Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
KESIAPAN PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT UNTUK MENCAPAI SWASEMBADA SUSU (The Ability of Dairy Farmers to Ahieve SelfSufficiency in Milk) 2
Maesti Mardiharini', D. Setiadi dan Ramdhan 2 ' Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tetara Pelajar No. 10 Kampus Pertanian, Cimanggu-Bogor
[email protected] 2 Gabungan Koperasi Susu Indonesia
ABSTRACT Efforts to achieve self-sufficiency in milk in 2020 is a noble ideal that should be supported by all stakeholders, including the Association of Indonesian Dairy Cooperatives (GKSI). The main challenge is how to increase the population of dairy farmers and i ncrease productivity kept milk produced for each head of cattle that are breeders. Ditjennak (2011) mentions a population of 597 000 head of dairy cows and milk per cow productivity by approximately 10 liters. In terms of the number of cattle kept by farmers, nearly 50% are still around 1 - 2 heads. Dairy cattle breeding efforts have not been entirely reliable as a source of family livelihood, and some farmers still have to run for his life with other businesses. With this condition the amount of milk production can only be filled about 25% of domestic consumption. To be able to achieve self-sufficiency required at least one head of cattle ranchers seeking 5 - 6 and there are efforts to increase the productivity of milk produced by cows. GKSI who collect 95 primary cooperatives, has made various efforts to boost cow milk production in Indonesia, such as by setting up a dairy processing plant capacity 550 thousand tons of milk cows every day. One of the proposed measures to boost milk production in the future is the development of the dairy farm business district, at least 100 acres, which is managed by 100 farmers, each of which maintains breeder herd of 10 dairy cows. Through these efforts are expected to be produced at least 10.000 liters of milk every day. To realize this idea needs strong support from all relevant stakeholders from central to local levels, and a change of mindset in viewing the dairy business in Indonesia. 151
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
Key word: Milk self sufficiency, GKSI, dairy cattle ABSTRAK Upaya mewujudkan swasembada susu tahun 2020 merupakan suatu cita-cita mulia yang perlu didukung oleh semua pihak terkait, termasuk Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Tantangan utamanya adalah bagaimana dapat meningkatkan populasi sapi perah yang dipelihara petani dan meningkatkan produktivitas susu yang dihasilkan untuk setiap ekor sapi yang dipelihara peternak. Statistik Peternakan Ditjennak Tahun 2011 menyebutkan populasi sapi perah sebesar 597.000 ekor, dengan produktivitas susu per sapi sekitar 10 liter. Bila dilihat dari jumlah sapi yang dipelihara per petani, hampir 50% masih berkisar 1 - 2 ekor. Usaha pemeliharaan sapi perah belum sepenuhnya dapat diandalkan sebagai sumber penghidupan keluarga, dan sebagian peternak masih harus menjalankan jenis usaha lain bagi kehidupannya. Dengan kondisi ini jumlah produksi susu baru bisa dipenuhi sekitar 25% dari konsumsi dalam negeri. Untuk dapat mencapai swasembada dibutuhkan minimal satu peternak mengusahakan 5 - 6 ekor sapi dan ada upaya peningkatan produktivitas susu yang dihasilkan sapi. GKSI yang menghimpun 95 koperasi primer, telah melakukan berbagai upaya untuk menggenjot produksi susu sapi di Indonesia, diantaranya dengan mendirikan pabrik pengolahan susu yang mampu menampung 550 ribu ton susu sapi setiap harinya. Salah satu upaya yang diusulkan untuk menggenjot produksi susu ke depan adalah pengembangan satu kawasan usaha peternakan sapi perah, minimal 100 hektar, yang dikelola oleh 100 orang peternak, dimana masing-masing peternak memelihara 10 ekor sapi perah. Melalui upaya ini minimal diharapkan dapat dihasilkan 10.000 liter susu setiap harinya. Untuk mewujudkan ide ini dibutuhkan dukungan yang kuat semua stakeholder terkait mulai dari tingkat pusat sampai daerah, dan perubahan pola pikir dalam melihat usaha persusuan di Indonesia. Kata kunci: Swasembada susu, GKSI, sapi perah
15 2
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
PENDAHULUAN Pemerintah menargetkan swasembada susu pada tahun
2020. Berdasarkan proyeksi Industri Pengolahan Susu (IPS),
pada tahun 2020 konsumsi susu diperkirakan sebesar 6 miliar liter atau setara susu segar atau sekitar 16,5 juta
liter/hari. Bila kita mengacu pada pengertian swasembada sebagai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sendiri
minimal 90 persen, maka diharapkan pada tahun 2020 produksi susu segar dalam negeri sekitar 5,5 miliar liter. Ada
dua
komponen
yang
sangat
menentukan
pencapaian swasembada tersebut yaitu produktivitas sapi per ekor dalam menghasilkan susu dan jumlah sapi perah
yang dipelihara petani. Jumlah sapi perah Indonesia
berdasarkan hasil sensus awal Badan Pusat Statistik sebanyak 597.100 ekor. Jumlah sapi perah produktif sekitar 250 ribu ekor dengan produktivitas sekitar 10 liter per hari.
Angka yang tidak banyak berubah dalam 10 tahun terakhir. Sementara
konsumsi
meningkat
karena
pertumbuhan
penduduk. Pasokan susu dalam negeri baru mencukupi
kebutuhan masyarakat sekitar 30%, sehingga 70% pasokan
susu masih diimpor. Kebutuhan susu nasional saat ini sekitar
6,9 juta liter per hari dengan asumsi konsumsi susu
masyarakat 11,09 liter per kapita per tahun dan jumlah penduduk 225 juta jiwa.
Selanjutnya dengan menggunakan beberapa asumsi
parameter produktivitas sapi per ekor 15 liter/hari, maka
153
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
pada tahun 2020 harus tersedia sekitar 1.180.000 ekor sapi
l aktasi. Ini berarti populasi total sapi perah sekurangkurangnya 2,3 juta ekor. Dari segi pakan, diperkirakan di tahun 2020 dibutuhkan 3.905.500 ton pakan konsentrat.
Sedangkan hijauan sedikitnya dibutuhkan 27.740.000 ton,
dan ini membutuhkan areal tanaman rumput King Grass seluas 111 ribu hektar. Pakan hijauan lain seperti glirisidae,
kaliandra, turi, dan lainnya minimal 9.935.000 ton atau paling tidak dibutuhkan 577 juta batang pohon tanaman tersebut. Untuk
memenuhi
berbagai
kondisi
i deal
seperti
disebutkan di atas pada tahun 2020 dibutuhkan kesiapan semua pihak, mulai dari petani, pengusaha, pemerintah dan pihak perguruan tinggi, untuk bekerja bersama mewujudkan
kecukupan ketersediaan susu dari produksi dalam negeri.
Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa jauh kesiapan para peternak sapi perah menghadapi tantangan di atas. Tulisan i ni mencoba mengupas kesiapan peternak sapi perah dan
berbagai masalah yang meliputnya. Hal ini terutama terkait dengan upaya bersama yang telah dikembangankan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) selama ini.
Bahasan akan diawali dengan memotret keragaan usaha peternakan sapi perah yang ada scat ini, terutama yang
tergabung dalam GKSI. Selanjutnya akan dilihat berbagai
permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi ke depan serta berbagai upaya yang telah dilakukan. Dukungan
15 4
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
kebijakan yang diperlukan merupakan bagian akhir dari
tulisan ini.
KONDISI USAHA PERSUSUAN GKSI GKSI Jatim.
GKSI Jabar, Jateng dan Jatim ini
membentuk GKSI Nasional. Saat ini populasi sapi milik
anggota ada sekitar 375.000 ekor dengan produksi susu perhari 1,5 - 1,6 juta liter atau sekitar 23% dari kebutuhan
susu nasional.
Untuk menunjang pengembangan usaha saat ini GKSI
mempunyai cooling unit 351 buah, transfer tank 375 buah, kendaraan daerah dan pemasaran 450 unit, pabrik pakan
ternak atau konsentrat 85 buah dan 3 pabrik susu, yaitu PT. I SAM Jawa Barat kapasitas produksi 100 ton/hari, pabrik
susu Boyolali Jawa Tengah kapasitas produksi 200 ton/hari dan PT. Sekar Tanjung Jawa Timur kapasitas produksi 250 ton/hari.
Saat ini dari sapi yang dipelihara petani dalam lingkup
GKSI setiap tahunnya mendapat tambahan melalui kelahiran
sapi setiap tahun sebanyak 140.000 ekor, dari jumlah ini
sekitar 50% berupa sapi betina, dan ini menjadi sumber bibit dan 70.000 lainnya sapi jantan yang dipelihara sebagai sumber daging.
Dalam upaya memacu peningkatan produksi susu para
anggotanya GKSI menghadapi dua masalah pelik yaitu
makin mahalnya harga pakan, sementara harga susu relatif 15 5
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
stagnan. Pakan adalah kunci utama untuk seekor sapi l aktasi
menghasilkan susu dengan produktivitas sesuai
standar. Tanpa pemberian pakan sesuai kebutuhan, secara fisiologis
tidak
mungkin
tubuh
sapi
akan
mampu
memproduksi susu dengan jumlah dan kualitas yang
diharapkan. Apa yang dimakan itu pula yang dihasilkan, output menggambarkan input.
Sementara, harga pakan yang tinggi saat ini menurut
ukuran peternak tidak sepadan dengan harga susu yang
didapatkan. Sangat sulit bagi peternak untuk bertahan
dengan keadaan harga susu yang demikian rendah. Saat ini
harga susu di tingkat peternak sekitar Rp. 3.600 padahal i dealnya berdasarkan biaya operasional, minimal harga susu
di tingkat peternak Rp 4.500. Dengan kondisi seperti ini peternak merasa berat untuk memberikan pakan yang
sesuai kebutuhan standar. Sehingga tak jarang pakan diberikan semampunya peternak, akibatnya produktivitas sapi rendah, usaha peternakannya pun jauh dari efisien.
Peternak sampai sekarang masih bisa bertahan karena
tidak menghitung biaya tenaga kerja yang dikeluarkan. Peternak mengerjakan sendiri seluruh proses pemeliharaan,
dibantu anggota keluarganya, mulai dari mencari pakan, mernbersihkan kandang, memerah sapi, sampai mengantar
susu ke koperasi. Sehingga biaya tenaga kerja menjadi shadow cost, padahal biaya tenaga kerja juga merupakan salah satu komponen dalam penghitungan rugi-laba. 15 6
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
Upaya peningkatan produksi susu dalam negeri masih
menjadi pekerjaan rumah semua pihak terkait, utamanya i ndustri persusuan dan peternakan sapi perah. Peningkatan produksi
susu,
yang pertama perlu dilakukan adalah
meningkatkan jumlah populasi sapi perah nasional. Angka populasi nasional sapi perah saat ini ada di kisaran 400 ribu
ekor. Angka yang tidak cukup banyak berubah dalam 10 tahun terakhir.
Sementara konsumsi meningkat karena
pertumbuhan penduduk. Akibatnya importasi susu (dalam bentuk skim) terus bertambah dari tahun ke tahun. Saat ini,
75 % pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia akan susu diisi oleh produk susu dari negara lain.
Berbagai usulan telah diajukan para peternak dan GKSI
untuk meningkatkan populasi sapi perah di Indonesia.
Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (ASPSI) pernah
mencetuskan ide, sejumlah dana dari pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
dialokasikan untuk pengembangan sapi perah. Dana ini selanjutnya digunakan peternak untuk menambah jumlah kepemilikan sapi, sehingga usaha peternakannya mencapai skala ekonomis yang menguntungkan. Dana segar ini
kemudian dinilai sebagai piutang bagi pemda, sementara bagi peternak ini akan dihitung sebagai kredit pinjaman yang pembayarannya akan dicicil. Namun tidak banyak pihak yang mendukung pemikiran ini.
15 7
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
GAMBARAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH
Untuk
melihat
gambaran
umum tentang usaha
peternakan sapi perah yang diusahakan masyarakat atau petani, berikut uraian tentang beberapa data dari petani yang
tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU).
KPSBU basis usahanya ada di Kecamatan
Lembang, 15 km sebelah utara kota Bandung. KPSBU berdiri pada tanggal 8 Agustus 1971 dan jumlah anggotanya
sekitar 8.509 orang. Kegiatan usaha KPSBU Lembang meliputi
usaha
simpan
pinjam,
perdagangan
susu,
penyediaan makanan ternak atau biasa disebut MAKO
( Makanan Koperasi), pembibitan dan kesehatan hewan, dan usaha perdagangan.
Disamping kegiatan usaha, pengurus koperasi juga giat
mendorong peternak untuk membangun reaktor Biogas
Rumah (BIRU). Kini peternak-peternak di wilayah KPSBU
sudah
merasakan
manfaat
biogas
untuk
memasak,
penerangan dan pupuk. Hingga November 2011 sudah terbangun lebih dari 300 reaktor BIRU di wilayah jangkauan KPSBU.
Bahasan berikut merupakan bagian dari hasil survey
peternak sapi perah di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara yang dilaksanakan pada Juni 2011. Dari 5.000 peternak yang mendapat daftar pertanyaan, 1.949 telah memberikan jawaban.
15 8
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
Ditinjau dari jumlah sapi yang dipelihara peternak, hampir
50% peternak hanya mengusahakan sapi perah dua ekor.
Bila dilihat dari jumlah sapi yang dipelihara, peternakan sapi perah di Indonesia dapat dibagi atas peternakan kecil atau
peternakan rakyat dan peternakan besar atau perusahaan peternakan (SIREGAR, 1999
dalam
MAULUDIN,
2009).
Peternakan rakyat yang memelihara sapi perah paling banyak 10 ekor, pada umumnya tidak memiliki lahan khusus
untuk penanaman hijauan dan menggantungkan kebutuhan hijauan sapi perah pada pakan alam. Peternakan besar atau perusahaan peternakan yang memilki sapi perah Iebih dari
10 ekor, pada umumnya sudah memiliki lahan untuk
tanaman hijauan pakan, meskipun kadang-kadang belum mencukupi dan sedikit banyak masih tergantung pada rumput-rumput alam.
Usaha peternakan sapi perah, dengan skala lebih besar
dari 20 ekor dan relatif terlokalisasi akan menimbulkan masalah
bagi
li ngkungan
(SK.
Menteri
No.
237/Kpts/RC410/1991 tentang Batasan Usaha Sapi Perah Yang Harus Melakukan Evaluasi Lingkungan). Populasi sapi
perah di Indonesia mengalami banyak peningkatan dari
458.000 ekor pada tahun 2008 menjadi 495.000 ekor pada tahun 2010 dan limbah yang dihasilkan akan semakin
banyak (BPS, 2010 dalam MAULUDIN, 2009) satu ekor sapi
dengan bobot badan 400 - 500 kg dapat menghasilkan li mbah padat dan cair sebesar 27,5 - 30 kg/ekor/hari.
15 9
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
Dilihat dari sisi pendidikan yang ditamatkan, maka 77,6%
dari peternak hanya menamatkan pendidikan dasar. JATI (2009)
menyatakan
bahwa pendidikan petani sangat
berpengaruh terhadap produktivitas petani. Selain masalah pendidikan
peroalan tenaga kerja di sektor pertanian
merupakan dilema, karena bila berkaca dari negara maju maka sejalan dengan menurunnya share pertanian dalam
pembentukan produk domestik bruto (PDB), maka jumlah orang yang bekerja di pertanian seharusnya menurun
dengan dengan proporsi yang sama. Sebagai contoh Korea Selatan, setiap penurunan 1 persen share PDB pertanian maka itu diikuti oleh pengurangan jumlah orang yang bekerja
di pertanian dengan laju sekitar 1,56 persen, sementara
pada saat yang sama di Indonesia, penurunan share PDB pertanian 1 persen hanya diikuti dengan pengurangan
jumlah orang yang bekerja di pertanian sekitar 0,43 persen (PAKPAHAN, 2012).
Gambar 1. Jumlah pemilikan sapi per petani KPSBU (2011) 16 0
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
Kondisi di atas menyebabkan produktivitas tenaga kerja
pertanian masih jauh tertinggal dibandingkan dengan sektor l ain,
sebagai
perbandingan
untuk
data tahun 2010,
produktivitas tenaga kerja pertanian baru sekitar Rp 23,74
j uta per tenaga kerja per tahun, pada saat yang sama produktivitas tenaga kerja di sektor jasa dan industri sudah
mencapai Rp. 41,03 juta dan Rp. 115,33 juta. AngKa ini berarti
bahwa petani kita belum sepenuhnya dapat
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, karena berbagai keterbatasan yang mereka hadapi utamanya terkait dengan
penguasaan lahan. Bila ditinjau dari penguasaan asset
l ainnya, terutama lahan untuk hijauan makanan ternak ( HMT) maka sebagian besar peternak tidak mempunyai
l ahan untuk HMT. Berdasarkan data pada Tabel 1, 2 dan 3,
terlihat bahwa peternak yang mempunyai HMT secara pribadi hanya sekitar 50%, sementara yang menyewa hanya sekitar 31% dan yang memanfaatkan lahan perhutani hanya
sekitar 29%. Kecilnya proporsi petani yang mempunyai lahan untuk HMT ini diduga berkorelasi dengan kemampuan petani
dalam memelihara sapi perah, dimana sebagian besar hanya menguasai sapi perah kurang dari 2 ekor. Untuk mencukupi pakan ternak ini para peternak umumnya mencari
rumput
yang
ada
disekitarnya.
Pekerjaan
menyediakan pakan untuk sapi mernerlukan energi dan
tenaga yang besar, karena konsumsi pakan ternak dapat mencapai 40 kg segar hijauan pakan dan 10 kg konsentrat
16 1
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
atau sekitar 50 kg pakan/ekor/hari. Untuk aktivitas dengan kapasitas jumlah ternak skala menengah (100 - 1.000 ekor)
memerlukan peralatan mekanisasi yang dapat membantu mobilitas
pakan
Kementerian
( Direktorat
Perencanaan
BAPPENAS, 2010).
Pangan
dan
Pertanian
Pembangunan
Nasional/
Tabel 1. Tingkat pendidikan anggota KPSBU tahun 2011 Pendidikan
Tdk dijawab
Tidak tamat SD SD SMP
Jumlah anggota 75
360
1152
SMA
210 123
Total
1949
Perguruan Tinggi
162
29
Persen (%) 3,8 18,5 59,1
10,8
6,3 1,5
100,0
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
Tabel 2. Distribusi anggota berdasarkan total lahan hijauan makanan ternak (HMT) milik pribadi Lahan HMT (bata)
Jumlah anggota
Persen (%)
0
968
50
51 -100
258
13
1 -50
373
101 -150
92
151 -200
115
251 -300
49
201 -250
20
301 -350
9
351 -400
21
451 -500
19
> 550
23
401 -450 501 -550
Total
Ket.:1 bata = 14
5 6 1
3
0 1
1
0
1
0
1.949 m
19
1 1
100
2
16 3
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
Tabel 3. Distribusi anggota berdasarkan total lahan hijauan makanan ternak (HMT) yang disewa Lahan HMT (bata)
Jumlah anggota
1 - 50
172
69 9
57
3
0
1.348
51 -100 101 -150 151 -200
202
251 -300
28
201 -250
59 16
301 -350
14
351 -400 401 -450 451 -500
12 3
19
501 -550 Total
0 19
> 550
1.949
Persen (%)
10 3 1 1 1
1 0 1
0 1
100
Tabel 4. Distribusi anggota berdasarkan total lahan hijauan makanan ternak (HMT) di Perhutani Lahan HMT (bata) 0
1 - 50
51 -100 101 -150 151 -200
201 -250 251 -300 301 -350 351 -400 401 -450 451 -500 501 -550 > 550
Total 16 4
Jumlah anggota
Persen (%)
97 141
5,0
1.385 58
71,1 7,2
89
3,0 4,6
54
2,8
30
12
25 9
1,5
0,6 1,3
21
0,5 1,1
28
1,4
0
1949
0,0 100
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
Ditinjau dari tingkat penghasilan yang diterima peternak,
terutama penghasilan bersih per bulan, maka sebagian besar atau 63,3% menerima penghasilan kurang dari Rp.
500.000 (Tabel 5 clan 6). Jumlah penghasilan bersih ini
berkorelasi dengan jumlah sapi yang dipelihara peternak
yang dominan dibawah 2 ekor. Untuk memenuhi kehutuhan keluarga, sebagian peternak mempunyai pekerjaan lain, balk itu yang masih terkait dengan pemeliharaan ternak, misalnya
sebagai petani (27,45%). Namun sebagian besar justru
peternak tidak memiliki penghasilan tambahan, inilah salah
satu
dilema
peternak.
dalam upaya peningkatan kesejahteraan
Bila ditinjau
dari
pekerjaan tambahan terlihat
bahwa sebagian besar peternak yang mempunyai
Tabel 5. Distribusi tingkat penghasilan bersih per bulan anggota KPSBU Penghasilan bersih
< 500.000 500.000 - 1 .000.000 1 .000.000 - 1.500.000
1.500.000 - 2. 000.000 2. 000.000 - 2. 500.000 2. 500.000 - 3. 000.000 > 3. 000.000 Tidak ada data Total
L: Laki-laki; P: Perempuan
Total
1.233 372 75
12 6 2 11 238
1.949
L
1037 321 65 12 6 1 8 200
1650
P
L (%)
P(%)
51 10
16,5 3,3
2,6 0,5 0,0 0,0 0,1 0,2 1,9
196 0 0 1 3 38
299
53,2 0,6 0,3 0,1 0,4 10,3
84,7
10,1
15,3
Sumber: Wawancara peternak 165
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
Tabel 6. Jenis usaha lain yang ditekuni oleh anggota KPSBU selain beternak sapi perah Usaha lain
Tidak ada Petani
Swasta
Pedagang PNS
TNI
Buruh
POLRI
Pensiunan Total
Total
L
P
1.041
872
169
53,41
215
189
26
11,03
535
128 13
12 3 1 1
1.949
L: Laki-laki; P: Perempuan
459 103 12 11 2 1 1
1650
76 25 1 1 1
299
27,45 6,57 0,67
0,62
0,15
0,05 0,05
100,00
penghasilan tambahan mempunyai korelasi dengan jumlah sapi yang dipelihara, ada kecenderungan peternak yang
mempunyai sapi perah lebih banyak mempunyai pekerjaan tambahan yang semakin beragam. Ini terkait dengan
kemampuan peternak dalam mengakumulasi modal dan
memanfaatkan peluang yang tersedia disekitarnya. Menurut WIRADI dan MAKALI (1984) bagian terbesar rumah tangga
yang memiliki tanah luas mempunyai jangkauan Iebih besar ke sumber non pertanian (Gambar 2 dan 3).
166
Kesiapan Peternak Sap Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
V Tdk Ada Y Ada
Gambar 2.
Jumlah anggota KPSBU yang memiliki dan tidak memiliki penghasilan dari usaha non sapi perah
Gambar 3.Persentase anggota KPSBU yang memiliki dan tidak memiliki penghasilan dari usaha non sapi perah hubungannya dengan tingkat penghasilan dari usaha sapi perah KESIAPAN PETERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA SUSU 2019 Memperhatikan gambaran tentang usaha peternakan
sebagaimana
diuraikan
sebelumnya,
bila
tidak
ada
perubahan yang fundamental dalam pendekatan usaha
167
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
pemeliharaan sapi perah di tingkat petani, maka dikuatirkan
pencapaian swasembada tahun 2020 hanya sebuah mimpi. Fokus utama untuk mengoreksi keadaan ini adalah
mengubah pola kepemilikan sapi perah di tingkat peternak,
serta meningkatkan produktivitas sapi dalam menghasilkan
susu. Tak bisa dipungkiri, mayoritas usaha peternakan sapi perah di Indonesia adalah usaha peternakan rakyat dengan
skala
kepemilikan
kepemilikan
yang
2
- 3 ekor per peternak. Skala
rendah
i ni
menyebabkan
usaha
pemeliharaan sapi perah sulit diandalkan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dalam tataran makro
dengan rata-rata penguasaan seperti di atas sulit bagi I ndonesia untuk mencapai swasembada.
Perhitungan sederhana untuk meningkatkan proporsi
susu
yang
peningkatan
dihasilkan rata-rata
peternak
jumlah
dalam negeri,
sapi
yang
maka
dipelihara
merupakan jalan pintas yang dapat ditempuh. Apabila
peternak rakyat dapat memiliki sapi di kisaran 4 - 7 ekor per peternak, maka secara kasar jumlah produksi susu nasional
akan menjadi dua kali lipat hingga menjadi 50%. Menurut manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan 10 - 12 ekor sapi per peternak.
Salah satu mekanisme yang dapat dilakukan untuk
mendukung gagasan ini adalah dengan memberikan tingkat suku bunga yang rendah untuk pembelian sapi perah.
Selama ini bunga yang ada dalam program kredit sapi perah 16 8
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
masih antara 4 - 5%. Apabila bunga bisa turun hingga 1
atau bahkan 0%, maka upaya meningkatkan kepemilikan
sapi perah di tingkat peternak akan mungkin dilakukan.
Upaya lainnya terkait dengan peningkatan produktivitas
susu yang dihasilkan sapi. Sebagaimana kita ketahui, produktivitas susu sangat tergantung pada kualitas pakan
dan pola pemeliharaan yang dilaksanakan petani. Tanpa pemberian pakan sesuai kebutuhan, secara fisiologis tidak mungkin tubuh sapi akan mampu memproduksi susu dengan
jumlah dan kualitas yang diharapkan. Terkait dengan masalah
pakan ini,
perlu
dengan
perbandingan harga susu dan pakan.
cermat
dihitung
Keadaan terkini harga susu di tingkat peternak sekitar
Rp. 3.600 - Rp. 4.000 padahal idealnya berdasarkan biaya
operasional, minimal harga susu di tingkat peternak Rp.
4.500 - Rp. 5.000. Kalau dilihat dari harga pakan, maka kecenderungan yang ada harga pakan meningkat lebih
cepat dari harga susu, sehingga perbandingan harga susu
terhadap pakan cenderung semakin kecil. Dengan fakta ini peternak merasa berat untuk memberikan pakan yang
sesuai kebutuhan standar. Sehingga tak jarang pakan diberikan semampunya peternak. Alhasil, produktivitas sapi rendah, usaha peternakannya pun jauh dari efisien.
Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri,
keberadaan Inpres No 4/1998 mengakibatkan posisi industri
pengolahan susu (IPS) menjadi jauh lebih kuat dibandingkan 16 9
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
peternak karena industri pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan yaitu
susu segar dari dalam negeri maupun dari impor. IPS secara sepihak
menerapkan standar baku mutu yang ketat,
sementara peternak belum sepenuhnya slap menghadapi berbagai ketentuan mutu ini. Sehingga dalam prakteknya para peternak cenderung menerima harga yang lebih rendah
dan mereka tidak mempunyai bergaining position yang kuat dalam berhadapan dengan industri.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah para peternak
sudah siap mewujudkan swasembada susu 2020, atau untuk
mewujudkan swasembada susu 2020, bagaimana sosok peternak yang kita impikan, sehingga swasembada dapat
dicapai namun peternaknya juga sejahtera. GKSI telah menelorkan pemikiran bagaimana dapat menghasilkan susu secara rutin dari satu kawasan minimal 10.000 liter per-hari.
Untuk itu dibutuhkan lahan dalam satu kawasan minimal 100
hektar yang dikelola oleh 100 orang peternak, dimana masing-masing peternak memelihara 10 ekor sapi perah. Keberadaan lahan ini selain untuk menghasilkan hiajuan makanan ternak, lahan yang ada jugs dapat dikembangkan dengan beragam usaha pertanian lainnya, minimal
bisa
menjadi areal bagi pengembangan kawasan rumah pangan l estari (KRPL), dengan fokus pada pemanfaatan lahan
pekarangan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. 17 0
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
DUKUNGAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN Untuk mewujudkan apa yang telah digagas GKSI di atas,
diperlukan dukungan yang kuat dari semua stakeholder
terkait.
Pemerintah
pengembangan
perlu
persusuan
l ebih
proaktif
nasional,
mendukung
terutama
dalam
mendukung penyediaan lahan serta kemudahan dalam
mendapatkan sapi bakalan. Pada tahap awal, GKSI siap
untuk adanya uji coba atau pilot project bagi pemikiran untuk dapat menghasilkan susu sepuluh ribu liter perhari dari satu kawasan.
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu,
untuk
mewujudkan
persoalan
populasi
swasembada susu 2020, selain sapi,
masalah
produktivitas
dan
ketersedian pakan juga perlu mendapatkan perhatian. Untuk i tu
diperlukan
sinergi
yang baik antara GKSI dengan
l embaga penelitian dan pengembangan. Dukungan hasil penelitian terhadap aspek teknis dan manajemen produksi merupakan
hal
utama
yang
perlu
dapat
perhatian.
petani,
utamanya
Pendampingan dan penyuluhan yang berkelanjutan juga sangat dibutuhkan. Upaya
penguatan
kelembagaan
melalui kemitraan usaha sebagaimana yang telah dirintis GKSI perlu terus dilakukan. Pola kerjasama lainnya yang
saling menguntungkan seperti contract farming, perlu terus dikaji kelayakan pengembangannya. Pengembangan produk susu dan turunannya juga perlu terus dilakukan, sehingga
17 1
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
ketergantungan terhadap pasar IPS dapat dikurangi. GKSI
telah merintis jalan ke arah ini melalui pengolahan susu segar, antara lain pasteurisasi dan pengemasan susu segar, pengolahan
menjadi yogurt, keju dan lainnya. sejalan
dengan upaya pengembangan produk ini diperlukan dukungan dalam penciptaan pasar yang permanen. Adanya kebijakan
pemerintah
yang
mewajibkan anak sekolah
mengkonsumsi susu bersama secara berkala, merupakan salah
satu
upaya
yang
perlu
dikembangkan
menciptakan pasar susu dan produk olahannya.
dalam
Hal lain yang banyak dikeluhkan para peternak akhir-
akhir ini adalah semakin banyak dan beragamnya retribusi yang diminta dari peternak oleh pemerintah daerah. Untuk i tu diperlukan kebijakan untuk menghapuskan retribusi yang menyebabkan tingginya ongkos produksi di tingkat petani. KESIMPULAN Untuk mewujudkan swasembada susu, para peternak
sapi perah masih harus berjuang untuk meningkatkan skala
usaha dan kecukupan pakannya. Gabungan Koperasi Susu I ndonesia (GKSI) berikut Industri Pengolahan Susu (IPS)
bersama-sama mengembangkan berbagai program untuk turut serta mendukung pencapaian swasembada susu yang didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah.
172
Kesiapan Peternak Sapi Perah Rakyat untuk Mencapai Swasembada Susu
DAFTAR PUSTAKA DIREKTORAT PANGAN dan PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS). 2010. Naskah Kebijakan (Policy Paper) Strategi dan Kebijakan Dalam Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2014 ( Suatu Penelahaan Konkrit). Bappenas. Jakarta. JATI, H. 2009. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Produktivitas rumah Tangga Pertanian di Indonesia, Analisis Data Indonesian Family Live Survey (IFLS) 2000. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
MAULUDIN, M.A. 2009. Peranan Peternak Sapi Perah Dalam Pengelolaan Lingkungan yang Adaptif ( Kasus Peternakan Sapi Perah di Jawa Barat). Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran. Bandung. PAKPAHAN, A. 2012. Badan Usaha Milik Petani Sebagai Sarana Gotong Royong Usaha Untuk Kemajuan Petani. http://xa.yimg.com/kq/groups/21477406/1251464432/na me/8068961-Badan-Usaha-Milik-Petaniktna.pdf.(11 Desember 2012)
WIRADI, G. dan MAKALI. 1984. Penguasaan Tanah dan Kelembagaan dalam Faisal Kasryono (Ed.), Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
17 3