif ditahun 2010 lalu. Semua permasalahan ini dikhawatirkan semakin memperburuk potensi para pengusaha lokal.
Oleh karena itu Indonesia tidak lagi bisa ber pangku tangan karena pasar global ASEAN ini sudah berlangsung, sehingga yang dapat dilakukan ialah dengan tetap mendorong sektor UMKM melalui penguatan SDM pelaku usaha, penambahan modal dan terus memperluas sektor UMKM yang sejalan dengan efektifitas birokrasi dalam mendukung usaha rakyat ini. Tulisan ini hendak memaparkan Pengembangan serta pemberdayaan UMKM ada dan menganalisa sejauh mana kesiapan para pelaku lah cara yang strategis untuk menggerakan kegiatan UMKM dalam menghadapi mana politik pasar ekonomi. Diketahui bahwa UMKM telah berperan bebas MEA yang diberlakukan sejak tahun 2015 besar bagi ekonomi Indonesia. Data dari BPS 2012 serta sejauh mana pengaruhnya bagi perluasan telah menunjukkan bahwa kontribusi UMKM terhadap dan memunculkan peluang bisnis-bisnis baru bagi PDB Indonesia tahun 2011 sebesar 56,6% dan mepembangunan perkekonomian Indonesia. nyerap 97% dari tenaga kerja nasional. UMKM juga berkontribusi dalam penambahan devisa negara dalam TELAAH PUSTAKA bentuk penerimaan ekspor sebesar 27.700 milyar dan menciptakan peranan 4,86% terhadap total ekspor (Yoga, 2011; Nagel 2012; Tyas dan Safitri, 2014:43). Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia Selain itu juga UMKM mampu bertahan dikala UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, tingginya goncangan ekonomi pada krisis keuangan Kecil, dan Menengah. Undang-udang di Indonesia yang terjadi tahun 1997, meskipun kontribusi devisa secara khusus telah mengatur jenis kegiatan usaha negara yang diberikan oleh UMKM tidak sebanding ini yakni tercantum dalam Undang-Undang Nomor kontribusi usaha besar, namun dengan jumlah UMKM 20 tahun 2008 pada Bab 1 dalam ketentuan umum di Indonesia saat ini sekitar 55 juta, telah menyerap pasal 1 mendefinisikan UMKM yakni: setidaknyoa 97% tenaga kerja Indonesia. Selain itu Usaha Mikro didefinisikan sebagai bentuk Hal ini menunjukkan bahwa peran UMKM cukup tinggi dalam pergerakan ekonomi maupun membuka usaha produktif milik orang perorangan dan/atau lapangan kerja bagi masyarakat. Selain itu UMKM badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah,1 (2), 41-50
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 42
12/14/16 9:53:15 AM
Sabirin: Menilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.
43
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang per rupiah). orangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang (2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung a. memiliki kekayaan bersih lebih dari maupun tidak langsung dari usaha menengah atau Rp50.000.000,00 (lima puluh juta usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil rupiah) sampai dengan paling banyak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi pro tidak termasuk tanah dan bangunan tempat duktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh usaha; atau orang perseorangan atau badan usaha yang bukan b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik rupiah) sampai dengan paling banyak langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan juta rupiah). bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: Menurut Zulkarnaen (2006) dikutip dalam (Sudiarta, Kirya dan Cipta, 2014) usaha mikro ada a. memiliki kekayaan bersih lebih dari lah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil, bersifat Rp500.000.000,00 (lima ratus juta tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, rupiah) sampai dengan paling banyak belum tercatat, dan belum berbadan hukum. Kemu Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar dian Tohar (2001) mendefinisikan usaha kecil rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala tempat usaha; atau kecil, dan memenuhi kekayaan bersih atau hasil b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima diatur dalam undang-undang. Lebih lanjut Tohar ratus juta rupiah) sampai dengan paling mendefinisikan usaha menengah adalah kegiatan banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih, milyar rupiah. Dengan demikian bahwa penjualan lebih besar dari kekayaan bersih atau UMKM merupakan unit kegiatan ekonomi hasil penjualan tahunan usaha kecil, meliputi usaha masyarakat yang dapat dikategorikan baik nasional (milik negara atau swasta), usaha patungan, melalui kuantitas produk, dan tenaga kerja warga negara asing/ hukum asing yang melakukan serta jumlah kekayaan (modal) dan juga kegiatan ekonomi di negara Indonesia. (Sudiarta, penghasilan yang didapatkan melalui ke Kirya dan Cipta, 2014). Sedangkan menurut Badan giatan usaha yang dijalankan. Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan usaha yang me Jenis-Jenis UMKM miliki jumlah tenaga kerja 5 orang sampai dengan 19 orang. Sedangkan usaha menengah merupakan Secara garis besar jenis usaha UMKM dikelompokkan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 20 orang kedalam beberapa jenis kegiatan usaha, seperti dikutip dalam Respatiningsih, (2011:33-34) yakni: sampai dengan 99 orang. Kriteria UMKM sendiri telah tercantum dalam 1. Usaha Perdagangan UUD nomor 20 tahun 2008 pasal 6 menyebutkan: Meliputi, Keagenan: agen Koran/majalah, se patu, pakaian, dan lain-lain; Pengecer: minyak, (1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-lain; a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Ekspor/Impor: produk lokal dan internasional; Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah, 1 (2), 41-50
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 43
12/14/16 9:53:15 AM
44
Sabirin: Menilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
dibanding dangan usaha menengah atau usaha besar. Keberadaan usaha kecil telah menyebar di berbagai sendi kehidupan ekonomi masyarakat, baik itu di 2. Usaha Pertanian perkotaan maupun pedesaan. Oleh sebab itu usah Meliputi, Perkebunan: pembibitan dan kebun kecil dipandang sebagai motor penggerak bagi buah-buahan, sayur-sayuran, dan lain-lain; pembangunan ekonomi daerah, meskipun bukan Peternakan: ternak ayam petelur, susu sapi, dan sebagai central pertumbuhan. Perikanan: darat/laut seperti tambak udang, Peran usaha mikro, kecil dan menengah kolam ikan, dan lain-lain. (UMKM) dalam perekonomian Indonesia seyogya 3. Usaha Industri nya sudah dilaksanakan secara konkrit dan serius Meliputi, Industri makanan/minuman; Pertam dalam waktu 10–20 tahun yang lampau. Suatu refleksi yaitu apakah tahun 2015, dimulainya bangan; Pengrajin; Konveksi dan lain–lain. Komunitas Ekonomi ASEAN dapat menghantarkan 4. Usaha Jasa UMKM menjadi harapan di masa depan, paling Meliputi, Jasa Konsultan; Perbengkelan; Res tidak dapat dilihat dari beberapa aspek seperti toran; Jasa Konstruksi; Jasa Transportasi, Jasa berikut ini: 1. Kedudukannya sebagai pemain utama Telekomunikasi; Jasa Pendidikan, dan lain- dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor. 2. lain. Penyedia lapangan kerja yang terbesar. 3. Pemain Biro statistik mengelompokan industri bukan penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi dari besaran modal yang dimiliki namun seberapa lokal dan pemberdayaan masyarakat. 4. Pencipta banyak kuantitas karyawan yang dipekerjakan. pasar baru dan sumber inovasi. 5. Sumbangannya Menurut BPS berdasarkan jumlah karyawannya, dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan industri yang ada di Indonesia dibedakan menjadi ekspor (Tedjasuksmana, 2015:195) sektor Informal: pengumpul barang bekas, pedagang kaki lima, dan lain-lain.
empat kelompok, yakni (1) industri kerajinan, yakni industri yang memiliki karyawan antara 1 sampai dengan 4 karyawan; (2) industri kecil, adalah in dustri yang memiliki karyawan 5 sampai 19 orang; (3) industri sedang, adalah industri yang memiliki karyawan antara 20 sampai dengan 99 orang dan (4) industri besar merupakan industri yang memiliki karyawan 100 orang atau lebih (Sukidjo, 2004:11)
Menurut Sukidjo (2004:12) Peran utama ke beradaan dan pertumbuhan UKM pada umumnya dimaksudkan untuk dapat memberikan kontribusi positif terhadap upaya penanggulangan kemiskinan, pengangguran dan pemerataan pembagian pen dapatan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila keberadaan UKM selalu dikaitkan dengan masalah- masalah ekonomi dan sosial. Jumlah UMKM di Indonesia saat ini sudah semakin me ningkat dengan begitu kontibusinya juga meningkat, Peran Usaha Mikro Kecil Menengah meskipun demikian bukan berarti UMKM berada Keberadaan UMKM di Indonesia telah diakui cukup dalam zona aman, masih banyak permasalahan mampu berkontribusi bagi perekonomian masya yang menghambat produktivitas dan pergerakan rakat, dan salah satu kegiatan ekonomi yang mampu UMKM sehingga masih berjalan di tempat, karena mengahadapi krisis yang beberapa kali menerpa disebabkan banyak hambatan baik dari SDM, modal Indonesia. Tidak hanya dinegara-negara berkembang dan kebijakan-kebijakan yang ada. namun kontribusi UMKM juga diakui di negaranegara maju, hal ini dikarenakan karakteristik-karak teristik utama mereka yang membedakan mereka Era Masyarakat Ekonomi Asean dari usaha besar, teru- tama karena UMKM adalah Seiring dengan semakin terjalinnya kerjasama dan usaha-usaha padat karya, terdapat disemua lokasi hubungan diantara bangsa-bangsa saat ini, ASEAN terutama dipedesaan, lebih tergantung pada bahan– tidak luput mengambil peran untuk mengintegrasikan bahan baku lokal, dan penyedia utama barang- negara-negara yang tergabung dalam ASEAN atau barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat Asia Tenggara. Untuk merealisasikan visi tahun berpendapatan rendah atau miskin (Tambunan 2020 setidaknya ada beberapa agenda yang akan 2012; Tyas dan Safitri, 2015: 43). Perkembangan dilaksanakan, yang mana terkait kualitas sumber jumlah usaha kecil di Indonesia sangat banyak jika daya manusia , ekonomi, lingkungan hidup, sosial, Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah,1 (2), 41-50
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 44
12/14/16 9:53:15 AM
Sabirin: Menilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
teknologi, hak cipta intelektual, keamanan dan perdamaian, serta turisme melalui serangkaian aksi bersama dalam bentuk hubungan kerjasama yang baik salaing menguntungkan bagi sesama negara Asean tentunya. Sebagai salah satu dari tiga pilar utama ASEAN Community 2015, ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. (Yoga, 2011; Nagel 2012; Tyas dan Safitri, 2014:46) Pembentukan MEA tentu tidak terlepas dari pembentukan ASEAN dan kesepakatan AFTA. ASEAN yang dibentuk pada tahun 1967 lebih ditun jukan pada kerja sama yang berorientasi politik guna pencapaian kedamaian dan keamanan dikawasan Asia Tenggara. ASEAN saat itu merupakan salah satu kawasan yang paling dinamis dan berkembang paling cepat, paling tidak sampai sebelum terjadinya krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997/1998. Pada awalnya ASEAN didirikan oleh 6 (enam) anggota yang juga sebagai pemrakarsa berdirinya AFTA yaitu Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Kemudian Vietnam bergabung pada tahun 1995 dan diikuti oleh Laos, Myanmar, dan Kamboja. Meskipun demikian, karena praktis hampir semua negara anggota ASEAN membuat produk-produk yang sama, maka terjadi persaingan yang ketat antarmereka sehingga keberadaan ASEAN tidak terlalu signifikan bagi peningkatan volume perdagangan di dalam ASEAN (Tambunan, 2004; Asalam dan Sabirin, 2016:4). Pembentukan MEA untuk mensempurnakan integrasi ekonomi antar negara-negara ASEAN yang kemudian memberikan manfaat bagi masya rakat. Sejak diformulasikan, tiga dari empat pilar MEA telah jelas tersirat bahwa untuk berhasil dalam menghadapi MEA maka harus memiliki daya saing yang tinggi, karena MEA menjadi kawasan pasar tunggal yang berbasis produksi, yang juga terintegrasi ke pasar global, oleh karenanya masingmasing negara harus mampu membangun daya saing untuk bisa berhasil mengahadapi era MEA. Karena sudah esensi dari MEA itu sendiri dirancang untuk meningkatkan daya saing negara-negara ASEAN. Tujuan terbentuknya MEA untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara-negara ASEA.
45
Selama hampir dua decade, ASEAN hanya terdiri dari lima negara yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand yang pendiriannya pada tahun 1967. Negara-negara Asia Tenggara lainnya yang tergabung dalam waktu yang berbeda yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995) Laos dan Myanmar (1997) dan Kamboja (1999) (http:// bppk.kemenkeu.go.id/). MEA bukanlah AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) karena MEA memiliki cakupan dimensi kerja sama yang lebih luas dibanding AFTA yang hanya mengatur liberalisasi perdagangan barang. Hanya saja tidak dapat dipungkiri bahwa AFTA adalah pemercik munculnya gagasan MEA ini. Untuk memperkuat kerangka kerja MEA pada tahun 2006 dibentuk formulasi blue print yang berisi target dan waktu pencapaian MEA dengan jelas, yang kemudian taun 2007, seluruh anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi yang lebih nyata dan meaningful Melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). Pencapaian MEA memerlukan implementasi lankah-langkah liberlisasi dan kerja sama termasuk peningkatan kerja sama dan integrasi di area-area baru antara lain : peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penginkayyan kapasitas (capacity building) ; konsultasi yang lebih serta dikebijkan makroekonomi dan keuangan kebijakan pembiayaan perdagangan, pengembangan transaksi elektornik melalui e-ASEAN, integrasi industri untuk meningkatkan sumberdaya regional serta peningkatan keterlibatan sktor swasta.(Asalam dan Sabirin 2016:4) METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian meng gunakan pendekatan eksploratif deskriptif. Penelitian dengan pendekatan ekploratif diskriptif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan keadaan yang diamati. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang mengandalkan pada peran yang saling melengkapi secara terus menerus antara pengumpulan dan analisis data melalui pengajuan pertanyaan dan pembandingan teoritis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa pendekatan kajian literatur atau studi putaka. Pendekatan teori atau konsep dilakukan dengan me rujuk dari beberapa sumber, seperti buku, jurnal
Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah, 1 (2), 41-50
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 45
12/14/16 9:53:15 AM
46
Sabirin: Menilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
ilmiah, portal berita online dan penelusuran literatur on-line. Penelitian ini disusun untuk mengekplorasi fenomena yang terjadi dengan memadukan konsep dan fenomena mengenai rencana pemerintah me lakasanakan redenominasi. Dalam menganalisis per masalahan, terlebih dahulu melakukan proses ana lisis terhadap permasalahan kemudian mengaitkan permasalahan yang terjadi di lapangan beserta so lusinya dengan menggunakan skema dan konspe yang tepat. Agar memperoleh kebenaran yang ilmiah, penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa tahapan yaitu tahap penyajian bukti atau fakta (skeptik), memperhatikan permasalahan yang relevan (analitik), dan tahap menimbang secara obyektif untuk berpikir logis (kritik). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Daya Saing UMKM Indonesia di era MEA Kemampuan daya saing sebuah negara tidak pernah henti untuk dibahas, baik dalam segi ekonoi, politik, budaya, sosial dan teknologi, karena daya saing suatu negara telah dianggap sebagai bagian dari upaya ketahan negara untuk melawan dan mengahadapi berbagai rintangan dalam membangun peradaban. Tylor (1887) seperti dikutip dalam paparan riset kajian Riset PKRB (2014) mengungkapkan bahwa Peradaban hanya bisa dibangun melalui kekuatan ekonomi, politik, dan budaya yang unggul. Dengan daya saing yang tinggi, perekonomian dapat men jaga pertumbuhan ekonominya dan mulai mem bangun kehidupan negara yang teratu dan saat itu pembangunan peradaban dimulai. Lalu Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa daya saing adalah ke mampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berke sinambungan untuk menghadapi persaingan inter nasional. Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka ke bijakan pembangunan industri nasional didahului dengan mengkaji sektor industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya. (Asalam dan Sabirin, 2016:7). Sedangkan menurut menurut Sumihardjo (2008) kata daya dalam kalimat daya saing bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain atau keunggulan tertentu (Ramadhani dan Arifin, 2013: 136). Diketahui MEA merepresentasikan
kamampuan dimata global, bukan hanya kemampuan bersaing atar sesesama negara ASEAN namun MEA juga sebagai representasi bagi kemajuan ekonomi negara ASEAN dimata dunia. Oleh sebab itu negaranegara ASEAN masing-masing menyiapkan dan mengatur strategi produktif dan strategis demi keberhasilan menghadapi MEA. Banyak yang telah mengungkapkan, pada dasarnya peluang Indonesia untuk mampu bersaing di era MEA cukup besar, diketahui Indonesia menduduki peringkat 16 di dunia untuk besarnya skala ekonomi yang turut didukung oleh proporsi jumlah penduduk usia produktif dan pertumbuhan kelas menengah yang besar. Kemudian prospek ekonomi Indonesia yang positif juga didukung oleh perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia serta masuknya Indonesia sebagai peringkat empat prospective destinations berdasarkan UNCTAD World Investment report (Tyas dan Safitri, 2015:47). Hanya saja permasalahannya peluang besar tersebut masih tampak buram melihat daya saing pengusaha-pengusaha Indonesia sendiri masih tampak lemah terutama bagi UMKM yang bahkan untuk daya saing nasional tampak belum sepenuhnya stabil. Perkembangan UMKM yang ada di Indonesia msih dihadapkan dengan berbagai persoalan yang menyebabkan semakin melemahnya daya saing terhadap produk-produk impor. Selain itu persoalan yang masih bergulir ialah infrastruktur yang terbatas dan akses terhadap pemerintah menyangkut perizian, birokrasi dan lainya semakin memperparah kondisi UMKM ditambah lagi kondisi kesehatan perbankan (lembaga kredit) masih memberikan kontribusi negatif terhadap kelompok UMKM, hal ini menunjukan bahwa akses permodalan UMKM masih terbatas. Segala persoalan yang ada tersebut membuat potensi UMKM yang besar itu menjadi terhambat. Walaupun dikatakan bahwa UMKM dapat bertahan dari krisis global yang pernah terjadi, tetapi UMKM masih saja harus menghadapi persoalan domestik yang masih saja belum bisa terselesaikan, seperti masalah upah buruh, ketenaga kerjaan dan pungutan liar, korupsi dan lain-lain. Keadaan permasalahan yang ada ini memperlihatkan sinergi pembangunan ekonomi dan kondisi pemerintahan negara belum memperlihatkan kedewasaan negara. Oleh karenanya cukup sulit untuk mengatakan bahwa kemampuan daya saing UMKM akan tinggi ketika permasalahan berputar di lubang yang sama. Menurut The Global Competitiveness Report, tahun 2011 peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan menjadi 46
Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah,1 (2), 41-50
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 46
12/14/16 9:53:16 AM
Sabirin: Menilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
dibanding tahun 2010 yang berada di posisi 44. Hal ini menuntut perlunya dilakukan kaji ulang terhadap kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Sedangkan dalam pembangunan ekonomi sinergisitas tiap elemen terutama peme rintah dan pelaku usaha harus terjalin dengan baik. Michael .E. Porter (1990) pernah mengajukan teori baru untuk daya saing dalam perdangan international seperti yang dipaparkan dalam riset kajian PKRB (2014), ia melihat keberhasilan perusahan-perusahaan Jepang di perdagangan dunia, dimana ia malihat bahwa perusahaan Jepang tidak lagi mengembangkan produk-produk spesifiknya namun lebih meniru produk yang telah ada dan dapat membuatnya lebih baik dengan harga yang murah. Selain itu dari fakta yang ditemukan itu juga bahwa Porter melihat bahwa keberhasilan Jepang ini didukung dengan adanya sinergi antara pemerintah dan para pengusaha, sehingga Porter menyadari keberhasilan Jepang bukan semata-mata karena para pengusaha yang agresif namun salah satu kuncinya ialah sinergisitas pemerintah dan pelaku usaha. Seiring dengan itu sinergi kebijakan fisikal dan pembangunan juga harus menjadi prioritas guna membenahi persolan infrastruktur. Terlepas dari keterkaitan pemerintah tersebut, dari UMKM itu sendiri harus mampu secara mandiri mengoptimalkan kemampuan daya saing secara personal. Menurut Tambunan (2008), UMKM yang berdaya saing tinggi dicirikan oleh: (1) kecenderungan yang meningkat dari laju pertumbuhan volume produksi, (2) pangsa pasar domestik dan atau pasar ekspor yang selalu meningkat, (3) untuk pasar domestik, tidak hanya melayani pasar lokal saja tetapi juga nasional, dan (4) untuk pasar ekspor, tidak hanya melayani di satu negara tetapi juga banyak negara. Dalam mengukur daya saing UMKM harus dibedakan antara daya saing dan daya saing perusahaan. Daya saing produk terkait erat dengan daya saing perusahaan yang menghasilkan produk tersebut. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur daya saing sebuah produk diantaranya adalah: (1) pangsa ekspor per tahun (% dari jumlah ekspor), (2) pangsa pasar luar negeri per tahun (%), (3) laju pertumbuhan ekspor per tahun (%), (4) pangsa pasar dalam negeri per tahun (%), (5) laju pertumbuhan produksi per tahun (%), (6) nilai atau harga produk, (7) diversifikasi pasar domestik, (8) diversifikasi pasar ekspor, dan (9) kepuasan konsumen. Lebih lanjut Agar pengusaha dan pekerja UMKM dapat berperan dengan optimal, paling tidak
47
ada 5 prasyarat utama yaitu mereka sepenuhnya me miliki (Tambunan, 2008a; Tambunan, 2008): (1) pendidikan, (2) modal, (3) teknologi, (4) informasi, dan (5) input krusial lainnya. Pemenuhan kelima prasyarat utama tersebut sifatnya harus dinamis, dalam arti harus mengikuti (Tambunan, 2008): (1) perubahan pasar (selera konsumen dan tekanan persaingan), (2) perubahan ekonomi nasional dan global, (3) kemajuan teknologi, dan (4) penemuanpenemuan material baru untuk produksi. Harus ditekankan adalah pemenuhan kelima prasyarat utama tersebut adalah tanggungjawab sepenuhnya UMKM. Bukan sesuatu yang mudah tentunya bagi pelaku UMKM jika tidak didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni. Tim Peneliti ISEI (2010) seperti dikuti dari (Asalam dan Sabirin, 2016:9) merekomendasikan beberapa hal berkaitan dengan pengembangan UMKM di Indonesia, terutama untuk meningkatkan daya saing di pasar global, sebagai berikut: (1) Banyaknya bantuan kepada UMKM uang tidak tepat sasaran, berpotensi overlapping dan menimbulkan moral hazard. Untuk itu perlu dilakukan adalah koordinasi bantuan kepada UMKM sehingga tepat sasaran, pendisiplinan kementerian/lembaga pem beri bantuan untuk melakukan inovasi dalam menyusun skema bantuan. Hal lain adalah bantuan pelatihan teknis produksi, keuangan, pemasaran, dan kewirausahaan perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Selanjutnya keikutsertaan UMKM dalam promosi untuk menembus pasar internasional perlu ditingkatkan frekuensinya. (2) Diperlukan insentif untuk diversifikasi produk, pengkayaan desain, dan hak paten untuk produk UMKM. Untuk itu diperlukan kebijakan insentif fiskal dan non-fiskal bagi pengembangan industri kreatif dan pengusaha pionir. Di samping itu juga perlu dilakukan perlin dungan dan sosialisasi mengenai hak paten. (3) Mendorong penggunaan teknologi informasi untuk kegiatan usaha UMKM. Untuk itu diperlukan alokasi APBN kementerian/lembaga bagi UMKM dalam bentuk akses internet yang memadai dan biaya langganan yang terjangkau. Dengan jaringan internet yang tersedia akan memudahkan UMKM untuk memperoleh bahan baku dan memasarkan produknya. (4) Pemberian suku bunga khusus dan skema pembiayaan yang lebih baik khususnya untuk UMKM yang menghasilkan produk yang prospek tinggi di pasar internasional. Di samping itu juga perlu dilakukan penyederhanaan prosedur penyaluran kredit.
Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah, 1 (2), 41-50
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 47
12/14/16 9:53:16 AM
48
Sabirin: Menilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Perluasan Pasar UMKM Setiap proses globalisasi distribusi barang dan jasa antara dan pasar industri dengan konsumen sangatlah peting. Sistem mekanisme pasar yang telah dipilih oleh pemerintah saat ini akan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tentu saja juga berdampak bagi para pelaku usaha, lebih khusus bagi pelaku UMKM. Kebijakan pasar yang telah dipilih oleh pemerintah saat ini akan menyisakan pekerjaan rumah yang harus segera diatasi, yakni mengenai kemampuan pelaku atau penggerak ekonomi yang ada. Ketika pemerintah telah memutuskan untuk memilih model pasar global yang akan dijalani, dengan begitu pemerintah harus mempersiapkan peluang pasar bagi pelaku usaha. Dalam konteks UMKM tentu pasar global yang telah dipilih menjadi tantangan sendiri, yang mana persaingan semakin kompetitif sehingga akan terjadi perlombaan penguasaan pasar. Oleh karenanya bukan strategi bertahan yang akan dibangun tetapi bagaimana strategi memenangkan kompetisi ini. UMKM harus menjadi agenda prioritas yang harus di dorong penguatannya dalam menguasai pasar bebas ini, terutama penguatan daya saing. Agar dapat menguasai pasar menurut Sudaryanto (2002) UMKM perlu mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat, baik informasi mengenai pasar produksi maupun pasar faktor produksi. Informasi tentang pasar produksi sangat diperlukan untuk memperluas jaringan pemasaran produk yang dihasilkan oleh UMKM. Informasi pasar produksi atau pasar komoditas yang diperlukan misalnya (1) jenis barang atau produk apa yang dibutuhkan oleh konsumen di daerah tertentu, (2) bagaimana daya beli masyarakat terhadap produk tersebut, (3) berapa harga pasar yang berlaku, (4) selera konsumen pada pasar lokal, regional, maupun internasional. Informasi pasar yang lengkap dan akurat dapat dimanfaatkan oleh UMKM untuk membuat perencanaan usahanya secara tepat, misalnya: (1) membuat desain produk yang disukai konsumen, (2) menentukan harga yang bersaing di pasar, (3) mengetahui pasar yang akan dituju, dan banyak manfaat lainnya, (4) memperluas jaringan pemasarannya. Selain faktor kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh informasi pasar, UMKM juga perlu memiliki kemudahan dan kecepatan dalam meng komunikasikan atau mempromosikan usahanya kepada konsumen secara luas baik di dalam maupun di luar negeri. Faktor komunikasi dalam menjalankan bisnis adalah sangat penting, karena
dengan komunikasi akan membuat ikatan emosional yang kuat dengan pelanggan yang sudah ada, juga memungkinkan datangnya pelanggan baru (Asalam dan Sabirin, 2016) Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pelaku UMKM Pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia merupakan aspek penting dalam setiap kegiatan pembangunan, karena manusia merupakan aktor yang menentukan keberhasilan pembangunan. Be gitu juga dalam mendukung pergerakan ekonomi UMKM, juga harus ditinjau mengenai aspek kualitas SDM yang ada. Oleh karenanya untuk menghadapi MEA, SDM yang diperlukan ialah SDM yang berkualitas yakni inovatif, kreatif dan kompetitif. Menurut Tyas dan Safitri (2015, 44) pada hakekatnya peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan irisan dari tiga komponen dasar sebagai berikut; pe- ngembangan individu (personal), pengembangan karier (professional), pengembangan dalam kehidupan bermasyarakat (organisasi). Lebih lanjut menurutnya untuk meng hadapi era global ini diperlukan karakteristik SDM yang dapat bersaing, yaitu manusia yang dapat mengembangkan potensinya dan dengan potensinya itu dapat menghasilkan sesuatu yang berkualitas dan dapat mengadakan pilihan-pilihan yang tepat, sehingga mampu bersaing dan bersanding sejajar dengan bangsa-bangsa lain; kemudian SDM yang berpikir kreatif, yaitu manusia yang dapat bersaing dan memunculkan kreasi-kreasi baru. Penguatan kualitas SDM untuk mewujudkan karakteristik manusia yang berdaya saing, kreatif maupun inovatif bagi para pelaku usaha atau UMKM tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara, seperti program pelatihan, pendampingan, pembinaan, maupun penyediaan fasilitas dan keter bukaan akses informasi bagi para pelaku usaha. Kegiatan program pelatihan ataupun pendampingan yang dilakukan harus disesuaikan dengan potensi tiap-tiap daerah dan usaha yang dilakukan. Misalnya dengan melihat potensi sumber daya lokal daerah yang belum dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM, yang kemudian potensi tersebut harus cepat ditanggapi dengan mengedukasi, cara mengelola atau pemanfaatan potensi lokal tersebut menjadi produk baru yang dapat memperluas munculnya pengusaha UMKM yang baru pula. Oleh karenanya pelatihan dan pendampingan ini penting diberikan,
Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah,1 (2), 41-50
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 48
12/14/16 9:53:16 AM
Sabirin: Menilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
karena salah satunya agar para pelaku UMKM dapat memanfaatkan segala bentuk dan jenis peluangpeluang, termasuk peluang dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Sebagaimana realitas yang ada saat ini kemudahan akses informasi melalui teknologi masih belum dirasakan maksimal untuk para pelaku UMKM terutama di daerah-daerah. Dengan membuka peluang (memberikan akses) pemanfaatan teknologi informasi ini, perusahaan mikro, kecil maupun menengah akan semakin mudah memasuki pasar global. Bentuk dukungan berupa pelatihan bagi para pelaku UMKM sangat diperlukan dalam penguatan kualitas SDM, karena kunci untuk keberhasialan UMKM untuk menghadapi MEA adalah sejauh mana kualitas SDM pelaku UMKM, oleh karena upaya mentoring melalui pelatihan menjadi hal yang urgen untuk dilaksanakan. Intensitas program pelatihan dan program-program sejenis ini harus mencapai segala titik wilayah termasuk daerahdaerah terpencil. Hal ini didasarkan realitas bahwa keberadaan UMKM banyak terdapat di pedesaan dan masih banyak yang berjalan sendiri tanpa bimbingan dan pelatihan. Jika program pelatihan telah menjangkau plosok-plosok negeri maka akan tumbuh potensi-potensi perluasan pasar yang baik, setidaknya terjadinya pertukaran informasi yang sebelumnya tidak tercapai. Sebagai contoh apabila para pelatih yang didatangkan dari pusat maka para pelatih akan membawa informasi yang berguna untuk pelaku UMKM begitu juga sebaliknya pelatih akan mendapatkan informasi potensi-potensi yang dikembangkan oleh pelaku UMKM yang mungkin sebelumnya tidak diketahui, informasi tersebut diolah dan dikembangkan untuk pemetaan dan strategi baru demi perluasan pasar. Apabila sinergisitas ini terjalin dan terbangun dengan baik dan sustainable, harapan yang ingin dicapai yakni UMKM yang ada di Indonesia memiliki daya saing yang tidak kalah dibanding negara-negara lain. Dengan demikian Indonesia tidak sekedar menjadi sasaran consumer namun sebaliknya sebagai supplier produk-produk yang dapat menarik perhatian pasar baik dalam negeri sendiri maupun bagi negara-negara ASEAN dan pasar dunia.
49
stabil dan kondisi sosial masyarakat yang ada, tidak dipungkiri cukup mengkhawatirkan bagi Indonesia untuk bersaing secara global. Meskipun demikian MEA ini adalah tantangan sendiri bagi Indonesia baik dalam tataran pemerintahan maupun pelaku usaha. Perlu usaha keras untuk mengintegrasikan segala bentuk aspek, strategi penguasaan pasar harus dilakukan untuk memperkuat daya saing ekonomi di pasar bebas yang sudah berlangsung saat ini. UMKM menjadi penopang pembangunan ekonomi yang dapat diunggulakan namun saat ini masih memerlukan dukungan yang kuat untuk keberlangsungannya. Aspek penting yang masih menjadi hambatan kuat dirasakan seperti akses permodalan, sarana dan fasilitas pendukung usaha, serta infrastruktur menjadi urgensi yang penting untuk segara diatasi. Penguatan SDM pelaku usaha juga prioritas untuk meningkatkan daya saing. Melihat kondisi yang ada saat ini Indonesia masih perlu berjuang keras untuk membenahi berbagai hal terkait mempersiapkan UMKM yang berdaya saing, sangat sulit mengatakan Indonesia telah mampu bersaing sedangkan masih banyak pelaku usaha khususnya UMKM yang masih berjalan ditempat dan tidak mampu bertahan. Akan tetapi yang membawa angin segar ialah pelaku UMKM mengalami peningkatan jumlah dan dukungan pemerintah untuk memperkuat bidang UMKM mulai terlihat. Pada jajaran perumus kebijakan sudah se harusnya mengedepankan kebijakan-kebijakan yang pro UMKM dalam artian segala bentuk urusan per izinan harus dipermudah tanpa syarat-syarat yang menyusahkan pelaku usaha. Para pelaku UMKM harus difasilitasi baik fisikal maupun non fisik. Seperti perbaikan infrastruktur untuk mempermudah akses distribusi, konektivitas atau penyedian teknologi pendukung. Kemudian memberdayakan produkproduk UMKM yang berasal dari daerah-daerah. Memperluas gerakan kewirausahaan di berbagai bidang berbasis sumber daya lokal. Memberikan pelatihan penguatan sumber daya manusia bagi pelaku UMKM terutama yang ada di daerah-daerah yang sulit menjangkau informasi.
Terkait masalah pendanaan bagi para pelaku UMKM harus lebih dipermudah aksesnya untuk mendapatkan sumber-sumber permodalan, dengan KESIMPULAN memperluas akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga KUR, memfasiltasi pembiayaan Pembahasan mengenai MEA sejak kemunculannya bagi wirausahawan pemula. Juga melakukan pe hampir tidak ada habisnya di Indonesia, karena metaan produk-produk unggulan. Selain itu perlu memang diakui goncangan ekonomi yang tidak membangun kerjasama antar UMKM sehingga dapat Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah, 1 (2), 41-50
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 49
12/14/16 9:53:16 AM
50
Sabirin: Menilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
saling bertukar informasi sesama pelaku usaha. Para Sudiarta, L. E., Kirya, I. K., dan Cipta, I. W. (2014). pelaku UMKM juga harus melakukan pencatatan Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi dan pembukuan laporan keungan, efesiensi usah, dan Kinerja Usaha Mikro Kecil Dan Menengah target penghasilan sehingga dapat mempermudah (Umkm) Di Kabupaten Bangli. Journal Bisma, memperoleh bantuan modal dari kreditur. Vol. 2. Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah Sukidjo, Sukidjo (2004). Strategi Pemberdayaan perlu aktif untuk bekerjasama dan berkoordinasi Usaha Kecil Dan Menengah. Jurnal Ekonomi dengan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah & Pendidikan, Vol.2, No.1, pp.8-21, dalam rangka mensukseskan seluruh program yang Suroso, G. T. (2015). Masyarakat Ekonomi Asean telah dicanangkan. Keseluruhan hal ini lah yang (MEA) dan Perekonomian Indonesia. Diakses dapat menjadi penentu siap atau tidaknya pelaku tanggal 29 September 2016 dari http://bppk. UMKM di Indonesia memasuki era pasar bebas saat kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikelini. Semain siap pelaku UMKM tentu akan semakin keuangan-umum/20545-masyarakat-ekonomimatang, dan semakin kokohlah dalam menghadapi asean-mea-dan-perekonomian-indonesia semua tantangan era pasar bebas 2015 yang tengah Tambunan, T.T.H., 2008a, “Ukuran Daya Saing berlangsung ini. Koperasi dan UMKM”, Background Study, RPJM Nasional Tahun 2010-2014 Bidang DAFTAR PUSTAKA Pemberdayaan Koperasi dan UKM Bappenas. Diakses tanggal 18 September 2016 dari http:// Asalam, A. G dan Sabirin (2016). Era Persaingan www.kadin-indonesia.or.id Pasar Bebas Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Indonesia Siap Atau Tidak. Prosiding, Tambunan, T.T.H., 2008b, “Masalah Pengembangan UMKM di Indonesia: Sebuah Upaya Mencari Seminar Nasional Kewirausahaan & Inovasi Jalan Alternatif”, Makalah, Forum Keadilan Bisnis VI, Universitas Tarumanagara, Jakarta, Ekonomi, Institute for Global Justice. Diakses hlm.1-13. tanggal 18 September 2016 dari http://www. Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 29 September kadin-indonesia.or.id dari https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9 Riset Kajian PKRB (2014). Analisa Daya Saing dan Tambunan, T.T.H., 2008c, “Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Produktivitas Indonesia Mengahadapi MEA. Forum (WEF)”, Makalah, Kadin Indonesia. Diakses tanggal 28 September 2016 dari http:// Diakses tanggal 18 September 2016 dari http:// kemenkeu.go.id/sites/default/files/Kajian%20 www.kadin-indonesia.or.id Daya%20Saing%20dan%20Produktivitas%20 Indonesia%20Menghadapi%20MEA.pdf
Ramadhani, F dan Arifin, Y. (2013). Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi Berbasis E-Commerce Sebagai Media Pemasaran Usaha Kecil Menengah Guna Meningkatkan Daya Saing Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Economics Development Analysis Journal, 135-139 Respatiningsih, H. (2011). Manajemen Kredit Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM). Jurnal Manajemen dan Bisnis, No.1, pp. 31-44.
Tedjasuksmana, B. (2014). Potret UMKM Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015. The 7th NCFB and Doctoral Colloquium 2014 Towards a New Indonesia Business Architecture Sub Tema: “Business and Economic Transformation Towards AEC 2015” .Fakultas Bisnis dan Pascasarjana Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Tyas, A.A.W.P, dan Safitri, V. I (2014).Penguatan Sektor Umkm Sebagai Strategi Menghadapi Mea 2015. Jurnal Ekonomi, Volume 5 Nomor 1, 42-48.
Sudaryanto, Sudaryanto dan Hanim, Anifatul. (2002). Evaluasi kesiapan UKM Menyongsong Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan PasarBebas Asean (AFTA): Analisis Perspektif Menengah dan Tinjauan Teoritis. Jurnal Ekonomi Akuntansi dan Manajemen, Vol. 1, No. 2, pp. 30-37. Jurnal Kewirausahaan dan Usaha Kecil Menengah,1 (2), 41-50
LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 50
12/14/16 9:53:16 AM