Balai Besar Tekstil
KESIAPAN INFRASTRUKTUR STANDARISASI MENGHADAPI PEMBERLAKUAN SNI WAJIB MAINAN ANAK
Oleh : Dwinna Rahmi* dan Eddy Herjanto** * Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jakarta ** Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Jakarta Tulisan diterima:
22 September 2010, Selesai diperiksa : 22 Oktober 2010
ABSTRAK Mainan anak berhubungan erat dengan kesehatan dan keselamatan anak-anak. Saat ini banyak ditemui mainan anak impor beredar di pasaran yang mengandung bahan berbahaya. Penerapan wajib standar untuk mainan anak diharapkan dapat membatasi bahaya potensial yang bisa ditimbulkan dari rendahnya mutu produk mainan anak. Kesiapan infrastruktur standarisasi sebagai antisipasi wajib standar seperti ketersediaan standar, kesiapan produsen, kesiapan laboratorium uji dan lembaga sertifikasi produk (LSPro) akan dikaii pada penelitian ini. Standar NasinaI Indonesia (SNI) tentang mainan anak yang terbaru adalah adopsi identik dari ISO 8124. Dua laboratorium uji yang berlokasi di Jabodetabek menyatakan dapat menguji secara keseluruhan sesuai SNI bagian 1 - 4. Laboratorium uji lain yang tersebar di seluruh tanah air pada dasarnya dapat menguji mutu sesuai keempat bagian SNI, akan tetapi keadaan saat ini dengan keterbatasan peralatan, mereka baru bisa menguji mutu mainan anak secara parsial. Di lain pihak produsen dari industri besar mainan anak dalam negeri menyatakan siap apabila wajib SNI diterapkan, sementara produsen industri kecil menengah masih perlu pembinaan. Lembaga sertifikasi untuk mainan anak perlu disiapkan. Kata kunci : Mainan anak, infrastruktur standarisasi, standar nasional indonesia
READINESS FOR STANDARISATION INFRASTRUCTURE ON COMPULSORY IMPLEMENTATION OF TOY INDONESIA NATIONAL STANDARDS ABSTRACT Toy has close relationship with child healthy and safety. Nowadays, there are many kind of import toys in the market contain toxic material. Compulsory implementation of toys standards is solution for protecting of toys marketing in the country. Readiness of infrastructure for standardization such as readiness of standard, producer, laboratory test and certification institutions should prepare prior to implement. Recently, National Indonesian Standard (SNI) have three parts of identical adopted standard from ISO-8124 released in 2010 and one part of SNI released in 2001. Two laboratories located in labodetabek claim that they are readied for testing services of toys sample according with four part of SNl. Although the present condition of other domestic laboratories has no complete instruments for all toys testing, however they have prospective for that in the future. On the other hand, domestic large industries of toys-are readied to compulsory implementation of toys standard while small medium industries need some guidance to produce of good quality toys. Institution for certification of toy is requires being prepared. Keyword:
106
Toys, infrastructure standardization,
national Indonesian standards
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112
Balai Besar Tekstil
PENDAHULUAN Latar Belakang Standarisasi merupakan pedoman dalam proses pembuatan standar. Pelaksanaan standarisasi sudah diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2000. Petunjuk teknis dalam melaksanakan unsur-unsur kegiatan standarisasi dijabarkan lebih lanjut pada Sistem Standarisasi Nasional (SSN) 2001. Standar sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan dimana dapat membantu negara-negara untuk membangun ekonorni dan membangun kapasitas untuk bersaing di pasar global (ristek, 2010). Pentingnya standar merupakan hal yang sudah tidak bisa ditawar, karena dengan standar, masyarakat akan terlindungi dan terayomi dari produk dan jasa yang tidak berkualitas. Mainan (toy) merupakan objek untuk dimainkan anak-anak. Mainan anak-anak berhubungan erat dengan keselamatan dan kesehatan anak-anak. Banyak negara mempunyai standar keamanan untuk tipe-tipe mainan anak yang bisa dijual. Kebanyakan membatasi bahaya potensial yang bisa ditimbulkan, seperti mudah terbakar atau bisa membuat tercekik. Anak-anak sering mempunyai kebiasaan memasukkan mainan ke dalam mulut mereka, sehingga bahan mainan yang digunakan harus bebas racun. Bahan mainan juga tidak boleh mudah terbakar. Anak-anak belum bisa membedakan mana mainan yang aman dan man a yang berbahaya, dan orang tua tidak selalu bisa mernikirkan segala kemungkinan yang bisa muncul, sehingga aturan dan peringatan sangatlah penting dalam mainan anak (wikipedia, 2009).
infrastruktur sangat penting sebelum diberlakukan SNI wajib untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan infrastruktur standarisasi dalam rangka pemberlakuan wajib SNI mainan anak. Metoda Penelitian Pendekatan konseptual Pendekatan konseptual dilakukan dengan cara mengidentifikasi infrastruktur yang diperlukan dan memperkirakan permasalahan yang mungkin terjadi. Infrastruktur berperan dalam pelaksanaan wajib standar meliputi ketersediaan standar, kesiapan produsen dan lembaga penilaian kesesuaian. Kerangka konseptual Konsep alur pikir kesiapan infrastruktur sebagaimana Gambar 1. Langkah-Iangkah
Kesiapan infrastruktur standarisasi perlu dikaji terlebih dahulu sebelum diberlakukan wajib SNI. Infrastruktur standarisasi mainan anak meliputi standar, produsen dan lembaga kesesuaian. Kesiapan Kesiapan Infrastruktur Standarisasi Menghadapi Pemberlakuan (Dwinna Rahmi, Eddy Herjanto)
penelitian sebagai berikut:
I. Persiapan yang mencakup rancangan perolehan data. 2. Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara studi literatur, pengiriman kuesioner melalui surat, e-mail, fax, observasi lapangan dan wawancara. 3. Menganalis data yang masuk sesuai dengan tujuan penelitian.
--I
Mainan anak impor yang banyak beredar di pasaran saat ini mengandung bahan berbahaya yang mengintai generasi penerus bangsa. Untuk menangkal membanjirnya impor mainan anak terutama dari China, pemerintah sedang menyiapkan wajib standar untuk mainan anak-anak (vivanews, 2009). Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang berlaku di Indonesia. Diharapkan penerapan wajib SNI mainan anak, bahan-bahan berbahaya yang kerap digunakan sebagai bahan baku atau tambahan dapat dihindari. Selain itu implementasi SNI wajib akan mendorong ekspor dan mengendalikan impor mainan anak dan juga meningkatkan daya saing produk lokal terhadap mainan impor.
standarisasi
Penilaian kesiapan ,--I
Variabel • Cara mendapatkan data
Metoda . Studi Iiteratur . Penyebaran kuesioner • Wawancara
-1 Analisis data I
Gambar 1. Kerangka Konseptual Kesiapan Infrastruktur Standardisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kesiapan dari infrastruktur sangat berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan wajib SNI dan juga meminirnisasi kendala yang mungkin terjadi seperti • Produsen
kesulitan
mendapatkan
SNI Wajib Mainan Anak
layanan
jasa 107
Balai Besar Tekstil
pengujian dan sertifikasi. • Tutupnya industri domestik karena tidak mampu memproduksi mainan yang sesuai dengan SNI.
Keamanan mainan - Bagian 4: Spesifikasi untuk peralatan pereobaan kimia dan aktivitas yang terkait (Safety of toys - Part 4: Specification for experimental sets for chemistry and related activities)
Beberapa infrastruktur yang berperan adalah: Standar (atau dokumen teknis) Standar yang dibutuhkan adalah standar dalam bahasa nasional agar semua pihak, khususnya industri skala keeil dan menengahdapat dengan mudah mengerti ketentuan yang dipersyaratkan dalam standarl dokumen teknis.
Selain tersedianya standar yang sudah menggunakan bahasa nasional, kemudahan akses untuk memperoleh standar tanpa ada kewajiban pemenuhan hak kepemilikan intelektual perlu dipereepat. Kesiapan Produsen Domestik
Produsen Produsen domestik mengerti bahan baku yang tidak menimbulkan bahaya. Produsen dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang terdapat dalam dokumen standar yang diaeu. Lembaga penilaian kesesuaian Lembaga penilaian kesesuaian (LPK) meliputi laboratorium uji, 1embaga sertifikasi, 1embaga penilaian sistem mutu, dan lembaga sertifikasi produk. Ketersediaan
Standar
Pada tahun ini telah diterbitkan SNI bagian 1-3 tentang mainan anak yang merupakan revisi dari SNI tahun 200l. SNI ini adalah hasil adopsi identik dari ISO 8124 dimana juga diaeu ban yak negara atau 1ebih berlaku seeara internasional. Beberapa negara yang sudah mengadopsi ISO 8124 diantaranya adalah Australia, China, Malaysia, New Zealand, Singapore, Afrika Selatan (ICTI, 2010). Standar ini jauh lebih lengkap dibanding SNI tahun 2001, meneakup semua jenis mainan anak, meliputi label untuk umur, penggunaan jari atau tangan, mainan luneur atau ayunan, dan spesifikasi untuk kimia organik tertentu. Sementara untuk SNI bagian empat adalah SNI 12-6527 tahun 2001. Keempat SNI tersebut berj udul: 1. SNI ISO 8124-1:2010 Keamanan mainan - Bagian .1: Aspek keamanan yang berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis (Safety of toys - part 1: safety aspects related to mechanical and physical properties) 2. SNI ISO 8124-2:2010 Keamanan mainan - Bagian 2: Sifat mudah terbakar (Safety of toys - part 2: Flammability) 3. SNI ISO 8124-3:2010 Keamanan mainan - Bagian 3: Migrasi unsur tertentu (Safety of toys - part 3: Migration of certain elements) 4. SNI 12-652704-2001
108
Kesiapan produsen untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar dimaksudkan untuk menghindari masalah domestik, misalnya matinya industri lokal karena tidak mampu memenuhi persyaratan standar, berkurangnya pangsa pasar produk domestik karena kalah bersaing dengan produk luar negeri yang memenuhi mutu, dan sebagainya. Ada tiga kategori skala industri yaitu industri keeil, menengah dan besar. Industri kecil memiliki pekerja < 100 orang, dengan aset < 0.5 miliar rupiah. Industri menengah memiliki karyawan antara 100-299 orang dan aset antara 0.5 - 1 miliar rupiah. Industri besar memiliki pekerja > 300 orang dan aset > 1 miliar rupiah. Tentang kesiapan diperoleh data dari 42 responen adalah sebagai berikut:
• Produsen skala industri keeil menyatakan belum
•
•
siap apabila diberlakukan wajib standar. Produsen jenis ini memiliki pangsa pasar lokal dan jumlahnya sangat besar. Mereka membutuhkan pembinaan misalnya dalam hal spesifikasi teknis seperti yang dipersyaratkan dalam standar, penggunaan zat warn a yang aman, serta informasi laboratorium untuk pengujian produknya. Namun kalau dilihat dari hasil uji produk, tingkat kelulusan mereka tidak signifikan rendah yaitu sebesar 35 % dibanding produsen Inenengah. Sebagian produsen skala industri menengah sama dengan industri keeil. Mereka setuju diberlakukan wajib SNI tetapi membutuhkan pembinaan. Sebagian dari mereka menyatakan sudah siap. Dilihat dari tingkat kelulusan uji tidak jauh berbeda dengan industri keeil yaitu 45%. Produsen skala besar yang produknya sebagian besar diekspor, menyatakan siap dan berharap segera diberlakukannya penerapan SNI wajib. Dasar pertimbangan mereka adalah mereka sudah terbiasa menguji produk mereka untuk dapat memenuhi persyaratan mutu standar
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112
Balai Besar Tekstil
untuk
yang nfor lated
an untuk ~iban
perlu
dengan laboratorium tersebut. Kesiapannya sangat berperan untuk menghindari tidak efektifnya penerapan standar terutama karena terganggunya arus masuk barang impor karena keterbatasan laboratorium uji, mahalnya biaya sertifikasi karena terbatasnya lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikasi, dan lain-lainnya.
intemasional, sehingga pernberlakuan standar secara wajib bukan masalah bagi mereka, Kelornpok produsen skala besar umurnnya menyatakan bahwa sudah saatnya pernerintah Indonesia mernberikan perlindungan terhadap konsumen, khususnya anak-anak sebagai pemakai langsung, dan dapat mengurangi pesaing asing yang menjual dengan harga murah tetapi diragukan mutunya. Secara umum produsen sangat setuju dengan pernberlakuan wajib untuk mainan anak dengan alasan utama rnernbatasi masuknya produk asing yang menjadi pesaing mereka. Pengusaha mainan mengungkapkan banjimya produk mainan impor asal Cina pasca penerapan Free Trade Agreement ASEAN-Cina (ACFfA) dapat mernatikan produsen dalam negeri. Berdasarkan data APMI, tahun ini impor meningkat dari tahun 2009. Impor mainan yang mernbanjiri pasar Indonesia telah mernbuat industri mainan terpukul. Terutama industri kecil yang mernproduksi jigsaw atau puzzle bergambar. Maka diharapkan dengan adanya wajib SNl akan meningkatkan day a saing industri mainan dalam negeri (Tempointeraktif, 20 I0). Dari data yang diperoleh diketahui bahwa mayoritas industri mampu mernenuhi persyaratan SNI. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pihak industri mainan anak telah siap jika penerapan SNl diberlakukan secara wajib. Namun dernikian, perhatian dan pembinaan harus diberikan oleh pemerintah kepada industri mainan anak skala kecil dan menengah, terlebih skala rumah tangga, untuk dapat lebih meningkatkan kernampuan teknisnya (Eddy, 2010).
Kesiapan Lembaga Penilaian Kesesuaian Lembaga penilaian kesesuaian (LPK) adalah lembaga yang mernberi penilaian kesesuaian suatu produk atau proses terhadap SNl tertentu. Dalam pelaksanaannya, penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh produsen, konsumen, atau pihak lain, sejauh pihak tersebut memiliki kompetensi untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) (BSN, 2010) Lembaga yang terlibat didalam pelaksanaan SNI wajib adalah laboratorium uji dan lembaga sertifikasi produk (LSPro). Laboratorium uji berfungsi sebagai tempat menguji mutu suatu produk sesuai standar yang dibutuhkan oleh produsen dalam mengendalikan mutu produknya. Hasil uji selanjutnya dituangkan dalam bentuk sertifikat hasil uji yang dikeluarkan oleh laboratorium yang bersangkutan, atau oleh lembaga sertifikasi yang sudah terakreditasi yang mempunyai kerjasama
Untuk mengetahui apakah lingkungan LPK sudah siap apabila diberlakukan SNl wajib rnainan anak, sebanyak 50 kuesioner disebarkan melalui surat, faksimil dan e-mail ke responden dan wawancara dengan beberapa laboratorium untuk mendapat data. Dilengkapi data dari KAN, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1. Laboratorium uji Dari 71 laboratorium produk industri, 52 laboratorium bisa dikembangkan menjadi laboratorium penguji produk mainan anak. Saat ini baru dua laboratorium yang mempunyai fasilitas dan kemampuan menguji mainan anak secara keseluruhan (fisika dan mekanikal). Sernentara laboratorium lainnya dapat menguji mainan anak secara parsial. Sebagian besar dari laboratorium uji itu dikelola oleh pernerintah yaitu 22 laboratorium uji di bawah Kementerian Perindustrian, 15 laboratorium uji mutu barang di bawah Kementerian Perdagangan, 30 laboratorium uji pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan beberapa lainnya bemaung di bawah institusi penelitian lain seperti LIPI dan Batan, yang juga menerima jasa pengujian produk industri. Sucofindo yang merupakan BUMN rnempunyai 17 laboratoriurn uji yang tersebar di seluruh Indonesia. Laboratoriurn yang dimiliki pemerintah memang diperuntukkan untuk dapat menjadi mitra industri sehingga industri sendiri tidak perlu melengkapi dirinya dengan peralatan pengujian yang umurnnya rnernbutuhkan investasi besar. Berdasarkan kemampuan laboratorium uji terhadap parameter uji, 3 laboratorium dapat menguji sifat fisis dan mekanik, 4 laboratorium untuk sifat mudah terbakar, 7 laboratorium menguji migrasi unsur tertentu dan 4 laboratorium untuk menguji spesifikasi untuk peralatan percobaan kimia dan aktivitas yang terkait (Gambar 2).
Kesiapan Infrastruktur Standarisasi Mengbadapi Pemberlakuan (Dwinna Rahmi, Eddy Herjanto)
Laboratorium yang tersebar di berbagai daerah pada umumnya sudah melengkapi laboratoriumnya dengan instrumen seperti spektrometer atau AAS sehingga mereka sudah bisa menguji migrasi elemen yang tertera pada SNl ISObagian 3. Kelengkapan instrumen untuk menguji parameter ini karena banyaknya permintaan dari pihak industri dari berbagai produk industri.
SNI Wajib Mainan Anak
109
Balai Besar Tekstil
Tabel 1. Lembaga Jumlah
laboratorium uji
LOKASI
Penilaian
Kesesuaian
Kemampuan (SNn
S**
uji Jumlah LSSM
LSSM BB-MA
Jumlah LSpro
LSPro MA
Bagian
p*
B**
SL
SU
1
2
3
Jabodetabek dan Cilegon Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Lampung
8 8 6 3
3 3
2
3
3
1
-
-
4 3
-
-
1
1
-
-
-
-
-
2
1 1 1 1 1
-
-
-
Bengkulu
1
-
-
-
Sumatra Selatan
3
1
-
Jambi
1
-
Sumatra Barat
3
Riau & Kepulauan Riau
4 4
10
8
-
5 2
2 2
9 3 3
-
-
-
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sumatra Utara
3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
Aceh
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kalimantan Barat
3
1
-
-
-
-
-
-
-
-
]
-
Kalimantan Timur
1
-
-
1
-
-
-
-
-
-
1
-
Kalimantan Selatan
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sulawesi Utara
I
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sulawesi Selatan
2
-
-
-
-
-
-
-
1
-
]
-
Bali
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Maluku
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Papua
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Total
52
7
8
4
3
4
7
4
19
13
22
-
I
P = Pemenntah, B* = BUMN, S"'* = Swasta, SL = Laboratonum Internal Industn, SU = Laboratonum LSSM = Lembaga Sertifikasi Quality Management System, BB-MA = Bahan Baku Mainan
-
..
UJ! Swasta,
o Bag.-l Bag.-2 Bag.-3
Bag.-4
SNI
Gambar
110
2. Kemampuan
Laboratorium
Uji dalam Menguji Mainan Anak sesuai SNI
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112
Baiai Besar Tekstil
Ketidaksediaan peralatan yang diperlukan untuk pengujian mainan anak disebabkan karena jarangnya permintaan uji mainan anak tersebut. Walaupun mainan anak sangat erat hubungannya dengan keselamatan dan keselamatan anak, banyak produk yang beredar di pasar dalam negeri tidak dilengkapi dengan hasil uji standar mutu keamanan bagi anak-anak. Balai Penguji Mutu Barang Ekspor Impor (BPMBEI) Bogor dan Sucofindo Cikarang merupakan laboratorium yang memiliki kemampuan menguji semua parameter SNI Mainan Anak, sementara Balai Besar Tekstil (BBT) Bandung memiliki kemampuan untuk menguji semua parameter untuk mainan anak dengan material dasar tekstiI. Beberapa laboratorium, seperti BPMBEI, Sucofindo, dan Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) mengatakan bahwa produsen mainan anak yang menguji mutu produk pada laboratorium mereka umumnya diperuntukkan bagi kebutuhan ekspor dimana standar uji yang diinginkan produsen tergantung standar yang berlaku di negara ekspor. Sementara itu, walaupun SNI mainan anak sudah ada sejak 2001 namun industri kecil menengah yang memasarkan produknya di dalam negeri umumnya tidak mengujikan produknya sebelum dipasarkan. Salah satu penyebabnya adalah sebagian besar produsen dalam negeri belum mengenal SNI dan juga tidak tahu dimana adanya laboratorium uji. Produsen yang sudah men genal SNI dan laboratorium uji beralasan bahwa mahalnya jasa pengujian membuat mereka tidak melakukan pengujian terhadap produknya. Memang pada saat ini laboratorium yang mempunyai prospek untuk menguji mainan anak, terbanyak masih berada di Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Keberadaan laboratoium ini karena didukung lokasi dari industri mainan anak tersebut. Walaupun laboratorium uji yang sudah sanggup menguji mainan anak masih terpusat di Jabodetabek dan Jawa Barat, laboratorium uji di daerah dapat segera melengkapi laboratoriumnya terutama untuk uji fisis dan mekanis. Kemampuan uji fisika dan mekanis selain laboratorium uji dibawah pemerintah dan BUMN, industri sendiri sudah memiIiki fasiIitas ujinya terutama industri besar. Laboratorium yang dimiliki industri masih dalam Iingkup menguji produknya sendiri. Secara spesifik, tidak diperoleh data adanya laboratorium uji yang diakreditasi untuk mainan anak, dikarenakan belum diberlakukannya secara wajib standar mainan anak.
adalah lembaga atau organisasi yang memiliki kompetensi dalam melakukan penilaian kesesuaian untuk memberikan jasa sertifikasi terhadap proses dan produk yang telah memenuhi standar sesuai dokumen normatif yang ditetapkan SNI. Sampai saat ini tercatat 22 LSPro untuk berrnacam-macarn produk, namun, dengan alasan yang sama, karena belum diberlakukan penerapan wajib SNI mainan anak, LSPro khusus mainan anak belum ada (Eddy, 2010).
KESIMPULAN
Indonesia sudah siap dalam penyediaan standar. Standar tentang mainan anak baru saja diterbitkan adalah SNI adopsi identik ISO 8124. Dari un sur spesifikasi teknis, SNI ISO 20 I0 lebih sesuai dengan persyaratan yang berlaku di banyak negara. Dengan demikian produk mainan anak tidak hanya dapat dipasarkan di dalam negeri tapi juga bisa diekspor. Standar SNI ISO ini sudah tersedia dalam bahasa Indonesia. Laboratorium uji dianggap sudah siap untuk mendukung pemberlakuan wajib standar mainan anak, walapun keberadaannya masih terpusat di Jabodetabek. Saat ini terdapat dua laboratorium uji yang siap secara penuh, namun ditengarai cukup banyak laboratorium uji yang dapat melakukan uji elemen mainan anak secara parsiaI. Lembaga sertifikasi sistem mutu sudah ban yak dimiliki Indonesia, namun tidak ditemukan satupun lembaga sertifikasi produk untuk mainan anak. Keadaan ini semua tidak terlalu mengkawatirkan karena sebagaimana umumnya lembaga penilaian kesesuaian akan mempersiapkan dirinya bila permintaan (demand) untuk produk ini tinggi, seperti halnya produk lain yang standarnya diterapkan secara wajib.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
5.
Lembaga sertifikasi Selain laboratorium UJI, untuk memberlakukan wajib uji mainan anak juga diperlukan tersedianya LSPro mainan anak. LSPro
112
DAN SARAN
Kesiapan Infrastruktur Standarisasi Menghadapi Pemberlakuan (Dwinna Rahmi, Eddy Herjanto)
6.
Kementerian Riset dan Teknologi. 2010. http://www.ristek.go.id Wikipedia. 2009. http://wikipedia.org/wiki /mainan Vivanews. 2009. http://bisnis.vivanews. cornlnews/read/95 93 7-sni_mainan_anak International Council of Toys Industries (ICTJ). 2010. Toy Safety Standards Around the World. http://www. toy-icti.org Tempointeraktif, 2010. http://www.Tempo interaktif.com/hg/bisnisI20 10/07/21/ brk.20100nl-265225.id.html Eddy Herjanto dan Dwinna Rahmi. 2010. Kajian Pemberlakuan secara Wajib Standar Mainan Anak-anak, Jurnal Riset Industri, Vol. IVNo.l,haI.1-16. SNI Wajib Mainan Anak
111
Balai Besar Tekstil
7.
Badan Standar Nasional http://www.bsn.or.idi
(BSN).
2010.
8.
Komite Akreditasi http://www.kan.or.id
Nasional
(KAN).
201~
--"
112
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-~